PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR … · bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan...
Transcript of PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR … · bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan...
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 19/12/PADG/2017
TENTANG
PENYELESAIAN TRANSAKSI PERDAGANGAN BILATERAL ANTARA INDONESIA
DAN MALAYSIA MENGGUNAKAN RUPIAH DAN RINGGIT MELALUI BANK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah diperlukan upaya untuk memitigasi risiko
terjadinya fluktuasi rupiah melalui suatu kerja sama
antara Bank Indonesia dengan bank sentral atau otoritas
moneter negara lain terkait dengan penyelesaian
transaksi perdagangan bilateral;
b. bahwa Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia telah
menyepakati pembentukan kerangka kerja sama untuk
mendorong penyelesaian transaksi perdagangan bilateral
dalam rupiah dan ringgit melalui kegiatan dan transaksi
keuangan yang dapat dilakukan oleh bank;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang
Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral antara
Indonesia dan Malaysia Menggunakan Rupiah dan
Ringgit Melalui Bank;
2
Mengingat : Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/11/PBI/2017 tentang
Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral Menggunakan
Mata Uang Lokal (Local Currency Settlement) Melalui Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6127);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR TENTANG
PENYELESAIAN TRANSAKSI PERDAGANGAN BILATERAL
ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA MENGGUNAKAN
RUPIAH DAN RINGGIT MELALUI BANK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud
dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
serta bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
syariah, termasuk kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri.
2. Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral Dengan
Menggunakan Rupiah dan Ringgit (Local Currency
Settlement) yang selanjutnya disebut LCS Rupiah dan
Ringgit adalah penyelesaian transaksi perdagangan
bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia
dan di Malaysia dengan menggunakan rupiah dan ringgit.
3. Bank yang Ditunjuk Untuk Melaksanakan Transaksi
Mata Uang (Appointed Cross Currency Dealer Bank) yang
selanjutnya disebut Bank ACCD adalah bank yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia bersama Bank Negara
Malaysia guna melakukan kegiatan dan transaksi
3
keuangan tertentu untuk kepentingan pelaksanaan LCS
Rupiah dan Ringgit.
4. Bank ACCD Indonesia adalah Bank ACCD di Indonesia.
5. Bank ACCD Malaysia adalah Bank ACCD di Malaysia.
6. Rekening Special Purpose Non-Resident Account Rupiah
yang selanjutnya disebut SNA Rupiah adalah rekening
khusus milik Bank ACCD Malaysia dalam rupiah yang
dibuka pada Bank ACCD Indonesia untuk kepentingan
pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
7. Rekening Sub-Special Purpose Non-Resident Account
Rupiah yang selanjutnya disebut Sub-SNA Rupiah adalah
rekening khusus milik importir/eksportir Malaysia dalam
rupiah yang dibuka pada Bank ACCD Malaysia untuk
kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
8. Rekening Special Purpose Non-Resident Account Ringgit
yang selanjutnya disebut SNA Ringgit adalah rekening
khusus milik Bank ACCD Indonesia dalam ringgit yang
dibuka pada Bank ACCD Malaysia untuk kepentingan
pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
9. Rekening Sub-Special Purpose Non-Resident Account
Ringgit yang selanjutnya disebut Sub-SNA Ringgit adalah
rekening khusus milik importir/eksportir Indonesia
dalam ringgit yang dibuka pada Bank ACCD Indonesia
untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
10. Underlying Transaksi adalah seluruh kegiatan
perdagangan barang dan jasa antara Indonesia dan
Malaysia, termasuk kegiatan pembiayaan perdagangan
untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
11. Pembiayaan Perdagangan adalah pembiayaan yang
diberikan Bank ACCD kepada importir/eksportir di
Indonesia dan Malaysia untuk kepentingan pelaksanaan
perdagangan bilateral.
12. Eksportir adalah eksportir sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perdagangan.
13. Importir adalah importir sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perdagangan.
14. Hari adalah hari kerja.
4
BAB II
PENUNJUKAN BANK ACCD
Pasal 2
(1) Bank Indonesia bersama Bank Negara Malaysia
menunjuk bank sebagai Bank ACCD Indonesia dan Bank
ACCD Malaysia.
(2) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penetapan Bank ACCD Indonesia dan Bank
ACCD Malaysia secara efektif dapat mulai melakukan
kegiatan operasional dan transaksi keuangan tertentu
untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
(3) Penunjukan sebagai Bank ACCD Indonesia dan Bank
ACCD Malaysia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria:
a. kondisi kesehatan bank;
b. kemampuan bank dalam memfasilitasi perdagangan
antara Indonesia dan Malaysia;
c. kemampuan bank dalam menjalin hubungan bisnis
dengan perbankan di Indonesia dan di Malaysia;
d. akses jaringan kantor bank di negara asal (home
country) yaitu Indonesia atau Malaysia; dan/atau
e. kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
bersama Bank Negara Malaysia.
(4) Bank Indonesia bersama Bank Negara Malaysia
melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan
perkembangan bisnis Bank ACCD Indonesia dan Bank
ACCD Malaysia untuk kepentingan pelaksanaan LCS
Rupiah dan Ringgit serta kepatuhan Bank ACCD
Indonesia dan Bank ACCD Malaysia terkait ketentuan
yang mengatur mengenai LCS Rupiah dan Ringgit.
(5) Bank Indonesia bersama Bank Negara Malaysia dapat
mengakhiri penunjukan bank sebagai Bank ACCD
Indonesia dan Bank ACCD Malaysia.
5
Pasal 3
(1) Untuk kepentingan penunjukan bank sebagai Bank
ACCD Indonesia dan Bank ACCD Malaysia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Bank Indonesia
bersama Bank Negara Malaysia melakukan persiapan
penunjukan bank sebagai Bank ACCD Indonesia dan
Bank ACCD Malaysia:
a. meminta calon Bank ACCD Indonesia untuk
mengajukan surat permohonan kepada Bank
Indonesia dan Bank Negara Malaysia;
b. menerima permohonan dari calon Bank ACCD
Indonesia dan calon Bank ACCD Malaysia;
c. melakukan pemrosesan permohonan dari calon
Bank ACCD Indonesia dan calon Bank ACCD
Malaysia melalui koordinasi dengan Bank Negara
Malaysia;
d. persetujuan penunjukan Bank sebagai Bank ACCD
Indonesia dan bank sebagai Bank ACCD Malaysia;
dan/atau
e. kegiatan persiapan lainnya terkait penunjukan bank
sebagai Bank ACCD Indonesia dan Bank ACCD
Malaysia.
(2) Penyampaian surat permohonan dari calon Bank ACCD
Indonesia kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur sebagai berikut:
a. memuat pernyataan minat dan kesiapan untuk
menjadi Bank ACCD Indonesia serta usulan calon
mitra Bank ACCD Indonesia di Malaysia; dan
b. melampirkan surat permohonan dari calon mitra
Bank ACCD Indonesia di Malaysia kepada Bank
Indonesia,
sebagaimana contoh yang tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(3) Surat permohonan dari calon Bank ACCD Indonesia
kepada Bank Negara Malaysia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Bank Negara
6
Malaysia melalui calon mitra Bank ACCD Indonesia di
Malaysia sebagaimana contoh yang tercantum dalam
Lampiran I.
