PERBEDAAN KWALITAS CARA PEMINDANGAN IKAN … · suhu dan tekanan tinggi dan waktu yang lebih...

55
PERBEDAAN KWALITAS CARA PEMINDANGAN IKAN LAYANG (Decapterus russelli Ruppell ) DENGAN TEKNIK PRESTO DAN NON PRESTO SKRIPSI Oleh : NURUL AFIDAH Nim : 98330024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2003

Transcript of PERBEDAAN KWALITAS CARA PEMINDANGAN IKAN … · suhu dan tekanan tinggi dan waktu yang lebih...

PERBEDAAN KWALITAS CARA PEMINDANGAN IKAN LAYANG (Decapterus russelli Ruppell ) DENGAN TEKNIK PRESTO DAN NON

PRESTO

SKRIPSI

Oleh : NURUL AFIDAH Nim : 98330024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2003

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ikan layang (Decapterus russelli) merupakan salah satu

komoditi hasil laut yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan kaya

akan gizi terutama protein. Protein ikan sangat diperlukan oleh

manusia karena mudah dicerna juga mengandung asam amino.

Ikan layang banyak ditangkap karena mempunyai arti penting

sebagai bahan makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan

segar maupun sebagai ikan pindang. Namun ikan layang basah

merupakan komoditi yang cepat rusak, hal ini disebabkan tubuh ikan

mempunyai kadar air yang tinggi dan PH tubuh mendekati netral,

sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Selain itu daging ikan layang banyak mengandung asam lemak tak

jenuh yang sifatnya sangat mudah mengalami oksidasi. Oleh karena

itu sering timbul bau tengik pada tubuh ikan, sehingga daya minat

masyarakat sangat rendah. Dengan demikian perlu di kembangkan

berbagai cara pengolahan dan pengawetan, agar sebagian besar ikan

hasil tangkapan yang melimpah ruah tidak terbuang sia-sia dan dapat

dimanfaatkan oleh konsumen

( Afrianto dan Liviawati, 1989)

Pembuatan pemindangan merupakan salah satu cara

pengolahan juga cara pengawetan ikan secara tradisional yang telah

lama dikenal dan dilakukan di Negara kita. Ikan pindang juga sangt

digemari oleh masyarakat karena mempunyai rasa -yang khas dan

tidak terlalu asin. Di samping itu pemindangan juga sebagai salah satu

bahan pangan yang banyak mengandung protein.

Pembuatan pemindangan adalah salah satu pengolahan ikan

yang menglami proses pengaraman dan diikuti oleh perebusan, begitu

juga dengan pemindangan presto, proses pembuatanya juga

menggunakan pemanasan dalam suasana beragam degan

2

menggunakan tekanan tinggi sehingga duri ikan menjadi lunak

(Wibowo,2000). Dalam pengolahan yang umumnya diolah dengan

metode perebusan tetapi kadar airnya masih sangat tinggi sehingga

mudah membusuk akibat aktifitas mikroorganisme, selain itu ikan

pindang layang mempunyai banyak duri didalam daging sehingga

kosumen engan mengkomsumsi. Sedangkan presto menggunakan

suhu dan tekanan tinggi dan waktu yang lebih singkat, presto akan

membunuh semua mikroorganisme yang terdapat pada ikan pindang

layang dan melunakan tulang dan duri pada ikan pindang layang

karena suhu dan tekanan tinggi dapat menguraikan kolagen yang

terdapat dalam tulang dan duri sehingga menjadi lunak. Presto juga

berakibat kurang mengutungkan yaitu jika suhu dan tekanan tinggi

dalam waktu yang lam dapat terjadi perubahan kandungan gizi antara

lain protein akan terdenaturasi dan lemak akan terhidrolisa karena

mapas. Oleh karena itu dalam pengolahan pindang presto dan non

presto itu perlu adanya pengolahan yang tepat karena proses

pengolahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil

pindang yang akan dihasilkan. Hasil ikan pindang yang baik adalah

mempunyai rasa yang khas, tidak mengandung bakteri dan banyak

disukai kosumen. Hasil pindang yang baik mempunyai kadar air yang

rendah, dan mempunyai daya simpan yang lama tampa mengalami

perubahan.

Hasil ikan pindang yang baik dapat dinilai dari mutu dan daya

awetnya. Semakin tinggi mutu dan daya awetnya ikan pindang maka

akan semakin tinggi pula harga jualnya. Untuk mendapatkan ikan

pindang yang bermutu baik dengan daya awet yang tinggi tidak

terlepas dari sanitasi dan higiniesnya yang baik selama melakukan

pengolahan ( Wibowo,2000)

Pada pengolahan ikan layang menjadi pindang presto dan non

presto, terdapat proses pemanasan dan perebusan yaitu metode untuk

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan

3

dengan cara mengupkan air tersebut dengan menggunakan energi

panas, sehingga mencapai kandungan tertentu, agar mikroba tidak

tumbuh lagi didalamnya. Oleh karena itu dalam proses pemindangan

dengan cara perebusan dan pemanasan perlu diperhatikan dan

digunakan dalam bats-batas tertentu, karena jika tidak akan merusak

bahan makanan. Proses ini juga mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kualitas pindang karena pemanasan dan perebusan dapat

mempengaruhi kandungan Gizi, akibat degradasi panas pada bahan

pangan sehingga kandungan gizi rendah (Haris dan Karmas, 1989 ).

Selama pemanasan dan perebusan dapat terjadi perubahan tekstur,

rasa, aroma. (Winarno, 1982 )

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka peneliti

tertarik untuk meneliti perbedaan cara pemindangan ikan layang

(Decapterus russelli) dengan teknik presto dan non presto terhadap

kadar air, protein, lemak sebagai kandungan gizi.

1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan tersebut diatas dapat

diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan kualitas (Kadar air, kadar protein, kadar

lemak, uji organoleptik) pindang ikan layang (Decapterus russelli

Ruppel) presto dan non presto?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan kualitas (kadar air, kadar

protein, kadar lemak, uji organoleptik ) pindang ikan layang

(Decapterus russelli Ruppel) presto dan non presto.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah

Secara teoritis penelitian ini ingin memberikan informasi tambahan

mengenai pemindangan presto dan non presto dan secara praktis

4

penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat, sebagai informasi

dalam upaya penganekaragaman pengolahan berupa pindang presto

dan non presto yang dapat menciptakan pelung pasar untuk

menigkatkan pendapatan masyarakat. Dan bagi peneliti, sebagai

bahan pertimbagan untuk penelitian yang sejenis dan mendalam,

serta sebagai informasi bagi para pembaca.

1.5 Batasan Penelitian Mengingat terbatasnya kemampuan peneliti, maka peneliti

batasi pada hal-hal sebagai berikut ini :

1. Ikan layang yang digunakan adalah Spesies Decapterus russelli

dengan

Ciri-ciri :

- Berukuran panjang sekitar 20-25 cm

- Badan memenjang, agak gepeng

- Sepanjang tubuhnya berwarna hijau pupus bagaian atas

putihdan bagian bawah perak.

- Masih segar dan dalam keadaan baik tidak rusak.

2. Waktu yang digunakan dalam pemindangan presto dan non

presto adalah waktu 40 menit.

3. Ikan layang yang diteliti hanya terbatas pada kadar air, protein

yang di uji mengunakan cara semi mikro kjedahl, dan kadar lemak

metode hidrolisa asam serta uji organoleptik ( tekstur, rasa, bau)

1.6 Penegasan Istilah Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penelitian ini,

maka peneliti memberikan beberapa istilah yang dipergunakan.

1. Pemindangan presto adalah pemindangan yang mengunakan

pemanasan dalam suasana bergaram dengan menggunakan

tekanan tinggi

5

2. Pemindangan non presto adalah pemindangan yang

menggunakan perebusan dalam suasana bergaram.

3. Ikan layang merupakan salah satu komoditi hasil kelautan yang

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan kaya akan gizi

terutama protein.

4. Kadar protein adalah jumlah kandungan protein yang terkandung

dalam ikan pindang layang presto dan non presto dalam satuan

gram yang diukur dengan semimikro kjdalhl (Sudarmadji, 1989)

5. Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam daging ikan

pindang dalam satuan gram (Sudarmadji, 1989)

6. Kadar lemak adalah penentuan kadar lemak yang terkandung

dalam pindang dalam satuan gram, yang diukur dengan hidrolisa

asam.

7. Organoleptik yaitu adanya tingkat kesukaan kosumen terhadap

hasil jadi dari ikan pindang presto dan non presto dilihat dari

tekstur, rasa, bau yang dinyatakan dengan sangat suka, suka,

tidak suka, sangat tidak suka.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan layang Ikan layang adalah salah satu hasil perikanan yang penting

di Indonesia, yang termasuk dalam suku Carangidae dan hidup

secara berkelompok. Di Indonesia terdapat lima jenis ikan layang yaitu

Decapterus kurroides, Decapterus russelli, Decapterus macrosoma,

Decapterus macharellus dan Decapterus maruadsi ( Nontji, 1986).

