Kesan peta animasi_interaktif_dalam_pengajaran_dan_pembelajaran_geografi
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA …eprints.ums.ac.id/22653/12/Naskah_Publikasi.pdf ·...
Transcript of PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA …eprints.ums.ac.id/22653/12/Naskah_Publikasi.pdf ·...
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA REMAJA
DENGAN CIRI KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT
DI KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan oleh :
Ana Kurniawati
J500090008
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA REMAJA
DENGAN CIRI KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT
DI KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA
Ana Kurniawati1, Moh Fanani
2, Erna Herawati
2
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk untuk mengetahui
adanya perbedaan tingkat kecemasan antara remaja dengan ciri kepribadian
introvert dan ekstrovert di kelas X SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini
menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Sampel yang digunakan ada 352 sampel yang diperoleh dari total siswa kelas X di
SMA Negeri 4 Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian
kuesioner oleh responden yang terdiri dari formulir biodata, kuesioner L-MMPI,
kuesioner EPI dan kuesioner TMAS. Teknik analisa data yang digunakan adalah
uji Mann-Whitney untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian ini adalah dari 270
responden 40,7% bertipe kepribadian ambivert, 60% mengalami kecemasan,
63,7% berjenis kelamin perempuan. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney
didapatkan nilai p adalah 0,001 sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Dari hasil
tersebut diperoleh kesimpulan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat
kecemasan pada remaja dengan ciri kepribadian introvert dan ekstrovert di SMA
Negeri 4 Surakarta.
Kata kunci : Kecemasan, Kepribadian, Introvert, Ekstrovert
Abstract
This study aimed to investigate the differences in the level of anxiety among
adolescents with introvert and extrovert personality traits at the X grade students
of SMAN 4 Surakarta. This study uses observational analytic cross-sectional
approach. Data was collected through questionnaires by respondents comprising
biographical data forms, L-MMPI questionnaires, EPI questionnaires and TMAS
questionnaires. Then data was analyzed using the Mann-Whitney test to examine
the hypothesis. The results of this study showed from 270 respondents, 40,7% had
ambivert personality type, 60% had anxiety, and 63.7% are female. After examine
with Mann-Whitney test, p value obtained was 0.001 so that H1 is accepted and H0
is rejected. So the conclusions is there are significant differences in the level of
anxiety among adolescents with introvert and extrovert personality traits at the X
grade students of SMAN 4 Surakarta.
Keywords: Anxiety, Personality, Introvert, Extrovert
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammad Surakarta
2Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammad Surakarta
NASKAH PUBLIKASI
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan suatu tahapan peralihan dalam kehidupan
seseorang antara tahapan kanak-kanak dan tahapan dewasa. Peralihan ini bersifat
multi-dimensi, yang melibatkan transformasi bertahap atau metamorfosis
seseorang dari anak-anak menjadi manusia dewasa (Geldard, K. & Geldard, D.,
2011).
Kecemasan adalah rasa kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahui (Maramis, 2005). Gangguan kecemasan normal dialami oleh setiap
orang. Menurut Degnan, Alamas, dan Fox (2010), gangguan kecemasan
merupakan gangguan diagnosis klinis yang paling umum dialami oleh remaja.
Dabkowska, M., Araszkiewicz, Dabkowska, A., dan Wilkosc (2011), gangguan
kecemasan mempengaruhi 6% sampai 20% anak-anak dan remaja di negara maju.
Jenis kecemasan pada remaja dan anak sekolah secara signifikan dapat
mengganggu kegiatan harian dan tugas-tugas perkembangan dapat berpengaruh
pada nilai akademik, sampai fungsi sosial yang dapat berlanjut hingga dia dewasa.
Erikson dalam Wilson (2009), kecemasan merupakan masalah kesehatan
yang biasanya dikaitkan dengan karakteristik tertentu dari dalam diri seseorang,
yaitu sifat kepribadian. Sifat kepribadian digunakan untuk menggambarkan
identitas diri, atau kesan umum tentang dia sendiri maupun orang lain (Yusuf &
Nurihsan, 2007). Berdasarkan bagaimana cara individu tersebut mengadakan
orientasi terhadap dunia sekitarnya, manusia dibedakan menjadi dua yaitu
introvert dan ekstrovert (Suryabrata, 2005).