(4) Surat permohonan dari calon Bank ACCD Malaysia
kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b yaitu sebagaimana contoh yang
tercantum dalam Lampiran I.
Pasal 4
(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap Bank
ACCD Indonesia berkoordinasi dengan Bank Negara
Malaysia.
(2) Evaluasi terhadap Bank ACCD Malaysia dilakukan oleh
Bank Negara Malaysia berkoordinasi dengan Bank
Indonesia.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan perkembangan bisnis Bank
ACCD Indonesia untuk kepentingan pelaksanaan LCS
Rupiah dan Ringgit serta kepatuhan Bank ACCD
Indonesia terkait ketentuan yang mengatur mengenai
LCS Rupiah dan Ringgit.
BAB III
KEGIATAN DAN TRANSAKSI KEUANGAN BANK ACCD
Bagian Kesatu
Pembukaan SNA Rupiah dan SNA Ringgit
Pasal 5
(1) Bank ACCD Indonesia dapat menerima pembukaan SNA
Rupiah dari Bank ACCD Malaysia yang merupakan mitra
dari Bank ACCD Indonesia.
(2) Bank ACCD Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat menerima permintaan pembukaan 1
(satu) SNA Rupiah dari setiap Bank ACCD Malaysia yang
merupakan mitra dari Bank ACCD Indonesia.
7
(3) Bank ACCD Indonesia memberikan bunga pada SNA
Rupiah milik Bank ACCD Malaysia.
(4) Pemberian bunga pada SNA Rupiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan
kebijakan masing-masing Bank ACCD Indonesia.
Pasal 6
(1) Bank ACCD Indonesia membuka SNA Ringgit pada Bank
ACCD Malaysia yang merupakan mitra dari Bank ACCD
Indonesia.
(2) Bank ACCD Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat membuka 1 (satu) SNA Ringgit pada
setiap Bank ACCD Malaysia yang merupakan mitra dari
Bank ACCD Indonesia.
(3) Bank ACCD Indonesia menerima bunga atas SNA Ringgit
pada Bank ACCD Malaysia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4) Pemberian bunga pada SNA Ringgit sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan
kebijakan masing-masing Bank ACCD Malaysia.
Pasal 7
(1) Saldo setiap SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia
pada Bank ACCD Indonesia dibatasi paling banyak
sebesar Rp400.000.000.000,00 (empat ratus miliar
rupiah) pada akhir Hari.
(2) Bank ACCD Indonesia wajib memastikan saldo SNA
Rupiah tidak melebihi jumlah nominal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pada akhir Hari.
(3) Saldo SNA Rupiah dapat melebihi jumlah nominal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada akhir Hari
sepanjang Bank ACCD Indonesia menerima dokumen
dari Bank ACCD Malaysia yang membuktikan bahwa
kelebihan saldo SNA Rupiah tersebut akan digunakan
untuk membayar kewajiban perdagangan bilateral antara
Indonesia dan Malaysia atau investasi pada aset
keuangan dalam rupiah pada Hari berikutnya.
8
Pasal 8
(1) Bank ACCD Indonesia wajib memelihara saldo setiap SNA
Ringgit pada Bank ACCD Malaysia paling banyak sebesar
MYR100,000,000.00 (seratus juta ringgit Malaysia) pada
akhir Hari.
(2) Dalam hal saldo SNA Ringgit pada akhir Hari melebihi
jumlah nominal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
maka kelebihan saldo SNA Ringgit harus dijual kepada
Bank Negara Malaysia dengan nilai tukar khusus yang
ditetapkan oleh Bank Negara Malaysia.
(3) Saldo SNA Ringgit dapat melebihi jumlah nominal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada akhir Hari
apabila memperoleh persetujuan dari Bank Negara
Malaysia.
(4) Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Negara
Malaysia sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank
ACCD Indonesia harus menyampaikan permohonan
beserta dokumen pendukung kepada Bank Negara
Malaysia melalui Bank ACCD Malaysia yang merupakan
mitra dari Bank ACCD Indonesia.
(5) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) menjelaskan bahwa kelebihan saldo SNA Ringgit akan
digunakan untuk membayar kewajiban perdagangan
bilateral antara Indonesia dan Malaysia atau melakukan
investasi pada aset keuangan dalam ringgit pada Hari
berikutnya.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diterima oleh Bank Negara Malaysia paling lambat pada
pukul 17.30 waktu Kuala Lumpur, Malaysia pada Hari
terjadinya kelebihan saldo SNA Ringgit.
9
Bagian Kedua
Pembukaan Sub-SNA Ringgit dan Sub-SNA Rupiah
Paragraf 1
Pembukaan Rekening Sub-SNA Ringgit
Pasal 9
Bank ACCD Indonesia menerima pembukaan rekening Sub-
SNA Ringgit bagi Importir/Eksportir Indonesia untuk
kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
Pasal 10
(1) Bank ACCD Indonesia memberikan bunga untuk Sub-
SNA Ringgit.
(2) Pemberian bunga pada Sub-SNA Ringgit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kebijakan masing-masing Bank ACCD Indonesia.
Paragraf 2
Penambahan dan Pengurangan Saldo Rekening Sub-SNA
Ringgit
Pasal 11
(1) Penambahan saldo rekening Sub-SNA Ringgit milik
Importir/Eksportir Indonesia hanya bersumber dari:
a. penerimaan devisa hasil ekspor dalam ringgit dari
importir di Malaysia;
b. pembelian ringgit terhadap rupiah atau valuta asing
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap untuk penyelesaian Underlying Transaksi;
c. penerimaan bunga atas saldo rekening Sub-SNA
Ringgit; dan/atau
d. penerimaan atas pencairan dana dari Pembiayaan
Perdagangan dalam ringgit yang diterima
Importir/Eksportir Indonesia dari Bank ACCD
Indonesia.
10
(2) Pengurangan saldo rekening Sub-SNA Ringgit milik
Importir/Eksportir Indonesia hanya dilakukan untuk:
a. pembayaran impor barang dan jasa dalam ringgit
kepada eksportir di Malaysia;
b. penjualan ringgit terhadap rupiah atau valuta asing
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap dari devisa hasil ekspor dalam ringgit;
c. pelunasan Pembiayaan Perdagangan dalam ringgit
yang diterima Importir/Eksportir Indonesia dari
Bank ACCD Indonesia; dan/atau
d. transfer ringgit untuk kepentingan investasi
Eksportir Indonesia pada aset keuangan dalam
ringgit di Malaysia.
Paragraf 3
Pembukaan Rekening Sub-SNA Rupiah
Pasal 12
Bank ACCD Malaysia menerima pembukaan rekening Sub-
SNA Rupiah bagi importir/eksportir Malaysia untuk
kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
Pasal 13
(1) Bank ACCD Malaysia memberikan bunga untuk Sub-SNA
Rupiah.
