PERBANDINGAN ANALISIS KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN ... · PDF fileperusahaan perkebunan yang...
Transcript of PERBANDINGAN ANALISIS KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN ... · PDF fileperusahaan perkebunan yang...
PERBANDINGAN ANALISIS KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN
PERKEBUNAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Tri Zulhijah Juliana
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Jl. Jembatan Merah 84 C Gejayan Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil prediksi kebangkrutan dan
model mana yang lebih baik dalam prediksi kebangkrutan serta apakah terdapat
perbedaan model Springate,model Zmijewski, model Altman Z-Score.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Springate,model Zmijewski, model Altman Z-Score dan prediksi kebangkrutan.
Sampel yang digunakan adalah 10 perusahaan perkebunan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Dalam penelitian menggunakan
metode analisis Springate, Zmijewski, dan Altman Z-Score dan pengujian
hipotesis menggunakan alat analisis teknik uji beda one way anova.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tahun 2009-2011
terdapat 7 perusahaan diprediksi bangkrut pada model Springate sedangkan
model Zmijewski tidak ada perusahaan yang diprediksi bangkrut dan pada model
Altman Z-Score sebanyak 15 perusahaan diprediksi bangkrut sehingga
menjadikan Altman Z-Score sebagai model yang lebih baik dengan memberikan
prediksi kebangkrutan. Untuk hasil pengujian hipotesis penelitian ini
menunjukkan terdapat perbedaan dengan menggunakan model Springate, model
Zmijewski dan model Altman Z-Score pada perusahaan perkebunan yang
disebabkan adanya perbedaan variabel dan koefisien dalam perhitungan rumus
ketiga model tersebut.
Kata kunci: Kebangkrutan, Springate, Zmijewski, Altman Z-Score
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Ancaman kebangkrutan dapat dialami setiap perusahaan, baik
perusahaan kecil maupun besar yang tidak mampu bersaing atau berkembang
dalam menjalankan usahanya. Kebangkrutan suatu perusahaan diawali
dengan munculnya kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan suatu perusahaan
dapat tercermin dari indikator kinerja yakni apabila perusahaan mengalami
kesulitan keuangan jangka pendek (likuiditas) yang tidak segera diatasi akan
mengakibatkan kesulitan keuangan jangka panjang (solvabilitas) sehingga
dapat berujung pada kebangkrutan suatu perusahaan (Suharman, 2007).
Analisis kebangkrutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan
untuk memprediksi kebangkrutan. Analisis ini sangat bermanfaat bagi
perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan dari peringatan awal
kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan,
semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan
sejak awal (Hanafi, 2003:263).
Analisis kebangkrutan memiliki berbagai macam model yang bisa
digunakan dalam memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Analisis
model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score merupakan model analisis
kebangkrutan yang sering digunakan dan dikenal karena selain caranya
mudah, keakuratan dalam menentukan prediksi kebangkrutannya pun cukup
akurat. Ketiga model ini dikembangkan dan dibentuk melalui perbandingan
rasio-rasio keuangan dalam mengidentifikasikan hasil akhir dari prediksi
kebangkrutan. Namun, ketiga model tersebut memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing dalam penentuan modelnya. Oleh karena itu,
dengan melakukan perbandingan ketiga model analisis kebangkrutan pada
perusahaan perkebunan yang memiliki resiko melekat seperti kegagalan
panen, maka dapat diketahui perbedaan ketiga model tersebut dalam
memprediksi kebangkrutan perusahaan perkebunanan yang mungkin terjadi.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil prediksi kebangkrutan pada perusahaan perkebunan di BEI
menggunakan model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score.
2. Manakah model analisis kebangkrutan yang lebih baik dalam memprediksi
kebangkrutan.
3. Apakah terdapat perbedaan dari ketiga model analisis kebangkrutan pada
perusahaan perkebunan
Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis membatasi masalah yaitu:
1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model analisis kebangkrutan yang
dikemukakan Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score untuk mengetahui
kondisi keuangan perusahaan.
2. Model analisis kebangkrutan ada berbagai macam yakni Springate,
Zmijewski, Altman Z-Score, Ohlson, Zavgren, Deakin, dan Groever. Namun
karena keterbatasan peneliti, model analisis kebangkrutan yang dipilih hanya
tiga yakni Springate, Zmijewski, dan Altman Z-Score.
3. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan perkebunan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2009. Data-data laporan keuangan yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan berupa
neraca dan laporan laba rugi yang telah diaudit mulai tahun 2009 sampai
2011 pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hasil prediksi kebangkrutan pada perusahaan perkebunan
di Bursa Efek Indonesia menggunakan model Springate, Zmijewski dan
Altman Z-Score.
2. Untuk mengetahui model analisis kebangkrutan yang lebih baik dalam
memprediksi kebangkrutan.