Orang yang dengan ciri kepribadian ekstrovert dipengaruhi oleh dunia
objektif, tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya. Apabila
keterikatan terhadap dunia luar terlampau kuat ia menjadi asing terhadap dunianya
sendiri. Sedangkan orang introvert dipengaruhi oleh dunia subjektif, orientasinya
tertuju ke dalam dirinya. Ia kurang bisa bergaul dengan lingkungannya, namun
penyesuaian terhadap dirinya sendiri baik (Yusuf & Nurihsan, 2007).
Sifat kepribadian dapat mempengaruhi tidak hanya sekedar kesuksesan di
sekolah, namun juga hasil-hasil jangka panjang. Kepribadian juga dapat
mempengaruhi mood yang dialami seseorang (Feist, J. & Feist, G.J., 2010).
Menurut Eysenck dalam Suryabrata (2005), bahwa orang introvert cenderung
lebih mudah mengalami gejala-gejala ketakutan dan depresi, yang ditandai oleh
sifat mudah tersinggung, apatis, saraf otonom yang labil, gampang terluka, mudah
gugup, rendah diri, mudah melamun dan sukar tidur.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut : Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan antara remaja dengan
ciri kepribadian introvert dan remaja dengan ciri kepribadian ekstrovert di kelas X
SMA Negeri 4 Surakarta?
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat kecemasan antara
remaja dengan ciri kepribadian introvert dan remaja dengan ciri kepribadian
ekstrovert di kelas X SMA Negeri 4 Surakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kecemasan
Kecemasan atau anxiety adalah status perasaan tidak menyenangkan
yang terdiri atas respon-respon psikofisiologi terhadap antisipasi bahaya
yang tidak nyata disebabkan oleh konfliks intrapsikis yang tidak diketahui
(Saunders, 2001).
Menurut Kaplan dan Sadock (2007); Szirmai (2011), ada beberapa
teori mengenai penyebab kecemasan patologis yaitu teori psikologis (teori
psikoanalitik, teori perilaku dan teori eksistensial) dan teori biologis ( sistem
saraf otonom dan neurotransmiter norepinefrin, serotonin dan GABA).
Tambs, Czajkowsky, Roysamb, Neale, Reichborn, dan Aggen (2009),
mengungkapkan bahawa faktor genetis kemungkinan dapat
mengembangkan gejala gangguan kecemasan, selain itu faktor lingkungan
juga berperan di dalamnya.
Mekanisme patofisiologi kecemasan yang pasti belum ditentukan,
tetapi kecemasan diyakini karena terganggu modulasi dalam sistem saraf
pusat. Beberapa sistem neurotransmitter yang paling sering terlibat adalah
serotoninergik dan noradrenergik (penurunan aktivasi dari sistem
serotoninergik dan over aktivasi dari sistem noradrenergik). Gangguan
sistem gamma-aminobutyric (GABA) asam juga terlibat karena respon dari
banyak gangguan kecemasan terhadap pengobatan dengan benzodiazepin.
Ada juga beberapa peran regulasi kortikosteroid dan hubungannya dengan
gejala ketakutan dan kecemasan. Kortikosteroid bisa meningkatkan atau
menurunkan aktivitas jalur saraf tertentu, mempengaruhi perilaku tidak
hanya di bawah stres, tetapi juga proses stimulasi otak terhadap rasa takut
(Rowney, Hermida, & Maloney, 2010).
Kecemasan biasanya ditandai dengan rasa ketakutan yang difus,
tidak menyenangkan, dan samar-samar, seringkali disertai gejala otonomik
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan
gangguan lambung ringan. Seseorang yang mengalami kecemasan mungkin
juga merasa gelisah (Kaplan & Sadock, 2007).
2. Remaja
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa
kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Pada
masa remaja banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun
social (Geldard, K., & Geldard, D., 2011). Masa remaja seringkali
dihubungkan penyimpangan gangguan emosi dan gangguan perilaku
sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-
perubahan yang terjadi pada dirinya (Soetjiningsih, 2007).
