Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan...

161
Edi Cahyono’s Experience: [ http://www.geocities.com/edicahy ] Alexander Supartono Edi Cahyono’s experiencE Lekra vs Manikebu Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965

Transcript of Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan...

Page 1: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi C

ahyo

no’s

Expe

rienc

e: [

http

://ww

w.ge

ociti

es.c

om/e

dica

hy ]

Alexander Supartono

Edi Cahyono’s experiencE

Lekra vs ManikebuPerdebatan Kebudayaan

Indonesia 1950-1965

Page 2: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE

Modified & Authorised by: Edi Cahyono, WebmasterDisclaimer & Copyright Notice © 2005 Edi Cahyono’s Experience

Lekra vs ManikebuPerdebatan Kebudayaan

Indonesia 1950-1965

Alexander Supartono

Skripsi STF Driyarkara

Jakarta, 2000

Page 3: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- iii -

Satu MeiKu tantang Kauuntuk berdansa

di tengah kobarnya Merah………….

tak lama lagi………….

maka carilahMerah yang lebih merah dari darah

sejak sekarang

waktu langit kitabelum mulai tersipudan pijar yang ada

belum padam

TERIMA KASIH,

untuk mereka yang dengan caranya masing-masing membuatprasyarat akademis ini selesai. Kerja ini didedikasikan untuk

JOEBAAR AJOEBSekretaris Umum Lembaga Kebudayaan Rakyat terbesar dalamsejarah Indonesia, sampai akhir hayatnya.

Page 4: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- iv -

ISIPendahuluan

Latar BelakangPertanyaan dan Usaha untuk MenjawabnyaMetodologiPentingnya Skripsi iniPembabagan

Bab I: Mitos dan Fakta: Perdebatan Kebudayan In-donesia 1960-an

PengantarBerawal dari Diskusi: Terangkatnya Isu “PerdebatanKebudayaan 1960-an”Prahara Budaya: Sebuah Usaha PenjelasanIsi dari Prahara BudayaReaksi Terhadap Prahara BudayaStudi Lain di Wilayah Bahasan Sama

a. Yahaya Ismail: Pertumbuhan, Perkembangan danKejatuhan Lekra di Indonesia

b. Keith Foulcher: Komitmen Sosial Sastra dan Senidalam Lekra

c. Goenawan Mohamad: Peristiwa “Manikebu”:Kesusasteraan Indonesia dan Politik di tahun 1960-an.

d. Joebaar Ajoeb: Mocopat Kebudayaan Indonesia

Kesimpulan

Bab II: Patahan Teks dan Konteks: Empat KertasKebudayaan di Era Kemerdekaan

Pengantar

1. Surat Kepercayaan Gelanggang (SKG): Kebebasandan Integritas Individu Pencipta Budaya

2. Mukadimah Lekra 1950: Keberhasilan RevolusiPrasyarat

Dasar Kelahiran Kebudayaan Indonesia BaruDua Kertas Kebudayaan di “Zaman Romantik”Sejarah Indonesia

43

1

8

Page 5: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- v -

Mukadimah dan Manifes: Pertarungan Politik diWilayah Kebudayaan

3. Mukadimah Lekra 1959: Kebudayaan Indonesiayang Nasional dan Kerakyatan

4. Manifes Kebudayaan sebagai Manifesto Politik

Kostradnya Kebudayaan: Hubungan Manikebu dan Militer

Kesimpulan

Bab III: Sejarah Kebudayaan Indonesia: SejarahPerdebatan yang Demokratis

PengantarDjawa Dipa: Dari Anti Feodal Anti KolonialTaman Siswa: Pendidikan Anti Feodal dan Anti KolonialPolemik Kebudayaan: Bukan Pilihan “Barat” atau “Timur”

Bab IV: Penutup

Lampiran

Daftar Pustaka

100

118130151

Page 6: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

1 Pada awal-awal Orde Baru, para penandatangan Manikebu sangat rajinmempublikasikan berbagai tulisan untuk menjelaskan duduk perkarakelahiran Manikebu sampai pelarangannya. Tentu saja dari sudut pandangmereka dengan memposisikan Lekra sebagai bagian dari PKI yangmemberontak pada 30 September 1965. Lihat misalnya surat BokorHutasuhut pada Kol. Drs. Suhardiman sebagai pemimpin redaksi Amperayang meminta agar memuat tulisannya tentang Manikebu: “KebudayaanPerjoangan” . Atau tulisan-tlisan Wiratmo Soekito setelah tahun 1966:“Kostradnya Kebudayaan”, Merdeka 23-10-1966; “Sudah Tiba SaatnyaMembangkitkan Seni Murni”, Merdeka, 27-11-1966; “Politik OrangTidak Berpolitik”, Harian Kami, 1-5-1968; “Dwifungsi Kulturil Kita”,Harian Kami, 8-5-1968, “Proses Pembebasan Manifes Kebudayaan 1964-1966”, Sinar Harapan, 1970. Tulisan Goenawan Mohamad dalam sisipanTempo 21 Mei 1988: “Peristiwa ‘Manikebu’: Kesusateraan Indonesia danPolitik di tahun 1960-an” masuk dalam kategori ini, karena Goenawanberusaha menjelaskan peristiwa itu dalam kaca matanya yang sekarang,setelah lebih dari 20 tahun peristiwa itu. Hal yang sama juga dilakukanJoebaar Ajoeb, 1990, Mocopat Kebudayaan Indonesia, Jakarta, tidakditerbitkan.2 Bahan-bahan sejarah pada periode 1960-an terutama terbitan kelompokkiri, yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta, membutuhkanijin khusus dari aparat keamanan untuk mengaksesnya. Hasil penelitiandan buku dari sarjana-sarjana ahli Indonesia di luar negeri tentang periodeini banyak yang dilarang. Karya-karya mereka yang dianggap terlibatdalam peristiwa 1965 juga dilarang. Lebih detil tentang hal ini lihat:Tim Jaringan Kerja Budaya, 1999, Menentang Peradaban: PelaranganBuku di Indonesia, Jakarta, Jaringan Kerja Budaya dan Elsam.

Edi Cahyono’s experiencE- 1 -

Pendahuluan

1. Latar belakang

Dalam sejarah kebudayaan Indonesia modern, gejolakyang terjadi antara tahun 1950-1965, adalah fenomena

yang paling dikenal dan paling tidak jelas pada saat yangbersamaan. Gejolak yang terkenal dengan “PeristiwaManikebu” ini, kemudian diartikan bermacam-macam, sesuaidengan kepentingan masing-masing interpretator,1 danterutama sesuai dengan tingkat kesempatan (ataukemampuan) mengakses bahan sejarah sejaman.2 Ada yangmengartikan pergolakan tersebut sebagai perdebatan antara

Page 7: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

3 Hal ini secara tegas dinyatakan dalam: Ismail, Taufik/DS Moeljanto,1995, Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk., Jakarta, HURepublika dan Mizan. Buku ini akan dibahas khusus pada bab I.4 Hal ini disinggung dalam Foulcher, Keith,1986, Social Committmentin Literature and the Arts: the Indonesian “Institute of People’s Culture”1950-1965, Victoria, Monash University Press. Juga dalam Ajoeb, Joebaar,1990. Dua buku in juga akan dibahas khusus pada bab I.

Edi Cahyono’s experiencE- 2 -

penganut realisme sosialis dengan pendukung humanismeuniversal, pertarungan antara Lekra dan kubu ManifesKebudayaan. Lainnya menyatakan sebagai penindasan Lekra,yang merupakan lembaga kebudayaan dominan pada masaitu, terhadap paham-paham lain, terutama kelompokManikebu yang secara frontal menghadang.3 Ada juga yangmenyatakan bahwa pergolakan itu tidak lain dari sebuahpertarungan politik yang mengambil wilayah kebudayaan.4

Beragamnya interpretasi tersebut minimal menunjuk padadua hal, pertama menunjukkan kekayaan pemahaman atasgejolak itu; dan kedua menunjukkan ketidakjelasan tentangapa yang sebenarnya terjadi pada masa itu. Yang pertamasulit untuk dipertahankan mempertimbangkan tradisipenulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun1960-an, di mana sejarah adalah sebuah interpretasi tunggal.Lalu kita menuju pada alasan kedua, bahwa apa yang terjadipada masa itu tidaklah jelas. Karena penjelasan yang adatentangnya hanya datang dari satu sisi, yaitu dari mereka yangbersama Orde Baru keluar sebagai pemenang. Konsekwensiselanjutnya adalah segala informasi, interpretasi dan pendapatdari pihak yang kalah jadi tertutup. Sejarah ditulis oleh parapemenangnya.

Sejauh ini, pembahasan yang ada tentang topik di atas hanyamenjadikan pergolakan tersebut sebagai latar belakang, karenayang dibahas adalah kelompok tertentu yang terlibat dalamperdebatan tersebut. Ini bisa dilihat dalam karya sarjanaMalaysia Yahaya Ismail, Pertumbuhan, Perkembangan danKejatuhan Lekra di Indonesia, 1972; atau penelitian sarjanaAustralia Keith Foulcher, Social Committment in Literature

Page 8: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

and Arts: The Indonesia “Institute of People Culture” 1950-1965, 1986; atau tulisan mereka yang terlibat dalampergolakan itu seperti Goenawan Muhamad, Peristiwa“Manikebu”: Kesusasteraan Indonesia dan Politik di tahun1960-an, 1988 dan tulisan Sekretaris Umum Lekra yang tidakdipublikasikan, Joebaar Ajoeb, Mocopat Kebudayaan Indo-nesia, 1990. Sampai kemudian muncullah buku karya TaufikIsmail dan D.S. Moeljanto, Prahara Budaya: Kilas BalikOfensif Lekra/PKI dkk, Republika dan Penerbit Mizan,Jakarta, 1995. Pergolakan tersebut dalam buku ini dinyatakantidak hanya sebagai “perdebatan kebudayaan”, tapi sudahmenjadi “prahara budaya”. Taufik dan Moeljantomengumpulkan makalah, kliping koran dan majalah yangterbit tahun-tahun tersebut untuk membuktikannya. Namundengan anak judul Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk..,mereka menunjukkan bagaimana Lekra/PKI dkk. menyerangkelompok-kelompok di luar mereka.

2. Pertanyaan Dan Upaya Untuk Menjawabnya

Dengan latar belakang di atas, pertanyaan penting yangtertinggal adalah: Benarkah telah terjadi perdebatankebudayaan, dalam arti pertukaran gagasan, pada periode1960-an? Membaca berbagai studi yang membahas, ataupaling tidak menyentuh tema ini (Ismail 1972, Folucher1986, Ajoeb 1990, Mohamad 1993, dan Ismail 1995) sayamempunyai hipotesis bahwa perdebatan kebudayaan padaperiode 1950-1965 secara esensial tidak pernah ada. Dalammasing-masing pembahasannya, studi-studi tersebut secarasecara tidak langsung menyatakan bahwa yang terjadi adalahpertarungan politik yang terjadi di wilayah kebudayaan.Dalam skripsi ini saya akan mengeksplisitkannya.

3. Metodologi

a. Metodologi yang dipakai dalam membuktikanperdebatan tersebut adalah studi kepustakaan dan

Edi Cahyono’s experiencE- 3 -

Page 9: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

historis kritis. Studi kepustakaan dilakukan pertama-tama untuk mendapatkan keempat manifeskebudayaan di atas, kemudian untuk menelusuribahan-bahan tertulis produksi kebudayaan padaperiode 1950-1965 yang menyertai keempat manifeskebudayaan tertulis. Studi kepustakaan jugadilakukan untuk mengumpulkan studi-studi lainyang sedikit banyak membahas tema yang samasebagai bahan perbandingan.

Selanjutnya dilakukan pengkajian historis kritisterhadap bahan-bahan tersebut. Metode pengkajianini dipilih agar paparan dalam skripsi ini tidak meluludeskriptif-kronologis, melainkan secara kritismembandingkan dan menganilisa keempat tekstersebut dan melihat perkembangannya dalamkonteks historisnya. Saya akan membuktikanhipotesis saya dengan langsung membandingkanmanifes-manifes kebudayaan yang dikeluarkan olehpihak-pihak yang selama ini dianggap terlibat dalamperdebatan itu, yaitu kelompok Surat KepercayaanGelanggang dan Manifes Kebudayaan di satu sisi dandi sisi lainnya adalah Lekra. Saya menganggap lewatmanifes itulah kita bisa melihat pokok-pokok gagasanyang ingin dikembangkan masing-masing pihak,sehingga kalaupun ada perdebatan, dari sinilah bisadilacak akar perdebatannya.

b. Bahan-bahan yang sudah terkumpul di atasdibedakan menjadi dua: sumber primer dan sumbersekunder. Dalam studi kepustakaan ini yangdikategorikan sebagai sumber primer adalah empatmanifes kebudayaan yang lahir pada periode 1950-1965, yaitu: Surat Kepercayaan Gelanggang,Mukadimah Lekra 1950, Mukadimah Lekra 1959dan Manifes Kebudayaan 1963. Pembuktian inidilakukan dengan menganalisa dan membandingkanmanifes-manifes kebudayaan itu.

Edi Cahyono’s experiencE- 4 -

Page 10: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 5 -

Adapun sumber sekunder adalah berbagai studi yangmembahas tema yang sama. Hal ini meliputi seluruhbahan yang berkaitan dengan Lekra, seperti dokumenkongres nasional, konfrensi nasional, Pleno PimpinanPusat Lekra dan tulisan-tulisan mereka, yang didapatdalam bentuk hasil cetak mikrofilm dari perpustakaanPusat Studi Asia Tenggara, Universitas Monash-Austra-lia, atas jasa baik Keith Foulcher. Sedangkan bahan-bahanyang berkaitan dengan kelompok Surat KepercayaanGelanggang dan Manifes Kebudayaan didapat dari PusatDokumentasi Sastra HB Jassin, Kompleks Taman IsmailMarzuki, Jakarta.

4. Pentingnya Skripsi Ini

Secara umum, sejarah Indonesia pada periode 1950-1965,penuh dengan kontroversi. Ada garis tunggal yang selama32 tahun dipaksakan oleh Orde Baru, namun di tengah itustudi-studi sejarah yang dilakukan pada periode itu, terutamaoleh para ahli Indonesia dari luar negeri, menjadi bantahanterhadap garis Orde Baru tersebut. Di antara studi-studitersebut, wilayah kebudayaan-lah yang paling sedikit menarikminat. Terbatasnya bahan ini membuat diskusi kebudayaanyang terjadi di berbagai kesempatan, bila sampai menyentuhperiode ini, maka akan segera terjadi debat kusir yang tidakjelas ujung pangkalnya. Perdebatan ini selalu dilandaskanpada asumsi-asumsi yang tidak pernah diperiksa secara ilmiah,sehingga terjadi berbagai simplifikasi masalah. Yang palingsering terjadi misalnya perdebatan kebudayaan pada periode1950-1965 selalu dipahami sebagai perseteruan antara Lekradan Manikebu. Atau ketika membahas hubungankebudayaan dan kekuasaan, terjadi simplifikasi, misalnya,mencontohkan hubungan Lekra dan PKI, tanpa memeriksalebih jauh hubungan keduanya, apakah dalam rangka kerja-kerja strategis bersama atau secara organisasional memangberhubungan.

Page 11: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 6 -

Skripsi ini bertujuan melawan simplifikasi-simplifikasitersebut, dengan melihat lebih jauh dinamika kebudayaanIndonesia pada periode 1950-1965, dalam rambu-rambuakademis. Bantahan terhadap keberadaaan perdebatankebudayaan pada periode tersebut berdasarkan manifestokebudayaannya, diharapkan bisa menarik minat peneliti-peneliti lain untuk melanjutkanya dengan memeriksa sektor-sektor kebudayaan lainnya, seperti: sastra, seni rupa dan film.

5. Pembabakan

Skripsi ini dibagi menjadi empat bab. Bab pertama akanmemberikan uraian “perkenalan” dengan tema yang diangkat,yaitu dengan membahas buku Prahara Budaya: Kilas BalikOfensif Lekra/PKI dkk. Buku Prahara Budaya dipilih karenadia menyatakan secara tegas adanya perdebatan itu, yangdisebutnya sudah menjadi “prahara”.. Pembahasan ini akandisertai dengan pembahasan singkat empat studi lain (sepertidisebut di atas) yang sedikit banyak membahas tema ini.

Bab kedua, bagian utama skripsi ini, akan membahas empatmanifesto kebudayaan yang dibandingkan secara kronologis:Surat Kepercayaan Gelanggang (SKG) dengan MukadimahLekra 1950 dan Mukadimah Lekra 1959 dengan ManifesKebudayaan. Dalam bab ini akan dilihat gagasan-gagasanapa saja yang diperbincangkan dalam masing-masing mani-festo, dan bagaimana gagasan itu didialogkan dalam kontekssejarahnya. Dari bab inilah akan dibuktikan keberadaaanperdebatan itu.

Bab ketiga akan melihat tradisi perdebatan kebudayaan dalamsejarah Indonesia modern, untuk melihat tautan historisantara apa yang terjadi pada tahun 1950-1965 denganperdebatan yang terjadi pada awal-awal lahirnya nasionalisme.Pembahasan akan dimulai dari Djawa Dipa 1914, sebuahgerakan anti feodal Jawa yang berkembang menjadi gerakananti kolonialisme Belanda; dilanjutkan dengan pergulatanKi Hadjar Dewantara membangun Taman Siswa, gerakan

Page 12: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 7 -

pendidikan modern yang berbasiskan kebudayaan asli (Jawa)bagi rakyat jajahan; dan terakhir tentang pilihan “Barat” dan“Timur” dalam polemik kebudayaan tahun 1930-an.

Bab keempat, sebagai penutup, akan melihat seluruh paparansejarah tradisi perdebatan kebudayaan Indonesia sampaitahun 1965 dan menjadikannya landasan untuk melihatpersoalan-persoalan sejarah kebudayaan kita dewasa ini. Babini akan melihat konsistensi permasalahan yang selalu munculdi setiap jaman, dan menarik benang merahnya sebagaipenyambung dengan permasalahan-permasalahankebudayaan sekarang. Dengan demikian sejarah akan menjadirumah dari mana kita berangkat menuju masa depan.

Page 13: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 8 -

Bab I: Mitos dan Fakta: PerdebatanKebudayaan Indonesia 1960-an

Pengantar

Ungkapan “Sejarah ditulis sang pemenang” menemukanbentuknya yang paling telanjang dalam historiografi

Orde Baru. Semua peristiwa yang terjadi menjelang dan awalOrde Baru berkuasa ditulis tidak berimbang dan tidak tuntasdengan potensi kontroversi yang tinggi. Setiap kali diterbitkanhasil penelitian atau buku yang membicarakan apa sajadengan latar tahun 1960-an selalu memicu perdebatan, baikdari sudut fakta maupun interpretasi terhadapnya.

Demikian pula yang terjadi di wilayah kebudayaan. Apa yangterjadi di paruh pertama 1960-an, masih terus diperdebatkandari tahun ke tahun, dengan kualitas isi perdebatan yang tidakpernah mengalami peningkatan. Artinya masih dalam levelsaling tuding tentang apa saja yang dilakukan dan apa yangtidak dilakukan pada masa itu. Masing-masing pihakmempertahankan pengalaman dan pengetahuannya sebagaiiman dan dengan demikian menutup pintu diskusi.

Tinggalah semacam “pengetahuan umum” yang tidak tuntas:bahwa pada paruh pertama 1960-an telah terjadi perdebatansengit di wilayah kebudayaan Indonesia. Antara di satu pihaksekelompok seniman dan cendekiawan yang bergabungdalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang sangatdekat dengan Partai Komunis Indonesia dengan “ideologi”Realisme Sosialis dengan semboyan politik sebagai panglima.Pihak lawannya adalah kelompok non partisan ManifesKebudayaan yang menolak politik sebagai panglima di bidangseni dan memilih seni untuk seni dengan “ideologi”Humanisme Universal. Di sana sini muncul peserta debatlain, yang masing-masing condong ke salah satu kubu sepertiLembaga Kebudayaan Nasional (LKN) atau Lembaga Seni

Page 14: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 9 -

Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi). Hasil studi dantulisan yang telah ada pun tidak memunculkan suatu polemikatau perdebatan baru yang lebih berkualitas dan bisamemunculkan kehendak atau usaha untuk melihatpermasalahannya lebih rinci. Bisa jadi publikasi yang kurangatau memang masalah itu tidak menarik dalam bidangkebudayaan.

Bab berikut akan membahas pandangan umum tentang apayang terjadi di wilayah kebudayaan di era 1960-an. Bahanutama yang dipakai adalah buku Taufik Ismail dan DSMoeljanto, Prahara Budaya: Kilas balik Ofensif Lekra/PKIdkk., Republika & Mizan, Jakarta & Bandung, 1995..Mengapa buku ini dipilih? Ada 2 alasan, pertama buku inilahyang pertama kali mendeklarasikan bahwa di paruh pertama1960-an telah terjadi prahara kebudayaan, bukan sekedarperdebatan. Alasan kedua, buku ini berhasil membangkitkan,paling tidak keingintahuan orang, tentang apa yangsebenarnya terjadi saat itu. Masalah terangkat, dengandemikian terbuka peluang untuk membicarakannya kembalidan menghubungkannya dengan keadaan mutakhirkebudayaan kita. Misalnya dengan mempertanyakanmengapa pada saat itu kehidupan kebudayaan bisa begituhidup, apa pun daya yang menghidupkannya. Dibandingkandengan begitu adem ayem dan monotonnya kehidupankebudayaan kita saat ini, yang bersama-sama tersedot dalamkebudayaan komersial. Namun sebelum masuk padapembahasan isi, kita akan melihat diskusi yang menjadipemicu penerbitan buku Prahara Budaya. Dari situ kita bisamelihat sejauh mana persepsi umum tentang peritiwakebudayaan di paruh pertama 960-an itu sendiri.

Tulisan dan penelitian ataupun buku lain yang membahaspersoalan ini belum pernah ada yang tuntas. Tuntas dalamarti menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi. pembahasanyang ada hanyalah dari salah satu sisi, seperti melihat darisalah satu kelompok yang terlibat dalam perdebatan. Yang

Page 15: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 10 -

pertama kali muncul sejak pergantian kekuasaan pada OrdeBaru, setelah tahun 1965, adalah Skripsi Sarjana Strata Satumahasiswa Malaysia yang kuliah di Fakultas Sastra Universi-tas Indonesia, Yahaya Ismail, Pertumbuhan, Perkembangandan Kejatuhan Lekra di Indonesia: Satu Tinjauan dari AspekSosio Budaya. Skripsi yang kemudian diterbitkan oleh DewanBahasa dan Pustaka Kementrrian Pelajaran Malaysia tahun1972 ini menyoroti bagaimana peran Lekra dalammemasukkan politik dalam kebudayaan, lewat aksi-aksimereka menghantam pihak-pihak yang berseberanganpandangan, sampai kejatuhannya bersamaan denganjatuhnya pemerintahan Soekarno.

Disusul dengan penelitian sarjana Australia, Keith Foulcher,Social Committment in Literature and the Arts: The Indone-sian “Institute of People Culture” 1950-1965. Studi yangditerbitkan oleh Southeast Asian Study, Monash UniversityClayton, Victoria tahun 1986 ini lebih menyoroti bagaimanasemangat kerakyatan ditumbuhkan di dalam Lekra, melihatakar sejarahnya dan membandingkannya dengan karya-karyayang dihasilkan para anggotanya. Lalu GoenawanMohammad, salah satu penandatangan Manifes Kebudayaanmenuliskan pandangannya tentang Peristiwa “Manikebu”:Kesusasteraan Indonesia dan Politik di tahun 1960-an, dalamsebuah esai panjang tahun 1988 yang disisipkan dalammajalah Tempo edisi Mei 1988. Esai ini tahun 1993diterbitkan oleh Pustaka Firdaus Jakarta dalam Sastra danKekuasaan bersama tulisan-tulisan Goenawan lain dengantema yang sama.

Kemudian Joebaar Ajoeb, menulis sebuah Mocopatkebudayaan Indonesia, tahun 1990 sebagaipertanggungjawaban pribadinya sebagai Sekretaris UmumLekra sejak tahun 1957. Tulisan yang tidak dipublikasikannamun beredar di kalangan terbatas ini mengundangperdebatan, pun di kalangan bekas anggota Lekra sendiri.Semua karya di atas akan dibahas tersendiri di bagian akhir

Page 16: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 11 -

Bab ini. Karena sedikit atau banyak, kesemuanya pastilahmenyinggung dua kelompok yang berseberangan, Lekra danManikebu. Dengan demikian benarlah, paling tidak lewattulisan itu, bahwa telah terjadi perdebatan di antara mereka,entah itu perdebatan budaya atau pertentangan politik yangmengambil wilayah kebudayaan. Dan yang terakhir ini akandibahas pada bab selanjutnya.

Berawal dari Diskusi: Terangkatnya Isu“Perdebatan Kebudayaan 1960-an”

Tahun 1993, pembicaraan, yang lalu menjadi perdebatan,tentang apa yang terjadi di wilayah kebudayaan Indonesia diera 1960-an, menghangat kembali. Kosa kata dan istilah yanglazim dipakai pada masa-masa itu seperti “Politik SebagaiPanglima”, “Seni untuk Seni”, “Realisme Sosialis”,“Humanisme Universal”, kembali bermunculan di berbagaimedia cetak. Nama lembaga dan kelompok yang sekarangtidak lagi eksis seperti Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN),Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Manifes Kebudayaan(Manikebu), Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia(Lesbumi) dengan tokoh-tokohnya seperti Sitor Situmorang(LKN), Asrul Sani dan Usmar Ismail (Lesbumi), HB Jassin,Wiratmo Soekito, Taufik Ismail, Goenawan Mohamad(Manikebu), dan Pramoedya Ananta Toer, Joebaar Ajoeb,Bakri Siregar, Boejoeng Saleh (Lekra) disebut-sebut kembali.1

Pemicunya adalah sebuah diskusi di Oncor Studio2 padatanggal 17 Agustus 1993. Sitor Situmorang hadir dalamdiskusi tersebut sebagai pembicara utama. Membahas esai

1 Lihat pemberitaan Republika, Kompas, Suara Pembaruan, antara 18Agutus - 30 September 1993. Suara Pembaruan dan Republika malahmembuat laporan khusus tentang tema ini.2 Oncor Studio adalah salah satu kantong kebudayaan di Jakarta.Didirikan tahun 1989 oleh sekelompok seniman dari berbagai latarbelakang. Kegiatan lembaga ini selain menyelenggarakan berbagaipementasan, juga diskusi-diskusi tentang berbagai tema yang sedanghangat dibicarakan.

Page 17: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 12 -

panjang Goenawan Mohamad yang perrnah dimuat sebagaisisipan di Majalah Tempo edisi Mei 1988, yang berjudul“Peristiwa ‘Manikebu’: Kesusasteraan Indonesia dan PolitikTahun 1960-an”. Esai tersebut oleh Goenawan yang hadirsaat itu disebut sebagai: “semacam cerita pengalaman sendiri,tentang sebuah kejadian dalam kesusasteraan dan pemikirandi Indonesia pada tahun 1960-an awal.” Dalam tulisan iniGoenawan Mohamad melihat kembali peristiwa tahun 1960-an dengan kaca mata yang sekarang, dengan konteks politikyang sama sekali berbeda, bahkan berlawanan. KarenanyaGoenawan berusaha bersikap semoderat mungkin,mendudukkan semua permasalahan pada konteks yangseluas-luasnya. Sehingga orang bisa memahami, kemudianmenerima, bagaimana kesusasteraan dan kebudayan secaraumum pada masa itu berhubungan. Pada intinya Goenawanmenampilkan ironi bahwa apa yang diperjuangkan merekayang tertindas saat itu terulang lagi dengan korban yangterbalik, setelah rezim penguasa berganti. Tentang tulisanGoenawan ini, akan dibahas secara khusus nanti. Yang jelassikap tersebut mendapat tentangan kedua belah pihak yangberseberangan pada saat itu

Sitor Situmorang, penyair dan bekas ketua LKN, sebagaipembahas menolak sikap Goenawan yang mengambil jarakdengan politik. Bagi Sitor berbagai peristiwa yang terjadi padaera 1960-an tidak bisa dilepaskan dari politik dan harus dilihatsebagai peristiwa politik, termasuk di wilayah kesusasteraan.Jadi berbagai tekanan yang dialami para sastrawan,cendekiawan dan seniman penandatangan ManifesKebudayaan dan simpatisannya, bukanlah peristiwa sastramelainkan peristiwa politik.3 Bagi Sitor tekanan itu harusdilihat sebagai sebuah konsekwensi logis bila melibatkan diridalam politik. Artinya pengumuman Manifes Kebudayaan17 Agustus 1963 sendiri adalah sebuah peristiwa politik yangbermain di lapangan kebudayaan. Sehingga kalaupun harus

3 Kompas, 22 Agustus 1993.

Page 18: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 13 -

mempertanggungjawabkan perbuatannya di masa itu, Sitoringin mempertanggung jawabkannya sebagai aktivis politik.4

Kalau Sitor melihatnya dari sisi Manifes Kebudayaan,kebalikannya Taufik Ismail, salah satu penandatanganManifes Kebudayaan yang juga hadir, melihat dari sisi parapenentang Manikebu, dengan menuduh Sitor berusahamencuci tangan dari apa yang pernah dilakukannya dulu.Terhadap tulisan Goenawan, Taufik Ismail kecewa karenabanyak fakta yang tidak diungkap. Yaitu bagaimana dahulukalangan penentang Manikebu yang dekat dengankekuasaaan seperti LKN dan Lekra menganyang lawan-lawannya. Pada masa itu yang terjadi bukan lagi sekedarperdebatan sengit, tapi sudah sampai penghancuran satu samalain.

Laporan diskusi ini diikuti pembahasan lebih jauh oleh me-dia massa, seperti wawancara dengan pihak yang ikut terlibatseperti Wiratmo Soekito, konseptor Manikebu. Pendapat darimereka yang tidak terlibat juga ditampilkan. Dari sinilah kitadapat mengetahui seberapa jauh peristiwa perdebatankebudayaan era 1960-an itu dimengerti orang. Bahwaperistiwa perdebatan itu lebih mengesankan pertentanganpribadi antar pelaku-pelakunya dari pada pertukaran gagasankebudayaan. Dengan situasi seperti itu, sejarah sosialnya tidakterungkap karena tertutup oleh bias-bias persoalan pribadi.5

Terangkatnya kembali masalah kebudayaan Indonesia era 60-an selalu berawal dari sisi Manikebu, pihak yang lebihmempunyai kesempatan berbicara. Sebagaimana umumdiketahui, orang-orang kiri Indonesia termasuk kalangancendekiawan dan senimannya lebih memilih diam terhadap

4 Republika, 30 September 1993.5 Bisa dilihat di lembar-lembar kebudayaan harian-harian nasional sepertiKompas, Suara Pembaruan, Merdeka, Republika antara 14 Agustus - 30September 1993. Perhatikan laporang khusus yang dibuat Republika padatanggal 30 September 1993 tentang “Bagaimana Menghadapi Lekra/PKI”.

Page 19: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 14 -

segala hal yang menyangkut peristiwa era 60-an. Setelahmereka ditahan antara 9 - 13 tahun sebagai tahanan politiktanpa pengadilan dan keluarga mereka mendapat perlakukansebagai warga negara kelas dua.6 Kesempatan mereka untukmemberikan klarifikasi fakta, atau bahkan interpretasiterhadap fakta-fakta itu jadi tertutup.

Prahara Budaya: Sebuah Usaha Penjelasan

Rabu malam 22 Maret 1995, di Gedung Galeri Cipta IIKomplek Taman Ismail Marzuki diluncurkan sebuah bukuberjudul “Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKIDkk.” Ditulis oleh DS Moeljanto dan Taufik Ismail,diterbitkan bersama oleh Penerbit Mizan Bandung danHarian Umum Republika Jakarta. Dalam sejarah perbukuanIndonesia, buku Prahara Budaya ini mendapat publikasi yangtergolong luar biasa, sebelum dan sesudah terbit. HarianRepublika sebagai salah satu penerbit menurunkan empattulisan selama empat hari berturut-turut membahas bukuini.7 Liputan tersebut dimulai dari pengalaman Taufik Ismailmembaca lembar-lembar budaya dari koran-koran yang terbitdi era 60-an, sampai tentang kegigihan DS Moeljanto yangmengerjakan buku ini dengan sebelah tangan karena tubuhbagian kanannya lumpuh akibat stroke. Harian Merdeka jugamenurunkan tiga tulisan selama tiga hari berturut-turutberdasarkan wawancara dengan tiga tokoh yang terlibat dalamperdebatan itu, Taufik Ismail, WS Rendra dan Asrul Sani,ketiganya dari kubu Manikebu. Pada saat peluncur bukuPrahara Budaya, hampir seluruh harian utama ibukotamenuliskan laporan melaporkan acara peluncurannya.

Dalam siaran persnya, Taufik Ismail menyatakan bahwa bukuyang ditulisnya ini tidak berisi analisis tentang konflik

6 Lebih jauh tentang ini bisa dilihat dari berbagai laporan lembaga hakasasi manusia dalam dan luar negeri tentang tahanan politik Indonesia.Terutama laporan dari Amnesty Internasional dan YLBHI.7 Republika 22-25 Maret 1995.

Page 20: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 15 -

seniman Lekra dan non Lekra. Buku setebal 469 halamanini bermaksud menggambarkan peristiwa yang terjadi padawaktu itu dengan penampilan dokumentasi yang disusunsecara sistematis. Walau sekedar menampilkan dokumentasiyang belum diolah, menurut penulis, buku ini tidak main-main. Karena dia merekam “perang besar” antara seniman-budayawan Manifes melawan kelompok Lekra (onderbowPKI) dkk. –sebuah perang budaya yang sarat dimensi politikdan ideologi. Buku ini berusaha mengungkap perang itu darikedua pihak hampir tanpa sensor sama sekali. Pada saatpeluncuran, Taufik Ismail menyatakan bahwa dia sama sekalitidak bermaksud balas dendam. “Ini adalah karya yangdengan ketulusan hati ingin meluruskan sejarah.”8

Selain untuk “meluruskan sejarah”, salah satu pemacudiselesaikannya buku ini adalah keresahan Taufik Ismail akanadanya usaha pembohongan fakta sejarah. Dewasa ini parapelaku prahara sejarah (perdebatan kebudayaan era 60-an)itu tidak henti-hentinya melakukan berbagai publikasidengan berbagai bentuk pembohongan fakta sejarah. Sebagaicontoh Taufik Ismail mengingatkan tentang ceramah SitorSitumorang di Studio Oncor 3 tahun 1993 yang mengatakanbahwa Realisme Sosialis tidak ada sangkut pautnya denganLekra.9 Bagi Taufik itu adalah pembohongan, sama sepertimengatakan bahwa mahasiswa Kristen tidak sangkut pautnyadengan Trinitas. Buku ini, menurut penulis, ditujukanterutama pada para pembaca muda yang tidak mengalamiperistiwa itu. Prahara Budaya akan membukakan tabir sejarahpergolakan seni budaya di jaman demokrasi terpimpin yangbelum tersingkap selama ini.

Sejauh ini dapat dilihat bahwa intensi utama penerbitan bukuPrahara Budaya adalah kekhawatiran bahwa orang akanmelupakan apa yang terjadi pada wilayah kebudayaan di era60-an. Di mana perbedaan pandangan tidak lagi muncul

8 Merdeka 27 Maret 1995.9 Suara Pembaruan 25 Maret 1995.

Page 21: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 16 -

sebagai perdebatan atau polemik, tapi sudah menjadi salingfitnah dan tuding. Bahkan sampai terjadi penindasan danpengganyangan oleh kelompok yang lebih besar dan dekatdengan kekuasaan terhadap kelompok yang lebih kecil danjauh dari kekuasaan. Agar menjadi lebih jelas, selanjutnyakita akan masuk pada isi buku Prahara Budaya ini, melihatlangsung seberapa besar prahara yang terjadi lewatdokumentasi yang disajikan di dalamnya.

Isi dari Prahara Budaya

Anak judul dari buku Prahara Budaya adalah Kilas BalikOfensif Lekra/PKI dkk.. Mengikuti judul, kita akanmembayangkan isi buku yang penuh dengan aksi-aksi Lekra/PKI dan kawan-kawan menyerang lawan-lawannya. Lewatserangan dan perlawan pihak yang diserang, Taufik Ismailberharap “tabir sejarah pergolakan seni budaya di jamandemokrasi terpimpin” tersingkap, sehingga gambaran,paparan suasana dan isi perdebatan kebudayaan tahun-tahunitu bisa muncul.

Peran Taufik Ismail dan DS Moeljanto dalam pengerjaanbuku Prahara Budaya sebenarnya lebih tepat disebut sebagaieditor, kalau bukan kolektor, dari dokumen kliping koran,majalah, dan makalah kebudayaan di tahun-tahun 60-an.Dalam buku ini sendiri memang tidak disebutkan posisikedua orang tersebut, selain pencantuman nama keduanyadalam sampul buku. Di samping tulisan pengantar merekaberdua, seluruh isi buku ini adalah dokumentasi mentah.Taufik Ismail dan DS Moeljanto memberikan arti tertentudari dokumentasi mentah tersebut dalam penyeleksian danpenyususnan sistematika yang tidak disusun secarakronologis, tidak juga secara tematis.

Dalam rangka membahas perdebatan kebudayaan di Indo-nesia era 60-an, tidak ada yang bisa dibahas dalam tulisanpengantar Taufik Ismail dalam buku ini. Selainketidaksetujuannya terhadap marxisme secara umum dengan

Page 22: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 17 -

harga mati, dalam arti seluruh ketidaksetujuannya didasarkanpada iman dan pengalaman subyektif. Tidak ada argumenilmiah yang bisa diperdebatkan dalam ketidaksetujuan itu.Lewat bahan-bahan yang dikumpulkan dalam buku ini,diharapkan pembaca bisa melihat “tabrakan ideologi” yangterjadi pada era itu, yang menurut dia “titik pusat asal usulbencana semuanya ini yang utama adalah Marx.”10 Sebuahsimplifikasi khas produk Orde Baru.

Prolog DS Moeljanto lebih kronologis, menceritakan berbagaiperistiwa budaya sejak tahun 1946 sampai 1965. Namunkita tidak bisa melihat hubungan peristiwa-peristiwa yangdia tampilkan. Misalnya setelah menerangkan usahapembentukan Gelanggang Seniman Merdeka tahun 1946,tiba-tiba dia beralih pada pembentukan LembagaKebudayaan Rakyat (Lekra). Atau dari bagian tentangpengarang Hamka yang dituduh plagiat ke bagian tentangHadiah Majalah Sastra. DS Moeljanto hanya berhasilmenunjukkan berbagai peristiwa budaya yang penuh denganpertentangan antara tahun 1946-1965 secara singkat, namuntidak berhasil menunjukkan hubungan berbagai peristiwayang dia paparkan.

Bagian pertama buku Prahara Budaya adalah kumpulantulisan anggota Lekra yang dianggap mencerminkanpandangan lembaga ini tentang seni budaya. Bagian ini berisipandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Lenin,pengorganisasian teater tradisional, peringatan pada paraseniman agar tidak puas diri, sampai kesan-kesan Bakri Siregarketika bekunjung ke Uni Soviet. Yang menarik dari bagianini adalah judul setiap tulisan diubah, dan judul aslinyaditaruh di pengantar yang diberikan pada setiap tulisan. Selainitu, pada bagian-bagian tertentu juga diberikan komentar.Tidak dijelaskan mengapa hal ini dilakukan. Pengubahanjudul tulisan, pengantar dan komentar ini, adalah usaha edi-

10 Ismail, Taufik/DS Moeljanto [ed], 1995, Prahara Budaya: Kilas BalikOfensif Lekra/PKI dkk., Jakarta, Mizan dan HU Republika, hlm. 26

Page 23: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 18 -

tor untuk mengarahkan pembaca agar memahami tulisantersebut sebagaimana dipahami oleh Taufik Ismail dan DSMoeljanto. Namun sering komentar ini tampak tidak adahubungannya dengan tulisan yang dikomentarinya, danmalah menunjukkan usaha editor untuk membangkitkansentimen tertentu pada pembaca. Misalnya pada tulisan yangdiberi judul “Tentang Mahakarya Revolusi Sovyet danKebesaran Format Manusianya”, yang berisi kesan-kesanBakri Siregar atas kunjungannya di Rusia yang disampaikandi Radio Moskow 15 Oktober 1963. Di bawah komentareditor: “Selanjutnya Bakri Siregar, membanding-bandingkanMoskow dan Leningrad dengan Makkah dan Medinah”,Bakri Siregar mengatakan: “Tetapi juga ada orang berkata,pergi ke Moskow tanpa ke Leningrad laksana pergi ke Makkahtanpa ke Madinah”. Setelah ini sampai akhir tulisan, dua kotadi Timur Tengah itu sama sekali tidak disinggung-singggung.Kalau dalam bagian ini ingin ditunjukkan jalan pikiran Lekra,maka usaha itu gagal. Karena tulisan-tulisan yang ditampilkansama sekali tidak representatif, karena bersifat ringan danlebih cocok disebut sebagai feature.