(2) Pemberian bunga pada Sub-SNA Rupiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kebijakan masing-masing Bank ACCD Malaysia.
Paragraf 4
Penambahan dan Pengurangan Saldo Rekening Sub-SNA
Rupiah
Pasal 14
(1) Penambahan saldo rekening Sub-SNA Rupiah milik
importir/eksportir Malaysia hanya bersumber dari:
11
a. penerimaan devisa hasil ekspor dalam rupiah dari
Importir di Indonesia;
b. pembelian rupiah terhadap ringgit atau valuta asing
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap untuk penyelesaian Underlying Transaksi;
c. penerimaan bunga atas saldo rekening Sub-SNA
Rupiah; dan/atau
d. penerimaan atas pencairan dana dari Pembiayaan
Perdagangan dalam rupiah yang diterima
importir/eksportir Malaysia dari Bank ACCD
Malaysia.
(2) Pengurangan saldo rekening Sub-SNA Rupiah milik
importir/eksportir Malaysia hanya dilakukan untuk:
a. pembayaran impor barang dan jasa dalam rupiah
kepada Eksportir di Indonesia;
b. penjualan rupiah terhadap ringgit atau valuta asing
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap dari devisa hasil ekspor dalam rupiah;
c. pelunasan Pembiayaan Perdagangan dalam rupiah
yang diterima importir/eksportir Malaysia dari Bank
ACCD Malaysia; dan/atau
d. transfer rupiah untuk kepentingan investasi
eksportir Malaysia pada aset keuangan dalam rupiah
di Indonesia.
Bagian Ketiga
Transaksi Rupiah dan Valuta Asing Terhadap Ringgit
Paragraf 1
Transaksi Ringgit Antar Bank ACCD
Pasal 15
(1) Bank ACCD Indonesia dapat melakukan transaksi rupiah
atau valuta asing terhadap ringgit untuk transaksi tod,
tom, spot, forward, dan/atau swap dengan Bank ACCD
Indonesia dan/atau Bank ACCD Malaysia untuk
pengelolaan likuiditas tanpa Underlying Transaksi.
12
(2) Bank ACCD Indonesia dapat melaksanakan transaksi
ringgit atau valuta asing terhadap rupiah untuk
transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau swap dengan
Bank ACCD Malaysia untuk keperluan pengelolaan
likuiditas Bank ACCD Malaysia tanpa Underlying
Transaksi.
Paragraf 2
Transaksi Ringgit Bank ACCD Indonesia dengan
Importir/Eksportir Indonesia
Pasal 16
(1) Bank ACCD Indonesia dapat melakukan transaksi rupiah
atau valuta asing terhadap ringgit dengan
Importir/Eksportir Indonesia yang didukung oleh
Underlying Transaksi.
(2) Bank ACCD Indonesia dapat melakukan transaksi rupiah
atau valuta asing terhadap ringgit dengan non-Bank
ACCD Indonesia yang bertindak untuk kepentingan
Importir/Eksportir Indonesia dengan didukung
Underlying Transaksi.
(3) Transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan melalui transaksi:
a. tod;
b. tom;
c. spot;
d. forward; dan/atau
e. swap.
(4) Nominal dan jangka waktu transaksi rupiah atau valuta
asing terhadap ringgit sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilarang melebihi nominal Underlying Transaksi dan
dilarang melebihi jangka waktu Underlying Transaksi.
(5) Importir/Eksportir Indonesia dapat melakukan transaksi
rupiah atau valuta asing terhadap ringgit sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dengan menggunakan Underlying
Transaksi dalam denominasi mata uang selain ringgit.
13
Paragraf 3
Squaring Position
Pasal 17
(1) Bank ACCD Indonesia dapat melakukan transaksi rupiah
atau valuta asing terhadap ringgit berupa transaksi tod,
tom, spot, forward, dan/atau swap untuk pelaksanaan
squaring position dengan Bank ACCD Indonesia, Bank
ACCD Malaysia, atau non-Bank ACCD Malaysia.
(2) Bank ACCD Indonesia dapat melakukan squaring position
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas transaksi
rupiah atau valuta asing terhadap ringgit yang dilakukan
dengan Importir/Eksportir Indonesia dan/atau non-Bank
ACCD Indonesia dengan cara:
a. secara neto (net basis) atau secara gross (gross basis)
dengan Bank ACCD Indonesia dan/atau Bank ACCD
Malaysia tanpa Underlying Transaksi; atau
b. secara gross (gross basis) dengan non-Bank ACCD
Malaysia dengan didukung oleh Underlying
Transaksi.
Pasal 18
(1) Bank ACCD Indonesia dapat melaksanakan transaksi
ringgit atau valuta asing terhadap rupiah berupa
transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau swap untuk
pelaksanaan squaring position dari Bank ACCD Malaysia.
(2) Bank ACCD Indonesia dapat melaksanakan transaksi
untuk pelaksanaan squaring position dari Bank ACCD
Malaysia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas
transaksi ringgit atau valuta asing terhadap rupiah yang
dilakukan dengan importir/eksportir Malaysia dan/atau
non-Bank ACCD Malaysia secara neto (net basis) atau
secara gross (gross basis) tanpa Underlying Transaksi.
14
Bagian Keempat
Penyelesaian Transaksi
Pasal 19
(1) Penyelesaian transaksi rupiah atau valuta asing terhadap
ringgit yang dilakukan Bank ACCD Indonesia dengan
Importir/Eksportir Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) dan non-Bank ACCD Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), dapat
dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh
atau secara netting.
(2) Penyelesaian transaksi rupiah atau valuta asing terhadap
ringgit secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya berlaku untuk:
a. perpanjangan transaksi (rollover);
b. percepatan penyelesaian transaksi (early
termination); dan/atau
c. pengakhiran transaksi (unwind/cancel up).
(3) Perpanjangan transaksi (rollover), percepatan
penyelesaian transaksi (early termination), dan/atau
pengakhiran transaksi (unwind/cancel up) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh
Importir/Eksportir Indonesia dan non-Bank ACCD
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
dilakukan dengan Bank ACCD Indonesia yang sama
sesuai dengan kontrak transaksi awal dan wajib disertai
dengan dokumen pendukung.
(4) Contoh penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 20
(1) Penyelesaian transaksi rupiah atau valuta asing terhadap
ringgit yang dilakukan antara Bank ACCD Indonesia
dengan Bank ACCD Indonesia dan/atau Bank ACCD
Malaysia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
15
dapat dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara
penuh atau secara netting.
(2) Penyelesaian transaksi rupiah atau valuta asing terhadap
ringgit secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya berlaku untuk:
a. perpanjangan transaksi (rollover);
b. percepatan penyelesaian transaksi (early
termination); dan/atau
c. pengakhiran transaksi (unwind/cancel up).
(3) Perpanjangan transaksi (rollover), percepatan
penyelesaian transaksi (early termination) dan
pengakhiran transaksi (unwind/cancel up) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan tanpa
Underlying Transaksi.