Sejalan dengan perubahan-perubahan tersebut, mereka juga
dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila
mereka mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, maka
akan tercapai kepuasan keberhasilan, namun apabila ia tidak mampu
melewatinya maka akan menimbulkan kecemasan dalam individu tersebut.
(Geldard, K., & Geldard, D., 2011).
3. Ciri Kepribadian
Kepribadian adalah pola dari persepsi, cara mengadakan hubungan
dan berfikir yang menetap tentang lingkungan dan diri sendiri dan
dinyatakan secara luas di dalam konteks kehidupan sosial dan hubungan
pribadi seseorang (Hawari, 2009). Menurut Jung dalam Suryabrata (2005),
arah aktivitas psikis dapat menyebabkan kecemasan luar atau kecemasan
dalam, dan demikian pula arah orientasi manusia dapat ke luar maupun
kecemasan dalam.
Jung dalam Zulkarnain dan Ginting (2003) mengatakan bahwa ciri
kepribadian introvert adalah suka melamun, menghindari kontak sosial,
tenang, tidak terlalu emosional, berfikir dahulu sebelum bertindak, suka
termenung, tidak menyukai perubahan, dan tidak dapat beradaptasi dengan
mudah. Suryabrata (2005), mengatakan bahwa orang introvert cenderung
lebih mudah mengalami gejala-gejala ketakutan dan depresi.
Ekstrovert adalah suatu keadaan dengan perhatian dan energi yang
ditujukan ke luar diri sendiri; gejala-gejala utamanya adalah emosi yang
spontan, lancar dalam pergaulan (Maramis, 2005). Selain itu, mereka senang
bergaul, memiliki banyak teman, suka perubahan, cenderung agresif dan
mudah kehilangan kesabaran (Zulkarnain & Ginting, 2003).
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas maka diajukan
hipotesis alternatif : tidak ada perbedaan tingkat kecemasan antara remaja dengan
tipe kepribadian introvert dan remaja dengan tipe kepribadian ekstrovert di SMA
Negeri 4 Surakarta.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang bersifat observasional analitik dengan
menggunakan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2010).
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 4 Surakarta bulan Oktober 2012.
Sampel dan Teknik Sampling Sampel penelitian adalah populasi siswa kelas X SMA Negeri 4 Surakarta. Teknik
sampling yang digunakan adalah total sampling dimana sampel yang dipakai
merupakan keseluruhan dari jumlah populasi yang ada (Sastroasmoro & Ismail,
2010).
Variabel Penelitian
Variabel bebas : ciri kepribadian (introvert dan ekstrovert)
variabel terikat : tingkat kecemasan
Kriteria Retriksi
Kriteria inklusi : usia 14 – 17 tahun dan bersedia untuk mengisi kuesioner.
Kriteria eksklusi : mempunyai masalah interpersonal, mengalami peristiwa
mendadak (kematian, kecelakaan) dalam 3 bulan
terakhir, sakit kronis.
Definisi Operasional
Kecemasan
Variabel penelitian : tingkat kecemasan (cemas dan tidak cemas)
Alat ukur : Kecemasan diukur dengan menggunakan skala
kecemasan TMAS. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek, menunjukkan semakin tinggi kecemasan.
Skala pengukuran : Ratio
Ciri Kepribadian
Variabel penelitian : ciri kepribadian (introvert dan ekstrovert)
Alat ukur : ciri kepribadian di ukur dengan menggunakan skala EPQ
(Eysenck Personality Quesionner); Introvert : skor < 20;
