PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MEDECINE …/Perbedaan... · Atletik merupakan cabang...
Transcript of PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MEDECINE …/Perbedaan... · Atletik merupakan cabang...
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MEDECINE BALL
THROW DAN HEAVY BAG THRUST TERHADAP KEMAMPUAN
LEMPAR LEMBING GAYA HOP STEP PADA SISWA PUTRA
KELAS VIII SMP NEGERI 1 TULUNG
KABUPATEN KLATEN TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
Skripsi
Ole h:
JOKO APRIYANTO
NIM. K.460 5029
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
201 0
ii
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MEDECINE BALL
THROW DAN HEAVY BAG THRUST TERHADAP KEMAMPUAN
LEMPAR LEMBING GAYA HOP STEP PADA SISWA PUTRA
KELAS VIII SMP NEGERI 1 TULUNG
KABUPATEN KLATEN TAHUN
PELAJARAN 2009/2010
Ole h:
JOKO APRIYANTO
NIM. K.46 05029
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat me ndapatkan ge lar Sarjana Pe ndidikan Program Studi Pe ndidikan Jasmani Ke se hatan dan Rekreasi
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Ke se hatan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
S U R A K A R T A 201 0
iii
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Wahyu Sulistyo, M.Kes Tri Winarti Rahayu, S.Pd., M.Or. NIP. 19490505 198503 1 001 NIP . 19760129 200312 2 001
iv
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Pada hari : Jum’at
Tanggal : 7 Mei 2010
Tim Penguji Skripsi :
(Nama Terang) (Tanda Tangan)
Ketua : Drs. H. Sunardi, M.Kes
Sekretaris : Djoko Nugroho, SPd. M.Or
Anggota I : Drs. H. Wahyu Sulistyo, M.Kes
Anggota II : Tri Winarti Rahayu S.Pd. M.Or
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727198702 1 001
v
ABSTRAK
Joko Apriyanto. PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MEDECINE BALL THROW DAN HEAVY BAG THRUST TERHADAP KEMAMPUAN LEMPAR LEMBING GAYA HOP STEP PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TULUNG KAB UPATEN KLATEN. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh
latihan pliometrik medecine ba ll throw dan heavy bag thru st terhadap kemampuan
lempar lembing gaya hop step pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung
Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010. (2) Latihan yang lebih baik
pengaruhnya antara latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy ba g thrust
terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa putra kelas VIII
SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian
ini siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun
pelajaran 2009/2010 berjumlah 130 siswa yang terbagi dalam enam kelas. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah proporsional random sampling .
Sampel diambil 30% dari populasi tiap kelasnya, sehingga besarnya sampel yang
digunakan sebanyak 40 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan tes dan
pengukuran kemampuan lempar lembing gaya hop step dari Tamsir Riyadi (1985:
170). Teknik analisis data yang digunakan dengan uji t pada taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) Ada
perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag
thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa putra kelas
VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010, dengan
nilai perhitungan thit sebesar 1.777 dan ttabel sebesar 1,72 pada taraf signifikasi
5%. (2) Latihan pliometrik medecine ball throw lebih baik pengaruhnya terhadap
peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa putra kelas
VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
Kelompok 1 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometrik medicine
ball throw) memiliki peningkatan sebesar 27.25643%. Sedangkan kelompok 2
vi
(kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometri heavy ba g thrust) memiliki
peningkatan sebesar 8.25929%.
vii
MOTTO
• Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Terjemahan Q.S. Al Mujadalah:11)
• Tidak ada simpanan yang lebih berguna daripada ilmu, tidak ada sesuatu yang
lebih terhormat daripada adab dan tidak akan kawan yang lebih bagus
daripada akal.
(Al Imam Al Mawardi)
• Hadapi semua ini dengan tenang, sabar, semngat, iklas, serta selalu tawakal
lepada ALLAH SWT.
( Penulis )
• Jangan jadikan mimpi sebagai harapan tapi jadikanlah mimpi sebagai masa
depan.
( Penulis )
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipe rsembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta
Kakak dan Adik tersayang
Teman-teman Angkatan 2005
Sahabat – Sahabatku
Almamater
ix
x
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan
penulisan skripsi ini.
Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi
berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Sebelas Maret.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan
Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Sebelas Maret.
4. Drs. H. Wahyu sulistyo, M.Kes. dan Ibu Tri Winarti Rahayu, S.Pd. M.Or.
sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini
5. Ayah, Ibu dan adik,kakakku tercinta atas dukungan material dan spiritual.
6. Kepala SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten yang telah memberikan ijin
untuk mengadakan penelitian.
7. Siswa putra kelas putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten
tahun pelajaran 2009/2010 yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.
8. Teman-teman satu angkatan Penjaskesrek JPOK UNS 2005
9. Sobat Iwan, Fajar, Agung, Rifai, Erwan, Mahar, Agil, Panji, Irbi, lilik,
mangun, bram, supri atas segala bantuan
10. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat
bermanfaat.
Surakarta, April 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ................................…………………………………………………
PENGAJUAN ...............................………………………………………….
PERSETUJUAN .........................…………………………………………..
PENGESAHAN ..............................…………………………………………
ABSTRAK .................……………………………………………………….
MOTTO .....................……………………………………………………….
PERSEMBAHAN .............................………………………………………..
KATA PENGANTAR ..................................………………………………..
DAFTAR ISI ......................................……………………………………….
DAFTAR GAMBAR ...................................………………………………..
DAFTAR TABEL ....................………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN ...............................…………………………………
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………
B. Identifikasi Masalah ..……………………………………………
C. Pembatasan Masalah ...................……………………………….
D. Perumusan Masalah ......………………………………………….
E. Tujuan Penelitian .....……………………………………………
F. Manfaat Penelitian .....…………………………………………..
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………….
A. Tinjauan Pustaka ...………………………………………………
1. Latihan………………………………………………………..
a. Hakikat Latihan………………………………………….
b. Prinsip-Prinsip Latihan…………………………………..
c. Komponen-Komponen Latihan………………………….
2. Latihan Pliometrik……………………………………………
a. Hakikat Latihan Pliometrik………………………………
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
x
xiii
xiv
xv
1
1
5
5
6
6
7
8
8
8
8
9
13
15
15
xii
b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik………………
c. Pengaruh Latihan Fisik (Pliometrik)…………………….
3. Lempar Lembing……………………………………………..
a. Biomekanika Gerakan Lempar Lembing…………………
b. Lempar Lembing Gaya Hop Step…………………………
c. Teknik Lempar Lembing Gaya Hop Step……………….
4. Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw…………………….
a. Pelaksanaan Latihan P liometrik Medecine Ball Throw….
b. Pengaruh Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw
terhadap Peningkatan Power Otot Lengan dan Gerakan
Lempar Lembing…………………………………………
c. Kelebihan dan Kelemahan Latihan P liometrik Medecine
Ball Throw terhadap Peningkatan Power Otot Lengan
dan Gerakan Lempar Lembing …………………………
5. Latihan Pliometrik Heavy Bag Thrust………………………..
a. Pelaksanaan Latihan P liometrik Heavy Bag Thrust………
b. Pengaruh Latihan Pliometrik Heavy Bag Thrust terhadap
Peningkatan Power Otot Lengan dan Gerakan Lempar
Lembing …………………………………………………
c. Kelebihan dan Kelemahan Latihan P liometrik Heavy
Bag Thrust terhadap Peningkatan Power Otot Lengan
dan Gerakan Lempar Lembing…………………………...
B. Kerangka Pemikiran .......…………………………………………
C. Perumusan Hipotesis……………………………………………..
BAB III METODE PENELITIAN .............…………………………………
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....………………………………..
B. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………
C. Variabel Penelitian………………………………………………
D. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………
F. Teknik Analisis Data ............……………………………………
17
19
22
23
25
26
32
32
33
33
34
34
35
35
36
38
39
39
39
40
40
41
41
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................……………………………….
A. Deskripsi Data ...............……………………………………….
B. Mencari Reliabilitas…………………………………………….
C. P engujian Persyaratan Analisis…………………………………
1. Uji Normalitas……………………………………………….
2. Uji Homogenitas……………………………………………
D. Hasil Analisis Data………………………………………………
1. Uji Perbedaan Sebelum Diberi Perlakuan………………….
2. Uji Perbedaan Sesudah Diberi Perlakuan……………………
E. Pengujian Hipotesis……………………………………………...
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .........………. …………
A. Simpulan..................……………………………………………
B. Implikasi ....................…………………………………………
C. Saran .........................…………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA .............................……………………………………
LAMPIRAN.........................…………………………………………………
44
44
44
45
45
46
47
47
47
50
52
52
52
53
54
57
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Posisi Lempar dengan Poros-Poros yang Penting dalam
Lempar Lembing…………………………………………….
Gambar 2. Cara Memegang Lembing……………………………………
Gambar 3. Cara Melakukan Awalan Lempar Lembing Gaya Hop S tep
Gambar 4. Sikap Badan akan Melemparkan Lembing………………….
Gambar 5. Cara Melemparkan Lembing……………………………….
Gambar 6. Latihan P liometrik Medecine Ball Throw…………………..
Gambar 7. Latihan P liometrik Heavy Bag Thrust………………………
Gambar 8. Tes Lempar Lembing Gaya Hop Step………………………
24
28
29
30
31
32
35
76
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Deskripsi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan
Lempar Lembing Gaya Hop Step pada Kelompok 1 dan
Kelompok 2…………………………………………………..
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes
Akhir…………………………………………………………
Tabel 3. Range Kategori Reliabilitas…………………………………..
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data……………………….
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji HomogenitasData…………………….
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok 1
dan Kelompok 2……………………………………………….
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Tes
Akhir pada Kelompok 1……………………………………….
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Tes
Akhir pada Kelompok 2……………………………………….
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Hasil Tes Akhir antara
Kelompok 1 dan Kelompok 2…………………………………
Tabel 10. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan
Peningkatan Kemampuan Lempar Lembing Gaya Hop Step
antara Kelompok 1 dan Kelompok 2………………………….
44
44
45
45
46
47
48
48
49
49
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Tes Awal Kemampuan Lempar Lembing Gaya Hop
Step………………………………………………………..
Lampiran 2. Uji Reliabilitas Data Tes Awal Kemampuan Lempar
Lembing Gaya Hop Step………………………………….
Lampiran 3. Kelompok Sampel Penelitian……………………………..
Lampiran 4. Uji Normalitas Data Tes Awal Kemampuan Lempar
Lembing Gaya Hop Step Kelompok 1…………………….
Lampiran 5. Uji Normalitas Data Tes Awal Kemampuan Lempar
Lembing Gaya Hop Step Kelompok 2…………………….
Lampiran 6. Uji Homogenitas Data Tes Awal Kemampuan Lempar
Lembing Gaya Hop Step…………………………………
Lampiran 7. Data Tes Akhir Kemampuan Lempar Lembing Gaya Hop
Step……………………………………………………….
Lampiran 8. Uji Reliabilitas Data Tes Akhir Kemampuan Lempar
Lembing Gaya Hop S tep…………………………………
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Tes Kemampuan Lempar Lembing
Gaya Hop Step Kelompok 1……………………………..
Lampiran 10. Rekapitulasi Data Tes Kemampuan Lempar Lembing
Gaya Hop Step Kelompok 2……………………………..
Lampiran 11. Uji Perbedaan Data Tes Awal antara Kelompok 1 dan 2…
Lampiran 12. Uji Perbedaan Data Tes Awal dan tes Akhir Kelompok 1
Lampiran 13. Uji Perbedaan Data Tes Awal dan tes Akhir Kelompok 2
Lampiran 14. Uji Perbedaan Data Tes Akhir pada Kelompok 1 dan 2…
Lampiran 15. Menghitung Peningkatan Kemampuan Lempar Lembing
Gaya Hop Step dalam Persen pada Kelompok 1 dan
Kelompok 2………………………………………………
Lampiran 16. Petunjuk Tes dan Pengukuran Lempar Lembing Gaya
Hop Step………………………………………………….
58
59
61
62
63
64
65
66
68
69
70
71
72
73
74
75
xvii
Lampiran 17. Program Latihan P liometrik medicine ball trot………….
Lampiran 18.Program latihan pliometril heavy bag thru st………………
Lampiran 19. Jadwal tretmen Pliometrik Medicine ball trow dan
heavy bag trusht ..............................................................
Lampiran 20. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian .............................
77
78
79
80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Be lakang Masalah
Atletik merupakan cabang olahraga tertua di dunia. Gerakan atletik telah
dilakukan oleh manusia sejak jaman purba. Dapat dikatakan bahwa, sejak adanya
manusia di muka bumi atletik sudah ada, karena gerakan-gerakan yang terdapat
dalam cabang olahraga atletik, seperti berjalan, berlari, melompat dan melempar
adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari.