Menurut Saanin ( 1984) klasifikasi ikan layang adalah :

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub class : Teleotei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea

Family : Carangidae

Sub family : Carangidae

Genus : Decapterus

Spesies : Decapterus russelli Ruppell

Nama lain : Ikan layang

Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu deca yang berarti

sepuluh dan pteron yang berarti sayap. Jadi Decapterus dapat

diartikan sebagai ikan yang mermpunyai sepuluh sayap (sirip). Ikan

layang (Decapterus russelli ) merupakan ikan yang tergolong ikan

pelagis kecil. Ikan layang umumnya berukuran 20-25 cm dan bahkan

dapat mencapai panjang 30 cm. Bentuk badan memanjang dan agak

gepeng, dan mempunyai dua sirip punggung, sirip punggung pertama

berjari-jari keras 9 (1 memanjang + 8 biasa), sirip punggung kedua

7

berjari-jari keras 1 dan 30-32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2

(lepas) dan bergabung dengan 22 – 27 jari-jari sirip lemah. Baik

dibelakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari- jari sirip

tambahan ( Finlet ). Ikan layang umumya mempunyai warna biru

kehijauan, hijau pupus bagian atas dan putih perak bagian bawah dan

siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat, dan terdapat satu

totol hitam pada tepian atas penutup ingsan.(Anonymaus, 1979)

Jenis- jeni ikan layang pada umumnya hidup di daerah lepas

pantai dengan kadar garam tinggi, dan mempunyai daerah sebaran

luas di daerah laut jawa, selat makasar, selat kalimatan, selat malaka,

bahkan sampai ke laut Flores, Arafuru dan selat Bali.

Kebanyakan ikan layang hidup bergerombol besar , tetapi

ada pula yang hidup solider setidaknya untuk jangka waktu tertentu.

Ikan layang yang kecil biasanya hidup bergerombol sampai ratusan

atau ribuan individu. Dan sebaliknya yang berukuran besar cenderung

untuk hidup solider hanya pada bulan- bulan tertentu mereka

tertangkap.

Ikan layang banyak di tangkap karena mempunyai arti

penting sebagai bahan makanan yang dapat dimanfaatkan baik

sebagai ikan segar maupun ikan pindang. Ikan layang juga mempunyai

arti ekonomi yang penting, karena jumlahnya banyak dan mengandung

protein yang di butuhkan manusia. Ikan layang banyak di jual dipasar,

ada yang masih basah ada juga yang sudah dipindang.

Ikan layang ditangkap dengan payang, semacam jaring

yang dipasang pada malam hari. Hasil tangkapan ikan bisa mencapai

60 % terdiri dari ikan layang.

8

2.2 Nilai Gizi Ikan layang

Seperti ikan pada umumnya, ikan pindang merupakan

sumber protein yang cukup baik. Komposisi ikan layang dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Komposisi kimia ikan layang

Komponen Kadar Air 74 g

Kalori 109 kal

Protein 22,0 g

Lemak 1.7 g

Karbohidrat 0 g

Ca (50) mg

Pasien (150) mg

Fe (2,0) mg

Vitamin A (150) mg

Vitamin B (150) Si

Sumber : Roslina Murjaningsih, (1994)

2.3 Ikan pindang Pengolahan ikan pindang yang lebih populer dikenal dengan

pemindangan yang sebenarnya adalah merupakan kombinasi antara

perebusan dan pengaraman atau dengan kombinasi pemanasan yang

mengunakan pengukusan dengan mengunakan tekanan tinggi

(presto). Pemindangan tersebar luas hampir diseluruh prompisi di

Indonesia dan produksi pindang menepati urutan kedua diantara

produk- produk olahan tradisional. Pemindangan dilakukan dengan

merebus ikan dalam air dengan garam dibawah tekanan udara

normal, tampa perlakuan lajutan. Sedangkan pemindangan presto

dengan cara pemanasan yang mengunakan pengukusan presto

9

dengan tekana tinggi sehingga duri ikan menjadi lunak

(Anonymous, 1996).

Menurut Afrianto dan Liviawati, (1989) Menyatakan bahwa

keberhasilan pemindangan dipengarui oleh mutu bahan yang

digunakan dan kondisi lingkungan yang digunakan.

Syarat-syarat yang harus dipenui adalah :

- Ikan harus segar

- Mutu garam harus baik

- Kondisi lingkungan harus sehat.

2.4. Perbedaan Cara pemindangan Dewasa ini cara pemindangan ikan yang dilakukan sangat

bervariasi tergantung daerah, jenis ikan, dan kebiasaan pengolah.

Akibatnya, proses dan mutu pindang yang dihasilkan berbeda. Karena

itu, ada dua cara pemindangan berdasarkan proses yaitu pindang

presto dan pindang non presto. Berikut ini perbedaan pemindangan

presto dan pemindangan non presto.

2.4.1 Pemindangan presto Banyak yang menduga bahwa ikan presto bukan ikan

pindang. Akan tetapi, kalau dilihat proses pembuatannya yang

menggunakan pemanasan dalam suasana bergaram, presto

termasuk ikan pindang. Bedanya, pengolahan presto

menggunakan tekanan tinggi sehingga duri ikan menjadi lunak.

Meskipun ikan yang biasa di presto adalah ikan bandeng, tetapi

sebenarnya ikan lain pun cocok untuk di buat presto.

Cara pemindagan presto :

1. Pembersihan dan pengaraman

Mula-mula dibersihkan, disortasi, disiangi, dicuci lalu

direndam larutan garam selama 5-10 menit untuk

10

meghilangkan sisa darah, kotoran dan lendir. Setelah

bersih, ikan dilaburi garam halus secukupnya.

2. Pembukusan

Tiap ekor ikan dibungkus lembaran almunium atau plastik

tahan panas dan satu persatu di masukan kedalam pres-

cooker untuk dimasak atau dikukus.

3. Pemanasan

Pengukusan dilakukan selama 40 menit dengan tekanan

sekitar 0,1 atm.

4. Pedinginan

Setelah selasai, press-cooker dibuka, pindang presto

dikeluarkan dan didiginkan pada suhu ruag.(Singgih wibowo,

2000).

2.4.2. Pemindangan non presto

Pemindangan merupakan salah satu cara pengawetan

ikan dengan menggabungkan teknik pengaraman dan

perebusan, pada teknik pengaraman, garam bermanfaat untuk

menarik air dari jaringan ikan serta dapat menghambat

pertumbuhan bakteri, sehingga ikan akan tahan lama. Selain itu

juga akan memberikan rasa gurih, sedangkan pada teknik

perebusan juga berfungsi untuk menarik air dari daging

ikan.(Afrianto dan liviawati, 1989). Dan berikut ini cara

pemindagan non presto.

Cara pemindangan

1. Pembersihan

- Ikan di sortasi berdasarkan ukuran

- Ikan dicuci bersih dengan air mengalir untuk

membersihkan darah, lendir dan kotorannya.

11

2. Penyusunan ikan dan pengaraman

- Menyiapkan wadah bambu dan panci

- Ikan disusun horisontal didalam wadah bambu

- Kemudian, di atas susunan ikan di taburkan garam

3. Pemanasan

- Wadah yang sudah berisi ikan ditumpuk dan diikat sampai

setinggi air

- Perebusan. kontak langsung antara wadah dengan ikan

dalam wadah dibawahnya harus dihindari karena dapat

menyebabkan ikan terkelupas dan patah.

- Disisi atas wadah disisipkan bilah bambu untuk

menyangga wadah yang di tumpuk diatasnya.

- Pemanasan dilakukan selama 40 menit.

4. Pedinginan dan pengemasan

- Setelah selasai perebusan, wadah diangkat, ikatan

dibuka, dan ikatan dijajarkan miring dan didinginkan pada

suhu kamar.

- Ikan pindang berikut wadahnya dikemas dalam kotak

kardus. Daya awet ikan pindang tergolong pendek dan

daya tahan selama dua minggu. (Singgih Wibowo,2000).

2.5. Mutu Ikan pindang

Berbagai tahapan pengolahan ikan melibatkan perubahan

berbagai aspek, baik aspek fisik, kimia, dan organoleptik. Sifat–sifat

ikan pindang meliputi warna, rupa, kekerasan atau kelunakannya.

Sifat kimia meliputi hilangnya beberapa zat gizi yang labil terhadap

pemasakan dan penggaraman seperti vitamin, protein dan kadar air

dan kadar lemak. Perubahan organoleptik meliputi bau, rasa, dan

tekstur (Hadiwiyoto, 1993).

12

Menurut Wibowo(2000). Komposisi kimiawi ikan pindang adalah

kadar air sebanyak 60 g , lemak 2,8 g, dan kadar protein 30,0 g.

Selain pengujian kimiawi, ikan pindang yang baik harus memenui

kriteria tertentu, yaitu sifat organoleptiknya. Perameter organoleptik

ikan pindang yang dinilai pada penelitian ini yaitu: warna, bau,

tekstur

Deskrisi organoleptik ikan pindang:

Parameter Deskripsi

Warna

Bau

Tekstur

Warna spesifik, cermelang

Bau spesifik pindang, segar tidak berbau

busuk.

Daging kompak, padat, cukup kering dan

kesat

Sumber :Wibowo, (2000)

2.6 Pemanasan Pemanasan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara

menguapkan air tersebut dengan mengunakan energi panas hingga

mencapai kandungan tertentu agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi

didalamnya (Winarno,1982). Biasanya kandungan air dikurangai

sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi. Pemanasan

memang bertujuan untuk melawan kebusukan yang disebabkan

aktifitas mikroba tetapi perlu diingat bahwa cara ini tidak membunuh

semua mikroba (Suyanti,1993).