Ekstrovert : skor > 26; Ambivert : skor 21 – 25
Skala pengukuran : nominal
Instrumentasi
1. Data diri dan persetujuan responden sebagai sampel penelitian.
2. Instrumen L-MMPI (Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality
Inventory)
3. Instrumen T-MAS (Taylor Manifest Anxiety Scale)
4. Instrumen EPQ (Eysenck Personality Quesionner)
Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh diuji distribusi data dengan
menggunakan “uji normalitas Kolmogorov-Smirnov”. Apabila hasil distribusi
data normal, maka diuji dengan “uji T Tidak Berpasangan” sedangkan jika
distribusi datanya tidak normal maka dilakukan uji alternatif “uji Mann-Whitney”
dengan bantuan program komputer SPSS 16 for Windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan tipe kepribadian
Jumlah Persentase
Introvert 80 siswa 29,6%
Ekstrovert 80 siswa 29,6%
Ambivert 110 siswa 40,8%
Dari hasil tabel distribusi responden berdasarkan tipe kepribadian di atas,
diketahui bahwa ciri kepribadian responden paling banyak adalah ciri kepribadian
ambivert dengan jumlah 110 siswa (40,8%), sedangkan responden yang
mempunyai ciri kepribadian introvert berjumlah 80 siswa (29,6%), dan responden
dengan ciri kepribadian ekstrovert berjumlah 80 siswa (29,6%).
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Jumlah Persentase
Laki – Laki 55 siswa 34,4%
Perempuan 105 siswa 65,6%
Dari hasil tabel distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, diketahui
responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 55 responden (34,4%) dan
responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu berjumlah 105
responden (65,4%).
Tabel 3. Distribusi data berdasarkan jenis kelamin dibandingkan
dengan tingkat kecemasan
Cemas Tidak cemas Jumlah
Laki-laki 25 30 55
Perempuan 40 15 55
Jumlah 65 45 110
Dari data di atas diperoleh data bahwa remaja dengan jenis kelamin laki-laki
yang mengalami kecemasan sebanyak 25 responden (22,7%), dan yang tidak
mengalami kecemasan sebanyak 30 responden (27,3%). Sedangkan pada remaja
dengan jenis kelamin perempuan ada 40 responden (36,4%) yang mengalami
kecemasan dan 15 responden lainnya (13,6%) tidak mengalami kecemasan.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat kecemasan
Jumlah Persentase
Cemas 96 60%
Tidak cemas 64 40%
Dari tabel di atas, diketahui responden yang mengalami kecemasan
sebanyak 60% dan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 40%.
Tabel 6. Uji Normalitas data Tests of Normality
Ciri Kepribadian
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Score Ansietas Introvert .199 80 .000 .806 80 .000
Ekstrovert .199 80 .000 .880 80 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Hasil dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov di atas menghasilkan nilai
probabilitas (p) sebesar 0,000. Karena nilai p kurang dari 0,05 maka diambil
kesimpulan bahwa distribusi data tidak normal. Karena distribusi data tidak
normal maka data yang sudah diperoleh dari penelitian kemudian diolah dengan
uji Mann-Whitney.
Hasil uji Mann-Whitney perbedaan tingkat kecemasan antara remaja
dengan ciri kepribadian introvert dan ekstrovert di kelas X SMA Negeri 4
Surakarta Test Statistics
a
Score Ansietas
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 3240.000
Z -10.983
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Ciri Kepribadian
Berdasarkan analisis data menggunakan uji Mann-Whitney di atas diperoleh
nilai signifikansi 0,001. Karena nilai p < 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa H0
ditolak. Jadi dari hasil uji statistik di atas dapat disimpulkan bahwa “ada
perbedaan bermakna antara tingkat kecemasan remaja dengan ciri kepribadian
introvert dan tingkat kecemasan remaja dengan ciri kepribadian ekstrovert di kelas
X SMA Negeri 4 Surakarta”.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
tingkat kecemasan antara remaja dengan ciri kepribadian introvert dan ekstrovert
di kelas X SMA Negeri 4 Surakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, di
sini penelitian menggunakan total sampling yakni seluruh siswa kelas X SMA
Negeri 4 Surakarta dengan pembagian kuesioner yang diisi oleh masing-masing
responden. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Oktober
2012 di SMA Negeri 4 Surakarta diperoleh data yang telah tercantum dan sudah
dianalisis di atas.
Dalam penelitian ini distribusi data menurut tipe kepribadian menunjukkan
bahwa ciri kepribadian ambivert paling banyak, sedangkan ciri kepribadian
introvert dan ekstrovert jumlahnya sama. Pembagian ciri kepribadian introvert,
ekstrovert dan ambivert didasarkan atas bagaimana cara individu tersebut
mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya, dimana satu orang dengan orang
lainnya berbeda (Suryabrata, 2005). Eysenck dalam Feist, J. & Feist, G.J. (2010),
berpendapat bahwa ekstroversi dan introversi merupakan dua kutub dalam satu
skala. Kebanyakan orang akan berada di tengah-tengah skala itu atau ambivert,
dan hanya sedikit orang yang benar-benar ekstrovert atau introvert.
