PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL … · Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais),...

25
PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA (Comparison of Accuracy Using Parsial Data and Whole Data in Sheep Behaviour Observation) ABSTRAK Penggunaan rekaman video memiliki beberapa kelebihan untuk pengamatan tingkah laku, namun demikian teknik ini mempunyai kekurangan pada aspek waktu analisa yang lama. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan penelitian tentang durasi data parsial tingkah laku domba yang dapat dipercaya untuk dapat menggambarkan data utuh. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dalam menggambarkan tingkah laku domba dari data utuh. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada domba. Sebanyak 34 ekor domba dewasa jantan dan betina dari 5 bangsa domba yang terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam penelitian ini. Sepuluh sifat tingkah laku diamati selama 8 jam dari data rekaman video tingkah laku domba sepanjang hari. Data parsial 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dari 8 jam pengamatan tersebut digunakan sebagai prediksi data tingkah laku 8 jam. Data parsial terlebih dahulu dikonversi melalui pengkalian dengan faktor tertentu sesuai lama pengamatan data parsial. Uji t berpasangan dilakukan untuk membandingkan rataan setiap data parsial dengan data utuh 8 jam dengan PROC TTEST dan untuk melihat keeratan korelasi antara data parsial dengan data utuh dilakukan analisa korelasi dengan PROC CORR dari program SAS ver. 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya ada kecenderungan semakin lama data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Tingkah laku makan (INGEST) dan berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data parsial yang terlama dibandingkan tingkah laku domba yang lain yaitu minimal menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu, data parsial yang paling singkat (data parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara akurat durasi tingkah laku domba minum (DRINK). Kata kunci : data parsial, data utuh, prediksi, tingkah laku, durasi, domba ABSTRACT Besides some advantages for behavioral observations studies, the use of video recording needs a long period of observation time. Therefore, the research of partial data duration of behavior sheep that acceptable to describe the behavior of sheep is needed. The purpose of this study was to get a method of behavior observation of sheep that was easy, quick and more accurate in describing the sheep behaviors of the whole data. The results of this research can be used as a reference to reduce time analysis of

Transcript of PERBANDINGAN AKURASI PENGGUNAAN DATA PARSIAL … · Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais),...

137

PERBANDINGAN AKURASI

PENGGUNAAN DATA PARSIAL DAN DATA UTUH

PADA PENGAMATAN TINGKAH LAKU DOMBA

(Comparison of Accuracy Using Parsial Data and Whole Data

in Sheep Behaviour Observation)

ABSTRAK

Penggunaan rekaman video memiliki beberapa kelebihan untuk pengamatan

tingkah laku, namun demikian teknik ini mempunyai kekurangan pada aspek waktu

analisa yang lama. Sehubungan dengan hal itu, diperlukan penelitian tentang durasi

data parsial tingkah laku domba yang dapat dipercaya untuk dapat menggambarkan data

utuh. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan metode pengamatan tingkah laku

domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dalam menggambarkan tingkah laku

domba dari data utuh. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan

untuk mempersingkat waktu analisa data rekaman video dengan menggunakan durasi

data parsial yang dapat dipercaya untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada

domba. Sebanyak 34 ekor domba dewasa jantan dan betina dari 5 bangsa domba yang

terdiri dari domba Barbados Black Belly Cross (BC), Komposit Garut (KG), Lokal

Garut (LG), Komposit Sumatera (KS) dan St. Croix Cross (SC) digunakan dalam

penelitian ini. Sepuluh sifat tingkah laku diamati selama 8 jam dari data rekaman video

tingkah laku domba sepanjang hari. Data parsial 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dari 8 jam

pengamatan tersebut digunakan sebagai prediksi data tingkah laku 8 jam. Data parsial

terlebih dahulu dikonversi melalui pengkalian dengan faktor tertentu sesuai lama

pengamatan data parsial. Uji t berpasangan dilakukan untuk membandingkan rataan

setiap data parsial dengan data utuh 8 jam dengan PROC TTEST dan untuk melihat

keeratan korelasi antara data parsial dengan data utuh dilakukan analisa korelasi dengan

PROC CORR dari program SAS ver. 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

umumnya ada kecenderungan semakin lama data parsial yang digunakan maka semakin

banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data

parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh jenis tingkah laku domba

yang diamati dalam penelitian ini. Tingkah laku makan (INGEST) dan

berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data parsial yang terlama dibandingkan tingkah

laku domba yang lain yaitu minimal menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu,

data parsial yang paling singkat (data parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara

akurat durasi tingkah laku domba minum (DRINK).

Kata kunci : data parsial, data utuh, prediksi, tingkah laku, durasi, domba

ABSTRACT

Besides some advantages for behavioral observations studies, the use of video

recording needs a long period of observation time. Therefore, the research of partial

data duration of behavior sheep that acceptable to describe the behavior of sheep is

needed. The purpose of this study was to get a method of behavior observation of sheep

that was easy, quick and more accurate in describing the sheep behaviors of the whole

data. The results of this research can be used as a reference to reduce time analysis of

138

video recording data using acceptable partial data to describe sheep behavior of the

whole data. A total of 34 head adult male and female sheep of five breed used in this

study, i.e. Barbados Black Belly Cross (BC), Composite Garut (KG), Local Garut (LG),

Composite Sumatra (KS) and St. Cross Croix (SC). Ten nature of behavior observed

for 8 hours of sheep behavior data video recording all day. Partial data 1, 2, 3, 4, 5, 6,

and 7 hours of 8 hours observation were used as a prediction of 8 hours sheep behavior.

Partial data converted by multiplying by a certain factor according to duration of partial

data. Paired t test was performed to compare the average of each partial data to the 8

hours whole data using PROC TTEST. Analyze the correlation between partial data

was performed using the PROC CORR of SAS Ver. 9.0. The results show that

generally there was a tendency that the longer of the partial data was used then the more

accurate the sheep behavior predicted. The use of 6 hours partial data was the best

partial data to predict all of sheep behavior accurately. Eating (INGEST) and fighting /

aggressive (AGON) behavior require the longest partial data than the other sheep

behavior, that require at least 6 hours partial data recording. Meanwhile, the shortest

partial data (1 hour partial data) could only accurately predict the behavior duration of

sheep drinking (DRINK).

Keywords: partial data, whole data, prediction, behavior, duration, sheep

139

PENDAHULUAN

Seperti ilmu-ilmu lainnya, metodologi yang ketat dalam desain dan pelaksanaan

penelitian juga dipatuhi dalam penelitian tingkah laku hewan. Gambaran sangat baik

tentang bagaimana membuat desain dan melakukan penelitian tingkah laku pada hewan

telah dijelaskan secara lengkap oleh Lehner (1987). Disamping itu, khusus untuk

penelitian tingkah laku dengan perlakuan (treatment) pada hewan percobaan maka

pertimbangan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare) dari hewan percobaan juga

harus dilakukan (National Institute of Mental Health 2002).