Menurut Kartini, (1991) Pengolahan panas merupakan salah

satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk

memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pemanasan dengan

pengukusan dengan mengunakan Presto relatif baik secara

organoleptik. Dengan pengukusan maka penarikan kandungan air

13

(dehidrasi) dan pembunuhan mikroorganisme dengan uap air panas,

tekstur daging lebih padat, rasa kurang asin. Tetapi kejelekanya

dalam penetrasi garam tergantung lama perendaman ikan dalam

larutan garam sebelum pengukusan di dalam press coocer.

Pemanasan dengan press coocer atau Autoclav menurut Harris dan

Karmas (1989), adalah proses pemanasan yang sering diterapkan

pada sistim jaringan sebelum pembekuan, pengeringan,

pengalengan. Masih menurut Harris dan Karmas (1989). Tujuan

pemanasan dengan pengukusan tekanan tinggi terutama adalah

untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan

warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama

penyimpanan.

Pemanasan didefinisikan sebagai suatu sumber proses di

mana makanan tersebut dimasak dengan mengunakan uap air

panas dengan tekanan. Uap air itu dihasilkan dari air yang terdapat

dibawah panas atau rak- rak pengukus dimana makanan yang

akan dikukus diletakan

(Mudanbi R.S. 1981).

Banyak panas yang diberikan selama pengukusan dengan

tekanan tinggi akan menentukan cita rasa, rupa, daya awet dari

produk-produk yang dihasilkan disamping juga mempengarui

mikrobiologis dan produk.

(Ilyas Sofyan. 1972)

Pembuatan pindangan dengan cara pemanasan relatif lebih

baik secara organoleptik. Karena pemanasan maka terjadi penarikan

air dan pembunuhan mikroorganisme oleh uap air panas, tekstur

daging lebih padat, rasa kurang asin. Tetapi kejelekanya dalam

penetrasi garam tergantung lama perendaman ikan dalam larutan

garam sebelum pemanasan. Jadi dalam segi ekonomis kurang

efesien karena memerlukan waktu yang lama.

(Zailanie, M. Dkk. 1975).

14

Harris dan karmas, (1989). Mengatakan bahwa pemasakan

dengan Autooclae atau presurce cooker akan menurunkan waktu

penguraian kalogen dan membuat daging empuk dalam waktu

singkat. Kramlich et al (1973) mengatakan bahwa kolagen yang

merupakan penyusun ruang dapat terurai oleh panas . Perlakuan

panas yang lama akan menyebabkan kalogen berubah menjadi

larutan gelatin.

Desrosier. 1988. Mengatakan pemanasan akan mengubah

kualitas fisik bahan pangan, perubahan tersebut dapat

mengutungkan dan merugikan produk akhir antara lain daging yang

mengalami pemanasan akan menjadi empuk sehingga memudahkan

dalam kosumsi dan terjadi perubahan warna daging menjadi lebih

gelap sehingga menjadi tidak menarik. Pemanasan dapat

mengakibatkan degradasi bau dan rasa, tingkat perubahan tersebut

berhubungan erat dengan kepekaan bahan terhadap panas.

2.7. Perebusan Perebusan secara umum dapat digolongkan sebagai

pengawetan dengan panas, perebusan bertujuan akan mengurangi

kadar air dalam daging, mematikan sebagian bakteri juga terlepasnya

ikatan – ikatan yang ada dijaringan daging ikan. Sehingga daging

tidak kuat mengikat, dengan demikian akan mempermudah dalam

proses pengawetan selanjutnya.(Nasran,1980).

2.8. Perbedaan pemanasan dan perebusan terhadap kandungan gizi Pengolahan bahan pangan dengan panas merupakan salah

satu cara penting untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan

dan untuk memperkecil timbulnya penyakit pada bahan tersebut.

Pengolahan bahan pangan juga mempunyai pengaruh yang

merugikan terhadap kandungan gizi bahan pangan, karena degradasi

15

panas pada bahan dapat mengakibatkan kandungan gizi rendah, bila

dibandingkan dengan bahan segarnya(Haris dan Karnas, 1987).

Dosrosier, (1988). Mengatakan pemasakan pada suhu dan

tekanan tinggi merupakan proses pengawetan yang paling efektif

namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap komponen

gizi. Protein jaringan ikan akan mengerut karena panas yang diikuti

oleh hidrasi dan gelatinisasi kalogen lebih dari 25 % bebas akan

keluar. Lemak juga akan mengalami drip.

Perbedaan pemanasan terhadap protein : Nilai biologis bahan

pangan tergantung pada metode pemanasan. Pemanasan yang

terlalu lama pada suhu dapat mengakibatkan protein menjadi kurang

berguna dalam makanan. Perlakuan suhu rendah terhadap protein

dapat menaikkan daya cerna protein dibandingkan dengan aslinya.

Perbedaan pemanasan terhadap lemak : Ketengikan

merupakan masalah yang penting pada bahan pangan. Pada suhu

pemanasan yang tinggi, oksidasi lemak, dalam bahan pangan lebih

besar daripada suhu yang rendah. Melindungi lemak dengan

antioksidasi merupakan suatu pengendalian yang efektif.(Desrosier,

1988).

Bahan yang dipanaskan akan mempunyai nilai gizi yang

lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama

pengeringan dapat terjadi perubahan warna, tekstur dan aroma.

2.9 Perbedaan pemanasan dan perebusan terhadap Kadar air, kadar protein, dan kadar lemak 2.9.1 Kadar air

Air dalam bahan pangan terdapat dalam tiga

bentuk yaitu 1 air bebas (free water) yang terdapat

dalam benda padat dan mudah diuapkan. 2 Air terikat

(Bound Water) secara fisik yaitu air yang terikat menurut

sistimkapiler atau air absorobsi karena tenaga penyerapan,

16

dan 3 Air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air

terikat dalam sistim dispersi. Jumlah kandungan air dalam

bahan pangan sangat erat hubungannya dengan

mikroorganisme AW sekitar 0,70 sudah dianggap cukup baik

dan tahan selama penyimpanan(Winarno, 1993)

Pengurangan kadar air dalam bahan pangan akan

menyebabkan senyawa-senyawa seperti protein,

karbohidrat, lemak dan mineral konsentrasinya lebih tinggi

sehingga bahan menjadi rusak dan berkurang

(Winarno dan Fardiaz, 1980).

2.9.2 Protein

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting

bagi tubuh manusia. Protein adalah senyawa organik yang

tersusun dari unsur-unsur C, H, O dan N serta ungsur-

ungsur lain yaitu : belerang, fosfor, besi, dan tembaga.

Ungsur-ungsur tersebut tergabung membentuk unit-unit

asam amino. Asam amino adalah suatu senyawa yang

mengandung gugus amino (NH2) dan gugus karbosil (C ).

Rumus amino sebagai berikut :

H O

R C C

NH2 OH

Asam amino merupakan merupakan satuan dasar

kimia protein. Dalam molekul protein asam-asam amino ini

saling berhubungan dengan suatu ikatan yang disebut ikatan

peptida (CONH) (Winarno, 1992).

Protein tersusun atas kurang lebih 21 macam asam

amino yang saling berikatan dengan ikatan peptida (Deman,

1997). Fungsi protein bagi tubuh adalah sebagai sumber

17

energi dan zat pembagun (Winarno, 1988). Lebih banyak

menurut Deman 1997. Bahwa asam amino yang terangkai

dengan ikatan peptida membentuk struktur primer. Protein

susunan amino menetukan struktur skunder maupun tersier

dan berpengaruh selama pemprosesan protein sebagai

bahan pangan. Darai 21 asam amino hanya 8 asam amino

yang esensial yaiti asam amino yang tidak dapat disentesa

oleh tubuh dan harus didapatkan dari luar. Jumlah asam

amino esensial yang terdapat dalam protein dan

ketersediaanya menetukan kualitas gizi protein. (Fessenden,

1984). Dan yang lainnya merupakan asam amino non

essesial yaitu asam amino yang dapat disintesa dalam

tubuh. Yang tergolong dalam asam amino essesial adalah

leusin, isoleusin, lisina, metionina, fenilallanin, treonina,

tritofan, dan kalin. Asam amino ini merupakan asam amino

yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia untuk

pertumbuhan dan pembangunan sel.

Dalam teknologi pangan asam amino mempunyai

beberapa sifat yang memgutungkan maupun kurang

mengutungkan. Asam glutamat sangat penting peranannya

dalam pengolahan bahan karena menimbulkan rasa yang

lezat (Winarno, 1992).

Deman (1997). Menyatakan bahwa berdasarkan strukturnya

maka protein digolongkan menjadi tiga yaitu protein sederhana,

protein konjugasi, dan protein turunan. Protein sederhana adalah

protein yang hanya yang menghasilkan asam amino saja bila

dihidrolisis.

Protein sederhana meliputi :

- Albumin : Protein ini dapat larut air netral yang tidak

mengandung garam misalnya albumin telur dan

albumin serum.

18

- Globulin : Protein yang larut garam netral misalnya globulin

serum.

- Glutelin : larut asam / basa ecer misalnya glutenin pada

gandum dan orizenin dalam beras.

