Perbandingan Hukum Pidana
-
Upload
kardoman-tumangger -
Category
Education
-
view
16.474 -
download
15
Transcript of Perbandingan Hukum Pidana
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 1
PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
Dosen:
Aman Sembiring, S.H., M.H.
Widati Wulandari, S.H., M. crim.
Nella Sumika Putri, S.H., M.H.
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
1. Pengantar dan Definisi
2. Manfaat Perbandingan Hukum Pidana
3. Keluarga Hukum
4. Civil Law System
5. Commom Law System
6. Commom Law System
7. Sosiologis Legal System
8. Mixed Legal System
9. Element of Crimes
10. Penyertaan dan Percobaan
11. Alasan Penghapus dan Pengurangan Pidana
12. Sistem Hukum Indonesia
Perkembangan Perbandingan Hukum Sebagai Disiplin Ilmu
Perkembangan Perbandingan Hukum sebagai ilmu relatif baru dimana
istilah comparative law atau droit compare baru dikenal dan diakui
penggunaannya yang dimulai di Eropa Daratan.
Perkembangan pesat perbandingan hukum menjadi cabang khusus dalam
studi ilmu hukum yaitu pertengahan abad ke-18 yang dikenal sebagai era
kodifikasi.
Perkembangan pengakuan perbandingan hukum sebagai cabang ilmu
hukum mengalami kendala, antara lain disebabkan karena sejak lama
ilmu hukum ditujukan untuk menemukan asas-asas hukum yang adil,
hukum yang sesuai dengan perintah Tuhan dan bersumber dari hukum
alam serta mencapai cita kelayakan dan sangat kurang memperhatikan
hukum dalam kenyataan atau penerapan hukum.
Perkembangan pesat perbandingan hukum terjadi pada abad ke-20.
Perbandingan Hukum dalam Konteks Ilmu Hukum Dalam konteks ilmu hukum, maka kedudukan perbandingan hukum
sebagai disiplin hukum merupakan salah satu ilmu kenyataan hukum
dismping sejarah hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, dan
psikologi hukum.
Pendapat lain, yaitu Prof. Soenaryati Hartono dan Prof. Romli
Atmasasmita, memandang perbandingan hukum sebagai metode, dan
menjadi tidak benar jika perbandingan hukum dipandang sebagai cabang
ilmu hukum.
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PERBANDINGAN
HUKUM PIDANA Perbandingan hukum sebagai disiplin hukum sekaligus sebagai cabang
ilmu hukum, pada awalnya dipahami sebagai salah satu metode
pemahaman sistem hukum, disamping sosiologi hukum dan sejarah
hukum.
Ada perbedaan pandangan tentang kedudukan hukum, yaitu yang
berpendapat bahwa perbandingan hukum merupakan metode dan yang
lain berpendapat perbandingan hukum sebagai disiplin atau cabang ilmu
hukum.
Perbandingan Hukum sebagai Metode
Romli Atmasasmita, pengertian perbandingan hukum meliputi
hukum asing yang diperbandingkan, persamaan dan perbedaan
antara sistem-sistem hukum yang diperbandingkan tersebut
(hal.6).
Perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem
hukum dengan mempergunakan metode perbandingan (hal. 12).
Rudolf B. Schlesinger, perbandingan hukum merupakan metode
penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang
lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum
bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 2
suatu cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk
menghadapi unsur hukum asing dari suatu masalah hukum.
Rudolf B. Schlesinger mengemukakan pendapatnya:
perbandingan sistem-sistem dari keluarga hukum common law
merupakan subjek pembahasan perbandingan hukum.
George Winterton, perbandingan hukum adalah suatu metode
yang membandingkan sistem-sistem hukum dan perbandingan
tersebut menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan.
Gutteridge, perbandingan hukum tidak lain merupakan suatu
metode yaitu perbandingan yang dapat digunakan dalam semua
cabang hukum.
Gutteridge membedakan antara comparative law dan foreign law
(hukum asing). Istilah pertama untuk membandingkan dua sistem
hukum atau lebih, istilah kedua adalah mempelajari hukum asing
tanpa secara nyata membandingkan dengan sistem hukum lain.