Cabang olahraga atletik dikenal sejak jaman penjajahan Belanda, namun
kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Hal ini karena olahraga atletik hanya
dilakukan di lingkungan sekolah dan kemiliteran Belanda (Yudha M. Saputra,
2001: 4). Seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman, cabang olahraga
atletik mengalami perkembangan yang cukup pesat. Atletik dijadikan induk dari
semua cabang olahraga dan dijadikan salah satu mata pelajaran wajib dalam
pendidikan jasmani. Menurut Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan Adang Suherman
(1999/2000: 1) bahwa, “Atletik merupakan salah satu mata pelajaran wajib di
sekolah-sekolah, karena atletik merupakan mother atau ibu dari semua cabang
olahraga”.
Cabang olahraga atletik merupakan salah satu bagian pelajaran dari
pendidikan jasmani yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah termasuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Salah satu nomor cabang olahraga atletik yang
diajarkan siswa sekolah yaitu lempar lembing. Melempar atau lempar merupakan
salah satu aktivitas pengembangan kemampuan daya gerak siswa yaitu bertindak
melakukan suatu bentuk gerakan dengan anggota badannya secara lebih terampil.
Seperti dikemukakan Toho Cholik dan Rusli Lutan (2001: 99-100) bahwa,
“Melempar pada prinsipnya adalah kemampuan memindahkan suatu objek (peluru
dan atau sejenisnya) melalui udara dengan menggunakan tangan”. Nomor lempar
yang diajarkan pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) menurut
Kurikulum Penjas salah satu di antaranya lempar lembing. Lempar lembing
2
terbagi menjadi dua macam gaya yaitu gaya ho p step atau langkah jingkat dan
gaya cross step atau langkah silang.
Lempar lembing gaya hop step merupakan salah satu gaya lempar lembing
yang diajarkan kepada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena gaya ini
lebih mudah dan sederhana dibandingkan gaya cross step atau gaya langkah
silang. Disebut gaya hop step atau gaya jingkat, karena gerakan sebelum lembing
dilemparkan diawali dengan gerakan langkah jingkat.
Ditinjau dari gerakan melemparkan lembing, lengan merupakan bagian
tubuh yang dominan untuk melemparkan lembing sejauh-jauhnya. Pada saat
melemparkan lembing, otot-otot lengan dikerahkan secara maksimal dan pada
akhir gerakan melempar diakhiri lecutan pergelangan tangan. Untuk melemparkan
lembing sejauh-jauhnya, maka harus mengerahkan power otot lengan dengan
teknik yang benar. Tamsir Riyadi (1985: 133) menyatakan, “Unsur-unsur yang
diperlukan dalam lempar lembing di antaranya daya ledak, kekuatan, kecepatan,
koordinasi, kelincahan dan lain-ain”. Sedangkan Harsono (1988: 200)
berpendapat, “Power terutama penting untuk cabang-cabang olahraga dimana atlet
harus mengerahkan tenaga yang eksplosif seperti nomor-nomor atletik dan juga
pada cabang-cabang olahraga yang mengharuskan atlet menolak dengan kaki
seperti pada nomor-nomor lompat dalam atletik, sprint, voli dan lain-lain”.
Power otot lengan merupakan bagian penting dalam gerakan lempar
lembing. Upaya meningkatkan kemampuan power otot lengan harus dilakukan
latihan secara sistematis dan kontinyu. Radcliffe & Farentinos (1985, Chu, 1992)
dalam penelitian Sarwono (1994: 2) menyatakan, “Pliometrik merupakan salah
satu cara atau metode yang sangat baik untuk meningkatkan explosive power”.
Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam
kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan pliometrik sangat bermanfaat untuk
meningkatkan power. Latihan pliometrik pada prinsipnya didasarkan pra-
peregangan otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon untuk
penyerapan kejutan dari ketegangan yang dilakukan otot sewaktu bekerja. Sebagai
metode latihan fisik latihan pliometrik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
3
latihan yaitu: latihan untuk anggota gerak bawah, latihan untuk batang tubuh, dan
latihan untuk anggota gerak atas.
Berdasarkan bagian-bagian latihan dari pliometrik tersebut, latihan
pliometrik untuk meningkatkan power otot lengan yaitu, latihan pliometrik tubuh
bagian atas. Menurut M. Furqon H. & Muchsin Doewes (2001: 63-67) bentuk
latihan pliometrik yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya ledak tubuh
bagian atas yaitu:
1) Press terdiri dari: (a) Medecine ball chest pass. (b) Heavy ba g thrust
2) Swings terdiri dari: (a) Dumbbell arm swings (b) Heavy ba g strok e
3) Throws (lemparan) bentuk latihannya yaitu medecine ball throw.
Latihan pliometrik tubuh bagian atas pada prinsipnya terdiri tiga macam.
Dari bentuk-bentuk latihan pliometrik tubuh bagian atas tersebut dapat diterapkan
ke dalam berbagai macam cabang olahraga khususnya yang membutuhkan kinerja
dari otot-otot tubuh bagian atas secara maksimal dan ekplosif. Bentuk latihan
pliometrik yang akan dikaji dan diteliti untuk meningkatkan power otot lengan
yaitu, medecine ball throw dan heavy bag thrust. Dari kedua bentuk latihan
pliometrik tersebut belum diketahui bentuk latihan mana yang lebih baik
pengaruhnya terhadap peningkatan power otot lengan, sehingga dapat membantu
pencapaian prestasi lempar lembing gaya hop step. Untuk mengetahui hal tersebut
maka perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam baik secara teori maupun
praktek melalui penelitian eksperimen.
Latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag thrust
dieksperimenkan pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten
Klaten tahun pelajaran 2009/2010. Ditinjau pelaksanaan pembelajaran pendidikan
jasmani di SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten termasuk cabang olahraga
atletik khususnya lempar lembing gaya hop step berjalan dengan baik. Namun
kemampuan lempar lembing gaya hop step para siswa masih rendah dan perlu
ditingkatkan.
4
Berdasarkan kurikulum penjas bahwa, setiap satu materi pembelajaran
penjas diberi alokasi waktu 2 X 40 menit dengan satu kali tatap muka, atau dua
kali tatap muka. Dari waktu yang disediakan tersebut belum dapat digunakan
meningkatkan kemampuan lempar lembing gaya ho p step, jika tidak ditunjang
atau ditambah latihan di luar jam pelajaran sekolah. Memberikan latihan di luar
jam pelajaran sekolah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
kemampuan lempar lembing gaya hop step. Selama ini belum pernah dilakukan
latihan di luar jam pelajaran sekolah pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1
Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010, khususnya latihan untuk
meningkatkan power otot lengan. Melalui latihan di luar jam pelajaran sekolah
dapat ditingkatkan faktor-faktor yang dapat mendukung pencapaian prestasi
lempar lembing gaya hop step . Dengan memberikan latihan power otot lengan,
maka dapat mendukung pencapaian prestasi lempar lembing gaya hop step lebih
maksimal. Jika siswa memiliki kemampuan lempar lembing gaya ho p step yang
baik, maka dapat dijadikan duta dari sekolah untuk mengikuti event-event seperti
POPDA, sehingga mempunyai peluang mencapai prestasi yang semaksimal
mungkin. Namun selama ini belum pernah siswa dari SMP Negeri 1 Tulung
Kabupaten Klaten mengikuti perlombaan atletik khususnya lempar lembing pada
event P OPDA.
Upaya meningkatkan kemampuan power otot lengan siswa putra kelas
VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010, dapat
diberikan latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag thrust. Latihan
pliometrik medecine ball throw dan heavy bag thrust merupakan bentuk latihan
untuk meningkatkan power otot lengan, namun belum diketahui latihan pliometrik
mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan lempar
lembing gaya hop step . Untuk mengetahui latihan pliometrik mana yang lebih
baik pengaruhnya antara latihan pliometrik medecine ba ll throw dan heavy bag
thrust, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul, “Perbedaan Pengaruh
Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw dan Heavy Bag Thrust terhadap
Kemampuan Lempar Lembing Gaya Hop Step pada Siswa Putra Kelas VIII SMP
Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2009/2010”.
5
B. Ide ntifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kemampuan lempar lembing gaya hop step siswa putra kelas VIII SMP
Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010 masih rendah.
2. Siswa dari SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten belum pernah memiliki
prestasi lempar lembing pada event POPDA.
3. Pengaruh latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag thrust
terhadap peningkatan kemampuan lempar lembing gaya ho p step belum
diketahui.
4. Perlu diterapkan latihan pliometrik yang tepat untuk meningkatkan
kemampuan lempar lembing gaya ho p step siswa putra kelas VIII SMP Negeri
1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
C. Pe mbatasan Masalah
Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian, maka perlu dibatasi
agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengaruh latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag thrust
terhadap peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step .
2. Kemampuan lempar lembing gaya hop step siswa putra kelas VIII SMP
Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
6
D. Pe rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah di atas, masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy
bag thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa
putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran
2009/2010?
2. Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara pliometrik medecine ball throw
dan heavy bag thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step
pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun
pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Pe nelitian
Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag
thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa putra
kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran
2009/2010.
2. Latihan yang lebih baik pengaruhnya antara latihan pliometrik medecine ball
throw dan heavy bag thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop
step pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten
tahun pelajaran 2009/2010.
7
F. Manfaat Penelitian
Masalah dalam penelitian ini penting untuk diteliti dengan harapan
memiliki manfaat antara lain:
1. Bagi siswa yang dijadikan sampel penelitian dapat meningkatkan power otot
lengan dan penguasaan teknik lempar lembing gaya hop step , sehingga dapat
mendukung hasil lemparan menjadi lebih baik
2. Bagi guru Penjaskes dan siswa SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten dapat
menambah pengetahuan dalam ilmu olahraga pada umumnya dan metode
latihan lempar lembing gaya hop step untuk mendukung pencapaian prestasi
lempar lembing gaya hop step .
3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang karya ilmiah untuk
dikembangkan lebih lanjut.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1 . Latihan
a. Hakikat Latihan
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama latihan dalam olahraga
prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang
paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan
sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan
olahraganya. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer (1996: 6) menyatakan,
“Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang
dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian
menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Menurut Yusuf
Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:145) bahwa, “Latihan adalah proses yang
sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Menurut Yusuf
Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) bahwa, “Latihan adalah proses yang
sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari
kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Menurut
Bompa (1990: 3) bahwa, “Latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematik
dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan indicidual yang
mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai
sasaran yang telah ditentukan”. Hal senada dikemukakan Russel R. Pate., Bruce
Mc. Clenaghan & Robert Rotella (1993: 317) bahwa, “Latihan dapat didefinisikan
sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan”.
9
Berdasarkan pengertian latihan yang diungkapkan para ahli tersebut pada
prinsipnya mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan
bahwa, latihan (training ) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan
kontinyu, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin
meningkat. Dalam pelaksanaan latihan dapat dilakukan dengan berbagai metode
atau cara seperti metode kontinyu, metode interval, metode bagian, metode
keseluruhan dan lain sebagainya.
b. Prinsip -Prinsip Latihan
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka harus
berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sudjarwo (1993:
21) bahwa, “Prinsip-prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat
dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.
Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan
dalam latihan yang terorganisir dengan baik. Agar tujuan latihan dapat dicapai
secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat.
Menurut Sudjarwo (1993: 21-23) prinsip-prinsip latihan di antaranya: “(1) Prinsip
individu, (2) Prinsip penambahan beban, (3) Prinsip interval, (4) Prinsip
penekanan beban (stress), (5) Prinsip makanan baik dan, (6) Prinsip latihan
sepanjang tahun”.
Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam
latihan. Prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan meliputi prinsip individu,
prinsip penambahan beban, prinsip interval, prinsip penekanan beban (stress),
prinsip makanan baik dan, prinsip latihan sepanjang tahun. Tujuan latihan dapat
tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan
baik dan benar. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan
sebagai berikut:
10
1) Prinsip Individu
Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan
didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara
atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta
prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan
dalam pelaksanaan latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) menyatakan,
"Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang
sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangannya tidak sama". Menurut
Andi Suhendro (1999: 3.15) bahwa, “Prinsip individual merupakan salah satu
syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan
kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep
latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar
tujuan latihan dapat tercapai”.
Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan
direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi setiap atlet.
Sudjarwo (1993: 21) menyatakan, “Pemberian beban latihan harus selalu
mengingat kemampuan dan kondisi masing-masing atlet. Faktor-faktor individu
yang harus mendapat perhatian misalnya tingkat ketangkasan atlet, umur atau
lamanya berlatih, kesehatan dan kesegaran jasmani serta psychologis”.