- Prolamin : Protein yang larut alkohol 70 – 80 %, tapi tidak

larut air misalnya zenin pada jagung dan gliadin

pada gandum.

- Skelereprotein : Protein yang tidak larut air dan pelarut netral,

dan tahan terhadap hidrolisis menggunakan enzim

misalnya komponen tendon, komponen rambut,

dan komponen kuku binatang.

- Histon : Protein yang bersifat basa kuat dan memiliki

misalnya klupein pada ikan hering dan skombrin

pada ikan makarel.

Protein konjugasi adalah protein yang mengandung bagian

asam amino yang terikat bahan non protein misal : lipid, asam

nukleat dan karbohidrat. Protein konjugasi terdiri dari :

- Foskoprotein : Gugus fosfat terikat pada gugus

hidroksil dari serina dan treonin , misal kasein

susu dan fosfoprotein kuning telur.

- Lipoprotein : Gabungan lipid dan protein yang memiliki gaya

pengemulsi cukup baik, misal lipoprotein pada

susu dan kuning telur.

- Nukleoprotein : Gabungan asam nukleat dan protein yang

terdapat dalam inti sel.

- Glikoprotein : Gabungan antara karbohidrat dan protein, misal

nukleoprotein padaoromusin putih telur.

- Kromoprotei : Protein yang gugus prosteknya berwarna miasal

Homoglobin dan myoglobin, klorofil, flafoprotein.

Protein turunan adalah senyawa yang diperoleh dengan

metode kimia atau ezimatik dan dipilah kedalam turunan primer

19

serta sekunder. Di dalam tubuh protein di cerna menjadi asam

maino penyusunya oleh enzim proteolitik dan peptidase-peptidase

dari saluran gastrointestina. Beberapa protein kecil dan beberapa

peptida langsung diasobsi sebagai asam amino sehingga

pengukuran asam amino dalam darah (Montgomery, dkk, 1993).

Selama penyimpanan dan pemrosesan menurut Hurell

(1984) dalam deman (1997) sejumlah perubahan kimia dapat

terjadi pada protein. Perubahan kimia menyebabkan perubahan

rantai samping peptida yang mengakibatkan asam amino jenis

tertentu hilang atau terbentuknya senyawa yang tidak dapat

dihidrolisis oleh enzim didalam saluran pencernaan. Proses

pemanasan pada suhu rendah dan adanya penabahan air dapat

memperbaiki nilai gizi protein, misalnya asam amino yang

mengandung belerang dapat meningkat kuatitasnya. Sebaliknya

pemanasan pada suhu tinggi dan kondisi kekurangan air akan

merusak asam amino, jenis tritoptopan, arginin, metianin dan lisin.

Kerusakan asam amino tersebut dapat disebabkan oleh terjadinya

penguraian, dehidrasi serina dan treonin, kehilangan belerang dari

sistein, oksidasi sistein dan meteonin maupun siklisasi asam

glutamat, asam aspartat dan treonin.(mouron, 1970, 1983 dalam

deman, 1997). Semua asam amino peka terhadap udara panas dan

radiasi sehigga dalam perebusan dan penggukusan tekanan tinggi

asam amino lebih mudah rusak. Pada suhu 600C-680C protein

mengalami koagulasi, yaitu rantai asam aminonya akan berdekatan

dan sangat erat ikatan kimia antar molekulnya yang disebabkan

teruapnya H2O. Persamaan reaksinya adalah :

H H O H H O

N – C C OH + N C C OH

H R H R

20

Gugus asam amina

H O H O

Suhu Panas N C C N C C + 2

H2O

Dan suhu lembab H R H R

Polypeptida

(Gaman dan Sherrington, 1992).

Bila pemanasan dengan suhu tinggi akan menyebabkan

denaturasi protein, oleh karena itu harus digunakan dalam batas –

batas tertentu. Disamping dapat membunuh mikroba tetapi tidak

boleh menurunkan nilai gizi dan citra rasa bahan bagan ( Winarno,

1982). Hasil ikan pindang yang baik yaitu mempunyai protein yang

tinggi oleh karena itu dalam proses pembuatannya harus

diperhatikan, Maksudnya perlu adanya penanganan dan

pengolahan yang tepat, agar nilai gizinya tidak menurun.

Denaturasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh panas,

pH, bahan kimia, mekanik dan sebagainya. Masing – masing

mempunyai pengaruh yang berbeda–beda terhadap

denaturasi protein. (Winarno, 1992).

2.9.3 Lemak Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk

menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak juga

merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding karbohidrat

dan protein. Lemak sebagian besar terdiri atas gliserida yang

tersusun dari berbagai dari jenis asam lemak dengan panjang

rantai yang berbeda, dapat berbentuk jenuh dan tak jenuh.

Komposisi relatif asam lemak jenuh (rantai tunggal) atau asam

lemak tak jenuh (rantai ganda) sebagaimana ketersediaan asam

amino esensial dan non essensial memiliki peranan dalam

menentukan nilai gizinya. (Winarno, 1988)

21

Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang rantai akilnya

tidak mempunyai ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak tak jenuh

terdapat satu atau lebih ikatan rangkap antar karbonya. Asam

lemak jenuh semua ikatan antar karbonya di hubungkan dengan

ikatan tunggal kecuali gugus karboksilnya, dan panjang posisi

valensinya lain ditepati oleh hidrogen. Makin panjang rantai karbon

dari asam lemak maka makin tinggi titik leburnya dan makin

berkurang kelarutannya dalam air. (Montgomery, 1983).

Sifat kimia asam lemak jenuh adalah sifatnya terdapat hidrolisa dan

oksidasi . Didalam hidrolisa, asam lemak diubah menjadi asam

lemak bebas dan gliserol. Hidrolisa dapat bersifat merusak karena

selama hidrolisa terdapat air. Hidrolisa lemak dapat terjadi secara

ezimatis dan kimiawi (Pomeranz dan Meloan, 1944). Reaksi ini

dipercepat oleh asam basa, basa dan enzim . Enzim lipase

mendorong penguraian lemak sehingga kadar asam lemak bebas

lebih dari 10 n%. Sedangkan oksidasi merupakan terjadinya kontak

antara lemak dengan O2. Oksidasi dimulai dengan pmbentukan

peroksida dan hidroperoksida kemudian asam lemak terurai disertai

konversi hidroperoksida menjadi aldehid, keton, serta sam lemak

bebas. (Ketaren, 1986).

Lemak berfungsi sebagai sumber energi pelarut vitamin,

penghantar panas dalam pengolahan bahan pangan dan

memberikan cita rasa tertentu. Setiap garam lemak mengandung 9

kkal energi atau setara dengan 377 Kj (Winarno, 1988). Oleh

karena itu fungsinya sangat vital, maka lemak harus terlindung dari

kerusakan. Lemak dapat mengalami kerusakan karena

pemanasan. Kerusakan karena pemanasan umunya dalam proses

autooksidasi dan hidrolisis. Ikatan tak jenuh pada semua lemak

merupakan pusat aktif yang dapat bereaksi dengan oksigen.

Reaksi ini menhhasilkan produk oksidasi primer , sekunder dan

tersiaer yang mengakibatkan lemak tidak dapat dimakan. Proses

22

autooksidasi pada lemak biasa disebut sebagai ketengikan

(Deman, 1997). Ketengikan lebih disebabkan oleh aldehid dan

bukan oleh peroksida. (Afrianto dan Liviawati, 1989). Ikan pindang

yang baik selain mempunyai protein yang tinggi dan kadar air yang

rendah tapi juga mempunyai kadar lemak yang rendah. Makin

tinggi kadar lemaknya maka akan semakin jelek kualitas pindang

tersebut, sebab daging ikan pindang banyak mengadung asam

lemak tak jenuh yang sifatnya sangat mudah mengalami oksidasi.

Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada tubuh ikan.(Afrianto

dan Liviawati, 1989).

Deman, (1997). Menyatakan lemak yang dipanaskan pada

pemrosesan secara niaga, dijaga agar tidak ada oksigen. Dalam

kondisi kerja yang normal, tidak terjadi oksidasi atau penguraian.

Akan tetapi, pada pemanasan secara niaga, kondisi sangat

dipercepat. Selain itu terjadi perubahan selama pemanasan ialah

pembentukan polimer.

2.10 Hipotesa Penelitian Dari uraian rumusan masalah maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut :

1 Ada perbedaan kadar air ikan pindang layang dengan cara presto

dan non presto.

2. Ada perbedaan kadar protein ikan pindang lanyang dengan cara

presto dan non presto.

3. Ada perbedaan kadar lemak ikan pindang layang dengan cara

presto dan non presto.

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu seperti yang

dijelaskan oleh (Sumardi Suryabrata, 1998) bahwa eksperimen

adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi

informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya

dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan

memanipulasikan semua variabel yang relevan. Rancangan yang

digunakan adalah rancangan acak lengkap ( RAL).

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium kimia Universitas

Muhammadiyah Malang. Sedangkan waktu penelitian dimulai tanggal

24 Februari sampai 5 Maret.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri

dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, nilai ataupun

peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik

tertentu (Porwanti, dkk, 1994). Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah ikan layang

( Decapteruss russelli) yang berukuran 20-25 cm, ikannya masih

segar dan dalam keadaan baik tidak rusak. Yang diperoleh dari

hasil tangkapan nelayan yang ada di Desa Brondong Kecamatan

Brondong Kabupaten Lamongan.

