PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

53
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2009

description

jkjlksjd flkj lk lsd lkjlkj fs;l jkj lkjlkjd flkj lkjlkj lksjd flkj lkj lkjs dlkfj lkjl kj slkdfj lk lkjl kj dlkj lkj lkj lkj lkj lkj lskdjf lk

Transcript of PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

Page 1: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOL. III

Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia

2009

Page 2: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

Hak Cipta© Pada: Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2009 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197 Fax. (62 21) 3800188 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Jakarta – LAN – 2009 12 hlm: 15 x 21 cm

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................iii DAFTAR ISI........................................................v BAB I PENDAHULUAN........................................ 1

A. Deskripsi Singkat ................................ 1 B. Tujuan Pembelajaran .......................... 3 C. Petunjuk Belajar ................................ 4 D. Sistematika ...................................... 4

BAB II PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI ............ 6 A. Pengertian Tindak Pidana ..................... 6 B. Unsur-Unsur Tindak Pidana.................... 8 C. Pengertian Korupsi.............................11 D. Rangkuman......................................13 E. Latihan ..........................................14

BAB III PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI ..........15 BAB IV TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI ...........................22

A. Tindak Pidana Korupsi.........................23 B. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan

Tindak Pidana Korupsi.........................61 C. Peran Serta Masyarakat. ......................69 D. Rangkuman .....................................71 E. Latihan ..........................................72

BAB V KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI ...............73 A. Simpulan ........................................72 B. Tindak Lanjut...................................74

BAB VI PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI ........81 DAFTAR PUSTAKA .............................................86 LAMPIRAN ......................................................87

Page 3: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

1

BAB I PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI SINGKAT

Bangsa Indonesia dalam menapaki kemerdekaannya

sejak tahun 1945 sampai saat ini, mengalami pasang surut

dalam melaksanakan pembangunan.

Dimana pembangunan itu sendiri merupakan suatu

proses menuju pada perbaikan yang lebih baik. Proses

pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kemajuan

bagi peri kehidupan bangsa dan dapat mengakibatkan

perubahan kondisi sosial masyarakat dari masyarakat yang

tradisional menjadi masyarakat modern sesuai dengan

perkembangan jaman. Perubahan ini membawa dampak

sosial baik positif maupun negatif. Dampak negatif yang

dapat meresahkan masyarakat adalah berbagai macam

tindak pidana, dari tindak pidana pencurian kecil-kecilan

sampai dengan tindak pidana perampokan disertai

pembunuhan, termasuk didalamnya adalah tindak pidana

korupsi. Tindak pidana yang satu ini sangat fenomenal dan

melanda semua negara di berbagai belahan dunia,

terutama di negara-negara yang sedang berkembang.

Dampak yang dapat ditimbulkan dari korupsi ini

dapat menyentuh berbagai segi kehidupan dari suatu

bangsa dan negara di dunia ini. Korupsi menjadi masalah

yang sangat serius karena dapat membahayakan

Page 4: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

2 Percepatan Pemberantasan Korupsi

pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta

dapat merusak moral bangsa dan sendi-sendi kehidupan

dari suatu bangsa.

Namun pembangunan yang dilaksanakan pemerintah

bersama-sama masyarakat belum menghasilkan perbaikan

yang diharapkan bangsa Indonesia. Hal ini antara lain

disebabkan tingginya tindak pidana korupsi, terutama

yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara

negara dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan

baik eksekutif, judikatif maupun legislatif.

Hal ini dapat dilihat dari hasil survey Transparancy

International Indonesia (TII), menunjukkan, Indonesia

merupakan negara paling korup No 6 dari 133 negara.

Nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia saat ini 2,3

yang ternyata lebih rendah daripada negara-negara

tetangga, seperti Vietnam, Phillipina, Malaysia,

Bangladesh dan Myanmar.

Korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf

kejahatan korupsi politik. Evi Hartanti dalam bukunya

Tindak Pidana Korupsi (Hal 3), mengatakan Korupsi politik

dilakukan oleh orang atau institusi yang memiliki

kekuatan politik, atau konglomerat yang melakukan

hubungan transaksional kolutif dengan pemegang

kekuasaan.

Selain korupsi politik, kultur juga mempengaruhi

berkembangnya korupsi di negara Indonesia, hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh B Sudarsono, dalam

bukunya Korupsi di Indonesia, yang secara panjang lebar

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 3

menguraikan sejarah kultur Indonesia mulai dari jaman

Multatuli, waktu itu penyalahgunaan jabatan merupakan

suatu sistem.

Disamping itu manajemen yang kurang baik dan

kontrol yang kurang effektif dan effisien, mempengaruhi

merebaknya tindak pidana korupsi, seperti ucapan

terkenal dari Prof Soemitro (Alm), sebagaimana dikutip

oleh media cetak beberapa tahun yang lalu, bahwa

kebocoran keuangan negara mencapai 30%.

Mengingat korupsi pada umumnya dilakukan oleh

pegawai negeri atau penyelenggara negara, maka para

calon pegawai negeri sipil golongan II dan III dilingkungan

instansi pemerintah dituntut memahami tindakan-

tindakan apa yang dilarang dilakukan karena hal itu

merupakan tindakan yang dapat dikategorikan tindak

pidana korupsi.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Tujuan pembelajaran mata pendidikan dan pelatihan

Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

secara umum adalah, setelah mengikuti pembelajaran

ini, peserta diharapkan mampu memahami dan

mengetahui Tindak Pidana Korupsi yang dapat terjadi

di unit kerjanya.

Page 5: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

4 Percepatan Pemberantasan Korupsi

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta

diharapkan mampu:

a. menguraikan pengertian dan unsur-unsur tindak

pidana korupsi;

b. mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang merupakan tindak

korupsi;

c. menjelaskan dan melaksanakan peran masyarakat

dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi;

d. memberikan latihan tata cara menganalisis suatu

kejadian / feit sebagai tindak pidana korupsi.

C. PETUNJUK BELAJAR

Agar proses belajar peserta prajab Gol II dan III dapat

mencapai tujuan belajar secara effektif dan effisien,

peserta diminta mencermati hal-hal sebagai berikut:

1. Bacalah urutan materi secara perlahan-lahan;

2. Beri tanda pada butir-butir yang dianggap penting

untuk disimak ulang;

3. Catat dan tulislah di kertas kosong rangkaian pokok-

pokok bahasa, sub pokok bahasan, unsur, sub unsur

dan seterusnya.

D. SISTEMATIKA

Modul percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

terdiri dari 6 bab yang memuat hal-hal sebagai berikut:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 5

BAB I: Pendahuluan, yang berisi deskripsi singkat yang

berhubungan dengan topik bahan ajaran serta

korelasinya dengan kompetensi yang harus dimiliki

oleh peserta Diklat, yang dalam hal ini adalah para

Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), gol II dan III.

Dalam topik ini, disampaikan juga mengenai Tujuan

Pembelajaran Umum dan Tujuan Pembelajaran

Khusus, dan Sistematika.

BAB II: Pengertian Tindak Pidana Korupsi diungkapkan secara

sekilas mengenai pengertian tindak pidana dan

korupsi, serta peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang tindak pidana korupsi yang pernah

dan sedang berlaku di Indonesia.

BAB III: Peraturan-Peraturan tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, dan menjelaskan secara singkat

tentang beberapa peraturan tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

BAB IV: Tindakan / kebijakan yang dianggap Tindak Pidana

Korupsi, menguraikan pasal Undang-Undang Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara

mendalam.

BAB V: Komisi Pemberantasan Korupsi, menguraikan tentang

peran komisi pemberantasan korupsi yang pernah ada

di Indonesia sejak tahun 1967 sampai saat ini.

BAB VI: Percepatan Pemberantasan Korupsi, menjelaskan

tentang usaha-usaha pemerintah dalam

pemberantasan korupsi.

Page 6: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

6

BAB II PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Korupsi itu seperti bola salju, sekali saja menggelinding,

maka akan bertambah besar. (Charles Caleb 1780-1832, penulis Inggris)

A. PENGERTIAN TINDAK PIDANA

Pembentuk undang-undang di Indonesia

menerjemahkan “straafbaarfeit” (Belanda) sebagai

tindak pidana, akan tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut

mengenai straafbaarfeit itu sendiri.

Straafbaarfeit dalam bahasa Belanda sebenarnya

terdiri dari dua unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar

dan feit.

Feit dalam bahasa Belanda mempunyai arti “sebagian

dari kenyataan”, sedangkan straafbaar mempunyai arti

“dapat dihukum”. Sehingga kalau diterjemahkan secara

harafiah maka straafbaarfeit mempunyai arti “sebagian

dari kenyataan yang dapat dihukum”, padahal yang dapat

dihukum adalah manusia sebagai pribadi, bukan

kenyataan, perbuatan atau tindakan. Menurut jalan

pikiran penulis, sebagian kenyataan, perbuatan atau

tindakan yang dapat dihukum itu pasti dilakukan oleh

manusia sebagai pribadi.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 7

Pendapat beberapa pakar hukum mengenai pengertian

tindakan pidana:

1. Prof Muljatno.

Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan

tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan

pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan

diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa

larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu kejadian

atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),

sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang

yang menimbulkan kejahatan.

Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-

unsur:

a. Perbuatan manusia;

b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat

formil)

c. Bersifat melawan hukum (syarat materiil)

Syarat formil harus ada karena asas legalitas (Pasal 1

ayat (1) KUHP. (Tindak Pidana Korupsi, Evi Hartanti,

Hal 7))

2. E. Utrecht

Menerjemahkan straafbaarfeit dengan istilah

peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik,

Page 7: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

8 Percepatan Pemberantasan Korupsi

karena peristiwa itu sebagai perbuatan handelen atau

doen-positif atau suatu melalaikan – negatif, maupun

akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena

perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana

merupakan peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu

peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang

diatur oleh hukum. (Tindak Pidana Korupsi, Evi

Hartanti, hal 6).

3. Simon

“Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan

dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan

sebagai tindakan yang dapat dihukum” (Tindak

Pidana, Evi Hartanti hal 5).

B. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA Unsur Subjektif

1. Setiap orang

Orang perorangan atau termasuk korporasi.

( Pasal 1 angka 3 UUPTPK)

2. Penyelenggara Negara

Pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif,

legislatif, atau jufdikatif, dan pejabat lain yang fungsi

dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan

negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Pasal 1 UU No 28 Tahun 1999

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 9

Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas

KKN)

Penyelenggara Negara

a. Pejabat Negara dalam Lembaga Negara,

b. Menteri,

c. Gubernur atau wakil pemerintah pusat di Daerah

d. Hakim, di semua tingkat pengadilan

e. Pejabat Negara yang lain : Dubes, Wk Gubenur,

dan Bupati/Walikota, dan

f. Pejabat yang memiliki fungsi strategis

g. ( yang rawan praktek KKN) ; Direktur/Komisaris,

dan pejabat struktural lainnya di BUMN/BUMD,

Pimpinan BI, Pimpinan Perguruan Tinggi, Pejabat

Eselon I, Jaksa, Panitera Pengadilan, dan

Pimpinan, Bendaharawan Proyek

(Pasal 2 UU No 28 Tahun 1999)

3. Pegawai Negeri

Meliputi :

a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud

dalam UU Tentang Kepegawaian.

