Perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara...

46
Perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Pradipto Utomo G.0005018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of Perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara...

  • i

    Perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain dan bupivakain

    pada anestesi spinal

    SKRIPSI

    Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

    Oleh:

    Pradipto Utomo

    G.0005018

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2009

  • ii

    PERNYATAAN

    Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

    untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan

    penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang

    lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Surakarta, April 2009

    Pradipto Utomo

    G0005018

  • iii

    PERSETUJUAN

    Skripsi dengan judul: Perbandingan Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara

    Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal

    Pradipto Utomo, G0005018, Tahun 2009

    Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Skripsi Fakultas Kedokteran

    Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Pada Hari , Tanggal

    Pembimbing Utama Penguji Utama

    Mudzakkir, dr., SpAn MH. Sudjito, dr., SpAn., KNA

    NIP: 140 120 899 NIP: 130 786 873

    Pembimbing Pendamping Anggota Penguji

    Martini, Dra., M.Si. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., M.S.

    NIP: 131 569 266 NIP: 030 134 565

    Tim Skripsi

    Muthmainah, dr., M.Kes.

    NIP: 132 206 586

    PENGESAHAN SKRIPSI

  • iv

    Skripsi dengan judul : Perbandingan Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal Pradipto Utomo, NIM : G0005018, Tahun : 2009

    Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

    Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Kamis, Tanggal 30 April 2009

    Pembimbing Utama Mudzakkir, dr., SpAn NIP. 140 120 899 (..................................) Pembimbing Pendamping Martini, Dra., MSi NIP. 131 569 266 (..................................) Penguji Utama M. H. Sudjito, dr., SpAn., KNA NIP. 130 786 873 (..................................) Anggota Penguji Prof., Dr., H. A. A. Subijanto, dr., MS NIP. 030 134 565 (..................................)

    Surakarta,

    Ketua Tim Skripsi, Dekan FK UNS,

    Sri Wahjono, dr., MKes Prof., Dr., H. A. A. Subijanto, dr., MS NIP. 030 134 646 NIP. 030 134 565

  • v

    ABSTRAK Pradipto Utomo, G0005018, 2009 PERBANDINGAN PERUBAHAN FREKUENSI

    DENYUT NADI ANTARA LIDOKAIN DAN BUPIVAKAIN PADA ANESTESI SPINAL

    Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

    Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan anestesi spinal dapat menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan pada operasi dengan indikasi anestesi spinal. Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang digunakan pada anestesi spinal. Kedua obat ini menghasilkan blokade saraf sensorik dan motorik Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler terkait dengan anestesi spinal. Oleh karena itu peneltian ini bertujuan untuk membandingkan perubahan frekuensi denyut nadi pada penggunaan lidokain dan bupivakain sebagai anestesi spinal pada pasien yang menjalani operasi Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan uji klinis dan dilakukan secara acak tersamar ganda. Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana pada perut bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data penelitian dianalisa menggunakan uji-t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna. Sampel berjumlah 30 orang pasien yang memenuhi persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara random, yaitu 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain dan 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu frekuensi denyut nadi antara kelompok bupivakain lebih stabil daripada frekuensi denyut nadi kelompok lidokain. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain mengalami perubahan yang bermakna. __________________________________________________________________ Kata kunci : Bupivakain – Lidokain – Frekuensi Denyut Nadi

  • vi

    ABSTRACT Pradipto Utomo, G0005018, 2009, THE COMPARISON OF PULSE FREQUENCY CHANGES BETWEEN LIDOCAINE AND BUPIVACAINE IN SPINAL ANESTHESIA. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. The innovation of medicines and techniques have made spinal anesthesia become an option in operating procedures of outpatient and spinal anesthesia indication surgery. Lidocaine and bupivacaine are amida type spinal anesthesia drugs. Both drugs produce sensoric and motoric blockades. Cardiovaskuler side effects, especially hypotension and bradycardia is the most important and often physiological changes on spinal anesthesia. Knowledge of homeostasis mechanisms that aim to control blood pressure and heart rate is important in treating cardiovascular changes associated to spinal anesthesia. Therefore this experiment aimed to compare changes of pulse frequency on the use of lidocaine and bupivacaine as spinal anesthesia in patients who undergo surgery. This research, included in experimental and clinical test research and done randomly double blinded. Subject of this experiment is patients that undergoing planned surgery on the lower part of abdomen, perineum and the lower extremity in IBS (Central Surgery Unit) of RSUD dr. Moewardi and meet the inclusion criteria. Research data analyzed using t-test to find whether there is significant difference or not. Samples are 30 patients who meet the requirements, then divided into 2 groups randomly, 15 patients included in the lidocaine group and 15 other patients entered in the bupivacaine group. Results obtained in this research that the pulse frequency of bupivakain group is more stable than the pulse frequency of lidocaine group. Based on the results of the analysis it was found that the pulse frequency in the treatment group of bupivacaine and lidocaine are significantly change. __________________________________________________________________ Keywords: Bupivacaine - Lidocaine – Pulse Frequency

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT, karena dengan berkat dan karunia-Nya lah, sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Perubahan Frekuensi

    Denyut Nadi antara Lidokain dan Bupivakain pada Anestesi Spinal”.

    Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada :

    1. Prof., Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S. selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas

    Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka

    penyusunan skripsi, serta sebagai anggota penguji yang juga telah memberikan banyak

    pengarahan dan saran.

    2. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

    memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi.

    3. Mudzakkir, dr. SpAn. sebagai pembimbing utama yang memberikan banyak waktu,

    pengarahan, bimbingan dan saran.

    4. Martini, Dra., Msi. sebagai pembimbing pendamping yang telah membimbing penulisan

    selama penulisan skripsi.

    5. MH. Sudjito, dr.SpAn., KNA. sebagai penguji utama yang telah memberikan banyak

    pengarahan dan saran.

    6. Kepala IBS RSUD Dr. Moewardi, Surakarta beserta staf dan perawat yang telah bersedia

    membantu pengambilan data.

    7. Staf anestesi atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.

    8. Semua pihak yang telah ikut membantu dan/atau terlibat dalam penyelesaian penulisan

    skripsi ini.

    Surakarta, April 2009

    Pradipto Utomo

  • viii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

    BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

    B. Perumusan Masalah .................................................................. 2

    C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2

    D. Manfaat Penelitian .................................................................... 2

    BAB II. LANDASAN TEORI ..................................................................... 3

    A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 3

    1. Anestesi Spinal ................................................................. 3

    2. Bupivakain ........................................................................ 8

    3. Lidokain ........................................................................... 9

    4. Frekuensi Denyut Nadi ..................................................... 12

    B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 15

    C. Hipotesis ................................................................................... 16

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 17

    A. Jenis Penelitian ......................................................................... 17

    B. Lokasi Penelitian ...................................................................... 17

    C. Subjek Penelitian ...................................................................... 17

    D. Teknik Sampling ...................................................................... 18

  • ix

    E. Besar Sampel ............................................................................ 18

    F. Identifikasi Variabel ................................................................. 18

    G. Definisi Operasional Variabel .................................................. 19

    H. Alat da Bahan ........................................................................... 19

    I. Cara Kerja ................................................................................ 20

    J. Rancangan Penelitian ............................................................... 21

    K. Teknik Analisis Data ................................................................ 22

    BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................... 23

    BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................ 29

    BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 31

    A. Simpulan ................................................................................... 31

    B. Saran ......................................................................................... 31

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32

    LAMPIRAN

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Struktur Kimia Bupivakain ........................................................ 9

    Gambar 2. Struktur Kimia Lidokain ............................................................ 10

    Gambar 3. Skema Mekanisme Pengaruh Lidokain dan Bupivakain terhadap

    Frekuensi Denyut Nadi .............................................................. 15

    Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian ..................................................... 21

    Gambar 5. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara Bupivakain

    dan Lidokain dari menit ke-0 menit hingga menit ke-21 .......... 25

    Gambar 6. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain ............. 27

    Gambar 7. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain ................. 27

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Sebaran Data Responden berdasarkan Umur

    dan Frekuensi Denyut Nadi ............................................................ 23

    Tabel 2. Data Perbandingan frekuensi denyut nadi

    dari menit ke-0 sampai menit ke-21 ............................................... 24

    Tabel 3. Perubahan Frekuensi denyut nadi

    dari menit ke-0 sampai menit ke-21 ............................................... 26

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Data Frekuensi Denyut Nadi Pasien yang diberi Lidokain dan Bupivakain

    Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS

    Lampiran 3. Informed Consent

    Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian

    Lampiran 5. Jadwal Penelitian

  • xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan

    yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan penderita yang sedang menjalani

    pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi

    inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun (Ruswan, 1999).

    Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian

    atau beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat

    sementara. Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah

    disuntikkan, tidak polusif, alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit

    (Robert, 2000).

    Tahun-tahun terakhir ini analgesia regional berkembang dengan pesat di Indonesia.

    Dari sekian banyak teknik analgesia regional, blok subarakhnoid (SAB) termasuk di

    antaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal adalah suatu tindakan atau usaha

    untuk menghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla spinalis anterior dan

    posterior dengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid

    melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5 (Robert, 2000).

    Anestesi spinal sebagai salah satu pilihan, telah lama diketahui sebagai teknik

    anestesi yang cukup aman. Tetapi hal ini bukan berarti tanpa resiko atau efek samping.

    Hipotensi, mual dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi, disritmia atau

    bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa terjadi (Carpenter et al, 2002).

    Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan anestesi spinal dapat

    menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan pada operasi dengan

    indikasi anestesi spinal (Robert, 2000).

    Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah perubahan

    fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang

    mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan denyut

    jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler terkait dengan anestesi spinal

    (Barash et al, 2001).

    Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang digunakan pada

    anestesi spinal. Kedua obat ini menghasilkan blokade saraf sensorik dan motorik

    ( O’Donnel, 2003).

    1

  • xii

    Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu tanda vital pada anestesi

    spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak stabil dapat menyebabkan bradikardi apabila

    terdapat penurunan frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat

    anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya efek-efek yang

    ditimbulkan.

    Berdasarkan hal tersebut di atas perlu kiranya dilakukan pengamatan mengenai

    perbandingan perubahan frekuensi denyut nadi antara lidokain dengan bupivakain pada

    anestesi spinal.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka timbul

    rumusan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada penggunaan

    lidokain dan bupivakain terhadap perubahan frekuensi denyut nadi pasien yang menjalani

    anestesi spinal ?

    C. Tujuan Penelitian

    Untuk membandingkan perubahan frekuensi denyut nadi pada penggunaan lidokain

    dan bupivakain sebagai anestesi spinal pada pasien yang menjalani operasi.

    D. Manfaat Penelitian

    Aspek Terapan

    1. Menambah pengalaman klinik bagi peneliti untuk melakukan penelitian melalui

    pengamatan tindakan anestesi spinal.

    2. Sebagai dasar pertimbangan bagi profesi anestesi, untuk meningkatkan mutu

    pelayanan anestesi, khususnya memberikan kenyamanan pada pasien.

    3. Memberikan pilihan teknik anestesi spinal untuk praktisi anestesi.

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Anestesi Spinal

    a. Pengertian Anestesi Spinal

  • xiii

    Anestesi Spinal (blok subarakhnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

    penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi

    spinal/subarakhnoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok

    intratekal (Mansjoer, 2000).

    Anestesi intratekal merupakan salah satu cara blok neuroaksial yang

    menghasilkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (Hocking and

    Wildsmith, 2004).

    b. Fisiologi Anestesi Spinal

    Larutan anestesi lokal disuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid untuk

    memblok pengiriman impuls saraf-saraf yang berhubungan dengannya walaupun

    beberapa saraf lebih mudah diblok daripada yang lain.

    Saraf tersebut digolongkan menjadi 3 yaitu motorik, sensorik dan otonom.

    Saraf motorik mengantarkan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika saraf ini

    diblok maka otot akan mengalami paralisis. Saraf sensorik mengirimkan sensasi

    seperti sentuhan rasa sakit dari medulla spinalis menuju otak, sedangkan saraf

    otonom mengendalikan lebar pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan

    fungsi di bawah sadar yang lain.

    Secara umum saraf otonom dan sensorik akan lebih dahulu diblok daripada

    saraf motorik. Hal tersebut akan menimbulkan suatu dampak yang penting.

    Contohnya vasodilatasi dan turunnya tekanan darah ketika saraf otonom diblok dan

    pasien tidak merasakan sentuhan dan rasa sakit ketika operasi dimulai (Morgan et

    al, 2002).

    Pilihan terbaik untuk sekarang ini adalah 24G atau 25G jarum jenis ujung

    pensil. Untuk pasien dengan badan sangat besar disarankan menggunakan 24G

    Sprotte (Watson et al, 2004).

    c. Posisi Anestesi Spinal

    Ada 2 macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu : (Morgan et al,

    2002)

    1) Posisi Duduk

    3

  • xiv

    Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan

    menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.

    2) Posisi Lateral

    Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi pinggang di tepi

    tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau posisi lutut menempel di dada.

    Pria cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar daripada pinggang

    sehingga harus menaikkan posisi kepala ketika berbaring. Wanita dengan

    pinggang lebih lebar harus menurunkan posisi kepala (Casey, 2000).

    d. Jarum Anestesi Spinal

    Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya

    dan ukuran 16G sampai dengan 30G. Pada saat ini di pasaran hanya ada 23G

    sampai dengan 29G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya

    runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quincke-Babcock atau Greene) dan

    jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre atau Sprotte). Ujung pensil

    banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan

    spinal (Mansjoer, 2000).

    e. Penyebaran Anestesi Spinal

    Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan anestesi lokal yang

    disuntikkan dalam cairan cerebrospinal dan tingkatan blok yang diperoleh, yaitu :

    (Casey, 2000)

    1) Barisitas larutan anestesi lokal

    Barisitas adalah rasio densitas (massa / volume) dari cairan anestesi lokal

    dibagi dengan densitas dari cairan cerebrospinal dengan nilai rata-rata 1,001 –

    1,005 gr/ml pada suhu 370C. Larutan hiperbarik dibuat dengan cara mencampur

    glukosa (dekstrosa) dalam jumlah yang cukup untuk meningkatkan densitas

    larutan anestesi lokal di atas densitas cairan cerebrospinal. Larutan hipobarik

    dibuat dengan cara mencampur 6-8 ml air steril pada larutan anestesi lokal

    dengan cairan cerebrospinal atau sodium chloride (Stoelting and Miller, 2001).

  • xv

    Pada larutan hiperbarik akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya

    gravitasi. Pada hipobarik, obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas,

    sedangkan pada isobarik, obat akan berada di tempat yang sama di tempat

    penyuntikan (Mansjoer, 2000).

    2) Posisi pasien

    Ketika pasien anestesi lokal hiperbarik dibandingkan dengan isobarik

    pada anestesi spinal, ketinggian blok rata-rata pada posisi apapun adalah sama

    (Hughes et al, 2002).

    3) Konsentrasi dan volume yang disuntikkan

    Makin besar volume obat anestesi lokal maka makin tinggi daerah

    analgesia. Sedangkan konsentrasi obat makin pekat maka makin tinggi batas

    daerah analgetik (Kristanto, 2000).

    4) Level suntikan

    Level analgesia yang dihasilkan dipengaruhi oleh posisi injeksi dan usia.

    Pada usia 20-65 tahun titik tengah kelengkungan vertebrae terdapat pada VL4.

    Penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik pada posisi VL3-4 atau VL4-5 akan

    menghasilkan level analgesia yang berbeda tetapi pada orang tua tidak begitu

    berpengaruh (Vering et al, 2003).

