Perbandingan SPKN dengan ISSAIs

download Perbandingan SPKN dengan ISSAIs

of 54

description

Perbandingan Standard Pemeriksaan Keuangan Negara dengan ISSAIs

Transcript of Perbandingan SPKN dengan ISSAIs

PERBANDINGAN SPKN DENGAN ISSAI

PERBANDINGAN SPKN DENGAN ISSAISEMINAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

BAB IPENDAHULUAN

Standard Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) pada hakikatnya ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Jo. Pasal 9 e Jo. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan dalam melaksanakan tugasnya Badan Pemeriksa Keuangan berwenang/berkewajiban menetapkan SPKN. SPKN ditetapkan dengan Standard ini wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara.SPKN ini mengatur hal-hal pokok yang memberi landasan operasional pelaksanaan pemeriksaan oleh BPK. SPKN memuat persyaratan profesional Pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional bagi para Pemeriksa dan organisasi Pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara. Standar-standar ini tidak cukup spesifik untuk dapat dipakai sebagai pedoman kerja oleh para auditor, namun menggambarkan suatu kerangka sebagai landasan interpretasi oleh auditor. SPKN berbeda dengan prosedur auditing, standar ini berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut.SPKN ditetapkan dengan Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. SPKN tersebut disusun setelah berkonsultasi dengan pemerintah dengan menggunakan berbagai referensi standar profesi berbagai organisasi pemeriksa, baik dalam maupun luar negeri. Dalam pasal 9 Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tersebut disebutkan bahwa BPK membentuk suatu Komite yang bertugas memantau penerapan dan pengembangan SPKN. Ketentuan ini ditegaskan dalam Paragraf 09 Pendahuluan Standar Pemeriksaan yang menyatakan bahwa demi penyempurnaan dan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan maupun perkembangan ilmu pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantau penerapan dan perkembangan standar pemeriksaan. Namun, tidak ada ketentuan atau penjelasan lainnya mengenai batas waktu penyempurnaan dan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan maupun perkembangan ilmu pemeriksaan yang dapat dijadikan rujukan untuk melakukan perubahan atau revisi atas SPKN.Sejak tahun 2007 dimana SPKN ditetapkan, ilmu pemeriksaan telah mengalami perkembangan yang sangat berarti. Hal ini ditandai dengan perubahan-perubahan berbagai standar pemeriksaan yang dilakukan oleh organisasi profesi pemeriksa di luar negeri baik organisasi pemeriksa sektor pemerintahan maupun organisasi pemeriksa sektor privat. Termasuk dalah hal ini adalah standar profesi dari berbagai organisasi pemeriksa yang dijadikan referensi oleh BPK-RI dalam menyusun SPKN itu juga telah mengalami perubahan yang luar biasa seiring dengan perkembangan ilmu pemeriksaaan. Menurut Muhadi dalam jurnal yang berjudul Perlunya Revisi Atas Standar Pemeriksaan Keuangan Negara 2007, mengacu kepada berbagai ketentuan tersebut di atas serta adanya perkembangan ilmu pemeriksaan yang jelaskan di atas, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang telah ditetapkan oleh BPK-RI melalui Peraturan BPK-RI Nomor 01 Tahun 2007 sudah saatnya diubah.Dalam jurnalnya yang berjudul International Standards INTOSAI Alternatif Rujukan untuk Merevisi SPKN, Muhadi mengusulkan agar dalam perubahan atau revisi SPKN mendatang, BPK-RI menggunakan standar profesi yang diterbitkan oleh International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI). Usulan ini didasarkan pada alasan-alasan berikut ini:1. BPK-RI adalah anggota INTOSAI. Sebagai anggota, seharusnya BPK-RI tunduk pada aturan yang dibuat oleh organisasi yang diikutinya. 2. Standar profesi yang diterbitkan oleh INTOSAI juga bisa dikatakan sebagai standar pemeriksaan internasional yang sesuai dengan undang-undang. 3. Standar profesi yang diterbitkan oleh INTOSAI saat ini sudah komprehensif dan terstruktur sedemikian rupa sehingga kalau diperlukan revisi tidak harus merevisi seluruh standar, tetapi cukup bagian dari standar saja yang direvisi.

Dalam tulisan ini, kami akan akan mencoba menyampaikan analisis perbedaan antara SPKN dengan International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAIs) yang merupakan standard yang diterbitkan oleh INTOSAI. Diharakan, kami dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang siginifikan diantara kedua standard tersebut. Sehingga, perbedaan-perbededaan tersebut dapat menjadi landasan dalam pelaksanaan analis atau review untuk pelaksanaan revisi SPKN yang ada saat ini.Pada bagian awal, kami akan memaparkan SPKN serta ISSAIs secara terpisah. Pada bagian selanjutnya kami akan membandingkan keduanya untuk mencari persamaan dan perbedaan di antara kedua standard tersebut.

BAB IITANDARD PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA (SPKN)

A. GAMBARAN UMUM SPKNSPKN ini ditetapkan dengan Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. SPKN merupakan acuan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional.SPKN dibentuk dengan mengacu pada beberapa peraturan perundangan berikut ini.1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

SPKN berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, ketika dalam pelaksanaan pemeriksaannya BPK dibantu oleh akuntan publik atau pihak lainnya, pihak-pihak tersebut tetap harus mengacu pada SPKN dalam pelaksanaan pemeriksaan tersebut.Adapun SPKN mencakup beberapa standard pemeriksaan dengan rincian sebagai berikut.1. PSP Nomor 01 tentang Standar Umum2. PSP Nomor 02 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan3. PSP Nomor 03 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan4. PSP Nomor 04 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja5. PSP Nomor 05 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja6. PSP Nomor 06 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu7. PSP Nomor 07 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

Pada bagian berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai standard-standard tersebut. Penejelasan dalam bagian berikut ini akan digunakan sebagai dasar dalam perbandingan dengan ISSAIs untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaannya.

B. PSP NOMOR 01 TENTANG STANDAR UMUMPernyataan Standar Pemeriksaan ini mengatur standar umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar umum ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan serta merupakan persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa, independensi organisasi pemeriksa dan pemeriksa secara individual, pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, serta pengendalian mutu hasil pemeriksaan. Standar umum ini memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar berikutnya. Dengan demikian, standar umum ini harus diikuti oleh semua pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan.

1. Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.Organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Sifat, luas dan formalitas dari proses tersebut akan tergantung pada berbagai faktor seperti jenis pemeriksaan, struktur dan besarnya organisasi pemeriksa. Persyaratan kemampuan tersebut berlaku bagi organisasi pemeriksa secara keseluruhan, dan tidak dengan sendirinya harus berlaku bagi pemeriksa secara individu. Suatu organisasi pemeriksa dapat menggunakan pemeriksanya sendiri atau pihak luar yang memiliki pengetahuan, keahlian, atau pengalaman di bidang tertentu, seperti akuntansi, statistik, hukum, teknik, disain dan metodologi pemeriksaan, teknologi informasi, administrasi negara, ilmu ekonomi, ilmu sosial, atau ilmu aktuaria.Pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki: a. Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan. b. Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan). c. Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan. d. Keterampilan yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan, misalnya: 1) Apabila pemeriksaan dimaksud memerlukan penggunaan sampling statistik, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keterampilan di bidang sampling statistik. 2) Apabila pemeriksaan memerlukan reviu yang luas terhadap suatu sistem informasi, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keahlian di bidang pemeriksaan atas teknologi informasi. 3) Apabila pemeriksaan meliputi reviu atas data teknik yang rumit, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut. 4) Apabila pemeriksaan menggunakan metode pemeriksaan yang sangat khusus seperti penggunaan instrumen pengukuran yang sangat rumit, estimasi aktuaria atau pengujian analisis statistik, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut.

Pemeriksa yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan secara kolektif harus memiliki keahlian yang dibutuhkan serta memiliki sertifikasi keahlian yang berterima umum. Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa. Pemeriksa yang berperan sebagai penanggung jawab pemeriksaan keuangan harus memiliki sertifikasi keahlian yang diakui secara profesional.Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun.

2. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan.

a. Gangguan PribadiGangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi antara lain:1) Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diperiksa. 2) Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas atau program yang diperiksa. 3) Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir. 4) Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa. 5) Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan obyek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereviu laporan keuangan entitas atau program yang diperiksa. 6) Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi berat sebelah. 7) Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang diperiksa. 8) Memiliki tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas atau kapasitas yang dapat mempengaruhi keputusan entitas atau program yang diperiksa, misalnya sebagai seorang direktur, pejabat atau posisi senior lainnya dari entitas, aktivitas atau program yang diperiksa atau sebagai anggota manajemen dalam setiap pengambilan keputusan, pengawasan atau fungsi monitoring terhadap entitas, aktivitas atau program yang diperiksa. 9) Adanya kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial, sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu. 10) Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau program yang diperiksa. 11) Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atas entitas/unit kerja atau program yang diperiksa. 12) Mencari pekerjaan pada entitas yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan.

Organisasi pemeriksa harus mempunyai sistem pengendalian mutu intern yang dapat mengidentifikasi gangguan pribadi dan memastikan kepatuhannya terhadap ketentuan independensi yang diatur dalam Standar Pemeriksaan. Untuk itu, organisasi pemeriksa antara lain harus: 1) Menetapkan kebijakan dan prosedur untuk dapat mengidentifikasi gangguan pribadi terhadap independensi, termasuk mempertimbangkan pengaruh kegiatan nonpemeriksaan terhadap hal pokok pemeriksaan dan menetapkan pengamanan untuk dapat mengurangi risiko tersebut terhadap hasil pemeriksaan. 2) Mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa kepada semua pemeriksanya dan menjamin agar ketentuan tersebut dipahami melalui pelatihan atau cara lainnya. 3) Menetapkan kebijakan dan prosedur intern untuk memonitor kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa. 4) Menetapkan suatu mekanisme disiplin untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa. 5) Menekankan pentingnya independensi.

Apabila organisasi pemeriksa mengidentifikasi adanya gangguan pribadi terhadap independensi, gangguan tersebut harus diselesaikan secepatnya. Dalam hal gangguan pribadi tersebut hanya melibatkan seorang pemeriksa dalam suatu pemeriksaan, organisasi pemeriksa dapat menghilangkan gangguan tersebut dengan meminta pemeriksa menghilangkan gangguan tersebut.

b. Gangguan EksternalIndependensi dan obyektifitas pelaksanaan suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila terdapat:1) Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup pemeriksaan secara tidak semestinya. 2) Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau pemilihan sampel pemeriksaan. 3) Pembatasan waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu pemeriksaan. 4) Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa. 5) Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi pemeriksa, yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi pemeriksa tersebut dalam melaksanakan pemeriksaan. 6) Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi suatu laporan hasil pemeriksaan. 7) Ancaman penggantian petugas pemeriksa atas ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil pemeriksaan, simpulan pemeriksa, atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau kriteria lainnya. 8) Pengaruh yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai, selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan pemeriksa atau kebutuhan pemeriksaan.

Pemeriksa harus bebas dari tekanan politik agar dapat melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan pemeriksaan, pendapat dan simpulan secara obyektif, tanpa rasa takut akibat tekanan politik tersebut.

c. Gangguan OrganisasiIndependensi organisasi pemeriksa dapat dipengaruhi oleh kedudukan, fungsi, dan struktur organisasinya.

3. Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.Pernyataan standar ini mewajibkan pemeriksa untuk menggunakan kemahirannya secara profesional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas kepentingan publik serta memelihara integritas, obyektivitas, dan independensi dalam menerapkan kemahiran profesional terhadap setiap aspek pemeriksaannya. Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan untuk mematuhi Standar Pemeriksaan.Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menganggap bahwa manajemen entitas yang diperiksa tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur.

4. Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern).

Organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus direviu paling tidak sekali dalam 5 (lima) tahun oleh organisasi pemeriksa ekstern yang kompeten, yang tidak mempunyai kaitan dengan organisasi pemeriksa yang direviu.

C. PSP NOMOR 02 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGANUntuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan IAI, yaitu sebagai berikut:1. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. 3. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

Selain ketiga standar tersebut, Standar Pemeriksaan juga menetapkan standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:1. Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.Pemeriksa sebaiknya melakukan komunikasi dengan pemeriksa/pengawas dan/atau manajemen entitas yang diperiksa. Komunikasi tersebut dapat berupa pemahaman atas informasi yang terkait dengan obyek pemeriksaan dan pengendalian intern entitas yang diperiksa. Pemeriksa dapat juga menggunakan surat penugasan sebagai media sehingga pihak lain yang berkepentingan dapat tetap terinformasi.Pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawabnya dalam penugasan pemeriksaan antara lain kepada:a. Manajemen entitas yang diperiksa. b. Lembaga/badan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap manajemen atau pemerintah seperti DPR/DPRD, dewan komisaris, komite audit, dan dewan pengawas. c. Pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam proses pelaporan keuangan.Dalam hal BPK menugaskan pemeriksa melaksanakan pemeriksaan berdasarkan permintaan entitas yang diperiksa dan atau pihak ketiga, BPK atau pemeriksa juga harus melaksanakan komunikasi dengan pihak tersebut. Komunikasi tersebut harus dilakukan secara tertulis.

2. Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi signifikan.

3. Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, di antaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi. Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan.Standar Pemeriksaan pada dasarnya mensyaratkan bahwa pemeriksa harus menilai risiko salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan dari informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan.Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketidakpatutan terjadi tidak disebabkan oleh kecurangan dan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal ini, ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada di luar pikiran yang masuk akal atau di luar praktik-praktik sehat yang lazim. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang dapat mengindikasikan terjadinya ketidakpatutan. Apabila informasi yang diperoleh pemeriksa (hal ini bisa melalui prosedur pemeriksaan, pengaduan yang diterima mengenai terjadinya kecurangan atau cara-cara yang lain) mengindikasikan telah terjadi ketidakpatutan, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah ketidakpatutan tersebut secara signifikan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

4. Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan.Temuan pemeriksaan, seperti kurang memadainya pengendalian intern, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatutan biasanya terdiri dari unsur kondisi, kriteria, akibat dan sebab. Namun demikian, unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan pemeriksaan seluruhnya bergantung pada tujuan pemeriksaan tersebut. Jadi, sebuah temuan atau sekelompok temuan pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan pemeriksaannya telah dipenuhi dan laporannya secara jelas mengaitkan tujuan tersebut dengan unsur temuan pemeriksaan. Pemeriksa perlu melakukan pembahasan dengan manajemen entitas yang diperiksa untuk mengembangkan temuan pemeriksaan.

5. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan.Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu: a. Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan. b. Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan. c. Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan.

Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan. Informasi yang dimasukkan dalam dokumentasi pemeriksaan menggambarkan catatan penting mengenai pekerjaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan pemeriksa. Kuantitas, jenis, dan isi dokumentasi pemeriksaan didasarkan atas pertimbangan profesional pemeriksa.Organisasi pemeriksa harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumentasi pemeriksaan selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. PSP NOMOR 03 TENTANG STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGANUntuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif. 2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. 4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.

Selain standar IAI tersebut, Standar Pemeriksaan juga menetapkan standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:

1. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.Suatu entitas yang diperiksa berdasarkan Standar Pemeriksaan mungkin juga membutuhkan pemeriksa untuk menerbitkan laporan pemeriksaan keuangan untuk tujuan lain, misalnya, entitas yang diperiksa membutuhkan laporan keuangan yang telah diperiksa untuk menerbitkan obligasi atau untuk tujuan lainnya. Standar pemeriksaan ini tidak melarang pemeriksa untuk menerbitkan laporan lain yang terpisah.

2. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa tidak menemukan ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksa tidak menerbitkan laporan atas kepatuhan. Laporan atas kepatuhan mengungkapkan: a. ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana, dan b. ketidakpatutan yang signifikan.

3. Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.Dalam menyajikan temuan mengenai kelemahan pengendalian intern atas pelaporan keuangan, pemeriksa harus mengembangkan unsur-unsur kondisi, kriteria, akibat, dan sebab untuk membantu manajemen entitas yang diperiksa atau pihak berwenang dalam memahami perlunya mengambil tindakan perbaikan. Berikut ini adalah pedoman dalam melaporkan unsur-unsur temuan: a. Kondisi; memberikan bukti mengenai hal-hal yang ditemukan pemeriksa di lapangan. Pelaporan lingkup atau kedalaman dari kondisi dapat membantu pengguna laporan dalam memperoleh perspektif yang wajar. b. Kriteria; memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna laporan hasil pemeriksaan untuk menentukan keadaan seperti apa yang diharapkan. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit, dan lengkap, dan sumber dari kriteria dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan. c. Akibat; memberikan hubungan yang jelas dan logis untuk menjelaskan pengaruh dari perbedaan antara apa yang ditemukan pemeriksa (kondisi) dan apa yang seharusnya (kriteria). Akibat lebih mudah dipahami bila dinyatakan secara jelas, terinci, dan apabila memungkinkan, dinyatakan dalam angka. Signifikansi dari akibat yang dilaporkan ditunjukkan oleh bukti yang meyakinkan. d. Sebab; memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang menjadi sumber perbedaan antara kondisi dan kriteria. Dalam melaporkan sebab, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan dan masuk akal bahwa sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan apakah sebab yang diungkapkan dapat menjadi dasar pemberian rekomendasi. Dalam situasi temuan terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di mana tidak dapat ditetapkan dengan logis penyebab temuan tersebut, pemeriksa tidak diharuskan untuk mengungkapkan unsur sebab ini.

4. Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan.Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan. Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan atau rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.

5. Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut.BPK dapat menerbitkan satu laporan resmi yang berisi informasi rahasia dan mendistribusikannya kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum mengenai ketentuan, permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan.

6. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan hasil pemeriksaan tersebut.Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, namun pemeriksa tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan, maka pemeriksa harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pekerjaannya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan. Pemeriksa juga harus mengkomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada manajemen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang.

E. PSP NOMOR 04 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJAPernyataan standar ini mengatur standar pelaksanaan untuk pemeriksaan kinerja.

1. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.Dalam merencanakan suatu pemeriksaan kinerja, pemeriksa harus:a. Mempertimbangkan signifikansi masalah dan kebutuhan potensial pengguna laporan hasil pemeriksaan b. Memperoleh suatu pemahaman mengenai program yang diperiksa c. Mempertimbangkan pengendalian intern d. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), dan ketidakpatutan (abuse) e. Mengidentifikasikan kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi hal-hal yang harus diperiksa f. Mengidentifikasikan temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang signifikan dari pemeriksaan terdahulu yang dapat mempengaruhi tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus menentukan apakah manajemen sudah memperbaiki kondisi yang menyebabkan temuan tersebut dan sudah melaksanakan rekomendasinya g. Mempertimbangkan apakah pekerjaan pemeriksa lain dan ahli lainnya dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan h. Menyediakan pegawai atau staf yang cukup dan sumber daya lain untuk melaksanakan pemeriksaan i. Mengkomunikasikan informasi mengenai tujuan pemeriksaan serta informasi umum lainnya yang berkaitan dengan rencana dan pelaksanaan pemeriksaan tersebut kepada manajemen dan pihak-pihak lain yang terkait j. Mempersiapkan suatu rencana pemeriksaan secara tertulis

2. Staf harus disupervisi dengan baik.Supervisi mencakup pengarahan kegiatan pemeriksa dan pihak lain (seperti tenaga ahli yang terlibat dalam pemeriksaan) agar tujuan pemeriksaan dapat dicapai. Unsur supervisi meliputi pemberian instruksi kepada staf, pemberian informasi mutakhir tentang masalah signifikan yang dihadapi, pelaksanaan reviu atas pekerjaan yang dilakukan, dan pemberian pelatihan kerja lapangan (on the job training) yang efektif. Reviu atas pekerjaan pemeriksaan harus didokumentasikan. Sifat dan luas dari reviu tersebut dapat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor seperti: (1) besarnya organisasi pemeriksa, (2) pentingnya pekerjaan, dan (3) pengalaman staf.

3. Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.Bukti harus cukup, kompeten, dan relevan untuk mendukung dasar yang sehat bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi. a. Bukti harus cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan. Dalam menentukan cukup tidaknya suatu bukti, pemeriksa harus yakin bahwa bukti yang cukup tersebut akan bisa meyakinkan seseorang bahwa temuan pemeriksaan adalah valid. Apabila mungkin, metode statistik bisa digunakan untuk menentukan cukup tidaknya bukti pemeriksaan. b. Bukti disebut kompeten apabila bukti tersebut valid, dapat diandalkan, dan konsisten dengan fakta. Dalam menilai kompetensi suatu bukti, pemeriksa harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti apakah bukti telah akurat, meyakinkan, tepat waktu dan asli. c. Bukti disebut relevan, apabila bukti tersebut mempunyai hubungan yang logis dan arti penting bagi temuan pemeriksaan yang bersangkutan.

Apabila pengujian data oleh pemeriksa mengungkapkan adanya kesalahan data, atau apabila pemeriksa tidak mampu untuk memperoleh bukti yang cukup, kompeten, dan relevan, maka pemeriksa mungkin menganggap perlu untuk: a. Mencari bukti dari sumber lain. b. Menggunakan data tersebut, tetapi secara jelas menunjukkan dalam laporan hasil pemeriksaannya mengenai keterbatasan data dan menghindari pembuatan simpulan dan rekomendasi yang tidak kuat dasarnya.

4. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.Dokumen pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu: a. Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan. b. Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan. c. Memungkinkan orang lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan. Tujuan yang ketiga ini penting karena pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan ini akan direviu oleh pemeriksa lain. Dokumen pemeriksaan memungkinkan dilakukannya reviu atas kualitas pemeriksaan karena merupakan dokumentasi tertulis mengenai bukti yang mendukung temuan dan rekomendasi pemeriksa.

Dokumen pemeriksaan harus berisi: a. Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan, termasuk kriteria pengambilan uji-petik (sampling) yang digunakan. b. Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan digunakan untuk mendukung pertimbangan profesional dan temuan pemeriksa. c. Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan. d. Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak diterapkan, apabila ada, alasan, dan akibatnya.

F. PSP NOMOR 05 TENTANG STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJAPernyataan standar ini mengatur standar pelaporan untuk pemeriksaan kinerja.

1. Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil pemeriksaan.Laporan hasil pemeriksaan berfungsi untuk: a. mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku b. membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman, c. membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan oleh instansi terkait, dan d. memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.

2. Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup: a. pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan b. tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan c. hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi d. tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan e. pelaporan informasi rahasia apabila ada.

3. Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin.

4. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, tetapi pemeriksa tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan, maka pemeriksa harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pemeriksaannya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan tersebut. Pemeriksa juga harus mengkomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada manajemen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang.

G. PSP NOMOR 06 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTUPernyataan standar ini mengatur standar pelaksanaan untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan memberlakukan dua pernyataan standar pekerjaan lapangan perikatan/penugasan atestasi SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan.

Selain standar IAI tersebut, Standar Pemeriksaan juga menetapkan standar pelaksanaan tambahan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu sebagai berikut:1. Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan lingkup pengujian serta pelaporan yang direncanakan atas hal yang akan dilakukan pemeriksaan, kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.Pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawabnya dalam penugasan pemeriksaan, antara lain kepada: a. Manajemen entitas yang diperiksa. b. Lembaga/badan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap manajemen atau pemerintah seperti DPR/DPRD, dewan komisaris, komite audit, dewan pengawas. c. Pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap hal yang diperiksa.

Pemeriksa sebaiknya melakukan juga komunikasi dengan pemeriksa/pengawas dan/atau manajemen entitas yang diperiksa. Komunikasi tersebut dapat berupa pemahaman atas informasi yang terkait dengan obyek pemeriksaan dan pengendalian intern entitas yang diperiksa.

2. Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa.Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu, atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan yang berkaitan dengan hal yang diperiksa. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi tindak lanjut yang telah dilakukan berkaitan dengan temuan dan rekomendasi yang signifikan. Dengan memahami tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan, pemeriksa dapat mengevaluasi hal yang diperiksa.

3. Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi dan merancang prosedur untuk mencapai tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang pengendalian intern yang sifatnya material terhadap hal yang diperiksa.Dalam merencanakan suatu Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi, pemeriksa harus memperoleh suatu pemahaman atas pengendalian intern yang berkaitan dengan hal yang diuji yang bersifat keuangan maupun non-keuangan. Pengendalian intern tersebut terkait dengan: a. Efektivitas dan efisiensi kegiatan, termasuk penggunaan sumber daya entitas. b. Tingkat keandalan pelaporan keuangan, termasuk laporan pelaksanaan anggaran dan laporan lain, baik untuk intern maupun ekstern. c. Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Pengamanan aktiva.

4. Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi, pemeriksa harus merancang pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat berdampak material terhadap hal yang diperiksa. Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk reviu atau prosedur yang disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ditemukan indikasi kecurangan dan/atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara material mempengaruhi hal yang diperiksa, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau penyimpangan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hal yang diperiksa. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi dan/atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan, dan apabila ditemukan indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.

5. Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa.Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu: a. Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan. b. Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan. c. Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan.Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan. Informasi yang dimasukkan dalam dokumentasi pemeriksaan menggambarkan catatan penting mengenai pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan pemeriksa. Kuantitas, jenis, dan isi dokumentasi pemeriksaan didasarkan atas pertimbangan profesional pemeriksa.Organisasi pemeriksa harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumentasi pemeriksaan selama waktu tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

H. STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTUPernyataan standar ini mengatur standar pelaporan untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan perikatan/penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:1. Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi yang bersangkutan. 2. Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur. 3. Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan penyajian asersi. 4. Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.

Selain keempat standar tersebut, Standar Pemeriksaan juga menetapkan standar pelaporan tambahan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu sebagai berikut:1. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.Jika pemeriksa tidak dapat mengikuti Standar Pemeriksaan, pemeriksa dilarang untuk menyatakan demikian. Dalam situasi demikian, pemeriksa harus mengungkapkan alasan tidak dapat diikutinya standar tersebut dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.

2. Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu harus mengungkapkan: a. kelemahan pengendalian intern yang berkaitan dengan hal yang diperiksa, b. kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa, c. ketidakpatutan yang material terhadap hal yang diperiksa.Pemeriksa harus melaporkan lingkup pemeriksaannya mengenai pengendalian intern dan kelemahan signifikan yang ditemukan selama pemeriksaan. Apabila pemeriksa menemukan kelemahan pengendalian intern yang tidak signifikan, pemeriksa harus menyampaikan kelemahan tersebut dengan surat yang ditujukan kepada manajemen entitas yang diperiksa. Jika pemeriksa sudah menyampaikan hal tersebut, pemeriksa harus menyatakan demikian di dalam laporan hasil pemeriksaan.Dalam hal pemeriksa menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah terjadi atau kemungkinan telah terjadi, maka BPK harus menanyakan kepada pihak yang berwenang tersebut dan atau kepada penasehat hukum apakah laporan mengenai adanya informasi tertentu tentang penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut akan mengganggu suatu proses penyidikan atau proses peradilan. Apabila laporan pemeriksaan akan mengganggu proses penyidikan atau peradilan tersebut, BPK harus membatasi laporannya, misalnya pada hal-hal yang telah diketahui oleh umum (masyarakat).

3. Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang direncanakan.Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan dan simpulan termasuk mengungkapkan tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau simpulan yang diambil. Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan dan simpulan dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan temuan dan simpulan, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.

4. Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut.BPK dapat menerbitkan satu laporan resmi yang berisi informasi rahasia dan mendistribusikannya kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila memungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum mengenai ketentuan permintaan atau keadaan yang menyebabkan tidak diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan. Pertimbangan pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya informasi tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika situasi mengharuskan penghilangan informasi tertentu, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah penghilangan tersebut dapat mengganggu hasil pemeriksaan atau melanggar hukum. Jika pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu, pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan alasan penghilangan tersebut.

5. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, tetapi pemeriksa tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan, maka pemeriksa harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pemeriksaannya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan. Pemeriksa juga harus mengkomunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada manajemen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang.

BAB IIIINTERNATIONAL STANDARDS OF SUPREME AUDIT INSTITUTIONS (ISSAIs)

A. GAMBARAN UMUM ISSAIsStandar profesi INTOSAI yang berlaku saat ini merupakan hasil pengembangan Auditing Standards tahun 1998. Auditing Standards tersebut kemudian dimutakhirkan lagi pada tahun 2001. Berdasarkan rencana strategis (strategic plan) tahun 2005 2009, INTOSAI memutuskan untuk menyajikan kerangka standar profesi yang terbaru, sehingga INTOSAI Professional Standards Committee memutuskan untuk menggabungkan standar dan pedoman INTOSAI yang sudah ada maupun yang baru ke dalam sebuah kerangka (framework).Kerangka yang baru terdiri dari dokumen-dokumen yang telah disetujui oleh International Congres of the Supreme Audit Institutions (INCOSAI) dengan tujuan untuk memberikan arahan bagi standar profesi yang digunakan oleh Supreme Audit Institutions (SAIs) atau sejenis Badan Pemeriksa Keungan di Indonesia. Kerangka baru ini membentuk hirarki dengan 4 (empat) tingkatan (level) berikut ini:1.Level 1: Founding Principles Level 1 merupakan tingkatan tertinggi dalam kerangka standar INTOSAI dan berisi prinsip-prinsip pendiri INTOSAI atas audit pemerintahan. Level 1 ini hanya berisi satu standar yaitu ISSAI 1 - The Lima Declaration. Deklarasi Lima menyajikan konsep-konsep untuk mendukung kegiatan-kegiatan INTOSAI di level organisasi.

2.Level 2: Prerequisites for the Functioning of Supreme Audit Institutions Pada bagian ini berisi pernyataan-pernyataan INTOSAI tentang prasyarat-prasyarat yang diperlukan agar SAI dapat berfungsi dan dapat menjalankan profesinya dengan sebaik-baiknya. Prasyarat-prasyarat tersebut meliputi prinsip-prinsip dan pedoman tentang independensi, transparansi dan akuntabilitas, kode etik dan pengendalian kualitas. Independensi SAI terhadap pihak yang diaudit, transparansi organisasi dan manajemen SAI serta perilaku staf SAI yang diatur dalam prinsip-prinsip dan pedoman di atas sangat perlu untuk memperkuat efektivitas serta keandalan hasil audit.Pada level ini terdapat standard-standard sebagai berikuta. ISSAI 10 - Mexico Declaration on SAI Independenceb. ISSAI 11 - INTOSAI Guidelines and Good Practices Related to SAI Independencec. ISSAI 12 - Value and Benefit of SAIs Making a Difference to the Life of Citizensd. ISSAI 20 - Principles of Transparency and Accountabilitye. ISSAI 21 - Principles of Transparency Good Practicesf. ISSAI 30 - Code of Ethicsg. ISSAI 40 - Quality Control for SAIs Implementation Guide and Tools

3.Level 3: Fundamental Auditing PrinciplesPada level ini terdapat pernyataan-pernyataan oleh anggota-anggota INTOSAI atas prinsip-prinsip profesional yang diakui secara umum yang menjadi fondasi bagi audit sektor publik yang efektif dan independen. Tujuannya adalah untuk memajukan dan melindungi praktik-praktik auditing yang baik, mendukung pengembangan SAI yang efektif secara terus menerus dan menyajikan fondasi profesional untuk kerjasama internasional diantara INTOSAI dan anggota-anggotanya.Level 3 ini secara khusus berisi tentang audit pemerintahan yang terdiri dari Prinsip-prinsip Dasar, Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Prinsip-prinsip audit sektor publik tersebut dibagi dalam jenis auditnya, yaitu: Audit Keuangan (Financial Auditing), Audit Kinerja (Performance Auditing), dan Audit Ketaatan (Compliance Audit).Berikut ini merupakan standard yang terdapat dalam level ini.a. ISSAI 100 - Fundamental Principles of Public Sector Auditingb. ISSAI 200 - Fundamental Principles of Financial Auditingc. ISSAI 300 - Fundamental Principles of Performance Auditingd. ISSAI 400 - Fundamental Principles of Compliance Auditing

