Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model...
Transcript of Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model...
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG DIBERI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD
BAGI SISWA KELAS X TEKNIK BANGUNAN
SMK NEGERI 2 SALATIGA
Jurnal
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
RATNA INDRIYANI
202012073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG DIBERI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD BAGI SISWA
KELAS X TEKNIK BANGUNAN SMK NEGERI 2 SALATIGA
Ratna Indriyani1, Kriswandani
2, Erlina Prihatnani
3
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
3 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika yang
diberi model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD bagi siswa kelas X Teknik Bangunan
SMK Negeri 2 Salatiga pada materi Trigonometri. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa
kelas X Teknik Bangunan semester genap Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 178 siswa yang
terbagi dalam 5 kelas. Sampel diambil dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling dan
diperoleh siswa kelas X-B-D sebagai kelas eksperimen (TSTS) dan siswa kelas X-B-C sebagai kelas
kontrol (STAD) dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelas 34 siswa. Desain penelitian yang
digunakan adalah The Randomize Control Group Pretest-Posttest. Uji beda rerata kemampuan awal
siswa dengan menggunakan uji Independent Sample T-Test menghasilkan signifikansi sebesar 0,744 >
0,05; artinya kondisi awal kedua kelas seimbang. Uji hipotesis kemampuan akhir siswa dengan uji
beda rerata Mann-Whitney menghasilkan nilai signifikan 0,009 < 0,05 yang berarti bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika yang diberi model pembelajaran kooperatif
tipe TSTS dan STAD pada siswa kelas X Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran
2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen (84,29)
lebih baik daripada nilai rata-rata kelas kontrol (80,11) maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran tipe TSTS lebih baik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Kata Kunci : tsts (two stay two stray), stad (student teams achievement division), hasil
belajar matematika, trigonometri
PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran matematika menurut Suherman, dkk (2003:58) meliputi dua hal,
yaitu mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan yang selalu berkembang melalui latihan bertindak dengan dasar pemikiran secara
logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, maupun efektif dan mempersiapkan siswa agar
dapat menggunakan matematika serta pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu indikator tercapai
atau tidaknya tujuan pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh
siswa (Djamarah, 2012:25).
Menurut Nasution (2006:36), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes tersebut
dapat berupa ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama
pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya. Adapun hasil belajar menurut
Dimyati dan Mudjiono (2006) adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka atau skor
setelah diberikan tes hasil belajar kepada siswa dalam waktu tertentu. Faktor yang
mempengaruhi hasil belajar oleh Rusman (2012:124) diklasifikasikan menjadi 2, yaitu faktor
internal (faktor yang berasal dari diri siswa meliputi faktor fisiologis dan psikologis) dan
faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi faktor lingkungan dan
instrumental). Salah satu faktor eksternal adalah model pembelajaran.
Permendikbud Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses menyebutkan bahwa guru
hendaknya memberi fasilitas kepada peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif serta
memberikan ruang yang cukup untuk menyalurkan kreativitas sesuai bakat dan minatnya di
dalam pembelajaran. Proses tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan belajar
peserta didik untuk belajar secara berkelompok. Salah satu model pembelajaran yang dapat
diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
Menurut Roger, dkk (Huda, 2014:29), model pembelajaran kooperatif merupakan
aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran
harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok
pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya
sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Model
pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada prinsip bahwa siswa harus belajar bersama dan
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu
kelompoknya (Huda, 2014:114). Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008:11-
26) terbagi atas beberapa tipe, yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), Teams
Game and Tournament (TGT), Jigsaw, Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group Investigation (GI), Two Stay Two
Stray (TSTS), Learning Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods.
Menurut Jhonson dalam Lie (2008:30), untuk mencapai hasil yang maksimal dalam
model pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur yang harus diterapkan yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota,
dan evaluasi proses kelompok. Model pembelajaran kooperatif memiliki cara berdiskusi yang
berbeda-beda. Terdapat model pembelajaran dimana materi yang didiskusikan antara
kelompok sama dan akan dipresentasikan secara klasikal untuk saling melengkapi dan
adapula model pembelajaran dimana setiap kelompok mendiskusikan materi yang berbeda
dan akan dipresentasikan untuk saling bertukar informasi baik secara klasikal atau kelompok.