    5) Kecepatan suntikan

    Tinggi blokade anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh kecepatan

    penyuntikan. Penyuntikan yang cepat dapat menghasilkan blokade sampai ke

    level VT4 dan penyuntikan dengan kecepatan sedang bisa mencapai level

    VT10. Kecepatan penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik maupun isobarik 1

    cc/5 detik (Kumar et al, 2005).

    Hasil penyuntikan dengan kecepatan lambat lebih dapat diramalkan

    penyebarannya daripada penyuntikan dengan kecepatan cepat (Casey, 2000).

  • xvi

    f. Pendekatan Anestesi Spinal

    Ada 3 macam pendekatan dalam anestesi spinal, yaitu : (Morgan et al, 2002)

    1) Pendekatan Median

    Pendekatan ini yang umum dilakukan. Jarum ditempatkan di garis tengah,

    tegak lurus prosessus spinosus, mengarah agak ke cephal.

    2) Pendekatan Paramedian

    Pendekatan ini diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat membungkuk

    karena sakit atau ligamennya sudah kaku. Jarum spinal diletakkan 1,5 cm ke

    arah lateral dan agak ke caudal dari pusat interspatium yang dipilih. Jarum

    diarahkan ke medial dan agak ke cephal dan melewati bagian lateral dari

    ligamen supraspinosus. Jika lamina tersentuh, jarum diarahkan kembali dan

    ditarik keluar ke arah medial dan cephal.

    3) Pendekatan Taylor / Lumbosacral

    Pendekatan ini berguna untuk pasien dengan kalsifikasi atau perlengketan

    yang kuat dari spatium intervertebral. Posisi menyuntik yaitu 1 cm ke arah

    medial dan 1 cm ke arah caudal dari spina iliaca posterior. Jarum diarahkan 45

    derajat ke medial dan 45 derajat ke caudal, setelah menyentuh lamina jarum

    dijalankan ke atas dan ke medial untuk masuk ke interspatium L5-S1.

    g. Indikasi Anestesi Spinal

    Analgesia spinal mudah dilakukan dengan memberikan kondisi yang baik

    untuk pembedahan pada daerah abdomen bawah seperti hernia inguinalis, hernia

    skrotalis, hernia umbilikalis, appendektomi, hidrokelektomi, varikokelektomi,

    TURP (Transurethral resection of the prostate) dan haemorroidektomi. (Robert,

    2000).

  • xvii

    Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi

    urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetrik dan bedah

    anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan

    dengan anestesi umum (Mansjoer, 2000).

    h. Kontraindikasi Anestesi Spinal

    Kontraindikasi anestesi spinal dibagi 2, yaitu : (Morgan et al, 2002).

    1) Kontraindikasi absolut

    a) Pasien menolak

    b) Infeksi pada tempat yang ditusuk

    c) Sepsis

    d) Koagulasi abnormal

    e) Tekanan intrakranial meningkat

    2) Kontraindikasi relatif

    a) Hipovolemia

    Hipovolemia bisa disebabkan oleh perdarahan dan dehidrasi karena

    muntah, diare atau obstruksi usus (Casey, 2000).

    b) Sebelumnya ada penyakit neurologik

    c) Sakit punggung kronik

    d) Infeksi perifer pada sisi dengan teknik regional

    e) Pasien sedang menggunakan ASA (Asetyl Salicylic Acid), NSAIDS (Non

    Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dan dipiridamol.

    i. Komplikasi Anestesi Spinal

  • xviii

    Komplikasi yang umumnya terjadi adalah post-dural puncture headache

    (PDPH), transient neurological syndrome/tramsient radicular irritation

    (TNS/TRI), sakit punggung, hipotensi dan itching (gatal). Komplikasi yang kurang

    umum terjadi adalah cauda equine syndrome, retensi urin, hematom dan lain-lain

    (Morgan et al, 2002).

    Resiko terjadinya TNS setelah anestesi spinal dengan lidokain secara

    signifikan lebih tinggi daripada obat anestesi lokal yang lain (bupivakain,

    prilokain, prokain dan mepivakain) (Zaric et al, 2005).

    Faktor resiko utama terjadinya TNS pernah dilaporkan 10-40% pada

    penggunaan lidokain dengan dosis lebih dari 40 mg (Tarkilla et al, 2003). TNS

    juga dipengaruhi oleh posisi lithotomy (Gaiser, 2000). Tidak ada hubungan antara

    waktu berobat jalan (ambulation) setelah anestesi spinal dengan lidokain dan

    kejadian TNS (Cramer et al, 2005).

    Blok subarakhnoid tidak diberikan pada penderita yang akan dirawat

    jalan/segera dipulangkan karena resiko spinal headache (Rahadjo et al, 2000).

    Timbulnya post-dural puncture headache (PDPH) berhubungan dengan

    penggunaan jarum yang lebih besar (22G) dan jenis Quincke (Hughes et al, 2002).

    Despond et al melaporkan kejadian PDPH 20,4% diantara wanita dan 5,5% di

    antara pria yang mendapatkan anestesi spinal dengan menggunakan jarum spinal

    jenis Whitacre 27G (Despond et al, 2001). Penggunaan jarum spinal jenis ujung

    pensil (Sprotte) dan ketersediaan jarum ukuran sangat kecil dapat mengurangi

    timbulnya post-dural puncture headache (Casati and Vinciguerra, 2002).

    2. Bupivakain

    Bupivakain termasuk juga golongan amida yang akhir-akhir ini mulai banyak

    digunakan (Covino BG et al 2000). Bupivakain memiliki nama kimia 1-Butyl-N-(2,6-

    dimethylphenyl)-2-piperidinecarboxamide hydrochloride. Pka bupivakain 8,1, PH

    bupivakain 5,5. Protein binding bupivakain adalah 95%, lipid solubility 28, dengan

    volume distribusi 73 liter. Tersedia dalam bentuk isobarik maupun hiperbarik, dengan

    lama aksi 90-180 (hiperbarik), 90-240 (isobarik). Dosis total yang bisa digunakan

    adalah 7,5-22,5 mg untuk isobarik, 10-20 mg untuk hiperbarik. Metabolisme

    bupivakain dalam bentuk aromatik hydroxylation, N-dealkylation, amide hydrolisis

    dan mengalami konjugasi. Hasil metabolit N-dealkylation yaitu N-desbutylbupivakain

  • xix

    dapat dilihat pada darah dan urin setelah dilakukan anestesi spinal (Stoelting, 2001,

    Covino et al, 2000).

    Bupivakain termasuk golongan anestesi lokal onset lambat, durasi panjang, dan

    potensi yang tinggi. Blokade sensoriknya lebih dominan dibandingkan dengan

    blokade motoriknya (Sweitzer, 2002).

    Gambar 1. Struktur Kimia Bupivakain

    3. Lidokain

    Lidokain ialah anestetika lokal tipe amino amida. Lidokain memiliki nama kimia

    acetamide, 2-(diethylamino)-N-(2,6-dimethylphenyl). Pertama kali dikembangkan

    oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan pertama kali dipasarkan

    pada tahun 1948 (Mulroy, 2002).

    a. Farmakokinetik Lidokain

    Lidokain mempunyai onset lebih cepat dan durasi lebih panjang daripada

    anestetika lokal tipe amino ester seperti prokain. Lidokain dimetabolisme di hepar

    mendekati 90% (Mulroy, 2002).

    Onset dari obat anestesi lokal ditentukan oleh pKa yaitu pH dimana

    konsentrasi antara bentuk ion dan non ion sama. Membran sel saraf akan mudah

    dilalui oleh bentuk ion yang tidak bermuatan sehingga onset obat berhubungan

    dengan bentuk basa dari obat anestesi lokal. Persentase obat anestesi lokal dalam

    bentuk basa pada pH 7,4 berbanding terbalik dengan pKa dari obat tersebut.

