PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

265
PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR ABAD XVI-XVII TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Humaniora (M. Hum) Jurusan Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh: Ikot Sholehat NIM: 21160221000005 PROGRAM STUDI MAGISTER SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

Transcript of PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

Page 1: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN

AKHIR ABAD XVI-XVII

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Humaniora (M. Hum) Jurusan Magister Sejarah dan

Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Ikot Sholehat

NIM: 21160221000005

PROGRAM STUDI MAGISTER

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 2: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …
Page 3: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …
Page 4: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …
Page 5: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim, segala puji bagi Allah, Rabb Semesta

Alam yang telah mengaruniakan nikmat kepada penulis berupa

kesempatan memasuki dunia keilmuan dan memberi kekuatan dalam

menuntaskan penulisan tesis yang merupakan kewajiban sebagai

mahasiswa pada Program Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam di

Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Hadirnya karya ini tidak sekadar sebagai

pemenuhan syarat formal bagi gelar Magister Humaniora, tapi lebih jauh

untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai pembelajar sejarah dan

menangkap makna dari peristiwa.

Tesis yang saya beri judul “Perdagangan Internasional

Kesultanan Banten Akhir Abad XVI-XVII” bertujuan merekonstruksi

perdagangan di Banten dalam sektor ekspor-impor serta melalui

serangkaian kebijakan ekonominya atas perdagangan bebas di Banten.

Beralih ke balik layar, penulisan karya ini tidak terlepas dari

dukungan orang-orang hebat dan kuat yang turut menguatkan penulis

sejak mula hingga purna. Maka di kesempatan ini, penulis menghaturkan

penghargaan dan rasa terimakasih kepada:

1. Saiful Umam, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Adab dan

Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdullah, M.Ag., selaku ketua Program Magister Fakultas Adab

dan Humaniora

3. Amelia Fauzia, M.A., Ph.D., selaku ketua Program Magister Sejarah

dan Kebudayaan Islam.

Page 6: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

viii

4. Muknin Suprayogi, M.Si., selaku sekretaris Program Magister

Sejarah dan Kebudayaan Islam.

5. Dr. H. abdul chair, M.A., selaku pembimbing yang totalitas

mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya, serta memberi jalan

pada penemuan sumber-sumber sejarah bagi penulisan ini.

6. Dr. Awalia Rahma, M.A., sebagai penguji I yang telah

menyampaikan pandangan, kritik, dan saran sejak WIP hingga

sidang promosi.

7. Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag., sebagai penguji II yang telah

menyampaikan pandangan, dan kritiknya pada sidang promosi

8. Prof. Dr. Dien Madjid, selaku penguji Ujian Komprehensif (WIP 2)

yang telah menyampaikan pandangan, kritik, dan saran sejak sidang

komprehensif hingga promosi.

9. Prof. Dr. Budi Sulistiono, Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, Dr. Halid,

M.Ag, Dr. Frans Sayogie, Dr. Abdul Wahid Hasyim, M.Ag, Dr.

Zakiya Darajat, dan Dr. Darsita Suparno, selaku para dosen

pengampu berbagai mata kuliah yang telah memberikan banyak

ilmu semasa penulis menempuh studi pada Program Magister SKI.

10. Para sahabat Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Bahasa

dan Sastra Arab Angkatan 2016.

11. Para sahabat di sepanjang pergaulan yang selalu memberi dukungan.

12. Kakak-kakak tersayang, yang selalu memberikan semangat serta

membantu dengan penuh perhatian.

13. Kedua orang tua tercinta, Bapak M. Lani, A. Ma, dan ibu

Hamdanah, yang telah memebrikan doa dan semangatnya hingga

bisa menyelesaikan pendidikan ini, dan untuk keduanya hasil

perjuangan ilmiah ini kupersembahkan.

Page 7: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

ix

Akhirnya, semoga karya ini bernilai manfaat bagi keilmuan dan

siapapun yang berminat pada kajian ini.

Page 8: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

x

ABSTRAK

Ikot Sholehat, Perdagangan Internasional Kesultanan Banten Akhir

Abad XVI-XVII.

Berdasarkan latar belakang sejarah dan posisinya pada jalur

pelayaran internasional, serta sebagai akibat adanya interaksi antar-

bangsa yang menyertai kegiatan perdagangan, Kesultanan Banten

menjelma sebagai bandar perdagangan internasional akhir abad XVI-

XVII. Adapun objek kajian dalam penelitian perdagangan internasional

Kesultanan Banten pada akhir abad XVI-XVII ini diteliti menggunakan

metode sejarah dengan pendekatan ekonomi politik. Dengan rumusan

masalah yang dibahas adalah bagaimana kegiatan ekspor-impor dan

faktor yang menyebabkan fluktuasi perdagangan di Kesultanan Banten.

Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan ekspor-impor dan

faktor penyebab fluktuasi harga dalam perdagangan di Kesultanan

tersebut. Teori yang digunakan oleh penulis dalam analisis kajian ini

adalah teori merkantilisme dan teori ekonomi.

Berdasarkan hasil analisis sumber menunjukkan beberapa

temuan dalam penelitian. Pertama, Akhir abad XVI-XVII menunjukkan

bahwa kegiatan perdagangan mengalami peningkatan. Kegiatan

perdagangan di Banten akibat adanya interaksi antar bangsa dalam skala

yang besar, hingga menjadikan Kesultanan Banten sebagai pemegang

kontrol atas kegiatan perekonomian internasional. Kedua, fluktuasi

harga disebabkan adanya faktor ekonomi politik internal dan eksternal

serta peruabahan iklim dan cuaca yang tidak menentu mengakibatkan

beberapa penyakit dan hama banyak menyerang tanaman komoditas.

Kata kunci: perdagangan internasional, ekspor-impor, politik-ekonomi,

Banten, abad XVI-XVII

Page 9: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

xi

ABSTRACT

Ikot Sholehat, International Trade of the Sultanate of Banten in the Late

XVI-XVII Century.

Based on the historical background and its position on the

international shipping lane, and as a result of inter-nation interaction that

accompanied trade activities, the Sultanate of Banten was transformed

as an international trading port at the end of the XVI-XVII century. The

object of study in the research of international trade in the Sultanate of

Banten at the end of the XVI-XVII century was examined using

historical methods with a political economy approach. With the

formulation of the problem discussed is how the export-import activities

and factors that cause trade fluctuations in the Sultanate of Banten. This

study is intended to determine export-import activities and the factors

causing price fluctuations in trade in the Sultanate. Theories used by the

authors in the analysis of this study are mercantilism and economic

theory.

Based on the results of the analysis of the sources showed several

findings in the study. First, the end of the XVI-XVII centuries showed

that trading activities increased. Trade activities in Banten due to

interaction between nations on a large scale, to make the Sultanate of

Banten as the holder of control over international economic activities.

Second, price fluctuations are caused by internal and external political-

economic factors as well as climate and weather changes which cause

erratic several diseases and pests to attack many commodity crops.

Keywords: international trade, export-import, political-economy,

Banten, XVI-XVII century

Page 10: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

xii

Glosarium

Bahar : Satuan ukuran berat, 3 bahar = 1 pikul

Dacing : Alat untuk menimbang sesuatu berupa tongkat yang

diberi skala yang dilengkapi dengan anak timbangan dan

tempat untuk meletakkan barang (yang ditimbang,

digantungkan pada tongkat tersebut).

Fluktuasi : Gejala yang menunjukkan turun-naiknya harga,

perubahan (harga tersebut) karena pengaruh permintaan

dan penawaran

Heeren XVII : Dewan direktur (direksi) yang menjalankan perusahaan

khusus yaitu Perusahaan Dagang Hindia timur Belanda

(VOC).

Jeneng/Jinjem : Pegawai Banten yang ditempatkan di Lampung sebagai

perwakilan dari Banten. Bertugas sebagai pengawas

perkebunan lada di Lampung.

Jung : Sejenis kapal layar, yang banyak terdapat di

perairan Asia Tenggara sampai ke pantai Timur Afrika

Lbs /pound : Satuan massa atau berat di sejumlah sistem perdagangan.

Peti : Alat menyimpan barang dagang seperti rempah-rempah

dan lainnya.

Picol : Satuan berat tradisional yang dipakai di Jawa dan

sekitarnya.

Ponggawa : Perwakilan dari Banten dari kaum bangsawan

Regerings Reglement: Undang-Undang yang mengatur mengenai

pemerintahan jajahan. UU ini dikeluarkan pada

tahun 1815.

Shilling : Satuan keuangan dan pernah digunakan pada banyak

negara termasuk Inggris.

Stuiver : Uang receh atau uang koin yang bernilai 5 sen atau

1/20 gulden.

Syahbandar: Pejabat kerajaan yang bertugas mengatur dan mengawasi

perdagangan.

Page 11: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

xiii

Daftar Tabel

Tabel 1. Perkiraan ukuran kawasan Kota Surosowan ......... 75

Tabel 2. Komoditas Jaringan pedagangan lokal Banten...... 85

Tabel 3. Keluar-masuk kapal pedagang .............................. 100

Tabel 4. Perdagangan Jung Banten dan Asia Tenggara ...... 102

Tabel 5. Perlayaran kapal-kapal Nusantara tahun 1636 ...... 103

Tabel 6. Kapal-kapal dagang ............................................... 104

Tabel 7. Komoditas impor pedagangan mancanegara ......... 153

Tabel 8. Pengiraman lada dari Asia Tenggara ke Belanda .. 164

Tabel 9. Ekspor lada dari Banten......................................... 165

Tabel 10. Harga lada di Eropa tahun 1500-1649 ................. 169

Tabel 11. Pengiriman lada dari Asia Tenggara ke Inggris .. 171

Tabel 12. Impor perusahaan Inggris dari lada hitam ........... 172

Tabel 13. Stok lada tahun 1650 ........................................... 175

Tabel 14. Pengiriman lada ke Perusahaan Eropa ................ 179

Tabel 15. Ekspor gula ke Belanda oleh VOC ...................... 185

Tabel 16. Harga gula di Amsterdam tahun 1631-1637 ....... 186

Tabel 17. Import beras Kesultanan Banten ......................... 197

Tabel 18. Distribusi uang real dan uang Belanda ................ 206

Tabel 19. Penyebaran uang perak dan emas ........................ 207

Tabel 20. Pajak Kesultanan Banten ..................................... 217

Tabel 21. Fluktuasi harga beras tahun 1675-1678 ............... 223

Tabel 22. Fluktuasi harga lada dalam beberapa tahun......... 228

Page 12: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

xiv

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................... iv

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................... v

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................ vi

KATA PENGANTAR ....................................................... vii

ABSTRAK .......................................................................... x

GLOSARIUM .................................................................... xii

DAFTAR TABEL .............................................................. xiii

DAFTAR ISI ...................................................................... xiv

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah .................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah .......................................... 13

1.3 Pembatasan Masalah.......................................... 14

1.4 Perumusan Masalah ........................................... 15

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................... 16

1.6 Sistematika Pembahasan ................................... 17

BAB II. Metodologi

2.1 Metode Penelitian .............................................. 18

2.2 Landasan Teori .................................................. 21

2.3 Pendekatan ......................................................... 28

2.4 Kajian Pustaka ................................................... 32

2.5 Kerangka Pemikiran .......................................... 45

2.6 Bagan Kerangka Berpikir .................................. 50

BAB III. Gambaran Umum Wilayah Kesultanan Banten

3.1 Letak Geografis ................................................. 51

3.2 Sejarah Singkat .................................................. 58

Page 13: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

xv

3.3 Penduduk dan Mata Pencaharian ....................... 67

BAB IV. Perdagangan Kesultanan Banten Akhir Abad XVI-XVII

4.1 Jaringan Perdagangan Kesultanan Banten ......... 79

4.2 Pelaku Perdagangan di Kesultanan Banten ....... 86

4.3 Peran Pasar Dalam Perdagangan ....................... 106

BAB V. Ekonomi Politkik dan Perdagangan Bebas

5.1 Buka-Tutup Sistem Perdagangan Bebas............ 118

5.1.1 Sistem Perdagangan Bebas (Terbuka) ..... 118

5.2.2 Sistem Perdagangan Bebas (Tertutup)..... 139

5.2 Komoditas Perdagangan Bebas ......................... 147

BAB VI. Perdagangan Internasional Kesultanan Banten Akhir

Abad XVI-XVII

6.1 Kegiatan Ekspor-Impor Perdagangan ................ 155

6.1.1. Perdagangan Lada ................................... 155

2. Perdagangan Gula ................................... 181

3. Perdagangan Beras ................................ 191

6.2 Penerapan Bea Cukai dan Pajak ........................ 198

6.2 Penggunaan Mata Uang ..................................... 209

6.3 Fluktuasi Perdagangan ....................................... 217

6.3.1. faktor internal .................................. 217

2. faktor eksternal ................................ 225

BAB VII. Penutup

6.1 Kesimpulan ........................................................ 233

6.2 Saran .................................................................. 235

DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 236

LAMPIRAN

Page 14: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan telah lama menjadi faktor yang membuat interaksi

antar bangsa. Interaksi tersebut terjadi karena sistem perdagangan yang

menempatkan mayoritas kerajaan di Nusantara terlibat dalam

perdagangan internasional maupun domestik. Sistem perdagangan

Nusantara terbentuk selama berabad-abad dari zaman Kerajaan Hindu-

Buddha hingga Kerajaan Islam, sehingga membentuk suatu jaringan

perdagangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, bahkan telah

menjadi sebuah jaringan kultural.1

Banten pada masa lalu tercatat sebagai pusat perdagangan

internasional. Seperti dalam sumber Cina yang berjudul Shung Peng

Hsiang Sung (1430), yang menyebut nama Banten (Bantam) sebagai satu

dari beberapa daerah yang menjadi rute pelayaran mereka, hingga berita

Tome Pires (1513) yang menggambarkan Banten sebagai sebuah kota

pelabuhan yang ramai.2

Terdapat faktor eksternal dan internal yang mendukung rute

pelayaran yaitu: eksternal, berupa semangat dunia yang mendorong

ditemukannya jalur-jalur pelayaran baru yang secara otomatis membuka

wilayah-wilayah baru, termasuk Banten yang menjadi satu di antara mata

rantai yang terbentuk. Faktor internal, berupa sumber daya alam berupa

1 Gandung Ismanto, Menemukan Kembali Jati Diri dan Kearifan Lokal

Banten, (Banten: Biro Humas Setda Provinsi Banten, 2006), h. 2 2 Gandung Ismanto, Menemukan Kembali Jati Diri dan Kearifan Lokal

Banten… h. 2

Page 15: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

2

rempah-rempah. Sumber daya alam Banten memang sangat mendukung

terbentuknya sebagai bandar perniagaan internasional.3

Bersamaan dengan perkembangan Banten, komoditas sumber

daya alam berupa lada, beras, gula, cengkeh dan lainnya berkembang

pesat dalam perdagangan internasional. Lada menjadi komoditas

perdagangan monopoli oleh keluarga Sultan dan penguasa lainnya. oleh

karena itu, sejumlah besar bangsawan bekerjasama dengan pedagang-

pedagang asing. Perdagangan tersebut memberikan penghasilan utama

bagi kesultanan. Sebagai tambahan, pajak dari ekspor barang dan bea

pelabuhan juga berkontribusi secara signifikan bagi kemajuan Banten.4

Kesultanan Banten yang berdiri pada tahun 1525 memiliki

teritorial hingga ke daerah-daerah yang meliputi Jasinga, Tangerang dan

Lampung. Aktivitas perdagangan dan kerjasama Banten dengan

pedagang asing, seperti Cina, Portugis, Inggris dan Belanda membuat

perjanjian dagang yang mengatur sistem ekspor-impor pedagangan di

Banten.5

Secara geografis Banten terletak di ujung Pulau Jawa, antara

Selat Sunda dengan Laut Jawa. Daerah perbatasan Samudra Hindia dan

Laut Cina Selatan. Oleh karena itu Banten dianggap sebagai pelabuhan

perdagangan terpenting antara negara-negara di Asia Selatan dan Cina

sebelum pedagang Eropa tiba di Banten. Selain sebagai tempat

perdagangan ekspor-impor, pelabuhan pun digunakan sebagai tempat

3 Adeng, “Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra”. Patanjala. Vol. 2,

No. 1, Maret 2010: 80-94, h. 92. 4 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016), h. 402. 5 Ota Atsushi, Perubahan Rejim dan Dinamika Sosial di Banten; Masyarakat,

Negara, dan Dunia Luar Banten 1750-1830, (Serang: Fakultas Ushuluddin dan

Dakwah Press, IAIN SMH Banten, 2009), h. 16.

Page 16: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

3

pertukaran informasi baik kebudayaan maupun pengetahuan antara

bangsa-bangsa Asia.6

Banten kota pemerintah Kerajaan Islam dan pusat perdagangan

regional maupun internasional. Sekaligus juga sebagai kota konsumtif7

dan produktif8 yaitu pusat ibadah, pusat administrasi dan perdagangan.9

Daerah ini berada di bawah pimpinan seorang dipati dan ditempatkan di

Bandar Banten dengan kotanya di tepi sungai. Banten merupakan bandar

Kerajaan Sunda di samping bandar Pontang, Chiqude (Cikande),

Tanahara, Calapa dan Cimanuk,10 yang merupakan pelabuhan kekuasaan

Sunda sebelum Banten memisahkan diri dari Kerajaan Sunda.

Pusat kota Banten berperan sebagai wilayah ekonomi, terutama

pelabuhan yang menjadi jalur ekspor dan impor. Kemajuan perdagangan

di Banten ditunjang juga oleh beberapa hal diantaranya: Pertama, adanya

hubungan antara pasar dunia dengan pasar domestik. Kedua, adanya

hubungan antara pelabuhan dengan daerah pedalaman di Nusantara

maupun pelabuhan di berbagai negara dalam konteks keluar masuknya

barang, terbentuknya jalur-jalur transportasi, dan terbentuknya pusat-

pusat pengumpulan barang dagangan di tempat-tempat tertentu. Ketiga,

6 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi Ekspor-Impor, (Serang:

Kamar Dagang dan Industri Daerah (KADINDA), 1993), h. 14. 7 Banten dikatakan sebagai kota konsumtif karena saat itu perilaku penduduk

yang boros yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan, yang lebih

mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan. Hal ini terjadi bukan hanya pada para

para pedagang tetapi penduduk lokal terutama dari kalangan bangsawan. 8 Sedangkan kota produktif merupakan kota yang saat itu Banten mampu

menghasilkan produksi barang dan jasa dalam jumlah besar. 9 Halwany Michrob, Ekspor Impor di Zaman Kesultanan Banten, (Serang:

Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda), 1989), h. 36. 10 Uka Tjandrasasmita, Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra, (Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h. 24

Page 17: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

4

hubungan antara kegiatan perdagangan dengan pembentukan kota

dagang itu sendiri.11

Pertumbuhan Banten sangat berkembang di abad akhir XVI

sampai abad XVII. Kehidupan ekonominya menitikberatkan pada

perdagangan dan pelayaran, sehingga aktivitas ekspor-impor semakin

meningkat. Kekuasaan ekonomi dipegang oleh kaum ningrat yang

mendominasi perdagangan sebagai pemodal. Pengawasan terhadap

perdagangan dan pelayaran merupakan sendi-sendi kekuasaan mereka

ingin memperoleh hasil pajak yang besar.12

Perkembangan ekonomi Banten cukup cepat karena selain

letaknya yang strategis, juga banyak para pedagang dengan membawa

komoditi rempah-rempah dari berbagai daerah di Nusantara ke

pelabuhan untuk di ekspor. Hal ini, membuat Banten semakin dikenal,

karena adanya perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan

Palembang.13

Ramainya pelabuhan Banten, berkembang menjadi kota

perdagangan dan pelabuhan internasional. Sebagai pusat perdagangan,

menjadikannya banyak dikunjungi oleh para saudagar dari kerajaan-

kerajaan Islam di Nusantara, saudagar Cina, Eropa dan negara Asia

lainnya,14 sehingga para pedagang asing menempati kampung-kampung

di Banten. Tumbuhnya Kampung Pecinan (perkampungan orang-orang

Cina), dan Kampung Pekojan (perkampungan orang Arab).

11 Adeng, “Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra”… h. 87. 12 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi Ekspor Impor… h. 14 13 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) dari

Emporium sampai Imperium I, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 68. 14 Uka Tjandrasasmita, Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra... h. 59.

Page 18: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

5

Faktor yang mendukung berkembangnya Banten sebagai pusat

perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

1. Banten terletak di ujung Barat pulau Jawa dan memiliki

pelabuhan dengan sarana yang baik.

2. Kedudukan Banten yang sangat strategis menjadikan daya

tarik tersendiri untuk berlayar dan berdagang bagi kalangan

pedagang Islam maupun pedagang asing.

3. Banten memiliki bahan rempah-rempah dengan kualitas yang

sangat baik, sehingga menjadi daya tarik yang kuat bagi

pedagang di Banten.15

4. Tumbuhnya perkampungan-perkampungan pedagangan

asing di Banten.

Pesatnya aktivitas ekspor-impor perdagangan internasional yang

berlangsung di Banten akibat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511.

Oleh karena itu, para pedagang mencari tempat niaga lainnya yang

menyediakan barang-barang yang dicari oleh para pedagang. Karena

Malaka pada masa itu telah dikuasai Portugis, bahkan di pelabuhan

tersebut akan terjadi transaksi jual beli berbagai komoditas di Banten

para pedagang itu berasal dari Arab, Abesinia, Belanda, Cina, Denmark,

Gujarat (India), Inggris, Portugis, Prancis, Persia, danTurki.16

Kegiatan ekspor-impor perdagangan Banten sangat maju dan

bahkan Banten dapat dianggap sebagai sebuah kota pelabuhan

emporium, tempat barang-barang dagangan dari berbagai penjuru dunia

15 M.C. Ricklef, Sejarah Modern Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada

Universitas Press, 1995), h. 56-57. 16 Boedhihartono, dkk. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem Sosial,

(Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 141.

Page 19: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

6

digudangkan dan kemudian didistribusikan. Situasi di Karangantu sangat

dikembangkan, ini terbukti didominasi oleh pedagang seperti, dari

Tiongkok membawa barang dagangan berupa porselen, sutra, beludru,

benang emas, jarum dan lain-lain.17

Pedagang Persia dan Arab menjual permata dan obat-obatan.18

Pedagang dari Gujarat menjual kain dari bahan kapas dan sutra.

Sementara itu, pedagang Portugis membawa barang dagangan berupa

kain dari India.19 Para pedagang dari Nusantara, seperti dari Cirebon,

Makassar, Sumbawa, Palembang, Maluku dan lain-lain membawa

barang dagangan dari daerahnya masing-masing.20

Pedagang asing yang datang dengan jumlah yang besar di Banten

pada awal abad XVII adalah pedagang Turki, Bengal, Cina, Persia,

Melayu, Arab, Pegu dan Gujarat.21 Orang-orang Persia yang ada di Jawa

biasanya mendapatkan penghasilan dari menjual obat-obatan dan batu

mulia. Orang-orang Pegu dan Arab melakukan perdagangan laut,

membawa barang-barang dagangan dari satu kota ke kota lain. Orang-

orang Pegu dan Arab merupakan pedagang perantara yang menjual

barang dagangan Cina ke pulau-pulau di Nusantara, dan kemudian

17 Halwany Michrob, dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa lalu Banten,

(Serang: Saudara, 1993), h. 82. 18 Halwany Michrob, dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa lalu Banten… h.

82 19 Halwany Michrob, dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa lalu Banten… h.

83 20 Halwany Michrob, dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa lalu Banten,

(Serang: Saudara, 1993), h. 82-83. 21 Supratikno Rahardjo, “Bandar Jalur Sutra” (Kumpulan Makalah Diskusi).

(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998), h. 25.

Page 20: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

7

barang-barang yang berasal dari pulau-pulau tersebut dijual kembali ke

pedagang Cina.22

Orang Keling dan Melayu yang nampak memiliki kedudukan

sedikit lebih tinggi, dibandingkan dengan orang Arab, Pegu dan Gujarat.

Mereka adalah saudagar yang memberikan modal (orang Keling dan

Melayu sebenarnya adalah pemasok uang dan barang) dengan bunga

tertentu maupun piutang untuk kebutuhan pelayaran. Bunga hutang

tersebut adalah keuntungan dua kali lipat yang harus diberikan kepada

pemberi modal yang telah disepati dalam peminjaman modal oleh para

pedagang. Jika para peminjam modal tidak bisa memberikan bunga

tersebut, maka orang-orang Keling dan Melayu akan mengambil semua

barang dagangan bahkan kapal-kapal mereka.23

Selain itu pedagang Cina kebanyakan berdagang dalam jumlah

yang besar. Berbeda dengan orang-orang Keling maupun Melayu, orang

Gujarat lebih miskin,24 sehingga mereka mendapatkan penghasilan dari

agunan kapal (agunan atau jaminan adalah aset pihak peminjam yang

dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat

mengembalikan pinjaman tersebut) dan menjadi pelaut sewaan.25

22 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.

81. 23 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global… h. 394. 24 G. P, J. Rouffaer, W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597., (S’gravenhage: Martinus

Nijhoff, 1915), h. 121. 25 Willem Lodewijcksz, Prima Pars Descriptionis Itineris Navalis in Indiam

Orientalem, Earvmqje Rervm Qvae Navibvs Battavis Occvueevnt, (National Central

Library of Rome: Ex Officina Cornelij Nicolaj, Typographi Ad Symbolum Diarij, Ad

Aquam, 1598), h. 120-121.

Page 21: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

8

Pedagang Asia di Banten mendapat saingan dari pedagang Eropa

yang singgah di Pelabuhan Banten. Bahkan, mereka menetap di Banten

guna menjalankan perdagangan mereka. Persaingan antar pedagang

Asia-Eropa (Cina dan Belanda), dan persaingan sesama pedagang Eropa

(Belanda dan Inggris) meramaikan perdagangan internasional Banten.

Belanda harus bersaing dengan Inggris dan negara-negara lainnya dalam

menancapkan pengaruh di Banten.26 Oleh sebab itu, VOC mendirikan

markas besar di Batavia yang secara geografis dekat dengan Banten.

Tahun 1603, untuk pertama kalinya VOC berhasil mendirikan

kantor dagang di Banten, yang merupakan kantor pertama di Nusantara.

Sementara Inggris pun mendapat kompensasi yang sama, sehingga

Banten menjadi area persaingan para pedagang Eropa. Ketika VOC

menguasai perdagangan di Banten, pola perdagangan masih berjalan

dengan baik. Pada awal kehadirannya, mereka berusaha menyesuaikan

diri dengan pola perdagangan yang ada. Mereka harus melakukan

pendekatan persuasif dengan menjalin hubungan persahabatan yang baik

dengan penguasa Banten dengan cara memberikan berbagai

persembahan yang pantas karena merekalah yang memiliki wewenang

untuk menentukan siapa saja yang boleh berdagang di wilayahnya.

Bahkan mereka pula yang memiliki hak monopoli penjualan terhadap

produk utama (lada, gula, beras) di wilayah kekuasaannya.27

Permasalahan timbul dengan kehadiran pedagang Eropa lainnya

seperti Inggris dan Perancis di kawasan Pantura Jawa khususnya di

Banten. Kehadiran orang-orang Eropa telah meningkatkan persaingan

26 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara.

(Jakarta: LP3ES, 2004), h. 35 27 J.Th. Vermeulen, Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740 (Jakarta:

Komunitas Bambu, 2010), hlm. 4.

Page 22: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

9

tawar-menawar kepada Sultan Banten, untuk mendapatkan hak

monopoli. Persaingan dagang VOC tidak hanya dengan negara-negara

Eropa, juga terjadi antara VOC dengan penguasa lokal, persaingan untuk

berebut monopoli.28

Penguasa setempat yang menerapkan monopoli penjualan

dilawan VOC dengan memaksakan monopoli pembelian. Pada awalnya

hal itu dilakukan dalam rangka menstabilkan harga (terutama dalam

penjualan lada) yang sangat fluktuatif yang merugikan kompeni Eropa.

Dengan monopoli pembelian yang ditegakkan dengan kekerasan senjata,

VOC mendapatkan harga yang murah dan dijual dengan harga yang

setinggi mungkin sehingga mendapatkan keuntungan yang besar.29

VOC juga memperlakukan orang-orang Cina sebagai partner

dagang yaitu sebagai agen-agen. Ketika VOC berdagang di Banten,

orang-orang Cina yang sudah memiliki semacam lisensi dari penguasa

menyediakan komoditi lada untuk VOC. Sebaliknya mereka berharap

VOC dapat menukarnya dengan sutra, porselen serta barang-barang lain

dari negeri Cina. Dengan cara demikian VOC memperoleh muatan yang

memadai. Situasi semacam ini telah memaksa VOC untuk melakukan

perdagangan intra-Asia untuk memperoleh berbagai komoditi yang

dapat ditukar dengan barang komoditi untuk diangkut ke Eropa. Hal

inilah yang menyebabkan berkembangnya kenyataan bahwa kehadiran

28 Singgih Tri Sulistiyono, “Peran Pantai Utara Jawa Dalam Jaringan

Perdagangan Rempah”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional mengenai Jalur

Rempah dengan tema “Rempah Mengubah Dunia”. (Makassar: 11-13 Agustus 2017),

h. 16. 29 Singgih Tri Sulistiyono, Peran Pantai Utara Jawa dalam Jaringan

Perdagangan Rempah… h. 16.

Page 23: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

10

para pedagang Eropa bukan hanya meramaikan perdagangan global

namun juga perdagangan intra-Asia.30

Perdagangan di Banten mengalami puncak kejayaan pada masa

Sultan Abu Al-Fath Abdul Fattah (1651-1683)31 yang terkenal dengan

sebutan Sultan Ageng Tirtayasa. Sistem perdagangan yang dipakai oleh

Sultan Ageng adalah perdagangan bebas32 seperti yang dipakai oleh

negara-negara lain seperti Inggris, Denmark, Mekkah, Coromandel,

Benggala, Siam, Tonkin dan Cina. Sultan Ageng Tirtayasa melakukan

kerjasama dengan negara-negara tersebut. Usaha Sultan Ageng dalam

bidang perdagangan pun berhasil, yaitu dengan menjadikan Pelabuhan

Banten sebagai pelabuhan internasional.33

Kegiatan ekspor-impor perdagangan internasional dengan

bangsa-bangsa Eropa dan lainnya. Perdagangan jelas merupakan

kegiatan investasi permodalan yang dalam masyarakat kerajaan

tradisional diartikan dengan istilah pre-industrial society, para

bangsawan, para penguasa juga turut mempunyai investasi

permodalannya. Penghasilan Kesultanan Banten bukan hanya dari bea

cukai barang dagang, tetapi juga dari pasar yang setiap hari memberikan

keuntungan untuk kas negara.34

30 J.Th. Vermeulen, Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740… h. 6-7. 31 Nama asli Sultan Ageng Tirtayasa adalah Pageran Surya, kemudian ia

mendapat gelar setelah berangkat ke tanah suci yaitu Sultan Abu Al-Fathi Abdul Fattah.

Kemudian, mendapat gelar lagi setelah ia memerintah Kesultanan Banten yaitu Sultan

Ageng Tirtayasa. Lihat Uka Tjandrasasmita, Musuh Besar Kompeni Belanda, Sultan

Ageng Tirtayasa, (Jakarta: Yayasan Kebudayaan Nusalarang, 1987), h. 7-8. 32 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama,

Jawara… h. 49. 33 Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2010), h. 85 34 Uka Tjandrasasmita, “Banten Sebagai Pusat Kekuasaan dan Niaga Antar

Bangsa”. Kumpulan makalah diskusi Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra, (Jakarta:

Depdikbud, 1995), h. 111.

Page 24: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

11

Transaksi jual-beli di Banten dapat dilakukan dengan mata uang

yang berlaku dan ada pula melalui transaksi tertulis baik antara pedagang

maupun penguasa. Perdagangan di Banten termasuk sistem Commenda35

pada abad XVI-XVII yaitu merupakan sistem perdagangan berupa

kontrak peminjaman uang sebagai modal untuk melakukan suatu usaha

kegiatan berlayar dengan modal tersebut. Bahkan sistem ini dijalankan

oleh beberapa kerajaan di Nusantara.36

Seiring dengan peningkatan perdagangan yang mendatangkan

kemakmuran dan sebagai kekuatan negara, Kesultanan Banten berupaya

memperluas daerah kekuasaannya ke daerah yang dapat menguntungkan

perekonomian Banten. Di samping itu, Kesultanan Banten pun berupaya

menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara

seperti: Cirebon, Demak dan Mataram. Hubungan Banten dengan

kerajaan lain dikhususkan untuk meningkatkan ekonomi di kerajaan-

kerajaan tersebut.37

Berkembangnya bandar pelabuhan Banten, sangat

menguntungkan bagi tata niaga lada, gula, beras dan rempah-rempah

lainnya sebagai komoditas utama. Hal ini antara lain menjadi salah satu

daya tarik bagi para pedagang asing untuk mengadakan transaksi dagang.

Adanya monopoli perdagangan yang dijalankan oleh bangsa-bangsa

Eropa mengakibatkan terjadinya konflik dengan Kesultanan Banten.38

35 Sistem commenda disebut juga sistem perdagangan yang dilakukan oleh

para usahawan yang mempunyai modal tinggi. 36 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essay in Asia Social and

Economic History, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), h. 230. 37 Edi. S. Ekadjati, “Kesultanan Banten dan Hubungan dengan Wilayah

Luar”. Kumpulan Makalah Diskusi… h. 99 38 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) dari

Emporium sampai Imperium I… h. 81

Page 25: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

12

Memburuknya hubungan Banten dengan orang-orang Eropa

akibat adanya blokade yang merugikan Banten. Banyak perahu-perahu

dagang Cina yang datang ke Banten dirampas dan dibawa ke Batavia.

Setelah VOC menguasai Banten dan memonopoli perdagangan.

Akhirnya di adakanlah perjanjian mengenai ekonomi perdagangan

antara VOC dan Banten yang secara praktis memperlemah kewibawaan

Banten.39 Blokade-blokade intensif dan ekstensif yang dilakukan oleh

Bangsa Eropa terutama VOC benar-benar mengakibatkan ekonomi

Banten mengalami penurunan dan kolepsnya perdagangan di Banten,

hingga menimbulkan fluktuasi harga bahkan bisa dikuasai oleh Bangsa

Eropa.40

Terbentuknya kegiatan ekspor-impor di Banten tidak lepas dari

perkembangan dunia internasional. Motif ekonomi perdagangan bebas

mendorong berbagai bangsa untuk mencari komoditas yang bernilai

tinggi. Permintaan pasar akan rempah-rempah meningkat pesat di

pasaran Eropa, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong kegiatan

ekspor-impor. Ramainya kegiatan ekspor-impor di Banten adalah

komoditas yang ditawarkan. Komoditas yang dihasilkan di Banten

sangat beragam dan memiliki daya tarik sendiri. Faktor ekonomi-politik

internal dan eksternal serta perubahan iklim yang tidak menentu

mengakibatkan (fluktuasi) naik-turun harga dagang seiring dengan

kebutuhan para pedagang untuk memenuhi komoditas yang akan

diperdagangkan.

39 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) dari

Emporium sampai Imperium I… h. 81. 40 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi Ekspor-Impor… h. 20.

Page 26: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

13

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latarbelakang di atas, terdapat

sejumlah masalah yang dapat di identifikasi di antaranya:

1. Sistem perdagangan di Banten, sistem yang menerapkan

perdagangan bebas yang mencakup ekspor-impor pada

komoditas rempah-rempah.

2. Kebijakan ekonomi politik, pemerintah Banten yang telah

mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi politik dalam

perdagangan internasional. Kebijakan ini menjadi aturan bagi

para pedagang yang singgah dan melakukan transaksi di

Banten.

3. Kegiatan ekspor-impor, rempah-rempah masih menjadi

primadona bagi para pedagang Eropa. Komoditas dengan

kualitas yang sangat baik dan permintaan yang besar

menjadikan harga jual yang tinggi. Hal ini, terjadi pada

komoditas ekspor-impor lada, beras dan gula.

4. Faktor pendukung, berkembangnya Banten sebagai pusat

perdagangan internasional menjadikan sarana dan prasarana

harus memadai dalam proses perdagangan. Dengan adanya

faktor pendukung maka perdagangan di Banten menjadi lebih

mudah di jangkau oleh para pedagang baik lokal maupun

internasional.

Page 27: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

14

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan dan

merekonstruksi sejarah perdagangan internasional Kesultanan Banten.

Penelitian ini harus dibatasi dan dirumuskan, untuk menjadi sebuah

penelitian yang terarah dan sitematis. Batasan penelitian ini difokuskan

pada wilayah Kesultanan Banten. Batasan temporalnya adalah akhir

abad XVI hingga abad XVII, sehingga penulis memfokuskan dalam satu

permasalah yaitu perdagangan internasional. Banten mempunyai peran

besar dalam ekspor-impor perdagangan dengan negara-negara di Asia

dan Eropa.

Meskipun demikian dianggap perlu juga untuk melihat lebih jelas

gambaran sejarah Kesultanan Banten secara keseluruhan dan

hubungannya dengan negara-negara di Asia dan Eropa. Sebagai tulisan

sejarah tidak bisa berdiri sendiri dalam arti tidak terlepas dari pengaruh

sebelumnya, maka tidak menutup kemungkinan penulis mengulas sejak

akhir abad XVI saat berlangsungnya perdagangan internasional di

Banten. Karena Kesultanan Banten saat itu karena berada di jalur jalan

dagang Nusantara dan juga merupakan jalur jalan dagang Asia dan jalan

dunia, di ujung barat Pulau Jawa, menjadikannya sangat stategis di dunia

Internasional.

Lingkup masalah juga dibatasi dan difokuskan pada lingkup

posisi dan kegiatan perdagangan di Kesultanan Banten, terutama

perdagangan internasional yang menyangkut ekspor-impor, pelaku

perdagangan, dan sistem perdagangan. Namun, tidak menutup

kemungkinan juga ikut dibahas kegiatan perdagangan di daerah lain

selain Kesultanan Banten, seperti di Batavia, Jepara dan daerah lainnya

di Nusantara. Karena daerah di Nusantara memberikan tidak hanya

Page 28: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

15

sedikit peranan bagi Kesultanan Banten, karena Banten memiliki

posisinya yang strategis menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau

Sumatra, maka ketergantungan wilayah/daerah lain terhadap Banten

sangat besar, bahkan tak hanya pedagang lokal di Nusantara, para

pedagang dari negara-negara Asia dan Eropa pun sangat membutuhkan

Banten sebagai pemasok rempah-rempah di negaranya.

D. Perumusan Masalah

Dalam mengkaji Kesultanan Banten akhir abad XVI-XVII

sebagai suatu kawasan dan aktifitas perdagangan, perlu ditinjau kondisi

masa lalunya sebagai pijakan ke masa sekarang. Berkaitan dengan hal

itu, maka ada beberapa kondisi menarik dan penting untuk di bahas yang

timbul dari masalah yang dialami di Kesultanan Banten, yaitu pertama,

posisi Banten berada di jalur perdagangan internasional. Kedua, sebagai

tempat yang dapat menghasilkan rempah-rempah dengan kualitas yang

baik. Sejak dulu rempah-rempah merupakan barang dagangan yang

begitu laris di pasaran, dan hasil bumi yang banyak terdapat di Banten

memang menjadi permintaan paling utama bagi masyarakat Eropa saat

itu, sehingga meningkatkan harga jual yang tinggi.

Berdasarkan pertimbangan historis dan pemikiran yang

dipaparkan dalam pembahasan di atas, penelitian ini memfokuskan

kajian terhadap “PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KESULTANAN BANTEN AKHIR ABAD XVI-XVII.” Pelacakan

terhadap kajian diatas didasarkan permasalahan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana kegiatan ekspor-impor Kesultanan Banten?

Page 29: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

16

2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya fluktuasi

perdagangan di Banten?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Persoalan ekspor-impor perdagangan tidak dapat

diperbincangkan tanpa hubungannya dengan Kesultanan Banten,

keberadaannya sebagai tempat perdagangan internasional yang

memberikan sarana dan prasarananya. Oleh karena itu, penelitian ini

disamping bertujuan mengamati ekonomi Banten dalam sektor

perdagangan juga sesuai perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin

di capai dalam penelitian sejarah adalah untuk mengetahui perdagangan

internasional akhir abad XVI-XVII, pada kegiatan ekspor-impor dan

fluktuasi harga.

Secara umum diharapkan adanya penelitian mengenai

perdagangan internasional Kesultanan Banten dapat dikenal oleh

masyarakat pada umumnya, sebagai salah satu sejarah penting di

nusantara. Selain itu, untuk memberikan manfaat bagi penulis untuk

lebih mengetahui dan memahami sejarah perkembangan ekonomi dalam

sistem perdagangan internasional khususnya pada sektor ekspor-impor.

Pengungkapan sejarah perdagangan internasional Kesultanan

Banten ini diharapkan menjadi suatu bahan masukan bagi kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk kebijakan pemerintah serta

pengembangan pengelolaan perdagangan daerah Banten. Terutama bagi

pengembangan di Indonesia yang merupakan sebaran pulau-pulau yang

dipersatukan oleh laut.

Page 30: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

17

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran global pada penelitian ini supaya

dapat diketahui arah penulisan tesis ini, maka diperlukan sebuah

sistimatika penulisan. Sistematika penulisan dimaksud adalah sebagai

berikut:

Bab I, pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab II, metodologi, bab ini membahas tentang metodologi

penelitian, landasan teori, kajian pustaka, pendekatan, kerangka

pemikiran, dan bagan kerangka berpikir.

Bab III, gambaran umum Kesultanan Banten yang meliputi: letak

geografis Kesultanan Banten, sejarah singkat Kesultanan Banten, serta

penduduk dan mata pencaharian.

Bab VI, perdagangan Kesultanan Banten akhir abad XVI-XVII,

yaitu, jaringan perdagangan lokal Kesultanan Banten, pelaku

perdagangan, serta peran pasar dalam perdagangan.

Bab V. Ekonomi Politik dan perdagangan bebas, yang membahas

mengenai buka-tutup sistem perdagangan bebas dan komoditas

perdagangan bebas.

Bab VI. Perdagangan internasional Kesultanan Banten akhir

abad XVI-XVII yaitu kegiatan ekspor-impor perdagangan, penggunaan

mata uang, serta penerapan bea cukai dan pajak, fluktuasi perdagangan

di Banten, meliputi faktor internal dan faktor eksternal.

Bab VII. Penutup, bab yang terakhir ini berisi kesimpulan dalam

masalah penelitian, dan saran-saran mengenai penelitian serta lampiran

data-data primer terkait dengan penelitian.

Page 31: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

18

BAB II

METODOLOGI

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian ilmu sejarah, dengan metode

yang digunakan adalah teknik pengumpulan data sesuai dengan tata

urutan sebuah penulisan sejarah atau Historiografi, dengan tahapan

sebagai berikut, yaitu: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3)

verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), (4) interpretasi: analisis

dan sintesis, dan (5) penulisan.41

Berlandaskan metode sejarah seperti di atas, maka peneliti

melakukan tahapan penelitian yang meliputi pencarian dan menghimpun

sumber, mengkritisi sumber yang dihimpun, memahami dan

menganalisis serta menafsirkan fakta, dan akhirnya merekonstruksi fakta

menjadi sintesis kisah sejarah yang sistematis dan kronologis secara

tertulis.

Sumber sejarah merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam

penyusunan penelitian karena sumber sejarah merupakan instrument

(alat atau sarana penelitian) utama dalam pengolahan data dan

merekontsruksi sejarah. Berdasarkan bahannya, sumber sejarah dibagi

menjadi dua yaitu sumber tertulis (dokumen) dan sumber tidak tertulis

(artifact). Dokumen dapat berupa surat-surat, notulen rapat, kontrak

kerja, sedangkan artifact berupa foto-foto, bangunan dan alat-alat.42

41 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang

Budaya, 1995), h. 89 42 Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian Sejarah, (Jakarta:

Dephankam, 1971), h. 135.

Page 32: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

19

Dalam tahapan metode penelitian, penulis melakukan kegiatan

pengumpulan sumber baik sumber primer maupun sekunder mulai

dengan mencari serta mengumpulkan sumber sejarah, baik yang bersifat

primer maupun sekunder. Sumber primer yaitu sumber yang berasal dari

pelaku pertama atau tokoh yang sejaman dengan peristiwa, yang

digunakan meliputi naskah, arsip, koran, dan majalah. Adapun sumber

sekunder adalah sumber yang telah diolah/ditulis oleh pihak lain, seperti

buku, jurnal ataupun majalah.

Sumber primer yang digunakan sebagai rujukan utama oleh

penulis adalah sebagai berikut: Naskah atau manuscript sejarah Banten,

arsip perjanjian dagang antara Kesultanan Banten dengan Belanda abad

XVII, catatan harian Belanda abad XVII (dagh register), kemudian ada

pula sumber primer berupa buku yang sezaman yaitu, Prima Pars

Descriptionis Itineris Navalis In Indiam Orientalem, Earvmqje Rervm

Qvae Navibvs Battavis Occvueevnt. Sedangkan sumber primer lainnya

berupa koran seperti, Donderdaegbfe Courant No. 36. Dalam berbagai

tahun terbit sesuai kebutuhan.

Kegiatan selanjutnya adalah penilaian terhadap sumber yang

telah diperolah, apakah itu data valid atau kuat atau tidak kuat. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan sumber data yang akurat, sehingga hasil

yang diperoleh bisa mendekati obyektif atau tidak berpihak pada siapa-

siapa. Kritik sumber ini dilakukan dalam dua proses, yaitu kritik interen

dan ekstern. Kritik interen artinya meneliti keaslian bahan sumber

tersebut. Sedangkan kritik ekstern adalah kritik yang dilakukan pada

kebenaran tahun atau keaslian pelaku atau data yang diperoleh.43

43 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), h.

134

Page 33: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

20

Sebagai contoh analisis pada tahapan ini adalah mengkritisi

pelabuhan sebagai pusat ekonomi dari karya berjudul Pelabuhan Banten

sebagai bandar jalur sutra karya Adeng, yang menjelaskan bahwa

Pelabuhan Banten (Karangantu) adalah pelabuhan yang menjadi pusat

ekonomi internasional. Setelah diamati pada sumber yang dirujuk yaitu

buku cacatan De Eerste Schipvaart Der Nederlanders Naar Oost-Indie

Onder Cornelis De Houtman 1595-1597, terdapat kesalahan penafsiran,

data yang dirujuk tersebut menunjukkan bahwa Pelabuhan Banten

(Karangantu) adalah pelabuhan satu-satunya yang menjadi pusat

ekonomi internasional. Ternyata pada sumber aslinya, penafsiran

tersebut tidak tepat. Karena, pelabuhan Banten seperti bandar Pontang,

Chiqude (Cikande), Tanahara, Calapa dan Cimanuk adalah beberapa

pelabuhan yang menjadi pusat ekonomi selain pelabuhan Karangantu.

Analisis pada kritik ekstern yaitu mencari kebenaran tahun

contohnya pada sumber primer yang terbit tahun 1598. Sumber tersebut

merupakan sumber yang ditulis langsung oleh Willem Lodewijcksz.

Seorang kartografer yang mengunjungi Banten akhir abad XVI, ia

menggambarkan bagaimana kondisi kota Banten akhir abad XVI yang

kemudian ia lukiskan dalam sebuah peta. Selain dalam bentuk peta, ia

pun menulisnya dalam bentuk buku yang berjudul Premier Livre De

L'histoire De La Navigation Aux Indes Orientales Hollandais Et Des

Choses A Eux Advenues.

Setelah dilakukan kritik tersebut, maka proses selanjutnya adalah

interpretasi, yaitu tahap memberikan penjelasan atau makna terhadap

sumber atau kejadian yang diperoleh, hingga dikategorikan sebagai suatu

peristiwa (proses dari kejadian menjadi peristiwa). Peristiwa dalam hal

ini adalah kejadian yang membawa pengaruh atau bermakna terhadap

Page 34: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

21

penjelasan agar menjadi rangkaian yang logis untuk selanjutnya

dilakukan pembentukan konsep dan generalisasi sejarah.

Pada tahapan ini penulis juga menunjukkan data statistik dari

perdagangan di Kesultanan Banten yang sukses membangun ekonomi

berbasis perdagangan internasional terutama dalam sektor ekspor-impor.

Hal lainnya ialah pada pembangunan infrastruktur yang kompleks

dibangun oleh Kesultanan Banten, yaitu dengan peningkatan sarana dan

prasarana serta pelayanan di Pelabuhan Banten termasuk pengadaan

manajemen organisasi, yang menjadi faktor utama peningkatan arus

barang dan jasa dari berbagai negara.

Langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalah melakukan

penulisan dari penyusunan hasil interpretasi dan merekontruksi fakta

dari sumber-sumber yang diperoleh, dan merangkai suatu

peristiwa/kejadian menjadi suatu kisah sejarah yang sistematis dan

kronologis secara tertulis. Hasil penelitian direkonstruksi secara berurut

mulai dari awal abad XVII yang ditandai dengan meluasnya jaringan

perdagangan internasional Kesultanan Banten, hingga puncaknya masa

kejayaan Kesultanan Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa di

pertengahan abad XVII, sampai penguasaan Kesultanan Banten oleh

Belanda di akhir abad XVII.

B. Landasan Teori

Saat ini perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat

untuk bidang ekonomi saja melainkan bermanfaat pula di bidang lain

seperti sosial, politik, dan pertahanan keamanan. Karena pentingnya

perdagangan internasional, maka teori tentang perdagangan

Page 35: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

22

internasional dapat digunakan sebagai bahan panduan sebelum

mengambil kebijakan di bidang perdagangan internasional.

Teori perdagangan internasional ini akan menggambarkan

bagaimana mekanisme perdagangan yang dijalankan oleh Kesultanan

Banten abad XVII. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-

dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang

diperoleh. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-

alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal

menyangkut proteksionisme baru. Pasar valuta asing merupakan

kerangka kerja terjadinya pertukaran mata uang sebuah negara dengan

mata uang negara lain, sementara neraca pembayaran mengukur

penerimaan total sebuah negara-negara lainnya di dunia dan total

pembayaran ke negara-negara lain tersebut.44

Untuk menggambarkan perdagangan di Kesultanan Banten maka

penulis menggunakaan teori merkantilisme dan teori ekonomi makro.

1. Teori Merkantilisme

Teori ini mulai muncul sejak abad XVII dan XVIII. Para

penganut merkantilisme percaya bahwa negara bisa mendapatkan

keuntungan dari perdagangan internasional.45 Jerman Werner Sombart

mengatakan bahwa, perlu mengetahui teori ekonomi dalam mengkaji

sejarah ekonomi, sebab itulah cara yang dapat di pakai untuk mengganti

haluan dari menelaah fakta-fakta yang terpisah menjadi sebuah sistem.

Pada umumnya sistem dibicarakan dalam bentuk model-model yang

disederhanakan. Oleh sebab itu, seorang sejarahwan ekonomi

44 Paul. R. krugman and Maurince Obstfeld, International Economics: Theory

and Policy, (New York: Harper Collins, 1991), h.4. 45 Apridar, Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori Konsep dan Permasalahan

dalam Aplikasinya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 98.

Page 36: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

23

menggunakan istilah “merkantilisme”. Bahkan Merkantilisme itu

merupakan salah satu model dari dua model yang dikontraskan oleh

Adam Smith,46 yaitu model tentang sistem pertanian dan sistem

merkantilis.

Frederick Winslow Taylor mengatakan bahwa, merchant

capita/merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan

bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset

atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan besarnya

volume perdagangan global sangat penting. Keuntungan perdagangan

merupakan prasyarat utama dan keuntungan berhasil jika melakukan

investasi, dan investasi akan meningkatkan produksi perdagangan.

Menurutnya sistem ekonomi yang cocok adalah sistem liberal, karena

akan memberikan keleluasan yang besar bagi tiap individu untuk

bertindak dalam perekonomian.47

Kebijakan merkantilisme adalah kebijakan dalam usaha untuk

monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam usahanya untuk

memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri.

Untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, mengambil keuntungan

dari daerah belum berkembang yang kaya akan sumber alam. Negara

akan mengambil barang mentah dengan harga murah untuk kemudian

dibawa ke negaranya dan diolah menjadi barang jadi. Menurut teori

merkantilisme keuntungan dapat diambil dari perbedaan harga antara

46 Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial. Edisi kedua, (Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2015), h. 42. 47 Deliar Noer, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2005), h. 37

Page 37: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

24

barang mentah yang murah dan barang jadi yang dijual dengan harga

tinggi.48

Kemakmuran Kesultanan Banten sangat bergantung pada

merkantilisme. Proses merkantilisme tidak akan terjadi secara konstan

dan stabil tanpa adanya dukungan politik. Dukungan politik didapatkan

dari para bangsawan Banten yang menguasai pemerintahan. Para

bangsawan seringkali bertindak sebagai pemberi modal ataupun

pedagang itu sendiri.49

Dengan demikian, teori merkantilisme dapat dideskripsikan

tentang jaring-jaring hubungan perdagangan internasional dan

menjelaskan tentang perkembangan ekonomi di Kesultanan Banten.

Perkembangan ekonomi Banten cukup cepat karena selain letaknya yang

strategis juga banyak mendatangkan komoditi rempah-rempah dari

berbagai daerah melalui pelabuhan untuk di ekspor, hal ini membuat

Banten semakin dikenal. Komoditas lada datang dari Indrapura,

Lampung dan Palembang, karena daerah tersebut merupakan daerah

kekuasaan Banten. Hal ini sama halnya dengan yang dikatakan oleh teori

di atas, bahwa Banten mengambil barang dan memonopoli perdagangan

dari daerah kekuasaannya.50

Dampak yang lebih buruk bagi Banten adalah saat hilangnya

kebebasan Banten dalam perniagaan dunia. Ketergantungan Banten pada

VOC di bidang pangan untuk menunjang logistik rakyatnya setelah

48 Rizky Natassia dan Hayu Yolanda Utami, “Pengaruh Harga Pinang

Terhadap Volume Ekspor Pinang”. Journal of Economic and Economic Education.

Vol.5 No.1. Januari 2016, h. 8. 49 Halwany Michrob dan Mudjahid A. Chudari, Catatan Masa Lalu Banten,

(Serang: Saudara Serang, 2011), h. 3. 50 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) dari

Emporium Sampai Imperium I, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 68.

Page 38: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

25

tahun 1684, menghancurkan sendi-sendi kemakmuran dan proses

merkantilisme bebas Banten.51 Selama abad XVII, ketika perdagangan

Banten masih bebas, Banten menikmati kemakmurannya yang luar

biasa. Blokade laut VOC tidak dapat menghentikan kegiatan

perdagangan dan ketersedian pangan Banten, Banten dapat

mengatasinya dengan menanam sendiri tanaman pangan untuk

memenuhi kebutuhan pangannya, tanpa harus bergantung dari impor

bahan pangan.52

Ketika sebuah kekuasaan pemerintahan berdiri, maka berbagai

kewenangan bisa dilakukan untuk keuntungannya. Demikian pula yang

berlaku pada masa Kesultanan Banten dengan menerapkan kebijakan

ekonomi dan membangun beberapa sarana-sarana untuk memperlancar

ekonomi. Selanjutnya dengan sistem pemerintahan dan kekuasaan, juga

terjadi perubahan pengelolaan ekonomi khususnya dalam perdagangan

internasional di Banten. Faktor geografis sangat berperan dalam alur

perdagangan, di mana Banten terletak di ujung Pulau Jawa, tempat yang

sangat strategis bagi perkembangan ekonomi.

2. Teori Ekonomi

Perdagangan internasional erat kaitannya dengan ekonomi.