3. Untuk mengetahui perbedaan ketiga model pada perusahaan perkebunan
yaitu model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menguji perbandingan model-model analisis
kebangkrutan adalah sebagai berikut:
Tiara A.Putri (2004) menguji penerapan analisis Zmijewski (X-Score),
Ohlson (Y-Score) dan Altman (Z-Score) pada perusahaan tekstil di BEJ. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja perusahaan sebagian besar dalam
keadaan tidak baik dan rawan. Di samping itu terlihat model Altman lebih
menerapkan prinsip kehati-hatian dengan hasil yang selalu menuju bangkrut.
Maria Ulfa (2007) meneliti tentang analisis perbedaan model Zavgren
(logit), Altman (Z-Score) dan Zmijewski (X-Score) pada perusahaan jasa
transportasi di BEJ. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang cukup signifikan antara metode Zavgren dengan Altman dan metode
Zavgren dengan Zmijewski. Berbeda dengan metode Altman yang dibedakan
dengan metode Zmijewski, dimana tidak terdapat perbedaan yang cukup
signifikan di antara keduanya.
Ainina (2008) melakukan studi perbandingan tentang kemampuan prediksi
kebangkrutan antara analisis Zmijewski (X-Score), Ohlson (Y-Score) dan
Altman (Z-Score) pada perusahaan tekstil di BEJ. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara ketiga model tersebut dan dari
ketiga model tersebut yang memiliki tingkat sensitivitas tertinggi yaitu analisis
model Altman.
Nur Aisyah (2011) melakukan penelitian mengenai analisis komparatif
terhadap metode pengukuran potensi kebangkrutan pada perusahaan industri
kayu di BEI. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan
penilaian potensi kebangkrutan antara model Altman Z-Score, Springate, dan
Zavgren karena adanya perbedaan variabel dan koefisien dalam perhitungan
ketiga model tersebut.
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka penelitian ini mengembangkan
penelitian dari Ainina (2008) dengan menggunakan perusahaan perkebunan
sebagai sampel dan berbeda dengan penelitan sebelumnya yang menggunakan
perusahaan tekstil serta model analisis kebangkrutan yang dipilih untuk
dibandingkan adalah Springate (S-Score), Zmijewski (X-Score), dan Altman (Z-
Score).
Kebangkrutan
Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi
untuk melunasi kewajibannya (Prihadi,2008:177). Kebangkrutan biasa juga
diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan
untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan
dalam beberapa arti, yaitu :
1. Kegagalan ekonomi (ecomonic failure), dimana perusahaan kehilangan
uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri.
2. Kegagalan keuangan (financial failure), bisa diartikan sebagai insolvensi
yang membedakan antara dasar arus kas ada dua bentuk:
a. Insolvensi teknis (technical insolvency), yaitu perusahaan dapat
dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh
tempo.
b. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, yakni didefiniskan dalam
ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau
nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Menurut S.Munawir (2002:289) secara garis besar penyebab kebangkrutan
biasa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal perusahaan maupun eksternal baik
yang bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan maupun yang
bersifat umum.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:12) dalam Gabriella (2011), faktor
internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi: Manajemen
yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-menerus yang pada
akhirnya menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya.
Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya
keterampilan, dan keahlian manajemen.
Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini bisa
berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah
pada pemegang saham atau investor.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:103-104) dalam Gabriella (2011),
faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan yaitu perubahan
dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang
mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan.
Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan
baku yang digunakan untuk produksi. Terlalu banyak piutang yang diberikan
kepada debitur dalam jangka waktu pengembalian yang lama akan
mengakibatkan banyak aktiva yang menganggur yang tidak memberikan
penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan.
Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap
kelangsungan hidup perusahaan.
Indikator Kebangkrutan
Ada beberapa indikator untuk melihat tanda-tanda kesulitan keuangan dapat
diamati dari pihak eksternal, misalnya:
1. Penurunan jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham selama
beberapa periode berturut-turut.
2. Penurunan laba secara terus-menerus dan perusahaan mengalami kerugian.
3. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.
4. Pemecatan pegawai secara besar-besaran.
5. Harga di pasar mulai menurun terus - menerus.
Sebaliknya, beberapa indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikan oleh
pihak internal perusahaan adalah:
1. Turunnya volume penjualan karena ketidakmampuan manejemen dalam
menerapkan kebijakan dan strategi.
2. Turunnya kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan.
3. Ketergantungan terhadap utang sangat besar.
Untuk mempelajari dan menilai tentang kecakapan manajemen dapat dilihat
dari laporan tahunan, berita keuangan, dan pertemuan para analisis serta
komentar dan kritisi dari publik (Manahan P.Tampubolon, 2005:51). Ancaman
kebangkrutan bukan hanya kebangkrutan itu sendiri tetapi juga berbagai masalah
yang ditimbulkannya, seperti karyawan penting keluar, pemasok menolak
memberikan kredit, pelanggan mencari perusahaan lain yang lebih stabil, dan
pemberi pinjaman meminta suku bunga yang lebih tinggi serta menetapkan
syarat-syarat yang lebih ketat pada kontrak pinjaman. (Eugene F. Brigham dan
Joel F.Houston, 2001:33)
Analisis Kebangkrutan Model Springate
Model ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate.