    Sebagai contoh mepivakain, lidokain dan prokain mempunyai pKa hampir 7,7

    sehingga mempunyai onset yang cepat sedangkan buipivakain mempunyai onset

    yang lambat. Ketika obat tersebut disuntikkan pada pH 7,4 maka 65% dari obat

    tersebut dalam bentuk ion sedangkan 35% dalam bentuk basa (non ion). Sementara

    itu amethokain mempunyai pKa 8,6 dan hanya 5% yang dalam bentuk non ion.

    Bupivakain mempunyai pKa 8,1 yang berarti hanya 15% dalam bentuk non ion

    (Covino, 2000).

  • xx

    Obat-obat anestesi lokal setelah penyuntikan ekstravaskuler akan mengalami

    tahapan absorbsi, distribusi dan eliminasi. Di samping tahapan tersebut, faktor

    kadar a-glikoprotein akan mempengaruhi kadar konsentrasi lidokain dalam darah

    (Tucker, 1999).

    Eliminasi waktu paruh lidokain mendekati 1,5-2 jam pada kebanyakan

    pasien. Hal ini dapat diperpanjang pada pasien dengan perlemakan hepar (rata-rata

    343 menit) atau gagal jantung kongestif (kira-kira 136 menit) (Thomson et al,

    1999).

    Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat melewati sawar darah

    otak. (Sunaryo, 2002).

    Gambar 2. Struktur Kimia Lidokain

    b. Farmakodinamik Lidokain

    Lidokain mengubah depolarisasi pada saraf dengan cara memblok saluran

    natrium di membran sel. Dengan blokade yang cukup, membran tidak akan

    mengalami depolarisasi jadi tidak mengirim potensial aksi. (Mulroy, 2002).

    1) Indikasi dan Kontraindikasi Lidokain

    Lidokain digunakan untuk anestesi topikal, anestesi infiltrasi, blokade

    saraf, anestesi epidural, anestesi intratekal dan anestesi regional IV (Mulroy,

    2002).

    Lidokain dapat menurunkan iritabilitas jantung sehingga digunakan

    sebagai antiaritmia (Sunaryo 2002). Lidokain digolongkan sebagai agen

    antiaritmia kelas 1b, memblok saluran natrium pada potensial aksi jantung,

    dimana penurunan otomatis dengan mengurangi lereng depolarisasi fase 0

    dengan sedikit efek pada interval PR, kompleks QRS dan interval QT (Mulroy,

    2002).

  • xxi

    Kontraindikasi lidokain yaitu: (Mulroy, 2002)

    a) Blokade jantung, derajat 2 atau 3 (tanpa pacemaker)

    b) Blokade sinoatrial yang hebat (tanpa pacemaker)

    c) Terjadi reaksi yang kurang baik bila menggunakan lidokain atau obat

    anestesi lokal amida.

    d) Perawatan berbarengan dengan quinidine, flecainide, disopyramide dan

    procainamide (agen antiaritmia kelas I)

    2) Overdosis Lidokain

    Pada umumnya gejala overdosis jarang terjadi dan biasanya disebabkan

    oleh suntikan intravaskuler yang lalai, dosis berlebihan atau penyerapan yang

    cepat sehingga mendorong konsentrasi darah menjadi tinggi. Gejala overdosis

    juga bisa disebabkan oleh hipersensitivitas atau kurangnya toleransi pasien

    (Mulroy, 2002).

    Gejala overdosis lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap

    SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesis, gangguan mental, koma dan

    seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat

    fibrilasi ventrikel atau henti jantung (Sunaryo, 2002).

    4. Frekuensi Denyut Nadi

    Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan

    menyebar melalui sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur yang membentuk

    sistem penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan antar simpul di

    atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas HIS dan cabang-cabangnya, dan

    sistem purkinye. Simpul SA merupakan pacu jantung normal, kecepatannya

    menentukan frekuensi denyut jantung (Guyton and Hall, 2005).

    Darah yang didorong ke aorta selama sistole tidak hanya bergerak maju dalam

    pembuluh darah tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang berjalan

    sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang dinding arteri sepanjang

    perjalanannya, dan regangan dapat diraba sebagai denyut. Denyut yang diraba pada

    arteri radialis pada pergelangan tangan kira-kira 0,1 detik setelah puncak ejeksi

  • xxii

    sistolik ke aorta. Inilah yang disebut nadi. Dengan bertambahnya usia, arteri menjadi

    lebih kaku dan gelombang denyut bergerak lebih cepat (Ganong, 2002).

    Frekuensi denyut jantung bisa dirumuskan :

    HR=

    HR = denyut jantung

    CO = volume darah semenit

    SV = voume sekuncup

    Kecepatan denyut nadi yang normal yaitu 72 kali permenit. Pada umumnya,

    makin tinggi frekuensi denyut nadi permenit, makin banyak darah yang dipompakan

    (Guyton and Hall, 2005).

    Secara umum, rangsang yang meningkatkan denyut jantung juga meningkatkan

    tekanan darah, sedangkan yang menurunkan denyut jantuung juga menurunkan

    tekanan darah. Tetapi terdapat perkecualian seperti terjadinya hipotensi dan takikardi

    akibat rangsang pada reseptor regang atrium (Ganong, 2002).

    Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas saraf preganglion, ganglion

    dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom

    terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis

    (Thoracolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan melalui serat

    thoracolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya kemudian berjalan ke

    ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem persarafan parasimpatis

    (segmen craniosacral susunan saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial

    yaitu N III, N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4 (Guyton

    and Hall, 2005).

    Frekuensi denyut nadi sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik

    sistem saraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis mempersarafi nodus SA dan

    AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi konduksi impuls. Stimulasi serabut

    parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut nadi, sedangkan stimulasi simpatis

    akan mempercepat denyut nadi (Price and Wilson, 2000).

    Frekuensi denyut nadi diperlambat oleh kerja vagus dan dipercepat oleh kerja

    simpatis. Frekuensi denyut nadi dapat kurang dari 40 pada 25% remaja sehat yang

    sedang tidur (Muhardi, 2001).

  • xxiii

    Sistem syaraf parasimpatis, yang terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang

    berasal dari batang otak. Sistem syaraf ini akan mengatur nodus SA, VA dan neuron

    yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan nervus vagus,

    misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan frekuensi denyut nadi, sedangkan

    hambatan nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi

    denyut nadi (Ganong, 2002).

    Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling diketahui adalah

    refleks baroreseptor. Reseptor tersebut terutama terletak di dinding sinus karotikus

    dan dinding arkus aorta. Peningkatan tekanan akan meregangkan baroreseptor dan

    menyebabkan menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat, dan sinyal “umpan

    balik” kemudian dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk

    mengurangi tekanan arteri kembali ke normal (Guyton and Hall, 2005).

    Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal sekunder

    akhirnya menghambat pusat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat vagus.

    Efek perangsangan ini adalah vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem sirkulasi

    perifer dan berkurangnya frekuensi denyut jantung serta kekuatan kontraksi jantung.

    Oleh karena itu, perangsangan baroreseptor akibat tekanan di dalam arteri secara

    refleks akan menyebabkan penurunan tekanan arteri akibat penurunan tahanan perifer

    dan penurunan curah jantung. Sebaliknya, tekanan yang rendah mempunyai pengaruh

    yang berlawanan, yang secara refleks menyebabkan tekanan meningkat kembali

    menjadi normal (Guyton and Hall, 2005).

    Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi denyut nadi yang

    berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor adrenergik

    yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat menyebabkan

    vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan klinis efedrin meningkatkan

    tekanan darah dan frekuensi denyut nadi (Morgan et al, 2002).

    B. Kerangka Pemikiran

    ANESTESI SPINAL

    PASIEN

  • xxiv

    C. Hipotesis

    Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan frekuensi denyut nadi antara

    pemberian lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal.

