Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model...

19
PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD BAGI SISWA KELAS X TEKNIK BANGUNAN SMK NEGERI 2 SALATIGA Jurnal Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh RATNA INDRIYANI 202012073 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

Transcript of Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model...

Page 1: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG DIBERI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD

BAGI SISWA KELAS X TEKNIK BANGUNAN

SMK NEGERI 2 SALATIGA

Jurnal

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

RATNA INDRIYANI

202012073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

Page 2: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil
Page 3: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil
Page 4: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil
Page 5: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil
Page 6: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG DIBERI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DAN STAD BAGI SISWA

KELAS X TEKNIK BANGUNAN SMK NEGERI 2 SALATIGA

Ratna Indriyani1, Kriswandani

2, Erlina Prihatnani

3

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

3 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika yang

diberi model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD bagi siswa kelas X Teknik Bangunan

SMK Negeri 2 Salatiga pada materi Trigonometri. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa

kelas X Teknik Bangunan semester genap Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 178 siswa yang

terbagi dalam 5 kelas. Sampel diambil dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling dan

diperoleh siswa kelas X-B-D sebagai kelas eksperimen (TSTS) dan siswa kelas X-B-C sebagai kelas

kontrol (STAD) dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelas 34 siswa. Desain penelitian yang

digunakan adalah The Randomize Control Group Pretest-Posttest. Uji beda rerata kemampuan awal

siswa dengan menggunakan uji Independent Sample T-Test menghasilkan signifikansi sebesar 0,744 >

0,05; artinya kondisi awal kedua kelas seimbang. Uji hipotesis kemampuan akhir siswa dengan uji

beda rerata Mann-Whitney menghasilkan nilai signifikan 0,009 < 0,05 yang berarti bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika yang diberi model pembelajaran kooperatif

tipe TSTS dan STAD pada siswa kelas X Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran

2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen (84,29)

lebih baik daripada nilai rata-rata kelas kontrol (80,11) maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran tipe TSTS lebih baik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Kata Kunci : tsts (two stay two stray), stad (student teams achievement division), hasil

belajar matematika, trigonometri

PENDAHULUAN

Tujuan pembelajaran matematika menurut Suherman, dkk (2003:58) meliputi dua hal,

yaitu mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam

kehidupan yang selalu berkembang melalui latihan bertindak dengan dasar pemikiran secara

logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, maupun efektif dan mempersiapkan siswa agar

dapat menggunakan matematika serta pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan

menerapkannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Salah satu indikator tercapai

atau tidaknya tujuan pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh

siswa (Djamarah, 2012:25).

Menurut Nasution (2006:36), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak

belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes tersebut

dapat berupa ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama

pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya. Adapun hasil belajar menurut

Page 7: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

Dimyati dan Mudjiono (2006) adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka atau skor

setelah diberikan tes hasil belajar kepada siswa dalam waktu tertentu. Faktor yang

mempengaruhi hasil belajar oleh Rusman (2012:124) diklasifikasikan menjadi 2, yaitu faktor

internal (faktor yang berasal dari diri siswa meliputi faktor fisiologis dan psikologis) dan

faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa meliputi faktor lingkungan dan

instrumental). Salah satu faktor eksternal adalah model pembelajaran.

Permendikbud Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses menyebutkan bahwa guru

hendaknya memberi fasilitas kepada peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif serta

memberikan ruang yang cukup untuk menyalurkan kreativitas sesuai bakat dan minatnya di

dalam pembelajaran. Proses tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan belajar

peserta didik untuk belajar secara berkelompok. Salah satu model pembelajaran yang dapat

diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

Menurut Roger, dkk (Huda, 2014:29), model pembelajaran kooperatif merupakan

aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran

harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok

pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya

sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Model

pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada prinsip bahwa siswa harus belajar bersama dan

bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu

kelompoknya (Huda, 2014:114). Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008:11-

26) terbagi atas beberapa tipe, yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), Teams

Game and Tournament (TGT), Jigsaw, Cooperative Integrated Reading and Composition

(CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group Investigation (GI), Two Stay Two

Stray (TSTS), Learning Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods.