Dengan menggunakan analisis multidiskriminan untuk memilih 4 dari 19 rasio
keuangan yang popular sehingga dapat membedakan perusahaan yang berada
dalam zona bangkrut atau zona aman. Model Springate merumuskan:
S = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3+ 0,4X4
Rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Springate yaitu:
X1 = working capital / total asset
X2 = net profit before interest and taxes / total asset
X3 = net profit before taxes / current liability
X4 = sales/ total asset
Springate (1978) mengemukakan nilai cut off yang berlaku untuk model ini
adalah 0,862. Nilai S yang lebih kecil dari 0,862 menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Model ini memiliki akurasi
92,5% dalam tes yang dilakukan Springate.
Analisis Kebangkrutan Model Zmijewski
Perluasan studi dalam prediksi kebangkrutan dilakukan oleh Zmijewski
(1983) menambah validitas rasio keuangan sebagai alat deteksi kegagalan
keuangan perusahaan. Zmijewski melakukan studi dengan menelaah ulang studi
bidang kebangkrutan hasil riset sebelumnya selama dua puluh tahun. Rasio
keuangan dipilih dari rasio – rasio keuangan penelitian terdahulu dan diambil
sampel sebanyak 75 perusahaan yang bangkrut, serta 3573 perusahaan sehat
selama tahun 1972 sampai dengan 1978, menunjukan adanya perbedaan yang
signifikan antara perusahaan yang sehat dan yang tidak sehat. Dengan kriteria
penilaian semakin besar nilai X maka semakin besar kemungkinan/probabilita
perusahaan tersebut bangkrut. Model yang berhasil dikembangkan yaitu
(Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra, 2000:4):
X = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 – 0,004X3
Rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Zmijewski yaitu:
X1 = EAT / Total Asset
X2 = Total Debt / Total Assset
X3 = Current Asset / Current Liabilities
Nilai cut off yang berlaku dalam model ini adalah 0. Hal ini berarti
perusahaan yang nilai X lebih besar dari atau sama dengan 0 maka diprediksi
akan mengalami kebangkrutan di masa depan. Sebaliknya, perusahaan yang
memiliki nilai lebih kecil dari 0 maka diprediksi tidak akan mengalami
kebangkrutan. Zmijewski telah mengukur akurasi modelnya dengan nilai akurasi
94,9%.
Analisis Kebangkrutan Model Altman Z-Score
Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan
untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak
bangkrut. Penelitian ini menggunakan sampel 66 perusahaan yang terbagi dua
masing-masing 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut.
Hasil studi Altman ternyata mampu memperoleh tingkat ketepatan prediksi
sebesar 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan. Z-Score Altman
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Masalah lain yang sering dihadapai oleh Altman dalam melakukan penelitian
di Indonesia adalah sedikitnya perusahaan Indonesia yang go public. Jika
perusahaan tidak go-public, maka nilai pasar menggunakan nilai buku saham
biasa dan preferen sebagai salah satu komponen variabel bebasnya, dan
kemudian mengembangkan model diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh
model sebagai berikut ini.
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
Z-Score Altman untuk perusahaan perkebunan yang telah go public ditentukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Altman Z-Score yaitu:
X1 = working capital / total asset
X2 = retained earnings / total asset
X3 = earnings before interest and taxes / total asset
X4 = market value equity / book value of total debt
X5 = sales / total asset
Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan
dengan model ini adalah, perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,99
diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang
mempunyai skor Z < 1,81 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial
bangkrut. Selanjutnya skor antara 1,81 - 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan
pada grey area.
Rasio–rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan
keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan,
rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok besar yaitu rasio likuiditas yang terdiri dari X1, rasio
profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3 serta rasio aktivitas yang terdiri dari X4
dan X5 (Riyanto, 2001: 330).
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Yang menjadi ruang lingkup penelitian Analisis Kebangkrutan mencakup
perbandingan model Springate, Zmijewski, dan Altman Z-Score yang dilakukan
pada Perusahaan Perkebunan di Bursa Efek Indonesia
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit/elemen di mana penyelidik
tertarik (Ulber Silalahi, 2009:253). Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan sektor pertanian yang sahamnya terdaftar di BEI periode 2009-2011.
Sampel menurut Ulber Silalahi (2009:253) adalah bagian tertentu yang dipilih
dari populasi. Sampel adalah bagian populasi yang karakteristiknya hendak
diduga. Pada penelitian ini metode penggunaan sampel ditentukan dengan
metode Purposive Sampling. Purposive Sampling (Indriantoro dan Supomo,
1998) adalah tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya
diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu (umumnya disesuaikan
dengan tujuan atau masalah penelitian). Sampel dipilih adalah perusahaan
perkebunan yang terdaftar di BEI mulai tahun 2009 dan aktif di BEI selama
periode penelitian yaitu 1 Januari 2009 - 31 Desember 2011.
