Perbandingan Efikasi

download Perbandingan Efikasi

of 8

description

ok

Transcript of Perbandingan Efikasi

Perbandingan efikasi radiografi konvensional, radiografi digital, dan ultrasonikdalam diagnosis lesi periapikal

Tujuan. Tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi efikasi radiografi konvensional, radiografi digital dan ultrasonik dalam diagnosis lesi periapikal.Desain studi. 21 orang pasien berusia antara 15 dan 45 tahun dengan radiolusensi periapikal yang terdefinisikan dengan baik, yang berhubungan dengan gigi-gigi mandibula atau maksila anterior, yang membutuhkan pembedahan endodontik atau pencabutan gigi dipilih dan disetujui untuk masuk dalam studi. Radiografi periapikal intraoral pre-operatif dan citra-citra digital yang menggunakan charge-coupled device, yang didapat dengan memparalelkan teknik yang ada, dinilai oleh 3 orang pengamat spesialis yang memberikan diagnosis lesi periapikal mereka. Kemudian dilakukan pemeriksaan ultrasonik dan citranya dinilai menurut ukuran, isi, dan persediaan vaskuler oleh 3 orang ahli ultrasonografi. Hal ini diikuti dengan melakukan kuret terhadap jaringan-jaringan periapikal untuk memungkinkan diadakannya penyelidikan histopatologis, yang merupakan standar emas dalam diagnosis. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS, analisis varian, dan statistik k.

Hasil. Persentase akurasi diagnosis lesi periapikal menggunakan radiografi konvensional sebesar 47,6%, radiografi digital 55,6%, dan ultrasonik 95,2%. Ultrasonik memiliki sensitivitas dan kekhususan paling tinggi, masing-masing 0,95 dan 1,00.

Kesimpulan. Radiografi konvensional dan digital memungkinkan dilakukannya diagnosis penyakit-penyakit periapikal, tapi tidak untuk sifat penyakit tersebut, sedangkan ultrasonik menyediakan informasi yang akurat mengenai sifat patologis lesi, yang menjadi penting dalam memprediksi hasil perawatan. Oleh karena itu, ultrasonik dapat digunakan sebagai bentuk metode tambahan untuk radiografi konvensional dan digital dalam diagnosis lesi periapikal.

Lesi periapikal biasanya terdiganosis setelah adanya patologi pulpa dan dirawat berdasarkan pada temuan-temuan radiologis. Mayoritas radiolusensi periapikal setelah adanya trauma atau karies gigi meliputi granuloma periapikal, kista periapikal, dan abses periapikal. Radiografi konvensional (conventional radiography/CR) secara tradisional merupakan kekuatan penyokong dalam diagnosis, perencanaan perawatan, dan follow-up lesi periapikal. Pada 2 dekade yang lalu, radiografi digital (digital radiography/DR) telah memperoleh popularitas sebagai satu bentuk alternatif dari CR, karena pengurangan yang signifikan dalam hal paparan radiasi hingga kurang lebih 50-80%, dan karena DR memungkinkan perbaikan citra, menggunakan software pemrosesan citra, yang mencakup kecerahan, kontras, ketajaman, orientasi citra, dan perubahan warna semu. Namun demikian, studi-studi terkini telah menunjukkan bahwa DR langsung, bahkan dengan pemrosesan dan perbaikan citra, tidak lebih baik daripada CR dalam hal akurasi diagnosis lesi periapikal. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, perlu dilakukan evaluasi metode baru dan lebih menjanjikan, seperti ultrasonik (ultrasound/US), computerized tomographic/CT scan, analisis radiometrik digital, dan prosedur-prosedur biokimia dalam diagnosis lesi periapikal.

Pencitraan ultrasonik merupakan teknik yang mudah dan dapat direproduksi, yang memiliki kemampuan untuk melengkapi CR dan DR dalam diagnosis lesi periapikal. Ultrasonik bersama-sama dengan color Doppler menggambarkan isi dan vaskularisasi lesi, yang merupakan faktor-faktor penting untuk mendiagnosis lesi periapikal dan untuk membedakan kista periapikal dari granuloma. Oleh karena itu, pencitraan US dapat digunakan sebagai bentuk metode tambahan untuk CR dan DR, dimana pencitraan ini tidaklah semahal dan seberbahaya CT scan menyangkut paparan radiasinya. Diagnosis lesi periapikal yang benar membantu memprediksi hasil perawatan dan membantu mengurangi insiden kegagalan perawatan saluran akar yang berhubungan dengan kurangnya diagnosis yang tepat, yang memperlihatkan keterbatasan CR dan DR yang digunakan secara rutin. Oleh karena itu, studi kali ini dilakukan untuk mengevaluasi efikasi CR, DR, dan US untuk membedakan kista periapikal dari granuloma.