Salah satu bagian penting dari sekian rangkaian dalam membuat desain penelitian

adalah dalam hal pengumpulan data. Pengumpulan data dimulai dengan pilihan metode

sampling yang sesuai dan peralatan untuk memastikan validitas, akurasi dan kehandalan

dari data yang dikumpulkan (Lehner 1987). Altmann (1974) telah menjelaskan dan

menggambarkan secara lengkap tujuh teknik untuk melakukan sampling dalam

penelitian tingkah laku hewan beserta rekomendasi penggunaannya. Sementara itu,

peralatan dalam pengumpulan data tingkah laku sangat terkait erat dengan metode

sampling yang digunakan yang tergantung kepada jenis tingkah laku yang diamati.

Pada umumnya, pengumpulan data tingkah laku dapat dilakukan dalam dua cara

yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung (live observation) atau merekam

tingkah laku hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik

(recording). McGlone (1986) mengemukakan lebih banyak paper yang dipublikasikan

menggunakan pengamatan langsung tingkah laku dibandingkan dengan cara merekam,

namun demikian trend ini sedang berubah berbalik lebih cenderung dengan cara

merekam.

McGlone (1986) mengemukakan kelebihan dan kekurangan dalam penelitian

tingkah laku yang menggunakan pengamatan secara langsung. Pengamatan langsung

dengan menggunakan pensil dan kertas hanya dapat mencatat frekuensi dari tingkah

laku. Durasi tingkah laku sulit dilakukan kecuali dengan menggunakan alat bantu

penghitung waktu seperti stopwatch, dan sebagainya. Umumnya pengamatan langsung

lebih unggul dalam mengamati kualitas dari tingkah laku seperti mimic (perubahan raut

muka) hewan hidup. Kelemahan lain dalam pengamatan langsung adalah sulit untuk

mencatat tingkah laku dimana pergerakan hewan sangat cepat serta jika beberapa

kejadian terobservasi pada saat yang sama.

140

Pengamatan tingkah laku sepanjang hari mengharuskan kehadiran pengamat

untuk mencatat dan berkonsentrasi dalam waktu yang panjang dan hal tersebut

menyulitkan sekaligus dapat mengurangi keakuratan data yang dikumpulkan.

Umumnya peneliti melakukan pengamatan berselang dalam upaya mengurangi waktu

pengamatan, seperti yang dilakukan oleh Tiesnamurti et al. (2000, 2006) yang

melakukan penelitian tingkah laku menyusu anak domba dengan cara 15 menit

pengamatan dan 15 menit istirahat dalam waktu 24 jam. Beberapa peneliti melakukan

pengamatan tingkah laku pada sapi dengan interval yang lebih lama yaitu 1 jam (Ray

dan Roubicek 1971; Gonyou dan Stricklin 1984), walaupun demikian untuk tingkah

laku yang berdurasi tidak terlalu lama, pengamatan dilakukan dari awal hingga akhir

tingkah laku, seperti tingkah laku induk domba saat beranak (Sutama dan Inounu 1993;

Sutama dan Budiarsana 1995; Tiesnamurti dan Subandriyo 2005; Inounu et al. 2006).

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan peralatan perekam elektronik,

penelitian tingkah laku hewan juga memanfaatkan kelebihan penggunaan peralatan

elektronik dalam penelitian tingkah laku dibandingkan penelitian tingkah laku secara

langsung. Peralatan elektronik seperti video dapat merekam seluruh tingkah laku hewan

dalam durasi yang lama sesuai kapasitas memori alat yang dimiliki. Hasil rekaman

dapat diputar ulang setiap kali diinginkan untuk dilakukan analisa terhadap suatu sifat

tingkah laku yang diamati. Pada analisa yang lebih mendalam dan teliti, pergerakan

cepat hewan dapat diamati lebih lambat dengan menu slow motion ataupun sebaliknya.

Jika pengamatan dilakukan terhadap beberapa individu, tingkah laku yang dilakukan

pada saat yang bersamaan juga masih dapat dianalisa dengan memutar ulang data

rekaman tersebut.

Disamping beberapa kelebihan seperti tersebut di atas, rekaman video juga

mempunyai kekurangan yaitu analisa data rekaman video tingkah laku memerlukan

waktu yang lama karena dalam memutar film video juga diperlukan putar diperlambat

(slow motion) dan putar ulang (play back). Sehubungan dengan uraian di atas, perlu

dilakukan penelitian mengenai persentase durasi data parsial tingkah laku domba yang

dapat dipercaya untuk menggambarkan data utuh dari data tingkah laku yang

dikumpulkan dengan alat perekam video. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan

metode pengamatan tingkah laku domba yang mudah, lebih singkat serta akurat dan

dapat mewakili gambaran tingkah laku domba secara keseluruhan. Manfaat dari

141

penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan untuk mempersingkat waktu analisa

data rekaman video dengan menggunakan durasi data parsial yang dapat dipercaya

untuk menggambarkan data tingkah laku utuh pada domba.

142

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dua Kandang Percobaan Domba Balai Penelitian Ternak

yaitu di Kandang Percobaan Jl. Raya Pajajaran, Bogor dan Kandang Percobaan Domba

Cilebut, selama 5 bulan sejak bulan Oktober 2010 hingga Pebruari 2011.

Materi Penelitian

Materi penelitian yang digunakan adalah domba dewasa jantan dan betina dari

lima bangsa domba yaitu Domba Barbados Black Belly Cross (BC) (komposisi genetik

50% Lokal Sumatera 50% Barbados Black Belly), Komposit Garut (KG) (50% Lokal

Garut 25% St. Croix 25% Moulton Charolais), Lokal Garut (LG), Komposit Sumatera

(KS) (50% Lokal Sumatera 25% St. Croix 25% Barbados Black Belly), St. Croix Cross

(SC) (50% Lokal Sumatera 50% St. Croix). Jumlah sampel yang digunakan dari

seluruh bangsa domba adalah sebanyak 34 ekor, yang terdiri dari 5 ekor domba BC, 6

ekor domba KG, 10 ekor domba LG, 7 ekor domba KS dan 6 ekor domba SC.

Metode Penelitian

Dua pen kandang yang bersebelahan dengan ukuran sama yaitu 11 m2 diisi

masing-masing 5 ekor domba betina atau jantan dari bangsa yang sama. Pengamatan

tingkah laku domba dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan CCTV

(Close Circuit Televisi). Segala aktivitas tingkah laku domba selama 24 jam terekam

oleh 2 kamera yang dipasang di masing-masing pen kandang. Keempat kamera tersebut

terhubung dengan kabel ke peralatan 4CH STANDALONE DVR (Digital Video

Recorder) sebagai alat perekam dan televisi sebagai alat monitor yang diletakkan di

ruangan khusus pengamatan. Berhubung kapasitas harddisk DVR hanya mampu

menyimpan data rekaman selama ±100 jam (400 GB) maka secara reguler data rekaman

dibackup dengan bantuan flash disk berkapasitas 16 GB. Kemampuan DVR hanya

memungkinkan untuk melakukan backup data rekaman sekitar 1 GB setiap kali backup

sehingga file data rekaman 24 jam harus dipecah-pecah. File berekstension .VVF hasil

backup di flashdisk kemudian disimpan di eksternal harddisk berkapasitas antara 1-

1.5TB.