Contoh model pembelajaran kooperatif yang setiap kelompok berdiskusi dengan materi yang
berbeda dan akan dipresentasikan secara kelompok adalah TSTS, sedangkan model
pembelajaran kooperatif yang setiap kelompok mendiskusikan materi yang sama dan akan
dipresentasikan secara klasikal adalah STAD.
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) atau teknik Dua
Tinggal Dua Tamu ini dikembangkan oleh Specer Kagan pada tahun 1992. Menurut Lie
(2008:6), teknik ini memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan
hasil dan informasi yang diperoleh dari hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok lain
dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok. Prosedur pembelajaran
kooperatif tipe TSTS menurut Suprijono (2010:93-94) adalah 1) siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok heterogen; 2) tiap kelompok diberi permasalahan yang harus mereka
diskusikan; 3) diskusi dilakukan dalam kelompok, kemudian dua dari anggota kelompok
bertamu ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi sedangkan dua anggota dari
kelompok tetap tinggal untuk membagikan informasi kepada tamu yang datang; 4) setelah
semua informasi didapatkan, mereka kembali ke kelompok masing-masing untuk berdiskusi
mengenai informasi yang diperoleh; 5) hasil diskusi dikumpulkan dan salah satu kelompok
diminta membacakan hasilnya; dan 6) guru dan siswa bersama-sama menarik kesimpulan
tentang pembelajaran pada pertemuan itu.
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar
siswa sehingga secara otomatis memaksa siswa untuk aktif mengikuti proses pembelajaran.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi yang diperoleh dari hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok lain dengan cara
saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok (Lie dalam Sukran, 2014:6). Model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi,
tanya jawab, mencari informasi, menjelaskan dan juga menyimak informasi yang dijelaskan
oleh teman sehingga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang
dipelajari. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki kelebihan diantaranya
memberikan kesempatan siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan
masalah, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam
melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya, belajar siswa menjadi lebih bermakna,
berorientasi pada keaktifan, melatih siswa lebih berani mengungkapkan pendapatnya, dan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa (Satrijono, 2014:180).
Berbeda dengan TSTS yang menekankan adanya pertukaran informasi antar kelompok,
model pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada diskusi kelompok untuk
memecahkan masalah yang ada kemudian dipresentasikan secara klasikal. Jika pada model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS setiap kelompok mendapat materi berbeda maka pada
model pembelajaran kooperatif tipe STAD setiap kelompok mendapatkan materi yang sama.
Model pembelajaran koperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin, model pembelajaran ini
merupakan tipe pembelajaran koperatif yang sederhana dimana siswa dibagi menjadi
kelompok kecil (Isjoni, 2009:10). Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008:188) adalah 1) sajian materi oleh
guru; 2) pembentukan kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang; 3) guru
memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan atau membahas suatu topik
lanjutan bersama-sama; 4) pemberian tes/kuis baik dikerjakan oleh kelompok maupun
individu; dan 5) penguatan dari guru.
Beberapa penelitian telah membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dan STAD, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dan Februeny. Fauziah
(2013) melakukan penelitian pada pembelajaran matematika pada siswa kelas X SMK Al-
Musyawirin dalam materi SPLDV. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil belajar
siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari pada model
pembelajaran STAD. Berbeda dengan hasil penelitian Fauziah, penelitian yang dilakukan
oleh Februeny (2014) dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas IX SMP N 3
Colomadu pada materi Aljabar menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian guna membandingkan hasil
belajar dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika yang dikenakan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD bagi siswa kelas X Teknik Bangunan
SMK Negeri 2 Salatiga. Diharapkan penelitian ini dapat melatih siswa untuk bekerja secara
kelompok dan berani berbicara atau menjelaskan sesuatu kepada orang lain serta menambah
wawasan bagi guru mengenai pembelajaran koperatif tipe TSTS dan STAD dan memberi
gambaran tentang penerapan kedua model tersebut pada pembelajaran matematika dalam
materi Trigonometri.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Suatu
penelitian eksperimen disebut eksperimen semu jika tidak memungkinkan bagi peneliti untuk
memanipulasi dan atau mengendalikan semua variabel yang relevan (Budiyono, 2003:79).