Bagian kedua, mengikuti logika editor, diketengahkan tulisanSitor Situmorang dan Praomedya Ananta Toer di satu sisidan di seberang tulisan Goenawan Mohamad, WiratmoSoekito, dan Bur Rasuanto. Pada seminar KesusasteraanFakultas Sastra UI 24 November 1963, sekitar 3 bulan setelahpengumuman Manifes Kebudayaan, Sitor membawakanmakalah berjudul “Manipol dan Kekuasan”.. Di sini Sitormembahas bagaimana sastra bisa berbarengan dengan ilmudan perkembangan masyarakat lewat indoktrinasi revolusidengan tujuan sosialisme yang berhaluan Manipol. Revolusiyang dipimpin politik di dalamnya telah mengandungkebudayan, pendidikan dan lain-lainnya. Sitor menolakdualisme antara politik dan kebudayan. “Gerakan nasionaladalah gerakan kebudayaan dan politik sekaligus. Kitasekarang bergerak di alam revolusi, dalam mana gerakkebudayaan tidak dapat diisolasi dari gerak politik, dan

Page 24: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 19 -

sebaliknya (Ismail 1995, 107). Kebebasan kreatif harus dilihatdalam konteks revolusi karena sastra tidak bisa tidak terikatdengan jaman yang menghidupinya. Karena itu HumanismeUniversal harus ditolak karena dia membatasi diri denganmode-mode, gaya-gaya sastra menurut musimnya. Sitormenolak isme-isme dalam ilmu dan kebudayan Barat, yangdilihatnya telah menjadi penafsiran established, yang berakarpada kebekuan sosial Barat.

Makalah Sitor ditanggapi Goenawan Mohamad dalam“Manipolisasi Sastra bukan Manipulasi Sastra”. Goenawanmenolak hubungan pengabdian antara revolusi dan sastra,tapi hubungan satu hati satu tujuan.. Yang diabdi oleh sastrabukanlah revolusinya tapi cita-citanya, sebab revolusi bisakehilangan cita-citanya kalau menjadikan dirinya sebagai cita-cita itu sendiri. Sebab sastra adalah juga perjuangan akannilai-nilai yang obyektif, yang kekal dan universal (Ismail1995, 116). Perdebatan di antara mereka sulit untuk bertemukarena bergerak pada level yang berbeda. Sitor memandangmasalah sastra di sini sangat kontekstual politis, yaitubagaimana sastra turut berperan dalam meneruskan revolusiyang belum selesai. Sedangkan Goenawan melihatnya lebihobyektif teoritis, bagaimana seharusnya sastra memainkanperannya.

Selanjutnya ceramah Pramoedya Ananta Toer di FS UI 26Januari 1963. Makalah ceramah ini adalah salah satu tulisanyang membahas Realisme Sosialis dengan cukup memadai.Namun sayang sekali yang ditampilkan oleh editor justrurangkuman pokok-pokok pikirannya saja. Sebenarnya justrutulisan ini yang penting, sebab kalau benar Realisme Sosialisadalah ideologi Lekra, dari sinilah kita bisa melihat bagaimanaLekra, lewat Pram, memahami Realisme Sosialis. Ceramahberjudul “Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia” inimenekankan pempraktekan sosialisme dalam kreasi sastra,menjadikannya bagian integral dari mesin perjuangan umatmanusia untuk menghancurkan penindasan rakyat pekerja

Page 25: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 20 -

oleh imperialisme. Sastra Realisme Sosialis bertanggungjawabuntuk “membukakan kemungkinan-kemungkinanperkembangan hari depan yang menguntungkan bagi setiapdan semua tenaga yang berjuang, berproduksi dan berkreasi.”(Taufik 1995, 19) Sedangkan sastra borjuis yang berideologiHumanisme Universal, yang di Indonesia adalah jubah barudari politik etik Belanda, hanya bertanggungjawab padaestetika dan masyarakat yang belum jelas ada atau tidak.

Dua berikutnya adalah tulisan Sitor Situmorang dan WiratmoSoekito yang berbantahan dan saling tuduh secara personal,atas dasar fakta yang juga masih diperdebatkan kebenarannya.Sitor dituduh Wiratmo marah karena sajaknya ditolak HBJassin, sedang Sitor tidak merasa mengirimkan sajak yangditolak itu. Karena itu, dua tulisan ini tidak perlu dibahasisinya. Editor buku Prahara Budaya memilihnya dalam rangkamenunjukkan konflik antara keduanya.

Tema “Aspirasi Nasional dan Kesusasteraan” dibawakan Sitoruntuk mengkritik kecenderungan intelektualisme parakritikus, yang textbook thinkers dan berpuas-puas dalam teorihafalan, dalam melihat karya sastra. Padahal menurut Sitormasalahnya sekarang bukan jegal-jegalan teori tapi bersumberdari perjuangan kebudayaan dan sosial yang kongkrit, sebagaibagian dari revolusi berbentuk Aspirasi Nasional. Para kritikusini, diwakili Wiratmo Soekito, menurut Sitor merasamemegang otoritas di atas karya, bahkan di atas segalapersoalan kebudayaan dan masyarakat. Sebab dalam salahsatu ceramahnya Wiratmo mengatakan bahwa “Kesusasteraanadalah sesuatu yang memimpin suatu bangsa (secara men-tal). Namun berbeda dengan pemimpin politik, makakesusasteraan tahu bagaimana mengatasi antimoni-antimoniyang timbul dari aspirasi-aspirasi nasional”. Jadi kalaupunmereka membicarakan Aspirasi Nasional, merekamendekatinya secara “universal”. Aspirasi nasional yangmereka bicarakan adalah aspirasi-aspirasi nasional bukanaspirasi nasional Indonesia, kesusasteraan dan bukan

Page 26: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 21 -

kesusasteraan Indonesia karena mereka tidak maumenyempitkan “paham universal kesusasteraan dan seni”mereka (Ismail 1995, 35). Bagi Sitor kesusasteraan nasionalakan tumbuh bukan dari teori supra-nasional, tapi daripersenyawaan antara karya dengan pengalaman kemerdekaandan pengisiannya dengan sifat patriotik. Sekali lagi Sitormengecam kecenderungan universalitas ini yang menurutnyabersumber pada hegemoni dan dominasi Eropa.

Wiratmo Soekito menjawab dengan mengatakan bahwa Sitortidak bisa memahami dengan apa yang dia maksud dalamceramahnya yang dikritik Sitor di atas. Dan justru, menurutWiratmo, Sitor malah mendukung pemikirannya tanpa sadar.Jadi tidak ada hal baru yang ditampilkan Wiratmo di sini.

Tulisan terakhir pada bagian kedua ini adalah Bur Rasuantoyang berusaha menerangkan “Universalitas daripadaHumanisme Universal”, di mana Humanisme Universal danRealisme Sosialis sebenarnya adalah dua segi tuntutan darisuatu subyek yang sama, yaitu manusia. Humanisme Uni-versal menampilkan kemanusiaan yang universal danRealisme Sosialis menampilkan aspirasi-aspirasi sosial yanguniversal. Bur juga menekankan bahwa Humanisme Uni-versal yang mengaburkan kontradiksi antagonistis antaramusuh dan sekutu kemanusiaan, yang dalam hal ini adalahkolonialisme, harus ditolak. Ditambahkan pula bahwakemanusiaan dalam Humanisme Universal ini harus yangpaling realistik, yaitu kemanusiaan yang berakar padakenasionalan (Ismail 1995, 147).

Secara umum perdebatan yang ditampilkan dalam bagiankedua buku ini tidaklah begitu jelas. Posisi antara pihak-pihakyang berseberangan tidak telihat batasnya, karena merekasemua menerima revolusi Indonesia, menerima Manipolsebagai haluan dan Pancasila sebagai dasar. Dengan cara yangberbeda masing-masing mereka merasa lebih revolusioner,lebih Manipolis dan lebih Pancasilais dan menciptakan“hantu” diantara keduanya untuk melemparkan tuduhan

Page 27: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 22 -

tidak revolusioner, menentang Manipol atau kurangPancasilais. Dalam lapangan yang sama mereka berdebat padatingkatan yang berbeda. Pihak yang satu melihat bagaimanakebudayaan seharusnya dikembangkan secara ideal, teoritisdalam konteks universal. Pihak yang lain lebih kontekstual,nasional dengan problem-problem riil keseharian yangmendesak untuk dihadapi. Editor Prahara Budaya di sinisialnya tidak memberikan konteks itu, keadaan sosiopolitisnasional dan internasional ketika perdebatan ini berlangsung,selain hanya menyinggung sedikit tentang demokrasiterpimpin, tanpa menerangkan mengapa itu diterapkan.

Bagian ketiga buku ini memaparkan tentang proses kelahiranManifes Kebudayaan, Agustus 1963 di Jakarta. Dicantumkanpula Manifes itu sendiri beserta penjelasannya. Kita tidakakan membahas bagian ini, karena akan diterangkan padabab II.

Bagian Keempat berisi polemik antara Bokor Hutasuhut,cerpenis, penandatangan Manifes Kebudayaan dan SekjenKonfrensi Karyawan Pengarang se-Indonesia, denganPramoedya Ananta Toer. Disusul dengan polemik antara SitorSitumorang dengan Usmar Ismail. Dalam bagian ini editorjuga memilah kedua pihak yang berdebat, seperti pada bagiantiga. Di satu sisi Sitor dan Pram, di sisi seberangnya Usmardan Bokor. Isi perdebatan jauh lebih rendah dari yangditampilkan pada bagian tiga, serangannya lebih personal (adhominem), masalah yang diangkat tidak signifikan denganbahasa yang kasar. Misalnya ketika Bokor Hutasuhutmenuduh Pram kurang revolusioner karena waktu di tahananPram menulis renungan-renungannya dengan alat tulis yangdiberikan oleh Belanda (Ismail 1995, 117). Bokor jugamenuduh Pram melupakan Rakyat dan Revolusi Indonesiaketika menulis Hoa Kiauw di Indonesia,11 karena itu Pram11 Dalam buku ini Pram membela golongan keturunan Tionghoa yangterkena PP no. 10 di mana mereka tidak boleh menjalankan usahadagangnya di tingkat desa dalam rangka memberdayakan perekonomianpribumi. Pada bagian ini seharusnya editor memberikan keterangan untuk

Page 28: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 23 -

ditangkap dan dipenjara. Pramoedya Ananta Toer memintaBokor Hutasuhut memeriksa proses verbal-nya di polisi, dimana Pram mengatakan bahwa pengubahan sistem ekonomidan bukan personalia ekonomi yang memberikan rahmatkepada Rakyat dan Revolusi Indonesia. Walau Pram sudahditahan dan lalu bebas, dia tetap yakin dengan pandangannyaitu dan siap mempertanggungjawabkannya lagi di pengadilan.

Polemik selanjutnya antara Sitor dan Usmar juga sama tidakbermutunya. Sitor menuduh Usmar Ismail sebagai antekRockefeller Foundation karena menerima beasiswa darimereka untuk belajar di Amerika Serikat. Di lain pihak Sitormemberi arti yang lain atas kepergiannya ke Amerika danEropa atas beasiswa dari yayasan yang sama, sambilmenantang Usmar Ismail untuk menjawab “Anti Manipolatau Tidak?”. Usmar Ismail menjawab bahwa dia tidak merasahina menerima beasiswa itu, karena banyak pihak termasukSitor sendiri juga menerima, dan dia mau menjawabtantangan Sitor itu dengan karya-karyanya.

Sampai akhir bagian ini, kita tidak akan menemukan hallain selain acara saling tuding, tuduh dan maki. Karenanyalewat dua contoh di atas, kiranya cukup untuk menunjukkanbahwa apa yang ingin ditampilkan editor Prahara Budayadengan memilih “perdebatan” ini sebagai bagian daribukunya, adalah suasana konflik yang semakin menajam,sampai personal, antara golongan pro Realisme Sosialisdengan mereka yang pro Humanisme Universal.

Bagian kelima terdiri dari 12 buah puisi karya para senimanLekra. Dalam pengantarnya editor Prahara Budaya sengajamemilih puisi yang sangat menonjolkan ideologi dan partai,pemujaan terhadap tokoh, tempat yang berhubungan dengankomunisme dan serangan terhadap Manikebu. Seperti terbacajelas dalam keseluruhan buku ini, editor dengan serta merta

menjelaskan pada pembaca konteks permasalahannya, tapi itu tidakdilakukan. Ironis dengan keterangan-keterangan yang diberikan padasetiap tulisan di bagian pertama.

Page 29: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 24 -

mengkategorikan semua pihak yang berhubungan denganLekra sebagai komunis. Semua yang menentang manifeskebudayaan berarti setuju dan sejalan dengan PKI, tanpamemeriksa lebih jauh, dengan melihat AD/ART Lekramisalnya. Jadi puisi-puisi yang dipilih di sini sama sekali tidakbisa dikatakan sebagai representasi ide dasar Realisme Sosialis.Seperti sebuah puisi berjudul “Tafakur Kepada Lenin” karyaTohaga tentang peringatan 5 windu kematian Lenin dan artibesar Lenin dalam perjuagan kaum proletar sedunia.

Bagian kedelapan ditempatkan tentang KKPI (KonfrensiKaryawan Pengarang Se-Indonesia). Sesuai judulnya, bagianini berisi segala hal yang berhubungan dengan konfrensitersebut, peserta, jalannya konfrensi dan hasil-hasilnya. Dibagian awal diletakkan laporan Taufik Ismail pada acaraceramah Iwan Simatupang tentang “Kebebasan Pengarangdan Masalah Tanah Air” di depan ISMI (Ikatan SastrawanMuslim Indonesia) yang ditulisnya setahun sebelum acarakonfrensi ini. Tidak ada penjelasan soal penempatan tulisanini. Kita hanya bisa berintepretasi bahwa konfrensi yangdiselenggarakan 1-7 Maret 1964 adalah sebuah usahamemperjuangkan kebebasan pengarang. Yang menarik lagi,konfrensi ini disponsori dan difasilitasi oleh Angkatan Darat,bahkan ketua presidiumnya adalah seorang brigadir jenderal.Keterlibatan militer inilah yang menjadi sasaran utama kritikterhadap konfrensi ini, yang dinilai lebih sebagai move politikdaripada pertemuan kebudayaan.

Bagian kesembilan, bagian terakhir buku ini penuh berisidengan guntingan pers sekitar kontroversi ManifesKebudayaan, KKPI, pelarangan Manikebu oleh PresidenSoekarno. Segala hal yang menyangkut peristiwa inidimasukkan oleh editor termasuk karikatur dan tulisan-tulisan pojok 2-3 kalimat. Yang kita dapat dari kliping iniadalah suasana permusuhan yang begitu hebat, acara cacimaki di media, dari mana editor mendapat inspirasi kata“prahara” tersebut. Kalau diperhatikan satu-satu tulisan-

Page 30: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 25 -

tulisan yang dikumpulkan dalam bagian ini, sebenarnya tidakberbeda jauh dengan bagian kedua dan ketiga buku di atas.Tetap ada “hantu” yang diciptakan diantara mereka. Artinyaperdebatan mereka tidak juga berkembang kualitasnya. Bukuini ditutup oleh epilog yang ditulis oleh Taufik Ismail. Isinyasemacam hikmah peringatan dari semua yang terjadi, bahwakebencian yang selalu dibawa oleh kalangan Lekra/PKIakhirnya untuk mengkritik lawan-lawannya akhirnyamenghantantam mereka sendiri, juga di kalangankebudayaan. Seperti dalam judul dimana Lekra disatukandengan PKI dalam garis miring, maka Taufik di sini punmenerima kesatuan itu. Sehingga penghancuran PKI setelahmiliter lewat Orde Baru mengambil alih kekuasaan sebagaihal yang wajar saja, sebuah konsekwensi logis.

Sebagai seorang intelektual, Taufik Ismail melakukan duatingkat kesalahan. Pertama, menerima begitu saja bahwaperistiwa 30 September 1965 adalah pemberontakan PKI.Padahal kita tahu sampai sekarang pun peristiwa itu belumjelas, kecuali bagi pemerintah Orde Baru. Banyak penelitianilmiah yang membantah, minimal mempertanyakan,peristiwa itu terus bermunculan sampai sekarang. Keduakecerobohan dalam melihat hubungan Lekra dan PKI yangbegitu saja disatukan. Walau ada anggota PKI yang menjadianggota Lekra, belum tentu kedua lembaga ini berhubungansecara formal organisasional. Hal inilah yang sayangnya tidakditeliti oleh Taufik Ismail dalam buku ini, diandaikan begitusaja bahwa Lekra adalah cabang kebudayaan dari PKI.Kalaupun secara formal mereka berhubungan, pertempurandalam politik tidak bisa dihantamkan begitu saja di bidangkebudayaan. Artinya kalau secara politis salah satu pihakkalah, tidak berarti seluruh kebudayaan yang pernahbersentuhan dengan pihak yang kalah itu harus dihancurkan,kalau kebudayaan itu dimengerti sebagai universal.

Sebagai buku yang diterbitkan tahun 1993, dalam refleksinyadi epilog, Taufik sama sekali tidak menyinggung atas

Page 31: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 26 -

perlakuan yang diterima para seniman, intelektual,budayawan yang pernah menjadi “musuhnya” di era 60-andi masa Orde Baru. Ratusan dari mereka ini ditangkap,dipenjara dan dibuang selama belasan tahun tanpapengadilan. Setelah bebas mereka harus wajib lapor ke markasKomando Distrik Militer terdekat, lengkap dengan tandakhusus di KTP mereka sebagai ET (eks tapol).

Reaksi Terhadap Prahara Budaya

Dalam konteks sebuah usaha mengingatkan akan kekejamanLekra dkk. pada masanya, respon mengejutkan diterimaTaufik ketika menjadi pembicara dalam acara bedah bukuPrahara Budaya di Universitas Indonesia. Suasana heningmencekam ruang diskusi ketika seorang peserta mahasiswiberjilbab menangis sambil terbata-bata mengatakan:“Bukankah sudah cukup perlakuan yang diterima orangseperti Pramoedya Ananta Toer dan kawan-kawannya?” Iamelanjutkan mengapa orang-orang seperti Taufiq Ismail yangsangat menikmati Orde Baru ini masih juga membalasdendam mengecam mereka dalam penerbitan buku PraharaBudaya.12

Tentu saja tuduhan balas dendam ini ditolak Taufiq Ismail,sambil mengulang lagi bahwa buku ini adalah sebuah usahapelurusan sejarah. Pelurusan sejarah yang dimaksud adalahpengungkapan tindakan orang-orang Lekra dan kawan-kawan di era 60-an. Menariknya, usaha pengungkapan inimalah melahirkan simpati dari kalangan muda, yang justrumenjadi sasaran utama buku ini, pada orang-orang Lekra.Walau institusi seperti Departemen Seni dan BudayaGolongan Karya membantu mengkampanyekan semangatpelurusan sejarah yang diemban buku ini lewat diskusi yangmereka adakan13 dan Pertamina menyumbang 5.000

12 Kompas, 19 April 1995.13 Republika, 21 April 1995.

Page 32: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 27 -

eksemplar untuk dibagikan secara gratis,14 mahasiswa diUniversitas Gajah Mada Yogyakarta justru semakinmengkritik dan mempertanyakan niat penerbitan buku inisebenarnya.15

Sampai di sini kita melihat bahwa pretensi untuk memperjelasberbagai gejolak budaya di era 60-an dalam buku PraharaBudaya telah gagal. Apa yang dipermasalahkan dalamperdebatan itu tidak jelas, tidak ada konsep yang secarakonsisten terus dibahas, sehingga melahirkan pemahaman-pemahaman baru, kalau belum bisa disebut kesimpulan. Halyang muncul kuat justru gejolak politik yang memakaiwilayah kebudayaan. Pihak yang satu menerima politiksebagai panglima karena menganggap realitas politik yangada harus dapat direpresentasikan dalam seni dan menjadisikap kebudayaan secara umum. Pihak yang lain menolakintervensi politik dalam kebudayaan, dan melawannya secarapolitis, dengan terlibat dalam perseteruan politis yangdirepresentasikan pihak yang menerima politik sebagaipanglima tersebut. Lekra karena kedekatannya secara per-sonal, bukan organisasional, dengan PKI banyak menyerapinformasi dan pemahaman tentang kondisi politis paling barudari PKI. Sedangkan untuk melawan dominasi Lekra disemua sektor kebudayaan, golongan Manikebu bersekutudengan Angkatan Darat yang adalah saingan utama PKIdalam politik.

Studi Lain di Wilayah Bahasan Sama

Dalam pembahasan mendetil di atas, kita melihat bahwabuku Prahara Budaya tidak banyak memberikan informasi“perdebatan kebudayaan” selain menunjukkan adanyapertentangan lewat saling jawab dan tuduh dalam guntinganpers yang dikumpulkannya. Karena itu, dalam bagian berikutkita akan coba mencarinya dalam studi yang dilakukan or-

14 Media Indonesia, 8 Mei 1995.15 Republika, 4 Mei 1995.

Page 33: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 28 -

ang lain, yang walaupun tidak spesifik membahas perdebatanitu, tapi bergerak pada tema yang kurang lebih sejaman.Urutan pembahasan berikut mengikuti kronologispenggarapan studi yang dimaksud.

a. Yahaya Ismail: Pertumbuhan, Perkem-bangan dan Kejatuhan Lekra di Indone-sia

Buku ini adalah skripsi Fakultas Sastra Universitas Indonesiayang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka KementrianPelajaran Malaysia tahun 1972. Saat terbit di Indonesia bukuini tidak ada gaungnya. Tidak ada publikasi dan perdebatanyang muncul karenanya. Mungkin disebabkan masih kuatnyatrauma akibat pembantaian golongan kiri Indonesia tahun1966, sehingga kritik terhadap semua aksi mereka sebelumtahun 1965, yang kuat terasa dalam buku ini, diterima tanpareserve. Sementara itu orang-orang yang telibat di dalamnya,tidak mempunyai hak jawab. Sebagian mati terbunuh, sisanyamasih mendekam di penjara. Baru pada tahun 1981, dalamsebuah jurnal milik militer lewat Yayasan Pancasila Sakti,Persepsi edisi Mei-Juni, memuat “resensi” cukup panjangtentang buku ini. “Resureksi” buku Yahaya Ismail setelah 9tahun diterbitkan ini dipicu oleh peluncuran buku pertamanovel tetralogi Pramoedya Ananta Toer pada tahun yangsama, Anak Semua Bangsa, yang ditulis selama pengasingandi Pulau Buru.

Dalam studinya yang menyoroti pertumbuhan,perkembangan dan kejatuhan Lekra di Indonesia, sarjanaMalaysia ini membuka dengan pemaparan kondisi PartaiKomunis Indonesia setelah Peristiwa Madiun ’48. Artinyasejak awal Yahaya Ismail sudah mengasumsikan bahwa Lekraidentik dengan PKI. Perkembangan PKI setelah kegagalanpemberontakan Madiun16 dipaparkan Yahaya, dari jumlah

16 “Peristiwa Madiun” oleh Orde Baru disebut sebagai pemberontakanPKI. Padahal. sebagaimana Peristiwa 65, Peristiwa Madiun 1948 ini tidak

Page 34: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 29 -

anggota 7.910 pada Maret 1952 menjadi 500.000 padaNovember 1954 dan satu juta anggota pada tahun 1956.Ide-ide PKI yang anti imperialisme dan neoklonialisme, dandi bidang kebudayaan menyerukan agar kembali padakepribadian nasional juga dibahas. Dari sini lalu ditarik begitusaja pada pendirian Lekra tanggal 17 Agustus 1950 “Sebagaisebuah organisasi yang didalangi oleh sebuah partai politikkiri seperti PKI”.17 Di sini Yahaya tidak menjelaskanbagaimana PKI baru saja gagal dalam sebuah pemberontakanbisa mendirikan sebuah organisasi kebudayaan dua tahunkemudian.

Untuk memperkuat argumennya ini, Yahaya lalu mengutipbeberapa perrnyataan dari PKI yang menunjukkan“kedekatannya” dengan Lekra: “Pekerjaan di bidangkebudayaan juga telah mencapai sukses-sukses besar. Lekraorganisasi kebudayaan revolusioner yang didirikan tahun1950 telah membuka fron perjuangan baru di bidangkebudayaan dalam rangka perjuangan anti imperialisme danfeodalisme, sebagai syarat untuk membangun kebudayaan”.18

Akan tetapi dari pernyataan-pernyataan ini pun tidak ada

kurang kontraversialnya. Sampai sekarang belum jelas betul sebabakibatnya, yang pasti pada perisitwa ini banyak tokoh kiri terbunuh sepertiMusso dan Amir Sjarifuddin. Namun banyak sarjana sejarah sependapatbahwa perisitiwa ini dipicu oleh program rasionalisasi kabinet Hatta, dimana laskar rakyat diminta menyerahkan senjatanya pada tentaraprofesional (bekas KNIL dan PETA), sebagai salah satu hasil perundinganLingggarjati. Keterangan lebih lanjut bisa dilihat pada: Siregar, MR, 1992,Tragedi Manusia dan Kemanusian: Kasus Indonesia Sebuah Holokaus YangDiterima Sesudah Perang Dunia Kedua, Amsterdam, Tapol; Lecrec, Jaques,1996, Amir Sjarifudin, Antara Negara dan Revolusi, Jakarta, Jaringan KerjaBudaya; Soe Hok Gie, 1997, Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan,Yogyakarta, Bentang.17 Ismail, Yahaya, 1972, Pertumbuhan, Perkembangan dan Kejatuhan Lekradi Indonesia: Satu Tinjauan dari Aspek Sosio-Budaya, Kualalumpur, DewanBahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, hlm. 818 Tesis 45 tahun PKI, Jakarta Yayasan “Pembaruan”, seperti dikutip dalamibid, hlm. 10.

Page 35: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 30 -

yang secara eksplisit mengatakan bahwa Lekra adalahorganisasi di bawah PKI. Yahaya juga tidak menunjukkanAD/ART kedua organisasi tersebut yang menyebutkan bahwakeduanya berhubungan secara formal. Kalau watakperjuangan yang serupa yang dijadikan acuan, kiranya tidakada organisasi di Indonesia pada waktu itu yang tidak antiimperialisme, neokolonialisme dan feudalisme. Dengandemikian, kesimpulan Yahaya Ismail bahwa Lekra adalahbagian resmi dari PKI masih merupakan dugaan yang tidakterbuktikan.

Selanjutnya Yahaya masuk lebih jauh tentang hubunganLekra dengan politik dan seni, dengan asumsi bahwa Lekraadalah sebuah “organisasi politik kulturil”. Tidak adapenjelasan lebih jauh tentang istilah “organisasi politikkuluril” ini. Menurut Yahaya keterlibatan Lekra dalam politikadalah ketika dia menerima salah satu point SuratKepercayaan Gelanggang19 yang ditandatangani di Jakartatanggal 18 Februari 1950, yang menyatakan bahwa “Revolusidi tanah air kami sendiri belum selesai”. Berawal dari ini makaLekra perlu meneruskan revolusi di bidang kebudayaan. Lekramenolak pemisahan seni dari masyarakat, seperti yangdianjurkan kaum borjuis yang lebih setuju pada seni yangtak berpihak, seni universil dan kosmopolitan dan seni tanpakelas. Bagi Lekra seni harus berpihak, harus bertendens, danmenerima metode Realisme Sosialis dengan pegangan politiksebagai panglima, mengabdi pada rakyat pekerja. Yahaya lalumengutip ajaran Marxisme-Leninisme yang menyatakanbahwa setiap alat harus dipergunakan sepenuhnya untukkepentingan partai. Jadi sekiranya kesusasteraan dijadikanpropaganda, maka itu adalah keharusan dari perjuanganpartai.. (Ismail 1972, 31) Logika yang ditarik Yahaya Ismailadalah: Kalau Marxisme-Leninisme adalah ajaran PKI, makaitu akan diterapkan lewat Lekra sebagai organisasi di bawahPKI. Sayangnya Yahaya tidak menunjukkan bagaimana garis19 Tentang “Surat Kepercayaan Gelanggang” akan dibahas secara khususpada bab II.

Page 36: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 31 -

komando partai tersebut berjalan dalam Lekra, danbagaimana komando itu termanifestasikan dalam karya.

Dalam penjelasannya itu, Yahaya meneruskan dengan carayang lebih kasar kekeliruan kebanyakan kritikus liberalterhadap tradisi pemikiran Marxis, yaitu mereduksinyamenjadi Stalinisme berserta praktek-praktek politiknya.Yahaya malah meneruskan dengan mereduksi total Stalinismesebagai sebuah metode praktek kerja organisasi kebudayaan.Sehingga organisasi kebudayaan, dengan contoh Lekra danLKN, dijelaskan Yahaya sedemikian rupa sehingga niscayaasing bagi anggotanya. Dengan demikian apa pun yangdilakukan tindakan organisasi terhadap anggotanya terlihatsebagai “intervensi” pihak luar terhadap individu sastrawandan intelektual. Yahaya tidak melihat secara positif organisasisebagai perwujudan dari cita-cita dan aspirasi dari anggota-anggotanya.

Pada bagian-bagian sesudahnya dipaparkan bagaimana kiprahLekra dalam meneruskan revolusi dalam kebudayaan. Merekamenolak pengaruh kebudayaan barat yang masuk lewat buku-buku, musik dan film sebagai bagian dari sikap antiimperialisme dan neokolonialisme. Yahaya menekankanbagaimana aksi-aksi Lekra ini selalu sejalan dengan kebijakanPKI. Menurutnya, ideologi komunisme telah diperhebat olehLekra lewat lembaga-lembaga di bawahnya seperti LembagaSeni Rupa Indonesia, Lembaga Seni Drama Indonesia danlain-lain. Dibahas juga aliran Realisme Sosialis yangdisebutnya berdasarkan ajaran Marxisme yaitu materialismehistoris, materialisme dialektis dan teori tentang nilai lebih.Penjelasan Yahaya tentang tiga term pokok dalam Marxismetersebut sangatlah simplistik hingga menjadi Stalinisme,sekaligus menghubungkannya dengan praktek organisasikebudayaan di Indonesia. Sehingga wajar kalau dismpulkanbahwa Realisme Sosialis semata-mata dipandang sebagaikonsep tentang hubungan ‘seni dan politik’, yaitu tunduknyaseni pada garis politik organisasi/partai. Pada bagian ini

Page 37: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 32 -

Yahaya ingin menunjukkan hubungan Lekra dengan ide-idekomunisme. Pada bagian ini pula Yahaya memasukkanpembahasan tentang Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)dengan ketua Sitor Situmorang sebagai lembaga yang jugaberkonsep kulturil Marxisme. Namun tidak semendalamLekra, LKN lebih bermain dalam klise-kise yang bombastis.Sehingga sedikit demi sedikit persoalan kesusasteraanmendapat bajunya yang baru: sloganisme politik Marxis.(Ismail 1972, 76)

Setelah enam bab tentang Lekra, kemudian tiba padapembahasan tentang Manifes Kebudayaan (Manikebu).Yahaya menggambarkan latar belakang lahirnya Manikebusebagai kehidupan di mana rakyat diarahkan dan dibentukoleh iklim politik yang tegang, sehingga kebebasan untukkeluar dari Manipol-Usdek Sukarno dan sloganisme politikPKI sangat sukar dan berbahaya. Dalam keadaan inisekelompok seniman, budayawan dan intelektual beranimenyuarakan “budi hati nurani”.. (Ismail 1972, 79) Keadaanmana seperti dikutip Yahaya dari tulisan Wiratmo tahun 1967:”Manifes adalah politik pragmatisme yang bisa dianggapsebagai domba berbadan lemah yang tak berdosa yang dengansegala nativitasnya menyuarakan tangtangannya di tengah-tengah algojo-algojo politik yang zalim serta tidak mengenalhati nurani.”20 Karenanya dapat dimengerti mengapawalaupun berupa “gerakan hati nurani”, Manikebu mau tidakmau juga melibatkan diri dalam politik, dengan bersekutudengan militer/Angkatan Darat.21 Saat itu sikap kulturil tanpa20 Wiratmo Soekito, “Manifes dan masalah-masalah sekarang” dalamHorison no. 5 th. II Mei 1967 hlm. 132-133.21 Keterlibatan Militer dalam kelompok Manikebu ini bisa dilihat dariSusunan Penyelenggara KKPI, yang memasukkan 3 perwira di dewanpenasihat dan seorang brigjen pada posisi ketua kehormatan. Jugadisebutkan bahwa akomodasi dan fasilitas sebagian besar di sumbangoleh Angkatan Darat. Taufik 1995, hlm. 441. Keterlibatan ini jugadisinggung sepintas dalam Mohamad, Goenawan, 1993, “Peristiwa‘Manikebu’: Kesusasteraan Indonesia dan Kehidupan Politik Indonesiadi tahun 60-an” dalam Kesusasteraan dan Kekuasaan, Jakarta, Pusataka

Page 38: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 33 -

menyangkut sikap politik adalah tidak wajar dan tidakmungkin. (Ismail 1972, 80)

Konsep Humanisme Universal yang dibawa Manikebu adalahwadah dari kebebasan manusia serta kebebasan berkarya.Mereka menentang “politik sebagai panglima” dan “tujuanmenghalalkan segala cara”. Realisme Sosialis yang dibawaLekra dianggap merupakan dehumanisasi manusia untukmengabdi pada politik yang hanya menghasilkan karya-karyayang bersifat propaganda semata. Gerakan Manikebu olehYahaya dinilai sangat berani di tengah pengaruh PKI danSoekarno pada rakyat. (Ismail 1972, 81) Dengan ini Yahayamengandaikan bahwa dengan mengeluarkan manifes tersebutberarti para penandatangan sadar bahwa, gerakan mereka initidak hanya gerakan kebudayan tapi juga politis.

Selanjutnya Yahaya menjelaskan berbagai usaha Manifesdalam menggalang dukungan, termasuk denganmenyelenggarakan Konprensi Karyawan Pengarang se-Indo-nesia (KKPI) 1-7 Maret 1964. Dukungan Angkatan Daratterhadap konprensi ini ditentang oleh PKI. Yahaya justrulebih menonjolkan tentangan dari PKI, bukan dari Lekra,karena menurutnya cita-cita PKI untuk mempersenjataiPemuda Rakyat mendapat tentangan keras dari AngkatanDarat, dengan demikian PKI menganggap Angkatan Daratmerupakan penghalang besar bagi pelaksanaan cita-cita PKIuntuk mendominasi politik nasional seluruhnya. (Ismail1972, 83) Bersama ini Yahaya sebenarnya telah menunjukkanbahwa acara kebudayaan KKPI terebut telah menjadi sebuahmove politik. Hal yang sama terjadi pada saat manifeskebudayaan dilarang lewat pernyataan presiden 8 Mei 1964,karena “Manifesto Politik Republik Indonesia sebagaipancaran Pancasila telah menjadi garis besar haluan Negaradan tidak mungkin didampingi dengan manifesto lain.”22

Firdaus, hlm. 26-28.22 Pernyataan Presiden Sukarno 8 Mei 1964 yang disiarkan Kantor BeritaAntara 9 Mei 1964.

Page 39: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 34 -

Kita juga melihat bahwa pelarangan manifes ini karena sebabpolitis. Sampai apa yang disebut sebagai kemenangan konsepManifes Kebudayaan yang berdasarkan Humanisme Univer-sal, menurut Yahaya Ismail dalam epilognya, adalah ketikaPKI dilarang 12 Maret 1966.

Dari paparan dan proposi penjelasan Yahaya dalam buku initampak bahwa paham kebudayaan yang dibawakan Lekrakemudian menjadi sangat politis karena kedekatannya padaPKI. Gerakan politik PKI mendapat dukungan penuh denganaksi-aksi kebudayaan Lekra. Perpaduan ini dominan danpopuler di kalangan rakyat dan dekat dengan kekuasaan,terutama Presiden Soekarno. Dalam kondisi semacam ini,Manikebu lahir, menentang dominasi itu. Sebuah gerakankebudayaan yang menyadari bahwa mereka tidak bisamelawan kalau tidak masuk pada wilayah politik.. Merekapun kemudian membentuk aliansi dengan pihak-pihak yangsecara tradisional memang berseberangan dengan PKI: militerdan golongan Islam. Hasilnya, mengikuti pemisahan politikdan kebudayaan yang mereka ajukan sendiri, kritikkebudayaan yang diusahakan kelompok Manikebu iniakhirnya bergerak juga ke politik.

b. Keith Foulcher: Komitmen Sosial Sastradan Seni dalam Lekra

Sesuai dengan judulnya, sarjana Australia ini memusatkanperhatiannya pada perkembangan karakter kebudayaan yangdibawa Lekra, khususnya di bidang sastra, sejak dia berdiritahun 1950 sampai kehancurannya bersama kehancuranseluruh gerakan kiri Indoneisa tahun 1965. Keith membahasdari mana dan bagaimana sebuah paham kebudayaandikembangkan di dalam Lekra dan seperti apa bentuk dalamproduksi karya-karyanya. Keith mencatat bagaimana pahamkerakyatan, yang merupakan kombinasi dari nasionalime–anti imperialisme–modernisme, terus diperbincangan dandikembangkan di dalam tubuh Lekra sendiri. Sehingga

Page 40: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 35 -

perdebatan tentang berbagai konsep kebudayaan hanyamuncul dan berkembang diantara mereka saja. Seperti konseptentang “rakyat”, apakah hanya “mereka yang tertindas” atau“semua golongan yang menentang penjajahan”. Pilihan iniberhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar antiimperialisme dan nasionalisme. Juga tentang perubahanMukadimah yang dilakukan Lekra di tahun 1955, setelahmukadimah pertama tahun 1950, karena asumsi sosio politisyang berubah.

Munculnya Manifes Kebudayaan diletakkan Keith dalamkonteks yang benar-benar politis, yaitu sebagai bagian dariperjuangan Angkatan Darat yang anti PKI dan gerakan kiripada umumnya. Keith membuktikannya denganmenunjukkan bahwa salah satu konseptor utama Manikebu,Wiratmo Soekito, adalah orang yang “dengan sukarela bekerjapada badan intelijen militer.”23 Tentang Konprensi KaryawanPengarang (KKPI), Keith pun melihat dari sudut pandangLekra yang berusaha mengorganisir pemboikotan konfrensitersebut. Namun karena dukungan Jendral Nasution dansegala fasilitas dari militer akhirnya konfrensi itu bisadiselenggarakan. Jadi, inti dari munculnya ManifesKebudayaan bagi Keith Foulcher adalah suatu pamerkekuatan oleh kelompok yang mewakili kepentingankebudayaan yang anti komunis dengan dukunan terselubungdari tentara. Tidak lebih dan tidak kurang.

c. Goenawan Mohamad: Peristiwa “Manike-bu”: Kesusasteraan Indonesia dan Politikdi tahun 1960-an.

Seperti sedikit disinggung di atas, esai panjang Goenawanini bisa dikatakan adalah tulisan pertama yang cukupmenyeluruh tentang Manifes Kebudayaan. Diterbitkanpertama kali dalam sisipan Majalah Tempo Edisi 21 Mei 1988,

23 Soekito, Wiratmo, 1982, “Satyagraha Hoerip atau Apologi Pro VitaLekra” dalam, Horison No. 11 th. 1982.

Page 41: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 36 -

dan diterbitkan ulang dalam kumpulan tulisan GoenawanMohamad yang berjudul “Sastra dan Kekuasaan” sebagaibagian utama, oleh Pustaka Firdaus Jakarta tahun 1993.Tulisan ini berbentuk paparan pengalaman keterlibatanpribadi Goenawan dalam proses lahirnya ManifesKebudayaan, yang walau dia ikut sejak semula, tapi dia bukanbagian terpenting dari Manikebu ini.

Tentang naskah dan penjelasan manifes sendiri, yang 95%disusun oleh Wiratmo Soekito, diakuinya sendiri memangsulit untuk dipahami, namun tujuannya jelas: ikhtiar untukmemperoleh ruang yang lebih longgar untuk ekspresikesenian yang mandiri, (Mohamad 1993, 14) dengan titikutama “kebebasan kreatif ”. Para penandatangan Manikebumelihat bahwa semasa demokrasi terpimpin, masa dimanaManikebu diumumkan, masa yang tidak mudah untukmenulis karena seluruh bahasa telah diikat dengan slogan-slogan politik. Para penulis seakan diharuskanmencantumkan kata-kata seperti “rakyat, buruh, tani,manipol, revolusioner” untuk menunjukkan bahwa merekaloyal pada perjuangan bangsa yang baru merdeka dan sedangmenghadapi ancaman nekolim (neo kolonialisme danimperialisme). Para penulis harus memiliki ketegasan politikdalam karya-karyanya dan tidak boleh seenaknya mengikutiimajinasi tanpa pijakan realitas yang kongkrit.