Istilah ekonomi pertama kali lahir di Yunani (Greek) berasal dari kata

oikos dan nomos. Pada waktu itu pengertian ekonomi hanya sebatas

peraturan rumah tangga dan kepemilikan ekonomi Seiring berjalannya

waktu, pengertian ekonomi menjadi melebar sehingga keterkaitannya

51 Tubagus Najib, Kebangkitan Banten dari Masa ke Masa (Berdasarkan

Naskah Kuno dan Peninggalan Arkeologi), (Serang: Yayasan Sheng Po Banten, 2011),

h. 60. 52 Upaya untuk memproduksi beras sendiri telah dilakukan oleh Sultan Ageng

Tirtayasa selama periode blokade VOC di laut, dengan membuka lahan persawahan

baru di sekitar ibukota Banten

Page 39: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

26

dengan penelitian ini, Kesultanan Banten merupakan pusat perdagangan

internasional secara tidak langsung akan melahirkan sistem ekonomi

yang membentuk pola-pola sosial dalam masyarakat.53

Teori ekonomi digunakan untuk menganalisis Ekonomi

Kesultanan Banten, khususnya teori ekonomi makro yang merupakan

ilmu ekonomi yang mengkaji fenomena perekonomian secara

menyeluruh dan luas misalnya pengangguran, pertumbuhan ekonomi,

permintaan dan penawaran, mekanisme pasar serta fluktuasi harga. Teori

ekonomi makro mengajarkan kita agar dapat mengetahui permasalahan-

permasalahan ekonomi dan menganalisisnya, sehingga dapat mengambil

kebijakan-kebijakan makro secara menyeluruh yang dapat

menyelesaikan permasalahan ekonomi.54

Teori ekonomi makro atau makroekonomi adalah teori yang

muncul di sekolah pemikiran ekonomi di Amerika Serikat pada awal

tahun 1970. Teori ini mengacu pada nama John Maynard Keynes, antara

makroekonomi sendiri dan bahwa leluhur intelektualnya mengatakan

bahwa teori Keynes menggeser fokus analisisnya jauh dari pasar

individu ke seluruh perekonomian.55

Permasalahan ekonomi yang paling mencolok di Banten

adalah fluktuasi harga komoditas. Perubahan di tingkat harga bisa

disebabkan oleh berbagai macam faktor misalnya ekonomi politik

internal dan eksternal, kebijakan pemerintah tentang ekonomi, serta

53 Ibnu Khaldun, Muqadimah, terj. Ahmadie Toha (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2001), h. 359-360. 54 Aang Curatman, Teori Ekonomi Makro, (Yogyakarta: Swagati Press, 2010),

h. 1. 55 Priyono dan Zainuddin Ismail, Teori Ekonomi, (Sidoarjo: Zifatama

Publisher, 2012), h. 389.

Page 40: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

27

faktor iklim dan cuaca. Selain itu, fluktuasi pada harga komoditas jangka

pendek bisa dipengaruhi oleh faktor moneter, contohnya, inflasi mata

uang real di Banten yang menyebabkan kenaikan harga komoditas.

Perkembangan teori ekonomi makro berada dari kegagalan

ekonomi klasik yang sangat fanatik terhadap konsep mekanisme pasar

dalam mengatur perekonomian. Kegagalan tersebut memunculkan

pemikiran-pemikiran baru para ahli-ahli ekonomi. Ahli ekonomi

Keynesian menekankan betapa pentingnya peranan pemerintah dalam

mengendalikan berbagai masalah ekonomi.56

Kebijakan pemerintah dalam menangani perekonomian

negara terutama di Kesultanan Banten dapat berupa kebijakan fiskal dan

kebijakan moneter. Kebijakan pemerintah Banten dalam menekan

masalah ekonomi dengan cara membuka pasar bebas baik itu tertutup

ataupun terbuka. Kebijakan perdagangan yang dilakukan pemerintah

dapat dilakukan untuk meningkatkan dan menyempurnakan sistem

perdagangan, demi mewujudkan tujuan ekonomi nasional Kesultanan

Banten. Keyakinan Keynesian pada teori ekonomi makro untuk menilai

kestabilkan perekonomian didasarkan pada, fluktuasi ekonomi makro

secara signifikan dapat mengurangi kesejahteraan ekonomi, dan

pemerintah berpengetahuan dan cukup mampu untuk memperbaiki pasar

bebas.57

Peran pemerintah Banten dalam menekan permasalahan

ekonomi salah satunya mengeluarkan beberapa kebijakan ekonomi

politik. Permasalah ekonomi di Banten adalah monopoli perdagangan

oleh Bangsa Eropa, akibatnya persaingan dagang tidak dapat dihindari

56 Priyono dan Zainuddin Ismail, Teori Ekonomi… h. 31. 57 Priyono dan Zainuddin Ismail, Teori Ekonomi… h. 78.

Page 41: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

28

hingga menyebabkan fluktuasi harga. Kebijakan yang dibuat oleh Sultan

Banten bertujuan untuk menekan naik-turunya harga komoditas. Selain

itu, untuk menekan keuntungan yang lebih besar yang didapat oleh

pedagang-pedagang Eropa dengan sistem monopolinya.

Pertumbuhan ekonomi Banten dimulai dari perdagangan

lokal Banten hingga meluas dalam jaringan internasional, dan akhirnya

Banten di kenal sebagai bandar perniagaan internasional yang hingga

masa puncaknya di pertengahan abad XVII. Teori ekonomi makro dapat

mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-

harga pasar dan kuantitas faktor, barang dan jasa yang diperjual-belikan

di Banten. Sehingga teori ekonomi makro bertujuan untuk menganalisis

pertumbuhan ekonomi dan jalannya mekanisme pasar.

C. Pendekatan

Kegiatan ekonomi di Kesultanan Banten, meliputi arus dan

volume perdagangan internasional. Oleh karena itu tulisan ini juga

menggunakan pendekatan ekonomi politik, terlihat jelas adanya

pertentangan antara meningkatnya ekonomi internasional dengan

keinginan negara untuk mengatur ketergantungan ekonomi dan otonomi

politiknya. Pada saat yang bersamaan, negara menginginkan keuntungan

yang maksimal dari perdagangan bebas yang dilakukan dengan negara

lain, tetapi di sisi lain negara juga ingin melindungi otonomi politik, nilai

kebudayaan, serta struktur sosial yang dimilikinya. Dapat dikatakan

bahwa kegiatan perdagangan di Banten berjalan melalui logika sistem

Page 42: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

29

pasar, di mana pasar diperluas secara geografis dan kerja sama

antarnegara di berbagai aspek diperluas melalui mekanisme harga.58

Selanjutnya, ada dua tujuan dari pendekatan ekonomi politik,

yaitu: menciptakan suatu sumber pendapatan atau swasembada bagi

masyarakat, atau membantu mereka dalam mencari pendapatan dan

mewujudkan swasembada. Untuk menyediakan sejumlah daya bagi

negara dan pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas dan

fungsinya dengan baik. Kesultanan Banten memiliki ciri yang secara

umum ditemukan pula pada kota-kota Islam sejaman di bagian-bagian

lain dibelahan dunia.59 Sebagaimana Muslim di Nusantara dan Afrika,

juga negara-negara Arab, memiliki istana, pasar-pasar dan masjid-

masjid. Pemukiman dibagi menurut pekerjaan dan etnik, sebagaimana

hal ini juga terdapat di kota-kota Islam di dunia. Sejarah kota banyak

dipengaruhi oleh demografi serta ekologi, struktur spesial, pola-pola

okupasi serta faktor-faktor sosial penduduk kota.60

Pendekatan ekonomi politik suatu ilmu yang mengajarkan

bagaimana memakmurkan sebuah negara.61 Secara sederhana

pendekatan ekonomi politik dapat dipahami tentang bagaimana proses-

proses dalam pasar memiliki implikasi maupun kaitan dengan aktivitas

politik. Secara keseluruhan, dapat dirangkum pemaknaan pendekatan

ekonomi politik sebagai sebuah studi yang mempelajari kaitan antara

58 Robert Gilpin, The Political Economy Of International Relations, (New

York: Princeton University Press, 2016), h. 120. 59 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi: Ekspor-Impor di Zaman

Kesultanan Banten, (Serang: Sudara, 1993), h. 5 60 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi: Ekspor-Impor di Zaman

Kesultanan Banten… h. 5. 61 Robert Gilpin, The Nature of Political Economy, dalam Global Political

Economy: Understanding the International Economic Order, (Princeton: Princeton

University Press, 2001), h. 25.

Page 43: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

30

pasar (ekonomi) dan politik yang dapat diwakili oleh salah satunya ke

dalam bentuk kebijakan untuk memperlihatkan bangsa menjadi kaya.62

Fokus dari pendekatan ekonomi politik adalah fenomena-

fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi

lebih spesifik, yakni menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi

dan faktor-faktor politik. Dalam perkembangan yang berikutnya, istilah

ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek

ekonomi dan aspek politik.63

Pendekatan ekonomi politik dimulai dengan sifat politik

pengambilan keputusan dan prihatin dengan bagaimana politik akan

mempengaruhi pilihan ekonomi dalam suatu masyarakat. Masyarakat

harus didefinisikan secara luas untuk mencakup tidak hanya negara atau

yurisdiksi lain semacam itu, tetapi juga perusahaan, kelompok sosial,

atau organisasi lain.64

Dalam pendekatan ekonomi politik, masalah yang dihadapi

antara lain mencakup variabel-variabel politik, variabel ekonomi,

sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada pendekatan ini meliputi

intervensi pemerintah, perubahan kebijakan, tindakan politik ekonomi,

kenaikan harga di pasar, kemerosotan daya beli masyarakat, kelangkaan

sumber daya, revolusi sosial, transformasi industrial, revolusi dan

kemajuan ilmu, pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi.65

62 Robert Gilpin, The Nature of Political Economy, dalam Global Political

Economy: Understanding the International Economic Order… h. 25. 63 Didick J. Rachbini, Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Pilihan Publik,

(Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia, 2002), h. 10. 64 Lionel Robbins, an Essay on The Nature & Significance of Economic

Science, (London: Macmillan Or Co Limited St. Martin's Street, 1932), h. 16. 65 Petr Ivanovich Nikitin, Ekonomi Politik, (Jakarta: Erlangga, 1968), h. 10

Page 44: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

31

Pendekatan ekonomi politik adalah suatu ilmu yang memasukan

unsur bahasan utama seperti perdagangan internasional, keuangan

internasional, dan pembangunan (dalam konteks ekonomi), atau

pertanyaan-pertanyaan dari regulasi politik suatu pemerintahan (dalam

konteks ekonomi internasional).66 Pada umumnya sama dalam kajian ini,

terlihat dari dari struktur fisik dalam perdagangan misalnya, dapat

terlihat konstruksi tata ruang dan fungsi-fungsi bangunan yang berada di

dalam dan di luar sektor benteng kota yang digunakan untuk menyimpan

barang-barang perdagangan.

Pada perkembangan selanjutnya, ekonomi politik berusaha

merumuskan cara bagaimana memperkaya rakyat sekaligus pemerintah.

Kriteria identifikasi dari pendekatan ekonomi politik adalah ada tidaknya

uraian tentang interaksi sistem antara ekonomi dan politik dalam teori

tersebut. Interaksi yang dimaksudkan adalah, kausalitas antar proses

(deterministik), hubungan timbal balik (interaktif), dan perilaku yang

terus menerus.67

Interaksi kausalitas (sebab-akibat) antar proses pada

perdagangan internasional Kesultanan Banten yang menyebabkan

adanya aktivitas ekspor-impor meningkatkan pada permintaan rempah-

rempah di Banten. Sehingga mendorong produktivitas pada komoditas

yang dihasilkan oleh Banten. Sedangkan hubungan timbal balik yang

terjadi pada perdagangan internasional seperti adanya kepentingan

penguasa atau raja dan pemerintah Banten dalam campur tangan soal

pasar, bukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan materi tetapi

66 Ralf J. Leiteritz. International Political Economy: The State of The Art,

(New York: Colombia International, 2005), h. 53. 67 Lane Jan Erik, Ekonomi Politik Komparatif, Terj. (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994), h. 14.

Page 45: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

32

mungkin juga menyangkut hak milik dan untuk melindungi kontrak-

kontrak antara mereka dengan pedagang- pedagang di pasar. Dengan

demikian jelas ada hubungan kepentingan timbal balik antara pihak

penjual dan pembeli dengan pihak penguasa.

Terakhir, perilaku terus menerus (kelakuan yang tidak ada

hentinya) kelakuan yang disertai oleh faktor yang mempengaruhinya.

Contohnya, perilaku yang dijalankan oleh Kesultanan Banten dan para

pedagang, guna memperluas jaringan perdagangan internasional dan

juga mendapatkan keuntungan. Perdagangan internasional dijalankan

oleh agen-agen tertentu, yang kemudian diterima oleh para pedagang

tanpa mengalami perubahan, tetapi perilaku ini terus menerus dilakukan

oleh para agen perdagangan internasional di Banten selama abad XVI-

XVIII.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, pendekatan

ekonomi politik dapat diartikan sebagai interaksi antara pasar (sebagai

elemen ekonomi) dan politik dalam cakupan internasional, yang

kemudian mengimplikasikan adanya hubungan antarnegara dan aktor

non-negara di dalamnya. Dapat diasumsikan dari kesimpulan tersebut

bahwa pendekatan ekonomi politik digunakan sebagai cara untuk

mengatur pemerintahan dan perekonomian sebuah negara dengan baik.

Penulis beropini bahwa hal tersebut merupakan poin penting dari

ekonomi politik, keduanya tidak dapat dibahas secara terpisah ketika

keduanya memberi pengaruh yang signifikan.

D. Kajian Pustaka

Tulisan tentang sejarah Kesultanan Banten telah dirintis oleh

beberapa penulis sebelumnya, namun masih belum ada yang fokus pada

Page 46: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

33

penelitian ekonomi perdagangan internasional di Kesultanan Banten.

Tulisan-tulisan tersebut lebih banyak menjelaskan Banten sejarah

ekonomi, sosial, agama dan budaya. Namun tentunya data-data dari

tulisan tersebut turut memberikan kontribusi besar dalam tulisan ini.

Dalam penelitian perdagangan ekspor-impor Kesultanan Banten

akhir abad XVI-XVII, dilakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa

literatur yang relevan. Beberapa literature tersebut banyak terdapat

dalam kajian jurnal terdahulu yang membahas mengenai perdagangan di

Kesultanan Banten.

1. European Southeast Asia Encounters with Islamic

Expansionism, circa 1500–1700: Comparative Case Studies

of Banten, Ayutthaya, and Banjarmasin in the Wider Indian

Ocean Context.

Journal of World History, vol. 25. No. 2-3. Juni/September,

2014, pp. 229-262. Jurnal ini ditulis oleh Kenneth R. Hall, dalam

tulisannya ia mendeskripsikan 2 studi, yang pertama ia akan

secara khusus membahas persaingan antara pedagang Eropa yang

baru tiba dan negara-negara Asia Tenggara yang beragama Islam

dan Budha di tiga "zona pertemuan" Asia Tenggara dalam 1500-

1700. Studi kasus pertama akan berfokus pada pemerintahan

Islam Banten yang didasarkan pada Jawa Barat dan garis pantai

Selat Sunda, yang makmur sebagai pelabuhan perdagangan

alternatif regional dan pusat peradaban Islam regional setelah

Portugis menguasai Malaka pada tahun 1511.

Ke dua, Ayutthaya Thailand juga menjadi makmur setelah

penaklukan Portugis di Malaka. Studi kasus ke tiga membahas

kemunculan pelabuhan di Banjarmasin yang berpusat di

Page 47: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

34

Kalimantan selatan dan konversi elitnya ke Islam, yang responsif

terhadap peningkatan permintaan global untuk lada Asia

Tenggara.

Kenneth R. Hall, menjelaskan Pelabuhan Banten adalah

perwakilan dari sistem politik kepulauan Indonesia kontemporer

yang muncul sebagai akibat dari peningkatan perdagangan

Samudra Hindia sejak abad XV. Itu adalah produk reaktif dari

perebutan Portugis terhadap Malaka pada tahun 1511, karena

sejumlah pelabuhan perdagangan asli muncul sebagai alternatif

dari emporium Malaka di Selat Melaka dan wilayah Laut Jawa

bagian barat.

Banten memiliki keuntungan karena lokasinya yang strategis

di pesisir barat laut Jawa di persimpangan Laut Jawa, Laut Cina

Selatan, dan lorong-lorong maritim Selat Melaka. Selain menjadi

pengekspor lada utama sendiri, Banten, dengan kontrolnya atas

Selat Sunda, menawarkan alternatif bagi Muslim dan pendatang

lain yang tidak mau, karena kehadiran Portugis yang meningkat

militan, untuk melewati Selat Melaka setelah 1511, orang-orang

Portugis Kristen mendikte persyaratan selektif dari perjalanan

mereka dan terutama membatasi bagi pedagang Muslim yang

mereka pandang sebagai saingan pasar.68

Sumber daya pengiriman Banten, yang bergantung pada

berbagai diaspora maritim regional dan kadang-kadang pelaut

Eropa dan kapal-kapal mereka, cukup memadai untuk

68 Kenneth R. Hall, “European Southeast Asia Encounters with Islamic

Expansionism, circa 1500–1700: Comparative Case Studies of Banten, Ayutthaya, and

Banjarmasin in the Wider Indian Ocean Context”. Journal of World History. Vol. 25.

No. 2-3. (2014), h. 231.

Page 48: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

35

mempertahankan keunggulan Banten sebagai pelabuhan

internasional dan regional. Dengan demikian, Banten sampai

tahun 1680-an merupakan pusat kegiatan perdagangan

internasional dan antar wilayah yang kompleks, ruang yang

relatif erat, teritorial, yang disucikan sebagai akibat warisan

Islam penguasa, karena ini merupakan fondasi bagi inovasi

politik dan ekonomi awal yang menggerakkan nya kelemahan

lawan.69

Kajian jurnal ini menjelaskan Banten dari abad XVI-XVIII,

yang berhubungan dengan kajian penulis. Data kajian ini sangat

membantu penelitian dalam bidang perdagangan yang terjadi

Kesultanan Banten. Dijelaskan pula bahwa Banten adalah negara

komersial yang sementara berhasil karena basis strategisnya di

wilayah Selat Sunda, inovasi berulang para raja dalam

kepemimpinan negara, kebijakan terkait perdagangan, dan

ekspresi agensi lokal.

Karya ini merupakan rujukan bagi peneliti, karena sangat

membantu dalam memahami sistem perdagangan Internasional

di Banten. Namun, kajian ini lebih fokus pada perdagangan yang

terjadi di Pelabuhan Banten, Ayutthaya dan Banjarmasin, tidak

menjelaskan keseluruhan aktivitas perdagangan internasional

serta komoditas perdagangan di Banten. Sedangkan penulis

memfokuskan penelitian pada keseluruhan perdagangan

internasional dan komoditas ekspor-impor.

69 Kenneth R. Hall, “European Southeast Asia Encounters with Islamic

Expansionism, circa 1500–1700: Comparative Case Studies of Banten, Ayutthaya, and

Banjarmasin in the Wider Indian Ocean Context”… h. 240.

Page 49: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

36

2. Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra.

Jurnal Patanjala Vol. 2, No. 1, (Maret 2010), ini ditulis oleh

Adeng, ia mendeskripsikan dalam tulisannya mengenai jenis-

jenis barang yang diperdagangkan, pengaturan dan pengelolaan

pelabuhan, sistem perdagangan, serta sistem transportasi yang

terdapat di Kesultanan Banten. Dalam penulisan ini digunakan

metode penelitian yang berlaku di dalam ilmu sejarah, yaitu:

heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Sebagai bandar perdagangan, penduduk Banten memiliki

perkembangan kebudayaan sebagai akibat adanya interaksi

antarbangsa yang menyertai kegiatan perdagangan. Peranan dan

kedudukan Banten sebagai pelabuhan jalur sutra yang

perkembangannya begitu pesat tidak terlepas dari perkembangan

dunia internasional, yang disebabkan oleh adanya motif ekonomi,

politik, dan agama.70

Tradisi maritim dan agraris yang dimiliki masyarakat Banten

menambah modal dasar bagi terbentuknya Banten sebagai Kota

Pelabuhan. Hal lain yang perlu digaris bawahi ialah kemampuan

masyarakat Banten menerima pengaruh dari luar (dalam arti luas)

untuk diintegrasikan dan dikembangkan. Tulisan ini

menggunakan metode studi pustaka dengan sumber yang sama

digunakan dalam penelitian ini. Peran Pelabuhan Banten sebagai

bandar niaga atau kota pelabuhan di Jalur Sutra pada konstelasi

perkembangan dunia internasional. Pada konteks itulah, kajian

ini berhubungan dengan penelitian yang ditulis karna

70 Adeng, “Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra”. Patanjala. Vol. 2,

No. 1, (2010), h. 94.

Page 50: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

37

memberikan penjelasan bagaimana Banten mempunyai tiga

peran, yaitu sebagai centre of change, centre of integration, dan

centre of culture.71

Kajian jurnal ini menjelaskan Banten dari abad XV-XVII,

dijelaskan pula Pelabuhan Banten yang menjadi faktor utama

perekonomian Kesultanan Banten. Akan tetapi, ada perbedaan

mengenai tempat, kajian jurnal lebih fokus terhadap satu tempat

yaitu pelabuhan Kesultanan Banten sebagai bandar niaga.

Sedangkan penelitian penulis di fokuskan terhadap perdagangan

internasional Kesultanan Banten.

3. Bina Kawasan di Negeri Bawah Angin: Dalam Perniagaan

Kesultanan Banten Abad XV-XVII.

Jurnal ini ditulis oleh Sonny C. Wibisono, Kalpataru

Majalah Arkeologi. Vol. 22 No. 2, (November 2013). Mengkaji

tentang perniagaan di Kesultanan Banten, penulisan yang

bertolak dari negeri para sultan sebagai negeri Kerajaan Islam

yang sudah cukup banyak diteliti, dan dari studi kasus tentang

bina kawasan Kesultanan Banten yang dicoba merupakan cara

untuk menguji model ekonomi melalui data sejarah maupun

akeologis, untuk melihat kawasan niaga di negeri ini dibangun

oleh para sultan melalui strategi, dan politik-ekonomi mereka.

Upaya bina kawasan Kesultanan ini antara lain dilakukan

mulai dari penguasaan wilayah, pemindahan ibu kota dari

pedalaman ke pesisir, pengembangan kota pelabuhan Banten

71 Adeng, “Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra”… h. 94

Page 51: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

38

Lama, penguatan dan perluasan wilayah lada, pembangunan kota

baru dan revitalisasi pertanian di wilayah Tirtayasa.72

Kajian jurnal ini sangat berhubungan dengan data penelitian,

karena dapat dicatat bahwa pola jaringan yang berbasis pada

perniagaan sebenarnya ada banyak jalinan yang mengikuti

denyut pertumbuhan niaga itu. Pola jaringan niaga ini merupakan

sistem perdagangan yang dilakukan di Banten. Tulisan ini

menjelaskan bagaimana Jaringan ulama, jaringan distribusi

gerakan barang seperti keramik (ceramic route), penyebaran

kesenian dan material atau jenis komoditi perniagaan lainnya.

Keseluruhan data ini dapat menggambarkan kompleksitas dari

sebuah jaringan perniagan di Kesultanan Banten pada penelitian

ini.73

Data pada kajian ini sangat membantu penelitian dalam

bidang perdagangan yang terjadi Kesultanan Banten. Akan tetapi,

ada perbedaan antara penelitian ini dengan kajian tersebut, yaitu

perbedaan pendekatan, tahun dan tempat penelitian. Karya ini

bersifat umum, sedangkan kajian penelitian lebih fokus kepada

perdagangan internasional terutama pada sektor ekspor-impor

yang terjadi di Kesultanan Banten akhir abad XVI-XVII.

4. Pasar Pada Masa Kesultanan Islam Banten.

Jurnal yang diterbitkan Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, (Juni

2012) tersebut ditulis oleh Siti Fauziyah, yang mengkaji

72 Sonny C. Wibisono, “Bina Kawasan di Negeri Bawah Angin: dalam

Perniagaan Kesultanan Banten Abad Ke-15-17”. Kalpataru, dalam Majalah Arkeologi.

Vol. 22 No. 2, (2013), h. 111. 73 Sonny C. Wibisono“Bina Kawasan di Negeri Bawah Angin: dalam

Perniagaan Kesultanan Banten Abad Ke-15-17”… h. 112

Page 52: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

39

mengenai pasar Kesultanan Banten sebagai sarana perdagangan.

Penulisan ini menggunakan metode penelitian studi pustaka.

Dalam struktur perekonomian kesultanan, kota bandar dan kota

istana sekaligus menjadi pusat jaringan pasar yang tertinggi (the

highest market) bagi pusat pasar tingkat menengah (intermediate

market center) di luar daerah kota bandar dan istana, serta pasar

lokal di daerah pedesaan. Dengan demikian, jaringan pasar

terbagi secara hierarkis dari pusat kegiatan ekonomi ke daerah

pinggiran sesuai dengan hubungan ekonomi yang timbal balik

antara kedua belah pihak, yaitu kota bandar atau istana dan

daerah pedesaan.74

Pasar Banten merupakan pusat perdagangan, baik

internasional maupun lokal dan perdagangan keliling. Selain itu

pasar di Banten juga merupakan pusat pertukaran dan pertemuan

para saudagar terkemuka dan para nahkoda kapal. Pasar di

Banten merupakan salah satu sumber penghasilan Sultan dan

pemerintahan. Sultan tidak hanya mendapatkan pajak dari

perdagangan di pasar, tetapi juga ikut mencari untung dengan

usaha dagang.75

Data sejarah kajian jurnal ini berhubungan dengan penelitian.

Sumber pustaka yang digunakan hampir sama dengan penelitian

ini, kajian ini pun sangat menunjang pada pembasahan mengenai

peran pasar pada perdagangan internasional. Secara khusus

kajian ini membahas tentang peran pasar di Banten yang erat

74 Siti Fauziyah, “Pasar pada Masa Kesultanan Islam Banten”. Thaqafiyyat.

Vol. 13, No. 1, (2012), h. 84. 75 Siti Fauziyah, “Pasar pada Masa Kesultanan Islam Banten”… h. 85.

Page 53: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

40

kaitannya dengan perdagangan. Akan tetapi, kajian ini tidak

secara khusus menceritakan perdagangan internasional yang

terjadi di Kesultanan Banten, walaupun ada point tersendiri yang

membahas peran pasar di Banten. Hal ini yang menjadi pembeda

antara kajian ini dengan karya penulis.

Karya ini merupakan rujukan bagi peneliti, karena sangat

membantu dalam memahami sistem perdagangan di Banten. Hal

yang menjadi perbedaannya, kajian ini fokus pada peran pasar di

Banten, tidak khusus membahas perdagangan internasional yang

terjadi di Kesultanan Banten.

5. Batu Silindris dan Budidaya Tebu di Banten, Batavia, dan

Sekitarnya Pada Abad Ke XVII-XVIII.

Kajian ini ditulis oleh Libra Hari Inagurasi, dalam Jurnal

Naditira Widya, Vol. 9 No. 1. (April 2015). Balai Arkeologi

Banjarmasin, yang mendeskripsikan mengenai Banten dan

Batavia sebagai contoh dua kota pada abad XVII-XVIII yang

memproduksi gula dari bahan baku tebu. Metode yang digunakan

dalam tulisan ini adalah deskriptif, historis, dan komparatif. Data

arkeologi yang digunakan dalam tulisan ini diperoleh melalui

survei di beberapa situs di Banten: penelitian di Museum Gula,

Klaten, Jawa Tengah, peninjauan pada Museum Sejarah Jakarta,

dan studi pustaka.

Pembuatan gula di Banten dan Batavia dilakukan oleh orang-

orang Cina. Budidaya tebu adalah tindakan manusia untuk

mengupayakan tebu menjadi gula, barang yang bernilai lebih.

Budidaya tebu merupakan fenomena yang berlangsung di Kota

Banten dan Batavia pada abad XVII-XVIII Masehi. Dilihat dari

Page 54: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

41

aspek ekonomi, gula tebu merupakan komoditas perdagangan di

Asia. Gula merupakan komoditas yang banyak diminati setelah

lada, akibatnya Banten dan Batavia di abad tersebut melakukan

budidaya tebu yang akan dijadikan sebagai gula hingga bisa

menjadi komoditas perdagangan eksport di Eropa.76

Jurnal ini sangat berkaitan dengan penelitian perdagangan

internasional Kesultanan Banten abad XVII, terutaman pada

ekspor-impor perdagangan gula. Tulisan ini memberikan

gambaran bagaimana proses budidaya tanaman tebu yang akan di

jadikan gula. Melalui deskripsi data arkeologi yang dilakukan,

menjadikan tulisan ini sebagai kajian sumber untuk

menggambarkan kondisi Banten dalam sejarah pembuatan gula.

Karya ini pun merupakan rujukan bagi peneliti, karena sangat

membantu dalam memahami perdagangan gula di Banten. Hal

yang menjadi perbedaannya, kajian ini fokus pada proses

pembudidayaan tanaman tebu yang akan diproses menjadi gula

dengan menggunakan peralatan batu silindris yang terdapat di

Banten, dan tidak khusus membahas perdagangan internasional

yang terjadi di Kesultanan Banten.

6. Model Pertukaran Lampung dan Banten Pada Abad XVI-

XVIII.

Karya Nanang Saptono dalam Artikel Penelitian dan

Pengembangan Arkeologi, Balai Arkeologi Jawa Barat tahun

(2013). Menjelaskan bagaimana hubungan Lampung dan Banten.

76 Libra Hari Inagurasi, “Batu Silindris dan Budidaya Tebu di Banten, Batavia,

dan Sekitarnya pada Abad Ke XVII-XVIII”. Naditira Widya. Vol. 9 No. 1. (2015), h.

33.

Page 55: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

42

Di mana, Lampung merupakan daerah penghasil rempah-rempah

dengan kualitas baik. Sehingga bagi Banten, kondisi seperti ini

dimanfaatkan dalam perluasan motif ekonomi terutama

pemenuhan kebutuhan akan lada. Perluasan wilayah ekonomi

Kesultanan Banten bertujuan untuk maningkatkan sektor

perdagangan internasional. Model resiprokal terbentuk antara

penguasa Banten dengan penguasa Lampung. Banten

memperoleh lada sedangkan penguasa Lampung memperoleh

legalitas berupa gelar atau ajaran agama Islam.

Hubungan yang terjadi antara penguasa Lampung dengan

Banten melahirkan model pertukaran redistributif antara

penguasa Lampung dengan masyarakat yang menjadi subordinat

pemimpin Lampung. Model pertukaran redistributif tampaknya

hanya menguntungkan para elite tertentu apalagi kemudian

berkembang model monopoli perdagangan. Masyarakat yang

merasa terugikan menerapkan model pertukaran pasar tradisional

secara sembunyi-sembunyi.

Kajian ini berisi tentang hubungan Banten dan Lampung

dalam bidang ekonomi. Hal ini berhubungan dengan data

penelitian, karena perluasaan daerah kekuasaan Banten untuk

menunjang perdagangan internasional. Akan tetapi, karya ini

tidak secara khusus membahas tentang perdagangan

internasional yang terjadi di Banten.

7. Dinamika Hubungan Sosial-Keagamaan Pada Masyarakat

Nelayan di Karangantu Banten.

Karya ini ditulis oleh Yanwar pribadi, yang diterbitkan oleh

Jurnal Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Volume 7,

Page 56: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

43

Nomor 1. (Juni 2017), ini mengeksplorasi dinamika interaksi

sosio-religius di antara komunitas nelayan antar etnis di bekas

pelabuhan Kesultanan Banten. Pendekatan penelitian dan

penulisan dalam tulisan ini adalah antropologis-historis, dan

digabungkan dengan penggunaan sumber-sumber tertulis melalui

studi pustaka, sedangkan alur penulisan menggunakan

pendekatan sinkronik.

Argumen yang ditawarkan di tulisan ini adalah bahwa di satu

sisi, hubungan antar etnis di daerah pesisir Banten adalah

hubungan sosial-ekonomi-budaya yang telah telah terjalin lama

dan dapat dijadikan sebagai bentuk hubungan multikulturalisme

yang ideal. Secara lebih luas jurnal ini pun menyelidiki kebijakan

pemerintah tentang sektor kelautan dan perikanan di Banten sejak

tahun 2000. Masalah utama yang dibahas adalah sejarah

Kesultanan Banten sebagai pusat kekuatan maritim, kedatangan

dan interaksi antara pedagang asing dan nusantara dan nelayan

dan masyarakat setempat, kebijakan desentralisasi, pola dan

bentuk interaksi antar etnis, dan pengaruh kebijakan

desentralisasi terhadap perkembangan dunia maritim Banten.77

Kajian ini dapat memberikan gambaran pada penelitian ini,

bahwasanya interaksi antar etnis di wilayah pantai utara Banten

melalui sosial-ekonomi-budaya yang telah lama terjalin dari abad

XVI hingga abad XVII, menjadikan Banten sebagai bandar

perniagaan yang banyak di kunjungi oleh para pedagang

77 Yanwar pribadi, “Dinamika Hubungan Sosial-Keagamaan pada Masyarakat

Nelayan di Karangantu Banten”. Teosofi: Tasawuf dan Pemikiran Islam. Volume 7,

Nomor 1. (2017), h. 207.

Page 57: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

44

Nusantara lainnya. Kajian ini pun berhubungan dengan penelitian

perdagangan internasional Kesultanan Banten, karena sumber

pustaka yang digunakan dapat memberikan penjelasan lebih luas

mengenai perekonomian di Banten.

Dari tulisan-tulisan tersebut tampak bahwa permasalahan utama

yang diangkat dalam penelitian ini belum terjawab, karena perbedaan

dalam tujuan penulisan dan pusat perhatian. Namun tulisan-tulisan

tersebut memberikan wawasan yang mendalam bagaimana bentuk

sistem dan proses perdagangan di Kesultanan Banten. Sumber-sumber

jurnal ini pula digunakan bahan tambahan referensi dalam penulisan

tesis, terlebih lagi data pada jurnal-jurnal tersebut memberikan gambaran

dalam kajian perdagangan internasional di Banten.

Penulisan mengenai perdagangan internasional Kesultanan

Banten abad XVII telah banyak dipresentasikan oleh banyak sumber,

terutama berbasis ekspor-impor. Berbeda dengan sumber-sumber yang

telah disebutkan di atas, dalam penulisan tesis ini hanya mencakup

wilayah Banten pada abad XVII saja, dengan maksud untuk mengetahui

bagaimana perdagangan di wilayah Kesultanan Banten abad XVII. Abad

XVII di Banten telah dikenal menjadi wilayah perdagangan yang ramai.

Penelitian ini akan difokuskan pada perdagangan internasional di

wilayah Kesultanan Banten, komoditas ekspor-impor, aktivitas

perdagangan yang membuka peluang besar terhadap komoditas dagang

di Banten yang beragam.

Page 58: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

45

E. Kerangka Pemikiran

Perdagangan adalah suatu kegiatan tukar menukar untuk

memperoleh barang-barang yang tidak tersedia di tempat tersebut, dan

kegiatan perdagangan dilakukan secara ramai dan merupakan kegiatan

kelompok daripada individu. Kegiatan perdagangan karena ada pasar

permintaan dan penawara yang kemudian membentuk proses-proses

transaksi. Berbagai aktivitas perdagangan di Banten menyebabkan

perdagangan berkembang pesat, bahkan mampu menjadi salah satu pusat

perdagangan internasional.78

Pada tahap awal suatu pengkajian peneliti perlu menetapkan

bagaimana hendak mendekati objek studinya; dengan kata lain ia perlu

menentukan approach atau pendekatan yang akan diterapkan.

Pengkajian sejarah yang memakai pendekatan itu akan lebih mampu

melakukan eksplanasi (penjelasan) daripada yang membatasi diri pada

pengungkapan bagaimana sesuatu terjadi atau menguraikan kejadian

sebagai narasi (cerita).79 Suatu peristiwa harus diterangkan secara lebih

jauh dan lebih mendalam mengenai bagaimana terjadinya, latar belakang

kondisi sosial, ekonomis, politik dan kulturalnya.

Secara fisik kebanyakan kota-kota perdagangan di Nusantara

berada pada silangan jalan pengangkutan darat, sungai, selat teluk atau

pantai laut bebas yang amat potensial bagi kelancaran dan

pengembangan lintas perdagangan barang dan jasa. Pada tata ruang

tersebut biasanya terdapat gudang-gudang, sarana transportasi, tempat

78 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesutanan

Banten 1522-1684, (Depok, FIB Universitas Indonesia, Komunitas Bambu, 2007), h.

16-17. 79 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. xi.

Page 59: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

46

penginapan, tempat ibadah, kantor-kantor urusan pajak dan bea cukai,

rumah makan, toko-toko dan tempat hiburan.80

Perdagangan di Banten terbagi atas 3 jenis, yaitu perdagangan

lokal, perdagangan regional dan perdagangan internasional.

Perdagangan lokal di Banten merupakan proses jual-beli berbagai barang

dagangan yang berasal dari Banten maupun barang dari laur Banten,

namun, berlangsung di dalam Kesulanan Banten. Perdagangan regional

merupakan perdagangan yang terjadi di luar Kesultanan Banten. Namun,

termasuk dalam kekuasaan Banten. Sedangkan perdagangan

internasional yaitu jual-beli barang yang terjadi di luar Kesultanan

Banten, seperti dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara.81

Dalam berbagai kasus, tingkat pertumbuhan ekonomi sering

dianggap berhubungan erat dengan tingkat kemakmuran negara.

Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari fenomena pembangunan

yang lebih umum atau luas yang secara strategis dipengaruhi oleh

institusi-intitusi dan perilaku politik.82 Hal ini terlihat pada pertumbuhan

ekomoni perdagangan internasional di Banten menjadi salah satu sumber

penghasilan sultan dan pemerintahan, bahkan para bangsawan pun ikut

serta dalam pengaturan perdagangan. Sultan tidak hanya mendapatkan

penghasilan keuntungan dari perdagangan, tetapi juga ikut mencari

untung dengan usaha dagang.83

Ekonomi Banten memperlihatkan perbedaan antara tiga cakupan

perdagangan. Namun, proses perdagangan yang dapat diwujudkan itu

80 Halwany Michrob, Catatan Sejarah dan Arkeologi: Ekspor-Impor di Zaman

Kesultanan Banten… h. 6 81 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesutanan

Banten 1522-1684… 114. 82 Lane Jan Erik, Ekonomi Politik Komparatif… h. 275. 83 Siti Fauziyah, “Pasar pada Masa Kesultanan Islam Banten… h. 84.

Page 60: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

47

meliputi tiga pihak yang sama yaitu produsen, distributor dan konsumen.

Kesultanan Banten bisa mencakup tiga pihak tersebut, contohnya Banten

dapat memproduksi barang-barang yang dibuat atau dihasilkan di

Banten, salah satunya adalah pada komoditas lada. Sebagai distributor,

Banten menetapkan beberapa para pegawai yang akan mengurusi barang

produksinya. Serta dapat menjadi konsumsi bagi penduduk Banten itu

sendiri.84

Faktor ekonomi politik yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi adalah kebijakan ekonomi dan iklim politik. Kebijakan yang

dibuat harus mampu mendorong terjadinya investasi serta iklim politik

harus mendukung.85 Pada kasus perdagangan di Banten, kebijakan

politik yang dibuat oleh Kesultanan di pengaruhi oleh pertumbuhan

ekonomi. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa contohnya, saat

menerapkan kebijakan untuk menanam lada bagi penduduk Lampung

sebanyak 500 batang perorang. Dengan adanya kebijakan tersebut,

Banten dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan harga jual

tinggi kepada para pedagang asing. Hal ini dikarenakan, Banten

mempunyai pasokan lada dengan kualitas terbaik.

Untuk memenuhi dan melengkapi berbagai aktifitas perdagangan

di Banten, maka Kesutanan Banten membangun beberapa sarana dan

prasarana seperti Pelabuhan Karangantu, pasar, gudang dan lainnya.

Semua itu dilakukan untuk menunjang dan menarik para pedagang.

Perdagangan dan pelabuhan merupakan unsut penting bagi Kesultanan

Banten, hal tersebut dapat mendatangkan devisa bagi Banten. Sarana

84 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesutanan

Banten 1522-1684… h. 114. 85 Lane Jan Erik, Ekonomi Politik Komparatif… h. 290.

Page 61: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

48

yang telah dibangun oleh kesultanan adalah sebagai jembatan

penghubung darat dan laut dalam aktifitas perdagangan internasional.86

Perdagangan internasional yang penting tercermin dalam

pencacahan sederhana yaitu memainkan peran besar dalam kemunculan

dan perkembangan Banten, sebagai kota perdagang internasional yang

wilayahnya membentang dari Tangerang ke Tulang Bawang dan dari

Pelabuan Ratu ke Solebar.87 Jelas bahwa ada celah untuk diisi dan

penting untuk mempertanggungjawabkan kompleksitas peneliti untuk

menganalisis ekonomi di Banten khususnya dalam perdagangan

internasional.

Perdagangan merupakan tulang punggung perekonomian

Kesultanan Banten sebagai entitas kerajaan yang berada di wilayah

pesisir utara laut Jawa. Konsep perekonomian yang menekankan pada

tiga pola dasar, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi sangat

dipengaruhi oleh sistem sosial dan sistem politik atau struktur

kekuasaannya. Sehubungan dengan itu, penulis mengkaji perkembangan

perdagangan internasional Kesultanan Banten akhir abad XVI-XVII dari

pendekatan ekonomi politik untuk melihat bagaimana pembangunan

ekonomi yang dilakukan oleh kesultanan berpengaruh pada pesatnya

perkembangan kesultanan Banten sebagai kota perdagangan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sejak lama Banten telah menjadi

daerah kosmopolitan yang mempertemukan pedagang dari berbagai

penjuru dunia untuk mengadu nasib di sana. Pada masa sekarang, Banten

86 Herman. A. Carel Lawalata, Pelabuhan dan Niaga Pelayaran, (Jakarta:

Aksara Baru, 1981), h. 5. 87 Gregorius Andika Ariwibowo, “Sungai Tulang Bawang dalam Perdagangan

Lada di Lampung pada Periode 1684 Hingga 1914”. Masyarakat & Budaya. Vol. 19.

No. 2. (2017), h. 254.

Page 62: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

49

tidak lagi menjadi kota kosmopolitan seperti pada masa kesultanan.

Namun, setelah Indonesia merdeka, setidaknya orang-orang ‘asing’ dari

berbagai daerah di Indonesia masih ada yang menetap dan bergantung

sepenuhnya pada perdagangan di Banten yang pernah sangat termasyhur

pada akhir abad XVII, XVII hingga abad XVIII.

Page 63: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

50

Kerangka berpikir

Rumusan

masalah

1. Bagaimana kegiatan ekspor-impor perdagangan

internasional Kesultanan Banten?

2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya

fluktuasi perdagangan di Banten?

Sumber

primer

Manuscript sejarah Banten, arsip, koran Donderdaegbfe

Courant No. 36, serta buku sezaman seperti Prima Pars

Descriptionis Itineris Navalis In Indiam Orientalem,

Earvmqje Rervm Qvae Navibvs Battavis Occvueevnt, tahun

terbit 1598.

Kajian

pustaka

Adeng, Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra. Jurnal

Patanjala Vol. 2, No. 1. 1 Maret 2012. pp. 80-94.

Siti Fauziyah, Pasar Pada Masa Kesultanan Islam Banten.

Jurnal Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012. pp. 84-96

Metodologi Metode

Pendekatan

Teori

Dalam penulisan ini digunakan metode

penelitian yang berlaku di dalam ilmu

sejarah, yaitu: heuristik, kritik,

interpretasi, dan historiografi

1. Teori Merkantilisme, menyatakan

bahwa kesejahteraan suatu negara

hanya ditentukan oleh banyaknya aset

atau modal yang disimpan oleh negara

yang bersangkutan, dan besarnya

volume perdagangan global sangat

penting.

2. Teori Ekonomi makro, digunakan untuk

menganalisis dan memahami

permasalahan ekonomi secara

menyeluruh dalam menentukan arah-

arah kebijakan seperti, pertumbuhan

ekonomi, kestabilan harga, fluktuasi,

permintaan dan penawaran.

Pendekatan ekonomi politik

Page 64: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

51

BAB III

GAMBARAN UMUM KESULTANAN BANTEN

A. Letak Geografis

Banten Satu bagian Indonesia di ujung barat pulau Jawa

membentang tanah seluas 9.160,70 km² yang dibatasi lautan di bagian

selatan, utara, barat, dan daratan di bagian timurnya, kaya sumber daya

alam yang potensial. Setiap November-Maret musim hujan datang di

sini, dengan cuaca yang didominasi angin barat (dari Sumatera Hindia

sebelah selatan India). Setiap Juni-Agustus musim kemarau datang di

sini, dengan cuaca didominasi oleh angin timur yang menyebabkan

sebidang tanah ini di bagian selatannya mengalami kekeringan yang

keras.88

Dataran rendah dengan ketinggian 0-50 mdpl terdapat di

sepanjang pesisir utara, dan sebagian pesisir selatan dengan kemiringan

lereng berkisar antara 0-15%. Topografi perbukitan bergelombang

sedang dengan kemiringan lereng 15-25 % terdapat di sebagian besar

sebidang tanah di Jawa ini, dan topografi perbukitan terjal dengan

kemiringan lereng >25% terdapat di sebagian kecil bagian selatannya.89

Sebagian lainnya, terdapat pegunungan yang relatif sulit untuk

diakses, namun menyimpan potensi sumber daya alam. Topografi

tersebut, secara umum digunakan manusia yang menghuninya di

lingkungan pantai utara untuk sawah irigasi teknis dan setengah teknis,

88 Tim Penyusun Buku Profil Penataan Ruang Propinsi Banten: Sistem

Informasi dan Dokumentasi Penataan Ruang Wilayah Tengah Buku Profil Penataan

Ruang Propinsi Banten, (Jakarta: Depkimpraswil, 2003), h. 1. 89 Tim Penyusun Buku Profil Penataan Ruang Propinsi Banten: Sistem

Informasid dan Dokumentasi Penataan Ruang Wilayah Tengah Buku Profil Penataan

Ruang Propinsi Banten… h. 1-2.

Page 65: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

52

kawasan pemukiman serta industri. Manusia di kawasan bagian tengah

memanfaatkannya untuk sawah irigasi terbatas dan kebun campur serta

sebagian berupa pemukiman pedesaan.

Manusia di bagian barat memanfaatkannya untuk pertanian.

Namun di bagian selatan yang merupakan cekungan yang kaya air masih

belum dimanfaatkan secara efektif dan produktif oleh manusia

penghuninya. Di bagian yang belum dikelola secara optimal ini

dikelilingi bukit-bukit bergelombang dengan rona lingkungan kebun

campur, dan hutan rakyat yang tidak terlalu produktif. Lahan yang ada

masih didominasi untuk sawah, perkebunan dan hutan rakyat. Lahan

sawah proporsinya berkisar antara 10% sampai dengan >50%, Lahan

perkebunan dan hutan rakyat proporsinya berkisar antara 10% sampai

dengan >50%. Sebidang Jawa di ujung barat itu kini menjadi wilayah

administratif Provinsi Banten.90

Letak geografis Banten pada batas astronomi adalah 105˚1`11²-

106˚7`12² BT dan 5˚7`50²-7˚1`1² LS. Banten secara umum merupakan

daerah dengan dataran rendah yang berada pada 0-200 mdpl. Banten

merupakan salah satu wilayah yang memiliki peran penting dimasa silam

dengan berdirinya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha dan kemudian

berkembang menjadi kerjaan bercorak Islam, yaitu Kesultanan Banten.91

Secara topografi, wilayah Banten dapat dibagi menjadi dua

bagian besar, yang dipisahkan oleh sebuah baris Barat-Timur. Daerah

Selatan merupakan wilayah perbukitan, mulai dari Gunung Honje

90 Tim Penyusun Buku Profil Penataan Ruang Propinsi Banten: Sistem

Informasi dan Dokumentasi Penataan Ruang Wilayah Tengah Buku Profil Penataan

Ruang Propinsi Banten… h. 3. 91 Tim Penyusun, Banten dalam Angka 2008, (Serang, Badan Pusat Statistik

Nasional, 2008), h. 3.

Page 66: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

53

(Pandeglang) hingga pegunungan Halimun (Lebak). Sedangkan di

sebelah Utara, hampir merupakan daerah dataran rendah. Di antara bukit

disekitarnya, yaitu Gunung Pulosari, Gunung Aseupan, dan Gunung

Karang.92

Pembabakan sejarah Banten secara geografis,93 sebagaimana

tertulis dalam laporan-laporan asing tentang Banten pada abad XVI

sampai abad XVII. Banten menunjukan ciri-ciri umum yang menjadi

karakter sebuah wilayah maritim. Ciri-ciri itu antara lain, adanya

persaingan dagang internasional yang meriah, sistem hukum berlaku

baik, raja yang bijaksana, ilmu pengetahuan berkembang, dan aktivitas

keagamaan menjadi pertanda dari kearifan sultan. Karena alasan keadaan

geografis itulah, Kesultanan Banten menjadi wilayah yang menarik

untuk dikunjungi oleh para saudagar maupun dari ahli agama baik dari

kawasan Nusantara maupun dari luar negeri.94

Berdasarkan sumber sejarah, Kesultanan Banten telah dikenal

sejak masa Kerajaan Hindu-Sunda yang memiliki peran penting dan

sangat besar dalam menunjang perekonomian, karena merupakan pusat

perdagangan yang bersifat nasional dan internasional. Sebagai Bandar

Pelabuhan, di bawah Kerajaan Sunda, Banten menempati posisi kedua

setelah Sunda Kelapa. Kerajaan Sunda memiliki enam Bandar

perdagangan, yaitu, Banten, Sunda Kelapa, Pontang, Cigede, Tanahara

dan Cimanuk. Melalui Bandar-bandar tersebut berbagai sumber daya

yang dihasilkan di kawasan pedalaman disalurkan ke penjuru dunia

92 Yoseph Iskandar, dkk, Sejarah Banten: dari Masa Nirleka Hingga Akhir

Masa Kejayaan Kesultanan Banten, (Jakarta: Tryana Sjam’un Corp, 2011), h. 2. 93 Suhartono, Bandit-Bandit Pedesaan di Jawa, (Yogyakarta: Aditya Media,

1995), h. 27. 94 Hs. Suhaedi dan Hidayatullah, Perubahan Sosial di Banten, Kajian Tehadap

Mobilitas Kiyai dan Jawara, (Serang: P3M IAIN SMH Banten, 2006), h. 19.

Page 67: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

54

wilayah-wilayah Nusantara lainnya. Di Kesultanan Banten

diperdagangkan barang-barang seperti beras, bahan makanan, serta lada,

yang wilayah perdagangannya mencapai Sumatera hingga Kepulauan

Maladewa.95

Kesultanan Banten ditata lebih teratur sebagai sebuah wilayah

politis. Sebagai langkah awalnya, pendiri Kerajaan Islam Banten

memindahkan pusat pemerintahan dari pedalaman (Girang) ke

Surosowan (pesisir). Faktor geografi, ekonomi, politik sangat berperan

dalam pemindahan/pembangunan keraton. Walau Islam mengajarkan

tauhid, unsur magis (kosmologis) dalam pemindahan/pembangunan

Kesultanan Banten masih sangat kuat. Buktinya, pemindahan dari

Girang ke Surosowan atas petunjuk Sunan Gunung Jati (ayah Maulana

Hasanuddin, pemegang Kesultanan pertama Banten) juga didasari pada

nilai bahwa kerajaan yang runtuh/dikalahkan harus ditinggalkan.96

Sebagai sultan pertama, Hasanuddin berhasil memperluas

wilayahnya: Jayakarta, Karawang, Lampung, dan beberapa daerah lain

di Sumatra Selatan.97 Saat Sultan Maulana Hasanuddin melakukan

perjalanannya ke Lampung, dan sepanjang pantai selatan Sumatra ke

Indrapura, ia mengumpulkan pasukan yang cukup besar di sana, dan

menjadikan Kesultanan Banten sebagai negara yang memiliki kekuatan

yang besar.98

95 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Muslim di

Indonesia dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi, (Kudus: Menara Kudus, 2000), h. 52 96 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Muslim di

Indonesia dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi … h. 52 97 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten, (Jakarta:

Djambatan dan KITLV, 1983), h. 214. 98 A. J. Van Der. A. A, Nederlands Oost-Indie, of Beschrijving Der

Nederlandsche. Bezitting En in 00st-Indie, (Amsterdam: J.F. Schleijer, 1846), h. 192.

Page 68: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

55

Pesatnya aktivitas niaga yang berlangsung di Kesultanan Banten

tidak terlepas dari pengaruh jatuhnya Malaka ke tangan orang-orang

Portugis tahun 1511.99 Kedatangan para pedagang Eropa ke Banten sejak

akhir abad XVI telah membuka kesempatan kepada masyarakat untuk

berinteraksi dalam lapangan ekonomi. Menjelang abad XVII, para

pedagang Eropa semakin banyak berdatangan dan berdiam di Banten

dalam loji-loji yang dibangun di sekitar pelabuhan.100

Kedatangan pedagang Eropa tidak semata-mata berdagang tanpa

izin dari raja Banten, salah satu contohnya adalah saat pedagangan

Inggris tiba di Banten dengan dua kapal yang singgah di Banten

membawa surat dari ratu Inggris dan beberapa hadiah untuk raja Banten.

Hal tersebut dilakukan agar Inggris dapat berdagang di Banten. Saat raja

Banten memberikan izin kepada para pedagang Inggris, mereka

langsung mendaratkan barang-barang dagangannya dan para pedagang

Inggris dikenal dengan penjualannya yang sangat baik.101

Kesultanan Banten telah mengalami dua kali perpindahan lokasi.

Pusat kerajaan yang pertama terletak di Banten Girang, kira-kira 3

kilometer di sebelah Selatan Kota Serang atau sekitar 13 kilometer dari

Banten Lama. Dan pada tahun 1524 pusat kerajaan dipindahkan ke

Banten Lama.102 Letak Banten Lama yang berada di daerah pantai

mempunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap kegiatan manusia yang

bermukim di daerah tersebut. Sungai mengelilingi Banten merupakan

99 Jualiadi, dkk, Ragam Pusaka Budaya Banten, (Serang: BP3S, 2005), h. 72 100 Mufti Ali, Misionarisme di Banten, (Serang: Laboratorium Bantenologi,

2009), h. 1 101 Frederick Charles Danvers, Letters Received by The East India Company,

(London Sampson Low, Marston & Company, 1896), h. xxv. 102 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Muslim di

Indonesia dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi … h. 52.

Page 69: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

56

pertahanan alam yang sangat baik, sekaligus juga sebagai jalan

penghubung antara daerah pedalaman dan daerah pantai, memungkinkan

perkembangan potensi ekonomi maritim.103

Luas Kota Banten pada akhir abad XVI seperti digambarkan pada

peta tanpa skala itu sukar dipastikan. Berita orang Belanda tahun 1596

hanya mengatakan kira-kira sama dengan Amsterdam lama. Sedangkan

pada tahun 1678 luas kota Banten kira-kira 1 mil. Menurut Francois

Valentijn, kota tersebut panjangnya 2 mil Inggris tetapi katanya kini

(1694) tidak demikian mungkin karena pernah terbakar pada tahun 1682.

Messe mengatakan pada tahun 1683 Kota Banten luasnya lebih daripada

Batavia. Valentijn mengatakan bahwa pada tahun 1694, panjangnya kota

di pesisir kurang dari ¼ mil.104

Piegaud mengatakan, pada akhir abad XVII, ketika pada masa

Sultan Abdul Mahasin Zaenal Abidin, penguasa Kesultanan Banten,

memerintahkan Pangeran Natawijaya untuk melakukan sensus

penduduk Kota Surosowan berjumlah sekitar 31.848 orang. Sedangkan

pada tahun 1708 dilakukan sensus penduduk Kota Surosowan berjumlah

sekitar 36.302 orang. Dengan demikian, dalam jangka waktu 12 tahun

pertumbuhan penduduk Kota Surosowan hanya mecapai 4.454 orang

atau sekitar 372 orang pertahun. Kalau dibandingkan dengan

pertambahan penduduk Kota Cirebon, pertambahan penduduk Kota

Surosowan tidaklah terlalu menonjol.105

103 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten… h. 214. 104 Uka Tjandasasmita, Banten Abad XV-XXI Pencapaian Gemilang

Penorehan Menjelang, (Jakarta: Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan Badan

Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011), h. 87. 105 Theodore G. Th. Pigeaud, Descriptive Lists of Javanese Manuscripts.

Literature of Java. Vol. 2 (Codices Manuscripti, X.) pp. xv, 972. Leiden, University

Library, 1968, h. 68.