MATERI DAN METODE

Sebanyak 21 orang pasien yang berusia 15-45 tahun dengan radiolusensi periapikal dalam hubungannya dengan gigi-gigi mandibula atau maksila anterior dipilih untuk studi ini. Didapatkan persetujuan dari Komite Etik, dan informed consent diambil dari setiap pasien setelah menjelaskan tujuan dan metodologi studi.

Lembar kasus dirumuskan untuk mencatat riwayat rinci pasien, dan pemeriksaan klinis mencakup semua prosedur diagnosis endodontik: pemeriksaan CR, pemeriksaan DR, pemeriksaan US, dan pemeriksaan histopatologis. 3 orang pengamat (2 orang ahli radiologi mulut dan 1 orang ahli endodontik) dan 3 orang ahli ultrasonografi diminta untuk mengukur lesi periapikal dan memberikan diagnosis mereka dari citra-citra yang didapat dari bermacam-macam teknik diganosis.

Kriteria inklusinya adalah radiolusensi periapikal yang terlihat jelas yang berhubungan dengan gigi-gigi mandibula dan maksila anterior sebagai satu rangkaian dari trauma atau karies gigi, yang terindikasi akibat pencabutan gigi atau perawatan saluran akar. Lesi yang tidak nampak secara radiografis untuk menggambarkan penyakit inflamasi periapikal, gigi-gigi dengan radiolusensi periapikal yang didefinisikan sakit, lesi endoperio, periodontitis, gigi yang saluran akarnya dirawat, para pasien dengan kondisi sistemik yang berhubungan dengan patologi tulang seperti hiperparatiroidisme, Paget disease, dysplasia fibrosa, myeloma multipel, dll., dan para pasien yang menjalani perawatan dikecualikan. Para pasien diarahkan pada radiografi periapikal intraoral, kemudian DR, diikuti dengan pencitraan US.Pemeriksaan radiografi konvensional

Radiografi periapikal pre-operatif dilakukan untuk semua pasien dengan memparalelkan teknik, menggunakan penyangga dengan alat pengarah sinar (XCP; Dentsply Rinn, Elgin, IL, USA) dan sebuah unit x-ray gigi Explor-X 70 (Confident Dental Equipment, Milano, Italy; 70 kVp, 8 mA, 2 mm aluminium filtration, 60 mm beam diameter), dan digunakan juga Kodak E-speed (Eastman Kodak Co., New York, NY, USA) film no. 2 (31 x 41 mm). Film ini dipaparkan masing-masing selama 0,3 detik dan 0,25 detik untuk tampilan mandibula dan maksila anterior.

Radiografi diproses secara manual dalam bahan kimia segar dan dimasukkan ke udara kering. Radiografi dilihat dan dievaluasi dalam kotak tampilan dibawah pencahayaan operasi normal. 3 orang pengamat (1 orang ahli endodontik dan 2 orang ahli radiologi) diminta untuk membuat penjelasan rinci mengenai lesi periapikal (ukuran dan batas-batasnya) dan memberikan diagnosis mereka berdasarkan pada kriteria seperti yang dinyatakan oleh Wood dan Goaz: granuloma periapikal sebagai radiolusensi periapikal yang terbatasi dengan baik yang diameternya berukuran < 1,6 cm, kista periapikal sebagai radiolusensi periapikal dengan batas sklerotik yang terdefinisikan dengan baik yang diameternya berukuran > 1,6 cm, dan abses periapikal sebagai radiolusensi periapikal yang terdefinisikan sakit dengan batas-batas yang tersebar.

Ukuran semua lesi diukur pada arah superoinferior (SI) dan mesiodistal (MD) dengan menggunakan pembagi dan penggaris dalam skala milimeter oleh ketiga pengamat untuk meminimalkan kesalahan antarpengamat.