143

Sifat tingkah laku domba yang diamati seperti yang dikemukakan oleh Hafez et

al. (1969) dan Ewing et al. (1999), dengan sedikit modifikasi meliputi 10 tingkah laku

yaitu :

1. Makan (ingestif) : lama tingkah laku domba yang memakan konsentrat,

rumput atau mineral blok (menit).

2. Bermain (playing) : lama tingkah laku domba yang berlari dan meloncat

senang, biasanya diikuti domba yang lain dalam kelompok tersebut (menit).

3. Berkelahi/agresif (agonistic) : lama tingkah laku domba yang aktif menyerang

(menanduk domba lain) atau melawan dengan menanduk juga (bertubrukan

kepala dengan kepala) serta tingkah laku yang menggesekkan atau

menandukkan tanduk ke dinding atau tiang kandang (menit).

4. Membuang kotoran (eliminatif) : lama tingkah laku domba membuang feses

(defekasi) atau urine (urinasi) (menit).

5. Merawat diri (care giving) : lama tingkah laku domba merawat diri bagian

tubuh yang gatal diantaranya dengan cara menggigit bagian tubuh sendiri

seperti bagian kaki depan atau belakang, badan bagian samping, paha dan

sebagainya, atau menggarukan kaki belakang ke bagian tubuh seperti leher,

kepala, kaki depan, dan sebagainya, atau menggesek-gesekkan pantat, badan

bagian samping dan pundak ke dinding kandang (menit).

6. Melangkah/berjalan (locomotion) : lama tingkah laku domba melangkah atau

berjalan (menit).

7. Berdiri (standing) : lama tingkah laku domba berdiri (tidak melangkah),

biasanya diiringi dengan aktivitas regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi atau

melihat/mengamati sesuatu (menit).

8. Istirahat tidur (sleeping) : lama tingkah laku domba berbaring dengan posisi

kepala rebah atau bersandar dan mata tertutup (menit).

9. Istirahat berbaring (resting) : lama tingkah laku domba berbaring dengan

posisi kepala tegak dan mata terbuka, biasanya diringi dengan aktivitas

regurgitasi, remastikasi dan redeglutasi (menit).

10. Minum (drinking) : lama tingkah laku domba meminum air di tempat/bak air

minum (menit).

144

File data rekaman dibuka dengan software VVF Player dan kemudian hasil

rekaman diterjemahkan dalam bentuk data kuantitatif berupa durasi (menit) suatu sifat

tingkah laku dilakukan. Terbatasnya waktu yang tersedia untuk menterjemahkan

seluruh data rekaman menyebabkan data rekaman tingkah laku hanya dapat diamati

selama durasi 8 jam sebagai data utuh, yang dipilih pada waktu-waktu yang dianggap

dapat mewakili aktivitas domba dari data rekaman 24 jam. Periode waktu pengamatan

8 jam yang diambil dari data rekaman tingkah laku sepanjang hari seperti terlihat pada

Tabel 35.

Tabel 35. Periode pengamatan tingkah laku data utuh (8 jam) yang digunakan dari data

rekaman tingkah laku sepanjang hari (24 jam)

Data rekaman tingkah laku Periode pengamatan Periode waktu pengamatan

24 jam I 07.00 – 08.00 WIB

II 10.00 – 11.00 WIB

III 13.00 – 14.00 WIB

IV 16.00 – 17.00 WIB

V 19.00 – 20.00 WIB

VI 22.00 – 23.00 WIB

VII 01.00 – 02.00 WIB

VIII 04.00 – 05.00 WIB

Jumlah waktu pengamatan 8 jam

145

Tabel 36. Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8 jam)

Metode pengamatan

Periode waktu pengamatan Total

durasi 07.00-

07.30

07.30-

08.00

10.00-

10.30

10.30-

11.00

13.00-

13.30

13.30-

14.00

16.00-

16.30

16.30-

17.00

19.00-

19.30

19.30-

20.00

22.00-

22.30

22.30-

23.00

01.00-

01.30

01.30-

02.00

04.00-

04.30

04.30-

05.00

Data utuh Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:30:00 8:00:00 10:30:00 11:00:00 13:30:00 14:00:00 16:30:00 17:00:00 19:30:00 20:00:00 22:30:00 23:00:00 1:30:00 2:00:00 4:30:00 5:00:00

Durasi 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 0:30:00 8:00:00

Data 1 jam Mulai 7:00:00

10:00:00

13:00:00

16:00:00

19:00:00

22:00:00

1:00:00

4:00:00

Sampai 7:07:30

10:07:30

13:07:30

16:07:30

19:07:30

22:07:30

1:07:30

4:07:30

Durasi 0:07:30

0:07:30

0:07:30

0:07:30

0:07:30

0:07:30

0:07:30

0:07:30

1:00:00

Data 2 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:07:30 7:37:30 10:07:30 10:37:30 13:07:30 13:37:30 16:07:30 16:37:30 19:07:30 19:37:30 22:07:30 22:37:30 1:07:30 1:37:30 4:07:30 4:37:30

Durasi 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 0:07:30 2:00:00

Data 3 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:10:00 7:42:30 10:10:00 10:42:30 13:10:00 13:42:30 16:10:00 16:42:30 19:10:00 19:42:30 22:10:00 22:42:30 1:10:00 1:42:30 4:10:00 4:42:30

Durasi 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 0:10:00 0:12:30 3:00:00

Data 4 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:10:00 7:50:00 10:10:00 10:50:00 13:10:00 13:50:00 16:10:00 16:50:00 19:10:00 19:50:00 22:10:00 22:50:00 1:10:00 1:50:00 4:10:00 4:50:00

Durasi 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 0:10:00 0:20:00 4:00:00

Data 5 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:20:00 7:47:30 10:20:00 10:47:30 13:20:00 13:47:30 16:20:00 16:47:30 19:20:00 19:47:30 22:20:00 22:47:30 1:20:00 1:47:30 4:20:00 4:47:30

Durasi 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 0:20:00 0:17:30 5:00:00

Data 6 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:20:00 7:55:00 10:20:00 10:55:00 13:20:00 13:55:00 16:20:00 16:55:00 19:20:00 19:55:00 22:20:00 22:55:00 1:20:00 1:55:00 4:20:00 4:55:00

Durasi 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 0:20:00 0:25:00 6:00:00

145

146

Tabel 36 (Lanjutan). Durasi dan periode waktu pengamatan dari metode pengamatan dengan data parsial dan data utuh (pengamatan 8

jam)

Metode pengamatan

Periode waktu pengamatan Total

durasi 07.00-

07.30

07.30-

08.00

10.00-

10.30

10.30-

11.00

13.00-

13.30

13.30-

14.00

16.00-

16.30

16.30-

17.00

19.00-

19.30

19.30-

20.00

22.00-

22.30

22.30-

23.00

01.00-

01.30

01.30-

02.00

04.00-

04.30

04.30-

05.00

Data 7 jam Mulai 7:00:00 7:30:00 10:00:00 10:30:00 13:00:00 13:30:00 16:00:00 16:30:00 19:00:00 19:30:00 22:00:00 22:30:00 1:00:00 1:30:00 4:00:00 4:30:00