Page 70: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

57

Penduduk Kesultanan Banten merupakan suatu komuniti

(kesatuan hidup setempat) yang memanfaatkan sumber daya

lingkungannya hingga mampu mencapai pertumbuhan dalam bidang

ekonomi. Keterkaitan antara penggunaan sumber daya lingkungan

dengan majunya perekonomian dijembatani oleh kegiatan perdagangan

yang terjadi antara kesultanan ini dengan berbagai pihak, mengakibatkan

tumbuhnya pembangunan berbagai sarana serta prasarana yang pada

akhirnya mampu menjadikan ekonomi di Kesultanan Banten

berkembang pesat.106

Menurut beberapa sumber tertulis seperti catatan orang-orang

Eropa yang berkunjung ke Banten, Kesultanan Banten merupakan salah

satu kesultanan Islam terbesar di Pulau Jawa pada abad XVI, terkadang

disebut dengan Bantam.107 Tempat ini sangat terkenal sebagai pusat

perdagangan, dan senantiasa disinggahi oleh para pedagang dari negari

lain.

Ramainya aktivitas perdagangan yang terjadi dipusat pelabuhan

yang merangkap sebagai pusat dagang serta pusat pemerintahan

Kesultanan Banten di karenakan Banten, yang terletak di ujung barat laut

Jawa adalah pasar utama untuk lada.108 Tome Pires mengatakan

banyaknya pedagang yang berdatangan serta terlibat dalam aktivitas jual

beli di kawasan ini, agaknya sudah berjalan sejak Kesultanan Banten

106 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal, Kesultanan

Banten 1522-1682, (Depok, FIB Universitas Indonesia, 2007), h. 8 107 Graaf H. J. De dan Th. G. Th. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Di Jawa

Peralihan Dari Majapahit Ke Mataram, (Jakarta: Graffiti Press, 1985), h. 146 108 Bolton Corney, M.R.S.L, The Voyage of Sir Henry Middleton to Bantam

and the Maluco Islands 1604-1606, (London: Printed for The Hakluyt Society, 1855),

16.

Page 71: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

58

masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Tempat ini sudah

dikenal sebagai tempat penghasil beras, bahan makanan dan lada.109

B. Sejarah Singkat Kesultanan Banten

Merujuk pada sumber asing, yaitu sumber Cina yang berjudul

Shung Peng Hsiang Sung (1430), nama Banten disebut sebagai tempat

yang terletak dalam beberapa rute pelayaran, Tanjung Sekong – Gresik -

Jaratan Banten -Timor Banten - Demak: Banten - Banjarmasin: Kreung

(Aceh) - Barus - Pariaman - Banten. Rute pelayaran ini dibuat Mao’k’un

pada sekitar tahun 1421. Jelas bahwa ketika orang Portugis ini datang

pada tahun 1512, tempat itu sudah bernama Banten meskipun ia

menyebutnya “Bautan”.110

Dalam sumber lokal, nama Banten disebut paling awal dalam

naskah Carita Parahiyangan, yang ditulis pada tahun 1580. Dalam

naskah ini disebutkan adanya sebuah tempat yang disebut “Wahanten

Girang” yang dapat dihubungkan dengan nama Banten. Dalam Tambo

Tulangbawang dan Primbon Bayah, serta berita Cina, hingga abad XIII,

orang menyebut daerah Banten dengan nama Medanggili. Selain itu,

nama Banten disebut dalam naskah-naskah Sejarah Banten. Ada sekitar

31 versi dari naskah ini, tetapi yang paling tua ditulis tahun 1662/1663.111

Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, diduga

sudah memiliki hubungan dengan dunia luar sejak awal abad Masehi.

109 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires, (London, The

Hakluyt Society, 1944), h, 167-168. 110 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2003), h. 25. 111 Titik Pudjiastuti, Sadjarah Banten Suntingan Teks dan Terjemahan

Disertai Tinjauan Aksara dan Amanat. Disertasi, (Depok: Fakultas Sastra, Universitas

Indonesia, 2000), h. 13.

Page 72: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

59

Kemungkinan abad VII, Banten sudah menjadi pelabuhan yang

dikunjungi para saudagar dari luar. Ketika Islam dibawa oleh para

pedagang dari Arab ke Timur, barangkali Banten telah menjadi sasaran

dakwah Islam. Menurut berita Tome Pires, pada tahun 1513 di Cimanuk,

sudah dijumpai orang-orang Islam. Jadi, setidaknya pada akhir abad ke-

XV, Islam sudah mulai diperkenalkan di pelabuhan milik Kerajaan

Hindu Sunda. Ketika Sunan Ampel Denta pertama kali datang ke Banten,

ia mendapati orang Islam di Banten, walaupun penguasa di situ masih

beragama Hindu.112

Berdirinya Kesultanan Banten telah menjadi pengganti kerajaan

Sunda Pajajaran. Tetapi raja-raja Banten tidak pernah merasa

berhubungan erat dengan para pendahulu "kafir" mereka di Pakuwan,

seperti halnya raja-raja Islam Jawa Tengah terhadap raja-raja Brawijaya

di Majapahit. Pajajaran memang tidak pernah menjadi pusat kebudayaan

seperti Majapahit (mungkin Pajajaran sendiri telah mendapat pengaruh

kuat dari kebudayaan Jawa pada abad XV).113

Banten adalah Kota pelabuhan yang didirikan oleh Muslim Jawa

pada abad keenam belas dan tidak kehilangan waktu dalam menarik

pedagang perusahaan India, Cina dan Eropa dalam mengejar hampir

secara eksklusif satu komoditas, yaitu lada. Sebagian dari produksi dari

112 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten,

(Jakarta: Penerbit Saudara Perang, 1993), h. 50-51 113 Theodore G. Th. Pigeaud, Literature of Java. Catalogue raisonne of

Javanese manuscripts in the library of the University of Leiden and other collections in

The Netherlands, (Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde,

1967), h. 322.

Page 73: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

60

Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya dan Kalimantan dikirim ke sini

untuk diekspor kembali ke pasar internasional.114

Pada tahun 1524-1525 Syarif Hidayatullah dari Pasei, yang kelak

menjadi Sunan Gunungjati, telah berlayar dari Demak ke Banten, untuk

meletakkan dasar bagi pengembangan agama Islam dan bagi

perdagangan orang-orang Islam. Syarif Hidayatullah sudah menunaikan

rukun ke 5, naik haji ke Mekkah, sebelum ia datang di Keraton raja

Demak. Sebagai haji yang saleh dan sebagai musafir yang mengenal

peraturan dunia ia mendapat sambutan hangat di keraton itu. la mendapat

salah seorang saudara perempuan raja Demak sebagai istri. Dapat diduga

bahwa ia telah berpengaruh terhadap iparnya, seorang keturunan Cina

yang baru beberapa puluh tahun masuk Islam.

Pasei, kota pelabuhan Sumatera Utara tempat asal Syarif

Hidayatullah, sudah lebih dari dua abad beragama Islam. Ada alasan

untuk menduga bahwa gelar sultan yang dipakai Trenggana dari Demak,

dan sepak terjangnya sebagai pelindung agama, banyak berkaitan dengan

ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan agama Islam yang harus

meliputi segala aspek hidup. Tentu hal itu sudah dipahami benar oleh

Nurullah sepulang dari Mekkah.115

Dalam tradisi Cirebon, peranan Sunan Gunung Djati sebagai

pendiri Kesultanan Banten sangat menonjol. Perintis berdirinya

Kerajaan Islam ini diawali dengan kegiatan penyebaran agama Islam dan

pembentukan kelompok masyarakat muslim. Jika hal ini telah dilakukan,

114 Ng Chin-keong, Boundaries and Beyond China’s Maritime Southeast,

(Singapore: NUS Press National University of Singapore, 2007), h. 28. 115 De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, (Jakarta:

Pustaka Utama Graffiti, 2003), h. 134

Page 74: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

61

maka penguasaan daerah secara militer, penguasaan daerah secara

politik pun dijalankan sampai akhirnya berdiri suatu pemerintahan.116

Sebagaimana dilaporkan oleh J. De Barros, ketika sudah menjadi

Kesultanan Banten, Banten telah merupakan pelabuhan besar di Jawa,

sejajar dengan Malaka. Sebuah sungai membagi Kota Banten menjadi

dua bagian. Sungai itu dapat dilayari oleh perahu jenis jung dan galen.

Pada satu tepi sungai berjajar banteng-benteng yang dibuat dari kayu

yang dilengkapi dengan meriam.117

Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, di tahun 1408, Sunan

Gunung Djati mengirim putranya Maulana Hasanuddin ke Banten yang

berjarak satu jam dari Serang, tepatnya di wilayah Banten Girang,

Maulana Hasanuddin di Banten menyebarkan agama Islam, dan

karenanya perhatian orang-orang Banten tertarik untuk memeluk agama

Islam. Setelah banyak orang-orang Banten memeluk agama Islam. Ia

memproklamasikan berdirinya sebuah kerajaan yang disebut Kesultanan

Banten.118

Pendirian awal Kota Surosowan oleh Sultan Maulana

Hasanuddin atas petunjuk ayahnya Sunan Gunung Djati sebagaimana

diketahui dari cerita sejarah atau Babad Banten pupuh XIX. Ditunjukan

letak keraton, pasar, alun-alun serta Watu Gigilang yang tidak boleh

dipindahkan dari tempatnya. Karena terjadi pemindahan Watu Gigilang

itu konon berarti keruntuhan kerajaan atau kesultanan. Pembangunan

kota Banten itu dilanjutkan setelah Maulanan Hasanuddin (1526-1570)

diganti putranya yaitu Maulana Yusuf yang memerintah dari tahun

116 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten… h. 214. 117 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten… h. 145. 118 A. J. Van Der. A. A, Nederlands Oost-Indie, of Beschrijving Der

Nederlandsche. Bezitting En in 00st-Indie…h. 191.

Page 75: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

62

(1570-1580). Pembangunan kota oleh Maulana Yusuf digambarkan oleh

Sejarah Banten Pupuh XXII. “diceritakan bahwa Maulana Yusuf

mempunyai tenaga jasmani yang kuat, membangun sebuah pertahanan

dari bata dan karang (gawe kuta baluarti bata kalawang kawis),

mendirikan kampung-kampung, membuat sawah dan ladang, membuat

saluran-saluran air dan bendungan-bendungannya”.119

Dari gambaran di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa pada

masa pemerintahan Maulanan Yusuf, Kesultanan Banten benar-benar

sudah mempunyai ibukota yang telah memenuhi persyaratan sebuah kota

dari segi morphologi perkotaan. Keraton merupakan tempat raja,

penguasa politik di kerajaan, pasar, tempat pusat ekonomi atau

perniagaan, masjid, tempat atau pusat kegiatan keagamaan, alun-alun

merupakan pusat upacara-upacara kerajaan, rakyat dapat berkumpul

dengan dihubungkan oleh jalan.

Kedatangan orang-orang Belanda yang dipimpin oleh Cornelis

de Houtman pada tahun 1596 ke Banten yaitu enam belas tahun setelah

wafatnya Maulana Yusuf dan masa pemerintahan Maulana Muhammad

yang mencoba mengadakan serangan ke Palembang. Dalam peperangan

itu ia gugur sehingga namanya disebut pula Prabu Seda Ing

Palembang.120 Jadi kota yang digambarkan pada masa kedatangan

orang-orang Belanda pertama-tama itu adalah gambaran pada masa

pemerintahan Maulana Muhammad. Pada tahun itu orang-orang Belanda

hanya mengatakan kira-kira sama dengan Kota Amsterdam lama tahun

1480-an.

119 Uka Tjandrasasmita, “Banten Sebagai Pusat Kekuasaan dan Niaga Antar

Bangsa”. Dalam Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi,

(Jakarta: Cv. Dwi Jaya Karya, 1995), h. 110. 120 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten… h. 43.

Page 76: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

63

Dalam berita Belanda tahun 1596 itu disebutkan adanya berbagai

golongan masyarakat pedagang yang berasal dari berbagai bangsa dan

negeri. Di sepanjang pantai terdapat rumah-rumah orang Melayu,

Benggala, Gujarat dan Abesenia, pedagang-pedagang Cina mempunyai

perkampungan sendiri yang terletak di sebelah Barat bergabung dengan

orang-orang Portugis. Para pedagang dari Cina banyak

memperdagangkan macam-macam sutera, laken, beludru, satin, benang,

emas, piring, porselin dan lainnya. Sedangkan orang Arab dan Iran

memperdagangkan macam-macam batu-batuan seperti delima dan obat-

obatan. Sama halnya dengan para pedagang dari Cina dan Arab para

pedagang dari negara lain pun memperdagangkan barang-barang khas

dari negara mereka masing-masing, yang diperjual belikan di pasar

Kesultanan Banten.121

Pada abad XVII, Kesultanan Banten telah merupakan tempat

berniaga penting dalam perniagaan internasional di Asia. Kedudukan

penguasa setempat ditunjang oleh kaum bangsawan, yang mempunyai

kekuatan lokal, sedangkan administrasi pelabuhan, perkapalan, dan

perniagaan di urus oleh Syahbandar. Pada sekitar tahun 1618 menurut

berita Cina Tung His Yang K’au, untuk kepentingan perdagangan, Sultan

Banten menunjuk dua tempat di luar kota sebagai pasar dan dibangun

toko-toko agar pembeli dapat berbelanja di pasar-pasar tersebut sampai

petang hari, karena sudah itu ditutup.122

Sejak imigran Cina datang ke Banten, mereka telah mendirikan

pemukiman yang kemudian dapat membentuk jaringan yang

121 Uka Tjandrasasmita, “Banten Sebagi Puat Kekuasaan dan Niaga Antar

Bangsa”… h. 112. 122 W. P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled

from Chinese Sources, (Jakarta: Bhratara, 1960), h. 56.

Page 77: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

64

memungkinkan pertukaran tenaga kerja, pekerjaan, modal, barang, dll.

Menurut para pedagang Cina, Banten adalah pasar utama lada dan

rempah-rempah lainnya. Pedagang Inggris dan Belanda memiliki pabrik

utama mereka, dan para pedagang dari Arab dan Hindostan pun datang

ke Banten. Pendapat pedagang Cina mengatakan pedagang Eropa

merupakan pedagang yang paling boros, mereka bisa membunuh dan

menghukum mati penduduk asli bahkan penduduk asing, guna

mendapatkan keuntungan yang besar dalam perdagangan mereka.123

Kesultanan Banten mempertahankan hubungan dagang yang erat

dengan Dinasti Ming dari Cina. Dalam catatan Belanda pada tahun 1596,

menggambarkan gambaran yang jelas tentang suasana perdagangan yang

intens di Banten, perdagangan tersebut dilakukan di atas kapal, banyak

orang Jawa dan negara-negara lain seperti Turki, Cina, Bengali, Arab,

Persia, Gujarati, dan lain-lain yang melaukan perdagangan. Setiap

negara mengambil tempat di kapal tempat mereka memajang barang-

barang mereka sama seperti jika ada di pasar.124

Sultan-sultan banten sejak pergantian Maulana Muhammad oleh

putranya yaitu Abdul Mufakir Mahmud Abdul Kadir, usaha-usaha

Kesultanan Banten ditingkatkan dalam bidang politik, kesejahteraan

masyarakat, pertanian, perdagangan, di samping sultan tersebut amat

gigih dalam menentang penjajahan berikut monopoli yang dilakukan

oleh Kompeni Belanda. Setelah Abdul Mufakir Mahmud Abdul Kadir

123 A Complete View of the Chinese Empire. Exhibited on its Geographical

Description of that Country. A Dissertation on its Antiquity, and A Genuine and

Copious Account of Earl Macartney's Embassy From the King of Great Britain to The

Emperor of China, (London: Cawthorn, British Library, No. I32, Strand, 1798), h. 120. 124 J.c. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essay in Asia Social and

Economic History, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), h. 3.

Page 78: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

65

(1596-1651) yang diserahkan kepada Sultan abdul Fath Adul Fathi yang

terkenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa maka Kesultanan

Banten merupakan puncak kejayaan dan kebesarannya.125

Dalam upaya meningkatkan kekuatan ke dalam, Sultan Ageng

Tirtayasa telah melakukan usaha-usaha meningkatkan pertanian dan

konsolidasi kekuatan dengan mengadakan hubungan-hubungan dengan

Lampung, Solebar, Bengkulu, Cirebon dan lainnya. Hubungan pelayaran

dan perdagangan dengan Kerajaan Goa, dengan sumber rempah-rempah

di Maluku meskipun perjanjian dengan Belanda tidak dibolehkan tetap

dilakukannya. Usaha Sultan Ageng Tirtayasa ke luar baik dalam bidang

politik diplomatik maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan

bangsa-bangsa lain ditingkatkan pula. Pelabuhan di Kesultanan Banten

semakin ramai dikunjungi para pedagang asing baik dari Asia maupun

dari Eropa. Hubungan persahabatan dan perdagangan dengan Inggris,

pada 10 November 1681 sultan mengirim utusan ke Inggris di bawah

pimpinan Jaya Sadana.126

Kesultana Banten yang dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya

selama pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa merupakan puncaknya,

maka dengan mulainya ada ketegangan yang timbul dari pihak puteranya

sendiri yaitu Sultan Abu Nasr Abdul Kahar atau Sultan Haji. Kesultanan

Banten sebagai pusat kekuasaan dan perdagangan antar bangsa mulai

mengalami kepudarannya. Ketegangan itu disebabkan ambisi Sultan

125 Uka Tjandrasasmita, Musuh Besar Kompeni Belanda, Sultan Ageng

Tirtayasa, (Djakarta: Yayasan Kebudayaan Nusalarang, 1987), h. 7-8. 126 Uka Tjandrasasmita, “Banten Sebagi Puat Kekuasaan dan Niaga Antar

Bangsa”… h. 116.

Page 79: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

66

Haji untuk mengganti Sultan Ageng Tirtayasa yang di adu domba oleh

Kompeni Belanda. 127

Kemuduran baik dari segi politik maupun ekonomi dan

perdagangan sejak akhir abad XVII dan lenyap sama sekali kekuasaan

politiknya pada awal abad XIX oleh Kolonialisme Belanda, kerena

penghasilan Kesultanan Banten dari bea cukai para pedagang asing yang

biasanya berlabuh dan membeli komoditi ekspornya pindah ke Batavia.

Kesultanan Banten tidak lagi dapat melakukan perniagaan antar bangsa

dan struktur sosial politiknya di pecah belah dan Kesultanan banten

dihancurkan oleh Kompeni Belanda.

Ketika Kesultanan telah dilumpuhkan VOC, tidak terkecuali

penataan daerah, kekuasaan Banten di tangan VOC sampai

kebangkrutannya pada 1799. Kongsi dagang yang perkembangannya

bertindak laksana negara ini digantikan oleh pemodal utamanya,

pemerintah Belanda menguasai sebagian nusantara hampir dua abad

(1602-1799), juga Banten. Sebagai penguasa tertinggi di daerah jajahan

pertama, Herman Willem Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal

Pemerintah Hindia Belanda. Banten masih dianggap sebagai daerah

yang penting bagi kolonial.128

127 Uka Tjandrasasmita“Banten Sebagi Pusat Kekuasaan dan Niaga Antar

Bangsa”… h. 117. 128 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, (Jakarta:

Pustaka Jaya Kompas, 1984), h. 112.

Page 80: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

67

C. Penduduk dan Mata Pencaharian

Kedatangan para pedagang dari berbagai negeri menjadikan

Banten sebagai daerah multietnis yang memunyai kultur yang beragam.

Di bawah Kesultanan Banten, perdagangan lada membuat Banten

menjadi kota pelabuhan yang penting. Kapal-kapal dagang Cina, India

dan Eropa singgah dan berdagang di Banten. Dalam melaksanakan

perdagangan, Banten menerapkan sistem perdagangan terbuka. Artinya,

semua pedagang dari berbagai bangsa dibebaskan untuk berdagang di

Banten.

Masyarakat Kesultanan Banten terbagi atas beberapa golongan,

yaitu: golongan sultan-sultan dan keluarganya golongan elit, golongan

non elit dan golongan budak. Golongan pertama, terdiri dari sultan

sebagai penguasa dan beserta keluarganya. Golongan kedua,

diketegorikan dalam pejabat-pejabat tinggi kerajaan seperti, Menteri,

Mangkubumi, Kadi, Senopati Laksamana, Syahbandar dan lainnya.

Golongan bangsawan, yang sebenarnya masih merupakan keluarga

sultan, banyak juga yang memangku jabatan penting dalam

pemerintahan. Rupanya hal ini merupakan kebiasaan dalam masyarakat

tradisional di Indonesia. Usaha ini di anggap dapat memperkokoh

kedudukan raja di bidang politik, ekonomi bahkan kultural, kedua

golongan ini merupakan lapisan masyarakat yang jumlahnya terbatas.129

Hal ini berbeda dengan lapisan yang disebut non elit, jumlahnya

terbanyak dan terdiri atas rakyat kebanyakan petani, pedagang, tukang,

nelayan dan sebagainya. Golongan budak dimaksudkan olehnya sebagai

orang yang tidak mempunyai kebebasan diri sendiri, yang

129 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten,

(Jakarta: Yayasan Kota Kita, 2006), h. 78

Page 81: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

68

keberadaannya disebabkan karena tawanan perang, pembayaran utang

dan penyebab lainnya.130

Hubungan antara sultan sebagai penguasa dengan rakyatnya

cukup dekat. Hal tersebut diuraikan dalam Sejaran Banten Pupuh XLV

yang menjelaskan bahwa “pada musim hujan dan musim peralihan,

sultan jarang menerima sembah. Para Menteri dan Ponggawa pada

waktu itu berada di sawah. Jika sultan mendengar orang sakit,

dikirimnya gula geseng dan gula ngemu dengan uang untuk mereka yang

sakit. Apabila sultan menerima sembah, maka tak seorang pun boleh

kena sengat matahari. Apabila tidak ada tempat maka orang pun harus

berusaha untuk lebih dekat kepadanya”.131

Status sosial yang dimiliki oleh seseorang, akan mempengaruhi

peran dan caranya untuk berinteraksi dengan orang lain. Seperti halnya

Sultan yang tidak semua golongan bisa berinteraksi langsung dengannya.

Selain itu, hal ini juga terlihat dari toponim tempat tinggal oleh

masyarakat yang terkelompokkan dalam pola pemukiman yang

berkelompok berdasarkan oleh status sosial yang dimiliki, toponim

tersebut adalah:

a. Kawangsaan adalah (tempat tinggal Pangeran Wangsa).

b. Kapurban adalah (tempat tinggal Pangeran Prabu).

c. Kamandalika adalah (tempat tinggal Pangeran Mandalika).

d. Kawiragunan adalah (tempat tinggal Pangeran Wiraguna).

e. Kaloran adalah (tempat tinggal Pangeran Lor).

130 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal, Kesultanan

Banten 1522-1682… h. 27. 131 Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten… h. 58-

59.

Page 82: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

69

f. Kasunyatan adalah (tempat tinggal Ulama Istana).132

Sultan yang merupakan pemimpin kerajaan ini, bertindak juga

sebagai pendiri, pembangun dan pengembang Kota Pelabuhan Banten.

Di mulai dari sultan pertama yaitu Maulana Hasanuddin yang

membangun Kota Banten, selanjutnya para sultan setelah itu pun banyak

membangun kota baik sebagai pertahanan, maupun guna menunjang

sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Banten.

Sehingga dengan petunjuk dan arahan dari sultan, Kesultanan Banten

mampu memperlihatkan diri sebagai Kota Pelabuhan Internasional.133

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Meilink-Roelofsz, bahwa

hubungan antara golongan dan kedua yang dipaparkan di atas,

nampaknya cukup erat walaupun dalam batas-batas tertentu mungkin

karena disebabkan oleh adat istiadat dan faktor sosio-budaya.134

Kemudian Syahbandar di Banten mendapatkan bagian dari uang pajak

untuk berlabuh, sebesar dua pertiga disetorkan pada sultan dan sisanya

untuk Syahbandar. Kenyataan ini menunjukan bahwa sebagai pejabat

yang menguasai pelabuhan, ia dianggap berpengaruh terhadap sultan.

Uraian mengenai masyarakat Banten lainnya yang merupakan

mayoritas dalam Kota Banten, ialah yang termasuk dalam Kota Banten,

yaitu yang termasuk dalam golongan non elit. Yang termasuk dalam

kelas ini ialah rakyat pribumi yang berdiam di sana, ditambah pula

dengan pedagang asing yang bertempat tinggal di Banten. Sebagai

132 Boedhihartono, dkk. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem Sosial.

(Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 141. 133 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten… h.

80. 134 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten… h.

81.

Page 83: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

70

sebuah pusat kota bercorak maritim yang bersandar pada kehidupan

perdagangan dan pelayaran.

Masyarakat Petani di Banten sebelumnya adalah sebagai

masyarakat awal, dalam berproduksi sektor petanian yang sederhana

telah dipraktikkan, dengan sistem huma. Struktur masyarakat masih

sederhana, egaliter, dan mengutamakan gotong-royong. Kepemimpinan

dalam organisasi sosialnya berdasar pada kharismatik, yang ditentukan

oleh pengetahuan, ahli mistik, dan pertanian. Budaya masyarakatnya

masih heterogen. Agama yang dianut adalah agama asli masyarakat,

animisme. Untuk melihat stereotipe masyarakat Banten yang

monokulutur, dengan pertanian sistem huma, sekarang ini kita dapat

melihatnya pada masyarakat petani di Kenekes, Pandeglang.135 Dalam

masyarakat yang monokultural ini, penataan daerah belum ada.

Masyarakat masih dalam organisasi sosial yang sederana, ikatan desa.

Mengenai penduduk yang berdiam di kepulauan nusantara,

beberapa teori mengatakan terjadinya gelombang perpindahan penduduk

(the waves of migration). Begitu pula dari mitos dan cerita rakyat banyak

dijumpai kisah orang (dalam) perjalanan. Ada yang menetap dan

kemudian dianggap sebagai “pahlawan budaya” (culture hero), peletak

kehidupan sosial-politik masyarakat setempat. Kisah negeri atau pulau

tenggelam dan orang terdampar memenuhi halaman ceritera rakyat di

kepulauan.136

135 Radjimo Sastro Wijono, “di Bawah Bayang-Bayang Ibukota: Penataan

Daerah di Provinsi Banten dari Zaman Kolonial Sampai Zaman Reformasi”. Sejarah

Citra Lekha. Vol. 2, No. 2, 2017, h. 138. 136 Radjimo Sastro Wijono, “di Bawah Bayang-Bayang Ibukota: Penataan

Daerah di Provinsi Banten dari Zaman Kolonial Sampai Zaman Reformasi”… h. 138.

Page 84: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

71

Masyarakat di Banten pun merupakan masyarakat urban

transisional, tatkala mendapat desakan dari bangsa Tionghoa dan Hindu,

masyarakat Banten yang telah berperadaban pertanian yang masih

sederhana mulai melirik dunia laut. Hawa yang subur, dan sedikitnya

penduduk menjadikan masyarakat petani yang senang hidupnya itu,

tinggal diam dan menerima, sedangkan kepulauan luas yang sangat

banyak itu belum dioptimalkan, namun malah menarik hati masyarakat

luar. Dapat dikatakan, sesudah ada pengaruh Hindu, kebudayaan

masyarakat Banten bertambah naik dan mereka mulai berkenalan dengan

perdagangan.137

Agama animisme terdesak oleh agama Hindu dan Budha. Budaya

yang lebih pintar itu mengajarkan pemerintahan negeri, yang menuju

teknik kebudayaan yang lebih sempurna. Penduduk Pulau Jawa yang

suka damai itu belum memiliki sikap pertentangan kelas dalam arti yang

seluas- luasnya terhadap agama baru tersebut. Mereka tidak memberi

kesempatan kepada pengikut agama Hindu untuk mempertaruhkan

kepercayaan mereka dalam sebuah pertentangan, yakni Hinduisme yang

aristokratis dan Budhisme yang lebih demokratis.138

Pertentangan agama, oleh masyarakat Jawa yang tidak mengenal

kelas itu, dapat diredam. Sedikit atau banyak, semua filsafat Hindu

diterima oleh penduduk. Dalam perkembangan masyarakat yang telah

bercampur dengan budaya dari luar, Hindu/Buddha, Banten yang telah

mengenal sistem pertanian padi sawah, juga mulai mengembangkan

pelabuhan sebagai tempat interaksi ekonomi maupun budaya lintas etnis,

137 Radjimo Sastro Wijono, “di Bawah Bayang-Bayang Ibukota: Penataan

Daerah di Provinsi Banten dari Zaman Kolonial Sampai Zaman Reformasi”… h. 138 138 Radjimo Sastro Wijono, “di Bawah Bayang-Bayang Ibukota: Penataan

Daerah di Provinsi Banten dari Zaman Kolonial Sampai Zaman Reformasi”… h. 139.

Page 85: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

72

Cina, Arab, dan India. Raja sebagai pusat kekuasaan belum

memprioritaskan agenda penataan daerah. Penguasa memisahkan antara

pusat kekuasaan dengan pusat perekonomian. Dalam hal ini, pusat

kekuasaan terdiri dari masyarakat monokulur, sedangkan pusat ekonomi

terdiri atas masyarakat yang multikultur.139

Masyarakat yang menuju ke arah kosmopolitan yang multikultur

merupaka para pedagang Islam yang datang di Banten juga

mendiseminasikan agamanya kepada masyarakat setempat. Puncaknya

melahirkan kekuatan politis, berdirinya kesultanan. Masuknya Islam di

Banten boleh dianggap sebagai pembaharu masyarakat. Di bidang

perdagangan dengan dikuasainya Pelabuhan Malaka ke tangan Portugis

telah membawa kesempatan Pelabuhan Banten mengambil peran sebagai

jalur perdagangan internasional.140

Sebagai penunjang bagi keberhasilan dari kegiatan perdagangan

internasional, Banten juga menjalin hubungan diplomatik dengan

berbagai bangsa, termasuk pedagang dari Eropa. Pada 1681 tercatat

bahwa Banten memiliki seorang duta besar yang ditempatkan di kota

London, Inggris. Keberadaan duta besar Banten di Inggris itu

mencerminkan bahwa Kesultanan Banten pada abad XVII mendapat

pengakuan internasional dan dipandang sejajar dengan negara-negara

besar berdaulat lainnya. Kedatatangan Bangsa Eropa di Banten untuk

pertama disambut dengan hangat. Akan tetapi dalam perkembangannya,

mereka mulai melakukan berbagai kecurangan dan berbagai tindak

139 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara… h. 45 140 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara… h. 45

Page 86: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

73

kekerasan yang mengakibatkan munculnya sikap permusuhan dari

orang-orang Banten.141

Hubungan yang memburuk ini dicoba untuk diperbaiki oleh

armada dagang Belanda lainnya di bawah pimpinan Van Neck yang

datang ke Banten dua tahun kemudian. Upaya Van Neck dalam

mengambil hati penguasa Banten berhasil. Sejak itu orang-orang

Belanda dizinkan untuk membuka kantor dagang di Banten. Adanya para

pedagang dari Eropa menjadikan etnis di Banten semakin beragam. Di

sini, terjadi interaksi yang saling pengaruh memengaruhi, relasi yang ada

di antara etnis yang beragam itu damai tanpa ada konflik. Hal ini tidak

lepas dari peran penguasa yang menata daerah, dengan memberikan

tempat-tempat tinggal kepada masing-masing etnis secara bebas.

Fragmentasi relasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh perdagangan di

antara mereka.142

Secara kultural, penduduk yang mendiami wilayah Kesultanan

Banten berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa. Namun, demikian

suku bangsa mayoritas menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa

pergaulan sehari-hari. Sementara itu, di wilayah Banten Utara suku

bangsa Jawa merupakan komunitas yang menggunakan Bahasa Jawa

sebagai bahasa ibunya. Komunitas Jawa ini datang bersamaan dengan

didirikannya Kesultanan Banten. Selain kedua suku bangsa ini, di

Pelabuhan Banten berdiam pula etnis pendatang Eropa, Cina, Arab, dan

lain-lain.

141 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara… h. 45. 142 Radjimo Sastro Wijono, “di Bawah Bayang-Bayang Ibukota: Penataan

Daerah di Provinsi Banten dari Zaman Kolonial Sampai Zaman Reformasi”… h. 139.

Page 87: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

74

Orang Eropa merupakan sebuah komunitas yang mendiami

daerah perkotaan. Demikian juga dengan orang-orang Cina yang pada

awalnya mendiami daerah atau pusat-pusat perekonomian. Pada abad

XVII, mereka telah memiliki perkampungan sendiri dan memegang

peranan cukup penting dalam bidang ekonomi. Sementara itu, orang-

orang Arab bermukim di Banten memberi dampak penyebaran Islam di

daerah ini. Mereka tidak terlalu dominan di bidang ekonomi tetapi cukup

peranan penting.143

Jumlah penduduk di Kesultanan Banten ini berkisar antara

80.000 sampai 100.000 orang dipenghujung abad XVI. Mengenai jumlah

penduduk di Kesultanan Banten seluruhnya dapat ditelusuri dari sensus

yang pernah dilakukan beberapa kali. Jumlah penduduk dari setiap kali

diadakan perhitungan cacah jiwa ini tidak tetap, tersebut di tahun 1694

banyaknya penduduk 31.848 jiwa, sedangkan di tahun 1708 bertambah

menjadi 36.302 jiwa. Lain halnya dengan sensus penduduk yang

dilakukan oleh Reis yang memperkirakan penduduk Banten sebagai

berikut: di tahun 1672 lebih dari 100.000 jiwa, di tahun 1673 menjadi

220.000 jiwa, di tahun 1674 sebanyak 800.000 jiwa, di tahun 1684

menjadi 700.000 jiwa, dan tahun 1696 menurun menjadi 125.000 jiwa.144

Berpijak dari data-data di atas, terlihat bahwa perhitungan jumlah

penduduk sudah dirasakan sebagai suatu hal yang dianggap penting,

hingga pihak kesultanan mengadakan cacah jiwa secara resmi sebanyak

dua kali. Berapa tepatnya jumlah penduduk yang bermukim di dalam

wilayah Kesultanan Banten memang tidak dapat ditentukan secara pasti.

143 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara… h. 82. 144 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, (Jakarta:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008), h. 106.

Page 88: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

75

Sensus yang pernah dilakukan mencerminkan bahwa pemerintahan

Kesultanan Banten telah berupa mendata jumlah penduduknya, meski

tidak diketahui langkah apa yang diterapkan sebagai tindak lanjut dari

pendataan tersebut.145

Tabel 1

Perkiraan ukuran kawasan kota Surosowan pada abad XVII146

Kota Banteng atau daerah

dengan tembok (km²)

Perkiraan daerah kota (km²)

Surosowan 1,0 km² 5 km²

Abad XVII, kekuatan penguasa di Banten lebih menitik beratkan

pengawasannya terhadap sumber-sumber produksi, daripada terhadap

upeti dan aliansi perdagangan. Berbagai hasil bumi yang diperoleh dari

dalam negeri dan wilayah sekitar dipergiat perjualannya ke berbagai

kawasan, selain itu hubungan dengan para produsen dari berbagai tempat

dijalin kembali.

Sedangkan mata pencaharian penduduk di Kesultanan Banten

adalah nelayan, pedagang, pengrajin, dan petani. Hal tersebut,

mengakibatkan masyarakat Banten memiliki jiwa bebas dan lebih

bersifat terbuka, dengan demikian mereka dapat bergaul dengan

pedagang-pedagang dari berbagai bangsa yang lain. Para pedagang lain

145 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal, Kesultanan

Banten 1522-1682… h. 62-63. 146 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.

87.

Page 89: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

76

tersebut banyak yang menetap dan mendirikan serta membangun

perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan

Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya. Selain

perkampungan tersebut ada pula perkampungan yang dibentuk

berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi),

Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para

ulama).147

Dalam catatan orang Inggris, pedagang asing di Banten seperti,

orang Bengali, Gujarat, Malaysia, Abesinia, Cina, Portugis, dan orang

Belanda, tempat tinggal mereka ditempatkan di luar tembok kota, bahkan

orang India yang datang dari perbatasan negara, telah disediakan tempat

tinggal yang sama dengan pedagang asing lainnya. Mereka memiliki

pasar untuk komoditas tertentu, atau bertukar yang berada di bagian

timur kota. Seluruh penduduk asing dari pedagang akhirnya

dipekerjakan di pabrik Inggris, dan untuk menyimpan komoditas

mereka.148

Mata pencaharian penduduk Kesultanan Banten dari sektor

pertanian berupa lada, selain itu para petani pun banyak

membudidayakan padi, sayur-sayuran dan buah-buahan. Sejarah Banten

menceritakan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa

memberitahukan kepada pada Ponggawa tentang keinginan untuk

147 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal, Kesultanan

Banten 1522-1682, 148 The Haleian Miſcellany, or, A Collection Scarce, Curios, and Entertaining

Pamphlets and Tracts, As Well in Manuscript As in Print. Interspersed with His Torical,

Political, and Critical Notes With A Table of the Contents. Vol IX, (London: Print

Robert Dutton, Gracechurch-Street, 1810), h. 47.

Page 90: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

77

memeriksa persawahan (seserangan) dan untuk membangun lumbung

besar di alun-alun.149

Di sektor nelayan, penduduk Banten banyak mencari ikan,

karena letak Kota Banten terletak dipesisir laut, oleh karena itu, banyak

penduduk Banten yang menjadi nelayan sebagai mata pencaharian

mereka. Dari hasil nelayan tersebut kemudian para penduduk Banten

menjual ikan secara khusus disebuah pasar di Kota Banten dekat dengan

Istana Surosowan. Dengan banyaknya penduduk Banten yang menjadi

nelayan, hingga akhirnya mereka menetap di kampung tersendiri yang

dinamakan dengan penjaringan.150

Ada pun mata pencaharian lain penduduk Banten adalah sebagai

pengrajin atau pekarya seperti pembuatan gerabah, penggilangan lada,

pengrajin alat-alat yang terbuat dari tempurung kelapa, pesulam,

pembuat barang dari bambu, pembuat keris, dan lainnya. Dari pekerjaan

itu, penduduk mendiamin kampung tersendiri sesuai dengan jenis

pekerjaannya seperti di kampung Panjunan, Pamarican, Pasulaman,

Pratok, Pamaranggen, Pawilahan. Hasil dari pengrajin tersebut

kemudian diperjual belikan di pasar Banten dekat dengan pelabuhan.151

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa penduduk di

Kesultanan Banten terdiri dari berbagai lapisan dan telah mencerminkan

suatu masyarakat yang kompleks sebagai suatu kota. Keadaan kota di

Kesultanan Banten tidak hanya ditinggali oleh penduduk pribumi, tetapi

dari berbagai negara pun tinggal dan meramaikan Kota Banten sebagai

pedagang. Oleh karena itu Kota Banten setiap tahunnya mengalami

149 Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten… h. 56. 150 Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten… h. 56. 151 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten…

h. 82-83

Page 91: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

78

peningkatan jumlah populasi penduduk. Terutama di abad XVII, karena

ketika itu Kesultanan Banten berada pada puncak keemasannya.

Page 92: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

79

BAB IV

PERDAGANGAN KESULTANAN BANTEN

A. Jaringan Perdagangan Lokal Kesultanan Banten

Banten memiliki hubungan ekonomis yang sangat dekat dengan

daerah lainnya di Nusantara. Jaringan perdagangan lokal Banten

mengawali sejarah perdagangan yang mampu menjadikan Banten

sebagai pusat perniagaan. Komoditas perdagangan lokal di Banten lebih

beragam di bandingkan dengan komoditas dalam perdagangan

internasional. Pedagang-pedagang dari Barat dan Timur Nusantara

berkumpul di Teluk Banten, seperti dari Palembang, Pariaman, dari

Lawe dan Tanjungpura (Kalimantan Selatan), Malaka, Makassar, Jawa

Timur dan Madura.152

Banten merupakan daerah pengekspor beras pada akhir abad XVI

tepatnya pada tahun 1596. Beras tersebut didatangkan dari Rembang dan

Makassar.153 Akibat dari produksi beras tidak seimbang dengan

banyaknya jumlah penduduk di Banten, sehingga perlu didatangkan dari

luar. Perdagangan ini, selain untuk memenuhi kebutuhan juga untuk

menjalin hubungan dagang dengan daerah di luar Banten, bahkan Banten

pun mampu menjalin hubungan dagang di luar Nusantara seperti dari

Benggala dan Pegu.154

Perdagangan Banten dengan daerah di Nusantara terjadi bukan

hanya pada komoditas beras, banyak para pedagang lokal yang singgah

152 Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke XVI dan

XVII, (Depok: Komunitas Bambu, 2017), h. 49. 153 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires, (London: The

Hakluyt Society, 1944), h. 168. 154 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten,

(Jakarta: Yayasan Kota Kita, 2006), h. 141.

Page 93: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

80

di Teluk Banten dengan membawa sumber daya nabati selain beras.

Seperti, buah-buahan pisang, papaya dan beberapa jenis buah-buahan

didatangkan dari Batavia. Bahkan, jenis buah durian pada musimnya

akan diperdagangkan sebagai makanan tambahan bagi masyarakat

Banten.155 Akibat meningkatnya pemenuhan kebutuhan akan pangan,

Banten memonopoli perdagangan buah-buahan di samping komoditi

utama rempah-rempah.

Kebutuhan bahan makan yang tidak dihasilkan di Banten, akan

didatangkan dari luar Banten. Bukan hanya bahan pokok saja yang

datang dari daerah lain, tetapi kebutuhan rempah-rempah seperti bawang

putih di impor dari Palembang.156 Aktivitas perdagangan terpusat di

pelabuhan-pelabuhan yang ada di Banten, seperti Pelabuhan Karangantu,

Pelabuhan Pontang dan Pelabuhan Cigede. Komoditas yang telah

terkumpul di pelabuhan dijual lagi secara lebih besar ke pedagang

perantara lain untuk disalurkan ke pasar yang lain dan seterusnya.157

Pelabuhan Pontang dan Pelabuhan Cigede memiliki sebuah kota

yang baik, orang-orang yang berdagang di Banten juga berdagang di

Pelabuhan Pontang. Dikabarkan bahwa jung-jung yang berlabuh di

pelabuhan banyak membawa beras, bahan makan dan juga lada. Para

pedagang lokal yang banyak singgah di Banten berasal dari Pariaman,

Andalas, Tulang Bawang, Sekampung dan tempat-tempat lainnya.158

Perdagangan bebas yang terjadi di Banten mempererat interaksi yang

terjadi di kalangan para pedagang.

155 Leonard Blusse, Jaap de Moor, Nederlanders Oversee: De Eerste Vijftig

Jaar, 1600-1650, (Franeker: T. Wever, 1983), h. 106. 156 J. A. Van Der Chijs, Oud Bantam, (TBG 26: 1-62, 1881), h. 61. 157 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires… h. 171. 158 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires… h. 171.

Page 94: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

81

Sebagai bandar perniagaan, Banten membuat jalur pelayaran

dagang (keluar) di dalam Nusantara, jalur pertama Banten yaitu ke

Banjarmasin. Letak Banjarmasin sangat strategis, karena berada di

antara selat Makasar dan laut Jawa, sehingga banyak pedagang-

pedagang yang singgah di pelabuhan ini. Komoditas yang penting dari

pelabuhan ini adalah lada, emas, intan, dan beberapa hasil hutan lainnya.

Pelayaran dagang ke Banjarmasin, juga diikuti oleh para pedagang dari

Sulawesi, Jawa, Gujarat, dan China pun singgah di Pelabuhan

Banjarmasin.159

Jalur perdagangan ke Banjarmasin melewati Cirebon, Gunung

Muria, Kepulauan Karimunjawa, Sampit, Pulau Damar, Batu Mandi,

Tanjung Cimanten, Sungai Kapuas, Keramaian dan masuk ke Sungai

Barito. Pelayaran ke dua dari Banten ke Demak dengan menyusuri Pantai

Utara Jawa, Melalui Chiao Lu Pa atau Kelapa Tanjung Indramayu,

Cirebon Pulau Wu Chen (Pekalongan), dan akhirnya tiba di Tan Mu

(Demak). Selanjutnya pelayaran ke tiga yaitu, dari Banten ke Timor

melalui Pantai Panjang Utara Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa,

Flores, Sumba.160

Sedangkan, jalur pelayaran kapal dagang (masuk) dari jalur

Sumatera (Aceh) ke Banten melaui Aceh yaitu, ke Barus, dari Barus ke

Pariaman, dan dari Pariaman ke Banten. Adapun jalur pelayaran kapal

ke dua menuju Banten melalui Pantai Timur Sumatera yaitu, pantai

Mapor - Pulau Lingga - Pulao Roti - tujuh pulau lainnya (tidak diketahui

159 Aisyah Syafiera, “Perdagangan di Nusantara Abad ke-16”, Avatara, E-

Journal Pendidikan Sejarah. Volume 4, No. 3, Oktober 2016, h. 726. 160 Sonny Chr. Wibisono, “Kegiatan Perdagangan di Bandar Banten dalam

Lalu Lintas Perdagangan Jalur Sutra”. Makalah, Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra,

(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h. 91

Page 95: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

82

namanya) - Bangka - Menumbing - Sungai Palembang - Tanjung - Tapa

- Tanjung Berani - Pulau Maspari - Wai Sekampung - Ketapang - Pulau

Sumur - Sunda (Banten).161

Jalur pelayaran kapal dagang lain juga dapat melalui Banten

yaitu, dari Banten ke Timor, dari Banten ke Demak, dan dari Demak ke

Banten, selanjutnya dari Banten ke Banjarmasin dan kembali lagi ke

Banten, dari Kruseng Aceh ke Barus, dari Barus ke Pariaman dan dari

Pariaman ke Banten.162

Jaringan perdagangan lokal di Kesultanan Banten pun terjadi

pada negeri bawahannya di Sumatra, seperti Tulang Bawang (Lampung),

Bengkulu dan Palembang. Penguasaan Tulang Bawang oleh Banten

berhubungan erat dengan politik ekonomi Banten terhadap Lampung

khususnya menyangkut lada. Pada waktu itu lada merupakan komoditas

ekspor terpenting, sehingga Banten sangat berkepentingan terhadap lada

sehingga untuk urusan hukum adat dan kemasyarakatan, Tulang Bawang

diberi hak otonomi sedangkan untuk lada sepenuhnya urusan Banten.163

Sungai Tulang Bawang merupakan sarana yang sangat penting pada

masa perdagangan rempah-rempah di kawasan Asia Tenggara. Wilayah

Tulang Bawang pada periode itu merupakan salah satu pusat perkebunan

lada milik Kesultanan Banten.164

Lada menjadi komoditas perdagangan di Nusantara. Lada di

Banten dihasilkan berasal dari beberapa wilayah di Sumatra, seperti

161 J.V. Mills, Chinese Navigators in Insulinde About A.D. 1500. Article.

Archipel, Anne 1979. No. 18, pp. 69-93, h. 77-78. 162 J.V. Mills, Chinese Navigators in Insulinde About A.D. 1500… h. 77-78 163 Sartono kartidjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) dari

Emporium sampai Imperium I, (Jakarta: gramedia, 1999), h. 68. 164 B.L.M.C. Perquin, Nederlandsch Indische Staatsspoor En Tramwegen,

(Amsterdam: Bureau Industria, 1921), h. 54.

Page 96: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

83

Palembang, Bengkulu dan Lampung.165 Untuk mencapai wilayah

pedalaman Lampung dan Palembang, bergantung pada peran Sungai

Tulang Bawang sebagai jalur transportasi. Lada yang telah dikumpulkan

dan dipilih kualitas terbaik kemudian dijual kepada para pedagang yang

telah memiliki perjanjian dagang dengan Banten.166

Selain wilayah Sumatra, Banten pun menjalin hubungan dagang

dengan Maluku, komoditas perdagangan dari Maluku adalah cengkeh.

Cengkeh yang ada di Banten merupakan impor dari Maluku yang

kemudian di ekspor kembali oleh Banten ke pasar luar di Nusantara. Para

pedagang yang terlibat dari jual beli cengkeh pada umumnya adalah

pedagang dari Ambon dan Banda.167

Pedagang dari Timor dan Solor pun ikut meramaikan

perdagangan di Banten, mereka membawa berbagai komoditas yang

berupa kayu cendana. Di daerahnya, pedagang Timor dan Solor menjual

pala, cengkeh, cangkang kura-kura dan gading gajah yang didapat dari

Banten. Selain itu, Banten juga menjalin dagang dengan Goa dan juga

pedagang dari Jawa Timur, komoditas yang diperdagangkan adalah

garam. Meskipun Banten terletak di pesisir pantai, kondisi air laut di

sepanjang Teluk Banten sangat kotor sehingga tidak memungkinkan

untuk pembuatan garam. Akibatnya, Banten menjalin dagang dengan

daerah yang menghasilkan garam dengan kualitas terbaik.

165 Sartono Kartidjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900) Dari

Emporium sampai Imperium I… h. 68. 166 Anonim, De Pepercultuur In De Buitenbezittingen, (Batavia:

Landsdrukkerij, 1918), h. 38. 167 Hariyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684, (Depok: Fakultas Ilmu Budaya UI, 2007), h. 162.

Page 97: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

84

Impor garam Banten dari Jawa Timur168 memperoleh laba yang

sangat besar, karena Banten menjual garam seharga 1000 perak untuk

setiap gantang169, yang berarti laba yang diperoleh dari penjualan garam

stiap gantang mencapai 812.50 perak atau keuntungan 4 kali lipat dari

modal. Hal ini berbanding dengan harga penjualan garam di daerah

asalnya Jawa Timur yang hanya menjual garam seharga 150 perak untuk

800 gantang garam.170

Selain lada, Banten pula mendatangkan ikan asin dari

Banjarmasin yang merupakan bahan impor yang diperjual belikan di

Banten. Mendatangkan ikan asin sebagai bahan impor lebih

menguntungkan dibandingkan jika memproduksi bahan pangan sendiri.

Pedagang yang terlibat dalam jual beli ini merupakan pedagang besar

yang berasal dari Banjarmasin yang menyalurkan barang dagangan

untuk dijual secara eceran di pasar. Dengan demikian, pedagang besar

dari Banjarmasin ini tidak terlibat langsung dengan konsumen, karena

kebutuhan konsumen akan bahan makanan ikan asin ini sangat besar.171

Jaringan perdagangan lokal di Banten lebih menekankan pada

komoditas impor bahan pangan. Selain bahan pangan yang didatangkan

sebagai barang impor dan diperjual belikan, ada pula bahan pangan yang

diambil dari tempat lain namun tidak diperdagangkan sebagai

168 Garam yang didatangkan dari Jawa Timur berasal dari daerah Gresik, Pati

dan Juana. 169 Dalam kamus bahasa Indonesia, gantang disebut sebagai ukuran atau

takaran yang biasa di pakai untuk timbangan beras. Isi 1 gantang sama dengan berat

3,125 kg. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),

h. 291. 170 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1:

Tanah di Bawah Angin, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), h. 33. 171 Hariyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Baten 1522-1684… h, 166.

Page 98: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

85

komoditas. Adapun berkenaan dengan barang impor dari produksi dalam

negeri, pemerintah Kesultanan Banten mengeluarkan aturan. Namun,

aturan tersebut sering dilangar oleh para pedagang, dengan memasukkan

barang impor secara illegal. Bahkan bukan hanya pada bahan pangan

tetapi pada bahan lainnya.

Tabel 2

Komoditas jaringan pedagangan lokal Banten172

Daerah Komoditas

Banjarmasin Ikan asin

Batavia Buah-buahan

Batavia Gula merah

Jawa timur Garam

Maluku Cengkeh

Palembang Bawang putih

Palembang Madu

Sumatra (Lampung, Palembang,

Bengkulu)

Lada

Timor dan Solor Kayu cendana

Bali Kapas

Selain komoditas impor perdagangan lokal, Kesultanan Banten

pun melakukan impor pada komoditas lainnya dengan pedagang

mancanegara.

172 Jaringgan perdagangan lokal ini termasuk dalam pedagangan impor yang

dilakukan oleh Kesultanan Banten, guna memenuhi kebutuhan penduduk banten yang

semakin meningkat.

Page 99: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

86

B. Pelaku Perdagangan di Kesultanan Banten

Dalam sejarah perekonomian di Indonesia, Malaka memegang

peranan sangat penting dalam perdagangan internasional karena tidak

ada satu pun kota yang dapat menggantikan peran Malaka sebagai pusat

perdagangan. Namun, setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pusat

perdagangan beralih ke Aceh yang ketika itu disibukkan dengan para

pedagang dari Asia Barat, dan juga Banten yang utamanya merupakan

pusat pelabuhan bagi pelayaran bangsa Cina dan kota-kota pelabuhan di

pesisir Utara Jawa dengan nilai ekspor yang terus menerus meningkat

setiap tahunnya.

Perdagangan di Kesultanan Banten menjadi besar akibat adanya

ekspor lada dan beras yang sudah dimulai sejak akhir abad XVI, dan

menjadikan Pelabuhan Banten menjadi semakin ramai.173 Mengingat

Banten sebagai kerajaan bercorak maritim yang menitikberatkan

kehidupannya pada perdagangan dan pelayaran, maka baik kekuasaan

politik maupun ekonominya didominasi oleh kaum ningrat yang sebagai

pemberi modal atau kadang-kadang sebagai peserta.174

Ketika Belanda pertama kali singgah di Pelabuhan Banten, ia

tertarik dengan kondisi struktur sosial dari masyarakat di Banten, karena

ketika itu para pedagangan dari berbagai negara memainkan peranannya

dalam sejarah perdagangan di Banten. Bahkan pada tahun 1600, para

saudagar Asia Barat berhasil mendapatkan kedudukan yang tinggi di

Kesultanan Banten. Bahkan saudagar lain dari pesisir India pun

173 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten, (Serang:

Kadinda, 1993), h. 7. 174 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 14.

Page 100: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

87

mempunyai kedudukan tinggi sebagai Syahbandar Banten.175 Pada tahun

1600 semua pedagang kaya masih menggunakan gudang untuk

menyiman barang dagangannya. Sedangkan para pedagang Cina di

Banten pada umumnya telah membangun pemukiman dari batu bata.176

Penguasa Banten juga memungut keuntungan dari sektor jasa

yang diselenggarakan oleh para pedagang dari India. Para produsen

menjual produknya dengan harga murah kepada alat-alat kekuasaan

kesultanan, dan pihak kesultanan akan memperoleh keuntungan dalam

pendistribusiannya.177 Sebagian besar pedagang Asia Barat di Banten

yang dapat secara permanen atau sementara di sana dan beberapa di

antaranya memiliki rumah. Para pedagang yang berperan di Banten juga

banyak berasal dari berbagai etnis.178

Selain pedagang dari Asia Barat, Cina juga dapat dikatakan etnis

pedagang yang paling berperan di Banten, terutama sebagai pembeli dan

pengangkut lada untuk didistribusikan. Karena saat itu komoditas

rempah-rempah yang banyak diperdagangkan adalah lada. Para

pedagang Asia Barat juga memiliki peran khusus dalam perdagang lada.

Menurut sumber-sumber Belanda, kapal-kapal Cina yang datang ke

Banten pada setiap tahunnya antara 8-10 kapal yang masing-masing

berdaya angkut maksimum 50 ton. Pada laporan lain disebutkan 5-8

kapal Cina bertonase sampai 100 ton datang setiap tahunnya. Sementara

175 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630, (Yogyakarta: Penertbit Ombak, 2016), h.

387. 176 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1:

Tanah di Bawah Angin… h. 82. 177 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 22. 178 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 390.

Page 101: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

88

catatan dari pelaut Prancis mengatakan Cina yang seluruhnya bertonase

sampai 300 ton. Lebih jauh catatan J.P Coen (1614) menyebutkan tak

kurang dari 6 kapal Cina tiba di Banten setiap tahunnya dan membawa

kembali kargo barang senilai 300.000 real.179

Intensitas kehadiran para pedagang Cina dalam meramaikan

perdagangan di Banten, diiringi pula dengan migrasi dengan frekuensi

yang cukup tinggi. Thomas Besr melaporkan adanya koloni Cina di

Banten yang berpopulasi kurang dari 300 cacah, sementara pada saat

yang sama kapal Inggris hanya boleh bersandar di pelabuhan. Imigran

Cina ini membeli lada dari para petani dengan harga yang jauh lebih

murah, untuk kemudian dijual kembali pada para pedagang Cina yang

langsung dari daratan Cina dengan kapal-kapal pada setiap tahunya.180

Cina merupakan pelaku perdagangan yang menguasi ekonomi di

Banten, hal tersebut terlihat dengan banyaknya barang yang di ekspor-

impor. Selain lada, pedagang Cina juga mengekspor kayu cendana,

rempah-rempah seperti pala dan cengkih, ada pula mereka membawa

sutra, porselin berkualitas tinggi wewangian musk dan obat-obatan.