Menanggapi tuntutan keberpihakan seni ini kelompokMankebu menjawab, lewat HB Jassin di editorial Sastra No.1 tahun II, bahwa: “Kami tidak masuk partai kiri atau kanan,itu bukan berarti kami tidak punya pendirian, tetapi karenabaik partai kiri atau kanan ada kekurangan-kekurangannyayang harus tetap kami hadapi dengan kritis. Lalu merekamemploklamirkan: “Landasan kami adalah perikemanusiaan,kemudi kami akal budi”. Menurut mereka masuknya paraseniman pada salah satu kekuatan politik yang ada pada saatitu cenderung mencari aman daripada sebuah kesesuaianideologis. Karena inilah Manifes Kebudayaan mendapat

Page 42: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 37 -

dukungan yang luas setelah diumumkan dari para senimanyang “telah lama mencari suatu basis konseptual yangmemuaskan buat peran mereka di tengah mobilisasi politikyang intensif di masa awal 1960-an”. (Mohamad 1993, 28)

Kemudian Goenawan menjelaskan “perseteruan” merekadengan Lekra. Pada intinya orang-orang Manifes tidak bisamenerima premis dasar Marxisme-Leninisme sebagaimanaditerima oleh orang-orang Lekra. Bahwa suatu masyarakattanpa kelas, yang terbebas dari penindasan dan tidak lagimembutuhkan kekuasaan negara, bisa dicapai dalamperjuangan kelas. Perjuangan ini hanya bisa mendapatkanwujud kongkritnya dalam politik, karena itulah politikditerima sebagai panglima. Sedangkan kelompok manifes jugamemandang penting politik, tapi tidak bisa menerima bahwahidup hanya bisa diterjemahkan sebagai arena perjuanganpolitik. Sejalan dengan “gerakan hati nuraninya” mereka lebihmemilih bentuk “The Politic of the Unpolitical” sepertiterwujud dalam perjuangan Gandhi dan Isa Almasih: orangyang tidak mengikatkan diri pada sebuah ilusi (masyarakattanpa kelas dan penindasan) tentang kesempurnaan dunia,tapi terus berjuang untuk keadaan yang lebih adil.Selanjutnya, disadari juga oleh Goenawan bahwa perdebatanantara para Manikebuis dan penulis-penulis Lekra takmeningkat pada pengulasan soal yang lebih mendasar, tapibergerak ke arah nada yang makin keras dan cara makin kasar.

Soal Humanisme Universal, Goenawan mempunyai pendapatlain. Menurutnya keliru menganggap Humanisme Univer-sal sebagai ideologi kelompok Manikebu, karena istilah ituadalah sebuah usaha HB Jassin untuk menjelaskan bahwamanusia adalah “satu makhluk yang penuh dengankemungkinan-kemungkinan”, karena itu tidak semuakapitalis jahat, ada yang kurang atau malah tidak jahat. Sebabmenurut Jassin hanya “setan yang jahat seratus persen”.Pendapat ini termaktub pula dalam naskah ManifesKebudayaan: “... sejahat-jahatnya manusia masih

Page 43: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 38 -

memancarkan cahaya ilahi.... “ walau di bagian lain jugaditegaskan: “.... apabila dengan Humanisme Universal yangdimaksudkan kontradiksi antagonis, kontradiksi antarakawan dan lawan, maka kami akan menolak HumanismeUniversal itu”.. Pandangan yang bersifat moral-religius iniditanggapi secara politis oleh Lekra dengan menarik logikalurus, dengan bertanya: bagaimana dengan Westerling yangtelah membantai begitu banyak orang Indonesia, apakah diajuga “memancarkan cahaya ilahi”? Pernyataan lugu Jassin diatas merupakan bahan ganyangan empuk bagi orang-orangLekra, karena itu Goenawan lalu menarik kesimpulan bahwaciri pemikiran Manikebu adalah anti utopian yang bersifatreligius.

Dalam tulisannya ini Goenawan sebenarnya juga maumenunjukkan bahwa munculnya Manikebu lebih didorongoleh suatu kejenuhan akan sebuah suasana yang membawasemua orang pada satu tujuan: melanjutkan revolusi yangbelum selesai. Kemunculannya dengan segera mendapatserbuan, tentangan dan cap kontra-revolusi. Sejauh sebagaisebuah upaya penawaran ide baru pun usaha ini tidak berhasil,sebab yang terjadi justru mengental ke masalah politik.

d. Joebaar Ajoeb: Mocopat KebudayaanIndonesia

Mocopat Kebudayaan, yang ditulis oleh Jobaar Ajoeb tahun1990 ini adalah sebuah pertanggungjawaban pribadi. Iaberusaha untuk menerangkan berbagai peristiwa budaya,terutama di era 1960-an, dari sudut pandang pribadinyasebagai Sekretaris Umum Lekra sejak tahun 1957. Naskahyang belum dipublikasikan ini secara umum dibagi menjadidua bagian. Bagian pertama merupakan penjelasan tentangLekra, hubungannya dengan PKI, wilayah kerjanya,keterikatannya dengan angkatan ’45 dan Taman Siswa,sampai paparan tentang bagaimana orang di luar Lekra,Soedjatmoko dan Achdiat Karta Mihardja, melihat Realisme

Page 44: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 39 -

Sosialis. Lewat paparan ini Joebaar ingin menjelaskan berbagaikesalahanpahaman tentang Lekra, dan kembali menegaskanapa sebenarnya yang ingin diraih Lekra dalam rangkapembangunan kebudayaan nasional.

Setelah dengan singkat menjelaskan situasi politis Indonesiadi era ’60-an sebagai konteks munculnya Manikebu, JoebaarAjoeb menegaskan bahwa “Manifes Kebudayaan” dalam aksi-aksi selanjutnya tidak bisa tidak telah berubah menjadi“Manifes Politik”. Tidak ada yang salah dengan ini, karenamenurutnya tidak ada pemisah antara politik dankebudayaan, dan justru para penganut manifes “telah ikutmengembangkan tradisi anggun sejarah gerakan kebudayaanIndonesia: berpolitik.”24 Masalahnya adalah politik apa yangdiikuti oleh para manifestan ini, dan yang terpentingbagaimana mereka bersikap terhadap kondisi politik nasional?

Apa yang menjadi tuntutan politik manifes kebudayaanterhadap situasi tahun 1960-an, menurut penulis adalahsebuah Demokrasi Pancasila, daripada demokrasi terpimpinyang pada saat itu diterapkan. Bagi Ajoeb, baik di dalamnaskah manifes sendiri maupun dalam penjelasan merekatidak menolak cita-cita menuju sosialisme pada masa itu,paling tidak secara formal. Namun orientasi tata nilaikebudayaan dan politik yang mereka jadikan sandarancenderung mengacu pada banyak kasus sejarah dankebudayaan yang non Indonesia. Pada saat yang sama geloranasionalisme yang berupaya membentuk kepribadiannasional sedang mencapai puncak-puncaknya, dengandiselingi oleh dramatisasi dan manipulasi politik. DanManifes Kebudayaan telah menjadi mangsa dari keadaan ini,sehingga pelarangan terhadapnya harus dilihat sebagai sebuahprovokasi politik murni.

24 Ajoeb, Jeobaar, 1990, Mocopat Kebudayaan Indonesia, Jakarta, tidakditerbitkan, hlm. 53.

Page 45: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 40 -

Kesimpulan

Dari seluruh paparan di atas, pertanyaan apakah benar telahterjadi perdebatan kebudayaan di tahun 1960-an, rasanyabelum terjawab justru dari isi perdebatannya sendiri. Padabuku “Prahara Budaya” kita hanya menangkap kesanpermusuhan yang kuat. Dengan permusuhan ini perdebatan,dalam arti pertukaran konsep dan pemikiran, tidak terjadi,karena tidak ada keterbukaan untuk melihat pemikiran pihaklain. Garis pemisah ini semakin dipertegas ketika masing-masing kubu dikaitkan dengan dengan aliran dan organisasipolitik yang dianggap sejalan. Hal pertama yang terjadi ketikakaitan ini dilakukan adalah simplifikasi masalah kebudayaansebagai masalah politik. Di situ kita melihat bagaimanaRealisme Sosialis begitu saja dikaitkan dengan Marxisme-Leninisme, bahkan Stalinisme dalam praktek “komandoorganisasi”-nya, atau Humanisme Universal yang dianggapturunan dari pemikiran liberal. Masalah-masalah khususseperti bagaimana kebudayaan dan kesenian bersikapterhadap kondisi politik nasional pada masa itu, tidakdilanjutkan dengan pembahasan yang lebih jauh. Dalambuku Prahara Budaya masalah-masalah penting tersebutjustru juga tidak ditelusuri lebih mendalam, misalnya denganmenampilkan tulisan-tulisan yang membahas tema tersebutpada era 1960-an. Atau perdebatan tentang seni bertendens,formalisme, kepribadian nasional dan masalah yangmendominasi seluruh kubu, yaitu hubungan seni/kebudayaan dengan politik juga tidak diolah dengansistematis dan terinci. Ia dibiarkan kabur dan mengambangdengan hanya menampilkan potongan-potongan artikel suratkabar yang sangat kontekstual masalah-masalah pada masaitu. Maka yang muncul adalah pertentangan politik yangbertarung di wilayah kebudayaan, sementara perdebatankebudayaannya sendiri tidak tampak

Hal yang sama juga terjadi dalam studi Yahaya Ismail tentangPertumbuhan. Perkembangan dan Kejatuhan Lekra di Indo-

Page 46: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 41 -

nesia.. Tanpa ragu Yahaya sudah menarik hubungan logisantara PKI dan Lekra sejak pada lembar-lembar awalbukunya. Lekra sebagai sebuah lembaga kebudayaan yangmemperjuangkan konsep tertentu, jadi terabaikan.Munculnya Manifes Kebudayaan yang membawa konsepHumanisme Universal kemudian dilihat dalam kerangkasebuah perlawan terhadap dominasi “politik kulturil” PKIlewat Lekra. Yahaya tidak memberikan perhatian padamasalah seperti bagaimana sebuah organisasi/lembagakebudayaan menjadi perwujudan dari cita-cita orang-orangyang terlibat di dalamnya.

Keith Foulcher dalam bahasan Social Commitment in Litera-ture and Arts Lekra melihat bahwa dominasi Lekra dalamperjalanan kebudayaan Indonesia setelah merdeka mendapatperlawanan secara politis dari militer, khususnya AngkatanDarat, lewat kelompok Manifes Kebudayaan. Keith Foulchermelihat perdebatan kebudayaan yang muncul setelah 13tahun Lekra berdiri ini, adalah manifestasi dari usaha militeruntuk membendung dominasi PKI dalam politik nasional,dengan mendukung gerakan Manifes Kebudayaan. MenurutKeith, militer melihat bahwa gerakan kebudayaan dari Lekratelah berubah menjadi gerakan politik, menjadi corongkebudayaan PKI.

Sedangkan Goenawan Mohamad mengartikan kelahiranManifes Kebudayaan, yang disebutnya sebagai gerakan hatinurani, sebagai pengembalian seni dan kebudayaan padajalurnya. Para penandatangan dan pendukung manifesmelihat bahwa di masa itu hubungan antara politik dankebudayaan sudah tidak sehat lagi, karena semboyan politiksebagai panglima, yang dibawa oleh Lekra dan mendominasiseluruh kehidupan kebudayaan, telah menjadikan seni dibawah subordinasi politik. Dengan “Peristiwa ‘Manikebu’:Kesusasteraan Indonesia dan Politik di tahun 1960-an”,Goenawan ingin menghubungkan kelahiran ManifesKebudayaan dengan kondisi politik di masa itu yang

Page 47: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 42 -

membuat para seniman, budayawan dan cendekiawantersedot habis ke dalamnya hingga kadang melupakankejujuran dan hati nurani.

Joebaar Ajoeb juga meletakkan pada konteks politis yang samadalam Mocopat Kebudayaan-nya, namun dengan sudutpandang yang berbeda. Bagi Joebaar Ajoeb, terlibatnyaseniman, budayawan dan cendekiawan dalam politik adalahsebuah tradisi yang tidak bisa dihilangkan begitu saja, karenaitu dia melihat kelahiran Manifes Kebudayan sebagai sebuahkelahiran Manifes Politik. Permasalahan pada kelompokmanifes ini adalah dia mengingkari kondisi politik nasionalyang, menurut Ajoeb, sedang membutuhkan sebuahdemokrasi terpimpin. Inilah sumber penggayangan itu.

Sejauh ini kita melihat bahwa masalah utama dari ‘PraharaBudaya’ di tahun 1960-an adalah politik. Lalu di manaperdebatan kebudayaannya? Konsep dan paham kebudayaanapa yang dipertentangkan? Untuk ini kita akanmenyelidikinya langsung lewat dokumen kebudayaan yangmereka hasilkan. Di sini mau tidak mau kita harus melakukanpembagian. Mengikuti pembagian yang selama ini terjadi,kita akan membandingkan antara mereka yang pro Lekradan yang mendukung Manifes Kebudayaan secara langsunglewat manifesto kebudayaan yang mereka keluarkan. Dengandemikian kita masuk pada Bab II.

Page 48: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 43 -

Bab II: Patahan Teks dan Konteks:Empat Kertas Kebudayaan di EraKemerdekaan

Pengantar

Dalam bab sebelumnya, lewat tulisan, buku dan studiyang membahas kebudayaan Indonesia di era 1960-

an, secara umum bisa ditarik garis antara dua kubu. Satukubu yang menyetujui aksi-aksi langsung kebudayaan/kesenian dalam kaitannya situasi sosial politik, dan kubu lainyang sangat berhati-hati melihat hubungan antara keseniandan politik. Yang pertama adalah pro Lekra, dan yang keduaadalah kelompok non Lekra.1 Namun lewat tulisan-tulisantersebut justru tampak bahwa perdebatan yang terjadi antarakelompok pro Manifes Kebudayaan dan kelompok yang proLekra tidak lah bisa disebut sebagai perdebatan kebudayaan.Kita, misalnya, tidak melihat bagaimana konsep HumanismeUniversal dan paham Realisme Sosialis diperbincangkandengan serius dan konsisten. Perdebatan yang terjadi diwilayah kebudayaan itu justru semakin lama semakin bergeserke arah konflik politik praktis, terlibat dalam kubu-kubukekuatan politik yang sedang bertarung saat itu.

Pada bab ini kita akan memeriksanya langsung dugaantersebut. Pertama-tama lewat teks manifesto kebudayaan yangdikeluarkan masing-masing kelompok. Dari teks inidiharapkan dapat diketahui pokok-pokok gagasankebudayaan yang dibawa dan ingin dikembangkan. Kalaupun1 Pembagian ini bersifat fleksibel untuk memudahkan pembahasan lebihlanjut. Lekra, pada masanya bisa dikatakan mendominasi wacanakebudayaan Indonesia pada era ini. Wacana tandingan yang muncul tidakdilahirkan oleh sebuah organisasi seperti Lekra, namun dari berbagaiunsur yang merasa berseberangan dengan Lekra ini, mereka yang memiliki“musuh bersama”: Lekra. Jadi pengelompokannya kemudian menjadiLekra dan non Lekra.

Page 49: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 44 -

benar ada perbedaan gagasan, selanjutnya akan dilihat bagai-mana perbedaan itu dipertukarkan dan dikomunikasikan.Komunikasi inilah yang kemudian kita sebut sebagai “debatkebudayaan”. Setelah itu, baru teks ini kita letakkan padakonteksnya. Di sini kita akan melihat bagaimana gagasan ituditanggapi oleh situasi jamannya.

Sejak tahun 1950 sampai tahun 1965, banyak kelompokbudayawan, seniman dan intelektual mendeklarasikan mani-festo kebudayaan, yang berisi pandangan mereka tentangkebudayaan Indonesia dan arah yang akan dicapai dalammengembangkannya. Dari semua itu yang paling banyakdikenal, karena dijadikan acuan dan menjadi masalah, adalahSKG (1950), Mukadimah Lekra (1950 dan 1959) danManifes Kebudayaan (1963).

Surat Kepercayaan Gelanggang (SKG) dianggap pernyataanpertama yang menandaskan kebebasan kreatif danuniversalitas seni, karenanya dia sering dijadikan acuanindividualisme dan internasionalisme dalam berkesenian.Mukadimah Lekra menjadi signifikan karena dilahirkan olehorganisasi kebudayaan terbesar yang pernah ada dalam sejarahIndonesia. Perannya sebagai organisasi kebudayaan kemudiansering dilupakan, dikalahkan oleh kontroversi pahamRealisme Sosialis yang dilekatkan padanya, yang sebenarnyadimengerti oleh sangat sedikit elitnya saja, dibanding puluhanribu seniman dan budayawan yang bergabung dalam Lekra.Karena itu, cara paling adil dan tepat untuk melihat apa yangdipikirkan Lekra tentang kebudayaan Indonesia adalahdengan menelisik Mukadimahnya. Manifes Kebudayaan jugamenjadi penting karena dia muncul di tengah dominasi arusbesar yang dibawa Lekra. Kemunculannya menjadikontroversi karena sarat muatan politik.

Di bawah ini kita akan membahas masing-masing naskahpernyataan kebudayaan tersebut. Dibagi menjadi duamenurut waktu kemunculan. Pertama, SKG akan dibahasbersama dengan Mukadimah Lekra tahun 1950. Keduanya

Page 50: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 45 -

muncul dalam tahun yang sama, dari sini diharapkan bisadilihat dinamika dan pergulatan pemikiran kebudayaan danpilihan masing-masing bentuk realisasi. Setelah pengakuanresmi kedaulatan Indonesia dalam Konprensi Meja Bundar1949, revolusi fisik bisa dikatakan selesai. Di sini menarikuntuk dilihat bagaimana kebudayaan Indonesia merdekadipikirkan oleh para tokohnya, ketika kemerdekaan yangmereka perjuangkan sebelumnya telah nyata di depan mata.Dua kertas kebudayaan yang muncul di tahun-tahun itu,SKG dan Mukadimah Lekra, bisa menjadi pintu masuk.

Mukadimah Lekra tahun 1959 akan diletakkan bersamaManifes Kebudayan 1963. Dua kertas kebudayaan ini bisadikatakan kait mengait, yang satu menjawab yang lain. Danyang lebih panting lagi, dari dua kertas kebudayaan ini, “duakubu paham” perdebatan kebudayaan Indonesia menjadisemakin keras garis pemisahnya. Antara paham RealismeSosialis dan paham Humanisme Universal. Denganmembahas isi teks masing-masing kertas kebudayaan tersebut,kita akan membuktikan apakah benar, sebagaimanadimengerti orang selama ini, kedua kubu tersebut secarakonseptual masing-masingberada di titik ekstrim.

1. Surat Kepercayaan Gelanggang (SKG)2:Kebebasan dan Integritas IndividuPencipta Budaya

Sebagai manifesto kebudayaan pertama yang muncul setelahIndonesia merdeka, SKG tidaklah dihasilkan oleh sebuahorganisasi kebudayaan. Karea itu sulit dicari penjelasannyasecara utuh. Masing-masing pihak yang merasa ikut terlibatmelahirkannya merasa berhak untuk menjelaskan. Penjelasanyang disesuaikan dengan pemahaman masing-masing, danseturut dengan perkembangan keadaan. Karena ituinterpretasi dan penjelasan SKG jadi beragam dan penuhwarna, tidak jarang saling bertentangan. Ada yang meyatakan

2 Naskah lengkap Surat Kepercayaan Gelanggang lihat lampiran 1.

Page 51: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 46 -

bahwa SKG adalah ibu kandung dari Manifes Kebudayaan,sebagai pengejawantahan unsur-unsur universalisme yanghumanis. Karena itu dia berlawanan dengan, misalnya,Mukadimah Lekra yang dianggap menolak prinsipHumanisme Universal dan menganut Realisme Sosialis.Namun dari kalangan Lekra sendiri melihat bahwa suratKepercayaan Gelanggang tidak bertentangan denganMukadimah Lekra, karena keduanya mempunyai sikap yangsama terhadap revolusi, kebebasan kreatif dandemokrasi.(Ajoeb 1990, 25)

Pernyataan SKG sendiri pertama kali muncul dalam rubrikCahier Seni dan Sastera yang juga bernama “Gelanggang”dari Majalah Siasat,3 edisi Oktober 1950. Redaksi ruangkebudayaan Gelanggang adalah Asrul Sani dan Rivai Apin.Sebelum diumumkan, Surat Kepercayaan ini sebelumnyapernah dibacakan dalam sebuah pertemuan budayawan danintelektual di paviliun Hotel Indes Jakarta bulan Juni 1950.

Kalimat pembuka SKG ini seringkali dikutip oleh kalanganseniman dan sastrawan sebagai landasan argumen bahwa senidan kebudayaan pada umumnya adalah universal. Ia melintasibatas-batas bahasa, suku, agama bahkan bangsa. Identitaskebudayaan mereka dapat dari cara mereka meneruskanbangunan kebudayaan itu dengan “cara kami sendiri”..Dengan ini mereka juga menyatakan vitalnya kebebasankreatif bagi perkembangan kebudayaan. Seturut dengansemangat universal itu, maka mereka tidak secara khusus

3 Siasat adalah majalah mingguan politik dan kebudayaan yang diasuholeh kalangan budayawan dan intelektual yang kemudian hari dekatdengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), seperti Soedjatmoko, RosihanAnwar, Gadis Rasjid dan Soedarpo Sastrosatomo. Terbit pertama kaliJanuari 1947, sedangkan ruang kebudayaan “Gelanggang”-nya barumuncul pada awal 1948 atas inisiatif sekelompok seniman (yang bukankebeteluan juga bernama) “Gelanggang” seperti Chairil Anwar dan IdaNasution. Kelompok yang bernama lengkap “Gelanggang SenimanMerdeka” inilah yang kemudian oleh HB Jassin dikategorikan sebagaiAngkatan 45 dalam sejarah sastra Indonesia.

Page 52: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 47 -

mengidentifikasi masyarakat di mana mereka tumbuh selain“kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yangsehat dapat dilahirkan”. Pernyataan bahwa mereka adalah“ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia” di bagianpertama, adalah pernyataan sikap kultural yangkosmopolitan, yang meniadakan secara konseptual peniruan,adaptasi, akulturasi dan sejenisnya.

Paragraf kedua, ketiga dan keempat adalah penegasan ulangbahwa identitas mereka sebagai orang Indonesia bukan daritampilan fisik, tapi dari apa yang mereka hasilkan sebagaiinsan pencipta budaya, dan diikuti dengan penolakanterhadap segala “pemeriksaan ukuran nilai” dalamkebudayaan yang sewenang-wenang. Pernyataan inimengedepankan subyektivitas dan kebebasan tanpa halangandari pihak manapun. Mereka juga tidak mau “melap-lap hasilkebudayaan lama” tapi akan menciptakannya sendirikebudayaan baru yang dihasilkan dari interaksi merekadengan realitas dunia. Karenanya mereka setuju denganrevolusi nilai (mental), meletakkan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Mereka mengakui bahwanilai-nilai lama masih tetap mempunyai pengaruh, sehinggabagi mereka revolusi di Indonesia masih belum selesai.

Walau kebaruan terus mereka dengungkan, namun pengaruhsejarah tidak mereka tolak karena sadar hal yang baru tidaklahmungkin sama sekali baru. Semangat avant-gardisme munculpada paragraf kelima ini, dalam arti kesiapan untuk memulaisesuatu yang benar-benar baru. Semangat pembaruan sebagaimanusia pencipta budaya harus terus ada. Manusia sebagaisubyek pencipta budaya menempati posisi sentral(humanisme).

Kalimat penutup yang merupakan pengakuan hubunganyang hakiki antara seniman dan masyarakatnya menjadisemacam penegasan untuk tidak melap-lap kabudayaan lama,mencipta sesuatu yang baru di tengah masyarakat dunia yangsekarang mereka hadapi.

Page 53: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 48 -

Yang cukup menarik dari SKG ini adalah semangat“internasionalismenya,”4 dengan meletakkan tanggung jawabpenuh integritas seniman secara individual sebagaipembangun budaya. Dalam pemikiran ini berarti senimempunyai peran dalam proses pembangunan bangsa apabilaseniman tetap setia pada cita-cita untuk melakukan pengujianpada diri sendiri dan penggalian ke dalam pribadi masing-masing untuk menemukan keaslian-keaslian pencapaianbudaya. Artinya, dalam konteks perjuangan bangsa keluardari penjajahan dan pembangunan Indonesia baru, revolusisebagai perjuangan bersama rakyat (kolektif ) dilihat sebagaiperjuangan individu-individu.

Sebagai sebuah pernyataan sikap dan seruan, bahasanyacukup sulit dimengerti dengan cepat. Pilihan katanya tidaklugas, penuh bunga dan metafor dan cenderung multi makna.Orang awam akan menyebutnya “bahasa puisi.”5 Tidakadanya penjelasan lebih jauh, membuat interpretasi terbukaterlalu lebar. Namun hampir semua pihak, baik yang proatau kontra, setuju bahwa surat kepercayaan ini membawapesan bahwa yang terpenting adalah subyek pencipta budaya,yang harus didukung penuh oleh kebebasan berkreasi. Karenainilah bentuk-bentuk penilaian jadi mereka tolak.

Ditinjau dari konteks sosio politis jamannya, SKG cukupkontroversial. Saat seluruh potensi bangsa dipusatkan untukmempertahankan kemerdekaan, bersatu memantapkan

4 Semangat internasionalisme ini menurut beberapa pengamat sejarahkesusateraan Indonesia modern dibawa terutama oleh Chairil Anwar yangberangkat dari identifikasi dengan estetika modern Eropa. Lihat misalnyaFoulcher, Keith, 1994, Angkatan 45: Sastra, Politik Kebudayan danRevolusi Indonesia, Jakarta, Jaringan Kerja Budaya, hlm.. 23, atauSastrowardoyo, Subagio, 1997, Sosok Pribadi dalam Sajak, Jakarta, PustakaPelajar hlm. 24.5 Konsep Surat Kepercayaan Gelanggang yang diusulkan (tapi tidakdisahkan) sebenarnya lebih lugas bahasanya, sederhana, mudahdimengerti dan sedikit lebih panjang. Lihat lampiran 5. Tidak didapatpenjelasan mengapa justru konsep kedua yang disahkan.

Page 54: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 49 -

identitas ke-Indonesia-an, SKG muncul merelatifkan semuaitu. “Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia”adalah pernyataan yang menisbikan batas-batas timur danbarat. Dalam konteks tahun 1950-an ini bisa diartikanmenghilangkan perbedaan antara penjajah (barat) dan yangdijajah (timur). Dengan watak pemerintahan Soekarno yangsangat anti Barat dengan slogan anti Nekolim (neokolonialisme dan imperialisme), SKG adalah sebuahpengkhianatan.6

Keadaan sosio politik tahun 1950-an memang dilihat dengancara yang berbeda oleh para konseptor SKG ini. Situasi politiktahun-tahun itu, dengan hiruk pikuk aktivitas partai-partai,mereka baca dengan kritis dan sinis. Di tengah kejenuhanini mereka ingin tampil lain dari pada yang lain, inginmeneruskan “dengan cara kami sendiri”, tidak mau “melap-lap kebudayaan lama”, dan menolak otoritas “pemeriksaansegala ukuran nilai”. Sinisme terhadap kondisi politik tahun1950-an juga tampak jelas dalam 3 tulisan Asrul Sani yangberjudul “Fragmen Keadaan”, dimuat berturut-turut dalamtiga edisi “Gelanggang”. Tiga tulisan tersebut menjelaskanlatar belakang mengapa sampai dicetuskan SKG. Di bagianpertama Asrul menulis:

Kita lihat orang-orang mudah di tanah air kita sendiriberbaris-baris masuk partai politik! Ya, tidak ada lagi yangbisa dilakukan yang lebih mudah dari ini. Di sana orangmudah menjadi alat, dan perkataan “aku” dapatdisembunyikan di balik perkataan “kami”. Semboyan-semboyan yang dulu dilupakan di segala dinding kakusdan kamar mandi dan yang kemudian tidak dapatdipenuhi. diganti dengan disiplin partai untuk menutupikelemahan mencari sendiri...7

6 Abdullah, Taufik, 1997, “Kata Pengantar” , dalam Sani, Asrul, 1997,Surat-Surat Kepercayaan, Jakarta, Pustaka Jaya, hlm. xxiv.7 Sani, Asrul, 1950, “Fragmen Keadaan I”, Siasat, Minggu 22 Oktober1950.

Page 55: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 50 -

Asrul Sani, mewakili sikap kalangan seniman dan budayawanyang bergabung dalam “Gelanggang Seniman Merdeka”,menyatakan kejenuhannya atas dominasi politik terhadapsetiap sektor kehidupan, yang termanifestasi dalam kehidupanparta-partai politik. Dalam keadaan seperti ini kebenaranpolitik lalu mengatasi kebenaran lain, termasuk kebenarankebudayaan. Orang tidak lagi bisa melihat sajak sebagai sajakbukan sebagai manifestasi politik. Dengan kungkunganpolitik ini, kebudayaan diperlakukan seperti orangmemperlakukan bangkai binatang dalam ruang anatomi,disuntik dengan formalin sehingga kaku sama sekali.8

Kebudayaan lalu menjadi urusan birokratis, mencari pejabatyang akan mengurusinya dan membangun kantor barusebagai tempat pegawai-pegawainya. Di sini Asrul Sanimenuntut kejujuran dalam mengembangkan kebudayaan,kembali pada subyek pencipta kebudayaan: manusia.

Karena itulah dalam menyikapi warisan polemik kebudayaantahun 1930-an, baginya harus dikembalikan pada “kehendakmencari alasan”, motivasi sang pencipta budaya. Menciptabudaya membutuhkan energi keyakinan dan kejujuran, danenergi ini tidak bisa didapat dengan mempertentangkan ataumembandingkan antara kita yang timur dan mereka yangbarat. Lebih baik kita berpijak dari apa yang ada sekarang,tidak perlu malu kalau yang ada dalam darah kita sekarangtidak murni timur. Setidaknya kita jujur, dengan demikiankita bisa menciptakan kebudayaan yang terus terang. Dalampaparan selanjutnya, Asrul pada intinya menegaskan bahwabudayawan dan seniman yang memperkaya kehidupankebudayaan bukanlah semata-mata tenaga kreatif, tetapi jugahati nurani bangsa. Karena itulah, di atas segala-galanyaadalah “kejujuran”, atau lebih tepat integritas pribadi sebagaipencipta adalah kemutlakan yang tak bisa diganggu gugatoleh seorang budayawan dan seniman.

8 Sani, Asrul, 1950, “Fragmen Keadaan II”, Siasat, Minggu 29 Oktober1950.

Page 56: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 51 -

Kemunculan SKG yang tidak segera mendapat reaksi, adalahhal lain yang perlu dicatat. Karena sifatnya yang semata-mataseruan dari sekelompok orang tanpa ikatan kerjakerja bersamayang kongkrit, maka kita tidak akan menemukan hasil dariSKG secara langsung, selain dia kemudian didefinisikan olehsejarawan sastra Indonesia sebagai konsep pandangan duniayang mewakili seniman Angkatan 45.9 Definisi yang didapatdari individu-individu seniman dan sastrawan yang kemudianmenonjol dengan tetap mengusung semangat SuratKepercayaan Gelangggang ini seperti Asrul Sani, Rivai Apindan Chairil Anwar.10 Pandangan ini terus diikuti sampaisekarang, karena nama-nama sastrawan inilah yang terusmasuk dalam buku-buku pegangan sejarah sastra Indonesia.Sedangkan arus lain tidak mendapat tempat karenakepentingan politis pemerintah untuk memisahkan sastra dankesenian dari politik.

Reaksi terhadap SKG baru muncul sekitar 13 tahunkemudian, lewat pemrasaran Pramoedya Ananta Toer didepan Seminar Fakultas Sastra Universitas Indonesia.11

9 Pada perkembangannya angkatan ini melahirkan banyak perdebatansampai tahun 1965. Setalah tahun itu, hanya ada satu interpretasi tentangangkatan ini, yang dikembangkan secara konsisten dalam terbitan-terbitanPusat Dokumentasi Sastra HB Jaasin dan tulisan-tulisan di MajalahKebudayaan Horison.10 Ajip Rosidi sebagai penyunting buku Asrul Sani 1997, Surat-SuratKepercayaan, menyatakan bahwa konseptor Surat KepercayaanGelanggang adalah Asrul Sani. Ajip menolak pandangan umum selamaini yang menganggap Chairl Anwar-lah konseptornya. Sebab, menurutAjip Rosidi, ketika surat itu diumumkan, Chairil Anwar sudah setahunmeninggal (April 1949). Argumen Ajip ini sebenarnya tidak begitu kuat,karena bisa saja konsep surat itu sudah disusun jauh hari sebelumnyaketika Chairil Anwar masih hidup. Atau malah surat itu mereka susunbersama. Kita tidak akan masuk dalam pembahasan ini. Disinggungsedikit untuk sekedar menunjukkan betapa pentingnya surat kepercayaangelanggang ini, karena dianggap sebagai konsep pandangan dunia paraseniman Angkatan 45.11 Perlu di catat di sini adalah dalam tenggang waktu 13 tahun telahterjadi banyak perubahan, polarisasi politik di kalangan seniman semakin

Page 57: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 52 -

Dalam makalah panjangnya (151 halaman dengan lampiran-lampiran), yang membahas tinjauan sosial Realisme Sosialispada sastra Indonesia, Pram menganalisa perkembangansastra Indonesia dan memasukkan di dalamnya SKG.Tanggapan Pram terhadap surat kepercayaan ini adalahhujatan. Baginya surat kepercayaan gelanggang tidak lebihdari manifestasi Humanisme Universal12 yang tidak lainmerupakan kelanjutan dari politik etis kolonial. Subyektivitasdan kebebasan yang diagungkan justru membuatnyatertinggal oleh perkembangan jaman yang begitu pesat,mengurungnya dalam menara gading idealisme. Pretensiuntuk selalu mencipta yang baru, avant-gardasme, menurutPram adalah kesombongan merasa diri sebagai kelompokyang paling maju dalam masyarakat. Dalih untukmembedakan diri sejauh mungkin dari Rakyat.13

Kejujuran, integritas pribadi, keyakinan subyek penciptabudaya, kebebasan kreatif, kebaruan dan universalitas seniadalah tema-tema utama yang terus dibawa dari SKG. Tema-tema inilah yang kemudian dijadikan landasan untukmenolak setiap usaha meletakkan seni dan kebudayaan dibawah dominasi apa pun. Sampai organisasi kebudayaan pundilihat mempunyai potensi melakukan penundukan tersebut.Di sinilah menjadi jelas mengapa SKG tidak melahirkan ataudilahirkan sebuah organisasi kebudayaan. Sebab yang pentingadalah pribadi atau individu pencipta budaya.

mengental.12 Pembahasan tentang konsep Humanisme Universal akan ditempatkandi bagian bawah.13 Toer, Pramoedya Ananta, 1963, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia:Sebuah Tinjauan Sosial, Jakarta tidak diterbitkan.

Page 58: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 53 -

2. Mukadimah Lekra 195014: KeberhasilanRevolusi Prasyarat Dasar Kelahiran Kebu-dayaan Indonesia Baru

Sekarang kita masuk pada manifesto kebudayaan kedua,Mukadimah Lekra, yang juga diluncurkan pada tahun yangsama dengan SKG. Mukadimah Lekra adalah naskahproklamasi pendirian sebuah organisasi kebudayaan,Lembaga Kebudayaan Rakyat, 17 Agustus 1950, tepat limatahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Darinaskah inilah seluruh kerja-kerja kebudayaan Lekradilandaskan. Lekra didirikan oleh sekitar 15 orang yangmenyebut dirinya sebagai peminat dan pekerja kebudayaandi Jakarta. Pengurus awal yang kemudian menjadi anggotasekretariat pusat Lekra adalah A.S. Dharta, M.S. Ashar danHerman Arjuna sebagai sekretaris I, II dan III. Dengananggota: Henk Ngantung, Njoto dan Joebaar Ajoeb.

Mukadimah ini dibuka dengan pernyataan yang sangat keras,bahwa “Revolusi Agustus 1945 telah gagal!” Revolusi Agustusdiyakini Lekra sebagai revolusi seluruh rakyat Indonesiadalam mencapai kemerdekaan total dari penjajahan, secarapolitis, ekonomi dan kultural. Dalam perjalanan lima tahunsetelah proklamasi 17 Agustus 1945, kelanjutan revolusi In-donesia dianggap gagal. Perjuangan rakyat dalammenuntaskan revolusi, diputus dan dihambat, diganti denganapa yang disebut dengan “perjuangan diplomasi”, perjuanganyang dianggap meniadakan perjuangan dan pengorbananrakyat selama revolusi Agustus 1945. Dalam laporannya padakongres pertamanya di Solo, Sekretaris Umum Lekra JoebaarAjoeb menyatakan:

Demikianlah, Lekra didirikan tepat 5 tahun sesudahRevolusi Agustus pecah, di saat revolusi tertahan olehrintangan hebat yang berujud persetujuan KMB, jadi, disaat garis revolusi sedang menurun. Lekra didirikan untukturut mencegah kemerosotan lebih lanjut garis revolusi,

14 Naskah lengkap lihat Lampiran 2.

Page 59: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 54 -

karena kita sadar, karena tugas ini bukan hanya tugaspolitisi, tetapi juga tugas pekerja-pekerja kebudayaan.Lekra didirikan untuk menghimpun kekuatan yang taatdan teguh mendukung revolusi.15

Yang dimaksud dengan “Perjuangan Diplomasi” adalah ketikaIndonesia mulai membuka ruang untuk meja perundingandengan Belanda. Hal ini dipandang sebagai langkah mundur,karena saat proklamasi pun tidak ada pendahuluanperundingan dengan Belanda. Artinya, kemerdekaan yangtelah direbut ini harus dipertahankan tanpa syarat. Sedangkanperundingan-perundingan yang ditempuh dalam“perjuangan diplomasi” justru memberi ruang pada Belandauntuk menuntut konsesi-konsesi. Dimulai dengan Maklumat1 November 1945 yang hasilnya antara lain Indonesia akanmenanggung semua hutang yang dibuat Belanda sejaksebelum masuknya Jepang, Indonesia mengembalikanseluruh perusahaan asing yang ada pada pemiliknya danmenyediakan sumber-sumber kekayaan alam untukdieksploitasi negara lain, khusunya Belanda dan AmerikaSerikat. Perundingan Linggarjati 25 Maret 1947 yangmenyusul kemudian, malah menjadi pelaksanaan dari mani-festo politik 1 November ditambah dengan daerah Republikyang diakui hanyalah Jawa, Madura dan Sumatera. Terakhir, puncaknya adalah Konprensi Meja Bundar (KMB) 2 No-vember 1949, di mana Indonesia menerima bentuk negarafederal.16

Kesibukan-kesibukan diplomatik ini dipandang Lekra sebagaisuatu “pengkhianatan” terhadap pertempuran-pertempuranyang terus berkobar di lapisan bawah. Ia mengkhianatiperjuangan rakyat dalam menuntaskan revolusi denganmengambil alih kepemimpinan dan membawanya ke meja

15 Joebaar, Ajoeb, 1959, “Perkembangan Kebudayaan Indonesia SejakAgustus 1945 Dan Tempat Serta Peranan Lekra Di Dalamnya” dalamDokumen Kongres Nasional I Lekra, Bagian Penerbitan Lekra, 1959. hlm.15.16 Pembahasan lebih lengkap lihat, M.R. Siregar, 1995.

Page 60: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 55 -

perundingan. Karena itu Revolusi Agustus 1945 dianggapgagal. Tugas para pekerja budaya jugalah untukmengembalikan kepemimpinan revolusi ke tangan rakyatdengan menegakkan asas seni untuk rakyat dan ilmu untukrakyat. (Ajoeb 1959b, 16)

Tiga paragraf awal Mukadimah Lekra berbicara tentangkegagalan Revolusi Agustus 1945 beserta konsekuensi-konsekuensinya. Kegagalan Revolusi Agustus akan mebawakembali kolonialisme dalam wujud kebudayaan feodal danimperialis. Kebudayaan yang selama ini telah membuat rakyatIndonesia bodoh, berjiwa pengecut dan penakut, berwataklemah dan merasa hina-rendah, serta merasa tidak mampumelakukan apa pun. Lekra melihat setelah lima tahunproklamasi kemerdekaan, secara mental kultural rakyat In-donesia belumlah merdeka. Dengan kondisi mentalmasyarakat yang masih “setengah kolonial/jajahan” dan“setengah feodal” yang masih diterus-praktekkan oleh elit-elit politik/penguasa dan sisa-sisa mesin birokrasi di masakolonial, maka kemerdekaan itu belumlah penuh. Revolusiharuslah dituntaskan dengan menghancurkan budaya feodaldan kolonial dan menggantinya dengan kebudayaan yangdemokratis dan kerakyatan.