Distribusi berdasarkan jenis kelamin di mana responden dengan jenis
kelamin perempuan paling banyak yakni 105 responden (65,4%), sedangkan
responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 55 responden (34,4%).
Karena jumlahnya yang berbeda maka untuk mengetahui distribusi tingkat
kecemasan berdasarkan jenis kelamin jumlah data masing-masing responden
kemudian disamakan. Dari 105 responden perempuan hanya diambil 55
responden saja dengan teknik sampling untuk menyamakan jumlah. Setelah
jumlah keduanya sama, kemudian dibandingkan dan hasilnya adalah remaja
dengan jenis kelamin laki-laki yang mengalami kecemasan sebanyak 25
responden (22,7%), dan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 30 responden
(27,3%). Sedangkan pada remaja dengan jenis kelamin perempuan ada 40
responden (36,4%) yang mengalami kecemasan dan 15 responden lainnya
(13,6%) tidak mengalami kecemasan.
Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan yang dilakukan oleh
Baldwin pada tahun 2002. Menurut Baldwin (2002), sumber stress pada laki-laki
dan perempuan pada umumnya sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa
cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki-laki ketika
menghadapi masalah cenderung lebih berperilaku agresif. Jenis kelamin kadang
berpengaruh dalam menentukan pertahanan diri seseorang terhadap kecemasan.
Fobia sosial ditemukan lebih banyak pada laki-laki, sedangkan pada fobia yang
sederhana, gangguan menghindar dan agorafobia lebih banyak didapat pada anak
perempuan. Sedangkan cemas perpisahan, gangguan cemas menyeluruh,
gangguan panik (tanpa agorafobia) didapatkan pada kedua jenis kelamin (Degnan,
et al., 2010).
Masa remaja adalah masa yang sulit selama fase perkembangan kehidupan
seseorang, karena pada masa ini individu mulai mengalami banyak perubahan.
Baik perubahan fisik, yaitu perkembangan anggota tubuh, sampai pada
perkembangan sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi ini dapat mempengaruhi
kepribadian, tingkah laku dan emosional mereka. Perkembangan yang cepat inilah
menuntut mereka untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan
penyesuaian diri terhadap mental dalam diri mereka, sehingga apabila ia tidak
mampu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dapat menimbulkan kecemasan
dalam dirinya.
Dalam penelitian ini, distribusi berdasarkan tingkat kecemasannya, ada
sebanyak 96 siswa (60% responden) yang mengalami gangguan kecemasan.
Gangguan cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan remaja.
Prevalensi yang diperoleh dari berbagai penelitian didapatkan angka 2% sampai
17% (Degnan, et al., 2010). Gangguan kecemasan ini biasanya karena
perkembangan tidak tepat, serta kekhawatiran yang berlebihan. Mereka sering
mengalami kesulitan memulai tidur, pengalaman mimpi buruk dengan tema
perpisahan, sering memiliki keluhan somatik, dan mungkin menunjukkan
penolakan sekolah. Jenis kecemasan pada remaja dan anak sekolah secara
signifikan dapat mengganggu harian kegiatan dan tugas-tugas perkembangan
(Dabkowska, et al., 2011).
Cara seseorang menyelesaikan konflik dan menyesuaikan dirinya
tergantung pada emosi, intelegensi, dan kepribadiannya. Jika seseorang tersebut
tidak mampu untuk menyelesaikan konflik dan menyesuaikan diri akan
menyebabkan masalah emosional dan gangguan psikososial yang merupakan
wujud dari ketidakmampuan mengatasi stress (Maramis, 2005).