Tidak hanya rempah-rempah, barang yang pedagang Cina juga

mengimpor senjata api kecil yang terbuat dari tembaga. Dari beberapa

barang dagang Cina dapat diketahui bahwa pasar-pasar di Banten banyak

di dominasi oleh pedagang Cina.181

Perdagangan perantara dalam ekspor-impor barang-barang

tersebut sebagian besar berada di tangan orang-orang Cina yang menetap

179 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 397. 180 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 23. 181 G. P. Rouffaer, J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597. Vol I… h. 123.

Page 102: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

89

di Banten. Laporan-laporan Belanda menyebutkan bahwa mereka

bahkan mempekerjakan budak-budak untuk mengumpulkan produk-

produk yang mereka inginkan (terutama lada dan juga beras), dan

mereka juga mengikutsertakan budak-budak dalam pelayaran dagang

mereka ke Nusantara.182

Setelah adanya para pedagang dari Asia Barat dan Cina yang

mendominasi pasar di Banten, muncullah para pedagang dari bangsa

Eropa seperti, Potrugis, Belanda, Denmark dan Inggris. Sejak Belanda

datang ke Banten, dalam catatannya mereka melihat sistem ekspor pada

akhir abad XVI yang dilakukan oleh para pedagang Asia Barat lebih

kecil dibandingkan dengan yang dilakukan oleh para pedagang Cina.

Komiditi ekspor yang dilakukan adalah jenis rempah-rempah terutama

lada yang masih menjadi incaran para pedagang asing di Banten. Pada

tahun 1598 sebanyak 18.000 karung lada dikirim menggunakan 5 kapal

jung Cina, berbanding dengan 3.000 karung yang diangkut dalam kapal-

kapal Gujarat. Kapal-kapal Belanda pun tidak berhasil untuk mengirim

pulang 9.000 karung lada ke negerinya.183

Jaringan perdagangan yang sudah ada sejak abad XVI di Banten

lebih ditingkatkan lagi baik secara regional maupun internasional.

Berdasarkan Dagh Register Belanda, Kesultanan Banten mengadakan

perdagangan dengan negara-negara di Timur Tengah, Eropa dengan

Portugis, Denmark, Perancis, Inggris, dan Cina, Jepang, serta dengan

negara-negara di Asia Tenggara termasuk Filipina. Tome Pires

mengatakan bahwa pada abad XVI terdapat komoditas ekspor dan impor

182 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 400. 183 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 393.

Page 103: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

90

dari kota-kota bandar seperti Demak, Jepara, Gresik, Tuban, dan salah

satunya adalah Banten. Bahan ekspor yang menjadi komoditas di kota

Bandar adalah lada, beras, buah-buahan dan sayuran. Sedangkan

komoditas impor banyak datang dari negeri Cina, seperti kain, keramik,

belacu, dril, dan lainnya.184

Portugis adalah Bangsa Eropa yang pertama menjalin hubungan

dagang dengan Banten. Pentingnya peranan orang Portugis di Banten

terlihat baik dengan sering hadirnya kapal-kapal mereka, maupun dari

hubungan saling percaya yang mereka bina dengan Sultan Hasanuddin,

atau juga dari fakta bahwa sejak pertengahan abad XVI beberapa orang

Portugis menetap dalam jumlah besar di Banten dan memiliki tempat

tinggal di Banten.185

Pedagang Portugis yang menetap di Banten membeli bahan

pangan langsung di pasar Banten. Terdapat sekitar 6 atau 8 orang

penguasa Portugis baik penguasa sekuler maupun gerejawi menetap di

Banten. Setiap tahun mereka bisa mengirim 4 jung ke Malaka, masing-

masing bobotnya sekitar 40 ton. Kapal-kapal tersebut berlayar bersama

para pedagang Portugis yang membawa barang dagangan beserta

pemilik kapal. Karena pedagang Portugis banyak menyewa kapal-kapal

kepada para saudagar dan pelayaran mereka menggunakan hak khusus

untuk mengangkut kargo. Bahan pangan yang mereka bawa terdiri atas

rempah-rempah berharga dan kayu cendana. Sebagai gantinya para

184 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia, 2009), h. 46. 185 G. P. Rouffaer En Dr J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der

Nederlanders Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597. Vol III, ('S-

Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1929), h. 193

Page 104: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

91

pedagang Portugis mengimpor kain-kain bagi Banten, kain yang pada

tahun 1617 memiliki kualitas yang sangat baik.186

Pedagang Portugis membawa barang-barang dagangan mereka

terutama pakaian. Meskipun menghadapi saingan dari pedagang-

pedagang asing lainnya, orang-orang Portugis mengunjungi tempat-

tempat di Indonesia seperti Malaka, Jambi untuk mengimpor bahan-

bahan pakaian tenunan. Meniru cara-cara pedagang Portugis, pedagang-

pedagang Belanda dan Inggris pun datang ke Nusantara. Mereka

memperdagangkan tekstil dari serat dan koromandel. Maka timbullah

usaha-usaha monopoli perdagangan yang mengakibatkan timbulnya

persaingan di kalangan serikat-serikat dagang Barat sendiri.187

Dalam hubungannya dengan portugis, pemerintah Banten

memiliki seorang juru bahasa portugis, orang ini yang dahulunya

beragama Nasrani sebelum menjadi mualaf, berasal dari Mailopore dan

dikenal dengan julukan “Keling Panjang” (Quilling panjang).188 Orang

Portugis menetap di bagian Barat kota, di daerah yang diperuntukkan

perniagaan internasional, diketahui mereka menjual bubuk mesiu yang

mereka dapat dari Malaka. Sebelum kedatangan orang-orang Belanda,

Portugis berhasil memberangkatkan lima buah kapal bermuatan lada

menuju Cina. Hal ini dikerenakan, Banten merupakan salah satu rantai

perniagaan Portugis dengan Cina dan Jepang.189

186 G. P. Rouffaer En Dr J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der

Nederlanders Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597… h. 193. 187 Nugroho Notosusanto dkk. Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1993), h.277. 188 Willem Lodewijcksz, Premier Livre De L'histoire De La Navigation Aux

Indes Orientales Hollandais et Des Choses A Eux Advenues, (Amsterdam: Cornille

Nocolas, 1598), h. 21. 189 Willem Lodewijcksz, Premier Livre De L'histoire De La Navigation Aux

Indes Orientales Hollandais et Des Choses A Eux Advenues… h. 20.

Page 105: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

92

Tahun 1596 Belanda datang ke Banten, membuat orang Portugis

tidak bisa menikmati situasi yang nyaman di Banten. Setibanya di Teluk

Banten, Portugis melihat adanya lima kapal Belanda di bawah pimpinan

Wolfert Harmensz, terjadi peperangan antara orang Portugis dan

Belanda pada tahun 1601. Mengakhiri pertempuran tersebut pihak

Belanda berhasil mengusir orang-orang Portugis dari Banten yang

selama kurang lebih tujuh puluh tahun telah menetap di Banten.

Ketidakmampuan Portugis menguasai Banten, memaksa mereka

mencari sebuah pelabuhan lain di Nusantara, dan orang Portugis

selanjutnya mengalihkan perniagaan ke Makassar.190

Kesultanan Banten menjadi bandar perdagangan yang penting

saat Belanda tiba di Teluk Banten. Dalam buku harian mereka mendapat

gambaran tentang situasi kota, pusat perdagangan, masyarakat, pasar,

dan produk maupun harga. Pembentukan Bandar Banten tak terlepas dari

berjalannya mekanisme perniagaan yang disebabkan karena

berlangsungnya hubungan dan permintaan komoditi dalam bentuk baik

ekspor maupun impor.191 Sebuah laporan Belanda pada tahun 1616

mengenai hubungan mengenai kedekatan antara perdagangan di Banten

dan berlakunya monopoli Belanda menyatakan bahwa harga buah pala

dan biji pala di Banten lebih murah daripada di Banda. Oleh karena itu

orang-orang Banda dilarang untuk bedagang di Banten.

Selain kedatangan orang-orang dari Bangsa Belanda, Banten

merupakan tempat kegiatan Perusahaan India Timur Inggris (English

190 C.R.Boxer, Francisco Vieira De Figueiredo: A Portuguese Merchant-

Adventurer In South East Asla, 1624.-1667, (S’gravenhage: Martinus Nuhoff, 1967), h.

3. 191 Sonny Chr. Wibisono, “Kegiatan Perdagangan di Bandar Banten dalam

Lalu Lintas Perdagangan Jalur Sutra”… h. 91

Page 106: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

93

East India Company “EIC”) di abad XVII, perusahaan tersebut

dijalankan oleh pelaku perdagangan dari Inggris. Namun, kegiatan

tersebut tetap dibayangi oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda atau

Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), asosiasi Inggris dengan

Banten berjalan sangat panjang yang dimulai pada tahun 1602, dan

hanya berakhir ketika mereka diusir oleh Sultan pada tahun 1682.

Selama periode ini, orang-orang Inggris mendirikan jaringan

perdagangan yang rapuh tetapi berfungsi yang mencakup banyak daerah

di Asia Tenggara, terutama Makassar, Maluku, Kepulauan Banda serta

Siam, Vietnam, Laos dan Kamboja dan Banten. Meskipun upaya mereka

untuk menembus daratan Asia pada akhirnya tidak berhasil, Direktur

EIC berharap bahwa posisi strategis Banten akan menjadikannya batu

loncatan ke pasar yang sulit dikuasai seperti, Cina, Taiwan dan Jepang.

Sejauh menyangkut EIC, Badan Banten mendominasi dalam

merumuskan dan mengendalikan kebijakan Timur Jauh pada periode

sebelum 1683.192

Indonesia, adalah pelabuhan yang paling penting bagi Inggris

karena pasokan lada, hal ini disampaikan oleh orang-orang di "ulu"

(daerah hulu), yaitu, Minangkabau. Tujuan besar Perusahaan Inggris

yaitu, untuk mendorong perdagangan tanpa transportasi uang dan

sedapat mungkin, untuk menjual "manufaktur Inggris," terutama kain.

Dalam upaya mengejar tujuan-tujuan ini, Inggris sering mencoba untuk

menjual barang-barang wol yang tidak cocok ke pasar Asia Tenggara

atau tekstil India yang belum dipilih dengan memperhatikan selera lokal.

192 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of the English East India

Company at Bantam, 1602-1682. Disertasi, (London: School of Oriental and African

Studies (SOAS), 1955.), h. 181.

Page 107: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

94

Pasar Banten didominasi oleh orang-orang Cina, karena adanya migrasi

Cina ke Asia Tenggara pada abad XVII, mengakibatkan para pedagang

Inggris harus berbaur dengan orang-orang Cina di Banten, dan dengan

referensi khusus untuk Muslim Cina yang menguasai pasar Banten.

Di Banten, meskipun perwakilan EIC yang berpengalaman

mengakui kesenangan yang menyertai setiap transaksi perdagangan,

tidaklah mudah untuk membujuk atasan mereka di Inggris bahwa biaya

tambahan atau perubahan administratif dibenarkan. Direktur EIC tidak

mudah diyakinkan, misalnya, bahwa itu akan membantu kepentingan

Inggris untuk menunjuk perwakilan Banten sebagai "Presiden" daripada

"Agen," meskipun mereka diberitahu bahwa akan banyak orang yang

berdiri di atas gelar kehormatan, dan akan menunjukkan rasa hormat

yang sesuai.193

Perusahan Inggris yang berada di Banten merasa mustahil untuk

melakukan perdagangan, karena dalam kegiatan dagang mereka harus

memberikan hadiah yang cocok untuk penguasa dan keluarganya, oleh

karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Sultan Banten secara kukuh

menolak tekanan Inggris untuk hak-hak istimewa. Sementara itu, orang-

orang194 yang diinginkan dan memiliki kedekatan dengan sultan dapat

masuk ke Banten tanpa ada halangan. Sedangkan mereka yang tidak mau

menerima adat istiadat setempat mungkin harus menjauh dari Banten.

Akibat adanya ketegangan antara perusahaan dagang Inggris dengan

Banten, membuat orang-orang Inggris dianggap melakukan kecurangan

193 David Kenneth Bassett, B. A. (Wales), The Factory of the English East

India Company at Bantam, 1602-1682… h, 37. 194 Orang-orang yang dimaksud adalah mereka yang memiliki peran penting

di Banten seperti dari Asia Barat, Cina dan India.

Page 108: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

95

dan kejahatan dalam perdagangan di Banten, meskipun orang-orang

Inggris tidak melakukan hal tersebut.195

Perubahan ekonomi besar yang terjadi di Banten yang tercatat

oleh orang-orang Inggris adalah adanya ekspansi dramatis dari budidaya

gula (tanaman tebu), yang terjadi pada tahum 1630. Hal ini membuat

Kesultanan Banten mengelola tanah yang dicampur dengan pupuk

kompas untuk menghasilkan tanah yang baik untuk budidaya tanaman

tebu. Gula, yang pada tahun-tahun pertama setelah pendirian Perusahaan

India Timur dikirim olehnya ke tanah air, oleh karena itu terdiri dari

produk Cina, Siam, formosa dan Bengal dan pertama setelah tahun 1637

pengiriman pertama gula Jawa terjadi.196

Selain budidaya tanaman tebu, teknik pembutan kapal yang

dibantu oleh orang-orang Inggris mengalami perkembangan, hal ini

membuat Sultan Banten memberikan penawaran kepada orang-orang

Inggris untuk bekerja di bawah perintahnya. Misalnya, pada tahun 1667,

seseorang dipekerjakan sebagai kapten kapal sultan ke Manila,

sementara pelaut Inggris lainnya bekerja sebagai pembuat kapal dan

membantu kapal awak ke Manila dan Macao. Dengan akses teknologi

baru ini, armada Banten berubah dari satu armada perahu kecil ke salah

satu kapal lautan. Sultan sendiri menjadi pedagang, mengirim kapalnya

sendiri untuk membuka perdagangan langsung dengan Manila, kapal

kerajaan yang dibangun di Rembang (Jawa Timur) di bawah pengawasan

orang Inggris yang berlayar ke Persia pada tahun 1671.197

195 David Kenneth Bassett, B. A. (Wales). The Factory of the English East

India Company at Bantam, 1602-1682… h, 199. 196 K. W. Van Gorkom's, Oost-Indische Cultures, Tweede Deel, (Amsterdam:

J. H. De Bussy, 1918), h, 120 197 David Kenneth Bassett, B. A. (Wales). The Factory of the English East

India Company at Bantam, 1602-1682… h, 14.

Page 109: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

96

Penyelenggaraan hari-hari pasar sudah tentu tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Arus barang yang akan

diperdagangkan, baik barang-barang yang berasal dari negeri-negeri di

luar Indonesia maupun barang-barang yang berasal dari daerah-daerah

sekitar kota, akan mempengaruhi waktu penyelenggaraan hari-hari

pasar. Barang-barang yang berasal dari berbagai negeri yang dibawa

kapal-kapal dagang ke Indonesia, juga tergantung pada musim yang

disesuaikan dengan arus angin yang memungkinkan untuk

keberangkatan dan pelayaran.

Demikian pula barang-barang yang berasal dari daerah-

daerah sekitarnya, baik hasil-hasil produksi pertanian, perkebunan

maupun hasil-hasil kerajinan tangan industri di Indonesia, tergantung

pada musim. Misalnya panen padi, panen cengkeh, pala, lada dan lain-

lain jelas tidak setiap waktu, tetapi ada musim tertentu. Hubungan

pertanian sawah, ladang, ataupun kebun dipengaruhi pula oleh faktor-

faktor ekologi. Stabilitas terselenggaranya pasar-pasar tidak terlepas

pula dari faktor-faktor politik suatu negara. Sistem monopoli dalam

dunia perdagangan pada waktu itu yang dilakukan kerajaan-kerajaan

atau serikat dagang asing dapat menimbulkan ketidakstabilan pasar-

pasar di suatu tempat dalam suatu kerajaan.198

Pola perdagangan di Banten bukan hanya menyoroti masalah

rempah-rempah. Namun, perdagangan juga meliputi perdagangan

tekstil. Catatan Inggris dan Belanda pada tahun-tahun awal abad ketujuh

belas memberi kita gambaran yang cukup bagus tentang perdagangan

tekstil di Asia Tenggara. Belanda menyadarinya lebih awal dari Inggris,

198 Nugroho Notosusanto dkk. Sejarah Nasional Indonesia III… h. 269.

Page 110: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

97

bahwa ada dua laporan Belanda, ditahun 1605 dan 1614, memberikan

penjelasan rinci tentang semua pusat perdagangan di laut Timur, barang-

barang yang diproduksi dan barang yang dapat diambil di setiap wilayah

dan pola umum perdagangan Asia Tenggara.199

Banten merupakan daerah yang menjadi pasar tekstil di Asia

Tenggara setelah India, pasar tekstil berkembang di Banten karena para

pedagang Inggris yang melakukan berdagangan di Banten dengan cara

barter menukar barang tekstil dengan rempah-rempah. Pada tahun 1608

perdagangan tekstil di Banten seperti kain-kain dari Surat dan Cambay

diminatai oleh pasaran di Asia Sealtan dan Asia Timur, dan mereka dapat

menukarnya dengan lada dan rempah-rempah yang lebih halus. Oleh

karena itu, Inggris merekomendasikan bahwa perdagangan harus dibuka

di Surat dan Cambay. Begitu besar permintaan tekstil India bahwa

sebelum didirikannya Pabrik di India, Inggris sering membeli barang-

barang ini dari pedagang India di Banten dan di tempat lain dan

kemudian menukarkannya dengan lada.200

Pedagang Inggris di Banten menuliskan surat kepada

perusahaan pada tahun 1615, menyatakan bahwa barang tekstil dari

Gujarat yang dapat dijual seharga 12.000 real. Dewan Inggris di Surat

menulis kepada perusahaan Inggris di Banten pada tahun 1631 yang

mengatakan bahwa mewajibkan untuk membuat daftar perdagangan

199 S. P. Sen, “The Role of Indian Textiles in Southeast Asian Trade in the

Seventeenth Century”. Journal of Southeast Asian History, Vol. 3, No. 2. September

1962, h. 96. 200 P. Sen, “The Role of Indian Textiles in Southeast Asian Trade in the

Seventeenth Century”… h. 96.

Page 111: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

98

tekstil seperti kain-kain dari Surat yang dijual di Banten dan

mencocokkan dengan barter 1.200 ton lada dan 100 ton cengkeh.201

Tahun 1664 perdagangan tekstil di Banten merupakan

perdagangan dengan kualitas yang baik, sehingga para pedagang

Belanda di Batavia menanyakan kepada dewan Belanda di Surat tekstil

yang dikirim dari Surat tidak sebaik di Banten. Dewan perusahaan

Inggris di Surat mengatakan bahwa ekspor Belanda terikat pada kualitas

yang lebih rendah. Dalam perdagangan tekstil di Asia Tenggara ada

persaingan akut di antara Perusahaan Eropa dan juga pedagang India,

masing-masing mencoba untuk menyudutkan pasar. Perusahaan Inggris

mengatakan ada praktik-praktik tidak adil yang dilakukan oleh Belanda

terkait perdagangan tekstil.202

Catatan pedagang Inggris di Banten menulis bahwa orang

Belanda menjual kain-kain India dengan harga yang sangat rendah,

bahkan di bawah harga biaya di Pantai Coromandel. Pada tahun 1622

pedagang Inggris mengeluh bahwa orang Belanda yang membayar kain

dari pedagang Inggris dan menjualnya kembali dengan harga yang telah

ditentukan sendiri oleh orang Belanda dan menciptakan monopoli di

pasar tekstil. Di sisi lain, Belanda juga mengeluhkan pada 1633 bahwa

pedagang Inggris juga telah melakukan monopoli di pasar Banten.203

Terlepas dari persaingan di antara perusahaan-perusahaan

besar Eropa, ada faktor lain yang juga menyebabkan penurunan harga

tekstil adalah karena adanya perdagangan pribadi para pelayan

201 S. P. Sen, “The Role of Indian Textiles in Southeast Asian Trade in the

Seventeenth Century”… h. 96-98. 202 S. P. Sen, “The Role of Indian Textiles in Southeast Asian Trade in the

Seventeenth Century”… h. 97. 203 S. P. Sen, “The Role of Indian Textiles in Southeast Asian Trade in the

Seventeenth Century”… 98.

Page 112: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

99

perusahaan-perusahaan Eropa tersebut, termasuk kapten kapal dan

pelaut. Dewan perusahaan Inggris di Banten menulis kepada Kompeni

Belanda pada 1615, mengeluhkan tentang perdagangan pribadi para

pelayan perusahaan yang menjual harga kain dari Coromandel dengan

harga 1.700 real, sedangkan kain tersebut dibeli oleh perusahaan dengan

harga yang rendah. Oleh karena itu, pelayan tersebut mendapatkan

keuntungan yang lebih dari keuntungan perusahaan dalam perdagangan

tekstil.204

Tahun 1660, Dewan Inggris di Surat mengeluhkan bahwa

pasar tekstil di Banten tidak adanya keuntungan yang lebih baik terhadap

perusahaan, dikarenakan adanya perdagangan pribadi yang berskala

besar dari para pelayan perusahaan, dan Dewan Inggris mengatakan

bahwa di pasar Surat telah di perjual belikan barang-barang pribadi dan

barang-barang yang merusak penjualan komoditas perusahaan. Tahun

1693 pedagangan pirbadi harus dihentikan, karena dapat menyebabkan

keruntuhan perusahaan-perusahaan Eropa.205 Di Banten pasar tekstil

dipisahkan antara penjual laki-laki (orang asing yang menjual tekstil

India dan Cina) dan juga perempuan (perempuan lokal yang menjual

tekstil setempat).206

204 S. P. Sen, “The Role of Indian Textiles in Southeast Asian Trade in the

Seventeenth Century”… 98 205 William Foster. C.I.E, The English Factories in India 1655-1660, (Oxford:

At The Clarendon Press, 1921), h. 344. 206 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I:

Tanah di Bawah Angin… h. 109.

Page 113: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

100

Tabel 3

Keluar-masuk kapal pedagang lokal dan asing di Banten akhir abad

XVI-XVII

Daerah/Negara Tonase Barang dagang Jenis dan

jumlah Kapal Keterangan

Palembang207 - 600 picol lada 2 jung Masuk

Jepara208 - Porcelain dari

Jepang

2 jung Masuk

Jepara209 100 ton Beras 50 jung Masuk

Jepara210 - 60 koyang beras 1 jung Masuk

Banda dan

Maluku

- Cengkeh, pala,

benzoin, kapur

barus dan kayu

manis

Jung Masuk

Pegu211 500 ton - 17 Jung Masuk

Pribumi Jawa 20-200 ton Barang-barang

kelontong

Kapal kecil

(Goting

Jawa)212

Masuk

207 H. T. Colenbrander, Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia Anno

1641-1642, (S’gravenhage: Martinus Nijhoff, 1900), h. 16. 208 J. A. Van Der Chijs, Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia Anno

1640-1641, (S’gravenhage: Martinus Nijhoff, 1887), h. 46. 209 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find

Economic Historis, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), h. 169. 210 J. A. Van Der Chijs, Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia Anno

1640-1641… h. 10. 211 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid II:

Jaringan Perdagangan Global, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.

326. 212 Kapal Goting Jawa tidak hanya berlayar dan singgah di Banten

untuk perdagangan. Namun, berlayar antarpulau di Nusantara, untuk pelayaran

lokal dilayani oleh kapal dengan ukuran besar 20 ton dan untuk operasi di

Page 114: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

101

Cina213

(1614)

300 ton Barang dagang

dari Cina seperti

keramik, kain dan

lainnya dan

ditukar dengan

lada

4-6 Jung

8-10 jung

Masuk

(1615) - 5 jung

(1616) - 3 jung

India214 - Rempah-rempah,

budak dan bahan

pangan lainnya

1 jung Masuk

Portugis215

(1617)

40 ton Mengangkut

bahan pahan

rempah-rempah

dan kayu cendana

4 kapal Keluar

perairan dangkal biasanya dilakukan oleh kapal-kapal yang dasarnya datar,

kapal sangat gesit di perairan. Lihat Adeng, Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur

Sutra. Patanjala Vol. 2, No. 1, (Maret 2010), h. 91. 213 Sumber Belanda menyebutkan kapal-kapal Cina yang datang ke Banten

pada setiap tahunnya antara 8-10 kapal yang masing-masing berdaya angkut

maksimum 50 ton. Pada laporan lain disebutkan 5-8 kapal Cina bertonase sampai 100

ton datang setiap tahunnya. Sementara itu catatan dari pelaut Prancis menyatakan 9-10

kapal besar, sedangkan sumber Inggris menyebutkan 3-6 kapal Cina yang seluruhnya

bertonase sampai 300 ton. Lihat H. T. Colenbrander, Jan Pietersz. Coen Bescheiden

Omtrent Zijn Bedrijf In Indie Verzameld Door, Uitgegeven Door Het Koninklijk

Instituut Voor De Taal, Land En Volkenkunde Van Nederlandsch-Indie. Vol. I,

(university of Toronto: 'S-Gravenhage Martinus Nijhoff, 1919), h. 65. 214 G. P. Rouffaer, J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597. Vol I. ('S-Gravenhage:

Martinus Nijhoff, 1929), h. 371. 215 G.P. Rouffaer En J.W. Ijzerman, De Eerst Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597, Vol. III, ('S-Gravenhage:

Martinus Nijhoff, 1929), h. 193.

Page 115: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

102

Belanda216

(1598)

- Rampah-rampah

(lada)

3 kapal Keluar

Belanda217

(1598)

- Rampah-rampah

(lada)

5 kapal keluar

Banten218

- Buah-buahan dan

hewan ternak

(ayam)

1 jung Keluar

Inggris219

(1602)

Berkapasitas

200-600 ton

Manufaktur

Inggris

4 kapal Masuk

Denmark - 600 potong kain 1 kapal Masuk

Tabel 4

Perdagangan Jung Banten dan Asia Tenggara ke Nagasaki220

Tahun Tongking Cochin

Cina Kamboja Siam Patani Banten Total

1651-1660 15 40 37 28 20 1 141

1661-1670 6 43 24 26 9 - 108

1671-1680 8 41 10 26 2 1 88

1681-1690 12 25 9 31 9 - 86

216 Kapal pertama di pimpin oleh van neck yang kembali ke Belanda setelah

kapalnya dipenuhi oleh muatan rempah-rempah. Lihat Hoesein Djajadiningrat,

Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, (Jakarta: Djambatan, 1983), h. 164 217 Kapal ke dua di pimpin oleh Van Waerwijk yang melanjutkan perjalannya

dari Banten ke Maluku. 218 H. T. Colenbrander, Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia Anno

1636, (S’gravenhage: Martinus Nijhoff, 1899), h. 102. 219 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of the English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 8. 220 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid II:

Jaringan Perdagangan Global, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.

335.

Page 116: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

103

1691-1700 6 29 23 19 7 1 85

1701-1710 3 12 1 11 2 - 29

Tabel 5

Perlayaran Kapal-Kapal Nusantara Tahun 1636221

Dari tempat-tempat di Jawa Jumlah kapal

Charingin 1

Banten 61

Karawang 1

Indramayu 3

Cirebon 9

Losari 6

Tegal 19

Pekalongan 14

Batang 3

Kaliwungu 1

Demak 5

Jepara 36

Lasem 2

Jaratan 19

Surabaya 15

Gresik -

221 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find

Economic Historis … h. 174.

Page 117: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

104

Adapun perdagangan di Banten semakin ramai dengan

adanya kapal-kapal dagang yang keluar masuk dari dan menuju Teluk

Benggala pada tahun 1675, 1676 dan 1681.222

Tabel 6

1675

Coromandel Benggala

dari Ke dari ke

2 kapal Inggris

2 kapal Portugis

4 kapal Denmark

1 kapal “Moor”

1 kapal Banten

4 kapal Denmark

1 kapal “Moor”

2 kapal Inggris

10 5 2

Jumlah pelayaran kapal dari dan ke Banten (Coromandel dan Benggala) (17)

Jumlah pelayaran kapal dari dan ke Banten semua daerah (49)

1676

Coromandel Benggala

dari Ke dari ke

1 kapal “Moor”

1 kapal tidak

teridentifikasi

3 kapal Portugis

1 kapal Denmark

2 kapal Banten

1 kapal “Moor”

1 kapal Inggris

1 kapal Portugis 1 kapal Belanda

1 kapal Inggris

222 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 262.

Page 118: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

105

2 8 1 2

Jumlah pelayaran kapal dari dan ke Banten (Coromandel dan Benggala) (13)

Jumlah pelayaran kapal dari dan ke Banten semua daerah (53)

1681

Coromandel benggala

dari Ke dari ke

1 kapal Denmark

1 kapal Perancis

1 kapal Inggris

1 kapal Banten

1 kapal Portugis 1 kapal Denmark

1 kapal tidak

teridentifikasi

1 kapal Perancis

1 kapal Denmark

5 1 2 2

Jumlah pelayaran kapal dari dan ke Banten (Coromandel dan Benggala) (10)

Jumlah pelayaran kapal dari dan ke Banten semua daerah (63)

Persaingan dagang orang-orang dari bangsa Eropa di Banten

khususnya Belanda, menjadikan perdagangan Inggris menjadi tidak

berkembang. Keadaan tersebut diperparah oleh situasi dalam Kesultanan

Banten yang menjadikan perdagangan di Banten dikuasi oleh bangsa

Eropa. Selain Belanda dan Inggris, para pedagang Perancis dan juga

Denmark semakin meramaikan pelabuhan Banten. Bahkan dalam kurun

waktu tahun 1659-1676 para pedagang Eropa sudah banyak mempunyai

kantor dagangnya di Banten.223

Dari perdagangan di Kesultanan Bantam, depot barang-barang

asing, semuanya terbagi atas Kepulauan. Orang Jawa dan penduduk

pulau-pulau lain datang untuk mengambil barang-barang asing di Banten

223 H.T. Colenbrander, Koloniale Geschiedenis: Algemene Koloniale

Geschiedenis Met Karten, (S'Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1925), h. 181.

Page 119: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

106

dan membawa produk mereka sendiri di perjalanan ke luar. Seperti

garam dari Jawa Timur, gula dari Jepara dan Batavia, beras dari

Makassar dan Sumbawa untuk dibawa ke kota Timor dan Palembang

juga membawa banyak madu dan lilin, dan yang terpenting adalah

adanya perdagang beras. Penduduk Banten menjadikan beras sebagai

makanan pokok sehari-hari, bahkan penduduk Banten menjual makanan

mereka ke orang asing dengan harga 20 sen.224

Para pelaku perdagangan di Banten yang memiliki peranan

penting adalah orang-orang Cina. Saat Belanda tiba di Banten, orang-

orang Cina pun menjadi perantara perdagangan dengan pedagang dari

negara lainnya yang ada di Banten, hal ini telah ada sejak zaman Sultan

Hasanuddin, orang-orang Cina menempati posisi penting dalam

perdagangan. Orang-orang Cina bahkan telah mempunyai tempat khusus

yang disebut Pecinan di dalam kota dengan akses luas pada jaringan

ekonomi.225

C. Peran Pasar Dalam Perdagangan

Perdagangan erat kaitannya dengan ketersediaan komoditas

tertentu yang dibutuhkan dalam proses jaringan perdagangan.

Komoditas utama dari dan ke pulau Jawa selama abad-abad awal

perkembangan Islam dalam jaringan perdagangan global seperti lada,

pala, beras, getah damar dan kayu. Sebelum masa Islam, raja-raja Jawa

224 W. Fruin Mees, Geschiedenis Van Java Deel II, (Weltevreden: Commissie

Voor De Volkslectuur, 1920), h. 98. 225 Peter Carey, Orang Cina dan Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa,

Perubahan Persepsi tentang Cina 1755-1825. Terj.Tim Komunitas Bambu, (Depok:

komunitas Bambu, 2008), h. 13.

Page 120: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

107

sedikit sekali memperhatikan masalah perdagangan komoditas sebagai

diplomasi politik.226

Perdagangan dapat didefinisikan sebagai kegiatan tukar menukar

barang atau jasa atau keduanya. Pada masa awal sebelum uang

ditemukan, tukar menukar barang dinamakan barter yaitu menukar

barang dengan barang. Pada masa modern perdagangan dilakukan

dengan penukaran uang. Setiap barang dinilai dengan sejumlah uang.

Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang

diinginkan penjual.

Aktivitas perdagangan ini merupakan kegiatan utama dalam

sistem ekonomi yang diterjemahkan sebagai sistem aktivitas manusia

yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan

konsumsi barang dan jasa. Secara umum, istilah perdagangan (trade)

dipakai untuk menjelaskan hubungan timbal balik yang dilakukan paling

tidak antar dua pihak, sebagai usaha untuk memperoleh barang melalui

pertukaran (exchange) dengan lebih menekankan aspek kebutuhan dari

pada aspek sosial.227

Pada dasarnya mekanisme perdagangan didorong oleh kebu-

tuhan akan barang atau bahan baku yang tidak dapat diperoleh atau

dibuat di suatu tempat, sementara itu di tempat lain terjadi surplus barang

sehingga terjadilah transaksi. Dalam konteks sistem sifat hubungan itu

dapat terlihat sebagai gerak atau aliran barang (movement of goods).228

226 D. J. M. Tate, The Making of Modern South East Asia Vol. I: The European

Conquest, (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1971), h. 65. 227 Windari, “Perdagangan dalam Islam”, Al-Masharif. Volume 3, No. 2, Juli-

Desember 2015, h. 21. 228 Karl Polanyi, The Great Transformation: The Political and Economic

Origins of Our Time, (Boston: Beacon Press, 1957), h. 243-270.

Page 121: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

108

Dengan demikian di dalam suatu sistem perdagangan sedikitnya

menghendaki empat unsur tingkah laku yang berkaitan dengan komoditi,

yaitu perolehan bahan baku, pembuatan barang (manufacturing),

penyebaran barang (distribution), dan pemakaian (consumtion).

Mengingat sifat komoditi yang dapat berupa barang mentah atau barang

jadi maka proses perdagangan sedikitnya dapat berupa distribusi bahan

baku dari tempat asalnya ke tempat pembuatan atau langsung ke tempat

pemakainya atau distribusi barang dari tempat pembuatan ke tempat

pemakainya.229

Pasar menduduki tempat penting bagi kinerja para pelaku

ekonomi perdagangan. Dalam struktur perekonomian kesultanan, kota

bandar dan kota istana sekaligus menjadi pusat jaringan pasar yang

tertinggi (the highest market) bagi pusat pasar tingkat menengah

(intermediate market center) di luar daerah kota bandar dan istana, serta

pasar lokal di daerah pedesaan. Dengan demikian, jaringan pasar terbagi

secara hierarkis dari pusat kegiatan ekonomi ke daerah pinggiran sesuai

dengan hubungan ekonomi yang timbal balik antara kedua belah pihak,

yaitu kota bandar atau istana dan daerah pedesaan.230

Pasar Banten merupakan pusat perdagangan baik internasional

maupun lokal dan perdagangan keliling. Selain itu pasar di Banten juga

merupakan pusat pertukaran dan pertemuan para saudagar terkemuka

dan para nahkoda kapal. Pasar di Banten merupakan salah satu sumber

penghasilan Sultan dan pemerintahan. Sultan tidak hanya mendapatkan

pajak dari perdagangan di pasar, tetapi juga ikut mencari untung dengan

229 Edward Adamson Hoebel, Everett Lloyd Frost, Cultural and Social

Anthropology, (University Of Virginia: Mcgraw-Hill, 1976), h. 225. 230 Siti Fauziyah, “Pasar Pada Masa Kesultanan Islam Banten”, Thaqafiyyat,

Vol. 13, No. 1, Juni 2012, h. 84.

Page 122: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

109

usaha dagang. Pasar dapat menjadi makna simbolis seorang penguasa.

Dengan adanya pasar, dapat dikatakan bahwa di wilayah tersebut

keamanannya terjamin untuk melakukan transaksi.231

Dalam pengertian umum, pasar adalah tempat jalinan hubungan

antara pembeli dan penjual serta produsen yang turut serta dalam

penukaran itu. Pasar tidak hanya terdapat di kota-kota pusat kerajaan,

tetapi juga di kota-kota lainnya. Pasar sangatlah erat hubungannya

dengan sifat dan corak kehidupan ekonomi kota itu sendiri. Kota dilihat

dari pengertian ekonomi adalah suatu tempat pemukiman (settlement)

yang penduduknya hidup dari perdagangan daripada pertanian.232

Hal itu sesuai pula dengan kehidupan kota-kota pusat kerajaan

dan kota-kota pelabuhan dari zaman pertumbuhan dan perkembangan

kerajaan-kerajaan maritim bercorak Islam di Indonesia. Kota-kota pusat

kerajaan dan kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Aceh, Malaka,

Demak, Banten, Gresik, Jaratan, Jepara, Surabaya, Ternate, Banda,

Gowa-Makasar, Banjarmasin, Palembang dan sebagainya, banyak

dikunjungi pedagang-pedagang besar dan kecil dari berbagai negeri

asing dan juga dari daerah kerajaan di Indonesia.233

Willem Lodewycksz menggambarkan keramaian perdagangan di

Kesultanan Banten. Bahwa di Kesultanan Banten ada tiga pasar yang

dibuka setiap hari. Pertama, terletak di sebelah Timur Kota Karangantu,

banyak ditemukan pedagang-pedagang asing dari Portugis, Arab, Turki,

231 Siti Fauziyah, “Pasar Pada Masa Kesultanan Islam Banten”… h. 84. 232 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim

di Indonesia dari Abad XIII sampai XVIII Masehi, (Kudus: Menara Kudus, 2000),

h.131. 233 Nugroho Notosusanto dkk., Sejarah Nasional Indonesia III… h. 265

Page 123: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

110

Cina, Inia, Pegu, Melayu, Benggala, Gujarat, Malabar, Abesenia, dan

dari seluruh Nusantara.234

Pasar kedua, terletak di alun-alun dekat Masjid Agung, yang

dibuka sampai tengah hari bahkan sampai sore. Di pasar ini

diperdagangkan lada, buah-buahan, senjata keris, tombak, pisau, meriam

kecil, kayu cendana dan lainnya. Demikian besar pasar kedua ini

sehingga ujungnya hampir menyambung dengan pasar pertama

dipelabuhan. Pasar ketiga, terletak di daerah Pecinan yang dibuka setiap

hari sampai malam.235

Sedangkan Cornelis de Houtman menggambarkan pasar di

Banten secara mendetail dan terperinci dalam beberapa kelompok di

pasar, yaitu: kelompok A, tempat penjualan semangka, mentimun dan

kelapa. Kelompok B, tempat penjualan gula dan madu dalam periu-

periuk. Kelompok C, tempat penjualan kacang. Kelompok D, tempat

penjualan tebu dan bumbu masakan. Kelompok E, tempat penjualan

keris, pedang dan tombak. Kelompok F, tempat penjualan pakaian laki-

laki. Kelompok G, tempat penjualan pakaian wanita. Kelompok H,

tempat penjualan rempah-rempah, benih dan biji-biji kering.236

Kelompok I, tempat orang-orang Benggala dan Gujarat menjual

barang besi dan barang tajam. Kelompok K, khusus untuk kedai orang-

orang Cina. Kelompok L, tempat penjualan daging. Kelompok M,

234 Willem Lodewijcksz, Prima Pars Descriptionis Itineris Navalis in Indiam

Orientalem, Earvmqje Rervm Qvae Navibvs Battavis Occvueevnt, (National Central

Library of Rome: Ex Officina Cornelij Nicolaj, Typographi Ad Symbolum Diarij, Ad

Aquam, 1598), h. 25-26. 235 Willem Lodewijcksz, Prima Pars Descriptionis Itineris Navalis in Indiam

Orientalem, Earvmqje Rervm Qvae Navibvs Battavis Occvueevnt… h. 26. 236 G. P. Rouffaer, J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597… h. 148-227.

Page 124: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

111

tempat penjualan ikan. Kelompok N, tempat penjualan buah-buahan.

Kelompok O, tempat penjualan sayur-sayuran. Kelompok P, tempat

penjualan lada. Kelompok Q, tempat penjualan brambang (bawang).

Kelompok R, tempat penjualan beras. Kelompok S, kios untuk

pedagang. Kelompok T, tempat penjualan emas dan permata. Urutan

kelompok lain terpisah dengan kelompok bagian dalam dan disebutkan

kelompok V, tempat perahu-perahu asing yang penuh dengan muatan

bahan makanan, dan pada kelompok akhir yaitu kelompok X adalah

tempat penjualan unggas.237

Pasar sebagai pusat perekonomian di Kesultanan Banten

penyelenggaraan hari-hari pasar sudah tentu tidak terlepas dari faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Arus barang yang akan diperdagangkan,

baik barang-barang yang berasal dari negeri-negeri di luar Indonesia

maupun barang-barang yang berasal dari daerah-daerah sekitar kota,

akan mempengaruhi waktu penyelenggaraan hari-hari pasar. Barang-

barang yang berasal dari berbagai negeri yang dibawa kapal-kapal

dagang ke Indonesia, juga tergantung pada musim yang disesuaikan

dengan arus angin yang memungkinkan untuk keberangkatan dan

pelayaran.238

Kepentingan penguasa atau raja dan pemerintahannya dalam

campur tangan soal pasar, bukan semata-mata untuk mendapatkan

keuntungan materi tetapi mungkin juga menyangkut hak milik dan untuk

melindungi kontrak-kontrak antara mereka dengan pedagang- pedagang

di pasar. Dengan demikian jelas ada hubungan kepentingan timbal balik

237 G. P. Rouffaer, J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597… h. 148-227. 238 Siti Fauziyah, “Pasar Pada Masa Kesultanan Islam Banten”… h. 87.

Page 125: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

112

antara pihak penjual dan pembeli dengan pihak penguasa. Di Indonesia

pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam, bukti-bukti tentang

pasar sebagai salah satu sumber penghasilan raja dan pemerintahan suatu

kerajaan jelas ada. Menurut berita Cina, dari tahun 1618 di Banten, setiap

hari raja menarik cukai dari pasar.239

Campur tangan raja dengan masalah pasar sebagai pusat

perdagangan sudah tentu diharapkan mendatangkan penghasilan bagi

kerajaan, untuk kepentingan pembiayaan, perlindungan keamanan dan

ketertiban termasuk para pedagang dan pasar itu sendiri. Penghasilan

yang masuk kepada raja atau penguasa guna penambahan keuangan raja

dan menambah kekayaan akan benda-benda logam berharga.240 Campur

tangan raja ataupun pemerintah dalam masalah pasar juga mempunyai

sisi yang positif yaitu untuk menertibkan pertengkaran-pertengkaran dan

kekacauan yang biasanya terjadi di pasar. Hal itulah mengapa raja

mencampuri masalah di pasar serta agar dapat memebrikan tekanan-

tekanan harga di pasar dengan pemberian lisensi.241

Selain pasar berikut ini tempat-tempat lain penunjang

perdagangan di Kesultanan Banten.

1. Kompleks keraton Surosowan terbukti merupakan quarter

untuk melaksanakan industri logam, meliputi aktivitas

pelumeran, peleburan, pengecoran, dan penempaan baik

perunggu, besi dan bahkan emas (untuk mata uang Banten).

239 Nugroho Notosusanto Dkk, Sejarah Nasional Indonesia III… H. 267. 240 Max Weber, The City Translated and Edited by Don Martindale and

Gertrud Neuwirth, (London: The Free Press, 1966), h. 67. 241 Sir John Hicks, A Theory of Economic History, (New York: Oxford

University Press, 1969), h. 33

Page 126: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

113

2. Sukadiri merupakan salah satu tempat kegiatan industri

logam dan tembikar. Sukadiri meliputi sub-cluster

Kepandean (industri logam) dan Pajantran (industri tenun).

3. Panjunan merupakan tempat kegiatan industri tembikar,

sekaligus tempat mukim pengrajin tembikar dan nelayan.

4. Jembatan Rante juga merupakan areal industri perunggu dan

besi.

5. Penjaringan merupakan tempat pertukangan jaring.

6. Pamarican merupakan salah satu tempat penyimpanan dan

pengolahan rempah-rempah.

7. Pabean merupakan areal pemukiman sekaligus tempat peng-

gudangan keramik dan tempat penarikan cukai.

8. Pacinan merupakan konsentrasi pemukiman ras Cina dengan

aktivitas bidang jasa, terutama perdagangan.

9. Karangantu menjadi tempat pemukiman orang-orang asing

(Arab, Turki, Malaya, dll.), sekaligus sebagai pelabuhan,

pasar dan pusat aktivitas nelayan.

10. Kagongan tempat pembuatan benda-benda logam terutama

gong.

11. dan sebagainya, termasuk daerah-daerah belakang yang

menghasilkan kelapa, sayur dan padi, khususnya sepanjang

aliran sungai Cibanten.242

Adapun toponomi daerah di Banten diambil dari nama jenis

perdagangan di pasar, seperti Pamarican (tempat menjual merica/lada),

Pabean (tempat pelabuhan/tol pembayaran pajak), dan Pasar Anyer

242 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 18.

Page 127: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

114

(pasar masyarakat lokal penduduk Banten). Pemunculan Banten sebagai

pusat ekonomi yang didukung dengan tumbuh berkembangnya bandar

pelabuhan, amat menguntungkan bagi tata-niaga lada sebagai komoditas

utama. Hal ini antara lain menjadi salah satu daya tarik bagi para

pedagang asing untuk mengadakan transaksi dagang. Secara tak

tersadari, dorongan faktor ekonomi ini menjadi salah satu daya ikat

integrasi sosial yang bersifat kosmopolit.243

Perbedaan kepentingan, antara lain konflik internasional yang di

campurtangani oleh kekuatan asing, mengakibatkan disintegrasi Banten,

yang bersumber dan kemudian bermuara pada kepentingan hegemoni

ekonomi. Blokade-blokade intensif dan ekstensif yang dilakukan oleh

VOC/Belanda benar-benar mengakibatkan ekonomi Banten yang semula

berlingkup eksternal dan berjarak jelajah jauh, terpuruk kembali kepada

ekonomi eksternal yang terbatas dan amat menggantungkan kepada hasil

bumi. Ujung kesemuanya ini adalah kolepsnya (collapse) sistem

ekonomi, politik dan militer Kesultanan Banten.

Kesultanan Banten merupakan kerajaan bercorak maritim yang

menitikberatkan kehidupannya pada perdagangan dan pelayaran, maka

kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh kaum ningrat yang

mendominasi perdagangan sebagai pemberi modal atau kadang-kadang

sebagai peserta. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran

merupakan sendi-sendi kekuasaan mereka yang memungkinkan kerajaan

memperoleh penghasilan pajak yang besar.244

Orang-orang Tionghoa merupakan perantara antara VOC, yang

berdagang di seluruh Kasultanan Banten, telah ada sejak zaman Sultan

243 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 20. 244 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 14.

Page 128: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

115

Hasanuddin, orang-orang Tionghoa menempati posisi penting dalam

perdagangan. Orang-orang Tionghoa bahkan telah mempunyai tempat

khusus yang disebut Pecinan di dalam kota dengan akses luas pada

jaringan ekonomi. Komoditas yang diperdagangkan di pasar-pasar Jawa

pada waktu itu, yaitu: kapas mentah, garam, nila, tembakau, jahe, sutera,

porselen dan tikar pandan.245

Komoditas tersebut dikuasai oleh pedagang perantara Tionghoa,

sekaligus pembuat kapal, pengurus dan pemelihara pasar serta pembuat

senjata. Hak-hak tersebut didapatkan setelah perjanjian antara VOC dan

Mataram pada 1677 dan Banten di sekitar Tangerang sejak tahun 1684,

para Kapten Tionghoa mendapat untung besar dari kegiatan ekonomi

yang dilakukan oleh perantara Tionghoa. Komoditas candu juga

merupakan bisnis yang sangat menggiurkan dalam hal penghasilan,

terutama bagi VOC.246

Tidak hanya para pedagang yang memainkan perannya di pasar,

tetapi para penguasa pun sama halnya dengan para pedagang lainnya.

Penguasa Banten kadang kala mencampuri urusan persediaan dan

permintaan. Agar dapat memenuhi permintaan pedagang asing atas

bingkisan besar yang berisi lada.247 Para penguasa Banten menjalankan

sebuah langkah pendahuluan dalam pembelian, ia membeli lada dengan

harga yang rendah dari produsennya dan menimbunnya, yang kemudian

ia jual kepada Belanda dengan harga yang tinggi. Orang-orang Belanda

245 Peter Carey, Orang Cina dan Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa,

Perubahan Persepsi tentang Cina 1755-1825… h. 13 246 Ames R. Rush, Opium To Java, Jawa dalam Cengkraman Bandar-Bandar

Opium, Indonesia Kolonial 1860-1910, Terj. E. Setyawati Alkhatab, (Yogyakarta:

Mata Bangsa, 2000), h. 52. 247 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630…h. 406.

Page 129: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

116

merasa dijadikan korban para penguasa Banten yang telah melakukan

monopoli perdagangan terhadap pedagang Belanda.

Para penguasa Banten memiliki perkebunan sendiri yang digarap

oleh budak mereka. Perkebunan tersebut meliputi perkebunan lada yang

hasilnya dibawa ke kota. Namun, Van Leur mengatakan para penguasa

Banten tersebut merupakan pelaku perdagangan, tetapi tidak

mendominasi lalu lintas perdagangan Banten. Karena, pelaku

perdagangan di Banten dalam yang mendominasi dilakukan oleh para

pedagang dari luar negeri.248

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, para penguasa

Banten kadang kala mencampuri urusan persediaan dan permintaan.

Agar dapat memenuhi permintaan pedagang asing atas bingkisan besar

yang berisi lada.249 Selain penguasa Banten, perdagangan di Banten erat

kaitannya dengan peran syahbandar pada wilayah itu. Secara umum

syahbandar dapat diartikan sebagai penguasa pelabuhan, atau raja

pelabuhan. Tugas utama syahbandar adalah mengurus dan mengawasi

perdagangan orang yang dibawahinya.

Dalam hal ini, termasuk pengawasan pasar dan gudang,

syahbandar juga mengawasi timbangan, ukuran barang dagang, dan mata

uang. Oleh karena itu, syahbandar biasanya diangkat dari kalangan

saudagar asing. Syahbandar bertugas memberi petunjuk mengenai cara-

cara berdagang, ia pula yang menentukan pajak yang harus dipenuhi oleh

248 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find

Economic Historis… h. 175. 249 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630…h. 406.

Page 130: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

117

para pedagang dan akan diserahkan kepada raja. Syahbandar merupakan

pelaku perdagangan yang sanagat penting di Banten di abad XVII.250

Komoditas yang diperdagangkan di pasar-pasar Jawa pada waktu

itu, yaitu: kapas mentah, garam, nila, tembakau, jahe, sutera, porselen

dan tikar pandan. Komoditas tersebut dikuasai oleh pedagang perantara

Cina, sekaligus pembuat kapal, pengurus dan pemelihara pasar serta

pembuat senjata. Para kapten Cina mendapat untung besar dari kegiatan

ekonomi yang dilakukan oleh perantara Cina.251 Komoditas rempah-

rempah merupakan bisnis yang sangat menggiurkan dalam hal

penghasilan, terutama bagi Belanda dan perusahaan Inggris.

250 Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka,

1984), h. 146. 251 Peter Carey, Orang Cina dan Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa,

Perubahan Persepsi tentang Cina 1755-1825… h. 22.

Page 131: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

118

BAB V

EKONOMI POLITIK DAN PERDAGANGAN BEBAS

A. Buka-Tutup Sistem Perdagangan Bebas

1. Perdagangan Bebas (Terbuka)

Kebesaran Banten yang tercatat dalam berbagai rekaman

sejarah itu bukan hanya karena letaknya yang stategis dan berada pada

jalur sutra. Transportasi air saat itu menjadi satu-satunya jalan yang

dapat menghubungkan antara berbagai negara, akan tetapi karena daerah

kekuasaan banten cukup luas hingga mencapai Lampung, Palembang,

dan Landak (Kalimantan) dan beberapa daerah yang menyimpan banyak

kekayaan alam terutama rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh

pasar internasional (terutama kawasan pasar di Eropa dan Timur

Tengah).252

Secara kultural, penduduk yang mendiami wilayah

Kesultanan Banten berasal dari berbagai etnik dan suku bangsa. Namun,

demikian suku bangsa mayoritas menggunakan bahasa Sunda sebagai

bahasa pergaulan sehari-hari. Sementara, di wilayah Banten Utara suku

bangsa Jawa merupakan sebuah komunitas yang menggunakan bahasa

Jawa sebagai ibunya.253

Keberadaan pelabuhan-pelabuhan, selain mendorong

kedatangan para saudagar dari Nusantara, aktivitas politik maupun

ekonomi ras Eropa, Cina, Arab, dan lain-lain, juga menjadi komunitas

yang melengkapi kedua suku sebelumnya. Pada sekitar abad XVII,

252 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, Banten dalam

Perjalanan Sejarah, (Banten: Disbudpar, 2012), h. 1 253 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, Banten dalam

Perjalanan Sejarah … h. 2.

Page 132: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

119

komunitas Cina memiliki perkampungannya tersendiri yang kemudian

disebut dengan Kampung Pecinan. Pedagang Cina yang bertempat

tinggal menetap berfungsi pula sebagai pedagang perantara.254

Sementara komunitas Arab lebih banyak memberikan peranan penting

dalam proses penyebaran Islam di Banten, walau dalam aktivitas

ekonominya mereka juga memiliki peran yang cukup penting.255

Perdagangan bebas biasanya terlarang bagi pedagang Cina

dan mereka harus memilih di antara dua alternatif yang sangat berbahaya

yaitu menerima berintegrasi dalam hierarki dan mengelola transaksi

perdagangan sebagai pegawai negeri atau mencari keuntungan

individual dan bersifat ilegal, dengan setiap saat mengambil resiko

menjadi korban penyitaan musiman yang diterapkan negara untuk

mempertegas kekuasaannya.256

Sistem ekonomi politik dan perdagangan bebas Kesultanan

Banten lahir akibat meningkatnya kegiatan ekonomi. Kebijakan politik

tersebut dibuat berlandaskan ekonomi, sehingga Banten menetapkan

bahwa semua bangsa asing harus mempunyai wakil dalam pemerintahan,

wakil-wakil tersebut merupakan para pedagang di Banten. Peraturan ini

juga dikenakan pada bangsa-bangsa Eropa, peran sebagai penjamin dan

wakil bangsa asing sendiri dijabat oleh kepala loji.257 Puncak struktur

birokrasi dikepalai oleh patih (wazir besar), sedangkan fungsi pengadilan

254 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987), h. 72. 255 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama Dan

Jawara, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), h. 82 256 Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya, Jilid I. (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1996), h. 298. 257 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, (Jakarta:

Pusat Penelitian dan Perkembangan Arkeologi Nasional, 2008), h. 94.

Page 133: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

120

keagamaan dipegang oleh Fakih Najmuddin yang dibantu oleh dua

kliwon. Jabatan itu ada bagian yang mengurusi administrasi dan

pengawasan atas penanaman lada, produksi, dan perdagangan yang

disebut Ponggawa. Sementara Syahbandar ditugasi mengawasi

perdagangan luar negeri di pelabuhan. Tingkat hierarki yang paling

bawah di duduki oleh yang memangku jabatan Ngabuey dan Lurah yang

ditugasi mengawasi sejumlah rumah tangga. Tugas utama mereka adalah

memungut pajak dan upeti serta memelihara ketertiban umum.

Kebijakan sistem perdagangan bebas ini menimbulkan

kelompok dagang Asia yang digolongkan dalam 2 kelompok yaitu:

orang-orang kaya yang memasukkan uangnya ke dalam dunia

perdagangan secara insidental258. Kelompok berikutnya adalah para

saudagar kelontong atau saudagar keliling, mereka ini biasanya

merupakan pemilik modal yang ikut langsung dalam dunia perdagangan

dengan cara ikut berlayar bekeliling menjajakan barang dagangannya.259

Abad XVI, Kesultanan Banten menerapkan kebijakan

perdagangan bebas terbuka dengan melakukan swasembada dalam hal

bahan makanan. Sepanjang abad ini Banten menjadi pengekspor bahan

makanan. Para penguasa mengembangkan pertanian dan membangun

proyek-proyek untuk memperluas lahan dengan membuka hutan serta

mengembangkan irigasi. Dengan mengikuti kebijakan ini, secara

keseluruhan Banten mempunyai persediaan bahan pangan yang

memadai.260

258 Insidental adalah terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu

tertentu saja, tidak secara tetap atau rutin, sewaktu-waktu. Lihat Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jilid II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 381. 259 M. A. P. Meilink-Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630, (Yogyakarta: Ombak, 2016), h. 93. 260 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 204.