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Salatiga yang berlokasi di Jalan Perikesit,
Warak, Sidomukti, Salatiga pada semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga yang
berjumlah 178 siswa dan terbagi menjadi 5 kelas. Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan cluster random sampling dan diperoleh dua kelas sampel yaitu siswa kelas X-B-D
sebagai kelas eksperimen dan kelas X-B-C sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa untuk
masing-masing kelas ada 34 siswa. Kelas eksperimen diberi perlakuan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS sedangkan untuk kelas kontrol diberi perlakuan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua macam, yaitu TSTS dan
STAD. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group
design. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan metode tes.
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh nilai Ujian Akhir Semester Ganjil siswa
kelas X Teknik Bangunan yang dijadikan sebagai nilai pretest untuk mengetahui kondisi awal
siswa sebelum diberikan perlakuan. Metode tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar
siswa setelah diberikan perlakuan (posttest). Soal posttest berupa soal uraian yang berjumlah
7 soal dengan materi Trigonometri, kisi-kisi soal posttest dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Soal Posttest
No. Kompetensi Dasar Indikator No.
Soal
Skor
Maks
3.16
Menemukan sifat-sifat dan
hubungan antar perbandingan
trigonometri dalam segitiga
siku- siku.
Mengubah ukuran sudut (putaran,
derajat, dan radian) 1 5
Mencari perbandingan trigonometri
pada koordinat kartesius
2 5
3.17
Memahami dan menentukan
hubungan perbandingan
Trigonometri dari sudut di
setiap kuadran, memilih dan
menerapkan dalam
penyelesaian masalah nyata dan
matematika.
Operasi aljabar (penjumlahan,
pengurangan, pembagian, perkalian)
pada sudut istimewa dan sudut
berelasi
3,4 5
Mencari perbandingan trigonometri
pada koordinat kartesius pada sudut
di berbagai kuadran
5 10
Membuktikan rumus identitas 6 10
4.14
Menerapkan perbandingan
trigonometri dalam
menyelesaikan masalah.
Soal cerita aplikasi trigonometri
dalam kehidupan sehari-hari 7 10
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Kondisi Awal Siswa
1. Kondisi Awal Hasil Belajar Matematika Siswa
Data kemapuan awal siswa diperoleh dari nilai Ulangan Akhir Semester (UAS)
matematika siswa semester 1 SMK Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. Nilai
UAS matematika siswa digunakan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.
Hasil analisis deskriptif dari kemampuan awal siswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Kemampuan Awal Siswa
N Minimum Maximum Mean Std. Devation
Eksperimen (TSTS) 34 39.00 63.00 48.8529 6.99408
Kontrol (STAD) 34 34.00 62.00 48.2647 7.79786
Valid N (listwise) 34
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata
dan standar deviasi pada 34 siswa yang masuk ke dalam kelas eksperimen lebih unggul
daripada 34 siswa pada kelas kontrol. Meskipun demikian nilai rata-rata untuk kedua
kelas tidak jauh berbeda, nilai rata-rata kelas ekperimen 48,85 sedangkan kelas kontrol
48,26. Adapun standar deviasi dari kelas eksperimen (6,99) lebih baik daripada standar
deviasi kelas kontrol (7,79).
Nilai kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
diklasifikasikan dalam tiga kategori. Hasil sebaran nilai hasil belajar siswa dapat dilihat
pada Tabel 3 dan Gambar 1.