Berdasarkan kriteria diatas, sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan perkebunan yang berjumlah 10 perusahaan yaitu :
1 PT Astra Agro Lestari Tbk. 6 PT London Sumatera Plantation Tbk.
2 PT BW Plantation Tbk. 7 PT Salim Ivomas Pratama Tbk.
3 PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. 8 PT Sampoerna Agro Tbk.
4 PT Gozko Plantation Tbk. 9 PT Sinar Mas Agro R&TTbk.
5 PT Jaya Agra Wattie Tbk. 10 PT Tunas Baru Lampung Tbk.
Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif,
yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk
menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi. Tujuan
penelitian deskriptif adalah memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau
untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian
dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi industri, atau lainnya yang
kemudian penelitian ini membantu peneliti untuk memberikan gagasan untuk
penyelidikan dan penelitian lebih lanjut atau membuat keputusan tertentu yang
sederhana (Uma Sekaran, 2006:158-160).
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data laporan keuangan tahunan perusahaan (neraca dan laporan laba rugi) yang
telah diaudit tahun 2009 sampai 2011.
Sumber data sekunder yakni laporan keuangan perusahaan perkebunan yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari website milik Bursa Efek Indonesia
yaitu www.idx.co.id.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu suatu
metode pengumpulan data dengan mempelajari, melakukan penganalisaan dan
pengolahan terhadap data yang berhubungan dengan analisis kebangkrutan
seperti literatur, jurnal-jurnal, media massa dan hasil penelitian yang diperoleh
baik dari perpustakaan maupun sumber lain.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan menentukan hasil prediksi
dari model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score. Selanjutnya hasil skor
kebangkrutan dari ketiga model tersebut mulai tahun 2009-2011 dikumpulkan
untuk diuji beda statistik menggunakan one way anova.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Hasil Prediksi Kebangkrutan Model Springate
Hasil perhitungan model Springate pada perusahaan perkebunan yang
terdaftar di BEI dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah. Berdasarkan tabel tersebut
diketahui bahwa pada tahun 2009 terdapat 2 perusahaan yang diprediksi akan
mengalami kebangkrutan, ini ditentukan dari S-Score perusahaan yang bernilai
kecil dari 0,862. Perusahaan yang diprediksi bangkrut pada tabel tersebut
memiliki S-Score berkisar antara 0,838 sampai dengan 0,857 dan perusahaan
yang memiliki nilai S-Score terendah adalah PT Bakrie Sumatera Plantation,
Tbk. Sedangkan perusahaan perkebunan yang diprediksi sehat ada 8 perusahaan
yang ditentukan dengan S-Score yang lebih besar dari 0,862. S-Score untuk
perusahaan yang diprediksi sehat berkisar antara 0,932 sampai dengan 3,314.
Perusahaan yang memiliki nilai S-Score tertinggi atau yang paling sehat adalah
PT Astra Agro Lestari.
Tahun 2010 kondisi perusahaan perkebunan yang diprediksi bangkrut
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni terdapat 3 perusahaan, ini
ditentukan dari S-Score perusahaan yang bernilai kecil dari 0,862. Perusahaan
yang diprediksi bangkrut pada tabel 4.1 dibawah memiliki S-Score berkisar
antara 0,339 sampai dengan 0,858 dan perusahaan yang memiliki nilai S-Score
terendah masih dipegang oleh PT Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Sedangkan
perusahaan perkebunan yang diprediksi sehat ada 7 perusahaan yang ditentukan
dengan S-Score yang lebih besar dari 0,862. S-Score untuk perusahaan yang
diprediksi sehat berkisar antara 0,960 sampai dengan 3,408 dan PT Astra Agro
Lestari masih tetap memiliki nilai S-Score tertinggi atau yang paling sehat.
Tahun 2011 kondisi perusahaan perkebunan yang diprediksi bangkrut
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni hanya terdapat 2 perusahaan,
ini ditentukan dari S-Score perusahaan yang bernilai kecil dari 0,862. Perusahaan
yang diprediksi bangkrut pada tabel 4.1 memiliki S-Score berkisar antara 0,393
sampai dengan 0,859 dan PT Bakrie Sumatera Plantation, Tbk selama tiga tahun
berturut-turut diprediksi bangkrut dengan nilai S-Score terendah kurang dari
0,862. Sedangkan perusahaan perkebunan yang diprediksi sehat ada 8 perusahaan
yang ditentukan dengan S-Score yang lebih besar dari 0,862. S-Score untuk
perusahaan yang diprediksi sehat berkisar antara 1,039 sampai dengan 4,088 dan
pada tahun 2011 PT London Sumatera Plantation, Tbk memiliki nilai S-Score
atau paling sehat mengungguli PT Astra Agro Lestari.