Page 134: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

121

Perdagangan bebas Kesultanan Banten terbagi atas

perdagangan bebas terbuka dan tertutup. Abad XVI, dalam sistem

perdagangan bebas terbuka peranan pedagang Nusantara dan pedagang

Cina di Banten bersifat komplementer (barang yang kegunaannya saling

melengkapi satu sama lain). Mereka bertalian erta dengan saling

ketergantungan antara pedagang rempah-rempah dan komoditas lainnya,

seperti bahan pakaian, buah-buahan, bumbu dapur dan lainnya.261

Seiring dengan adanya kebijakan perdagangan bebas yang

diterapkan oleh Kesultanan Banten dengan peningkatan kegiatan

ekonomi yang mendatangkan kemakmuran dan juga kekuatan negara,

Kesultanan Banten berupaya memperluas wilayah kekuasaannya ke

daerah sekitarnya yang dipandang dapat menguntungkan perekonomian

Banten. Kebijakan perdagangan bebas (terbuka) dimulai pada masa

pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), yang berhasil

memperluas daerah kekuasaan hingga ke Lampung, Bengkulu sampai

Solebar. Perluasaan wilayah ini dimaksudkan untuk kepentingan

perdagangan Banten, untuk membuka jalur pedagangan mancanegara.262

Adapun kebijakan ekonomi dari Sultan Maulana Hasanuddin

dalam sektor perdagangan di Banten ialah berusaha meningkatkan

pendapatan rakyat melalui pertumbuhan pasar yang cepat. Dengan

dibukanya perdagangan bebas ini, pasar Banten menjadi pusat

persinggahan perdagangan rempah-rempah dari Eropa maupun Asia dan

dari daerah-daerah di Nusantara. Kebijakan lainnya yaitu mencetak mata

261 Yanwar Pribadi, “Era Niaga di Nusantara pada Masa Kerajaan Islam

(1500-1700) M”. Jurnal Al-Qalam. Vol 22. No 1, (Januari-April 2005), h. 77. 262 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900… h.

112.

Page 135: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

122

uang sendiri yang disebut real Banten, guna mempermudah transaksi

jual-beli.263

Selanjutnya, masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf

(1570-1580), kegiatan ekonomi yang dilakukan adalah melanjutkan

kebijakan ekonomi yang sudah ada dimasa pemerintahan sebelumnya

yaitu dengan meningkatkan produksi pertanian, guna menunjang

perniagaan. Pada masa pemerintahannya, perdagangan Banten sudah

sangat maju dengan membuka perdagangan bebas terbuka ini Banten

dianggap sebagai sebuah kota pelabuhan emporium, tempat barang-

barang dagangan dari berbagai penjuru dunia digudangkan dan

kemudian di distribusikan.264 Pada tahun 1580, Maulana Yusuf

meninggal dunia dan digantikan oleh putera mahkota Maulana

Muhammad yang saat itu baru berusia 9 tahun.

Keadaan politik internal mengalami permasalahan saat putra

mahkota Maulana Muhammad belum cukup umur untuk menjadi

seorang raja. Sehingga saat itu kaum bangsawan menginginkan adik dari

Sultan Maulana Yusuf, yaitu Pangeran Aria Jepara untuk menduduki

takhta dengan alasan putra mahkota masih terlalu kecil. Sedangkan kaum

pedagang menghendaki naik takhtanya putra mahkota Maulana

Muhammad sebagai raja Banten. Namun, akhirnya kadhi (hakim agung)

bersama empat tokoh dari kalangan pedagang membentuk kewalirajaan.

Hal ini tercatat dalam bukti Sejarah Banten, pupuh XV, nomor 37-39,

halaman 360-361.265

263 Halwany Michrob, A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten,

(Jakarta: Saudara, 1993), h. 78. 264 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten, (Jakarta:

Djambatan, 1983), h. 161. 265 Manuscript Sejarah Banten Br. 625.

Page 136: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

123

Pengangkatan wali raja dilaksanakan setelah adanya gejolak

dalam istana, terjadi perang saudara yang terjadi di Kesultanan Banten,

yaitu antara Pengeran Jepara (adik Sultan Maulana Yusuf) yang

berkeinginan untuk menduduki takhta kerajaan, dengan para abdi dalem

kerajaan atau hakim agung dan para wali raja yang lainnya termasuk para

pengeran yang tidak ingin Pangeran Jepara menjadi raja di Banten.

Akibatnya terjadi pertempuran hebat di luar istana. Dalam

pertempuran itu, Pengeran Jepara akhirnya tewas ditangan Mangkumi

dan seluruh pasukan pemberontak kembali ke Jepara. Dari Sejarah

Banten disebutkan bahwa para wali raja, warga dan Ponggawa

mendukung Ki Mangkubumi sebagai wali raja yang sah, dan setelah itu

putra mahkota dinobatkan menjadi Sultan Banten dengan gelar Kanjeng

Ratu Banten Surosowan dengan perwalian di bawah Mangkubumi, dan

politik Kesultanan Banten menjadi lebih kondusif.266

Sultan Maulana Muhammad (1580-1596) dikenal sebagai

seorang sultan yang amat sholeh. Pada masa pemerintahannya, ekonomi

Kesultanan Banten tidaklah mengalami kemajuan yang signifikan. Hal

tersebut karena sultan mempunyai tugas yang lebih penting yaitu

penyebaran agama Islam dan menulis kitab-kitab serta memperindah

bangunan Masjid Agung Banten. Untuk tempat peribadatan

dibangunnya masjid-masjid sampai ke seluruh daerah di wilayah

Kesultanan Banten. Di akhir hidupnya, Maulana Muhammad

mengadakan penyerbuan ke Palembang untuk memperluas kekuasaan.

Namun, hal tersebut berakhir saat sultan tertembak oleh pasukan

Palembang.267

266 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 181. 267 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 182

Page 137: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

124

Pengganti Sultan Maulana Muhammad adalah Sultan Abdul

Mufakir Mahmud Abdulkadir (1596-1647), yang saat itu masih berusia

5 bulan. Pada masa ini, ekonomi politik dan perdagangan bebas dipegang

oleh waji raja Pangeran Ranamanggala. Masa pemerintahan

Ranamanggala mengubah kebijkan ekonomi politik dan perdagangan

bebas terbuka menjadi tertutup. Hal ini akan dijelaskan pada point

berikutnya.

Sebelum memasuki kebijakan perdagangan bebas tertutup,

ekonomi politik yang signifikan pada akhir abad XVI adalah adanya

kekuatan politik bangsawan yang menjalankan perdagangan bebas

terbuka di Banten. Posisi penguasa biasanya dilindungi oleh kekuatan

bangsawan, setiap bangsawan mengendalikan satu kawasan dari satu

daerah di Banten, dan daerahnya dijaga oleh pasukan, tentara sewaan dan

pekerja-pekerjanya.

Campur tangan administrasi dalam urusan pelayaran dan

perdagangan di pelabuhan dan rumah penimbangan berada dalam

genggaman syahbandar (India dan Cina).268 Selain itu, kepemilikan

kapal laut untuk berdagang merupakan sumber pendapatan bagi mereka,

karena bangsawan menyewakan perahunya kepada rakyat yang tidak

268 Syahbandar dari India bernama Sancho Moluko. Dalam catatan Belanda

seorang syahbandar merupakan saudagar yang ikut dalam aktivitas perdagangan.

Bahkan syahbandar memiliki kekayaan dan memiliki istana sendiri di Banten.

syahbandar India tersebut diketahui berdagang dalam jumlah besar, dan ia sanggup

memasok kapal-kapal Belanda dengan 200 ton lada dalam sekali waktu. Lihat M. A. P.

Meilink-Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di Nusantara Antara 1500

dan Sekitar 1630… h. 389. Sedangkan syahbadar dari Cina beranama Sim Suan,

seorang saudagar Cina yang memlilih untuk bekerja sama dengan Belanda, yang pada

akhirnya menimbulkan banyak hutang kepada Belanda. Akibat memasok lada ke Cina

dengan modal berhutang kepada Kompeni Belanda. Lihat Ijzerman, Cornelis Buijsero

te Bantam 1616-1618, (S’gravenhage: Martinus Nijhoff, 1932), h. 231.

Page 138: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

125

memiliki kapal sendiri. Mereka pun mempunyai kepemilikan tanah dan

rumah-rumah di daerah tersebut.269

Kekuatan politik yang dimiliki oleh para bangsawan di

Banten tidak dapat diragukan lagi, ini terlihat dari posisi mereka. Para

bangsawan Borjuis terdiri dari bangsawan saudagar, yaitu pedagang

borongan. Di Banten, yang merupakan pelabuhan Selatan bagi

perdagangan Bangsa Cina, para saudagar Cina merupakan bagian kaum

bangsawan yang penting.270 Para bangsawan dan saudagar yang menetap

di Banten mengirimkan uang mereka ke Cina untuk berdagang. Selain

bangsawan dan saudagar dari India dan Cina terdapat pula sudagar dari

kaum pribumi bersama dengan bangsawan dari Nusantara seperti Bugis,

Banjar, Banda, Ternate, Makassar, dan Jawa Timur. Mereka bertempat

tinggal di pinggiran Kota Banten, dan bahkan kekuataan politik dari para

bangsawan dan saudagar ini bertahan hingga awal abad XVII.271

Namun, memasuki masa abad XVII ekonomi politik Banten

sepenuhnya dipegang oleh Sultan Banten. Meskipun beberapa

bangsawan dan saudagar masih memainkan peran penting di Banten

namun, dalam pengawasan sultan. Masa pemerintahan Sultan Ageng

Tirtayasa, Kesultanan Banten menerapkan kembali kebijakan sistem

perdagangan bebas terbuka, yaitu dengan membuka sistem jual-beli

barang, arus modal dan tenaga kerja secara bebas antara negara-negara

tanpa ada hambatan dalam proses perdagangan. Kebijakan Sultan Ageng

269 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find

Economic Historis, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), h. 113. Lihat Dagh Register

1624-1629, h. 149. 270 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find

Economic Historis … h. 113. 271 J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find

Economic Historis … h. 115.

Page 139: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

126

Tirtayasa dalam bidang ekonomi yaitu memulihkan perniagaan di

Banten dengan membuat saluran antara Pontang dan Tanara agar dapat

dilayari kapal dan mengairi daerah sekitarnya hingga menjadi daerah

penghasil pangan bagi Banten.272

Saluran air yang dibangun pada tahun 1660-1670 yang

dilakukan oleh rakyat Banten di sepanjang saluran air terdapat

persawahan baru untuk mendukung persediaan makanan bagi rakyat

Banten. Untuk meningkatkan bidang ekonomi sultan melakukan

kebijakan dengan cara meningkatkan hasil bumi serta memperkuat

armada guna menjamin keamanan para pedagang di perairan Banten.273

Hal tersebut dilakukan karena Sultan Ageng Tirtayasa menerapkan

ekonomi pasar bebas terbuka dan anti monopoli.274

Tidak hanya dalam bidang perdagangan, sultan pun

meningkatkan ekonomi dalam sektor pertanian. Banten yang merupakan

daerah agraris, yang sebagian besar rakyatnya bermata pencaharian

pertanian sangat perlu dikembangkan karena mempunyai peran penting

dalam pembangunan Kota Banten. Pembangunan pertanian ini

merupakan bagian penting yang harus diprioritaskan yang bertujuan

untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi serta meningkatkan

pendapatan tarif hidup petani. Keanekaragaman hayati merupakan salah

satu hasil nilai sentral dari pembangunan pertanian di masa akan datang,

272 M. Harun Yahya, Kerajaan Islam Nusantara Abad XV-XVII M,

(Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera, 1995), h. 39. 273 Sutrisno Kutoyo, Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan

Kolonialisme di Daerah Jawa Barat, (Jakarta: Depdikbud, 1995), h. 42. 274 Hasan Muarif Ambary, Panggung Sejarah, (Jakarta: Yayasan Obor

Indoesia, 1999), h. 273-274.

Page 140: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

127

maka harus dikembangkan untuk menghasilkan produk pertanian yang

memiliki daya saing yang tinggi.275

Ketika Belanda menerapkan sistem monopoli perdagangan,

oleh karena itu Sultan Ageng Tirtayasa menerapkan perdagangan bebas.

Sejak kedatangan pedagang Belanda, hubungan Banten dan Belanda

semakin memburuk. Akibat adanya desakan dari Belanda agar Banten

memberikan hal monopoli dagang bagi Belanda. Keinginan Belanda

ditolak oleh Sultan Ageng Tirtaya, karena bertentangan dengan

kebijakan Banten yang menerapkan perdagangan bebas bukan sistem

monopoli yang dapat merugikan Banten.276

Sultan Ageng Tirtayasa merupakan musuh besar Kompeni

Belanda saat Banten tidak menyerahkan hak monopoli dagang kepada

Belanda, sultan mengeluarkan kebijakan untuk memperluas daerah

kekuasaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa menjalankan ekonomi politik

perdagangan bebas terbuka dan mengusir Belanda dari Batavia,

kebijakan ini dijalankan sama halnya dengan beberapa negara yang

menganut sistem perdagangan bebas seperti di Banten yaitu, Inggris,

Denmark, Surat, Karamandel, Benggala, Siam, Cina, dan Tomkin.277

Sejak pertangahan abad XVII, rongrongan politik

perdagangan dari pihak Kompeni Belanda terhadap Kesultanan Banten

mulai santer, tetapi sebaliknya untuk menanggulangi dan menentangnya

pihak Banten makin meningkatkan kekuatannya. Konflik pertama

Kesultanan Banten sudah di mulai sejak akhir abad XVI, akibat adanya

275 Edi S, Ekadjati, “Kesultanan Banten dan Hubungan dengan Wilayah

Luar”. Makalah, Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra, (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h.22 276 Edi S, Ekadjati“Kesultanan Banten dan Hubungan dengan Wilayah

Luar”… h.22. 277 Kosoh S, dkk, Sejarah Jawa Barat, (Jakarta: Depdikbud, 1979), h. 88

Page 141: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

128

ikut campur Belanda dalam urusan ekonomi politik di Kesultanan

Banten, bahkan Belanda telah mendirikan Vereenidge Oost Indische

Compagnie (VOC) pada tahun 1602, dan telah menerapkan monopoli

perdagangan yang tujuan akhirnya untuk penguasaan secara politik

terhadap Kesultanan Banten.278 Akibatnya sejak tahun 1656 terjadi

peperangan yang terus-menerus terutama antara bulan Mei 1653 sampai

Juli 1659 di daerah-daerah perbatasan antara Angke Tangerang, bahkan

juga diperairan Teluk Banten.279

Keadaan tidak kondusif kembali terjadi di Kesultanan Banten

dan mulai memuncak ketika masa Sultan Ageng Tirtayasa. Akibat

adanya ikut campur Belanda hingga menyebabkan perang antara

keduanya yang memakan waktu hampir satu tahun. Adanya perang

tersebut pihak Belanda kerugian yang sangat besar baik benda maupun

jiwa. Ditambah bahwa Belanda memaksa monopoli perdagangan yang

merupakan awal dari pada pemaksaan kolonialismenya. Pada tanggal 10

Juli 1659 diadakanlah perjanjian antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan

Belanda dan disaksikan oleh Kiai Damang Dirade Wangsa dan Kiai

Ingalu Marta Sidana Ang merupakan utusan dari Sultan Jambi.

Dari pihak Belanda diwakili oleh Gubernur Jendral dan dari

pihak Banten ialah sultan beserta pembesar-pembesarnya. Perjanjian

tersebut terdiri dari 12 pasal yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Pertama bahwa telah disetujui dan diputuskan oleh kedua

belah pihak bahwa semua penduduk yang berasal dari Jakarta

yang memasuki daerah sultan baik umum maupun tentara

278 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900… h.

113-115. 279 Uka Tjandrasasmita, Sultan Ageng Musuh Besar Kompeni Belanda,

(Jakarta: Yayasan Kebudayaan Nusalarang, 1967), h. 12-16.

Page 142: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

129

tanpa memandang dari keturunan atau bangsa yang selama

peperangan terakhir atau sebelumnya pernah ditangkap oleh

sultan maka akan dikembalikan, seperti halnya oleh

Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia terhadap orang Banten

yang berada di Jakarta, kecuali yang telah disunati dan telah

di Islamkan oleh sultan tidak akan ditahan untuk kembali ke

Jakarta, tetapi dengan kehendak sendiri pergi dari atau tetap

berdiam di Banten tanpa ada yang merintanginya, terutama

mereka yang sekurang-kurangnya telah pergi selama tiga

bulan ke atas dan disunati, tetapi yang disunati baru saja

waktu itu diduga atau masih dala tiga bulan maka oleh sultan

akan dikembalikan atau dibayar kepada sipemiliknya

sehingga mencapai jumlah tertentu yang akan ditaksir, dan ia

yang ada pada masa dibuatnya perjanjanjian ini atau setelah

perantara-perantara dari Jambi yang pertama kali datang dari

Jakarta ke Banten dan memeluk agama Islam seta disunati

maka dengan cara bagaimana pun tanpa kekecualian

hendaknya dikembalikan ke Jakarta baik dengan kemauan

sendiri atau bukan, tanpa pemisah-pemisah sebagaimana juga

tentara yang ke Jakarta dan mereka itu orang-orang Islam.

2. Bahwa Sultan Banten akan menyerahkan kembali semua

lembu dan kerbau yang oleh pihak rakyatnya pernah diambil

dari daerah Jakarta.

3. Bahwa apabila permintaan ini dipenuhi muka kapal-kapal

yang menduduki daerah perairan Banten oleh Gubernur

Jendral dan Dewan Hindia akan dipanggil kembali untuk

membersihkan pelabuhan-pelabuhan tersebut, dan kemudian

Page 143: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

130

segala kegiatan yang bersifat permusuhan baik di darat

maupun di laut akan dihentikan dan selanjutnya perdamaian

antara Jakarta dan Banten akan di jaga serta dipelihara agar

berlaku terus menerus.

4. Bahwa Gubernur Jendral dan Dewan Hindia kembali

sebagaimana sediakala untuk terus menerus menepatkan

wakilnya di Banten untuk mengurus kepentingan-

kepentingannya, dan untuk itu akan diduduki suatu tempat

oleh Gubernur Jendral dan tidak disewa. Tetapi juga tempat

tersebut hendaknya setelah dianggap baik.

5. Bahwa sultan akan memberikan perintah dan akan

memelihara sendiri tempat atau rumah itu dan dapat

dipastikan bahwa perwakilan-perwakilan yang tinggal di

sana dapat terjamin keamanannya baik pada waktu malam

atau pun siang, tidak ada orang yang memaki-maki serta

menghina.

6. Beberapa warga dari Jakarta yang menggabungkan diri ke

Banten oleh sultan tidak akan diperngaruhi baik

kepercayaannya ataupun dengan perlakuan apapun, tetapi

hendaknya dilindungi atau ditahan dan diserahkan kembali

baik mengenai orang-orang biasa maupun tentara tanpa

pemisah kebangsaannya atau perorangannya. Seperti halnya

Gubernur Jendral dan Dewan Hindia dipihak lain akan

demikian.

7. Oleh karena sewaktu-waktu ternyata barang-barang

kebanyakan dicuri atau dilarang, dan para pedagang dari

Jakarta dipaksa ke Banten sehingga menimbulkan kerusakan

Page 144: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

131

dan banyak kerugian bagi Kompeni Belanda dan yang

bertempat tinggal di Jakarta demikian pula seperti halnya

dengan perwakilan-perwakilan yang ada di Banten,

hendaknya dijanjikan bahwa semua kapal-kapal dari Jakarta

yang datang di Banten untuk berkunjung dan ternyata ada

barang-barang yang dicuri atau dilarang masuk atau juga

ditahan maka dapat diambil kembali tanpa ada perlawanan

dari seseorang. Tetapi abdi-abdi dari sultan hendaknya

ditahan dan dalam hal ini dimohon bantuannya agar barang-

barang yang dicuri atau dilarang itu ditahan, kemudian

dikembalikan di Jakarta meskipun barang-barang itu tidak

termasuk barang-barang yang kena cukai.

8. Untuk kapal-kapal yang melewati yang akan mengganti air

dan dipesan oleh perwakilannya tidak akan dikenakan wajib

membayar cukai pelabuhan seperti biasanya sejak masa-masa

lampau.

9. Kemudian dijanjikan serta diputuskan bahwa batas pemisah

daerah antara Banten dan Jakarta ialah sungai Untung Jawa

dari laut hingga darat melalui pegunungan.

10. Dan oleh karena semua penduduk dari kedua belah pihaknya

harus ada ketenangan dari gangguan pembunuhan serta

perampokan yang jahat dihutan-hutan atau dipegunungan

maka orang dari Banten tidak diperkenankan datang di

daerah Jakarta bahkan juga sungai-sungai dan anak-anak

sungainya, kecuali yang termasuk orang-orang Banten

sendiri atau karena keadaan darurat, atau kesemuanya itu

akan dianggap musuh, akan ditangkap atau dibunuh tanpa

Page 145: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

132

terjadi permutusan perdamain ini. Akan tetapi mengenai

sungai Untung Jawa karena terutama telah dimengerti serta

diputuskan bahwa dapat dilayari dan dipergunakan baik oleh

penduduk Banten maupun penduduk Jakarta, akan tetapi

sekurang-kurangnya akan mendapat keterangan dari

Gubernur Jendral dan Dewan Hindia dan dari sultan juga

perwakilan Belanda yang oleh Gubernur Jendral dan Dewan

Hindia diperintahkan ke Banten untuk memberitakan sesuatu

di sana, dan hendaknya hal-hal yang baik dipisahkan daripada

yang jahat-jahat.

11. Dan karena pasal-pasal ini dilakukan dengan rasa keagamaan

maka hendaknya ditandatangani oleh Gubernur Jendral dan

Dewan Hindia disatu pihak dan oleh Paduka Sri Sultan dan

pembesar-pembesar Banten dipihak lain.

12. Dan perjanjian perdamain ini akan dipelihara baik-baik dan

diteruskan tidak hanya pada waktu Gubernur Jendral dan

Dewan Hindia yang sekarang saja juga tidak hanya pada

waktu Paduka Sri Sultan dan pembesar-pembesar Banten

yang sekarang saja, tetapi juga pengganti-pengganti yang

terhormat dan turunan-turunannya.280

Meskipun baru saja tanggal 10 Juli 1659 terjadi perjanjian

dan perdamain namun, Sultan Ageng Tirtayasa menganggap perlu

kewaspadaan dalam menghadapi masa yang akan datang bila terjadi

sewaktu-waktu perang dan pertempuran. Untuk peperangan tersebut

280 Manuscript perjanjian Banten dan Belanda. Renovatie Van De Acte

Obligator. Kode Arsip Bantam 66,67,68, Koleksi Arsip Nasional (ANRI). Di akses

pada tanggal 22 November 2018. Lihat terjemahan dalam Uka Tjandrasasmita, Sultan

Ageng Musuh Besar Kompeni Belanda... h. 24-26.

Page 146: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

133

Kesultanan Banten memperkuat pasukan-pasukan dengan daerah-daerah

sekitarnya, Kesultanan Banten mengadakan hubungan dengan berbagai

negara seperti, India, Mongol, Arab, dan Inggris. Utusan dari Kesultanan

Banten ke negeri Inggris terjadi pada tanggal 10 November 1681 dengan

rombongan yang dipimpin oleh Ngabehi Naya Wipraya dan Jaya

Sendana. Pengiriman utusan tersebut bukan hanya untuk persahabatan

semata tetapi juga dalam usaha meminta bantuan persenjataan.281

Selain dari perjanjian yang telah disepakati di atas, sultan

Ageng pun membuat beberapa kebijakan ekonomi politik yang di buat

untuk para pedagangan, adapun kebijakan mengenai ekonomi politik

diantaranya:

1. Kegiatan ekonomi yang menguntungkan semua pihak dengan

cara tetap menghidupkan perdagangan, tetapi diperkuat

dengan ketahan pangan dalam negeri.282

2. Memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan daerah

kekuasaan.

3. Mengusir Belanda atau kompeni dari Batavia, karena

Belanda dianggap sebagai musuh yang menyebabkan

kemunduran Kesultanan Banten.

Segala kebijakan yang di buat sultan dilakukan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat Banten.283

Sumber daya alam yang subur sangat berpotensi untuk

mengembangkan sektor pertanian dan perkebunan. Sultan membuat

sistem irigasi dan kanal-kanal. Selain pertanian dari hasil perkebunan

281 Uka Tjandrasasmita, Sultan Ageng Musuh Besar Kompeni Belanda... h. 26. 282 Ragam Pustaka Budaya Banten… h. 27. 283 Heru Erwanto, Kota dan Kabupaten dalam Lintasan, (Sumedang: Al-

Quprin Djatingangor, 2006), h. 40, 348.

Page 147: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

134

seperti kelapa dan lada menjadi komoditas yang ditingkatkan oleh sultan

untuk menopang perdagangan. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut

maka Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan pemindahan dan

pembuatan pemukiman baru diperkebunan baru tersebut. Pemindahan

tersebut mencapai 5000 orang laki-laki yang sehat disertai keluarga

mereka. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar sehingga

memerlukan pemukiman baru untuk menopangnya.284

Selain kebijakan yang tersebut di atas, adapun kebijakan

lainnya yang dilakukan sultan untuk membangun perekonomian yang

baik bagi penduduk Banten, Kesultanan Banten diantaranya

mengadakan hubungan diplomasi dengan bangsa-bangsa lain semakin

ditingkatkan, pengembangan sumber daya pengairan/sistem irigasi,

mengembangkan tanaman lada dan kelapa diseluruh daerah

kekuasaannya, dan ekspor hasil pertanian. Dari usaha-usaha dan

kewajiban yang diterapkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat

Banten menjadi kota yang besar dan makmur dan mencapai puncak

keemasan disepanjang pertengahan abad XVII dan menjadikan Banten

sebagai pelabuhan internasional yang ramai di kunjungi oleh para

pedagang asing.285

Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan

Banten puncak keemasan mulai menurun di akhir abad XVII. Perebutan

kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya

Sultan Haji, dimanfaatkan oleh Belanda untuk memecah belah diantara

keduanya. Selain memanfaatkan situasi tersebut, pokok pertikaian antara

Kesultanan Banten dengan Kompeni Belanda adalah masalah

284 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 156. 285 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 156

Page 148: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

135

perdagangan, pihak Kompeni Belanda selalu mencegah perdagangan

dari Kesultanan Banten dengan daerah tersebut karena keinginan untuk

monopolinya. Sejak pertengahan abad XVII Kesultanan Banten

merupakan pintu gerbang masuknya barang perdagangan dari dan ke

Kepulauan Nusantara.286

Perang saudara yang berlangsung di Kesultanan Banten

meninggalkan ketidakstabilan pemerintah masa berikutnya. Konflik

antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan

masyarakat Banten atas ikut campurnya Belanda dalam urusan Banten.

Maka Kesultanan Banten pada akhirnya dikuasai oleh Belanda.

Kedaulatan Kesultanan Banten sangat penting bagi sebuah

negara, sebab perdagangan bebas hanya dapat terjadi jika negara tersebut

dapat dengan bebas berhubungan dengan negara lain tanpa melalui pihak

ketiga. Pihak ketiga di sini adalah penguasa teratas dari sebuah negara

atau wilayah. VOC setelah tahun 1684, menjadi pihak ketiga dari

Banten, karena tindakannya sebagai penguasa di atas Banten. Ketika

Kesultanan Banten jatuh ke tangan VOC, akibatnya VOC menjalankan

monopoli perdagangan rempah-rempah di Kesultanan Banten di tahun

1684, dan setelah jatuhnya Banten di tahun 1684, ternyata tidak berarti

apa-apa terhadap perdagangan rempah-rempah terutama lada dan

cengkeh di Hindia Timur 287

Harga yang ditawarkan oleh VOC ke pasar Eropa, cenderung

terus menurun. Produksi lada dan cengkeh masih terus dikuasai oleh

286 Uka Tjandrasasmita, Banten Abad XV-XXI: Pencapaian Gemilang

Penorehan Menjelang, (Jakarta, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan: Badan

Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2011), h. 90-91 287 J. R. Bruijn, F. S. Gaastra, Ivo Schoffer, Dutch Asiatic Shipping in the 17th

and 18 Centuries. (The Hague: Martinus Nijhoff, 1987), h. 22.

Page 149: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

136

pedagang gelap Banten di Lampung, dengan mengirimkannya ke

Bengkulu dan Inggris melalui jalur darat tanpa harus ke Banten dahulu,

lagi pula Inggris (EIC) juga telah berhasil menanam cengkeh di Hindia

Barat dan menjualnya langsung ke Eropa, dengan harga yang lebih

murah dari yang ditawarkan oleh VOC.288

Menggeliatnya masalah-masalah ekonomi politik dalam

Kesultanan Banten terjadi di awal abad XVII hingga akhir abad tersebut.

Masalah-masalah ditimbulkan karena adanya intervensi dari VOC dalam

Kesultanan Banten. Hal tersebut diperparah saat Sultan Haji menjabat

sebagai raja menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa yang ditangkap oleh

VOC. Kedaulatan runtuh dengan ditanda tanganinya perjanjian pada

tanggal 17 April 1684 yang terdiri atas 10 pasal utama yang terpaksa

harus diterima dengan segala konsekuensinya.289 Perjanjian yang

ditandatangani dan disepakati antara Kesultanan Banten yang diwakili

oleh Sultan Haji dan VOC pada tanggal 17 April 1684, menghasilkan

beberapa poin penting, yang diperbarui dari perjanjian di tahun 1659.290

yaitu:

1. Agar Banten mematuhi kesepakatan yang telah dibuat di

tahun 1659, dengan tambahan menjaga ketentraman di pulau

Jawa. Kesepakatan yang ada, Banten tidak boleh membantu

pihak manapun musuh VOC.

2. Agar penduduk Banten dan juga Batavia-VOC tidak boleh

melewati tapal batas yang telah disepakati.

288 Halwany Michrob, A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten… h.

166. 289 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama dan

Jawara… h. 56. 290 Uka Tjandrasasmita, Sultan Ageng Musuh Besar Kompeni Belanda... h. 59.

Page 150: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

137

3. Tapal batas disepakati berada di sepanjang timur sungai

Cisadane, hingga ke pesisir selatan Jawa.

4. Kapal milik Banten atau VOC jika mengalami kerusakan di

Jawa dan Sumatera, harus segera ditolong dan dilindungi

penumpang maupun muatannya.

5. Kerugian akibat perampokan dan kerusakan yang terjadi

selama periode perjanjian 1659, hingga berakhirnya Perang

dengan Banten tahun 1684 sebesar 12.000 rijksdaalder, harus

diganti oleh Sultan Banten.

6. Setiap pelaku Perang Banten harus dihukum sesuai yurisdiksi

VOC, dimanapun dia berada, baik di Banten maupun di

wilayah kekuasaan VOC.

7. Kekuasaan Cirebon tidak dapat lagi diklaim oleh Banten.

8. VOC bebas membayar hutang terhadap Banten dan berbagai

macam sewa yang dibebankan Banten kepada VOC,

sebagaimana perjanjian di tahun 1659.

9. Sultan Banten dilarang mengadakan kesepakatan apapun dan

dengan pihak manapun di luar VOC.

10. Seluruh keturunan Sultan Banten harus mematuhi keputusan

dan kesepakatan perjanjian ini.291

Selain dari perjanjian yang telah disepakati, Banten pun

membuat beberapa kebijakan yang di buat pada masa Sultan Haji untuk

para pedagangan terutama VOC, adapun kebijakan mengenai ekonomi

politik terdapat dalam beberapa pasal diantaranya:

291 Yosep Iskandar, Sejarah Banten dari Masa Nirleka (Prasejarah) Hingga

Akhir Masa Kejayaan Kesultanan Banten (Abad ke-17), (Jakarta; Tryana Sjam’un Corp

2001), h. 190-195.

Page 151: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

138

Penderitaan rakyat semakin berat sejak ditandatanganinya

perjajian, VOC telah menguasi Kesultanan Banten. Kesultanan harus

membayar biaya perang dengan pajak yang tinggi. Monopoli

perdagangan kompeni yang memaksa rakyat untuk menjual hasil

pertaniannya, terutama lada dan cengkeh, kepala kompeni melalui

pegawai kesultanan yang ditunjuk dengan harga yang sangat rendah.

Pedagang yang membantu Sultan Ageng Tirtayasa dalam perang lalu,

diusir dari Banten.292

Pada perjanjian tahun 1684, Kesultanan Banten harus

melepaskan daerahnya seperti. Tangerang Timur, Priangan Barat dan

kepulauan Untung Jawa di bagian barat Batavia. Daerah-daerah tersebut

umumnya adalah jaringan kubu pertahanan Banten dalam persiapan

menghadapi VOC.293

Wilayah-wilayah yang diduduki oleh VOC dari banten,

adalah wilayah-wilayah yang strategis dan memberi keuntungan ganda

bagi VOC. Aspek strategis, terutama berkaitan dengan aspek pertahanan.

VOC kemudian mendirikan kubu-kubu pertahanan di sekitar wilayah

Bogor dan Tangerang. VOC terutama mendirikan sebuah benteng

bernama Diamant di pinggir sungai Cisadane di kota Tangerang. Selain

itu, VOC menduduki wilayah Lampung dan pulau-pulau di Selat Sunda.

Lampung sebelumnya adalah sebagai penghasil utama lada bagi Banten,

sedangkan pulau-pulau di Selat Sunda sebagai benteng pertahanan VOC,

292 Halwany Michrob, A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten… h.

163. 293 Hasan Ambary, dkk, Naskah Sejarah Kerajaan Banten dan Pemerintahan

Serang dari Masa ke Masa, Bab III. (Serang: Panitia Hari Jadi Pemerintahan Daerah

Serang, 1984), h. 24.

Page 152: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

139

untuk mencegah kapal-kapal asing saingan VOC memasuki Banten

kembali.294

Setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal dunia, prestise

Banten merosot tajam karena perebutan kekuasaan di antara keluarga

Sultan yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memperluas pengaruh

mereka dalam mengintervensi kesultanan. Peristiwa tahun 1682,

Belanda mengirim pasukan ke Banten pada bulan Maret telah lama

dianggap sebagai titik krusial dalam sejarah Banten karena hilangnya

kemerdekaan diplomatik kesultanan dan basis kemakmuran

ekonominya.295

2. Sistem Perdagangan Bebas (Tertutup)

Ekonomi Politik yang dijalankan oleh Kesultanan Banten

mengalami perubahan saat Sultan Maulana Yusuf meninggal dunia pada

akhir abad XVI, dengan terbaginya kelompok terkemuka dalam

masyarakat menjadi dua, yaitu kaum bangsawan dan kaum pedagang.

Hal ini mengakibatkan sistem perdagangan bebas terbuka menjadi

tertutup.

Perubahan kebijakan ekonomi politik ini berlanjut hingga

masa pemerintahan sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdulkadir yang

diwakili oleh Pangeran Ranamanggala. Sebelum Ranamanggala

menjabat sebagai wali raja, kedudukan wali dipegang oleh ayah tiri

sultan Abdul Mufakhir yang saat itu membawa kondisi perekonomian

Banten menjadi tidak kondusif, akibatnya perdagangan Banten

294 J. R. Bruijn, F. S. Gaastra, Ivo Schoffer, Dutch Asiatic Shipping in the 17th

and 18 Centuries… h. 112. 295 Yanwar Pribadi, “Dinamika Hubungan Sosial Keagamaan pada

Masyarakat Nelayan di Karangantu Banten”, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran

Islam. Volume 7, Nomor 1, Juni 2017, h. 204.

Page 153: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

140

mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan adanya pemberontakan

yang disebut “pailir”.296

Setelah itu, wali raja diserahkan kepada Pangeran

Ranamanggala yang menjadikan Banten aman. Namun, dengan

kebijakan ekonomi barunya membuat keresahan para pedagangan

pribumi dan mancanegara. Periode perwalian ini berlangsung cukup

lama, sekurang-kurangnya telah dua kali pergantian, dan memberi

peluang pada golongan punggawa untuk mengambil peran dalam

ekonomi politik di Banten. Tetapi banyak para bangsawan menganggap

perdagangan hanya menguntungkan orang asing. Beberapa dari

bangsawan mencoba untuk mengambil kekuasaan kepemimpinan

Pangeran Ranamanggala yang mengganggap perdagangan lada sebagai

sumber konflik dan bahkan penyebab utama perang saudara di Banten.297

Sejak keberhasilan memegang jabatan wali raja, Pangeran

Ranamanggala membuat sebuah kebijakan ekonomi politik dengan

memutuskan untuk menghentikan semua kegiatan perdagangan bebas

terbuka diseluruh teritorial Banten dan mewajibkan penduduk untuk

kembali menanam padi dan umbi-umbian akibat ketidakmampuan

negara mengekspor beras. Keputusan yang tidak populis ini dirasakan

akibatnya oleh seluruh populasi Banten, karena dengan perintahnya agar

memusnahkan tanaman lada.

Menghadapi kebijakan tersebut, dan akibat yang

ditimbulkan, seluruh elemen masyarakat menuntut Ranamanggala

segera melepaskan jabatan sebagai wali raja dengan harapan Kesultanan

296 Halwany Michrob, A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten… h.

97. 297 Ragam Pustaka Budaya Banten, (Balai Penelitian Peninggalan Purbakala

Serang, 2005), h. 20.

Page 154: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

141

Banten dapat kembali kepada kebijakan ekonomi politik lama. Beberapa

pedagang tidak sanggup lagi untuk mengikuti perubahan-perubahan

yang begitu radikal. Kesengsaraan penduduk dan diperparah dengan

adanya epidemik298 yang melanda Banten di tahun 1625. Situasi politik

semakin memburuk, ditambah dengan adanya blokade jalur laut oleh

Belanda untuk memastikan perjanjian monopoli dan adanya tekanan dari

Mataram dengan politik unifikasi,299 seluruh Jawa yang menuntut

pengakuan Banten atas kedaulatan raja Jawa tahun 1626.300

Krisis kepercayaan segera dialami pemerintah Kesultanan

Banten, seperti ditandai dengan pengabaian untuk menanam lada

kembali. Sebagian besar penduduk sudah terlanjur melanjutkan usaha

pertanian mereka dengan mencoba membuka lahan baru dan irigasi

untuk padi dan tebu. Anjuran pemerintah untuk kembali menanam lada

menjadi tidak efektif. Tetapi pada tahun 1636 pemerintah mengeluarkan

kebijakan untuk mewajibkan menanam lada.301

Sudah jelas bahwa tujuan utama perubahan-perubahan yang

dilakukan oleh Ranamanggala pada aparat negara adalah membentuk

298 Epidemik adalah keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya

penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada

dalam frekuensi yang meningkat. Epidemik bisa timbul dari masalah kesehatan baru

yang menjangkiti suatu populasi manusia di suatu daerah, dalam suatu periode waktu

tertentu, dengan laju yang melampaui perkiraan berdasarkan pengalaman mutakhir.

Bisa juga masalah kesehatan yang telah lama ada tetapi pada suatu saat meningkat

dengan cepat. Dengan kata lain, epidemik adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat

daripada yang diduga. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1991), h. 267. 299 Politik unifikasi adalah suatu langkah penyeragaman hukum atau

penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa disuatu wilayah negara

tertentu sebagai hukum nasional di negara tersebut. . Lihat Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jilid II… h. 1106. 300 Claude Guillot, Libre Entreprise Contre Economie Dirigee, Guerres

Civiles a Banten 1580-1603, Archipel, No. 43. 1992. 301 Ragam Pustaka Budaya Banten… h. 21.

Page 155: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

142

sebuah struktur yang dapat menerapkan peraturan-peraturan perubahan

sistem perdagangan tersebut. Salah satu keputusan Ranamanggala selain

menghapus perdagangan bebas terbuka adalah dengan menaikkan secara

seksama berbagai pajak, bea dan cukai untuk semua transaksi

perdagangan. Hal ini merupakan strategi guna mendapatkan keuntungan

yang lebih besar dari perdagangan. Berbeda halnya pada masa

sebelumnya yang menerapkan perpajakan yang rendah guna menarik

pedagang-pedagang dan mengembangkan pedagangan di Banten.302

Kenaikan pajak itu langsung membuat pedagang-pedagang bergolak,

khususnya orang Inggris dan Belanda, yang betul-betul merencanakan

sejak waktu itu untuk meninggalkan Banten.

Hal itu sama sekali tidak meresahkan Ranamanggala yang

melanjutkan politiknya dengan merubah peraturan tersebut. Belanda

menyebut Banten sebagai pasar bebas yang menaati hanya pada satu-

satunya peraturan permintaan dan penawaran. Pembeli-pembeli

langsung menghubungi pedagang besar untuk memperoleh barang

dagangan yang mereka perlukan terutama dari para pedagang Cina.

Pemerintah bertugas hanya sebagai penengah untuk menyelesaikan

perselisihan yang mungkin terjadi antara para pedagang.303

Fluktuasi harga yang besar, mengikuti tersedianya stok dan

uang yang terus menerus dikeluhkan oleh orang-orang Eropa. Hal ini

membuktikan juga betapa bebasnya sistem perdagangan di Banten.

Kebebasan juga dimiliki oleh pembeli untuk memasok barang dagang

mereka dari berbagai daerah di Banten. Dengan adanya sistem kebijakan

302 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 215. 303 De Jonge, De Opkomst Van Het Nederlandsch Gezag in Oost-Indie, Jilid

8, (S’gravenhage: Martinus Nijhoff, 1875), h. 4.

Page 156: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

143

bebas ini membuat para pangeran dan Ranamanggala ingin

mengakhirinya dengan mengadakan pengawasan negara yang

sebenarnya.

Pemerintahan Kesultanan Banten bersifat otokratik,304

kekuasaan raja bisa dibilang tidak terbatas. Oleh karena itu raja berhak

memainkan ekonomi politiknya berdasarkan kebijakan-kebijakan yang

telah dibuatnya. Namun, dalam bidang pertahanan dewanlah yang

membuat keputusan-keputusan penting. Tetapi dipertengahan abad XVII

sistem ini kemudian ditinggalkan. Pergolakan yang terjadi di abad XVI

ketika pergantian raja dari Sultan Maulana Yusuf ke Maulana

Muhammad merupakan sebuah tradisi yang tidak memiliki kekuatan

hukum, sehingga pergantian raja dengan demikian menjadi sumber

pertikaian di dalam istana.305

Secara umum penempatan pada sebagian besar pejabat yang

berada di bawah kendali Kesultanan Banten tidak didasarkan kepada

keahlian dalam jabatan birokrasi, tetapi lebih didasarkan kepada ikatan-

ikatan kekerabatan dengan sultan atau elite birokrasi. Kedekatan karena

keturunan sebuah keuntungan dan memudahkan orang memperoleh

jabatan-jabatan di lingkungan kesultanan.

Kondisi yang tidak kondusif juga terjadi di luar istana, akibat

adanya perekonomian yang makmur di Banten, sehingga Banten menjadi

incaran dari negeri-negeri tetangganya yang kuat. Dengan adanya situasi

politik seperti itu Banten memanfaatkan kondisi yang sangat

304 Otokratik adalah pemerintahan atau pemimpin yang menghendaki segala

kebijakan dan keputusan dari sebuah oraganisasi ada ditangannya. Bawahan hanyalah

sebatas pelaksana tugas atau pelaksana seluruh perintah atasan yang bersifat harus

ditaati dan tanpa ketaatan dapat dikatakan sebagai bentuk pembangkangan. 305 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 214.

Page 157: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

144

menguntungkan selama akhir abad XVI hingga abad XVII, yaitu dengan

tetap pada posisi bertahan untuk siap-siap menghadapi serangan dari dua

belah pihak, yaitu Kerajaan Mataram dan Belanda. Kerajaan Mataram

yang ingin menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaannya, dan

Belanda yang telah melakukan pengepungan di depan Pelabuhan Banten

guna mencegah seluruh perniagaan internasional.306

Banten yang terus bersiaga dengan kondisi politik seperti ini

hanya dapat melakukan serangan gerilya disepanjang perbatasan

terhadap kapal-kapal Belanda. Sedangkan pada tahun 1629 dan 1630

Kerajaan Mataram melakukan penyerangan ke pesisir Utara bagian Barat

Jawa termasuk Banten. Terjadi pertempuran di Timur Banten dengan

Kerajaan Mataram yang pada akhirnya pertempuran tersebut

dimenangkan oleh Kesultanan Banten.307

Kesultanan Banten pada awal abad XVII dapat digambarkan

dengan adanya perubahan-perubahan dalam pemerintahan maupun

perekonomiannya, yang pertama dilakukan dalam perubahan

pembentukan pemerintahan baru. Sistem ini diawali dengan sistem

nepotisme, karena diawal abad XVII ini Kesultanan Banten masih

dipegang oleh tiga pangeran dan tiga saudara laki-laki yang sepenuhnya

mengawasi jalannya pemerintahan. Pengangkatan tiga pangeran tersebut

merupakan anak laki-laki dari Sultan Maulan Yusuf, sedangkan tiga

saudara laki-laki merupakan saudara dari wali raja yang diangkatnya

sebagai Tumenggung, hal ini dilakukan oleh wali raja yang baru, karena

306 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 208 307 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 208.

Page 158: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

145

ingin memisahkan diri dari kebijakan Ponggawa dan melakukan

perubahan ke arah yang lebih radikal.308

Pangeran yang diangkat oleh wali raja ini tentu saja dikepalai

oleh seorang raja yang bergelar Pengeran Ratu sampai tahun 1638, ketika

ia mengambil gelar sultan. Keadaan tersebut yang bersifat mendua,

tercermin di puncak pemerintahan negara dalam dua Perdana Menteri.

Guillot juga menjelaskan dua Perdana Menteri tersebut adalah Perdana

Menteri “urusan dalam” dan Perdana Menteri “urusan luar”. Perdana

Menteri Bangsawan lebih tinggi tingkatannya, walaupun kurang

berkuasa dalam praktiknya. Ia pada umumnya adalah seorang anggota

keluarga raja sangat dekat dengan yang bertindak sebagai penasihat

utama raja. Selain itu, ia menyelesaikan segala urusan kaum bangsawan.

Nama patih jero (Perdana Menteri “urusan dalam”) yang

diberikan kepadanya dilain tempat, jelas bahwa ia benar-benar

menangani urusan-urusan dalam istana dan keluarga raja. Di Banten ia

bergelar Mangkubumi dan memiliki nama panggilan Pengeran Pepatih

atau Upapatih. Perdana Menteri kedua, Patih Jaba “urusan luar”, berasal

dari bukan bangsawan dan menangani segala urusan, sepanjang tidak

berhubungan dengan kaum bangsawan. Dapat diartikan bahwa ia

mempunyai antara lain kewenangan mengenai orang asing, jadi

mengenai perdagangan, dan kekuasaannya sangat besar.309 Syahbandar,

tandha (duane), dan andamohi (juru runding) maupun juru dacin

(penanggung jawab timbangan) dan eluruh pejabat pelabuhan itu berada

di bawah jurudiksinya.310

308 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 124. 309 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 109. 310 Moh. Ali fadilah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten,

dalam Ragam Pustaka Budaya Banten… h. 19.

Page 159: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

146

Setelah perubahan dalam sistem pemerintahan, dilanjutkan

dengan adanya perubahan dalam peraturan perdagangan. Dalam

peraturan perdagangan tersebut dibuatlah kebijakan baru dengan

menghapus sistem perdagangan bebas terbuka. Setiap pedagang kini

dilarang untuk melakukan pembelian secara langsung dan bebas ke

pedagang lainnya, tetapi harus melalui Kesultanan Banten terlebih

dahulu. Karena kebijakan tersebut dipegang sepenuhnya oleh para

pangeran khususnya Ranamanggala. Dengan adanya perubahan yang

terjadi menimbulkan kemarahan yang begitu besar dari para pedagang di

Banten, terutama orang Tionghoa. Akibat dari kemarahan dan tekanan

dari para pedagangan di Banten saat itu, akhirnya para pangeran dan

Ranamanggala terpaksa meninggalkan jabatannya dan menyerahkan

kekuasaannya kepada putra mahkota.311

Dualisme politik ini terbukti menjadi salah satu titik lemah

Kesultanan Banten dalam menghadapi berbagai persoalan ekonomi.

Pada intinya berbenturan kepentingan dipicu oleh tarik-menarik dua

isme, yaitu nasionalisme dan internasionalisme, antara konservatisme312

dan liberalisme, antara pribumi dan non-pribumi. Dualisme kepentingan

itu tampak nyata ditunjukan oleh permainan peran figur-figur yang

saling beroposisi. Samentara yang mempresentasikan feodalisme adalah

petani sebagai pemegang kekuasaan dan ponggawa yang

mempresentasikan orang biasa yang mendominasi kekuaatan ekonomi

311 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 128. 312 Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai

tradisional.

Page 160: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

147

negara pada sistem birokrasi di Kesultanan Banten sesuai dengan

kompetensinya.313

Pada bulan Januari 1624, masa perwalian sultan berakhir dan

Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdulkadir diangkat sultan Banten.

Saat menjabat sebagai sultan, ia mengembalikan kebijakan ekonomi

politik dan perdagangan bebas seperti sediakala yang sudah dilakukan

oleh para pendaahulunya. Sultan Abdul Mufakhir dikenal sebagai sultan

yang memperhatikan kepentingan rakyatnya terutama dalam bidang

ekonomi, dan sultan pun berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan

negara-nagara lainnya terutama negara Islam.

Sultan Banten tidak hanya memiliki kekuasaan politik, tetapi

juga memiliki kekuasaan ekonomi, terbukti dengan besarnya andil sultan

dalam perdagangan di pasar perdagangan bebas yang menjadi sumber

dana bagi negara adalah upeti yang merupakan kewajiban dari rakyat dan

bawahannya kepada sultan. Kegiatan perdagangan merupakan sumber

ekonomi terbesar bagi kesultanan, karena sultan memiliki hak

prerogratif314 untuk melakukan monopoli perdagangan.

B. Komoditas Buka-Tutup Perdagangan Bebas

Komoditas perdagangan bebas di Banten terjadi pada berbagai

rempah-rempah terutama lada, beras, gula, dan lainnya. Hal ini terlihat

pada pedagang bebas Belanda dan pedagangan Cina memperlihatkan

aktivitas yang cukup besar di Banten, tetapi Perusahaan Inggris jarang

313 Moh. Ali fadilah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten,

dalam Ragam Pustaka Budaya Banten… h. 19 314 Hak prerogratif adalah hak istimewa yang dipunyai oleh kepala negara

mengenai hukum dan undang-undang di luar kekuasaan badan-badan perwakilan. Lihat

Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 787.

Page 161: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

148

melakukan upaya untuk bersaing dengan lada di sana kecuali pabrik-

pabrik Hindia lainnya gagal menghasilkan pasokan yang diharapkan.

Perdagangan bebas ini diawali oleh para pedagang Cina yang

mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian di

Nusantara terutama Banten. Di Banten para pedagang Cina diberi

kesempatan besar dalam perdagangan lada. Sebagai bandar perniagaan,

budidaya lada digalakkan oleh tumbuhya permintaan dari pedagang-

pedagang Cina. Oleh karena itu kota Banten juga menjadi jalan keluar

produksi lada.315

Terbentuknya perdagangan bebas di Banten menimbulkan

komoditi utama yang dihasilkan Banten yaitu lada. Mengenai lada

Banten Tome Pires juga menuliskan “lada Banten lebih baik ketimbang

Cochin (India), (produksinya) lebih dari 1000 bahar setiap tahunnya.

Lada panjang dan asam melimpah, cukup dimuat seribu kapal”.

Pelabuhan lada antara lain Banten, Pontang, dan Chigede.316

Melimpahnya lada di pesisir utara Jawa ini juga tampak dalam

perjanjian antara Portugis dan Sunda pada tahun 1522 yang dilakukan

oleh Henrique Leme dengan penguasa Sunda sebelum adanya

perdagangan bebas. Raja Sunda memberi hak kepada Portugis untuk

membangun benteng, membantu untuk melindungi dari serangan Islam.

Sebagai imbalan Raja Sunda menyediakan seribu karung lada atau 160

bahar tiap tahunnya. Perjanjian yang diduga dilakukan di Banten ini

315 Leonard Blusse, Persekutuan Aneh Pemukim Cina Wanita Peranakan dan.

BeIanda di Batavia VOC, (Yogyakarta: LKiS, 2004), h. 71. 316 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account of The

East. Seri II, Jilid XXXIX & XL, (London: Hakluyt Society, 1944), h.166.

Page 162: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

149

tidak pernah terlaksana, karena ketika Francisco de Sa datang kembali

tahun 1527, pelabuhan Banten sudah dikuasai oleh Islam.317

Ekspor lada pada perdagangan bebas di Banten memiliki daya

tarik yang kuat sehingga mendorong Portugis harus menjalin kerjasama

dengan Banten guna menciptakan perdagangan bebas yang ramai.

Ukuran berat dalam menimbang lada pada saat itu adalah bahar. 1 bahar

setara dengan 3 picol, sedangkan 1 picol sama dengan 60 kilogram. Jadi,

timbangan berat yang digunakan dalam perdagangan bebas ini berkisar

pada berat 1 bahar lada adalah 3x 60 kilogram yakni 180 kilogram.318

Perdagangan bebas di Banten memberikan keuntungan bagi

pedagang Inggris. Harga lada di Jambi berkisar pada 5/52 real per picol

(132 lbs).319 Harga lada Jambi lebih murah di bandingkan dengan harga

di Banten, karenanya perusahaan Inggris berinvestasi dengan menjual

lada dari Jambi di Bantendengan harga pasaran di telah ditetapkan di

Banten. Sehingga Inggris memperoleh keuntungan yang besar dan dapat

mengurangi kerugian akibat pengangkutan lada dari Jambi ke Banten.320

Perubahan kebijakan perdagangan bebas, tentu saja membawa

perubahan orientasi ekonomi yang diaplikasikan secara brutal itu

membawa konsekuensi dramatis terhadap populasi secara keseluruhan.

Dalam beberapa tahun, produksi lada menurun tajam meskipun sejumlah

petani masih tetap menjual lada secara sembunyi-sembunyi, tetapi harga

317 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 69. 318 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia, 2007), h. 26. 319 1 lbs= 0.45 kg, jadi 132 lbs= 59.874kg berat lada dari Jambi, di akses dari

https://www.metric-conversions.org/id/berat/pon-ke-kilogram.htm. Tanggal 17 April

2019, pukul 15.00 wib. 320 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of the English East India

Company at Bantam, 1602-1682. Disertasi, (London, 1955), h. 98.

Page 163: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

150

lada dipasaran sangat rendah. Harga lada per karung bisa mencapai 5,5

hingga 6,5 real di awal abad XVII. Namun, setahun setelah kampanye

pencabutan pohon lada, harga lada jatuh mencapai 0,75 real, bahkan tiga

tahun kemudian hanya 0,5 real per karung. Akibatnya sangat fatal,

sekitar 6000 pedagang meninggalkan Banten dan mencoba membangun

perdagangan di Batavia yang baru saja dibangun oleh VOC.321

Perdagangan bebas menyebabkan pengaruh Banten di Lampung,

membuat Banten memperluas kewenangannya di sana untuk

mendapatkan control atas perdagangan lada. Banten adalah salah satu

kekuatan perdagangan yang terkemuka dan memperoleh sebagian besar

pendapatannya dari perdagangan lada. Sultan Banten mempertahankan

kontrolnya atas rempah-rempah yang menguntungkan ini dengan

menunjuk represent orang-orang pribumi yang datang untuk membentuk

hirarki penguasa yang relatif terpusat yang berada di sana wilayah pesisir

dan pelabuhan Lampung untuk memantau pengiriman dan menyimpan

mengawasi para penyelundup dan penyadap lainnya. Sultan setuju untuk

membeli semua lada yang dikirim dengan harga tertentu, meskipun

mengklaim 11%, minimal, sebagai upeti kerajaannya.322

Kartika VOC mulai kegiatannya di Nusantara terutama di

Banten, dihadapinya suatu dunia perdagangan inernasional dengan

sistem perdagangan bebas terbuka. Peraturan jual beli, proses tawar

menawar, penentuan harga mengikuti pola pergerakan pasar.

Perdagangan rempah-rempah menempati kedudukan yang utama, akan

321 Claude Guillot, La Politique Vivriere Du Sultan Agung, Archipel, no. 50.

1995. h. 105. 322 Jeff Kingston, “Securing Sumatra's Pepper Peripheral: Resistance and

Pacification in Lampung during the 18th and 19th Centuries”. Jurnal Asia Tenggara-

Sejarah dan Budaya. No. 19, 1990, h. 78.