(4) Perpanjangan transaksi (rollover), percepatan
penyelesaian transaksi (early termination) dan
pengakhiran transaksi (unwind/cancel up) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh Bank ACCD
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
dilakukan dengan Bank ACCD yang sama sesuai dengan
kontrak transaksi awal.
(5) Contoh penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 21
(1) Penyelesaian transaksi rupiah atau valuta asing terhadap
ringgit yang dilakukan antara Bank ACCD Indonesia
dengan:
a. Bank ACCD Indonesia;
b. Bank ACCD Malaysia; atau
c. non-Bank ACCD Malaysia,
untuk pelaksanaan squaring position sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dapat dilakukan
dengan pemindahan dana pokok secara penuh atau
secara netting.
16
(2) Penyelesaian transaksi rupiah atau valuta asing terhadap
ringgit secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya berlaku untuk:
a. perpanjangan transaksi (rollover);
b. percepatan penyelesaian transaksi (early
termination); dan/atau
c. pengakhiran transaksi (unwind/cancel up).
(3) Perpanjangan transaksi (rollover), percepatan
penyelesaian transaksi (early termination) dan
pengakhiran transaksi (unwind/cancel up) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh Bank ACCD
Indonesia dengan:
a. Bank ACCD Indonesia atau Bank ACCD Malaysia,
dilakukan tanpa dokumen pendukung; atau
b. non-Bank ACCD Malaysia, dilakukan dengan
dokumen pendukung.
(4) Perpanjangan transaksi (rollover), percepatan
penyelesaian transaksi (early termination) dan
pengakhiran transaksi (unwind/cancel up) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh Bank ACCD
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
dilakukan dengan Bank ACCD atau non-Bank ACCD
Malaysia yang sama sesuai kontrak transaksi awal.
(5) Contoh penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Bagian Kelima
Pembiayaan Perdagangan
Pasal 22
(1) Bank ACCD Indonesia dapat memberikan fasilitas
Pembiayaan Perdagangan dalam ringgit kepada
Importir/Eksportir Indonesia yang melakukan
perdagangan dengan Malaysia.
17
(2) Pembiayaan Perdagangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diberikan dalam berbagai jenis Pembiayaan
Perdagangan yang lazim dilakukan.
(3) Penyediaan dana dalam ringgit untuk Pembiayaan
Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap dengan Bank ACCD Indonesia lainnya
dan/atau Bank ACCD Malaysia; dan/atau
b. pinjaman langsung (direct borrowing) dalam ringgit
dari Bank ACCD Indonesia lainnya dan/atau Bank
ACCD Malaysia.
Pasal 23
(1) Pembiayaan Perdagangan yang diberikan dalam ringgit
dapat menggunakan dokumen Underlying Transaksi
dalam denominasi mata uang selain ringgit.
(2) Nominal dokumen Underlying Transaksi selain dalam
ringgit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dinyatakan dalam ekuivalen ringgit.
Pasal 24
(1) Jumlah nominal pinjaman langsung (direct borrowing)
dalam ringgit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (3) huruf b, dilarang melebihi jumlah nominal
Underlying Transaksi.
(2) Jangka waktu pinjaman langsung (direct borrowing)
dalam ringgit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (3) huruf b, dilarang melebihi jangka waktu 1 (satu)
tahun dan dilarang melebihi jangka waktu Underlying
Transaksi berupa Pembiayaan Perdagangan.
Pasal 25
(1) Untuk kepentingan pemberian fasilitas Pembiayaan
Perdagangan dalam rupiah oleh Bank ACCD Malaysia
18
kepada importir/eksportir di Malaysia, Bank ACCD
Indonesia dapat melaksanakan:
a. transaksi ringgit atau valuta asing terhadap rupiah
melalui transaksi tod, tom, spot, forward dan/atau
swap dengan Bank ACCD Malaysia; dan/atau
b. penempatan dalam rupiah pada Bank ACCD
Malaysia.
(2) Jumlah nominal penempatan dalam rupiah oleh Bank
ACCD Indonesia kepada Bank ACCD Malaysia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilarang
melebihi jumlah nominal Underlying Transaksi berupa
Pembiayaan Perdagangan.
(3) Jangka waktu penempatan dalam rupiah yang dilakukan
oleh Bank ACCD Indonesia kepada Bank ACCD Malaysia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilarang
melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun dan dilarang
melebihi jangka waktu Underlying Transaksi berupa
Pembiayaan Perdagangan.
Bagian Keenam
Pengelolaan SNA Ringgit dan SNA Rupiah
Pasal 26
(1) Untuk kepentingan pemenuhan saldo SNA Ringgit, Bank
ACCD Indonesia dapat melakukan transaksi rupiah atau
valuta asing terhadap ringgit melalui transaksi tod, tom,
spot, forward, dan/atau swap dengan Bank ACCD
Indonesia lainnya atau Bank ACCD Malaysia.
(2) Dalam hal Bank ACCD Malaysia melakukan pemenuhan
saldo SNA Rupiah, Bank ACCD Indonesia dapat
melaksanakan transaksi ringgit atau valuta asing
terhadap rupiah melalui transaksi tod, tom, spot, forward,
dan/atau swap dengan Bank ACCD Malaysia.
19
Pasal 27
(1) Untuk kepentingan pengelolaan saldo SNA Ringgit, Bank
ACCD Indonesia dapat melakukan transaksi yang
meliputi:
a. investasi pada aset keuangan dalam ringgit di
Malaysia;
b. transaksi swap ringgit terhadap rupiah atau valuta
asing dengan Bank ACCD Indonesia lainnya atau
dengan Bank ACCD Malaysia; dan/atau
c. konversi dari ringgit ke rupiah atau valuta asing
lainnya melalui transaksi tod, tom, spot, dan/atau
forward.
(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dilarang dalam bentuk penempatan pada bank di
Malaysia berupa deposito dan tabungan.
(3) Dalam hal Bank ACCD Indonesia melakukan investasi
pada aset keuangan dalam ringgit di Malaysia, pokok dan
hasil dari investasi tersebut dapat ditransfer kembali ke
SNA Ringgit.
(4) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
disertai dengan dokumen pendukung.
Bagian Ketujuh
Pengelolaan Sub-SNA Ringgit dan Sub-SNA Rupiah
Paragraf 1
Pengelolaan Sub-SNA Ringgit
Pasal 28
(1) Untuk kepentingan pengelolaan saldo Sub-SNA Ringgit,
Eksportir Indonesia dapat melakukan investasi pada aset
keuangan dalam ringgit di Malaysia.
(2) Pokok dan hasil investasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat ditransfer kembali ke Sub-SNA
Ringgit milik Eksportir Indonesia.
(3) Importir Indonesia tidak dapat melakukan investasi atas
saldo Sub-SNA Ringgit.
20
(4) Bank ACCD Indonesia dilarang melaksanakan perintah
investasi atas saldo Sub-SNA Ringgit milik Importir
Indonesia.
(5) Bank ACCD Indonesia wajib memastikan pelaksanaan
investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung
oleh dokumen pendukung.