Tabel 3. Pengkategorian Kondisi Awal Hasil Belajar
No. Kategori Interval Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Rendah (R) 33,8 – 43,5 9 26,47% 10 29,41%
2. Sedang (S) 43,6 – 53,3 17 50,00% 14 41,18%
3. Tinggi (T) 53,4 – 63,1 8 23,53% 10 29,41%
Gambar 1. Hasil Belajar Matematika pada Kondisi Awal
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 1 terlihat bahwa sebagian besar siswa dari kedua
kelas masuk ke dalam kategori sedang. Persentase siswa kelas eksperimen yang masuk
ke dalam kategori sedang (50%) lebih tinggi dari kelas kontrol (41,18%). Akan tetapi
persentase kelas eksperimen pada kategori tinggi (23,53%) lebih sedikit dibanding
26,47%
50%
23,53%
29,41%
41,18%
29,41%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Rendah Sedang Tinggi
Eksperimen
Kontrol
persentase siswa kelas kontrol (29,41%) dan persentase yang masuk dalam kategori
rendah untuk kelas eksperimen (26,47%) lebih sedikit daripada kelas kontrol (29,41%).
2. Analisis Inferensial Kondisi Awal Siswa
Uji keseimbangan kondisi awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan
sebelum pelaksanaan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas
memiliki kemampuan yang sama atau seimbang. Hasil uji Normalitas dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Uji Normalitas Kondisi Awal
Kelas
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen (TSTS) .111 34 .200'
Kontrol (STAD) .089 34 .200'
a. Liliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil dari uji Normalitas bahwa kelas eksperimen
dan kelas kontrol tertulis memiliki taraf signifikan .200*. Hal ini berarti nilai
signifikannya lebih dari atau sama dengan 0,200. Kedua kelas memiliki taraf signifikan
lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Adapun untuk uji homogenitas dan uji Independent Sample
T-Test dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji Homogenitas dan Uji Independent Sample T-Test Kemampuan Awal
Siswa
Levene's Test
for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.(2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.Error
Differenc
es
95% Confidence
interval of the
Differences
Lower Upper
Equal
variances
assumed .534 .467 -.327 66 .744 -.58824 1.79643 -4.17493 2.99846
Equal
variances
not
assumed -.327 65.234 .744 -.58824 1.79643 -4.17571 2.99924
Hasil uji Homogenitas pada Tabel 5 menunjukkan bahwa taraf signifikan dari kelas
eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,467 (lebih dari 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari populasi dengan variansi yang
sama (homogen). Berdasarkan hasil uji tersebut, maka uji beda rerata yang digunakan
adalah tipe equal variances assumed. Uji ini menghasilkan nilai signifikan 0,744 (lebih
dari 0,05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel memiliki
kemampuan matematika awal yang sama atau seimbang.
B. Hasil Kondisi Akhir Siswa
1. Kondisi Akhir Hasil Belajar Matematika Siswa
Data kemampuan akhir siswa diperoleh dari nilai posttest matematika siswa yang
diambil setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperetif tipe TSTS dan STAD. Hasil analisis kondisi akhir dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Deskripsi Kondisi Akhir Siswa
N Minimum Maximum Mean Std. Devation
Eksperimen (TSTS) 34 56.00 96.00 84.2941 8.78197
Kontrol (STAD) 34 56.00 96.00 80.1176 6.67771
Valid N (listwise) 34
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa nilai maksimum (96) dan minimum (56)
kedua kelas sama. Jika dilihat dari rata-rata kelas eksperimen (84,29) lebih tinggi dari
pada kelas kontrol (80,11). Meskipun demikian jika dilihat dari standar deviasi, standar
deviasi kelas kontrol (6,67) lebih baik daripada standar deviasi kelas eksperimen (8,78).
Sebaran nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7 dan
Gambar 2.