Page 164: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

151

tetapi komoditas lain seperti perdagangan beras, gula, sagu, kain dan

sebagainya, merupakan penunjang dalam kegiatan perdagangan

tersebut.323

Banten bahkan juga dapat menjual berasnya ke luar negeri, tanpa

harus lagi menjualnya pada VOC. VOC juga sangat bergantung pada

beras dari Mataram selama operasinya di akhir dekade abad XVII. VOC

mendapatkan sumber logistik pangan secara sangat murah dari Mataram

setelah tahun 1678, sehingga VOC kini tidak lagi bergantung pada impor

luar negeri untuk persediaan beras, walaupun penyediaannya cukup lama

karena harus dikapalkan dahulu ke Batavia. Banten yang juga berusaha

menerapkan politik beras, akhirnya tidak dapat menanggulangi keadaan

baik yang telah didapatkan oleh VOC.324

Gula merupakan salah satu komoditas penting pada perdagangan

bebas yang mengisi income kesultanan Banten. Gula ketika diproduksi

memerlukan bahan baku tebu (Saccaharum officinarum). Selain tebu,

bahan lain yang dijadikan gula adalah pohon aren (Arenga pinnata),

maupun pohon siwalan (Borassus flabellifer).325

Guillot menjelaskan bahwa di Kelapadua, wilayah kecil Pecinan

telah didirikan penggilingan tebu yang nantinya diproduksi menjadi

gula. Biaya sebesar 7.000 rijksdaalders dikeluarkan untuk pembiayaan

pembangunan tempat penggilingan tebu dan buruh kerja. Gaji buruh

323 Anthony Reid, 2011. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid

2: Jaringan Perdagangan Global, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011),

h. 211. 324 Uka Tjandrasasmita, Sultan Ageng Tirtayasa. (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1984), h. 29. 325 Claude Guillot, 1990. The Sultanate of Banten, (Jakarta: Gramedia Book

Publishing Division, 1990), h. 34.

Page 165: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

152

yang diberikan dalam produksi gula ini adalah 1¼ rijksdaalders

perbulan. Tempat produksi gula ini juga berdekatan dengan produksi

arak yang diproduksi oleh etnis Cina, konsumennya adalah para pelaut

yang singgah di pelabuhan Banten.

Produksi gula Kepaladua berkembang hingga menjadi pusat

produksi gula utama di kota Banten. Akan tetapi, sejak direbutnya

produksi ini oleh Belanda pada 1682 yang mulai mengontrol dan

memonopoli perdagangan gula, produksi gula menjadi beralih ke

wilayah antara Tanara dan Tangerang.326

Komoditas cengkeh juga mewarnai perdagangan bebas di

Banten. Cengkeh juga merupakan komoditi yang tinggi permintaannya

di pasar. Pada tahun Inggris membeli 120.000 pon cengkeh dan

meningkat pada tahun 1636 menjadi 300.000 pon dari Banten. Pada 1

Juni 1635, terjadi perebutan pada komoditas cengkeh oleh para pedagang

terhadap pedagang Inggris. Hal ini disebabkan karena Inggris yang telah

menawarkan harga yang jauh lebih tinggi untuk mendapatkan cengkeh

dan membawanya ke Inggrris. Adanya sistem perdagangan bebas ini

Inggris mendapatkan tempat tinggal di Banten.327

Perdagangan bebas lada dan cengkeh telah hilang untuk

selamanya dari pulau Jawa, ketika Banten jatuh ke tangan VOC.

Monopoli lada dan cengkeh yang dijalankan VOC setelah jatuhnya

Banten di tahun 1684, ternyata tidak berarti apa-apa terhadap

perdagangan lada dan cengkeh di Hindia Timur. Harga yang ditawarkan

oleh VOC ke pasar Eropa, cenderung terus menurun. Produksi lada dan

326 Claude Guillot, 1990. The Sultanate of Banten… h. 34. 327 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of the English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 98.

Page 166: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

153

cengkeh masih terus dikuasai oleh pedagang gelap Banten di Lampung,

dengan mengirimkannya ke Bengkulu-Inggris melalui jalur darat tanpa

harus ke Banten dahulu, lagipula Inggris (EIC) juga telah berhasil

menanam cengkeh di Hindia Barat dan menjualnya langsung ke Eropa,

dengan harga yang lebih murah dari yang ditawarkan oleh VOC.328

Adapun komoditas buka tutup perdagangan bebas yang termasuk

pada jaringan impor yang dilakukan oleh para pedagang asing seperti

Cina, pedagang Eropa, India, Gujarat dan lainnya, merupakan barang-

barang yang banyak di perjual-belikan di Banten.

Tabel 7

Komoditas impor pedagangan mancanegara.329

Negara Komoditas

Cina Bahan pembuat manisan

Cina The

Cina, Mesir, dan India Obat-obatan

Cina Pakaian satin, beludru dan sutera

Cina Keramik

Amerika Selatan Cabai

India Rempah-rempah halus yang sudah digiling

India Bahan kain dari kapas

Gujarat Opium

Inggris Senapan perang

328 Halwany Michrob, A. Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten… h.

171. 329 Hariyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Baten 1522-1684… h, 165-179.

Page 167: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

154

Dampak yang lebih buruk bagi Banten adalah hilangnya

kebebasan Banten dalam perniagaan dunia. Ketergantungan Banten pada

VOC di bidang pangan untuk menunjang logistik rakyatnya setelah

tahun 1684, menghancurkan sendi-sendi kemakmuran dan proses

merkantilisme bebas Banten. Selama abad XVII, ketika perdagangan

Banten masih bebas, Banten menikmati kemakmurannya yang luar

biasa. Blokade laut VOC tidak dapat menghentikan kegiatan

perdagangan dan ketersedian pangan Banten, Banten dapat

mengatasinya dengan menanam sendiri tanaman pangan untuk

memenuhi kebutuhan pangannya, tanpa harus bergantung dari impor

bahan pangan.330

Pada intinya kehancuran perdagangan bebas Kesultanan Banten,

menjadikan tujuan utama VOC terhadap Banten telah tercapai. Tanpa

harus melalui peperangan terbuka melawan seluruh kekuatan Banten

yang tidak bebas intervensi VOC. Menghindari pengalamannya dalam

Perang Makassar (1660-1669), VOC berusaha sesedikit mungkin

mengeluarkan biaya perang, kalaupun harus ada biaya yang dikeluarkan,

maka pihak yang dibantulah yang harus membayar semua biayanya.331

330 Tubagus Najib, Kebangkitan Banten dari Masa ke Masa (Berdasarkan

Naskah Kuno dan Peninggalan Arkeologi), (Serang: Yayasan Sheng Po Banten, 2011),

h. 60. 331 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900… h.

78.

Page 168: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

155

BAB VI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN

A. Kegiatan Ekspor-Impor Perdagangan

1. Perdagangan Lada

Banten telah menjadi salah satu pelabuhan yang ramai,

bahkan ketika masih merupakan wilayah Kerajaan Sunda.332 Pusat

perdagangan dan perkebunan lada di Pulau Jawa yang terbesar adalah

Banten. Pada akhir abad XVI-XVII aktivitas perdagangan ladanya telah

menarik banyak pedagang mancanegara. Pada masa itu, lada merupakan

bahan rempah yang sangat diminati oleh orang-orang di benua Eropa,

sehingga para pedagang asing berdatangan ke kawasan penghasil lada di

Nusantara.

Budidaya lada di Banten terdapat di daerah kawasan

pedalaman. Namun, tidak disebutkan secara pasti lokasinya di daerah

mana. Colenbrader menjelaskan, banyak petani lada datang dengan

perahu dari pedalaman ke Kota Banten di pesisir pada waktu musim

hujan. Kedatangan petani lada ini sangat diharapkan oleh para saudagar,

karena mereka dapat membeli dan mengumpulkannya sebelum dibawa

ke negeri masing-masing. Setiap tahun mereka berusaha mendapatkan

lada sebanyak mungkin agar dapat diangkut sesuai dengan kapasitas

kapal.333

Lada atau piper ningrum telah dikenal dari masa Kesultanan

Banten berdiri sampai masa Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng

332 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account of the

East. Seri II Jilid XXXIX & XL, (London: Hakluyt Society, 1944), h.172. 333 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten,

(Jakarta: Yayasan Kota Kita, 2006), h. 169.

Page 169: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

156

Tirtayasa yang saat itu mengintensifkan perang ekonomi melawan

Belanda mencapai puncak kejayaan Kesultanan Banten, sangat boleh

jadi penanaman lada tradisional merangkap menjadi petani komersial,

atau sebaliknya petani komersial juga bertindak menjadi penanam lada

tradisional. Sejak masa Kesultanan Banten, kawasan ini dikenal sebagai

penghasil lada dan mampu mengekspor 1000 bahar pertahun.334 Pada

masa Kesultanan Banten, lada dibudidayakan di berbagai tempat

terutama di kawasan perbukitan.

Lada yang dikeluarkan dari pelabuhan Banten selain

dihasilkan dari kebun-kebun di Banten sendiri, juga diproduksi di kebun-

kebun lada di wilayah kekuasaan Banten di Pulau Sumatera seperti

Lampung, Palembang, dan Bengkulu. Peran aktif Banten dalam jalinan

perdagangan mancanegara ini menjadikan wilayah Lampung sebagai

pemasok lada bagi Banten. Pada tahun 1663 diperkirakan Lampung

menyediakan hampir 90% kebutuhan lada bagi Banten. Berdasarkan hal

ini, dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan lada Banten

adalah lada yang ditanam di Lampung. Hal ini pun juga didasari oleh

pendapat Vlekke bahwa setelah perjanjian 1684, para bangsawan dan

pemilik tanah di wilayah sekitar Kesultanan Banten enggan untuk

menanam dan memproduksi lada, mereka mulai menanam dan

membudidayakan tanaman pangan.335

Kesultanan Banten pada masa itu memerintahkan kepada

setiap penduduk pria di Lampung untuk menanam 500 pohon lada.

Penanaman paksa pohon lada oleh Banten ini diawasi oleh para utusan

334 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten, (Serang:

KADINDA, 1993), h. 20. 335 Vlekke, B.H.M, Nusantara: Sejarah Indonesia. (Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia, 2016), h. 196.

Page 170: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

157

dari Kesultanan Banten yang biasa disebut sebagai punggawa.336 Para

utusan ini diberikan wilayah untuk ditanami lada serta mengawasi

distribusinya hingga ke Pelabuhan Banten ini, selain mendapatkan

wilayah dan pembagian keuntungan, para utusan ini juga dinikahkan

dengan dengan putri para bangsawan dari Banten.337

Komoditi ekspor lada menjadi komoditi terpenting dari

perdagangan Kesultanan Banten. Begitu pentingnya lada dalam

perkembangan perekonomian Kesultanan Banten, maka tidak sedikit

pula para petani mengalihkan jenis tanaman padinya ke tanaman lada,

hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Hasil

lada yang diperoleh dari wilayah sekitar Kesultanan Banten berasal dari

budidaya lada yang dilakukan oleh para petani lada yang memang

bermata pencaharian sebagai petani. Keberhasilan Sultan Ageng

mengendalikan monopoli lada dibuktikan oleh persaingan Anglo-

Belanda selama masa pemerintahannya untuk lada di Banten.338

Sebelum masa pemerintahan wali raja Pangeran

Ranamanggala pada tahun 1609, para pedagang dari luar Banten dapat

mengambil sendiri lada-lada yang dibutuhkan langsung di Menggala.339

Mitra dagang utama Banten dalam penjualan lada ini adalah orang-orang

Tionghoa. Namun, ketika semakin kuatnya pengaruh para pedagang

Eropa di Banten, Ranamanggala memerintahkan penutupan semua

336 Manuscript perjanjian Banten dan Lampung abad XVII. 337 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, (Jakarta:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008), h. 204-205. 338 J. Kathirithamby Wells, “Forces of Regional and State Integration in The

Western Archipelago, C. 1500-1700”. Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 18, No.

1. 1987, h. 36. 339 G. P. Rouffaer en J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597, (S-Gravenhage: Martinus

Nijhoff, 1915), h. 41.

Page 171: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

158

pelabuhan di mancanegara dan memusatkan perdagangan lada langsung

dari pelabuhan Banten. Oleh karena itu, lada-lada yang berasal dari

Lampung diharuskan dikirimkan langsung ke Banten. Tidak ada lagi

pembelian langsung dan dengan bebas di pedagang, wali raja

memerintahkan membunuh beberapa dari mereka yang tidak mau

mengerti.340

Sebelum daerah penghasil lada dikuasai oleh Kesultanan

Banten, cara untuk mendapatkan lada sebanyak-banyaknya ditempuh

dengan berbagai jalan. Pedagang-pedagang Banten mendatangi daerah-

daerah diseberang lautan (Lampung, Sukadana, Bengkulu, Solebar dan

Palembang) dengan membawa barang dagangan kain tenun buatan

Banten untuk dibarter dengan lada. Bahkan orang-orang Banten

melakukan penculikan dan perampokan terhadap orang-orang dari

Batavia, Kalasi, Bandan dan Bali. Orang-orang yang diculik itu ditukar

dengan lada dan padi di Lampung, kemudian setelah kedudukan Banten

semakin kecil di daerah sebrang maka berbagai peraturan dan undang-

undang dibuat.341

Isi peraturan itu mengenai berbagai kasus misalnya kasus

tanam paksa untuk lada, kasus tentang jual beli, kasus tentang utang

piutang, kasus tentang pemadatan dan opium (narkoba), kasus tentang

perampokan, dan sebagainya. Peraturan-peraturan tersebut dituangkan

dalam berbagai piagam. Ada pula berita yang dihimpun dalam Dagh

Register (catatan harian VOC) yang menunjukan kekuasaan Banten atas

Lampung. Berita dalam Dagh Register itu misalnya yang ditulis pada

340 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 126-

127. 341 Tubagus Najib Al-Bantani, Supermasi Hukum dalam Kesultanan Banten

Berdasarkan Naskah Piagam Banten, (Serang: Yayasan Sengpho, 2011), h. 30

Page 172: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

159

tanggal 25 September 1642, oleh nahkoda kapal Portugis, Antonio

Fialho Farera, isinya tentang diberangkatkan 20 perahu perang ke

Lampung pada tanggal 14 September 1641, karena dua orang kaya di

Lampung memberontak.342

Kutipan dari Dagh Register tanggal 14 September 1641

hanya merupakan salah satu hubungan antara Kesultanan Banten dan

Lampung dalam arti hubungan tuan dan sahaya. Contoh lain dapat

ditemukan dalam bentuk hukum dan peraturan dari Kesultanan Banten

yang khusus dibuat untuk mengatur hubungan antara penduduk

Lampung dan penguasa Banten.

Diakui saat itu lada memang merupakan komoditas utama

yang banyak mendatangkan keuntungan, baik di bidang materi maupun

non materi. Fungsi lada bukan hanya sebagai barang yang

diperdagangkan, akan tetapi juga berperan sebagai alat tukar, hal tersebut

diketahui dari piagam tahun 1690 yang menyebutkan lada dapat

dijadikan alat tukar dalam perkara hutang piutang. Berdasarkan data dari

penanaman lada di Lampung saat ini, diperoleh keterangan bahwa dalam

1 hektar dapat ditanami kurang lebih 2000 batang lada, dengan jarak

tanam 2 meter dan jarak antar barisan 2,5 meter.343

Sebagai tanaman menjalar, lada membutuhkan tiang atau

pajar yang dapat berupa pohon hidup maupun tiang mati. Bertolak dari

hal itu, maka untuk menanam 500 pohon lada dibutuhkan tanah seluas

kira-kira ¼ hektar atau sekitar 2500 m². Lada yang menjadi komoditas

dagang orang-orang Eropa, sebelum penguasaan Belanda atas

342 Tubagus Najib Al-Bantani, Supermasi Hukum dalam Kesultanan Banten

Berdasarkan Naskah Piagam Banten... h. 30. 343 Pedoman Bercocok Tanam Lada, (Bogor, Lembaga Penelitian Tanaman

Industri, 1973), h. 17.

Page 173: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

160

perdagangan di Banten, Inggris menguasai perdagangan lada di Banten.

Inggris selama periode 1669 hingga 1683 rata-rata pertahun

mendapatkan sekitar 2 juta kilogram lada dari Banten.344

Ukuran dan satuan berat timbangan yang dipergunakan untuk

menimbang lada pada masa lalu menggunakan istilah yang berbeda-

beda, satu gantang lada berisi kira-kira 3 pon pada timbangan Belanda,

dan 1 bahar setara dengan 375 pon.345 Namun, tidak dijelaskan berapa isi

1 karung lada, karena masa kini berat 1 pon sama dengan kurang lebih

½ kg, kalau saja berat lada dalam satu karung sebanyak 100 pon atau 50

kg, maka berat lada yang dihasilkan dalam masa berjayanya perdagangan

lada ini sebesar 6.600.000 karung lada x 50 kg = 330.000.000, dari hasil

perhitungan tersebut, hasil rata-rata per tahun diketahui 330.000.000:

100 tahun = 3.300.000 kg per tahun.346

Penanaman lada secara tradisional, menunjukkan dalam 1

hektar dapat ditanam sekitar 2000 batang lada. Pohon lada yang memiliki

kualitas baik, disertai dengan pemeliharaan, pengawetan tanah serta

pemupukan yang intensif, akan mendapatkan sejumlah 4 kg lada setiap

panen. Jadi dalam 1 hektar dihasilkan 2000 x 4 kg = 8000 kg/hektar”.347

Hasil panen lada di pedalaman Banten hanya mendapat setengah dari

hasil penen lada yang diperoleh di Lampung, budidaya lada di Banten

dapat memproduksi 2 kg lada setiap pohon, dalam 1 hektar, hasilnya

2000 x 2 kg = 4000 kg/hektar. Sedangkan luas lahan yang digunakan di

344 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten… h.

175 345 J.A. Van Der Chijs,Oud Bantam 1881 dalam TBG 26:1-62 346 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten… h.

175. 347 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten… h.

167.

Page 174: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

161

Banten yaitu 3.300.000 : 4000 hektar atau kurang lebih 8.250.000 meter

persegi.

Walaupun budidaya lada memerlukan waktu yang cukup

panjang dan pengelolaan yang tidak sederhana, membudidayakan lada

sebagai tujuan utama karena harga komoditi cukup tinggi dan banyak

disukai. “Hasil rata-rata yang didapat dari tiap pohon lada berkisar 1-2

kg lada kering dan pohonnya baik dapat meningkatkan menjadi 4 kg,

sedangkan dalam 100 kg lada kering setelah digiring dapat dihasilkan

3336 kg lada hitam”.348

Sebagai bentuk perluasan wilayah ekonomi Kesultanan

Banten di Lampung serta pengendalian terhadap tata niaga lada,

penguasa Banten menempatkan jenjen (jinjam atau jenang) di Semangka

(Kota Agung). Karena hanya berurusan dengan soal lada, jenjen tidak

mencampuri urusan pemerintahan. Dengan posisi demikian, elit lokal

Lampung yang terpencar-pencar yang disebut “adipati” secara hirarkis

tidak berada di bawah perintah jinjam.349

Penempatan wakil dari Kesultanan Banten berlangsung

hingga abad XVIII.350 Pengiriman pegawai-pegawai Banten dan

pengangkatan elit adalah dua ukuran utama sultan untuk meyakinkan

pengawasan atas Lampung. Pengiriman pegawai terjadi di daerah-daerah

348 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kebesaran dan Tragedi Kota Banten… h.

166. 349 Andi Syamsu Rijal, Dua Pelabuhan Satu Selat: Sejarah Pelabuhan Merak

dan Pelabuhan Bakauheni di Selat Sunda 1912-2009. Tesis. (Depok: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Program Studi Sejarah, 2011), h. 40 350 Para pegawai Banten ini disebut bumi dalam piagem sultan 1737 dan 1761

dan regen dalam sumber-sumber Belanda. Pigeaud, “Afkondigingen”, 138. Para

pegawai menyebut jeneng dan jinjem, yang Suzuki jelaskan berdasarkan sumber-

sumber abad ke-17, tidak ditemukan dalam sumber-sumber abad ke-18

Page 175: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

162

pertumbuhan lada secara luas untuk memfasilitasi penanaman lada dan

untuk memonopoli pengiriman lada ke Banten.

Sultan atau pegawai-pegawai istana menunjuk elit lokal

berpengaruh dalam perluasan wilayah ekonomi. Kepada elit lokal

tersebut sultan menetapkan aturan, dalam bantuk piagem, yang berisi

kewajiban-kewajiban rakyat biasa. Piagem yang ada biasanya

menetapkan bahwa semua orang harus menanam 500 atau 1000 pohon

lada per orang dan harus menjualnya secara eksklusif kepada seorang

pedagang yang akan mengirimkannya ke Banten. Beberapa dari piagem

ini juga mengkhususkan tugas-tugas pemeliharaan perdamaian publik,

pelaporan masalah-masalah lokal yang penting kepada perdana menteri,

pengumpulan bea dari lalu lintas sungai, dan pengawasan perdagangan.

Perwakilan-perwakilan lokal mengeluarkan pass jalan351 kepada

pedagang-pedagang Banten dan Lampung izin resmi transportasi

perekonmian terutama perdagangan lada. Piagem juga melarang

perdagangan lada tanpa pass jalan.352

Dalam sumber-sumber Belanda, kepala elit lokal pada

umumnya disebut sebagai kepala (hoofd). Anggota-anggota elit

berpengaruh disebut Ponggawa, tanpa memandang gelar mereka atau

kepemilikan piagem. Ponggawa-Ponggawa Lampung selalu tinggal di

daerah lokal mereka. Mereka adalah para kepala kampung dari

351 Hak mengumpulkan toll di jalur sungai di Tulang Bawang disebutkan di

piagem tahun 1771, Pigeaud, “Afkondigingen”, 142. Pengeluaran pass oleh perwakilan

lokal untuk pedagang lada dituliskan dalam piagem tahun 1690 di Puti dan dalam

bibliografi Nachoda Muda. Pigeaud, “Afkondigingen”, 130, 151: Drewes (ed.) De

Biografie, 59-61, 110-112 352 Ota Atsushi, Perubahan Rejim dan Dinamika Sosial di Banten;

Masyarakat, Negara, dan Dunia Luar Banten 1750-1830, (Serang: Fakultas

Ushuluddin dan Dakwah Press, IAIN SMH Banten, 2009), h. 70.

Page 176: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

163

pemukiman mereka sendiri. Sebagaimana kasus di Kesultanan Banten,

kekuasaan mereka tidak banyak didasarkan pada wilayah melainkan

pada orang. Ponggawa penting menggunakan pengaruhnya di beberapa

pemukiman yang berpencar. Oleh karena itu, sering terjadi bahwa dua

kelompok masyarakat atau lebih yang tinggal di lokasi yang sama berada

di bawah kekuasaan ponggawa yang berbeda. Ponggawa yang

berpengaruh membangun hubungan patron-klien dengan kepala-kepala

kampung yang kurang berpengaruh, dalam sumber-sumber Belanda,

kepala kampung yang paling berpengaruh di sebuah daerah umumnya

disebut regent kepala (hoofdregent).353

Kontak langsung antara Eropa Barat Laut dan daerah-daerah

ini datang untuk mengubah perdagangan lada secara radikal. Ekspor

Banten selama dekade pertama abad XVII berubah dari Cina ke Eropa.

Selanjutnya, orang-orang Eropa juga mengambil alih bagian

perdagangan lada di Asia. Belanda tidak diragukan lagi sangat giat, tetapi

distribusi geografis yang luas dari lada berarti bahwa Perusahaan

Belanda terlepas dari posisinya yang semakin kuat di Nusantara dan

terlepas dari out maneuvering dari perdagangan pribumi tidak dapat

menyesuaikan seluruh produksi untuk ekspor. Sampai tahun 1680

Pangeran Banten mempertahankan kedaulatannya, dan orang-orang

Cina, India, Inggris, Prancis, Denmark, dan negara-negara lain dapat

dengan bebas mengamankan lada di sana. Di sisi lain, Belanda

diuntungkan karena sangat dekat dengan salah satu pasar utama.354

353 Ota Atsushi, Perubahan Rejim dan Dinamika Sosial di Banten;

Masyarakat, Negara, dan Dunia Luar Banten 1750-1830… h. 71. 354 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740. (S-Gravenhage:

Martinus Nijhoff, 1981), h. 75-85.

Page 177: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

164

Sejak kedatangan Bangsa Eropa terutama armada Belanda

keseimbangan perdagangan lada bergerak dengan cepat ke tangan

wilayah Eropa Utara. Sedangkan para pedagang Muslim di pertama abad

XVII yang berlayar ke Nusantara mengalami penurunan, dan Bangsa

Portugis pada tahun 1620 mengalami hal yang sama seperti para

pedagang Muslim. Pada tahun 1620 kapal Portugis yang kembali dari

Asia hanya berjumlah 17, hal ini dikarenakan para pedagang Belanda,

Inggris, Denmark dan Perancis telah berhasil berlayar ke Asia terutama

ke Nusantara. Bangsa Eropa Utara berkonsentrasi pada rempah-rempah

di Asia Tenggara, saat itu kekuatan Bangsa Portugis mulai melemah,

dengan hasil di tahun 1620-an Asia Tenggara menyediakan lebih dari

setengah pasokan lada Eropa.355

Amsterdam menjadi pasar lada utama Eropa, diikuti oleh

London. Kedatangan lada di Amsterdam dan London dari Asia Tenggara

adalah lada yang berasal dari Banten dan Aceh, selain dari Asia Tenggara

pasar Eropa juga menerima lada dari India.

Tabel 8

Pengiriman lada dari Asia Tenggara ke Eropa 1600-1699.356

Ke Belanda Perkiraan dari Asia

Tenggara

Tahun

Asia Tenggara

(Banten dan

Aceh)

India Ton

Harga di

Eropa

355 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar, (Leiden: KITLV Press, 1998), h. 74-76 356 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 74-76.

Page 178: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

165

1603 - - 2.000 -

1603-1609 - - - -

1610-1619 - - 1.500 1.065

1620-1629 1.235 - 1.500 885

1630-1639 1.235 - 1.400 742

1640 2.095 - 1.900 988

1641-1656 2.243 - 2.100 987

1660-1669 3.063 - 2.900 1.421

1670-1679 3.458 - 4.500 1.305

1680-1689 2.470 - 2.600 884

1690-1699 2.964 - 2.600 1,040

Heeren XVII,357 mencatat kebutuhan lada dalam total

tahunan untuk pemasaran di abad XVII ini ada total konsumsi lada di

Eropa diperkirakan sekitar 7 juta kilogram, yang di impor Portugis

sekitar 1,4 juta kilogram, sementara sisanya sekitar 5,6 juta kilogram

harus didistribusikan antara Inggris dan Belanda. Akhir abad XVII

tepatnya tahun 1688, Heeren berpendapat bahwa orang-orang Eropa

dapat mengkonsumsi sekitar 7,2 juta kilogram lada setiap tahunnya.

357 Heeren XVII adalah dewan direktur (direksi) yang menjalankan perusahaan

khusus yaitu Perusahaan Dagang Hindia timur Belanda (VOC), yang dibentuk pada

1602 untuk tujuan nasioanal, dan para direkturnya bertanggungjawab kepada Parlemen

Belanda. Dewan direktur ini terdiri dari 17 anggota perwakilan pemegang saham

Perusahaan Dagang Hindia Timur tersebut. 17 anggota ini masing-masing berasal dari

Amsterdam sebanyak delapan orang. Empat orang dari Middelburg (Zeeland), dan

empat orang lagi berasal dari Rotterdam, Delft, Hoorn, dan Enkhuizen. Anggota 17 dari

Heeren XVII ini diangkat oleh Zeeland. Tujuannya dari Heeren XVII adalah untuk

menerapkan kebijakan Gubernur Jenderal VOC tersebut. Mereka menetapkan

kebijakan umum dan membagi tugas di antara kamar dagang perusahaan yang

melakukan pekerjaan. Mereka membangun kapal-kapal dan gudang milik sendiri.

Page 179: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

166

Tampaknya dari konteks bahwa kali ini rujukannya adalah penjualan

Eropa yang ditutupi oleh pasokan dari perusahaan Inggris dan Belanda.

Kebutuhan lada di akhir abad XVII lebih meningkat dibandingkan di

awal abad XVII sekitar tahun 1622 dari 1,6 juta kilogram sampai 5,6 juta

kilogram setiap tahunnya.358

Tanaman lada termasuk tanaman tua yang pernah

dibudidayakan manusia sejak 372 SM oleh orang Yunani yang sudah

mengenal dua jenis lada, yaitu lada hitam dan cabai. Abad pertengahan,

lada termasuk jenis rempah-rempah yang terpenting dan berharga,

bahkan di Jerman pada abad XIV-XV, lada digunakan sebagai alat tukar

dan membayar gaji serta pajak. Tanaman lada berasal dari daerah Ghat

Barat, Malabar, dan India, telah berhasil meluas ke Nusantara sejak satu

abad sebelum masehi, dan tanaman ini meluas di Indonesia melalui

perantara para pedagang.359

Dapat dilihat dari akhir abad XVI hingga awal abad XVII

ekspor lada dari Banten mengalami peningkatan.

Tabel 9

Ekspor lada dari Banten360

Tahun Keterangan

1598

Total ekspor lada yang dilakukan oleh Kesultanan

Banten adalah sebanyak 30.000 karung yang 18.000

karung dari angka tersebut diambil oleh para saudagar

358 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 74. 359 Aksi Agraris Kanisius, Bercocok Tanam Lada, (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1980), h. 5. 360 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 401

Page 180: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

167

Cina, 9.000 karung oleh saudagar Belanda, dan 3.000

karung oleh para saudagar Gujarat.

1603 Panen lada sebanyak 48.000 karung diperoleh oleh

orang-orang Belanda dan Inggris.

1613 Jumlah keseluruhan lada mencapai hingga 30.000

sampai 32.000 karung.

1614 130.000 karung (satu panen raya) yang jumlah itu

Belanda memperoleh 50.000 karung.

1616 Panen diperkirakan menghasilkan 30.000 karung.

1617 Panen lada 120.000 karung.

1618 Panen lada menghasilkan sekitar 30.000 karung.

1620 Panen lada sekitar 100.000 karung.

1627

Hasil panen masih mencapai 50.000 hingga 60.000

karung, dan sebagian besar dari angka tersebut dikirim

ke Batavia.

1629 Panen menghasilkan hanya 15.000 hingga 16.000

karung.

Meskipun Belanda dan Inggris kemudian membeli hasil

panen lada dengan jumlah yang besar, pemerintah Banten tidak ingin

kehilangan pendapatan bea cukai yang berasal dari orang-orang Cina,

yang merupakan pembeli lada yang tertua di sana. Oleh karenanya

pemerintah Banten menghalangi orang-orang Belanda agar mereka tidak

dapat membeli terlalu banyak lada, sehingga ada cukup lada yang tersisa

untuk dapat dibeli oleh saudagar Cina.

Kesultanan Banten menjadikan lada sebagai komoditas

terpenting dalam struktur perdagangannya. Selain dihasilkan di daerah

Page 181: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

168

sendiri, Kesultanan Banten pun menerima lada yang dhasilkan daerah

lain. Dengan hak monopoli yang dimiliki Kesultanan Banten berhasil

menguasai perdagangan lada di Sumatera bagian Selatan. Karena inilah

Pelabuhan Banten menjadi salah satu pusat perekonomian laut yang

hampir menggantikan kedudukan Malaka, yang telah jatuh ke tangan

Portugis. Kedudukan Kesultanan Banten sebagai produsen lada dan

pemegang monopoli perdagangan lada mulai mengalami kemunduran

setelah memasuki akhir abad XVII.361

Hal ini disebabkan terjadinya pertentangan politik dikalangan

keluarga sultan yang memperebutkan takhta. Akhir abad XVII ini, Putera

Mahkota Kesultanan Banten yang merangkap sebagai Sultan Muda

Banten mencari dan meminta bantuan kepada VOC. Ia menawarkan

imbalan kepada VOC, kalau berhasil menduduki takhta sebagai sultan

maka VOC akan memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Banten.

Tahun 1682, hak monopoli itu diperoleh VOC yang ditandai dengan

diusirnya para pedagang non-Belanda yang singgah di Pelabuhan

Banten.362

Komoditi dalam perdagangan di Banten untuk barang ekspor

sangatlah bervariasi dari tahun ke tahunnya, terutama ekspor lada yang

sangatlah penting bagi Kesultanan Banten. Hal ini dikarenakan oleh

besarnya panen yang dihasilkan daerah pedalaman jika dibandingkan

dengan hasil lada dari daerah kawasan penghasil lada lainnya. Berbagai

dokumen membicarakan perubahan periodik panen besar dan kecil, yang

361 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004). h. 79. 362 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara… h. 79.

Page 182: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

169

jelas merupakan acuan penting untuk mengetahui pembudidayaan lada

domestik.363

Tabel 10

Harga lada di Eropa tahun 1500-1649364

Tahun Harga dollar/kg

1500-1509 0.44

1510-1519 0.70

1520-1529 0.74

1530-1539 0.63

1540-1549 0.6

1550-1559 0.6

I560-1569 1.0

1580-1589 0.9

1590-1599 1.0

1580-1589 0.74

1590-1599 0.71

1600-1609 0.9

1609-1624 0.53

1625-1629 0.52

1630-1639 0.42

1640-1649 0.49

1650-1659 0.29

1660-1669 0.34

363 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 401. 364 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 70.

Page 183: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

170

1670-1679 0.40

1680-1689 0.35

1690-1699 0.44

1700-1709 0.70

Impor lada Belanda mencapai puncaknya pada 1670 dengan

lebih dari 4.500 ton, sementara impor Inggris memuncak sedikit pada

tahun 1611. Harga Eropa tetap tinggi akibat perang Inggris-Belanda

1665-1667, harga lada di Eropa semakin mahal sehingga mendorong

tingginya pesanan mereka di Asia Tenggara. Sementara pada tahun

1677-1678 harga lada turun serendah 26 sen guilder perpicol, sedangkan

harga lada meningkat 1,10 gulden pada sepuluh tahun sebelumnya ketika

terjadi perang antara Belanda dan Inggris.365

Data di atas merupakan ekspor-impor lada yang dilakukan

oleh Belanda, sedangkan di bawah ini merupakan data ekpor-impor yang

dilakukan oleh Inggris. Pembentukan hubungan dengan Kesultanan

Banten adalah titik yang paling tepat untuk memulai sejarah Perusahaan

Inggris, karena di sanalah pabrik pertamanya dibuka pada bulan

Desember, 1602.366 Pada pendirian pertama Perusahaan Inggris

menempatkan di bawah perintah William Starkey ditempatkan staf dan

sembilan belas pedagang dan pelaut. Selain Belanda, perusahaan Inggris

pun terlibat besar dalam ekspor-impor perdagangan lada di Banten.

365 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740. (S-Gravenhage:

Martinus Nijhoff, 1981), h. 82-83. 366 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of The English East India

Company at Bantam, 1602-1682. Disertasi, (London, 1955), h. 4.

Page 184: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

171

Berikut ini data penjualan lada dari perusahaan Inggris yang kirim ke

London dari tahun 1669-1686.

Tabel 11

Pengiriman lada dari Asia Tenggara ke Eropa (Inggris) Tahun 1600-

1699.367

Ke Inggris Perkiraan dari Asia

Tenggara

Tahun Asia Tenggara

(Banten dan Aceh)

India Ton Harga di

Eropa

1603 - 1.350 2.000 -

1603-1609 328 - - -

1610-1619 415 266 1.500 1.065

1620-1629 562 87 1.500 885

1630-1639 412 - 1.400 742

1640 272 - 1.900 988

1641-1656 - - 2.100 987

1660-1669 576 175 2.900 1.421

1670-1679 1.893 354 4.500 1.305

1680-1689 763 477 2.600 884

1690-1699 298 491 2.600 1,040

367 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 74-76.

Page 185: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

172

Tabel 12

Impor perusahaan Inggris dari lada hitam tahun 1669-1686, per 1000

lbs dan 1000 ponds.368

Tahun Banten Surat Madras Total

1669 2,264 359 - 2,408

1670 2,076 611 - 2,467

1671 3,689 793 - 4,115

1672 4,691 652 - 4,905

1673 2,270 845 - 2,859

1674 - 1,347 - 1,237

1675 4,011 437 - 4,083

1676 3,003 1,554 34 4,214

1677 4,686 1,097 41 5,346

1678 4,046 643 - 4,304

1679 5,798 23 - 5,344

1680 1,738 329 - 1,897

1681 1,536 870 - 2,209

1682 4,031 852 - 4,482

1683 518 1,108 96 1,581

1684 - 1,490 6 1,374

1685 - 1,364 41 1,290

1686 - 886 857 1,600

368 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740. (S-Gravenhage:

Martinus Nijhoff, 1981), h. 84.

Page 186: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

173

Sebelum perusahaan Inggris melakukan impor lada ke

London dengan jumlah yang besar, perusahaan Inggris dan Kesultanan

Banten menandatangi kontrak perjanjian dagang pada tahun 1643.

Kontrak tersebut menjelaskan mengenai lada, bahwasanya lada di

Banten hanya boleh dibeli oleh perusahaan Inggris dan tidak ada

pedagang lain yang dapat membeli lada di Banten. Hal itu karena, Banten

telah berjanji kepada perusahaan Inggris. Perusahaan Inggris dapat

membeli lada dengan harga 6⅔ real per karung sampai 111¼ real per 100

karung. Jika lada mengalami kerusakan maka kesultanan harus

menurunkan 6% harga lada dalam 8 real per karung dengan berat

timbangan 132 lbs. Pada akhir tahun 1643 perusahaan Inggris berhasil

menaikkan perkiraan stok ladanya di Banten menjadi 700 hingga 800

ton.369

Kontrak dagang yang telah dibuat menghasilkan keuntungan

besar bagi perusahaan Inggris, terbukti pada tahun 1649 ada empat kapal

dengan kargo yang berlayar membawa lada, benzoin, jahe, beberapa

cengkeh, gula dan beberapa bal kain. Nilai total kargo sebesar Rs.

187.482, dan sebagian besar di lada 2.135.375 lbs dengan biaya

mencapai Rs. 131,248, yang merupakan akuisisi tak terduga seperti kita

lihat, dicatat Rs. 15.749 dan biaya benzoin Rs. 10.536. sebelum tahun

1649, biasanya hanya dua kapal yang dikirim ke Inggris setiap tahun dan

kargo gabungan mereka jarang melebihi 100.000 real, meskipun ini

terjadi pada tahun 1643 ketika tiga kapal dikirim ke Eropa.370

369 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of The English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 148. 370 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of The English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 159.

Page 187: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

174

Pada bulan Desember 1646 Pengadilan Inggris memutuskan

untuk mengambil keuntungan yang lebih besar dengan kenaikan harga

secara umum yaitu menaikkan harga jual kepada para pedagang di

London. Kenaikan harga jual rempah-rempah terutama lada bukan hanya

dari Banten saja. Namun, lada dari Jambi juga mengalami kenaikan.

Pada bulan September 1648, lada yang datang dari Jambi terjual pada 15

dinar per lbs. dan telah meningkat dengan satu farthing pada bulan

Desember.371 Oleh karena itu, pada bulan Oktober 1649, setelah pasokan

lada pertama diterima dari Bantam dengan jumlah yang sangat besar

mencapai 2.135.375 lbs pada bulan Januari lalu, lada Jambi mengalami

penurunan dengan harga 12½ dinar per lbs dan lada dari Malabar

mencapai harga 13½ dinar per lbs di sepanjang tahun 1650 dan 1651.372

Pada bulan Agustus 1650, Kesultanan Banten berada dalam

tingkat hutang mencapai 24.000 real, sehingga perusahaan Inggris

mengirim beberapa kapal untuk melakukan impor lada dari Banjarmasin

dan Jambi. Meskipun demikian perusahaan Inggris tetap mempunyai

persediaan 1000 ton lada yang dibeli selama lima bulan di tahun 1650.

Namun, pada 3 Juni 1650, Presiden Peniston melaporkan bahwa impor

lada dari Banjarmasin dan Jambi tidak sebaik lada di Banten, sehingga

kapal-kapal Inggris yang datang dari Banjarmasin dan Jambi tidak dapat

membawa pulang keuntungan dari penjualan lada tersebut.373

371 William Foster, A Calendar of the Court Minutes Etc. Of the East India

Company 1644-1649, (Oxford: At The Clarendon Press, 1912), h. 159. 372 William Foster, A Calendar of the Court Minutes Etc. Of The East India

Company 1644-1649… h. 359. 373 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of the English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 161.

Page 188: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

175

Lada Jambi tetap pada harga jual yang sangat rendah di

London dengan harga 12 dinar per lbs, itu pun tidak sampai bulan

Desember 1652, dan bulan-bulan awal 1653 bahwa kenaikan sekitar satu

sen per lb terjadi. Dihadapkan oleh perkampungan kumuh pasar lada di

London, Kompeni dalam surat-surat mereka pada tanggal 29 Mei 1650,

menempatkan pembatasan umum atas impor lada dari Banten ke Inggris.

Instruksi baru, seperti yang dilihat oleh Presiden Baker, mengatakan

untuk mengembalikan impor lada dari Banten ke Inggris dengan jumlah

yang banyak. Tidak hanya lada, rempah rempah lain pun seperti

gingseng hijau, cengkeh, kacang, bunga pala untuk dikirim ke Inggris

setahun sekali dalam jumlah yang dibutuhkan oleh perusahaan

Inggris.374

Tabel 13

Stok lada tahun 1650 dari perusahaan Inggris yang dikirim dari luar

Banten dan kembali ke Banten375

Daerah Dikirim dari luar Banten Kembali ke Banten

Solebar 20.187 real 20.684 real

Jambi 17.000 real 48.000 real

Banjarmasin 620 real -

Makassar 34.000 real -

Jepara 7.000 real 3.000 real

374 William Foster, C.I.E, The English Factories in India 1655-1660, (Oxford:

At The Clarendon Press 1921), h. 7. 375 William Foster, C.I.E, The English Factories in India 1655-1660, (Oxford:

At The Clarendon Press 1921), h. 7.

Page 189: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

176

Tabel di atas menunjukan harga impor yang berbeda lada dari

luar Banten dan dari Banten Jepara dan Makasar dapat dikatakan sebagai

daerah pemasok beras dan gula. Namun, setelah kapal-kapal Inggris

melakukan impor lada dapat diketahui bahwa Jepara dan Makassar

mempunyai komoditas perdagang lada yang besar. Tetapi Makassar pada

tahun 1650 tidak mengirim ladanya ke Banten. Hal yang sama dilakukan

oleh Banjarmasin yang hanya menyediakan stok kecil lada sehingga

tidak bisa untuk mengirim kembali lada ke Banten selama 2 tahun

terakhir untuk di impor ke Inggris.376

Persediaan lada di Jambi, Solebar dan Banjarmasin tidak

dapat menyediakan lebih dari sekitar 70.000 real lada. Lebih jauh lagi,

pada tahun 1650, kurangnya orang dan pengiriman membuatnya tidak

mungkin untuk memasok persediaan lada. Pada akhir tahun membawa

setidaknya 76.000 real lada kembali ke Banten, hal tersebut telah

memenuhi permintaan lada yang meningkat setiap tahunnya.377

Pesanan ini lebih mudah diberikan daripada dipenuhi, karena

komoditas alternatif yang disarankan oleh pengadilan Inggris hampir

tidak bisa diperoleh. Dalam surat mereka 1 Maret 1651, pengadilan

berharap Presiden EIC dan Dewan EIC di Banten untuk mengatur impor

lada kepada mereka dengan sekitar 500 ton lada per tahun, dan dengan

melengkapinya dengan, benjamin, Cengkeh, jahe hijau dll, yang

mungkin sekitar di atas 200 ton lebih.378

376 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of The English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 162. 377 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of The English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h. 162. 378 William Foster, C.I.E, The English Factories in India 1655-1660… h. 7.

Page 190: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

177

Pada akhir abad XVII, perusahaan Inggris tengah berjuang

dengan masalah-masalah dagang mereka seperti kekurangan kain, harga

yang tidak kompetitif, permintaan untuk bahan-bahan perak daripada

tekstil sebagai pembayaran, kadang-kadang pecahnya kekerasan dan

khususnya tingkat kematian yang tinggi. Karena EIC telah

membelanjakan begitu banyak pada perdagangan lada, itu sangat

dipengaruhi oleh keserakahan yang berkembang pada akhir abad XVII,

jatuhnya harga, dan keinginan Eropa untuk menggunakan jahe murah

yang dibawa dari Amerika sebagai pengganti. Pada 1678, gudang-

gudang di London berisi sekitar 19.000 karung lada yang tidak terjual,

pengingat yang mengingatkan perdagangan yang terus menurun.379

Setelah tahun 1680, total ekspor lada mejadi turun.

Kesultanan Banten adalah pengekspor lada besar terakhir yang

independen, dan ketika Kesultanan Banten jatuh ke tangan Belanda pada

tahun 1682, unsur kompetitif sebagian besar lenyap dari pembelian lada

Eropa. Kesultanan Banten diwajibkan menandatangi kontak untuk

mengirim lada ke perusahaan Belanda sebanyak 5 real per picol.

Pedagang asing lainnya dikeluarkan dari Banten. Kontak atau perjanjian

dagang tersebut ditandatangani oleh Sultan Banten Abu Nashr Abdul

Kahar (Sultan Haji), dan perdagangan Banten dikendalikan oleh

Belanda.380

Perkebunan lada mengalami pasang surut yang disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu faktor politik dan faktor geografis. Di

beberapa wilayah Banten tidak cocok untuk ditanami lada. Hal tersebut

379 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory of the English East India

Company at Bantam, 1602-1682… h, 186. 380 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 64.

Page 191: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

178

dikarenakan naiknya air laut yang mempengaruhi tingkat kesuburan

tanah. Hal tersebut terbukti dengan hasil perkebunana lada pada masa

yang menurun sekitar 30%. Daerah-daerah yang gagal ditanami lada

kemudian oleh penguasa pada saat itu digantikan oleh tanaman kopi, dan

beras yang juga menjadi salah satu komoditas internasional dari

Banten.381

Kemuduran produksi lada juga diakibatkan oleh kondisi

politik di Kesultanan Banten. Kondisi politik di Kesultanan Banten

dipengaruhi adanya kolonial yang menjajah wilayah Banten. Kedudukan

kolonial di Indonesia juga mempengaruhi perkebunan lada di Banten.

Perkebunan lada mulai memuncak dan mengalami kemajuan cukup

pesat pada saat di Banten diduki oleh VOC. Hal tersebut berujung

dengan dijadikanya lada sebagai komoditas utama oleh VOC.382

Jatuhnya Banten tehadap Belanda pada 1682, menyebabkan

pengiriman lada ke Eropa tahun 1690-1790 telah terikat kontrak untuk

memasok secara eksklusif ke VOC. Pantai Barat Sumatra, yang telah

menyediakan banyak lada dunia pada periode 1560-1620, para kepala

daerah mengikat diri mereka untuk memasok Belanda melalui Perjanjian

Painan tahun 1666,383 meskipun dalam praktiknya pelabuhan-pelabuhan

ini merana karena monopoli, sebagian besar lada yang ditanam di

Minangkabau bergeser ke outlet Timur Palembang dan Jambi.

381 Hardiman, “Perkebunan Lada di Banten Tahun 1805-1816”. Student

Universitas Negeri Yogyakarta. Vol 1. No. 1. 2016, h. 14. 382 Sartono Kartodirjo, Pemberontakan Petani Banten 1888. Cet I. (Jakarta:

PT. Dunia Pustaka Jaya, 1984), h. 58. 383 Perjanjian Painan atau Het Painans Tractaat merupakan perjanjian yang

dibuat oleh penghulu atau penguasa beberapa kota pantai di Pesisir Barat Minangkabau

dengan wakil VOC.

Page 192: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

179

Inggris mendirikan perusahaan mereka di Bengkulu, di

sebelah selatan daerah yang dicakup oleh Perjanjian Painan, pada tahun

1684, dan juga mendirikan sistem monopoli pengiriman dengan harga

yang ditentukan. Meskipun sistem ini terbukti sangat melemahkan

ekonomi, dengan pengiriman terus menurun dengan harga rendah tetap,

itu memang memberikan statistik yang lebih baik daripada yang tersedia

di bawah sistem yang lebih bebas. Tabel 14, menunjukkan pengiriman

ke Belanda dan Inggris di bawah sistem ini setelah 1690. Tren penurunan

dari masing-masing pusat setelah kondisi monopoli VOC jelas. Ini

terjadi di Banten, Palembang, dan Jambi pada tahun 1690, tetapi

Banjarmasin sebagian besar merupakan pelabuhan bebas sampai VOC

memberlakukan perjanjian monopolistik dan kehadiran militer pada

tahun 1747, setelah itu semua lada mengalir ke Batavia, di bawah

pengaturan monopoli ini, petani diharapkan untuk menanam sekitar 500

pohon lada.

Tabel 14

Pengiriman lada ke Perusahaan Eropa akhir abad XVII-XVIII, (1690-

1790) (Ton per Tahun)384

Tahun Banten Jawa

Lainnya385

Palembang Jambi Persediaan

Ke

Batavia

Bengkulu

1690-

99 1,824 - - - 1,824 195

I700-09 1,732 141 - - 1,873 1,018

384 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 82. 385 Cirebon dan Priangan

Page 193: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

180

1710-

19 1,693 23 2,692 - 4,408 -

1720-

29 2,104 - 3,112 17 5,233 -

1730-

39 1,509 - 794 14 2,579 -

1740-

49 1,840 - 1,012 - 3,785 -

1750-

59 1,144 - 717 - 2,642 749

1760-

69 1,403 - 758 - 2,807 352

1770-

79 1,476 - 325 - 2,324 l,ll4

1780-

89 1,276 8 152 - 1,973 1,190

Keadaan yang dialami oleh Kesultanan Banten ketika kultur

lada mulai menyusut seluruh kegiatan perdagangan pun ikut mundur.

Berbagai peristiwa tersebut menunjukan bahwa ketergantungan pada

lada sebagai komoditas utama dapat menjadikan suatu pusat

perdagangan berkembang pesat, akan tetapi sebaliknya dapat pula

menyebabkan kemunduran.386

386 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia, 2007), h. 132.

Page 194: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

181

2. Perdagangan Gula

Gula adalah komoditas perdagangan yang sangat dibutuhkan,

sama halnya seperti garam, tembaga, dan barang berat lainnya.

Permintaan Eropa akan gula yang tinggi pada abad XVII, membuat

Belanda memulai penanaman gula di Jawa.387 Perdagangan gula mulai

dijalankan oleh Perusahaan Belanda, budidaya tanaman tebu sebagai

komoditas perdagangan baru yang dianggap memiliki prospek cerah

bagi kehidupan perekonomian Belanda. Gula yang diproduksi dengan

berbagai cara dimulai sejak abad XVI, gula mulai mendominasi pola

konsumsi dunia. Selain gula putih, adapun produksi lainnya yaitu gula

merah yang dapat disimpan dalam jangka waktu lama, serta dapat

diperdagangkan dan di pasarkan.388

Memasuki masa perkembangan Islam dan kehadiran orang-

orang Belanda di kepulauan Indonesia pada abad XVI-XVII Masehi,

budidaya tanaman tebu semakin dikenal luas, terutama di pusat-pusat

pemukiman sepanjang wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Sebagai contoh

adalah di Jepara, Pekalongan, Batavia, dan Banten.389

Industri gula di Banten terlebih dahulu dikuasai oleh imigran

Tionghoa. Belanda mulai mengembangkan industri gulanya dari tahun

1619. Tahun 1630 Heeren XVII makin menaruh perhatian pada gula dari

Asia ketika pasokan gula dari koloni Belanda di Brasil mulai terganggu

akibat pertikaiannya dengan orang-orang Portugis. Harga gula yang

387 Holden Furber, John Company at Work, A Study of European Expansion

in India in the Late Eighteenth Century, (Harvard Historical Studies, Vol. LV:

Cambridge Mass, 1948), p. 162 388 David Bulbeck, Southeast Asian Exports Since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 107. 389 Robert Van Niel, Java’s Northeast Coast 1740-1840: A Study in Colonial

Encroachment and Dominance, (Leiden: CNWS Publications, 2005), h. 133-153.

Page 195: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

182

tinggi menyebabkan gula dari Asia dapat memberi keuntungan yang

cukup meskipun menjalani pelayaran yang lebih panjang yaitu melalui

Tanjung Harapan.390

Ekspor gula Jawa mencapai 10.000 picol di tahun 1619 dan

karena keuntungan yang diperoleh dengan perdagangan gula sangat

besar dan ternyata bahwa Jawa menghasilkan gula berkualitas baik.

Perusahaan Belanda secara bertahap memutuskan untuk membuat

negara merdeka dan di wilayahnya sendiri didekat dengan Batavia untuk

mendirikan pabrik gula dan mendirikan industri gula. Perusahaan

memberi tanah kepada orang Cina produsen gula dan diberikan berbagai

hak prerogatif mereka, termasuk lisensi untuk memotong kayu bakar

yang diperlukan untuk produksi gula tanpa pembayaran dari hutan.391

Gula yang telah berhasil diproduksi dibawa ke Belanda

dengan kapal-kapalnya sendiri, gula tersebut dijual dalam pelelangan

umum di berbagai kamar Perusahaan.392 Dari budidaya tebu ini, VOC

mendapatkan gula yang sangat laku di pasar perdagangan Eropa.393

Tanaman tebu awalnya ditanam di tanah-tanah partikelir yang

penguasanya bukanlah bupati melainkan tuan tanah dari etnis Cina.

Penanaman tebu secara meluas di Pulau Jawa dimulai sekitar

tahun 1600. Penanaman tersebut dilakukan saat gula mulai terkenal

sebagai pemanis di Eropa, yang sebelumnya tanaman tebu hanya

digunakan sebagai obat. Penanaman tebu oleh Belanda dimulai dari

390 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII … h. 134 391 K. W. Van Gorkom's, Oost-Indische Cultures, Tweede Deel. (Amsterdam:

J. H. De Bussy, 1918), h, 120. 392 Tio Poo Tjiang, De Suikerhandel Van Java, (Amsterdam: J. H. De Bussy,

1923), h. 5. 393 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara... h. 80.

Page 196: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

183

perbukitan di Siam Tengah Kamboja dan Banten. Dari produksi gula

tersebut di pasarkan untuk pengguna lokal dan untuk di ekspor kembali

ke Eropa.394

Pada awal abad XVII, tanah partikelir yang terdapat di sekitar

Batavia merupakan daerah pembudidayaan tebu yang paling penting di

Pulau Jawa. Hal tersebut didukung oleh beberapa faktor yaitu: adanya

kepentingan individu dari pegawai VOC pada pembudidayaan tebu, dan

pemusatan pembudidayaan tebu beserta dengan proses pengolahnnya

hingga menjadi 2000 gula.395 Penanaman tebu di luar Batavia, termasuk

Banten, dilakukan VOC dalam skala kecil, para pemilik pembudidayaan

tebu dan pabrik penggiling menggunakan tenaga kerja wajib yang telah

ditentukan oleh para penguasa lokal. Rata-rata pekerja wajib yang

mengolah tanaman tebu mencapai jumlah 70-80 orang yang diawasi oleh

sekitar 5-6 orang Cina.396

Tahun 1648, Belanda melakukan pengiriman pertama gula

dari Batavia ke Banten. Selain melakukan pembudidayaan tebu di

Banten, VOC pun mendirikan pabrik gula yang akan menghasilkan

2.000 picol gula putih, dan pada tahun 1652 sudah menjadi satu dari

11.700 picol. Harga-harga gula selama periode perdagangan dari

perusahaan Belanda ini jumlahnya mencapai 7,50 fl per pon. Bubuk gula

putih dari Cina, pada tahun 1620-an harganya mencapai 3,78 fl per 100

pon, pada 1637 telah meningkat menjadi harga 6,86 fl. per 100 pon.397

394 Innes. R. L, The Door Ajar: Japan’s Foreign Trade In The Seventeenth

Sentury. Disertasi. (University Of Michigan, 1980), h. 504. 395 D.H. Burger, Sedjarah Ekonomis-Sosiologis Indonesia. Jilid 1. Terj.

Prajudi Atmosudirjo, (Jakarta: Prandnjaparamita, 1962), h. 104. 396 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara… h. 81. 397 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740... h, 155.