(6) Investasi yang dilakukan Eksportir Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dalam
bentuk penempatan pada bank di Malaysia berupa
deposito dan tabungan.
Paragraf 2
Pengelolaan Sub-SNA Rupiah
Pasal 29
(1) Untuk kepentingan pengelolaan saldo Sub-SNA Rupiah,
eksportir Malaysia dapat melakukan investasi pada aset
keuangan dalam rupiah di Indonesia.
(2) Pokok dan hasil investasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat ditransfer kembali ke Sub-SNA
Rupiah milik eksportir Malaysia.
(3) Importir Malaysia tidak dapat melakukan investasi atas
saldo Sub-SNA Rupiah.
(4) Bank ACCD Malaysia tidak dapat melaksanakan perintah
investasi atas saldo Sub-SNA Rupiah milik importir
Malaysia.
(5) Investasi yang dilakukan eksportir Malaysia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dalam bentuk
penempatan pada Bank di Indonesia berupa deposito dan
tabungan.
Pasal 30
(1) Posisi gross transaksi swap ringgit terhadap rupiah atau
valuta asing yang dilakukan antara Bank ACCD
Indonesia dengan Bank ACCD Indonesia lainnya atau
Bank ACCD Malaysia dilarang melebihi
21
MYR100,000,000.00 (seratus juta ringgit Malaysia) untuk
setiap SNA Ringgit.
(2) Posisi gross transaksi swap rupiah terhadap ringgit atau
valuta asing yang dilakukan antara Bank ACCD Malaysia
dengan Bank ACCD Malaysia lainnya atau Bank ACCD
Indonesia tidak dapat melebihi Rp400.000.000.000,00
(empat ratus miliar rupiah) untuk setiap SNA Rupiah.
Bagian Kedelapan
Larangan Penarikan dan Penyetoran Sub-SNA Ringgit dan
Sub-SNA Rupiah Secara Tunai
Pasal 31
(1) Importir/Eksportir di Indonesia tidak dapat melakukan
penyetoran dan penarikan dalam ringgit secara tunai
pada Sub-SNA Ringgit.
(2) Bank ACCD Indonesia dilarang melaksanakan perintah
penyetoran dan penarikan dalam ringgit secara tunai
pada Sub-SNA Ringgit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 32
(1) Importir/eksportir di Malaysia tidak dapat melakukan
penyetoran dan penarikan dalam rupiah secara tunai
pada Sub-SNA Rupiah.
(2) Bank ACCD Malaysia tidak dapat melaksanakan perintah
penyetoran dan penarikan dalam rupiah secara tunai
pada Sub-SNA Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
22
Bagian Kesembilan
Transfer Dana
Pasal 33
Transfer ringgit dapat dilakukan sebagai berikut:
a. antara Bank ACCD Indonesia dengan Bank ACCD
Indonesia lainnya atau Bank ACCD Malaysia yang
berasal dari:
1. transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap; dan
2. pinjaman langsung (direct borrowing) untuk
kepentingan Pembiayaan Perdagangan;
b. antara SNA Ringgit milik Bank ACCD Indonesia dengan
rekening non-SNA Ringgit milik Bank ACCD Indonesia
atau antara SNA Ringgit milik Bank ACCD Indonesia
dengan rekening non-SNA Ringgit milik non-Bank ACCD
Indonesia, untuk penyelesaian Underlying Transaksi;
c. antara SNA Ringgit milik Bank ACCD Indonesia dengan
rekening ringgit milik Bank ACCD Malaysia dan rekening
ringgit milik non-Bank ACCD Malaysia, untuk
penyelesaian Underlying Transaksi;
d. antara SNA Ringgit milik Bank ACCD Indonesia dengan
rekening ringgit milik importir/eksportir Malaysia, untuk
penyelesaian Underlying Transaksi; dan
e. antara SNA Ringgit milik Bank ACCD Indonesia dengan
rekening ringgit milik bank di Malaysia atau perusahaan
di Malaysia, untuk penyelesaian investasi pada aset
keuangan dalam ringgit di Malaysia.
Pasal 34
Transfer rupiah dapat dilakukan sebagai berikut:
a. antara Bank ACCD Malaysia dengan Bank ACCD
Malaysia lainnya atau Bank ACCD Indonesia yang
berasal dari:
23
1. transaksi ringgit atau valuta asing terhadap rupiah
melalui transaksi tod, tom, spot, forward, dan/atau
swap; dan
2. pinjaman langsung (direct borrowing) untuk
kepentingan Pembiayaan Perdagangan;
b. antara SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia dengan
rekening non-SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia
atau antara SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia
dengan rekening non-SNA Rupiah milik non-Bank ACCD
Malaysia, untuk penyelesaian Underlying Transaksi;
c. antara SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia dengan
rekening rupiah milik Bank ACCD Indonesia dan non-
Bank ACCD Indonesia, untuk penyelesaian Underlying
Transaksi;
d. antara SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia dengan
rekening rupiah milik Importir/Eksportir Indonesia,
untuk penyelesaian Underlying Transaksi; dan/atau
e. antara SNA Rupiah milik Bank ACCD Malaysia dengan
rekening non-SNA Rupiah milik non-Bank ACCD
Indonesia atau perusahaan Indonesia, untuk
penyelesaian investasi pada aset keuangan dalam rupiah
di Indonesia.
Pasal 35
Untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit,
Bank ACCD Indonesia dan non-Bank ACCD Indonesia yang
menerima dana rupiah dari bank ACCD Malaysia atau dari
Bank ACCD Indonesia yang ditujukan kepada rekening rupiah
milik non-Bank ACCD Malaysia dapat menggunakan
Underlying Transaksi berupa perdagangan barang dan jasa
antara Indonesia dan Malaysia.
24
Bagian Kesepuluh
Kuotasi Harga
Pasal 36
(1) Bank ACCD Indonesia wajib menerbitkan dan
menampilkan kuotasi harga ringgit terhadap rupiah pada
sarana penyedia informasi.
(2) Dalam melakukan transaksi ringgit terhadap rupiah,
Bank ACCD Indonesia wajib menggunakan kuotasi harga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penetapan kuotasi harga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus merefleksikan harga wajar yang terjadi di
pasar valuta asing.
Bagian Kesebelas
Posisi Terbuka Transaksi Ringgit
Pasal 37
(1) Bank ACCD Indonesia dapat memiliki posisi terbuka
transaksi ringgit terhadap rupiah dan/atau valuta asing
paling banyak sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh
juta ringgit Malaysia) pada akhir Hari untuk setiap SNA
Ringgit.
(2) Posisi terbuka transaksi ringgit terhadap rupiah
dan/atau valuta asing merupakan selisih bersih antara
pembelian dan penjualan ringgit terhadap rupiah
dan/atau valuta asing secara outright dari transaksi tod,
tom, spot, dan/atau forward.