Tabel 7. Pengkategorian Kondisi Akhir Siswa
No. Kategori Interval Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Rendah (R) 55,7 – 69 1 2,94% 2 5,88%
2. Sedang (S) 70 – 83,3 12 35,29% 22 64,71%
3. Tinggi (T) 83,4 – 96,7 21 61,76% 10 29,41%
Gambar 2. Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Akhir
Berdasarkan pengkategorian pada Tabel 7 dan Gambar 2, sebagian besar siswa
kelas eksperimen masuk ke dalam kategori tinggi (61,76%), sedangkan sebagian besar
2,94%
35,29%
61,76%
5,88%
64,71%
29,41%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Rendah Sedang Tinggi
Eksperimen
Kontrol
kelas kontrol masuk ke dalam kategori sedang (64,71%). Meskipun demikian siswa
kelas eksperimen yang masuk ke dalam kategori sedang sebanyak 12 siswa (35,29%)
dan terdapat 1 siswa (2,94%) pada kategori rendah, sedangkan pada kelas kontrol
terdapat 2 siswa (5,88%) yang masuk kategori rendah dan 10 siswa (29,41%) pada
kategori tinggi.
2. Analisis Inferensial Kondisi Akhir Siswa
Uji beda rerata kondisi akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan
setelah diberikan perlakuan atau treatment yang bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS dan STAD. Hasil uji Normalitas posttest dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji Normalitas Kondisi Akhir Siswa
Kelas Kolmogorov-Smirnov
a
Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen (TSTS) .195 34 .002
Kontrol (STAD) .140 34 .088
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar
0,002 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,088. Nilai signifikansi untuk kelas eksperimen
kurang dari 0,05 yang berarti data tersebut tidak berasal dari distribusi yang normal.
Oleh karena itu, pengujian beda rerata menggunakan uji Mann-Whitney.
Uji Mann-Whitney mensyaratkan bahwa data harus berbentuk ordinal. Bila data
berbentuk interval, maka perlu diubah dulu ke dalam data ordinal (Sugiyono,
2012:153). Oleh karena itu data hasil belajar ditransformasikan ke dalam data ordinal
dengan menentukan peringkat (rangking). Data rangking tersebutlah yang digunakan
dalam uji Mann-Whitney. Penentuan peringkat diurutkan dari data terkecil (skor hasil
belajar terkecil mendapat peringkat pertama) analisis dara peringkat dapat dilihat pada
Tabel 9 sedangkan hasil uji Mann-Whitney kedua kelas tersebut dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 9. Analisis Peringkat Kondisi Akhir Siswa
Kelas N Mean Rank Sum of Ranks
Nilai Eksperimen (TSTS) 34 40.72 1384.50
Kontrol (STAD) 34 28.28 961.50
Total 68
Tabel 10. Hasil Uji Mann Whitney
Test Statisticsa
Nilai
Mann-Whitney U 366.500
Wilcoxon W 961.500
Z -2.607
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
a. Grouping Variable: Kelas
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai
signifikansi uji ini sebesar 0,009 (kurang dari 0,05), sehingga dapat diartikan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol dan karena rata-rata nilai hasil belajar siswa pada kelas eksperimen
(84,29) lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol (80,11) maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar antara hasil belajar yang dikenakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD dimana hasil belajar siswa yang dikenai
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dibanding dengan siswa yang
dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas X Teknik
Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga.
PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika
yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD bagi siswa kelas X Teknik
Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. Analisis uji data
pretest dengan Independent Sample t-test menghasilkan nilai signifkansi sebesar 0,744 (lebih
dari 0,05), maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal hasil belajar matematika siswa antara
kedua kelas seimbang. Tindakan yang dilakukan berikutnya adalah pelaksanaan pembelajaran
selama 4 kali pertemuan masing-masing 2 jam pelajaran. Pembelajaran yang dilakukan pada
kelas eksperimen yaitu diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS (X-B-D), sedangkan kelas kontrol yaitu diberi perlakuan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (X-B-C). Hasil uji hipotesis Mann-Whitney
menghasilkan nilai signifikan 0,009 (kurang dari 0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan
yang signifikan antara rerata kedua kelompok sampel dan karena rerata kelas eksperimen
(84,29) lebih tinggi dari pada rerata kelas kontrol (80,11), maka dapat disimpulkan terdapat
perbedaan hasil belajar matematika kedua kelompok tersebut, dimana hasil belajar siswa
yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada hasil belajar
matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas X
Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga.