Setiap kepribadian akan menunjukkan bagaimana seseorang itu akan
bersikap terhadap semua stimulus yang diterimanya. Karena kepribadian adalah
salah satu sistem terorganisasi yang terdiri dari sikap, motif, nilai emosi, serta
respon-respon lain yang saling tergantung satu sama lain. Hal ini yang akan
memberikan kekhasan pada masing-masing individu dalam berperilaku, berfikir,
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kepribadian yang akan terbentuk
tergantung dari bagaimana pengamatan dan pengalaman yang dilakukan oleh
masing-masing (Alwisol, 2009). Pendapat ini didukung oleh Atkinson (2010)
yang menjelaskan bahwa kepribadian merupakan suatu yang membentuk tingkah
laku seseorang yang cenderung menetap dan berulang. Tingkah laku terbentuk
dari unsur-unsur yang ada pada diri seseorang dan lingkungannya atau dengan
kata lain, perilaku itu merupakan hasil interaksi antara karakteristik kepribadian,
keadaan sosial, dan kondisi fisik lingkungan di sekitarnya.
Data yang diperoleh kemudian diuji distribusi dengan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai probabilitas (p) sebesar 0,001. Karena
nilai p < 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa distribusi data tidak normal.
Karena distribusi data tidak normal maka data yang sudah diperoleh dari
penelitian kemudian diolah dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney
diperoleh nilai signifikansi 0,001. Karena nilai p < 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa “ada perbedaan bermakna antara tingkat kecemasan remaja
dengan ciri kepribadian introvert dan tingkat kecemasan remaja dengan ciri
kepribadian ekstrovert di kelas X SMA Negeri 4 Surakarta”.
Nilai rata-rata kecemasan pada remaja dengan ciri kepribadian introvert
adalah 23,675, sedangkan nilai rata-rata kecemasan pada remaja dengan ciri
kepribadian ekstrovert adalah 24,475. Meskipun perbedaan rata-rata nilai
kecemasan pada kedua tipe kepribadian tersebut tidak terlalu jauh namun secara
statistik didapatkan hasil uji signifikansi bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna pada tingkat kecemasan remaja dengan ciri kepribadian introvert dan
remaja dengan ciri kepribadian ekstrovert.
Perbedaan tingkat kecemasan pada kedua tipe kepribadian tersebut
dikarenakan oleh beberapa faktor. Orang dengan tipe kepribadian ekstrovert
memiliki karateristik yang ramah, suka bergaul, menyukai pesta, memiliki banyak
teman, dan selalu membutuhkan orang lain untuk diajak berbicara. Mereka juga
tidak menyukai hal atau pekerjaan yang dilakukan sendiri-sendiri, karena mereka
menyukai bentuk kerja sama. Selain itu mereka juga menyukai keramaian dan
secara umum mereka adalah individu yang meledak-ledak, suka mengambil
kesempatan yang datang padanya, dan suka menonjolkan diri dan terkadang tidak
dapat dipercaya.
Sebaliknya, individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki
karakteristik tidak banyak bicara, malu-malu, mawas diri, suka membaca
dibanding bergaul dengan orang lain. Mereka juga selalu memiliki rencana
sebelum melakukan sesuatu dan tidak percaya faktor kebetulan, mereka juga tidak
menyukai suasana yang ramai, selalu memikirkan masalah dengan serius dan
merupakan individu yang pesimis sehingga dapat menimbulkan kecemasan dalam
dirinya.
Berbeda memang, karena pada dasarnya semua individu memiliki cara
sendiri-sendiri dalam berpandangan. Islam menjelaskan bahwa manusia
diciptakan berbeda-beda namun di hadapan Allah semua manusia dianggap sama,
yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya. Islam menganjurkan setiap
manusia untuk bisa bekerja sama dengan baik satu sama lain, menjauhkan diri dari
permusuhan dan Islam juga menganjurkan pada manusia untuk selalu bersabar
terhadap ujian hidupnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
kecemasan antara remaja dengan ciri kepribadian introvert dan ekstrovert. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Feist, J. dan Feist, G.J. (2010), bahwa
sifat-sifat kepribadian mempengaruhi tidak hanya sekedar kesuksesan di sekolah
dan hasil jangka panjang lainnya tapi juga mood yang dialami seseorang. Orang
dengan ekstraversi tinggi akan menjadi pribadi yang menyenangkan dan bergairah
(perasaan positif), sebaliknya orang dengan ekstraversi rendah atau introvert akan
menjadi pribadi pencemas dan kaku (perasaan negatif).