Sampai 7:25:00 7:57:30 10:25:00 10:57:30 13:25:00 13:57:30 16:25:00 16:57:30 19:25:00 19:57:30 22:25:00 22:57:30 1:25:00 1:57:30 4:25:00 4:57:30

Durasi 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 0:25:00 0:27:30 7:00:00

146

147

Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan membandingkan setiap tingkah laku dari data

parsial dengan data utuh 8 jam pengamatan. Data parsial adalah data pengamatan

tingkah laku yang diamati pada periode waktu tertentu sepanjang waktu pengamatan

data utuh 8 jam yang mempertimbangkan keterwakilan untuk data utuh. Durasi

pengamatan tingkah laku dan periode waktu pengamatan sesuai metode pengamatan

seperti ditampilkan pada Tabel 36.

Durasi pengamatan untuk data parsial ditetapkan meningkat yang terdiri dari

durasi 1 jam (DP1), 2 jam (DP2), 3 jam (DP3), 4 jam (DP4), 5 jam (DP5), 6 jam (DP6)

dan 7 jam (DP7) dari data utuh. Durasi setiap sifat tingkah laku data parsial kemudian

dikalikan dengan faktor konversi sesuai dengan durasi pengamatan data parsial tersebut

ke durasi pengamatan 8 jam untuk mendapatkan data durasi prediksi. Faktor konversi

perkalian adalah dikalikan dengan 8 (x 8) untuk data parsial 1 jam (DP1), x 4 untuk

DP2, x 2.667 untuk DP3, x 2 untuk DP4, x 1.6 untuk DP5, x 1.333 untuk DP6 dan x

1.143 untuk DP7.

Data durasi setiap tingkah laku dari data parsial yang sudah dikonversi ke 8 jam

dibandingkan dengan data utuh (8 jam) dengan Uji t berpasangan menggunakan PROC

TTEST dan juga dianalisa korelasinya dengan PROC CORR dari software SAS ver. 9.0

(SAS 2002).

148

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan data tingkah laku dengan bantuan alat rekam (seperti CCTV) relatif

mudah akan tetapi dalam penelitian ini ada dua kegiatan setelah perekaman data yang

memerlukan waktu yang lama. Kegiatan pertama yang memerlukan waktu lama adalah

dalam proses backup data dari harddisk DVR ke harddisk eksternal, dengan pilihan tipe

alat yang lain atau perkembangan kemajuan peralatan DVR kendala ini akan dapat

diatasi. Kegiatan kedua yang memerlukan waktu lama adalah pengolahan atau analisa

data rekaman video tingkah laku sehingga perlu dicari cara untuk mempersingkat waktu

analisa rekaman video. Pengambilan contoh dalam periode waktu tertentu dari

keseluruhan data rekam tanpa melakukan analisa untuk seluruh data rekaman

merupakan suatu alternatif yang dapat dipilih.

Tabel 37 menunjukkan durasi dari setiap tingkah laku domba yang diamati dalam

penelitian ini untuk data utuh (8 jam pengamatan) dan data parsial dengan periode

waktu pengamatan tertentu yang sudah dikonversi ke pengamatan 8 jam dengan cara

dikalikan dengan suatu faktor pengali untuk setiap tingkah laku domba yang diamati.

Tingkah laku dengan aktifitas yang lama untuk domba dewasa adalah istirahat berbaring

(REST), berdiri (STAND) dan makan (INGEST), berturut-turut menghabiskan waktu

sekitar 38 %, 29% dan 21% dari keseluruhan waktu yang dimiliki domba. Sementara

itu, durasi tingkah laku yang sangat singkat dilakukan adalah bermain (PLAY),

berkelahi/agresif (AGON) dan minum (DRINK), masing-masing dari ketiga tingkah

laku tersebut dilakukan domba dewasa tidak lebih dari 1 menit dari 8 jam pengamatan.

Penggunaan data parsial 1 jam untuk memprediksi tingkah laku data utuh (8 jam

pengamatan) dapat dilakukan untuk 8 sifat tingkah laku karena tidak nyata berbeda

dengan data utuh kecuali untuk tingkah laku ELIM dan LOCO yang mendapatkan hasil

under estimate, berbeda nyata dengan data utuh (P<0.05). Penggunaan data parsial 3

jam tidak dapat diterima untuk memprediksi durasi tingkah laku INGEST dan STAND

data utuh karena menghasilkan prediksi durasi tingkah laku INGEST yang under

estimate (P<0.05) dan prediksi tingkah laku STAND yang sebaliknya over estimate

(P<0.05). Hasil yang lebih baik didapat jika menggunakan data parsial 2, 4 dan 5 jam

untuk memprediksi tingkah laku data utuh yaitu hanya durasi tingkah laku INGEST

yang tidak dapat diterima karena berbeda nyata dengan data utuh (P<0.05).

149

Tabel 37. Rataan durasi setiap tingkah laku untuk data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah dikonversi ke durasi 8 jam

Tingkah laku Metode pengamatan

DU DP1 DP2 DP3 DP4 DP5 DP6 DP7

INGEST 98.70 ± 32.58 100.48(ns) ± 45.98 86.00(*) ± 33.54 87.21(*) ± 29.69 93.84(*) ± 30.52 94.93(*) ± 30.55 98.37(ns) ± 32.20 99.41(ns) ± 32.94

PLAY 0.012 ± 0.038 0.00(ns) ± 0.00 0.022(ns) ± 0.073 0.014(ns) ± 0.048 0.024(ns) ± 0.076 0.019(ns) ± 0.061 0.016(ns) ± 0.051 0.014(ns) ± 0.043

AGON 0.45 ± 0.57 0.20(ns) ± 0.62 0.48(ns) ± 1.00 0.45(ns) ± 0.84 0.44(ns) ± 0.67 0.40(ns) ± 0.59 0.39(ns) ± 0.56 0.41(ns) ± 0.57

ELIM 3.34 ± 1.99 1.94(*) ± 1.99 3.11(ns) ± 2.00 3.20(ns) ± 1.88 3.39(ns) ± 2.44 3.31(ns) ± 2.29 3.29(ns) ± 2.23 3.31(ns) ± 2.09

CARE 5.46 ± 4.15 4.66(ns) ± 6.16 5.58(ns) ± 4.99 5.74(ns) ± 5.10 5.30(ns) ± 4.51 5.40(ns) ± 4.26 5.28(ns) ± 4.01 5.23(ns) ± 3.90

LOCO 24.51 ± 24.99 21.17(*) ± 22.90 24.70(ns) ± 24.55 25.92(ns) ± 25.29 25.18(ns) ± 25.70 24.02(ns) ± 23.34 24.06(ns) ± 24.40 23.99(*) ± 24.30