2) Prinsip Penambahan B eban (Over Load Principle)
Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang pelatih
dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk
memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat
meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat,
yaitu di atas dari beban latihan yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999: 3.7)
menyatakan, “Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam
latihan mengabaikan prinsip beban lebih”. Sedangkan Rusli Lutan dkk. (1992: 95)
berpendapat:
11
Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan, artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lama pun atlet berlatih, betapa sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan, prinsip beban lebih
bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan
latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang tubuh untuk
beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat.
Kemampuan tubuh yang meningkat mempunyai peluang untuk mencapai prestasi
yang lebih baik.
Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban
latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang
terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya
yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau dapat mengakibatkan atlet
menjadi sakit.
3) Prinsip Interval
Interval atau istirahat merupakan bagian penting dalam latihan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga kondisi atlet. Berkaitan dengan prinsip interval
Sudjarwo (1993: 22) menyatakan, “Latihan secara interval adalah merupakan
serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu(interval). Faktor
istirahat (interval haruslah diperhatikan setelah jasmani melakukan kerja berat
akibat latihan.”
Istirahat atau interval merupakan factor yang harus diperhatikan dalam
latihan. Kelelahan akibat dari latihan harus diberi istirahat. Dengan istirahat akan
memulihkan kondisi atlet, sehingga untuk melakukan latihan berikutnya
kondisinya akan lebih baik.
12
1) Prinsip Pe nekanan Beban (Stress)
Pemberian beban latihan pada suatu saat harus dilaksanakan dengan
tekanan yang berat atau bahkan dapat dikatakan membuat atalet stress. Penekanan
beban latihan harus sampai menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh, baik
kelelahan local maupun kelelahan total jasmani dan rokhani atlet. Dengan waktu
tertentu serta beban latihan dengan intensitas maksimal akan berakibat timbulnya
kelelahan local yaitu otot-otot tertentu atau pun fungsi organisme. Kelelahan total
disebabkan adanay beban latihan dengan volume yang besar, serta intensitasnya
maksimal dengan waktu yang cukup lama. Prinsip penekanan beban (stress)
diberikan guna meningkatkan kemampuan organisme, penggemblengan mental
yang sangat diperlukan untuk menghadapi pertandingan-pertandingan.
5) Prinsip Makanan Baik
Makanan yang sehat dan baik sangat penting bagi seorang atlet. Makanan
yang dikonsumsi atlet harus sesuai dengan tenaga yang diperlukan dalam latihan.
Untuk menentukan jenis makanan yang harus dikonsumsi seorang atlet harus
bekerjasama dengan ahli gizi. Sudjarwo (1993: 23) menyatakan, “Untuk seorang
atlet diperlukan 25-35% lemak, 15% putih telur, 50-60% hidrat arang dan vitamin
serta meniral lainnya”. Pentingnya peranan makanan yang baik untuk seorang
atlet, maka harus diperhatikan agar kondisi atlet tetap terjaga, sehingga akan
mendukung pencapaian prestasi yang maksimal.
6) Prinsip Latihan Sepanjang Tahun
Pencapaian prestasi yang tinggi dibutuhkan latihan yang teratur dan
terprogram. Sudjarwo (1993: 23) menyatakan, “Kembali kepada sistematis dari
latihan yang diberikan secara teratur dan ajeg serta dilaksanakan sepanjang tahun
tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak ada istirahat sama sekali, ingat akan
prinsip interval”.
Sistematis suatu latihan sepanjang tahun akan diketahui melalui periode-
periode latihan. Oleh karena itu, latihan sepanjang tahun harus dijabarkan dalam
13
periode-periode latihan. Melalui penjabaran dalam periode-periode latihan, maka
tujuan kan lebih fokus, sehingga prestasi yang tinggi dapat dicapai.
c. Komponen-Kompone n Latihan
Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang berpengaruh terhadap kondisi
fisiologis, anatomis, biokimia dan psikologis. Efisiensi dari suatu kegiatan
merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah
pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi
penampilan (densitas). Menurut Depdiknas. (2000: 105) bahwa, “Dalam proses
latihan yang efisien dan efektifitas dipengaruhi: (1) volume latihan, (2) intensitas
latihan, (3) densitas latihan dan (4) kompleksitas latihan”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan akan mencapai hasil yang
efektif dan waktunya lebih efisien jika komponen-komponen latihan diperhatikan
dengan baik dan benar. Komponen-komponen latihan meliputi volume latihan,
intensitas latihan, densitas latihan dan kompleksitas latihan. Untuk lebih jelasnya
komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
1) Volume Latihan
Volume latihan merupakan syarat yang sangat penting untuk mencapai
kemampuan fisik yang yang lebih baik. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17)
bahwa, “Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas
derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri
atau set dan panjang jarak yang ditempuh”. Sedangkan Depdiknas (2000: 106)
menyatakan, “Unsur-unsur latihan meliputi: (1) waktu atau lama latihan, (2) jarak
tempuh atau berat beban yang diangkut setiap waktu dan (3) jumlah ulangan
latihan atau unsur teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan
mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan.
Untuk meningkatkan kemampuan fisik, maka volume latihan harus ditingkatkan
secara berangsur-angsur (progresif). Peningkatan beban latihan harus disesuaikan
dengan perkembangan yang dicapai. Hal ini karena, semakin tinggi kemampuan
14
seseorang makin besar volume latihannya, karena terdapat korelasi antara volume
latihan dan prestasi.
2) Inte nsitas Latihan
Intensitas latihan merupakan komponen kualitas latihan yang mengacu
pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu tertentu. Semakin
banyak kerja yang dilakukan, semakin tinggi intensitasnya. Suharno HP . (1993:
31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau
tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan
maupun pertandingan”.
Intensitas latihan tercermin dari kuatnya stimuli (rangsangan) syaraf dalam
latihan. Kuatnya rangsangan tergantung dari beban, kecepatan gerakan dan variasi
interval atau istirahat antar ulangan. Antara intensitas latihan dan volume latihan
sulit untuk dipisahkan, karena latihan selalu mengkaitkan antara kuantitas dan
kualitas latihan. Untuk mencapai hasil latihan yang baik, maka intensitas latihan
yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu
latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang
ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas
latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.
3) Densitas Latihan
Densitas merupakan frekuensi (kekerapan) dala melakukan serangkaian
stimuli (rangsangan) harus dilakukan dalam setiap unit waktu dalam latihan.
Dalam hal ini Andi Suhendro (1999: 3.24) menyatakan, “Density merupakan
ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”.
Densitas menunjukkan hubungan yang dicerminkan dalam waktu antara
aktifitas dan pemulihan (recovery) dalam latihan. Ketepatan densitas dinilai
berdasarkan perimbangan antara aktivitas dan pemulihan. Perimbangan ini
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan seseorang. Lama waktu isntirahat
atau interval antar aktivitas tergantung pada berbagai faktor antar alain: intensitas
latihan, status kemampuan peserta, fase latihan, serta kemampuan spesifik yang
15
ditingkatkan. Berkaitan dengan densitas latihan Depdiknas (2000: 107)
berpendapat:
4) Komple ksitas Latihan
Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan
dalam latihan. Hal ini sesuai penapat Depdiknas (2000: 108) bahwa,
“Kompleksitas latihan menunjukkann tingkat keragaman unsur yang dilakukan
dalam latihan”. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi,
dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan.
Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan
permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot,
khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan
lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang
kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang
baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa
(1990: 28) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual
serta efisiensi mekanismenya”.
2. Latihan Pliometrik
a. Hakikat Latihan Pliome trik
Latihan pliometrik merupakan salah satu metode yang sangat baik untuk
meningkatkan eksplosif power (Radcliffe & Farentinos (1985: 1). Metode latihan
pliometrik populer pada akhir tahun 1970-an dan permulaan tahun 1980-an.
Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam
kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan pliometrik sangat bermanfaat untuk
meningkatkan power, baik siklik maupun asiklik.
Dasar pemikiran yang melatar belakangi latihan pliometrik bahwa,
ketegangan otot maksimal akan meningkat ketika otot aktif diregangkan secara
cepat. Latihan pliometrik digunakan untuk melatih aspek gerak otot ekstrim
Latihan sangat baik untuk menghasilkan power yang diperlukan dalam gerakan-
16
gerakan yang bersifat eksplosif, sebab pliometrik dapat mempertemukan celah
pemisah antara kekuatan dan power (Jarver dalam Pyke, 1991:144). Ide dasar
latihan pliometrik adalah untuk merangsang berbagai perubahan pada sistem saraf
otot dan untuk meningkatkan kemampuan kelompok otot agar dapat merespon
dengan cepat dan kuat dalam panjang otot. Perbaikan kontrol motorik dan
peningkatan eksplosif power nampaknya berkaitan dengan pliometrik, yang
memiliki kaitan langsung dengan perubahan susunan saraf otot dan jalur sendor
motorik yang kompleks. Berkaitan dengan pliometrik Radcliffe & Farentinos
(1985: 3-7) menyatakan, “Latihan pliometrik adalah suatu latihan yang memiliki
ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari
pembebanan atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut
juga reflek regang atau reflek miotatik atau reflek muscle spidle. Menurut Chu A.
Donald (1992: 1-3) bahwa, “Latihan pliometrik adalah latihan yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat
mungkin”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, latihan
pliometrik adalah bentuk kombinasi latihan isometrik dan isontonik (eksentrik-
konsentrik) dengan pembebanan dinamik. Pola gerakan pliometrik sebagian besar
mengikuti konsep power chain (rantai power) yang sebagian besar melibatkan
otot pinggul dan tungkai. Gerakan kelompok otot pinggul dan tungkai merupakan
pusat power yang memiliki keterlibatan yang besar dalam semua gerakan
olahraga.
Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan tiga jenis
kontraksi otot, yakni konsentrik (memendek), isometrik (tetap), dan eksentrik
(memanjang). Lokomosi gerak manusia jarang melibatkan tipe-tipe gerak otot
yang hanya melulu konsentrik, eksentrik atau isometrik saja. Hal ini disebabkan
karena segmen-segmen tubuh secara periodik sewaktu-waktu berbenturan seperti
dalam lari, lompat, loncat atau karena sesuatu kekuatan eksternal sebagai akibat
gravitasi, sehingga otot memanjang Menurut Komi yang dikutip Sarwono &
Ismaryati (1999:39) “Kombinasi gerak eksentrik dan konsentrik merupakan fungsi
17
gerak otot alami yang disebut Stretch-Shortening Cycle atau SSC. SSC
merupakan suatu cara ekonomis yang menyebabkan otot menjadi lebih bertenaga.
b. Pedoman Pelaksanaan Latihan Pliometrik
Latihan pliometrik sebagai metode latihan fisik untuk mengembangkan
kualitas fisik, sehingga latihan pliometrik mengikuti prinsip-prinsip dasar
latihan secara umum, juga mengikuti prinsip khusus latihan pliometrik. Menurut
M. Furqon dan Muchsin Doewes (2002: 17-23) pedoman pelaksanaan latihan
pliometrik yang harus perhatian antara lain:
1) Pemanasan dan pendinginan (Warm up and warm down) Karena latihan pliometrik membutuhkan kelenturan dan kelincahan, maka semua latihan harus diikuti dengan periode pemanasan dan pendinginan yang tepat dan memadai. Jogging , lari, peregangan dan kalistenis sederhana merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan sebelum dan sesudah latihan.
2) Intensitas tinggi Intensitas merupakan faktor penting dalam latihan pliometrik.
Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk memperoleh efek latihan yang optimal. Kecepatan peregangan otot lebih penting dari pada besarnya peregangan. Respon refleks yang dicapai makin besar jika otot diberi beban yang cepat. Karena latihan-latihan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), maka penting untuk diberikan kesempatan beristirahat yang cukup diantara serangkaian latihan yang terus menerus.
3) Beban lebih yang progresif Program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih yang resisif,
temporal, dan spatial. Beban lebih memaksa otot-otot bekerja pada intensitas yang tinggi. Beban lebih yang tepat ditentukan dengan mengontrol ketinggian turun atau jatuhnya atlet, beban yang digunakan dan jarak tempuh. Beban lebih yang tidak tepat dapat mengganggu keefektifan latihan atau bahkan menyebabkan cidera. Jadi, dengan menggunakan beban yang melampaui tututan beban lebih yang resisif dari gerakan-gerakan pliometrik tertentu dapat meningkatkan kekuatan, tetapi tidak selalu meningkatkan power eksplosif. Beban lebih resisif pada kebanyakan latihan pliometrik adalah berupa gaya momentum dan gravitasi dengan menggunakan beban, seperti bola medesin, dumbell, atau sekedar berat tubuh.