Pasal 1 angka 1 UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43

Tahun 1999 : Setiap WNI yang telah memenuhi

syarat yang ditentukan , diangkat oleh pejabat yang

berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan

negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UU No 8 Tahun

Page 8: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

10 Percepatan Pemberantasan Korupsi

1974 jo UU No 43 Tahun 1999 :

Pegawai Negeri terdiri dari :

1). PNS Pusat dan PNS Daerah

2). Anggota TNI, dan

3). Anggota POLRI

b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU

Hukum Pidana;

c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan

negara atau daerah;

d. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi

yang menerima bantuan dari keuangan negara atau

daerah ; atau

e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi

lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari

negara atau masyarakat.

(Pasal 1 angka 2 UUPTPK)

4. Korporasi

1. kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi

baik yang berbentuk badan hukum ;

2. kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi

yang bukan berbentuk badan hukum;

3. kumpulan orang yang terorganisasi yang

berbentuk badan hukum

4. kumpulan orang yang terorganisasi yang bukan

berbentuk badan hukum

5. kumpulan kekayaan yang terorganisasi yang

berbentuk badan hukum

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 11

6. kumpulan kekayaan yang terorganisasi yang bukan

berbentuk badan hukum

2. Unsur Objektif

a. Janji

b. Kesempatan

c. Kemudahan

d. Kekayaan Milik Negara

-. Uang

-. Daftar

-. Surat, Akta

-. Barang

C. PENGERTIAN KORUPSI

1. Menurut Fockema Andreae kata korupsi dari bahasa

Latin corruptio atau corruptus (Webster Student

Dictionary, 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa

corruptio itu berasal dari kata asal corrumpere, yaitu

suatu kata Latin yang lebih tua.

Dari bahasa latin inilah diserap kedalam banyak bahasa

dinegara-negara Eropa, seperti Inggris yaitu Corruption,

corrupt, Perancis yaitu Corruption, dan Belanda Corruptie

(korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kita

menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia “korupsi”.

2. Secara harafiah korupsi mempunyai arti kebusukan,

keburukan, kebejatan, dapat disuap, tidak bermoral,

Page 9: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

12 Percepatan Pemberantasan Korupsi

penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang

menghina dan memfitnah.

3. The Lexicon Webster Dictionary “Corruption (L.

Corruption (n-)): The act of corrupting, or the state of

being corrupt; putrefactive decomposition, putrid

matter; moral perversion; depravity, pervesion of

integrity, corrupt or dishonest proceedings, bribery,

pervesion from a state of purity, debasement, as of

language; a debased from a word”.

4. Kamus umum Bahasa Indonesia (W.J.S.

Poerwodarminto): Korupsi ialah perbuatan yang buruk

seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan

sebagainya.

5. Kamus Lengkap Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris,

S. Wojowasito – W.J.S. Poerwodarminto: Kejahatan,

kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan

ketidak jujuran.

6. Economic Development Institute of the World Bank,

“National Integrity System Country Studies” mengatakan:

“an abuse of entrused power by politicians of civil

servant for personal gain”.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 13

Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka

tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah

rusuah yang diambil dari bahasa Arab yaitu riswah.

Di Indonesia, jika orang membicarakan korupsi pasti yang

dipikirkan dan yang dikatakan, hanya mengenai perbuatan

yang buruk, jelek, rusak, dengan macam-macam artinya

menurut waktu, tempat, dan suku, demikian juga dengan

bangsa-bangsa lain.

D. RANGKUMAN

Tindak pidana mempunyai arti perbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai

sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang

melanggar aturan tersebut atau tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

dengan sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh

undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang

dapat dihukum.

Tindak pidana terdiri dari dua unsur yaitu :

1. Unsur Subjektif

a. Setiap orang

b. Penyelenggara negara

c. Pegawai Negeri

d. Korporasi

Page 10: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

14 Percepatan Pemberantasan Korupsi

2. Unsur Objektif

a. Janji

b. Kesempatan

c. Kemudahan

d. Kekayaan milik Negara

-. Uang

-. Daftar

-. Surat, Akta

-. Barang

Korupsi mempunyai arti kejahatan, kebusukan, dapat

disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran.

Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka

tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah

rusuah yang diambil dari Bahasa Arab yaitu riswah.

E. LATIHAN:

1. Siapa sajakah yang dapat menjadi subjek tindak

pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam UU

PTPK, uraikan dengan jelas.

2. Apakah objek dari Korupsi, jelaskan dengan singkat.

3. Apakah yang dimaksud dengan “setiap orang” dalam

ketentuan UUPTPK.

15

BAB III PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Langkah-langkah pembentukan peraturan tentang

pemberantasan korupsi di Indonesia telah dimulai beberapa

tahun perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak meraih

kemerdekaannya, sebagai upaya memberantas tindak pidana

korupsi. Dan istilah korupsi sebagai istilah yuridis diawali

pada tahun 1957 pada saat dikeluarkannya Peraturan

Penguasa Militer yang berlaku di daerah kekuasaan Angkatan

Darat (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957).

Peraturan pemberantasan Korupsi mengalami empat masa

sejak tahun 1957 sampai saat ini sebagai berikut:

1. Masa Peraturan Militer

a. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957

yang dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat

dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat.

Konsiderans peraturan ini mengatakan:

“Bahwa berhubung tidak adanya kelancaran dalam

usaha-usaha memberantas perbuatan-perbuatan yang

merugikan keuangan dan perekonomian negara, yang

oleh khalayak ramai dinamakan korupsi, perlu segera

menetapkan suatu cara kerja untuk dapat menerobos

kemacetan dalam usaha-usaha memberantas korupsi

… dst”

Page 11: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

16 Percepatan Pemberantasan Korupsi

b. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957

Tentang Penilikan Harta Benda, tanggal 27 Mei 1957

yang merubah dan menyempurnakan Peraturan

Penguasa Militer No PRT/PM/06/1957.

c. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957

Tentang Wewenang Penguasa Militer dalam Menyita

Barang-Barang, tanggal 1 Juli 1957.

f. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf

Angkatan Darat Nomor PRT/PEPERPU/013/1958

tanggal 16 April 1958. Peraturan ini dikeluarkan pada

waktu seluruh wilayah negara Republik Indonesia

dinyatakan dalam keadaan perang berdasar Undang-

Undang No 74 Tahun 1957 jo. Undang-Undang No 79

Tahun 1957, dalam rangka pemberantasan tindak

pidana korupsi tersebut.

Dalam konsideran peraturan ini, khususnya pada butir

a dikatakan:

“Bahwa perkara-perkara pidana yang mempergunakan

modal dan atau kelonggaran-kelonggaran lainnya dari

masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf dan lain-

lain atau yang bersangkutan dengan kedudukan si

pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa

aturan pidana pengusutan, penuntutan dan

pemeriksaan yang dapat memberantas perbuatan-

perbuatan yang disebut korupsi”

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 17

g. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf

Angkatan Laut No PRT/Z/I/7/1958 Tanggal 17 April

1958.

2. Masa Undang-Undang No 24/Prp/Tahun 1960 Tentang

Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-Undang ini melalui Undang-Undang No 1 Tahun

1961 menjadi Undang-Undang No 20 Prp Tahun 1960.

Undang-undang ini dibuat mengingat peraturan Penguasa

Perang Pusat tersebut hanya berlaku untuk sementara

(temporer), maka Pemerintah Republik Indonesia

menganggap bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat

yang dimaksud perlu diganti dengan peraturan

perundang-undangan yang berbentuk Undang-Undang.

Konsiderans Undang-Undang ini mengatakan:

“bahwa untuk perkara-perkara pidana yang menyangkut

keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain

yang mempergunakan modal dan atau kelonggaran-

kelonggaran lainnya dari negara atau masyarakat

misalnya bank, koperasi, wakaf dan lain-lain atau yang

bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana,

perlu diadakan tambahan beberapa aturan pidana

pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan yang dapat

memberantas perbuatan-perbuatan yang disebut korupsi”

Page 12: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

18 Percepatan Pemberantasan Korupsi

3. Masa Undang-Undang No 3 Tahun 1971 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LNRI 1971-19;

TLNRI 2958).

Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai upaya

penyempurnaan terhadap undang-undang yang ada

sebagaimana dimuat secara tegas dalam diktumnya

sebagai berikut:

“Bahwa Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 Tentang

Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana

Korupsi berhubung dengan perkembangan masyarakat

kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang

diharapkan, dan oleh karenanya undang-undang itu perlu

diganti”

Setelah lebih dari dua dasawarsa berlaku ternyata

Undang-Undang ini tidak lagi sesuai dengan

perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat,

apalagi dengan terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi

dan nepotisme yang melibatkan para penyelenggara

negara dengan para pengusaha.

4. Masa Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam

konsideransnya mengatakan:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 19

“Bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam

masyarakat, karena itu perlu diganti dengan undang-

undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang baru

sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi”

yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No 20

Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang no

31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, yang konsiderans butir a dan b nya berbunyi:

“Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi

secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara

tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak

sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga

tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai

kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara

luar biasa”

“Bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum

menghindari keragaman penafsiran hukum, dan

memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan

ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam

memberantas tindak pidana korupsi perlu diadakan

perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”

Page 13: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

20 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Dari berbagai konsiderans sebagaimana tersebut,

tercermin suatu proses pembuatan peraturan perundang-

undangan yang ditujukan agar hukum pidana khusus lebih

efektif untuk menangkal korupsi. Lebih dari itu,

merupakan komitmen positif dari penyelenggara negara

untuk aktif berusaha memberantas korupsi. Komitmen ini

diwujudkan dengan cara mengganti peraturan perundang-

undangan yang dianggap kurang akomodatif terhadap

permasalahan penanganan tindak pidana korupsi (Yudi

Kristian hal 15)

Undang-Undang ini diikuti dengan Undang-Undang No 30

Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (KPK) dan peraturan pelaksanaan lainnya seperti

misalnya Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang

Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan

Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Inpres No 5 Tahun

2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

RANGKUMAN

Penyelesaian tindak pidana korupsi telah dirasakan sebagai

masalah yang mendapatkan sorotan sejak bangsa Indonesia

meraih kemerdekaannya di tahun 1945, bahkan sejak itu

telah dikeluarkan berbagai peraturan yang pada intinya untuk

mencegah dan mengatasi terjadinya tindak pidana korupsi.