Gutteridge menegaskan bahwa perbandingan sistem-sistem
hukum dari keluarga common law merupakan subjek pembahasan
perbandingan hukum.
Van Apeldoorn, memakai tiga cara dalam menerangkan
hubungan sebab akibat hukum dengan gejala-gejala lainnya yaitu
cara sosiologis, cara sejarah dan cara perbandingan hukum.
Zweigert dan Kozt, perbandingan hukum adalah perbandingan
dari jiwa dan gaya dari sistem hukum yang berbeda-beda atau
lembaga-lembaga hukum yang berbeda-beda atau penyelesaian
masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam sistem hukum
yang berbbeda-beda.
Zweigert dan Kozt mengajukan pendekatan yang lain terhadap
perbandingan hukum dan muncul dengan gaya functional legal
comparison dengan menggunakan metoe yang bersifat:
a) Kritis, karena para ahli perbandingan hukum tidak lagi
mementingkan persamaan dan perbedaan dari berbagai sistem
hukum semata-mata sebagai suatu fakta melainkan yang
dipentingkan adalah “keajegan, dapat dipraktikkan, keadilan
dan jalan keluar bagi suatu masalah hukum tertentu.
b) RealistIk, karena perbandingan hukum bukan saja meneliti
perundang-undangan, putusan hakim atau doktrin semata-
mata melainkan semua motivasi yang sesungguhnya
menentukan atau memengaruhi dunia seperti etika, psikologi,
ekonomi dan kebijakan perundang-undangan.
c) Tidak bersifat dogmatis, karena perbandingan hukum tidak
hendak terkekang dalam kekuasaan dogma-dogma.
Perbandingan Hukum sebagai Disiplin Ilmu Hukum
Lemaire, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan
(yang juga mempergunakan metode perbandingan) mempunyai
lingkup (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan
perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar kemasyarakatan.
Ole Lando, perbandingan hukum mencakup analisis dan
perbandingan dari sistem-sistem hukum.
Hessel Yutema, perbandingan hukum hanya nama lain untuk
ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu ilmu
sosial, atau seperti cabang ilmu hukum lainnya perbandingan
hukum memiliki wawasan yang universal; sekalipun caranya
berlainan, masalah keadilan pada dasarnya sama menurut waktu
dant empat di seluruh dunia.
Orucu, perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu
hukum yang bertujuan mengemukakan persamaan dan perbedaan
serta menemukan pula hubungan erat antara pelbagai sistem-
sistem hukum; melihat perbandingan lembaga-lembaga hukum
dan konsep-konsep serta mencoba menentukan suatu
penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem-sistem
hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaharuan hukum,
unifikasi hukum dan lain-lain.
Soedarto, perbandingan hukum merupakan cabang dari ilmu
hukum dan karena itu lebih tepat menggunakan istilah
perbandingan hukum dari istilah hukum perbandingan.
Tujuan dan Kegunaan Perbandingan Hukum
1. Tujuan Perbandingan Hukum
Van Apeldoorn, membedakan tujuan perbandingan hukum dalam
tujuan yang bersifat teoritis dan tujuan yang bersifat praktis.
Romli Atmasasmita memberikan empat tujuan mempelajari
perbandingan hukum, yaitu:
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 3
1. Tujuan praktis, sangat dirasakan oleh para ahli hukum yang harus
menangani perjanjian internasional.
2. Tujuan sosiologis, mengobservasi suatu ilmu hukum yang secara
umum menyelidiki hukum dalam arti ilmu pengetahuan untuk
membangun asas-asas umum sehubungan dengan peranan hukum
dalam masyarakat.
3. Tujuan politis, untuk mempertahankan “status quo” dimana tidak
ada maksud sama sekali mengadakan perubahan mendasar di
negara berkembang.
4. Tujuan pedagogis, untuk memperluas wawasan sehingga dapat
berpikir inter dan multi disiplin serta mempertajam penalaran
dalam mempelajari hukum asing.