Pemeriksaan radiografi digital

Setelah pemeriksaan CR, para pasien diarahkan pada pemeriksaan DR dengan memparalelkan teknik menggunakan sensor intraoral Suni Ray digital charge-coupled device (CCD), ukuran #2, 43 x 33 mm (Imaging Microsystems, San Jose, CA) dan monitor Samtron 56 V untuk memperlihatkan citra, dengan computer P4 menggunakan software Suni Ray-X versi a3 untuk manipulasi dan penyimpanan citra. Sensor dipaparkan masing-masing selama 0,04 detik dan 0,03 detik untuk tampilan mandibula dan maksila anterior.

Ketiga pengamat diminta untuk memeriksa citra digital dan mengukur ukuran SI dan MD lesi periapikal menggunakan penggaris digital untuk meminimalkan bias antarpengamat. Para pengamat diijinkan untuk menggunakan fasilitas pemrosesan citra yang berbeda yang disediakan oleh software sistem jika diperlukan untuk memperbaiki kualitas citra. Diagnosis radiografi berdasarkan pada kriteria yang mirip dengan kriteria untuk CR.

Pemeriksaan ultrasonik

Setelah pemeriksaan radiografi, gigi yang sedang dalam penyelidikan diarahkan pada pemeriksaan US menggunakan mesin diagnosis ultrasonik Volusen 730 Pro Machine (GE Medical Systems) dengan color Doppler (CD), menggabungkan probe ultrasonik, berjejak 40 mm linier, multifrekuensi, definisi tinggi, yang beroperasi pada frekuensi 8-11 MHz. Probe ultrasonik ditutup dengan sebuah lapisan gel ultrasonik (Ultragel; Medicon, India) dan ditempatkan diluar mulut pada kulit yang sesuai dengan area radikular gigi yang menjadi obyek. Segera setelah kerusakan tulang teridentifikasi, probe digeser sedikit disekitar area, dan posisinya diubah beberapa kali untuk mendapatkan jumlah transverse (bidang axial) dan pengamatan longitudinal (bidang sagittal) yang cukup untuk mendefinisikan kerusakan tulang (Gambar 1).

Citra-citra US didapatkan pada semua kasus karena tulang kortikal labial anterior tipis dan kemungkinan fenes-tration sebagai akibat dari lesi periapikal, dan karakteristik echo (hypoechoic/anechoic) dari lesi periapikal ditentukan. Semua lesi diukur pada 3 bidang, yaitu anteroposterior (AP), SI, dan MD, dan dicatat. Color Doppler digunakan untuk mendeteksi aliran darah, dan jika hal ini ditemukan, didapatkan penjejakan spektral.

Citra-citra US dinilai oleh 3 orang ahli ultrasonografi untuk ukuran dan isi (cair, padat, atau kombinasi keduanya), dan diagnosisnya berdasarkan pada kriteria berikut ini: lesi kista: lubang hypoechoic dengan garis luar jelas, dikelilingi dengan dinding tulang yang menebal, terisi cairan dan tidak ada bukti vaskularisasi internal; granuloma: area hypoechoic sangat tidak jelas, menunjukkan persediaan vaskular yang banyak; dan lesi campuran: utamanya merupakan area hypoechoic dengan area anechoic focal, menunjukkan vaskularitas yang banyak pada beberapa area dalam pemeriksaan CD. Pembedahan endodontik/pencabutan gigi dan pemeriksaan histopatologis

Setelah pencabutan gigi atau perawatan saluran akar, dilakukan pembedahan periapikal dan jaringan yang didapat dari area periapikal untuk analisis histopatologis. Setelah difiksasi dalam formalin penyangga 10%, spesimen hasil pembedahan diproses untuk pemeriksaan histopatologis rutin dan diagnosis lesi periapikal diberikan. Ke-21 orang pasien sembuh secara tidak merata dan dilaporkan bebas dari gejala.

Analisis data dilaksanakan menggunakan SPSS, paket software V. 11 (SPSS, Chicago, IL, USA). Reliabilitas antarpengamat untuk pengukuran ukuran lesi periapikal dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) untuk CR dan DR, dan nilai P < 0,05 diterima sebagai signifikan secara statistik. Persesuaian antarpengamat untuk diagnosis sifat lesi periapikal dianalisis menggunakan statistik k untuk CR dan DR. Persentase akurasi, sensitivitas, dan kekhususan teknik-teknik diagnosis diukur. HASIL

Pemeriksaan radiografi konvensionalDiagnosis lesi periapikal oleh 3 orang pengamat menggunakan CR menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian pada 15 dari 21 kasus (71,4%). Nilai tengah pengukuran SI sebesar 9,89 mm (SD 2,6) dan nilai tengah pengukuran MD sebesar 9,34 mm (SD 2,2; Tabel I).