(3) Contoh perhitungan posisi terbuka ringgit terhadap
rupiah dan/atau valuta asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
25
Bagian Kedua Belas
Larangan Melakukan Transaksi Non-Deliverable Forward
Pasal 38
(1) Bank ACCD Indonesia tidak dapat melakukan dan/atau
memfasilitasi transaksi non-deliverable forward (NDF)
rupiah atau valuta asing terhadap ringgit.
(2) Bank ACCD Malaysia tidak dapat melakukan dan/atau
memfasilitasi transaksi non-deliverable forward (NDF)
ringgit atau valuta asing terhadap rupiah.
BAB IV
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI
Pasal 39
(1) Dokumen Underlying Transaksi dapat berupa:
a. dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final
(firm commitment); atau
b. dokumen Underlying Transaksi yang bersifat
perkiraan (anticipatory basis).
(2) Dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final (firm
commitment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan dokumen yang menunjukkan bukti
perdagangan barang dan jasa antara Importir/Eksportir
Indonesia dan importir/eksportir Malaysia.
(3) Dokumen Underlying Transaksi yang bersifat perkiraan
(anticipatory basis) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan dokumen perkiraan yang terkait
dengan rencana penerimaan atau kebutuhan
pembayaran perdagangan barang dan jasa antara
Importir/Eksportir Indonesia dengan importir/eksportir
Malaysia.
(4) Perhitungan Underlying Transaksi yang bersifat perkiraan
(anticipatory basis) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan rencana kebutuhan penerimaan atau
26
pembayaran perdagangan barang dan jasa paling lama 6
(enam) bulan.
(5) Jangka waktu transaksi dengan menggunakan
Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak dapat melebihi 6 (enam) bulan sejak tanggal
transaksi dan tidak dapat melebihi nominal perkiraan
kebutuhan penerimaan atau pembayaran perdagangan
barang dan jasa.
(6) Dokumen Underlying Transaksi yang bersifat perkiraan
(anticipatory basis) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dihitung secara gross (gross basis).
(7) Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 40
(1) Transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
melalui transaksi tod, tom, dan/atau spot yang dilakukan
antara Bank ACCD Indonesia dan non-Bank ACCD
Indonesia yang bertindak untuk kepentingan
Importir/Eksportir Indonesia, wajib didukung oleh
dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final (firm
commitment).
(2) Transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
melalui transaksi forward dan swap yang dilakukan
antara Bank ACCD Indonesia dan non-Bank ACCD
Indonesia yang bertindak untuk kepentingan
Importir/Eksportir Indonesia, wajib didukung oleh
dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final (firm
commitment) atau dokumen Underlying Transaksi yang
bersifat perkiraan (anticipatory basis).
Pasal 41
(1) Transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
melalui transaksi tod, tom, dan/atau spot yang dilakukan
antara Bank ACCD Indonesia dan Importir/Eksportir
27
Indonesia, wajib didukung oleh dokumen Underlying
Transaksi yang bersifat final (firm commitment).
(2) Transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit
melalui transaksi forward dan/atau swap yang
dilakukan antara Bank ACCD Indonesia dan
Importir/Eksportir Indonesia, wajib didukung dengan
dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final (firm
commitment) atau dokumen Underlying Transaksi yang
bersifat perkiraan (anticipatory basis).
Pasal 42
(1) Perpanjangan transaksi (rollover) atas transaksi rupiah
atau valuta asing terhadap ringgit yang dilakukan Bank
ACCD Indonesia dengan Importir/Eksportir dan non-
Bank ACCD Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf a, wajib disertai dengan dokumen
pendukung yang menjelaskan perubahan jangka waktu
penyelesaian transaksi.
(2) Percepatan penyelesaian transaksi (early termination) atas
transaksi rupiah atau valuta asing terhadap ringgit yang
dilakukan Bank ACCD Indonesia dengan
Importir/Eksportir Indonesia dan non-Bank ACCD
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
huruf b, wajib disertai dengan dokumen pendukung yang
menjelaskan bahwa perusahaan di Malaysia atau di
Indonesia melakukan percepatan penyelesaian transaksi.
(3) Pengakhiran transaksi (unwind/cancel up) atas transaksi
rupiah atau valuta asing terhadap ringgit yang dilakukan
Bank ACCD Indonesia dengan Importir/Eksportir
Indonesia dan non-Bank ACCD Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, wajib disertai
dengan dokumen pendukung yang menjelaskan bahwa
perusahaan di Malaysia atau di Indonesia telah
membatalkan ekspor dan/atau impor atau telah terjadi
perubahan nominal Underlying Transaksi.
28
Pasal 43
(1) Bank ACCD Indonesia harus menerima dokumen
Underlying Transaksi yang bersifat final (firm commitment)
dan/atau yang bersifat perkiraan (anticipatory basis)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) pada
tanggal transaksi.
(2) Bank ACCD Indonesia harus menerima dokumen
pendukung perpanjangan transaksi (rollover)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) pada
tanggal perpanjangan transaksi (rollover) dilakukan.
(3) Bank ACCD Indonesia harus menerima dokumen
pendukung percepatan penyelesaian transaksi (early
termination) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(2) pada tanggal percepatan penyelesaian transaksi (early
termination) dilakukan.
(4) Bank ACCD Indonesia harus menerima dokumen
pendukung pengakhiran transaksi (unwind/cancel up)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) pada
tanggal pengakhiran transaksi (unwind/cancel up)
dilakukan.
Pasal 44
(1) Pembiayaan Perdagangan yang diberikan oleh Bank
ACCD Indonesia wajib didukung oleh dokumen
Underlying Transaksi yang bersifat final (firm commitment)
dari Importir/Eksportir Indonesia.
(2) Bank ACCD Indonesia harus menerima dokumen
Underlying Transaksi yang bersifat final (firm commitment)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat
pengajuan Pembiayaan Perdagangan.
Pasal 45
Untuk kepentingan kegiatan investasi pada aset keuangan
dalam ringgit, Bank ACCD Indonesia wajib memastikan
Eksportir Indonesia menyampaikan dokumen pendukung
pada saat penyelesaian investasi dilakukan.
29
BAB V
PENGAKHIRAN PENUNJUKAN BANK ACCD INDONESIA
Pasal 46
(1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia
berkoordinasi dengan Bank Negara Malaysia dapat
mengakhiri penunjukan bank sebagai Bank ACCD
Indonesia dan/atau Bank ACCD Malaysia.
(2) Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
pengakhiran penunjukan bank sebagai Bank ACCD
Indonesia dan/atau Bank ACCD Malaysia.
(3) Bank ACCD Indonesia dan Bank ACCD Malaysia yang
telah menerima surat pemberitahuan pengakhiran
penunjukan sebagai Bank ACCD, tidak dapat melakukan
kegiatan dan transaksi keuangan untuk kepentingan
pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
(4) Bank ACCD Indonesia dan Bank ACCD Malaysia yang
telah menerima surat pemberitahuan pengakhiran
penunjukan sebagai Bank ACCD Indonesia dan Bank
ACCD Malaysia, harus segera memberitahukan kepada
nasabahnya mengenai:
a. penghentian kegiatan bank sebagai Bank ACCD; dan
b. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban
nasabah terkait:
1. penutupan SNA Rupiah, SNA Ringgit, Sub-SNA
Rupiah, dan/atau Sub-SNA Ringgit;
2. pelunasan Pembiayaan Perdagangan; dan
3. hal lain terkait transaksi bank dengan nasabah
untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah
dan Ringgit.