Tujuan menurut beberapa pakar hukum lainnya
a. Pembaharuan hukum dan pengembangan kebijakan (March,1977;
Merryman,1977)
b. Sarana penelitian untuk mencapi teori hukum yang bersifat
universal (Kozolchyk, 1976; Yutema, 1956)
c. Bantuan untuk praktik hukum dalam hubungan internasional
(Schlessinger, 1980)
d. Unifikasi dan harmonisasi hukum (Schlessinger, 1968)
e. Suatu alat bantu dalam peradilan (Orucu, 1986)
2. Kegunaan Perbandingan Hukum
Romli Atmasasmita
a. Kegunaan teoritis: dapat mendukung perkembangan ilmu hukum
pada umumnya dan hukum pidana khususnya, meliputi dua
hal,yaitu: (1) erat kaitannya dengan riset dibidang filsafat hukum
dan sejarah hukum; (2) erat kaitannya dengan pemahaman dan
pengembangan hukum nasional.
b. Kegunaan praktis: memberikan masukan positif bagi
perkembangan pembentukan hukum pada umumnya dan hukum
pidana khususnya.
Menurut Soedarto:
1) unifikasi hukum;
2) harmonisasi hukum;
3) mencegah adanya chauvinisme dalam hukum nasional;
4) pembaharuan hukum.
David and Brierly
1) relevansi perbandingan hukum dengan riset historis, filosofis dan
yuridis;
2) urgensi perbandingan hukum untuk lebih memahami hukum
nasional;
3) dapat membantu menghayati budaya bangsa-bangsa lain dan
kaitannya dengan pembentukan atau pengembangan hubungan
antar bangsa.
Kegunaan secara umum:
a. knowledge;
b. aid to legislator;
c. tool of construction;
d. component of the curriculum;
e. contribution of systematic unification of law
f. contribution to the development of a private law common to the
whole of Europe.
LEGAL FAMILIES OF THE WORLD
Armijon/Nolde/Wolff (1950)
Sistem hukum modern harus dikelompokkan berdasarkan subtansinya
dengan memperhatikan originality, derivation dan common elements dan
sama sekali tidak didasarkan pada faktor ras dan geografis.
Membagi keluarga hukum ke dalam 7, yaitu:
1) French;
2) German;
3) Scandinavian;
4) English;
5) Russian;
6) Islamic;
7) Hindu.
Rene David (1950)
Ada dua hal penting yang dijadikan dasar pengelompokan:
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 4
a) Ideologi (product of religion, philosophy, or political, economic, or
social structural)→ philosophical basis or conception of justice;
b) Legal teknik.
Membagi keluarga hukum menjadi 5, kemudian dimodifikasi menjadi 4,
yaitu:
1) Western System; modified into 1.Romanistic-German
Family (Civil Law);
2) Socialist System; 2. Common Law Family;
3) Islamic Law; 3. Socialist Family;
4) Hindu Law; 4.Other Systems (Jewish
Law, Hindu Law, The
5) Chinesee Law Law of Far East)
Zweigert and Kozt
1) Romanistic Family; 5) Socialist/ Chinese Law;
2) Germanic Family; 6) Far Eastern/Japanese Law;
3) Nordic Family; 7) Islamic Law;
4) Common Law Family; 8) Hindu Law;
David dan Brierly
1) Romano - Germanic; 5) Hindu;
2) Common Law; 6) Jewish;
3) Socialistic; 7) Far East;
4) Islamic; 8) Black Africa.
CIVIL LAW SYSTEM
Diterapkan di sebagian besar negara di dunia (Eropa Daratan, Amerika
Tengah, Amerika Selatan, Asia dan Afrika)
Variasi dalam perkembangan
Sejarah dan perkembangan:
Bersumber dari written law and legal institution of Rome
Berasal dari kata jus civile (the civil of law of Roman Empire)
Sumber Hukum:
King Period→keadilan merupakan otoritas penguasa (raja)→hukum
berada sepenuhnya ditangan penguasa (raja/kaisar)
Republic and Empire Period:
Twelve Tables (450 BC)
Jus civile
Keadilan berada ditangan consul/ jurist (ahli hukum dan
mempunyai kemampuan), jurist consult, praetor/magistraat, dan
judex.
