Peraturan menteri kesehatan belum mengakomodir peran apoteker

5
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BELUM MENGAKOMODIR PERAN APOTEKER Oleh : Drs. Iskani., Apoteker Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dengan UU No.40/2004 kemudian sebagai pelaksana SJSN dilaksanakan oleh Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) yang diatur dengan UU No. 24/2011 dimana BPJS yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 adalah BPJS Kesehatan dengan tugas menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat indonesia Ps. 6 ayat (1);dalam melaksanakan tugas BPJS Ps. 11 ayat (d) membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan pemerintah Pengertian Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh Pemerintah,

Transcript of Peraturan menteri kesehatan belum mengakomodir peran apoteker

Page 1: Peraturan menteri kesehatan belum mengakomodir peran apoteker

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BELUM MENGAKOMODIR PERAN APOTEKER

Oleh : Drs. Iskani., Apoteker

Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dengan UU No.40/2004 kemudian sebagai pelaksana SJSN dilaksanakan oleh Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) yang diatur dengan UU No. 24/2011 dimana BPJS yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 adalah BPJS Kesehatan dengan tugas menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat indonesia Ps. 6 ayat (1);dalam melaksanakan tugas BPJS Ps. 11 ayat (d) membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan pemerintah

Pengertian Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau masyarakat Ps. 1 ayat 5 Undang-undang 36 /2009 tentang Kesehatan

Hal ini semakin diperjelas pada Ps. 1 ayat (7) PP 51/2009, Fasilitas kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, apabila disebutkan sarana pelayanan kesehatan maka pelayanan kefarmasian termasuk dalam ketentuan fasilitas kesehatan seperti Apotek, Instalasi Farmasi, Puskesmas, Klinik

Page 2: Peraturan menteri kesehatan belum mengakomodir peran apoteker

Perhatikan, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 69/2013 tentang tariff pelayanan kesehatan program JKN, Permenkes No. 71/2003 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN, terakhir Keputusan Menteri Kesehatan No. 445/2013 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan

Pada Permenkes No. 69/2013 tidak ada satu pasal pun tentang tariff yang berkaitan dengan kefarmasian sehingga bertentangan dengan UU No. 24 / 2011 Ps. 11 ayat (d) tentang BPJS, kemudian Permenkes No. 71/2013 pada Ps. 2 ayat (2) fasilitas pelayanan tingkat pertama adalah Puskesmas, Praktik dokter, Praktik dokter gigi, Klinik pratama dan Rumah Sakit Tipe D pasal 2 ayat (2)

sudah bertentangan dengan PP 51 Ps. 1 ayat (7) yang termasuk fasilitas kesehatan satu diantaranya adalah Apotek terakhir adalah Kep.Menkes No. 455/2013 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan adalah penjabaran Perpres No. 12/2013 Ps. 37 ayat (3) tentang Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, disini Menteri Kesehatan yang termasuk dalam Asosiasi Fasilitas Kesehatan adalah Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Asosiasi DInas Kesehatan (ADINKES) yang membawahi Puskesmas, Asosiasi Klinik Indonesian (ASKLIN) suatu Asosiasi klinik yang baru terbentuk akhir tahun 2012 dan Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI)

Dari Kepmenkes No. 455/2013 Menteri Kesehatan kembali tidak memasukan Apotek sebagai satu sarana pelayanan kesehatan/ kefarmasian tetapi memasukkan ASKLIN yang merupakan satu

Page 3: Peraturan menteri kesehatan belum mengakomodir peran apoteker

Asosiasi kesehatan yang masih sangat baru dibandingkan dengan Kefarmasian di Indonesia

Mengapa, BPJS ini penting bagi kefarmasian Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa BPJS menghimpun dana yang cukup besar untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia dan bagi kefarmasian Indonesia terselenggarakannya BPJS pada 1 Januari 2014 dapat digunakan sebagai momentum kemajuan Apoteker Indonesia, momentum kesejahteraan Apoteker Indonesia, upaya kearah partisipasi aktif Apoteker dalam BPJS sudah diperlihatkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia dengan membentuk Asosiasi Apotek Indonesia disingkat ASAPIN yang mewakili Apotek sebagai sarana, tetapi pada hakikatnya untuk kepentingan Apoteker, pembentukan ini berdasarkan perintah undang-undang, disinilah masalahnya, Menteri Kesehatan tidak memasukkan ASAPIN sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan, tanpa alasan yang mendasar

ASAPIN menilai bahwa Menteri Kesehatan belum memberikan fasilitas, peran sebagaimana mestinya dalam BPJS maka pada tanggal 23 Desember 2013, pengurus ASAPIN bertemu dengan Menteri Kesehatan dan pertemuan ini sudah disepakati oleh Menteri Kesehatan, semoga pertemuan ini membuka jalan bagi kemajuan Apoteker Indonesia

Kefarmasian sebagai satu profesi yang diakui dan dilindungi oleh Undang-undang sehingga mempunyai hak untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di Indonesia, mempunyai hak untuk terlibat dalam BPJS namun Menteri Kesehatan tidak memperlihatkan keadilan dan kesamaan tingkat profesi Apoteker dengan profesi lain

Page 4: Peraturan menteri kesehatan belum mengakomodir peran apoteker

Semoga tulisan ini akan membuka satu wawasan pemikiran bagi Apoteker bahwa perjuangan untuk memajukan peran Apoteker Indonesia tidak mudah karena tantangan birokrat ditingkat atas Kemenkes dan profesi lain tertentu yang tetap tidak ingin peran Apoteker Indonesia maju.

*******