(5) Bank ACCD harus memiliki mekanisme untuk
penyelesaian hak dan kewajiban kepada nasabah terkait
dengan transaksi yang dilakukan untuk kepentingan
pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b.
30
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 47
(1) Bank ACCD Indonesia wajib menyusun dan
menyampaikan laporan untuk kepentingan LCS Rupiah
dan Ringgit kepada Bank Indonesia secara benar,
lengkap, dan tepat waktu.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
formulir:
a. transaksi valuta asing;
b. posisi terbuka transaksi mata uang negara mitra;
c. posisi saldo SNA mitra;
d. transfer dana;
e. posisi saldo dan mutasi sub-SNA mitra; dan
f. posisi Pembiayaan Perdagangan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan data selama 1 (satu) periode laporan yaitu
dari tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang
bersangkutan.
(4) Penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengacu pada Lampiran VII yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini.
Pasal 48
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2)
disusun dan digabungkan dalam 1 (satu) berkas
sebagaimana format pada Lampiran VII.
(2) Dalam hal tidak terdapat transaksi dan/atau posisi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) dalam 1
(satu) periode laporan maka laporan tersebut tetap
disampaikan berupa header.
31
Pasal 49
(1) Dalam hal terdapat kesalahan laporan yang telah
disampaikan oleh Bank ACCD Indonesia kepada Bank
Indonesia, Bank ACCD Indonesia wajib menyampaikan
koreksi atas kesalahan laporan dimaksud.
(2) Koreksi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dalam 1 (satu) berkas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1).
Pasal 50
(1) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 dan/atau koreksi laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 dilakukan secara offline
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan media
surat elektronik kepada [email protected].
(2) Dalam hal terdapat perubahan alamat surat elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
akan menginformasikan perubahan alamat tersebut
melalui surat dan/atau media lainnya.
Pasal 51
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dan/atau koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya.
(2) Dalam hal tanggal 14 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur
nasional yang ditetapkan oleh pemerintah maka laporan
dan/atau koreksi laporan disampaikan pada Hari kerja
berikutnya.
(3) Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling
lambat pada pukul 16.00 WIB.
(4) Dalam hal terdapat kesalahan pada laporan Bank ACCD
Indonesia setelah batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), Bank ACCD Indonesia tetap
harus menyampaikan koreksi laporan.
32
(5) Dalam hal Bank ACCD Indonesia mengalami gangguan
teknis dalam menyampaikan laporan dan/atau koreksi
laporan pada tanggal berakhirnya penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka
laporan dan/atau koreksi laporan disampaikan pada Hari
kerja berikutnya setelah gangguan teknis dapat diatasi.
(6) Dalam hal Bank ACCD Indonesia mengalami gangguan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Bank ACCD
Indonesia harus segera menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis kepada Bank Indonesia disertai dengan
bukti pendukung.
(7) Bank ACCD Indonesia dinyatakan telah menyampaikan
laporan dan/atau koreksi laporan pada tanggal
diterimanya laporan dan/atau koreksi laporan setelah
memperoleh notifikasi dari Bank Indonesia melalui surat
elektronik.
Pasal 52
(1) Dalam hal Bank ACCD Indonesia mengalami keadaan
memaksa (force majeure) sehingga mengakibatkan tidak
tersedianya data selama 1 (satu) periode laporan,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan/atau koreksi
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 untuk
periode laporan tersebut.
(2) Bank ACCD Indonesia yang mengalami keadaan
memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan
terhambatnya penyampaian laporan dan/atau koreksi
laporan untuk 1 (satu) periode laporan, dikecualikan dari
kewajiban menyampaikan laporan dan/atau koreksi
laporan untuk periode laporan tersebut dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1).
(3) Bank ACCD Indonesia yang mengalami keadaan
memaksa (force majeure) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menyampaikan laporan dan/atau koreksi laporan
setelah Bank ACCD Indonesia kembali melakukan
kegiatan operasional secara normal.
33
(4) Dalam hal Bank ACCD Indonesia mengalami keadaan
memaksa (force majeure) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), Bank ACCD Indonesia harus segera
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada
Bank Indonesia disertai dengan bukti pendukung.
Pasal 53
(1) Bank ACCD Indonesia dianggap menyampaikan laporan
dan/atau koreksi laporan secara tidak lengkap apabila
Bank ACCD Indonesia tidak menyampaikan seluruh
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan/atau
koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51.
(2) Bank ACCD Indonesia dianggap tidak menyampaikan
laporan dan/atau koreksi laporan apabila Bank
Indonesia belum menerima laporan dan/atau koreksi
laporan sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51.
BAB VII
KORESPONDENSI
Pasal 54
(1) Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan
Bank Indonesia terkait pelaksanaan LCS Rupiah dan
Ringgit disampaikan oleh Bank ACCD Indonesia kepada
Bank Indonesia dan dialamatkan kepada Departemen
Pengembangan Pasar Keuangan, Gedung C, Lantai 5,
Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350.
(2) Dalam hal terdapat perubahan alamat korespondensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
akan menginformasikan perubahan alamat tersebut
melalui surat dan/atau media lainnya.
34
BAB VIII
TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Pasal 55
(1) Bank Indonesia mengenakan sanksi berupa teguran
tertulis kepada Bank ACCD Indonesia yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
penyelesaian transaksi perdagangan bilateral
menggunakan mata uang lokal (local currency settlement)
melalui bank.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan melalui surat dengan tembusan kepada
otoritas terkait.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada
tanggal 2 Januari 2018.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
penempatan Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 November 2017
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,
PERRY WARJIYO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 19/12/PADG/2017
TENTANG
PENYELESAIAN TRANSAKSI PERDAGANGAN BILATERAL ANTARA INDONESIA
DAN MALAYSIA MENGGUNAKAN RUPIAH DAN RINGGIT MELALUI BANK
I. UMUM
Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia telah memiliki
kesepakatan guna mendorong penggunaan mata uang lokal untuk
penyelesaian transaksi perdagangan bilateral antara Indonesia dan
Malaysia. Hal tersebut merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi
ketergantungan pada mata uang tertentu yang diharapkan dapat
mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
nilai tukar.
Guna mendukung pelaksanaan kesepakatan tersebut, Bank
Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
19/11/PBI/2017 tentang Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral
Menggunakan Mata Uang Lokal (Local Currency Settlement) Melalui Bank.
Sebagai pedoman pelaksanaan ketentuan tersebut diperlukan
peraturan yang mengatur pelaksanaan kegiatan dan transaksi keuangan
melalui skema LCS Rupiah dan Ringgit antara lain mencakup pembukaan
rekening khusus dalam rupiah dan ringgit, pelaksanaan transaksi rupiah
atau valuta asing terhadap ringgit, dan pemberian fasilitas Pembiayaan
Perdagangan dalam rupiah dan ringgit.
