PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN · PDF fileBAB II PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK...

download PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN · PDF fileBAB II PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN Pasal 4 Pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan dilakukan melalui kegiatan: a. penelitian

If you can't read please download the document

Transcript of PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN · PDF fileBAB II PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK...

  • PERATURAN

    MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR PER. 04/MEN/2010

    TENTANG

    TATA CARA PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemanfaatan konservasi sumber daya ikan yang berupa pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan dasar ilmiah (scientific base) untuk mencegah terjadinya kerusakan dan/atau degradasi populasi sumber daya ikan (non-detriment findings) sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional;

    b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (6), Pasal 37 ayat (5), Pasal 39 ayat (3), Pasal 40 ayat (3), Pasal 42 ayat (6), Pasal 43 ayat (5) dan Pasal 44 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan perlu mengatur mengenai tata cara pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan;

    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);

    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

    3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994

  • Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556);

    4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

    5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

    6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

    7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779);

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4840);

    9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);

    10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2008;

    11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

    12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009;

    13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/ MEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2009;

    14. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.22/MEN/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut,

    2

  • sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.19/MEN/2009;

    15. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.23/MEN/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kawasan Konservasi Perairan Nasional;

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Bagian Kesatu

    Pengertian

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1. Appendiks I Convention on Inte national Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) adalah daftar yang memuat jenis-jenis yang telah terancam punah (endangered), sehingga perdagangan internasional spesimen yang berasal dari habitat alam harus dikontrol dengan ketat dan hanya diperkenankan untuk kepentingan non-komersial tertentu dengan izin khusus.

    r

    t

    2. Appendiks II CITES adalah daftar yang memuat jenis-jenis yang saat ini belum terancam punah, namun dapat menjadi terancam punah apabila perdagangan internasionalnya tidak dikendalikan.

    3. Appendiks III CITES adalah daftar yang memuat jenis-jenis yang oleh suatu Negara tertentu pemanfaatannya dikendalikan dengan ketat dan memerlukan bantuan pengendalian internasional.

    4. Kuota adalah batas jumlah maksimum pengambilan jenis ikan dan genetik ikan dari alam untuk pemanfaatan selama jangka waktu tertentu.

    5. Balai/loka adalah balai/loka pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan di daerah yang membidangi konservasi sumber daya ikan.

    6. Otoritas keilmuan (scientific au hority) adalah lembaga pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada otoritas pengelola (management authority) mengenai

    3

  • konservasi sumber daya ikan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan, termasuk dalam rangka pelaksanan CITES.

    7. Otoritas pengelola (management authority) adalah lembaga pemerintah yang mempunyai kewenangan dalam aspek administratif, pelaksanaan legislasi, penegakan hukum, perizinan, dan komunikasi yang terkait dengan konservasi sumber daya ikan, termasuk pelaksanaan CITES.

    8. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. 9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan

    Pulau-Pulau Kecil.

    Bagian Kedua

    Tujuan

    Pasal 2

    (1) Tata cara pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan bertujuan untuk menciptakan tertib pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan dasar ilmiah (scientific base) guna untuk mencegah terjadinya kerusakan dan/atau degradasi populasi sumber daya ikan (non-detriment findings).

    (2) Tata cara pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan, penetapan kuota, perizinan, peredaran jenis ikan, pengawasan dan pengendalian, dan sanksi.

    Bagian Ketiga

    Ruang Lingkup

    Pasal 3

    Peraturan Menteri ini berlaku terhadap: a. Jenis ikan yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-

    undangan, termasuk jenis ikan yang dilindungi secara terbatas berdasarkan ukuran tertentu, wilayah sebaran tertentu atau periode waktu tertentu, dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan juga dilindungi berdasarkan ketentuan hukum internasional, telur, bagian tubuh, dan/atau produk turunannya (derivat).

    b. Jenis ikan yang tidak dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan tetapi dilindungi berdasarkan ketentuan hukum internasional, termasuk jenis ikan yang tidak dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun ketentuan hukum internasional tetapi dalam perdagangan internasional diperlukan persyaratan dan proses administrasi sesuai dengan ketentuan konvensi internasional (CITES).

    4

  • BAB II

    PEMANFAATAN JENIS IKAN DAN GENETIK IKAN

    Pasal 4

    Pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan dilakukan melalui kegiatan:

    a. penelitian dan pengembangan;

    b. pengembangbiakan;

    c. perdagangan;

    d. aquaria;

    e. pertukaran; dan

    f. pemeliharaan untuk kesenangan.

    Pasal 5

    (1) Pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan terhadap jenis ikan dan genetik ikan yang dilindungi dan jenis ikan dan genetik ikan yang tidak dilindungi.

    (2) Pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dapat dilakukan melalui pengambilan ikan dan genetik ikan dari alam.

    (3) Pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf f hanya dapat dilakukan dari hasil pengembangbiakan.

    BAB III

    PENETAPAN KUOTA

    Pasal 6

    (1) Pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan melalui pengambilan ikan dan genetik ikan dari alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) wajib memperhatikan kuota.

    (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan dan aquaria tidak ditetapkan kuota.

    Pasal 7

    (1) Kuota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi otoritas keilmuan untuk setiap kurun waktu 1 (satu) tahun.

    (2) Penetapan kuota oleh Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi nama, jumlah, ukuran maksimum/minimum, serta wilayah pengambilan jenis ikan dan genetik ikan.

    5

  • Pasal 8

    (1) Rekomendasi otoritas keilmuan sebagaimana dimaksud dala