Tabel 4.1
Analisis Kebangkrutan Model Springate Perusahaan Perkebunan
Tahun 2009-2011
Nama Perusahaan
2009 2010 2011
S-
Score Kriteria
S-
Score Kriteria
S-
Score Kriteria
PT Astra Agro Lestari Tbk. 3,31 Sehat 3,41 Sehat 2,96 Sehat
PT BW Plantation Tbk. 1,16 Sehat 0,96 Sehat 1,04 Sehat
PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. 0,84 Bangkrut 0,33 Bangkrut 0,39 Bangkrut
PT Gozko Plantation Tbk. 1,44 Sehat 1,19 Sehat 0,58 Bangkrut
PT Jaya Agra Wattie Tbk. 0,86 Bangkrut 1,23 Sehat 1,51 Sehat
PT London Sumatera Plantation Tbk. 1,95 Sehat 2,66 Sehat 4,09 Sehat
PT Salim Ivomas Pratama Tbk. 1,04 Sehat 0,86 Bangkrut 1,11 Sehat
PT Sampoerna Agro Tbk. 2,27 Sehat 2,07 Sehat 2,13 Sehat
PT Sinar Mas Agro R&T Tbk. 1,31 Sehat 1,50 Sehat 2,00 Sehat
PT Tunas Baru Lampung Tbk. 0,93 Sehat 0,81 Bangkrut 1,18 Sehat
SEHAT 8 Perusahaan 7 Perusahaan 8 Perusahaan
GREY AREA - - -
BANGKRUT 2 Perusahaan 3 Perusahaan 2 Perusahaan
Sumber: Data diolah
Hasil Prediksi Kebangkrutan Model Zmijewski
Hasil perhitungan model Zmijewski pada perusahaan perkebunan yang
terdaftar di BEI dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah. Berdasarkan tabel tersebut
diketahui bahwa pada tahun 2009 tidak terdapat perusahaan yang diprediksi
bangkrut atau dengan kata lain bahwa kesepuluh perusahaan perkebunan
diprediksi sehat yang ditentukan dengan X-Score yang lebih kecil dari 0. X-Score
pada tabel 4.2 untuk seluruh perusahaan yang diprediksi sehat berkisar antara -
0,86 sampai dengan -4,43 dan perusahaan yang memiliki nilai X-Score tertinggi
adalah PT Astra Agro Lestari, Tbk.
Tahun 2010 kondisi perusahaan perkebunan sama dengan tahun sebelumnya
yaitu tidak terdapat perusahaan yang diprediksi bangkrut atau kesepuluh
perusahaan perkebunan diprediksi sehat dengan nilai X-Score berkisar antara -
0,85 sampai dengan -4,54 dan PT Astra Agro Lestari, Tbk. masih tetap memiliki
nilai X-Score tertinggi.
Tahun 2011 kondisi perusahaan perkebunan juga sama dengan tahun
sebelumnya yaitu tidak terdapat perusahaan yang diprediksi bangkrut atau
dengan kata lain bahwa kesepuluh perusahaan perkebunan diprediksi sehat
dengan nilai X-Score berkisar antara antara -1,21 sampai dengan -4,65 dan pada
tahun 2011 PT London Sumatera Plantation, Tbk memiliki nilai X-Score
tertinggi atau paling sehat mengungguli PT Astra Agro Lestari.
Tabel 4.2
Analisis Kebangkrutan Model Zmijewski Perusahaan Perkebunan
Tahun 2009-2011
Nama Perusahaan
2009 2010 2011
X-
Score Kriteria
X-
Score Kriteria
X-
Score Kriteria
PT Astra Agro Lestari Tbk. -4,43 Sehat -4,52 Sehat -4,41 Sehat
PT BW Plantation Tbk. -2,25 Sehat -1,44 Sehat -1,27 Sehat
PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. -1,83 Sehat -1,43 Sehat -1,54 Sehat
PT Gozko Plantation Tbk. -2,23 Sehat -2,30 Sehat -1,90 Sehat
PT Jaya Agra Wattie Tbk. -0,88 Sehat -1,15 Sehat -2,37 Sehat
PT London Sumatera Plantation Tbk. -3,75 Sehat -4,11 Sehat -4,65 Sehat
PT Salim Ivomas Pratama Tbk. -1,64 Sehat -1,54 Sehat -2,39 Sehat
PT Sampoerna Agro Tbk. -3,68 Sehat -3,60 Sehat -3,51 Sehat
PT Sinar Mas Agro R&T Tbk. -1,70 Sehat -1,79 Sehat -1,99 Sehat
PT Tunas Baru Lampung Tbk. -0,86 Sehat -0,85 Sehat -1,21 Sehat
SEHAT 10 Perusahaan 10 Perusahaan 10 Perusahaan
GREY AREA - - -
BANGKRUT - - -
Sumber: Data diolah
Hasil Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score
Hasil perhitungan Altman Z-Score pada perusahaan perkebunan yang
terdaftar di BEI dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah. Berdasarkan tabel tersebut,
diketahui bahwa pada tahun 2009 terdapat 5 perusahaan yang diprediksi akan
mengalami kebangkrutan, ini ditentukan dari Z-Score perusahaan yang bernilai
kecil dari 1,8. Perusahaan yang diprediksi bangkrut tersebut memiliki Z-Score
berkisar antara 1,07 sampai dengan 1,53 dan perusahaan yang memiliki Z-Score
terendah adalah PT Bakrie Sumatera Plantation,Tbk. Sedangkan perusahaan
perkebunan yang diprediksi berada pada posisi grey area ada 4 perusahaan. Hal
ini ditentukan dari Z-Score yang bernilai diantara 1,81 sampai 2,99. Z-Score pada
kondisi grey area berkisar antara 1,95 sampai 2,43. Sedangkan untuk perusahaan
perkebunan yang diprediksi sehat hanya ada 1 yang ditentukan dengan Z-Score
yang lebih besar dari 2,99 yaitu PT Astra Agro Lestari, Tbk. sebesar 3,64.
