PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
Transcript of PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
TUGAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
NAMA : MUHAMAT TUASAMU
NIM : 136 9412 047
Rencana Satuan Wilayah Pengembangan Kota Ambon , Struktur Hirarki Perkotaan
Sesuai RTRW mulai Dari Sistem Perkotaan dan Sistem jaringan
Rencana Satuan Wilayah Pengembangan
Prinsip pembagian wilayah pelayanan adalah merata, dan optimasi pengembangan sentra
kegiatan yang ada saat ini. Masing-masing Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) ditetapkan
dengan kesatuan fungsi, terdapat batas-batas yang jelas dari batas administrasi atau batas fisik.
A. SWP I Pusat Kota
Kawasan Pusat Kota dan sekitarnya, yaitu mulai dari Taman Makmur di sebelah barat
sampai Galala di sebelah timur, sebagian kawasan teluk Ambon di utara dan di bagian selatan
batas kelurahan Kudamati, Kelurahan Batu Gajah, Kelurahan Batu Meja, Negeri Soya,
Kelurahan Karang Panjang, Negeri Batu Merah terus ke selatan Negeri Galala. SWP 1 adalah
sebagai SWP tersendiri dengan satu kesatuan fungsional sebagai pemusatan fungsi pelayanan
kota primer. Hampir seluruh SWP ini merupakan kawasan perkotaan dengan fungsi
pemerintahan, komersial, perdagangan, dan jasa serta permukiman.
B. SWP II Passo
Kawasan Passo dan sekitarnya dengan wilayah pelayanan cukup meluas hingga
mencakup Teluk Ambon Dalam (TAD) sebagai satu kesatuan mengingat pengembangan Passo
ke depan dan kelestarian TAD sangat erat terkait dan membutuhkan keterpaduan pengelolaan
dan pembangunan. SWP 2 Passo di sebelah timur berbatasan dengan Teluk Baguala, sebelah
barat dengan Desa Poka dan Negeri Galala, sebelah utara dengan daerah pegunungan dan
Kabupaten Maluku Tengah, serta sebelah selatan dengan Kecamatan Leitimur Selatan.
C. SWP III Wayame
Kawasan Rumah Tiga-Poka-Wayame dan sekitarnya, mulai dari Desa Poka di sebelah
timur terus sampai ke Negeri Tawiri di sebelah barat, daerah pegunungan dan kabupaten Maluku
Tengah di utara, dan sebagian kawasan Teluk Ambon yang berbatasan langsung dengan SWP 1
di selatan. SWP ini merupakan satu kesatuan dengan fungsi-fungsi pendidikan tinggi, penelitian,
pemukiman, wisata, perikanan dan kawasan budidaya pertanian. SWP ini meliputi pula wilayah
perairan/ teluk sebagai satu kesatuan dengan adanya kebutuhan kesatuan pengelolaan. SWP
Rumah Tiga memiliki potensi pertumbuhan pesat sehubungan dengan lokasinya yang strategis.
D. SWP IV Leitimur Selatan
Kawasan Leitimur selatan dengan batas-batas administrasi kecamatan mulai dari Negeri
Hatalai di sebelah barat sampai Negeri Hutumuri di sebelah timur, Negeri Soya, Negeri Batu
Merah, Negeri Halong, Negeri Passo di Utara, dan laut Banda di selatan. SWP ini adalah satu
kesatuan wilayah pengembangan dengan kesamaan karakteristik sebagai kawasan berbukit
bergunung. Akses yang menghubungkan SWP ini adalah linier mengitari wilayah selatan yaitu
ke arah barat dan ke arah timur untuk mencapai pusat primer kota. Sebagian besar SWP ini
adalah merupakan kawasan kebun campuran dan hutan sekunder. Potensi yang tersimpan pada
SWP ini adalah kebun campuran yang menghasilkan buah-buahan, pohon kayu putih (Melaleuca
Leucadendron) penghasil minyak kayu putih, serta potensi perikanan dan pariwisata.
E. SWP V Amahusu - Latuhalat
Kawasan di ujung Barat Jazirah Leitimur yang termasuk sebagian Kecamatan Nusaniwe.
SWP ini merupakan kesatuan kawasan berfungsi sebagai daerah tujuan pariwisata bahari dan
perikanan, berorientasi ke laut dan akses ke kawasan pusat kota. Selain itu SWP ini juga
mempunyai potensi industri bahan bangunan di antaranya batu bata dan kapur. Sebagian besar
SWP adalah kawasan hutan dan kebun campuran diselingi dengan kawasan industri kecil dan
pariwisata.
F. SWP Kawasan Khusus Bandara
Di dalam pekerjaan penyusunan RTRW Kota Ambon dimana di dalamnya terdapat
kawasan bandar udara, hal ini menjadi pertimbangan khusus mengingat kawasan ini memiliki
ketetapan tersendiri.
Hirarkhi Pusat-Pusat pelayanan Kegiatan Kota
Hirarki pusat-pusat kegiatan pelayanan kota yang sudah ada sebagai pusat pelayanan
perkotaanpada lokasi yang berkembang saat ini maupun yang akan dikembangkan, yaitu :
a) Pusat Kota Ambon sebagai sentra primer akan terus dikembangkan sebagai pusat
penyelenggeraan pemerintahan provinsi maupun kota, perdagangan, jasa keuangan,
perhubungan darat dan laut, industri perikanan, dan aneka industri, pariwisata, kesehatan,
dan pendidikan, terutama untuk mendukung fungsi Kota Ambon sebagai PKN dan
pelabuhan internasional.
b) Negeri Passo sebagai sentra sekunder I direncanakan akan terus dikembangkan
sebagaipusat pemerintahan kecamatan, perdagangan, perhubungan darat dan laut, aneka
indutri, kesehatan, pendidikan kejuruan, pariwisata, dan pemukiman, terutama dalam
mengurangi tekanan penduduk terhadap Pusat Kota Ambon.
c) Negeri Wayame sebagai sentra sekunder II direncanakan akan dikembangkan sebagai
pusat pendidikan tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, permukiman, pemerintahan
kecamatan, aneka industri, pertanian tanaman pangan dan hortikultura, serta perikanan.
d) Negeri Amahusu sebagai sentra tersier I direncanakan akan terus dikembangkan sebagai
pusat pemerintahan kecamatan, kawasan perikanan, pertanian, permukiman dan
pariwisata.
e) Negeri Leahari-Rutong sebagai sentra tersier II direncanakan akan terus dikembangkan
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pertanian hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, pendidikan kejuruan, permukiman, dan pariwisata.
f) Negeri Tawiri-Laha sebagai sentra tersier IV direncanakan akan terus dikembangkan,
sebagai kawasan pengamanan keselamatan penerbangan dan pelayanan bandara distribusi
tersier, disamping sebagai pusat pertanian tanaman pangan, perikanan, industri jasa
maritim, dan pertambangan bahan galian tipe “C”.
g) Negeri Latuhalat sebagai sentra tersier IV direncanakan akan terus dikembangkan sebagai
industri rumahtangga, perikanan, perkebunan, peternakan, pariwisata, dan pemukiman.