Peraturan itu dimulai sejak tahun 1957 pada saat Indonesia

dinyatakan dalam keadaan perang. Sampai saat ini peraturan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 21

tentang pencegahan tindak pidana korupsi mengalami

perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan

perkembangan jaman. Hal ini agar peraturan pemberantasan

korupsi dapat memberikan kepastian hukum, menghindari

keragaman penafsiran hukum, dan memberikan perlindungan

terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta

perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana

korupsi.

LATIHAN

1. Apakah yang menjadi dasar pemikiran penguasa perang di

tahun 1957, mengeluarkan peraturan tentang

pemberantasan korupsi

2. Undang-Undang No 31 tahun 1971 Tentang Pemberantasan

Korupsi dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan

jaman dan rasa keadilan serta kepastian hukum. Apakah

yang Saudara ketahui tentang hal tersebut.

Page 14: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

22

BAB IV TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG DIANGGAP

TINDAK PIDANA KORUPSI

Definisi Korupsi secara gamblang telah diuraikan dengan

jelas dalam 13 buah pasal dalam Undang-Undang No 31 tahun

1999 jo. Undang-Undang No 20 Tahun 2001. Berdasarkan

pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga puluh)

bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut

menerangkan dengan rinci mengenai perbuatan / tindakan /

kebijakan yang bisa dikenakan pidana mati, pidana penjara,

dan pidana denda karena korupsi.

Ketiga puluh pasal tersebut tersebar dalam Pasal 2

sampai dengan pasal 13 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo.

Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Selain itu ada 6 (enam)

jenis Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan perkara

korupsi.

Ketiga puluh (30) bentuk / jenis delik tindak pidana

korupsi ( dua (2) jenis delik mengatur tentang perbuatan yng

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

sedangkan 28 jenis lainnya mengatur tentang perilaku

penyelenggara negara terkait dengan kekuasaannya),

ketigapuluh delik tersebut dapat dikelompokkan dalam 7

(tujuh) kelompok, sebagai berikut:

1. Kerugian Keuangan Negara

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 23

2. Suap Menyuap

3. Penggelapan Dalam Jabatan

4. Pemerasan

5. Perbuatan Curang

6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

7. Gratifikasi

Sedangkan ke 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan

dengan tindak pidana korupsi terdiri atas:

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi

2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan

yang tidak benar

3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening

tersangka

4. Saksi atau akhli yang tidak memberi keterangan atau

memberi keterangan palsu

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan

keterangan atau memberi keterangan palsu

6. Saksi yang membuka identitas pelapor

A. TINDAK PIDANA KORUPSI

1. Tindak Pidana Korupsi Yang Menyebabkan Kerugian

Keuangan Negara

a. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri

dan orang lain dan korporasi dan dapat merugikan

keuangan negara. Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 jo.

Page 15: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

24 Percepatan Pemberantasan Korupsi

UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK)

1) Setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara, dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup, atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Penjelasan Pasal 2 ayat (1)

Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum”

dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan

hukum dalam arti formil maupun dalam arti

materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak

diatur dalam peraturan perundang-undangan,

namun apabila perbuatan tersebut dianggap

tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan

dan norma-norma kehidupan sosial dalam

masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat

dipidana. Dalam ketentuan ini kata “dapat”

sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara” menujukan bahwa tindak

pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 25

adanya tindak pidana korupsi cukup dengan

dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah

dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam

keadaan tertentu, pidana mati dapat

dijatuhkan.

Penjelasan Pasal 2 ayat (2) mengatakan: yang

dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam

ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan

alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak

pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana

tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang

diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan

bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan

akibat kerusuhan sosial yang meluas,

penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan

penanggulangan tindak pidana korupsi.

No Unsur Tindak

Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi

3. Dengan cara melawan hukum

Page 16: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

26 Percepatan Pemberantasan Korupsi

4. Dapat merugikan keuangan negara

Kesimpulan :

b. Menyalahgunakan Kewenangan untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan

korporasi, dan dapat merugikan keuangan negara.

Pasal 3 UU PTPK: Setiap orang yang dengan tujuan

menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang

dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling

singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan /atau denda paling sedikit Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) paling

banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

No Unsur Tindak

Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

3. Menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 27

sarana

4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan

5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Kesimpulan :

2. Korupsi yang terkait dengan Suap-Menyuap

a. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Pasal 5 ayat (1) huruf a UU PTPK: Dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda

paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua

ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

1) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada

pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan

maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara

negara tersebut berbuat atau tidak berbuat

sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya.

2) …………………..

No Unsur Tindak

Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

Page 17: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

28 Percepatan Pemberantasan Korupsi

2. Memberi sesuatu atau menjanji kan sesuatu

3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak ber- buat sesuatu karena jabatanya sehingga ber- tentangan dngn kewajibannya

Kesimpulan

b. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara

Pasal 5 ayat (1) huruf b: Dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda

paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua

ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. ………………….

b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara karena atau berhubungan

dengan sesuatu yang bertentangan dengan

kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam

jabatan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 29

No Unsur Tindak Pidana

Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Memberi sesuatu

3. Kepada pegawai negeri atau pe- nyelenggara negara

4. Karena ber- hubungan dgn sesuatu yg ber- tentangan dgn kewajiban , di- lakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan

Kesimpulan

c. Memberi hadiah kepada pegawai negeri

Pasal 13 UU PTPK: Setiap orang yang memberi janji

kepada pegawai negeri, dengan mengingat kekuasaan

dan wewenang yang melekat pada jabatan atau

kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji

dianggap melekat pada jabatannya atau kedudukan

tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama

3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Memberi hadiah

Page 18: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

30 Percepatan Pemberantasan Korupsi

atau janji

3. Kepada pegawai negeri

4. Dengan mengingat kekuasaan ataui wewenang yg me- lekat pada jabatan atau janji di- anggap melekat pada jabatan atau kedudukan tsb

Kesimpulan

d. Pegawai negeri dan penyelenggara negara menerima

suap

Pasal 5 ayat (2) UU PTPK: Dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama

5 (lima) tahun dan atau/ denda paling sedikit Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta

rupiah) setiap orang yang:

(1) ………………….

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang menerima pemberian atau janji sebagaimana

dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b di pidana

yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyeleng -gara

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 31

negara

2. Menerima pemberi an atau janji

3. Sebagaimana di maksud dlm Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b

Kesimpulan

Adapun Pasal 5 ayat (1) huruf a, mengatakan:

1) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada

pegawai negeri atau penyelenggara negara

dengan maksud supaya pegawai negeri atau

penyelenggara negara tersebut berbuat atau

tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya; atau

2) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara karena atau berhubungan

dengan sesuatu yang bertentangan dengan

kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam

jabatan.

e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima

suap

Pasal 12 huruf a UU PTPK: Dipidana dengan

pidana seumur hidup atau pidana paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

Page 19: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

32 Percepatan Pemberantasan Korupsi

1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang

menerima hadiah atau janji, padahal diketahui

atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut, diberikan untuk menggerakkan agar

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

jabatannya yang bertentangan dengan

kewajibannya.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara

2. Menerima hadiah atau janji

3. Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya

4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 33

yang bertentangan dgn keajibannya

Kesimpulan

f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima

suap

Pasal 12 huruf b UU PTPK: Dipidana dengan pidana

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

1) ……………………..

2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang

menerima hadiah, padahal diketahui atau patut

diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai

akibat atau disebabkan karena telah melakukan

atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya

yang bertentangan dengan kewajibannya.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara

2. Menerima hadiah

3. Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan

Page 20: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

34 Percepatan Pemberantasan Korupsi

atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya.

4. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya

Kesimpulan

g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima

hadiah yang berhubungan dengan jabatannya.

Pasal 11 UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)

tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta

rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui

atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang

berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut

pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji

tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 35

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara

2. Menerima hadiah atau janji

3. Diketahuinya

4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenagan yang berhubungan dgn jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dgn jabatannya

Kesimpulan

h. Menyuap Hakim

Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK:

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3

(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh

ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

Page 21: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

36 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim

dengan maksud untuk mempengaruhi putusan

perkara yang diserahkan kepadanya untuk

diadili.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Memberi atau menjanjikan sesuatu

3. Kepada Hakim

4. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili

Kesimpulan

i. Menyuap Advokat

Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK:

1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3

(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh

ratus lima puluh juta rupiah)

(a.) ……………………….

(b.) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada

seseorang yang menurut ketentuan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 37

peraturan perundang-undangan ditentukan

menjadi advokat untuk menghadiri sidang

pengadilan dengan maksud untuk

mempengaruhi nasihat atau pendapat yang

akan diberikan berhubung dengan perkara

yang diserahkan kepada pengadilan untuk

diadili.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Memberi atau menjanjikan sesuatu

3. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan

4. Dengan maksud mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili

Kesimpulan

j. Hakim dan advokat menerima suap

Pasal 6 ayat (2) UU PTPK: Bagi hakim yang menerima

pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1)

huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau

janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b

Page 22: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

38 Percepatan Pemberantasan Korupsi

dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Hakim atau advokat

2. Yang menerima pemberian atau janji

3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b

Kesimpulan

k. Hakim Menerima suap.

Pasal 12 ayat c UU PTPK: Dipidana dengan pidana

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikt Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

1) ………………………

2) Hakim yang menerima janji, padahal diketahuinya

atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan

perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 39

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Hakim

2. Menerima hadiah atau janji

3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili

Kesimpulan

l. Advokat menerima suap

Pasal 12 huruf d UU PTPK: Dipidana dengan pidana

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

1) ……………………….

2) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan ditentukan menjadi advokat

untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima

atau janji, padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut untuk

Page 23: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

40 Percepatan Pemberantasan Korupsi

mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan

diberikan berhubungan dengan perkara yang

diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

3) ……………………….

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan

2. Menerima hadiah atau janji

3. Diketahui atau patut diduga bhw hadiah atau janji tersebut untuk mem- pengaruhi nasihat - nasihat atau pendapat yg akan diberikan berhubung dgn perkara yg diserah kan kpd pengadil -an untuk diadili

Kesimpulan

3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam

jabatan

a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan Pasal 8 UU PTPK: Dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 41

Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain

pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu

jabatan umum secara terus menerus atau untuk

sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang

atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,

atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut

diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau

membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu

2. Dengan sengaja

3. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orng lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu.