Menurut Jhonson dalam Lie (2008:30), untuk mencapai hasil yang maksimal dalam

model pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur yang harus diterapkan yaitu saling

ketergantungan positif, tanggung jawab perorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota,

dan evaluasi proses kelompok. Model pembelajaran kooperatif memiliki cara berdiskusi yang

berbeda-beda. Terdapat model pembelajaran dimana materi yang didiskusikan antara

kelompok sama dan akan dipresentasikan secara klasikal untuk saling melengkapi dan

adapula model pembelajaran dimana setiap kelompok mendiskusikan materi yang berbeda

dan akan dipresentasikan untuk saling bertukar informasi baik secara klasikal atau kelompok.

Contoh model pembelajaran kooperatif yang setiap kelompok berdiskusi dengan materi yang

berbeda dan akan dipresentasikan secara kelompok adalah TSTS, sedangkan model

Page 8: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

pembelajaran kooperatif yang setiap kelompok mendiskusikan materi yang sama dan akan

dipresentasikan secara klasikal adalah STAD.

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) atau teknik Dua

Tinggal Dua Tamu ini dikembangkan oleh Specer Kagan pada tahun 1992. Menurut Lie

(2008:6), teknik ini memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan

hasil dan informasi yang diperoleh dari hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok lain

dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok. Prosedur pembelajaran

kooperatif tipe TSTS menurut Suprijono (2010:93-94) adalah 1) siswa dibagi menjadi

beberapa kelompok heterogen; 2) tiap kelompok diberi permasalahan yang harus mereka

diskusikan; 3) diskusi dilakukan dalam kelompok, kemudian dua dari anggota kelompok

bertamu ke kelompok lain untuk mendapatkan informasi sedangkan dua anggota dari

kelompok tetap tinggal untuk membagikan informasi kepada tamu yang datang; 4) setelah

semua informasi didapatkan, mereka kembali ke kelompok masing-masing untuk berdiskusi

mengenai informasi yang diperoleh; 5) hasil diskusi dikumpulkan dan salah satu kelompok

diminta membacakan hasilnya; dan 6) guru dan siswa bersama-sama menarik kesimpulan

tentang pembelajaran pada pertemuan itu.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar

siswa sehingga secara otomatis memaksa siswa untuk aktif mengikuti proses pembelajaran.

Teknik ini memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk membagikan hasil dan

informasi yang diperoleh dari hasil diskusi kelompoknya kepada kelompok lain dengan cara

saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok (Lie dalam Sukran, 2014:6). Model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi,

tanya jawab, mencari informasi, menjelaskan dan juga menyimak informasi yang dijelaskan

oleh teman sehingga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang

dipelajari. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki kelebihan diantaranya

memberikan kesempatan siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan

masalah, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam

melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya, belajar siswa menjadi lebih bermakna,

berorientasi pada keaktifan, melatih siswa lebih berani mengungkapkan pendapatnya, dan

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa (Satrijono, 2014:180).

Berbeda dengan TSTS yang menekankan adanya pertukaran informasi antar kelompok,

model pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada diskusi kelompok untuk

memecahkan masalah yang ada kemudian dipresentasikan secara klasikal. Jika pada model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS setiap kelompok mendapat materi berbeda maka pada

Page 9: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

model pembelajaran kooperatif tipe STAD setiap kelompok mendapatkan materi yang sama.

Model pembelajaran koperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin, model pembelajaran ini

merupakan tipe pembelajaran koperatif yang sederhana dimana siswa dibagi menjadi

kelompok kecil (Isjoni, 2009:10). Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model

pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008:188) adalah 1) sajian materi oleh

guru; 2) pembentukan kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang; 3) guru

memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan atau membahas suatu topik

lanjutan bersama-sama; 4) pemberian tes/kuis baik dikerjakan oleh kelompok maupun

individu; dan 5) penguatan dari guru.

Beberapa penelitian telah membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

dan STAD, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dan Februeny. Fauziah

(2013) melakukan penelitian pada pembelajaran matematika pada siswa kelas X SMK Al-

Musyawirin dalam materi SPLDV. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil belajar

siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari pada model

pembelajaran STAD. Berbeda dengan hasil penelitian Fauziah, penelitian yang dilakukan

oleh Februeny (2014) dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas IX SMP N 3

Colomadu pada materi Aljabar menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

STAD lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS.

Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian guna membandingkan hasil

belajar dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika yang dikenakan

model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD bagi siswa kelas X Teknik Bangunan

SMK Negeri 2 Salatiga. Diharapkan penelitian ini dapat melatih siswa untuk bekerja secara

kelompok dan berani berbicara atau menjelaskan sesuatu kepada orang lain serta menambah

wawasan bagi guru mengenai pembelajaran koperatif tipe TSTS dan STAD dan memberi

gambaran tentang penerapan kedua model tersebut pada pembelajaran matematika dalam

materi Trigonometri.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Suatu

penelitian eksperimen disebut eksperimen semu jika tidak memungkinkan bagi peneliti untuk

memanipulasi dan atau mengendalikan semua variabel yang relevan (Budiyono, 2003:79).

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Salatiga yang berlokasi di Jalan Perikesit,

Warak, Sidomukti, Salatiga pada semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. Populasi dalam

Page 10: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga yang

berjumlah 178 siswa dan terbagi menjadi 5 kelas. Teknik pengambilan sampel dilakukan

dengan cluster random sampling dan diperoleh dua kelas sampel yaitu siswa kelas X-B-D

sebagai kelas eksperimen dan kelas X-B-C sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa untuk

masing-masing kelas ada 34 siswa. Kelas eksperimen diberi perlakuan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS sedangkan untuk kelas kontrol diberi perlakuan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Variabel bebas dalam penelitian

ini adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua macam, yaitu TSTS dan

STAD. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group

design. Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan metode tes.

Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh nilai Ujian Akhir Semester Ganjil siswa

kelas X Teknik Bangunan yang dijadikan sebagai nilai pretest untuk mengetahui kondisi awal

siswa sebelum diberikan perlakuan. Metode tes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar

siswa setelah diberikan perlakuan (posttest). Soal posttest berupa soal uraian yang berjumlah

7 soal dengan materi Trigonometri, kisi-kisi soal posttest dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi Soal Posttest

No. Kompetensi Dasar Indikator No.

Soal

Skor

Maks

3.16

Menemukan sifat-sifat dan

hubungan antar perbandingan

trigonometri dalam segitiga

siku- siku.

Mengubah ukuran sudut (putaran,

derajat, dan radian) 1 5

Mencari perbandingan trigonometri

pada koordinat kartesius

2 5

3.17

Memahami dan menentukan

hubungan perbandingan

Trigonometri dari sudut di

setiap kuadran, memilih dan

menerapkan dalam

penyelesaian masalah nyata dan

matematika.

Operasi aljabar (penjumlahan,

pengurangan, pembagian, perkalian)

pada sudut istimewa dan sudut

berelasi

3,4 5

Mencari perbandingan trigonometri

pada koordinat kartesius pada sudut

di berbagai kuadran

5 10

Membuktikan rumus identitas 6 10

4.14

Menerapkan perbandingan

trigonometri dalam

menyelesaikan masalah.

Soal cerita aplikasi trigonometri

dalam kehidupan sehari-hari 7 10

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Kondisi Awal Siswa

1. Kondisi Awal Hasil Belajar Matematika Siswa

Data kemapuan awal siswa diperoleh dari nilai Ulangan Akhir Semester (UAS)

matematika siswa semester 1 SMK Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. Nilai

UAS matematika siswa digunakan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran

Page 11: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.

Hasil analisis deskriptif dari kemampuan awal siswa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi Kemampuan Awal Siswa

N Minimum Maximum Mean Std. Devation

Eksperimen (TSTS) 34 39.00 63.00 48.8529 6.99408

Kontrol (STAD) 34 34.00 62.00 48.2647 7.79786

Valid N (listwise) 34

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata

dan standar deviasi pada 34 siswa yang masuk ke dalam kelas eksperimen lebih unggul

daripada 34 siswa pada kelas kontrol. Meskipun demikian nilai rata-rata untuk kedua

kelas tidak jauh berbeda, nilai rata-rata kelas ekperimen 48,85 sedangkan kelas kontrol

48,26. Adapun standar deviasi dari kelas eksperimen (6,99) lebih baik daripada standar

deviasi kelas kontrol (7,79).