Cakupan/skala pelayanan kegiatan kota
Cakupan dan/atau skala pelayanan setiap pusat kegiatan pelayanan kota dan rencana
pengembangannya meliputi:
1) Pusat Kota Ambon sebagai sentra primer, direncanakan melayani seluruh wilayah Kota
Ambon, terutama SWP I
2) Negeri Passo, sebagai sentra sekunder I, direncanakan melayani wilayah Kota Ambon
bagian Timur, terutama SWP II
3) Negeri Wayame sebagai sentra sekunder II, direncanakan melayani SWP III
4) Negeri Amahusu sebagai sentra tersier I , direncanakan melayani SWP V
5) Negeri Leahari-Rutong sebagai sentra tersier II, direncanakan melayani SWP IV
6) Negeri Latuhalat sebagai sentra tersier IV, direncanakan melayani SWP V
7) Negeri Tawiri-Laha, sebagai sentra tersier III membantu pelayanan di kawasan khusus
Bandar Udara.
Dominasi fungsi Kegiatan yang diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan kota.
Dominasi fungsi kegiatan yang direncanakan untuk pusat-pusat pelayanan meliputi:
1. Pusat Kota Ambon, bersama SWP I, direncanakan akan terus dikembangkan sebagai
pusat penyelenggeraan pemerintahan provinsi maupun kota, perdagangan, jasa keuangan,
perhubungan darat dan laut, industri perikanan, dan aneka industri, pariwisata, kesehatan,
dan pendidikan, terutama untuk mendukung fungsi Kota Ambon sebagai PKN dan
pelabuhan internasional.
2. Negeri Passo, bersama SWP II, direncanakan akan terus dikembangkan sebagai pusat
pemerintahan kecamatan, perdagangan, perhubungan darat dan laut, aneka indutri,
kesehatan, pendidikan kejuruan, pariwisata, dan pemukiman, terutama dalam mengurangi
tekanan penduduk terhadap Pusat Kota Ambon.
3. Desa Wayame, bersama SWP III, direncanakan akan terus dikembangkan sebagai pusat
pendidikan tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, permukiman, pemerintahan
kecamatan, aneka industri, pertanian tanaman pangan dan hortikultura, serta perikanan.
4. Negeri Leahari-Rutong, bersama SWP IV, direncanakan akan terus dikembangkan
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pertanian hortikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, pendidikan kejuruan, permukiman, dan pariwisata.
5. Negeri Amahusu dan Latuhalat, bersama SWP V, direncanakan akan terus dikembangkan
sebagai pusat pemerintahan kecamatan, industri rumah tangga, perikanan, perkebunan,
peternakan, pariwisata, dan pemukiman.
6. Kawasan khusus pengamanan bandara, bersama Negeri Tawiri-Laha, direncanakan akan
terus dikembangkan, sebagai kawasan pengamanan keselamatan penerbangan dan
pelayanan bandara distribusi tersier, disamping sebagai pusat pertanian tanaman pangan,
perikanan, industri jasa maritim, dan pertambangan bahan galian tipe “C”.
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Sistem Jaringan Prasarana Utama meliputi Sistem Jaringan Trasnportasi
Sistem Jaringan Trasportasi
Sistim jaringan transportasi direncanakan meliputi :
1. Sistem jaringan transportasi Darat
2. Sistim Jaringan Transportasi Laut
3. Sistem jaringan Transportasi Udara
Rencana Prasarana dan Sarana Transportasi Darat
Konsep pengembangan sistem transportasi Kota Ambon berorientasi pada fungsi
pelayanan dan pemicu perkembangan wilayah. Fungsi jalan diarahkan untuk mengakomodasi
pusat-pusat pelayanannya di Kota Ambon terutama daerah Pusat Kota, Passo dan Wayame.
Selain pusat pusat pelayanan tersebut, daerah lain yang belum berkembang juga mendapat
perhatian dalam hal pembukaan akses jalan bagi daerah tersebut. Untuk membentuk orientasi
tersebut maka perlu dilakukan perencanaan pengembangan prasarana dan sarana transportasi
yang didasarkan pada bentuk dan struktur Kota Ambon. Pembentukan struktur kota ini terkait
dengan kegiatan guna lahan dan sistem lalu lintas yang ada, sehingga kegiatan dan guna lahan ini
dipakai sebagai pertimbangan utama dalam arahan sistem pengangkutan kota. Berdasarkan hal
tersebut maka pengembangan jaringan transportasi darat di Kota Ambon akan meliputi :
1. Prasarana dan sarana jalan.
2. Prasarana dan sarana terminal
3. Prasarana dan sarana transportasi penyeberangan
4. Pengembangan angkutan umum masal
A. Prasarana dan sarana jalan
Pengembangan prasarana dan sarana jalan sangat diperlukan dalam penigkatan mutu dan
daya tampung ruas jalan meliputi status, fungsi jaringan, sistim jaringan dan aturan penggunaan
ruang di sepanjang jalan.Peningkatan maupun Pembukaan ruas-ruas jalan baru dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi darat serta menghindari “bottle neck” seperti
yang terjadi di kawasan Passo, Batu Merah, dan Batu Gantung. Berikut ini adalah rencana
Pengembangan prasarana dan sarana jalan di Kota Ambon meliputi :
1. Pembangunan Jembatan Merah Putih yang menghubungkan Negeri Hative Kecil dengan
Desa Poka dan Negeri Rumah Tiga yang melewati Teluk Ambon Bagian Dalam.
2. Peningkatan mutu dan daya tampung ruas jalan nasional dan jalan arteri dari Laha ke
pusat Kota Ambon
3. Peningkatan mutu dan daya tampung ruas jalan – jalan provinsi dan jalan kolektor yang
meliputi :
Ruas jalan Durian Patah ke Hitu
Ruas Jalan Passo ke Tulehu
Ruas jalan Batu Gong – Toisapu - Hutumuri-Rutong – karang Panjang
Ruas Jalan Hutumuri - Leahari – Hukurila – hatalai – Kusu-Kusu Sereh
Ruas jalan Pusat Kota Ambon – Amahusu – Eri – Seilale – Latuhalat – Air Low –
Eri
4. Peningkatan mutu dan daya tampung ruas jalan – jalan Kota pada ruas jalan –jalan kota.
5. Pembangunan ruas jalan baru, baik jalan nasional dan Arteri, jalan Provinsi dan Kolektor
maupun jalan Kota termasuk bangunan pelengkapnya. Rencana peningkatan mutu
jaringan jalan di Kota Ambon baik pada jalan utama maupun jalan lokal dengan arahan
sebagai berikut :
Perbaikan drainase dan membangun fasilitas jalan (trotoar, marka jalan, drainase dan
lampu jalan) pada jalan utama, terutama di wilayah Pusat Kota Ambon.
Peningkatan kualitas perkerasan jalan pada jalan lokal dari perkerasan batu atau tanah
menjadi perkerasan aspal.
Pelebaran jalan pada jalan utama dan jalan lokal.