24

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti yang

dijadikan obyek atau sumber data yang sebenarnya dari

suatu penelitian (Porwanti, dkk, 1998). Sampel dalam

penelitian ini adalah 32 ikan pindang (Decapterus russelli).

Dengan tehnik pengambilan Simpel Random Sampling yaitu

sampel diambil sedemikian rupa sehingga setiap anggota

populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi

anggota sampel.

3.4 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel adalah faktor-faktor yang berperan dalam suatu

penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : Yaitu variabel yang mempengarui, menyebabkan

atau mempunyai hubungan dengan variabel

terikat. Dalam penelitian ini adalah variabel

bebasnya adalah cara pemindangan presto dan

non presto.

2. Variabel terikat : Yaitu variabel yang dipengaruhi,

disebabkan oleh variabel bebasnya. Dalam

penelitian ini variabel terikatnya adalah kualitas

ikan pindang yang dihasilkan dari pindang presto

dan non presto dilihat dari hasil uji kadar air, uji

kadar protein dan uji kadar lemak, uji

organoleptik

3. Variabel kontrol : Yaitu variabel yang sengaja dikendalikan oleh

peneliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini

adalah waktu yang sudah ditetapkan, dimana

waktu adalah 40 menit.

25

3.4.1 Definisi Operasional

1. Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam daging ikan satuan

gram (Sudarmadji, 1989).

2. Kadar protein adalah jumlah kandungan protein yang terkandung

dalam ikan pindang layang presto dan non presto dalam satuan

gram yang diukur dengan semi mikro kjeidahl.

3. Kadar lemak adalah penentuan kadar lemak yang terkandung

dalam pindang satuan gram.

4. Uji organoleptik adalah adanya tingkat kesukaan terhadap hasil

jadi dari ikan pindang presto dan non presto dilihat dari tekstur,

rasa, bau yang dinyatakan dengan sangat suka, suka, tidak suka,

sangat tidak suka.

3.5. Rancangan Percobaan

Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah

rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 2 perlakuan

dan 16 kali ulangan. Sedangkan dalam penentuanya

menggunakan rumus ( t – 1 ) (n – 1 ) ≥15 ( Vincent, 1991) dan

menggunakan ikan segar sebagai bahan baku pembuatan ikan

pindang presto dan non presto. Adapun denah percobaan yang di

gunakan adalah sebagai berikut.

A

1

B

2

A

3

B

4

A

5

B6 A7 B8 A9 B10 A11 B12 A13 B14 A15 B16

B

1

A

2

B

3

A

4

B

5

A6 B7 A8 B9 A10 B11 A12 B13 A14 B15 A16

Keterangan :

A : Pemindangan non presto

B : Pemindangan presto

26

3.6. Prosedur Pengukuran Pelaksanaan pengukuran ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu

:

3.6.1 Tahap Persiapan Tahap ini meliputi persiapan alat dan bahan yang akan di

gunakan dalam Penelitian.

3.6.1.1 Alat yang di gunakan

• Kompor gas 1 buah

• Bak plastik

• Presto

• Botol timbang

• Panci

• Timbangan

• Beaker glass

• Pipet

• Labu ukur

• Oven

• Corong

• Rak tabung

• Karet hisap

• Gelas ukur

• Spatula

• Almunium foil

• Lebal kertas

• Botol timbang

• Timbangan

Waterbath

• Hotplate

Lemari asam

• Tabung eaksi

Erlemeyer

27

3.6.1.2 Bahan yang digunakan :

• Ikan layang 50

ekor

• Aquades

• Batu didih

• Garam

• Etanol

• M M ( Metil merah)

• HCL

• Eter

• K2SO4

• NaOH

• Na 2SO4

• H2S04

• CUSO4

• H3BO3

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Percobaan Dalam pelaksanaan percobaan pemindangan ini dibagi dua

yaitu pemindangan presto dan non presto

a. Cara pemindangan presto

1. Tahap pembersihan

Ikan layang sebanyak 25 ekor dalam keadaan segar, dicuci

dengan air mengalir hingga bersih

2. Tahap penggaraman dan pembungkusan

Ikan direndam dalam larutan garam selama 2 menit

kemudian dibersihkan lagi dan ditiriskan. Setelah itu tiap

ekor ikan di bungkus lembaran plastik dan satu persatu di

masukan kedalam press- cooker (presto) untuk di masak

3. Tahap pengukusan / pemanasan

Pengukusan dilakukan selama 40 menit.

28

4. Pendinginan

Setelah selasai, pres-cooker dibuka, pindang presto

dikeluarkan dan didinginkan pada suhu ruang.

b. Cara pemindangan non presto

1. Tahap pembersihan

Ikan layang sebanyak 25 ekor dalam keadaan segar, dicuci

dengan air mengalir hingga besih.

2. Tahap penyusunan dan penggaraman

Menyiapkan wadah bambu dan panci, setelah itu ikan

disusun secara horisontal didalam wadah bambu, kemudian,

diatas susunan ikan ditaburkan garam

3. Pemanasan

Wadah yang sudah berisi ikan ditumpuk dan diikat sampai

setinggi air perebusan. Kemudian disisi atas wadah

disisipkan bilah bambu untuk menyangga wadah yang

ditumpuk diatasnya, setelah itu dipanaskan selama 40 menit.

4. Pendinginan

Setelah selasai perebusan, wadah diangkat, ikatan dibuka

dan didinginkan pada suhu kamar.

3.6.3 Tahap Pengamatan Pengamatan dilakukan pada hasil pindang presto dan non

presto meliputi kandungan air, kandungan protein, kandungan

lemak dan organoleptik. Tahap pengamatan penelitian ini sebagai

berikut :

29

3.6.3.1 Analisa kadar air dengan metode semi mikro kjeldahl (Sudarmadji, dkk (1984) - Menentukan kadar air

Metode Anonymous (1981), Sale Susanto, dkk.

(1990) cara menentukan kadar air dengan metode

pengeringan dalam oven. Selanjutnya oleh slamet

Sudarmadji, dkk (1984), metode ini dinamakan metode

thermogavitri. Sedang pringsip dari analisa ini adalah

dengan menguapakan air dalam pindang di dalam oven

pengering dengan suhu 80 oC sampai terjadi berat

konstan.

Prosedur penelitian :

- Menimbang botol timbang ( a gram )

- Mengambil sampel sebanyak 1gram, setelah itu

ditimbang

- Masukkan ke dalam botol timbang

- Oven botol timbang dan bahan pada suhu 80 0C

selama 24 jam

- Didinginkan botol timbang dan bahan pada suhu ruang

hingga dingin

- Timbang masa akhir

- Perhitungan

100% x sampel massa

akhir) massasampel massa(aairkadar −+=

3.6.3.2 Analisa kadar protein dengan metode semi mikro kjeidahl ( Sudarmadji, dkk. 1984 ) - Menentukan kadar protein

Pringsip analisa protein ini adalah N yang terkandung

dalam bahan (CHON) didestruksi dengan asam sulfat

30

dengan katalisator Na2SO4 sehingga terbentuk hasil

(NH4)2SO4. Hasil destruksi ini kemudian didestilasi untuk

memisahkan NH3 dari bahan. Dari NaOHNH3 yang

dihasilkan di tangkap dengan suatu asam (H3BO3). Hasil

destruksi ini kemudian dititrasi dengan NaOH untuk

mengetahui banyaknya NH3 didalamnya . Protein

dinyatakan dengan cara menjadikan antara % N dengan

angka Kjeldahl. (6,25 )

Prosedur Penelitian :

Menimbang 0,2 gram bahan dan dimasukkan ke dalam

botol timbang lalu ditambahkan 2 gram Na2SO4 = CUSO4 (

20 : 1 ) dan 2 mililiter H2SO4 pekat, lalu dilakukan destruksi

sampai bening. Pada hasil destruksi tambahkan 35 mililiter

H20 dan 7,5 mililter NaOH 40 % lalu lakukan destilasi.

Tampung destilasi pada larutan H3BO3 4 % sebanyak 6, 5

mililiter sampai volume destilat 25 mililiter lalu tambahkan

indikator Metil Merah . Lakukan tetrasi pada destilat dengan

HCl 0.02 N

100% X 6.25 X 14.008 X 0.02 X 1000 X sampel

titrasiVolume:%Protein

3.6.3.1 Analisa kadar lemak – metode hidrolisis asam (Sudarmadji, dkk. 1984) - Penentukan kadar lemak

Pringsip penentuan kadar kemak yaitu dengan cara

mengekstraksi lemak kedalam pelarut organik. Kadungan

air bahan dihilangkan dengan cara diuapkan dengan

waterbath pada suhu 70 oC selama 40 menit. Pemisahan

lemak ini dengan pelarut berlangsung dengan alat corong

pisah. Penentuan kadar lemak dihitung setelah pelarut

dioven.

31

Prosedur penelitian sebagai berikut :

Timbang 1 gram bahan masukkan kedaam tabung reaksi..

Tambahkan 2 ml etanol 96 % dan 5 ml HCl ( 25:11 ).