Pemeriksaan radiografi digital

Diagnosis lesi periapikal oleh 3 orang pengamat menggunakan DR menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian pada 16 dari 21 kasus (76,2%). Nilai tengah pengukuran SI sebesar 10,45 mm (SD 2,6) dan nilai tengah pengukuran MD sebesar 10,13 mm (SD 2,2; Tabel I).Perbandingan statistik radiografi konvensional dan digital

Menggunakan statistik k, ditunjukkan bahwa nilai k sebesar 0,658 untuk CR dan 0,708 untuk DDR, yang menyatakan kesesuaian yang baik antara ke-3 orang pengamat menyangkut diagnosisnya. Menggunakan ANOVA, tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara ke-3 orang pengamat menyangkut pengukuran SI dan MD, dengan nilai P masing-masing sebesar 0,901 dan 0,987; nilai P sebesar 0,987 untuk CR dan 0,987 untuk DR.

Pemeriksaan ultrasonik

Dari 21 orang pasien, 12 kasus menunjukkan secara jelas area anechoic dengan kontur rata yang terdefinisikan dengan baik tanpa bukti adanya vaskularisasi internal pada CD dan didiagnosis sebagai kista periapikal (Gambar 2). Satu kasus memperlihatkan adanya isi echogenic, persediaan vaskuler yang banyak, dan area transonic dengan kista campuran dan lesi granuloma.

Delapan kasus menunjukkan area hypoechoic secara seragam dengan dinding tidak rata yang agak tebal dan vaskularitas internal yang banyak pada CD dan terdiagnosis sebagai granuloma periapikal (Gambar 3).

Pengukuran US dibuat pada bidang-bidang yang mirip dengan CR dan DR, dengan nilai tengah pengukuran SI sebesar 5,85 mm (SD 2,6), nilai tengah pengukuran MD sebesar 5,82 mm (SD 2,9), dan nilai tengah pengukuran AP sebesar 5,08 mm (SD 1,9; Tabel I).

Laporan histopatologis

Terdapat kesesuaian yang baik antara diagnosis US menyangkut sifat lesi yang mendasari dan diagnosis histopatologis. 12 lesi periapikal terdiagnosis oleh US sebagai kista; pada masing-masing kasus, histopatologi mengungkapkan adanya kavitas yang segaris dengan epitelium squamosa terstratifikasi, dengan jaringan penghubung yang mendasari menunjukkan serat kolagen yang tersusun secara longgar, dengan infiltrasi sel inflamasi ringan hingga sedang yang dapat dianggap sebagai kista periapikal (Gambar 2). 1 kasus terdiagnosis oleh pemeriksaan US sebagai lesi campuran, dan histopatologi mengungkapkan adanya jaringan granuloma ekstensif yang berisi kavitas kista, yang segaris dengan epitelium squamosa terstratifikasi dan kelompok sel-sel inflamasi kronis yang kuat, yang dapat dianggap sebagai kista periapikal terinfeksi.

8 kasus terdiagnosis oleh US sebagai granuloma dimana 7 diantaranya secara histopatologis menunjukkan jaringan penghubung dengan area sel polimorfonuklear, limfosit, monosit, dan pembuluh darah yang baru terbentuk tersebar luas, yang dapat dianggap sebagai granuloma periapikal (Gambar 3), dan 1 kasus yang terdiagnosis sebagai granuloma periapikal oleh US dibuktikan sebagai kista periapikal pada pemeriksaan histopatologis.

Persentase akurasi, sensitivitas, dan kekhususan untuk diagnosis lesi periapikal menggunakan CR masing-masing sebesar 47,6%, 0,7%, dan 0,50%, menggunakan DR sebesar 55,6%, 0,86%, dan 0,57%, dan menggunakan US sebesar 95,2%, 0,95%, dan 1,00% (Tabel II).

PEMBAHASAN

Radiografi konvensional tidak diragukan lagi merupakan model pencitraan yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi lesi periapikal, karena model ini mudah, ekonomis, dan mudah diperoleh. DR telah mendapatkan popularitas sebagai satu bentuk alternatif CR karena metode ini telah memberi dokter gigi kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan radiografi dengan paparan radiasi yang berkurang dan memungkinkan perbaikan kualitas citra.