Nilai kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat

diklasifikasikan dalam tiga kategori. Hasil sebaran nilai hasil belajar siswa dapat dilihat

pada Tabel 3 dan Gambar 1.

Tabel 3. Pengkategorian Kondisi Awal Hasil Belajar

No. Kategori Interval Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1. Rendah (R) 33,8 – 43,5 9 26,47% 10 29,41%

2. Sedang (S) 43,6 – 53,3 17 50,00% 14 41,18%

3. Tinggi (T) 53,4 – 63,1 8 23,53% 10 29,41%

Gambar 1. Hasil Belajar Matematika pada Kondisi Awal

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 1 terlihat bahwa sebagian besar siswa dari kedua

kelas masuk ke dalam kategori sedang. Persentase siswa kelas eksperimen yang masuk

ke dalam kategori sedang (50%) lebih tinggi dari kelas kontrol (41,18%). Akan tetapi

persentase kelas eksperimen pada kategori tinggi (23,53%) lebih sedikit dibanding

26,47%

50%

23,53%

29,41%

41,18%

29,41%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Rendah Sedang Tinggi

Eksperimen

Kontrol

Page 12: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

persentase siswa kelas kontrol (29,41%) dan persentase yang masuk dalam kategori

rendah untuk kelas eksperimen (26,47%) lebih sedikit daripada kelas kontrol (29,41%).

2. Analisis Inferensial Kondisi Awal Siswa

Uji keseimbangan kondisi awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan

sebelum pelaksanaan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas

memiliki kemampuan yang sama atau seimbang. Hasil uji Normalitas dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Uji Normalitas Kondisi Awal

Kelas

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Nilai Eksperimen (TSTS) .111 34 .200'

Kontrol (STAD) .089 34 .200'

a. Liliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil dari uji Normalitas bahwa kelas eksperimen

dan kelas kontrol tertulis memiliki taraf signifikan .200*. Hal ini berarti nilai

signifikannya lebih dari atau sama dengan 0,200. Kedua kelas memiliki taraf signifikan

lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari populasi

yang berdistribusi normal. Adapun untuk uji homogenitas dan uji Independent Sample

T-Test dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Homogenitas dan Uji Independent Sample T-Test Kemampuan Awal

Siswa

Levene's Test

for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.(2-

tailed)

Mean

Differen

ce

Std.Error

Differenc

es

95% Confidence

interval of the

Differences

Lower Upper

Equal

variances

assumed .534 .467 -.327 66 .744 -.58824 1.79643 -4.17493 2.99846

Equal

variances

not

assumed -.327 65.234 .744 -.58824 1.79643 -4.17571 2.99924

Hasil uji Homogenitas pada Tabel 5 menunjukkan bahwa taraf signifikan dari kelas

eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,467 (lebih dari 0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel berasal dari populasi dengan variansi yang

sama (homogen). Berdasarkan hasil uji tersebut, maka uji beda rerata yang digunakan

adalah tipe equal variances assumed. Uji ini menghasilkan nilai signifikan 0,744 (lebih

Page 13: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

dari 0,05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel memiliki

kemampuan matematika awal yang sama atau seimbang.

B. Hasil Kondisi Akhir Siswa

1. Kondisi Akhir Hasil Belajar Matematika Siswa

Data kemampuan akhir siswa diperoleh dari nilai posttest matematika siswa yang

diambil setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperetif tipe TSTS dan STAD. Hasil analisis kondisi akhir dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Deskripsi Kondisi Akhir Siswa

N Minimum Maximum Mean Std. Devation

Eksperimen (TSTS) 34 56.00 96.00 84.2941 8.78197

Kontrol (STAD) 34 56.00 96.00 80.1176 6.67771

Valid N (listwise) 34

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa nilai maksimum (96) dan minimum (56)

kedua kelas sama. Jika dilihat dari rata-rata kelas eksperimen (84,29) lebih tinggi dari

pada kelas kontrol (80,11). Meskipun demikian jika dilihat dari standar deviasi, standar

deviasi kelas kontrol (6,67) lebih baik daripada standar deviasi kelas eksperimen (8,78).

Sebaran nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7 dan

Gambar 2.