    BAB III METODE PENELITIAN

    LIDOKAIN 5% HIPERBARIK BUPIVAKAIN 0,5 HEAVY

    SVR TURUN VENOUS RETURN TURUN POOLING DARAH VENA

    PERUBAHAN FREKUENSI DENYUT NADI PERUBAHAN FREKUENSI DENYUT NADI

    BLOK SIMPATIS BLOK MOTORIK BLOK SENSORIS

    EFEK INOTROPIK NEGATIF LEBIH DOMINAN

    SVR TURUN VENOUS RETURN TURUN POOLING DARAH VENA

    STIMULASI PARASIMPATIS

    DEPRESI MIOKARDIUM

    STIMULASI PARASIMPATIS

    DEPRESI MIOKARDIUM

    BLOK SIMPATIS BLOK MOTORIK KURANG DOMINAN

    BLOK SENSORIS LEBIH DOMINAN EFEK INOTROPIK NEGATIF

  • xxv

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan uji klinis dan dilakukan

    secara acak tersamar ganda (Taufiqurrohman, 2004).

    B. Lokasi Penelitian

    Penelitian dan observasi dilaksanakan di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr.

    Moewardi Surakarta.

    C. Subyek Penelitian

    Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana pada perut

    bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di instalasi Bedah Sentral

    RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

    1. Kriteria Inklusi

    a. Pasien laki-laki dan perempuan tidak hamil yang menjalani operasi perut bagian

    bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah dengan anestesi spinal

    b. Status fisik ASA I-II

    c. Usia 19-50 tahun

    d. Pasien setuju ikut dalam penelitian

    2. Kriteria Eksklusi

    a. Pasien kontraindikasi terhadap pemakaian lidokain dan bupivakain

    b. Pasien kontraindikasi anestesi spinal blok subarakhnoid

    c. Pasien menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

    d. Pasien dengan riwayat hipertensi atau hipotensi

    e. Pasien memakai obat anti hipertensi, anti aritmia dan pemacu jantung

    D. Teknik Sampling

    Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi di

    atas, dalam hal ini sampel dipilih dengan cara probability sampling menggunakan

    consecutive sampling di mana setiap yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan

    dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

    17

  • xxvi

    E. Besar Sampel

    Sampel berjumlah 30 orang pasien yang akan menjalani bedah perut bagian bawah

    dengan tekhik anestesi spinal yang memenuhi persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2

    kelompok secara random, yaitu : (Murti, 2006)

    1. 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain

    2. 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain

    F. Identifikasi Variabel Penelitian

    1. Variabel bebas : lidokain dan bupivakain, skala nominal

    2. Variabel terikat : perubahan frekuensi denyut nadi, skala interval

    3. Variabel pengganggu :

    a. Kelainan metabolisme tubuh

    b. Faktor penyakit

    c. Alat monitor frekuensi denyut nadi

    4. Variabel luar

    a. Terkendali

    1) Umur

    2) Berat badan

    b. Tidak terkendali

    1) Emosi

    2) Kecemasan

    3) Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan farmakokinetik).

  • xxvii

    G. Definisi Operasional Variabel

    1. Variabel bebas

    Anestesi spinal dengan menggunakan lidokain dan bupivakain. Pada penelitian

    digunakan 75-100 mg lidokain 5% hiperbarik 2 ml dan 15-20 mg bupivakain 0,5

    heavy 3 ml.

    2. Variabel terikat

    Perubahan frekuensi denyut nadi adalah denyutan pembuluh darah nadi yang

    berirama akibat mekanisme sistem hantaran listrik dari SA node sebagai pacu

    jantung normal ke seluruh otot jantung. Pemeriksaan tersebut dapat diukur pada

    beberapa titik denyut misalnya arteri radialis, arteri brachialis, arteri karotis, arteri

    poplitea, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. Pada penelitian ini

    frekuensi denyut nadi seperti yang tertera pada monitor elektronik saat pengukuran.

    3. Variabel pengganggu terkendali

    Variabel pengganggu terkendali adalah hal-hal yang dapat menganggu hasil

    perhitungan variabel terikat namun dapat dikendalikan.

    4. Variabel pengganggu tak terkendali

    Variabel pengganggu tak terkendali adalah hal-hal yang dapat mengganggu hasil

    perhitungan variabel terikat namun tidak dapat dikendalikan.

    H. Alat dan Bahan

    1. Stetoskop

    2. Tensimeter

    3. Monitor elektronik merk Nihon Kohden OPV 1500 K

    4. Kateter IV

    5. Spuit 3 ml, 5 ml, 10 ml

    6. Jarum spinal jenis Quincke Point nomor 25G – 27G

    7. Stopwatch

    8. Ringer laktat

    9. Lidokain 5% Hiperbarik

  • xxviii

    10. Bupivakain 0,5 Heavy

    I. Cara Kerja

    1. Dipasang infus, diberikan cairan pra tindakan berupa ringer laktat 15 atau 20

    cc/kgBB.

    2. Ukur frekuensi denyut nadi pasien.

    3. Dilakukan anestesi spinal dengan posisi duduk atau miring menggunakan jarum spinal

    jenis Quincke Point, disuntikkan obat pada lumbal 2-3, 3-4 atau 4-5.

    4. Pada kelompok I disuntikkan 75-100 mg lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II

    disuntikkan 15-20 mg bupivakain 0,5 heavy.

    5. Akhir suntikan obat anestesi lokal merupakan dasar perhitungan waktu untuk

    mengetahui perubahan frekuensi denyut nadi sampai dengan 21 menit pertama.

    6. Pasien akan dimonitor setiap 3 menit untuk mengetahui apakah pasien mengalami

    perubahan frekuensi denyut nadi.

  • xxix

    J. Rancangan Penelitian

    K. Teknik Analisa Data

    Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata

    dua sampel adalah dengan uji t (Sugiyono, 2003). Uji t tersebut dilakukan dengan taraf

    kepercayaan 95%, a = 0,05 dan p

  • xxx

    T hitung =

    T hitung DF ( Degree of freedom) = n-1

    Ditentukan a = 0,05

    Keputusan: Jika t hitung > t tabel maka menolak Ho

    Ho: Tidak ada perbedaan perubahan frekuensi denyut nadi yang bermakna antara

    pemberian lidokain dan bupivakain.

    H1: Ada perbedaan perubahan frekuensi denyut nadi yang bermakna antara pemberian

    lidokain dan bupivakain.

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi terencana pada perut

    bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah di instalasi Bedah Sentral

    RSUD dr. Moewardi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan

    terhadap 30 pasien dan dibagi menjadi dua kelompok, untuk kelompok I sebanyak 15

    pasien diberi 75 - 100 mg lidokain 5% hiperbarik dan untuk kelompok II sebanyak 15

    pasien diberi 15 - 20 mg bupivakain 0,5 heavy.

    Uji statistik dengan student t test karena pada penelitian ini adalah data nominal

    yang meliputi variabel umur dan frekuensi denyut nadi. Uji kemaknaan dilakukan

  • xxxi

    dengan uji 2 arah atau p dua ekor (two –tail significance) dengan derajat kemaknaan p <

    0,05.

    Hasil uji statistik disajikan dalam tabel sebagai nilai rerata ± simpangan baku

    (mean ± SD) disertai grafik yang menggambarkan perubahan frekuensi denyut nadi

    sebelum anestesi spinal hingga 21 menit pasca anestesi spinal.

    1. Karakteristik Penderita , Umur dan Frekuensi Denyut Nadi awal

    Tabel 1.

    Sebaran Data Responden berdasarkan Umur dan Frekuensi Denyut Nadi.

    Perlakuan No Variabel Lidokain Bupivakain

    P

    Umur 1

    Mean ± SD

    41,07 ± 10,484 38,33 ± 9,409

    0,459

    Frekuensi Dnyut Nadi

    2 Mean ± SD 93.27 ± 11.310 93.73 ± 9.346 0,903

    Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan faktor umur, denyut nadi awal,

    antara dua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang bermakna karena P value

    >0,05, yang berarti sebaran data homogen, sehingga penelitian dapat dilanjutkan.

    2. Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21.

    Tabel 2. Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21.