Beberapa ciri radiografis, seperti ukuran dan bentuk lesi dan kehadiran batas sklerotik yang membatasi lesi, mendukung diagnosis lesi periapikal. Meskipun probabilitas statistik kejadian kista mungkin lebih tinggi diantara lesi-lesi berukuran besar, hubungan konklusif antara ukuran lesi dan sifat kista belum dibenarkan. Lesi periapikal tidak dapat dibedakan kedalam kista dan non-kista berdasarkan pada ciri-ciri radiografis saja. Dalam studi histopatologis terkini mengenai lesi periapikal, ditunjukkan secara konklusif bahwa tidak ada hubungan antara kehadiran batas radiopaque dan diagnosis histopatologis dari kista.

Berbagai penyebab yang mengakibatkan kegagalan terapi saluran akar meliputi kesalahan operator dan kesalahan diagnosis. Penting kiranya untuk membedakan antara granuloma periapikal dan kista, karena hal itu tidak hanya membantu dalam merencanakan perawatan, tapi juga dalam memprediksi hasil perawatan. Terapi saluran akar konvensional adalah model perawatan utama untuk granuloma periapikal, tapi tidak memiliki kegunaan untuk kista periapikal, karena kista yang sebenarnya kurang mungkin dipisahkan dengan terapi saluran akar konvensional dan memerlukan intervensi pembedahan. Kista kantong periapikal, khususnya yang berukuran lebih kecil, sembuh secara total setelah terapi saluran akar. Sedangkan kista yang sesungguhnya, khususnya yang berukuran besar, kurang mungkin dipisahkan dengan prosedur endodontik non-bedah dan oleh karena itu bisa mempengaruhi hasil perawatan. Demikian pula pembedahan periapikal yang dilaksanakan berdasarkan pada diagnosis radiografis terhadap kista mungkin dipisahkan dengan terapi saluran akar saja. Oleh karena itu, untuk mencegah penerapan pembedahan periapikal yang tidak proporsional berdasarkan pada diagnosis radiografis lesi periapikal yang tidak ditemukan sebagai kista, dan untuk meningkatkan hasil perawatan, perlu mengevaluasi penggunaan metode diagnosis yang baru dan menjanjikan seperti US, CT scan, analisis DR, dan prosedur-prosedur biokimia dalam diagnosis lesi periapikal.

Pencitraan ultrasonik real-time lebih sesuai daripada model-model pencitraan yang lain, mengakibatkan efek merugikan biologis yang lebih sedikit, dan ekonomis. Ultrasonik dengan color power Doppler dapat melengkapi CR dan DR dalam diagnosis lesi periapikal ketika ragu-ragu dan dapat memberikan diagnosis yang akurat. Sehingga hal ini membantu dalam merencanakan perawatan dan follow-up lesi periapikal.

Menurut studi oleh Yokota et.al. dan Tirell et.al., DR mengungguli CR dalam diagnosis lesi periapikal awal. Dalam studi kali ini, persentase akurasi untuk DR sebesar 55,6% dibandingkan dengan 47,6% untuk CR, dan perbaikan citra tidak meningkatkan performa pengamat, yang serupa dengan temuan-temuan yang dibuat oleh Barbat et.al., Bart et.al., dan Sullivan et.al. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kira-kira 66-70,2% diagnosis radiografi sesuai dengan diagnosis histopatologis lesi periapikal. Sedangkan dalam studi kali ini, jumlahnya jauh lebih rendah, kira-kira 47,6%, yang bisa jadi karena ukuran sampel yang lebih kecil dan perbedaan antarpengamat. Dalam studi kali ini, tingkat kesesuaian untuk diagnosis radiografi diantara para pengamat baik, berkebalikan dengan studi oleh Paurazas et.al., dimana tingkat kesesuaiannya buruk.

Dalam studi kali ini, persentase akurasi US dalam diagnosis lesi periapikal sebesar 95,2%; diagnosis US cocok dengan diagnosis histopatologis dalam setiap kasus kecuali 1. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan pasti antara echostructure lesi dan ciri-ciri histopatologis. Temuan-temuan tersebut sesuai dengan studi Cotti et.al. dan Gundappa et.al. Ukuran lesi periapikal lebih kecil pada US dibandingkan dengan CR dan DR, yang bisa karena tepi lesi yang bertulang membuat sebuah bayangan akustik pada dinding-dinding lateral, membuatnya sulit untuk menempatkan kaliper-kaliper elektronis guna pengukuran yang tepat. Namun demikian, ukuran lesi yang relatif tidak penting dikuatkan oleh studi kami.