Panaskan dalam waterbath pada suhu 70 OC selama 40

menit lalu didinginkan. Masukkan larutan ke dalam

corong pisah kemudian tambahkan 12,5 ml petrolium eter

gerojok selama 1 menit. Larutan akan terbentuk 2 fase,

buang fase air (bagian bawah) tampung fase eter lemak

(bagian atas) pada beker gelas yang telah ditimbang

debelumnya ( a gram ). Keringkan eter dalam oven

kemudian ditimbang beker gelasnya ( b gram ) .

%100% xSampel

abLemak −=

3.6.3.4 Uji organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan metode Hedonik

Test. Untuk pengujian kesukaan terhadap tektur, warna, bau

pindang layang di lakukan dengan mengunakan uji

organoleptik :

1. Tahap persiapan

- Mempersiapakan panelis yang akan di pakai dalam

uji organoleptik

- Panelis yang di gunakan sebanyak 20 orang panelis

2. Tahap pelaksanaan

- Panelis diberi penjelasan tentang jenis komoditi yang

akan diuji, cara pengujian dan tujuan pengujian dan

mempersilahkan panelis melihat teksturnya,

warnanya, dan mencium baunya pada setiap

perlakuan. Kemudian panelis dimintak untuk mengisi

score shect berdasarkan nilai kisaran skala nomerik

Kisaran nilai adalah sebagai berikut :

32

Skala hedonik Skala nomerik

Sangat suka 1

Suka 2

Tidak suka 3

Sangat tidak suka 4

3.6.3.5 Metode pengumpulan data Data penelitian dikumpulkan melalui cara :

1. Kuesioner atau angket yaitu dengan uji organoleptik

yaitu meliputi

Tekstur, rasa bau

2. Observasi di laboratorium dalam rangka menghitung

kadar air, kadar protein, kadar lemak.

3.6.3.6 Metode analisa data

Data yang diperoleh diolah dengan uji normalitas dan

uji homogenitas apakah varian populasinya normal atau

tidak dan varian populasinya homogen atau tidak, yaitu

sebagai berikut :

3.6.3.1 Uji normalitas (Uji lilliefors) - Pengamatan X1, X2, Xn . Dijadikan bilangan baku Z1, Z2,

……….Zn

Dengan rumus : Zi = xI - x

S

Keterangan :

X = Rata – rata dari sampel

Sd = Simpang baku sampel

33

- Untuk tiap–tiap bilangan baku ini menggunakan daftar

distribusi normal. Disribusi normal baku kemudian

dihitung peluang F (Zi)=P (Z <Zi ),

maka S (Zi ) = Banyaknya Z1, Z2, ……Zn

n

- Menghitung selisih F (Zi ) – S ( Z l ). Kemudian

menentukan harga mutlaknya.

-. Mengambil harga yang paling besar dari harga –harga mutlak

selisih tersebut . Sebut harga terbesar ini dengan Lo.

- Untuk menolak atau menerima hipotesis nol, kita bandingkan

Lo ini dengan nilai krisis L yang diambil dari tabel nilai titik

untuk uji normalitas (Nilai krisis L untuk α = 0,01 adalah 0,045

dan untuk α = 0,05 adalah 0,3775, dengan kriteria hipotesa

nol diterimah berarti populasi-populasi berdistribusi normal jika

Lo < L daftar (Sudjana, 1992).

Tabel normalitas

Xi Zi F ( Zi) S ( Zi ) F ( Zi) – S (Zi)

Keterangan

XI : Data pengamatan

Zi : Hasil nilai baku

F ( Zi) : Tabel normaliats

S ( Zi) : Banyaknya z1, z2, ………zn

n

3.6.3.2 Uji homogenitas (Uji Bartlet) - Data yang diperoleh dari masing-masing sampel adalah Vij

(1, 2,……k) dan J = (1, 2,……..n) dihitung varianya masing

masing adalah (S1), (S2),……..(Sk).

- Untuk memudahkan hubungan uji homogenitas maka hitungan disusun

dalam tabel sebagai berikut :

34

-

Perlakuan Db 1/Db (S1) Log (S1) Db log

(S1)

- Statistik uji yang digunakan adalah

JK = Σ j Y2 jj – ( Σ jY1) ri

X = 2,3026 (Σ 1 (r1 – 1 ) log S - Σ j ( ri – 1 )

- Statistik ini akan menyebar mengikuti sebaran kuadrat dengan

derajat bebas V = t-1. Dengan demikian jika X dengan derajat

beba dengan V = t -1. Disini adalah banyakanya perlakuan nilai

X terkoreksi adalah adalah : X (terkoreksi) = (1/C) X

dimana faktor terkoreksi dari C adalah : C = 1 + ( 1 ) ( Σi 1/ri

- ) – ( I /Σ (ri – 1 ).

3 (t - 1 )

3.6.3.3 Jika data berdistribusi normal dan varian datanya homogen maka data tersebut dianalisa dengan uji –t berpasangan bebas.

Untuk mengetahui homogen atau heterogen, lakukan uji – F

Uji- F hit = S2 ( variasi yang besar)

S2 ( variasi yang kecil )

- Uji – F tabel (V1, V2)

V1 = N - 1

V2 = N – 1

Kreteria dari uji – F

Variasi homogen jika F hitung < F tabel.

Variasi heterogen jika F hitung > F tabel

- Masukan Uji – t dua sampel bebas.

35

3.6.4.4 Jika varian datanya homogen, maka data tersebut dianalisa dengan Uji – t atau Uji perbedaan ( Sudjana, 1989).

t = s

21

21

n1

n1

xx

+

Keterangan

X 1 = Rata – rata populasi sampel 1

X2 = Rata-rata populasi sampel 2

S = Simpangan baku

n 1 = Jumplah populasi sampel 1

n 2 = Jumlah populasi sampel 2

Keputusan

- Bila t hitung < t tabel ∝ = 0,05 maka H0 diterima (tidak ada

perbedaan yang nyata)

- Bila t hitung > t tabel ∝ = 0,05 maka H0 ditolak (ada

perbedaan yang nyata

3.6.3.5 Jika varian datanya heterogen, maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : - t hit = ( rata –rata) 1 – ( rata-rata )2

S1 2 / n1 + S2 2 / n2

Ho diterima jika

(s1 2 t1)/n1 + ( s22t2 )/n2 (s1

2t1)/n1 + (s2 2t2)/n2

< t hit <

(s12)/n1 + (s2

2)/n2 (s12)/n1 + (s2

2)/n2

36

3.6.3.6 Uji organoleptik

Data dianalisis dengan uji-t dua sampel bebas, dengan rumus :

t =

−+

2

2

1

1

2

22

1

21

21

ns

ns

r2nS

nS

XX

Dimana :

X1 = Rata –rata Perlakuan 1

X2 = Rata – rata perlakuan 2

S12 = Varian perlakuan 1

S22 = Varian perlakuan 2

S1 = Simpangan baku perlakuan 1

S2 = Simpangan baku perlakuan 2

n1 = Perlakuan 1

n2 = Perlakuan 2

r = Korelasi antara dua perlakuan

37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia

Universitas Muhammadiyah Malang didapatkan data hasil kadar air

ikan pindang layang presto dan non presto, kadar protein ikan pindang

presto dan ikan pindang non presto, kadar lemak ikan pindang presto

dan non presto. Dari hasil uji organoleptik meliputi tingkat kesukaan

terhadap tekstur, rasa, bau ikan pindang layang presto dan non presto.