    Perlakuan

    Menit ke Bupivakain

    Lidokain

    P

    23

  • xxxii

    0

    3

    6

    9

    12

    15

    18

    21

    93.27 ± 11,310

    94.73 ± 13.068

    93.13 ± 11.224

    93.93 ± 12,015

    90,47 ± 12,141

    87.53 ± 10,474

    86.67 ± 9,201

    89,73 ± 7.304

    93.73 ± 9.346

    91.80 ± 11,053

    90,47 ± 10.875

    86,00 ± 10,092

    84,47 ± 12,778

    82.20 ± 13.105

    81.07 ± 10.754

    82.00 ± 12.012

    0.903

    0.512

    0.514

    0.060

    0.198

    0.229

    0.137

    0.042

    Perbandingan frekuensi denyut nadi selama 18 menit yaitu dari menit ke 0 sampai

    menit ke 18 pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain tidak bermakna

    (p>0,05). Sedangkan pada menit 21 frekuensi denyut nadi kelompok bupivakain dengan

    frekuensi denyut nadi lidokain bermakna (p< 0,05). Kelompok bupivakain mean

    frekuensi denyut nadi sebesar 89,73 standar deviasi sebesar 7,304 dan kelompok

    lidokain mean frekuensi denyut nadi 82,00 standar deviasi 12,012. Untuk lebih jelasnya

    dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

  • xxxiii

    70

    75

    80

    85

    90

    95

    100

    0" 3" 6" 9" 12" 15" 18" 21"

    Menit

    Laj

    u N

    adi

    Bupivakain

    Lidokain

    Gambar 5. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi antara Bupivakain dan

    Lidokain dari menit ke-0 menit hingga menit ke-21

    Dari grafik di atas terlihat perubahan frekuensi denyut nadi pasca penyuntikan

    obat anestesi spinal kelompok Bupivakain dan kelompok Lidokain mengalami

    penurunan pada menit ke 3 hingga menit ke 18. Pada menit ke 21 kelompok lidokain

    mengalami peningkatan dengan mean 82,00 dengan standar deviasi sebesar 12,012

    sedangkan kelompok bupivakain dengan peningkatan 89,73 standar deviasi sebesar

    7,304 bila dibandingkan rata-rata kelompok bupivakain lebih tinggi dibandingkan

    lidokain, sehingga secara klinis berbeda nyata (p < 0,05).

    3. Perubahan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21

    Tabel 3.

    Perubahan Frekuensi Denyut Nadi dari menit ke-0 sampai menit ke-21

    Menit ke

    Perlakuan

  • xxxiv

    Bupivakain

    P

    Lidokain P

    0-3 1,47 ± 6.490 0.000 1.93 ± 7.545 0.000

    0-6 0,13 ± 7,230 0.000 3.27 ± 6.734 0.000

    0-9 0,67 ± 7,603 0.000 7,73 ± 7.778 0.000

    0-12 2,80 ± 8,046 0.000 9,27 ± 7,858 0.000

    0-15 5,73 ± 8,353 0.000 11.53 ± 8.340 0.000

    0-18 8.80 ± 8,303 0.000 12.67 ± 6,253 0.000

    0-21 3,53 ± 9,062 0.000 11.73 ± 6.923 0.000

    Perubahan frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan

    lidokain mengalami perubahan yang bermakna (p

  • xxxv

    Gambar 6. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain

    Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan pada menit 0-3 sebesar 1,7%,

    menit 0-6 sebesar 0,20% menit ke 0-9 sebesar 1,0% menit ke 0-12 sebesar 2,8% menit ke

    0-15 sebesar 5,7% menit ke 0-18 sebesar 6,4% dan menit ke 0-21 sebesar 2,9%. Dari

    perubahan tersebut yang paling mecolok adalah menit ke 0 sampai ke 18.

    Perubahan Laju Nadi Lidokain

    0.0%

    5.0%

    10.0%

    15.0%

    0'-3' 0'-6' 0'-9' 0'-12' 0'-15' 0'-18' 0'-21'

    Menit

    Per

    sen

    Series1

    Gambar 7. Grafik Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain

    Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perubahan pada menit 0-3 sebesar 2%,

    menit 0-6 sebesar 3,5% menit ke 0-9 sebesar 8,1% menit ke 0-12 sebesar 10,1% menit ke

    0-15 sebesar 12,5% menit ke 0-18 sebesar 13,6% dan menit ke 0-21 sebesar 12,7%. Dari

    perubahan tersebut yang paling mecolok adalah menit ke 0 sampai ke 18.

  • xxxvi

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi

    berjumlah 30 orang pasien yang memenuhi persyaratan, kemudian dibagi menjadi 2

    kelompok secara random, yaitu 15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok lidokain

    15 orang pasien dimasukkan dalam kelompok bupivakain.

    Data demografi dasar (umur), tanda vital (frekuensi denyut nadi), kadar

    Bupivakain dan Lidokain sebelum perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak

    bermakna (p > 0,05). Dalam hal ini berarti ada homogenitas antara kelompok bupivakain

    dan kelompok lidokain sehingga kedua kelompok tersebut layak untuk diperbandingkan.

    Lidokain dan bupivakain merupakan obat golongan amida yang digunakan pada

    anestesi spinal. Lidokain, anestetika lokal tipe amino amida, pertama kali dikembangkan

    oleh Nils Lofgren dan Bengt Lundqvist pada tahun 1943 dan pertama kali dipasarkan

    pada tahun 1948 (Mulroy, 2002). Bupivakain termasuk juga golongan amida yang akhir-

    akhir ini mulai banyak digunakan (Covino et al 2000).

    Perbandingan frekuensi denyut nadi selama 18 menit yaitu dari menit ke 0 sampai

    menit ke 18 pada kelompok perlakuan bupivakain dan lidokain tidak bermakna

    (p>0,05). Tetapi Pada menit 21 frekuensi denyut nadi kelompok bupivakain dan

    frekuensi denyut nadi lidokain mengalami perubahan yang berbeda nyata (p< 0,05).

    Perubahan frekuensi denyut nadi pasca pemberian obat anestesi spinal kelompok

    Bupivakain dan kelompok Lidokain mengalami penurunan pada menit ke 3 hingga

    menit ke 18. Pada menit ke 21 kelompok lidokain mengalami peningkatan dengan mean

    82,00 dan standar deviasi sebesar 12,012 sedangkan kelompok bupivakain dengan

    peningkatan 89,73 dan standar deviasi sebesar 7,304 bila dibandingkan rata-rata

    kelompok bupivakain lebih stabil dibandingkan lidokain, sehingga secara klinis berbeda

    nyata (p < 0,05). Karena Bupivakain termasuk golongan anestesi lokal onset lambat,

  • xxxvii

    durasi panjang, dan potensi yang tinggi. Blokade sensoriknya lebih dominan

    dibandingkan dengan blokade motoriknya (Sweitzer, 2002).

    Perubahan frekuensi denyut nadi pada kelompok perlakuan bupivakain dan

    lidokain mengalami perubahan yang bermakna (p

  • xxxviii

    A. Simpulan

    Terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan frekuensi denyut nadi antara

    pemberian lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal. Pada anestesi spinal dengan

    menggunakan Bupivakain 0,5 Heavy mempunyai efek perubahan yakni penurunan

    frekuensi denyut nadi lebih minimal dibandingkan dengan menggunakan Lidokain 5 %

    Hiperbarik (p

  • xxxix

    Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2001. Epidural And Spinal Anesthesia. Clinical Anesthesia 4th Edition. 26 : 32.

    Carpenter Randall, Caplan R., Brown D., Stephenson C ., Wu Rae, 2002, Insidence and Risk Factor for Side Effect of Spinal Anesthesia, Anesthesiology, 76:6, 906-916.