Pencitraan ultrasonik sifatnya mudah, dapat direproduksi, ekonomis, dan sesuai untuk digunakan jika dibandingkan dengan model pencitraan canggih yang lain, seperti CT scan. Diagnosis kerja dapat dibuat menggunakan US, yang dapat juga menyediakan pengukuran dimensional dan lokasi instrumen-instrumen endodontik. Citra real-time yang didapat mudah dibaca sekali pengamat dilatih, dan citra tersebut mudah disimpan dan didapatkan kembali. Selama perawatan, CR atau DR dapat digunakan.

Tapi, keterbatasan pencitraan US adalah ketergantungan operator, kesulitan dalam menghubungkan lesi dengan area tulang yang spesifik karena penunjuk-penunjuk gigi (yaitu akar) tidak divisualkan secara spesifik, dan bahwa dibutuhkan penipisan atau keterputusan pada bidang kortikal bukal atau labial agar gelombang US dapat menembus dan mendiagnosis lesi periapikal. Disarankan adanya penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis diferensial multipel terhadap lesi tulang.

KESIMPULAN

Ultrasonik sebagai sebuah alat diagnosis telah digunakan secara luas dalam banyak bidang medis, dan penggunaannya dalam kedokteran gigi belum diselidiki secara mencukupi. Studi kali ini menegaskan bahwa pencitraan US menyediakan informasi yang cukup menyangkut sifat lesi periapikal, tidak seperti CR dan DR, dan teknik diagnosis yang dapat diandalkan untuk membedakan lesi periapikal, yaitu granuloma dan kista periapikal, berdasarkan pada echotexture isi lesi tersebut dan kehadiran vaskularitas menggunakan color power Doppler. Pencitraan US dapat digunakan sebagai metode tambahan untuk penggunaan rutin CR dan DR dalam diagnosis lesi periapikal dan akan menjadi kontribusi penting terhadap tren menuju diagnosis mulut yang bebas radiasi.Keterangan gambar:Gambar 2. Sebuah kasus kista periapikal. a Radiografi konvensional, dan b, citra digital, menunjukkan radiolusensi periapikal yang terdefinisikan dengan baik dengan batas-batas sklerotik dalam hubungannya dengan gigi taring lateral dan central maksila kanan dan pengukuran lesi superoinferior dan mesiodistal. c, Citra ultrasonik yang ditampilkan pada monitor dalam mode split-screen menunjukkan permukaan bidang tulang kortikal bukal yang ditipiskan (P), permukaan dalam (S) lesi periapikal, dan area anechoic antara P dan S karena isi cairan. d, Tidak ada bukti vaskularisasi di dinding pada pemeriksaan Color Doppler. e, Citra ultrasonik yang menunjukkan pengukuran superoinferior, mesiodistal, dan anteroposterior lesi. f, Persamaan diagram c dan d. e, Gambar histopatologis, yang menunjukkan epitelium kista dari 6-8 lapisan sel yang tebal, menyebar kedalam stroma dengan pola arcading, mendasari jaringan penghubung dengan serat kolagen yang tersusun secara longgar, infiltrasi sel inflamasi ringan sampai sedang, pembuluh darah yang segaris endotelial yang banyak dan sel darah merah yang terekstravasasi.

Gambar 3. Sebuah kasus granuloma periapikal. a, Radiografi konvensional, dan b, citra digital yang menunjukkan radiolusensi yang terbatasi dengan baik dalam hubungannya dengan gigi taring lateral dan central maksila kanan dan pengukuran superoinferior dan mesiodistal lesi. c, Citra ultrasonik yang ditampilkan pada monitor dalam mode split-screen menunjukkan permukaan bidang tulang kortikal bukal yang ditipiskan (P), permukaan dalam (S) lesi periapikal, dan area hypoechoic antara P dan S. d, Jejak T Spectral Doppler yang menunjukkan aliran darah. e, Citra ultrasonik yang menunjukkan pengukuran superoinferior, mesiodistal, dan anteroposterior lesi. f, Persamaan diagram c dan d. e, Gambar histopatologis, yang menunjukkan jaringan penghubung dengan serat kolagen belum matang hingga matang yang tersusun dalam ikatan dan sebaran infiltrasi sel inflamasi kronis ringan hingga sedang, yang terlihat dengan area hemorrhagic; epitelium yang segaris tidak jelas.

Keampuhan/kemampuan