4.Level 4: General Auditing Guidelines Level 4 ini adalah tingkat paling rendah dari kerangka standar. The Auditing Guidelines menjabarkan lebih lanjut prinsip-prinsip audit yang mendasar pada Level 3 ke dalam pedoman yang lebih spesifik, rinci dan operasional. Oleh karena itu, pedoman ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan penugasan audit sehari-hari, juga dapat digunakan untuk penyusunan petunjuk teknis bagi setiap anggota INTOSAI.Level ini secara garis besar dibagai menjadi dua kelompok dengan penjelasan detil sebagai berikut.a. General audit guidelines:1) ISSAI 1000-2999 Financial Auditing Guidelines 2) ISSAI 3000-3900 Performance Audit Guidelines3) ISSAI 4000-4999 Compliance Audit Guidelines

b. Specific guidelines:1) ISSAI 5000-5099 International Institutions2) ISSAI 5100-5199 Environmental Audit3) ISSAI 5200-5299 Privatisation4) ISSAI 5300-5399 IT-audit5) ISSAI 5400-5499 Audit of Public Debt6) ISSAI 5500-5599 Audit of Disaster-related Aid 7) ISSAI 5600-5699Peer Reviews

Jika kita memperhatikan level-level tersbut, level 3 memiliki karakteristik yang sama dengan SPKN. Keduanya memberikan prinsip-prinsip profesional yang diakui secara umum yang menjadi fondasi bagi audit sektor publik yang efektif dan independen. Level 1 dan Level 2 memiliki posisi yang lebih tinggi dan memiliki sifat yang lebih strategis jika dibadingkan dengan SPKN. Disamping itu, level 4 memiliki sifat yang lebih operasional atau rendah jika dibandinkan dengan SPKN. Sehingga, sebagai dasar perbandingan dengan SPKN atas ISSAIs, kami menggunakan standard-standard yang terdapat di level 3.Pada bagian berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai standard-standard yang terdapat di level 3. Penejelasan dalam bagian berikut ini akan digunakan sebagai dasar dalam perbandingan dengan SPKN untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaannya.

B. ISSAI 100 - FUNDAMENTAL PRINCIPLES OF PUBLIC-SECTOR AUDITING1. KERANGKA AUDIT SEKTOR PUBLIKa. MandatSAI akan melaksanakan fungsi audit sektor publik di dalam penetapan konstitusional yang spesifik dan berdasarkan kantor dan mandatnya, yang menjamin independensi yang cukup dan kekuatan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugasnya. Mandat dari SAI dapat mendefinisikan tanggung jawab umum di bidang audit sektor publik dan memberikan rumusan lebih lanjut mengenai audit dan tugas lain yang akan dilakukan. SAI dapat ditugaskan untuk melakukan berbagai jenis penugasan yang relevan dengan tanggung jawab manajemen serta pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan penggunaan dana dan aset publik yang tepat. Tingkat atau bentuk penugasan ini dan pelaporan atasnya akan bervariasi sesuai dengan mandat yang diberikan kepada SAI yang bersangkutan.b. TujuanLingkungan Audit sektor publik mencakup wilayah di mana pemerintah dan instansi sektor publik lainnya melaksanakan tanggung jawab atas penggunaan sumber daya yang berasal dari pajak dan sumber-sumber lain dalam pemberian layanan kepada masyarakat dan penerima lainnya. Instansi-instansi ini bertanggung jawab atas manajemen dan kinerja mereka, serta atas penggunaan sumber daya, baik kepada mereka yang menyediakan sumber daya dan kepada masyarakat yang menerima layanan yang disampaikan dengan menggunakan sumber daya tersebut. Audit sektor publik membantu menciptakan kondisi yang sesuai dan memperkuat harapan bahwa instansi sektor publik dan pegawainya akan menjalankan fungsi mereka secara efektif, efisien, etis dan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.Secara umum, audit sektor publik dapat digambarkan sebagai suatu proses yang sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif untuk menentukan apakah informasi atau kondisi yang sebenarnya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit sektor publik sangat penting karena menyediakan informasi dan penilaian yang independen dan objektif mengenai pengelolaan dan kinerja kebijakan pemerintah, program atau operasi kepada badan legislatif dan pengawasan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan masyarakat umum. Semua audit sektor publik dimulai dari tujuan, yang mungkin berbeda tergantung pada jenis audit yang dilakukan. Namun, semua audit sektor publik memberikan kontribusi bagi pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara: menyediakan informasi, simpulan, atau pendapat yang dapat dipercaya, independen, dan objektif kepada pengguna berdasarkan bukti yang cukup dan tepat yang berkaitan dengan instansi sektor publik; meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, mendorong perbaikan terus-menerus dan kepercayaan yang berkelanjutan terkait dengan penggunaan dana dan aset publik secara tepat dan kinerja administrasi publik; memperkuat efektivitas lembaga-lembaga dalam penetapan konstitusional yang melaksanakan fungsi pengawasan dan fungsi korektif secara umum terhadap pemerintah, serta lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan kegiatan yang didanai oleh publik; menciptakan insentif untuk perubahan dengan memberikan pengetahuan, analisis yang komprehensif, dan rekomendasi untuk perbaikan.

c. Jenis audit sektor publik1) Audit Keuangan berfokus pada penentuan apakah informasi keuangan suatu entitas disajikan sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan dan peraturan yang berlaku. Hal ini dilakukan dengan mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat yang memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat apakah informasi keuangan bebas dari salah saji material karena kecurangan atau kesalahan.

2) Audit Kinerja berfokus pada apakah intervensi, program, dan lembaga telah melakukan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi, efisiensi dan efektivitas dan apakah ada ruang untuk perbaikan. Kinerja dibandingkan dengan kriteria yang sesuai, dan dilakukan analisis terhadap penyebab penyimpangan dari kriteria tersebut atau masalah lain. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan audit yang penting dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.

3) Audit Kepatuhan berfokus pada apakah subjek tertentu telah sesuai dengan otoritas yang ditentukan sebagai kriteria. Audit Kepatuhan dilakukan dengan menilai apakah kegiatan, transaksi keuangan, dan informasi, dalam semua hal yang material, sesuai dengan otoritas yang mengatur entitas yang diaudit. Otoritas ini mungkin termasuk aturan, hukum dan peraturan, resolusi anggaran, kebijakan, kode yang didirikan, persyaratan yang disetujui, atau prinsip-prinsip umum yang mengatur pengelolaan keuangan sektor publik yang sehat dan perilaku pejabat publik.

2. ELEMEN AUDIT SEKTOR PUBLIKa. Tiga pihak dalam Audit Sektor Publika. Auditor: Dalam audit sektor publik peran auditor diisi oleh Kepala SAI dan orang-orang yang mendapatkan tugas melakukan audit. Tanggung jawab keseluruhan untuk audit sektor publik tetap seperti yang didefinisikan oleh mandat SAI. b. Penanggung jawab: Dalam audit sektor publik tanggung jawab yang relevan ditentukan oleh penetapan konstitusi dan legislatif. Para pihak yang bertanggung jawab dapat bertanggung jawab atas informasi subjek, pengelolaan subjek atau tindak lanjut rekomendasi, dan mungkin individu atau organisasi. c. Pengguna: Individu-individu, organisasi, atau kumpulan yang memerlukan laporan audit. Pengguna yang dimaksud mungkin berupa badan legislatif atau pengawasan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, atau masyarakat umum.