Penyediaan lahan parkir dan mengurangi parkir On Street (parkir di badan jalan).
B. Prasarana dan sarana Terminal
Terminal merupakan salah satu elemen kota yang memiliki pengaruh besar terhadap
rencana tata ruang kota karena akan menyangkut asal dan tujuan pergerakan kendaraan,
penumpang dan barang, dalam hal ini menyangkut rute perjalanan, yang akan berpengaruh
terhadap sistem transportasi suatu wilayah.
Rencana Pengembangan Prasarana dan sarana terminal meliputi :
a) Peningkatan kelas dan daya tampung terminal angkutan kota di kawasan mardika untuk
melayani angkutan penumpang dalam wilayah Kota Ambon;
b) Penyelesaian pembangunan terminal transit angkutan luar kota tipe B di kawasan Passo
untuk melayani angkutan penumpang yang berasal dari luar (arah Timur), masuk
kedalam wilayah Kota Ambon; dan
c) pembangunan terminal transit angkutan luar kota yang baru, tipe C, di kawasan
Tawiri/Wayame, untuk melayani angkutan penumpang yang berasal dari luar (arah
Barat), masuk ke wilayah Kota Ambon.
C. Prasarana dan sarana trasnportasi penyeberangan
Rencana pengembangan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan meliputi:
a) peningkatan mutu pelayanan transportasi penyeberangan jalur Galala-Poka, termasuk
prasarana dan sarana pendukungnya, sebagai alternatif dari Jembatan Merah-Putih;
b) pengadaan jalur transportasi penyeberangan yang baru dari Pusat Kota Ambon (Mardika)
ke Kawasan Tawiri atau Wayame, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya; dan
c) peningkatan mutu dan daya tampung transportasi penyeberangan lintas kabupaten/kota.
d) pelabuhan angkutan penyeberangan direncanakan akan ditingkatkan mutu dan daya
tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya, sebagai alternatif Jembatan
Merah-Putih
e) pelabuhan angkutan penyeberangan yang baru direncanakan akan dibangun untuk
melayani angkutan penumpang dari Terminal Tawiri atau Wayame ke Pusat Kota Ambon
sebagai alternatif Jembatan Merah Putih
f) pengembangan dermaga angkutan penyeberangan di Negeri Halong dan Negeri Poka;
g) pengembangan dermaga angkutan penyeberangan lintas kabupaten/kota di Negeri
Halong.
D. Prasaran dan sarana Angkutan Umum
Sarana transportasi darat di Kota Ambon dilayani oleh 61 trayek angkutan umum (Hasil
Monitoring Tahun 2008). Berdasarkan jumlah trayek dan tujuan trayek yang ada telah mencakup
keseluruhan wilayah Kota Ambon, namun seiring pertumbuhan dan mobilitas penduduk,
diperlukan pembukaan trayek angkutan umum baru untuk melayani kebutuhan masyarakat
terutama di ruas jalan Karang Panjang – Rutong – Leahari – Hukurila – Kilang. Oleh karena itu
diperlukan adanya penambahan sub terminal di desa Hukurila agar memudahkan masyarakat
sekitar menjangkaunya. Dari sisi jumlah armada angkutan di setiap trayek yang ada tidak
semuanya sama, tergantung dengan tingkat permintaan masyarakat di wilayah tersebut. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Buku Analisa dan Fakta.
Hampir semua trayek yang ada melalui pusat Kota Ambon sehingga menimbulkan
kepadatan lalu lintas pada wilayah pusat kota terutama di daerah Terminal Mardika. Sebagai
pelengkap dari Rencana Transportasi Darat perlu dilakukan studi khusus untuk menentukan
Supply – Demand Angkutan umum di Kota Ambon. Hal ini bermanfaat untuk menentukan
penambahan unit angkot yang sesuai dengan perkembangan wilayah yang terjadi. Selain
Angkutan umum, juga terdapat Ojeg yang melayani daerah pinggiran Kota Ambon dan tersebar
secara sporadis. Rencana pengembangan angkutan umum/massal perkotaan direncanakan
pelaksanaannya sesudah diadakan studi kelayakannya.
Rencana Prasarana dan Sarana Transportasi Laut
Tahap awal pengembangan sistem transportasi Laut di Kota Ambon didasarkan pada
pembangunan wilayah yang dipacu terlebih dahulu dengan menyediakan sarana dan prasarana
pendukung transportasi laut. Diharapkan nantinya secara bertahap mengarah ke pola yang lebih
sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai faktor pendukung bagi pengembangan sosial-ekonomi
wilayah. Secara umum, kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengembangkan sistem
prasarana transportasi laut di Kota Ambon, yaitu :
(1). Tatanan kepelabuhanan
(2). Dermaga
(3). Alur Pelayaran
(4). Sistem hubungan dengan trasportasi darat
1. Tatanan Kepelabuhanan
Tatanan Kepelabuhanan adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat tentang hirarki,
peran, fungsi, klasifikasi, jenis , penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda
transportasi serta keterpaduan dengan sector lainnya. Tatanan kepelabuhan di Kota Ambon
direncanakan meliputi :
a) Pelabuhan Internasional Yos Sudarso di Pusat Kota Ambon direncanakan ditingkatkan
mutu dan daya tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya.
b) Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kelurahan Pandang Kasturi direncanakan akan
ditingkatkan menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera
c) pelabuhan TNI. Angkatan Laut di Negeri Halong direncanakan akan ditingkatkan peran
dan fungsinya sebagai pelabuhan Komando TNI Angkatan Laut Armada Timur.
d) Pelabuhan pertamina di Desa Wayame.
2. Dermaga
Rencana pengembangan dermaga direncanakan akan ditingkatkan mutu dan daya
tampungnya termasuk prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan untuk:
a) Dermaga Slamet Riyadi Kelurahan Uritetu
b) Dermaga LIPI di Desa Poka
c) Dermaga POLRI di Kelurahan Lateri direncanakan sebagai pelabuhan khusus yang akan
ditingkatkan fungsinya untuk pengendalian dan pengamanan.
d) Dermaga Nusantara Fishery di Desa Hunuth
e) Dermaga Industri Kayu lapis di kawasan Batu Gong Negeri Passo
f) Dermaga DR. Siwabessy di Kelurahan Benteng
3. Alur Pelayaran
Alur pelayaran direncanakan meliputi: kelayakan dan keselamatan pelayaran dan
pengembangannya diarahkan untuk terus ditingkatkan mutu dan daya tampungnya, termasuk
prasarana dan sarana pendukungnya.
4. Sistim hubungan dengan transportasi darat
Sistem hubungan di antara transportasi laut dan transportasi darat direncanakan meliputi:
terminal angkutan darat di dalam pelabuhan dan jalan keluar-masuk pelabuhan dan
pengembangan sistem hubungan di antara tranportasi laut dan transportasi darat diarahkan untuk
terus ditingkatkan mutu dan daya tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya. Di
samping pengembangan prasarana dan sarana transportasi laut juga perlu ditingkatkan antara lain
dengan :
a) Peningkatan kualitas atau mutu sarana angkutan laut dengan mengoperasikan kapal kapal
berukuran besar dan tipe kapal LSE agar tingkat pelayanan menjadi lebih tinggi;
b) Mengembangkan sistem jaringan prasarana dan sarana transportasi laut dalam kaitan
dengan evakuasi bila terjadi bencana alam.