4) Memaksimalkan gaya/meminimalkan waktu Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan
pliometrik. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi tertentu dapat dilakukan. Misalnya, nomor lompat tinggi, sasaran utama adalah menggunakan gaya maksimum selama
18
gerak menolak untuk melompat. Semakin cepat rangkaian aksi yang dilakukan, maka makin besar gaya yang dihasilkan dan makin tinggi lompatan yang dicapai.
5) Lakukan sejumlah ulangan Biasanya banyaknya ulangan atau repitisi berkisar antara 8 sampai 10 kali, dengan semakin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat dan lebih banyak ulangan untuk latihan-latihan yang lebih ringan. Banyaknya set tampaknya juga beragam. Kebanyakan latihan pliometrik termasuk salah satu dari dua kategori, yaitu latihan respon tunggal (sing le response drill) dan latihan respon ganda (multiple response drill). Latihan respon tunggal (sing le renpon se drill) adalah usaha tunggal yang sungguh-sungguh yang digunakan pada waktu mulai melompat (take off), pada permulaan gerak yang berat, dan pelepasan (release). Latihan respon ganda (multiple renponse drill) juga berat, tetapi lebih menekankan pada stamina dan kecepatan keseluruhan dengan melibatkan beberapa usaha secara berturut-turut.
6) Istirahat yang cukup Periode istirahat di sela-sela set biasanya sudah memadai untuk sistem
neuromuskular yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk pulih kembali. Periode istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan yang semestinya untuk otot, ligamen, dan tendon. Latihan pliometrik 2-3 hari per minggu tampaknya dapat memberikan hasil optimal. Yang penting, jangan mendahului pliometrik, terutama latihan-latihan lompat dan gerakan-gerakan kaki lainnya, dengan latihan berat pada tubuh bagian bawah. Otot, tendon, ligamen yang telah lelah sebelumnya dalam mengalami tekanan yang berlebihan dengan adanya beban resisif yang tinggi yang dibebankan pada otot, tendon dan ligamen tersebut selama latihan pliometrik.
7) Bangun landasan yang kuat terlebih dahulu Karena dasar atau landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam
pliometrik, maka suatu program latihan beban harus dirancang untuk mendukung dan bukannya menghambat power eksplosif. Mewujudkan landasan kekuatan sebelum latihan pliometrik tidak perlu berlebihan.
8) Program latihan individualisasi Untuk memperoleh hasil terbaik, maka program latihan harus dibuat berdasarkan atas kemampuan masing-masing individu. Hal ini atas dasar pada perbedaan kemampuan masing-masing individu. Program latihan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu akan memperoleh hasil yang optimal. Untuk memperoleh hasil terbaik, anda tentunya menginginkan agar program latihan pliometrik dapat diindividualisasikan, berarti anda harus tahu apa yang dapat dilakukan oleh setiap atlet dan seberapa banyak latihan yang dapat membawa manfaat.
Pedoman-pedoman tersebut merupakan bagian yang penting dan harus
diperhatikan dalam latihan pliometrik. Pedoman-pedoman tersebut mempunyai
19
tujuan dan manfaat khusus dalam meningkatkan power, sehingga akan
memperoleh hasil yang optimal.
c. Pengaruh Latihan Fisik (Pliometrik)
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terukur dengan dosis
latihan dan waktu yang cukup menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah
pada kemampuan yang menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki
penampilan fisik. Menurut Fox, Bowers dan Fos (1988) yang dikutip Sarwono
(1994: 24) menyatakan bahwa perubahan fisiologis yang terjadi akibat latihan
fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan yaitu:
1) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan, yaitu perubahan yang berhubungan dengan biokimia.
2) Perubahan yang terjadi pada sitemik yaitu perubahan pada sistem sirkulasi-respirasi dan sistem pengakutan oksigen.
3) Perubahan lain yang terjadi pada kompisisi tubuh, kadar kolesterol darah dan trigliseril, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan aklimatisasi panas.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak
semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal. Pengaruh
latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan,
apakah itu program latihan aerobik atau anaerobik. Pengaruh latihan anaerobik
secara khusus akan dikemukakan disini, hal ini karena bentuk latihan dalam
penelitian ini menggunakan program latihan anaerobik.
1) Perubahan-Perubahan Biokimia
Menurut Soekarman (1987: 83) bahwa perubahan yang terjadi pada
biokimia akibat latihan anaerobik dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: “(1)
perubahan-perubahan dalam serabut otot, (2) perubahan-perubahan dalam sistem
anaerobik dan (3) perubahan aerobik”.
a) Perubahan-Perubahan dalam Serabut Otot
Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot, karena di dalam tubuh terdapat
dua macam otot yaitu otot lambat (slow twich fiber) dan otot cepat (fast twich
20
fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi perubahan pada kedua macam otot
tersebut. Soekarman (1987: 82) menyatakan bahwa, “Hipertropi itu tergantung
dari macam latihannya. Untuk ketahanan, yang akan menjadi besar adalah otot
lambat, sedangkan untuk kecepatan, maka yang menjadi hipertropi adalah otot
cepat”. Sedangkan perubahan-perubahan hipertropi akibat latihan menurut hasil
penelitian Sarwono (1994: 25) meliputi: “(1) peningkatan diameter miofibril, (2)
peningkatan jumlah miofibril, (3) peningkatan protein k on traktil, (4) peningkatan
jumlah kap iler dan (5) peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon , ligamen”.
b) Perubahan-Perubahan dalam Sistem Anaerobik
Perubahan-perubahan dalam otot akibat latihan meliputi peningkatan
kapasitas atau kemampuan dari: (1) peningkatan kapasitas pho spagen , (2)
peningkatan glik olisis anaerobik (Soekarman, 1987: 83).
Peningkatan kapasitas pho spag en disebabkan oleh banyaknya persediaan
ATP PC dan oleh lebih aktifnya sistem enzim yang perlu dalam sistem ATP-PC.
Terhadap peningkatan ATP-PC dari 3,8 mM/kg menjadi 4,8 mM/kg otot atau
sebesar 25%. Pada anak-anak, peningkatan itu lebih besar yaitu 40%. Peningkatan
enzim-enzim meliputi peningkatan penguraian ATP, maupun pembentukan
kembali ATP. Penguraian ATP dipercepat oleh enzim ATP-ase, sedangkan
pembentukan kembali dipercepat oleh enzim miokinase kreatin kinase.
Menurut Fox, Bowers dan Foss (1988) dalam penelitian Sarwono (1994:
27) perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan-
perubahan : “(1) peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot, (2) peningkatan
aktivitas enzim-enzim anaerobik dan aerobik (3) peningaktan aktivitas enzim
glikolitik”.
c) Perubahan-Perubahan dalam Siste m Aerobik
Menurut Soekarman (1987: 83-84) perubahan aerob meliputi (1)
peningkatan mioglobin, (2) peningkatan oksidasi karbohidrat, (3) peningkatan
oksidasi lemak”. Pendapat lain dikemukakan Fox (1988) dalam Sarwono (1994:
21
27) bahwa “Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak setelah latihan
anaerobik. Tampak pula pada konsumsi oksigen maksimal (VO2-max)nya”.
2) Perubahan-Perubahan pada Sistem Kardiorespiratori
Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan
kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran
jasmani atlet akan menigkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan
yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21) adaptasi
atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis sebagai
berikut “(1) Frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu
istirahat, (2) Pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Hemoglobin (Hb) dan
glikogen dalam otot bertambah (4) Frekuensi pernapasan turun dan kapasitas vital
bertambah”.
Latihan yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan kemampuan
kerja jantung dan pernapasan, sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani
atlet secara umum. Kesegaran jasmani yang baik maka akan membantu
penampilannya dalam usaha mencapai prestasi olahraga secara maksimal.
3) Perubahan-Perubahan Lain yang Te rjadi dalam Latihan
Di samping perubahan biokimia dan perubahan kardiorespitarori, latihan
juga menghasilkan perubahan-perubahan lain yang penting seperti: “(1)
perubahan dalam komposisi tubuh, (2) perubahan dalam kadar kolesterol dan
trigliserida, (3) perubahan dalam tekanan darah, (4) perubahan dalam aklimatisasi
panans dan (5) perubahan dalam jaringan-jaringan penghubung (Fox, Bowers dan
Foss, 1988:37)”. Pendapat lain dikemukakan Soekarman (1987: 86) perubahan
lain akibat latihan antara lain:
1) Tulang. Perubahan tulang tergantung dari intensitas latihan. 2) Tendon dan ligamen. Terdapat kenaikan kekuatan dari tendon dan
ligamen. Di samping itu terdapat penebalan ligamen maupun tendon. 3) Tulang rawan dan persendian. Terdapat penebalan tulang rawan di
persendian-persendian. 4) Terdapat penurunan tekanan distole maupun sistole. Hal ini sangat
penting untuk mencegah timbulnya gangguan jantung peredaran darah.
22
5) Kadar HDL (High Density Lipop rotein) meningkat, sedangkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) menurun. Peningkatan HDL merupakan pencegahan terhadap timbulnua kelainan jantung koroner.
Latihan secara baik dan teratur merupakan langkah untuk mempertahankan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Tanpa melakukan latihan
secara teratur, maka akan terjadi kemunduran yang cepat. Lebih lanjut Soekarman
(1987: 87) menyatakan, “VO2 max akan mundur sesudah istirahat 7 hari.
Besarnya kemunduran 6-7%. Jumlah Hb total juga akan mundur dalam seminggu
istirahat. Karena cepatnya kemunduran itu, maka harus dilakukan latihan untuk
mempertahankannya”.
3. Lempar Lembing
Lempar lembing merupakan salah satu nomor lempar pada cabang
olahraga atletik. Lempar lembing merupakan suatu bentuk gerakan melemparkan
lembing dengan berat tertentu yang terbuat dari kayu, bambu atau metal yang
dilakukan dengan satu tangan untuk mencapai jarak sejauh-jaunya, sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Lembing terbuat dari kayu atau metal, berbentuk panjang
dan bulat yang pada ujungnya dipasang mata lembing yang runcing.
Lempar lembing merupakan salah satu nomor lempar yang lebih mudah
jika dibandingkan dengan nomor lempar lainnya. Lempar lembing merupakan
gerakan alamiah yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Sedangkan faktor
kesulitannya terletak pada bentuknya lembing yang panjang, sehingga perlu
memperhatikan teknik lempar lembing yang baik dan benar. Berdasarkan gaya
lempar lembing, Tamsir Riyadi (1985: 137) menyatakan bahwa:
Sampai saat ini hanya ada dua macam gaya dalam lempar lembing yang banyak dipakai yaitu gaya lankah jingkat/ho p step dan gaya langkah silang/cross step . Di samping itu sebenarnya ada pula gaya berputar, tetapi gaya ini tidak boleh dipakai karena gerakan melempar lebih cenderung berubah menjadi gerakan melontar.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, pada umumnya ada tiga macam
gaya lempar lembing. Tetapi gaya lempar lembing yang digunakan sampai
23
sekarang ada dua macam yaitu gaya langkah jingkat atau jengket dan langkah
silang.
a. Biomekanika Ge rakan Le mpar Lembing
Dari sudut pandang biomekanika lempar lembing termasuk dalam
keterampilan melemparkan objek untuk mencapai jarak horisontal yang maksimal.
Setiap benda yang dilemparkan ke udara membuat sudut dengan bidang
horisontal, ia akan mengalami suatu lintasan ke udara membuat sudut dengan
lintasan berbentuk parabola terjadi oleh karena ada gaya tarik bumi (gravitasi)
yang bekerja pada benda yang melayang di udara.
Lempar lembing merupakan salah satu contoh yang paling baik di dalam
olahraga untuk membuktikan prinsip bahwa, gaya yang efektif merupakan jumlah
dari gaya dari setiap anggota badan jika digunakan dalam satu arah dalam urutan
yang benar, dan dari gaya-gaya jajaran genjang. Pelempar dapat mengembangkan
gaya di dalam lari, di dalam jingkat dan di dalam ayunan tangan, tetapi akan
kehilangan gaya-gaya ini jika gaya terakhir tidak diarahkan tepat dalam garis
lemparan yang dikehendaki. Jika gaya tidak dikerahkan dengan benar, lembing
akan cenderung bergetar di dalam perjalanannya. Lagi pula dalam mengatur arah
dari beberapa gaya itu sudut lemparan adalah penting. Sudut lemparan sebesar
kira-kira 450 akan menghasilkan jarak yang terjauh, sedangkan cara memegang
lembing tidak merupakan hal yang penting. Faktor yang penting adalah
kemampuan untuk berlari cepat. Jonath U. Haag Krempel R. (1988: 84)
menyatakan bahwa, unsur-unsur biomekanika yang terpenting dalam posisi
lempar yaitu:
1) Mata melihat dengan mantap pada titik fiktif lurus ke depan (1). 2) Poros lembing (3) dan poros bahu (2) sejajar, dengan lengan atas pada
perpanjangan poros bahu. 3) Sikap badan yang membungkuk ke belakang (4), menguntungkan
dalam menggunakan tenaga. 4) Langkah terakhir yang lebih panjang menyebabkan penurunan titik
berat badan, dan langkah pinggul (5) hampir sejajar dengan poros bahu (2).