Page 197: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

184

Tahun yang sama 1637, Perusahaan gula perdagangan Timur

India (Oost-Indische Compagnie) membeli gula di Banten untuk dikirim

ke Batavia dengan harga 6 real per picol sampai 50 fl. per 100 pon. Pada

awal tahun 1637, Perusahaan Belanda menaikkan harga gula di Banten

dari 6 hingga 9 botol per picol gula. Ini adalah langkah melawan Inggris,

yang bersama-sama dengan Denmark telah mencoba untuk menetapkan

bahwa Sultan Banten telah mengeluarkan larangan mengirim gula ke

Batavia.398 Di sisi lain, Perusahaan Belanda, untuk menentang Inggris di

Banten dan untuk menarik lebih banyak gula ke Batavia, harga gula

ditingkatkan menjadi 9 real per picol.399

Selain memperluas hubungan perdagangannya untuk

mendapatkan gula di luar wilayahnya Banten dan Batavia, Perusahaan

juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan pasar tanah air dengan

mendorong budidaya tanaman tebu di daerahnya. Pada tahun 1637

adalah langkah pertama, dilakukan oleh perkebunan perusahaan Belanda

yaitu menjadikan Batavia dan Banten sebagai tempat penjualan gula

terbesar di Nusantara, harga panen gula yang telah ditetapkan dalam

timbangan 22 picol sebesar 245.000 fl.400

Ketika Sultan Banten melarang pengiriman gula dari Banten

ke Batavia, perusahaan Belanda melalui perdagangannya ke Taiwan

dapat membeli gula dari Cina dengan jumlah yang cukup untuk

persediaan gula di Batavia. Namun, pada tahun 1640-an Heeren XVII

398 J. J. Reesse, De Suikerhandel Van Amsterdam Van Het Begin Der 17e eeuw

Tot 1813, (Haarlem: J. L. E. I. Kleynenberg, 1908.), h. 162. 399 J. J. Reesse, De Suikerhandel Van Amsterdam Van Het Begin Der 17e eeuw

Tot 1813… h. 162. 400 . J. Reesse, De Suikerhandel Van Amsterdam Van Het Begin Der 17e

eeuw Tot 1813… h. 162

Page 198: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

185

menuntut adanya pembelian gula dari Cina dengan jumlah yang banyak,

sehingga terjadi penurunan harga dalam penjualan gula di Batavia.401

Berikut ini adalah ekspor gula ke Eropa dari Jawa (Batavia

dan Banten) Cina, Benggala, dan Siam, yang dilakukan oleh VOC dari

tahun 1622-1642.

Tabel 15

Ekspor gula ke Belanda oleh VOC tahun 1622-1641 (ton).402

Tahun

Asal Gula

Tiongkok

(Gula Putih)

Benggala

(Gula

Putih)

Jawa

(Gula

Putih)

Siam

(Gula

Coklat)

Total

VOC

1622 109 0 0 0 109

1631 -- 17 -- -- 17

1632 X -- 0 --

1633 X -- 0 --

1634 X 0 0 X 212

1635 X -- X --

401 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740... h, 156. 402 David Bulbeck, Southeast Asian Exports since the 14th Century: Cloves,

Pepper, Coffee and Sugar… h. 112.

Page 199: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

186

1636 X -- X --

1637 574 X 600 X 1174

1638 X -- X -- 966

1639 X X X X

1640 X X X X

1641 X X X X 1019

Keterangan

X = Ada ekspor tapi tidak diketahui jumlahnya karena tidak tercatat

0 = Dipastikan tidak ada ekspor

--= Tidak ada data

Tabel 16

Harga gula di Amsterdam tahun 1631-1637.fl. per Pound.403

Tahun Permen

putih

Gula

halus

Gula

roti

Gula

putih

brasil

Moscovados

(gula merah)

Gula non-tebu

Gula batu

India Timur

Bubuk gula

India Timur

1631 1,71 0,82 0,78 0,67 0,59 - 0,54

1632 1,14 0,80 0,74 0,70 0,54 0,71 0,54

1633 1,12 0,80 0,75 0,67 0,54 0,49 0,46

1634 1,11 0,77 0,73 0,66 0,50 0,49 0,49

1635 1,11 0,76 0,73 0,66 0,51 0,55 0,49

403 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 154.

Page 200: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

187

1636 1,10 0,79 0,75 0,60 0,52 0,58 0,45-0,49

1637 1,36 1,06 1,02 0,85 0,67 0,83 0,68-0,72

Walaupun penjualan gula ke luar Kesultanan Banten juga

terjadi namun jumlahnya tidak sebanyak seperti penjualan lada.

Pedagang yang terlibat sangat terbatas, seperti pedagang Cina yang

membawa langsung komoditas ini untuk dijadikan barang dagangan ke

Cina. Yang pasti, gula dibawa sebagai pelengkap kebutuhan makanan

para pedagang yang berniaga keluar Banten. Dengan demikian diduga

jumlah gula yang diperdagangkan sebagai barang ekspor sangat sedikit,

dugaan ini diperkuat dengan sumber tertulis yang menyebutkan bahwa

gula yang dijual di Banten didatangkan pula dari Batavia dan Jepara.404

Tahun 1638, produksi gula di Banten dikuasai oleh

perusahaan Inggris (EIC). Penanaman gula dilakukan oleh para petani

Tionghoa di Banten, mereka dapat menanam tanaman tebu di area yang

cukup luas, sehingga hasil panen tebu dapat dibeli oleh para pedagang

Inggris 100.000 batang tebu dari setiap keluarga setiap tahunnya. Para

pedagang Inggris melakukan kontrak dengan petani Tionghoa, kontrak

tersebut melibatkan 8 orang Tionghoa dengan menjanjikan 100.000

batang tebu ini akan menghasilkan 450 picol (sekitar 2,8 ton) gula putih

yang bermutu. Berdasarkan perhitungan ini, jumlah keseluruhan

produksi yang disediakan oleh orang Tionghoa melebihi 17 ton gula

putih.405

404 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 146. 405 De Jonge, De Opkomst Van Het Nederlandsch Gezag In Oost-Indie, Jilid

8, (S’gravenhage: Martinus Nijhoff, 1875), h. 159-160.

Page 201: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

188

Pada masa penguasaan gula di Banten, harga pertama gula

yang ditetapkan 4, 5 dan 6 ringgit, masing-masing untuk picol, ketiga,

kedua dan kualitas pertama, tetapi segera harga ini mengalami

pengurangan 1 ringgit per picol untuk setiap spesies. Perusahaan

berulang kali mengubah ketentuan pengiriman, jumlah produk yang akan

dikirim, serta harga, sehingga situasi industri gula sangat tidak pasti dan

sebagai hasilnya jumlah pabrik dan hasilnya berubah setiap tahun.

Apalagi industri itu menderita perang dan kerusuhan, sedangkan

penyakit di alang-alang dan ternak, baik untuk membajak 121 tanaman

tebu. Adanya kelangkaan pekerjaan orang yang terjadi berulang kali

menyebabkan penundaan terhadap penamanan tebu.406

Sebelum tahun 1638, Presiden Rastell (Presiden EIC) pada

bulan September 1630, meminta gula yang tersedia di Banten untuk

dikirim ke pasar Persia, dengan harga gula yang menunjukkan

kecenderungan naik untuk menjanjikan keuntungan. Tetapi saat itu

Kesultanan Banten tidak menerima permintaan tersebut, sehingga pada

bulan Oktober 1634, bagaimanapun juga gula-gula harus dikirim ke

Persia. Hal tersebut membuat presiden mendorong para pedagang kecil

di Banten agar bisa mengirim pasokan gula ke Persia.407

Jumlah gula yang diekspor terus meningkat dan akhirnya

diperpanjang tidak hanya ke Persia tetapi juga ke Inggris. Gula Jawa

tidak dikenal di Inggris, karena saat itu Inggris hanya menerima impor

gula dari India Timur. Penjualan gula di Inggris pada 8 Oktober 1624,

406 K. W. Van Gorkom's, Oost-Indische Cultures, Tweede Deel… h, 121 407 K. W. Van Gorkom's, Oost-Indische Cultures, Tweede Deel… h, 121

Page 202: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

189

seberat 1500 lbs,408 dijual dengan harga £.4120 per seratus pound.

Penjualan gula Jawa biasanya di peti, pengiriman pertama untuk gula

dari Banten di London terjadi dalam penjualan 55 peti pada 109 shilling

(1 shilling= seperdua puluh pound sterling) per potong.409

Tanggal 24 April 1635, Inggris masih menerima gula dari

Hindia Timur, dan pada tanggal 31 Januari 1635, kapal Inggris berhasil

membawa gula dari Banten sebanyak 21 peti gula dengan 145 potong

harga 326 lbs,410 dengan biaya bersih Rs. 630 (rijksdaalders). Pada bulan

Januari 1636 penjualan gula Jawa memperoleh nilai tertinggi, dan pada

bulan Desember gula yang dibawa ke Inggris mencapai 9.702 lbs411

sampai 36.000 lbs.412

Penanaman gula di Banten dijadikan investasi dalam

komoditas ekspor, karena ekspor gula dari Banten dikuasai oleh

perusahaan Inggris. Tidak kalah dengan perusahaan Inggris, VOC pada

tahun 1637 juga menanamkan investasi gula di Banten, Gubernur Jendral

Antonio van Diemen pada bulan Desember 1638, mengatakan bahwa

Belanda berhasil memperoleh 1632 picol gula dan 55½ picol413 lada dari

Banten.414

408 1 lbs= 0.45 kg, jadi 1500 lbs= 680.3885kg berat gula dari India Timur. di

akses dari https://www.metric-conversions.org/id/berat/pon-ke-kilogram.htm. Tanggal

30 Oktober 2018, pukul 21.00 wib. 409 David Kenneth Bassett, The Factory Of The English East India Company

At Bantam, 1602-1682… h. 117 410 326 lb= 147.8711 kg gula yang datang dari Banten. 411 9.702 lbs= 4.400.753 kg dan 36.000 lbs= 16.32932 kg gula dari Jawa. 412 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory Of The English East India

Company At Bantam, 1602-1682… h. 117. 413 1 picol= 60,479 kg, jadi 1632 picol= 987,017 kg dan 55½ picol= 332,634

kg, gula dan lada yang diperoleh Belanda dari Banten. 414 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory Of The English East India

Company At Bantam, 1602-1682… h. 118.

Page 203: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

190

Perdagangan gula oleh perusahaan Inggris pada bulan

Februari 1639 berhasil memonopoli semua gula dari petani Cina

(Tionghoa) di Kelapdua dengan kontrak perjanjian monopoli mereka

harus menyediakan 100.000 batang tebu yang akan menghasilkan 450

picol415 gula putih dengan kualitas yang bagus. Perusahaan Inggris bisa

mengharapkan produksi gula tahunan sebanyak 2700 picol atau sekitar

356.400 lbs.416

Monopoli gula yang dilakukan oleh perusahaan Inggris tidak

selamanya berjalan lancar, karena pada tanggal 16 Agustus 1639, para

direktur di London memutuskan untuk melarang impor gula dari Banten,

dan beberapa pesanan gula yang akan dikirim ke London harus

dibatalkan. Namun, setelah itu para direktur di London memperbaharui

kontrak tersebut pada bulan Agustus 1640. Tetapi pada bulan Agustus

1641, Belanda telah menguasai pasar Persia dengan mengirim gula

selama tiga tahun berturut-turut.417

Kontrak yang telah diperbaharui harus berakhir pada bulan

Januari 1642, dan perusahaan Inggris hanya bisa mengirim 5 peti gula ke

Surat India. Meskipun ekspor gula ke Surat India dan mungkin berhenti

setelah tahun tersebut, perdagangan ke Inggris dalam bentuk gula

tampaknya terus berlanjut dalam skala sedang selama dekade

berikutnya.418

415 450 picol= 272,155 kg gula. 416 2700 picol= 163,293,3 kg gula atau sekitar 356.400 lbs= 161.6603 kg 417 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory Of The English East India

Company At Bantam, 1602-1682… h. 119. 418 David Kenneth Bassett, B. A, The Factory Of The English East India

Company At Bantam, 1602-1682… h. 119.

Page 204: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

191

3. Perdagangan Beras

Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat

di wilayah Nusantara, sehingga beras menjadi komoditi yang tak kalah

pentingnya dengan rempah-rempah lainnya. Jika rempah-rempah

menjadi komoditi penting di Nusantara untuk keperluan dagang dengan

pedagang asing, maka beras menjadi komoditi penting untuk keperluan

konsumsi. Jawa terkenal dengan hasil padi melimpah, sehingga menjadi

pengekspor utama beras di Nusantara pada masa itu. Hal ini ada sekitar

empat sampai lima jenis beras yang sangat putih dengan kualitas yang

tidak tertandingi.419

Kesultanan Banten dikenal sebagai daerah penghasil beras, di

samping menghasilkan bahan makanan lainnya. Adanya kegiatan

penjualan beras di Banten telah diberitakan oleh orang-orang Belanda

yang datang ke Banten.420 Juga diberitakan bahwa kapal-kapal dari

Rembang dan Makassar membawa beras ke Banten.421 Selain itu, beras

dibawa pula oleh pedagang-pedagang dari Pegu dan Benggala.422

Beras salah satu hasil pertanian yang pernah disebut sebagai

komoditas ekspor-impor Kesultanan Banten lainnya. Kendati penjualan

beras tidak berlangsung lama. Namun, beras tetap merupakan barang

dagangan penting di abad XVII. Beras di Banten didatangkan dari

berbagai tempat di luar Banten, sehingga hampir dapat dipastikan bahwa

419 Supratikno Rahardjo, Diskusi Ilmiah “Bandar Jalur Sutra” (Kumpulan

Makalah Diskusi). (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998), h. 22-

23. 420 G. P. Rouffaer en J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597… h. 252. 421 G. P. Rouffaer en J. W. Ijzerman, De Eerste Schipvaart Der Nederlanders

Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-1597… 110. 422 Irmawanti. M. Johan, Laporan Penelitian Sumber Dana dan Daya Negara

Kesultanan Banten Abad 16-17 M, (Jakarta: UI, 1991), h 6.

Page 205: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

192

beras merupakan salah satu barang dagangan hasil pertanian yang

berlangsung terus menerus. Sejak awal abad XVI, Banten merupakan

pengekspor beras. Tome Pires mengatakan, menjelang tahun 1515 Tanah

Sunda pada umumnya dapat menjual sampai 10 jung beras setiap

tahunnya, dan berhasil mengekspor ke Malaka, bahkan hingga ke

Jawa.423

Beras merupakan komoditas strategi kolonial dalam ekspansi

ekonomi kolonial di Asia Tenggara. Akibatnya banyak produsen beras

berperan penting dalam kancah perdagangan internasional. Gudang

beras di pulau Jawa saat itu adalah Jepara yang pada tahun 1614 harga

beras mencapai 15 real per koyan (atau 2 ton),424 sedangkan di Banten

harganya mencapai 40 hingga 50 real. Saat itu Jepara melakukan sistem

dengan mendatangkan beras sebagai barang impor dan menjualnya

sebagai barang ekspor. Hal itu mendatangkan keuntungan banyak bagi

Jepara. Oleh karena itu, sistem yang dilakukan di Jepara dijalankan juga

oleh Kesultanan Banten, yaitu dengan mendatangkan (impor) beras dari

Jepara, Malaka dan Cirebon, dan para pedagang Pegu juga membawa

beras untuk diperjualbelikan di pasar Banten.425

Kesultanan Banten mendatangkan beras dari Jepara karena

saat itu merupakan tempat termurah dari tempat lainnya. Kualitas beras

pertama dapat diberikan dengan harga 36 fl sampai 27 fl per 30 HL

(beban) atau per koyang. Sementara harga beras dari Maluku adalah 90

423 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires An Account of the

East… h. 169-170. 424 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 471. 425 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h, 161.

Page 206: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

193

fl. Jepara merupakan lumbung padi dengan kualitas terbaik, sehingga

Jepara mampu mengekspor berasnya ke Banten, Ambon, Banda dan

tempat lainnya yang berada di Jawa.426

Pajak impor beras yang dilakukan oleh Kesultanan Banten

sebesar 10%, dan pajak penjual hanya 2-3%. Pada tahun 1624, ketika

Belanda kekurangan beras, Belanda pun melakukan hal yang sama

dengan mendatangkan beras dari Jepara dengan membayar harga lebih

mahal dibandingkan harga yang diberikan kepada Banten. Belanda harus

membayar 70-110 fl. Hal ini dikarenakan saat Jepara mengeksportir

berasnya telah terjadi suap antara para pedagang, hingga harga beras

menjadi semakin meningkat.427

Kesultanan Banten termasuk dalam kota di Asia tenggara

yang melakukan ekspor berasnya ke Eropa. Saat Aceh, Malaka dan

Batavia tidak dapat memproduksi beras di daerahnya, oleh karena itu

Eropa mengimpor beras dari Banten, Maluku dan pantai Barat Sumatera

yang dapat mendorong produksi beras di daerahnya dengan imbalan

lada, timah atau emas yang bisa mereka hasilkan secara lokal.428

Beras merupakan bahan makanan dan hasil bumi paling

pokok di Asia Tenggara, selain bahan makanan lain seperti talas, ubi,

sagu dan jenis gandum yang telah mendahului domestikasi padi. Jawa

adalah pengekspor beras terbesar ke Malaka, antara lain berasal dari

Banten, Kalapa, Batavia dan tempat-tempat di Maluku. Begitu

kemampuan mengekspor beras tersebut menurun, akibat blokade militer

426 W. Fruin Mees, Geschiedenis Van Java Deel II, (Weltevreden: Commissie

Voor De Volkslectuur, 1920), h. 91. 427 W. Fruin Mees, Geschiedenis Van Java Deel II… h. 91. 428 Halwany Michrob, A Hypothetical Reconstruction Of The Islamic City Of

Banten Indonesia. Tesis. (Philadelphia: University Pennsylvania., 1987), H. 29.

Page 207: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

194

dan kemiskinan, segera muncul areal-areal persawahan baru. Pada tahun

1630 orang-orang Banten telah mengenal arus-arus sungai dan membuat

bendungan untuk pengairan yang dapat digunakan di sawah-sawah

mereka,429 dan mereka juga menerapkan sistem pemumukan tanah, agar

tanah sawah samakin subur hingga bisa diperoleh panen dengan hasil

yang baik.430

Pembangunan gudang atau lumbung beras sebenarnya sudah

diperintahkan pada masa Sultan Abdul Mafakir pada akhir tahun 1640

dan bangunan tersebut masih belum selesai tahun 1659, dan selesai pada

tahun 1668 ketika masa Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintahkan

untuk segera menyimpan persediaan beras itu ke dalam gudang atau

lumbung.431 Tanaman padi memang senantiasa dibudidayakan

berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan akan pangan, sehingga beras

erat kaitannya dengan kebiasaan makan masyarakat Banten saat itu.

Penjualan bahan pangan di Kesultanan Banten mengalami

pasang surut, dalam arti tidak selamanya beras menjadi komoditas

ekspor, melainkan justru pada masa tertentu beras menjadi komoditas

impor. Apabila musim kemarau maka Banten akan impor beras, dan

sebaliknya jika musim penghujan maka Banten mampu mengekspor

berasnya. Silih bergantinya penjualan beras berhubungan dengan turun

naiknya hasil pertanian, dan bertalian erat dengan berbagai hal.432

Beras tidak hanya diolah dijadikan nasi sebagai makan pokok

semata oleh masyarakat, namun juga dibuat berbagai macam makanan

429 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1:

Tanah di Bawah Angin, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), h. 29. 430 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 24. 431 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 82. 432 Claude Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 82.

Page 208: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

195

yang dapat dijadikan bekal perjalanan. Pemanfaatan beras nampaknya

sudah mengalami diversifikasi, bukan hanya sekedar ditanak melainkan

dipergunakan sebagai bahan pembuat panganan lainnya. Banyaknya

pemakaian serta kegunaan akan beras, menjadikan para pedagang sangat

beralasan untuk mendatangkan beras secara langsung maupun tidak

langsung dari berbagai tempat di luar Banten. Kebutuhan beras harus

terpenuhi meski hampir dapat dipastikan budidaya padi yang dihasilkan

petani tidak sebanyak hasil budidaya lada, sehingga beras bukan

merupakan komoditas utama dalam perdagangan ekspor, tetapi menjadi

komoditas impor.433

Saat terjadi perbudakan yang dilakukan oleh para pedagang

asing di Banten, beras menjadi alat pembayaran untuk gaji atau upah para

budak. Upah harian budak di Banten sebesar 1000 cash, upah rata-rata

beras dalam gantang 3,0, dan upah sebagai kelipatan kebutuhan beras

tiap hari 15,0. Satu gantang sama dengan 1,75 liter beras beratnya sekitar

3,1 kg, atau lima kali konsumsi setiap hari seorang pekerja.434

Berbagai keterangan tersebut, menumbuhkan berbagai

penafsiran yang dapat menelaah masalah tentang niaga beras. Beras yang

didatangkan dari luar Banten dan berlangsung secara berkesinambungan

dalam suatu periode tertentu, besar kemungkinan berupa suatu pesanan

yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun oleh pedagang besar

sebagai barang dagangan. Penjualan beras itu mengalami beberapa kali

pengalihan, yang pertama berasal dari produsen yakni petani yang

433 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 135. 434 Willem Lodewijcksz, Prima Pars Descriptionis Itineris Navalis In Indiam

Orientalem, Earvmqje Rervm Qvae Navibvs Battavis Occvueevnt, (National Central

Library Of Rome: Ex Officina Cornelij Nicolaj, Typographi Ad Symbolum Diarij, Ad

Aquam, 1598), h. 40.

Page 209: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

196

menjual kembali kepada pengumpul, selanjutnya pedagang tersebut

menjual kembali kepada pedagang besar yang membawa secara

langsung untuk diperdagangkan sebagai komoditas ekspor di berbagai,

antaranya Banten.435

Tergambar bahwa perjalanan beras yang berasal dari luar

Kesultanan Banten, dan merupakan komoditas andalan sebagai barang

ekspor-impor suatu tempat setidaknya mengalami enam kali peralihan

pemilik yang berasal dari produsen di luar Kesultanan Banten hingga

berakhir ke konsumen di dalam Kesultanan Banten. Persebaran beras

yang berasal dari luar Kesultanan Banten akan mengalami perbedaan

dengan beras yang merupakan budidaya tanaman padi di dalam negeri.436

Saat Kesultanan Banten akan impor beras dari Jawa, hal

tersebut dihalang oleh Belanda. Karena, saat itu kapal-kapal yang

membawa beras menuju Banten akan di belokan ke Batavia yang saat itu

pula mengalami kekurangan beras.437 Penyediaan beras menjadi semakin

lama semakin berkurang, walaupun dilakukan impor dari Jawa harga

beras tetap mengalami kenaikan. Di awal tahun 1675 naik 25% dari

harga 20 sampai 50 real. Bulan Juli masih 50 real, tetapi pada bulan

November mencapai 400 real sebelum turun menjadi 40 real di bulan

Desember.438

435 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h, 137 436 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h, 137. 437 J. A. Van Der Chijs, Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia 1675.

11 January 1975. (Batavia Landsrukkerij: S’Hage M. Nijhoff, 1902), h. 14. 438 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 190.

Page 210: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

197

Tabel 17

Import beras Kesultanan Banten tahun 1614-1615.439

Tahun Daerah Harga

1614 Jepara 7,5 real per ton

1615 Jepara 9-10 real per ton

1615 Malaka 50-60 real per ton

Dalam Dagh Register tanggal 6 dan 11 Januari 1678

disebutkan bahwa Sultan Banten memberikan beras kepada orang-orang

yang mengalami kerugian akibat kebakaran di Kota Banten. Bantuan dari

sultan berupa bahan pangan yang memperlihatkan bentuk toleransi yang

besar antara penguasa dan rakyatnya. Hal ini menunjukan bahwa beras

merupakan komoditi pangan yang sangat penting bagi penduduk Banten,

sehingga sultan memberikan bantuannya berupa beras.440

Selain beras yang menjadi komoditas impor, Kesultanan

Banten pun melakukan impor pada beberapa komoditas lainnya. Hal ini

dikarenakan Banten tidak menghasilkan dan memproduksi beberapa

komoditas yang banyak dibutuhkan oleh penduduk Banten, sehingga

pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan.

439 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 161. Lihat J.C. Van Leur,

Indonesian Trade and Society: Essays in Asian Social Find Economic Historis,

(Bandung: Sumur Bandung, 1960), h. 207-209. 440 A. Van Der Chijs, Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia 1675. 11

January 1976… h. 15.

Page 211: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

198

B. Penggunaan Mata Uang

Bertumbuhnya produksi untuk pasar dunia tidak memungkinkan

tanpa bertambahnya persediaan uang. Sejumlah transaksi tentunya

melalui pertukaran langsung barang-barang dagang dalam jumlah besar.

Zaman perdagangan mengakibatkan permintaan secara berkelanjutan

akan mata uang yang digunakan dalam transaksi dagang antara pedagang

lokal dengan pedagang asing, begitu juga sebaliknya. Mata uang perak,

tembaga, dan timah merupakan mata uang yang banyak digunakan di

wilayah perdagangan di Nusantara.441

Guna menunjang majunya perdagangan, pemerintah Banten

bukan hanya mendirikan sarana berupa bangunan, akan tetapi juga

mengeluarkan mata uang lokal yang berbentuk bulat tanpa lubang, dan

dengan lubang segi enam, serta lubang segi empat. Terbuat dari bahan

tembaga, timah hitam dan perunggu, mata uang lokal ini pun dinamakan

real.442

Catatan orang Cina Tung-His-Yang-Kao menyebutkan dari abad

XVII mata uang yang dipakai di Banten adalah mata uang yang terbuat

dari tembaga. Sedangkan orang-orang Eropa (Inggris dan Belanda) yang

datang ke Banten, setiap tahunnya selalu membawa mata uang perak.

Uang perak ini dikemas dalam peti, masing-masing berisi 8000 real.443

Orang Jawa menyebut mata uang ini dengan picis. Menurut keterangan

orang-orang Belanda, picis dibawa ke Banten dari Cina, yaitu dari daerah

441 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Globa… h. 110. 442 Uka Tjandrasasmita, Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-

Kerajaan Islam di Indonesia, dalam Sejarah Indonesia III, (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1976), h. 234. 443 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 51.

Page 212: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

199

Chuan-Chou, sebagai mata uang pengganti dari uang Chien yang dibuat

dari tembaga yang nilainya terlalu mahal.444

Mata uang picis tidak baik mudah patah dan nilainya pun sangat

rendah. Jacob Van Neck yang memimpin ekspedisi perdagangan yang

kedua dari Belanda ke Asia, mengatakan mata uang picis hanya mampu

bertahan tidak lebih dari 3-4 tahun.445 Untuk memberikan gambaran nilai

sebuah mata uang, harga uang picis dapat kita lihat sebagai berikut:

1 atak = 200 picis

1 peku = 1000 picis

1 bungkus = 10.000 picis, dan

1 keti = 100.000 picis

Hal tersebut berarti bahwa saat itu uang picis adalah lebih rendah

jika dibandingkan harga mata uang logam lainnya. Pada tahun 1618 mata

uang picis mengalami penurunan. Nilai tukar picis mencapai 1 : 8.500,

hal ini terjadi karena peraturan politik ekonomi di Asia Tenggara, dari

beberapa mata uang di pasaran bebas, Banten memegang peranan

penting dalam penentuan standar harga barang dan nilai mata uang saat

itu, dengan bersandarnya beberapa perahu Cina yang bermuatan lada dari

Jambi untuk diperjualbelikan di Banten.446

Variasi jenis mata uang yang beredar pada satu wilayah ekonomi,

memperlihatkan sistem moneter dari administrasi politik yang

bersangkutan. Nilai nominal yang terkandung pada mata uang kertas,

444 Blusse Leonard, Strange Company: Chinese Settlers, Mestizo Women and

the Dutch in VOC Batavia, (Leiden: Foris Publications, 1986), h. 36. 445 Irmawanti. M. Johan, Laporan Penelitian Sumber Dana dan Daya Negara

Kesultanan Banten Abad 16-17 M… h. 11. 446 J.C. Mollema, De Eerste Scpajakhipvaart Der Hollanders Naar Oost-Indie

1595-1597, ('S-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1936), h. 211.

Page 213: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

200

logam atau yang lainnya memberikan informasi mengenai satuan nilai

mata uang sebagai alat pembayaran yang sah, sedangkan pada logam,

nilai intrinsiknya adalah pada nilai logamnya seperti tembaga, timah,

perak atau emas.447

Picis ini merupakan mata uang yang dipakai baik di Cina maupun

di luar Cina. Meski nilai tukar di setiap tempat tentunya tidak sama.

Keadaan ini menunjukkan bahwa picis merupakan mata uang yang

bersifat internasional, karena berlaku di berbagai tempat. Peran serta

para pedagang Cina dalam sirkulasi mata uang ini sangat besar, bukan

saja di pelabuhan atau kota dagang akan tetapi sampai ke pedalaman

daerah.

Berlandaskan kondisi tersebut, maka bukan tidak mungkin bila

para Sultan Banten lebih cenderung memilih dan menentukan picis

sebagai alat tukar uang lokal yang hanya berlaku di kawasan yang sangat

terbatas. Mengingat pula ketergantungan Kesultanan Banten pada

pedagang asing sangat besar, sehingga secara tidak langsung kebutuhan

akan picis lebih besar dibandingkan dengan keperluan akan mata uang

lokal.448

Turun naiknya picis berdasarkan pada besar tidaknya

permintaan, dari banyak tidaknya picis yang beredar. Kondisi tersebut

tercipta karena banyak tidaknya picis yang dibawa oleh pendatang cina

dari negerinya. Secara tidak langsung, stabil tidaknya peredaran dan

pertukaran mata uang picis yang berlangsung di Banten sangat

tergantung bagi pihak luar, dalam hal ini produsen picis yaitu orang Cina.

447 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 33. 448 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan…

h. 238

Page 214: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

201

Oleh sebab itu, pasar di Banten bergerak menurut irama yang ditentukan

oleh peredaran uang picis. Oleh karenanya, bila mata uang picis tidak

didatangkan maka jumlah picis yang beredar akan semakin menyusut

dan juga berakibat pada mahalnya harga picis.449

Mata uang picis sangat penting bagi perdagangan di Banten, mata

uang picis juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi

Kesultanan Banten secara keseluruhan. Walaupun nilai intrinsik yang

terkandungnya sangat rendah jika dibandingkan dengan real perak, tetapi

persebarannya sangat luas di masyarakat Banten.450

Empat jenis mata uang logam yang terdapat di Kesultanan

Banten, yakni mata uang logam Banten, Belanda, Inggris dan Cina. Mata

uang Banten terdiri dari dua tipe, yakni (1) bertera tulisan Jawa,

berlubang segi enam, diameter antara 2,10-3,10 cm, tebal 0,05-0,20 cm,

diameter lubang 0,40-0,60 cm, dan terbuat dari perunggu, (2) bertera

tulisan Arab, berbentuk bulat berlubang bulat, diameter 1,90-2,40 cm,

tebal 0,05-0,16 cm, diameter lubang 0,60-1,20 cm.451

Mata uang di Banten yang terbuat dari timah didapatkan dari

orang Inggris dan Balanda. Orang Inggris di Banten menambah pesanan

timah dari 20 ton pada tahun 1608 menjadi 50-60 ton pada tahun 1615

dan 100-150 ton pada tahun 1636. Pesanan timah tersebut selain

digunakan untuk pembuatan peluru, sebagian besar digunakan untuk

pembuatan mata uang di Banten. Orang Belanda yang mengetahui ada

pembuatan mata uang picis di Banten menjual timah kepada orang Cina

449 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 241. 450 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 241. 451 Halwany Michrob, Ekspor-Impor Di Zaman Kesultanan Banten… h. 36

Page 215: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

202

atas dasar monopoli. Namun, penjualan timah pada tahun 1640

dilakukan oleh orang Inggris, karena saat itu orang Inggris memotong

monopoli VOC yang memasok timah dengan harga lebih murah untuk

menyaingi pembuatan picis di Banten.452

Bentuk mata uang logam Inggris (EIC) hampir sama dengan

bentuk mata uang logam Belanda/VOC, terutama dari ukuran dan bahan.

Mata uang Inggris di Banten hanya ditemukan satu tipe dengan dua

variasi. Pada satu sisi berlambang perisai berbentuk hati terbagi dalam 4

bagian oleh garis menyilang, yang masing-masing bagian tersusun satu

huruf yang keseluruhannya berbunyi VEIC. Sebuah pada sisi lainnya

bertera tulisan Arab dan sebuah lagi bertera gambar timbangan.453

Ketika VOC berusaha untuk memonopli akan besarnya

permintaan picis pada saat itu tahun 1637, VOC menyediakan 133 ton

timah hitam, dan tahun 1638 sebanyak 153 ton kepada para pembuat

picis. Mengingat bahwa Inggris juga menyediakan jumlah yang sama

dan orang Cina masih membawa masuk mata uangnya, sementara VOC

sendiri berharap dapat memperoleh bagian yang besar di pasar yakni

mencapai 240 ton, dan dapat diperkirakan bahwa kira-kira diperlukan

350 ton setiap tahun untuk membuat picis. Maka sekitar 170 juta ton

mata uang yang dikeluarkan setiap tahun. Oleh karena itu, mata uang

picis rusak dalam waktu lima tahun, perhitungan bahwa lebih dari 800

juta mata uang picis yang beredar di Banten bahkan diseluruh Kepulauan

Indonesia lainnya. 454

452 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global… h. 115. 453 Halwany Michrob, Ekspor-Impor di Zaman Kesultanan Banten… h. 36. 454 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global… h. 116.

Page 216: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

203

Mata uang dengan nilai yang lebih tinggi adalah mata uang yang

terbuat dari emas, hal tersebut merupakan tanda kekayaan, status sosial,

jaminan dan keindahan guna memudahkan perdagangan. Mata uang

emas ini biasa di sebut dengan “dinar” yang merupakan persamaan kata

dari Bahasa Arab yaitu “dinara”. Penggunaan mata uang dinar di Banten

biasanya digunakan oleh kaum bangsawan kerajaan. Hal ini pernah

dilakukan dalam perdagangan lada yang menggunakan mata uang dinar

sebagai alat pembayaran selain real dan poundsterling. Mata uang dinar

biasanya berdiameter antara 10 sampai 14 milimeter dengan kemurnian

berat 17 karat dan bobot 0,6 gram.455

Tidak hanya mata uang emas, tahun 1618 Kesultanan Banten

meminta kepada orang Belanda untuk mencetak mata uang perak kecil,

dan pembuatan mata uang perak menggunakan cetakan yang sama dalam

pembuatan mata uang emas. Dan biasanya uang tersebut dicetak dengan

teraan nama atau gelar penguasaa pada saat itu.

Selama tiga dekade berturut-turut Kesultanan Banten mengalami

kekurangan mata uang picis. Hal ini dikarenakan nilai picis terhadap

perak meningkat dan hampir empat kali lipat antara tahun 1613 dan

1618. Karena kelangkaannya dari 30.000 menjadi 8.000 setiap real.

Masuknya secara besar-besaran perak untuk membayar lada di Banten

dan bandar-bandar tersebut mengakibatkan gejolak tukar picis ini,

bahkan sekiranya persediaan picis tetap stabil.456

Selain mata uang picis, dalam pedagangan internasional

menggunakan mata uang real spanyol dan real Kesultanan Banten. Mata

455 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global… h. 117. 456 Leonard Blusse, Strange Company: Chinese Settlers, Mestizo Women and

the Dutch in VOC Batavia… h. 40.

Page 217: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

204

uang real Kesultanan Banten adalah mata uang yang dikeluarkan oleh

kesultanan dengan nama sultan yang menjabat saat itu. Namun, mata

uang tersebut berlaku dan dikeluarkan kesultanan ditahun 1580,

sedangkan abad XVII real spanyol adalah mata uang yang banyak

digunakan dalam perdagangan internasional. Karena setelah tahun 1580,

para sultan tidak lagi mencetak mata uang kesultanan.457

Dalam Sejarah Banten pupuh LXI,458 masa Sultan Ageng

Tirtayasa pernah memberikan hadiah sejumlah real kapada mereka yang

dianggap berjasa membunuh musuh. Hal ini menunjukan mata uang real

yang digunakan oleh sultan bukan hanya digunakan dalam hal

perdagangan. Mata uang real yang beredar di Banten terdapat beberapa

macam jenisnya, yaitu mata uang real Belanda yang terbuat dari perak,

mata uang real Banten terbuat dari tembaga dan dibuat di Banten serta

real Spanyol atau dolar Spanyol. Mata uang real Spanyol yang berlaku

di Banten lebih dapat diterima oleh para pedagang dari berbagai

negara.459

Pada awal pendirian VOC pada tahun 1602, Heeren XVII

menetapkan aturan untuk pengiriman real harus secara eksklusif, dan jika

uang real tidak dapat disediakan, maka, sebagai alternatif lainnya adalah

emas. Selama tahun 1616-1620 harga dari mata uang per 1 koin real

berfluktuasi antara 48 dan 49 Stuiver.460 Koin real dikemas dalam peti,

masing-masing berisi 8000 real. Heeren XVII pada tahun 1629

457 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 237. 458 Manuscript Sejarah Banten Pupuh LXI, h. 801. Nomor, 11. 459 Sir William Foster. C.I.E. The Voyage of Thomas Best to the East Indies

1612-1614, (New Delhi: Asian Educational Service, 1995), h. 69. 460 Stuiver adalah uang receh atau uang koin yang bernilai 5 sen atau

1/20 gulden.

Page 218: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

205

memutuskan bahwa setiap peti bersisi 4000 real yang akan dikirim harus

dikemas setiap harinya. Saat uang real terus meningkat maka Dewan

perusahaan di Belanda mengirimkan surat ke Batavia untuk

memperkenalkan koin-koin Belanda, agar dapat memenuhi permintaan

uang selain real yang samakin meningkat setiap tahunnya.461

Pada dekade-dekade berikutnya Belanda meningkatkan ekspor

mata uang. Saat perdagangan lada meningkat di Banten, muncullah mata

uang, seperti uang komersial, dan uang untuk ekspor. Rijksdaalder

adalah mata uang Belanda yang dapat bersaing dengan real secara luas

di Nusantara. Selain digunakan di Nusantara mata uang real dan

rijksdaalder berhasil di ekspor pada tahun ke Levant dan lebih jauh ke

Armenia dan Persia.462

Ketika terjadi perang dengan Spanyol, sehingga penyebaran uang

real menjadi terhambat. Oleh karena itu, Belanda mengamankan uang

real untuk perdagangan. Pada tahun 1601, perwakilan Belanda yang

berada di Batavia saat itu memeperoleh ijin untuk penjualan uang real,

uang tersebut didapat dari persediaan real yang berada di Belanda.

Berikut ini adalah distribusi uang real dan uang Belanda pada tahun

1652-1653.

461 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 51. 462 J. G. van Dillen, “Amsterdam Als Wereldmarkt Der Edele Metalen In De

17de En 18de Eeuw”. Journal De Economist. December 1923, Volume 72. h. 586.

Page 219: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

206

Tabel 18

Distribusi uang real dan uang Belanda463

Daerah Real Rijksdaalder

Jawa464 dan Sumatera 61,798 206,805

Maluku - 33,150

Malaka - 12,750

Arakan 59,653 12,750

Coromandel - -

Ceylon - 12,750

Cina - -

Jumlah 121,451 285,855

Permintaan akan uang semakin meningkat di akhir abad XVII

yaitu selama periode 1680-1685 lebih dari 200.000 real dibeli dengan

nilai sekitar 700.000 fl. Pembelian dilakukan selama tahun 1683, 1684,

dan 1685, dan untuk memudahkan penjualan maka pembayaran pada di

awal tahun 1680 hanya sebesar 2% persen, pada 1683, 14% dan pada

1684 berada pada 17 11/17%. Hal ini berlaku diseluruh Nusantara, Malaka,

Batavia, Banten, Jepara, Banjarmasin, Ambon, Banda, Ternate, Solor,

Timor, Makasar, lebih lanjut Palembang, Jambi, Indragiri, Malaka,

Perak, Ligor, Achin, dan stasiun-stasiun di pantai Barat Sumatera

(Padang, Pulau Poulo Chinco, Baros, dan Priaman).465

463 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 59. 464 Distrubisi uang daerah Jawa meliputi Banten dan Batavia yang merupakan

daerah dengan permintaan uang paling tinggi. 465 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 64.

Page 220: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

207

Mata uang yang dicetak di Batavia merupakan mata uang yang

akan didistribusikan keseluruh Nusantara, salah satunya Kesultanan

Banten, karena permintaan dan penggunaan uang di Banten melebihi

daerah lainnya di Nusantara. Berikut ini pasokan perak dan emas pada

tahun 1652-1653 yang berasal dari Belanda dan bahkan emas dikirim

dari Makasar dan Maluku.

Tabel 19

Penyebaran uang perak dan emas466

Perak dan emas Belanda Asia Total

Real - 248,400 248,400

Rijksdaalder 150,122 6,166 156,288

Emas batangan - 203,991 203,991

Jumlah 150,122 458,557 608.679

Permintaan untuk emas dan logam dari Belanda meningkat

selama periode 1650 hingga 1657 sebesar 800.000 fl dan bahkan

mencapai 1 juta fl. Namun, dengan tingginya permintaan Heeren XVII

pun memotong permintaan, tetapi tidak selalu sama setiap tahunnya.

Real 600.000 fl, rijksdaalder 300.000 fl, dan mata uang lainnya yang

terbuat dari perak mencapai 300.000 fl.467

Penggunaan mata uang pun dapat memengaruhi dan

mengendalikan harga perdagangan. Turunya harga koin real468

memberikan pengaruh bagi naik turunnya harga, akhir abad XVI harga

466 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 59 467 Kristof Glamann, Dutch Asiatic Trade 1620-1740… h. 60. 468 Faktor turunnya nilai koin dipengaruhi oleh lalu lintas pelayaran dagang

yang dikendalikan oleh persediaan dan permintaan pada komoditas dagang. Hal ini di

lakukan oleh pemerintah Banten untuk mengendalikan harga (kebijakan reguler).

Page 221: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

208

komoditas lada naik dalam waktu singkat. Saat itu para pedagang

Belanda resah akan inflasi yang tidak terduga, akibat uang real dengan

jumlah besar yang mereka beli dan edarkan di Banten. Harga real saat

Belanda pertama datang ke Banten nilainya setara 12.000 cash, dan

segera jatuh kurang dari 6.000 cash, dan kenaikan harga dari semua

komoditas yang tidak dapat di hindari.469

Selain itu, persediaan mata uang real mungkin menjadi lebih

kecil, karena komoditas lada semakin sering digunakan untuk barter

dengan komoditas kain, yang sering menghasilkan keuntungan yang jauh

lebih tinggi 80% dari pada pengunaan real sebagai alat tukar jual beli

lada.470

Penggunaan uang dalam perdagangan pun dijadikan sebagai alat

pinjam meminjam. Hal ini banyak dilakukan oleh orang Cina yang kaya,

mereka melakukan kegiatan rentenir di Banten. Tidak hanya orang Cina,

pedagang Melayu dan keling pun melakukan hal yang sama, kerap

meminjamkan uangnya kepada pedagang yang membutuhkan.

Keuntungan dari kegiatan tersebut adalah mereka menerapkan bunga

dalam setiap kali peminjaman. Semakin lama uang yang dipinjamkan,

maka keuntungan akan semakin besar bagi rentenir.471

Keuntungan yang didapatkan dari pinjam meminjam uang ini

tidak sepenuhnya ditentukan oleh lama tidaknya si peminjam

mengembalikan modal, akan tetapi didapatkan dari berhasil tidaknya si

peminjam menggandakan uang yang dipinjam. Uang tersebut digunakan

469 M. A. P. Meilink-Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 403 470 M. A. P. Meilink-Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 405 471 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 239.

Page 222: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

209

sebagai modal oleh pedagang tersebut dan yang dipinjam harus

dikembalikan dengan jumlah dua kali lipat. Sebaliknya bila peminjam

mengalami kerugian dan tidak mampu membayar kembali uang yang

dipinjamnya, maka ia harus menyerah seluruh anak istrinya sampai ia

mampu melunasi hutangnya.472

Banyaknya mata uang yang dipakai di Kesultanan Banten seperti

real Banten, real atau dolar Spanyol, picis atau cash, dan dinar,

menandakan bahwa kegiatan perdagangan dan pertukaran mata uang

yang dipakai merupakan bagian aktivitas perdagangan lokal maupun

internasional. Para pedagang yang membawa uang dari negerinya harus

menukarkan uang terlebih dahulu dengan mata uang yang berlaku di

Banten. Semakin banyak para pedagang yang melakukan transaksi maka

nilai mata uang yang berlaku akan mengalami naik turun seiring dengan

banyak tidaknya mata uang yang beredar di Banten.

C. Penerapan Bea Cukai dan Pajak

Kesultanan Banten merupakan kerajaan besar yang bertumpu

pada perdagangan, maka diperkirakan sumber penghasilan tersebar yang

diperoleh pihak kesultanan berasal dari sektor ini, antara bea masuk dan

pajak penjualan. Tempat pintu masuk yang akan terbuka bila kapal telah

membayar bea masuk terdapat di Pabean. Besarnya bea masuk

tergantung dari banyak tidaknya barang dagang komoditas yang

diperdagangkan termasuk negara para pedagang tersebut menentukan

472 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 240.

Page 223: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

210

pajak yang harus dibayar, dan pajak pedagang Belanda lebih besar473

dibandingkan dengan pedagang Cina.474

Pajak barang ekspor merupakan pajak yang harus dibayar oleh

para pedagang dengan jumlah yang besar. Untuk pajak barang masuk

dikenakan kewajiban bagi para pedagang membawa berbagai

persembahan baik untuk sultan, Tumenggung dan Syahbandar. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ada berbagai kewajiban, baik yang berupa

uang maupun barang yang harus diberikan kepada pihak pemerintah

Kesultanan Banten.475

Pajak perdagangan yang berupa bea cukai perdagangan ekspor-

impor wajib dilaksanakan oleh seluruh pedagang. Namun, jumlahnya

tidak sama. Kas negara dari pajak perdagangan didapat dari para

pedagang asing yang membayar pajak paling besar, sedangkan para

pedagang lokal dibebankan atas pajak hewan ternak, rumah, perahu dan

pajak pasar.476 Pembayaran pajak juga diterapkan pada pertanian, tetapi

pajak dari hasil pertanian tidak bisa dibandingkan dengan hasil pajak dari

473 Perlakuan yang tidak sama dalam membayar pajak yang dirasakan oleh

pedagang Belanda dan Cina dikarenakan ada berbagai masalah yang dialami oleh kedua

bangsa tersebut. Hubungan dagang antara orang Cina dengan pihak kesultanan sudah

berjalan lebih lama dibandingkan dengan pedagang Belanda. Sikap pedagang Cina

yang semata-mata berorientasi pada masalah ekonomi sangat berbeda dengan sikap

Belanda yang merambah ke soal politik. Ramainya perdagangan di Kesultanan Banten

akibat banyaknya dagang Cina yang terlibat, sehingga ketergantungan pihak

pemerintah terhadap pedagang Cina sangat besar dibandingkan dengan pedagang

Belanda. 474 Uka Tjandrasasmita, Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-

Kerajaan Islam di Indonesia… h. 80. 475 W.P. Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa: Historical Notes

in Indonesian and Malaya Compiled from Chinese Sources, (Jakarta, Komoditas

Bambu, 2018), h. 56. 476 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, dari

Emporium Sampai Imporium, (Jakarta: PT. Gramedia Psutaka Utama, 1984), h. 111.

Page 224: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

211

pajak pelabuhan, pajak ekspor, pajak timbangan dan pajak pasar serta

penyeberangan.477

Sekitar tahun 1618 dalam berita Cina Tung-His-Yang K’au,

sultan Banten untuk kepentingan pedagangan menunjuk dua tempat di

luar kota dan pasar. Campur tangan sultan dengan masalah pasar sebagai

pusat-pusat perdagangan dan kegiatan ekonomi sudah tentu diharapkan

mendatangkan penghasilan bagi kesultanan, untuk kepentingan

pembiayaan perlindungan keamanan dan ketertiban termasuk para

pedagang dan pasar-pasar itu sendiri. Menurut pendapat John Hicks,

campur tangan pemerintah dalam masalah pasar sekalipun harus siap

menghadapi masalah dan kekacauan yang biasa timbul di pasar. Selain

itu juga, kegiatan ekonomi di pasar-pasar adalah dengan adanya

penarikan pajak-pajak, menurut berita Cina pada tahun 1618 raja setiap

hari menarik cukai dari pasar.478

Berkaitan dengan hal tersebut ketika sebuah kapal Cina berlabuh

ke Banten maka seorang petugas datang ke kapal itu untuk meminta

keterangan. Nahkoda kapal memberikan sekeranjang jeruk dan dua buah

payung kecil. Selanjutnya petugas tersebut melaporkan secara tertulis

kepada Sultan Banten dan ketika berlayar memasuki pelabuhan Banten

dihadiahkan kepada sultan buah-buahan dan berpotong-potong kain

sutera.479

Infromasi tersebut di atas menunjukkan bahwa ada berbagai

kewajiban, baik yang berupa uang maupun barang yang harus diberikan

477 Ito Takeshi, The World of The Adat Aceh A Historical Study of The

Sultanate of Aceh. Disertasi. (Canberra: Australia National University, 1984), h. 335. 478 Uka Tjandrasasmita, Banten Sebagai Pusat Kekuasaan dan Niaga Antar

Bangsa. Makalah, Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra… h. 114. 479 W.P Groeneveldt, Historical Notes in Indonesia and Malaya Compiled

from Chinese Sourses… h. 56.

Page 225: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

212

kepada pemerintah Kesultanan Banten. Keadaan ini dapat pula diartikan

bahwa apakah yang diterima oleh pihak Kesultanan Banten terdiri dari

dua macam, yaitu pajak langsung, pajak yang resmi yang harus dibayar,

pembayaran pajak resmi lebih menguntungkan karena berdasarkan

kesepakatan yang telah disetujui oleh masing-masing bangsa. Pajak tidak

resmi yaitu berupa hadiah. Besarnya pajak resmi ditentukan oleh pihak

pemerintah, sedangkan besar tidaknya pajak tidak resmi sangat

tergantung pada kepada si pemberi pajak.480

Penguasa Banten mendapat pemasukan yang besar dari bea yang

di dalamnya tidak hanya termasuk cukai ekspor dan impor namun juga

iuran pelabuhan dan semacamnya perkampungan pedagang membayar

jumlah perkapal yang dibulatkan, 2/3 dari total pembayaran tersebut

masuk kantong raja dan sisanya ke Syahbandar. Sistem bea cukai

tersebut mirip dengan yang ada di Malaka. Pada tahun 1607 pemerintah

Banten tiba-tiba mengadakan bea cukai yang besarnya 8%. Alasan yang

mereka berikan atas kenaikan cukai itu adalah jatuhnya harga jual lada

dari 4 real ke 2 real.481

Kapal-kapal Belanda dan Inggris yang datang ke Pelabuhan

Banten harus membayar 1.500 real untuk uang jangkar (uang berlabuh)

dan 1 real untuk setiap kantong lada dan yang diekspor (jadi sekitar 8%).

Tetapi sekitar pertengahan abad XVII orang-orang Inggris berhasil

menukar pembayaran uang jangkar sebesar 800 real dengan cara

memberi hadiah-hadiah kepada para penguasa Kesultanan Banten.482

480 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 424. 481 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara... h. 78 482 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Global… h. 254.

Page 226: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

213

Selain itu, barang yang masuk pelabuhan dikenakan bea cukai

yang besarnya ditentukan oleh Syahbandar. Syahbandar pun

menerapkan berbagai bajak yang besarnya bervariasi. Cukai ekspor tidak

hanya dipungut dari lada namun, juga pada produk lainnya seperti, sutra,

kayu cendana, dan gading gajah. Produk-produk yang tidak dihasilkan

dari Banten, maka pajak yang harus dibayar lebih besar daripada lada,

sementara orang-orang Belanda harus membayar cukai impor sebesar

3% atas kain.483 Pada tahun 1608 Syahbandar Banten menarik bea cukai

dan pajak terhadap kapal Banten milik VOC yang akan mengekspor

8.440 karung lada 11.533 fl.484

Tabel 20

Pajak Kesultanan Banten485

Pajak kerajaan sebesar 8% menurut harga pembelian

yang ditetapkan (4 real per karung) fl 6.346

Ruba-ruba untuk Syahbandar (250 real per 6000 karung) fl 826

Ruba-ruba untuk raja (500 real per karung) fl 1.625

Beli-belian, suatu pajak khusus (666 real per karung) fl 2.201

Pangroro, pajak khusus yang lain, 11½ cash per karung fl 14

Pajak untuk juru tulis, dihitung per 100 karung fl 198

Pajak untuk juru timbang, dihitung per 100 karung fl 198

Biaya untuk mengangkut lada ke rumah timbang fl 98

Total pajak fl 11.533

483 H. T. Colenbrander, Jan Pietersz Coen Bescheiden, Omtrent Zijn Bedrijf

in Indie, Vol I, Eerste Deel ('S-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1919), h. 64. 484 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara... h. 78. 485 Nina. H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama,

Jawara... h. 78

Page 227: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

214

Jumlah 11.533 fl, ini harus dibayar sebagai pajak ekspor barang

seharga 33.760,00 fl. Kain yang dimasukkan Belanda juga dikenakan

pajak sebesar 3% dari harga jual, bahkan untuk barang ekspor yang

bukan hasil dalam negeri juga dikenakan pajak lebih besar.486 Pada

kenyataannya, besar pajak yang ditetapkan oleh Syahbandar487 Banten

tidaklah sama. Syahbandar hanya menarik pajak kerajaan hanya 5% bagi

para pedagang Cina tetapi mereka diwajibkan membawa berbagai hadiah

untuk penguasa Banten. Semuanya bergantung pada keharmonisan

antara Syahbandar dan para pedagang.

Untuk barang-barang ekspor yang bukan merupakan hasil Banten

sendiri dipungut biaya pajak yang lebih besar, misalnya lada dari luar.

Selanjutnya ada pajak dari barang berupa kain yang dikenakan 3% bea

impor. Menurut laporan pegawai-pegawai VOC, Kesultanan Banten

mempersulit usaha-usaha perdagangan Belanda. Bea cukai dinaikkan,

sedangkan pada tahun 1615 barang yang sebelumnya bebas pajak

dikenakan pajak. Belanda untuk mendapatkan hak monopoli di Banten,

membujuk syahbandar dan juru tulis dengan diberikan hadiah

kepadanya, agar barang-barang yang dibawa oleh Belanda bebas dari

486 Halwany Michrob, Catatan Masa Lalu Banten… h. 107. 487 Syahbandar adalah pejabat kerajaan yang bertugas mengatur dan

mengawasi perdagangan. Syahbandar bisa menjadi orang yang sangat berkuasa,

walaupun dikatakan tidak diberi gaji oleh raja. Disamping penghasilan dari bea cukai,

syahbandar di Banten mendapat sebagian uang pajak untuk belabuh (ruba-ruba).

Biasanya jumlah yang harus dibayar seluruhnya (pajak berlabuh dan bea cukai)

ditetapkan sekaligus untuk setiap kapal, dua pertiga untuk raja dan sisanya untuk

syahbandar. Syahbandar dianggap sebagai golongan “borjuis” (bourgeois atau

golongan orang kaya kota). Tidak jarang kedudukan syahbandar dipegang oleh orang

asing, dalam hal ini orang India atau Cina. Namun sejak tahun 1609, pemerintah Banten

hanya menunjuk pedagang Cina sebagai syahbandar. Lihat Notosusanto, Sejarah

Nasional Indonesia III, hlm.162 ; Djoko Suryo, Ekonomi Masa Kesultanan, h. 278;

Guillot, Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, h. 249

Page 228: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

215

pajak. Akan tetapi bujukan Belanda untuk memperoleh monopoli tidak

berhasil.

Pajak dan bea cukai dapat memengaruhi fluktuasi harga

komoditas ekspor-impor. Hal ini terjadi karena syahbandar menolak

hadiah dari Belanda yang ingin terbebas dari pajak dan bea cukai

terhadap barang ekspor-impor. Akhirnya Belanda mulai menarik

pedagang-pedagang dari dan menuju Banten di alihkan ke Jayakarta.