Tahun 2010 kondisi perusahaan perkebunan yang prediksi bangkrut
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni terdapat 6 perusahaan, ini
ditentukan dari Z-Score perusahaan yang bernilai kecil dari 1,8. Perusahaan yang
diprediksi bangkrut tersebut memiliki Z-Score berkisar antara 0,41 sampai
dengan 1,80 dan perusahaan yang memiliki Z-Score terendah masih dipegang
oleh PT Bakrie Sumatera Plantation, Tbk. Sedangkan perusahaan perkebunan
yang diprediksi berada pada posisi grey area mengalami penurunan yaitu ada 3
perusahaan. Hal ini ditentukan dari Z-Score yang bernilai diantara 1,81 sampai
2,99. Z-Score untuk perusahaan pada kondisi grey area berkisar antara 2,56
sampai 2,78. Sedangkan untuk perusahaan perkebunan yang diprediksi sehat
yaitu PT Astra Agro Lestari, Tbk dengan nilai Z-Score sebesar 3,63.
Tahun 2011 kondisi perusahaan perkebunan yang diprediksi bangkrut
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni hanya ada 4 perusahaan, ini
ditentukan dari Z-Score perusahaan yang bernilai kecil dari 1,8. Perusahaan yang
diprediksi bangkrut pada tabel 4.3 dibawah memiliki Z-Score berkisar antara
0,57 sampai dengan 1,09 dan PT Bakrie Sumatera Plantation, Tbk selama tiga
tahun berturut-turut diprediksi bangkrut dengan nilai Z-Score terendah kurang
dari 1,8. Sedangkan perusahaan perkebunan yang diprediksi berada pada posisi
grey area tetap ada 3 perusahaan. Dengan Z-Score yang berkisar antara 2,08
sampai 2,57. Sedangkan untuk perusahaan perkebunan yang diprediksi sehat
mengalami kenaikan yaitu ada 3 perusahaan dengan Z-Score yang lebih besar
dari 2,99. Z-Score untuk perusahaan yang diprediksi sehat berkisar diantara 3,30
sampai 3,52 dan pada tahun 2011 PT Sinar Mas Agro R&T, Tbk memiliki nilai
Z-Score tertinggi atau paling sehat mengungguli PT Astra Agro Lestari.
Tabel 4.3
Analisis Kebangkrutan Model Altman Z-Score Perusahaan Perkebunan
Tahun 2009-2011
Nama Perusahaan
2009 2010 2011
Z-
Score Kriteria
Z-
Score Kriteria
Z-
Score Kriteria
PT Astra Agro Lestari Tbk. 3,64 Sehat 3,63 Sehat 3,40 Sehat
PT BW Plantation Tbk. 1,53 Bangkrut 1,24 Bangkrut 1,09 Bangkrut
PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk. 1,07 Bangkrut 0,41 Bangkrut 0,57 Bangkrut
PT Gozko Plantation Tbk. 1,08 Bangkrut 1,10 Bangkrut 0,84 Bangkrut
PT Jaya Agra Wattie Tbk. 1,09 Bangkrut 1,42 Bangkrut 2,08 Grey Area
PT London Sumatera Plantation Tbk. 2,43 Grey Area 2,78 Grey Area 3,30 Sehat
PT Salim Ivomas Pratama Tbk. 1,50 Bangkrut 1,32 Bangkrut 1,62 Bangkrut
PT Sampoerna Agro Tbk. 2,59 Grey Area 2,56 Grey Area 2,57 Grey Area
PT Sinar Mas Agro R&T Tbk. 2,35 Grey Area 2,71 Grey Area 3,52 Sehat
PT Tunas Baru Lampung Tbk. 1,95 Grey Area 1,80 Bangkrut 2,17 Grey Area
SEHAT 1 Perusahaan 1 Perusahaan 3 Perusahaan
GREY AREA 4 Perusahaan 3 Perusahaan 3 Perusahaan
BANGKRUT 5 Perusahaan 6 Perusahaan 4 Perusahaan
Sumber: Data diolah
Model analisis kebangkrutan yang lebih baik dalam memprediksi
kebangkrutan
Untuk mengetahui hasil prediksi kebangkrutan paling baik dari hasil perhitungan
model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score pada perusahaan perkebunan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.4
Hasil Prediksi Kebangkrutan Periode 2009-2011
Tahun
Model Springate Model Zmijewski Model Altman Z-Score
Sehat Grey
Area Bangkrut Sehat
Grey
Area Bangkrut Sehat
Grey
Area Bangkrut
2009 8 0 2 10 0 0 1 4 5
2010 7 0 3 10 0 0 1 3 6
2011 8 0 2 10 0 0 3 3 4
Jumlah 23 0 7 30 0 0 5 10 15
Sumber: Data diolah
Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa model yang memprediksi kebangkrutan
paling baik adalah model Altman Z-Score, karena prediksi kebangkrutannya
paling tinggi yakni sebanyak 15 perusahaan mulai dari tahun 2009-2011,
kemudian disusul model Springate sebanyak 7 perusahaan, sedangkan untuk
model Zmijewski tidak menemukan perusahaan yang diprediksi bangkrut atau
semua perusahaan diprediksi dalam keadaan sehat. Tingginya jumlah perusahaan
yang diprediksi bangkrut berdasarkan model Altman Z-Score dikarenakan
Altman lebih menerapkan prinsip kehati-hatian daripada kedua model prediksi
yang lain sehingga hasil analisis yang diperoleh pada Altman Z-Score cenderung
selalu menuju kebangkrutan perusahaan.