Klasifikasi struktur jaringan dan prediksi kebutuhan jaringan pelayanan transportasi laut di
Provinsi Maluku dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Jaringan Pelayaran Internasional, merupakan layanan angkutan laut antar negara dan
hanya menyinggahi pelabuhan dengan status internasional saja, yaitu Pelabuhan Ambon,
yang dilalui oleh ALKI. Kecenderungan angkutan laut internasional adalah menggunakan
peti kemas, yang mempunyai kecenderungan pertumbuhan kontainer di Pelabuhan
Ambon rata-rata sebesar 16%. Orientasi pelayaran internasional dari Provinsi Maluku
(Pelabuhan Ambon) adalah Makassar dan Bitung;
2) Jaringan Pelayaran Nasional, merupakan layanan angkutan laut antar provinsi, dimana
pelabuhan yang disinggahi hanya pelabuhan dengan status nasional dan internasional
saja. Jaringan Pelayanan Nasional ini diharapkan dapat dilayani oleh PELNI dan
perusahaan pelayaran nasional lainnya. Kota-kota yang dilalui Kapal Pelni adalah :
Namlea, Ambon, Banda, Tual, Saumlaki dan Dobo, dengan rute :
i. Rute Barat – Timur (dari Sumatera ke Papua), dilayani oleh KM Ciremai, Bukit
Siguntang, Dorolanda, Kelimutu;
ii. Rute Selatan – Utara (dari Makassar ke Bitung), dilayani oleh Kapal Lambelu.
Dalam lingkup nasional layanan angkutan yang disediakan oleh PELNI
menghubungkan Provinsi Maluku (Kota Ambon) dengan Provinsi-provinsi
Maluku Utara (Ternate), Sulawesi utara (Bitung), Sulawesi Tenggara (Bau-bau),
Sulawesi Selatan (Makassar), Irian jaya (Sorong dan Fak-fak), Papua (Timika).
Dalam lingkup provinsi PELNI membantu pelayaran regional melayani jalur-
jalur: Ambon – Namlea; Ambon – Banda – Tual; Ambon – Saumlaki – Tual –
Dobo.
Dalam konstelasi nasional, sebagian besar pergerakan transportasi dari wilayah Maluku
ini terkait dengan pusat-pusat pemasaran di provinsi lain seperti Pelabuhan Ternate, Kendari,
Surabaya, Jakarta, Medan, Ujung Pandang, Manado, dan Sorong. Secara keseluruhan kebutuhan
angkutan laut tidak hanya menjadi milik Kota Ambon tetapi juga mencakup wilayah Provinsi
Maluku.
1) Jaringan Pelayaran Regional, merupakan layanan angkutan laut antar kabupaten
dan antar gugus pulau, pelabuhan yang disinggahi merupakan pelabuhan regional
dan nasional saja. Permintaan transportasi laut untuk pelayaran regional relatif
masih rendah, namun di pihak lain mempunyai lokasi menyebar. Oleh karena itu
pelayanan angkutan pelayaran regional dipelopori oleh angkutan perintis yang
disubsidi oleh Pemerintah agar menjangkau kebutuhan layanan sampai ke pulau-
pulau kecil.
2) Jaringan Pelayaran Lokal/Rakyat, merupakan layanan angkutan laut yang
melayani pelabuhan-pelabuhan lokal dan regional dan merupakan feeder bagi
pelayanan regional, yang biasanya digunakan untuk mnengangkut hasil bumi dari
satu pulau ke pulau lain, atau menyisir pantai khususnya untuk daerah atau pulau-
pulau yang akses daratnya belum berkembang.
Rencana Prasarana dan Sarana Transportasi Udara
Pengembangan sistem prasarana transportasi udara di Kota Ambon (mencakup juga
wilayah Provinsi Maluku) diantaranya meliputi pemantapan kapasitas Bandara Pattimura Ambon
dari pusat penyebaran tersier menjadi Pusat penyebaran sekunder pada tahun 2028. Bandara
Pattimura melayani penerbangan ke kota-kota di Indonesia seperti Makassar, Sorong, Ternate
hingga Surabaya, dan Jakarta dengan rata-rata penerbangan sekali dan dua kali sehari. Selain itu
juga melayani lingkup regional Provinsi Maluku, seperti Wahai, Langgur, Saumlaki, Kisar,
Amahai, dan Namlea, dengan rata-rata penerbangan 2 (dua) kali per minggu. Sistim jaringan
trasportasi udara direncanakan meliputi :
1. Klasifikasi bandara direncanakan meliputi peningkatan kelas Bandara Pattimura
pengembangan Bandara Pattimura diarahkan untuk memperkuat status Bandara
Internasional, dengan fungsi sebagai pusat penyebaran skala pelayanan tersier dan
penerbangan internasional.
2. Sarana pendukung dan radius pengamanan/ kawasan keselamatan penerbangan dalam
pengembangannya akan terus ditingkatkan mutu dan pengendaliannya.
3. Jalur penerbangan dalam pengembangannya akan terus ditingkatkan kelayakan dan
keselamatannya.
4. Sarana prasarana transportasi udara akan terus ditingkatkan kualitas dan pelayanannya
sesuai kelas bandara.
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Sistem jaringan prasarana lainnya yang mengintegrasikan dan memberikan layanan bagi
fungsi kegiatan yang ada di wilayah kota meliputi : Sistem Jaringan Energi Listrik, Sistem
Jaringan Sumber Daya Air, Sistem Jaringan Telekomunikasi dan Sistem infrastuktur perkotaan
Sistem Jaringan Energi Listrik
Energi listrik menjadi energi vital saat ini. Peranan listrik dalam kehidupan saat ini sudah
semakin dominan. Saat ini kebutuhanan masyarakat terhadap listrik sangat tinggi, karena hampir
semua aktifitas masyarakat membutuhkan listrik. Dari kegiatan dapur sampai kegiatan rekreasi
(menonton tayangan televisi). Bagi kalangan industrI/pelaku dunia usaha, keberadaan energi
listrik sangat penting, bahkan telah menjadi salah satu faktor produksi yang utama, utamanya
bagi para pengusaha dalam skala mikro dan kecil. Lebih luas lagi penghambat utama kegiatan
investasi di Indonesia adalah masalah buruknya infrastruktur (didalamnya termasuk ketersediaan
listrik), keamanan dan perijinan. Upaya menjamin ketersediaan listrik yang diimbangi dengan
perbaikan dan peningkatan infrastruktur lain, akan menjadikan faktor penarik bagi minat investor
berinvestasi di Kota Ambon.