    Casati A,Vinciguerra F. 2002. Intrathecal Anaesthesia. Curr Opin Anesthesiol. 15(5): 543-51. Casey WF. 2000. Spinal Anaesthesia-a Practical Guide. World federation of Societies of

    anaesthesiologists. Oxford. P: 1. Covino BG. 2000 Pharmacology of Local Anaesthetic. Agens Br.J.Anaesth. 58:701-716. Cramer BG, Stienstra R,Dahan A,Arbous MS, Veering BT, Van Kleef JW. 2005. Transient

    Neurological Symptoms with Subarachnoid Lidocain: Effect of Early Mobilization. Eur J Anaesthesiol. 22(1): 35_9.

    Despond O, Meuret P, Hemmings G. 2001. Postdural Puncture Headache After Spinal Anesthesia in Young Orthopaedic Outpatiens Using 27G Neegles. Canadian Journal of Anaesthesia. 45(11): 1106-9.

    Gaiser RR. 2000. Should Intrathecal Lidokain be used in the 21st Century?, J Clin Anesh. 12(6): 476-81.

    Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP, 529, 549, 587.

    Guyton AC, Hall JE.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP: 137,147.

    Hocking G, Wildsmith JAW. 2004. Intrathecal Drug Speed. British Journal of Anesthesia. 93 (4): 568-578.

    Hughes, Samuel C., Levinson, Gershon, and Rosen, Mark A. 2002. Snider and Levinson’s Anesthesia for Obstetrics. (4th ed). Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.

    Kristanto. 2000. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. P: 126.

    Kumar A, Bala I, Bhukal I, Sing H. 2005. Spinal Anesthesia with lidokain for Caesarean Section. Can J. Anaesthe. 39: 915-9.

    Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. Pp: 261-262.

    Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J. 2002. Clinical Anesthesiology. (3rd ed). New York: McGraw-Hill Companies Inc.

    Muhardi. 2001. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: Bagian Anestesiology dan Terapi Intensif FK UI, P:25.

    Mulroy, Michael F. 2002. Regional Anesthesia: An Illustrated Procedural Guide. (3rd ed). Philadelphia: Lippincott, Williams and Wilkins.

    Murti, Bhisma. 2006. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, pp: 190-197.

    O’Donnell, John M. 2003. Powerpoint Presentation, Regional Anesthetic Techniques.

    Price, S.A., Wilson, I.M. 2000. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, PP:486-487.

    Raharjo, Eddy., Raharjo, Puger., Sulistyono, Hardy . 2000. Anestesi Untuk Pembedahan Darurat. Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitan Airlangga. Surabaya.

    32 32

  • xl

    Robert RG. 2000. Spinal, Epidural and Caudal Anesthesia, In: David EL, Frank LM eds. Introduction to anesthesia. 9 th ed. Philadelpia: WB Sauders Company. Pp: 216-232.

    Ruswan Dachlan, 1999, “Persiapan Pra Anestesi”, dalam Anestesiology, Bagian Anestesiology dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Hal: 34-35.

    Stoelting Robert K., Miller Ronald D. 2001. Basics of Anesthesia. 3rd edition. Pp: 168-169. Sugiyono 2003, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, hal 1-78. Sunaryo, 2002. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

    UI. Jakarta. Pp:234-241. Suroso 1999, Statistika Untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran dan Ilmu yang Bertautan, ITB

    Press, Bandung, Edisi II. Sweitzer BJ, 2002, Clinical Anesthesia Procedure of the Massachusetts General Hospital,

    4ed, Department of Anesthesia, Massachussetts General Hospital, pg 197-205. Tarkilla P,Huhtala J, Touminen M. 2003. Transient Radicular Irritation After Spinal

    Anaesthesia with Hyperbaric 5% Lignocain. British Journal of Anaesthesia. 74: 328-9.

    Taufiqurrohman. M. A. 2004. Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CGSF. Thomson PD, Melmon KL, Richardson JA. 1999. Lidocaine pharmacokinetics in advanced

    heart failure, liver disease, and renal failure in humans. An Intern Med. 78(4): 499-508.

    Tucker CT. 1999. Pharmakokinetics of Local Anaesthetics. Br.J.Anaesth. 58: 717-131. Vering, B. Ter., Riet., Burm,A.G.L., Anton GL. 2003. Spinal Anesthesia with a 0,5

    Hyperbaric Bupivakain in Eldery Patient: Effect of Injection on Spread Analgesia. Br.J.Anaest. 77: 343-6.

    Watson, Beverley,. Allen, Jon., Smith, Ian. 2004. Spinal Anesthesia in Day Surgery. Colman Print, Norwich.pp: 4-10.

    Zaric D, Christiansen C, Pace NL, Punjasawadwong Y. 2005. Transient Neurologic Symptoms After Spinal Anesthesia with Lidokain versus other Local Anesthetics: a systematic review of randomized, controlled trials. Anest Analg. 100(6): 1811-6

    Lampiran 2. Hasil Analisis Data Program SPSS

    Uji Homogenitas T-Test

    Group Statistics

    15 41.07 10.484 2.707

    15 38.33 9.409 2.429

    15 93.27 11.310 2.920

    15 93.73 9.346 2.413

    Jenis ObatBupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    UMUR

    Laju Nadi Mnt 0

    N Mean Std. DeviationStd. Error

    Mean

  • xli

    Independent Samples Test

    .003 .960 .751 28 .459 2.73 3.637 -4.717 10.184

    .751 27.678 .459 2.73 3.637 -4.721 10.188

    1.098 .304 -.123 28 .903 -.47 3.788 -8.227 7.293

    -.123 27.040 .903 -.47 3.788 -8.239 7.306

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    UMUR

    Laju Nadi Mnt 0

    F Sig.

    Levene's Test forEquality of Variances

    t df Sig. (2-tailed)Mean

    DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

    95% ConfidenceInterval of the

    Difference

    t-test for Equality of Means

    Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain Test

  • xlii

    Paired Samples Statistics

    91.80 15 11.053 2.854

    -1.47 15 6.490 1.676

    90.47 15 10.875 2.808

    .13 15 7.230 1.867

    86.00 15 10.092 2.606

    -.67 15 7.603 1.963

    84.47 15 12.778 3.299

    2.80 15 8.046 2.078

    82.20 15 13.105 3.384

    5.73 15 8.353 2.157

    81.07 15 10.754 2.777

    6.60 15 9.303 2.402

    82.00 15 12.012 3.101

    3.53 15 9.062 2.340

    Laju Nadi 3 (Bupivakain)

    Delta LND 0-3(Bupivakain)

    Pair1

    Laju Nadi 6 (Bupivakain)

    Delta LND 0-6(Bupivakain)

    Pair2

    Laju Nadi 9 (Bupivakain)

    Delta LND 0-9(Bupivakain)

    Pair3

    Laju Nadi 12 (Bupivakain)

    Delta LND 0-12(Bupivakain)

    Pair4

    Laju Nadi 15 (Bupivakain)

    Delta LND 0-15(Bupivakain)

    Pair5

    Laju Nadi 18 (Bupivakain)

    Delta LND 0-18(Bupivakain)

    Pair6

    Laju Nadi 21 (Bupivakain)

    Delta LND 0-21(Bupivakain)

    Pair7

    Mean N Std. DeviationStd. Error

    Mean

    Paired Samples Test

    93.27 14.518 3.749 85.23 101.31 24.880 14 .000

    90.33 15.244 3.936 81.89 98.78 22.951 14 .000

    86.67 11.962 3.089 80.04 93.29 28.060 14 .000

    81.67 15.296 3.949 73.20 90.14 20.679 14 .000

    76.47 15.113 3.902 68.10 84.84 19.596 14 .000

    74.47 16.035 4.140 65.59 83.35 17.986 14 .000

    78.47 18.031 4.656 68.48 88.45 16.854 14 .000

    Laju Nadi 3(Bupivakain) - DeltaLND 0-3 (Bupivakain)

    Pair1

    Laju Nadi 6(Bupivakain) - DeltaLND 0-6 (Bupivakain)

    Pair2

    Laju Nadi 9(Bupivakain) - DeltaLND 0-9 (Bupivakain)

    Pair3

    Laju Nadi 12(Bupivakain) - DeltaLND 0-12 (Bupivakain)