Paragraf selanjutnya adalah pemaparan kondisi masyarakatIndonesia yang didefinisikan sebagai masyarakat setengahjajahan, walau secara politis kemerdekaan telah dinyatakan.Kondisi sebagai masyarakat setengah jajahan ini terusberusaha dipertahankan oleh elit kelas penguasa yang telahmerasakan kenikmatan dan kemewahan di masa kolonial,dengan terus memelihara feodalisme dan bersekutu denganimperialisme. Hancurnya kolonialisme di dunia bukan berartiancaman penjajahan selesai. Karena negara-negara imperialisakan tetap terus berusaha kembali dengan bentuk-bentukpenjajahan baru. Untuk menghancurkan kebudayaan feodaldan imperialis, sebagai solusi diperlukan sebuah gerakankebudayaan rakyat yang demokratis. Karena itulah mereka

Page 61: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 56 -

bergabung dalam sebuah Lembaga Kebudayaan Rakyat danmenyediakan diri sebagai pekerja budaya untuk menghalaukebudayaan kolonial, untuk mempertahankan danmembangun kebudayaan rakyat.

Dalam mempertahankan dan membangun kebudayaanrakyat ini Lekra merumuskan “Konsepsi Kebudayaan Rak-yat,” sebagai landasan gerak organisasi. Konsepsi yangmerupakan uraian lebih detil dari Mukadimah ini terbagimenjadi enam bagian:

Bagian pertama menjelaskan tentang dasar kebudayaan, yaitukesenian, ilmu dan industri. Dalam masyarakat setengahjajahan, ketiga dasar tersebut masih dikuasai oleh kalanganelit penguasa. Maka tugas dari pekerja budaya yang bergabungdalam Lekra adalah mendemokratiskan kesenian, ilmu danindustri, mengembalikannya kepada rakyat agar bisa meratadinikmati bersama.

Bagian kedua tentang demokratisasi seni, ilmu dan industriyang hanya bisa dicapai lewat jalan revolusi demokrasi rakyat.Demokratisasi tersebut akan membawa Rakyat Indonesiapada sebuah Republik Demokrasi Rakyat, di mana kebebasanrakyat, secara individual dan nasional untuk berkembangmendapatkan jaminannya.

Bagian tiga, adalah penegasan bahwa yang dimaksud denganrakyat adalah kelas buruh dan tani, sebagai kekuatan utamadari perjuangan rakyat dan golongan mayoritas dari rakyatIndonesia. Karena itu kebudayaan rakyat harus berfungsi,lewat pendidikan massa, sebagai pendorong yang selalumengalirkan kesegaran jiwa dalam perjuangan menghan-curkan feodalisme dan imperialisme, yang selama ini telahmenindas kelas buruh dan tani.

Bagian empat berisi lima faktor yang merugikanperkembangan kebudayaan rakyat, karenanya harus ditolak:tidak adanya kesadaran kesatuan antara perjuangan buruh-tani dan perjuangan kebudayaan, pengaruh dari kebudayaan

Page 62: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 57 -

borjuis, sampai kurang terlibatnya golongan intelektual danpemuda dalam gerakan buruh dan tani.

Bagian lima dari konsepsi kebudayaan rakyat mukadimahlekra ini cukup menarik. Karena secara substansialmenyerukan hal yang sama dengan apa yang disuarakan olehSKG. Sikap terhadap kebudayaan asing dan kebudayaan kunoyang harus tetap kritis, dan “tidak akan menjiplak secaramembudak,” mengambil unsur-unsur yang progresif danmeneruskan tradisi yang dapat meninggikan tingkatkebudayan Indonesia.

Bagian keenam adalah langkah-langkah strategis organisa-sional Lekra dalam mewujudkan seluruh cita-citanya, yaitudengan bergabung bersama gerakan massa, memahami kulturmassa dan menjadikannya senjata untuk melawankebudayaan imperialis. Bagian ini ditutup dengan penegasanulang tentang pentingnya sebuah lembaga kebudayaan rakyat,sambil mengajak semua golongan yang progresif dan patriotisuntuk bergabung.

Membaca Mukadimah Lekra beserta penjelasan KonsepsiKebudayaan Rakyat-nya tertangkap semangat pembaruandan perjuangan untuk menuntaskan revolusi yang sudahdimulai. Bahasanya lugas, jelas, sederhana dan penuh dayadorong. Mukadimah ini merupakan pemadatan dari berbagaijawaban atas masalah-masalah yang sedang dihadapimasyarakat Indonesia, khususnya di wilayah kebudayaan,pada masa itu. Dengan cepat akan dimengerti apa yang harussegera dilakukan, apa saja penghalangnya dan kebudayaanmacam apa yang harus dilawan dan dihancurkan.

Hal ini bisa dipahami karena Mukadimah ini diluncurkanoleh sebuah organisasi kebudayaan. Dia dijadikan landasandari seluruh gerak organisasi dan menjadi inspirasi dari setiapindividu yang bergabung di dalamnya.. Karena itu didalamnya dipertegas pandangan tentang kondisi sosial politisdan ekonomi dari masyarakat, bangsa dan negara di manadia tumbuh: “Adalah kepastian bahwa dengan gagalnya

Page 63: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 58 -

Revolusi Agustus 1945, rakyat Indonesia suatu bahaya…”Berdasarkan pandangan tersebut ditentukan sikap sebagaipekerja kebudayan: “maka kami yang bersedia menjadipekerja kebudayaan rakyat mempunyai kewajiban mutlakmenghalau kebudayaan kolonial dan mempertahankankebudayaan rakyat.” Dan akhirnya langkah-langkahperjuangan direncanakan: “…menyelidiki masalah kultuur,serta menguasainya selaku pekerja kebudayaan rakyat, untukdijadikan senjata perjuangan anti imperialisme.”

Dua Kertas Kebudayaan di “Zaman Roman-tik”17 Sejarah Indonesia

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, tahun 1950-an adalahtahun-tahun yang penuh dengan harapan, bahkan dalamkeadaan tertentu bisa dikatakan penuh dengan “mimpi-mimpi”.. Memasuki tahun 1950, seluruh rakyat Indonesiabersatu dalam keyakinan bahwa pengakuan kedaulatan secarainternasional dalam KMB 1949, akan membawa ke cita-citayang selama ini diperjuangkan lewat revolusi fisik. Kinisaatnya mewujudkan harapan dan cita-cita yang selama initelah dibangun bersama, saatnya mewujudkan segala“pengandaian kalau Indonesia merdeka” menjadi kenyataan.Harapan dan kegairahan ini mewujud dalam ratusan partaiyang muncul di bidang politik. Di lapangan kebudayaan ,ini ditandai dengan munculnya dua kertas kebudayaan, SKGdan Mukadimah Lekra 1950.

Dua dokumen penting kebudayaan di atas muncul padatahun yang sama. Mereka lahir dari semangat jaman yangsama. Perbedaannnya adalah, Mukadimah Lekra diwujudkansecara kongkrit dalam bentuk organisasi sebagai praktek dari

17 Istilah romantik disini mengacu pada era romantisisme yang munculdi Eropa pada akhir abad ke 18. Sebuah gelombang reaksi dari zamanpencerahan yang dianggap terlalu memberi tekanan pada rasio sehinggakering, dingin dan kaku. Romantisisme berupaya mengedepankan hal-hal yang lebih emosional, keunikan individu, hasrat akan kebebasan.Dalam arti inilah istilah romantisisme dipakai dalam bagian ini.

Page 64: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 59 -

apa yang disampaikan dan dicita-citakan. Sedangkan SKGmenempatkan diri pada tingkat pernyataan, denganmemberikan ruang interpretasi pada siapapun, menyerahkanpada masing-masing individu untuk mempraktekkannyamenurut interpretasinya masing-masing. Namun keduakertas kebudayaan itu lahir dari alam pemikiran yang sama,alam pemikiran kebudayaan yang terkenal dengan sebutan“Angkatan 45”.18 Sebuah istilah yang merujuk pada polastandar seluruh gerak kehidupan dalam masa RevolusiNasional 1945-1949. Istilah ini mengandung unsuremosional yang sangat kuat dalam keterlibatan dan partisipasisemangat perjuangan yang melahirkan bangsa Indonesiabeserta harapan tentang drama, kegairahan dan janji-janjirevolusi.

Membawa topik Angkatan 45 dalam pembahasan sejarahkebudayaan modern Indonesia, kita tidak bisa lepas dari namaChairil Anwar. Sosoknya melegenda menjadi tampilan (yangsemakin) sempurna mewakili seluruh keberadaan Angkatan45. Dan memang demikianlah yang ditumbuhkan selamaini. Chairil Anwar beserta keliaran, internasionalisme danindividualismenya dijadikan semangat utama Angkatan 45.

Pengkajian lebih dalam tentang konteks historis Angkatan45, membuat segala image yang dibangun tentangnya bisajadi menyesatkan. Produksi kebudayaan yang dikategorikanpada angkatan ini, dengan wakil utamanya Chairil Anwar,dan segala keterkaitannya dengan semangat revolusipembebasan bangsa, sebenarnya adalah peleburan senimodernis dan kesusasteraan Eropa ke dalam budaya Indo-

18 Tentang angkatan ini, kemudian menimbulkan banyak masalah. Mulaidari masalah teknis periodisasi sampai perdebatan seputar ide atausemangat apa yang dibawa oleh angkatan 45, dan tentang apa sebenarnyakonsep pandangan dunia yang dibawa oleh angkatan ini. Padaperkembangan selanjutnya kalangan sastrawan Lekra malahanmelontarkan kritik yang sangat tajam terhadap Angkatan 45 denganChairil Anwarnya. Lihat misalnya tulisan Siregar, Bakri 1965, “CatatanMenilai Chairil Anwar”, Harian Rakyat, 15-16 Mei 1965.

Page 65: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 60 -

nesia.19 Lebih tegas dikatakan bahwa Chairil Anwar danteman-teman sejamannya sebenarnya lebih dan telah memilihjalan Barat dan menganggap pengaruh budaya Barat yanguniversal itu sebagai cita-cita kemanusiaan universal, daripadaberkutat pada pembangunan identitas nasionalisme bagi In-donesia muda. (Sastrowardoyo 1997, 24)

Pokok ini menjadi penting untuk dibicarakan sedikit lebihjauh karena posisi sentral Chairil Anwar sebagai representasidari Angkatan 45. Kalau dua kertas kebudayaan di atas lahirdari angkatan ini, yang (sekali lagi) direpresentasikan olehChiril Anwar, maka pembahasan bagaimana sosok ChairilAnwar dipahami dari sisi para penggagas SKG dan dari sisipara aktivis Lekra menjadi penting. Dari pandangan merekaterhadap Chairil Anwar, sikap masing-masing kelompokterhadap situasi jamannya bisa dilihat. Berdasarkan sikap ini,jawaban terhadap berbagai masalah yang tengah dihadapisaat itu dilandaskan.

Akhir dari Angkatan Pujangga Baru20 ditandai denganterbitan terakhir majalah kebudayaan dan kesusasteraandengan nama yang sama pada Januari-Februari 1942. Setelahitu, dimulailah cara penulisan baru yang kemudian menjadiberpengaruh dalam perkembangan kesusasteraan nasionalIndonesia segera setelah perang berakhir.21 Saat inilah sosok19 Penjelasan lebih lengkap tentang akar historis Angkatan 45, khususnyadalam kesusasteraan bisa dilihat dalam: Keith Foulcher, 1994.20 Nama Pujangga Baru, selain jadi nama majalah yang terbit sejak 1933,juga dipakai sebagai nama angkatan yang menggambarkan gaya khassastera yang juga merupakan ciri majalah ini. Sering dihubungkan denganperjuangan kaum intelektual nasionalis Indonesia dalam usahanyamenjelaskan “Indonesia” sebagai kesatuan budaya, juga harus disebutsebagai perlawanan terhadap institusi kebudayaan bentukan kolonialBelanda: Balai Pustaka. Penjelasan lebih lanjut lihat dalam: Foulcher,Keith, 1991, Pujangga Baru: Kesusasteraan dan Nasionalisme di Indonesia1933-1942, Jakarta, Girimukti Pasaka.21 HB Jassin sebenarnya menyelipkan satu periode khusus setelah masaPujangga Baru dan sebelum Angkatan 45, lebih jauh lihat Jassin, HB,1954, Kesusasteraan Indonesia di Masa Jepang, Jakarta Gunung Agung.

Page 66: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 61 -

Chairil Anwar muncul, sebagai pelopor kesusasteraan baruyang menjadi model dominan setelah tahun 1945. Chairildianggap membawa semangat modern pada kesusasteraanIndonesia dan kebudayaan pada umumnya. Semangat yangkemudian diperkenalkan sebagai “Humanisme Universal.”Kalau Chairil dianggap membawa semangat ini di wilayahkebudayaan, maka penelusuran tentang konsep ini bisadilacak lewat apa yang disebut sebagai “lingkaran Sjahrir,”ke mana Chairil Anwar lari dari ketidakbahagiaan kehidupanpernikahan ibunya di Medan tahun 1942.

John Legge memberikan gambaran jelas tentang watakbudaya intelektual yang tumbuh di sekitar Sjahrir sejakkepulangannya dari pengasingan di Banda Neira.Nasionalisme yang berkembang pada kelompok ini bersandarpada konsep sosial-demokratis, lengkap dengan pemikiransosial, politik dan kulturalnya. Dalam pamflet yang ditulisnya,Sjahrir selain menegaskan sikapnya yang anti-fasis dan antikomunis, juga menjelaskan garis sosialisme yang dianut dandikembangkannya di Indonesia, yakni bersandar padapenafsiran Marxisme yang longgar terhadap hakekat logikakolonialisme dan imperialisme.22 Dari sinilah bisa dimengertimengapa Chairil dan kelompok senimannya mau menerimabantuan finansial dari Belanda untuk menerbitkan majalahbudaya Gema Suasana pada awal 1948.23

Namun besar kecilnya pengaruh konvensi Pujangga Baru dalam produksikesenian dan sastra pada masa ini, belum dibuktikan dengan penelitiankhusus. Sedangkan kakhasannya pun belum tampak secara khusus.22 Sjahrir, Sutan, 1945, Perdjoeangan Kita, Jakarta, Pertjetakan RepoebliekIndonesia.23 Keputusan untuk menerima bantuan finansial dari Belanda tersebutkemudian menjadi catatan hitam kelompok ini. Apalagi situasi secaraumum adalah seluruh potensi bangsa berkonfrontasi total dengan Belandasetelah agresinya yang pertama tahun 1947. Memang kemudian ChairilAnwar dan beberapa kawannya pindah ke Gelanggang, suplemen budayadari mingguan yang berorientasi ke Sjahrir, Siasat. Skandal ini pernahditulis oleh HB Jassin sendiri. Lihat: Jassin, HB, 1962, “HumanismeUniversal”, dalam Kesusasteraan Indonesia dalam Kritik dan Esai II, Jakarta,

Page 67: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 62 -

Dari salah satu surat-suratnya dari penjara yang dikumpulkanLegge, Sjahrir menyatakan sikap yang “penuh dengananggapan yang meremehkan keterbelakangan masyarakatIndonesia”:

Kami, para intelektual merasa lebih dekat dengan Eropadan Amerika ketimbang dengan Borobudur atauMahabharata, ataupun dengan budaya Islam yang primitifdi Jawa dan Sumatra. Mana yang menjadi landasan kami,Barat ataukah dasar-dasar budaya feodal yang hingga kinimasih terdapat dalam masyarakat Timur kita?”24

Berangkat dari sikap di atas, maka sikap kebudayaan yangmuncul dalam SKG terasa lebih berwarna internasionaldengan memilih “Kami adalah ahli waris yang sah darikebudayaan dunia…” sebagai kalimat pembuka. Sajak-sajakChairil, terutama yang ditulis setelah masa perangkemerdekaan, penuh dengan kebaruan dan semangatinternasional (Eropa), baik dari segi bentuk maupun darisemangat yang dibawa lewat isi. Kebaruan ini menurut KeithFoulcher bisa ditelusuri sumbernya pada simbolisme Perancis.Chairillah orang pertama yang mereproduksi gagasan Eropatentang Modern ke dalam sastra bahasa Indonesia. Beberapanada meratapi diri sendiri, peote maudit, muncul dominandalam karya-karya Chairil. (Foulcher 1991, 16)

Dari atmosfir kehidupan kultural dan intelektual yangmengacu pada Barat-lah orang-orang pencetus SKG berasal.Ketika kemerdekaan sudah teraih, mereka mengambilloncatan sikap yang bisa saja dilihat sebagai pengkhianatan,dengan mencoba menjaga sikap anti kolonial (Barat) agartidak jatuh pada sikap xenophobia. Sebab menurut kelompokini, Indonesia muda yang berusaha membangun

Gunung Agung hlm. 30-33. Tetapi tanpa penjelasan esai ini menghilangdalam edisi revisi tahun 1985.24 Legge, John, 1966, Intellectuals and Nationalism in Indonesia: A Studyof the Following Recruited by Sutan Sjahrir in Occupation Jakarta, Ithaca:Cornell Modern Indonesia Project hlm. 32-33.

Page 68: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 63 -

kebudayaannya setelah merdeka tidak bisa mengingkaripencapaian-pencapaian kultural Barat. Mereka berusahamendefinisikan dan memikirkan suatu cara unutk mengatasiantipati pada motif-motif politik dan budaya kolonialBelanda, ditambah dengan kecurigaan mereka sendiriterhadap nasionalisme radikal yang juga tumbuh. Sikap iniseturut dengan pendapat Sutan Takdir dalam wawancaratahun 1948 yang menyatakan bahwa sebaiknya Indonesiameneruskan kerja sama dengan Belanda, sebab dengan bahasaBelanda orang Indonesia mempunyai peluang untukmemahami karya ilmiah terpenting yang pernah dibuat olehpara ilmuwan Belanda tentang Indonesia sendiri. (Foulcher1994, ) Ida Nasution, redaksi pada Gema Suasana yangbersama Chairil kemudian juga pindah ke Gelanggang,menyatakan hal yang sama dalam essainya:

Dan sekarang dalam suasana kemerdekaan, hal yang pal-ing penting adalah membebaskan diri dari dogma-dogmauntuk mencapai suatu tingkat pemahaman lebih luastentang perkembangan pemikiran internasional.25

Kerangka “internasional” ini meletakkan tanggung jawabpenuh integritas seniman/ intelektual secara individualsebagai “pembangun budaya”.. Nasionalisme budaya di siniditolak karena dianggap bisa mengaburkan tanggung jawabindividual. Karena yang dicari adalah keaslian, kejujuran, danorisinalitas, maka yang dibutuhkan adalah suatu tanggungjawab pribadi, bukan tanggungjawab bersama secara nasional.

SKG sebagai penerus pikiran-pikiran Sutan Takdir di tahun1930 dalam Polemik Kebudayaan,26 juga dinyatakan olehSubagyo Sastrowardoyo. Dalam polemik itu Takdirmenyatakan bahwa pekerjaan Indonesia muda bukanlahmerestorasi Borobudur atau Prambanan dan bahwa

25 Nasution, Ida, 1948, “Kesenian Angkatan Muda Indonesia” dalamGema Suasana, No. 5, Mei 1948.26 Mihardja, Achdiat K., [ed.], Polemik Kebudayan, Perguruan Kem. P.P.dan K., Jakarta 1954.

Page 69: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 64 -

penciptaan kebudayaan tidak perlu sedikitpunmemperdulikan kebudayaan nenek moyang dahulu.Pernyataan ini cocok dengan SKG:, “…kalau kami bicaratentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepadamelaplap kebudayaan lama”. Kesesuaian yang sama juga bisadilihat ketika SKG menyatakan bahwa “Revolusi bagi kamiialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yangharus dihancurkan” dengan saran Takdir agar menarik garisyang tegas antara Zaman Pra Indonesia dan Zaman Indone-sia.

Sementara itu sikap kalangan Lekra terhadap Chairil danAngkatan 45 secara keseluruhan lebih beragam, mulai dariAS Dharta yang menyatakan bahwa angkatan 45 sudahmampus sampai penerimaan Chairil sebagai bagian dariAngkatan 45, dari mana Lekra juga berasal. Pada dasarnyasecara organisasional Lekra tidak mengeluarkan sikapresminya tentang Chairil atau Angkatan 45 secara umum.Jadi sikap yang muncul dari kalangan mereka ini haruslahdianggap sebagai sikap orang perorangan.27 Kritik utamamereka terhadap Chairil adalah sikap individualis dananarkisnya. Mereka menyayangkan vitalitas yang dibawaChairil terlalu banyak disalurkan untuk melulumengeksplorasi permenungan-permenungan individual.Mereka menyayangkan Revolusi sebagai perjuangan kolektiftidak terdapat dalam karya-karya Chairil.

Walau demikian orang seperti Joebaar Ajoeb, sekretaris umumLekra, masih bisa menerima Chairil sebagai seorangrevolusioner. Dia malah menyalahkan mereka yang melihatChairil sebagai melulu individualis. Bagi Ajoeb puisi-puisiChairil tetap bersikap, memihak terhadap revolusi walaupenuh dengan pertentangan, drama dan romantisme. (Ajoeb1990, 29) Unsur revolusi ini juga diterima oleh Bakri Siregar,27 Joebar Ajoeb merasa perlu untuk secara khusus mengungkapkan hlm.ini, menyikapi bagaimana serangan pribadi-pribadi Lekra dahulu terhadapChairil Anwar dijadikan amunisi balik ketika Lekra secara politis sudahterpojok. Lihat Ajoeb 1990, hlm. 20.

Page 70: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 65 -

kritikus sastra terkemuka dari Lekra, namun dia memilahnyadalam puisi-puisi tertentu seperti, “Kerawang Bekasi,”“Diponegoro,” “Persetujuan dengan Bung Karno.” Namunsecara keseluruhan, Bakri menolak menyebut Chairil sebgaiseorang revolusioner. Menurutnya

vitalitas yang begitu dahsyat dalam diri Chairil hanyadicurahkan pada perjuangan individual. Bakri justrumenyebutnya sebagai kesombongan yang berlebihan. (Siregar1965)

Terlepas dari semua di atas, semua pihak menerima peranbesar Chairil Anwar dalam revolusi bentuk dalamkesusasteraan modern Indonesia. Dia adalah tonggak keduaPuisi Indonesia setelah Amir Hamzah. Dalam essai yang samadengan di atas, Bakri malah menyebut Chairil sebagai orangyang membuat bahasa Indonesia menjadi lebih kuat.Chairillah orang pertama yang membuka kemungkinan-kemungkinan baru pemakaian bahasa Indonesia, sehinggamenjadi lebih kaya dan berisi. Chairil Anwar mempunyaijasa besar dalam perkembangan bahasa Indonesia sendiri.Semua pihak mengakui kemampuan Chairil untukmengungkapkan metafora dan kemenduaan yang berasal darikejenuhan bahasa sehari-hari, lisan maupun tulisan. Diamampu mengkomunikasikannya dengan gaya yang ceplas-ceplos, sebagaiamana ungkapan murni seorang perintis.Chairil ikut membentuk bahasa Indonesia.

Dari situ, kita bisa melihat bahwa bahwa perdebatan antarakelompok SKG dan Lekra tentang Chairil Anwar tidaklahpada tataran yang sama. Pihak yang satu menerima Chairilsebagai pembaharu sastra Indonesia, dengan meneruskan sifatinternasionalismenya (yang kemudian diterjemahkan sebagaiuniversalisme) sebagai tahap lebih lanjut pembangunankebudayaan Indonesia setelah kemerdekaan tercapai.Sedangkan pihak yang lain “menuntut” sikap lebih tegas dariChairil terhadap keadaan sosial politis saat itu. Mereka tidakbisa menerima sikap Chairil sebagai individu yang dinilai

Page 71: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 66 -

terlalu bohemian, sebuah kemewahan di tengah usahamenuntaskan revolusi.

Perdebatan di dua tataran yang berbeda tentang ChairilAnwar tersebut sebenarnya merupakan refleksi dari perbedaanyang terdapat pada SKG dan Mukadimah Lekra. Kita melihatbahwa dua kertas kebudayaan ini lahir dari zaman yang sama,karenanya semangat yang dibawanyapun kurang lebih seiring,yaitu untuk membangun kebudayaan Indonesia baru.Perbedaan orientasi, visi dan pemikiran tentang kebudayaanmacam apa yang mau dibangun inilah yang membuat merekaseolah-olah berseberangan. Mengapa disebut “seolah-olah”?Karena tidak terjadi, atau lebih tepatnya belum sempat terjadieksplorasi lebih jauh tentangnya. Tidak ada diskusi,pertukaran pendapat, adu argumentasi untuk mempertahan-kan masing-masing posisi pemikiran secara konsisten.Pertentangan dan gejolak politik yang semakin memanasmendekati pertengahan tahun 1960-an menularkan atmosfiryang tidak kondusif pada wacana kebudayaan, sehinggapertarungan politik yang terjadi, merambah ke wilayahkebudayaan dalam arti yang negatif. Artinya dinamika politikyang mempunyai langgam dan logika berbeda dipaksakanke wilayah kebudayaan. Singkat kata, pertarungan politikyang terjadi mengambil wilayah kebudayaan.

Kelahiran institusi-institusi kebudayaan baru pada masa-masaini tidak murni atas tuntutan kondisi obyektif kebudayaan.Tapi lebih pada kebutuhan partai-partai politik yang merasaperlu mempunyai sayap budaya.28 Lekra dan kelompok SKGtidak masuk dalam kategori ini. SKG sudah ada sebelum

28 Bisa dicatat di sini lembaga seperti Lesbumi (Lembaga KebudayaanIslam) yang berafiliasi dengan partai politik Islam Nahdatul Ulama, LKIK(Lembaga Kebudayaan Indonesia Katolik) dengan Partai Katolik,LEKRINDO (Lembaga Kristen Indonesia) denngan Partai KristenIndonesia, dan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional) dengan PartaiNasional Indonesia. Brita Maklai mencatat kecenderungan partai untukmemebentuk sayap kebudayaan ini ternyata bersambut gayung dengankecenderungan seniman untuk mencari afiliasi partai, setelah melihat

Page 72: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 67 -

gejala ini muncul. Lekra seperti dinyatakan dalam kalimat-kalimat awal pembukaannya, didirikan untuk meneruskanrevolusi Agustus yang gagal ketika perjuangan berpindah kemeja-meja perundingan. Dengan Partai Komunis Indonesia(PKI), Lekra sama sekali tidak berhubungan secara formalorganisasional, sebagaimana selama ini secara kelirudipahami. Joebaar Ajoeb mengkonfirmasikan hal ini:

Kira-kira menjelang akhir tahun 1964, sebuah gagasanPKI disampaikan kepada sementara anggota PimpinanPusat Lekra. Gagasan itu menghendaki agar Lekradijadikan organisasi. Jika Lekra setuju pada gagasan yangpraktis berarti mem-PKI-kan Lekra maka hal itu akandiumumkan secara formal. Tapi Lekra telah menolakgagasan itu. Bukan tanpa alas an. Alasannya amat sehat,demokratis dan tentu saja demi kepentingannya sebagaiorganisasi kebudayaan yang tujuan-tujuannyadisimpulkan dalam “Mukadimah” organisasinya. Nyotoyang anggota Sekretariat Pusat Lekra adalah juga wakilketua II CC PKI, ikut serta dalam penolakan itu.29

Karena alasan di atas hanya dokumen kebudayaan yangberkaitan dengan keduanya yang dipilih untuk terus dibahas.Keduanya relatif bersih dari euphoria partai mendirikanlembaga kebudayaan yang marak di awal 1960-an, jadimereka, dalam arti yang sangat longgar bisa disebut kelompokkebudayaan yang genuine. Kedua kertas kebudayaan tersebutlahir sebagai jawaban dari sebuah proses perjalanankebudayaan tertentu. Walau kelompok yang dekat dengan

semakin banyak seniman yang bergabung dalam Lekra. Lihat, Mildouho-Maklai, Brital., 1998, Menguak Luka Masyarakat: Beberapa Aspek SeniRupa Indonesia sejak 1966, Jakarta, Jaringan Kerja Budaya, FSR IKJ,Gramedia Pustaka Utama, hlm. 22.29 Penolakan ini bukannya tanpa akibat. Acara “Konprensi Sastera danSeni PKI”, dimana orang-orang Lekra yang bukan anggota PKI tidakterlibat, terang-terangan menunjukkan bahwa Lekra dan PKI berbedadi bidang kebudayaan. Lihat Ajoeb 1990, hlm. 6 Dalam dokumen-dokumen resmi hasil kongres, konprensi dan rapat pimpinan pusat Lekrapun tidak ditemukan pembahasan tentang topik ini.

Page 73: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 68 -

SKG tidak menjadi organisasi formal seperti Lekra, minimaldari segi gagasan, mereka memiliki sejarah yang bisa dirujuk.

Mukadimah dan Manifes: Pertarungan Poli-tik di Wilayah Kebudayaan

Memasuki paruh pertama tahun 1960-an, Indonesia memulaibabakan Demokrasi Terpimpin. Keadaan politis dalam negerimasih jauh dari stabil setelah kegagalan pelaksanaandemokrasi parlementer dan demokrasi liberal. Pembangunanjauh dari memadai seturut dengan jatuh bangunnya kabinet.Belum lagi gerakan-gerakan separatisme yang terusmenggoyang negara kesatuan baru ini. Yang terakhir adalahpemberontakan PRRI/Permesta yang didukung oleh AmerikaSerikat dan Inggris, yang semakin menegaskan sikap Sukarnountuk melawan imperialisme dan menjadikan Indonesiasebagai salah satu pusatnya. Dalam demokrasi terpimpin,aktor-aktor politik terpenting adalah Presiden, Militer danPKI. Sedangkan PSI yang mempunyai banyak tokoh politikdan militer bersama Islam modernis secara politik tak berdayasetelah dinyatakan terlarang karena keterlibatannya dalampemberontakan PRRI/Permesta.

Di tengah kondisi carut marut ini, bagaimana dengankehidupan kebudayaan? Bagaimana gagasan-gagasan tentangkebudayaan Indonesia baru ini tumbuh? Di awal 1959, Lekraberhasil menyelenggarakan Kongres Nasional-nya yangpertama. Salah satu hasil terpentingnya adalah revisi terhadapMukadimah Lekra versi tahun 1950. Revisi ini menunjukkanperkembangan gagasan yang tumbuh di dalam Lekra,berkaitan dengan perubahan kondisi sosial politik jamannya.Manifes Kebudayaan lahir tepat di tengah puncakmemanasnya kondisi politis tanah air. Polarisasi kekuatan-kekuatan politik semakin keras antara Sukarno dan kekuatanNasakom berhadapan dengan Angkatan Darat dan kekuatanIslam modernis.

Page 74: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 69 -

3. Mukadimah Lekra 195930: KebudayaanIndonesia yang Nasional dan Kerakyatan

Mukadimah revisi ini sebenarnya sudah disusun padaKonprensi Nasional Pertama Lekra Juli 1955, namun barudisahkan dalam Kongres Nasional pertamanya tahun 1959di Solo. Mukadimah 1950 dianggap tidak lagi cocok lagidengan kondisi sosial politik jamannya. Dia tidak bisa lagimenjawab permasalahan-permasalah baru yang munculseturut dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Selainitu, Mukadimah 1950 yang hanya menjelaskan mengapaLekra didirikan, dianggap tidak mencukupi lagi karena Lekrasudah berkembang sedemikian rupa sehingga perlumerumuskan kembali pokok-pokok utama tujuan geraklangkahnya.

Sekretaris Umum Lekra baru, yang dipilih dalam KofrensiNasional 1955, Joebaar Ajoeb menyatakan dalam laporanumumnya bahwa faktor-faktor yang menghambatpertumbuhan kebudayaan rakyat seperti:

1. Tiadanya kesadaran, bahwa perjuangan rakyatterutama perjuangan buruh tani tidak mungkindipisahkan dari perjuangan kebudayaan.

2. Sentimen terhadap segala seusatu yang berhubungandengan kebudayaan sebagai akibat menyamaratakankultur rakyat dengan kultur borjuis.

3. Tidak adanya dorongan dari gerakan rakyat, terutamagerakan buruh dan tani untuk memperhatikanmasalah kultur.

4. Ketidakmampuan seniman rakyat sebagai pekerjakebudayaan rakyat untuk menarik garis kebudayaanrakyat dengan kebudayaan borjuis, meskipunkebudayaan rakyat sendiri memberikan bahan yangberlimpah-limpah.

5. Ketidakmampuan dari gerakan rakyat, terutamagerakan buruh tani dalam usaha menarik golongan

30 Naskah lengkap lihat Lampiran 3.

Page 75: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 70 -

inteligensia dan pelajar pemuda yang berpikiran majuke dalam barisannya.31

sudah bisa diatasi. Artinya, Lekra telah berhasil membawaperjuangan kebudayaan pada setiap sektor gerakan rakyat,sudah berhasil membangun wacana dan mengembangkankebudayaan rakyat dan berhasil menarik kalangan intelektualuntuk bergabung ke dalam gerakan kebudayaan rakyat.

Berangkat dari kenyataan itu Lekra melihat bahwa perjuangkebudayaan harus berpindah dari garda depan penghancurfaktor-faktor penghalang dan mempersiapkan kondisi yangmendukung pertumbuhan kebudayaan rakyat, dalam rangkabesar memperbaiki kegagalan revolusi Agustus 1945. Gerakankebudayaan harus menjadi bagian dari kepemimpinanrevolusi nasional, karena Lekra melihat bahwa revolusinasional haruslah juga merupakan revolusi kebudayaan.Dengan demikian perjuangan rakyat pun menjadi berubah:

…dari hanya yang bersifat materiil dan hanya memakaialat-alat yang materiil atau fisik, ia berubah menjadi jugabersifat kulturil dan juga memakai alat-alat kulturil. (Ajoeb1959b, 25)

Perubahan cara pandang dan titik berangkat ini pun segeratercermin dalam perubahan konsep tentang “rakyat”. Kalausebelumnya rakyat didefinisikan sebagai buruh dan tani dalamkonteks perjuangan kelas, dalam Mukadimah 1959 konseprakyat diperluas menjadi “semua golongan dalam masyarakatyang menentang penjajahan”.. Karena itu kalimat pembukaandalam Mukadimah ini menjadi, “Menyadari, bahwa rakyatadalah satu-satunya pencipta kebudayaan ….. maka padatanggal 17 Agustus 1950 didirikanlah Lembaga KebudayaanRakyat, disingkat Lekra.” Kalimat ini meyiratkan bahwaLekra adalah solusi dari pembangunan kebudayaan rakyatsecara keseluruhan, bukan hanya kelas buruh dan tani.

31 Ajoeb, Joebaar, 1959b, “Laporan Umum PP Lekra kepada KongresNasional I Lekra”, dalam Dokumen Kongres Nasional I Lekra, Jakarta,Bagian Penerbitan Lekra, hlm. 44-45.

Page 76: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 71 -

Secara umum Mukadimah 1959 ini lebih kurang kaitannyadengan politik secara langsung, mereka tidak secara tegasmenyebut kondisi sosial politik semisal “kegagalan revolusiAgustus akan memperbudak rakyat Indonesia di lapanganpolitik, ekonomi, militer dan kebudayaan” seperti yangterdapat dalam versi sebelumnya. Mukadimah 1959membuka ruang interpretasi lebih luas pada para pekerjabudaya yang bergabung di dalamnya untuk diterapkan dalampengambilan keputusan setiap hari di tataran praktisnya.Perkembangan situasi juga dilihat secara positif: “RevolusiAgustus adalah usaha pembebasan rakyat Indonesia daripenjajahan, peperangan penjajahan serta penindasan feodal.Hanya bila panggilan sejarah revolusi Agustus terlaksana….kebudayaan rakyat bisa berkembang bebas.”

Tuntutan kondisi-kondisi tertentu, beserta langkah-langkahyang harus diambil bagi perkembangan kebudayaan rakyatsebagaimana dinyatakan pada Mukadimah 1950, sudahdianggap selesai pada Mukadimah 1959. Kondisi itu dianggapsudah ada, sehingga langkah selanjutnya yang harus diambiladalah mengambil kepemimpinan pembangunankebudayaan nasional. Dalam rangka ini, maka pokok-pokokpembangunan kebudayaan nasional pun dipertegas.

Watak kerakyatan tentu saja masih terus dibawa, dengandefinisi “rakyat” yang diperluas seperti telah disinggung diatas. Rakyat ditempatkan sebagai pusat dan tujuan utamarevolusi Agustus yang akan diteruskan: “Revolusi Agustusmembuktikan, bahwa pahlawan dalam peristiwa bersejarahini, seperti halnya dalam seluruh sejarah bangsa ini, tidaklain adalah rakyat”.. Kemerdekaan, perdamaian dandemokrasi kemudian ditetapkan sebagai syarat bagiperkembangan bebas kebudayaan rakyat. Tiga prasyarattersebut, dengan penekanan pada demokrasi, diyakini sebagaihal yang universal. Karena itu Lekra juga “membantupergulatan untuk kemerdekaan tanah air dan perdamianbangsa-bangsa” Dengan demikian Lekra memasukkan

Page 77: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 72 -

perspektif internasionalisme dalam kesadaran kerakyatanyang dibangunnya.

Lekra menyatakan diri terbuka terhadap perkembangan dankemajuan jaman. Malah memasukkan tambahan:“memberikan bantuan aktif untuk memenangkan setiap yangbaru dan maju”. Warisan tradisi yang menjadi latar belakanghistoris kebudayaan Indonesia, diperlakukan sama denganhasil-hasil ciptaaan klasik dunia: “dipelajari denganseksama… dan dengan ini meneruskan secara kreatif tradisiagung dari sejarah bangsa kita, menuju penciptaankebudayaan baru yang nasional dan ilmiah”.

Ditambahkan pula secara khusus bahwa keragaman budayayang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus menjadi bahanyang tidak ada habis-habisnya dalam penciptaan-penciptaanbaru. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang selama ini danterus akan digarap oleh Lekra. Dari bagian mukadimah inilahJoebaar Ajoeb, dalam kongres nasional pertama Lekramengusulkan asas “Meluas dan Meninggi”:

Dengan usaha yang meluas ini sebagai landasan, Lekramendorong serta menyelenggarakan kegiatan yangmeninggi. Kegiatan meluas sebagai landasan kegiatan yangmeninggi, dan kegiatan meninggi sebagai pengangkatkegiatan yang meluas. (Ajoeb 1959b, 17)

Kegiatan meluas yang dimaksud adalah rekruitmen pekerja-pekerja kebudayaan baru, mendidik dan mengembangkanbakat-bakatnya. Bersamaan dengan itu Lekra juga mengajakintelektual dan seniman yang sudah terkemuka32 untuk terussenantiasa mempertinggi mutu artistik, keilmuan danidelogisnya. Lekra sebagai sebuah organisasi kebudayaanbekerja menyediakan seluruh kemungkinan, fasilitas-fasilitas,dan situasi yang kondusif untuk itu. Dengan demikian kerjapenyebaran gagasan-gagasan yang diperjuangkan Lekra, yaitukebudayaan berorientasi rakyat, nasional dan ilmiah, bisa32 Tokoh seperti Pramoedya Ananta Toer, baru belakangan bergabungdengan Lekra.

Page 78: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 73 -

berbarengan dengan eksplorasi dan pemahaman lebih dalamatas gagasan-gagasan tersebut.

Nyoto, salah satu Pimpinan Pusat Lekra, dalam pidatosambutannya atas laporan umum Sekretaris Umum JoebaarAjoeb, menambahkan lebih jauh bahwa perjuangankebudayaan juga harus mampu langsung menyentuh massarakyat pekerja. Karena itu para pekerja budaya harus terjunlangsung pada massa rakyat, masuk ke perkampungan-perkampungan buruh, ke desa-desa kaum tani untuk hidupdan bekerja bersama mereka sambil menyebarkan gagasan-gagasan kebudayaan rakyat.33 Ide ini kemudian dikenalsebagai prinsip kerja “Turun ke Bawah”.

Selanjutnya Nyoto mengangkat permasalahan hubunganantara perjuangan politik dan perjuangan kebudayaan. Nyotomenolak pemikiran yang menganggap bahwa kebudayaanharus bersih dari politik, bahwa seniman tidak bolehberpolitik karena akan menurunkan mutu artistik karya-karyanya. Baginya politik dan kebudayaan tidak dapatdipisahkan, dan belum dibuktikan bahwa seniman yangberpolitik akan merosot mutu “kesenimannya. Lebih tegaslagi Nyoto:

Politik tanpa kebudayaan masih bisa jalan, tetapikebudayaan tanpa politik tidak… Sekali lagi kawan,politik itu penting sekali. Jika kita menghindarinya, kitaakan digilas mati olehnya. Karena itu dalam hal apa pundan kapan sajapun, politik harus menuntun segalakegiatan kita: Politik adalah Panglima. (Njoto 1959, 56-57)

Usulan Nyoto dengan azas “Turun Ke Bawah”, sempatdipertanyakan kegunaannya, karena selama ini sebagiananggota Lekra sudah berada di “bawah”. Kemudian dijelaskanbahwa prinsip kerja “Turun ke Bawah” perlu dieksplisitkan

33 Nyoto, 1959, “Revolusi adalah Api Kembang”, Sambutan atas LaporanUmum dan Pandangan Para Utusan, dalam Dokumen Kongres Nasional ILekra, Jakarta, Bagian Penerbitan Lekra, hlm. 61.