Expansion of the Empire led to increased trade with conquered
teritories→need new law regim to regulate relationship between
citizens and non-citizens (led to jus gentium)→Roman Jurist has it
prominence (peranan penting)
Gaius Institute→kompilasi pertama aturan-aturan hukum Romawi
pada 1819: extensive collection of legal principle and rules
The 6th century Emperor Justinian ordered the preparation of a
compulsive manuscript covering all aspects of Roman
Law→Corpus Juris Civilis (Institute, Digest, Code and Novel).
Haly→influenced the development of law in other European countries,
derived from:
CJC
Work of Glossators of Bologna (e.g Glossator of Accursius)
Glossators: para ahli hukum dari Universitas Bologna yang bertindak
sebagai hakim agung dan membuat anotasi putusan mereka.
Commentators: para ahli hukum yang ada setelah glossators dan
bertugas memberikan reaksi atas anotasi glossators.
Common law (e.g Decretum, Concordia, Disconcordation, Canonum)
Kodifikasi
Formal dan komprehensif di Perancis (1804) dan Jerman (1896)
dipengaruhi oleh Periode Humanisme,dll.
Distribution/ Subgroups:
Fench Civil Law: Italy, French, Benelux Countries, Spain, Portugal,
Central and South America.
German Civil Law
Scandinavian Civil Law: Sweden, Norway, Finland
Eastern Europe Continent, after WW II→
return to civil law system.
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 5
COMMON LAW SYSTEM
Romawi meninggalkan Inggris pada abad ke-15
Diverse tribal community→ diverse unwritten law
Source of law:
1. Case law
2. Act of Parliament
3. Statutory Interpretation
4. Delegated Legislation
5. European Law
6. Custom
7. Equity
8. Treaties
Case Law
Primary source
Comes from decision made by judge in the cases before them
Principle of stare decisis (higher court or their own previous decision )
Ratio decidendi (reason for deciding)→ binding precedent.
Advantages: certainty, detailed practical rules, flexibility
Disadvantages: complexity, rigidity, undemocratic.
Statutory Interpretation
Uncertainty
Court of interpreted a state→ become part of case law→ rules of
precedent applied
Rules of interpretation:
Literal rule→ ordinary/ natural meaning
Golde rule→ reasonable meaning
Miscief rule→ what problem the statute try to remedy
Delegated Legislation
Enabling act
Dibuat : departemen, pemerintah lokal/daerah, lembaga
publik/nasional.
Alasan : kecepatan waktu, lebih paham secara teknis, need local
knowledge, fleksibel.
Kritik : tidak demikrasi, tidak ada kontrol.
Subjek to jucial review.
Europen law
Establishment of Europe Union
European court of justice → supervising the uniform application of
EU law.
Custom
Hanya punya peranan kecil dalam hukum Inggris.
Kapan jadi sumber hukum :
Sepanjang bisa diketahui kapan terakhir hukum tersebut dipakai.
Ada alasan yang tepat.
Kepastian hukum dan clarity.
Locality.
Continuity.
Konsistensi dengan msyarakat.
Bertentangan/tidak dengan UU.
Equity → fairness (masalah keadilan)
Treaties (perjanjian).
Criminal Justice System
Hierarchy of the criminal courts
House of Lord
Court of Appeal (criminal Division)
Queen‟s Bench Division
Crown Court
Magistrate‟s Court
Classification of Offences
Summary offences (minor crimes)
Indictable offences (more serious offender, ex: murder)
Jury System
Lay People (yang boleh jadi juri)
Not judiciary (bukan hakim/jaksa/advokat)
Not in relation with administration of justice (bukan staf
administrasi lembaga peradilan)
Not the clergy (ex: pendeta, ustad, biksu,dll)→bukan pemuka
hukum.
Not mentally ill (tidak sakit jiwa).
Not on bail in criminal proceedings (tidak sedang terlibat
dalam tindak pidana).
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 6
Not criminil (tidak pernah dipidana)
Hanya berlaku untuk kejahatan berat
Jury under attack (kritik)
Kekurang mampuan juri (tidak punya kompetensi karena
tidak punya wawasan hukum).
Bias
Manipulation by defender (manipulasi terdakwa).