STAND 139.16 ± 52.04 133.61(ns) ± 68.82 143.48(ns) ± 56.09 144.58(*) ± 52.97 140.71(ns) ± 56.64 141.27(ns) ± 52.47 139.11(ns) ± 53.77 138.37(ns) ± 52.94

SLEEP 26.14 ± 20.03 32.66(ns) ± 32.90 26.81(ns) ± 24.36 25.92(ns) ± 23.04 25.44(ns) ± 22.70 26.93(ns) ± 21.33 26.51(ns) ± 20.91 26.76(ns) ± 20.29

REST 181.69 ± 50.32 183.92(ns) ± 62.47 188.95(ns) ± 53.51 186.32(ns) ± 53.87 185.18(ns) ± 57.56 183.25(ns) ± 52.17 182.43(ns) ± 52.40 181.99(ns) ± 50.92

DRINK 0.55 ± 1.02 1.36(ns) ± 4.01 0.88(ns) ± 2.01 0.64(ns) ± 1.33 0.51(ns) ± 1.04 0.49(ns) ± 0.95 0.56(ns) ± 1.23 0.54(ns) ± 1.08

Keterangan :

Tanda (*) di belakang nilai rataan durasi setiap tingkah laku menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh

Tanda (ns) di belakang nilai rataan durasi setiap tingkah laku menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh

DU = Data utuh (pengamatan 8 jam), DP1 = Data parsial pengamatan 1 jam, DP2 = Data parsial pengamatan 2 jam, DP3 = Data parsial pengamatan 3 jam, DP4 = Data parsial pengamatan 4 jam, DP5 = Data parsial pengamatan 5 jam, DP6 = Data parsial pengamatan 6 jam, DP7 = Data parsial pengamatan 7 jam

INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO =

Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum (drinking)

149

150

Hasil prediksi durasi tingkah laku data utuh yang terbaik adalah dengan

menggunakan data parsial 6 jam dimana durasi seluruh tingkah laku data prediksi tidak

berbeda nyata dengan data utuh (P>0.05). Walaupun demikian, durasi tingkah laku

LOCO tidak dapat diprediksi dengan data parsial 7 jam karena akan mendapatkan hasil

yang under estimate.

Tabel 38 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara data parsial dengan data

utuh 8 jam pengamatan untuk setiap tingkah laku. Berdasarkan nilai koefisien korelasi

tersebut, walaupun data parsial 1 jam dapat memprediksi 8 sifat tingkah laku yang

diamati kecuali ELIM dan LOCO namun sifat tingkah laku yang terbaik dapat

diprediksi dengan data parsial 1 jam hanya durasi DRINK karena mempunyai nilai

korelasi yang kuat yaitu 0.91, sedangkan sifat tingkah laku yang lain mempunyai

korelasi yang rendah. Arnold-Meeks dan McGlone (1986) menyarankan hanya tingkah

laku dengan nilai korelasi yang lebih dari 0.90 (r>0.90) yang dapat diterima untuk jenis

pengujian ini.

Tabel 38. Koefisien korelasi antara data utuh (8 jam) dan data parsial yang telah

dikonversi untuk setiap tingkah laku

Tingkah laku Koefisien korelasi

DU-DP1 DU-DP2 DU-DP3 DU-DP4 DU-DP5 DU-DP6 DU-DP7

INGEST 0.52154(*) 0.84464(*) 0.88742(*) 0.92577(*) 0.94682(*) 0.98505(*) 0.99676(*)

PLAY ne 0.56478(*) 0.56634(*) 0.9995(*) 0.99997(*) 0.99988(*) 0.99931(*)

AGON 0.11946(ns) 0.69806(*) 0.7485(*) 0.85703(*) 0.8727(*) 0.95008(*) 0.98543(*)

ELIM 0.3013(ns) 0.60342(*) 0.82903(*) 0.91383(*) 0.89242(*) 0.94263(*) 0.97408(*)

CARE 0.49095(*) 0.68004(*) 0.79108(*) 0.83954(*) 0.91138(*) 0.9607(*) 0.97578(*)

LOCO 0.94686(*) 0.98108(*) 0.98408(*) 0.99427(*) 0.99684(*) 0.99853(*) 0.99944(*)

STAND 0.80627(*) 0.93729(*) 0.96657(*) 0.95865(*) 0.98107(*) 0.99389(*) 0.99804(*)

SLEEP 0.73546(*) 0.84094(*) 0.89043(*) 0.91764(*) 0.9315(*) 0.97041(*) 0.99147(*)

REST 0.57447(*) 0.90952(*) 0.94354(*) 0.94929(*) 0.96746(*) 0.98493(*) 0.99528(*)

DRINK 0.9091(*) 0.90224(*) 0.89678(*) 0.93437(*) 0.93312(*) 0.97038(*) 0.97587(*)

Keterangan :

Tanda (*) di belakang nilai koefisien korelasi setiap tingkah laku menunjukkan korelasi yang nyata (P<0.05) antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh. Tanda (ns) di belakang nilai koefisien korelasi setiap tingkah laku menunjukkan korelasi yang tidak nyata (P>0.05)

antara metode pengamatan data parsial tersebut dengan data utuh. ne = tidak terestimasi karena semua ulangan untuk data parsial adalah 0. DU = Data utuh (pengamatan 8 jam), DP1 = Data parsial pengamatan 1 jam, DP2 = Data parsial pengamatan 2 jam, DP3 = Data parsial pengamatan 3 jam, DP4 = Data parsial pengamatan 4 jam, DP5 = Data parsial pengamatan 5 jam, DP6 = Data parsial pengamatan 6 jam, DP7 = Data parsial pengamatan 7 jam. INGEST = Makan (ingestif), PLAY = Bermain (playing), AGON = Berkelahi/agresif (agonistic), ELIM = Buang kotoran (eliminatif), CARE = Merawat diri (care giving), LOCO = Melangkah/berjalan (locomotion), STAND = Berdiri (standing), SLEEP = Istirahat tidur (sleeping), REST = Istirahat berbaring (resting), DRINK = Minum

(drinking).

151

Demikian pula penggunaan data parsial 2 jam, dengan memperhatikan nilai

koefisien korelasi maka hanya 4 tingkah laku yang dapat memprediksi data utuh yaitu

LOCO (r=0.98), STAND (r=0.94), REST (r=0.91) dan DRINK (r=0.90). Sementara itu,

untuk data parsial 3 jam, durasi sifat tingkah laku yang dapat diprediksi adalah LOCO

(r=0.98), REST (r=0.94) dan DRINK (r=0.90). Pada data parsial 4 jam, tingkah laku

AGON dan CARE tidak dapat diterima, sedangkan untuk data parsial 5 jam adalah

AGON dan ELIM, disamping tingkah laku INGEST yang berbeda nyata dengan data

utuh. Seluruh tingkah laku untuk data parsial 6 jam lebih akurat digunakan untuk

memprediksi data utuh karena tidak berbeda nyata dan mempunyai korelasi yang kuat

dengan data utuh. Sementara itu, untuk data parsial 7 jam, kecuali tingkah laku LOCO

yang berbeda nyata dengan data utuh, seluruh tingkah laku tidak berbeda nyata dan

mempunyai korelasi yang kuat dengan data utuh.