Perbuatan Belanda tersebut mengakibatkan ekonomi di Banten saat itu

mulai mengalami kemunduran lebih dari 8 windu, harga komoditas

ekspor-impor berfluktuasi terutama pada komoditas lada, akibat

memburuknya kondisi ekonomi Banten saat itu.488

Tahun 1608 (lihat tabel 22), saat harga komoditas lada turun,

pemerintah Banten ingin memperhitungkan bea cukai terhadap jatuhnya

harga jual lada. Hal ini menyebabkan ketegangan terhadap Belanda yang

mencoba memperoleh monopoli perdagangan dengan cara menentukan

harga yang telah mereka tentukan sendiri. Sementara pemerintah Banten

ingin mengembalikan harga lama komoditas lada atas dasar bea cukai

yang mereka ambil atas perdagangan lada.

Berbeda dengan Belanda, pedagang Inggris lebih

mempertimbangkan motif para penguasa Banten dalam hal penarikan

pajak dan bea cukai terhadap komoditas perdagangan, yang di anggap

oleh Inggris tidak masuk akal489 karena mereka telah melihat tindakan

488 Adrian. B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan

17, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), h. 111. 489 Peter floris, His Voyage to the East Indies in the Globe 1611-1615,

(London: Printer For The Hakluyt Society, 1934), h. 23.

Page 229: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

216

para penguasa Banten yang telah memeras dan melakukan tindakan

korupsi terhadap harga komoditas.490

Pajak memiliki peranan penting bagi Kesultanan Banten, karena

pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Pajak yang dipungut

digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran dan pembangunan.

Pengeluaran seperti, biaya gaji pegawai, pembelian peralatan kegiatan

pemerintah dan sebagainya. Sedangkan pembangunan terdiri dari

pembangunan jembatan, jalan raya, pembangunan keraton dan

sebagainya.

Kesultanan Banten telah membangun kantor dinas pelabuhan bea

cukai atau pajak tempat tersebut dinamakan Pabean yang digunakan

untuk membayar pajak bagi para pedagang. Kantor tersebut mengawasi

semua kegiatan ekspor-impor barang dagangan. Barang dagang impor

ditempatkan di sebuah gudang di bawah pengawasan bea cukai sebelum

dikirim ke daerah lainnya, di situ pula lah dilakukan pembayaran pajak

barang dan pajak-pajak yang harus dibayar oleh para pedagang ketika

kapal mereka merapat di pelabuhan Banten. Untuk menghitung pajak

digunakanlah timbangan dacing.491

Pajak yang telah ditentukan oleh pemerintah Kesultanan Banten

bukan hanya dalam bentuk perdagangan ekspor-impor. Pembayaran

pajak juga dihasilkan dari tempat-tempat hiburan yang berada di

490 William Foster, Letters Received By The East India Company 1615,

(London: Sampson Low, Marston & Company St. Sunstatt'a Mouse Fetter Lane, Fleet

Street, E.C, 1899), h. 276. 491 Alat untuk menimbang sesuatu berupa tongkat yang diberi skala yang

dilengkapi dengan anak timbangan dan tempat untuk meletakkan barang (yang

ditimbang, digantungkan pada tongkat tersebut. Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka,

1991), h. 201.

Page 230: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

217

pelabuhan Banten.492 Selain pajak yang menjadi kas negara, Kesultanan

Banten pun banyak menyita harta dari para pelaku perdagangan yang

melakukan kesalahan. Semakin besar kesalahan, maka denda dari

penyitaan barang semakin banyak.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kian banyak pelanggaran

dilakukan, kekayaan kesultanan semakin bertambah. Denda mengacu

pada sejumlah uang sedangkan penyitaan berbentuk barang. Besarnya

denda tergantung dari harta milik tersita. Terlepas dari kewenangan yang

dimiliki pihak pemerintah, keadaan ini menggambarkan bahwa pihak

kesultanan memperoleh keuntungan materi dari peristiwa tersebut.

Seluruh kekayaan yang terhimpun pada akhirnya ada pula yang

disalurkan kembali guna kepentingan masyarakat, atau mungkin sekali

digunakan sebagai tambahan modal untuk mengembangkan usaha dalam

perdagangan.493

D. Fluktuasi Perdagangan Ekspor-Impor

1. Faktor Internal

a. Ekonomi Politik

Fluktuasi ekspor-impor di Banten disebabkan oleh 2

faktor utama, yaitu faktor ekonomi politik, dan perubahan iklim

di Banten. Ekonomi Politik Banten menjadi faktor internal yang

paling memengaruhi harga ekspor-impor perdagangan, salah

satunya saat terjadi Peristiwa Pailir.494 Pertentangan antar

492 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 97. 493 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 243. 494 Peristiwa Pailir terjadi pada bulan Juli 1608. Terjadinya peristiwa tersebut

karena adanya perebutan kekuasaan di dalam istana pada masa Sultan Abdul Mafakhir

Mahmud Abdul Kadir (1596-1651) dengan perwalian Mangkubumi Yayanegara. Lihat

Page 231: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

218

pembesar kerajaan yang menimbulkan persaingan tidak sehat

antar mereka. Masing-masing kelompok dari kelompok

Mangkubumi dan kelompok para pangeran yang menjadi perusuh

yaitu Pangeran Mandalika, dan putra Maulana Yusuf berusaha

memperkuat kedudukan dirinya dalam segala segi.

Para pangeran lainnya seperti Pangeran Arya

Ranamanggala, Pangeran Mandura, Pangeran Kulon, Pangeran

Singaraja, Ratu Bagus Kidul, Dipati Yudanegara, melakukan

perbuatan yang tidak sesuai hukum yang berlaku, sehingga

banyak terjadi perampokan kapal-kapal asing ataupun pribumi.

Selain itu, para pangeran tersebut merencakana untuk membunuh

Mangkubumi dengan ditunjuklah Dipati Yudanegara untuk

menyerang dan membunuh Mangkubumi dengan menggunakan

sebilah tombak, kejadian ini berlangsung pada tanggal 23

Oktober 1608.495 Karena tindakan mereka itulah perniagaan di

Banten terhenti, sehingga terjadi penurunan harga barang ekspor-

impor.496

Konflik di Banten yang menyebabkan menurunnya

ekonomi dan terjadinya fluktuasi harga komoditas berawal dari

kebijakan mangkubumi yang mencampuri urusan di luar istana

yaitu dalam perdagangan. Saat mangkubumi menjabat sebagai

wali raja, lebih disibukkan kepada mengurusi para pedagang

asing yang banyak menimbulkan keributan dengan anak negeri.

Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten. (Jakarta: Djambatan,

1983), h. 169. 495 Manuschript Sejarah Banten, No, 15-17, h. 388 496 Halwany Michrob, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Saudara Serang,

1993), h. 102.

Page 232: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

219

Para pengaran Banten merasa kekuasaan mangkubumi hanya

sebatas di dalam istana, sementara urusan di luar istana adalah

hak para pengeran. Karena mangkubumi tidak mengetahui

bahaya dari para pedagang asing tersebut yang dapat bahkan telah

mengancam seluruh Banten dan membuat rakyat menderita.

Akibat perjanjian dagang yang lebih banyak menguntungkan

pribadi, selain itu mangkubumi juga menerima suap dari para

pedagang asing.497

Akibatnya, peraturan dari mangkubumi tidak dihiraukan

oleh sebagian besar pangeran. Karena untuk urusan di luar istana

setiap pangeran dapat mengeluarkan peraturan sendiri yang

bertentangan dengan peraturan mangkubumi. Akhirnya, pada

bulan Oktober 1604 Pangeran Mandalika, dan putra Maulana

Yusuf menahan jung dari Johor. Berawal dari persitiwa tersebut

terjadilah peristiwa Pailir di Banten.

Sementara tahun 1620, saat politik internal di pegang oleh

wali raja Pangeran Ranamanggala telah membuat keputusan

kebijakan ekonomi yaitu melarang semua jenis ekspor lada,

sehingga lada yang disimpan dalam jumlah besar menjadi busuk.

Selama Ranamanggala berkuasa larangan atas penjualan lada di

Banten masih diberlakukan sangat ketat. Hampir tidak penjualan

lada di Batavia, bahkan penyelundupan meskipuun di Batavia

lada bernilai 6 real perkarung, dan sedangkan di Banten harga

lada masih ½ real perkarung.498

497 Halwany Michrob, Catatan Masa Lalu Banten… h. 99. 498 H. T. Colenbrander, Jan Pietersz Coen Bescheiden, Omtrent Zijn Bedrijf in

Indie… h. 776.

Page 233: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

220

Para pedagang Cina pun di batasi, mereka hanya

diperbolehkan untuk membeli setelah Belanda dan Inggris

mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan pedagang Cina

tidak diperbolehkan untuk menjual kembali komoditas yang di

beli di Banten kepada para pedagang Eropa lainnya.499 Akibatnya

pedagang Eropa terutama Belanda melakukan aksi blokade

terhadap Banten.

Perubahan menyeluruh akibat kebijakan dari

Ranamanggala mempunyai dampak yang begitu mengerikan bagi

penduduk Banten. Dalam beberapa tahun penduduk menjual

hasil pertanian dengan harga yang sangat rendah, karena para

bangsawan dan pemilik perkebunan tidak lagi diizinkan menjual

lada, sehingga mereka mengalami kejatuhan harga. Harga

sekarung lada yang masih bias ditawar antara 5,5 dan 6,5 real

tahun 1618, setelah sebelum pencabutan pohon-pohon lada jatuh

menjadi 0,75 real tahun 1620, dan 0,5 real tahun 1621, sampai

0,3 real tahun 1623.500 Dengan adanya larangan penanam lada,

penduduk beralih menanam padi dan gula, dan tahun 1631 panen

raya padi menghasilkan 100.000 karung berkisar 3.000 ton. Hal

ini tidak pernah di dapatkan di tahun-tahun sebelumnya.501

Pangeran Ranamanggala bermaksud menghapuskan

semua kegiatan perdagangan di Banten. Pelabuhan nyaris punah

dengan perginya sebagian besar pedagang keluar dari Banten.

Pedagang India telah di usir, loji-loji pedagang Eropa tidak ada

499 M. A. P. Meilink-Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 417. 500 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 185. 501 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 187.

Page 234: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

221

algi di pelabuhan. Pedagang Portugis tidak lagi berani mendekati

Pelabuhan Banten. Ranamanggala memutuskan untuk mengubah

negerinya menjadi negeri pertanian dan pemerintah akan

membagikan tanah kepada penduduk, sehingga mereka bias

mencari nafkah dengan menanam padi dan umbi-umbian.502

Tahun 1624, saat Panegran Ranamanggala

mengundurkan diri dari kekuasaannya, saat itulah putra mahkota

naik tahta karena telah melebihi usia dewasa 28 tahun. Namun,

setelah kenaikan putra mahkota keadaan Banten tidaklah

membaik karena di tahun 1625 Kota Banten diserang wabah yang

mematikan dalam jangka waktu 5 bulan.503 Selain itu keadaan

politik pun tidaklah membaik malah semakin memburuk, karena

pengepungan pelabuhan yang dilakukan oleh Batavia dan

ancaman dari Kerajaan Mataram, yang ingin menyatukan seluruh

Pulau Jawa di bawah Kekuasaan Mataram. Tahun 1626504

Mataram merencanakan serangan terhadap Banten hingga tahun

1630, yang mengakibatkan ekonomi Banten melemah, karena

pemerintah Banten disibukkan dengan melawan Kerajaan

Mataram.

Selama 15 tahun masa pemulihan pemerintah Banten,

perdagangan semakin membaik tetapi keadaan politik masih

belum stabil untuk menjadikan Pelabuhan Banten sebagai

pelabuhan yang menarik kembali bagi pedagang asing. Hal ini

502

503 De Jonge, De Opkomst Van Het Nederlandsch Gezag In Oost-Indie… h.

100. 504 H. T. Colenbrander, Jan Pietersz Coen Bescheiden, Omtrent Zijn Bedrijf in

Indie… h. 581.

Page 235: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

222

membuat pedagang asing memilih Makassar sebagai tempat

berniaga mereka.

b. Perubahan Iklim dan Cuaca

Faktor lain yang erat hubungannya dengan fluktuasi

harga komoditi yaitu keadaan alam dan lingkungan setempat.

Banten mengalami masa kekeringan yang tinggi dari tahun 1643-

1671. Akibat kekeringan tersebut, Banten melakukan impor beras

dari Jawa terutama dari Jepara. Penyediaan beras menjadi begitu

mengkhawatirkan sehingga sultan memerintahkan agar

dilakukan upacara di seluruh daerah dan semua penduduk agar

berpuasa dan berdoa agar hujan turun dan membasahi

persawahan, karena saat itu sawah-sawah petani mengalami

kekeringan hingga menyebabkan gagal panen. Krisis ini

disebabkan pertama oleh cuaca yang tidak menentu, dan krisis ini

menjadikan penduduk Banten meminta pertanggungjawabannya

kepada Sultan Ageng Tirtayasa untuk bisa mengembalikan

kondisi di Kesultanan Banten kembali normal.505

Fluktuasi harga beras terjadi pada tahun 1676

dikarenakan faktor cuaca yang mempengaruhi hasil produksi

padi para petani, persawahan mereka tergenang air akibat hujan

dan mengalami kekeringan saat musim kemarau serta serangan

dari hewan pengerat tanaman padi di sawah. Oleh karena itu,

pada tahun 1676 sultan mengirim kapalnya ke Siam untuk

mengimpor beras, sedangkan pedagang Inggris membawa beras

505 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 191.

Page 236: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

223

dari Benggala.506 Setelah panen padi dari petani di Jawa Tengah

beras kemudian didatangkan kembali dari Jawa. Namun,

harganya tetap 50 real. Krisis ini berlanjut tahun 1677 dan 1678.

Pada bulan Juni 1677 harga beras mencapai 55 real dan Maret

1678,507 harga beras mencapai 80 real, kenaikan harga tersebut

mencapai 400% dihitung dari tahun 1674.508

Tabel 21

Fluktuasi harga beras tahun 1675-1678.509

Tahun Harga Jenis Beras

1675 20-50 real Last

1675 (Juli) 50 real Koyang

1675 (November) 400 real Koyang

1675 (Desember) 40-50 real Koyang

1676 50 real Last

1677 55 real Koyang

1678 80 real Koyang

Krisis yang menyebabkan fluktuasi harga beras ini

disebabkan oleh keadaan cuaca yang tidak menguntungkan,

karena musim kering yang berkelanjutan hingga bertahun-tahun.

Selain itu, kurangnya jumlah penduduk, serta penanaman secara

506 A. Van Der Chijs, Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia Anno 1675.

12 January 1976. (Batavia Landsrukkerij: S’Hage M. Nijhoff, 1903), h. 8. 507 F. De Haan, Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia Anno 1675. 18

Maert 1678, (Batavia Landsrukkerij: S’hage M. Nijhoff, 1903), h. 103. 508 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 191 509 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII… h. 191.

Lihat J. A. Van Der Chijs, Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia 1677. 18 Juny

1977. (Batavia Landsrukkerij: S’Hage M. Nijhoff, 1904), h. 178. F. De Haan, Dagh

Register Gohenden Int Casteel Batavia 1678. 18 Maert 1678… h. 103.

Page 237: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

224

besar-besaran pada bahan ekspor (lada), yang mengakibatkan

penurunan pada sektor pertanian (padi).

Kondisi iklim Banten yang tidak menentu menyebabkan

timbulnya beberapa penyakit tanaman. Terutama pada tanaman

lada, penyakit busuk pangkal batang yang menyerang tanaman

ini lalu menyebar penyakit kuning yang merusak kebun-kebun

lada, jamur akar, busuk tunggul, keriting daun, karat merah,

bercak daun, sarang laba laba dan jamur upas merebaknya

walang sangit pemakan bunga dan buah lada menjadi persoalan

tersendiri. Selain itu, pemeliharaan kebun lada yang tidak optimal

dapat menyebabkan menurunnya keseburan tanah dan hasil

panen, sehingga jika panen mengalami pernurunan maka harga

jual lada akan meningkat.510

Akhir abad XVII hingga abad XVIII, sistem pertanian

lada yang ekstensif di Banten mengakibatkan terjadinya

sedimentasi yang besar. Dampak langsungnya tentu saja

pendangkalan alur sungai dan bahkan yang terparah adalah

terjadinya sedimentasi di daerah muara sungai yang berakibat

makin dangkalnya pelabuhan alam Banten. Hal ini

mengakibatkan kapal-kapal besar tidak dapat lagi merapat di

pelabuhan Banten.

Rusaknya lingkungan, khususnya daerah perairan baik

pedalaman maupun pesisirnya. Terjadinya sedimentasi membuat

proses pengangkutan hasil produksi dari pedalaman ke pelabuhan

menjadi terganggu, juga kapal-kapal besar yang hendak

510 Iim Imadudin, “Perdagangan Lada di Lampung dalam Tiga Masa (1653-

1930)”. Patanjala. Vol. 8, No. 3 2016, pp. 349- 364, h. 361.

Page 238: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

225

mengangkut lada dari pantai kesulitan untuk berlabuh karena

terjadinya pendangkalan di daerah pelabuhan. Akibatnya harga

lada berfluktuasi dikarenakan rusaknya lingkungan.511

Sedangkan industri penggilingan gula mengalami

penurunan akibat penyakit tumbuhan liar di kebun tebu

tumbuhnya alang-alang yang menghambat pertumbuhan

tanaman tebu, kelangkaan ternak untuk membajak perkebunan.

Kelangkaan pekerjaan orang berulang kali menyebabkan

penundaan untuk penanaman dan masa panen tebu.512

2. Faktor Eksternal

Fluktuasi harga terjadi tidak hanya pada ekonomi politik

internal dalam istana. Namun, adanya ekonomi politik eksternal pada

pedagang asing sebelum dibentuknya VOC. Adanya persaingan ketat

antara para pedagang asing terutama pedagang Belanda yang berlomba-

lomba untuk mendapatkan rempah-rempah, maka keuntungan para

pedagang sedikit dan mereka mengalami kerugian besar akibat adanya

persaingan tersebut. Persaingan antara Belanda dan Inggris

mengakibatkan naiknya harga secara tidak wajar, dan masing-masing

dari mereka mengeluhkan ketika kedatangan kapal-kapal yang datang

dari masing-masing negara yang mengakibatkan kenaikan harga

komoditas.513

511 Ery Soedewo, “Lada Si Emas Panas: Dampaknya bagi Kesultanan Aceh

dan Kesultanan Banten”. Artikel Balai Arkeologi Medan. Edisi No. 23/Tahun

XI/Januari 2007, h. 21. 512 Tio Poo Tjiang, De Suikerhandel Van Java… h. 121. 513 William Foster, Letters Received By the East India Company 1615… h.

274.

Page 239: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

226

Kerugian yang mereka dapat mencapai 5 laksa gulden. Oleh

karena itu, untuk mengatasi kerugian tersebut maka dibentuklah VOC

pada tahun 1602 dengan modal pertama 6,5 juta guden, dengan tujuan

untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya serta memperkuat

kedudukan Belanda.514

Pedagang Belanda mengandalkan persekutuan dagangnya

berupaya mempengaruhi Sultan Banten agar mendapatkan hak monopoli

pembelian. Kegiatan tersebut juga dilakukan oleh pedagang Inggris.

Sedangkan cara yang dilakukan oleh pedagang Cina adalah mereka

masuk ke pedalaman kawasan petani di musim panas untuk mencari lada

dengan kualitas yang baik. Selain itu pedagang Cina memberikan

pinjaman uang untuk para petani sebagai modal untuk mendapatkan

keuntungan yang lebih besar dari perdagangan lada. Persaingan di antara

para pedagang asing tersebut membuat harga perdagangan terutama pada

komoditas lada mengalami fluktuasi setiap tahunnya.515

Pertentangan antara Banten dan VOC memperparah fluktuasi

perdagangan di Banten. Hal tersebut terjadi karena hubungan antara

Jayakarta dan Banten semakin renggang akibat perbuatan VOC. Jan

Pieterzoon Coen yang memperburuk keadaan dengan memindahkan

kegiatan dagang Belanda dari Banten ke Jayakarta, sehingga

perdagangan di Banten sedikit menurun. Selain itu, untuk mengacaukan

perekonomian Banten, VOC mengadakan blokade ekonomi. VOC tidak

membeli lada dari Banten, bahkan kapal-kapal asing dilarang berlabuh

514 Halwany Michrob, Catatan Masa Lalu Banten… h. 111. 515 Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal: Kesultanan

Banten 1522-1684 Kajian Arkeologi Ekonomi… h. 121.

Page 240: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

227

di Banten. Perbuatan VOC tersebut sangat merugikan Banten, sehingga

harga lada di pasar Banten menurun tajam.516

Ketika blokade Belanda atas Banten terganggu oleh ekspor lada

dan impor bahan pangan lainnya, ketika itu perkebunanan lada

mengalami perubahan beralih fungsi menjadi persawahan. Petani saat itu

mulai menanam tebu, padi, dan lainnya, karena bahan pangan tersebut

merupakan produk yang dapat mereka jual selain lada.517

Banten terpaksa harus beralih dari tanaman ekspor ke tanaman

pangan karena diblokade dari laut, suatu taktik favorit VOC yang

digunakan terhadap kota-kota yang bergantung pada impor bahan

pangan. Banten adalah pelabuhan yang paling sering menderita, dalam

tahun 1630-an ada gerakan besar-besaran untuk menanam padi.518

Naik turunnya harga komoditi ekspor-impor di Banten,

sebagaimana diberitakan oleh Jan Jansz Karel tanggal 6,7 dan 10

Agustus 1596 (akhir abad XVI) karena ada pengaruh kebijakan harga

yang ditentukan oleh pihak kesultanan. Oleh karena itu, Jan Jansz Karel

membuat surat pada tanggal 10 Agustus 1596 yang menyarankan dan

penguasa Belanda untuk segera berbicara dengan sultan terkait tentang

harga komoditas terutama lada.

Adapun harga lada dari tahun ke tahunnya mengalami fluktuasi

(naik-turun) akibat adanya persaingan antar berbagai negara dan

perusahaan dagang Belanda di Banten, dan juga produksi yang tinggi dan

516 Halwany Michrob, Catatan Masa Lalu Banten… h. 119. 517 M. A. P. Meilink-Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 391. 518 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid 2:

Jaringan Perdagangan Globa, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.

347.

Page 241: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

228

persediaan yang meningkat dapat memberi pengaruh bagi harga jual

lada.

Tabel 22

Fluktuasi (naik-turun) harga lada dalam beberapa tahun.519

Tahun Harga Keterangan

1599 3 real per

karung

Turunnya nilai real menyebabkan

harganya naik mencapai 4 atau 6 real

perkarung. Harga terus melonjak

sampai tahun 1603.

1608 12 real per

karung

Melonjaknya harga lada semakin

meningkat.

1612 121 per 10

karung

1614

15 atau 16 real

per 10 karung

Dalam sumber Coen, Bescheiden I

pada tahun tersebut harga 13 atau 14

real per 10 karung.

1615

15 real per 10

karung

Menurut catatan Van den Broecke,

sedang dalam catatan Coen,

Bescheiden I 12 real per 10 karung.

1616

17 atau 18 real

per 10 karung,

25 hingga 27

per 10 karung

dan 20 sampai

Lada dibeli sebelum kedatangan para

saudagar Cina.

519 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 404

Page 242: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

229

21 real per 10

karung

1617

31 real per

karung,

Pembelian partai besar oleh para

saudagar Asia, 4 real perkarung

meningkat hingga sebanyak 8 sampai

10 real per karung pada saat

kedatangan jung-jung Cina. 4 real per

karung, meski panen raya yang

menghasilkan 110.000 karung dan

pembelian yang sedikit oleh bangsa

Eropa. Pembelian orang-orang Cina

ditujukan untuk dijual kembali di

Kamboja dan Siam, selain negeri Cina.

1618 10 real per picol

Sama dengan 2 karung setelah harga

ditentukan oleh pemerintah Banten

dan para penasihat Cinanya.

Peningkatan harga di Banten

sehubungan dengan harga lada yang

tinggi di Negeri Cina. Ketika Coen

mengancam untuk melucuti lada dari

jung-jung Cina harga lada anjlok

menjadi 6 real atau 6½ real per karung.

1618 43 dan 48 real

per 10 karung

Ketika jung-jung Cina datang kembali

harga lada kembali meningkat.

1618 30 dan 32½ real

per 10 karung

Ketika Coen dan orang-orang Belanda

mengancam akan melucuti lada

Page 243: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

230

dengan paksa dan harga jatuh, serta

mengeluarkan perintah untuk membeli

dengan harga itu harga lada naik

kembali menjadi 35 real per karung.

September

1618

5½ real per

karung

Hasil panen yang buruk

mengakibatkan turunnya harga lada,

dan diharapkan harga lada naik

kembali naik menjadi 6 atau 7 real real.

1619 2 real per

karung

Harga lada jatuh.

1620-1621 7½ dan 5 real

per 10 karung

Harga lada semakin turun tajam.520

1623 3 real per 10

karung

Harga lada semakin turun tajam

20 Juni

1623

12 real per 100

karung

Puncak masa krisis521

1629 7000 hingga

8000 karung522

Menurunnya budidaya lada

Ketika harga lada di Banten jatuh, bangsa-bangsa Eropa

Utara juga mencoba untuk memaksakan harga yang sama di pelabuhan

lain selain di Banten seperti di Pelabuhan Sumatera (Aceh dan

520 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 404. 521 H. T. Colenbrander, Jan Pietersz Coen Bescheiden, Omtrent Zijn Bedrijf in

Indie… h. 776. 522 H. T. Colenbrander, Jan Pietersz Coen Bescheiden, Omtrent Zijn Bedrijf in

Indie, Vol V. Eerste Deel ('S-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1923), h. 741.

Page 244: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

231

Pariaman), pedagang Inggris membeli lada di pelabuhan tersebut atas

kesepakatan yang telah di buat dengan saudagar pelabuhan karena harga

lada di Pelabuhan Aceh dan Pariaman lebih tinggi dari pada harga yang

mereka bayar di Banten.523

Fluktuasi harga pun terjadi pada komoditas gula, Saat itu

Hindia Barat mulai memproduksi dan menghasilkan gula, akibatnya

permintaan untuk gula Jawa menurun. Sementara perang dengan Banten

dan Belanda sekitar 1660 menghambat perkembangan industri gula.

Pada tahun yang menguntungkan 1652 ada 20 pabrik gula yang

beroperasi, tetapi pada tahun 1660524 sepuluh dari mereka telah berhenti

bekerja dan bekerja hanya sisanya.525

Untuk menanggulangi fluktuasi harga pada umumnya para

petani komoditas ekspor-impor mulai menanam jika harga tinggi, tetapi

dengan menanami sebagian lahan dengan tanaman pangan yang dapat

mereka usahakan jika harga pasar rendah. Jika harga tetap rendah, atau

jika ekonomi keuangan dirasakan pahit karena alasan politik, para petani

memilih keluar atau dipaksa keluar oleh penguasa mereka.526

523 M.A.P. Meilink Roelofsz, Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di

Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630… h. 405. 524 Perusahaan atau pabrik gula ini sebagian besar berada di Batavia,

sementara Banten merupakan tempat penanaman tebu dan produksi gula dan hasilnya

kemudian di ekspor ke Eropa. Perusahaan memberikan tanah kepada produsen gula

yang dikelola oleh orang-orang Cina di Banten dan memberikan banyak sekali

keistimewaan pada mereka, misalnya, lisensi untuk memotong kayu bakar gratis untuk

pembuatan gula, dll, dengan syarat bahwa seluruh produk harus dikirim ke Perusahaan

di harga yang harus ditetapkan dengan sendirinya. Harga-harga ini masing-masing

adalah 6, 5, dan 4 Rijksdaalder pemerintah per pikul untuk kualitas pertama, kedua,

atau ketiga; tetapi tahun berikutnya di Rijksdaalder dikurangkan dari masing-masing

kelas. Lihat H. C. Prinsen Geerligs, The World's Cane Sugar Industry Past and Present,

(Manchester: Norman Rodger Altrincham, 1912), h. 116-117. 525 K. W. Van Gorkom's, Oost-Indische Cultures, Tweede Deel… h, 121 526 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1… h.

45.

Page 245: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

232

Gabungan beberapa faktor yang menyebabkan fluktuasi dimulai

dari keadaan ekonomi politik di dalam Kesultanan Banten, tekanan

monopoli dari Belanda, dan iklim yang relatif tidak stabil dengan

keadaan kekeringan tinggi, melahirkan keadaan fluktuasi harga

perdagangan ekspor-impor di Banten di abad XVII.

Page 246: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

233

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

Akhir abad XVI, permintaan akan rempah-rempah meningkat

pesat di pasaran Eropa, sehingga menjadi salah satu faktor pendorong

masuknya bangsa Eropa ke dalam jaringan perdagangan di Banten. Hal

ini memberikan dampak pada kegiatan perdagangan yang telah ada di

Banten menjadi semakin ramai dan beragam. Ramainya kegiatan

perdagangan di Nusantara, mulai membuka wilayah-wilayah

perdagangan di Banten yang semula belum terlalu ramai.

Mengenai permintaan akan komoditi rempah-rempah (lada, beras

dan gula) di Banten, membuat pembelian secara besar-besaran dan

menjadikan ekonomi Kesultanan Banten pada abad XVII sebagai puncak

kejayaan dari Kesultanan Banten. Para pedagang dari berbagai negara

singgah ke dermaga Pelabuhan Karangantu untuk menjual dagangan

mereka atau membeli kebutuhan mereka yang tidak mereka dapat di

negara mereka sendiri atau negara lainnya.

Dengan kedatangan pedagang Eropa, Banten mulai menghadapi

ekonomi politik dalam dunia perdagangan internasional dengan sistem

terbuka maupun tertutup. Peraturan jual-beli, proses penawaran,

penentuan harga, semuanya telah mengikuti pola atau sistem yang telah

ditetapkan oleh para pedagang Eropa. Kebijakan politik internal dan

eksternal atas ekonomi Banten menyebabkan terjadinya fluktuasi harga

perdagangan, persaingan dagang yang tidak sehat antar bangsa Eropa

Page 247: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

234

sangat berpengaruh besar terjadinya fluktuasi. Selain itu, faktor iklim

yang tidak menentu serta banyaknya penyakit yang menyerang tanaman

komoditas membuat panen mengalami penurunan. Akibatnya harga

komoditas eskpor-impor mengalami kenaikan dan penurunan.

Dengan adanya sistem perdagangan yang dibuat oleh pedagang

Eropa membuat Banten mengeluarkan beberapa peraturan dan kebijakan

dalam perdagangan guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Bahkan Banten telah membuat perjanjian ekonomi dengan para

pedagang terutama pedagang Belanda yang dimulai pada masa Sultan

Ageng Tirtayasa.

Kebijakan ekonomi politik yang diterapkan di Banten

mengakibatkan timbulnya persaingan antara pedagang. Pada akhirnya

peredaran mata uang semakin banyak, karena permintaan para pedagang

yang besar akan kebutuhan uang. Peredaran uang pun dapat

menyebabkan fluktuasi harga dengan adanya inflasi uang maka harga

komoditas akan mengalami fluktuasi. Melalui perdagangan, keuntungan

ekonomi yang diperoleh Banten bukan hanya berasal dari jual-beli

semata.

Pajak dan bea cukai pun mengiringi naik-turunnya harga

komoditas ekspor-impor. Ketika pajak dan bea cukai yang tinggi

terhadap harga komoditas, maka harga akan jatuh karena para pedagang

tidak membayar pajak dan bea cukai dan menimbulkan ketegangan

antara Banten dan para pedagang Eropa terutama Bangsa Belanda

dengan melakukan aksi blokade terhadap perdagangan Banten.

Sehingga, barang-barang komoditas semakin berkurang di pasaran

akibanya terjadi fluktuasi harga pada komoditas ekspor-impor.

Page 248: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

235

B. Saran-saran

Mengingat keterbatasan kemampuan penulis banyak hal yang

belum diungkap, banyak persoalan yang belum dibahas yang sebagainya

disebabkan oleh terbatasnya sumber informasi, dan sebagian lain karena

kelemahan dan keterbatasan dalam memahami informasi yang ada,

karena itu saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis, guna

perbaikan di kemudian hari.

Dengan izin dan pertolongan Allah SWT, penulisan Tesis ini

dapat terselesaikan. Penulis sadar sepenuhnya bahwa kesalahan,

kekurangan, dan ketidaksempurnaan terdapat didalamnya.

Page 249: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

236

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdurrahman, Dudung. 2011. Metodologi Penelitian Sejarah Islam.

Yogyakarta: Ombak.

A Complete View of the Chinese Empire. Exhibited on Its Geographical

Description of That Country, A Dissertation on Its Antiquity, and

A Genuine and Copious Account of Earl Macartney's Embassy

From The King Of Great Britain to The Emperor of China. 1798.

London: Cawthorn, British Library, No. I32, Strand.

Adamson Hoebel, Edward, Everett Lloyd Frost. 1976. Cultural and

Social Anthropology. University Of Virginia: Mc Graw-Hill.

Aksi Agraris Kanisius. 1980. Bercocok Tanam Lada. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Ali, Mufti. 2009. Misionarisme di Banten. Serang: Laboratorium

Bantenologi.

Ambary, Hasan, dkk. 1984. Naskah Sejarah Kerajaan Banten dan

Pemerintahan Serang dari Masa ke Masa, Bab III. Serang: Panitia

Hari Jadi Pemerintahan Daerah Serang.

Anonim, 1918. De Pepercultuur In De Buitenbezittingen. Batavia:

Landsdrukkerij.

Apridar. 2009. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep, dan

Permasalahan dalam Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Atsushi, Ota. 2009. Perubahan Rejim dan Dinamika Sosial di Banten;

Masyarakat, Negara, dan Dunia Luar Banten 1750-1830. Serang:

Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah Press, IAIN SMH Banten.

Boedhihartono, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem

Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Page 250: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

237

Boxer, C.R. 1967. Francisco Vieira De Figueiredo: A Portuguese

Merchant-Adventurer In South East Asla, 1624.-1667.

S’gravenhage: Martinus Nuhoff.

Bruijn, J. R, F. S. Gaastra, Ivo Schoffer. 1987. Dutch Asiatic Shipping

in The 17th and 18 Centuries. The Hague: Martinus Nijhoff.

Bulbeck, David. 1998. Southeast Asian Exports Since the 14th Century:

Cloves, Pepper, Coffee and Sugar. Leiden: KITLV Press.

Burger, D.H. 1962. Sedjarah Ekonomis-Sosiologis Indonesia. Jilid 1.

Terj. Prajudi Atmosudirjo. Jakarta: Prandnjaparamita.

Carel Lawalata, Herman. A. 1981. Pelabuhan dan Niaga Pelayaran.

Jakarta: Aksara Baru.

Carey, Peter. 2008. Orang Cina dan Bandar Tol, Candu dan Perang

Jawa, Perubahan Persepsi tentang Cina 1755-1825. Terj. Tim

Komunitas Bambu. Depok: komunitas Bambu.

Chijs, J. A. Van Der. 1902. Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia

1675. 11 January 1975. Batavia Landsrukkerij: S’Hage M. Nijhoff.

Chijs, J. A. Van Der. 1903 Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia

1676. 12 January 1976. Batavia Landsrukkerij: S’Hage M. Nijhoff.

Chin keong, Ng. 2007. Boundaries and Beyond China’s Maritime

Southeast. Singapore: NUS Press National University of

Singapore.

Coen, Jan Pietersz. 1919. Omtrent Zijn Bedrijf In Indie, Eerste Deel. S-

Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Colenbrander, H.T. 1899. Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia

Anno 1636. S’gravenhage: Martinus Nijhoff.

1900. Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia

Anno 1641-1642. S’gravenhage: Martinus Nijhoff.

Page 251: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

238

1919. Jan Pietersz. Coen Bescheiden Omtrent

Zijn Bedrijf In Indie Verzameld Door, Uitgegeven Door Het

Koninklijk Instituut Voor De Taal, Land En Volkenkunde Van

Nederlandsch-Indie. Vol. I. University of Toronto: 'S-Gravenhage

Martinus Nijhoff.

1900. Dagh Register Gehonde Int Casteel Batavia

Anno 1641-1642. S’gravenhage: Martinus Nijhoff.

1925. Koloniale Geschiedenis: Algemene

Koloniale Geschiedenis Met Karten. S'Gravenhage: Martinus

Nijhoff.

Cortesao, Armando. 1944. The Suma Oriental of Tome Pires. London,

The Hakluyt Society.

Curatman, Aang. 2010. Teori Ekonomi Makro. Yogyakarta: Swagati

Press.

Darmawijaya. 2010. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar.

Danvers, Frederick Charles. 1896. Letters Received by The East India

Company. London: Sampson Low, Marston & Company.

De Haan, F. 1903. Dagh Register Gohenden Int Casteel Batavia 1675.

18 Maert 1678. Batavia Landsrukkerij: S’hage M. Nijhoff.

De, Graaf H. J. De dan Th. G. Th. Pigeaud. 1985. Kerajaan-Kerajaan

Islam Di Jawa Peralihan Dari Majapahit Ke Mataram. Jakarta:

Graffiti Press.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten. 2012. Banten dalam

Perjalanan Sejarah. Banten: DISBUDPAR.

Djajadiningrat, Hoesein. 1983. Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten.

Jakarta: Djambatan.

Djoened, Marwati. 1984. Sejarah Nasional Indonesia. Jilid III. Jakarta:

Balai Pustaka.

Page 252: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

239

Ekadjati, Edi. S. 1995. Kesultanan Banten dan Hubungan Dengan

Wilayah Luar. Kumpulan makalah diskusi Banten Kota Pelabuhan

Jalan Sutra. Jakarta: Depdikbud.

Erwanto, Heru. 2006. Kota dan Kabupaten dalam Lintasan. Sumedang:

Al-Quprin Djatingangor.

Foster, William. 1912. A Calendar of The Court Minutes Etc. Of The

East India Company 1644-1649. Oxford: At The Clarendon Press.

Foster, William. C.I.E. 1921. The English Factories in India 1655-1660.

Oxford: At The Clarendon Press.

Foster, William. C.I.E. 1995. The Voyage of Thomas Best To The East

Indies 1612-1614. New Delhi: Asian Educational Service.

Fruin Mees, W. 1920. Geschiedenis Van Java Deel II. Weltevreden:

Commissie Voor De Volkslectuur.

Fruin Mees, W. 1920. Geschiedenis Van Java Deel II. Weltevreden:

Commissie Voor De Volkslectuur.

Furber, Holden. 1948. John Company at Work, A Study of European

Expansion in India in the Late Eighteenth Century. Harvard

Historical Studies, Vol. LV: Cambridge Mass.

Gilpin, Robert. 2001. The Nature of Political Economy. Princeton:

Princeton University Press.

Gilpin, Robert. 2016. The Political Economy of International Relations.

New York: Princeton University Press.

Glamann, Kristof. 1981. Dutch Asiatic Trade 1620-1740. S-Gravenhage:

Martinus Nijhoff.

Groeneveldt, W. P. 1960. Historical Notes On Indonesia and Malaya

Compiled from Chinese Sources. Jakarta: Bhratara.

Page 253: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

240

Groeneveldt, W.P. 2018. Nusantara dalam Catatan Tionghoa:

Historical Notes on Indonesian and Malaya Compiled From

Chinese Sources. Jakarta, Komoditas Bambu.

Guillot, Claude. 2008 Banten Sejarah dan Perdaban Abad X-XVII.

Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia.

Hicks, Sir. 1969. A Theory of Economic History. New York: Oxford

University Press.

Iskandar, Yoseph, dkk. 2011. Sejarah Banten: dari Masa Nirleka Hingga

Akhir Masa Kejayaan Kesultanan Banten. Jakarta: Tryana

Sjam’un Corp.

Ismanto, Gandung. 2006. Menemukan Kembali Jati Diri dan Kearifan

Lokal Banten. Banten: Biro Humas Setda Provinsi Banten.

Jan Erik, Lane. 1994. Ekonomi Politik Komparatif, Terj. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

J. Rachbini, Didick. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori

Pilihan Publik,. Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia. Jonge, De. 1875. De Opkomst Van Het Nederlandsch Gezag In Oost-

Indie. Jilid 8. S’gravenhage: Martinus Nijhoff.

Jualiadi, dkk. 2005. Ragam Pusaka Budaya Banten. Serang: BP3S.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jilid II. 1991. Jakarta: Balai Pustaka.

Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888.

Jakarta: Pustaka Jaya Kompas.

1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi

Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Cet I..

Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Page 254: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

241

1989. Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-

1900) dari Emporium sampai Imperium I. Jakarta: Gramedia.

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. 2003. Inventarisasi Sumber

Sejarah Mulai 1942-1965. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah.

Khaldun, Ibnu. 2001. Muqadimah, terj. Ahmadie Toha. Jakarta: Pustaka

Firdaus.

Kosoh S, dkk. 1979. Sejarah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.

Krugman, Paul. R. and Maurince Obstfeld. 1991. International

Economics: Theory and Policy. New York: Harper Collins.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan

Bentang Budaya.

Kurosawa, Aiko. 1993. Mobilisasi dan Kontrol. Jakarta: Grasindo.

Kutoyo, Sutrisno. 1995. Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme

dan Kolonialisme di Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.

Lapian, Adrian. 2008 Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16

dan 17. Jakarta: Komunitas Bambu.

Leiteritz, Ralf J. 2005. International Political Economy: The State of

The Art. New York: Colombia International.

Leonard, Blusse. 1986. Strange Company: Chinese Settlers, Mestizo

Women and The Dutch In VOC Batavia. Batavia: KITLV.

Lodewijcksz, Willem. 1598. Prima Pars Descriptionis Itineris Navalis

in Indiam Orientalem, Earvmqje Rervm Qvae Navibvs Battavis

Occvueevnt. National Central Library of Rome: Ex Officina

Cornelij Nicolaj, Typographi Ad Symbolum Diarij, Ad Aquam.

Lodewijcks, Willem, 1598. Premier Livre De L'histoire De La

Navigation Aux Indes Orientales Hollandais et Des Choses A Eux

Advenues. Amsterdam: Cornille Nocolas.

Page 255: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

242

Lombard, Denys, 1996. Nusa Jawa Silang Budaya. Jilid I. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Lubis, Nina. H. 2004. Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan,

Ulama, Jawara. Jakarta: LP3ES.

M. Johan, Irmawanti. 1991. Laporan Penelitian Sumber Dana dan Daya

Negara Kesultanan Banten Abad 16-17 M. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Manuscript Sejarah Banten Br. 625.

Michrob, Halwany dan Mudjahid Chudari. 1993. Catatan Masa lalu

Banten. Serang: Saudara.

1993. Catatan Sejarah dan Arkeologi Ekspor-

Impor. Serang: Kamar Dagang dan Industri Daerah.

Mollema, J.C. 1936. De Eerste Schipvaart Der Hollanders Naar Oost-

Indie 1595-1597. 'S-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Najib, Tubagus. 2011. Kebangkitan Banten dari Masa Ke Masa

(Berdasarkan Naskah Kuno dan Peninggalan Arkeologi). Serang:

Yayasan Sheng Po Banten.

Nakamura, Mitsuo. 1988. Jenderal Imamura dan Periode Awal

Pendudukan Jepang. Jakarta: YOI.

Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma-norma Dasar Penelitian Sejarah.

Jakarta: Dephankam.

1993. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:

Balai Pustaka.

Nur, Deliar. 2005. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Nurdholt, Henk Schulte, dkk. 2008. Meneliti Sejarah Penulisan

Sejarah”. Dalam Henk Schulte Nurdholt, dkk (Ed.), Perspektif

Page 256: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

243

Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Pedoman Bercocok Tanam Lada. 1973. Bogor: Lembaga Penelitian

Tanaman Industri.

Perquin, B.L.M.C. 1921. Nederlandsch Indische Staatsspoor En

Tramwegen. Amsterdam: Bureau Industria. Pigeaud, Theodore G. Th. 1967. Literature of Java. Catalogue raisonne

of Javanese manuscripts in the library of the University of Leiden

and other collections in The Netherlands. Leiden: Koninklijk

Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde.

Polanyi, Karl. 1957. The Great Transformation: The Political and

Economic Origins of Our Time. Boston: beacon press.

Prinsen Geerligs, H. C. 1912. The World's Cane Sugar Industry Past and

Present. Manchester: Norman Rodger Altrincham.

Priyono dan Zainuddin Ismail. 2012. Teori Ekonomi. Sidoarjo: Zifatama

Publisher. Pudjiastuti, Titik. 2000. Sadjarah Banten Suntingan Teks dan

Terjemahan Disertai Tinjauan Aksara dan Amanat. Disertasi.

Depok: Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

R. Rush, Ames. 2000. Opium To Java, Jawa dalam Cengkraman

Bandar-Bandar Opium, Indonesia Kolonial 1860-1910. Terj.

Yogyakarta: Mata Bangsa.

Ragam Pustaka Budaya Banten. 2005. Balai Penelitian Peninggalan

Purbakala Serang.

Rahardjo, Supratikno. 1998. Diskusi Ilmiah “Bandar Jalur Sutra”

(Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Departemen Pendidikan

Dan Kebudayaan RI.

Reesse, J. J. 1908. De Suikerhandel Van Amsterdam Van Het Begin Der

17e eeuw Tot 1813. Haarlem: J. L. E. I. Kleynenberg.

Page 257: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

244

Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680

Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.

Reid, Anthony. 2014. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680

Jilid 1: Tanah di Bawah Angin.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Ricklef, M.C. 1995. Sejarah Modern Indonesia. Yogyakarta: Gajah

Mada Universitas Press.

Robbins, Lionel. 1932. an Essay on The Nature & Significance of

Economic Science,. London: Macmillan or Co Limited St. Martin's

Street. Roelofsz, M.A.P. Meilink. 2016. Perdagangan Asia dan Pengaruh

Eropa di Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630. Yogyakarta:

Penerbit Ombak.

Roesjani, Tb. 1954. Sedjarah Banten. Jakarta: Arief.

Rouffaer, G. P, J. W. Ijzerman. 1915. De Eerste Schipvaart Der

Nederlanders Naar Oost-Indie Onder Cornelis De Houtman 1595-

1597. S’gravenhage: Martinus Nijhoff.

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soetanto, Himawan. 2010. Serangan Jepang ke Hindia Belanda Pada

Masa Perang Dunia II 1942. Jakarta: Pusjarah.

Suhaedi, Hs, dkk. 2006. Perubahan Sosial di Banten, Kajian Tehadap

Mobilitas Kiyai dan Jawara. Serang: P3M IAIN SMH Banten.

Suhartono. 1995. Bandit-Bandit Pedesaan Di Jawa. Yogyakarta: Aditya

Media.

Syafrudin, Ateng. 1993. Sejarah Pemeritahan di Jawa Barat. Bandung,

Pemda Propinsi Jawa.

Page 258: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

245

Tate, D. J. M. 1971. The Making of Modern South East Asia Vol. I: The

European Conquest. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Tim Penyusun Buku Profil Penataan Ruang Propinsi Banten. 2003.

Sistem Informasi dan Dokumentasi Penataan Ruang Wilayah

Tengah Buku Profil Penataan Ruang Propinsi Banten. Jakarta:

Depkimpraswil.

Tim Penyusun. 2008. Banten dalam Angka 2008. Serang, Badan Pusat

Statistik Nasional.

Tjandrasasmita, Uka. 1987. Musuh Besar Kompeni Belanda, Sultan

Ageng Tirtayasa. Jakarta: Yayasan Kebudayaan Nusalarang.

1995. Banten Sebagai Pusat Kekuasaan dan

Niaga Antar Bangsa. Kumpulan makalah diskusi Banten Kota

Pelabuhan Jalan Sutra. Jakarta: Depdikbud.

1995. Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2000. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota

Muslim di Indonesia dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi. Kudus:

Menara Kudus.

2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia.

2011. Banten Abad XV-XXI Pencapaian

Gemilang Penorehan Menjelang. Jakarta: Puslitbang Lektur

Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian

Agama RI.

Tjiang, Tio Poo. 1923. De Suikerhandel Van Java. Amsterdam: J. H. De

Bussy.

Untoro, Heriyanti Ongkodharma. 2007. Kapitalisme Pribumi Awal:

Kesutanan Banten 1522-1684. Depok, FIB Universitas Indonesia,

Komunitas Bambu.

Page 259: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

246

2006. Kebesaran dan Tragedi Kota Banten. Jakarta,

Yayasan Kota Kita.

Van Der, A. J. A. A. 1846. Nederlands Oost-Indie, 0F Beschrijving Der

Nederlandsche. Bezitting En In 00st-Indie. Amsterdam: J.F.

Schleijer.

Van Gorkom's, K. W. 1918. Oost-Indische Cultures, Vol II. Tweede

Deel. Amsterdam: J. H. De Bussy.

Van Leur, J.C. 1960. Indonesian Trade and Society: Essay in Asia Social

and Economic History. Bandung: Sumur Bandung.

Van Niel, Robert. 2005. Java’s Northeast Coast 1740-1840: A Study in

Colonial Encroachment and Dominance. Leiden: CNWS

Publications.

Vermeulen, J.Th. 2010. Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740.

Jakarta: Komunitas Bambu.

Vlekke, B.H.M. 2016. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia.

Weber, Max. 1966. The City Translated and Edited by Don Martindale

And Gertrud Neuwirth. London: The Free Press.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 2004. Desentralisasi dalam Tata

Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda: Kebijakan dan Upaya

Sepanjang Babak Akhir Kekuasaan Kolonial di Indonesia (1900-

1940. Malang: Bayumedia.

Yahya, M. Harun. 1995. Kerajaan Islam Nusantara Abad XV-XVII M.

Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera.

B. ARTIKEL dan JURNAL

J.V. Mills, 1979. Chinese Navigators In Insulinde About A.D. 1500.

Article. Archipel. No. 18, pp. 69-93

Page 260: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

247

Adeng, 2010. Pelabuhan Banten Sebagai Bandar Jalur Sutra. Jurnal

Patanjala Vol. 2, No. 1. pp. 80-94.

Aisyah Syafiera, 2016. Perdagangan di Nusantara Abad Ke-16.

Avatara, E-Journal Pendidikan Sejarah. Volume 4, No. 3, Oktober.

Claude Guillot. 1992. Libre Entreprise Contre Economie Dirigee,

Guerres Civiles A Banten 1580-1603. Archipel, No. 43.

Claude Guillot. 1995. La Politique Vivriere Du Sultan Agung, Archipel,

No. 50. pp. 83-118.

Hardiman. 2016. Perkebunan Lada Di Banten Tahun 1805-1816. Jurnal

Student Universitas Negeri Yogyakarta. Vol 1. No. 1. pp. 1-14.

J. Kathirithamby Wells. 1987. Forces of Regional And State Integration

In The Western Archipelago, C. 1500-1700. Journal of Southeast

Asian Studies, Vol. 18, No. 1. pp. 24-44.

J. G. van Dillen. 1923. Amsterdam Als Wereldmarkt Der Edele Metalen

In De 17de En 18de Eeuw. Journal De Economist. Volume 72. pp

717-730.

Radjimo Sastro Wijono. 2017. di Bawah Bayang-Bayang Ibukota:

Penataan Daerah di Provinsi Banten dari Zaman Kolonial

Sampai Zaman Reformasi. Jurnal Sejarah Citra Lekha , Vol. 2 , No.

2. pp. 126-142.

Rizky Natassia, dan Hayu Yolanda Utami. 2016. Pengaruh Harga

Pinang Terhadap Volume Ekspor Pinang, Journal of Economic

and Economic Education.Vol.5 No.1. pp. 6-12.

S. P. Sen. 1962. The Role of Indian Textiles In Southeast Asian Trade In

The Seventeenth Century. Journal of Southeast Asian History, Vol.

3, No. 2. pp. 92-110.

Singgih Tri Sulistiyono. 2017. Peran Pantai Utara Jawa dalam Jaringan

Perdagangan Rempah. Makalah. Dalam: Seminar Nasional

Page 261: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

248

mengenai Jalur Rempah dengan tema “Rempah Mengubah

Dunia”. Makassar: pp. 11-13.

Siti Fauziyah. 2012. Pasar pada Masa Kesultanan Islam Banten. Jurnal

Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1. pp. 84-96.

Sonny C. Wibisono. 2013. Bina Kawasan di Negeri Bawah Angin:

dalam Perniagaan Kesultanan Banten Abad Ke-15-17, Kalpataru,

Majalah Arkeologi Vol. 22 No. 2. pp. 61-122.

Supratikno Rahardjo. 1998. Bandar Jalur Sutra. Makalah. Dalam:

Diskusi Dan Seminar Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan RI.

Windari. 2015. Perdagangan dalam Islam, Jurnal Al-Masharif. Volume

3, No. 2. 19-35.

Yanwar Pribadi. 2005. Era Niaga di Nusantara pada Masa Kerajaan

Islam (1500-1700) M. Jurnal Al-Qalam, Vol 22. No 1. Januari-

April. 65-83.

C. MAJALAH

J.A. Van Der Chijs. 1881. Oud Bantam. Dalam: TBG 26. pp. 1-62

Pigeaud. Afkondigingen. pp. 130, 151

Theodore G. Th. Pigeaud, Descriptive Lists of Javanese Manuscripts.

Literature of Java. Vol. 2 (Codices Manuscripti, X.) pp. xv, 972.

Leiden, University Library, 1968, h. 68.

D. TESIS DAN DISERTASI

Andi Syamsu Rijal. 2011. Tesis: Dua Pelabuhan Satu Selat: Sejarah

Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni di Selat Sunda 1912-

2009. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program

Studi Sejarah.

David Kenneth Bassett, B. A. (Wales). 1955. The Factory of the English

East India Company At Bantam, 1602-1682. A Thesis Presented

Page 262: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

249

For The Degree Of Doctor Of Philosophy. London: School Of

Oriental and African Studies (SOAS).

Halwany Michrob. 1987. A Hypothetical Reconstruction of The Islamic

City Of Banten Indonesia. A Thesis In The Graduate Program In

Historic Preservation Presented to the Faculties of The University

of Pennsylvania In Partial Fulfillment of The Requirements Far

The Degree of Master of Science. Philadelphia: University

Pennsylvania.

Ito Takeshi. 1984. The World of The Adat Aceh A Historical Study of The

Sultanate of Aceh. A Thesis Submitted for The Degree of Doctor

of Philosophy In The Australian National University. Canberra:

Australia National University.

Page 263: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

Peta Kesultanan Banten Abad XVII

Page 264: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

Keterangan A:

1. Istana Sultan Muda

2. Kediaman Tumenggung

3. Kediaman Kiai Kanga Pamman

4. Kediaman Bangsawan Yang Bertalian darah dengan sultan

5. Kediaman Ratu Bagus Panta

6. Kediaman Keluarga Sultan Patra Sari

7. Kediaman Kiai Wadon Adi, Kepala Bangsawan

8. Kediaman Aria Papati

9. Kediaman Pengerang Sambaing Loor, keponakan sultan yang

menjabat sebagai penasehat

10. Kediaman Kiai Bagus

11. Kediaman Sim Suan, pemimpin orang Cina

Keterangan B:

A. Istana sultan

B. Masjid agung

C. Pasar kecil

D. Tambatan perahu perang sultan

E. Kandang gajah milik sultan

F. Gudang senjata milik sultan

G. Paseban alun-alun

H. Rumah timbangan

I. Pabrik

Page 265: PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR …

BIODATA PENULIS

Ikot Sholehat, dilahirkan di Kota Serang-Banten, tepatnya di

Kelurahan Pipitan, Kecamatan Walantaka, pada hari Selasa, tanggal 22

Juni 1993. Penulis anak ke 6 dari 6 bersaudara, pasangan dari bapak,

M. Lani, A. Ma, dan ibu Hamdanah. Penulis menyelesaikan pendidikan

Sekolah Dasar di MI Al-Khairiyah pipitan pada tahun 2006. Pendidikan

Menengah Pertama di MTs Al-Khairiyah Pipitan pada tahun 2008, dan

Pendidikan Menengah Atas di MA Al-Khairiyah Pipitan pada tahun

2011, dan melanjutkan Perguruan Tinggi di UIN “SULTAN

MAULANAN HASANUDDIN” BANTEN pada tahun 2016, dan pada

tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan strata dua (S2) di UIN

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA pada tahun 2019.

Selama menjadi mahasiswa S1, penulis aktif di organisasi,

seperti organisasi Pramuka, dan menjadi anggota Himpunan

Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Selain itu, penulis

juga aktif sebagai guru di TPQ, MDA dan di Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri hingga sekarang.