Cost and time.
Adversarial process :
Para pihak mempunyai hak yang sama
Tanya jawab natar pihak.
Peran hakim terbatas
Plea Bargaining (kalau mengaku bersalah masuk ke plea bargaining
sistem, tetapi kalau tidak mengaku bersalah masuk ke sistem juri)
Negotations between prosecutors and defense lawyers
Active cooperation of the judge (limited)
Take place in public 2001 (baru dipublikasikan mulai 2001)
Written record (rekaman tertulis).
Information for victim/family
Save time and money.
Kritik : against interest of justice.
SOCIALIST LAW SYSTEM
Based on traditional western civil law system
Berkembang di negara Uni Soviet (Russia) dan Eropa Timur
Modifikasi dan menambahkan ideologi Marxist-Leninist
Mencoba menjatuhkan legelasi/sistem starist.
Membangun sistem sosialis untuk mencapai komunis.
Menghilangkan kekuasaan politik dan dominasi bangsa borjuis.
Ciri-ciri socialist law
Pengakuan kepemimpinan partai komunis.
Negara pemilik tanah dan usaha atas tanah.
Negara merupakan pemilik dominan atas produksi dan distribusi.
Perencanaan ekonomi nasional.
Tidak ada kepemilikan pribadi.
Mobilitas untuk kesejahteraan sosial.
Perbedaan dengan Civil Law
Civil law dapat membedakan perdata dan pidana sedangkan
sosialis tidak ada.
Sosialis tidak punya praktek peradilan pidana dan perdata dan
tidak ada pembagian kekuasaan.
Tujuan hukum untuk membangun masyarakat komunis di bawah
penguasaan partai komunis.
Struktur Pengadilan
Tidak menenggunakan sistem adversary.
Ada hakim, jaksa, pembela dan dua orang assessors.
Purpose (tujuan) : to find the truth rather to protect legal rights.
Equality before the law.
Hakim tidak membuat hukuman (partai komunis yang membuat).
Defendant as well as prosecutor.
Sistem ini kollaps (runtuh) sejak tahun 1991. Uni Soviet menjadi negara-
negara kecil yang berubah menjadi sistem legal in Europe
REFORMATION
In Criminal Procedure
Hak untuk didampingi pengacara
Asas praduga tak bersalah
Sidang terbuka
Juri terbuka
Restriction on the use of wiretap evidance (pembuatan
penyadapan sebagai bukti pengadilan).
Pada Substansi Hukum Pidana
Mempertajam mana yang termasuk kejahatan dan mana yang
tidak.
Membatasi spesifikasi tindak pidana yang dapat dihukum mati.
Memperjelas unsur-unsur pelanggaran dalam hukum pidana
(memperjelas kejahatan dalam KUHPnya).
In General (perubahan pada umumnya)
Menghapuskan hukum rahasia (penyimpanan UU).
Mempermudah akses peradilan.
Memperkuat status hakim (tidak di bawah partai komunis lagi).
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 7
NORDIC/ SCANDINAVIA LEGAL SYSTEM
FINLAND, Sweden, Norway, Denmark, Iceland, Historycally→based on
old Germanic law with local Characteristics variation. Civil or common
law?
Unified codes (unsystematic).
Application of atatute law/acts of parliament.
Courts at every level cites precedent.
Application of jury system.
Criminal law concepts :
View crime as social problem not an enemy → apply other alternatives
to imprisonment (community sanction, consent-based medical care).
Sanction to be applied to companies and other legal person.
Criminal procedure law
Based on minimum standard of Human Rights protection (UDHR,
ICCPR, ECHR).
Hearing
Access to police dossier (akses untuk lihat BAP).
Defense lawyer.
Interpreter.
Presumption of innocence.
Claim to the european court of human rights.
Municipal Court (pengadilan Tingkat I ):
Hearing
Court for the first instance
One professional judge and two lay judges.
Appeal court
Serious crime/minimum 6 years imprisonment.
De novo → full re-trial (3 professional. judges and full jury).
Points of law, points of procedure, penalty → limited re-trial ( 3
professinal judges and 4 lay participations).
Supreme court (MA)
Not appeal court
Not full re-trial.