4. Uang atau surat berharga

5. Yang disimpan

Page 24: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

42 Percepatan Pemberantasan Korupsi

karena jabatannya

Kesimpulan

b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk

pemeriksaan administrasi

Pasal 9 UU PTPK: Dipidana dengan pidana

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah),

pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara

terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan

sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang

khusus untuk pemeriksaan administrasi.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu

2. Dengan sengaja

3. Memalsu

4. Buku-buku atau

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 43

daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi

Kesimpulan

c. Pegawai negeri merusakkan barang bukti

Pasal 10 huruf a: Dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai

negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan

umum secara terus menerus atau untuk sementara

waktu, dengan sengaja:

menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau

membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau

daftar, yang digunakan untuk meyakinkan atau

membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang

dikuasai karena jabatannya, uang atau surat berharga

yang disimpan karena jabatannya.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg ditugaskan men -jalankan suatu jabatan umum

Page 25: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

44 Percepatan Pemberantasan Korupsi

secara terus me -nerus atau untuk sementara waktu

2. Dengan sengaja

3. Menggelapkan , menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai

4. Barang akta, surat, dan daftar yang digunakan untuk meyakin- kan atau mem buktikan di muka pejabat yang berwenang

5. Yang dikuasai karena jabatannya

Kesimpulan

d. Pegawai negeri membiarkan orang lain

merusakkan bukti

Pasal 10 huruf b UU PTPK: dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7

(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah).

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara

terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan

sengaja:

1) ………………………………

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 45

2) Membiarkan orang lain menghilangkan,

menghancurkan, merusakkan atau membuat

tidak dapat dipakai lagi barang, akta, surat atau

daftar tersebut.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu

2. Dengan sengaja

3. Membiarkan orang lain , menghilang kan, menghancur kan, merusak kan, atau membuat tidak dapat dipakai

4. Barang, akta, surat atau daftar sebagaimana tersebut pada pasal 10 huruf a

Kesimpulan

Page 26: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

46 Percepatan Pemberantasan Korupsi

e. Pegawai negeri membantu orang lain

merusakkan barang bukti

Pasal 10 huruf c UU PTPK: Dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga

ratus lima puluh juta rupiah)

1) ………………………………

2) Membantu orang lain menghilangkan,

menghancurkan, merusakkan atau membuat

tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau

daftar tersebut.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg ditugaskan men -jalankan suatu jabatan umum secara terus me -nerus atau untuk sementara waktu

2. Dengan sengaja

3. Membantu orang lain menghilang -kan, menghancur -kan, merusakkan atau membuat tidak

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 47

dapat dipakai lagi

4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut Pasal 10 huruf a.

Kesimpulan

4. Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras Pasal 12 huruf e UU PTPK: Dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

1) ……………………………

2) Pegawai negeri / penyelenggara negara yang

dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri

atau orang lain secara melawan hukum atau

dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa

seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau

menerima pembayaran dengan potongan, atau

untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau penyeleng -gara negara

Page 27: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

48 Percepatan Pemberantasan Korupsi

2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain

3. Secara melawan hukum

4. Memaksa sese- orang, memberi -kan sesuatu, membayar, atau menerima pem -bayaran dengan potongan, atau untuk mengerja -kan sesuatu bagi dirinya

Kesimpulan

b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras

Pasal 12 huruf g UU PTPK: dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

1) ……………………………..

2) pegawai negeri / penyelenggara negara yang pada

waktu menjalankan tugas, meminta atau

menerima pekerjaan, atau penyerahan barang,

seolah-olah merupakan utang kepada dirinya

padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan

merupakan utang.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 49

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara

2. Pada waktu men -jalankan tugas

3. Meminta atau me -nerima pekerjaan , atau penyerahan barang

4. Seolah-olah me -rupakan utang kepada dirinya

5. Diketahuinya bhw hal tersebut bukan merupakan utang

Kesimpulan

c. Pegawai negeri atau penyelenggara negara

memeras pegawai negeri yang lain

Pasal 12 huruf f UU PTPK: dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

1) …………………………..

2) Pegawai negeri / penyelenggara negara yang pada

waktu menjalankan tugas, meminta, menerima

atau memotong pembayaran kepada pegawai

negeri atau penyelenggara negara yang lain atau

Page 28: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

50 Percepatan Pemberantasan Korupsi

kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang lain atau kas

umum tersebut mempunyai utang kepadanya,

padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan

merupakan utang.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai Negeri atau penyeleng gara negara

2. Pada waktu men -jalankan tugas

3. Meminta, me -nerima, atau memotong pembayaran

4. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum mempunyai utang

Kesimpulan

5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang

a. Pemborong berbuat curang Pasal 7 ayat (1) huruf a UU PTPK: Dipidana dengan

pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 51

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah)

1) Pemborong, akhli bangunan yang pada waktu

membuat bangunan atau penjual bangunan yang

pada waktu menyerahkan bahan bangunan

melakukan perbuatan curang yang dapat

membahayakan keamanan orang atau barang, atau

keselamatan negara dalam keadaan perang

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pemborong, akhli bangunan atau penjual bahan bangunan

2. Melakukan perbuatan curang

3. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan

4. Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang

Kesimpulan

Page 29: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

52 Percepatan Pemberantasan Korupsi

b. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PTPK: Dipidana dengan

pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah)

1) ……………………..

2) Setiap orang yang bertugas mengawasi

pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,

sengaja membiarkan perbuatan curang

sebagaimana dimaksud huruf a.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan

2. Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan

3. Dilakukan dengan sengaja

4. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 53

Kesimpulan

c. Rekanan TNI / POLRI berbuat curang

Pasal 7 ayat (1) huruf c UU PTPK: Dipidana dengan

pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah).

1) ………………………

2) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan

barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan

atau Kepolisian Negara Republik Indonesia,

melakukan perbuatan curang yang dapat

membahayakan keselamatan negara dalam

keadaan perang

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Melakukan perbuatan curang

3. Pada waktu menyerahkan ba -rang keperluan TNI dan atau POLRI

4. Dapat membahaya -kan keselamatan negara dalam keadaan perang

Kesimpulan

Page 30: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

54 Percepatan Pemberantasan Korupsi

d. Pengawas rekanan TNI / POLRI berbuat curang

Pasal 7 ayat (1) huruf d UU PTPK: Dipidana dengan

pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah).

1) ……………………

2) Setiap orang yang mengawasi penyerahan barang

keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau

Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan

sengaja membiarkan perbuatan curang

sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Orang yg bertugas mengawasi pe -nyerahan barang keperluan TNI dan POLRI

2. Membiarkan per -buatan curang (sebagaimana di -maksud Pasal 7 ayat (1) huruf c)

3. Dilakukan dengan sengaja

Kesimpulan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 55

e. Penerima barang TNI / POLRI membiarkan

perbuatan curang.

Pasal 7 ayat (2) UU PTPK: Dipidana dengan pidana

paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)

tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta

rupiah).

(2) Bagi orang menerima penyerahan bahan bangunan

atau orang yang menerima penyerahan barang

keperluan Tentara Nasional Indonesia atau

Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

membiarkan perbuatan curang sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf c.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Orang yg bertugas mengawasi pe -nyerahan barang keperluan TNI dan POLRI

2. Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c)

3. Dilakukan dengan sengaja

Kesimpulan

Page 31: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

56 Percepatan Pemberantasan Korupsi

f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara

menyerobot tanah negara sehingga merugikan

orang lain

Pasal 12 huruf h UU PTPK: Dipidana dengan pidana

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

1) …………………..

2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang

pada waktu menjalankan tugas, telah

menggunakan tanah negara yang diatasnya

terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan, telah merugikan

orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa

perbuatan tersebut bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyeleng -gara negara

2. Pada waktu men -jalankan tugas menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 57

pakai

3. Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

4. Telah merugikan yang berhak

5. Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

Kesimpulan

6. Korupsi yang berkaitan dengan benturan

kepentingan dalam pengadaan

a. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya Pasal 12 huruf i UU PTPK: Dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

1) …………………

2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik

langsung maupun tidak langsug dengan sengaja

turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau

persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,

untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk

mengurus atau mengawasinya.

Page 32: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

58 Percepatan Pemberantasan Korupsi

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyeleng -gara negara

2. Dengan sengaja

3. Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan

4. Pada saat dilakukan per -buatan untuk seluruh atau sebagian ditugas -kan untuk mengurus atau mengawasinya

Kesimpulan

7. Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi

a. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor

KPK

Pasal 12 B UU PTPK

1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara dianggap pemberian suap,

apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang

berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,

dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Yang dinilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 59

gratifikasi tersebut bukan merupakan suap

dilakukan oleh penerima gratifikasi

b) Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00

(sepuluh juta rupiah) pembuktian bahwa

gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh

penuntut umum.

2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara

negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

adalah dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup, atau pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 12 C UU PTPK:

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12

B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan

gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi

Pemberantasan Korupsi.

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima

gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja

terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut

diterima.

(3) Komisi Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi dalam

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan

Page 33: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

60 Percepatan Pemberantasan Korupsi

gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau

milik negara.

Penjelasan Pasal 12 B mengatakan bahwa yang

dimaksud dengan “Gratifikasi” adalah pemberian

dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,

barang, rabat (diskon, komisi, pinjaman tanpa

bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,

perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan

fasilitas lainnya, baik di dalam negeri maupun

diluar negeri dan yang dilakukan dengan

menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana

elektronik.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Pegawai negeri atau penyelengga- ra negara

2. Menerima gratifikasi

3. Yang berhubung an dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya

4. Penerimaan gritifikasi tersebut tidak dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterima nya gratifikasi.

Kesimpulan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 61

B. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi

Pasal 21 UU PTPK: Setiap orang yang dengan sengaja

mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara

langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan,

dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap

tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam

perkara korupsi, dipidana dengan pidana paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas)

tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah).

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Setiap orang

2. Dengan sengaja

3. Mencegah, merintangi atau menggagalkan

4. Secara langsung atau tidak langsung

5. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun saksi

Kesimpulan

Page 34: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

62 Percepatan Pemberantasan Korupsi

2. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai

harta kekayaannya.

Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana

dimaksud Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36

yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau

memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan

pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling

sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam

ratus juta rupiah)

Pasal 28 UU PTPK: Untuk kepentingan penyidikan,

tersangka wajib memberi keterangan terhadap

seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau

suami, anak, dan harta benda setiap orang atau

korporasi yang diketahui dan atau diduga mempunyai

hubungan dengan tindak pidana korupsi yang

dilakukan tersangka.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Tersangka

2. Dengan sengaja

3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu

4. Tentang keterang an

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 63

harta benda -nya atau harta benda istri/suami -nya, atau harta benda anaknya atau harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga mem -punyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka

Kesimpulan

3. Bank tidak memberikan keterangan rekening

tersangka

Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana

dimaksud Pasal 28, Pasal 29, Pasal 36 yang dengan

sengaja tidak memberi keterangan atau memberi

keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paling

sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam

ratus juta rupiah)

Pasal 29 UU PTPK:

(1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau

pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik,

penuntut umum, atau hakim berwenang meminta

Page 35: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

64 Percepatan Pemberantasan Korupsi

kepada bank tentang keadaan keuangan

tersangka atau terdakwa.