Page 79: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 74 -

untuk menjamin seniman tetap satu dengan rakyat, pikirandan perasaan seniman satu dengan pikiran dan perasaanrakyat. Nyoto menambahkan bahwa metode “Turun keBawah” ini akan efektif kalau para pekerja budaya terusmembekali diri dengan ketulusan dan ilmu pengetahuan, dantidak sekalipun menjadikan rakyat sebagai obyek.

Azas “Politik Sebagai Panglima” yang muncul pertama kalidalam kongres, kemudian dibicarakan secara khusus dalamKonfernas Lekra Agustus 1960. Politik yang dimaksud adalahpolitik yang maju, kerakyatan dan revolusioner, untukmembedakan dengan politik yang kolot, anti kerakyatan danreaksioner.34 Lebih jauh lagi prinsip ini menuntut komitmenpolitik para anggota Lekra dalam setiap aktivitasnya secarakongkrit. Dengan disampaikannya pertama kali pada kongres,maka komitmen ini tidak hanya dituntut dari individuanggota Lekra pada setiap kerja kreatifnya, tapi juga dituntutdari Lekra sebagai organisasi.

Inilah pokok utama yang dibawakan secara simultan olehJoebaar Ajoeb sebagai Sekretaris Umum dan Nyoto sebagaisalah satu Pimpinan Pusat Lekra dalam Kongres NasionalLekra Pertama. Mereka berdua menyatakan bahwapembangunan kebudayaan Indonesia tergantung padaketerlibatan Lekra dalam setiap pengambilan keputusanpolitik di tingkat nasional. (Foulcher 1986, 107) Bahkansebelum disahkan secara resmi organisasional pada Konfernasyang dilakukan pada tiga tahun sesudah Kongres, prinsip-prinsip tersebut (Meluas dan Meninggi, Turun ke Bawah danterutama Politik sebagai Panglima) telah mewarnai setiapkegiatan Lekra. Kampanye politik nasional di bawahdemokrasi terpimpin yang dikampanyekan oleh pemerintah,selalu menjadi tema utama dan mendapat tempat langsungdi setiap aktivis kebudayaan Lekra.35

34 Ajoeb, Joebaar, 1960, “Manifesto Politik dan Kebudayaan: LaporanUmum”, dalam Pleno Agustus Pimpinan Pusat Lekra 1960, LaporanKebudayaan Rakyat II, Jakarta, Bagian Penerbitan Lekra, hlm. 22-24.

Page 80: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 75 -

Akhirnya, pada Konfernas Lekra 1962, ditetapkan perumusanpedoman gerak Lekra, yang terkenal dengan nama prinsip1-5-1:

Dengan Berlandaskan azas politik sebagai panglima,menjalankan 5 kombinasi, yaitu meluas dan meninggi,tinggi mutu ideologi dan tinggi mutu arstistik,memadukan tradisi yang baik dan kekinian yangrevolusioner, memadukan kreativitet individuil dankearifan massa, dan memadukan Realisme Sosialis danromantik revolusioner, melalui cara kerja turun kebawah.36

Lima kombinasi di atas kemudian dikenal sebagai “azas duatinggi”, dan merupakan pengembangan dari prinsip meluasdan meninggi. Ketika Joebar Ajoeb melansir asas dua tinggiini, tidak diberikan penjelasan secara khusus. Sebagai bagiandari laporan umumnya, setelah menyebutkan beberapa karyaseniman Lekra di bidang seni lukis, film, sastera dan puisi,37

dia memberikan penilaian dan menyimpulkan bahwa karya-karya itu telah menempuh jalan: “mengkombinasikan isi yangbaik dengan bentuk yang indah, mengkombinasikan mutuideologis yang tinggi dengan mutu artistik yang tinggi,mengkombinasikan tradisi yang baik dengan kesenian yangrevolusioner dan mengkombinasikan realisme revolusionerdengan romantik revolusioner.” (Ajoeb 1960, 23)

Rupanya dari penilaian itulah, disamping prinsip “meluasdan meninggi”, dirumuskan 2 prinsip yang lain - tinggi mutuideologi - tinggi mutu artistik dan memadukan tradisi yangbaik dengan kekinian yang revolusioner. Satu tambahanprinsip lagi diusulkan oleh Njoto, yaitu: mengkombinasikankearifan kolektif massa dengan kearifan individual si seniman.(Ajoeb 1960, 57) Lebih dari itu tidak ditemukan penjelasan

35 Bisa disebutkan di sini misalnya kampanye Lekra MengganyangMalaysia sebagai wujud kekuatan imperialis Inggris.36 “Kesimpulan atas Laporan Umum”, dalam Keputusan-KeputusanKonprensi Nasional I, Bali 1962, hlm. 165.

Page 81: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 76 -

atau pembahasan lebih jauh tentang tambahan 4 prinsiptersebut.

Yang menarik diperhatikan adalah masuknya dua istilah So-viet “Realisme Sosialis dan romantisme revolusioner”. Padahaldalam pembicaraan dan diskusi yang terjadi sejak kongrespertama tahun 1959, disusul Pleno PP Lekra tahun 1960sampai Konfernas I tahun 1962, dua istilah itu tidak menjaditopik pembahasan. Nyoto memang pernah menyinggungnama Chou Yang38 dalam pidato sambutannya di Kongres ILekra tahun 1959, namun tidak dalam konteks pembahasandua istilah tersebut. Nama Chou Yang di sini menjadipenting, karena Keith Foulcher menengarai bahwa rumusan1-5-1 ini merupakan pengaruh dari Cina. Menurutnya,kombinasi antara Realisme Sosialis dan romantismerevolusioner pertama kali dikemukakan oleh Mao Tse Tung,kemudian ditulis dan dipublikasikan pertama kali oleh ChouYang dalam Red Flag, edisi Juni 1958. (Foulcher 1986, 111)Sedangkan saat Nyoto menyinggung nama Chou Yang, iatidak menyebut tentang dua istilah itu. Artinya, RealismeSosialis tidak pernah dibahas, apalagi diterima dan disahkan,sebagai ideologi resmi Lekra.

Namun demikian, Realisme Sosialis kemudian ditempelkanbegitu saja sebagai ideologi Lekra. Penempelan ini tidakmelihat lebih detil bagaimana sebenarnya perkembangankonsep ini dalam tubuh Lekra.39 Sebuah kecerobohan ilmiah

37 Karya-karya yang disebut antara lain pameran seni lukis “OperasiGempa Langit” dan “Mawar Merah” di Jakarta dan Jawa Tengah, film“Holokuba” dan “Baja Membara”, karya sastera “Sekali Peristiwa diBanten Selatan” dan “Si Kabayan” dan puisi “Demokrasi”. Ajoeb 1960,hlm. 23.38 Dokumen Kongres Nasiinal I Lekra, Bagian Penerbitan Lekra, Jakarta,1959 hlm. 60.39 Seperti dalam buku Yahaya Ismail, Pertumbuhan, Perkembangan danKejatuhan Lekra di Indonesia: 1972, disebutkan bahwa Realisme yangdiadobsi Lekra adalah Realisme Sosialis seperti yang digariskan Stalin1930-1940.

Page 82: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 77 -

yang serius. Pertama, karena tidak mempedulikan bahwaRealisme Sosialis sendiri sebagai sebuah konsep sudah penuhdengan perdebatan. Mulai dari apakah Realisme Sosialis itukerangka kritik atau ideologi sastra, sampai pada masalahmendasar seperti hubungan seni dan realitas. Di Sovietsendiri, tempat pertama kali konsep ini diluncurkan,perdebatan tentang berbagai aspek Realisme Sosialis belumjuga selesai. Belum lagi kalau menghitung berapa banyakpemikir dan sastrawan di luar Soviet yang terus membahas,mengeksplorasi, dan kadang mendefinisikan konsep ini.Artinya sebagai sebuah pemikiran, Realisme Sosialis terushidup, berkembang seturut konteks jamannya. Jadi, tidakpernah ada pemahaman tunggal tentangnya.40

Kedua, penempelan ini juga tidak memperdulikan prasyaratutama tumbuhnya konsep ini di Indonesia, yaitu ketersediaanbahan bacaan tentangnya. Sampai tahun 1960, baru bukuNikolai Chernyshevski, Hubungan Seni dan Realitet, yangditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudianmenyusul buku Seni dan Kehidupan Sosial karanganPlekhanov. Buku lain dalam naskah asli karangan estetikusMarxis seperti Bertolt Brecht, Walter Benyamin, Georg.Lukacks, dan Ivan Gronski, hanya beredar di kalangan sangatterbatas. Dan jika dilihat tulisan-tulisan sejaman, sedikit sekalinampak hasil pergaulan dengan karya-karya tersebut.41

Karena inilah mengapa Joebaar Ajoeb menyatakan bahwapembahasan sejarah Realisme Sosialis di Indonesia telahdilepaskan dari konteksnya. Menurutnya, Realisme Sosialissebagai konsep penciptaan baru berhasil menggugah“keingintahuan” para sastrawan Lekra di tingkat nasional,

40 Pembahasan lebih jauh topik ini bisa dilihat di Jhonson, Pauline, MarxistAesthetics:The Foundations within Everyday Life for an EmancipatedConsciousness, London, Routledge & Kegan Paul, tanpa tahun terbit.;Zis, Avner, 1977, Foundations of Marxist Aesthetics, Moscow, ProgresPublisher, hlm. 262-282; Karyanto, Ibe, 1997, Realisme Sosialis GeorgLukacs, Jakarta, Jaringan Kerja Budaya dan Gramedia Pustaka Utama.41 Hilmar Farid, “Kata Pengantar”, dalam Karyanto 1997, hlm. xii.

Page 83: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 78 -

sehingga tulisan tentangnnya masih bertaraf “orientasi” danjauh dari “doktrin.”42 Sebagai Sekretaris Umum Lekra yangtahu betul kondisi organisasinya, Joebar tidak bisamembayangkan bagaimana repotnya membawa konsep inike kelompok-kelompok ludruk, ketoprak, lenong yangdiorganisir Lekra.

Selain Realisme Sosialis, azas “politik sebagai panglima” jugamenjadi kehebohan tersendiri. Penerimaan Lekra akan azasini dijadikan senjata utama serangan balik para penyerangLekra kemudian, setelah lembaga kebudayaan terbesar dalamsejarah Indonesia ini dihancurkan dalam segala arti yang bisadipikirkan manusia. Pada gilirannya, pertanggungjawabanmengapa pilihan itu yang diambil, tidak mendapatkantempat, selain sebagai argumentasi pelengkap dari kesalahanyang sudah dtetapkan sebelumnya. Artinya, seranganterhadap azas “politik sebagai panglima” didasarkan padapemahaman mereka yang tidak menyetujuinya, dan terutamadipisahkan dari konteks historis lahirnya pilihan untukmenerima azas “politik sebagai panglima”.

Seluruh kekacauan yang terjadi sebelum 1965, secarasimplistis dianggap sebagai akibat tersedotnya seluruh aspekkehidupan dalam politik (kekuasaan). Misalnyapembangunan yang tidak jalan serta merta disederhanakansebagai kesalahan politik yang membuat kabinet jatuh bangundan tidak sempat melaksanakan program-programnya. Kitatidak akan masuk pada topik ini, namun ilustrasi di atas maumenunjukkan bagaimana orang begitu antipati pada politiksetelah kejatuhan Orde Lama. Dan keputusan menjadikan“politik sebagai panglima” dalam azas gerak resmi Lekramenjadi sasaran empuk penyerang-penyerangnya. Azas inidianggap menundukkan kesenian dan kebudayan pada42 Ajoeb 1990, hlm. 35 Dalam kategori ini bisa dimasukkan misalnyaprasaran panjang Pramoedya Ananta Toer di FS UI tahun 1963 yangberjudul: “Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia”, atau tulisan JoebaarAjoeb sendiri, “Realisme Kita Dewasa ini, di ruang kebudayaan HarianRakyat, tahun 1955.

Page 84: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 79 -

umumnya di bawah kendali politik, mengotori supremasiseni dengan membawanya pada urusan tikung menelikungdalam dunia politik.

Joebaar Ajoeb dalam refleksinya yang dibuat lebih dari 25tahun sesudah peristiwa G/30/ S/1965 mencoba menjelaskankonteks permasalah mengapa Lekra sampai memilih “Politiksebagai Panglima”.. Pertama-tama Joebaar Ajoebmengklarifikasi bawa azas politik sebagai panglima bukanlahinstruksi atau keharusan dalam sebuah kreatif penciptaan,tradisi yang menurutnya tidak pernah dikembangkan dalamLekra. Kebebasan individu, walau dalam semangat dan gerakkolektif tetap mendapat tempat yang sangat layak dalamLekra. Seperti ditegaskan dalam Mukadimah Lekra: “terdapatkebebasan dalam perkembangan kepribadian berjuta-jutarakyat”.

Politik sebagai panglima disahkan dalam konprensi danditerima sebagai azas kerja kreatif (Ajoeb 1990, 9), bersamatuntutan lainnya yang tergabung dalam rumusan 1-5-1. Tidakpernah dibuatkan petunjuk resmi dan rinci mengenai halini. Para anggota bebas menginterpretasikan, memakai atautidak memakainya dalam kerja dan karya. Latar belakangdari semboyan ini adalah agar para anggota Lekra memilikipengetahuan politik yang memadai. Lalu mengapa perlusampai dijadikan semboyan resmi? Karena pada saat itu, ditengah tarik-menarik kekuatan politik yang semakinmemanas, ada semacam propaganda untuk menjauhkanseniman dari gelanggang politik, dalam arti yang seluasnyadengan slogan “Politik itu kotor dan seniman itu suci.” DanLekra menentang propaganda ini.

Kalau dibandingkan secara literer penjelasan Joebaar Ajoebdi atas, dengan kutipan pidato Nyoto saat kongres nasionalLekra tahun 1959, yang mengusulkan agar politik dijadikanpanglima, maka akan tertangkap kesan penghalusan. Dariyang gagah dan berapi-api menjadi kearifan mencari hikmat.Kunci perbedaannya adalah konteks, suasana dan semangat

Page 85: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 80 -

jamannya. Sedangkan substansinya tertinggal sama.Kalaupun bisa dibuktikan bahwa ada karya orang-orang Lekrayang lebih layak disebut pamflet politik, maka ini adalah soalinterpretasi. Yang, sekali lagi, tak bisa dilepaskan daripengaruh atmosfir jamannya. Suatu atmosfir di mana terjadimobilisasi politik besar-besaran, sehingga bahasa yangditerima pun menjadi sloganistik, bombastis dan membakarmassa. Walau tidak jarang malah menunjukkan kedangkalanpemahaman.

Dalam suasana seperti itulah, pada tanggal 17 Agustus 1963,16 orang penulis, tiga Pelukis dan seorang komponismenandatangani dan mengumumkan sebuah ManifestoKebudayaan, lewat harian Berita Republik 19 Oktober 1963dan majalah bulanan Sastra edisi September, halaman 27-29.

4. Manifes Kebudayaan43 sebagai Mani-festo Politik

Sejak pertama kali diumumkan Manifes Kebudayaan inimengundang reaksi yang luar biasa, baik yang setuju maupunyang menentangnya. Dia adalah kontroversi sejak titik awal.Namun yang menarik di sini adalah kontroversi itu tidakterjadi terutama pada “teks”-nya melainkan pada “konteks”-nya. Artinya tendensi politik manifesto ini sudah kental sejakdia lahir. Karena itu di bagian paling awal sebelum membahasisi dan gagasan dari Manikebu, Goenawan Mohamad sudahmenyatakan:

Dengan segera terlihat manifes itu–apa pun niat kamisemula untuk menyusun dan mengumumkan–tampilsebagai sebuah surat tantangan, atau, juga, sebuahundangan untuk pengganyangan (Mohamad 1993, 13)

Dukungan yang sempat terkumpul dari individu dan berbagaikelompok kebudayaan yang hampir semuanya non parti-

43 Naskah lengkap lihat Lampiran 4.

Page 86: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 81 -

san,44 serta keberhasilannya menyelenggarakan KKPI(Konprensi Karyawan Pengarang se-Indonesia) 1-7 Maret1964 atas dukungan militer (Jendral AH. Nasution danJendral Ahmad Yani),45 menjadi tidak ada artinya berhadapandengan serbuan para penentangnya seperti Lekra dan LKN.Pertarungan ini jelas tidak berimbang, karena institusi sepertiLekra pada saat itu adalah organisasi kebudayaan terbesardan sedang berada di puncak kejayaan dan kedekatannyadengan kekuasaan (pemerintah Soekarno).

Sampai pada akhirnya, 8 Mei 1964 Presiden Soekarnomenyatakan Manifesto Kebudayaan terlarang. Dalam naskahresmi pelarangannya, sekali terlihat bahwa alasan yang dipakaibukan terutama karena isi melainkan:

… karena Manifesto Politik Republik Indonesia sebagaipancaran Pancasila telah menjadi garis haluan Negara dantidak mungkin didampingi dengan manifesto lain, apalagikalau Manifesto lain itu menunjukkan sikap ragu-raguterhadap Revolusi dan memberi kesan berdiri disampingnya…46

Dalam naskah lengkap surat pelarangan tersebut tidakditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan“menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi”.Keberadaannya sebagai sebuah bentuk manifesto-lah yangmembuatnya dilarang, karena dianggap menyaingi “Mani-festo Politik” yang sudah ada. Dengan argumen ini ditegaskanbahwa Manikebu adalah sebuah “manifesto politik” lain, yang

44 Surat-surat dukungan ini diterbitkan dalam majalah Sastra No. 9/10,Th. III, 1963. Juga dikumpulkan dalam lampiran no. 12-21 dalam D.S.Moeljanto dan Taufik Ismail, ed., Prahara Budaya: Kilas Balik OffensifLekra/PKI I dkk, Republika dan Mizan, Bandung 1995.45 Frans M. Parera, 1986, “Seorang Cendekiawan sebagai Saksi Sejarah”,dalam Surat-Surat Politik Iwan Simatupang 1964-1966, Jakarta, LP3ES,hlm. xxxv. Soal hubungan kelompok ini dengan militer akan dibahassecara khusus di bawah.46 Dokumen Surat Keputusan Pelarangan Manifesto Kebudayaan, Antara,9 Mei 1964.

Page 87: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 82 -

menyaingi manifesto politik resmi pemerintah yang sudahada. Lekra sendiri, yang dianggap paling gencar menentangManikebu, tidak pernah mengusulkan pelaranganterhadapnya. Sidang Pimpinanan Pusat Lekra di Palembangyang dilakukan beberapa bulan sebelum pelarangan,memutuskan untuk menghadapi Manikebu di tataranwacana, dengan membongkar ide-idenya yang dianggap ab-surd. (Ajoeb 1990, 63)

Segera setelah pelarangan ini, sore harinya parapenandatangan Manifes ini berkumpul dan mengirimkansurat permintaan maaf kepada Presiden, yang dikirimkan duakali. Permintaan maaf ini bagi orang seperti GoenawanMohamad adalah sebuah penistaan diri. (Mohamad 1993,14). Tetapi bagi sebagian besar yang lain, permintaan maafini adalah sebuah usaha untuk menghindari serangan-serangan lebih jauh dari para penentang Manikebu.

Sedangkan kalau membaca langsung teks dari Manikebu ini,sulit mencari keberatan atasnya. Sebagai manifesto dia sangatsingkat dan bersifat seruan umum. Menimbang kondisi sosialpolitik Indonesia pada saat dia diumumkan, maka nadamanifesto ini penuh dengan pernyataan-pernyataan yanglonggar, netral, halus dan tidak berapi-api. Gagasan yangdiajukan bersifat sangat umum, seperti: “Bagi kamikebudayaan adalah perjuangan menyempurnakan kondisihidup manusia” atau pernyataan: “… kami berusahamencipta dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya…”

Sikap yang netral dan tidak berapi-api ini, pada saat yangsama bisa dilihat sebagai sebuah ketidaktegasan sikap. Denganpengaruh atmosfir politik tertentu sikap seperti ini bisadiartikan sebagai sebuah pengkhianatan. Yang terakhir inilahposisi yang diambil oleh para penyerang Manikebu. Apalagidalam penjelasan panjang yang menyertai Manifes inimenyediakan banyak pintu masuk serangan, karena rumusan-rumusan gagasan yang disampaikan terlalu longgar.

Page 88: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 83 -

Soal kelonggaran pemahaman ini juga diakui oleh GoenawanMohamad, salah satu penandatangan Manikebu.Menurutnya, 95% naskah manifes beserta penjelasannyatersebut disusun oleh Wiratmo Soekito, aktor dominan padakelompok ini. Sedangkan Wiratmo sendiri mempunyai rekorsebagai penulis yang nyaris tidak bisa dibaca karena sulitnyapengertian dan arus penalarannya. (Mohamad 1993, 14)

Bila dibaca dalam situasi dan atmosfir yang berbeda, hasilyang didapat bisa menjadi lain. Dan inilah yang akandilakukan di bawah ini.

Penjelasan Manifes dipilah menjadi 3 bagian. Bagian pertamamenerangkan bagaimana kebudayaan yang berfalsafahkanPancasila. Yaitu kebudayaan yang tidak hanya cukup“berwatak nasional” tapi juga harus tampil sebagaikepribadian nasional di tengah masyarakat bangsa-bangsa.Gagasan bahwa kebudayaan mempunyai nilai-nilai univer-sal sedikit mulai disinggung di sini, sambil mengingatkanbahwa bahaya terbesar yang mengancam kebudayaan justrudatang dari wilayah sendiri, yang didefinisikan sebagaikecederungan fetisy yang non kreatif, adalah pendewaaan yangberlebihan terhadap arus kebudayaan/kesenian tertentu.Kesenian revolusioner, yang menjadi wacana utama padamasa itu, mempunyai bahaya untuk masuk dalam fetisytersebut. Untuk menghindarinya, maka ruang kreatifitasharus dibuka selebar mungkin dengan pencarian bersumberpada diri sendiri. Kritik halus terhadap Lekra yang nasionalisdan revolusioner tersirat di sini. Juga penegasan yang samahalusnya dari apa yang sudah pernah dinyatakan dalam SKGtentang kreativitas dan integritas individu pencipta budaya/seni..

Bagian kedua secara terang mau menjelaskan apa yangdimaksud dengan Humanisme Universal, sekaligusmenyatakan bahwa mereka menganut paham ini.Humanisme universal yang mereka anut adalah yang“bukanlah semata-mata nasional, tetapi juga menghayati

Page 89: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 84 -

nilai-nilai universal, bukanlah semata-mata temporal, tetapijuga menghayati nilai-nilai eternal.” Dari bagian inilah or-ang lalu menarik hubungan kelompok Manikebu ini sebagaipenerus kelompok SKG. Dengan demikian, perseteruandengan kalangan Lekra segera menemukan rujukansejarahnya.

Yang menarik lagi adalah penjelasan selanjutnya yangmenyatakan bahwa Humanisme Universal ini tidakmengijinkan untuk acuh terhadap politik dan tidak toleranpada imperialisme dan kolonialisme. Mereka juga “menarikgaris pemisah secara tegas antara musuh-musuh dan sekutu-sekutu Revolusi…” Sikap tegas dengan pengungkapan yanghalus tentu saja sejalan dengan semangat jaman saat itu.Namun kalimat bersayap yang mengikutinya kemudian yangmenjadi masalah: “…dalam perlawanan kami terhadapmusuh-musuh kami itu, kami tetap berpegang teguh padakeyakinan dan pendirian bahwa sejahat-jahat manusia namunia masih memancarkan sinar cahaya ilahi”.. Kalimat longgarseperti itu menjadi bermasalah ketika mau ditatarkan padapraktek, misalnya untuk menjawab pertanyaan “bagaimanacara melawan musuh?”. Politikus semacam Aidit denganmudah membaliknya menjadi:

Menurut kaum manikebuis, sejelek-jelek manusia,misalnya Tengku Abdul Rahman (Perdana Menteri Ma-laysia-pen.) dan Lydon Jhonson (PM Inggris-pen.), masihbersinar ‘cahaya ilahi’ dalam dirinya. Oleh karena itu or-ang-orang semacam itu tidak perlu dimusuhi, malahanharus diselamatkan”47

Pernyataan Aidit ini tentu saja dengan mudahmembangkitkan sentiman negatif terhadap kelompokmanikebu, karena pada saat yang sama sedang gencar-gencarnya dikampanyekan “ganyang Malaysia” yang dianggap

47 Aidit, DN, 1964, Dengan Sastra dan Seni yang Berkepribadian NasionalMengabdi Buruh, Tani dan Prajurit, Jakarta, Jajasan Pembaruan, hlm.17.

Page 90: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 85 -

sebagai boneka imperialis Inggris di Asia Tenggara.

Sedangkan bagian terakhir adalah penjelasan tentangRealisme Sosialis, diletakkan dalam konteks “politisi danestetisi”. Di bagian ini, Hilmar Farid mencatat hal yangmenarik, bahwa justru mereka, kelompok yang tidak setujudengan Realisme Sosialis, yang pertama kali secara resmimerumuskan Realisme Sosialis di Indonesia.48 Dan di bagianinilah penjelasan itu. Dalam rumusan ini merekamembedakan antara Realisme Sosialis lanjutan pemikiran J.Stalin dan Realisme Sosialis yang berangkat dari pemikiranMaxim Gorki. Mereka beranggapan bahwa Stalin sudahtumbuh menjadi fetish, sehingga semua yang keluar darinyadimengerti sebagai dogma dalam kehidupan seni dan sastra.Mereka menolak Realisme Sosialis ini, karena ia memberidasar pada “paham politik di atas estetik…(yang) dilihat darisudut kebudayaan dan kesenian adalah utopia. SedangkanRealisme Sosialis Gorki bagi mereka sejalan dengan garismereka anut: “menempuh politik sastra universil”..Perumusan, pendefinisian yang mereka berikan di sini padasaat yang sama berarti pembakuan. Ini berarti keluar daritradisi perjalanan konsep Realisme Sosialis, yang tidak pernahberhenti berkembang.

Di bagian terakhir ini pula ketidaksetujuan mereka pada asas“politik sebagai panglima” diungkap. Walau mereka jugasetuju bahwa kehidupan kesenian tidak dapat lepas daripolitik, karena “Humanisme Universal janganlahmenyebabkan orang indifferent (acuh tak acuh) terhadapsemua aliran (politik)”, tapi menjadikannya sebagai panglimamenurut mereka mempunyai bahaya besar. Karena kalaupun“dilaksanakan dengan jujur hanya akan menghasilkanperasaan-perasaan kekecewaan, dan jikalau dilaksanakandengan tidak jujur akan dapat merupakan tipu muslihat kaumpolitisi yang ambisius”

48 Hilmar Farid, dalam Karyanto 1997, hlm. xv.

Page 91: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 86 -

Sayangnya pembahasan lebih jauh tentang isi teks Manikebudan perdebatan atasnya, ini tidak mendapatkan tempatselayaknya. Tempat ini justru diisi berbagai intrik di seputar(konteks) Manikebu sendiri. Usaha penjelasan tentanggagasan yang dibawa dalam manifesto oleh parapenandatangannya pun tidak maksimal. Pertama, karenamedia yang tersedia hampir tidak memberi tempat padamereka, karena media pada masa itu justru didominasi merekayang tidak setuju dengan manikebu. Pada masa ini, hampirsemua media massa utama mempunyai afiliasi, atau palingtidak kedekatan dengan kelompok politik tertentu. Sikapindependen non partisan yang dipilih kelompok manikebu,dengan sendirinya menutup ruang publik mereka sendiri dimedia massa.49 Kedua, karena sejak pertama kali diumumkanmanifesto kebudayaan ini sudah diterima sebagai manifestopolitik di wilayah kebudayaan, serangan, dan juga dukunganterhadapnya dilakukan secara politis, dan tidak menyentuhesensi gagasan yang coba dibawanya.50

Karena itu membandingkan argumen mereka yang setujudan mereka yang menolak Manifesto ini sebenarnya adalahsebuah kemustahilan, karena keduanya berada dalam tatarandan kategori yang tidak sama. Mereka yang setuju melihatnyasebagai usaha memberikan wacana lain di tengah dominasiLekra dengan wacana kebudayaan kerakyatannya, mencobamencari ruang yang lebih longgar untuk ekspresi seni yanglebih mandiri. Di tengah mendengungnya semboyan politiksebagai panglima, manikebu mencoba menyuarakankebebasan kreatif, kejujuran dalam mencipta dan terutama

49 Pada masa ini, hampir semua media massa utama mempunyai afiliasi,atau paling tidak kedekatan dengan kelompok politik tertentu. Sikapindependent non partisan yang dipilih kelompok manikebu, dengansendirinya menutup ruang publik mereka sendiri di media massa. Untukini perhatikan berita-berita media massa yang dikliping oleh Taufik Ismail,1995.50 Untuk ini bisa dilihat pada surat-surat dan guntingan koran yangdikumpulkan dalam Taufik Ismail, 1995, hlm. 239-412.

Page 92: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 87 -

adalah pencarian akan basis konseptual (dalam berkarya) ditengah mobilisasi politik yang intensif di masa awal 1960-an. (Mohamad 1993, 28)

Sedangkan mereka yang menolak, sejak awalnya memandangpengumuman manifes ini sebagai sebuah move politik diwilayah kebudayaan, sebuah proyeksi dari sebuahpertarungan politik. Tim riset yang dibentuk sendiri olehkelompok ini untuk menyelidiki apa saja keberatan pihakpenentang mereka, merumuskan tuduhan-tuduhan yangditujukan pada mereka:

1. Manifes adalah kontra revolusi, karena:A. anti atau memusuhi NasakomB. segan menggunakan kata dan konsepsi revolusioner dan

rakyatC. merupakan reaksi atas gagasan GanefoD. mengumandangkan freedom to be freeE. hendak menandingi Manipol2. Manifes adalah hipokrit, namun apa alasannya tidak

diterangkan. (Ismail 1995, 327)

Dari riset yang dilansir 15 April 1964 itu, kurang dari sebulansebelum Manikebu dilarang oleh Soekarno, tampak jelasbahwa keberatan dan tentangan yang diajukan semuanyapolitis. Tidak ada yang menyatakan keberatannya terhadapisi teks manifes itu sendiri. Jadi sebenarnya, isi dari teksManikebu tidak begitu dipedulikan, tapi apa dan siapa dibalikkemunculannyalah yang menjadi perhatian utama. Latarinilah yang akan kita bahas berikut, tentang hubungankelompok Manikebu dengan kekuatan politis yang saat itucukup dominan di belakang mereka: militer.

Kostradnya Kebudayaan51 : HubunganManikebu dan Militer

Kalau Soekarno dan PNI-nya memiliki Lembaga Kebudayaan

51 Judul ini diambil dari judul tulisan Wiratmo Soekito di Harian Merdekaedisi 23-10-1966. Dalam tulisan ini Wiratmo mensejajarkan perjuangan

Page 93: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 88 -

Nasional, kemudian PKI “memiliki” Lembaga KebudayaanRakyat, maka Militer memiliki kelompok ManifesKebudayaan. Demikianlah mungkin gambaran sederhanaranah kebudayaan Indonesia menjelang akhir paruh pertamatahun 1960-an, dalam konteks hubungan kebudayaan dan(kekuatan) politik (praktis).

Pada tahun-tahun itu, tiga kekuatan politik dominan yangsaling tarik menarik adalah Soekarno dengan dukunganpenuh PNI, kemudian militer dalam hal ini Angkatan Darat,dan PKI sebagai pihak ketiga yang menunjukkan peningkatanluar biasa setelah pemilu 1955. Dengan terbentuknya FrontNasional, lewat Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis),Soekarno berhasil menyatukan kekuatan-kekuatan partai-partai politik terbesar pemenang pemilu 1955. Tentu sajaselain partai Islam modernis Masyumi, yang bersama PSIdinyatakan terlarang sejak tahun 1960 karena terlibat dalampemberontakan PRRI/Permesta. Dengan konstelasi politiksemacam itu, maka tinggalah militer yang sendirian tanpaafiliasi dengan kekuatan politik yang ada pada saat itu,bersama kecenderungan latennya yang anti partai danpemerintahan sipil.

Kecenderungan anti partai ini sepertinya bersambut gayungdengan mereka yang kemudian bergabung dengan kelompokManikebu, yang digambarkan oleh Goenawan Mohamadsebagai orang-orang yang jauh dari “orang resmi.” (Mohamad1993, 23) Yaitu mereka yang tidak terlibat dalam partai, tidakduduk dalam dewan nasional dan memilih “menggelandang”.Mereka ini lebih cenderung mengambil sikap seperti HBJassin dalam hal tidak menunjukkan bendera partai.Goenawan kemudian menambahkan bahwa sebagian darimereka ini mungkin menyimpan simpati mereka pada PSIdan Masyumi yang sudah dilarang.

Pertautan kecenderungan yang sama inilah yang membuat

Kostrad melawan “kubu Lubang Buaya” PKI dengan perjuanganManikebu melawan Lekra, “kubu Lubang Buaya” di bidang kebudayaan.

Page 94: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 89 -

Iwan Simatupang52 mengundang Goenawan Mohamad, BurRasuanto, A. Bastari Asnin dan Sjahwil (semuanya kemudianmenjadi penandatangan Manikebu), datang ke rumahnyauntuk dipertemukan dengan orang Soksi (serikat buruhbentukan militer untuk menyaingi Sobsi-nya PKI), yangmenurut Iwan ingin membentuk organisasi kebudayaan.(Mohamad 1993, 26) Ketika pertemuan ini disampaikanpada Wiratmo Soekito, dia hanya berkomentar: “Sudahsaatnya kita menjelaskan pendirian kita”.. Sambil kemudianmengusulkan agar gagasan-gagasan kebudayaan diantaramereka disusun dan didiskusikan. Jika orang Soksi itu mauberkeja sama akan diterima dengan senang hati, tapi apabilatidak, pendirian tentag kebudayaan ini tetap akandiumumkan. Hubungan dengan orang Soksi ini memangtidak jelas kelanjutannya, sampai Manikebu diumumkan 2bulan kemudian.53

Keith Foulcher pun memahami Manifes Kebudayaan sebagaisebagai kelompok intelektual dan budayawan anti-Lekra yangmenjadi bagian dari proses polarisasi kekuatan politik. MerekaMendapat dukungan dari militer karena anti Lekra yang kiri,sejalan dengan militer yang berseberangan dengan PKI.Kemunculan kelompok ini Juli 1963, dilihat Keith sebagai52 Tokoh yang dikenal dengan novel-novel absurditasnya Ziarah danMerahnya Merah ini memang cukup misterius. Sampai akhir hayatnyatinggal di Hotel Salak Bogor dan selalu bepergian dengan mobil pribadi,tanpa bisa menjelaskan dari mana dia mendapatkan biaya hidupmewahnya tersebut untuk masa-masa sulit pada waktu itu. Yang pastibukan dari hasilnya menulis. Banyak yang menduga dia memilikihubungan dengan militer dan menjadi salah satu master mind Manikebudi bawah tanah (tidak ikut menandatangani Manikebu). PerannyaMelengkapi peran Wiratmo yang muncul ke permukaan. Pikiran-pikiranIwan lewat surat-surat yang dikirmkan pada sahabatnya St Sularto, yangdikumpulkan Frans M. Parera, 1986, Surat-Surat Politik Iwan Simatupang1964-1966, Jakarta, LP3ES, menunjukkan kepercayaannya pada militer(Angkatan Darat) sebagai penyelamat Indonesia dari kekacauan.53 Kejadian ini tidak muncul dalam paparan D.S. Moeljanto, “Prolog:Dari Gelanggang, Melalui Lekra hingga Manifes Kebudayaan yangTerlarang”, dalam Ismail 1995, hlm. 31-64.

Page 95: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 90 -

“pameran kekuatan” dari suatu kelompok yang mewakilikepentingan kebudayaan anti komunis. (Foulcher 1986,124), yang mendapat dukungan terselubung dari militer.

Dukungan terselubung militer ini menjadi terbuka ketikakelompok Manikebu mengadakan Konprensi KaryawanPengarang Indonesia 1-7 Maret 1964. Konprensi ini diadakanterutama untuk memberi wadah pada para pendukungManikebu, semacam pelembagaan awal kegiatan mereka.Diharapkan lewat forum ini , mereka bisa merapatkan barisanmenghadapi para penyerang, dengan mulai menterjemahkangagasan menjadi aksi. Dukungan militer dalam konprensiini mulai dari transportasi untuk para peserta dari luar Jakarta,penyediaan akomodasi dan tempat sampai mengirimkanwakilnya, Brigadir Jendral Soedjono sebagai ketua Presidiumkonprensi tersebut.

Sejauh sebagai sebuah acara yang mau mengelaborasi gagasan-gagasan yang ada dalam Manikebu, konprensi ini gagal. Darikeputusan yang dihasilkan, tidak tercermin pikiran-pikiranmanifes kebudayaan di situ. Selain pernyataan-pernyataanumum pada masa itu, belum juga keluar dari idiom-idiomseperti “meneruskan revolusi”, “berhaluan Manipol/Usdek,”bahkan secara khusus menyatakan “taat pada garis PemimpinBesar Revolusi. Beberapa program kerja memang berhasildihasilkan, tapi karena sifatnya yang sangat umum maka tidakakan dibahas di sini. Sedangkan soal spesifik Manikebusendiri tidak masuk dalam agenda pembahasan konprensi.Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Priyono dalampembukaan malah terang-terangan menyerang ManifesKebudayaan. Kepala Staf Angkatan Bersenjata A.H. Nasutiondalam sambutannya lebih tegas lagi menyatakan ketidaksetujuannya pada kelompok ini atas penolakan mereka padaazas “politik sebagai panglima” dan malah menyarankan agarmenyusun sebuah :manifes” yang baru.54 Militer mendukung

54 Dokumen dan kliping seputar KKPI ini juga dikumpulkan dalam D.S.Moeljanto dan Taufuk Ismail ed. Prahara Budaya, 1995, hlm. 239-269.

Page 96: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 91 -

di belakang layar penyelenggaraan KKPI tersebut, tapi di ataspentas Nasution menentang mereka. Sambutan Nasution inisemakin menunjukkan bagaimana kelompok Manikebu inibenar dijadikan komoditi politik militer. Kapan perlu merekamendukung, pada saat tertentu ditentang.

Ironis memang bahwa dugaan Manikebu memiliki hubungandengan militer, justru dikonfirmasi oleh pihak militer sendiri,dengan memberikan dukungan pada KKPI tersebut.Hubungan inipun akhirnya disahkan oleh Wiratmo Soekitopada tahun 1982. Dalam salah satu tulisannya, Wiratmomengaku bahwa dia “secara sukarela telah bekerja pada dinasrahasia angkatan bersenjata.”55 Goenawan menjelaskanskandal ini sebagai: “suatu kecenderungan yang normal untukberaliansi di antara mereka yang dimusuhi, atau memusuhiPKI.” (Mohamad 1993, 51)

Setelah kelompok manikebu ini keluar sebagai pemenangbersama dengan kelahiran Orde Baru, diskusi lebih jauh atasgagasan-gagasan yang dibawanya pun tidak terjadi. Padahalruang sudah terbuka lebar. Tulisan-tulisan dari mereka yanglahir pasca pergantian kekuasaan 1965, tidak menunjukkanhal itu. Kecuali tulisan-tulisan yang berusaha terusmenerangkan proses kelahiran Manikebu dan bagaimanamereka dulu diteror dan difitnah oleh Lekra.56 Selain ini kitahanya menemukan artikel-artikel pendek Wiratmo Soekitoyang berusaha membahas gagasan-gagasan Manikebu.57

Begitu pula dengan para pendukung mereka yang sempat

55 Wiratmo Soekito, “Satyagraha Hoerip atau Apologi Pro Vita Lekra”,Horison no. 11 th. 1982.56 Tulisan tentang ini seperti menjadi ritual yang mereka lakukan setiaptahun di majalah Kebudayaan Horison.57 Tulisan-tulisan tersebut misalnya Soekito, Wiratmo, “KostradnyaKebudayaan”, Merdeka 23-10-1966; “Sudah Tiba SaatnyaMembangkitkan Seni Murni”, Merdeka, 27-11-1966; “Politik OrangTidak Berpolitik”, Harian Kami, 1-5-1968; “Dwifungsi Kulturil Kita”,Harian Kami, 8-5-1968, “Proses Pembebasan Manifes Kebudayaan 1964-1966”, Sinar Harapan, 1970.

Page 97: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 92 -

diorganisir lewat KKPI. Dengan keterbukaan yang sudah ada,pertemuan lanjutan dari konprensi itu juga tidak pernahdilangsungkan.

Sedangkan apa yang oleh HB Jassin disebut sebagai Angkatan66 dalam sejarah sastra Indonesia, juga tidak berkaitanlangsung dengan gagasan-gagasan Manikebu. Produksikebudayaan dari angkatan ini, terutama sastra, sejauh yangdicatat hanya berkaitan dengan perjuangan mahasiswameruntuhkan Soekarno. Karena itu “Puisi Demonstran”-lahyang dijadikan manifestasi. Gagasan Humanisme Universaltidak hidup di kalangan ini. Karena itu Satyagraha Hoeripmenyarankan pada HB Jassin mamasukkan “AngkatanManifes” atau paling tidak “Angkatan 63,”58 dalam rangkamewadahi kerja-kerja kreatif yang dihasilkan kelompokManikebu.