Case limitation → appeal committee (6 – 7 %).
Points of law, points of the procedure, penalty.
Published→ source of law → precedent.
ELEMENT OF CRIMES
Element of Crimes in Common Law
Act: Actus reus (Perbuatan) Action Crimes
State Affairs→ kejahatan
ditentukan/ diatur oleh negara
Result
Ommission
Mens rea (Kesalahan) Intent (sengaja) direct →
sengaja dengan maksud
oblique → mis. Membunuh dari balik
kaca dengan menembak
Recklesness→ kekuranghati2an
Negligence→ cunningham & caldwel
Liability Strict
Vicariuos
Transferred walice→ sengaja
dengan kesadaran kemungkinan
Stricht liability: seseorang dapat dipidana tanpa harus melakukan perbuatan
tersebut
Vicarious liability: seseorang bertanggungjawab atas tindak pidana yang
dilakukan oleh orang lain
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 8
PERCOBAAN DALAM SISTEM COMMON LAW DAN
SISTEM CIVIL LAW
1) Inchoate Offences
Tindak pidana yang tidak lengkap atau baru taraf
permulaan
Meliputi:
a. Incitement (penganjuran);
b. Conspiracy (permufakatan jahat);
c. Attempt (percobaan);
2) Incitement
Incitement di Inggris tetap dituntut, sekalipun:
a. Penganjuran itu gagal;percobaan penganjuran tetap dipidana.
b. Hanya membujuk untuk melakukan tipiring.
3) Conspiracy
Menurut common law, conspiracy:
a. the agreement;
b. of two or more parties;
c. to do unlawful act;
d. by unlawful means.
Konspirasi merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa
orang dan menjadi taraf permulaan jika ada awal perbuatan walaupun
perbuatan tersebut tidak terjadi.
4) Percobaan dalam Sistem Common Law
Percobaan dalam sistem hukum ini pada hukum Inggris diatur dalam
Criminal Attempts Act 1981 yang mengatur hukuman tentang
percobaan adalah hukuman maksimum pada tindak pidana yang
terselesaikan.
Actus reus ada jika pelaku telah melakukan lebih dari sekedar
perbuatan persiapan.
Elemen yang paling penting dalam percobaan adalah adanya niat.
Percobaan pada sistem ini masuk dalam kategori tindakpidana yang
tidak lengkap atau baru pada taraf permulaan.
Untuk dapat dipidananya percobaan diperlukan pembuktian bahwa
terdakwa telah berniat melakukan perbuatan melanggar hukum dan ia
telah melakukan beberapa tindakan yang membentuk actus reus dari
percobaan jahat yang dapat dipidana tanpa memperhatikan apakah
tindakan tersebut selesai karena keinginannya ataupun karena orang
lain.
5) Percobaan pada Sistem Civil Law
Percobaan pada sistem civil law ini kita ambil contoh hukum di
Indonesia yang diatur dalam pasal 53 KUHP
Hukuman pada tindak pidana percobaan adalah hukuman maksimum
dikurangi 1/3 dari maksimum hukuman.
Actus Reus pada percobaan di sistem ini adalah saat sudah masuk pada
permulaan pelaksanaan.
Percobaan pada sistem ini bukan masuk kategori manapun, dia
memiliki pengertian tersendiri.
Dapat dipidananya percobaan dalam sistem ini adalah sebagai berikut:
a) Niat;
b) Adanya permulaan pelaksanaan;
c) Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya
sendiri;
PENYERTAAN DALAM SISTEM COMMON LAW DAN
SISTEM CIVIL LAW
Dalam pidana, penyertaan adalah suatu perbuatan kejahatan yang
dilakukan oleh lebih dari satu orang.