Hasil dari penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Manovia (2011), tentang perbedaan tingkat depresi
berdasarkan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pada mahasiswa tingkat I
Fakultas Kedokteran UNS, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan tingkat
depresi yang signifikan antara mahasiswa dengan ciri kepribadian introvert dan
ekstrovert. Meskipun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan
penelitian terdahulu, namun masih terdapat kelemahan dalam penelitian ini antara
lain peneliti tidak mengetahui lebih banyak bagaimana keseharian responden,
peneliti tidak mengetahui apakah ada faktor lain yang mempengaruhi kecemasan
yang dialami oleh remaja tersebut. Penelitian juga hanya dilakukan dalam satu
waktu, selain itu waktu penelitian ini juga dilaksanakan menjelang ujian tengah
semester, ujian dalam hal ini dapat menjadi stresor yang dapat menimbulkan
terjadinya kecemasan dalam remaja. Semua hal yang telah diuraikan di atas dapat
menjadi bias yang bisa mempengaruhi hasil penelitian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara tingkat kecemasan pada remaja yang mempunyai ciri
kepribadian introvert dan tingkat kecemasan pada remaja dengan ciri kepribadian
ekstrovert di kelas X SMA Negeri 4 Surakarta. Di mana remaja dengan ciri
kepribadian introvert mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada
remaja dengan ciri kepribadian ekstrovert.
Saran
1. Bagi remaja :
a. Remaja mengetahui ciri kepribadiannya, mengerti kekurangan dan
kelebihan masing-masing ciri kepribadian tersebut, sehingga menjadi
remaja yang lebih baik. Untuk remaja dengan ciri kepribadian
introvert untuk lebih terbuka dengan lingkungan sosial karena telah
terbukti bahwa remaja dengan ciri kepribadian introvert angka
kecemasannya lebih tinggi.
b. Remaja dapat memahami perubahan-perubahan fisik, dan fungsi sosial
yang terjadi pada dirinya sebagai suatu proses perkembangan yang
alami sehingga tidak menjadikan perubahan-perubahan tersebut
sebagai suatu beban yang dapat menimbulkan kecemasan.
c. Remaja lebih mendekatkan diri kepada Allah ketika menghadapi suatu
masalah, karena setiap manusia selalu mengalami ujian dalam
hidupnya.
2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan optimal, diharapkan pada
penelitian berikutnya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama dan
dengan sampel yang lebih besar, kuesioner yang diberikan juga lebih
mendetail sehingga dapat menghilangkan bias dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Alquranul Karim
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Atkinson, R.L., 2010. Pengantar Psikologi. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Azwar, S., 2007. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Baldwin, R., 2002. Stress and Ilness in Adolescene : Issue of Race and Gender.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9426807
Crosta, P. 2012. What is anxiety.http://www.medicalnewstoday.com/info/anxiety/
what-causes-anxiety.php (23 Mei 2012)
Dabkowska, M., Araszkiewicz, A., Dabkowska A., and Wilkosc, M., 2011.
Separation Anxiety in Children and Adolescent. http://cdn.intechopen.
com/pdfs/19373/InTech_Separation_anxiety_in_children_and_adolescents.p
df (10 April 2012)
Degnan, K.A., Alamas, A.N., Fox, N.A., 2010. Temperament and The
Environment in the Etiology of Childhood Anxiety. J Child Psychol
Psychiatry. 2010 April ; 51(4): 497–517. Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/
Pmc/Articles/PMC2884043/Pdf/Nihms204267.Pdf (10 April 2012)
Drevets, W.C., Price J.L., and Furey, M.L., 2008. Brain structural and functional
abnormalities in mood disorders: implications for neurocircuitry models of
depression. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2522333/ (12
Mei 2012)
Feist, J., Feist, G.J., 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Penerbit Salemba
Humanica.