Menjejerkan teks Mukadimah Lekra dan teks ManifestoKebudayaan, penulis tidak menemukan perbedaan mendasar.Kalau Lekra menyatakan “bekerja untuk membantu manusiayang memiliki segala kemampuan untuk memajukan dirinyadan perkembangan kepribadian yang bersegi banyak danharmonis,” maka Manifesto menegaskan bahwa “bagi kamikebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakankondisi hidup manusia.” Penolakan Manifesto Kebudayaanpada Humanisme Universal yang membuat “orang harustoleran terhadap imperialisme dan kolonialisme”, diteruskandengan kerja Lekra untuk merombak “sisa-sisa kebudayaanpenjajahan yang mewariskan kebodohan, rasa rendah sertawatak lemah”.

Jadi pertentangannya terletak pada konteks sejarah jamanyang melingkupi kedua kertas kebudayaan tersebut.Keduanya terseret pada gejolak dan perseteruan politik yangterjadi pada masa itu. Dengan satu dan lain cara, kekuatan-kekuatan politik dominan pada masa itu (Soekarno, Militer58 Hoerip, Satyagraha, “Angkatan 66 dalam Kesusasteraan Kita”, dalamHorison, Th. I, No. 6, Des. 1966, hlm. 188-189.

Page 98: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 93 -

dan PKI) telah berhasil membawa medan pertempuranmereka ke wilayah kebudayaan, ketika menyeret danmenjadikan Lekra dan Manikebu sebagai pemain-pemainutamanya. Dengan demikian, pelarangan ManifestoKebudayaan adalah tidak lebih dari hasil dari dramatisasi danmanipulasi politik.

Kesimpulan

Membaca keempat teks kertas kebudayaan di atas, kita akankecewa kalau mengharapkan akan menemukan suatu “debatkebudayaan”, sebagaimana selama ini dipahami. Seperti yangdiantarkan pada bagian awal bab ini, dengan mengacu padabab sebelumnya. Dari teks-teks itu kita tidak berhasilmenemukan apa yang digemborkan sebagai “praharabudaya,” pertarungan antara kelompok yang yakin padakebenaran paham Humanisme Universal dengan mereka yangmemperjuangkan ideologi Realisme Sosialis dalam keseniandan kebudayaan pada umumnya. Padahal justru dari teksinilah segala perdebatan, pertentangan sampai permusuhansekalipun, seharusnya berakar. Ternyata tidak demikianadanya.

Dua teks kertas kebudayaan terdahulu yang kita bahas, SKGdan Mukadimah Lekra 1950, justru menunjukkan kesesuaiandi sana sini, kalau tidak mau dibilang saling melengkapi. Isisama persis, tentu saja tidak, karena keduanya mempunyaiperbedaan titik tekan. Perbedaan mana yang kalaudisandingkan dalam rangka perbandingan, tidak akan salingmeniadakan satu sama lain. Walau SKG menekankankebebasan dan integritas individu pencipta budaya, bukanberarti bertentangan dengan Mukadimah yang menekankanpentingnya keberhasilan revolusi bagi perkembangankebudayaan rakyat. Begitu pula semangat internasionalismeSKG sebagai “ahli waris kebudayaan dunia,” tidak pulamenghambat perjuangan Mukadimah untuk menghancurkankebudayaan kolonial dan feodal dan menggantinya dengan

Page 99: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 94 -

kebudayaan rakyat yang demokratis.

Apalagi kalau melihat bahwa SKG juga mengakui “revolusidi tanah air kami sendiri belum selesai.” Pernyataan ini seakanbersambut gayung dengan kepastian Mukadimah akan“gagalnya Revolusi Agustus 1945.” Kebaruan adalah obsesidari kedua kertas kebudayaan ini. Seturut dengankemerdekaan yang sudah diraih, harapan tentang masa depangemilang dan kegairahan menanti janji-janji revolusi punbermekaran dengan sangat emosional. Kegairahan iinimenuntun mereka untuk mengambil sikap terhadap tradisidan masa lalu, yang kadang sangat keras, untuk menjejaklangkah ke depan. Seperti tertulis dalam SKG:

Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kamitidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lamasampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kamimemikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yangsehat… Revolusi bagi kami adalah penempatan nilai-nilaibaru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan.

Mukadimah Lekra secara esensial mengambil sikap yangsama. Memang pada batas-batas tertentu Lekra mengajakkembali pada kebudayaan nenek moyang, namunkebudayaan itu bukanlah menjadi penghalang untukmemulai sesuatu yang baru, justru dijadikan titik pijak dalammenapak kebaruan itu sendiri:

Demikian pula kebudayaan Indonesia kuno tidak akandibuang seluruhnya, tetapi juga tidak akan ditelanmentah-mentah. Kebudayaan kuno akan diterima dengankritis untuk meninggikan tingkat kebudayaan Indonesiabaru yaitu Kebudayaan demokrasi Rakyat…… Untuk inikami yang bersedia menjadi pekerja Kebudayaan Rakyatmempersatukan diri dan menyusun kekuatan untukbertahan serta mengadakan perlawanan terhadap setiapusaha yang hendak mengembalikan kebudayaan-kolonial,kebudayaan kuno, yang reaksioner itu.

Lalu di mana letak perbedaannya, untuk menjadi bahan

Page 100: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 95 -

perdebatan. Di manakah dapat ditemukan HumanismeUniversal secara teoritis konseptual dalam SKG, ataumanifestasi ideologi Realisme Sosialis dalam MukadimahLekra? Kalaupun perbedaan titik tekan yang dimaksud,pertukaran antarnya malah akan menghasilkan sintesa yanglebih baik lagi. Sintesis yang merangkum semangatpembaruan, revolusi, kebebasan kreatif dan demokrasi, rakyatdan kepribadian Indonesia yang baru dalam satu geraklangkah menyusun sejarah dan hari depan Indonesia.

Kalau soal “Angkatan 45” dianggap sebagai titik awalperseteruan antara orang-orang SKG dan para anggota Lekra,bukankah keduanya berasal dari sana? Bukankah keduanyasama-sama mengemban alam pemikiran kebudayaan“Angkatan 45”, sebagai penerus pembaruan dari revolusiAgustus 1945. Apalagi kalau kita menerima periodisasi“Angkatan 45” yang berakhir tahun 1949, kemudian SKGdan Mukadimah Lekra diumumkan pada tahun 1950, makacukupkah kesempatan - paling tidak dari segi waktu - bagikeduanya untuk benar-benar berbeda secara mendasar.

Refleksi Joebaar Ajoeb tentang pokok diatas, yang ditulisnyadalam Mocopat Kebudayaan Indonesia, adalah gambaran yangpaling mewakili:

Kalau Angkatan 45 bersikap intuitif terhadap revolusi,Lekra mencoba mengembangkan sikap intuitifnya kedalam konsep atau wawasan yang dilembagakan. Jika SKGyang merupakan bagian dari sikap Angkatan 45, bersikapterhadap kebudayaan dunia dan revolusi nasional, Lekraingin menjabarkannya secara lebih kategoris dan aktualbagi kepentingan pembaruan kebudayaan Indonesia.

Beralih pada periode kedua, kita menemukan situasi yangjustru semakin memburuk. Hubungan antara teks keduakertas kebudayaan tersebut dengan konteks politis yangmelingkari semakin jauh untuk dimengerti pertautanlogikanya. Buku DS Moeljanto dan Taufik Ismail, PraharaBudaya, yang diulas dalam bab I menjadi contoh yang terang

Page 101: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 96 -

tentang putusnya hubungan antara teks dan konteks. Antaraapa yang tertulis di atas kertas dan apa yang dijadikan alasanuntuk memulai sebuah “pertempuran.”

Dengan menganalisa secara tekstual Mukadimah Lekra danManifes Kebudayaan beserta penjelasannya, maka kita segeratahu bahwa kegaduhan dunia kebudayaan Indonesia di akhirparuh pertama 1960 tidak bersumber dari situ. SebabManikebu yang kemudian resmi dinyatakan terlarang olehpemerintah, minimal secara formal tidak menentang cita-cita sosialisme saat itu. Kerancuan ini semakin bertambahbila melihat bahwa Konprensi Karyawan Pengarang Indo-nesia (KKPI) yang mereka organisir beberapa 2 bulansebelumnya, tidak dilarang.

Humanisme universal dan Realisme Sosialis memang semakinsering disebut. Namun bukan pemahaman dan pembelajarankonseptual lebih jauh yang didapat, melainkan pertarungandi tataran lain yang justru semakin sengit dengan menjadikankedua paham itu sebagai “judul” dari masing-masing pihak.Seperti sudah disebut di atas, secara tekstual MukadimahLekra dan Manifes Kebudayaan tidak mempunyai perbedaanyang begitu dahsyat yang bisa melahirkan pun potensi-potensikonflik antara keduanya. Namun pertarungan hebat malahterjadi antara keduanya. Pertarungan yang lagi-lagi tidak bisadicari dasar argumen konseptualnya dari kedua kertaskebudayaan tersebut. Jadi pertarungan terjadi karenakeduanya terseret pada konteks politis jamannya, yangmemang semakin memanas.

Tarik menarik berimbang antara tiga kekuatan politik utamapada masa itu, antara Sukarno, Militer dan PKI, - segeraberubah konstelasinya setelah front nasional nasakom berhasilterbentuk, dengan meninggalkan militer sendirian.Kesendirian ini mendorong militer untuk bersekutu dengankelompok seniman dan budayawan yang tidak punya afiliasiatau bahkan kedekatan dengan kekuatan politik dominan.Lewat Wiratmo Soekito, konseptor 95% naskah Manikebu

Page 102: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 97 -

dan yang kemudian mengaku sendiri bahwa dirinya bekerjauntuk badan intelejen militer, maka lahirlah ManifesKebudayaan. Menimbang fakta-fakta ini, maka bisalahdisebut bahwa Manikebu adalah provokasi politik (militer)di wilayah kebudayaan. Provokasi yang sama terjadi padasaat pelarangannya. Betapapun gencar serangan terhadapmereka, tidak ada satu pun permintaan resmi organisasionaldari para seteru Manikebu kepada pemerintah untukmelarangnya.

“Ketertarikan” militer berkiprah dalam kebudayaan denganmendukung Manikebu ini memang agak ganjil. Sebabkebudayaan dalam tradisinya bukanlah wilayah “kepedulian”militer. Ada dua alasan masuknya militer dalam kebudayaan,Pertama, berimbangnya kekuatan politik, dengan massa yangterorganisir di bawah Front Nasional Nasakom, membuatmiliter kesulitan menerapkan “cara-cara militeristik” dalammencapai tujuan mereka. Kedua, sejak Pemilu 1955 merekamelihat bagaimana peran kebudayaan dalam menggalangkekuatan massa. Dalam setiap kampanye PKI yang didukunganggotanya yang kebetulan juga anggota Lekra, kampanyetersebut selalu menjadi pesta rakyat. Dari sinilah dilihatbahwa lembaga kebudayaan juga mempunyai kekuatanpolitik (massa). Maka untuk melawan kekuatan politiklembaga kebudayaan seperti Lekra, diperlukan pula kekuatankebudayaan. Berdasarkan pikiran inilah militer mendukungManikebu.

Dan seperti tampak dalam buku DS Moeljanto dan TaufikIsmail, Lekra dan lembaga kebudayaan lain seperti LKN,termakan provokasi-provokasi ini. Sehingga “dialogkebudayaan” yang terjadi semakin lama semakin terdegradasikualitasnya. Perdebatan itu meninggalkan argumen-argumenkonseptualnya, menelantarkan kerja-kerja kreatif dankejujuran-kejujuran dalam penciptaan karya, untukkemudian ikut dalam serangan-menyerang banal yangmemang menjadi atmosfer politik saat itu.

Page 103: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 98 -

Sampai di sini kiranya sudah bisa diputuskan bahwaperdebatan itu, yang tampak banal seperti dipaparkan di babI, ternyata tidak pernah ada. Paham Humanisme Universaldan Realisme Sosialis, yang sering diletakkan berhadapan dandijadikan “seolah-olah” dasar konseptual pertentangan,ternyata tidak pernah ada, setelah diteliti konteks historisdan kemungkinan perkembangan paham-paham tersebutpada masanya. Lalu di manakah masalah yang sebenarnya?

Bahwa ada sekian kelompok kebudayaan baik formal ataunon formal, dengan masing-masing gagasannya, sudah dapatdipastikan akan terjadi dialog, komunikasi, pertukaran ataubahkan adu argumen diantara mereka. Kalau kemudianmenjadi begitu “meriah,” kita sudah menemukanjawabannya: provokasi politik. Tapi tetap saja gagasan-gagasanitu ada tertinggal, walau tidak sempat dieksplorasi lebih jauh.

Tema-tema seperti kebebasan kreatif, integritas individupencipta budaya, peran kebudayaan dalam menuntaskanrevolusi, hubungan penciptaan karya dan perannya dalammasyarakat, semangat internasionalisme dan pembangunanbudaya yang nasional dan kerakyatan, kepribadiankebudayaan Indonesia di tengah bangsa-bangsa di dunia,sikap terhadap tradisi dan modernitas sampai tuntutan senidan para pekerjanya untuk menetapkan komitmen padarakyat, adalah hal yang tidak boleh dilupakan. Walauditelantarkan karena provokasi politik itu tadi.

Semua hal di atas bisa diletakkan dalam satu kerangkapencarian identitas kebudayaan baru bagi bangsa yang telahberhasil bebas dari kolonialisme. Untuk membahas tema inilebih jauh, kita akan mencarinya dari sejarah kebudayaanIndonesia sendiri, terutama di masa-masa kolonialisme.Bagaimana para tokoh pergerakan dan tokoh kebudayaanpada masa itu memikirkan dan memperbincangkankebudayaan macam apa yang akan dibangun bilakemerdekaan tercapai. Dan bagaimana kebudayaan itumengambil perannya dalam pembebasan nasional dari

Page 104: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 99 -

kolonialisme. Untuk ini kita akan masuk pada Bab III.

Page 105: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 100 -

Bab III: Sejarah Kebudayaan Indo-nesia: Sejarah Perdebatan yangDemokratis

Pengantar

Seperti diuraikan dalam bab sebelumya, provokasi politiktelah menghentikan komunikasi produktif kalangan

kebudayaan Indonesia. Provokasi itu menyeret dialogberbagai tema penting dalam rangka pembangunankebudayaan Indonesia baru masa depan ke kancah politikpraktis, dalam artinya yang negatif: pertarungan kekuasaan.Seruan Surat Kepercayaan Gelanggang untuk membangunintegritas individu pencipta budaya, dengan landasankebebasan kreatif yang demokratis, disertai wawasaninternasional, gagal berpadu dengan gagasan Lekra untukmenghancurkan kebudayaan semi-kolonial dan semi-feodalsebagai prasyarat pertumbuhan kebudayaan rakyat. Kegagalanyang disebabkan oleh seretan arus politik yang semakinmemanas mendekati dekade 1960-an. Semakin lama ruang-ruang dialog itu semakin sempit, sampai akhirnya benar-benar tertutup.

Ketertutupan ruang dialog budaya ini menunjukkan hasil-hasilnya pada paruh pertama tahun 1960. Komunikasi yangterjadi antar aktivis kebudayaan masa itu, semakin lamasemakin menjauhi peradaban. Dua landasan konseptual,Mukadimah Lekra dan Manifes Kebudayaan, dari mana dia-log itu seharusnya berakar, ditinggalkan begitu saja. Memangkadang masih dikutip di sana-sini, tapi hanya dalamkepentingan membuat pernyataan dan seruan yangsloganistik. Dibandingkan dengan keadaan 10 tahunsebelumnya, apa yang terjadi di tahun 1960-an adalahkemunduran yang sangat serius. Kemunduran inilah yangmemberi pijakan pada berdirinya sebuah politik dehumanisasi

Page 106: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 101 -

kebudayaan yang dipraktekkan Orde Baru pasca 1965, selamalebih dari 30 tahun.

Padahal ranah kebudayaan bangsa ini mempunyai tradisiperbincangan, dialog, debat bahkan pertempuran yangpanjang dalam sejarahnya. Kita mengenal apa yang disebutgerakan kultural “Djawa Dipa” di tahun 1917, Taman Siswayang sekarang masih kita rasakan kemegahannya sudahberdiri sejak tahun 1922, “Pujangga Baru” sebagai tandinganlembaga kebudayaan kolonial “Balai Pustaka” memulaigeraknya tahun 1933, sampai dengan yang paling terkenal“Polemik Kebudayaan” di tahun 1935. Tapi kalau melihatyang justru terjadi justru di era kemerdekaan, sama sekalitidak menunjukkan jejak-jejak tradisi itu. Mengapa tradisiitu putus?

Bagian di bawah ini akan memaparkan gerakan-gerakankebudayaan di atas, dengan memberikan perhatian utamapada gagasan-gagasan yang dibawa. Bagaimana gagasan-gagasan itu didialogkan dengan situasi jamannya. Bagaimanaproses gagasan yang diprakarsai pertama oleh golongan elitberpendidikan yang punya kesempatan bersentuhan denganide-ide modern itu, menjadi kepunyaan masyarakat banyak,untuk kemudian tumbuh menjadi gerakan kebudayaan massauntuk menentang kolonialisme.

Djawa Dipa: Dari Anti Feodal Anti Kolo-nial1

Gerakan ini berangkat dari suatu pemikiran bahwa hirarki

1 Untuk bagian ini, sebagain besar acuan diambil dari Thamrin,Muhammad Husni, 1992, Sama Rata, Sama Rasa, Sama Bahasa: TentangGerakan Djawa Dipa 1917-1922, Jakarta, Skripsi S1, Jurusan SejarahFS UI. Sejauh diketahui penulis, baru skripsi ini yang secara khususmembahas Djawa Dipa. Selebihnya sedikit disinggung dalam Siraishi,Takashi, 1997, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926,Jakarta, Pustaka Utama Grafiti hlm. 143-149. Atau pada tulisanAnderson, Ben., 1983, “Sembah Sumpah: Politik Bahasa dan KebudayaanJawa”, dalam Prisma No. 11 November 1983, hlm. 67-97.

Page 107: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 102 -

yang ada dalam bahasa Jawa, tata krama dan unggah-ungguh-nya, yang dipraktekkan dan dilanggengkan selama ratusantahun, telah menyebabkan mental rakyat Jawa menjadipenakut, merasa menjadi budak, rendah diri dan tidak pernahberani menyuarakan hak-haknya, apalagi menyuarakankebenaran. Hirarki bahasa yang berakar pada feodalisme inidianggap sudah tidak sesuai lagi dengan gerak kemajuanjaman. Ide-ide modern2 revolusi Perancis yang mulai masukke Hindia Belanda pada masa itu membawa semangatpembebasan yang mensyaratkan persamaan dan anti- feodal.Karena itu tiga tingkatan dalam bahasa Jawa3 harusdihapuskan, dan dipakai satu bahasa Jawa saja yaitu: Ngoko.Bahasa yang selama ini dipakai rakyat biasa. Dengan memakaisatu bahasa ini maka persamaan itu akan dicapai danfeodalisme bisa dilenyapkan.

Pada awalnya adalah pergaulan antara pegawai rendahanpemerintahan kolonial Belanda dengan tokoh-tokohpergerakan pada masa itu. Dari sinilah ide persamaan ituditularkan, sehingga para pegawai rendahan ini melihatbahwa tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan hirarkibahasa Jawa. Membongkar dan menghancurkan seluruhhirarki bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi merekamenyadari bahwa pemerintah kolonial Belanda mengambilkeuntungan dari langgengnya feodalisme ini. Maka, langkahyang harus dilakukan setelah menolak penggunaan bahasa

2 Tentang proses masuknya ide-ide modern ini lihat misalnya, McVey,Ruth, 1990, “Teaching Modernitiy: The PKI as An EducationalInstitution”, dalam Indonesia, Anniversary Edition, No. 50 Oktober 1990.Atau dalam Razif 1994, “‘Bacaan Liar’: Budaya dan Politik Pada ZamanPergerakan,” Jakarta, Manuskrip Penelitian.3 Dalam bahasa Jawa dikenal tiga tingkatan, dari yang kasar ke yanghlm.us: Ngoko, Madya, Krama. Dipakai seturut kelas sosialnya, denganaturan: “semakin ke atas semakin halus, semakin ke bawah semakinkasar”.. Artinya orang lebih rendah kelas sosialnya harus memakai bahasayang lebih hlm.us kalau bicara pada orang yang lebih tinggi kelasnya.Sebaliknya kelas sosial yang lebih tinggi memakai bahasa yang lebih kasarke kelas yang lebih rendah.

Page 108: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 103 -

Jawa Krama dan adat-istiadat yang membedakan status sosialdalam pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari, adalahdengan mengubahnya menjadi sebuah gerakan kebudayaanpopuler.

Gerakan ini pertama muncul di kota Surabaya4 tahun 1914.Mengambil nama Djawa Dipa yang berarti “Sinar Jawa”, sinaryang akan memberi pencerahan pada rakyat Jawa. Pelopornyaadalah seorang anggota redaksi suratkabar Oetoesan Hindia,Tjokrosoedarmo dan Tjokrodanoedjo. Keduanya adalahpimpinan Serikat Islam Surabaya. Dalam pidatopendeklarasian gerakan ini, Tjokrosoedarmo menyatakanbahwa aturan bahasa Jawa, sekaligus tata kramanya, yangada sekarang hanya membuat sengsara rakyat saja, danmenghambat kemajuan bangsa Jawa. Karena itu diamengusulkan aturan-aturan yang tidak patut buat manusiaitu dihapuskan. Diharapkan dengan pemakaian bahasa yangmengandung semangat kesetaraan akan tumbuh keberanianuntuk mengungkapkan ekspresi ketidak-adilan yang selamaini mereka terima. Langkah nyata diwujudkan denganmenghapus seluruh gelar kebangsawanan yang menandakanperbedaan kelas. Menggantinya dengan panggilan “wiro”untuk laki-laki, “Woro” untuk perempuan yang sudahmenikah, dan “roro” untuk perempuan yang belum menikah.(Siraishi 1997, 143)

Gerakan ini dengan sendirinya mendapatkan tentangan darikalangan pejabat pemerintah kolonial dan priyayi tinggi.Penghapusan bahasa ‘halus’ dan adat istiadat ini bukan sajadianggap sebagai penghinaan terhadap kebudayaan Jawa yangadhiluhung, tetapi juga akan mengganggu tatanan sosial yangtelah mereka pertahankan selama ratusan tahun. Selain itu

4 Kota Surabaya memang punya karekter tersendiri. Dalam sejarahnya,kabupaten inilah yang ditaklukkan Mataram paling terakhir. Jadipengaruh budaya Mataram paling terlambat datang ke kota ini, dibandingkota-kota lain di Jawa. Orang sering menyebut dialek bahasa Jawa orangSurabaya, dan wilayah Jawa Timur pada umumnya, adalah yang palingkasar.

Page 109: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 104 -

mereka juga merasa kedudukannya sebagai patronkebudayaan Jawa di dalam birokrasi kolonial terancam.Untuk menghadapi ancaman ini, pada 1918 merekaselenggarakan Konggres Keboedajaan Djawa yangmenyatakan bahwa Gerakan Djawa Dipa merupakan gerakanyang tidak nasionalis Jawa dan mengganggu hubungankawula-gusti.

Tentangan dari kaum ambtenaar tidak menyurutkan gerakJawa Dipa. Ia terus berkembang ke seluruh pergaulankehidupan, baik di bidang belajar-mengajar maupun dalamhubungan kerja. Pada 1918 terjadi pemogokan para siswaHolland Inlandsche School (HIS) di Semarang yangmenuntut para gurunya untuk tidak menggunakan bahasaJawa rendahan, tetapi bahasa Jawa Ngoko, Melayu atauBelanda. Pemogokan yang berlangsung dua hari itu telahmembuat para guru yang rata-rata orang Belanda untukmelaporkannya kepada pihak Het Kantoor Voor InlandscheZaken (Kantor Urusan Bumiputra). Dalam laporan tersebutdinyatakan bahwa para murid yang mayoritas keturunanpriyayi kecil dianggap telah melawan kekuasaan kolonialkarena menurut aturan seorang bumiputra yang hanyaketurunan priyayi kecil, atau bahkan tanpa mempunyai ikatandarah bangsawan samasekali, tidak mempunyai hak untukberbicara dalam bahasa Belanda atau Melayu; mereka harusberbicara dalam bahasa Jawa Kromo yang berbelit-belit.

Di bidang lain, yaitu perburuhan, seorang tokoh pergerakanyang dikenal dengan sebutan Staking Koning (Si Raja Mogok),Soerjopranoto, juga sangat mendukung Gerakan Djawa Dipa.Menurutnya, dengan mengubah adat bahasa secara radikal,ada dua hal yang hendak dicapai oleh gerakan ini, yaitu agarterjalin persahabatan yang demokratis dan bebas diantarasesama teman sependeritaan dan seperjuangan, dan agar adakebersamaan yang wajar di kalangan rakyat kecil untukmenghadapi majikan, kaum ningrat, dan pemerintah kolonialyang memegang kekuasaan.

Page 110: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 105 -

Walaupun awalnya gerakan ini berkonsentrasi melawanfeodalisme Jawa, setelah melalui perdebatan serius, ia meluasmenjadi Gerakan Hindia Dipa pada 1921. Arti Hindia Dipaadalah “cahaya yang menyinari Hindia” atau Hindia yangtelah memperoleh penerangan. Sebagaimana tercantumdalam surat kabar gerakan ini, Hindia Dipa, 18 April 1921,“Hindia Dipa berarti Hindia terang, setuju dengan cita-citakita akan membersihkan kecemaran yang ada di Hindiasupaya awan yang gelap musnah, tinggal terangnya”.

Perluasan gerakan ini terutama mendapat dukungan dariTjipto Mangoenkoesoemo5 dan Soewardi Soerjaningrat, yangmelihat bahwa ada kaitan erat antara gerakan ini denganhubungan-hubungan yang bersifat kolonial. Mereka melihatbahwa memperjuangkan kemajuan rakyat merupakanperjuangan seluruh rakyat Hindia, bukan hanya rakyat Jawasaja. Di samping itu, mereka menganggap mempersoalkankebudayaan Jawa tidak relevan lagi; yang harus menjaditumpuan gerakan ini bukanlah serangan yang diarahkan padapara priyayi saja, tetapi juga pada penguasa kolonial yangmempergunakan kebudayaan Jawa untuk kepentinganmereka.

Tahun 1922 gerakan ini mengalami kemandegan. Sebab darikemandegan ini menarik untuk dibahas. Masalah mulaimuncul justru ketika gerakan ini meluas menjadi HindiaDipa. Dengan demikian tidak hanya mengacu masyarakatJawa, tapi ke seluruh wilayah Hindia Belanda. Ide awal darigerakan ini untuk melawan feodalisme jawa denganmenggunakan bahasa Ngoko kemudian menjadi tidak relevan

5 Pada awalnya Tjiptomanoenkoesoemo tidak begitu antusias dengangerakan ini. Karena seranganya pada kaum priyayi dan bangsawandianggap bisa melemahkan persatuan kaum gerakan. Lihat, MuhammadHusni Thamrin, “Sama Rata, Sama Rasa, Sama Bahasa: Tentang GerakanDjawa Dipa 1917-1922” 1992, hlm 51. Kemudian Tjipto mendukunggerakan ini setelah melihat gerakan ini pelan-pelan meluas, danmemahaminya sebagai ekspresi khas orang Jawa tentang demokrasi. LihatSiraishi 1997, hlm. 143.

Page 111: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 106 -

lagi. Di sini kita melihat sebuah pergeseran gagasan (dalamarti perluasan) dari perubahan penggunaan bahasa menjadipembicaraan tentang embrio bangsa (nasion). Perluasangerakan ini menunjukkan tumbuhnya kesadaran kebangsaandi kalangan pergerakan di Jawa; dari semangat anti feodalismeke anti kolonialisme. Yang dipertahankan adalah gagasan yanglebih luas lagi, yaitu gerakan pembebasan yang memberi dasarpada gerakan kebudayaan selanjutnya yang tumbuh.

Taman Siswa: Pendidikan Anti Feodal danAnti Kolonial

Gagasan utama pembebasan Djawa Dipa menentangfeodalisme dan ditambah dengan menentang kolonial dalamHindia Dipa melalui pendidikan secara massal memberiinspirasi bagi Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikansekolah liar (Wilde Schoolen) bagi kaum pribumi pada 1922.Melalui sekolah ini Ki Hadjar mempertahankan sikappenolakan terhadap Nasionalisme Jawa dan mengembangkanide kebangsaan yang internasionalis. Menurut hematnya,pembebasan manusia dari cengkeraman keruntuhan moralbisa terwujud hanya kalau kebudayaan Jawa lenyap dan or-ang Jawa menjelma menjadi manusia Hindia yang sanggupberinteraksi dengan masyarakat internasional.

Sekolah liar di atas kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.Menarik di sini adalah proses bagaimana KHD berpindahhaluan dari perjuangan politik dan kembali ke basis:pendidikan. KHD awalnya dikenal sebagai pendiri partaipertama di Hindia Belanda, Indische Partij tahun 1912bersama dr. Douwes Dekker dan dr. Tjipto Mangoenkoesoe-mo. Partai dengan anggota terbatas ini bertujuan membentukpemerintahan independen yang terpisah dari pemerintahankolonial. Menjelang peringatan 100 tahun pembebasanBelanda dari Perancis tahun 1913, KHD (waktu itu masihbernama Soewardi Soerjaningrat) menulis sebuah pamfletpolitik berjudul “Seandainya Aku Orang Belanda”. Pamflet

Page 112: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 107 -

ini mengutuk kelakuan Belanda yang tidak tahu malumerayakan kemerdekaan mereka di tanah jajahan.6 Pamfletini dengan cepat membangkitkan kemarahan pemerintahkolonial, mereka bertiga kemudian ditangkap dengantuduhan menyebarkan kebencian pada pemerintah dandibuang ke Belanda.

Selama dalam pembuangan inilah KHD mulai belajar tentangsistem pendidikan Eropa, memberikan perhatian padaaktivitas-aktivitas kultural, sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan penerapannya di Hindia Belanda. Pada masaini pula KHD terpengaruh ide-ide Shantiniketan, sekolahRabindranath Tagore di India,7 yang menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk membangkitkan kesadaran nasional padarakyat Hindia Belanda adalah dengan pendidikan yangberbasis pada nilai-nilai kebudayaan asli.

Kembali ke Indonesia tahun 1919, KHD bersama duakameradnya Dekker dan Tjipto sempat mendirikan partaibaru, National Indische Partij. Namun tekanan yang semakinkeras pada aktivitas politik dari pemerintah kolonial membuatKHD memikirkan kembali kemungkinan pendidikan sebagaijalan pembebasan nasional. Karena itu KHD memilihbergabung dengan Pagujuban Selasa Kliwon,8 yang kemudianmenjadi embrio Taman Siswa.

Pengalaman KHD berinteraksi dan berkerja dengan berbagaikelompok kebudayaan dan politik di dalam dan luar negeri,membawanya pada keyakinan bahwa sistem pendidikankolonial tidak hanya konservatif dan anti demokrasi, tapi

6 Naskah lengkap pamflet ini, dalam versi Indonesia dan Belanda, bisadilihat di Dewantara, Ki Hadjar, 1952, Dewantara, Dari KebangunanNasional sampai Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta, N.V. Pustaka danPenerbit Endang, hlm. 250-262.7 Ratih, I Gusti Agung Ayu, 1997, Reconsidering the “Great Debate”: theFormation of Indonesian National Culture, Kertas Kerja, hlm. 10.8 Sebuah kelompok studi religius yang mau mensintesakan paham Jawaakan kebahagiaan dan kebijaksanaan dengan paham modern: demokrasi.

Page 113: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 108 -

juga membunuh pertumbuhan kebudayaan asli. Sistem inimenciptakan strata kelas dalam masyarakat, di manamasyarakat Belanda dan kalangan bangsawan yangmendapatkan pendidikan terbaik, sedangkan sebagian besarrakyat hanya mendapat pendidikan ala kadarnya, atau malahsama sekali tidak mendapat pendidikan. Selain itu, sistemyang mengacu pada sejarah dan kebudayaan Eropa inimenghasilkan intelektual lokal yang hampir butakebudayaannya sendiri. Proses “mengimitasi” kebudayaanEropa ini dilihat KHD sebagai akar dari rasa rendah dirirakyat jajahan, yang pada gilirannya menghambat bangkitnyakesadaran nasional. Tanpa harga diri dan kebanggaan akansejarah dan budaya sendiri, tidak mungkin mengalahkansuperioritas kolonialis, demikian KHD menegaskan.

Namun, Ki Hadjar pun menyadari bahwa memusnahkansuatu kebudayaan yang berusia ratusan tidak bisa dilakukanserta merta. Kaum intelektual yang mendapat akses lebih luaspada ilmu pengetahuan dan bersinggungan dengankebudayaan lain di dunia mungkin tak menghadapi banyakkesulitan mengintegrasikan konsep-konsep baru. Sedangkanrakyat negeri agraris yang masih terkungkung dan tertindasoleh struktur masyarakat feodal memiliki logika pemahamansendiri tentang gerak pembebasan.

Berangkat dari pemandangan ini Ki Hadjar mencobamenerapkan sistem pendidikan yang pada dasarnyamerupakan perkawinan antara konsep pengajaran tradisional,dalam hal ini kebudayaan Jawa, yang menekankan segi spiri-tual dan moral dengan pendidikan modern yang lebihmemberikan ketrampilan teknis. Usaha Ki Hadjar ini segeramengundang kritikan dari berbagai pihak, termasuk darikawan seperjuangannya, Tjipto Mangoenkoesoemo. Tjiptomelihat bahwa ide Ki Hadjar memasukkan kebudayaan Jawadalam sistem pendidikan hanya akan melemahkan gerakananti-kolonialisme. Jawa sebagai entitas budaya dan politiksedang sekarat sehingga lebih baik membuangnya sama sekali

Page 114: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 109 -

dan berkonsentrasi pada gerakan politik. Tanpa kemerdekaandi bidang politik perjuangan di wilayah kebudayaan menjaditak berarti. Bagi Tjipto, yang menyatukan seluruh rakyatHindia Belanda bukanlah kesamaan sejarah, atau tradisi, tapikepentingan material yang sama.9 Melainkan kesamaankepentingan atas sumber penghidupan, alat produksi yangsekarang dikuasai kolonial.

Ki Hadjar berargumen bahwa ada segi-segi kebudayaan Jawayang tidak feodalistis yang perlu dihidupkan agar rakyatmemiliki rasa percaya diri yang lebih besar. Baginyakemerdekaan politik tak akan bertahan apabila bangsa inimasih terjajah di bidang kebudayaan. Lebih jauh lagi, ketikaTjipto mengatakan bahwa begitu Hindia Belanda merdeka,perkawinan budaya Indonesia dan Eropa akan terjadi dengansendirinya, Ki Hadjar menihilkannya. Tak akan terjadi suatuperkawinan budaya yang demokratis apabila kedudukanpihak-pihak yang berasimilasi tidak setara. Yang terjadinantinya bukanlah suatu sintesa, tetapi penjajahan satubudaya oleh budaya lainnya.10

Polemik Kebudayaan: Bukan Pilihan “Ba-rat” atau “Timur”

Perdebatan antara Tjipto dan Ki Hadjar boleh dikatakanmengawali perdebatan panjang dan sengit di bidangkebudayaan yang berlangsung pada pertengahan 1930-an.Dikenal dengan nama “Polemik Kebudayaan”, silang

9 Pembahasan lebih jauh tentang posisi dan pemikiran Tjipto, lihat Balfas,M., 1957, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Demokrat Sedjati, Jakarta,Penerbit Djembatan, terutama pada bab 5 dan 6.10 Lebih jauh tentang kritik KHD terhadap Tjipto ini lihat, Dewantara,Ki Hadjar, Dewantara, 1967, “Bagaimana Kedudukan Bahasa-BahasaPribumi (djuga bahas Tionghoa dan Arab) Di Satu Pihak dan BahasaBelanda Di Lain Pihak, Dalam Pengadjaran?”, dalam Karja Ki HadjarDewantara, Bagian II A: Kebudajaan, Yogyakarta, Madjelis LuhurPersatuan Taman Siswa. Kertas kerja ini pertama kali dipresentasikandalam Kongres Pendidikan Kolonial di Hague, 28 Agustus 1916.

Page 115: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 110 -

pendapat yang terjadi di kalangan pemikir kebudayaan padasaat itu seringkali dipahami sebagai debat antara kubumodernis dan tradisionalis, atau kubu pro-Barat dan pro-Timur. Penyederhanaan peristiwa ini secara langsung maupuntidak mempengaruhi cara pandang umum tentangkebudayaan Indonesia. Pembaca sejarah dibuat memilih salahsatu dan mengabaikan yang lainnya, seakan-akan kebudayaanIndonesia bergerak dalam bidang linear yang dibagi tegasantara sisi Timur dan Barat, atau sisi modern dan tradisional.Padahal ketika diperhatikan dengan baik tampak jelas bahwasemua pihak yang terlibat dalam polemik itu boleh dibilangkaum modernis, mereka menerima ilmu pengetahuan mod-ern dan toleran terhadap apa yang mereka pahami sebagai‘kebudayaan barat’. Lebih jauh lagi, mereka sama-samamenentang tradisi ‘feodal’ Jawa kolonial. Tak satu pun percayabahwa kebudayaan “Indonesia Baru” harus sepenuhnyadiambil dari kebudayaan elit tradisional, atau pun bulat-bulatdari kebudayaan rakyat.

Kalau kita melihat satu-satunya buku tentang PolemikKebudayaan tahun 1930-an yang terbit, kita akan sangatkesulitan menangkap konteks keseluruhan masalah yangdiperdebatkan. Karena Achdiat K. Mihardja sebagai editorbuku ini tidak lebih dari menjalankan fungsi sebagaipengumpul tulisan-tulisan dari orang-orang yang terlibatdalam perdebatan ini. Tidak ada pengantar yang memberikankonteks sejarah perdebatan ini pada masanya. Misalnya tidakditerangkan mengapa sampai muncul perdebatan itu, ataubagaimana perdebatan itu berpengaruh pada kehidupankebudayaan pada masanya. Apalagi menghubungkanperdebatan itu dengan gerakan nasionalisme yang sedanggencar-gencarnya di tahun 1930-an. Sebagai satu-satunyabuku yang diacu bila orang membicarakan PolemikKebudayaan 1930-an, buku ini tidak memadai. Karena or-ang harus mencari sendiri konteks historis perdebatan inidengan memperhatikan bacaaan-bacaan sejaman dankecenderungan-kecenderungan apa saja yang dominan di

Page 116: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 111 -

kalangan aktivis kebudayaan pada masa itu.11

Dalam artikel bertajuk “Menudju Masjarakat danKebudayaan Baru,”12 Sutan Takdir Alisjahbana mengajukanpendapat bahwa bangsa Indonesia harus berguru pada Barat.Sementara dengan gaya lugas, dia hantamkan pendapatnyapada setiap pemikiran yang masih terpaku pada kebudayaanmasa lalu. Baginya, sejarah Indonesia dimulai abad ke-20.Baru pada abad inilah muncul suatu generasi baru, suatugenerasi yang secara sadar berniat merambah jalan baru bagibangsanya. Suatu generasi yang telah menikmati pendidikanBarat. Sebelum itu, dia anggap sebagai

zaman pra-Indonesia, zaman djahiliah ke-Indonesiaan,jang hanja mengenal sedjarah Oost Indische Compagnie,sedjarah Mataram, sedjarah Atjeh, sedjarah Bandjarmasin,dll. (Alisjahbana 1935)

Dengan demikian, segala cerita besar di masa lalu, entah ituMajapahit atau Sriwijaya, sebaiknya dibiarkan tenggelamdalam keheningan masa lalu. Kebudayaan Indonesia tidakterikat pada masa lalu mengingat problematika zaman kinimembutuhkan “alat” atau “ramuan” baru yang tidak terdapatdi masa lalu. Setelah menerima kritik-kritik tajam ia mengakuibahwa elemen masa lalu, termasuk kebudayaan daerah,walaupun tidak segera menghilang namun kelak akan tersapuoleh tuntutan zaman modern yang bersifat niscaya.

Dalam pandangan STA, masyarakat prae-Indonesia selamaberabad-abad adalah masyarakat statisch, yang mati dan perludisuntik dengan nilai-nilai kebudayaan Barat yang dynamisch,yang hidup. Karena, demikian ia memberi pembenaran,hanya suatu masyarakat yang dinamis yang dapat bersaingdalam masyarakat bangsa-bangsa. Dan bangsa Indonesia

11 Mihardja 1954, untuk pembahasan yang meletakkan polemik ini padakonteks historisnya, dengan memberi latar belakang tentang Taman Siswadan Pujangga Baru, lihat Ratih 1997.12 Alisjahbana, Sutan Takdir, 1955, “Menuju Masyarakat dan KebudajaanBaru”, dalam Pudjangga Baru, Th. III No 2, Agustus 1935.