Tabel 4.1 Kadar air ikan pindang presto dan ikan pindang non presto

Sampel Pindang Presto Pindang non presto

1 68,7075 69,3596

2 62,9156 69,9454

3 68,2343 68,7701

4 67,2238 71,3936

5 67,1403 69,8189

6 69,3127 70,6170

7 67,1708 69,6190

8 66,667 68,3168

9 68,1938 70,2253

10 68,3594 69,7279

11 68,0404 67,9245

12 66,1566 65,1830

13 69,0559 69,8849

14 68,1529 69,1293

15 68,5185 69,6919

16 67,7187 69,6137

Jumlah 1081,5678 1109,2210

Rata-rata 67,5980 69,3263

38

Tabel 4. 2 Kadar protein ikan pindang presto dan ikan pindang non

presto

Sampel Pindang Presto Pindang non Presto

1 22,5879 21,0996

2 23,5510 18,2980

3 23,1132 19,6112

4 23,5510 21,3622

5 21,5373 18,1229

6 22,4128 19,6112

7 21,8000 18,9984

8 23,1132 19,3486

9 24,1638 20,3992

10 23,5510 18,9984

11 22,5879 19,1735

12 23,9887 19,1735

13 23,4634 19,6988

14 24,1638 19,1735

15 23,8136 18,6482

16 22,5879 20,5743

Jumlah 369,9863 312,2909

Rata-rata 23,1241 19,5182

39

Tabel 4.3 Kadar lemak ikan pindang presto dan ikan pindang non presto

Sampel Pindang Presto Pindang non Presto

1 2,7 2,7

2 2,7 2,5

3 2,6 2,8

4 3,0 3,3

5 3,0 3,2

6 3,3 2,8

7 2,7 2,6

8 3,1 3,2

9 3,2 3,3

10 2,9 3,2

11 2,9 3,0

12 2,9 3,2

13 2,9 3,0

14 3,0 3,1

15 3,0 3,2

16 2,2 2,8

Jumlah 45,8000 47,8000

Rta-rata 2,8625 2,9875

40

Tabel 4.4 Uji organoleptik tekstur ikan pindang presto dan pindang non

presto

Sampel Pindang presto Pindang non presto

1 2,10 2,5

2 2,15 2,45

3 2,30 2,40

4 2,20 2,80

5 2,10 2,70

6 2,35 2,70

7 2,20 2,50

8 2,20 2,50

9 2,20 2,60

10 2,15 2,50

11 2,10 2,50

12 2,15 2,45

13 2,20 2,55

14 2,10 2,55

15 2,15 2,55

16 2,05 2,55

Jumlah 34,70 40,85

Rata-rata 2,17 2,55

41

Tabel 4.5 Uji organoleptik rasa ikan pindang presto dan pindang non

presto

Sampel Pindang Presto Pindang non Presto

1 2,80 2,35

2 2,75 2,30

3 2,80 2,35

4 2,75 2,65

5 2,80 2,45

6 2,85 2,40

7 2,65 2,50

8 2,75 2,40

9 2,55 2,40

10 2,80 2,45

11 2,70 2,45

12 2,60 2,45

13 2,60 2,45

14 2,75 2,35

15 2,65 2,40

16 2,75 2,45

Jumlah 43,55 38,80

Rata-rata 2,72 2,43

42

Tabel 4.6 Uji organoleptik bau ikan pindang presto dan pindang non

presto

Sampel Pindang presto Pindang non

presto 1 2,40 2,50

2 2,45 2,45

3 2,45 2,55

4 2,75 2,60

5 2,45 2,55

6 2,40 2,75

7 2,50 2,35

8 2,35 2,60

9 2,35 2,60

10 2,35 2,40

11 2,35 2,50

12 2,40 2,50

13 2,45 2,50

14 2,45 2,55

15 2,40 2,50

16 2,45 2,55

Jumlah 38,95 40,45

Rata-rata 2,43 2,53

43

4.2 Hasil Analisa Setelah data diperoleh maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis data, analisis data bertujuan untuk mengetahui apakah

hipotesis berpengaruh atau tidak

4.2.1 Uji Normalitas Tabel 4.7 Ringkasan Uji Normaliatas

Perlakuan Data L hitung L tabel Pindang Kadar air 0,1457 0,2130

Presto Kadar protein 0,1236 0,2130

Kadar Lemak 0,1743 0,2130

Pindang Kadar air 0,2060 0,2130

Non Kadar protein 0,17477 0,2130

Presto Kadar lemak 0,1870 0,2130

Dari tabel diatas (tabel 4.7) dapat dilihat bahwa L hitung dari

masing-masing uji adalah lebih kecil dari L tabel. Dengan demikian

hipotesisi nol (Ho) diterima, yang berarti populasi data dari kadar

air, kadar protein, kadar lemak berdistribusi normal. Selanjutnya

analisa data dapat dilanjutkan dengan uji homogenitas.

4.2.2 Uji Homogenitas 4.2.3 Tabel 4.8 Ringkasan Uji Homogenitas

Perlakuan Data X terkoreksi X 2 Tabel

Pindang

Presto

Kadar air 2,79 3,84

Pindang Non Kadar protein 0,82 3,84

Presto Kadar lemak 0,34 3,84

Dari tabel diatas (tabel 4.8) dapat dilihat bahwa X2 terkoreksi

dari masing-masing data yang diuji homogenitasnya lebih kecil dari

X2 tabel.. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, yang berarti

44

variasi datanya bersifat homogen. Karena datanya berdistribusi

normal dan varian datanya homogen, maka selanjutnya data

dianalisis dengan uji-t .

4.2.4 Uji –t Tabel 4.9 Ringkasan Uji – t

Perlakuan Data T hitung T tabel 5 % Pindang

presto

Kadar air 3,753 2,042

Pindang non Kadar protein 12,522 2,042

Presto Kadar lemak 2,179 2,042

Dari tabel diatas ( tabel 4,9 ) dapat dilihat bahwa t hitung dari

masing-masing data yang diuji –t nya lebih besar dari t tabel.

Sehingga hipotesis penelitian diterima artinya ada perbedan yang

nyata terhadap kandungan gizi ( kadar air, kadar protein, kadar

lemak ) ikan pindang presto dan ikan pindang non presto.

4.2.5 Hasil Analisis Data organoleptik ikan pindang layang presto dan ikan pindang layang non presto. Tabel 4.10 Ringkasan uji –t organoleptik

Perlakuan Data T hitung T tabel5 % T tabel 1 % Pindang

presto

Tekstur 12,455 2,042 2,750

Pindang non Rasa 9,343 2,042 2,750

Presto Bau 2,908 2,042 2,750

Dari tabel diatas (tabel 4.10) dapat dilihat bahwa t hitung dari

masing-masing data yang diuji t- nya lebih besar dari t tabel.

Sehingga hipotesis penelitian diterima artinya ada perbedaan yang

sangat nyata pada uji organoleptik ( tekstur, rasa, bau )

45

4.3 Pembahasan 4.3.1 Kadar Air ikan pindang presto dan ikan pindang non presto

Dari hasil uji –t diperoleh bahwa ada perbedaan yang sangat

nyata

antara kadar air ikan pindang presto dan ikan pindang non presto,

didapat kadar air ikan pindang non presto lebih tinggi. Dalam hal ini

antara perlakuan non presto dan perlakuan presto waktu

disamakan yaitu waktu 40 menit.

Di dapat perlakuan non presto lebih tinggi disebabkan

karena selama perlakuan non presto mengunakan pengolahan

perebusan dalam suasana bergaram Sehingga mengurangi sebagian

kadar air yang ada di dalam daging ikan. Hal ini sesuai yang

dikemukakan oleh Nasran ( 1980 ) Perebusan bertujuan akan

mengurangi kadar air dalam daging ikan, dan mematikan sebagian

bakteri. Demikian juga prelakuan presto memberikan perbedaan yang

nyata terhadap penurunan kadar air. Hal ini disebabkan karena

selama pengolahan mengunakan pemanasan dalam suasana

bergaram dengan mengunakan tekanan tinggi sehingga duri ikan

menjadi lunak. Presto yang menggunakan suhu dan tekanan tinggi

memberikan panas yang tinggi untuk menggeluarkan air dalam

autoclave sebagai sarana transfer panas, selain itu panas juga akan

mengeluarkan air dalam tubuh ikan.

Menurut Maltz yang dikutip Purnomo ( 1984 ) Kadar air

dalam cairan sel akan banyak yang keluar dari dalam tubuh ikan

karena permeabilitas membran sel rusak akibat pemanasan.

Menurut Wibowo ( 2000 ) Pengolahan pindang presto terdiri

dari beberapa proses antara lain pencucian, pengaraman, penirisan

dan presto. Presto sendiri dapat mengurangi kadar air yang

terdapat dalam daging ikan akibat pemanasan. pengaraman akan

mengeluarkan banyak air dari dalam tubuh ikan karena proses

46

omosis yaitu air dalam tubuh ikan akan keluar karena konsentrasi

didalam daging lebih rendah daripada konsentrasi larutan didalam

tubuh. Penirisan akan menguapkan sebagian air yang terdapat

dipermukaan tubuh ikan.

Dengan demikian proses perebusan (non presto) dan proses

pemanasan ( presto ) sama – sama dapat mengeluarkan kadar air

yang ada dalam tubuh ikan, hanya bedanya pengeluaran kadar air

–nya berbeda.

4.3.2 Kadar protein ikan pindang presto dan ikan pindang non presto.

Dari hasil uji –t diperoleh bahwa ada perbedaan yang nyata

kadar protein antara ikan pindang presto dan ikan pindang non

presto. Didapat kadar protein ikan pindang presto lebih tinggi

dibanding pindang non presto. Hal ini disebabkan karena selama

pengolahan presto mempunyai beberapa kelebihan dibanding non

presto. Kelebihannya adalah presto dengan suhu yang sama

dengan non presto, namun tekanannya lebih tinggi. Akibatnya

daging yang diolah secara presto akan lebih cepat masak, daging

empuk dan kadar gizinya tetap. Protein dapat rusak oleh suhu

yang tinggi, namun tidak rusak oleh tekanan yang tinggi sehingga

zat gizinya tidak cepat rusak. Sedangkan pada pengolahan non

presto mengalami penurunan kadar protein. Hal ini disebabkan

karena pada saat perebusan yang biasa suhu dapat meningkat

kurang lebih 90–100 oC sehingga dapat merusak kadar protein.

Protein dapat rusak oleh suhu sehingga dapat mengakibatkan

denaturasi. Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur

lebih tinggi terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder

lainnya yang membentuk konfigurasi protein. (Fessenden,1984).

Sedangkan menurut Winarno (1991) protein yang terdenaturasi

susunan ruang atau polipeptida suatu melekul protein berubah.

47

Protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada

pada rantai polipeptida, gugus reaktif itu akan mengikat gugus

reaktif yang sama atau gugus reaktif yang berdekatan. Jika unit

ikatan yang terbentuk cukup banyak maka protein tidak lagi

terdispersi sebagai koloid dan terjadi keogolasi.

Proses pemasakan disamping memperbaiki nilai gizi juga

meningkatkan daya larut protein dan sebaliknya protein mudah

mengalami kerusakkan oleh pengaruh panas yang

berlebihan.