Peningkatan investasi berarti terjadi pertumbuhan ekonomi yang positif. Kebutuhan
listrik Kota Ambon saat ini dipenuhi oleh 2 buah pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang
berlokasi di Hative Kecil dan Poka. Keduanya dipisahkan oleh Teluk Ambon yang terkoneksi
melalui kabel laut 20 KV. Berikut ini adalah kebutuhan listrik Kota Ambon yang dihitung
berdasarkan Standar Kebutuhan Listrik dari Departemen Pekerjaan Umum, tampak bahwa belum
seluruh penduduk mendapatkan pelayanan listrik, Jaringan listrik memiliki pola dan hirarki
mulai dari Jaringan Tegangan Tinggi (JTT), yaitu kabel tegangan tinggi yang memiliki tegangan
70 - 150 KV diubah menjadi Jaringan Tegangan Menengah (JTM), yang memiliki tegangan 6 -
20 KV melalui gardu induk. Dari jaringan tegangan menengah diubah menjadi Jaringan
Tegangan Rendah (JTR) melalui gardu transformasi, kemudian diubah menjadi jaringan
pelayanan dengan tegangan 110 - 220 Volt. Rencana sistem jaringan energi listrik di Kota
Ambon meliputi :
1. Pembangkit Tenaga Listrik
2. Jaringan transmisi tenaga listrik
(1) Pembangkit Tenaga Listrik
Program pengembangan pembangkit tenaga listrik meliputi:
a. peningkatan mutu dan kapasitas PLTD yang sudah ada; dan
b. pengembangan PLT surya, angin, biogas, ombak, arus, dan mikro hydro, di lokasi-lokasi
yang akan ditentukan sesuai hasil studi kelayakannya.
(2) Jaringan transmisi tenaga listrik
Program pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik meliputi:
a. pembangunan gardu induk sebesar 70 KV di Kecamatan Teluk Ambon-Baguala dan
Kecamatan Sirimau; dan
b. peningkatan mutu dan kapasitas jaringan transmisi sesuai dengan kebutuhan jaringan di
Kota Ambon dengan mengikuti pola jaringan yang sudah ada, maupun pengembangan
jaringan yang baru.
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Kota Ambon menggunakan sumber air baku yang berasal dari mata air yang ada di
wilayah Kota Ambon. Untuk menjaga keberlanjutan penggunaan sumber air baku ini, maka perlu
dilakukan pembatasan pola pemanfaatan daerah sekitar mata air yakni pada mata air Air Keluar
Dusun Kusu-Kusu Sereh Desa Urimesing, Wainitu Kelurahan Wainitu, Air Besar Karang
Panjang serta beberapa mata air di sekitarnya seperti Air Panas dan Wai Niwu Kelurahan Karang
Panjang untuk melayani pusat kota, mata air Wai Pompa di Negeri Halong, Kecamatan Teluk
Ambon Baguala, melayani Negeri Halong dan Negeri Hative Kecil. Pembatasan pola
pemanfaatan kawasan sekitar mata air ini berfungsi sebagai daerah konservasi guna menjaga
kualitas dan kuantitas sumber air yang ada juga akan bermanfaat bagi upaya penyediaan ruang
hijau.
Rencana sistem jaringan Sumber Daya Air meliputi :
1. Sistem jaringan air baku untuk air bersih
2. Sistem pengendalian banjir
Rencana pengembangan sistem jaringan air baku untuk air bersih meliputi:
a. Pengembangan sistem pemanfaatan potensi sumber air baku yang ada
b. Pengembangan sistem pengelolaan air baku untuk air bersih
Rencana pengembangan sistem pengendalian banjir meliputi :
a. Penghijauan wilayah sekitar DAS
b. Identifikasi kawasan-kawasan kota yang berpotensi banjir atau terjadinya genangan.
c. Normalisasi sungai .
Sistem jaringan Telekomunikasi
Sesuai dengan kecenderungan perkembangan kawasan yang akan terjadi, maka jaringan
telepon perlu dikembangkan pada kawasan perencanaan untuk meningkatkan kualitas
komunikasi. Kebutuhan total sambungan telepon di Kota Ambon untuk tahun 2029 memiliki
rasio ideal 1 SST melayani 20 orang. Berdasarkan target ideal tersebut maka Kota Ambon pada
Tahun 2028 memerlukan sekitar 24.346 SST. Sistem jaringan telepon diarahkan mengikuti pola
rencana jaringan jalan, dengan pemasangan tiang-tiang penyangga pada bahu jalan atau sistem
serat optik dengan kabel yang ditanam dalam tanah.
Rencana Sistem jaringan telekomunikasi meliputi :
1. Jaringan teresterial
2. Jaringan Celular
(1) Jaringan Teresterial
Program pengembangan jaringan teresterial diarahkan untuk pengembangan infrastruktur
dasar telematika, berupa jaringan telepon fixed line, dan lokasi pusat otomatisasi telepon. (2)
Jaringan Celular, Program pengembangan jaringan Celular meliputi:
a. pengembangan infrastruktur nir kabel berupa lokasi menara telekomunikasi (BTS)
b. pemanfaatan secara bersama antar operator.
Dengan banyaknya alternatif penyediaan jasa komunikasi, maka sebagian kebutuhan
fasilitas komunikasi dapat diselenggarakan menggunakan jalur tanpa kabel (Wireless) yang
dilakukan bekerjasama antara pemerintah kota dengan pihak penyedia jasa selular dalam
penyediaan/ pembangunan BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Transmisi jaringan
selular. Pembangunan menara selular ini perlu memperhatikan tata letaknya terhadap ruang kota
sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi penerbangan maupun estetika wilayah kota.
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi telah mengadakan pertemuan dengan Departemen
Pekerjaan Umum, pemerintah daerah, operator dan vendor untuk persiapan peraturan mengenai
BTS yang isinya mengenai alternatif jarak aman menara :
a. untuk tinggi menara maksimal 45 meter, berjarak minimal 20 meter dari perumahan, 10
meter di tempat komersial, dan 5 meter bila di daerah industri.
b. untuk menara di atas 45 meter, jarak dari bangunan perumahan minimal 30 meter, 15
meter untuk daerah komersial dan 10 meter untuk daerah industri.
c. untuk ketinggian menara di atas 60 meter, jarak dari bangunan terdekat adalah 20 meter.
Sedangkan terkait dengan investasi pembangunan tower oleh pengusaha provider seluler
diwilayah perencanaan dengan kondisi fisik kota Ambon yang tidak terlalu luas bagi
pengembangan Kota maka dibutuhkan pengembangan BTS Terpadu (Mobile Virtual
Network Operation/ MVNO) yang dapat memberikan manfaat berupa :
Untuk mengurangi tingginya permintaan lahan untuk pembangunan BTS sehingga
dapat menghindari “hutan tower”
Menjaga keindahan dan estetika kota;
Hemat biaya investasi/ sewa, maka akan menekan biaya operasional di mana
akhirnya masyarakat pulalah yang menikmati keuntungan (dari biaya operasional
seluler yang kompetitifini).