Penggunaan data parsial untuk beberapa tingkah laku yang tidak akurat untuk

memprediksi data utuh telah dilaporkan oleh Arnold-Meeks dan McGlone (1986) yang

melakukan penelitian pada babi. Penggunaan data parsial 5 menit dan 20 menit pada

penelitiannya terhadap 3 tingkah laku babi yaitu menyerang, makan dan minum tidak

akurat untuk memprediksi tingkah laku tersebut untuk data utuh 60 menit. Mitlohner et

al. (2001) melakukan penelitian pada sapi dengan interval pengamatan yang teratur dan

durasi pengamatan yang meningkat bertambah lama. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa teknik sampling dengan interval tidak lebih dari 15 menit adalah akurat untuk

tingkah laku berdurasi lama (seperti berbaring, berdiri dan makan), meskipun demikian

tingkah laku berdurasi pendek (seperti berjalan dan minum) mempunyai korelasi yang

rendah dengan data utuh. Teknik sampling dengan interval 30 atau 60 menit hanya

cocok untuk mengukur tingkah laku berbaring pada sapi penggemukan.

152

SIMPULAN

Pada umumnya terdapat kecenderungan semakin lama data parsial yang

digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara

akurat.

Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data utuh seluruh

jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini, yang ditandai dari tidak

berbeda nyata dan berkorelasi sangat kuat dengan tingkah laku dari data utuh 8 jam.

Tingkah laku makan (INGEST) dan berkelahi/agresif (AGON) memerlukan data

parsial yang terlama dibandingkan tingkah laku domba yang lain yaitu minimal

menggunakan data parsial 6 jam. Sementara itu, data parsial yang paling singkat (data

parsial 1 jam) hanya dapat memprediksi secara akurat durasi tingkah laku domba

minum (DRINK).

153

DAFTAR PUSTAKA

Altmann J. 1974. Observational study of behavior: Sampling methods. Behaviour 49

: 227-267.

Arnold-Meeks C, McGlone JJ. 1986. Validating techniques to sample behavior of

confined, young pigs. Appl Anim Behav Sci 16 : 149-155.

Ewing SA, Lay Jr. DC, Borell EV. 1999. Farm Animal Well-Being : Stress Physiology,

Animal Behavior, and Environtmental Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Gonyou HW, Stricklin WR. 1984. Diurnal behavior patterns of feedlot bulls during

winter and spring in Northern latitudes. J Anim Sci 58 : 1075 – 1083.

Hafez ESE et al. 1969. The Behaviour of Sheep and Goats. London : Tindal & Casell.

Inounu I, Kurniawan W, Noor RR. 2006. Tingkah laku beranak domba Garut dan

persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais. JITV 11 : 39-51.

Lehner PN. 1987. Design and execution of animal behavior research : an overview. J

Anim Sci 65:1213-1219.

McGlone JJ. 1986. Agonistic behavior in food animals : Review of research and

techniques. J Anim Sci 62:1130-1139.

Mitlohner FM, Morrow-Tesch JL, Wilson SC, Dailey JW, McGlone JJ. 2001.

Behavioral sampling techniques for feedlot cattle. J Anim Sci 79 : 1189 – 1193.

National Institute of Mental Health. 2002. Methods and Welfare Considerations in

Behavioral Research with Animals: Report of a National Institutes of Health

Workshop. Morrison AR; Evans HL; Ator NA; Nakamura RK (eds). NIH

Publication No. 02-5083. Washington, DC: U.S. Government Printing Office.

Ray DE, Roubicek CB. 1971. Behavior of feedlot cattle during two seasons. J Anim

Sci 33 : 72 – 76.

SAS. 2002. SAS/STAT User’s Guide Release 9.0 Edition. North Carolina : SAS

Institute Inc., Cary.

Sutama IK, Budiarsana IGM. 1995. Tingkah laku domba Ekor Gemuk sekitar waktu

beranak. Ilmu Pet 8 : 15 – 18.

Sutama IK, Inounu I. 1993. Tingkah laku beranak pada domba Jawa dengan galur

prolifikasi yang berbeda. Ilmu Pet 6 : 11 – 14.

Tiesnamurti B, Handiwirawan E, Inounu I. 2006. Tingkah laku menyusu anak domba

Garut dan persilangan dengan St. Croix dan Moulton Charollais. Di dalam :

Mathius IW, Sendow I, Nurhayati, Murdiati TB, Thalib A, Beriajaya, Suparyanto

A, Prasetyo LH, Darmono, Wina E, editor. Prosiding Seminar Nasional

154

Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 5-6 September 2006. Bogor : Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 392 – 398.

Tiesnamurti B, Herwidi IB, Inounu I. 2000. Karakteristik tingkah laku menyusu anak

domba Garut. Di dalam : Haryanto B, Darminto, Hastiono H, Sutama IK,

Partoutomo S, Subandriyo, Sinurat AP, Darmono, Supar, Butarbutar OS, editor.

Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner; Bogor, 18-19 September

2000. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 149 – 155.

Tiesnamurti B, Subandriyo. 2005. Tingkah laku beranak domba Merino dan Sumatera

yang dikandangkan. Di dalam : Mathius IW, Bahri S, Tarmudji, Prasetyo LH,

Triwulanningsih E, Tiesnamurti B, Sendow I, Suhardono, editor. Prosiding

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 12-13 September

2005. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 505 – 511.

PEMBAHASAN UMUM

Berdasarkan studi terdahulu, telah diketahui bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh

satu set gen-gen yang unik yang dimiliki seekor hewan (Craig 1981). Tingkah laku

sebagaimana semua sifat fenotipe hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan

lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Faktor genetik dan

lingkungan tersebut beraksi dalam keselarasan untuk membentuk pola dan karakteristik

tingkah laku (Ewing et al. 1999). Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan

oleh gen tunggal, namun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi

oleh sejumlah besar gen (McFarland 1999). Dengan demikian maka genotipe setiap

hewan dapat diduga dengan mempelajari fenotipe tingkah laku hewan tersebut

sebagaimana menduga genotipe hewan seperti misalnya menduga nilai pemuliaan

dengan mempelajari fenotipe sifat kuantitatif seperti bobot badan, pertambahan bobot

badan, dan sebagainya.

Fakta tersebut tersebut menunjukkan bahwa fenotipe tingkah laku berpotensi

dapat dipelajari dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pada domba.

Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui dua cara penting yaitu melalui

persilangan dan seleksi. Kedua cara tersebut dipelajari kaitannya dengan fenotipe

tingkah laku pada penelitian ini. Penelitian tingkah laku pertama mempelajari peluang

tingkah laku dalam pembedaan bangsa ternak domba, dimana informasi ini penting

sebagai salah satu pertimbangan dalam pelaksanaan program persilangan. Penelitian

tingkah laku kedua dan ketiga mempelajari peluang fenotipe tingkah laku sebagai

indikator seleksi secara tidak langsung dan seleksi secara langsung dengan melihat

hubungannya dengan penanda genetik DNA single nucleotide polymorphism.

Pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba dapat dilakukan

dengan beberapa cara. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik melalui analisa alel

protein dan DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga dapat menduga jarak

genetik antar bangsa domba yang dipelihara dalam manajemen atau lokasi dengan

lingkungan yang sangat berbeda. Fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh dipengaruhi

oleh manajemen pemeliharaan, pemanfaatan fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh untuk

pembedaan dan pendugaan jarak genetik bangsa domba akan akurat sejauh manajemen

dan lingkungan pemeliharaan dari bangsa-bangsa domba yang dibandingkan relatif

sama. Kelebihan penggunaan ukuran bagian tubuh relatif lebih mudah dan tidak

156

memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan menggunakan data protein ataupun

DNA. Bangsa-bangsa domba yang akan diduga jarak genetiknya dipelihara dalam

manajemen dan lingkungan yang sama yaitu kandang percobaan Balai Penelitian

Ternak, beberapa bangsa mempunyai hubungan genetik dengan bangsa yang lain karena

program persilangan yang dilakukan. Pada kondisi demikian maka hasil pembedaan

dan pendugaan jarak genetik dengan menggunakan ukuran tubuh akan akurat dan dalam

penelitian ini dilakukan sebagai pembanding untuk pendugaan dengan menggunakan

karakteristik suara dan fenotipe tingkah laku.

Berdasarkan ukuran tubuh, domba St. Croix Cross, Barbados Black Belly Cross,

Lokal Garut dan Komposit Garut merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok,

sedangkan domba St. Croix Cross satu kelompok dengan domba Komposit Sumatera.

Walaupun dalam plotting bangsa domba St. Croix cross satu kelompok dengan domba

Komposit Sumatera namun nilai jarak genetik kedua bangsa tersebut nyata berbeda.

Berdasarkan data ukuran tubuh terlihat bahwa kelima bangsa yang diamati masing-

masing merupakan bangsa domba yang berbeda. Perhitungan jarak genetik berdasarkan

ukuran bagian tubuh domba terdapat dua kelompok domba yaitu kelompok pertama

yang terdiri dari bangsa domba St. Croix Cross, Komposit Sumatera dan Barbados

Black Belly Cross dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa Lokal Garut dan

Komposit Garut. Hasil yang diperoleh di atas sesuai dengan silsilah program penelitian

pemuliaan (persilangan) yang dilakukan dalam pembentukan domba komposit.

Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan karakteristik suara

memperlihatkan hasil yang sedikit berbeda dibandingkan dengan menggunakan ukuran

bagian tubuh. Status seluruh bangsa yang diteliti sama dengan hasil berdasarkan ukuran

bagian tubuh, perbedaan terletak pada status untuk bangsa domba Komposit Garut.

Berdasarkan plotting kanonikal karakteristik suara, domba Lokal Garut, Komposit

Sumatera dan Barbados Black Belly Cross merupakan bangsa domba yang berbeda

kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross, Komposit Garut dan Komposit Sumatera

adalah bangsa domba yang merupakan satu kelompok. Demikian pula dendogram yang

dibuat berdasarkan karakteristik suara menempatkan bangsa domba Komposit Garut

pada kelompok yang kurang akurat. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik

suara berpeluang besar untuk dapat digunakan sebagai pembeda dan penduga jarak

genetik antar bangsa domba sepanjang faktor lingkungan yang mempengaruhi dapat

157

diidentifikasi dan dieliminasi dalam pelaksanaan pengumpulan datanya. Metode ini

dapat diterapkan untuk domba yang dipelihara sehari-hari dengan cara digembalakan di

padang rumput dan tidak perlu harus ditangkap terlebih dahulu.

Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan fenotipe tingkah laku

memberikan hasil yang sangat berbeda dibandingkan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh

dan karakteristik suara. Diduga banyak faktor lingkungan yang sangat berpengaruh

terhadap fenotipe tingkah laku sehingga memberikan hasil yang sangat berbeda. Masih

diperlukan serangkaian penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi faktor-faktor

lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkah laku dan mengeliminasinya sehingga

metode ini dapat digunakan sebagai pembeda bangsa dan penduga jarak genetik pada

domba.

Alderson (1999) dan Salako (2006) telah melaporkan penggunaan indeks ukuran

tubuh masing-masing pada sapi dan domba untuk menilai tipe dan fungsi dari suatu

bangsa ternak. Penerapan metode tersebut dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

bangsa domba Komposit Garut mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba tipe

daging. Penerapan metode tersebut pada spesies ternak ruminansia yang lain seperti

kerbau dan kambing untuk menilai tipe dan fungsi bangsa ternak tersebut berpeluang

besar untuk dilakukan.

Ciri-ciri fenotipe kualitatif pada bangsa ternak sangat penting sebagai identitas

bangsa tersebut. Keseragaman yang tinggi dari sifat kualitatif maupun kuantitatif (sifat

produksi) di dalam bangsa sebagai spesifikasi suatu bangsa ternak sangat dikehendaki.

Bangsa domba St. Croix cross dan Barbados Black Belly cross dari ciri-ciri kualitatif

terlihat relatif lebih seragam dibandingkan ketiga bangsa yang lain. Seleksi untuk

meningkatkan keseragaman ciri-ciri kualitatif untuk setiap bangsa lebih mudah

dilakukan karena warna tubuh dan belang tubuh hanya dikendalikan oleh satu atau

beberapa gen. Fenotipe sifat kualitatif dapat diarahkan ke sifat kualitatif yang umum

terdapat pada bangsa tersebut. Sifat-sifat kualitatif yang tercantum pada Tabel 12

merupakan ciri-ciri umum setiap bangsa sehingga dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan seleksi untuk meningkatkan keseragaman setiap

bangsa.

Usahaternak domba di Indonesia sebagian besar merupakan peternakan rakyat

dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Peternak

158

domba hanya memelihara beberapa ekor domba dan tidak mempunyai kebiasaan

membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya.

Upaya perbaikan produktivitas domba yang dimiliki peternak melalui seleksi akan

mengalami kendala karena kondisi tersebut. Seleksi secara tidak langsung sifat

produksi domba melalui pengamatan tingkah laku tertentu yang berkorelasi kuat

merupakan alternatif cara seleksi yang mudah dan dapat dilakukan oleh peternak kecil.

Seleksi untuk domba dalam masa pertumbuhan dapat dilakukan dengan memilih

domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut kepada orang, karena domba

bertemperamen demikian mempunyai pertambahan bobot badan lebih tinggi

dibandingkan domba bertemperamen sebaliknya. Sebagai indikator seleksi dapat

digunakan durasi yang singkat domba menghampiri dan mencium bagian tubuh

orang/pengamat. Domba yang jinak tidak banyak membuang energi untuk menghindar

dan stress karena adanya orang atau petugas kandang tetapi lebih banyak mengkonversi

energi dari asupan pakan untuk menambah bobot badannya. Domba yang terlalu

khawatir ketika dipisahkan dengan kelompoknya; yang dalam pengamatan ditunjukkan

dengan tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi

melangkah lebih tinggi mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih rendah.