(2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diajukan Gubernur Bank

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk

memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya

3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen

permintaan diterima secara lengkap.

(4) Penyidik, penuntut umum atau hakim dapat

meminta kepada bank untuk memblokir rekening

simpanan milik tersangka atau terdakwa yang

diduga hasil korupsi.

(5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka

atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup,

atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau

hakim, bank pada hari itu juga mencabut

pemblokiran

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Orang yang ditugaskan oleh bank

2. Dengan sengaja

3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 65

tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa

Kesimpulan

4. Saksi atau akhli yang tidak memberikan keterangan

atau memberikan keterangan palsu.

Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana dimaksud

Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 35 yang dengan

sengaja tidak memberi keterangan atau memberi

keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana

paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah)

Pasal 35 UU PTPK:

(1) Setiap orang wajib memberikan keterangan

sebagai saksi atau akhli kecuali ayah, ibu, kakek,

nenek, saudara kandung, istri atau suami anak

dan cucu dari terdakwa

(2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi

sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diperiksa

sebagai saksi apabila mereka dikehendaki dan

disetujui secara tegas oleh terdakwa.

Page 36: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

66 Percepatan Pemberantasan Korupsi

(3) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan

sebagai saksi tanpa disumpah.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Saksi atau akhli

2. Dengan sengaja

3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu

Kesimpulan

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak

memberikan keterangan atau memberi keterangan

palsu

Pasal 22 UU PTPK: Setiap orang sebagaimana dimaksud

pasal 28, pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan

sengaja tidak memberi keterangan atau memberi

keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana

paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah)

Pasal 36 UU PTPK : Kewajiban memberikan kesaksian

sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 35 berlaku

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 67

juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan,

harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan

menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang

menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Orang yg karena pekerjaan harkat , martabat atau jabatannya yang diwajibkan me -nyimpan rahasia

2. Dengan sengaja

3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu

Kesimpulan

6. Saksi yang membuka identitas pelapor

Pasal 24 UU PTPK: Saksi yang tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31,

dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana

denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima

puluh juta rupiah)

Pasal 31 UU PTPK:

Page 37: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

68 Percepatan Pemberantasan Korupsi

(1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan, saksi dan orang lain yang

bersangkutan dengan tindak pidana korupsi

dilarang menyebut nama atau alamat pelapor,

atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan

diketahuinya identitas pelapor.

Penjelasan Pasal ini berbunyi :

“ Yang dimaksud dengan “pelapor” dalam ketentuan

ini adalah orang yang memberi informasi kepada

penegak hukum, menegenai terjadinya suatu tindak

pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No

8 Yahun 1981 Tentang Hukum Acara Perdata

(2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan

sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)

diberitahukan kepada saksi dan atau orang lain

tersebut.

No Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan

yang dilakukan dan kejadian

Alat bukti yang mendukung

1. Saksi

2. Menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya identitas pelapor

Kesimpulan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 69

C. PERAN SERTA MASYARAKAT Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi dalam

Bab V nya mengatur tentang peran serta masyarakat

dalam pemberantasan korupsi, sebagaimana dicantumkan

dalam Pasal 41 yang pada intinya masyarakat dapat

berperan serta membantu upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi, peran serta tersebut dapat

diwujudkan dengan:

1. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi

adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;

2. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari,

memperoleh dan memberikan informasi adanya

dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi pada

penegak hukum yang menangani perkara tindak

pidana korupsi;

3. hak menyampaikan saran dan pendapat secara

bertanggungjawab kepada penegak hukum yang

menangani perkara tindak pidana korupsi;

4. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan

tentang laporannya yang diberikan kepada penegak

hukum dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam

hal:

a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, b dan c.

b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan,

penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi

Page 38: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

70 Percepatan Pemberantasan Korupsi

pelapor. Saksi atau saksi akhli, sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung

jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana korupsi, yang dilaksanakan dengan

berpegang teguh pada asas-asas dan ketentuan yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku, dan dengan menaati norma agama dan norma

sosial lainnya.

Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota

masyarakat yang telah berjasa membantu upaya

pencegahan, pemberantasan atau pengungkapan tindak

pidana korupsi.

Hendaknya masyarakat dalam berperan serta

memberantas korupsi menyampaikan bukti-bukti adanya

tindak pidana korupsi.

Adapun alat bukti itu dapat berupa :

1. Pemeriksaan setempat

2. Surat/Akta (Surat Keputusan, Sertipikat Tanah,

Disposisi, Surat Perjanjian dll)

3. Keterangan Saksi (Saksi Akhli, saksi yang

memberatkan, dan saksi yang meringankan)

4. Sumpahan

5. Persangkaan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 71

6. Pengakuan (dari saksi, tersangka, terdakwa, orang

yang melihat, mengetahui peristiwa tersebut)

D. RANGKUMAN

Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20

Tahun 2001 memberikan ketentuan subjek dan objek

tindak pidana korupsi. Undang-Undang ini juga

merumuskan definisi korupsi secara gamblang yang telah

dijelaskan dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal

tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga puluh) bentuk

/ jenis delik tindak pidana korupsi, yang dikelompokkan

dalam 7 (tujuh) kelompok.

Ke tujuh kelompok tindak pidana korupsi tersebut

ialah: 1. Kerugian keuangan negara, 2. Suap menyuap, 3.

Penggelapan dalam jabatan, 4. Pemerasan, 5. Perbuatan

curang, 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, 7.

Gratifikasi.

Selain 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi,

UU PTPK juga memuat 6 (enam) tindak pidana lain yang

berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Sedangkan

keenam tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak

pidana korupsi ialah:

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi

2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan

tidak benar

3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening

tersangka

Page 39: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

72 Percepatan Pemberantasan Korupsi

4. Saksi atau akhli yang tidak memberi keterangan atau

memberi keterangan palsu

5. Orang yang memegang rahasia jabatan, tidak memberi

keterangan atau memberi keterangan palsu

6. Saksi yang membuka identitas pelapor.

E. LATIHAN

1. Ada berapakah delik tindak pidana korupsi

sebagaimana diatur dalam UUPTPK, uraikan secara

singkat.

2. Sebutkan macam-macam gratifikasi yang dapat

diterima subjek tindak pidana korupsi

3. Bagaimanakah pendapat saudara dalam

melaksanakan peran serta masyarakat, dalam

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

korupsi.

73

BAB V KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Tindak pidana korupsi yang makin meningkat dan

meluas dalam masyarakat dari tahun ke tahun, baik dari

jumlah kasus maupun dari kerugian keuangan negara, dan

juga dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan secara

sistimatis, dan memasuki seluruh aspek kehidupan

masyarakat, mengancam peri kehidupan dalam masyarakat

dan negara.

Tindak pidana korupsi juga merupakan pelanggaran

terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat,

oleh karena itu tindak pidana korupsi tidak lagi dapat

digolongkan sebagai tindak kejahatan biasa melainkan telah

menjadi tindak kejahatan luar biasa.

Usaha-usaha untuk memberantas korupsi sudah menjadi

masalah dunia, masalah global, tidak hanya sekedar masalah

nasional atau regional, karena sesungguhnya gejala korupsi

ada pada setiap negara, terutama negara yang sedang

membangun, sudah hampir menjadi condition sine qua non

(Prof. Dr. Jur Andi Hamzah, Hal v – 2005).

Usaha-usaha pemberantasan korupsi di beberapa negara

ada yang dilaksanakan karena desakan rakyat banyak /

masyarakat agar korupsi segera dihabisi, dengan kalau perlu

melalui hukum darurat, pemberatan ancaman dan penjatuhan

pidana, dengan sistim pembuktian terbalik, serta

Page 40: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

74 Percepatan Pemberantasan Korupsi

pembebasan penanganan korupsi dari instansi normal ke

suatu badan independen yang dijamin integritasnya.

Sejak tahun 1957, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan

perundang-undangan yang maksudnya untuk pemberantasan

tindak pidana korupsi yang diikuti dengan pembentukan

badan-badan pemberantasan korupsi dengan berbagai nama.

Badan-badan pemberantasan korupsi yang sudah ada sebelum

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai

berikut:

1. Tim Pemberantasan Korupsi

Dasar Hukum: Keppres Nomor 228 Tahun 1967 Tanggal 2

Desember 1967 dan Undang-Undang No 24 Tahun 1960

Pelaksana: Ketua tim Sugiharto (Jaksa Agung)

Penasihat: Menteri Kehakiman, Panglima ABRI, Kastaf

Angkatan dan KAPOLRI

Tugas: Membantu Pemerintah memberantas korupsi

dengan tindakan preventif dan represif

2. Komite Anti Korupsi

Komite ini dibentuk pada tahun 1970

Pelaksana: Angkatan 66, Akbar Tanjung, Michael

Setiawan, Thoby Mutis, Jacob Kendang, Imam Waluyo,

Tutu T.W., Soeriwijono, Agus Jun Batuta, M Surachman,

Alwi Nurdin Lucas, Luntungan, Asmara Nababan, Sjahrir,

Amir Karamoy, Pasik Vitue, Mangandang Napitupulu dan

Chaidir Makarim.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 75

3. Komite Empat

Dasar Hukum: Keppres No 12 Tahun 1970 Tanggal 31

Januari 1970

Pelaksana: Wilopo, S.H. (Ketua merangkap anggota), IJ

Kasimo, A. Anwar Tjokroaminoto dan Prof Johanes

Tugas: a. Menghubungi pejabat, atau instansi swasta sipil,

atau militer;

b. Memeriksa administrasi pemerintah dan swasta

c. Meminta bantuan aparatur pemerintah pusat dan

daerah

4. Obstib

Dasar Hukum: Inpres No 9 Tahun 1977

Pelaksana: Koordinator Pelaksana Tingkat Pusat, Men

PAN, Pelaksana Operasi Tertib, Pangkopkamtib

Ketua I: Kapolri

Ketua II: Jaksa Agung dan Para Irjen Tingkat Daerah

Pelaksana Operasional: Laksusda

Ketua I: Kapolda

Ketua II: Kajati dan Irwilda

Tugas:

a. Pada awalnya pembersihan pungutan liar di jalan-

jalan, penertiban uang siluman di pelabuhan, baik

pungutan tidak remsi maupun resmi, tetapi tidak sah

menurut hukum

b. Pada tahun 1977 diperluas sasaran penertiban,

beralih dari jalan-jalan ke aparat departemen dan

daerah.