Page 117: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 112 -

perlu mempelajari “alat” dari bangsa-bangsa yang waktu itudia nilai tinggi kebudayaannya: Eropa, Amerika, Jepang.

Tulisan ini mendapat tanggapan dari Sanusi Pane dan Dr.Purbatjaraka. Pada intinya, keduanya beranggapan bahwa adaperbedaan kebudayaan dan nilai-nilai yang dianut Baratdengan Indonesia yang Timur sehingga, idealnya, perlu dicariperpaduan dari kelebihan masing-masing.

Ada beberapa catatan yang bisa diberikan pada “polemik jilidsatu” ini. Pertama, tulisan-tulisan ini muncul dalam semangatSumpah Pemuda yang terjadi beberapa tahun sebelumnya.Peristiwa ini menyebarkan optimisme ke pemuda-pemudaterdidik mengenai suatu “masyarakat imajiner” yang bernamaIndonesia.

Kedua, seperti ditulis Takdir yang bisa jadi tidak menyadariadanya ironi tersembunyi dalam pernyataannya sendiri,bahwa ide dan pengorganisasian “nasionalisme” tersebutdibentuk oleh hikmah belajar dari pendidikan Barat, yakniBelanda sang kolonial. Dengan demikian, kesadaran politismereka tentang ke-Indonesiaan terbentuk oleh kacamataBelanda dan belum tentu diikuti oleh “nasionalisme” budayaseperti dalam kasus STA, atau lebih lanjut menggunakankebudayaan sebagai strategi membangun nasionalisme sepertiyang dilakukan Ki Hadjar Dewantara dengan TamanSiswanya.

Ketiga, sebenarnya STA bukan orang pertama yangmengungkapkan sikap menolak kebudayaan sendiri danmengutamakan kebudayaan Barat. Sejak berdirinya DjawaDipa 1914, Tjipto Mangunkusumo telah dengan tajammelontarkan kritik-kritiknya terhadap kebudayaan Jawa yangfeodal dan mulai membusuk karena sudah kehilangankedaulatannya. Menurutnya, sumber utama kelemahan or-ang Jawa adalah kurang memiliki semangat perlawanansehingga bisa begitu lama dijajah. Dan berbeda dengan Takdiryang terlihat memunggungi Timur dan sangat memuja Barat,

Page 118: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 113 -

Tjipto lebih melihat hambatan bagi kemajuan bangsa Hindiaadalah kolonialisme karena, menurutnya:

“[p]ertentangan fundamental itu bukan antara Timurdan Barat atau antara orang-orang Hindia dan non-Hindia tetapi antara dominasi dan subordinasi,apapun bentuknya.”13

Dan obat untuk menghilangkan penyakit bangsa ini,menurut Tjipto adalah membangkitkan semangat perlawananrakyat bumiputera.

Keempat, mengingat semangat yang melingkupi polemik ituadalah persiapan untuk menyongsong masyarakat baru, In-donesia dengan rancangan kebudayaan yang palingmendukung, maka jalan yang diambil adalah pendidikan bagigenerasi mendatang. Dengan demikian, polemik bergeserpada masalah pendidikan.

Pada tanggal 8 -10 Juni 1935 diadakan konggresPermusyawaratan Perguruan Indonesia yang pertama di Solo.Dalam artikel “Sembojan jang Tegas” yang dimuat dalammajalah Pudjangga Baru, STA memberikan kritik-kritikterhadap konggres itu yang tak lama kemudian menyulutpolemik. Seperti bisa diduga, pada kesempatan ini pun STAmenganjurkan bangsa ini mengarahkan mata ke Barat.

Dalam pengamatannya, para pembicara dalam konggres,antara lain Ki Hadjar Dewantoro, dr. Sutomo, dr. RadjimanWediodiningrat, menyodorkan kecemasan-kecemasan yangsebenarnya tidak beralasan. Mereka mencemaskanpendidikan yang terlalu menekankan intellectualisme,individualisme, egoisme, dan materialisme. Padahal, demikianTakdir berpendapat, nilai-nilai inilah yang justru kurang atautidak ada dalam masyarakat Indonesia sehingga perludihidangkan sebagai menu pendidikan dalam jumlah yangcukup besar. Agar cepat bisa mengejar kebudayaan Barat yang

13 Seperti dikutip dalam Takashi Siraishi, Zaman Bergerak, 1997, hlm.164.

Page 119: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 114 -

melaju di depan, bangsa Indonesia harus melahap nilai-nilaiyang dianggap Takdir nilai-nilai kunci kebudayaan Barat yangdinamis, yang hidup. Dalam rumusannya yang berapi-api,

Otak Indonesia harus diasah menjamai otak Barat!Individu harus dihidupkan sehidup-hidupnya!Keinsjafan akan kepentingan diri harus disadarkan se-sadar-sadarnja!Bangsa Indonesia harus diandjurkan mengumpulkan hartadunia sebanjak-banjak mungkin!Kesegala djurusan bangsa Indonesia harus berkembang!”14

Sebagian pemrasaran dalam kongres pendidikan di Solomenanggapi Sembojan jang Tegas. Dr. Sutomo, misalnya,mengakui kehebatan intelektualisme Barat dan itu memangbaik adanya untuk bahan rujukan. Namun, konggres ituadalah konggres Pemusjawaratan Perguruan Indonesia.Dalam kesempatan itu, mereka ingin menyusun suatupendidikan yang sempurna bagi bangsa Indonesia denganbelajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain, termasukpendidikan Barat yang sangat kuat dalam hal asah akal(intelektualisme). Tapi masalahnya, menurut Sutomo, paraahli-ahli pendidik Eropah pun mulai resah karena menyadarikekurangan dan kesalahannya “kalau dengan te(r)dasnya akalitu lain-lain alat kemanusiaan tidak bersamadikembangkannja.” Bangsa Indonesia tidak perlu mengulangkesalahan yang sama dan menghindari ekses-eksesintelektualisme dengan mengembangkan “alat-alatkemanusiaan” lain, yakni rasa dan karsa atau seni dan moral!

Dari perdebatan tentang intelektualisme dan kemudianberlanjut pada perdebatan tentang individualisme danmeterialisme, bisa diberikan catatan di sini. Meskipun Takdirdi satu pihak dan Sutomo maupun Ki Hadjar Dewantara dipihak lain berbeda sikap terhadap intelektualisme,

14 Alisjahbana, Sutan Takdir, “Semboyan Yang Tegas: Kitik TerhadapBeberapa Pare Advis Kongres Permusjawaratan Perguruan Indonesia”,dalam Mihardja 1954, hlm. 42.

Page 120: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 115 -

individualisme, materialisme, namun mereka memilikipersamaan. Kedua-duanya adalah hasil didikan Belanda.Kebudayaan Barat tidak seluruhnya ditolak, bahkan olehSutomo dan Ki Hadjar Dewantara yang sering dicaptradisonalis. Perbedaan terletak pada perbedaan cara pandangmereka mengenai kedudukan nilai-nilai Barat itu sendiri danhubungan antara kekuasaan dan kebudayaan.

Posisi Takdir jelas. Pemujaannya pada Barat disertai dengankeyakinan bahwa nilai-nilai itu netral, bebas nilai. Akibatnyaia tidak bisa secara jeli melihat kepentingan kekuasaan yangbermain dalam kebijakan pemerintah kolonial Belanda untukmemberi sesuap pengetahuan Barat dalam wujud pendidikanzaman Belanda, yakni menyediakan tenaga pribumi untukmelancarkan roda pemerintah kolonial Belanda di sampingmenghibur hati kaum ethisi di negeri Belanda. Takmengherankan bila Takdir dan Pudjangga Baru-nya tidakpernah melontarkan sikap kritis terhadap kolonialismeBelanda. Sikap yang didasari pada keyakinan bahwakebudayaan tiada bersangkut paut dengan politik. Posisi yangdia yakini seumur hidup seperti terlihat dalam KonggresKebudayaan tahun 1951 di Solo maupun KonggresKebudayaan tahun 1991 di Jakarta!15

Posisi Ki Hadjar Dewantara berbeda. Ia menyadari bahwapendidikan Barat yang sering mengklaim humanis ternyatatidak sehumanis klaimnya dalam penerapannya di HindiaBarat. Ada keterbatasan-keterbatasan yang tidakmenguntungkan kaum pribumi. Pertama, pendidikantersebut bersifat elitis sehingga tidak menjangkau rakyat jelata.Kedua, pendidikan yang berorientasi ke negeri Belandamenjauhkan elite Indonesia dari seluruh bangsanya danmenumpulkan langkah pembentukan kesadaran kolektifsebagai suatu bangsa. Ketiga, sebagai akibat logisnya, elite

15 Lihat Alisjahbana, Sutan Takdir, “Sejarah Kebudayaan Indonesia MasukGlobalisasi Umat Manusia”, Prasaran dalam Kongres Kebudayaan 29Oktober 1991.

Page 121: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 116 -

terdidik Indonesia yang sudah ke-Belanda-belandaan dalamartian berpenampilan, berbahasa sehari-hari Belanda, lebihsuka menjadi Belanda berkulit sawo matang. Tanpakebanggaan dan terutama pengetahuan yang cukup padamasa lalu dan kebudayaan sendiri, apa yang bisa diharap selainketundukan dan kekaguman berlebihan pada kebudayaanyang lebih berkuasa, kebudayaan sang penjajah?

Menyadari kedudukan strategis kebudayaan, Ki HadjarDewantara terdorong untuk mengurangi aktivitas politikpraktisnya dan mendirikan pendidikan Taman Siswa. Iabelajar banyak dari model pendidikan Tagore di India. Dalamperguruannya kemampuan estetis dan etika diberi porsi besardengan harapan terbentuk manusia-manusia Indonesia yangcerdas sekaligus berbudi luhur dari manusia-manusia baruinilah disandarkan harapan terbangunnya kemerdekaanbudaya, di samping kemerdekaan politis bangsa Indonesia.

Seperti tampak di atas, perbedaan mendasar justru munculketika konsep-konsep yang beradu ini dikaitkan dengangerakan pembebasan nasional melawan kekuasaan negarakolonial, seperti pernah dinyatakan TjiptoMangoenkoesoemo di atas. Diwakili oleh pandangan SutanTakdir Alisjahbana dan Ki Hadjar Dewantara, posisiberseberangan ini kelak menentukan arah perkembangankebudayaan nasional Indonesia dan masalah yangdihadapinya.

Jelas bahwa yang jadi keprihatinan utama dalam perdebatandi masa 1930an ini sebenarnya adalah persoalan demokrasi.Apakah tradisi tertentu perlu dibawa serta atau dibuang dalamperkembangan suatu bangsa, erat hubungannya denganbagaimana para pemikir kebudayaan membayangkankehidupan yang lebih demokratis dan bagaimana merekarumuskan visi politik dan moral bangsa yang diharapkan akanlahir. Sejarah menunjukkan bahwa upaya perumusan konsepkebudayaan nasional senantiasa ‘terganggu’ oleh pergolakanpolitik di jamannya: pendudukan Jepang, diikuti dengan

Page 122: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 117 -

pertempuran paska-kemerdekaan, dan pertarungan ideologisyang berakhir dengan tragedi berdarah 1965.

Page 123: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan
Page 124: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 119 -

sebuah dinamika gagasan, sebuah perdebatan kebudayaan.Keraguan dr. Tjipto Mangooenkoesoemo terhadap gerakanini, karena bisa memecah kaum pergerakan dan karena yangharus dilawan terutama adalah kolonialisme Belanda danbukan feodalisme Jawa, dijawab sendiri oleh perkembangangagasan itu dalam masyarakatnya. Ketika gagasan kesetaraandiajukan dalam sebuah masyarakat feodal yang sekaligusmasyarakat jajahan dan berhadapan dengan kenyataan yanglebih luas gagasan tersebut berkembang.

Taman Siswa adalah sebuah sintesa yang memadukan gagasanmodern pendidikan dengan budaya lokal (Jawa) dalamperlawanan terhadap kolonialisme. Ki Hadjar Dewantaramelihat bahwa kemerdekaan mensyaratkan kebanggaan akanidentitas bangsa sendiri. Dalam sistem pendidikan kolonialidentitas itu dihilangkan. Priyayi dan bangsawan pribumiyang terdidik dalam sistem pendidikan ini hanya mengimitasibudaya kolonial Barat. Mereka mengalami keterbelahanidentitas kultural, karena mereka tidak pernah tahu akarbudayanya sendiri, tempat di mana mereka hidup. Perdebatanterjadi ketika Ki Hadjar tetap memasukkan budaya Jawadalam sistem pendidikan yang dibangunnya. Mereka yangtidak setuju menganggap Jawa sebagai entitas budaya sudahtidak signifikan, karena feodal dan anti demokrasi. Namuntujuan Ki Hadjar bukanlah konservasi budaya Jawa, tapimenumbuhkan kebanggaan atasnya sebagai identitas,sehingga kesetaraan (dengan budaya Barat) bisa tercapai.Dengan kesetaraan ini sintesa dengan gagasan modern Baratbisa terjadi dengan demokratis, dan tidak akan terjadipenjajahan budaya pada saat kemerdekaan nanti.

Soal kesetaraan inilah yang tidak diperhatikan oleh SutanTakdir Alisjahbana dengan sikap ekstremnya untuk “menolehke Barat” dalam polemik kebudayaan 1930-an. Mereka yangmenentang Sutan Takdir tidak mengingkari pencapaian-pencapaian kebudayaan Barat. Merekapun hasil daripendidikan modern Barat. Yang mereka permasalahkan

Page 125: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 120 -

adalah landasan kebudayaan Indonesia sendiri yang haruskokoh, sehingga siap berdialog dengan budaya Barat. Sebabkalau tidak, “tolehan ke Barat” dari Sutan Takdir akan menjadisebuah pengabdian.

Masuk pada bab II, tradisi perdebatan ini sempat berlanjutdi awal 1950-an. Kelompok Surat Kepercayaan Gelanggangberusaha memperluas wawasan dengan orientasiinternasionalnya sebagai “ahli waris kebudayaan dunia.”Sedangkan Lekra dalam Mukadimahnya mengajukankebudayaan semi feodal-kolonial sebagai masalah pertamayang harus diselesaikan lewat penuntasan Revolusi Agustus1945. Pertukaran gagasan ini tidak sempat berkembang jauh.Ketegangan politik tingkat tinggi, baik di level nasional danperang dingin di level internasional, membawa bentuk danisi “perbincangan budaya” ini ke arah yang sama sekali lain.Yang terjadi bukan dialog hubungan kebudayan dan politik,tapi intervensi politik dalam kebudayaan. Hasilnya adalahproses degradasi yang memuncak pada patahnya sebuahtradisi yang sudah dibangun sejak awal abad lalu.

Dalam konteks ini, bab I menjadi paparan dari kegagalangerakan kebudayaan membuat politik menjadi lebihdemokratis dan manusiawi. Buku Prahara Budaya yangdibahas dalam bab ini kemudian menjadi bantahan atasadanya perdebatan kebudayaan di tahun 1960-an. KarenaManifes Kebudayaan yang menawarkan gagasan baru ditengah dominasi wacana oleh Lekra tidak melahirkan sebuahdialog kebudayaan. Serangan terhadapnya dan juga balasandari Manikebu sendiri sampai dengan pelarangannya melulubersifat politis. Sayangnya perseteruan ini kemudian secarasalah dilihat sebagai sebuah perdebatan kebudayaan.Sedangkan yang terjadi adalah tidak lebih dari sebuahpertarungan politik, dalam arti sempit perebutan kekuasaan,yang dibawa ke wilayah kebudayaan. Lebih parah lagi adalahpemahaman bahwa seluruh dinamika kebudayaan yangterjadi pada tahun-tahun itu menjadi sekedar perdebatan

Page 126: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 121 -

kebudayaan antara Lekra dan Manikebu. “Perdebatan” iniseolah-olah meneruskan proses pencarian yang sudahberlangsung sejak Djawa Dipa di tahun 1914. Padahal“perdebatan kebudayaan” itu tidak lebih dari mitos belaka.Sebuah mitos pemenggal sejarah.

Distribusi Gagasan dalam PerdebatanKebudayaan yang Elitis

Sejak Djawa Dipa tahun 1914 sampai dengan gejolakkebudayaan yang terjadi di era 1960-an, ada satu hal yangtetap: Perdebatan itu diawali dan dilakukan oleh kalanganintelektual, mereka yang dekat dengan dunia “tulis menulis”..Di masa penjajahan, intelektual selalu datang dari kalanganpriyayi dan bangsawan, karena merekalah yang mendapatkesempatan sekolah.

Djawa Dipa digerakkan pertama kali oleh Tjokrodanoejo danTjokrosoedarmo, keduanya pimpinan organisasi modernSerikat Islam dan anggota redaksi koran Sinar Hindia.. TamanSiswa dibangun oleh Ki Hadjar Dewantara, yang bernamaasli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, seorang bangsawanJawa yang berpendidikan Barat. Begitu pula mereka yangterlibat dalam Polemik Kebudayaan 1930-an seperti SutanTakdir Alisjahbana, dr. Soetomo, Ki Hadjar Dewantara, Dr.Poerbatjaraka. Mereka semua berpendidikan modern Barat.Tokoh-tokoh kelompok Surat Kepercayaan Gelanggang,Lekra dan Manikebu, seperti Asrul Sani, Bakri Siregar,Wiratmo Soekito juga berasal dari kalangan intelektual.

Kaum intelektual adalah lapisan dari masyarakat yang pal-ing terbuka terhadap pengaruh budaya lain dan gagasan-gagasan baru. Mereka menjadi muara pertemuan dua ataulebih kebudayaan sekaligus. Hasilnya tergantung pada dayacerna masing-masing dan terutama adalah bagaimana merekamengembangkan gagasan tersebut, secara individual ataudidialogkan dengan basis masyarakat pendukungnya(komunitasnya). Dalam konteks Indonesia, hal ini

Page 127: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 122 -

mempunyai beberapa konsekwensi:

Pertama, perdebatan itu bersifat elitis. Perdebatan ataupolemik kebudayaan muncul dalam forum kaum elit, yaknidi media massa. Rakyat kebanyakan tinggal menjadipenonton. Tanpa pendidikan yang memadai, mereka tidakmemiliki suara dalam merumuskan masalah atau, apalagi,menawarkan jalan bagi kebuntuan budaya yang sedangterjadi. Kaum intelektual Indonesia mengerjakan tugastersebut: merumuskan masalah dan menggagas kebudayaanterbaik untuk bangsa ini, untuk rakyat dan bukan bersama-sama rakyat. Di sini masalahnya adalah bagaiamana kaumintelektual melihat posisinya dalam masyarakat. Sebagaikelompok elit yang mengontrol perkembangan masyarakat,atau sebagai barisan pelopor pembawa gagasan baru yangprogresif dalam masyarakat, untuk kemudian menyerahkanperkembangan gagasan itu pada kecerdasan massa

Kedua, sifat elitis ini dengan sendirinya tampak padaperlakuan mereka terhadap faktor rakyat yang sudah hidupdan menghidupi kebudayaannya sendiri. Ada dua sikapterhadap hal ini: Sikap pertama yakni meninjau ulangkebudayaan sendiri dengan menyempurnakannya denganunsur-unsur kebudayaan sang pemenang. Sikap kedua adalahdengan menafikan sama sekali pertanyaan mengenai faktorrakyat dan kebudayaannya, dengan bergabung padakebudayaan yang lebih unggul, entah itu kebudayaan Eropaatau kebudayaan dunia.

Pada pilihan pertama, yang nampak menonjol adalahpengakuan mengenai hubungan erat antara kekuasaan dankebudayaan dan adanya komitmen kuat pada rakyat yangsedang tertindas. Komitmen itu kita lihat pada bagaimanaDjawa Dipa menolak feodalisme Jawa yang menindas dankemudian dilestarikan oleh kolonial Belanda denganmenjadikan elit feodal Jawa sebagai kaki tanganpenindasannya. Posisi ini juga diambil Ki Hadjar Dewantarasejak mendirikan Taman Siswa sampai saat Polemik

Page 128: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 123 -

Kebudayaan tahun 1930’an, yaitu menjadikan budaya Jawayang tidak feodalistik sebagai landasan identitas budaya untukberkenalan dengan gagasan-gagasan baru yang progresifdalam sebuah pendidikan modern yang dibangunnya untukrakyat jajahan. Posisi yang sama juga diambil oleh Lekradengan “memadukan tradisi yang baik dan kekinian yangrevolusioner”.

Dalam pilihan kedua, Sutan Takdir dengan keras menolaktradisi dan menyatakan bahwa “zaman pra-Indonesia, zamandjahiliah ke-Indonesiaan” harus ditolak dengan mengasah“otak Indonesia manjamai otak Barat” dengan syarat“Individu harus hidup sehidup-hidupnya”. Sutan Takdir tidakmemperdulikan kenyataan bahwa sebagian besar rakyat hidupdalam kebudayan yang disebutnya “jahiliah” itu. Pernyataanyang kurang lebih sama kita temui dalam Surat KepercayaanGelanggang ketika berseru: “kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat”, karena sebagai“ahli waris kebudayaan dunia” mereka ingin “kebudayaankami teruskan dengan cara kami sendiri”.. Pada pilihan ini,selain acuh pada realitas rakyat kebanyakan, terlihatkecenderungan untuk menolak hubungan antara kebudayaandengan kekuasaan. Kebisuan Takdir mengenai kolonialismeBelanda maupun posisi Manifes Kebudayaan yang terang-terang menyebutkan bahwa seni dan sastra memiliki rohsendiri yang harus dilepaskan dari kepentingan politiktertentu merupakan contoh-contoh terang dari sikap ini.

Selain itu, kedua sikap di atas juga berpengaruh padapenekanan masing-masing pada bentuk dan isi kebudayaan.Pembobotan yang berat sebelah dari masing-masing posisibisa kita lihat dari ekspresi kultural dan produksi kebudayaanmereka. Titik tekan dari posisi pertama yang diambil KiHadjar dan Lekra adalah lahan penggarapan budaya lokaldari rakyat bawah atau yang sedang tertindas. Bahaya dariposisi ini adalah terlalu menekankan isi, terutama padakomitmen sosialnya, sehingga pada praktek bisa terjerumus

Page 129: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 124 -

pada pengorbanan mutu estetika dan melahirkan slogan-slo-gan verbal belaka. Djawa Dipa sampai Ki Hadjar denganTaman Siswanya belum menghadapi masalah ini, karenaberhasil mencapai sintesa seimbang antara tradisi dangagasan-gagasan modern. Pada Djawa Dipa sintesa inimengubahnya menjadi Hindia Dipa. Sedangkan pada Lekra,walau salah satu semboyannya “tinggi mutu estetis dan tinggimutu ideologis”, dalam banyak hal jatuh juga dalam bahayadi atas. Karya-karya Lekra yang dikumpulkan Taufik Ismaildan DS Moeljanto dalam Prahara Budaya serta yangdikumpulkan Keith Foulcher dalam Social Committment, bisadijadikan contoh. Terutama produksi karya Lekra periode1960-1965, ketika mereka semakin membesar dan semakindekat dengan kekuasaan. Hal yang sama terjadi ketikabeberapa tokoh Lekra menolak Chairil Anwar danmenyatakan Angkatan 45 “sudah mampus”, karenakomitmen sosial Chairil Anwar dan Angkatan 45 yangmereka anggap kosong.

Pada posisi kedua, posisi yang diambil oleh Sutan Takdirkemudian oleh Surat Kepercayaan Gelanggang, lalu denganmalu-malu diteruskan Manifes Kebudayaan, cirinya terletakpada penolakan pada tradisi dan akar budaya sendiri.Kebudayaan lokal dianggap tidak lagi relevan dalampembangunan masa depan, karena mereka mengandaikanada nilai-nilai kemanusian universal. Bahaya pada titikekstrim ini adalah keasyikan pada kecanggihan bentuk,sehingga tema dan produk kebudayaan terasa jauh terpisahdari problematika hidup konkret masyarakat sehari-hari.Dalam konteks inilah bisa dipahami mengapa mereka begitumengagungkan Chairil Anwar sebagai tonggak revolusibentuk kesusasteraan modern Indonesia, tanpa memusingkankomitmen sosialnya.

Ketiga, seperti kita lihat dalam rangkuman ketiga bab di atas,mulai dari Djawa Dipa sampai paruh pertama 1960-an,tampak bahwa kebudayaan di Indonesia mengalami

Page 130: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 125 -

pendangkalan dan penyempitan arti. Perjuangan anti feodalmeluas menjadi perjuangan melawan kolonialisme,dilanjutkan dengan perpaduan tradisi dengan sistempendidikan modern. Sampai Polemik kebudayaa 1930-an,yang selama ini disalahartikan sebagai pilihan “Barat” dan“Timur”, sebenarnya adalah persoalan demokrasi, apakahtradisi tertentu perlu dibawa atau dibuang dalampembangunan Indonesia masa depan. Hal ini berkait eratdengan bagaimana para pemikir kebudayaan membayangkankehidupan yang lebih demokratis dalam Indonesia merdeka.

Sampai tahap ini, kebudayaan masih dipahami dalam artinyayang luas sebagai dunia makna yang mencakup keseluruhanbidang kehidupan manusia. Dalam tahun 1960-ankebudayaan dimengerti dalam artian yang sempit, yaknibidang seni dan sastra, sehingga polemik atau perdebatankebudayaan pada periode sejarah ini, yang hanya sedikittergambar pada awal 1950-an, harus dipandang sebagaipolemik seni dan sastra belaka. Tahap yang paling memilukanadalah periode akhir paruh pertama 1960-an, di manakebudayaan, yang sudah mengalami penyempitan artitersebut, menjadi padang Kurusetra pertarungan politikdalam artinya yang sempit pula: perebutan kekuasaan. Tradisidemokratis pertukaran gagasan, polemik dan perdebatankebudayaan Indonesia sebelum kemerdekaan, justruternistakan ketika kemerdekaan itu sudah berada dalamgenggaman.

Matinya Tradisi yang Demokratis: Lahir-nya Rezim Fasis

Matinya tradisi yang demokratis itulah yang menjadi landasankelanggengan politik dehumanisasi Orde Baru. Dari sekianperdebatan yang terjadi, kenyataan pahit harus dihadapi,bahwa tak satupun yang terlibat dalam perdebatan itumenjadi pemenang. Karena yang berjaya kemudian adalahkebudayaan militer: baju seragam mulai dari murid Taman

Page 131: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 126 -

Kanak-Kanak sampai pakaian menteri, upacara bendera danbaris berbaris menjadi fenomena nasional, pebredelanpertunjukan teater oleh seorang kopral Angkatan Darat,kurikulum pendidikan yang mempersiapkan murid untukjadi skrup-skrup mesin besar kapitalisme, sampaimonointerpretasi tentang apa yang dimaksud dengan“kebudayaan nasional”.. Dan kalau ditambah dengan tragediberdarah 1965 yang membuat kita kehilangan pekerja-pekerjaterbaik kebudayaan di masanya, matinya tradisi yangdemokratis itu telah menjadi landasan bagi lahirnya sebuahkebudayaan fasis primitif yang militeristik.

Perubahan politik di akhir abad lalu, yang banyak memangkasdominasi militer, ternyata tidak banyak membawa perubahanberarti di bidang kebudayaan, kegiatan kebudayaan terlihathanya mengekor ke mana politik berbicara. Karenaperubahan yang terjadi tidak menyentuh hal yang palingfundamnetal: basis ekonomi. Indonesia pasca Suhartomeninggalkan beban krisis yang bukan kepalang. Di tengahkrisis ekonomi kapitalisme lanjut ini, demikian tulis Trotsky70 tahun lalu, menjadi lahan paling subur dari lahirnya rezimfasis dengan basis sosial borjuis kecil dan kelas menengah.Karena krisis ini telah merugikan kekuatan modalinternasional, maka untuk membayar kerugian plusbunganya, satu-satunya pilihan adalah meningkatkaneksploitasi dan menghancurkan kekuatan kelas pekerja sertakekuatan-kekuatan demokratik lainnya. Semua itu tidakmungkin terlaksana dalam sebuh rejim yang demokratis.Inilah ancaman di depan mata kita sekarang.

Apa yang dilakukan pemerintahan kita yang populersekarang, sudah menunjukkan gejala di atas. Penyelesaiankrisis ekonomi ini masih diserahkan pada kekuatan modal,dengan tetap bernaung ada lembaga seperti IMF dan BankDunia. Kebijakan ini, seperti yang sudah dicontohkan negara-negara Amerika Latin di tahun 1980-an, hanya menundakrisis lebih lanjut. Kekuatan pemilik modal dengan segera

Page 132: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 127 -

akan meniadakan arti penting kemajuan budaya;memperkokoh warisan budaya kolonial dan feodal;memanipulasi demokrasi menjadi bentuk demokrasi formalkotak suara; dan menyingkirkan partisipasi kebudayaan yanglebih luas dan egaliter. Monopoli kapital akan melemahkanrakyat menyelesaikan masalahnya sendiri dan bergantungpada kekuatan modal. Contoh kongkrit telah diberikan:terbentuknya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Disini kebudayaan dimengerti semata-mata sebagai barang unikdan antik yang bisa diperjualbelikan layaknya komoditilainnya. Jadi, bukan kebudayaan yang berjiwa, melainkankomoditi kultural untuk dijual. Dengan demikian kita masihmenghadapi masalah yang sama: fasisme yang lebih canggihdengan dukungan penuh kekuatan modal internasional.

Tentukan Langkah Menuju Kebudayaan yangDemokratis, Ilmiah, dan Kerakyatan

Akhirnya, kebudayaan progresif macam apa yang seharusnyalahir dan berkembang untuk menjawab masalah tersebut diatas? Kebudayaan macam apa yang bisa mendorong lahirnyasebuah masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat dasardari seluruh proses penyelesaian setiap masalah? Pada sejarahjuga kita belajar.

Proses kematian tradisi perdebatan yang demokratis dalamkebudayaan Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa-masa revolusi dan awal-awal kemerdekaan. Di masa-masatransisi inilah arah perkembangan bisa bergerak ke mana saja,tergantung pada kekuatan mana yang menjadi pemenangsebagai pengontrol transisi tersebut. Seperti tampak pada babI dan bab II, kontrol itu perlahan pindah ke tangan kekuatan-kekuatan politik praktis, dan ketika polarisasi kekuatan politikmemuncak dan macet, pemegang senjatalah yang mengambilalih.

Kesalahan sejarah tersebut terjadi karena pada masa transisidari masyarakat jajahan yang masih feodal menuju masyarakat

Page 133: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 128 -

egaliter yang demokratis tersebut tidak tuntas, walaukemerdekaan secara politis sudah dicapai. Kebudayaan yangnasional dan kerakyatan yang ditawarkan Lekra untukmenghancurkan kebudayaan semi kolonial dan semi feodaldalam masyarakat, sebenarnya sempat berkembang dalambentuk pengorganisiran kelompok-kelompok keseniantradisional, dengan hasil terangkatnya kebudayaan daerah.Namun semua terhenti pada tragedi berdarah 1965.

Dengan mengangkat kebudayaan daerah, yang dihidupisebagian besar masyarakat, berarti juga terangkatnya kesenianrakyat. Perdebatan memang terjadi di tubuh Lekra, ketikasebagian tokohnya yang berlatar pendidikan modernmenganggap kesenian rakyat tidak serta merta bisa dianggapsebagai kesenian yang bermutu. Dari perdebatan inilahorientasi kebudayaan dipertajam, antara peningkatan mutukesenian menjadi semakin realis, atau lebih pada eksplorasipotensi luar biasa kesenian rakyat sebagai media pembebasan.Dengan mengorganisir kelompok-kelompok keseniantradisional seperti ketoprak, wayang dan ludruk, yang masihbanyak mengandung mistisisme, Lekra menjatuhkan pilihanpada kebudayaan yang dihidupi sebagian besar rakyat. Alasanyang sama mengapa Ki Hadjar tetap memasukkankebudayaan Jawa yang tidak feodalistis pada sistempendidikan modern yang dibangunnya dalam Taman Siswa.Garis kerakyatan dengan demikian dipraktekkan.

Sejak Djawa Dipa, Hindia Dipa, Taman Siswa dan PolemikKebudayaan sampai kemerdekaan, sejarah gerakankebudayaan Indonesia sudah menetapkan langkahnya untukmelawan kolonialisme dan feodalisme. Kolonialisme sebagaibentuk primitif imperialisme kekuatan modal sudah hilangsaat kemerdekaan berhasil direbut. Namun setelahkemerdekaan, dia tetap menjadi ancaman. Di sini kebudayaanpun mengambil posisi melawan setiap model baruimperialisme. Karena itu kebudayaan pertama-tama jugaharus bersifat nasional. Dengan identitas nasional inilah dia-

Page 134: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 129 -

log yang setara dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada didunia bisa terjadi. Garis perlawanan terhadap feodalismeditetapkan karena tidak lagi alasan untukmempertahankannya, baik secara teoritis maupun prakteknyasehari-hari. Feodalisme mempersempit perkembangangagasan-gagasan baru kebudayaan dan ilmu pengatahuan,karena menjadikannya milik segelintir elit feodal saja. Padahalkebudayaan harus juga bisa memberi ruang pada pencariankebenaran obyektif, untuk kemudian mendukungnya dalampenyatuan teori dan praktek. Dengan demikian kebudayaanbisa dipertangungjawabkan oleh siapa saja. Karena itukebudayaan harus bersifat ilmiah. Sifat ilmiah inilah yangditinggalkan oleh para tokoh kebudayaan pada era 1960-an.Mereka malah masuk pada provokasi politik yang dangkaldan sesaat. Mereka mengingkari barisan pemikir kebudayaanyang berusaha mengembangkan intelektualisme sejak awalabad lalu.

Di bawah semua itu dasar utamanya adalah kebudayaanbersifat demokratis karena ia tercipta dan tumbuh secaraalamiah sesuai dengan kehendak dan kemampuan rakyatnegeri ini. Ia tidak dipaksakan ada hanya karena ia menjadikomoditi penting sebagai ornamen wisata yang menghasilkandevisa. Sifat demokratis yang melekat dalam kebudayaannasional kita meluas bobotnya ketika ia mengajak danmemungkinkan semua orang berdialog bersama. Sifat dia-log ini pula mengantarkan kita pada bentuk kebudayaan baruyang bukan sekedar angan-angan dan imajinasi tanpa sebab-akibat dari penciptanya. Dalam ruang-ruang yang demokratisinilah gagasan-gagasan pembebasan bisa lahir danberkembang.

Page 135: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 130 -

Lampiran 1

Surat Kepercayaan GelanggangKami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dankebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kamilahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagikami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia-duniabaru yang sehat dapat dilahirkan.

Ke-Indonesia-an kami tidak semata-mata karena kulit kamiyang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulangpelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyakoleh apa yang diutarakan oleh ujud pernyataan hati danpikiran kami.

Kami tidak akan memberikan suatu kata ikatan untukkebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentangkebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-laphasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untukdibanggakan, tetapi kami memikirka suatu penghidupankebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesiaditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yangdisebabkan suara-suara yang dilontarkan dari segala sudutdunia dan yang kemudian dilontarkan kembali dalam bentuksuara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yangmempersempit dan menghalangi tidak betulnya ukuranpemeriksaan nilai.

Revolusi bagi kami adalah penempatan nilai-nilai baru atasnilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kamiberpendapat bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belumselesai.

Dalam pememuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yangpokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara kami mencari,membahas dan menelaah kami membawa sifat sendiri.

Page 136: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 131 -

Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat)adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanyasaling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Jakarta, 18 Februari 1950

Page 137: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 132 -

Lampiran 2

Mukadimah LEKRA 1950Adalah suatu kepastian, bahwa dengan gagalnya RevolusiAgustus 1945, Rakyat Indonesia sekali lagi terancam suatubahaya, yang bukan saja akan memperbudak kembali RakyatIndonesia di lapangan politik, ekonomi dan militer, tetapijuga di lapangan kebudayaan.

Gagalnya Revolusi Agustus 1945 berarti juga gagalnyaperjuangan pekerja kebudayaan untuk menghancurkankebudayaan kolonial dan menggantinya dengan kebudayaanyang demokratis, dengan kebudayaan Rakyat.

Gagalnya Revolusi Agustus 1945 berarti memberikesempatan kepada kebudayaan-feodal dan imperialis untukmelanjutkan usahanya, meracuni dan merusak-binasakanbudi-pekerti dan jiwa Rakyat Indonesia. Pengalamanmenunjukkan, bahwa kebudayaan-feodal dan imperialis telahmembikin Rakyat Indonesia bodoh, menanamkan jiwa-pengecut dan penakut, menyebarkan watak lemah dan rasahina-rendah tiada kemampuan untuk berbuat dan bertindak.

Pendeknya: kebudayaan-feodal dan imperialis membikinrusak binasa batin rakyat Indonesia, membikin Rakyat In-donesia berjiwa dan bersemangat budak.

Masyarakat setengah-jajahan sebagaimana kita alami sekarangini, masyarakat yang dilahirkan oleh sesuatu politikkompromi dengan imperialisme sudah dengan sendirinyatidak bisa lain dari dengan membuka pintu bagi kelangsungankebudayaan-kolonial, sebagai persenyawaan antarakebudayaan-feodal dan kebudayaan imperialis.

Masyarakat setengah jajahan memerlukan kebudayaankolonial sebagai salah satu senjata klas berkuasa untukmenindas klas yang diperintah; kebudayaan kolonial adalah

Page 138: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 133 -

senjata dari klas “elite” yang telah merasakan kenikmatandan kemewahan yang dihasilkan oleh keringat dan darahRakyat banyak.

Maka dengan demikian proses perkembangan kebudayaanRakyat yaitu kebudayaan dari Rakyat banyak yangmerupakan lebih dari 90% dari jumlah seluruh nasion (na-tion) Indonesia, akan tertindas dan tertekan kemajuannya.Tetapi sebaliknya kebudayan anti-Rakyat kebudayaan-feodaldan imperialis akan kembali merajalela lagi.

Kedudukan setengah jajahan dari tanah-air Indonesia berartipula bahwa Indonesia terseret ke dalam arus peperangan yangsedang disiapkan oleh negeri-negeri imperialis. Peperanganimperialis adalah rintangan yang sebesar-besarnya bagiperkembangan kebudayaan Rakyat.

Maka kami yang bersedia menjadi pekerja Kebudayaan-Rakyat, mempunyai kewajiban mutlak menghalaukebudayaan-kolonial dan mempertahankan KebudayaanRakyat.

Untuk ini kami yang bersedia mennjadi pekerja KebudayaanRakyat mempersatukan diri dan menyusun kekuatan untukbertahan serta mengadakan perlawanan terhadap setiap usahayang hendak mengembalikan kebudayaan-kolonial,kebudayaan kuno, yang reaksioner itu.

Kami pekerja-Kebudayaan-Rakyat akan mempertahankandan memperkuat benteng Kebudayaan-Rakyat (KulturRakyat). Untuk maksud-tujuan ini, maka kami menyusundiri dalam lembaga KEBUDAYAAN RAKYAT berdasarkankonsepsi Kebudayan Rakyat.

Konsepsi Kebudayaan Rakyat

I

Kesenian, ilmu dan industri adalah dasar-dasar dari

Page 139: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 134 -

kebudayaan. Apabila kita sungguh-sungguh mau menjadikankebudayaan kita indah, gembira dan bahagia, maka kita harusmenguasai dan mencurahkan perhatian kita terhadapkesenian, ilmu dan industri.

Kesenian, ilmu dan industri baru bisa menjadikan kehidupanRakyat indah, gembira dan bahagia apabila semuanya inisudah menjadi kepunyaan Rakyat. Kenyataan sekarangmenunjukkan, bahwa ini belum menjadi kepunyaan Rakyat,tetapi masih menjadi kepunyaan lapisan atas, klas “elite” yangjumlahnya sangat sedikit dari pada jumlah nation.

Maka adalah tugas daripada Rakyat Indonesia untukmembuka segala kemungkinan supaya bisa mengecapkesenian, ilmu dan industri. Maka adalah kewakiban RakyatIndonesia untuk memperjuangkan agara kesenian, ilmu danIndustri tidak dimonopoli oleh segolongan kecil lapisan atasdan dipergunkan untuk kepentingan dan kenikmatangolongan kecil itu. Rakyat Indonesia harus berjuang untukmenguasai dan memilik kesenian, ilmu dan industri..

II

Tujuan Rakyat Indonesia adalah mendirikan RepublikDemokrasi Rakyat, di mana terdapat kebebasan bagiperkembangan ekonomi Rakyat, di mana terdapat kebebasanbagi perkembangan ilmu dan kesenian Rakyat. Pendeknyadi mana terdapat perkembangan Kebudayaan Rakyat yangbersifat nasional dan berdasarkan ilmu, di mana terdapatkebebasan perkembangan pribadi (individuality) berjuta-jutaRakyat. Dengan singkat: tujuan Rakyat Indonesia ialahRevolusi Demokrasi Rakyat. Rakyat adalah satu-satunyasumber kekuasaan dalam Republik Rakyat. Sonder melaluiRevolusi ini, maka untuk menguasai kesenian, ilmu danindustri, adalah impian belaka. Selanjutnya seluruh RakyatIndonesia harus menentang tiap-tiap usaha perang yangdisiapkan oleh negara-negara imperialis.