Kedua tingkah laku tersebut berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan

bobot badan harian.

Produktivitas induk juga dapat diseleksi secara tidak langsung dengan melihat

tingkah lakunya dan hal ini dapat dikerjakan oleh peternak kecil. Induk domba dengan

tingkah laku bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya mempunyai total

bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan

tingkah laku bersuara lebih sedikit. Induk bersuara lebih banyak kemungkinan

mempunyai perhatian atau kepedulian lebih besar kepada anaknya dibandingkan induk

domba bertingkah laku sebaliknya. Sifat perhatian dan kepedulian induk domba

terhadap anaknya terutama akan sangat penting dalam manajemen yang ekstensif

dimana campur tangan manusia dalam memperhatikan ternak yang dipeliharanya sangat

kurang. Seleksi secara tidak langsung ini sangat sesuai dengan kondisi peternak kecil

domba di Indonesia yang pada umumnya perhatian peternak terhadap domba yang

dipelihara sangat rendah.

159

Sifat agresif pada manusia dan tikus telah dilaporkan terkait dengan mutasi titik

dan delesi yang terjadi pada ekson 8 dari gen MAOA (Brunner et al. 1993; Cases et al.

1995). Mutasi pada gen MAOA menyebabkan tubuh kekurangan produksi enzim Mono

Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine

(noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina

eksogenous (Andrés et al. 2004). MAOA adalah enzim mitokondria yang dikode oleh

gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) (Levy et

al. 1989; Grimsby et al. 1991), oleh sebab itu pengamatan dan ekspresi sifat agresif

lebih mudah diamati pada individu jantan. Dalam jumlah kecil terdapat domba jantan

yang sering bertingkah laku agresif. Domba jantan ini menyerang atau menyeruduk

petugas kandang yang sedang beraktivitas di kandang seperti membersihkan kandang,

menimbang bobot badan, menggunting kuku, mencukur wol atau memberi pakan dan

minum ternak. Serangan terhadap petugas dapat berakibat fatal karena itu petugas

kandang umumnya memberlakukan manajemen khusus bagi domba-domba jantan yang

terindikasi agresif, seperti misalnya dengan mengikat domba agresif selama petugas

kandang beraktivitas. Frekuensi domba jantan agresif di dalam kelompok domba Garut

tangkas diduga cukup tinggi, namun aspek tesebut tidak termasuk bagian yang diamati

dalam penelitian ini. Domba Garut tangkas diseleksi secara ketat oleh peternak dan

digunakan dalam budaya adu tangkas domba.

Hasil sekuen ekson 8 gen MAOA domba yang terindikasi agresif tidak ditemukan

adanya mutasi. Runutan DNA domba ekson 8 gen MAOA sepanjang 151 pb dari

kelompok domba bertemperamen agresif dan tidak agresif adalah identik. Tingkah laku

agresif dan sembilan tingkah laku lain yang diamati melalui CCTV juga tidak dapat

membedakan kelompok domba agresif dan tidak agresif. Pernah melakukan serangan

atau menyeruduk petugas kandang atau memberikan respon menyerang ketika tangan

dipukulkan ke kepala domba adalah aspek tingkah laku yang membedakan kelompok

domba agresif. Meskipun tidak terjadi mutasi di ekson 8 gen MAOA, diduga mutasi

terjadi di situs lain sepanjang bentangan DNA gen MAOA yang tetap berakibat sama

yaitu menyebabkan produksi enzim Mono Amine Oksidase A lebih rendah

dibandingkan normal sehingga tidak mampu mengontrol konsentrasi serotonin tetap

dalam keadaan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok domba jantan

agresif mempunyai kandungan serotonin lebih tinggi dibandingkan kelompok domba

160

jantan normal. Individu yang tidak mempunyai atau rendah aktivitas MAOA lebih

rentan terhadap perilaku agresif (Maxson 2009).

Penelitian ini tidak menemukan penanda SNP pada ekson 8 gen MAOA sehingga

masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memperoleh penanda genetik untuk sifat

agresif pada domba. Aplikasi seleksi domba agresif untuk domba Garut tangkas masih

memerlukan penelitian lebih jauh sepanjang bentangan DNA gen MAOA dan

penggunaan sampel domba Garut tangkas yang lebih banyak. Apabila penanda genetik

untuk sifat agresif pada domba Garut tangkas dapat ditemukan maka seleksi dapat

dilakukan sedini mungkin ketika domba berumur lebih muda sehingga lebih efisien.

Satu hal yang dapat digunakan dalam seleksi domba agresif dari hasil penelitian

ini adalah kandungan serotonin darah yang tinggi pada domba jantan bertemperamen

agresif, akan tetapi efektifitas penggunaannya pada domba berumur muda masih perlu

dipelajari, mengingat ada kemungkinan kandungan serotonin darah berkembang seiring

bertambahnya umur.

Pada penelitian ini domba bertemperamen agresif adalah domba yang agresif

menyerang atau menyeruduk manusia. Penelitian tidak melakukan pengujian domba

jantan yang agresif menyerang manusia, juga sangat agresif terhadap domba jantan yang

lain. Domba jantan persilangan yang agresif (dalam jumlah kecil sampel, <10%) dan

memiliki kandungan serotonin darah lebih tinggi, tidak menunjukkan tingkah laku

agresif terhadap domba jantan yang lain melalui pengamatan CCTV. Namun diduga

domba jantan agresif persilangan ini bertemu dengan domba jantan lain yang sudah

saling kenal dan sistem sosial yang stabil telah terbentuk sehingga tingkah laku agresif

tersebut tidak muncul. Penelitian pada domba Garut tangkas juga tidak memungkinkan

untuk menguji domba jantan yang agresif terhadap manusia, juga agresif terhadap

domba jantan yang lain.

Kecenderungan pengamatan tingkah laku saat ini berubah dan beralih dari cara

pengamatan langsung (live observation) ke metode dengan cara merekam tingkah laku

hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik (recording) karena

beberapa kelebihan yang dimiliki metode ini (McGlone 1986). Namun demikian

analisa data rekaman video tingkah laku (kuantifikasi tingkah laku) memerlukan waktu

yang lama sehingga menjadi tidak praktis, oleh karena itu sampling pengamatan yang

mewakili dapat menggambarkan tingkah laku secara keseluruhan sangat diperlukan.

161

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan semakin lama

durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang

dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam adalah paling baik untuk

memprediksi data pengamatan delapan jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba

yang diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian ini, gambaran

keseluruhan tingkah laku domba dapat diketahui cukup dengan pengamatan selama 75

persen dari durasi data utuh atau diperlukan sampling pengamatan selama 18 jam untuk

data 24 jam. Setiap tingkah laku memerlukan durasi sampling pengamatan yang

berbeda, bervariasi dari 12.5 persen (misalnya tingkah laku minum) hingga 75 persen

(seperti tingkah laku makan dan berkelahi/agresif).