    Pair4

    Laju Nadi 15(Bupivakain) - DeltaLND 0-15 (Bupivakain)

    Pair5

    Laju Nadi 18(Bupivakain) - DeltaLND 0-18 (Bupivakain)

    Pair6

    Laju Nadi 21(Bupivakain) - DeltaLND 0-21 (Bupivakain)

    Pair7

    Mean Std. DeviationStd. Error

    Mean Lower Upper

    95% ConfidenceInterval of the

    Difference

    Paired Differences

    t df Sig. (2-tailed)

    Perubahan Frekuensi Denyut Nadi Lidokain T-Test

  • xliii

    Paired Samples Statistics

    94.73 15 13.068 3.374

    1.93 15 7.545 1.948

    93.13 15 11.224 2.898

    3.27 15 6.734 1.739

    93.93 15 12.015 3.102

    7.73 15 7.778 2.008

    90.47 15 12.141 3.135

    9.27 15 7.658 1.977

    87.53 15 10.474 2.704

    11.53 15 8.340 2.153

    86.67 15 9.201 2.376

    12.67 15 6.253 1.614

    88.53 15 8.052 2.079

    11.73 15 6.923 1.787

    Laju Nadi 3 (Lidokain)

    Delta LND 0-3 (Lidokain)

    Pair1

    Laju Nadi 6 (Lidokain)

    Delta LND 0-6 (Lidokain)

    Pair2

    Laju Nadi 9 (Lidokain)

    Delta LND 0-9 (Lidokain)

    Pair3

    Laju Nadi 12 (Lidokain)

    Delta LND 0-12(Lidokain)

    Pair4

    Laju Nadi 15 (Lidokain)

    Delta LND 0-15(Lidokain)

    Pair5

    Laju Nadi 18 (Lidokain)

    Delta LND 0-18(Lidokain)

    Pair6

    Laju Nadi 21 (Lidokain)

    Delta LND 0-21(Lidokain)

    Pair7

    Mean N Std. DeviationStd. Error

    Mean

    Paired Samples Test

    92.80 17.881 4.617 82.90 102.70 20.100 14 .000

    89.87 14.672 3.788 81.74 97.99 23.722 14 .000

    86.20 15.200 3.925 77.78 94.62 21.964 14 .000

    81.20 15.317 3.955 72.72 89.68 20.532 14 .000

    76.00 14.233 3.675 68.12 83.88 20.681 14 .000

    74.00 13.000 3.357 66.80 81.20 22.046 14 .000

    76.80 11.971 3.091 70.17 83.43 24.846 14 .000

    Laju Nadi 3 (Lidokain) -Delta LND 0-3 (Lidokain)

    Pair1

    Laju Nadi 6 (Lidokain) -Delta LND 0-6 (Lidokain)

    Pair2

    Laju Nadi 9 (Lidokain) -Delta LND 0-9 (Lidokain)

    Pair3

    Laju Nadi 12 (Lidokain) -Delta LND 0-12(Lidokain)

    Pair4

    Laju Nadi 15 (Lidokain) -Delta LND 0-15(Lidokain)

    Pair5

    Laju Nadi 18 (Lidokain) -Delta LND 0-18(Lidokain)

    Pair6

    Laju Nadi 21 (Lidokain) -Delta LND 0-21(Lidokain)

    Pair7

    Mean Std. DeviationStd. Error

    Mean Lower Upper

    95% ConfidenceInterval of the

    Difference

    Paired Differences

    t df Sig. (2-tailed)

    Perbandingan Frekuensi Denyut Nadi Bupivakain - Lidokain T-Test

  • xliv

    Group Statistics

    15 93.27 11.310 2.920

    15 93.73 9.346 2.413

    15 94.73 13.068 3.374

    15 91.80 11.053 2.854

    15 93.13 11.224 2.898

    15 90.47 10.875 2.808

    15 93.93 12.015 3.102

    15 86.00 10.092 2.606

    15 90.47 12.141 3.135

    15 84.47 12.778 3.299

    15 87.53 10.474 2.704

    15 82.20 13.105 3.384

    15 86.67 9.201 2.376

    15 81.07 10.754 2.777

    15 89.73 7.304 1.886

    15 82.00 12.012 3.101

    Jenis ObatBupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Bupivakain

    Lidokain

    Laju Nadi Mnt 0

    Laju Nadi Mnt 3

    Laju Nadi Mnt 6

    Laju Nadi Mnt 9

    Laju Nadi Mnt 12

    Laju Nadi Mnt 15

    Laju Nadi Mnt 18

    Laju Nadi Mnt 21

    N Mean Std. DeviationStd. Error

    Mean

    Independent Samples Test

    1.098 .304 -.123 28 .903 -.47 3.788 -8.227 7.293

    -.123 27.040 .903 -.47 3.788 -8.239 7.306

    .289 .595 .664 28 .512 2.93 4.419 -6.119 11.986

    .664 27.250 .512 2.93 4.419 -6.130 11.997

    .002 .969 .661 28 .514 2.67 4.035 -5.599 10.932

    .661 27.972 .514 2.67 4.035 -5.600 10.933

    .016 .899 1.958 28 .060 7.93 4.051 -.366 16.232

    1.958 27.190 .061 7.93 4.051 -.377 16.243

    .002 .964 1.318 28 .198 6.00 4.551 -3.322 15.322

    1.318 27.927 .198 6.00 4.551 -3.323 15.323

    .780 .385 1.231 28 .228 5.33 4.332 -3.539 14.206

    1.231 26.702 .229 5.33 4.332 -3.559 14.226

    .849 .365 1.532 28 .137 5.60 3.654 -1.885 13.085

    1.532 27.346 .137 5.60 3.654 -1.893 13.093

    3.825 .061 2.130 28 .042 7.73 3.630 .298 15.169

    2.130 23.108 .044 7.73 3.630 .226 15.240

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Equal variancesassumed

    Equal variancesnot assumed

    Laju Nadi Mnt 0

    Laju Nadi Mnt 3

    Laju Nadi Mnt 6

    Laju Nadi Mnt 9

    Laju Nadi Mnt 12

    Laju Nadi Mnt 15

    Laju Nadi Mnt 18

    Laju Nadi Mnt 21

    F Sig.

    Levene's Test forEquality of Variances

    t df Sig. (2-tailed)Mean

    DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

    95% ConfidenceInterval of the

    Difference

    t-test for Equality of Means

    Lampiran 3. Informed Consent

    INFORMED CONSENT (PERSETUJUAN MEDIK)

  • xlv

    Saya yang bertandatangan di bawah ini :

    Nama : ................................................................................................................

    Umur : ................................................................................................................

    Alamat : ................................................................................................................

    ................................................................................................................

    Bukti diri/KTP : ................................................................................................................

    Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya memberikan

    PERSETUJUAN

    Untuk dilakukan tindakan medis berupa pembiusan/anestesi :

    · Bupivakain 0,5 Heavy sebagai obat anestesi spinal

    · Lidokain 5 % Hiperbarik sebagai obat anestesi Spinal

    terhadap diri saya sendiri, dengan :

    Nama : ..............................................................................................................

    Umur : ..............................................................................................................

    Alamat : ..............................................................................................................

    ..............................................................................................................

    Yang tujuan, sifat, dan perlunya tindakan medis tersebut di atas, dan resiko yang dapat ditimbulkan telah cukup dijelaskan dan saya telah mengerti sepenuhnya.

    Demikian pernyataan persetujuan saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

    Surakarta, .........................................

    Yang memberi penjelasan Yang membuat pernyataan

    ( ..................................... ) ( .......................................... )

  • xlvi

    Lampiran 5. Jadwal Penelitian

    Minggu ke-

    Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

    Pengiriman Topik

    Topik dibahas tim

    skripsi

    Bimbingan usulan

    proposal

    Persiapan ujian

    proposal

    Ujian proposal

    Pengumpulan data

    Penyusunan skripsi

    Persiapan ujian

    skripsi

    Ujian skripsi