5) Terdapat kontak dengan tanah yang baik pada kedua kaki (6), kaki kiri (kaki pengerem) terletak 0 sampai 30 derajat di sebelah kiri arah lemparan dengan tapak sepenuhnya di atas tanah, dan kaki kanan yang
24
ditempatkan 10 sampai 45 derajak keluar, memperpanjang jalan percepatan lembing dan mencegah tubuh merosok ke bawah pada pinggul.
Berikut ini disajikan gambar unsur-unsur biomekanika yang terpenting
pada posisi lempar sebagai berikut:
Gambar 1. Posisi Lempar dengan Poros-Poros yang Penting dalam Lempar Lembing (Jonath U. Haag & Krempel R., 1988: 84)
Pada saat pelempar mendekati garis lemparan dalam kecepatan penuh, ia
harus manapakkan kaki lemparnya dengan kuat untuk keperluan tolakan. Ini
dikerjakan dengan berjingkat yang dapat memberikan kesempatan untuk
membawa lembing dalam posisi lemparan. Kebanyakan pelempar menggunakan
gaya jingkat, namun lemparan-lemparan yang terbaik adalah hasil dari gaya
langkah silang yang sekarang digunakan oleh pelempar-pelempar Finlandia.
Dengan cara yang manapun, pada saat kaki lempar diletakkan, badan
dicondongkan ke belakang dengan titik berat badan di belakang telapak kaki.
Badan diliukkan supaya dapat menambah gaya tolak dalam melempar. Pada saat
kaki lempar menyentuh tanah, suatu gerakan badan ke depan dengan gaya
melentur dimulai.
Tangan ditarik jauh ke belakang untuk mendapatakan jumlah maksimum
jarak dari mana dapat dikembangkan gaya. Pada saat badan bergerak ke depan,
tangan bergerak seperti gerakan seorang pitcher, kecuali bahwa tidak mungkin
membuat gerakan pergelangan tangan dan lengan yang sama seperti pitcher base
ball karena massa lembing yang lebih besar.
25
Badan meninggalkan tanah pada saat lembing hampir lepas dari tangan.
Momentum yang dikembangkan dari tolakan sudah cukup untuk mengimbangi
reaksi dari pelepasan lembing. Pada saat lembing dilepaskan, telapak tangan dan
lengan bawah harus bergerak mengikuti sesuai dengan arah lemparan untuk
menghindari kemungkinan perubahan arah gaya. Sebagai hasil momentum lempar
yang sangat besar, badan terbawa ke depan. Kakinya dibalik dan pelempar harus
merendahkan diri untuk membawa titik berat badan dekat dengan tanah agar
mendapatkan keseimbangan dan menahan gerak maju untuk mencegah jatuhnya
badan.
b. Lempar Le mbing Gaya Hop Step
Sampai saat ini gaya lempar lembing yang populer dan masih digunakan
dalam perlombaan yaitu, gaya hop step atau langkah jingkat dan gaya langkah
silang atau cross step . Baik gaya hop step maupun gaya cross step pada dasarnya
berakhir dalam posisi dan cara melempar secara ortodox, tetapi justru cara
ortodo x inilah yang sekarang boleh dipakai dalam perlombaan.
Lempar lembing gaya hop step merupakan gerakan melemparkan lembing
atau sikap lempar didahului dengan gerakan jengket (hop ). Gaya hop step lebih
sederhana dan mudah dilakukan jika dibandingkan dengan gaya langkah silang
atau cross step. Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati (1993: 217)
menyatakan “Gaya jingkat (hop step) banyak disukai oleh pemula, sebab gerakan
persiapan sederhana sekali. Cukup satu kali berjingkat pada kaki kanan dan
lembing sudah dapat dilemparkan".
Penggunaan gaya dalam lempar lembing pada prinsipnya bertujuan agar
lembing dapat terlempar sejauh-jauhnya. Dikatakan gaya ho p step atau jengket
karena sebelum lembing dilemparkan diawali dengan langkah jengket. Seperti
dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 138) bahwa, “Lempar lembing langkah
jingkat adalah saat akan mengambil posisi/sikap lempar didahului dengan gerakan
jengket (hop)”.
Gaya hop step atau jengket merupakan gaya lempar lembing yang mudah
dan cukup sederhana jika dibandingkan dengan gaya langkah silang. Hal sesuai
26
pendapat Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati (1993: 217) menyatakan
“Gaya jengket (hop step) banyak disukai oleh pemula, sebab gerakan persiapan
sederhana sekali. Cukup satu kali berjengket pada kaki kanan dan lembing sudah
dapat dilemparkan". Untuk dapat melemparkan lembing sejauh-jauhnya, harus
menguasai teknik lempar lembing yang baik dan benar.
c. Teknik Le mpar Lembing Gaya Hop Step
Peningkatan prestasi dalam olahraga menuntut adanya perbaikan dan
pengembangan unsur teknik. Teknik adalah suatu cara untuk mencapai tujuan
tertentu. Teknik dapat diartikan suatu proses gerakan dan pembuktian dalam
melakukan praktek sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam
suatu cabang olahraga.
Teknik lempar lembing telah mengalami perkembangan dari teknik yang
diciptakan oleh bangsa Swedia sebelum perang dunia I, kemudian bangsa
Finlandia, bangsa Polandia, dan Uni Soviet setelah tahun 1945 dan kemudian
bangsa Finlandia kembali mengembangkan teknik baru. Namun teknik yang
diterima sebagai paradigma baru yaitu saat persiapan melemparkan lembing harus
ditarik atau didorong lurus ke belakang untuk meluruskan sumbu bahu dan
membuat lengkung punggung yang diperlukan untuk melempar dengan baik, titik
pusat busur harus sedekat mungkin dengan lembing.
Ditinjau dari pelaksanaan gerakan lempar lembing, teknik lempar lembing
terdiri beberapa bagian yang dalam pelaksanaanya harus dirangkaikan secara baik
dan harmonis. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 160) teknik lempar lembing yang
harus dipahami dan dikuasai meliputi: “(1) Cara memegang lembing, (2) Cara
mengambil awalan, (3) Sikap badan pada waktu akan melemparkan lembing, (4)
Cara melemparkan lembing, (5) Gerakan lanjutan dan sikap badan setelah
melemparkan lembing”
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik lempar lembing terdiri dari
lima tahapan yaitu: cara memegang lembing, cara mengambil awalan, sikap badan
pada waktu akan melemparkan lembing, cara melemparkan lembing dan gerakan
lanjut. Untuk mencapai lemparan yang sejauh-jauhnya, maka teknik-teknik
27
tersebut harus dikuasai dan dikerahkan pada teknik yang benar. Untuk lebih
jelasnya teknik pelaksanaan lempar lembing gaya jengket atau hop step diuraikan
secara singkat sebagai berikut:
1) Cara Me megang Le mbing
Lembing terdiri atas tiga bagian diantaranya pegangan lembing. Tali yang
dililitkan di tengah-tengah yang lebarnya 150-60 mm untuk putra dan 140-150
mm untuk putri. Berdasarkan keadaan lembing dan sesuai peraturannya, lembing
harus dipegang pada bagian pegangan yaitu, pada tali yang melilit di badan
lembing. Menurut Jonath U. Haag Krempel R. (1988: 80) teknik memegang
lembing yaitu: “lembing dipegang di sisi belakang lilitan, sehingga dimungkinkan
pengalihan tenaga yang menguntungkan di belakang titik berat, selain itu jari
mempunyai tempat pegangan lebih baik”.
Cara memegang lembing bukan merupakan keharusan, tetapi atlet bebas
menentukan pilihannya yang sesuai dan cocok, sehingga akan membantu daya
lempar yang lebih maksimal. Menurut Dadang Masnun (1999: 11.11) bahwa,
“Memegang lembing pada ujung belakang ikatan talinya. Hal ini memungkinkan
tenaga yang dipindahkan ke lembing berada di belakang pusat lembing dan jari-
jari mendapat hambatan/perlawanan dari lembing sehingga tidak meluncur saat
melempar”. Sedangkan cara memegang lembing menurut Soegito, Bambang
Wijanarko dan Ismaryati (1993: 204) mengelompokkan cara memegang menjadi
tiga macam yaitu: “(1) Pegangan cara Amerika, (2) Pegangan cara Finlandia (3)
Cara menjepit”.
Berikut ini disajikan ilustrasi gambar cara memegang lembing sebagai
berikut:
28
Gambar 2. Cara Memegang Lembing (Soegito dkk. 1993: 205)
2) Cara Mengambil Awalan
Di dalam perlombaan lempar lembing, lemparan selalu dilakukan dengan
awalan. Awalan dalam lempar lembing sangat penting yaitu untuk memadukan
antara gerak awalan dengan mengambil sikap lempar serta dilanjutkan gerak
lempar. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 166) cara mengambil awalan lempar
lembing gaya jengket (hop step ) sebagai berikut:
a) Pada waktu kaki kanan menginjak atau sampai pada tanda yang kedua, kaki kanan tersebut langsung melakukan gerakan jingkat ke depan. Pada saat kaki kanan mendarat, lembing diturunkan dibawa ke belakang.
b) Sambil melangkahkan kaki kiri jauh ke depan lurus, badan diputar ke arah lemparan (ke kiri), tangan kanan dibegkokkan, kaki diputar ke luar, dan lengan semakin diluruskan kencang ke belakang, hingga badan miring ke samping kanan rendah.
c) Bersamaan dengan kaki kiri menginjak tanah, badan diputar ke arah lemparan (ke kiri), tangan kanan (pergelangan tangan) diputar ke dalam dan dengan membengkokkan siku lembing dibawa ke atas kepala, pinggul, pinggang dan perut dorong ke depan serong ke atas, siku kiri ditarik ke belakang hingga dada terbuka menghadap ke arah lemparan. Pada saat itu pula lembing dilemparkan sekuat-kuatnya ke atas depan (parabola) dibantu dengan kekuatan tolakan kaki kanan dan lonjakan badan ke atas ke depan, pandangan mengikuti arah jalannya lembing.
Awalan lempar lembing dapat dilakukan dengan baik jika dibantu dengan
menggunakan tanda atau chermark . Tanda (cherkmark ) mempunyai peran penting
untuk keberhasilan melakukan awalan terutama untuk membuat gerakan langkah
jengket. Dengan menggunakan tanda maka akan mampu melakukan gerakan
29
jengket dengan tepat untuk membuat posisi lempar, sehingga lemparan dapat
dilakukan dengan baik. Seperti dikemukakan Soegito, Bambang Wijanarko dan
Ismaryati (1993: 209) bahwa, “Semua pelempar yang baik selalu menggunakan
tanda bagi awalannya. Hanya dengan tanda-tanda ini dapat diharapkan, bahwa
awalan akan berlangsung menurut kehendak pelempar”.