Freitas-Ferrari, M.C., Hallak, J.E, Trzesniak, C., Filho, A.S., Machado-de-Sousa,
J.P., Chagas, M.H., 2010. Neuroimaging in social anxiety disorder: a
systematic review of the literature. Prog Neuropsychopharmacol Biol
Psychiatry. May 30 2010;34(4):565-80. (23 Mei 2012)
Geldard, K., dan Geldard, D., 2011. Konseling Remaja (Pendekatan Proaktif
untuk Anak Muda). Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Gerics, J., 2007. Extrovert V. Introvert Personalities Hardwired by
Neurotransmitters in the Brain. http://jennifergerics.suite101.com/
extroversion_v_introversion-a24464 (23 Mei 2012)
Hawari, D., 2009. Psikometri Alat Ukur (Skala) Kesehatan Jiwa. Jakarta: Balai
Penerbit Fk UI.
_________., 2008. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
Fk UI.
Ikhriani, E.W., 2004. Hubungan antara tipe kepribadian dengan harga diri pada
remaja penyalahgunaan NAPZA di lembaga permasyarakatan Wirogunan
Yogyakarta. UGM. Skripsi tidak dipublikasikan.
Kaplan, H.I., and Sadock, B.J., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Pertama . Ed. 10. Jakarta : EGC.
Kodish, I., Rockhill, C., and Varley, C., 2011 . Pharmacotherapy for Anxiety
Disorders In Children and Adolescents. Dialogues in Clinical Neuroscience
- Vol 13 . No. 4 . 2011 Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pmc/Articles/
PMC3263391/Pdf/Dialoguesclinneurosci-13-439.Pdf (17 April 2012)
Narendra, M.B., 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung
Seto.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Manovia, W., 2011. Perbedaan Tingkat Depresi Berdasarkan Tipe Kepribadian
Ekstrovert dan Iintrovert pada Mahasiswa Tingkat I Fakultas Kedokteran
UNS. UNS. Skripsi tidak dipublikasikan.
Maramis, F., 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University press.
Murti, B., 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Papalia, D S., 2009. Human Development Perkembangan Manusia. Jakarta :
Salemba Humanica.
Rowney, J., Hermida, T., and Maloney, D., 2010. Anxiety Disorders. http://
www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/psychiatr
y-psychology/anxiety-disorder/#s0015 (11 Mei 2012)
Sarason., 2010. The Test Anxiety Scale: Concept and Research. http://web.psych.
washington.edu/research/sarason/files/testanxietyscale.pdf./ (17 April 2012)
Sastroasmoro, S., dan Ismail, S., 2010. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian
Klinis, Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto.
Saunders, W.B., 2001. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Semiun, Y., 2010. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Selek, S. 2011. Different Views of Anxiety Disorder. Croatia : Intech. http://
www.intechopen.com/books/different-views-of-anxiety-disorders (3 Mei
2012)
Soetjiningsih., 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Suryabrata, S., 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada.
Szirmai, A. 2011. Anxiety and Related Disorder. Croatia: Intech. http://
www.intechopen.com/books/anxiety-and-related-disorders (3 Mei 2012)
Tambs, K., Czajkowsky, N., Røysamb, E., Neale, M.C., Reichborn-Kjennerud, T.,
Aggen, S.H., 2009. Structure of genetic and environmental risk factors for
dimensional representations of DSM-IV anxiety disorders. Br J Psychiatry.
Oct 2009;195(4):301-7. (23 Mei 2012)
Yates, W.R., 2012. Anxiety Disorder. Http://Emedicine.Medscape.Com/Article/
286227-Workup#Showall. (17 April 2012)
Yusuf, S dan Nurihsan, J., 2007. Teori Kepribadian. Bandung : Pt Remaja
Rosdakarya.
Wicaksana, I., 1993. Ansietas Pada Wartawan Anggota PWI Cabang Yogyakarta.
Jurnal Jiwa.4:20
Wilson, S J., 2009. Personality Development in the Context of Intractable
Epilepsy. Arch Neurol. 2009;66(1):68-72. http://archneur.amaassn.org/cgi/
content/full/66/1/68 (10 Mei 2012)
Zulkarnain dan Ginting EDJ., 2003. Kreativitas Ditinjau dari Tipe Kepribadian
Ekstrovert dan Introvert pada Mahasiswa. Medan : Jurnal Kedokteran
Nusantara Universitas Sumatra Utara Vol. 36 No 4, 178-80