Dengan demikian, berdasarkan pembahasan di atas maka temuan penelitian
ini searah dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Tiara A.Putri (2004)
dan Ainina (2008) bahwa model Altman Z-Score memiliki prinsip kehati-hatian
dan sensitivitas tertinggi dalam memprediksi kebangkrutan.
Perbedaan dari model analisis kebangkrutan pada perusahaan perkebunan
yaitu model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score.
Uji test of homogeneity of variances untuk menguji apakah data sampel diperoleh
dari populasi yang bervarian sama atau homogen. Untuk melakukan pengujian
homogenitas populasi penelitian diperlukan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Data populasi bervarian homogen
Ha : Data populasi tidak bervarian homogen
Dengan kriteria apabila nilai signifikansi kurang dari atau sama dengan alpha
yang telah ditetapkan (5%) maka H0 ditolak
Tabel 4.5
Hasil Test of Homogeneity of Variances
HASIL SKOR
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.998 2 87 .142
Sumber: Data diolah dengan menggunakan SPSS 16.0
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,142>0,05, maka
H0 diterima sehingga varian kelompok data adalah sama atau homogen.
Selanjutnya, dilakukan uji hipotesis one way anova untuk menjawab hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada perbedaan hasil rata-rata skor antara model Springate,
Zmijewski dan Altman Z-Score.
Ha : ada perbedaan hasil rata-rata skor antara model Springate,
Zmijewski dan Altman Z-Score.
Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan uji F dan signifikansi. Jika
memiliki Fhitung yang lebih besar dari Ftabel atau signifikansi kurang dari 0,05
maka Ha diterima atau ada perbedaan. Sedangkan jika memiliki nilai Fhitung lebih
kecil dari Ftabel atau nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima atau
tidak ada perbedaan.
Tabel 4.6
Hasil Pengujian One Way Anova
ANOVA
HASIL SKOR
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 346.726 2 173.363 158.646 .000
Within Groups 95.071 87 1.093
Total 441.796 89
Sumber: Data diolah dengan menggunakan SPSS 16.0
Berdasarkan tabel diatas diperoleh Fhitung sebesar 158,646 dengan nilai df2 =
87 dan df1 = 2 diperoleh Ftabel = 3,09 dan sig = 0,000, maka dengan angka
signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,00 < 0,05) dan F hitung > F tabel
(158,646 > 3,09), maka Ha diterima. Dengan demikian berarti terdapat perbedaan
hasil rata-rata skor antara model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score.
Adanya perbedaan hasil rata-rata skor antara model Springate, Zmijewski dan
Altman Z-Score disebabkan karena adanya perbedaan variabel dan koefisien
dalam rumus perhitungannya.
Dengan demikian, berdasarkan hasil signifikansi dan uji F yang terdapat pada
tabel 4.6 dan hasil pembahasan melalui penerimaan hipotesis yang diajukan
penulis, maka temuan penelitian ini searah dengan temuan penelitian yang
dilakukan oleh Tiara A.Putri (2004), Maria Ulfa (2007) , Ainina (2008) dan Nur
Aisyah (2011) bahwa terdapat perbedaan dari perbandingan model-model
analisis kebangkrutan. Hasil kesimpulan ini tidaklah mengejutkan bahwa ada
perbedaan hasil rata-rata dari model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score,
hal ini dikarenakan adanya perbedaan nilai koefisien dan variabel masing-masing
model yang digunakan sebagai penentu besaran nilai skor dalam prediksi
kebangkrutan.