Tabel 7. Pengkategorian Kondisi Akhir Siswa

No. Kategori Interval Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1. Rendah (R) 55,7 – 69 1 2,94% 2 5,88%

2. Sedang (S) 70 – 83,3 12 35,29% 22 64,71%

3. Tinggi (T) 83,4 – 96,7 21 61,76% 10 29,41%

Gambar 2. Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Akhir

Berdasarkan pengkategorian pada Tabel 7 dan Gambar 2, sebagian besar siswa

kelas eksperimen masuk ke dalam kategori tinggi (61,76%), sedangkan sebagian besar

2,94%

35,29%

61,76%

5,88%

64,71%

29,41%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Rendah Sedang Tinggi

Eksperimen

Kontrol

Page 14: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

kelas kontrol masuk ke dalam kategori sedang (64,71%). Meskipun demikian siswa

kelas eksperimen yang masuk ke dalam kategori sedang sebanyak 12 siswa (35,29%)

dan terdapat 1 siswa (2,94%) pada kategori rendah, sedangkan pada kelas kontrol

terdapat 2 siswa (5,88%) yang masuk kategori rendah dan 10 siswa (29,41%) pada

kategori tinggi.

2. Analisis Inferensial Kondisi Akhir Siswa

Uji beda rerata kondisi akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan

setelah diberikan perlakuan atau treatment yang bertujuan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS dan STAD. Hasil uji Normalitas posttest dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji Normalitas Kondisi Akhir Siswa

Kelas Kolmogorov-Smirnov

a

Statistic df Sig.

Nilai Eksperimen (TSTS) .195 34 .002

Kontrol (STAD) .140 34 .088

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Normalitas menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar

0,002 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,088. Nilai signifikansi untuk kelas eksperimen

kurang dari 0,05 yang berarti data tersebut tidak berasal dari distribusi yang normal.

Oleh karena itu, pengujian beda rerata menggunakan uji Mann-Whitney.

Uji Mann-Whitney mensyaratkan bahwa data harus berbentuk ordinal. Bila data

berbentuk interval, maka perlu diubah dulu ke dalam data ordinal (Sugiyono,

2012:153). Oleh karena itu data hasil belajar ditransformasikan ke dalam data ordinal

dengan menentukan peringkat (rangking). Data rangking tersebutlah yang digunakan

dalam uji Mann-Whitney. Penentuan peringkat diurutkan dari data terkecil (skor hasil

belajar terkecil mendapat peringkat pertama) analisis dara peringkat dapat dilihat pada

Tabel 9 sedangkan hasil uji Mann-Whitney kedua kelas tersebut dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 9. Analisis Peringkat Kondisi Akhir Siswa

Kelas N Mean Rank Sum of Ranks

Nilai Eksperimen (TSTS) 34 40.72 1384.50

Kontrol (STAD) 34 28.28 961.50

Total 68

Page 15: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

Tabel 10. Hasil Uji Mann Whitney

Test Statisticsa

Nilai

Mann-Whitney U 366.500

Wilcoxon W 961.500

Z -2.607

Asymp. Sig. (2-tailed) .009

a. Grouping Variable: Kelas

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai

signifikansi uji ini sebesar 0,009 (kurang dari 0,05), sehingga dapat diartikan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas eksperimen dan

kelas kontrol dan karena rata-rata nilai hasil belajar siswa pada kelas eksperimen

(84,29) lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol (80,11) maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan hasil belajar antara hasil belajar yang dikenakan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD dimana hasil belajar siswa yang dikenai

model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dibanding dengan siswa yang

dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas X Teknik

Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga.

PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika

yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD bagi siswa kelas X Teknik

Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016. Analisis uji data

pretest dengan Independent Sample t-test menghasilkan nilai signifkansi sebesar 0,744 (lebih

dari 0,05), maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal hasil belajar matematika siswa antara

kedua kelas seimbang. Tindakan yang dilakukan berikutnya adalah pelaksanaan pembelajaran

selama 4 kali pertemuan masing-masing 2 jam pelajaran. Pembelajaran yang dilakukan pada

kelas eksperimen yaitu diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS (X-B-D), sedangkan kelas kontrol yaitu diberi perlakuan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (X-B-C). Hasil uji hipotesis Mann-Whitney

menghasilkan nilai signifikan 0,009 (kurang dari 0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan

yang signifikan antara rerata kedua kelompok sampel dan karena rerata kelas eksperimen

Page 16: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

(84,29) lebih tinggi dari pada rerata kelas kontrol (80,11), maka dapat disimpulkan terdapat

perbedaan hasil belajar matematika kedua kelompok tersebut, dimana hasil belajar siswa

yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada hasil belajar

matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas X

Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga.