Sebagai dasar memperluas dapat dipidanannya orang (Simons, van
Hattum, Hazewinkel Suringa),
-Persoalan pertanggungjawaban pidana
-Delik yang tidak sempurna
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 9
Sebagai dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan (Pompe,
Mulyatno, Roeslan Saleh)
-Bentuk khusus tindak pidana
-Suatu delik yang bentuknya istimewa
A. Penyertaan (Deelneming/Complicity) dalam Civil Law System
Penyertaan Menurut KUHP
a. Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
i. Pembuat/Dader (Pasal 55) yang terdiri dari:
1. pelaku (pleger/dader)
2. yang menyuruh melakukan (doenpleger)
3. yang turut serta melakukan (medepleger)
4. penganjur (uitlokker)
ii. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari:
1. pembantu pada saat kejahatan dilakukan;
2. pembantu sebelum kejahatan dilakukan
B. Penyertaan (Deelneming/Complicity) dalam Common Law System
There are various ways in which persons can be jointly liable for, or in
respect of, committing a criminal offense. More than one method of
collaboration can apply in the same offence.
a. A person may be an „Accomplice‟ to a principal offender; that is, he
may `aid, abet, counsel, or procure' the offence, while not being the
direct cause of the ActusReus.
b. Parties can enter into „Conspiracy‟ to commit an offence.
c. Parties can enter into a „JointEnterprise‟ to commit an offence,
although it is not clear whether this is distinct from the parties' being
accomplices to each other.
d. A person may give AssistanceAfterTheOffence.
e. A person may provide „Incitement‟ to another to commit a crime (this
is different from the `counselling' required of an accomplice).
f. A person may be dissuaded from prosecution by an offer of reward
C. Principal & Secondary Offenders
The main perpetator of a crime is called the principal offender
People with less involvement are called secondary offenders
(accomplices or accessories)
Secondary offenders are liable to be tried and punished in the
same way as principal offender
Secondary offenders fulfil this role if they have aided, abetted,
counselled, or procured the offence
D. Secondary Offender
Secondary OffenderEncourage Help
Sebelum T.P Connsel Procure
Saat T.P. Abet Aid
1. Abet: encourage, inciting, or instigating
2. Aid: giving help, support or assistance
3. Counsel: inciting or encouraging
4. Procure: to produce by endeavour
Mens rea of secondary offenders:
That the accomplice had knowledge of the type of crime to be committed
That he had the intention to aid, abet, counsel or procure the principal offender
Actus reus of participation:
it has to be proved that the alleged secondary has done something positive to assist or encourage the commiting of the offence or has taken some steps to procure its commision.
7FACULTY OF LAW PADJADJARAN UNIVERSITY
Catatan Kuliah – Kardoman Tumangger (110110060381) Page 10
E. Joint Enterprises
When two or more people embark upon a joint criminal venture, this
is known in law as a joint enterprise
One party is held to participate in the criminal acts of another and will
be criminally liable fot the acts done in the course of carrying out the
joint enterprise
The participator in the joint enterprise will still be liable, even where
the acts of the other vary from what was originally planned, provided
that they are in the range of acts contemplated by him
If the act is outside the contemplation of the defendant he cannot be
found liable
If no joint enterprise is found, and it cannot be established who
inflicted the injury, the party must be acquitted
F. Perbandingan Penyertaan
Perbandingan Penyertaan
Civil law system Common law system
1. Pelaku (psl 55 KUHP)
Pelaku (pleger/dader)
Menyuruh melakukan
Turut serta melakukan
Membujuk/menganjurkan
2. Pembantuan (psl 56 KUHP)
pada saat kejahatan dilakukan
sebelum kejahatan dilakukan
1. Principal Offender Actual Offenders
Innocent Agent
2. Joint Criminal (enter Prise)
3. Dissuaded from prosecution by an offer of reward
4. Secondary Offender To Aid
To Abet
To to councel
To Procure
10FACULTY OF LAW PADJADJARAN UNIVERSITY
G. Kesimpulan
Bahwa pada dasarnya, dalam civil law maupun common law tidak
memiliki banyak perbedaan dalam „penyertaan‟.
Perbedaan hanya terdapat dalam pembagian, dan pengkotak-kotakan
dari jenis-jenis „penyertaan‟.
Sedangkan dasar atau nilai yang terkandung dalam keduanya
memiliki dasar atau nilai yang sama.
Hal mengenai „penyertaan‟ yang tidak terdapat secara positive dalam
salah satu sistem hukum, tetap digunakan mengikuti perkembangan
dan praktik kehidupan.