Berikut ini disajikan ilustrasi bagan awalan lempar lembing gaya hop step
sebagai berikut:
Gambar 3. Cara Melakukan Awalan Lempar Lembing Gaya Hop Step (Aip Syarifuddin, 1992: 167)
3) Sikap Badan Waktu akan Me le mparkan Le mbing
Sikap badan pada waktu akan melempar dilakukan setelah pelempar
melakukan langkah jengket. Adapun sikap badan akan pada waktu akan
melemparkan lembing menurut Aip Syarifuddin (1992: 161) sebagai berikut:
Badan menyamping ke arah lemparan, kaki kiri ke depan lurus (lemas), kaki kanan di belakang dengan lutut dibengkokkan ke depan serong ke samping kanan. Berat badan berada pada kaki kanan, badan agak dicondongkan ke samping kanan. Tangan kanan memegang lembing dengan lurus ke belakang, mata lembing berada di samping kepala kira-kira dekat dengan sudut mata. Pandangan menghadap ke arah lemparan. Berikut ini disajikan ilustrasi gambar sikap badan waktu akan
melemparkan lembing sebagai berikut:
30
Gambar 4. Sikap Badan akan Melemparkan Lembing (Aip Syarifuddin, 1992: 162)
4) Cara Me le mparkan Lembing
Cara melemparkan lembing merupakan gerak lanjutan dari sikap badan
akan melemparkan lembing. Sikap badan akan melemparkan lembing dan gerakan
melemparkan lembiung harus dikoordinasikan dengan baik agar lemparan dapat
dilakukan dengan baik dan benar. Lebih lanjut Aip Syarifuddin (1992: 162)
menyatakan cara melemparkan atau melepaskan lembing sebagai berikut:
Dari sikap badan akan melemparkan lembing, kemudian pada waktu lembing akan dilemparkan secepatnya pinggul, pinggang dan perut didorong ke depan serong atas. Bersamaan dengan itu badan diputar ke depan ke arah lemparan dengan dada dibuka, dagu diangkat, hingga seluruh badan benar-benar menghadap ke arah lemparan. Pada saat yang bersamaan badan menghadap ke arah lemparan, secepat mungkin tangan kanan yang memegang lembing diputar ke dalam sambil siku dibengkokkan, lembing dibawake atas kepala, terus dilemparkan sekuat-kuatnya ke depan atas. Berikut ini disajikan ilustrasi gambar sikap badan saat melemparkan
lembing sebagai berikut:
31
Gambar 5. Cara Melemparkan Lembing (Aip Syarifuddin, 1992: 166)
5) Gerakan Lanjutan dan Sikap Badan Se te lah Me le mpar
Gerak lanjut dan sikap akhir dari lempar lembing harus dilakukan dengan
benar dengan tetap menjaga keseimbangan agar badan atau bagian tubuh tidak
menyentuh sektor lemparan. Untuk memperoleh lemparan yang jauh, selain
mengerahkan kekuatan maksimal dari otot-otot lengan, juga dibantu kekuatan
tenaga seluruh badan. Untuk memperoleh kekuatan tersebut yaitu dengan jalan
menolakkan kaki kanan dan melonjakkan seluruh badan ke atas ke depan.
Gerakan inilah yang dinamakan dengan gerakan lanjutan (followthrough).
Sikap akhir atau gerak lanjut lempar lembing menurut Agus Mukholid (2004:
112) sebagai berikut:
a) Setelah lembing lepas dari tangan, segera kaki kanan mendarat, kaki kiri diangkat lurus ke belakang lemas.
b) Tangan kiri ke belakang dan tangan kanan dengan siku agak dibengkokkan berada di depan badan (tidak kaku) untuk membantu menjaga keseimbangan.
c) Badan dibungkukkan ke depan dan pandangan mengikuti gerak jalannya lembing sampai jatuh di tanah.
Hal terpenting dan harus diperhatikan dari sikap akhir dan gerak lanjut
lempar lembing yaitu menjaga keseimbangan, gerakan harus dilakukan dengan
harmonis, pandangan mengikuti gerak jalannya lembing. Untuk memperoleh
lemparan yang maksimal, maka teknik-teknik lempar lembing harus dikuasai
dengan baik dan benar.
32
4. Latihan Pliome trik Medecine Ball Throw
a. Pelaksanaan Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw
Latihan pliometrik medecine ball throw merupakan bentuk latihan untuk
meningkatkan power tubuh bagian atas. Sebagai besar olahraga membutuhkan
power tubuh bagian atas seperti gerakan lempar lembing gaya hop step. Pada
latihan pliometrik medicine ball throw menggunakan bola medicine seberat 9-16
pon. Latihan pliometrik medecine ball throw melibatkan otot-otot bahu, lengan
dada dan togok dalam suatu gerakan yang spesifik untuk gerak lempar, tetapi juga
dapat diterapkan untuk ski, bola basket, gulan dan bola voli. Pelaksanaan latihan
pliometrik medecine ball throw menurut M. Furqon H. dan Muchsin Doewes
(2002: 67) sebagai berikut:
1) Posisi awal: Ambillah posisi berlutut dengan kedua lutut kira-kira selebar abhu. Peganglah bola dengan erat di samping dan sedikit ke belakang, menempatkannya di belakang kepala dengan kedua lengan ditekuk.
2) Pelaksanaan: Perlahan-lahan miring dengan bola ditempatkan di belakang kepala sewaktu terbentuk momentum karena gerakan ini, segeralah mengecek dengan menekuk togok ke depan. Ikutilah dengan melemparkan bola sejauh mungkin. Konsentrasikan pada mendorong lengan ke depan dari bahu dan dada. Lakukan dalam 3-6 set dengan 10 sampai 20 lemparan dan istirahat kira-kira 2 menit di antara set.
Berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan latihan pliometri medecine
ball throw sebagai berikut:
Gambar 6. Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw (M. Furqon H. & Muchsin Doewes, 2002: 67)
33
b. Pe ngaruh Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw terhadap
Pe ningkatan Powe r Oto t Le ngan dan Gerakan Lempar Le mbing
Latihan pliometrik medecine ba ll throw merupakan latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan anggota tubuh bagian atas, khususnya power otot lengan.
Bola medicine merupakan sarana atau alat yang digunakan dalam latihan
pliometrik medecine ball throw. Latihan pliometrik ini dilakukan dengan
melemparkan bola medesin dengan kedua tangan yang dilakukan secara maksimal
dan eksplosif. Dengan melakukan lemparan secara maksimal dengan
menggunakan kedua tangan, sehingga akan terbentuk power otot lengan yang
berimbang antara tangan kanan dan tangan kiri. Gerakan sebelum melemparkan
bola medesin dengan cara menggerakkan bola di belakang kepala secara
maksimal, sehingga otot-otot lengan dan tubuh bagian atas memanjang secara
maksimal sangat berperan dalam gerakan lempar lembing. R. Imam Hidayat
(2002: 73) menyatakan, “Beberapa contoh yang diterapkan dalam bidang olahraga
mislanya memanfaatkan kemampuan kerja otot secara max/ sub max dengan
memanjangkan otot lebih dahulu (daripada istirahat) yaitu, kalau kita melempar
bola, melempar lembing atau cakram dan seterusnya mulailah dengan meluruskan
lebih dahulu hingga otot biceps dan brachialis teregang secara max/sub max”.
Berdasarkan gerakan latihan pliometrik medecine ba ll throw
menunjukkan, selain dapat mengembangkan power otot lengan, latihan pliometrik
medecine ball throw memiliki keterkaitan dengan gerakan lempar lembing.
Gerakan dengan memanjangkan otot-otot lengan dan otot-otot tubuh bagian atas
ke belakang sangat dibutuhkan dalam gerakan lempar lembing. Dan gerakan
membungkkukkan badan setelah bola lepas (terlempar) juga sangat mendukung
gerakan followthroug h (gerak lanjut) dalam lempar lembing.
c. Kelebihan dan Ke le mahan Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw
terhadap Pe ningkatan Powe r Otot Lengan dan Ge rakan Lempar Lembing
Latihan P liometrik dengan menggunakan medicine ba ll throw mempunyai
kelebihan antara lain : meningkatkan power otot lengan yang berimbang antara
34
lengan kanan dan lengan kiri. Disamping itu latihan pliometrik medicine ball
throw gerakan menyerupai gerakan pada saat akan melemparkan lembing.
Sedangkan kelemahan latihan pliometrik medicine ball throw adalah
kurang efektifnya gerakan yang dilakukan karena memnggunakan kedua lengan,
dimana gerakan pada lempar lembing hanya menggunakan salah satu lengan saja.
5. Latihan Pliometrik Heavy Bag Thrust
a. Pelaksanaan Latihan Pliometrik Heavy Bag Thrust
Latihan pliometrik heavy bag thrust pada prinsipnya bertujuan untuk
meningkatkan power anggota gerak atas khususnya power otot lengan. Latihan
pliometrik heavy bag thrust menggunakan sansak yang digantungkan dengan tali.
Latihan pliometrik heavy bag thrust melibatkan otot-otot triceps, pectoralis,
deltoid, biceps (lengan) trapezeus, perut, obliques external, serta extensor pinggul.
Latihan pliometrik heavy bag thru st sangat sesuai untuk gerakan-gerakan
melempar.
Pelaksanaan latihan pliometrik heavy bag thrust menurut M. Furqon H.
dan Muchsin Doewes (2002: 64) sebagai berikut:
1) Posisi awal: Menghadap ke sansak dengan kedua tungkai pada posisi setengah terbuka, kaki yang berada di samping/dekat sansak ditarik ke belakang. Letakkan tangan bagian dalam setinggi dada pada sansak dengan jari-jari menunjuk ke atas, siku harus dekat dengan tubuh dan lengan harus ditekuk penuh.
2) Pelaksanaan: Kedua kaki diam dan dengan menggunakan togok, doronglah sansak sejauh dari tubuh secepat mungkin, lengan dan bahu terjulur penuh. Tangkaplah pantulan sansak dengan tangan terbuka dan pecahkan momentumnya dengan menggunakan togok, lengan dan bahu. Doronglah sansak ke depan lagi sebelum mencapai posisi awal. Jaga agar posisi tubuh tetap sama selam latihan. Geserlah posisi dan ulangi dengan menitik beratkan kecepatan dan keeksplosifan. Lakukan dalam 3-6 set dengan 10-20 dorongan dan istirahat kira-kira 2 menit di antara set.
Berikut ini disajikan ilustrasi gambar latihan pliometri heavy bag thrust
sebagai berikut:
35
Gambar 7. Latihan P liometrik Heavy Bag Thrust (M. Furqon H. & Muchsin Doewes, 2002: 64)
b. Pe ngaruh Latihan Pliome trik Heavy Bag Thrust terhadap Pe ningkatan
Powe r Otot Le ngan dan Gerakan Lempar Lembing
Latihan pliometrik heavy bag thrust bertujuan untuk mengembangkan
power otot lengan. Gerakan mendorong sansak dengan kuat dan eksplosif yang
dilakukan secara berulang-ulang dapat membentuk power otot lengan secara
maksimal. Namun berkembangnya power otot lengan antara tangan kanan dan
tangan kiri tidak berimbang. Hal ini karena, kekuatan otot lengan antara tangan
kanan dan tangan kiri tidak sama. Besar kemungkinan atlet atau siswa tidak
mampu menahan pantulan sansak, sehingga untuk mendorong sansak secara
berulang-ulang tidak dapat dilakukan secara optimal.
c. Kelebihan dan Ke lemahan Latihan Pliometrik Heavy Bag Thrust terhadap
Pe ningkatan Powe r Otot Le ngan dan Gerakan Lempar Lembing
Latihan pliometrik heavy bag thrust mempunyai kelebihan antara lain :
meningkat kan power otot lengan dimana power otot lengan ini sangat dibutuhkan
dalam lempar lembing. Sedangkan kelemahan latihan pliometrik heavy bag thrust
adalah gerakannya kurang sesuai dengan gerakan lempar lembing. Karena ditinjau
dari gerakan latihan pliometrik heavy bag thrust yaitu, mendorong ke depan,
sehingga gerakan ini lebih cenderung untuk gerakan seperti tolak peluru. M.
Furqon H. & Muchsin Doewes (2002: 64) menyatakan, “Latihan pliometrik heavy
bag thrust sangat sesuai untuk atlet-atlet lempar cakram, tolak peluru, angkat berat
serta pemain sepakbola dan bola basket”.
36
B . Ke rangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas dapat diajukan
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Latihan pliometrik medecine ba ll throw dan heavy bag thrust masing-
masing bertujuan untuk meningkatkan power otot lengan. Dari kedua bentuk
latihan pliometrik tersebut dalam pelaksanaannya memiliki karakteristik yang
berbeda. Latihan pliometrik medecine ball throw menggunakan sarana bola
medesin, pelaksanannya yaitu dengan melemparkan bola medesin menggunakan
kedua tangan yang dilakukan secara maksimal dan eksplosif. Dengan melakukan
lemparan secara maksimal menggunakan kedua tangan, maka akan terbentuk
power otot lengan yang berimbang antara tangan kanan dan tangan kiri. Selain itu,
latihan pliometrik medecine ball throw memiliki keterkaitan dengan gerakan
lempar lembing, karena pada latihan pliometrik medecine ball throw dilakukan
dengan memanjangkan otot-otot lengan dan otot-otot tubuh bagian atas. Gerakan
pada latihan pliometrik medecine ball thro w tersebut dibutuhkan dalam gerakan
lempar lembing. Dan gerakan membungkkukkan badan setelah bola lepas
(terlempar) juga sangat mendukung gerakan followthroug h (gerak lanjut) dalam
lempar lembing.
Sedangkan latihan pliometrik heavy bag thrust dilakukan dengan cara
mendorong sansak dengan kuat dan eksplosif yang dilakukan secara berulang-
ulang. Latihan pliometrik heavy bag thrust dilakukan antara tangan kanan dan
tangan kiri, namun power otot lengan antara tangan kanan dan tangan kiri tidak
berimbang. Kekuatan otot lengan antara tangan kanan dan tangan kiri tidak sama.