Sistem Infrastruktur Perkotaan
Sistem infrastruktur perkotaan meliputi : Sistem Penyediaan Air Minum, Sistem Jaringan
Persampahan, Sistem Jaringan Drainase, Sistem Jaringan Pengelolaan Air Limbah, Penyediaan
dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Jalan Pejalan Kaki, jalur Evakuasi Bencana dan
Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Perkotaan Lainnya.
Sistem Penyediaan Air Bersih dan Air Minum
Kebutuhan ideal air bersih adalah 60 - 220 liter/orang/hari dengan cakupan pelayanan
55% - 75% (Pelayanan Minimal untuk Permukiman dari Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001). Jika kebutuhan air bersih Kota Ambon diasumsikan
100 liter/orang/hari maka kebutuhan air bersih untuk Kota Ambon dapat dihitung dari perkalian
antara jumlah penduduk dengan jumlah kebutuhan dasar penduduk untuk klasifikasi kota sedang
(100 liter/orang/hari). Sehingga kebutuhan air bersih Kota Ambon Tahun 2007 sebesar
27.197.200 liter/hari. Diketahui kapasitas sumber sebesar 132 lt/dt.
Jika dianalisis lebih lanjut maka bisa dikatakan bahwa kapasitas produksinya pun tidak
melebihi kapasitas sumber. Sehingga dari data tersebut bisa dikatakan pula bahwa Kota Ambon
masih membutuhkan peningkatan kapasitas produksi, karena untuk kebutuhan air bersih saja
sebesar 314,78 lt/dt. Jadi masih dibutuhkan peningkatan kebutuhan air bersih yang dihasilkan
sekitar 182,78 lt/dt. Pelanggan yang tercatat pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota
Ambon selama tahun 2007 berjumlah 5.248 pelanggan di antaranya pelanggan rumah tangga
dengan total nilai pemasukan Rp2.228.123.250 dengan jumlah sambungan rumah sebanyak
5.058 SR. Jika 1 sambungan rumah (SR) memenuhi kebutuhan penduduk sebanyak 6 Jiwa (luar
Pulau Jawa) maka bisa dihitung pula jumlah pelanggannya yaitu sebanyak 30.348 Jiwa. Dari
data tersebut dapat dikatakan tingkat pelayanan sebesar 11,16 %.
Terkait dengan perencanaan di masa yang akan datang yaitu di akhir tahun perencanaan
2029, diproyeksikan kebutuhan air bersih di Kota Ambon sebesar 563,56 L/dtk. Kebutuhan
sebesar ini belum dapat dipenuhi oleh PDAM apabila kapasitas sumber belum ditingkatkan,
karena tahun 2007 saja masih terlihat kapasitas sumber 132 lt/dt sedangkan kebutuhan air bersih
sebesar 314,78 lt/dt. Dalam rangka mengatasi permasalahan air di Kota Ambon diperlukan
perencanaan secara keruangan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Tingkat pelayanan
sistem perpipaan di Kota Ambon harus disesuaikan dengan standar/ kriteria umum pelayanan
sistem perpipaan untuk kota sedang yang ada di Indonesia. Secara garis besar sistem perpipaan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Pelayanan kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga ditentukan berdasarkan jumlah
penduduk yang dilayani, bentuk jasa pelayanan, dan besarnya pelayanan yang diberikan.
Bentuk pelayanan dalam rumah tangga dibedakan dalam 2 jenis berdasarkan tingkat
sosial ekonomi. Hal ini disebabkan kondisi sosial ekonomi mempengaruhi kebutuhan air
dan juga kemampuan membayar air minum. Bentuk pelayanannya yaitu :
Sambungan Rumah (SR): Pelayanan ini diberikan untuk rumah permanen dan semi
permanen, di mana bentuk rumah ini mewakili tingkat sosial ekonomi yang cukup.
Kran Umum (KU): Pelayanan ini diberikan untuk rumah non-permanen yang mewakili
tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Perbandingan prosentase pelayanan SR dan KU diharapkan dapat terus berubah dengan
meningkatnya taraf kehidupan penduduk (tingkat sosial ekonomi), di mana persentase
jenis pelayanan SR jumlahnya terus meningkat, sementara KU persentasenya terus
menurun. Pelayanan untuk non-rumah tangga berupa keperluan sosial, pendidikan,
kesehatan, perkantoran, fasilitas umum, dan komersial, besarnya didasarkan atas jenis
sarana, jumlah, dan besarnya pelayanan yang disesuaikan dengan standar yang ada.
Pelayanan untuk sarana umum dan perkotaan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidrant,
kebersihan dan keindahan kota. Pada setiap sistem penyediaan air minum selalu harus disediakan
sejumlah air untuk menangani sejumlah kehilangan air yang meliputi :
- Kehilangan air pada pengoperasian dan penyaluran air ke konsumen - Keperluan air untuk
instalasi pengolahan (keperluan sebagai bahan pelarut dan pengencer, pengurasan,
penggelontoran, dan pemakaman untuk sarana yang ada pada instalasi pengolahan).
Alternatif penyediaan air bersih dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penyediaan air
bersih dari air hujan, tetapi khusus untuk kebutuhan cuci saja. Curah hujan yang cukup tinggi di
wilayah Kota Ambon cukup memungkinkan diterapkannya sistem ini. Sistem ini membutuhkan
tangki penampungan air hujan untuk menampung air yang disalurkan dari air cucuran atap
rumah.
Sistem ini hanya bersifat alternatif dan sementara saja terutama untuk beberapa lokasi di
Gunung Nona seperti di Dusun Siwang dan sekitarnya yang masih belum dijangkau dengan
sistem perpipaan. Pada akhir tahun perencanaan (2031) seluruh lokasi yang memiliki sumber air
bersih dapat dimanfaatkan untuk distribusi air bersih dengan sistem perpipaan sehingga sistem
tadah air hujan dapat dihilangkan. Sistem jaringan penyediaan air bersih dan air minum
direncanakan meliputi : Prasarana penyediaan air bersih/air minum kota dengan Pengembangan
prasarana penyediaan air bersih/air minum kota meliputi:
1) Sistem penyediaan air minum;
2) Sistem pengelolaan air minum;
3) Sistem Pendistribusian Air Minum dengan Pengembangan sistem pendistribusian
air minum ke permukiman, kegiatan industri, dan fungsi lainnya di wilayah Kota
Ambon akan diperluas danditingkatkan kualitas dan pelayanannya.
Sistem Jaringan Persampahan
Jumlah timbulan sampah dari tahun ke tahun akan semakin tinggi seiring dengan
perkembangan jumlah penduduk. Di Kota Ambon jumlah timbulan sampah berdasarkan hasil
proyeksi penduduk tahun 2028 yang dilakukan pada sub bab sebelumnya sebesar 1.460.760
liter/hari dengan asumsi setiap orang menghasilkan sampah sebanyak 3 liter/org/hari. kondisi ini
mendorong kebutuhan adanya penempatan tempat sampah dekat dengan kegiatan yang ada di
Kota Ambon.