Page 41: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

76 Percepatan Pemberantasan Korupsi

5. Tim Pemberantasan Korupsi

Dibentuk pada tahun 1982

Dasar Hukum: menghidupkan kembali TPK tanpa diikuti

Keppres atau Inpres

Pelaksana: JB Sumarlin, Pangkopkamtib Sudomo, Ketua

MA Mudjono, Menteri Kehakiman Ali Said, Jaksa Agung

Ismail Saleh, Kapolri Jenderal Awaludin Djamin, M.P.A.

6. KPKPN

Dasar Hukum: Undang-Undang No 28 Tahun 1999 dan

Keppres No 27 Tahun 1998 Tentang Komisi Pemeriksaan

Kekayaan Negara.

Pelaksana: Adi Andojo Soetjipto, S.H. didukung oleh 25

anggota Polisi, Kejaksaan dan aktivis kemasyarakatan.

Tugas: mengungkap kasus-kasus korupsi yang sulit

ditangani Kejaksaan Agung.

Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20

tahun 2001 dalam Pasal 43 memerintahkan dibentuknya

badan khusus yang disebut dengan Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, yang mempunyai tugas dan wewenang

melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mana diatur

dalam Pasal 6 Undang-Undang no 30 Tahun 2002 sebagai

berikut:

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 77

1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang

melakukan tindak pidana korupsi

2. Melaksanakan supervisi terhadap instansi berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindakan pidana

korupsi

5. Melakukan monitor terhadap pelanggaran pemerintahan

negara

Adapun wewenang dari Komisi ini:

1. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan tindak pidana korupsi;

2. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan

pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan

tindak pidana korupsi kepada instansi terkait;

4. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan

instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi;

5. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan

tindak pidana korupsi; dan

6. wewenang lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 12,

13, dan 14 Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 42: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

78 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkedudukan di ibukota

negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi

seluruh wilayah negara Republik Indonesia. KPK dapat

membentuk perwakilan di daerah.

Penyelidik, penyidik dan penuntut umum adalah penyelidik,

penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan

Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi.

Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan

dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana

korupsi yang:

a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara

negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak

pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum

atau penyelenggara negara.

b. Mendapat perhatian dan yang meresahkan masyarakat;

dan / atau

c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Dari uraian tersebut, dan dengan undang-undang Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka KPK

dapat:

1. Menyusun jejaring kerja (networking) yang kuat dan

memperlakukan institusi yang ada sebagai

“counterpartner” yang kondusif sehingga pemberantasan

korupsi dapat dilaksanakan secara efisien.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 79

2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan

3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi

yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger

mechanism)

4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau

institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu

dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang

dilaksanakan kepolisian dan / atau kejaksaan.

RANGKUMAN

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah institusi yang

dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksanaan

dari pasal 43 UU PTPK. Komisi ini mempunyai kewenangan

untuk melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan

penuntutan atas perkara tindak pidana korupsi yang

melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,

dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana

korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau

penyelenggara negara, yang mendapat perhatian dan

meresahkan masyarakat, dan / atau menyangkut kerugian

negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Page 43: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

80 Percepatan Pemberantasan Korupsi

LATIHAN

1. Apakah KPK berwenang menangani tindak pidana korupsi

yang ada pada instansi saudara, jelaskan jawaban

saudara.

2. Koordinasi yang bagaimanakah menurut saudara yang

harus dilakukan oleh KPK dengan instansi dimana saudara

bekerja

3. Apakah menurut saudara peran institusi KPK, menjadikan

instansi pemerintah pada umumnya menjadi lebih baik

dalam menangani pencegahan korupsi di instansinya.

81

BAB VI PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Pemerintah era reformasi, nampak benar-benar serus

menginginkan tindak pidana korupsi yang dilakukan setiap

orang, pegawai negeri, penyelenggara negara atau korporasi,

benar-benar diberantas dengan secepatnya. Hal ini dibuktikan

dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo.

Undang-Undang no 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2001 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan pemberian

Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

dan yang terakhir mengeluarkan Instruksi Presiden No 24

Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Inpres ini ditujukan kepada:

1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu

2. Jaksa Agung Republik Indonesia

3. Panglima Tentara Nasional Indonesia

4. Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia

5. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen

6. Para Gubernur

7. Para Bupati dan Walikota

Page 44: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

82 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Untuk:

1. Seluruh Pejabat Pemerintah termasuk Penyelenggara

Negara menyampaikan laporan harta kekayaannya kepada

Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Membantu KPK dalam rangka penyelenggaraan pelaporan,

pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan Laporan

Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di lingkungannya.

3. Membuat penetapan kinerja dengan pejabat dibawahnya

secara berjenjang

4. Meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat.

5. Menetapkan program dan wilayah bebas korupsi

6. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa secara

konsisten untuk mencegah kebocoran dan pemborosan

7. Menerapkan kesederhanaan dalam pribadi dan kedinasan

8. Memberikan dukungan terhadap upaya-upaya

pemberantasan korupsi (percepatan informasi yang

berkaitan dengan TP Korupsi dan mempercepat

pemberian ijin pemeriksaan terhadap saksi / tersangka)

9. Melakukan kerjasama dengan KPK, menelaah dan

mengkaji sistem-sistem yang menimbulkan tindak pidana

korupsi

10. Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur

untuk meniadakan perilaku koruptif dilingkungannya.

Selanjutnya Inpres ini juga memberi instruksi khusus

kepada: Menko Bidang Ekonomi, Menteri Keuangan, dan

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala

BAPPENAS melakukan kajian-kajian dan uji coba pelaksanaan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 83

sistem E-Procurement yang dapat dipergunakan bersama

instansi pemerintah, selain menteri-menteri tersebut juga

diberikan instruksi khusus kepada Menteri Keuangan, Menteri

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala

BAPPENAS, Menteri Negara PAN, Menteri Hukum dan HAM,

Menteri Negara BUMN, Menteri Diknas, Menkominfo, Jaksa

Agung RI, KAPOLRI, Gubernur, Bupati / Walikota, yang pada

intinya melaksanakan upaya-upaya percepatan

pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan bidang

masing-masing.

Secara Internasional Indonesia dalam rangka percepatan

pemberantasan tindak pidana korupsi, juga ikut serta dalam

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Korupsi,

Tahun 2003 (United Nation Convention Against Corruption,

2003).

Materi Konvensi Internasional tersebut terdiri dari:

Bab I: mengenai ketentuan umum, yang berisi maksud dan

tujuan, pengertian, istilah, ruang lingkup penerapan dan

perlindungan kedaulatan (Pasal 1 s/d Pasal 4)

Bab II: Mengenai kebijakan dan praktek anti korupsi, badan,

atau badan-badan anti korupsi preventif, sektor publik, kode

etik tingkah laku pejabat publik, perolehan publik dan

manajemen keuangan publik, pelaporan publik, tindakan-

tindakan yang berkaitan dengan peradilan dan penuntutan,

sektor swasta, keikutsertaan masyarakat, dan tindakan-

tindakan untuk mencegah pencucian uang (money laundering)

(Pasal 5 s/d Pasal 15)

Page 45: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

84 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Bab III: Mengenai kriminalisasi dan penegakkan hukum (Pasal

15 s/d Pasal 42)

Bab IV: Mengenai kerjasama internasional (pasal 43 s/d Pasal

50)

Bab V: Mengenai penemuan (pengembalian asset) (Pasal 51

s/d Pasal 59)

Bab VI: mengenai bantuan teknis dan tukar menukar

informasi (Pasal 60 s/d Pasal 62)

Bab VII: Mengenai mekanisme penerapan (Pasal 63 s/d Pasal

64)

Bab VIII: Mengenai ketentuan akhir (Pasal 65 s/d Pasal 71)

Tiga maksud dan tujuan konvensi:

1. memajukan dan memperkuat tindakan-tindakan

memberantas korupsi yang lebih effektif;

2. memajukan, memfasilitasi dan mendukung kerjasama

internasional dan bantuan teknis dalam mencegah dan

memerangi korupsi, termasuk pengembalian asset;

3. memajukan integritas, akuntabilitas, dan manajemen

yang seharusnya dalam soal-soal publik dan harta publik.

RANGKUMAN Upaya memberantas korupsi oleh Pemerintah Republik

Indonesia, telah dimulai sejak tahun 1956, dengan

dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang pemberantasan

korupsi, yang diikuti dengan badan-badan pemberantasan

korupsi sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2002.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 85

Bahkan pada masa pemerintahan era reformasi upaya-upaya

tersebut makin ditingkatkan melalui jalur kerjasama

internasional, dengan ikut serta dalam konvensi Internasional

tentang pemberantasan korupsi (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Mengenai Pemberantasan Korupsi – United

Nations Againts Corruption, 2003).

LATIHAN:

1. Apakah upaya percepatan pemberantasan korupsi di

instansi saudara telah dirasakan dalam kegiatan kedinasan

sehari-hari. Berikan jawaban dengan singkat dan jelas.

2. Kalau sudah ada, apa bentuk upaya percepatan

pemberantasan korupsi.

3. Kalau belum ada, apa upaya-upaya saudara untuk ikut

serta dalam percepatan pemberantasan korupsi.

Page 46: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

86

DAFTAR PUSTAKA

1. Chaerudin, S.H., MH, Syaiful Ahmad Dinar, S.H. MH, Syarif

Fadilah, S.H., MH, Tindak Pidana Korupsi , Reflika

Aditama, 2008.

2. Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, 2006

3. Ismantoro Dwi Yuwono, Para Pencuri Uang Rakyat, Daftar

59 Koruptor Versi KPK 2003 -2008,Pustaka Timur 2008.

4. Lilik MUlyadi, S.H. M.H. Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya,

Penerbit Alimni, 2007.

5. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi,

Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,

Rajawali Press, 2005

6. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan

Korupsi di Berbagai Negara, Sinar Grafika

7. Pusat Info Data Indonesia, Tindakan / Kebijakan yang

Dianggap Korupsi, 2007

8. Rohim, S.H. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi , Pena

Multi Media , 2008

9. R. Wiyono, S.H. Pembahasan Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika,

2006

10. Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penyidikan

Korupsi, PT Citra Aditya Bakti, 2006

87

LAMPIRAN

Pokok Bahasan Percepatan Pemberantasan TP Korupsi

Topik Mendalami TP Korupsi dan pelaporan dugaan adanya TP Korupsi

Tujuan Pembelajaran Khusus

Peserta Diklat dapat mendalamai TP Korupsi dan membuat Laporan dugaan adanya Korupsi

Metode 1. Diskusi kelompok tentang studi kasus yang telah disiapkan

2. Paparan dan tanggapan antar kelompok

3. Penjelasan Widyaiswara tentang hasil diskusi kelompok

Waktu 135 menit – 3 jp

Alat Bantu - Spidol - Flip chart - Plak ban

Langkah 1. Jelaskan kepada peserta diklat tentang tujuan

yang hendak dicapai pada sesi ini serta langkah kerja yang

akan dilakukan bersama.