b. Subjek kriteriaSubjek mengacu pada informasi, kondisi, atau kegiatan yang diukur atau dievaluasi menggunakan kriteria tertentu. Bentuknya bermacam-macam dan karakteristiknya berbeda tergantung pada tujuan audit. Sebuah subjek yang tepat dapat diidentifikasi dan dapat dievaluasi secara konsisten dengan menggunakan kriteria, sehingga dapat dilakukan atasnya prosedur untuk mengumpulkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk mendukung opini audit atau kesimpulan.Kriteria adalah tolok ukur yang digunakan untuk mengevaluasi subjek. Setiap audit harus memiliki kriteria yang sesuai dengan keadaan audit itu. Dalam menentukan kesesuaian kriteria auditor mempertimbangkan relevansinya dan mudahnya dimengerti oleh pengguna, serta kelengkapan, keandalan, dan objektivitasnya (netralitas, penerimaan umum, dan komparabilitas terhadap kriteria yang digunakan dalam audit serupa). Kriteria yang digunakan tergantung pada berbagai faktor, termasuk tujuan dan jenis audit. Kriteria dapat spesifik atau lebih umum, dan dapat diambil dari berbagai sumber, termasuk undang-undang, peraturan, standar, prinsip-prinsip dan praktik terbaik. Kriteria harus disediakan untuk para pengguna agar memungkinkan mereka untuk memahami bagaimana subjek telah dievaluasi atau diukur.Informasi subjek mengacu pada hasil evaluasi atau pengukuran subjek terhadap kriteria. Bentuknya bermacam-macam dan karakteristiknya berbeda tergantung pada tujuan audit dan lingkup audit.c. Jenis Penugasand. Dalam penugasan atestasi, pihak yang bertanggung jawab mengukur subjek terhadap kriteria dan menyajikan informasi subjek, di mana auditor kemudian mengumpulkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk memberikan dasar memadai untuk menyatakan simpulan. e. Dalam penugasan pelaporan langsung, auditorlah yang mengukur atau mengevaluasi subjek terhadap kriteria. Auditor memilih subjek dan kriteria, dengan risiko pertimbangan dan materialitas. Hasil pengukuran subyek terhadap kriteria disajikan dalam laporan audit dalam bentuk temuan, kesimpulan, rekomendasi atau pendapat. Audit terhadap subjek tersebut juga dapat memberikan informasi, analisis, atau wawasan baru.Audit keuangan selalu merupakan penugasan atestasi, karena didasarkan pada informasi keuangan yang disajikan oleh pihak yang bertanggung jawab. Audit kinerja biasanya berupa penugasan pelaporan langsung. Audit kepatuhan mungkin berupa penugasan atestasi atau pelaporan langsung, atau keduanya sekaligus.d. Confidence and assurance in performance auditingPengguna ingin diyakinkan tentang keandalan dan relevansi dari informasi yang mereka gunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu audit memberikan informasi berdasarkan bukti yang cukup dan tepat, dan auditor harus melakukan prosedur untuk mengurangi atau mengelola risiko timbulnya simpulan yang tidak sesuai. Tingkat jaminan yang dapat diberikan kepada pengguna harus dikomunikasikan secara transparan. Namun, karena keterbatasan, audit tidak pernah memberikan jaminan penuh.Sesuai kebutuhan audit dan pengguna, jaminan dapat dikomunikasikan dengan dua cara:f. Melalui pendapat dan simpulan yang secara eksplisit menyampaikan tingkat jaminan. Hal ini berlaku untuk semua penugasan atestasi dan penugasan pelaporan langsung tertentu.g. Dalam bentuk lain. Dalam beberapa penugasan pelaporan langsung, auditor tidak memberikan pernyataan eksplisit jaminan atas subjek. Dalam kasus seperti itu, auditor menyediakan tingkat kepercayaan yang diperlukan kepada pengguna dengan secara eksplisit menjelaskan bagaimana temuan, kriteria, dan simpulan dikembangkan secara seimbang dan beralasan, dan mengapa kombinasi dari temuan dan kriteria menghasilkan simpulan keseluruhan tertentu atau rekomendasi.Jaminan memadai memiliki tingkat keyakinan tinggi tetapi tidak mutlak. Simpulan audit dinyatakan positif, dengan kata lain, dalam opini auditor, subjek telah sesuai atau tidak sesuai dalam kaitannya dengan semua hal yang material, atau, jika relevan, bahwa informasi subjek memberikan pandangan yang benar dan adil, sesuai dengan kriteria yang berlaku.Saat memberikan jaminan terbatas, simpulan audit menyatakan bahwa berdasarkan prosedur yang dilakukan, tidak ada hal yang menjadi perhatian auditor dan menyebabkan auditor untuk meyakini bahwa subjek tidak sesuai dengan kriteria yang berlaku. Prosedur yang dilakukan dalam audit jaminan terbatas lebih terbatas dibandingkan dengan apa yang diperlukan untuk memperoleh jaminan memadai, namun tingkat kepastian yang diharapkan, menurut pertimbangan profesional auditor, menjadi berarti bagi pengguna. Sebuah laporan jaminan terbatas menyampaikan sifat terbatas dari jaminan yang diberikan.

3. PRINSIP AUDIT SEKTOR PUBLIKa. Kebutuhan OrganisasiSAI harus menetapkan dan memelihara prosedur yang sesuai untuk etika dan kendali mutu.Setiap SAI harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk etika dan kendali mutu pada tingkat organisasi yang akan memberikan keyakinan memadai bahwa SAI dan personelnya mematuhi standar profesional dan etika, hukum, dan peraturan persyaratan yang berlaku. Adanya prosedur ini pada tingkat SAI merupakan prasyarat untuk menerapkan atau mengembangkan standar nasional berdasarkan Fundamental Auditing Principles.b. Prinsip Umum1) Etika dan independensiAuditor harus mematuhi ketentuan etika yang relevan dan menjadi independen Prinsip-prinsip etika harus diwujudkan dalam perilaku profesional auditor ini. SAI harus memiliki kebijakan menangani persyaratan etika dan menekankan perlunya kepatuhan oleh setiap auditor. Auditor harus tetap independen sehingga laporan mereka akan berimbang dan dilihat seperti itu oleh pengguna.2) Pertimbangan profesional, kehati-hatian dan skeptisismeAuditor harus menjaga perilaku profesional yang sesuai dengan menerapkan skeptisisme profesional, pertimbangan profesional, dan kehati-hatian sepanjang pelaksanaan auditSikap auditor harus ditandai dengan skeptisisme profesional dan pertimbangan profesional, yang harus diterapkan ketika membuat keputusan tentang tindakan yang tepat. Auditor harus berhati-hati untuk memastikan bahwa perilaku profesional mereka adalah tepat.Skeptisisme profesional berarti menjaga jarak profesional serta peringatan dan pertanyaan sikap ketika menilai kecukupan dan kesesuaian bukti yang diperoleh selama audit. Kegiatan ini juga meliputi tetap berpikiran terbuka dan mau menerima semua pandangan dan argumen. Pertimbangan profesional menyiratkan penerapan pengetahuan kolektif, keterampilan, dan pengalaman untuk proses audit. Kehati-hatian berarti bahwa auditor harus merencanakan dan melakukan audit secara rajin. Auditor harus menghindari perilaku yang mungkin mendiskreditkan pekerjaan mereka.3) Kendali mutuAuditor harus melakukan audit sesuai dengan standar profesional pada kendali mutuKebijakan dan prosedur harus sesuai dengan standar profesional kendali mutu SAI, tujuannya adalah untuk memastikan audit yang dilakukan pada tingkat tinggi telah konsisten. Prosedur kendali mutu harus mencakup hal-hal seperti arah, review, dan pengawasan proses audit dan kebutuhan untuk konsultasi untuk mencapai keputusan mengenai hal-hal yang sulit atau kontroversial. 4) Manajemen dan keterampilan tim audit Auditor harus memiliki akses ke keterampilan yang diperlukanIndividu-individu dalam tim audit harus secara kolektif memiliki pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang diperlukan untuk berhasil menyelesaikan audit. Ini termasuk pemahaman dan pengalaman praktis dari jenis audit yang dilakukan, kebiasaan dengan standar yang berlaku dan undang-undang, pemahaman tentang operasi entitas, serta kemampuan dan pengalaman untuk melakukan penilaian yang profesional. Yang umum terdapat dalam semua audit adalah kebutuhan untuk merekrut personil dengan kualifikasi yang sesuai, penawaran pengembangan dan pelatihan staf, persiapan manual dan pedoman tertulis lainnya serta instruksi mengenai pelaksanaan audit, dan menetapkan sumber daya audit yang cukup. Auditor harus menjaga kompetensi profesional mereka melalui pengembangan profesional berkelanjutan.5) Risiko AuditAuditor harus mengelola risiko memberikan laporan yang tidak sesuai dalam situasi auditRisiko Audit adalah risiko bahwa laporan audit mungkin tidak sesuai. Auditor melakukan prosedur untuk mengurangi atau mengelola risiko mencapai simpulan yang tidak sesuai, mengakui bahwa keterbatasan yang melekat pada semua audit berarti bahwa audit tidak dapat memberikan kepastian yang mutlak terhadap kondisi subjek.6) MaterialitasAuditor harus mempertimbangkan materialitas seluruh proses auditMaterialitas relevan dalam semua audit. Sesuatu dapat dinilai material jika pengetahuan atasnya akan cenderung mempengaruhi keputusan pengguna. Menentukan materialitas merupakan masalah pertimbangan profesional dan tergantung pada interpretasi auditor terkait kebutuhan pengguna. Penilaian ini mungkin berhubungan dengan item individu atau kelompok item yang diambil bersama-sama. Materialitas sering dianggap dalam hal nilai, tetapi juga memiliki aspek kuantitatif lainnya serta aspek kualitatif. Karakteristik yang melekat pada item atau kelompok item dapat membuat sesuatu menjadi bersifat material. Sesuatu mungkin juga bersifat material karena konteks yang terjadi. Pertimbangan materialitas mempengaruhi keputusan mengenai sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit dan evaluasi hasil audit. Pertimbangan mungkin termasuk kekhawatiran pemangku kepentingan, kepentingan umum, persyaratan peraturan, dan konsekuensi bagi masyarakat.7) DokumentasiAuditor harus menyiapkan dokumentasi audit yang cukup rinci untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang pekerjaan yang dilakukan, bukti yang diperoleh, dan kesimpulan yang dicapai Dokumentasi audit harus mencakup strategi audit dan rencana audit. Dokumentasi harus mencatat prosedur yang dilakukan dan bukti yang diperoleh dan mendukung hasil audit. Dokumentasi harus cukup rinci sehingga memungkinkan auditor yang berpengalaman, tanpa pengetahuan sebelumnya tentang audit, untuk memahami sifat, waktu, ruang lingkup, dan hasil prosedur yang dilakukan, bukti yang diperoleh untuk mendukung kesimpulan audit dan rekomendasi, alasan di balik semua hal-hal signifikan yang memerlukan pelaksanaan pertimbangan profesional, dan simpulan terkait.8) KomunikasiAuditor harus membangun komunikasi yang efektif di seluruh proses audit Adalah penting bahwa entitas yang diaudit selalu diinformasikan mengenai semua hal yang berhubungan dengan audit. Ini adalah kunci untuk mengembangkan hubungan kerja yang konstruktif. Komunikasi harus mencakup mendapatkan informasi yang relevan dengan audit dan menyediakan pengamatan yang tepat waktu dan temuan di seluruh penugasan kepada manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. Auditor juga mungkin memiliki tanggung jawab untuk mengomunikasikan hal-hal yang terkait dengan audit kepada pemangku kepentingan lainnya, seperti badan legislatif dan pengawasan.