Model pembelajaran TSTS dan STAD menuntut siswa untuk mempelajari materi yang

diberikan guru secara berkelompok. Pembagian kelompok oleh guru diatur sedemikian

sehingga setiap kelompok beranggotakan siswa dengan kemampuan yang heterogen. Guru

hanya memberikan penjelasan materi secara garis besar kemudian siswa harus mempelajari

materi yang diberikan secara mendalam dengan bantuan Lembar Kerja (LK). Proses

pembelajaran dengan alokasi waktu yang sama pada kelas yang dikenai model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS membahas materi yang beragam kemudian ditukarkan kepada

kelompok lain sedangkan pada kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD

setiap kelompok membahas materi yang sama.

Selain perbedaan mengenai materi yang dibahas, terdapat pula perbedaan penyampaian

hasil diskusi. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS setiap anggota kelompok dibagi

menjadi dua pihak, yaitu pihak tamu dan pihak tuan rumah. Pembagian ini berdasarkan nilai

matematika dan peringkat kelas yang diperoleh. Peneliti telah menentukan kedua pihak ini

sedemikian sehingga setiap pasangan terdiri dari siswa dengan kemampuan tinggi dan rendah

atau dua siswa dengan kemampuan sedang. Pihak dari masing-masing kelompok akan

bertamu ataupun menerima tamu di setiap kelompok lainnya guna berbagi (bertukar)

informasi dari materi yang telah dipelajari sebelumnya dalam diskusi pada kelompok masing-

masing. Adapun pada STAD setelah diskusi dalam kelompok selesai kelompok akan

mempresentasikan materi yang telah dipelajari secara klasikal.

Perbedaan langkah ini menimbulkan dampak yang berbeda. Proses presentasi pada kelas

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dilakukan dalam kelompok kecil melalui

kegiatan “dua tinggal dua tamu” (Huda, 2014:141). Baik pihak tamu atau tuan rumah dari

kelompok yang berbeda akan bertukar informasi. Informasi yang dibawa oleh kedua pihak

tersebut berbeda sehingga ada tuntutan kedua pihak untuk mendengarkan jika ingin

mendapatkan informasi tentang apa yang dipelajari oleh kelompok lain. Proses ini terjadi

berulang kali sehingga setiap tamu bertamu di setiap kelompok dan setiap tuan rumah

mendapatkan tamu dari setiap kelompok sehingga setiap tamu atau tuan rumah harus

menjelaskan apa yang telah dipelajari sebanyak jumlah kelompok yang ada. Sesuai dengan

pendapat Fitriana (2013), kegiatan menjelaskan berulang kali tentang materi yang telah

Page 17: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

dipelajari membuat siswa semakin memahami apa yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan

apa yang terjadi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD ketika melakukan presentasi tidak semua siswa

dari kelompok tersebut aktif menjelaskan. Selain itu, adanya materi presentasi yang sama

membuat kelompok lain tidak begitu antusias mendengarkannya, hal ini tidak terjadi pada

proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS karena

pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang terjadi adalah pertukaran informasi

dengan materi yang berbeda.

Selain itu proses diseminasi (penyebaran informasi) pada kelompok dalam pembelajaran

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih efektif dibandingkan secara

klasikal dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Mutiah (2012) terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh

pihak pemerima informasi kepada pihak yang menyampaikan informasi saat proses

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS sedangkan pada proses

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya sedikit

kelompok yang memberi tanggapan atau pertanyaan saat kelompok lain presentasi.