Model pembelajaran TSTS dan STAD menuntut siswa untuk mempelajari materi yang
diberikan guru secara berkelompok. Pembagian kelompok oleh guru diatur sedemikian
sehingga setiap kelompok beranggotakan siswa dengan kemampuan yang heterogen. Guru
hanya memberikan penjelasan materi secara garis besar kemudian siswa harus mempelajari
materi yang diberikan secara mendalam dengan bantuan Lembar Kerja (LK). Proses
pembelajaran dengan alokasi waktu yang sama pada kelas yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS membahas materi yang beragam kemudian ditukarkan kepada
kelompok lain sedangkan pada kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD
setiap kelompok membahas materi yang sama.
Selain perbedaan mengenai materi yang dibahas, terdapat pula perbedaan penyampaian
hasil diskusi. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS setiap anggota kelompok dibagi
menjadi dua pihak, yaitu pihak tamu dan pihak tuan rumah. Pembagian ini berdasarkan nilai
matematika dan peringkat kelas yang diperoleh. Peneliti telah menentukan kedua pihak ini
sedemikian sehingga setiap pasangan terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi dan rendah
atau dua siswa dengan kemampuan sedang. Pihak dari masing-masing kelompok akan
bertamu ataupun menerima tamu di setiap kelompok lainnya guna berbagi (bertukar)
informasi dari materi yang telah dipelajari sebelumnya dalam diskusi pada kelompok masing-
masing. Adapun pada STAD setelah diskusi dalam kelompok selesai kelompok akan
mempresentasikan materi yang telah dipelajari secara klasikal.
Perbedaan langkah ini menimbulkan dampak yang berbeda. Proses presentasi pada kelas
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dilakukan dalam kelompok kecil melalui
kegiatan “dua tinggal dua tamu” (Huda, 2014:141). Baik pihak tamu atau tuan rumah dari
kelompok yang berbeda akan bertukar informasi. Informasi yang dibawa oleh kedua pihak
tersebut berbeda sehingga ada tuntutan kedua pihak untuk mendengarkan jika ingin
mendapatkan informasi tentang apa yang dipelajari oleh kelompok lain. Proses ini terjadi
berulang kali sehingga setiap tamu bertamu di setiap kelompok dan setiap tuan rumah
mendapatkan tamu dari setiap kelompok sehingga setiap tamu atau tuan rumah harus
menjelaskan apa yang telah dipelajari sebanyak jumlah kelompok yang ada. Sesuai dengan
pendapat Fitriana (2013), kegiatan menjelaskan berulang kali tentang materi yang telah
dipelajari membuat siswa semakin memahami apa yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan
apa yang terjadi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD ketika melakukan presentasi tidak semua siswa
dari kelompok tersebut aktif menjelaskan. Selain itu, adanya materi presentasi yang sama
membuat kelompok lain tidak begitu antusias mendengarkannya, hal ini tidak terjadi pada
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS karena
pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang terjadi adalah pertukaran informasi
dengan materi yang berbeda.
Selain itu proses diseminasi (penyebaran informasi) pada kelompok dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih efektif dibandingkan secara
klasikal dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mutiah (2012) terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh
pihak pemerima informasi kepada pihak yang menyampaikan informasi saat proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS sedangkan pada proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya sedikit
kelompok yang memberi tanggapan atau pertanyaan saat kelompok lain presentasi.