Latihan pliometrik heavy bag thrust yaitu, mendorong ke depan sehingga gerakan
ini lebih cenderung untuk gerakan seperti tolak peluru. Namun demikian latihan
pliometrik heavy bag thrust dapat juga digunakan untuk lempar lembing, karena
mengembangkan power otot lengan, dimana power otot lengan ini sangat
dibutuhkan dalam gerakan lempar lembing. Dengan demikian diduga, latihan
37
pliometrik medecine ball throw dan heavy bag thrust memiliki perbedaan
pengaruh terhadap peningkatan lempar lembing gaya hop step .
Berdasarkan karakteristik dari latihan pliometrik medecine ba ll throw dan
heavy ba g thrust menunjukkan, latihan pliometrik medecine ba ll thow lebih baik
pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step .
Hal ini karena, latihan pliometrik medecine ba ll throw dapat mengembangkan
power otot lengan yang berimbang antara tangan kanan dan tangan kiri. Selain itu,
gerakan latihan pliometrik medecine ball throw memiliki keterkaitan dengan
gerakan lempar lembing. Gerakan memanjangkan otot-otot lengan dan otot-otot
tubuh bagian atas pada saat akan melemparkan bola, menyerupai gerakan seperti
gerakan akan melemparkan lembing. Dengan memanjangkan otot-otot lengan dan
otot-otot tubuh bagian atas dapat memaksimalkan lemparan menjadi lebih
maksimal. Sedangkan latihan pliometrik heavy bag thrust gerakannya cenderung
mendorong ke depan. Latihan pliometrik heavy bag thrust dilakukan dengan
menggunakan tangan kanan dan tangan kiri, pelaksanannya dengan menahan
pantulan atau ayunan sansak dan mendorongnya kembali. Hal ini akan berdampak
gerakkan mendorong ke depan tidak dapat dilakukan secara kontinyu yang
diakibatkan ayunan dari sansak, terlebih lagi tangan kiri (tidak kidal) akan
merasakan berat untuk mendorong sansak secara berulang-ulang. Latihan
pliometrik heavy bag thrust memiliki keterkaitan dengan gerakan tolak peluru,
karena gerakannya mendorong ke depan. Dengan demikian diduga, latihan
pliometrik medecine ball throw memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap
peningkatan lempar lembing gaya ho p step.
38
C. Perumusan Hipote sis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik medecine ba ll throw dan
heavy bag thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada
siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun
pelajaran 2009/2010.
2. Latihan pliometrik medecine ball throw lebih baik pengaruhnya terhadap
peningkatan kemampuan lempar lembing gaya ho p step pada siswa putra kelas
VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Te mpat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Pe ne litian
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan olahraga SMP Negeri 1 Tulung
Kabupaten Klaten.
2. Waktu Pene litian
Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan (enam minggu)
dengan tiga kali latihan dalam satu minggu. Penelitian dilaksanakan pada 15
Januari 2010 sampai dengan 5 Maret 2010.
B. Jenis dan Rancangan Pe ne litian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Dasar
penggunaan penelitian eksperimen yaitu kegiatan percobaan yang diawali dengan
memberikan perlakuan kepada subjek yang diakhiri dengan suatu bentuk tes guna
mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan. Sedangkan rancangan yang
digunakan yaitu Pretest-Posttest Design. Menurut Sugiyanto (1995: 21) gambar
rancangan penelitian eksperimen sebagai berikut:
KE 1 Treatment A P osttest
S Pretest MSOP
KE 2 Treatment B Posttest Keterangan : S = Subjek Pretest = Tes awal kemampuan lempar lembing gaya ho p step MSOP = Matched Subject Ordinal Pairing KE1 = Kelompok 1 (K1) KE2 = Kelompok 2 (K2)
40
Treatment A = Latihan pliometrik medecine ba ll throw Treatment B = Latihan pliometrik heavy bag thrust Posttest = Tes akhir kemampuan lempar lembing gaya hop step
Pembagian kelompok eksperimen didasarkan pada hasil tes kemampuan
lempar lembing gaya hop step pada tes awal. Setelah hasil tes awal dirangking,
kemudian subjek yang memiliki kemampuan setara dipasang-pasangkan ke dalam
kelompok 1 (K1) dan kelompok 2 (K2). Dengan demikian kedua kelompok
tersebut sebelum diberi perlakuan merupakan kelompok yang sama. Apabila pada
akhirnya terdapat perbedaan, maka hal ini disebabkan oleh pengaruh perlakuan
yang diberikan. Pembagian kelompok dalam penelitian ini dengan cara ordina l
pairing.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas (independen) dan satu
variabel terikat (dependen) yaitu:
1) Variabel bebas (independen) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini yaitu: Latihan pliometrik
medecine ball throw dan latihan pliometrik heavy ba g thrust.
2) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan lempar lembing gaya hop step .
D. Populasi dan Sampe l Pe ne litian
1 . Populasi
Populasi dalam penelitian ini putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung
Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010 berjumlah 130 siswa yang terbagi
dalam enam kelas.
2. Te knik Pengambilan Sampe l
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah prop orsiona l rand om
sampling . Sampel diambil 30% dari populasi tiap kelasnya. Hal ini sesuai
pendapat Suharsimi Arikunto (1998: 120) bahwa, “Untuk sekedar ancer-ancer
maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
41
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya
besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih…”. Populasi siswa
putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran
2009/2010 setiap kelasnya sebagai berikut :
No Kelas Populasi Sampel 1 VIII-A 22 X 30% = 6.6 7 2 VIII-B 23 X 30% = 6.9 7 3 VIII-C 23 X 35% = 6.9 7
4 VIII-D 22 X 30% = 6.6 7 5 VIII-E 19 X 30% = 5.7 6 6 VIII-F 21 X 30% = 6.0 6 Jumlah 130 40
Berdasarkan teknik pengambilan sampel propo rsional random sampling
didapatkan sampel penelitian sebanyak 40 orang.
E. Teknik Pe ngumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini diadakan tes
dan pengukuran kemampuan lempar lembing gaya hop step dari Tamsir Riyadi
(1985: 170). Pentunjuk pelaksanaan tes terlampir.
F. Te knik Analisis Data
1. Mencari Reliabilitas
Untuk mengetahui tingkat keajegan hasil tes yang dilakukan dalam
penelitian, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan korelasi interklas dari
Mulyono B. (2001: 42) dengan rumus sebagai berikut :
MSA – MSW
R = MSA
Keterangan :
R = Koefisien reliabilitas
MSA = Jumlah rata-rata dalam kelompok
MSW = Jumlah rata-rata antar kelompok
42
2. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas. Adapun langkah-langkh uji prasyarat dalam
penelitian ini sebagai berikut:
a) Uji Normalitas
Uji prasyarat analisis yang digunakan dalam penelitan ini adalah uji
normalitas. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode
Lilliefors dari Sudjana (2002: 466). Prosedur pengujian normalitas tersebut
sebagai berikut:
a) Pengamatan x1, x2,.....xn dijadikan bilangan baku z1, z2,...... zn dengan
menggunakan rumus :
Xi - X zi = S Keterangan : Xi = Dari variabel masing-masing sampel X = Rata-rata S = Simpangan baku
b) Untuk tiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku,
kemudian dihitung peluang F(zi) = P(z≤zi).
c) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2,......zn yang lebih kecil atau sama dengan
zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S(zi).
banyaknya z1, z2,......zn yang ≤zi maka S(zi) = n d) Hitung selisih F(zi) - S(zi) kemudian ditentukan harga mutlaknya.
e) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut.
Sebutlah harga terbesar ini Lo.
b) Uji Homogenitas
Dalam uji homogenitas dilakukan dengan cara membagi varians yang
lebih besar dengan varians yang lebih kecil. Menurut Sutrisno Hadi (2004: 312)
rumusnya uji homogenitas sebagai berikut :
43
SD2bs Fdbvb:dbvk = SD2kt Keterangan :
Fdbvb : dbvk = Derajat kebebasan KE1 dan KE2
SD2bs = Standart deviasi KE1
SD2kt = Standart deviasi KE2
3. Uji Perbedaan
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji perbedaan dari
Sutrisno Hadi (1995: 457) sebagai berikut:
∑Md t = ∑ d2
N (N-1) Keterangan :
t = Nilai uji perbedaan
Md = Mean perbedaan dari pasangan
∑d2 = Jumlah deviasi kuadrat tiap sampel dari mean perbedaan
N = Jumlah pasangan
Untuk menghitung prosentase peningkatan kemampuan lempar lembing
gaya hop step antara tes awal dan tes akhir menggunakan rumus sebagai berikut:
Mean different
Prosentase peningkatan = X 100%
Mean different
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Tujuan penelitian dapat dicapai dengan pengambilan data pada sampel
yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data tes awal secara
keseluruhan, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok dan dilakukan tes
akhir pada masing-masing kelompok. Data tersebut kemudian dianalisis dengan
statistik, seperti terlihat pada lampiran. Rangkuman hasil analisis data secara
keseluruhan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Diskripsi Data Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Lempar Lembing
Gaya Hop S tep pada Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok Tes N Max Min Mean SD
Kelompok 1 Awal 20 21.12 11.23 15.62 3.54
Akhir 20 24.25 13.05 19.87 3.19
Kelompok 2 Awal 20 22.45 9.37 15.64 3.34
Akhir 20 25.40 12.44 16.94 3.59
B. Mencari Re liabilitas
Hasil uji reliabilitas tes awal kemampuan lempar lembing gaya hop step
dalam penelitian sebagai berikut :
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Reliabilitas Kategori
Tes awal lempar lembing gaya ho p step 0.8613 Tinggi
Tes akhir lempar lembing gaya hop step 0.8305 Tinggi
45
Untuk mengartikan kategori koefisien reliabilita tes tersebut
menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip
Mulyono B.(1992: 15) sebagai berikut:
Tabel 3. Range Kategori Reliabilitas
Kate gori Validita Reliabilita Obyektivita
Tinggi sekali
Tinggi
Cukup
Kurang
Tidak signifikan
0,80 – 1,0
0,70 – 0,79
0,50 – 0,69
0,30 – 0,49
0,00 – 0,29
0,90 – 1,0
0,80 – 0,89
0,60 – 0,79
0,40 – 0,59
0,00 – 0,39
0,95 – 1,0
0,85 – 0,94
0,70 – 0,84
0,50 – 0,69
0,00 – 0,49
C. Pengujian Persyaratan Analisis
Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan pengujian persyaratan
analisis. Pengujian persyaratan analisis yang dilakukan terdiri dari uji normalitas
dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data diuji distribusi kenormalannya dari data
tes awal kemampuan lempar lembing gaya hop step . Uji normalitas data dalam
penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang
dilakukan terhadap hasil tes awal pada kelompok 1 dan kelompok 2 adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data
Ke lompok N Me an SD L hitung Lt 5%
K1 20 15.62 3.54 0.1194 0.258
K2 20 15.64 3.34 0.1170 0.258
46
Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan pada kelompok 1 (K1)
diperoleh nilai Lhitung = 0,1194. Nilai tersebut lebih kecil dari angka batas
penolakan pada taraf signifikan 5% yaitu 0,258. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data pada kelompok 1 (K1) termasuk berdistribusi normal.
Sedangkan dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada kelompok 2 (K2)
diperoleh nilai Lhitung = 0,1170, ternyata juga lebih kecil dari angka batas
penolakan hipotesis nol pada taraf signifikan 5% yaitu 0,258. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa data pada kelompok 2 (K2) termasuk berdistribusi
normal.
2. Uji Homoge nitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan varians dari
kedua kelompok. Jika kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan varians, maka
apabila nantinya kedua kelompok memiliki perbedaan, maka perbedaan tersebut
disebabkan perbedaan rata-rata kemampuan. Hasil uji homogenitas data antara
kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai berikut:
Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data
Ke lompok N SD2 Fhitung Ft 5%
K 1 20 11.934 1.123 2,15
K 2 20 10.629
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan diperoleh nilai
Fhitung= 1.123. Sedangkan dengan db =19 lawan 19, angka Ft 5%= 2,15, ternyata
nilai Fhitung 1.123 lebih kecil dari Ft 5%= 2,15. Karena Fhitung < Ftabel 5%, maka
hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok 1
(K1) dan kelompok 2 (K2) memiliki varians yang homogen.
47
D. Hasil Analisis Data
1. Uji Perbedaan sebelum Diberi Perlakuan
Sebelum diberi perlakuan kelompok yang dibentuk dalam penelitian diuji
perbedaanya terlebih dahulu. Hal ini dengan maksud untuk mengetahui ketetapan
anggota pada kedua kelompok tersebut. Sebelum diberi perlakuan berangkat dari
keadaan yang sama atau tidak. Hasil uji perbedaan antara kelompok 1 dan
kelompok 2 sebelum diberi perlakuan sebagai berikut:
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Tes Awal pada Kelompok 1 dan
Kelompok 2.