Langkah 2. Bagi peserta ke dalam beberapa kelompok (antara

5 sampai dengan 7 peserta ) dengan instruksi agar setiap

kelompok ditunjuk seorang juru bicara/presenter.

Page 47: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

88 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Langkah 3. Bagikan kepada peserta diklat naskah studi kasus

kepada seluruh peserta diklat dan segera membacanya untuk

digunakan sebagai bahan diskusi. Dengan menggunakan Alat

Bantu formulir / matrik dalam bahan ajaran.

Latihan Kasus 1

Drs. EM adalah seorang pejabat Eselon III, di sebuah

Departemen dan telah ditunjuk sebagai ketua panitia /

penanggung jawab proyek pengadaan barang, di

Departemennya pada tahun anggaran 2006, berdasarkan SK

Menteri. Proyek tersebut senilai Rp 175 M, yang bersumber

dari APBN dan bantuan luar negeri sebesar 10% nilai proyek.

Pada akhir tahun anggaran, Hs selaku salah seorang

pemeriksa dari instansi yang berwenang melakukan

pemeriksaan keuangan ditugaskan untuk memeriksa

pertanggungjawaban keuangan pengadaan barang yang telah

dilakukan Drs EM. Pada saat melakukan pemeriksaan, Hs

menemukan adanya sejumlah indikasi penyimpangan dalam

proses pengadaan yang mengakibatkan timbulnya kerugian

negara, yang dinilai sebesar Rp 6 M.

Drs EM yang mengetahui hal itu, lalu berusaha melakukan

beberapa kali pendekatan kepada Hs, dengan cara antara

lain mengajak makan di Hotel “Artharini”, dan menawarkan

uang sebesar Rp 750 juta serta menyampaikan keinginannya

agar Hs bersedia menghilangkan indikasi penyimpangan dalam

hasil laporan pemeriksaan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 89

Hs melaporkan hal tersebut kepada Penyidik, yang ditindak

lanjuti dengan melakukan perekaman pembicaraan antara G

dengan Hs, tentang proses pemberian uang yang akan

dilakukan oleh Drs EM kepada Hs. Beberapa hari kemudian

sesuai dengan rencana, pada saat Drs EM memberikan uang

kepada Hs, di Cafe “ The Green”, Jaksa melakukan

penangkapan terhadap dirinya.

Latihan Kasus 2

Hm, S.H. seorang Panitera Pengadilan Negeri di Kabupaten

Deli Serdang , Prop Sumatera Utara, dalam perkara penipuan

dengan terdakwa YZ (terdakwa tidak ditahan).

Pada tanggal 14 Juli 2008, pk 9.30 wib, Hm S.H. didatangi YZ

diruang kerjanya, dengan mengajukan permintaan agar

melobi Ketua Majelis Hakim, yaitu Hakim BS, S.H. yang

menangani perkaranya agar dalam persidangan ia dinyatakan

tidak terbukti bersalah dan diputus bebas, untuk itu Hm, S.H.

dijanjikan akan diberi uang sebesar Rp 500 Jt. Atas

permintaan tersebut Hm, S.H. menyanggupi dengan meminta

agar uang tersebut diserahkan terlebih dahulu kepadanya

sebelum perkaranya diputus.

Pada tanggal 29 Juli 2008, sekitar pk 14.20 wib, YZ

mendatangi Hm. S.H. diruang kerjanya dengan membawa

sebuah tas kresek warna hitam yang didalamnya berisi uang

sebanyak Rp 500 Jt dan menyerahkannya kepada Hm, S.H.

dan diterima oleh Hm, S.H. yang kemudian disimpan dalam

meja kerjanya.

Page 48: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

90 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Tanggal 27 Agustus 2008, dalam sidang perkara penipuan

dengan terdakwa YZ, Majelis Hakim menyatakan terdakwa

terbukti melakukan penipuan, dan menjatuhkan hukuman

pidana penjara selama 2 tahun . Mendengar putusan tersebut

terdakwa YZ langsung marah dan berteriak bahwa ia

seharusnya bebas karena ia telah memberikan uang sebesar

Rp 500 Jt kepada Panitera Hm, S.H. untuk disampaiakan

kepada Hakim BS yang menangani perkaranya.

Atas kejadian tersebut YZ melaporkan kepada Kejaksaan

Negeri setempat. Dalam pengakuannya Hm, S.H. menyatakan

telah melobi Hakim BS, S.H. selaku Ketua Majelis Hakim,

Namun Hakim BS, S.H. tidak bersedia membantu YZ,

sementara itu uang sebesar Rp 500 jt telah habis ia

pergunakan untuk membayar utang-utangnya dan membeli

perabot rumah tangga.

Latihan Kasus 3

Dirut BUMN “ Bakti Negari” bernama Ir KW, yang diangkat

berdasarkan SK Meneg BUMN. Pada tahun 2006, ia selaku

Dirut telah menjual aset BUMN, yang dipimpinnya, berupa

tanah negara. Aset tersebut dijual kepada FC seluas 50 ha.

Sebelum melakukan transaksi penjualan Ir KW mengadakan

beberapa kali pertemuan dengan FC antara lain tanggal 24

Nopember 2005 di Restauran “Nataboan”, tanggal 5

Desember 2005 di Cafe “Rock n Roll”, dan tanggal 20

Desember 2005 di Hotel “Horaison”, dari beberapa kali

pertemuan tersebut dicapai kesepakatan bahwa Ir KW akan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 91

menurunkan NJOP tanah serta mengatur sistem pembayaran

dari FC yang dilakukan secara bertahap. Ir KW juga meminta

agar FC menyertakan 2 perusahaan pendamping untuk

memenuhi syarat formal dalam proses lelang.

Ir KW, selanjutnya mengupayakan penurunan harga NJOP

sebesar 10%, sehingga harga tanah tersebut sesuai dengan

kesepakatan harga yang telah dibuatnya dengan FC dan

meminta perusahaan appresial untuk membuat taksiran

harga sesuai dengan permintaan. Ir KW pun mengatur siasat

agar penjualan seakan-akan sesuai prosedur dengan cara

membentuk panitia penjualan, dengan terlebih dahulu

memberi pengarahan kepada panitia penaksir harga agar

menetapkan harga jual sesuai apa yang ia inginkan, dan

memerintahkan panitia penjualan agar penawaran dibatasi

hanya untuk FC dan 2 perusahaan yang diajukan FC serta

sistem pembayaran dalam RKS dilakukan secara bertahap.

Perbuatan Ir KW ini pada dasarnya bertentangan dengan SK

Men Keuangan tentang penjualan aset negara dengan

prosedur lelang dimuka umum.

Tanggal 16 Januari 2006 terjadi transaksi jual beli aset BUMN

berupa tanah, antara BUMN dengan FC di hadapan Notaris LB

dengan harga Rp 125 M, pada hal menurut SK Meneg BUMN

penjualan tanah aset BUMN harus sesuai dengan NJOP dan

harga pasar, sehingga menurut perhitungan, aset BUMN

tersebut, harga sebetulnya adalah Rp 200 M. Dalam proses

penjualan aset tersebut FC mentrasfer uang sebesar Rp 15 M

kerekening milik Ir KW di bank “Rindu Bunga”

Page 49: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

92 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Atas perbuatan Ir KW, negara c.q. perusahaan BUMN “Bakti

Negari” telah dirugikan sebesar Rp 75 M.

Latihan Kasus 4

Seorang anggota DPR-RI bernama JN, mendatangi pejabat

departemen mitranya yang bernama QZ, dan

menginformasikan bahwa di departemennya untuk tahun

anggaran 2005, ada proyek pengadaan barang berupa 40 buah

lokomotif dan 400 gerbong kereta api penumpang, dan 200

gerbong kereta barang, dan 200 gerbong kereta pengangkut

batubara, yang secara keseluruhan bernilai Rp 5 Trilyun.

Untuk itu yang terhormat tersebut telah meminta kepada

pejabat QZ agar dalam pembelian barang-barang tersebut,

menentukan spesifikasi barang-barang, dan ia menujuk PT “

Angin Ribut” sebagai pemenang tender pengadaan barang,

serta mengatur perusahaan-perusahaan yang pendamping

tender.

Untuk informasi tersebut yang terhormat JN, dalam beberapa

kali pertemuan dengan QZ mengisyaratkan agar ia diberikan

imbalan uang sebesar 1% dari nilai proyek, disertai ancaman

apabila itu tidak dipenuhi maka proyek pengadaan barang

tersebut dibatalkan atau diberi bintang, selain itu JN juga

minta kepada PT “Angin Ribut” agar memberikan dana

sebesar 2,5% dari nilai proyek dengan alasan untuk dibagi-

bagikan kepada rekan-rekan satu komisi di DPR

QZ sebagai pejabat Eselon II, memerintahkan anak buahnya

yang bertanggung jawab di bidang pengadaan barang

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 93

tersebut, untuk melaksanakan segala perintahnya, sejak

mulai pembentukan panitia pengadaan sampai dengan

pelaksanaan penjualan dan penyerahan barang.

Dari hasil pemeriksaan instansi yang berwenang memeriksa

keuangan Departemen tersebut diperoleh temuan adanya

kerugian negara sebesar Rp 55 M.

Latihan Kasus 5

GK seorang wiraswasta yang memiliki berbagai usaha antara

lain di bidang perkebunan, dibawah bendera PT “Lahan Hijau

Lestari”. Pada tahun 2005 ia memperoleh kredit sebesar Rp

98,5 M dari bank DS, sebuah bank yang sebagian sahamnya

(45%) dimiliki oleh pemerintah. Kredit tersebut akan

digunakan untuk mendanai replanting perkebunan karet

seluas 35 ribu ha ( sesuai dengan proposal yang diajukan ke

Bank) di Kabupaten VF, Propinsi QB. Pada pelaksanaannya

dana tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan

replanting (yaitu hanya 30% ). Sisanya dana tersebbut

digunakan untuk kepentingan pribadinya yaitu membangun

rumah mewah seluas 1200 m2, membeli 3 buah mobil mewah,

perhiasan, jam tangan dan jalan-jalan ke luar negeri. Akibat

dari perbuatan tersebut ia diajukan ke Pengadilan Negeri

sebagai terdakwa. Vonis Hakim Pengadilan Negeri

menghukum yang bersangkutan dengan pidana penjara 3

(tiga) tahun. Melalui pengacaranya ia mengajukan banding ke

Pengadilan Tinggi, dengan harapan ia dapat bebas dari

jeratan penjara. Untuk maksud itu ia menemui hakim Wt,

Page 50: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

94 Percepatan Pemberantasan Korupsi

S.H. yang menangani kasusnya sebanyak 3 kali (tgl 12 Juli

2006 di Hotel Peninsula, tgl 9 Agustus 2006 di Hotel Sadewa,

dan tgl 18 Agustus 2006 di Plaza Ombak ). Pada pertemuan

yang terakhir itu ia menyerahkan uang sebanyak Rp 750 Jt

kepada hakim Wt,S.H. Pada saat yang bersamaan ia ditangkap

oleh pihak yang berwajib. Yang selanjutnya ia disidik,

diperiksa, perkaranya diberkas, dan diajukan ke Pengadilan

untuk kedua kalinya dengan kasus yang berbeda dengan

kasusnya yang pertama

Latihan Kasus 6

Ds seorang pegawai negeri di Kabupaten HG, Propinsi Jp,

diberi kepercayaan oleh pimpinan SKPD nya untuk mengurusi

dan mengawasi proyek pembangunan gedung kantor SKPD,

dengan biaya sebesar Rp 3.67 M, dana proyek tersebut

diperoleh dari APBD 75% dan APBN 25% tahun 2007. Proyek

tersebut harus sudah selesai pada akhir tahun anggaran 2007.