Fenomena menarik juga terjadi pada saat proses pertukaran informasi pada pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Saat diskusi dalam kelompok, tidak
semua anggota telah memahami materi yang dipelajari. Namun karena guru telah mengatur
pasangan pihak “tamu” dan pasangan pihak “tuan rumah” maka untuk proses rotasi awal
ketika menjelaskan materi adalah siswa yang lebih paham. Saat pasangannya menjelaskan,
siswa yang belum paham tersebut akan ikut mendengarkan dan mempelajari kembali
sehingga membuat siswa tersebut menjadi paham akan materi tersebut karena dia
mendengarkan penjelasan yang berulang-ulang sehingga pada rotasi akhir siswa yang tadinya
belum paham dapat menjelaskan materi kepada kelompok lain.
SIMPULAN
Hasil uji hipotesis Mann-Whitney menghasilkan nilai signifikan 0,009 (kurang dari 0,05).
Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata kedua kelompok sampel dan
karena rerata kelas eksperimen (84,29) lebih tinggi dari pada rerata kelas kontrol (80,11),
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan hasil belajar matematika kedua kelompok
tersebut, dimana hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas X Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga. Selain
itu, penelitian ini berimplikasi terhadap kemampuan berbicara siswa. Ketika siswa melakukan
kegiatan “bertamu” dan “tuan rumah” siswa dituntut untuk menjelaskan materi kepada pihak
tuan rumah atau tamu secara berulang sebanyak kelompok yang ada. Penjelasan secara
berulang yang dilakukan secara tidak sengaja melatih kemampuan berbicara siswa sehingga
siswa yang awalnya tidak dapat menjelaskan maka pada akhirnya ia dapat bergiliran untuk
menjelaskan kepada pihak tamu atau tuan rumah. Hal ini juga dapat meningkatkan
kepercayaan diri siswa ketika ia dapat menjelaskan materi dengan baik.
Atas dasar itulah maka disarankan bagi guru untuk mendesain model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS di dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat memperbaiki
proses pembelajaran di kelas. Selain itu bagi peneliti lain diharapkan dapat dilakukan
penelitian lanjut terkait model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD pada materi
yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, 2003, Metodologi Penelitian Pendidikan. Solo: Sebelas Maret University Perss.
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah. 2012. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Fauziah, Nurul. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMK Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Skripsi. Jurusan
Matematika Universitas Swadaya Gunungjati. Diakses melalui http://e-
journal.unswagati-crb.ac.id/file.php?file=mahasiswa&id=687&name=JURNAL.pdf,
pada tanggal 15 Juli 2015, 11:39.
Februeny dan Murtiyasa. 2014. Skripsi. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two
Stray (TSTS) dan Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Division
(STAD) dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berbasis Kontekstual pada Siswa Kelas IX
SMP Negeri Colomadu Tahun Ajaran 2013/2014. Progdi Pendidikan Matematika FKIP
UMS. Diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/.../02._NASKAH_PUNLIKASI.pdf , pada
tanggal 14 juli 2015, 10:19.
Fitriana dan Lina. 2013. Jurnal. Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) dan Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Depok Tahun Ajaran 2012/
2013. Pendidikan Matematika dan Sains UNY. Diakses melalui
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/5056/43/560, pada tanggal 15 juli 2015,
11:50
Huda, Miftahul. 2014. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Lie. Anita. 2008. Cooperative Learning, Jakarta: Grasindo.
Mutiah. 2012. Jurnal. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievemen Divisions (STAD) dan Two Stay Two Stray (TSTS) Ditinjau dari
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMP N 1 Tempel Sleman pada
Materi Faktorisasi Suku Aljabar, Pendidikan Matematika dan Sains UNY. Diakses
melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/463/43/72, pada tanggal 13 Juli
2015, 10:56
Nasution. 2006. Metode Penelitian Naturalistik dan Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta.
Satrijono, Hari. 2014. Jurnal. Model Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Dua Tingal
Dua Bertamu (Two Stay Two Stray), Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar. Diakses
melalui http://library.unej.ac.id/client/en/US/default/search/asset/284?dt=list, pada
tanggal 14 Juli 2015, 11:55.
Slavin. 2008. Cooperative Learning: Theory, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Suprijono, Agus. 2010. Coopretaive Learning:Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.