c. Prinsip Terkait Proses Audit

1) Perencanaan audit Auditor harus memastikan bahwa persyaratan audit telah jelas Audit mungkin diwajibkan oleh undang-undang, diminta oleh badan legislatif atau pengawasan, diprakarsai oleh SAI atau dilakukan berdasarkan perjanjian sederhana dengan entitas yang diaudit. Dalam semua kasus, auditor, manajemen entitas yang diaudit, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan lain-lain yang berlaku harus mencapai pemahaman yang sama terkait persyaratan audit serta peran dan tanggung jawab masing-masing. Informasi penting dapat mencakup subjek, ruang lingkup dan tujuan audit, akses ke data, laporan yang akan dihasilkan dari audit, proses audit, kontak person, serta peran dan tanggung jawab dari berbagai pihak dalam penugasan.Auditor harus memperoleh pemahaman tentang sifat dari entitas/program yang akan diauditIni termasuk memahami tujuan yang relevan, operasi, lingkungan peraturan, pengendalian internal, sistem keuangan dan lainnya dan proses bisnis, serta meneliti potensi sumber bukti audit. Pengetahuan dapat diperoleh dari interaksi rutin dengan manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Bentuknya dapat berupa konsultasi ahli dan pemeriksaan dokumen (termasuk studi sebelumnya dan sumber-sumber lain) untuk mendapatkan pemahaman yang luas dari subjek yang akan diaudit dan konteksnya.Auditor harus melakukan penilaian risiko atau analisis masalah dan merevisinya apabila diperlukan dalam menanggapi temuan auditSifat dari risiko yang teridentifikasi akan bervariasi sesuai dengan tujuan audit. Auditor harus mempertimbangkan dan menilai risiko dari berbagai jenis kekurangan, penyimpangan, atau salah saji yang dapat terjadi dalam kaitannya dengan subjek. Kedua risiko umum dan khusus harus dipertimbangkan. Hal ini dapat dicapai melalui prosedur yang berfungsi untuk memperoleh pemahaman tentang entitas atau program dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal yang relevan. Auditor harus menilai respon manajemen untuk risiko yang teridentifikasi, termasuk pelaksanaan dan desain pengendalian internal untuk mengatasinya. Dalam analisis masalah auditor harus mempertimbangkan indikasi masalah sebenarnya atau penyimpangan dari apa yang seharusnya atau diharapkan. Proses ini melibatkan pemeriksaan berbagai indikator masalah dalam rangka menentukan tujuan audit. Identifikasi risiko dan dampaknya terhadap audit harus dipertimbangkan selama proses audit.Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko penipuan relevan dengan tujuan audit Auditor harus membuat pertanyaan dan melakukan prosedur untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko penipuan yang relevan dengan tujuan audit. Mereka harus mempertahankan sikap skeptisisme profesional dan waspada terhadap kemungkinan penipuan selama proses audit.Auditor harus merencanakan pekerjaan mereka untuk memastikan bahwa audit dilakukan secara efektif dan efisienSecara strategis, perencanaan harus mendefinisikan lingkup, tujuan, dan pendekatan audit. Tujuan merujuk pada apa yang harus dicapai oleh audit. Ruang lingkup berkaitan dengan subjek dan kriteria yang akan digunakan auditor untuk menilai dan melaporkan subjek, dan secara langsung berkaitan dengan tujuan. Pendekatan akan menggambarkan sifat dan luasnya prosedur yang akan digunakan untuk mengumpulkan bukti audit. Audit harus direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah.Secara operasional, perencanaan memerlukan pengaturan jadwal audit dan menentukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit. Selama perencanaan, auditor harus menetapkan anggota tim mereka yang sesuai dan mengidentifikasi sumber informasi lainnya yang mungkin diperlukan, seperti ahli.