Untuk melaksanakan proyek tersebut Ds dengan seksama

mempelajari ketentuan-ketentuan dari peraturan yang

berkaitan dengan tugasnya tersebut. Selain itu Ds juga

mendirikan perusahaan dalam bentuk PT yang diberi nama

“Bangun Perkasa”, dengan Istrinya sebagai Dirut, dan seorang

anaknya sebagai Direktur Operasional, dan menantunya

sebagai tenaga akuntansi, serta dibantu oleh 4 orang

karyawan. Selain mendirikan perusahaan ia juga menujuk 3

(tiga) perusahaan lainnya sebagai pendamping tender.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 95

PT “ Bangun Perkasa” menang tender pembangunan gedung

SKPD, dan melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu.

Pada saat diadakan pemeriksaan oleh instansi yang

berwenang mengadakan pemeriksaan proyek tersebut

diperoleh temuan-temuan, bahwa telah terjadi selisih harga,

jumlah, dan kualitas barang-barang bangunan ( antara lain

keramik lantai , bahan utk sanitary, atap baja ringan, cat

tembok) yang secara keseluruhan sebanyak Rp 1.58 M.

Selama dalam pemeriksaan Ds, selalu kooperatif, dan

menjelaskan selisih harga tersebut tidak dia nikmati sendiri akan

tetapi digunakan untuk biaya overhead antara lain , beaya

pengurusan jaminan bank, beaya pengukuran lokasi oleh BPN,

beaya pemeriksaan volume dan kualitas pekerjaan, beaya

pengurusan termijn pembayaran di kas negara, sumbangan sosial,

lingkungan dan organisasi politik, kemasyarakatan, asosiasi badan

usaha dan profesi, beaya kunjungan dan intertainment pejabat,

yang semuanya tercatat dengan rapi.

Latihan Kasus 7

Tiba-tiba saja tanpa suatu sebab, atap gedung SD “ Anak

Ceria “ di Kabupaten HL, Propinsi Nn, roboh pada sore hari,

dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Gedung SD

tersebut baru 6 (enam) bulan direnovasi (sebanyak 10 unit

kelas, satu ruang guru, dan satu rumah jaga, ruang olah

raga), proyek ini senilai Rp 895 jt yang bersumber dari dana

APBD tahun anggaran 2007, dan LSM “Peduli Anak Sekolah”

sebesar 1% dari nilai proyek. Proyek dikerjakan oleh PT “

Page 51: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

96 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Anak Negeri” sebuah BUMD. Sebagai pengawas proyek Dd,

diperiksa oleh Polisi, dan dari hasil pemeriksaan tersebut,

diperoleh pengakuan bahwa Dd, pada dasarnya mengetahui

kalau material yang digunakan untuk merenovasi gedung SD

tersebut banyak yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang ,

antara lain, kualitas dan jenis kayu untuk kuda-kuda, usuk

dan reng, genting, campuran semen dengan pasir. Dari hasil

pemeriksaan, negara ditaksir menderita kerugian sebesar Rp

150 jt. Ketika Dd ditanya pada saat pemeriksaan “mengapa ia

membiarkan saja hal tersebut” Menurut pengakuannya setiap

ia selesai mengadakan pemeriksaan penerimaan barang-

barang di lokasi proyek ia menerima uang rata-rata sebanyak

Rp 300 ribu (sebanyak 10 kali), dan diajak makan di Warteg

“mbak Sumi” dekat lokasi proyek. Uang selama ini ia terima

dari Bn, orangnya toko bahan bangunan UD “ Kajengan”.

Latihan Kasus 8

Pesta pernikahan Nn Cv dengan Perjaka Mx, usai sudah, bulan

madu ke 5 negara Eropa (Italy, Swedia, Jerman, Perancis,

dan Spanyol) segera dijalankan, beaya perjalanan bulan madu

diterima dari relasi orang tua Nn Cv, Bapak Ir. Hr H yang

menjabat Eselon II di suatu Departemen.

Selama ini unit kerja Ir. Hr H selalu melaksanakan proyek-

proyek dengan nilai yang besar, untuk tahun anggaran 2006,

antara lain proyek pembangunan jalan tol sepanjang 1100 km

yang tersebar di 5 propinsi, pembangunan jalan provinsi

sepanjang 800 km di 6 propinsi, dan peningkatan mutu jalan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 97

raya sepanjang 600 km di 3 propinsi. Dana untuk

pembangunan jalan tersebut bersumber dari anggaran APBN

tahun 2006. Kepada 10 rekanan, yang melaksanakan

pekerjaan tersebut Ir Hr H selalu membantu memberikan

informasi mengenai harga satuan yang ada pada DIP, sehingga

ke 10 rekanan itu mendapat pekerjaan proyek di unit

kerjanya.

Pada saat menikahkan putrinya, ia memperoleh angpao

berupa cek perjalanan (travellers check), serta Voucher dari

beberapa hotel di Jerman dan Perancis dari rekanan-

rekanannya sehingga secara keseluruhan mencapai Rp 950 jt,

selain dari sanak saudara dan undangan lainnya. Semua

amplop dari rekan, sanak saudara dan rekanan-rekanan

dibuka bersama/dihadapan petugas KPK.

Pada saat diadakan pemeriksaan dari instansi yang berwenang

mengadakan pemeriksaan atas proyeknya, diperoleh adanya

temuan-temuan yang mengindikasikan adanya kerugian

negara sejumlah Rp 2 M.

Latihan 9.

Perjalanan ibadah agama telah dilaksanakan oleh Ny. CZ, dan

kembali ke tanah air dengan selamat. Ny CZ adalah seorang

Pejabat II di salah satu instansi pemerintah daerah

Kabupaten BR, di Provinsi Km. Sepulang dari perjalanan

ibadah, ia diperiksa oleh Jaksa dari Kejari setempat, karena

adanya laporan dan indikasi kerugian negara dari pelaksanaan

proyek tersebut senilai Rp 350 jt.

Page 52: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

98 Percepatan Pemberantasan Korupsi

Berdasarkan SK Bupati Kab BR, Ny CZ pada tahun 2006 telah

ditunjuk sebagai pelaksana proyek pengadaan barang di unit

kerjanya senilai Rp 995 jt, dana untuk itu bersumber dari

APBD Kabupaten BR.

Selama dalam penyidikan, sampai dengan dihadapan sidang,

Ny CZ selalu didampingi pengacaranya, MG, S.H. dari kantor

pengacara MG, FV dan rekan.

Selama itu pula Ny CZ, selalu kooperatif, disamping itu dia

meminta kepada advokat /pengacaranya agar mengajukan

argumentasi yang dapat meringankan dirinya dan

memberikan uang sebanyak Rp 50 jt sebagai biaya-biaya yang

diperlukan untuk menangani perkaranya, antara lain untuk

panitera pengadilan, majelis hakim, serta janji akan

memberikan tambahan Rp 150 jt lagi kalau ia dinyatakan

bebas murni.

Vonis Hakim dijatuhkan kepada Ny CZ, adalah pidana penjara

1 (satu) tahun dan denda Rp 50 jt.

Jaksa naik banding karena vonis tersebut lebih ringan dari

tuntutan Jaksa, yang menuntut 4 (empat ) tahun penjara dan

denda Rp 150 juta.

Ny CZ kecewa dengan vonis Hakim, dan menyatakan bahwa ia

telah memberikan sejumlah uang kepada advokatnya agar ia

dapat dibebaskan dari ancaman hukuman yang menjeratnya.

Latihan Kasus 10

Akhir-akhir ini Ny Atjih VX kelihatan “mengkilat” secara fisik,

baik cara berpakaian maupun make upnya, yang berpengaruh

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 99

pula pada sikap dan perilakunya yang makin anggun. VX

adalah seorang free lance yang mempunyai kepiawaian

antara lain dalam hal penyetoran pajak ke petugas pajak.

Pj adalah PNS, pejabat SKPD Dsr, di Kota JS, ia seorang

bendaharawan proyek tahun anggaran 2008 yang mempunyai

kewenangan sebagai WAPU (wajib pungut pajak). Adapun

pajak yang biasa ia pungut antara lain PPH 21. Pada

pertengahan bulan juni 2008, SKPD Dsr ybs didatangi petugas

pajak yang menagih setoran pajak terutang, oleh petugas

SKPD MT, ditunjukkan bukti penyetoran pajak, yang setelah

diteliti ternyata bukti itu palsu. Adapun pajak yang harus

disetor sebanyak Rp 23 M (sampai pertengahan tahun 2008).

Pada awalnya Pj menceritakan kepada BM rekannya dari

SKPD OR Kota JS, bahwa memegang uang dalam bentuk tunai

yang akan disetor ke petugas pajak. BM menceritakan kepada

rekan lainnya yang bernama VX bahwa BM akan menyetor

pajak ke petugas pajak. VX menawarkan diri membantu

mengurus penyetoran pajak, dan karena BM di “iming-iming”

komisi , uang diserahkan kepada VX, dan BM menerima Rp 2

M. Selanjutnya VX menghubungi rekannya yang bernama AQ

untuk membikin SPP (Surat Setoran Pajak) dan memberikan

imbalan Rp 2 M kepadanya (AQ). Dengan sisa uang itu VX

membuat Show room mobil, membeli tanah di daerah JT,

dan 2 unit mobil mewah al Toyota Harier, serta beberapa

perhiasan. Sementara itu polisi telah menetapkan Pj, Hre,

bendahara SKPD Mti kota JS, dan Bb staf Bendahara Hre, yang

diduga menerima Rp 700 jt

Page 53: PERCEPATANPEMBERANTASANKORUPSIprajab3ex

100 Percepatan Pemberantasan Korupsi