(Deman, 1997)

4.3.3 Kadar lamak ikan pindang presto dan ikan pindang non presto.

Lemak merupakan sumber salah satu komponen penting

dalam daging ikan. Selain sebagai sumber energi, juga berperan

terhadap rasa (Winarno 1990)

Dari hasil uji-t diperoleh bahwa ada perbedaan yang nyata

antara perlakuan kadar lemak ikan pindang non presto dan

perlakuan ikan pindang presto, didapat kadar lemak ikan pindang

non presto lebih tinggi. Dalam hal ini perlakuan pindang presto dan

pindang non presto menggunakan waktu sama yaitu waktu 40

menit.

Kadar lemak yang lebih tinggi dari kadar lemak ikan segar ini

terjadi karena lemak yang terikat dengan protein, protein

terkonjugasi yaitu lipoprotein terurai sehingga kadar lemak akan

menjadi lebih tinggi (winarno, 1990 ) Dengan demikian total lemak

akan bertambah jika lipoprotein terurai menjadi lemak netral selain

itu juga disebabkan oleh pegurangan kadar air selama proses

pengolahan. Demikian juga dengan perlakuan pindang presto

memberikan perbedaan yang nyata terhadap penurunan kadar

48

lemak. Hal ini disebabkan karena selama pengolahan

menggunakan pemanasan dengan tekanan .

Pemanasan selama proses presto menyebabakan protein

terdenaturasi dan terogulasi sehingga protein daging akan

mengumpal dan ikatan antar sel akan renggang. Hal ini dapat

menyebabkan lemak yang terdapat didalam sel atau diluar sel akan

keluar dari daging sehingga menyebabkan penurunan kadar lemak

yang terdapat pada produk akhir.

Derosier (1988) pemasakan pada suhu dan tekanan tinggi

merupakan proses pengawetan yang paling efektif namun

mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap komponen gizi,

protein jaringan akan mengkerut karena panas. Lemak juga akan

mengalami drip.

4.3.4 Analisis organoleptik tekstur ikan pindang presto dan ikan pindang non presto.

Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tekstur ikan

pindang layang presto dan ikan pindang layang non presto tingkat

kesukaan panelis berkisar antara tidak suka sampai suka, penilaian

yang disukai yaitu terdapat pada ikan pindang non presto

sedangkan penilaian yang paling rendah yaitu terdapat pada ikan

pindang presto.

Berdasarkan tingkat kesukaan tekstur ikan pindang layang

presto dan ikan pindang non presto menunjukkan perbedaan yang

sangat nyata terhadap tekstur ikan. Hal ini disebabkan karena pada

saat penggolahan mengunakan perebusan dalam suasana

bergaram sehingga mempunyai sifat menarik air dalam tubuh ikan

dan menyebabkan kadar air menurun, akibatnya ikan pindang non

presto yang dihasilkan lebih padat teksturnya, selain itu ikan

pindang non presto mengalami proses perebusan yang

menyebabkan kadar air menurun. Hal ini sesuai dengan parameter

49

organoleptik nilai tekstur menurut Wibowo ( 2000) yaitu tekstur ikan

pindang yang baik adalah daging ikan yang kompak, padat dan

kesat.

Penilaian yang rendah yaitu terdapat pada perlakuan ikan

pindang presto. Hal ini disebabkan karena teksturnya kurang

menarik. Pada saat pengolahan mengunakan presto akan terjadi

penarikan air dan membunuh mikroorganisme oleh uap air panas.

Tekstur daging lebih padat dan rasa kurang asin, dan selama

pengolahan permukaan tubuh ikan semakin gelap.

Desrosier, (1988 ) Pemanasan mengubah kualitas fisik

bahan pangan, perubahan tersebut dapat mengutungkan dan

merugikan produk akhir antara lain daging yang mengalami

pemanasan akan terjadi empuk sehinggga memudahkan dalam

konsumsi dan terjadi perubahan warna daging menjadi lebih gelap

sehingga menjadi tidak menarik.

4.3.5 Organoleptik rasa ikan pindang presto dan ikan pindang non presto

Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap rasa ikan

pindang layang presto dan ikan pindang non presto tingkat

kesukaan panelis berkisar antara tidak suka sampai suka, penilaian

suka yang disukai yaitu terdapat pada ikan pindang presto,

sedangkan penilaian yang paling rendah yaitu terdapat pada ikan

layang non presto

Baerdasarkan pada tingkat kesukaan terhadap ikan pindang

layang presto dan ikan pindang layang non presto menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata terhadap rasa pada ikan pindang.

Rasa berbeda dengan aroma, rasa lebih banyak melibatkan panca

indra lidah. Sehingga penilaian organoleptik merupakan suatu

perangkat yang penting dalam penerimaan produk ikan pindang

sebagai bahan makanan oleh kosumen, penilaian rasa dipengarui

50

oleh garam karena selama proses pengolahan mengunakan

perebusan dalam suasanan bergaram sehingga terjadi penurunan

kadar air dan menimbulkan rasa ikan pindang makin asin. Menurut

Afrianto (1989) pemberian garam bermanfaat untuk menarik air dari

jaringan ikan, sehingga memberikan rasa gurih, tetapi pemberian

dengan konsentrasi tinggi akan meningkatkan daya awet produk,

tapi menurunkan nilai organoleptik rasa.

Harris dan Karmas (1989) mengatakan bahwa pemasakan

dengan autolave atau preasurre cooker akan menurunkan waktu

penguraian kalogen dan membuat daging empuk dalam waktu

singkat.

Uji rasa dipengarui oleh hasil ikan pindang layang presto duri

lunak, sehingga akan meningkatkan rasa yang khas pindang

presto. Hal ini disebabkan karena daging ikan pindang empuk dan

tekstur daging lebih padat, rasa kurang asin sehingga banyak

panelis yang meyukai. Dalam hal ini sesuai dengan peryataan

Wibowo (2000) Bahwa rasa ikan pindang yang baik adalah gurif

spesifik, enak, tidak terlalu asin, rasa asin merata.

4.3.6 Organoleptik bau ikan pindang presto dan ikan pindang non presto

Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap bau ikan

pindang layang presto dan non presto tingkat kesukaan panelis

berkisar antara tidak suka sampai suka, penilaian panelis yang

disukai yaitu terdapat pada ikan pindang non presto, sedangkan

penilaian yang paling rendah yaitu terdapat pada ikan pindang

presto.

Berdasarkan tingkat kesukaan bau pada ikan pindang

layang presto dan ikan pindang non presto menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata terhadap bau pada ikan layang. Hal

51

ini disebabkan karena garam memberikan cita rasa yang enak ,

menghasilkan ikan pindang layang non presto yang sedap, dan

menghasilkan bau ikan yang segar seperti bau ikan rebus, gurih,

segar tampa bau tengik.

Pada perlakuan ikan pindang layang presto mengalami

penurunan nilai bau. Hal ini sesuai dengan peryataan derosier

(1988) pemanasan dapat mengakibatkan degradasi bau.

52

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari data pengamatan ikan pindang presto dan ikan pindang

non presto dalam perlakuan yang berbeda dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

Ada perbedaan kualitas (kadar air, kadar protein, kadar

lemak, dan tingkat kesukaan) pindang ikan layang (Decapterus

russelli Ruppel) presto dan non presto.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat peneliti

sampaikan adalah:

a. Diharapkan penelitian ini dapat ditindak lanjuti oleh peneliti

lain dengan membuat ikan pindang layang dengan

perebusan dan presto yang lebih lama, dan sebelum

perebusan dan presto dicuci dulu dengan air yang bersih

agar baik dilihat dari kandungan gizinya maupun

organoleptiknya.

b. Diharapkan penelitian ini dapat ditindaklanjuti oleh peneliti

lain dengan menggunakan analisa Spektofotometri.

\

53

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E, dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan pengolahan ikan. Yokyakarta.

Anonymous. 1979. Buku pedomam sumber perikanan laut. Jakarta.

Derektorat Jendral Perikanan. Departemen Perikanan.

Derosier, N.W. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh

Purnomo

dan Adiono. Universitas Indonesia. Press Jakarta.

Fesenden, J.R dan Fesenden, J. S. 1984. Kimia Organik. Jilid 2,

Erlangga. Jakarta Puasat

.

Harris dan Karmas, E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Terbitan Kedua ITB. Bandung.

Ilyas, S. 1980. Pengantar Pengolahan Ikan. Direktorat Jendral

Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta

Deman. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung

Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Putu, S. dan Surono. 1985. Petunjuk Praktis Pembuatan Ikan Pindang.

Direktorat Jendral Perikanan. Indonesia.

Porwanti, E, Utomo, D.p., Rofik, A., Rahardjanto, A. 1994. Metodelogi Penelitian. Universitas Muhammadiyah Malang.

54

Sinar, T. 2001. Informasi Agribisnis. Edisi 30 Mei. PT Duta Karya

Swasta. Jakarta.

Sudarmadji, S. dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Liberty. Yogyakarta.

Suryabrata, S. 1988. Metodologi Penelitian. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Satuhu, S. 1993. Penanganan Dan Pengolahan Pangan. Penerbit dan

Swadaya. Jakarta.

Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan Perancangan, Analisis dan Interpretasinyan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung.

Sudijono, A. 1995. Pengantar Stastistik Pendidikan. Jakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Winarno, dkk. 1982. Pengawetan Teknologi Pangan. PT. Gramedia.

Jakarta.