2) Pelaksanaan auditAuditor harus melaksanakan prosedur audit yang memberikan bukti audit yang cukup dan tepat untuk mendukung laporan auditKeputusan auditor atas sifat, waktu dan luasnya prosedur audit akan berdampak pada bukti yang diperoleh. Pilihan prosedur akan tergantung pada penilaian risiko atau analisis masalah. Bukti audit adalah setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah subjek sesuai dengan kriteria yang berlaku. Bukti dapat memiliki banyak bentuk, seperti catatan elektronik dan kertas transaksi, komunikasi tertulis dan elektronik dengan pihak luar, pengamatan oleh auditor, dan kesaksian lisan atau tertulis oleh entitas yang diaudit. Metode untuk memperoleh bukti audit dapat mencakup inspeksi, observasi, penyelidikan, konfirmasi, perhitungan kembali, pengerjaan kembali, prosedur analitis, dan/atau teknik penelitian lainnya. Bukti harus cukup (kuantitas) untuk meyakinkan orang yang berpengetahuan bahwa temuan ini masuk akal, dan sesuai (kualitas) - yaitu relevan, valid dan dapat diandalkan. Penilaian auditor atas bukti harus objektif, adil, dan seimbang. Temuan awal harus dikomunikasikan dan didiskusikan dengan entitas yang diaudit untuk mengkonfirmasi validitasnya. Auditor juga harus menghormati semua persyaratan mengenai kerahasiaan.Auditor harus mengevaluasi bukti audit dan menarik simpulan Setelah menyelesaikan prosedur audit, auditor akan meninjau dokumentasi audit untuk menentukan apakah subyek telah cukup dan tepat diaudit. Sebelum penarikan simpulan, auditor mempertimbangkan kembali penilaian awal risiko dan materialitas terkait bukti yang dikumpulkan dan menentukan apakah prosedur audit tambahan perlu dilakukan.Auditor harus mengevaluasi bukti audit dengan tujuan untuk memperoleh temuan audit. Ketika mengevaluasi bukti audit dan menilai materialitas temuan auditor harus mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan temuan, auditor harus melakukan penilaian yang profesional untuk mencapai simpulan pada subjek atau informasi subjek.3) Pelaporan dan tindak lanjutAuditor harus membuat laporan berdasarkan simpulan yang dicapai Proses audit melibatkan penyiapan laporan untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemangku kepentingan, orang lain yang bertanggung jawab atas tata kelola, dan masyarakat umum. Tujuannya juga untuk memudahkan tindak lanjut dan tindakan korektif. Dalam beberapa SAI, ini mungkin termasuk mengeluarkan laporan yang mengikat secara hukum atau keputusan-keputusan pengadilan. Laporan harus mudah dimengerti, bebas dari ketidakjelasan atau ambiguitas dan lengkap. Laporan harus objektif dan adil, hanya termasuk informasi yang didukung oleh bukti audit yang cukup dan tepat dan memastikan bahwa temuan telah sesuai dengan perspektif dan konteks.Penugasan atestasi:Dalam penugasan atestasi laporan audit dapat mengungkapkan pendapat apakah informasi subjek, dalam semua hal yang material, bebas dari salah saji dan/atau apakah subjek sesuai, dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam penugasan atestasi laporan tersebut umumnya disebut sebagai Laporan Auditor. Penugasan langsung:Dalam penugasan langsung laporan audit harus menyatakan tujuan audit dan menjelaskan bagaimana tujuan tersebut dibahas dalam audit. Ini termasuk temuan dan simpulan atas subjek dan bisa juga menyertakan rekomendasi. Informasi tambahan tentang kriteria, metodologi, dan sumber data juga dapat diberikan, dan setiap keterbatasan ruang lingkup audit harus dijelaskan. Laporan audit harus menjelaskan bagaimana bukti yang diperoleh digunakan dan mengapa simpulan yang dihasilkan ditarik. Hal ini akan memungkinkan untuk memberikan tingkat keyakinan yang diperlukan kepada pengguna.Opini audit:Apabila opini audit digunakan untuk menyampaikan tingkat jaminan, opini harus dalam format standar. Opini tersebut mungkin dimodifikasi atau tidak dimodifikasi. Opini yang dimodifikasi digunakan ketika jaminan baik terbatas atau wajar telah diperoleh. Opini dimodifikasi dapat berupa: a. Wajar (dengan pengecualian) - di mana auditor tidak setuju dengan, atau tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang, item-item tertentu di subjek yang, atau mungkin, material tetapi tidak merembet;b. Tidak wajar - di mana auditor, yang telah mendapat bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa penyimpangan atau salah saji, baik secara individu maupun secara agregat, keduanya material dan merembet;c. Tidak Menyatakan Opini di mana auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat karena adanya ketidakpastian atau pembatasan ruang lingkup yang material dan merembet. Apabila opini tersebut dimodifikasi, alasan harus dimasukkan ke dalam perspektif dengan menjelaskan, dengan mengacu pada kriteria yang berlaku, sifat dan tingkat modifikasi. Tergantung pada jenis audit, rekomendasi untuk tindakan korektif dan setiap kontribusi kekurangan pengendalian internal juga dapat dimasukkan dalam laporan. Tindak lanjut: SAI memiliki peran dalam tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam menanggapi masalah yang diajukan dalam laporan audit. Tindak lanjut berfokus pada apakah entitas yang diaudit telah memperhatikan masalah yang diajukan, termasuk implikasi yang lebih luas. Kurangnya atau tidak memuaskannya tindakan oleh entitas yang diaudit dapat menghasilkan laporan lebih lanjut oleh SAI.

C. ISSAI 200 - FUNDAMENTAL PRINCIPLES OF FINANCIAL AUDITING1. KERANGKA AUDIT KEUANGAN a. Tujuan Tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk meningkatkan tingkat kepercayaan pengguna terhadap laporan keuangan. Hal ini dicapai melalui pernyataan pendapat oleh auditor apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, atau - dalam kasus laporan keuangan yang disusun sesuai dengan penyajian wajar kerangka pelaporan keuangan - apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, atau memberikan pandangan yang benar dan adil, sesuai dengan kerangka itu.

b. Penerapan ISSAI 200 pada sektor publik

1) Prasyarat untuk audit laporan keuangan sesuai dengan ISSAIAuditor harus menilai apakah prasyarat untuk audit atas laporan keuangan tersebut telah terpenuhi.Audit keuangan yang dilakukan sesuai dengan ISSAI didasari oleh kondisi berikut:d. kerangka pelaporan keuangan yang digunakan untuk penyusunan laporan keuangan dianggap dapat diterima oleh auditor.e. manajemen entitas mengakui dan memahami tanggung jawabnya: Untuk penyusunan laporan keuangan sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, termasuk, jika relevan, penyajiannya secara wajar; Untuk pengendalian internal dianggap perlu oleh manajemen untuk penyusunan laporan keuangan yang bebas dari salah saji material, baik karena kecurangan atau kesalahan; dan Untuk memberikan auditor akses tak terbatas ke semua informasi yang diketahui dan yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan.

2) Audit atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan kerangka tujuan khususPrinsip-prinsip ISSAI 200 berlaku untuk audit atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan kerangka tujuan umum dan tujuan khusus. Selain menyiapkan laporan keuangan untuk tujuan umum, entitas sektor publik dapat menyusun laporan keuangan untuk pihak lain (seperti badan pemerintah, legislatif atau pihak lain dengan fungsi pengawasan), yang mungkin memerlukan laporan keuangan yang disesuaikan untuk memenuhi informasi spesifik yang mereka butuhkan. Dalam beberapa lingkungan laporan keuangan semacam ini adalah satu-satunya laporan keuangan yang disusun oleh entitas sektor publik. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan khusus tidak sesuai untuk masyarakat umum. Auditor harus berhati-hati dalam memeriksa apakah kerangka pelaporan keuangan dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan dari berbagai pengguna (kerangka tujuan umum) atau pengguna tertentu, atau persyaratan badan penetapan standar.

3) Audit atas laporan keuangan tunggal dan elemen, akun, atau item tertentu dari laporan keuangan Prinsip-prinsip ISSAI 200 juga berlaku untuk audit entitas sektor publik yang mempersiapkan informasi keuangan, termasuk laporan keuangan tunggal atau unsur-unsur, akun, atau item tertentu dari laporan keuangan, untuk pihak lain (seperti badan pemerintah, legislatif atau pihak lain dengan fungsi pengawasan). Informasi tersebut mungkin berada di bawah mandat audit SAI. Auditor juga dapat terlibat untuk mengaudit laporan keuangan tunggal atau unsur-unsur, akun, atau item tertentu - seperti proyek yang dibiayai oleh pemerintah - meskipun mereka tidak terlibat untuk mengaudit set lengkap laporan keuangan entitas yang bersangkutan.

2. ELEMEN AUDIT KEUANGANa. Tiga pihak dalam audit keuangan Pihak yang bertanggung jawab biasanya adalah cabang eksekutif pemerintah dan/atau hierarki instansi sektor publik yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana publik, pelaksanaan kewenangan di bawah kendali legislatif, dan isi dari laporan keuangan. Legislator mewakili masyarakat, yang merupakan pengguna utama laporan keuangan di sektor publik. Pengguna terutama ada