Pengelolaan persampahan di Kota Ambon untuk saat ini masih dikelola secara indvidual
di masing-masing lingkungan dengan cara konvensional yaitu dibuang ke tanah kosong atau
tempat terbuka dan pada waktu-waktu tertentu dilakukan pembakaran. Selain itu sampah juga
masih banyak yang dibuang ke tepi jalan dan selokan. Untuk itulah diperlukan suatu institusi
yang mengelola dan mengkoordinir sistem persampahan di Kota Ambon secara baik. Sistem
pengelolaan sampah terpadu seperti yang terdapat pada instalasi pengelolaan sampah terpadu
(IPST) di Dusun Toisapu, Negeri Hutumuri Kecamatan Baguala perlu ditingkatkan baik dari
aspek teknis maupun sumberdaya manusia pengelolanya. Lokasi IPST yang terletak di atas
perbukitan dapat merupakan ancaman bagi kualitas air tanah yang mengalir ke sekitar kawasan
Passo. Untuk itu maka sistem pengelolaan harus baik, terutama dalam proses pengomposan
sampah organik harus berlangsung sempurna. Demikian juga pengolahan sampah anorganik
lainnya tidak menimbulkan sisa-sisa buangan atau limbah berbahaya. Kawasan sekitar IPST
dihijaukan dengan tanaman berdaun lebar yang berfungsi selain menjaga siklus hidrologi dan
konservasi tanah, juga memberikan kesan estetika bagi lingkungan sekitar.
Sistem Jaringan Drainase
Jaringan drainase yang terdapat di Kota Ambon yang telah ada saat ini adalah saluran
primer, sekunder, dan tersier. Saluran drainase di Kota Ambon berupa badan-badan air dengan
konstruksi berupa tanah membentuk sistem drainase primer Sedangkan sistem drainase sekunder
berupa saluran drainase yang terbentang mengikuti jaringan jalan utama dengan konstruksi beton
dan tanah.
Dengan memperhatikan kondisi eksisting yang ada, di mana saluran drainase yang
melayani Kota Ambon berada di sekitar pusat kota dan jalur jalan utama, maka untuk tahun-
tahun mendatang perlu adanya peningkatan saluran drainase. Adanya lahan-lahan kosong di
kawasan perencanaan pada saat ini memang belum merupakan suatu masalah bagi aliran air yang
mengalir di permukaan, karena air langsung meresap ke tanah. Akan tetapi dengan
perkembangan kegiatan bersifat perkotaan yang akan terjadi di mana lahan-lahan kosong akan
beralih fungsi menjadi lahan terbangun bila tidak direncanakan suatu jaringan/ saluran drainase
maka dapat menimbulkan masalah genangan air di kawasan pusat kota. Saluran drainase tersebut
diarahkan pada seluruh wilayah Kota Ambon sehingga permasalahan akan terjadinya genangan
air terutama di daerah pusat kota dapat teratasi. Penyebab banjir dan genangan di daerah Kota
Ambon umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut :
limpasan air banjir dari sungai-sungai dalam kota
tidak cukupnya kapasitas saluran drainase kota
kemungkinan back water di sepanjang badan sungai dan saluran drainase atau di
muara muara sungai karena air pasang atau karena sampah dan sedimentasi.
Berdasarkan kondisi jaringan drainase yang ada di wilayah perencanaan, maka untuk
pengembangan saluran drainase diperlukan jaringan drainase yang memenuhi persyaratan teknis
dan ekonomis, secara garis besar meliputi :
1. Pengaliran kelebihan air hujan secepat mungkin tanpa merusak permukaan tanah.
2. Jaringan harus mudah dalam pembangunan dan pemeliharaannya.
3. Harus terpadu dengan jaringan drainase kota secara keseluruhan.
4. Memanfaatkan potensi dan kondisi topografi di wilayah perencanaan.
Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan sistem jaringan drainase
Kota Ambon antara lain :
1. target rencana perbaikan saluran induk dan fasilitasnya. Untuk saluran induk menggunakan
debit rencana dengan periode ulang 5 - 25 tahun, sedangkan untuk saluran percabangannya
menggunakan periode ulang 2 tahun.
2. Pekerjaan konstruksi harus memenuhi persyaratan teknis dan praktis
3. Operasi dan pemeliharaan serta pengelolaannya lebih mudah
4. Sebanyak mungkin memanfaatkan fasilitas dan sistem drainase kota yang sudah ada
5. Menghindari kerusakan komponen infrastruktur lainnya yang sudah ada
6. Sedapat mungkin menghindari pembebasan tanah dan relokasi
7. Penggunaan pintu klep / stasiun pompa pada outlet untuk daerah-daerah yang tidak mungkin
menggunakan sistem gravitasi
Rencana pengembangan sistem drainase kota Ambon menggunakan paradigma baru yaitu
“Ekodrainase”. Konsep ekodrainase yaitu suatu konsep pengembangan sistem drainase
berkelanjutan yang ramah lingkungan. Konsep dasarnya adalah memanfaatkan jumlah curah
hujan semaksimal mungkin untuk mengisi kebutuhan cadangan air dalam tanah, dan mengalirkan
kelebihan air yang tidak digunakan secara tidak merusak permukaan tanah.
Dengan konsep ini maka pada kawasan permukiman dibuat lubang-lubang permukaan
tanah yang berfungsi sebagai tempat masuknya air permukaan (biopori), sedangkan pada tempat-
tempat tertentu dalam kawasan perencanaan dibuat sumur-sumur resapan sesuai kondisi
setempat. Selain itu Saluran-saluran yang ada sebagai sistem drainase sekunder umumnya
mengalirkan air ke sungai utama (sistem drainase primer). Kualitas sistem drainase perlu segera
ditingkatkan, termasuk saluran yang menghubungkan Wai Batu Gajah dengan Wai Titar,
perbaikan saluran Wai Tomu Kecil di Kelurahan Batu Meja, dan Wai Alat di Mardika. Pada
bagian-bagian cekungan jika memungkinkan dapat dilakukan peninggian permukaan tanah/ jalan
seperti di kawasan pertokoan Jalan A.Y. Patty.
Selain perhatian terhadap dimensi saluran dan percabangannya, kapasitas saluran dan
pola aliran, kondisi fisik setempat, maka perhatian juga diperlukan bagi kelestarian daerah
tangkapan air (Catchmen area) sebagai bagian dari sistem drainase mayor.
Rencana sistem jaringan drainase meliputi :
1. Jaringan drainase Primer
2. Jaringan drainase Sekunder
Jaringan Drainase Primer
Pada saluran drainase primer di wilayah perencanaan diperlukan normalisasi supaya tidak
menghambat arus air sungai pada saat hujan, yaitu dengan cara membuat tembok dengan
pasangan batu kali pada sisi kanan dan kiri jalan dan juga membuat sempadan sungai, juga
sepanjang sungai tersebut di buat kawasan konservasi sungai dengan lebar 50 m serta pada
bagian-bagian tertentu dibuat Out Fall untuk terusan saluran sekunder dari kawasan sekitarnya
sehingga diharapkan tidak terjadi pengikisan pada dinding sungai. Dimensi jaringan ini
diperhitungkan dengan konsep ekodrainase, dan letak jaringannya sedemikian rupa agar mudah
dikontrol. Oleh karena sumber air utama berasal dari daerah tangkapan, maka konservasi daerah
tangkapan juga menjadi prioritas penting dalam pengembangan sistem drainase primer.