Fenomena menarik juga terjadi pada saat proses pertukaran informasi pada pembelajaran

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. Saat diskusi dalam kelompok, tidak

semua anggota telah memahami materi yang dipelajari. Namun karena guru telah mengatur

pasangan pihak “tamu” dan pasangan pihak “tuan rumah” maka untuk proses rotasi awal

ketika menjelaskan materi adalah siswa yang lebih paham. Saat pasangannya menjelaskan,

siswa yang belum paham tersebut akan ikut mendengarkan dan mempelajari kembali

sehingga membuat siswa tersebut menjadi paham akan materi tersebut karena dia

mendengarkan penjelasan yang berulang-ulang sehingga pada rotasi akhir siswa yang tadinya

belum paham dapat menjelaskan materi kepada kelompok lain.

SIMPULAN

Hasil uji hipotesis Mann-Whitney menghasilkan nilai signifikan 0,009 (kurang dari 0,05).

Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata kedua kelompok sampel dan

karena rerata kelas eksperimen (84,29) lebih tinggi dari pada rerata kelas kontrol (80,11),

maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan hasil belajar matematika kedua kelompok

tersebut, dimana hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran

kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas X Teknik Bangunan SMK Negeri 2 Salatiga. Selain

Page 18: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

itu, penelitian ini berimplikasi terhadap kemampuan berbicara siswa. Ketika siswa melakukan

kegiatan “bertamu” dan “tuan rumah” siswa dituntut untuk menjelaskan materi kepada pihak

tuan rumah atau tamu secara berulang sebanyak kelompok yang ada. Penjelasan secara

berulang yang dilakukan secara tidak sengaja melatih kemampuan berbicara siswa sehingga

siswa yang awalnya tidak dapat menjelaskan maka pada akhirnya ia dapat bergiliran untuk

menjelaskan kepada pihak tamu atau tuan rumah. Hal ini juga dapat meningkatkan

kepercayaan diri siswa ketika ia dapat menjelaskan materi dengan baik.

Atas dasar itulah maka disarankan bagi guru untuk mendesain model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS di dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat memperbaiki

proses pembelajaran di kelas. Selain itu bagi peneliti lain diharapkan dapat dilakukan

penelitian lanjut terkait model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan STAD pada materi

yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, 2003, Metodologi Penelitian Pendidikan. Solo: Sebelas Maret University Perss.

Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah. 2012. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Fauziah, Nurul. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMK Melalui

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). Skripsi. Jurusan

Matematika Universitas Swadaya Gunungjati. Diakses melalui http://e-

journal.unswagati-crb.ac.id/file.php?file=mahasiswa&id=687&name=JURNAL.pdf,

pada tanggal 15 Juli 2015, 11:39.

Februeny dan Murtiyasa. 2014. Skripsi. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two

Stray (TSTS) dan Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Division

(STAD) dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berbasis Kontekstual pada Siswa Kelas IX

SMP Negeri Colomadu Tahun Ajaran 2013/2014. Progdi Pendidikan Matematika FKIP

UMS. Diakses melalui http://eprints.ums.ac.id/.../02._NASKAH_PUNLIKASI.pdf , pada

tanggal 14 juli 2015, 10:19.

Fitriana dan Lina. 2013. Jurnal. Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) dan Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP N 2 Depok Tahun Ajaran 2012/

2013. Pendidikan Matematika dan Sains UNY. Diakses melalui

http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/5056/43/560, pada tanggal 15 juli 2015,

11:50

Huda, Miftahul. 2014. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model

Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Lie. Anita. 2008. Cooperative Learning, Jakarta: Grasindo.

Page 19: Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diberi Model ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9873/2/T1_202012073_Full...2015/2016 dan hal ini didukung oleh nilai rata-rata hasil

Mutiah. 2012. Jurnal. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams

Achievemen Divisions (STAD) dan Two Stay Two Stray (TSTS) Ditinjau dari

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMP N 1 Tempel Sleman pada

Materi Faktorisasi Suku Aljabar, Pendidikan Matematika dan Sains UNY. Diakses

melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/463/43/72, pada tanggal 13 Juli

2015, 10:56

Nasution. 2006. Metode Penelitian Naturalistik dan Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan

Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta.

Satrijono, Hari. 2014. Jurnal. Model Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Dua Tingal

Dua Bertamu (Two Stay Two Stray), Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar. Diakses

melalui http://library.unej.ac.id/client/en/US/default/search/asset/284?dt=list, pada

tanggal 14 Juli 2015, 11:55.

Slavin. 2008. Cooperative Learning: Theory, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Suprijono, Agus. 2010. Coopretaive Learning:Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.