KESIMPULAN
1. Model-model analisis kebangkrutan yang digunakan memberikan tingkat
prediksi yang berbeda-beda pada tahun 2009-2011. Model Altman Z-Score
memberikan tingkat prediksi tertinggi sebanyak 15 perusahaan. Model
Springate memberikan tingkat prediksi sebanyak 7 perusahaan. Sedangkan
model Zmijewski memberikan tingkat prediksi paling rendah yaitu 0 atau
tidak terdapat perusahaan yang diprediksi bangkrut selama tahun 2009-2011.
2. Model-model analisis kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model Springate, Zmijewski dan Altman Z-Score. Dari ketiga model
tersebut, model Altman Z-Score merupakan model yang lebih baik dengan
memberikan tingkat prediksi yang paling tinggi dibandingkan dengan model
Springate dan Zmijewski.
3. Hasil dari analisis hipotesis menunjukkan terdapat perbedaan dengan
menggunakan model Springate,model Zmijewski, model Altman Z-Score
pada perusahaan perkebunan tahun 2009-2011. Perbedaan ini disebabkan
adanya perbedaan variabel dan koefisien dalam perhitungan rumus ketiga
model tersebut.
SARAN
Dari hasil penelitian di atas, ada beberapa hal yang dapat dijadikan saran bagi
penelitian selanjutnya yaitu:
1. Memperluas sampel perusahaan untuk mencapai hasil yang lebih akurat
karena dalam penelitian ini hanya fokus pada satu jenis sampel perusahaan
saja yaitu perusahaan perkebunan. Pada penelitian selanjutnya dapat
ditambahkan juga jenis perusahaan yang lain sehingga dapat lebih bervariasi.
Namun harus diperhatikan mengenai perbedaan karakter tiap jenis
perusahaan tersebut.
2. Menggunakan model-model analisis kebangkrutan lainnya untuk dapat
dijadikan sebagai pembanding dalam memprediksi kebangkrutan. Selain itu,
disarankan pula untuk menggunakan alternatif metode yang lain untuk uji
beda secara statistik.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan.
Edisi 1. Penerbit Indeks: Jakarta.
F.Brigham, Eugene dan Joel F.Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi
kedelapan. Buku II Erlangga: Jakarta.
Hanafi, Mamduh. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Revisi. Cetakan
Pertama. UPP AMP YKPN: Yogyakarta.
Indriantoro, N dan Supomo, B. 1998. Metodologi Penelitian Bisnis (Untuk
Akuntansi dan Bisnis). BPFE: Yogyakarta.
Margaretta, Fanny dan Sylvia Saputra. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan,
dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten BEJ).
P.Tampubolon, Manahan. 2005. Manajemen Keuangan (Finance Management).
Ghalia Indonesia: Bogor.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE:
Yogyakarta.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Bussiness., alih bahasa: Kwan Men
Yon. Jilid 1 Edisi 4. Salemba Empat: Jakarta.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama: Jakarta.
Suharman, H. 2007. Analisis Risiko Keuangan untuk Memprediksi Tingkat
Kegagalan Usaha Bank. Jurnal Imiah ASET, Vol. 9, No. 1 Februari
S.Munawir. 2002. Analisis Informasi Keuangan. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta
Toto Prihadi. 2007. Memahami Laporan Keuangan”. Seri Panduan Praktis
No.42. Penerbit PPM: Jakarta
SKRIPSI/JURNAL/ARTIKEL YANG TERPUBLIKASI & WEBSITE
Octavianty Aisyah Nur. 2011. Analsis Komparatif Terhadap Metode Pengukuran
Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Industri Kayu di BEI. Terpublikasi
melalui link: www.pdfio.com. Diakses tanggal: 6 Oktober 2012
Putri, A.Putri, 2004. Penerapan Model Analisis Zmijewski (X-Score), Ohlson (Y-
Score), dan Altman (Z-Score) Sebagai Alat Memprediksi Kebangkrutan
Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di BEJ Periode 2004-2006. Terpublikasi
melalui link: www.pdfio.com. Diakses tanggal: 6 Oktober 2012
Rosmalina I. Ainina. 2008. Studi Perbandingan Tentang Kemampuan Prediksi
Kebangkrutan Antara Analisis Zmijewski, Analisis Ohlson dan Analisis
Altman Pada Perusahaan Teksil Yang Listing di BEJ Periode 2004-2006.
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.. Terpublikasi
melalui link http://library.um.ac.id. Diakses tanggal: 9 Oktober 2012
Ulfa Maria. 2007. Analisis Perbedaan Prediksi Kebangkrutan Model
Zavgren(logit), Altman (Z-Score) dan Zmijewski (X-Score) Pada
Perusahaan Jasa Transportasi yang Listing di BEJ periode 2001-2005.
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Terpublikasi melalui
link http://library.um.ac.id. Diakses tanggal: 6 Oktober 2012
Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) tanggal 27
Desember 2002 tentang “Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan”.
(www.bapepam.go.id)
www.idx.co.id