Beberapa sungai utama dalam pusat kota Ambon sering meluap pada musim hujan
sehingga daerah-daerah genangan di sepanjang badan sungai harus diperhatikan. Pada bagian
tertentu dapat dipasang pintu-pintu air antara lain untuk Wai Batu Gajah dan Wai Batu Merah.
Jika kondisi permukaan air laut naik lebih tinggi dibandingkan permukaan air sungai di muara,
maka diperlukan pintu klep dan stasion pompa dengan sensor otomatis di bagian muara untuk
mengendalikan air balik (back water). Sistem pengontrolan dan pengendalian sedimen dan
konservasi daerah tangkapan merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam pengelolaan
drainase primer.
Pengembangan jaringan drainase Primer meliputi:
a. Penertiban pemanfaatan lahan pada kawasan hulu dan daerah resapan air DAS.
b. penerapan teknologi konservasi air seperti sumur resapan dan biopori pada kawasan
pemukiman dengan kepadatan tinggi dan kawasan pemukiman baru, baik di daerah
perbukitan, maupun daerah pesisir;
c. penertiban bangunan di bantaran, maupun di dalam sungai; dan
d. pengerukan sampah dan sedimen di sungai-sungai: Wai Batu Gantong, Wai Batu Gajah,
Wai Tomu, Wai Batu Merah, dan Wai Ruhu
Jaringan Drainase Sekunder
Dua jaringan drainase ini mengikuti pola jaringan jalan yang ada dengan bentuk
konstruksi jaringan terbuka dan jaringan tertutup. Pada ujung saluran terbuka yang masuk
kedalam saluran tertutup dipasang jeruji untuk mencegah masuknya sampah ke dalam saluran.
Penyediaan fasilitas tersebut ditujukan untuk mencegah tidak berfungsinya saluran akibat
kapasitasnya berkurang (tersumbat) sehingga menimbulkan genangan dan banjir. Sedangkan
Jaringan Drainase tertutup merupakan pelengkap bagi saluran drainase permukaan, yaitu sebagai
penghubung antara satu jaringan drainase dengan jaringan lainnya yang dibatasi oleh lahan
terbangun seperti jalan. Untuk saluran primer menggunakan gorong-gorong dengan diameter 60-
100 cm dengan konstruksi beton bertulang, sedangkan untuk saluran sekunder menggunakan
gorong-gorong dengan diameter antara 30 - 50 cm dengan konstruksi beton. Jaringan drainase
yang menghubungkan Wai Batu Gajah dengan Wai Titar serta antara Wai Alat dan Wai Batu
Merah perlu lebih ditingkatkan kualitasnya, termasuk penanggulangan sedimen dan penguatan
tembok/ dinding saluran. Pengembangan jaringan drainase Sekunder diarahkan untuk perbaikan
drainase kota yang sudah ada, dan melengkapinya dengan kolam penangkap sampah dan
sedimen.
Sistem Jaringan Pengelolaan Limbah
Kondisi eksisting di wilayah perencanaan, limbah manusia dibuang melalui septic tank
dan cubluk. Masalah umum yang dihadapi wilayah perencanaan adalah masih adanya sebagian
penduduk yang menggunakan tempat terbuka dan sungai sebagai sarana pembuangan limbah
rumah tangga sehingga apabila kondisi ini terus berlangsung tanpa ada perubahan, dikhawatirkan
tanah dan sungai yang digunakan untuk membuang limbahnya dapat tercemar. Penangangan air
limbah pada dasarnya memiliki tiga aspek, yaitu pengadaan fasilitas MCK untuk umum dan
keluarga, saluran pembuangan kota dengan perpipaan, dan pengolahan air kotor baik secara
kelompok maupun perorangan (On-Site). Untuk Kota Ambon penanganan air limbah berupa
pengadaan fasilitas MCK untuk umum dan keluarga serta pengolahan air limbah. Satu jamban
keluarga melayani satu keluarga (5 orang penduduk) dan satu MCK melayani 200 penduduk,
sedangkan untuk pengolahan air limbah dibedakan menjadi dua sistem, yakni :
1. Untuk kawasan yang kepadatannya tidak terlalu tinggi menggunakan septic tank
dengan menggunakan resapan, dengan memperhatikan kedalaman muka air tanah.
2. Untuk kawasan yang kepadatannya tinggi menggunakan septic tank komunal
dengan sistem Biodigester sehingga limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
sebagai biogas, dan pengelolaannya dilakukan secara berkelompok (Community
Based Sanitation).
Pada masa mendatang pengelolaan limbah di Kota Ambon diarahkan menggunakan
system Off- Site secara terpadu. Arahan Instalasi Pengolah Limbah Tinja (IPLT)berada di
wilayah dataran rendah di Kota Ambon. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya operasional
sehingga penyaluran limbah dapat menggunakan system gravitasi. IPLT Kota Ambon diarahkan
pada daerah Batu Merah dan Rumah Tiga. Berikut ini ilustrasi perbedaan antara system On-Site
dan system Off-Site.
Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Jalan Pejalan Kaki
pelajan kaki/pedestrian berupa jalur trotoar di sisi ruas jalan bertujuan untuk
mengamankan pergerakan pejalan kaki dari kendaraan di badan jalan. Rencana pengembangan
prasarana pejalan kaki di Kota Ambon diarahkan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1) Keamanan, kenyamanan dan pertimbangan estetika, melalui pengendalian penggunaan
jalur pejalan kaki oleh kegiatan yang tidak pada tempatnya, seperti pedagang kaki lima
dan pemberhentian kendaraan bermotor ( parkir).
2) jalur pejalan kaki sebaiknya dilengkapi dengan jalur hijau sebagai peneduh. Pada
kawasan dimana penyediaan jalur hijau sudah tidak memungkinkan karena tingginya
intensitas lahan terbagun, penyediaan pepohonan peneduh dapat dilakukan dengan
menyediakan pot-pot atau bak berisi tanaman hijau.
3) Pengembangan prasarana jalur pejalan kaki diprioritaskan pada kawasan pusat-pusat
kegiatan kota ( komersial) serta pusat kegiatan kemasyarakatan ( fasilitas sosial) yang
berada di SWP I, SWP II dan SWP III.
4) pejalan kaki disesuaikan dengan jenjang hirarkhi jalan dan dominasi kegiatan di kawasan
tersebut. Sebaiknya jalur pejalan kaki disediakan dikedua sisi jalan, jalur pejalan kaki
sebesar 1 – 1,5 meter. Mengoptimalkan jalur pejalan kaki yang sudah ada dan
menyediakan kekurangannya, sehingga keamanan, kenyamanan dan pertimbangan
estetika bagi pengguna jalur pejalan kaki dapat terwujud.