Kelompok N Mean t Ttabel 5%
K1 20 15.62 0.028 1,72
K2 20 15.64
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dengan analisis statistik
t-test antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai sebesar 0.028 dan ttabel
dengan N = 20, db = 20 – 1 = 19 pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,72. Hal ini
menunjukkan thitung < ttabel. Dengan demikian dapat disimpulkan, H0 diterima. Hal
ini artinya, antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi perlakuan tidak ada
perbedaan yang signifikan pada awalnya.
2. Uji Pe rbedaan sesudah Diberi Perlakuan
Setelah dilakukan perlakuan, yaitu kelompok 1 diberi perlakuan latiahn
pliometrik medecine ball throw dan kelompok2 diberi latihan pliometrik heavy
bag thrust, kemudian dilakukan uji perbedaan. Uji perbedaan yang dilakukan
dalam penelitian ini hasilnya sebagai berikut:
48
a. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 yaitu:
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 1
Kelompok N Mean thitung ttabel 5%
Te s awal 20 15.62 9.396 1.72
Tes akhir 20 19.87
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test
kelompok 1 antara hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 9.396 dan
ttabel dengan N = 20, db = 20 – 1 = 19 dengan taraf signifikansi 5% adalah sebesar
1,72. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel , sehingga dapat disimpulkan H0
ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan, antara tes awal dan tes akhir
pada kelompok 1 terdapat perbedaan yang signifikan.
b. Hasil uji perbedaan tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 yaitu:
Tabel 8. Rangkuman Hasil Ujian Perbedaan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 2.
Kelompok N Mean thitung ttabel 5%
Te s awal 20 15.64 7.360 1,72
Tes akhir 20 16.94
Berdasarkan pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test
kelompok 2 antara hasil tes awal dan tes akhir diperoleh nilai sebesar 7.487, dan
ttabel dengan N = 20, db = 20 – 1 = 19 pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,72. Hal
ini menunjukkan thitung > ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa antara tes awal dan tes akhir pada
kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.
49
c. Hasil uji perbedaan tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu :
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Perbedaan Hasil Tes Akhir antara Kelompok 1 dan
Kelompok 2
Kelompok N Mean thitung ttabel 5%
K1 20 19.87 1.777 1,72
K2 20 16.94
Berdasarkan pengujian perbedaan dengan analisis statistik t-test hasil tes
akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai sebesar 1.777, dan ttabel
dengan N = 20, db = 20 – 1 = 19 pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 1,72.
Hal ini menunjukkan thitung > ttabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan hasil tes akhir antara kelompok 1
dan kelompok 2 terdapat perbedaan yang signifikan.
d. Perbedaan Prosentase Peningkatan
Kelompok mana yang memiliki prosentase peningkatan yang lebih baik
dapat diketahui melalui penghitungan perbedaan prosentase peningkatan tiap-tiap
kelompok. Adapun nilai perbedaan peningkatan kemampuan lempar lembing gaya
hop step dalam persen antara kelompok 1 dan kelompok 2 sebagai berikut:
Tabel 10. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan Peningkatan
Kemampuan Lempar Lembing GayaHop Step antara Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Kelompok N Mean
Pretest Mean
Posttest Mean
Different Prosentase
Peningkatan
Kelompok 1 20 15.62 19.87 4.26 27.25643%
Kelompok 2 20 15.64 16.94 1.29 8.25929%
Berdasarkan hasil pengitungan prosentase peningkatan kemampuan
lempar lembing gaya hop step diketahui bahwa kelompok 1 memiliki
peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step sebesar 27.25643%.
Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan lempar lembing gaya
50
hop step sebesar 8.25929%. Dengan demikian dapat disimpulkan, kelompok 1
memiliki prosentase peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step yang
lebih besar dari pada kelompok 2.
E. Pe ngujian Hipotesis
1. Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw dan Heavy
Bag Thrust terhadap Ke mampuan Lempar Lembing Gaya Hop Step
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan sebelum diberi perlakuan,
diperoleh nilai t antara tes awal pada kelompok 1 dan kelompok 2 = 0.028
sedangkan ttabel = 1,72. Ternyata thit < ttabel, yang berarti hipotesis nol diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan, kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi
perlakuan dalam keadaan seimbang atau tidak terdapat perbedaan kemampuan
kemampuan lempar lembing gaya hop step. Hal ini artinya, antara kelompok 1
dan 2 berangkat dari titik tolak kemampuan lempar lembing gaya hopstep yang
sama. Apabila setelah diberi perlakuan terdapat perbedaan, hal ini karena adanya
perbedaan perlakuan yang diberikan.
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dan tes akhir pada
kelompok 1 diperoleh nilai sebesar = 9.396 sedangkan ttabel = 1,72. Ternyata thitung
> ttabel 5%, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan,
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada
kelompok 1. Hal ini artinya, kelompok 1 memiliki peningkatan kemampuan
lempar lembing gaya hop step yang disebabkan oleh perlakuan yang diberikan
yaitu latihan pliometrik medicine ball throw .
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan tes awal dan tes akhir pada
kelompok 2 diperoleh nilai sebesar = 7.360, sedangkan ttabel = 1,72. Ternyata thitung
> ttabel, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada
kelompok 2. Hal ini artinya, kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan
kemampuan lempar lembing gaya hop step yang disebabkan oleh perlakuan yang
diberikan, yaitu latihan pliometrik heavy bag thrust.
51
Berdasarkan hasil pengujian perbedaan yang dilakukan pada data tes akhir
antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh hasil thitung sebesar 1.777, sedangkan
ttabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 1,72. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan, terdapat perbedaan yang signifikan antara tes akhir pada kelompok 1
dan tes akhir kelompok 2. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada
perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik medecine ball throw dan heavy bag
thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa putra kelas
VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2009/2010, dapat
diterima kebenarannya.
2. Latihan Pliometrik Medecine Ball Throw Lebih Baik Pengaruhnya
terhadap Peningkatan Kemampuan Lempar Le mbing Gaya Hop Step
Berdasarkan hasil penghitungan prosentase peningkatan kemampuan
lempar lembing gaya hopstep diketahui, kelompok 1 memiliki nilai prosentase
peningkatan kemampuan lempar lembing gaya ho psetp sebesar 27.25643%
Sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kemampuan lempar lembing gaya
hop step sebesar 8.25929%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan,
kelompok 1 memiliki prosentase peningkatan kemampuan lempar lembing gaya
hop step yang lebih besar dari pada pada kelompok 2. Dengan demikian hipotesis
yang menyatakan, latihan pliometrik medecine ball throw lebih baing
pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step
pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun
pelajaran 2009/2010 dapat diterima kebenarannya.
52
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan,
ternyata hipotesis yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian dapat diperoleh
simpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan pliometrik medecine ba ll throw dan
heavy bag thrust terhadap kemampuan lempar lembing gaya hop step pada
siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun
pelajaran 2009/2010, dengan nilai perhitungan thit sebesar 1.777 dan ttabel
sebesar 1,72 pada taraf signifikasi 5%.
2. Latihan pliometrik medecine ball throw lebih baik pengaruhnya terhadap
peningkatan kemampuan lempar lembing gaya hop step pada siswa putra
kelas VIII SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran
2009/2010. Kelompok 1 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan
pliometrik medicine ball throw) memiliki peningkatan sebesar 27.25643%.
Sedangkan kelompok 2 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan pliometri
heavy bag thrust ) memiliki peningkatan sebesar 8.25929%.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, latihan pliometrik
medicine ball throw memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan
kemampuan lempar lembing gaya ho p step.
Implikasi teoritik dari hasil penelitian ini adalah, setiap bentuk latihan
memiliki efektivitas yang berbeda dalam meningkatkan kemampuan lempar
lembing gaya hop step. Oleh karena itu, dalam memberikan latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan lempar lembing gaya ho p step harus
menerapkan bentuk latihan yang tepat. Latihan Medicine ball thro w lebih baik
pengauhnya untuk meningkatkan kemampuan lempar lembing gaya hop step . Hal
53
ini dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk memilih bentuk latihan yang sesuai
untuk meningkatkan kemampuan lempar lembing gaya hop step .
C. Saran
Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang
ditimbulkan, maka kepada guru Penjaskes di SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten
Klaten dan para pelatih disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Upaya meningkatkan kemampuan lempar lembing gaya hop step , harus
diterapkan bentuk latihan yang tepat, sehingga akan diperoleh hasil latihan
yang maksimal.
2. Untuk meningkatkan kemampuan lempar lembing gaya hop step dapat
diterapkan bentuk latihan pliometrik medecine ball thro w dan heavy bag
thrust.
54
DAFTR PUSTAKA
A. Hamidsyah Noer. 1996. Ilmu Kepelatihan Lanjut. Depdikbud. Surakarta: UNS Press.
Aip Syarifuddin. 1996. Atletik. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Pembinaan
Tenaga Kependidikan. Andi Suhendro. 1999. Dasar – Dasar Kepelatihan Jakarta Universitas Terbuka. Agus Mukholid. 2004. Pendidikan Jasmani , Jakarta Yudistira Bompa, O. Tudor. 1990. Periodization Theory and Methodology of Training. Kendall /
Hant : Departement of Physical Education York University. Toronto. Ontario.
Canada. Chu Donald A. 1992. Jumping Into Plyometrics. California: Leisure Press Champaign,
Illions. Dadang Masnun. 1999. Atletik, Lari Gawang, Lompat Jingkat, Lompat Tinggi, Lempar
Cakram, Lempar Lembing. Jakarata: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Depdiknas. 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga bagi Pelatih
Olahragawan Pelajar. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Fox, E.L., Bowers, RW., Foss, M.L. 1988. The Psysiological Basis of Physical Education
and Athletics. Philadelphia : WB. Sounders Company. Harsono 1988. Coaching Dan Aspek – Aspek Psikologis Dalam Coaching Jakarta
Dedikbud, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jonath, U., Haag, E., Krempel, R., 1988. Atletik II. Alih bahasa Suparmo. Jakarta: PT.
Rosda Jaya Putra. M. Furqon H. & Muchsin Doewes. 2002. Plaiometrik untuk Meningkatkan Power.
Surakrta: Program Studi Ilmu Keolahragaan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
Mulyono B. 2001. Tes Dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Surakarta: UNS
Press 1992. Tes dan pengukuran.Surakarta : UNS Press.
55
Pate, Russell R; Clanaghan, Bruce Mc & Rotella, Robert. 1993. Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan. Semarang: IKIP Semarang Press.
Pyke, F.S. 1991. Better Coaching. Australia: Australian Coaching Council Incorporated. Radcliffe James C. & Farentinos Robert C. 1985. Paliometrik Untuk Meningkatkan
Power. Alih Bahasa. M. Furqon H. & Mucshin Doewes. Surakarta: Program Studi Ilmu Keolahragaan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
Rusli Lutan dkk. 1992. Manusia dan Olahraga. Bandung: ITP dan FPOK/IKIP Bandung. Sadoso Sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta:
PT. Gramedia. Sarwono dkk. 1994. Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Loncat Jongkok dan
Loncat Mengangkat Lutut Terhadap Kemampuan Daya Ledak Anggota Gerak Bawah. Surakarta : FKIP UNS.
Sarwono dan Ismaryati. 1999. Laporan Penelitian Aplikasi Penelitian Energi Elastik Otot
Pada Pengukuran Power Otot Tungkai. Surakarta: FKIP UNS Press. Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati. 1993. Materi Pokok Pendidikan Atletik.
Jakarta: Depdikbud. Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara D-II dan pendidikan Kependudukan. Bagian Proyek Penataran Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD Setara D-II.
Soekarman. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta : Inti Dayu
Press. Suharsimi Ari Kunto. 1998. Prsedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta
PT.Rineka cipta. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto. 1995. Metodologi Penelitian Surakarta: UNS Press. Suharno HP. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Sutrisno Hadi. 2004. Statistik Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset. 1995. Metodologi Research Jilid IV. Yogyakarta: Andi Offset. Tamsir Riyadi. 1985. Petunjuk Atletik. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
56
Toho Cholik Mutohir. dan Rusli Lutan. 2001. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung: CV. Maulana.
Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan Adang Suherman. 1999/2000. Atletik. Jakarta:
Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.
Yudha M. Saputra, 2001 Dasar – Dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain Untuk
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Dediknas Derektorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kerjasama Dengana Direktorat Jendral Olah Raga.
Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta:
Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Pendidikan Tingkat Akademik.