Page 140: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 135 -

III

Perjuangan Kebudayaan Rakyat adalah bagian yang tidakdapat dipisahkan dari perjuangan Rakyat umum. Iamerupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan terutama dariperjuangan klas Buruh dan Tani, yaitu klas yang menjadipemimpin dan tenaga terpenting dan pokok dalamperjuangan Rakyat.

Fungsi daripada Kebudayaan Rakyat (kultur Rakyat) sekarangialah: menjadi senjata perjuangan untuk menghancurkanimperialisme dan feodalisme. Ia harus menjadi stimulator(Pendorong) dari Massa, menjadi sumber yang senantiasamengalirkan begeestering (kesegaran jiwa) dan api revolusiyang tak kunjung padam. Ia harus menyanyikan, memuja,mencatat perjuangan kerakyatan, dan menghantam,membongkar, menggulingkan dan mengalahkanimperialisme dan feodalisme. Kebudayaan Rakyatberkewajiban mengajar dan mendidik Rakyat untuk menjadipahlawan dalam perjuangannya.

IV

Kolonialisme di masa lampau dan setengah-kolonialismedewasa ini menimbulkan faktor-faktor di kalanganpergerakan Rakyat umumnya dan pergerakan Buruh dan Tanikhususnya, yang merugikan perkembangan KebudayaanRakyat. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Tiadanya kesedaran, bahwa perjuangan Rakyat terutamaPerjuangan Buruh dan Tani tak mungkin dipisahkan dengankebudayaan.

2. Sentimen (perasaan) yang picik yang berwujud dalamprasangka (prejudice) antipatik (tidak suka, benci) terhadapsegala sesuatu yang berbau dan atau yang ada dengankebudayaan, sebagai akibat pandangan yang menyamaratakanKultur Rakyat dengan Kultur degenerasi-burjuis.

Page 141: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 136 -

3. Tidak adanya dorongan dari Gerakan Rakyat, terutamagerakan Buruh dan Tani sendiri, kepada barisan kadernyauntuk juga memperhatikan masalah Kultur (Kebudayaan).

4. Ketidak mampuan (impotensi) dari kawan-kawan senimanRakyat sebagai pekerja Kebudayaan Rakyat, untuk menarikgaris Kultur Rakyat dengan Kultur-degenerasi-borjuis,meskipun pergerakan Rakyat sendiri memberikan bahan-bahan yang melimpah-limpah.

5. Impotensi dari gerakan Rakyat, terutama dari gerakanBuruh dan Tani dalam menarik golongan intelgensia danpemuda-pelajar yang berpikiran maju ke dalam barisannya.

V

Sikap kebudayaan Rakyat terhadap kebudayaan asing atauluar Negeri sama sekali tidak bersikap bermusuhan.Kebudayaan Asing yang progressif akan diambil sarinyasebanyak-banyaknya untuk kemajuan perkembangan gerakankebudayaan rakyat Indonesia. Tetapi dalam hal mengambilsari ini, kita tidak akan menjiplak secara membudak.

Kebudayaan asing akan diambil sarinya dengan cara kritisatas dasar kepentingan praktis dari Rakyat Indonesia.Demikian pula kebudayaan Indonesia kuno tidak akandibuang seluruhnya, tetapi juga tidak akan ditelan mentah-mentah. Kebudayaan kuno akan diterima dengan kritis untukmeninggikan tingkat kebudayaan Indonesia baru yaituKebudayaan demokrasi Rakyat.

VI

Untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaanRakyat, untuk membangun barisan kebudayaan, supayamenjadi kekuatan dalam rtevolusi demokrasi Rakyat,didirikan “LEMBAGA KEBUDAYAAN RAKYAT”, yangmenuju kultur Rakyat atau Kultur Demokrasi Rakyat. Disamping bekerja untuk gerakan massa sehari-hari,

Page 142: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 137 -

bagaimanapun harus diusahakan oleh barisan kader Massauntuk memperhatikan, menyelidiki masalah Kultuur, sertamenguasainya selaku pekerja Kebudayaan Rakyat, untukdijadikan senjata perjuangan anti-imperialisme.

Hal demikian kita harus lakukan, justru karena imperialismeberhasil mengadakan infiltrase di kalangan klas borjuisNasional yang tidak setia pada Revolusi Agustus 1945.

Kami mengajak kepada barisan kader gerakan Rakyat,terutama kader Buruh dan Tani, kami mengajak kepada kaumIntelegensia dan Pemuda Pelajar yang Progresif dan Patriotis,untuk mendisiplin dirinya menaruh perhatian terhadapmasalah Kultur Rakyat. Kami berseru supaya untuk maksudini menggunkan sebaik-baiknya organisasi LEMBAGAKEBUDAYAAN RAKYAT.

Page 143: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 138 -

Lampiran 3

Mukadimah LEKRA 1959Menyadari bahwa rakyat adalah satu-satunya penciptakebudayaan, dan bahwa pembangunan kebudayaan Indo-nesia-baru hanya dapat dilakukan oleh rakyat, maka padahari 17 Agustus 1950 didirikanlah Lembaga KebudayaanRakyat, disingkat Lekra. Pendirian ini terjadi di tengah-tengah proses perkembangan kebudayaan, yang, sebagai hasilkeseluruhan dayaupaya manusia secara sedar memenuhi,setinggi-tigginya kebutuhan hidup lahir dan batin, senantiasamaju dan tiada putus-putusnya.

Revolusi Agustus 1945 membuktikan, bahwa pahlawan didalam peristiwa bersejarah ini, seperti halnya di dalam seluruhsejarah bangsa kita, tiada lain adalah rakyat. Rakyat Indone-sia dewasa ini adalah semua golongan di dalam masyarakatyang menentang penjajahan. Revoluis Agustus adalah usahapembebasan diri rakyat Indonesia dari penjajahan danpeperangan penjajahan serta penindasan feodal. Hanya jikapanggilan sejarah Revolusi Agustus terlaksana, jika terciptakemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi, kebudayaanrakyat bisa berkembang bebas. Keyakinan tentang kebenaranini menyebabkan Lekra bekerja membantu pergulatan untukkemerdekaan tanah air dan untuk perdamaian di antarabangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan bagiperkembangan kepribadian berjuta rakyat.

Lekra bekerja khusus di lapangan kebudayaan, dan untukmasa ini terutama di lapangan kesenian dan ilmu. Lekramenghimpun tenaga dan kegiatan seniman-seniman, sarjana-sarjana dan pekerja kebudayaan lainnya. Lekra membantahpendapat bahwa kesenian dan ilmu bisa terlepas darimasyarakat. Lekra mengjak pekerja-pekerja kebudayaanuntuk dengan sedar mengabdikan dayacipta, bakat serta

Page 144: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 139 -

keahlian merreka guna kemajuan Indonesia, kemerdekaanIndonesia, pembaruan Indonesia.

Zaman kita dilahirkan oleh sejarah yang besar, dan sejarahbangsa kita telah melahirkan puter-putera yang baik, dilapangan kesusasteraan, senibentuk, musik maupun dilapangan-lapangan kesenian dan ilmu. Kita wajib bangggabahwa bahwa bangsa kita terdiri dari suku-suku yang masing-masingnya mempunyai kebudayaan yang bernilai.Keragaman bangsa kita ini menyediakan kemungkinan yangtiada terbatas untuk penciptaan yang sekaya-kayanya sertaseindah-indahnya.

Lekra tidak hanya menyambut sesuatu yang baru; Lekramemberikan bantuan yang aktif untuk memenangkan setiapyang baru dan maju. Lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa “kebudayan” penjajahan yang mewariskan kebodohan,rasa rendah serta watak lemah pada sebagian bangsa kita.Lekra menerrima dengan kritis peninggalan-peninggalannenek moyang kita, mempelajri dengan seksama segala segipeninggalan-peninggalan itu, seperti halnya mempelajaridengan seksama pula hasil-hasil penciptaan klasik maupunbaru dari bangsa lain yang mana pun, dan dengan ini berusahameneruskan secara kreatif tradisi yang agung dari sejarahbangsa kita, menuju penciptaan kebudayaan baru yangnasional dan ilmiah. Lekra menganjurkan pada anggota-anggotanya, tetapi juga pada seniman-seniaman, sarjana-sarjana dan pekerja-pekerja kebudayaan lainnya di luar Lekra,untuk secara dalam mempelajari kenyataan, mempelajarikebenaran yang hakiki dari kehidupan, dan untuk bersikapsetia kepada kenyataan dan kebenaran.

Lekra menganjurkan untuk mempelajari dan memahamipertentangan-pertentangan yang berlaku di dalam masyarakatmaupun di dalam hati manusia, mempelajari dan memahamigerak perkembangannya serta hari depannya. Lekramenganjurkan pemahaman yang tepat atas kenyataan-kenyataan di dalam perkembangannya yang maju, dan

Page 145: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 140 -

menganjurkan hak ini, baik untuk cara kerrja di lapanganilmu, maupun untuk penciptaan di lapangan kesenian. Dilapangan kesenian Lekra mendorong inisiatif yang kreatif,mendorong keberanian kreatif, dan Lekra menyetujui setiapbentuk, gaya, dsb., selama ia setia pada kebenaran dan selamaia mengusahakan keindahan artistik yang setinggi-tingginya.

Singkatnya, dengan menolak sifat anti-kemanusiaan dan anti-sosial dari kebudayaan bukan-rakyat, dan menolak perkosaanterhadap kebenaran dan terhadap nilai-nilai keindahan, Lekrabekerja untuk membantu manusia yang memiliki segalakemampuan untuk memajukan dirinya dalam perkembangankepribadian yang bersegi banyak dan harmonis.

Di dalam kegiatannya Lekra menggunakan cara saling-bantu,saling-kritik dan diskusi-diskusi persaudaran di dalammasalah-masalah penciptaan. Lekra berpendapat, bahwasecara tegara berpihal pada rakyat dan mengabdi kepadarakyat, adalah satu-satunya jalan bagi seniman-seniman,sarjana-sarjana maupun pekerja-pekerja kebudayaan lainnyauntuk mencapai hasil tahanuji dan tahan waktu. Lekramengulurkan tangan kepada organisasi-organisasikebudayaan yang lain dari aliran atau keyakinan apa pun,untuk bekerja sama dalam pengabdian ini.

Page 146: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 141 -

Lampiran 4

Manifes KebudayaanKami para seniman dan cendekiawan Indonesia dengan inimengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan, yangmenyatakan pendirian, cita-cita dan politik KebudayaanNasional kami.

Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untukmenyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidakmengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atas sektorkebudayaan yang lain. Setiap sektor berjuang bersama-samauntuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.

Dalam melaksanakan Kebudayaan Nasional, kami berusahamenciptakan dengan kesungguhan dan sejujur-jujurnyasebagai perjuangan untuk mempertahankan danmengembangkan martabat diri kami sebagai Bangsa Indo-nesia di tengah masyarakat bangsa-bangsa.

Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.

Jakarta, 17 Agustus 1963

Drs. H.B. Jassin, Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito, Zaini,Bokor Hutasuhut, Goenawan Mohamad, A. Bastari Asnin,Bur Rasuanto, Soe Hok Djin, D.S. Moeljanto, Ras Siregar,Hartojo Andangdjaja, Sjahwil, Djufri Tanissan, BinsarSitompul, Drs. Taufiq A.G. Ismail, Gerson Pyok, M. SaribiAfn., Pernawan Tjondronagaro, Drs. Boen S. Oemarjati.

Penjelasan Manifes Kebudayan

I. Pancasila sebagai Falsafah Kebudayaan

Dalam pengertian kami yang bersumber dalam hikmahPancasila, kebudayaan bukanlah kondisi obyektif, apalagi

Page 147: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 142 -

hasil sebagian barang mati.

Dalam pengertian kami kebudayaan adalah perjuanganmanusia sebagai totalitas dalam menyempurnakan kondisi-kondisi hidupnya. Kebudayaan nasional bukanlah semata-mata ditandai oleh “watak nasional”, melainkan merupakanperjuangan Nasional dari suatu bangsa sebagai totalitas dalammenyempurnakan kondisi-kondisi hidup nasionalnya.Predikat kebudayaan adalah perjuangan dengan membawakonsekwensi-konsekwensi yang mutlak dari sektor-sektornya.

Sepenuhnya pengertian kami tentang kebudayaan siramadengan Pancasila karena Pancasila adalah sumbernya,sebagaimana Bung Karno mengatakan:

“Maka dari itu jikalau bangsa Indonesia ingin supayaPancasila yang saya usulkan itu menjadi suatu realiteit, yaknijika kami ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nasionaliteityang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, inginhidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurnadengan spciale rechtvaardigheit, ingin hidup sejahtera danaman, denan ketuhanan yang luas dan sempurna, janganlahlupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialahperjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan”.

Maka pengertian Kebudayaan Nasional adalah perjuanganuntuk memperkembangkan dan mempertahankan martabatmartabat kami sebagai bangsa Indonesia di tengah masyarakatbangsa-bangsa. Jika kepribadian Nasional yang merupakanimplikasi dari Kebudayan Nasional kita adalah apa yang olehPresiden Sukarno dirumuskan sebagai “freedom to be free”,maka Kebudayaan Nasional kita digerakkan oleh suatuKepribadian Nasional yang membebaskan diri daripenguasaan (campur tangan) asing, tetapi bukan untukmengasingkan diri dari masyarakat bangsa-bangsa, melainkanjustru untuk menyatakan diri dengan masyarakat bangsa-bangsa itu secara bebas dan dinamis sebagai persyaratan yangtidak ditawar bagi perkembangan yang pesat dari Kepribadian

Page 148: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 143 -

dan Kebudayaan Nasional kita yang pandangan dunianyabersumber pada Pancasila.

Kami ingin membuktikan, bahwa falsafah demokrasiPancasila menolak semboyan “The End justifies the Means”(Tujuan menghalalkan cara), sehingga sebagai falsafahdemokrasi Pancasila adalah humanisme kultural yangpengejawantahannya harus kami perjuangkan dalam setiapsektor kehidupan manusia. Semboyan akultural “The Endjustifies the Means” tersebut yang tidak mengakui perbedaanantara tujuan denan cara, mengakibatkan orang menujutujuan dengan menyisihkan pentingnya cara mencapai tujuanitu.

Demikian umpamanya di bidang penciptaan karya-karyakesenian di mana orang lebih mementingkan aspekpropagandanya daripada aspek keseniannya adalah contohdari pelaksanaan semboyan “The End justifies the Means”sebagai semboyan yang bertentangan dengan Pancasila. “TheEnd justifies the Means” - apabila orang mengemukakan apayang bukan kesusasteraan sebagai kesusasteraan, apa yangbukan kesenian sebagai kesenian, apa yang bukan ilmupengetahuan sebagai ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

Perkosaan seperti bukanlah cara insaniah, melainkan caraalamiah. Perkosaan adalah mentah, sedang penciptaan karyamengalahkan kementahan dengan cara manusia untukmenciptakan dunia yang damai. Kesenian sebagai penciptaankarya manusia akan abadi hanya apabila bukan saja tujuannyaadalah kemanusiaan, tetapi juga caranya kemanusiaan danitulah implikasi yang paling hakiki dari Pancasila sebagaifalsafah demokrasi yang kami perjuangkan secara prinsipal.

Adapun bahaya bagi kebudayaan yang paling mengancamdatangnya dari wilayahnya sendiri, tetapi yang terang ialahbahwa sumber pokok dari bahaya tersebut terletak dalamkecenderungan-kecenderungan fetisy sebagai kecenderungannonkreatif. Adapun kecenderungan tersebut manifestasinya

Page 149: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Edi Cahyono’s experiencE- 144 -

tidak hanya dalam pendewaan, melainkan terdapat jugadalam persetanan sebagai umpamanya kami kenal dalamwilayah kesenian. Sebagaimana fetisy-fetisy itu bermacam-macam, demikian pulalah kesenian fetisy. Sebagaimanaterdapat fetisyisme dari juwa pelindung di samping fetisyismedari jiwa pendendam, demikianlah terdapat kesenian yangmengabdi kepada jiwa pelindung dengan memberikansanjungan-sanjungan secara berlebih-lebihan pula. Tidakjarang terjadi bahwa kedua macam kesenian fetisy itumempunyai pretensi “kesenian revolusioner”, tetapi dalamhal demikian, maka kesenian fetsy itu kita namakan keseniandengan pengabdian palsu.

Kesenian kreatif, berlawanan dengan kesenian fetisy, tidakmencari sumbernya dalam fetisy, melainkan dalam dirinyasendiri, sehingga dengan ini kami menolak fatalisme dalamsegala bentuk dan manifestasinya. Kesenian kreatif yang kamiperjuangkan dengan menyokong Revolusi tidaklahbersumber dalam fetisyisme dari jiwa pelindung, sebaliknyamengkritik penyelewengan-penyelwengan dari Revolusitidaklah pula bersumber dalam fetisyisme jiwa pendendam.Kami tidak memperdewakan Revolusi, karena kami tidakmempunyai pengabdian palsu, sebaliknya kami pun tidakmempersetankan Revolusi, karena kami tidak pulamempunyai pengabdian palsu. Tetapi kami adalahrevolusioner.

Kami tidak lebih daripada manusia lainnya, direncanakannamun merencanakan, diciptakan namun menciptakan. Itusaja dan tidak mempunyai pretensi apa-apa.Kami pun tidakakan merasa takut kepada kegagaln-kegagalan kami sendiri,karena kegagalan-kegagalan itu bukanlah akhir perjuanganhidup kami.

II Kepribadian dan kebudayaan Nasional

Dalam dunia kesenian Indodesia dikenal “humanisme uni-versal”. Tafsiran kami tentang istilah tersebut adalah sebagai

Page 150: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

berikut:

Apabila dengan “humanisme universal”dimaksudkanpengaburan kontradiksi antagonis, kontradiksi antara kawandengan lawan, maka kami akan menolak “humanisme uni-versal” itu. Misalnya sebagaiamana yang dilakukan olehNICA dahulu, di mana diulurkan kerjasama kebudayaan disatu pihak, tetapi dilakukan aksi militer di lain pihak.

Sebaliknya kami menerima “humanisme universal” apabiladimaksudkan, bahwa kebudayaan dan kesenian itu bukanlahsemata-mata nasional, tetapi juga menghayati nilai-nilai uni-versal, bukan semata-mata temporal, tetapi juga menghayatinilai-nilai eternal.

Apabila dengan kebudayaan universal itu dimaksudkan bukankondisi obyektif, melainkan perjuangan manusia sebagaimanusia sebagai totalitasdalam usahanya mengakhiripertentangan antara manusia dan kemanusiaan, maka kamimenyertujui ajakan untuk meneruskan kebudayaan univer-sal itu, karena dengan demikian kebudayaan universal itumerupakan “kekuatan yang menggerakkan sejarah”, dan itusepenuh-penuhnya sama dengan pikiran kami, bahwawkebudayaan uniersal itu adalah perjuanan dari budi nuraniuniversal dalam memerdekaan setiap manusia dari rantai-rantai belenggunya, perjuangannya yang memperjuangkantuntutan-tuntutan Rakyat Indonesia, karena rakyat di mana-mana di bawah kolong langit itu tidak mau ditindas olehbangsa-bangsa lain. Tidak mau dieksploitasi oleh golongan-golongan apa pun, meskipun golongan itu adlaah bangsanyasendiri. Mereka menuntut kebebasan dari kemiskinan dankebebasan dari rasa takut, baik yang karena ancaman di dalamnegeri, maupun yang karena ancaman dari luar negeri.Mereka menuntut kebebasan untuk menggerakkan secarakonstruktif aktivitas sosialnya, untuk mempertinggikebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat. Merekamenuntut kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, yaitumenuntut hak-hak yang lazimnya dinamakan demokrasi.

Edi Cahyono’s experiencE- 145 -

Page 151: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Jadi “humanisme universal” janganlah menyebabkan orangbersikap indefferent (acuh tak acuh) terhadap semua aliran(politik), sehingga dengan “humanisme universal” orangharus toleran pada imperialisme dan kolonialisme. Kami tetapmencari garis pemisah secara tegas antara musuh-musuh dansekutu-sekutu Revolusi, musuh-musuh dan sekutu-sekutuKebudayaan, tetapi ini tidak berarti bahwa kami mempunyaisifat sektaris dan chauvinis, karena sikap yang demikianituadalah justru mengaburkan garis pemisah tersebut.

Musuh kami bukanlah manusia, karena kami adalah ankmanusia. Masuh kami adalah unsur-unsur yangmembelenggu manusia, dan karenanya kami inginmembebaskan manusia itu dari rantai-rantai belenggunya.Dalam perlawan kami terhadap musuh-musuh kami itu kamitetap berpegang teguh pada pendirian dan pengertian, bahwasejahat-jahatnya manusia namun ia masih tetapmemancarkan sinar cahaya Ilahi, sehingga konsekuensi kamiialah, bahwa kami harus menyelamatkan sinar cahaya Ilahitersebut.

Maka kepercayaan yang kami kumandangkan ialah, bahwamanusia adalah makhluk yang baik, dan karena itulah makakami bercita-cita membangun suatu masyarakat manusiayang baik itu, sesuai dengan garis-garis sosialisme Indonesia.

Dengan begitu teranglah sudah posisi terhadap masalah“humanisme universal”. Kami menampilkan aspirasi-aspirasinasional, yaitu pengarahan-pengarahan kepada pembedaandiri di tengah-tengah masyarakat bangsa-bangsa, bagimerealisasikan kehormatan, martabat (dignitas), prestise danpengaruh, tetapi kami ingin menjaga agar pengarahan-pengarahan tersebut tidak menuju ke arah kesombongannasional dan chauvinisme dalam segala bentuk danmanifestasinya.

Adapun implikasi dari aspirasi-aspirasi nasional ini ialah,bahwa bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa mempunyaikebebasan untuk mengembangkan kepribadiannya, artinya

Edi Cahyono’s experiencE- 146 -

Page 152: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

bangsa Indonesia dapat terus menerus menyusuaikan diridengan perkembanan sekitarnya, tetapi caranya adalah unikdan dinamis. Untuk dapat mempunyai sifat dinamis inilah,maka bangsa Indonesia harus mempunyai kesenian sebagaisektor kehidupan kebudayaan, yaitu kesenian yangsepenuhnya merupakan pancaran kebebasan, kesungguh-sungguhan yang sejujur-jujurnya.

III Politisi dan Estetisi

Dalam dunia kesenian Indonesia juga dikenal istilah “realismesosialis”. Menurut sejarahnya, penafsiran realisme sosialis ituada dua macam:

Yang pertama: Realisme sosialis langsung merupakankelanjutan dari konsepsi kultural Josef Stalin. Dalam tahun-tahun 30-an dengan berkembangnya fetisy, barang pujaanyang seakan-akan mengundang suatu kekuatan gaib, makakebudayaan Rusia terancam dengan amat mengerikan.Dengan Stalin maka metode kritik seni adalah deduktif,artinya konsepsinya telah ditetapkan lebih dahulu untuk“menertibakan” kehidupan kesenian dan kebudayaan. Ciripokok dari kesenian yang telah “ditertibkan” itu ialah adanyakonsepsi yang sama dan sektaris tentang kritik seni. Itulahsebabnya, maka jiwa obyektif yang berpangkal pada budinurani universal tidak selaras dengan realisme sosialis,sehingga kami menolak realisme sosialis dalam perngartianitu, dimana dasarnya ialah paham politik di atas estetik.

Yang kedua: Realisme sosialis menurut kesimpulan kami darijalan pikiran Maxim Gorki, yang dipandang sebagai otakdari realisme sosialis itu, yakni bahwa sejarah yangsesungguhnya dari rakyat pekerja tak dipelajari tanpa suatupengetahuan tentang dongengan kerakyatan yang secara terusmenerus danpasti menciptakan karya sastra yang bermututinggi seperti Faust, Petualangan Baron von Munchaussen,Gargantua dan Pantagruel, Thyl Eulensiegel-nya Coster, danPrometheus Disiksa karya Shelley, karena dongengan

Edi Cahyono’s experiencE- 147 -

Page 153: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

kerakyatan kuno purbakala itu menyertai sejarah dengan taklapuk-lapuknya dan dengan cara yang khas.

Di situ sebenarnya Gorki telah menggariskan politik sastrayang berbeda dengan realisme sosialis ala Stalin, karena padahakikatnya Gorki telah menempuh politik sastra universal.Sesungguhnya politik sastranya itu bersumber dalamkebudayaan tidak sebagai suatu sektor politik yang searahdengan garis Manifes ini.

Berdasarkan fenomena-fenomena sejarah, maka seorang ahlisejarah mengatakan, bahwa kebudayaan dari suatu periodesenantiasa kebudayaan dari kelas yang berkuasa. Akan tetapisejarah juga mengatakan, bahwa justru karena tidak termasukdalam kelas yang berkuasa, maka orang berhasil membentukkeuatan baru yang terbentuk di tengah-tengah penindasankekuatan lama, merupakan faktor positif yang menentukanperkembangan kebudayaan dan kesenian.

Sebagaimana terjadi di Perancis, sejarah mengajarkan, bahwakekuatan yang dibentuk oleh borjuasi revolusioner, adalahkeuatan yang menentukan dalam melawan penindasanmonarki mutlak. Tetapi sayang, bahwa elan kreativitas yangmenyala-nyala bersama-sama kekuatan baru itu menjadipadam setelah kekuatan borjuasi revolusioner itu menjadisempurna. Bahkan kekuatan politik yang sempurna itumerintangi kebudayaan dan kesenian. Penindasan baru yangdilakukan oleh kelas baru itu di bidang kesenian dankesusasteraan khususnya telah menyebabkan timbulnya suatukekuatan baru dengan lahirnya Angkatan 1830 ayng mula-mula dipelopori oleh Victor Hugo dan kemudian dilanjutkanoleh Theophile Gautier.

Maka dapatlah kami mengambil kesimpulan, bahwa pahampolitik di atas estetik yang merumuskan politik adalah primerdan estetik adalah sekunder, dilihat dari sudut kebudayaandan kesenian adalah suatu utopia. Sebab paham itu jikalaudilaksanakan dengan jujur hanya akan memupuk dan

Edi Cahyono’s experiencE- 148 -

Page 154: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

menghasilkan perasaan-perasaan kekecewaan, dan jikalaudilaksanakan dengan tidak jujur akan dapat merupakan tipumuslihat kaum politisi yang ambisius.

Sebagai realis kami tidak mungkin menerima setiap bentukutopia karena menyadari, bahwa dunia ini bukan surga.Karena berpikir secara dialektik, maka kami mengakuikenyataan-kenyataan lingkungan sosial kami senantiasamengandung masalah-masalah, dan setiap rintangan yangkami jawab akan menimbulkan tantangan-tantangan baru.Oleh karena itu kami tidak pernah berpikir tentang suatuzaman, di mana tak ada masalah lagi karena setiap pikiranyang demikian itu adalah terlalu “idelais” dan karenanya tidakilmiah.

Pekerjaan seorang seniman senantiasa harus dilakukan ditengah-tengah dunia yang penuh dengan masalah-masalah,analaog dengan pekerjaan seorang dokter yang senantiasaharus dilakukan di tengah-tengah dunia yang penuh denganpenyakit-penyakit. Apabila dunia ini sudah sempurna, tidakperlu lagi adanya seniman. Oleh karena itu paham yang sudahdirumuskan, bahwa politik adalah primer dan estetik adalahsekunder tidak memahami realisme, karena apabila kekuatanpolitik telah menjadi sempurna, maka tidak perlu lagikesusasteraan dan kesenian, tidak perlu lagi estetika.Seandainya pada suatu ketika kekuatan politik yang dibentukitu telah menjadi sempurna, maka masalah apakah yang akandibahas oleh kesenian revolusioner yang sebagai estetik murnibaru mulai sesudah itu? Tidak lebih dan tidak kurang darimasalah ayng dibahas oleh kaum estet, yatu mereka yangmempunyai paham estetik di atas politik, sehingga bersifatborjuis.

Tidaklah berlebih-lebihan kiranya apabila kami mengambilkesimpulan, bahwa paham politik di atas estetik itu tidakmemberikan tempat kepada estetik sebelum pembentukankekuatan politik menjadi sempurna, sehingga selama jangkawaktu pembentukan kekuatan politik itu tidak ada persoalan

Edi Cahyono’s experiencE- 149 -

Page 155: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

tentang estetik, sedangkan paham estetik di atas politik hanyadapat dilaksanakan apabila mendapat sandaran kekuatanpolitik yang sempurna pula.

Maka kami dapat menarik kesimpulan selanjutnya, bahwakedua paham kesenian tersebut mengandung kontradiksi-kontradiksi. Berbeda dengan itu adalah paham kami, yaitupaham yang tidak emngorbankan politik bagi estetik, tetapisebaliknya, tidak pula mengorbankan estetik bagi politik.Karena pengorbanan tersebut tidak menunjukkan adanyadinamika, dan di dalam hal tidak adanya dinamika, makafusngsi estetik murni adalah suatu imperialisme estetika.Dalam kondisi ini, maka transformasi revolusioner dari negarakapitalisme ke arah negara sosialis tidak akan mengubahsecara revolusioner kondisi-kondisi kulturalnya. Berlawanandengagn itu kami menghendaki perubahan kondisi-kondisikultural itu secara revolusioner menuju ke arah masyarakatsosialis-Pancasilais.

Menurut keyakinan kami, maka masyarakat sosialis-Pancasilais yang kami perjuangkan secara kultural-revolusioner itu adalah suatu keharusan sejarah yang tidakdapat dihindarkan oleh siapapun, tetapi terutama oleh kamisendiri.

Demikianlah Penjelasan Manifes ini diumumkan.

Jakarta, 17 Agustus 1963

Literatur Pancasila

terdiri dariBungKarno: “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”Bung Karno: Pidato “Lahirnya Pancasila”Dr. H. Roelan Abdulgani: “Manipol-Usdek, Pidato Radio”.Wiratmo Soekito: “Peranan Institusi-institusi dalamMemperkembangkan Sosialisme Kreatif ”.Harian Semesta: “Rivalitas Kelas Persoalan Sosial.”

Edi Cahyono’s experiencE- 150 -

Page 156: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Daftar Pustaka

Bahan Utama

Naskah Surat Kepercayan Gelanggang 1950

Naskah Mukadimah Lekra 1950

Naskah Mukadimah Lekra 1959

Naskah Manifes Kebudayaan dan Penjelasan 1963

Surat Kabar

Kompas, Jakarta, tahun 1993-1995

Media Indonesia, Jakarta, tahun 1995

Merdeka, Jakarta tahun 1993 dan 1995

Republika, Jakarta, tahun 1993 dan 1995

Suara Pembaruan, Jakarta, tahun 1993 dan 1995

Dokumen

Laporan Kongres Nasional I Lekra, Solo, 1959

Laporan Kebudayaan Rakyat II, Jakarta 1960

Keputusan-Keputusan Konprensi Nasional I Lekra, Bali 1962

Pleno Agustus Pimpinan Pusat Lekra, Jakarta, 1960

Surat Keputusan Pelarangan Manifes Kebudayaan, 9 Mei 1964.

Dokumen Konprensi Karyawan Pengarang se-Indonesia, Jakarta1964

Buku dan Artikel

Aidit, DN, 1964, Dengan Sastra dan Seni yang BerkepribadianNasional Mengabdi Buruh, Tani dan Prajurit, Jakarta, JajasanPembaruan

Ajoeb, Joebaar, 1955, “Realisme Kita Dewasa ini”, Jakarta, Harian

Edi Cahyono’s experiencE- 151 -

Page 157: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Rakyat

____________, 1959a, “Laporan Umum PP Lekra kepadaKongres Nasional I Lekra”, dalam Dokumen Kongres NasinoalI Lekra, Jakarta, Bagian Penerbitan Lekra

____________, 1959b, “Perkembangan Kebudayaan IndonesiaSejak Agustus 1945 Dan Tempat Serta Peranan Lekra DiDalamnya” dalam Dokumen Kongres Nasional I Lekra,Jakarta, Bagian Penerbitan Lekra

____________, 1960, “Manifesto Politik dan Kebudayaan:Laporan Umum”, dalam Laporan Kebudayaan Rakyat II,Jakarta, Jakarta, Bagian Penerbitan Lekra

____________, 1990, Sebuah Mocopat Kebudayaan Indonesia,Jakarta, tidak diterbitkan

Alisjahbana , Sutan Takdir, 1935, “Menuju Masyarakat danKebudajaan Baru”, dalam Pudjangga Baru, Th. III No 2,Agustus 1935

_____________________, 1991, “Sejarah Kebudayaan Indone-sia Masuk Globalisasi Umat Manusia”, Prasaran dalamKongres Kebudayaan 29 Oktober 1991

Anderson, Benedict, 1983, “Sembah Sumpah: Politik Bahasa danKebudayaan Jawa”, dalam Prisma No. 11 November 1983

Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia PustakaUtama

Balfas, M., 1957, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Demokrat Sedjati,Jakarta, Penerbit Djembatan

Bottomore, Tom, 1983, A Dictionary of Marxist Thought, Cam-bridge, Harvard Univ. Press.

Crouch, Harold, 1986 , Militer dan Politik di Indonesia, Jakarta,Sinar Harapan

Dewantara, Ki Hadjar, 1952, Dari Kebangunan Nasional sampaiProklamasi Kemerdekaan, Jakarta, N.V. Pustaka dan PenerbitEndang

________________, 1967, “Bagaimana Kedudukan Bahasa-

Edi Cahyono’s experiencE- 152 -

Page 158: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Bahasa Pribumi (Djuga Bahasa Tionghoa dan Arab) di SatuPihak dan Bahasa Belanda di Lain Pihak, DalamPengadjaran?”, dalam Karja Ki Hadjar Dewantara, BagianII A: Kebudajaan, Yogyakarta, Madjelis Luhur PersatuanTaman Siswa

Foulcher, Keith,1986, Social Committment in Literature and theArts: the Indonesian “Institute of People’s Culture” 1950-1965,Victoria, Monash University Press.

___________, 1991, Pujangga Baru: Kesusasteraan danNasionalisme di Indonesia 1933-1942, Jakarta, GirimuktiPasaka

____________, 1994, Angkatan 45: Sastra, Politik Kebudayan danRevolusi Indonesia, Jakarta, Jaringan Kerja Budaya

Hoerip, Satyagraha, 1966, “Angkatan 66 dalam KesusasteraanKita”, dalam Horison, Th. I, No. 6, Des. 1966

Ismail , Taufik/D.S. Moeljanto, [ed], 1995, Prahara Budaya: KilasBalik Ofensif Lekra/PKI dkk., Jakarta, Mizan dan HURepublika

Ismail , Yahaya, 1972, Pertumbuhan, Perkembangan dan KejatuhanLekra di Indonesia: Satu Tinjauan dari Aspek Sosio-Budaya,Kualalumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka KementerianPelajaran Malaysia

Jassin, HB, 1954, Kesusasteraan Indonesia di Masa Jepang, Jakarta,Gunung Agung

________, 1962, Kesusasteraan Indonesia dalam Kritik dan EsaiII, Jakarta, Gunung Agung

Jhonson, Pauline, tanpa tahun terbit, Marxist Aesthetics: The Foun-dations within Everyday Life for an Emancipated Conscious-ness, London, Routledge & Kegan Paul

Karyanto, Ibe, 1997, Realisme Sosialis Georg Lukacs, Jakarta,Jaringan Kerja Budaya dan Gramedia Pustaka Utama

Laksana, AS. [ed.], 1997, Polemik Hadiah Magsaysay, Jakarta,Institut Studi Arus Informasi

Laporan Khusus, 1993, “Bagaimana Menghadapi Lekra/PKI”, HU

Edi Cahyono’s experiencE- 153 -

Page 159: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Republika, 30 September 1993

Lecrec, Jaques, 1996, Amir Sjarifudin, Antara Negara dan Revolusi,Jakarta, Jaringan Kerja Budaya

Legge, John, 1966, Intellectuals and Nationalism in Indonesia: AStudy of the Following Recruited by Sutan Sjahrir in Occupa-tion Jakarta, Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project

Mao Tse Tung, “Kebudayaan Nasional, Ilmiah dan Untuk Massa,dalam Seni dan Sastra, tanpa penerbit dan tahun terbit.

McVey, Ruth, 1990, “Teaching Modernity: The PKI as An Edu-cational Institution”, dalam Indonesia, Anniversary Edition,No. 50 Oktober 1990

Mihardja, Achdiat K, [ed.], 1954, Polemik Kebudayaan, Jakarta,Perguruan Kem. P.P. dan K.,

Miklouho-Maklai, Brita L, 1998, Menguak Luka Masyarakat:Beberapa Aspek Seni Rupa Indonesia sejak 1966, Jakarta,Jaringan Kerja Budaya, FSR IKJ, Gramedia Pustaka Utama

Mohamad, Goenawan, 1993, Kesusasteraan dan Kekuasaan, Jakarta,Pustaka Firdaus

Nasution, Ida, 1948, “Kesenian Angkatan Muda Indonesia” dalamGema Suasana, No. 5, Mei 1948.

Njoto, 1959, “Revolusi adalah Api Kembang”, Sambutan atasLaporan Umum dan Pandangan Para Utusan, dalamDokumen Kongres Nasional I Lekra, Jakarta, BagianPenerbitan Lekra

Parera, Frans M., 1986, Surat-Surat Politik Iwan Simatupang 1964-1966, Jakarta, LP3ES

Ratih, I Gusti Agung Ayu, 1997, Reconsidering the “Great Debate”:the Formation of Indonesian National Culture, Kertas Kerja

Razif, 1994, “Bacaan Liar”: Budaya dan Politik Pada ZamanPergerakan, Jakarta, Manuskrip Penelitian.

Sani, Asrul, 1950, “Fragmen Keadaan I”, Siasat, Minggu 22Oktober 1950

________, 1950, “Fragmen Keadaan II”, Siasat, Minggu 29

Edi Cahyono’s experiencE- 154 -

Page 160: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Oktober 1950

________, 1997, Surat-Surat Kepercayaan, Jakarta, Pustaka Jaya

Sastrowardoyo, Soebagio, 1997, Sosok Pribadi dalam Sajak, Jakarta,Pustaka Pelajar

Siraishi, Takashi, 1997, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat diJawa 1912-1926, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti

Siregar, Bakri, 1965, “Catatan Menilai Chairil Anwar”, HarianRakyat, 15-16 Mei 1965.

Siregar, MR., 1995, Tragedi Manusia dan Kemanusiaan: Kasus In-donesia Sebuah Holokaus Yang Diterima Sesudah PerangDunia Kedua, Amsterdam, Tapol

Sjahrir, Sutan, 1945, Pedjoengan Kita, Jakarta, PertjetakanRepoebliek Indonesia

Soe Hok Gie, 1997, Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan,Yogyakarta, Bentang

Soekito, Wiratmo, 1966a, “Kostradnya Kebudayaan”, dalam HUMerdeka 23-10-1966

_____________, 1966b, “Sudah Tiba Saatnya MembangkitkanSeni Murni”, Merdeka, 27-11-1966

_____________, 1967, “Manifes dan Masalah-Masalah Sekarang”dalam Horison no. 5 th. II Mei 1967

_____________, 1968a, “Dwifungsi Kulturil Kita”, dalam HarianKami, 8-5-1968

_____________, 1968b, “Politik Orang Tidak Berpolitik”, HarianKami, 1-5-1968

_____________, 1982, “Satyagraha Hoerip atau Apologi Pro VitaLekra” dalam Horison No. 11 th. 1982.

_____________, 1970, “Proses Pembebasan Manifes Kebudayaan1964-1966”, dalam HU Sinar Harapan, 1970.

Thamrin , Muhammad Husni, 1992, Sama Rata, Sama Rasa, SamaBahasa: Tentang Gerakan Djawa Dipa 1917-1922, Jakarta,Skripsi S1, Jurusan Sejarah FS UI

Edi Cahyono’s experiencE- 155 -

Page 161: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965 Alexander · PDF fileLatar Belakang Pertanyaan dan Usaha ... penulisan sejarah orde baru, terutama pada masa-masa tahun 1960-an, ... perdebatan

Tim Jaringan Kerja Budaya, 1999, Menentang Peradaban:Pelarangan Buku di Indonesia, Jakarta, Jaringan KerjaBudaya dan Elsam

Toer, Pramoedya Ananta, 1963, Realisme Sosialis dan Sastra Indo-nesia: Sebuah Tinjauan Sosial, tidak diterbitkan

Van Niel, Robert, 1984, Munculnya Elit Modern Indonesia, Jakarta,Pustaka Jaya

Wierenga, Saskia Eleonora, 1999, Penghancuran GerakanPerempuan di Indonesia, Jakarta, Garba Budaya

Zis, Avner, 1977, Foundations of Marxist Aesthetics, Moscow, ProgresPublisher.

ooo0ooo

Edi Cahyono’s experiencE- 156 -