2
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Persetujuan penunjukan bank sebagai Bank ACCD
Indonesia dan Bank ACCD Malaysia antara lain terkait
dengan:
1. mitra Bank ACCD Indonesia dan Bank ACCD Malaysia
atau mitra pengganti; dan/atau
2. penyampaian informasi penunjukan bank sebagai
Bank ACCD Indonesia dan Bank ACCD Malaysia.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Surat permohonan kepada Bank Negara Malaysia disampaikan
dalam bahasa Inggris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
3
Pasal 4
Ayat (1)
Dalam melakukan evaluasi terhadap Bank ACCD Indonesia,
Bank Indonesia dapat meminta masukan dan informasi dari
Bank Negara Malaysia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pertimbangan mengenai perkembangan bisnis Bank ACCD
Indonesia untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan
Ringgit serta kepatuhan Bank ACCD Indonesia terkait ketentuan
yang mengatur mengenai LCS Rupiah dan Ringgit antara lain
diperoleh berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dan/atau hasil koordinasi antara Bank
Indonesia dengan otoritas terkait lainnya.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh:
Bank A dan Bank B adalah Bank ACCD Indonesia. Bank A
bermitra dengan Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia
dan Bank B bermitra dengan Bank Y yang merupakan Bank
ACCD Malaysia. Bank A hanya dapat menerima permintaan
pembukaan 1 (satu) SNA Rupiah dari Bank ACCD Malaysia yang
merupakan mitra Bank A (dalam contoh ini Bank X). Bank B
hanya dapat menerima permintaan pembukaan 1 (satu) SNA
Rupiah dari Bank ACCD Malaysia yang merupakan mitra Bank
B (dalam contoh ini Bank Y).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
4
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh
Bank A dan Bank B adalah Bank ACCD Indonesia. Bank A
bermitra dengan Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia
dan Bank B bermitra dengan Bank Y yang merupakan Bank
ACCD Malaysia. Bank A hanya dapat membuka 1 (satu) SNA
Ringgit pada Bank ACCD Malaysia yang merupakan mitra Bank
A (dalam contoh ini Bank X). Bank B hanya dapat membuka 1
(satu) SNA Ringgit pada Bank ACCD Malaysia yang merupakan
mitra Bank B (dalam contoh ini Bank Y).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh:
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia memiliki SNA
Rupiah pada Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia.
Pada tanggal 1 Februari 2018, SNA Rupiah milik Bank X
tersebut menerima transfer rupiah sebesar
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) untuk
eksportir Malaysia atas penjualan barang kepada Importir
Indonesia. Jumlah saldo SNA Rupiah Bank X tersebut
berpotensi melebihi Rp400.000.000.000,00 (empat ratus miliar
rupiah) pada akhir Hari. Oleh karena itu, Bank A harus
menginformasikan kepada Bank X untuk mengurangi saldo SNA
Rupiah hingga jumlahnya paling banyak sebesar
Rp400.000.000.000,00 (empat ratus miliar rupiah) pada akhir
Hari.
5
Ayat (3)
Contoh:
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia memiliki SNA
Rupiah pada Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia.
Pada tanggal 1 Februari 2018, Bank X memiliki saldo SNA
Rupiah sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar
rupiah) pada akhir Hari. Bank X harus memberikan dokumen
kepada Bank A yang menjelaskan bahwa kelebihan saldo SNA
Rupiah sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)
tersebut akan digunakan untuk membayar kewajiban impor
kepada Eksportir di Indonesia atau investasi pada aset
keuangan dalam rupiah pada Hari berikutnya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Permohonan beserta dokumen pendukung disampaikan melalui
Bank ACCD Malaysia yang merupakan mitra dari Bank ACCD
Indonesia dimana saldo SNA Ringgit melebihi
MYR100,000,000.00 (seratus juta ringgit Malaysia) pada akhir
Hari.
Contoh:
Pada tanggal 1 Maret 2018, Bank A yang merupakan Bank
ACCD Indonesia memiliki saldo SNA Ringgit pada Bank X yang
merupakan Bank ACCD Malaysia sebesar MYR120,000,000.00
(seratus dua puluh juta ringgit Malaysia) pada akhir Hari. Oleh
karena itu, Bank A harus mengajukan permohonan beserta
dokumen pendukung kepada Bank Negara Malaysia melalui
Bank X yang menjelaskan bahwa kelebihan saldo SNA Ringgit
tersebut sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh juta ringgit
Malaysia) akan digunakan untuk membayar kewajiban impor
6
kepada eksportir di Malaysia atau melakukan investasi pada
aset keuangan dalam ringgit pada Hari berikutnya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Contoh:
Rekening Sub-SNA Ringgit milik PT X yang merupakan
Eksportir Indonesia bertambah sebesar MYR10,000,000.00
(sepuluh juta ringgit Malaysia) karena menerima hasil
penjualan barang kepada importir Malaysia.
Huruf b
Contoh:
Importir Indonesia melakukan transaksi spot beli MYR/IDR
sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia)
dengan Bank ACCD Indonesia untuk pembayaran impor
kepada eksportir Malaysia. Berdasarkan transaksi tersebut,
Sub-SNA Ringgit milik Importir Indonesia bertambah
sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia).
Huruf c
Contoh:
Rekening Sub-SNA Ringgit milik PT X yang merupakan
Eksportir Indonesia bertambah sebesar MYR10,000.00
(sepuluh ribu ringgit Malaysia) karena memperoleh bunga
dari rata-rata saldo Sub-SNA Ringgit.
7
Huruf d
Contoh:
Rekening Sub-SNA Ringgit milik PT Y yang merupakan
Eksportir Indonesia bertambah sebesar MYR1,000,000.00
(satu juta ringgit Malaysia) karena menerima pencairan
dana dari fasilitas Pembiayaan Perdagangan yang diberikan
oleh Bank ACCD Indonesia.
Ayat (2)
Huruf a
Contoh:
Rekening Sub-SNA Ringgit milik PT A yang merupakan
Importir Indonesia berkurang sebesar MYR10,000,000.00
(sepuluh juta ringgit Malaysia) karena digunakan untuk
membayar pembelian barang kepada eksportir Malaysia.
Huruf b
Contoh:
Eksportir Indonesia melakukan transaksi spot jual
MYR/IDR sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit
Malaysia) dengan Bank ACCD Indonesia untuk
mengkonversi devisa hasil ekspor dalam ringgit.
Berdasarkan transaksi tersebut, Sub-SNA Ringgit milik
Eksportir Indonesia berkurang sebesar MYR10,000,000.00
(sepuluh juta ringgit Malaysia).
Huruf c
Contoh:
Rekening Sub-SNA Ringgit milik PT Y yang merupakan
Importir Indonesia berkurang sebesar MYR1,000,000.00
(satu juta ringgit Malaysia) karena digunakan untuk
melunasi fasilitas Pembiayaan Perdagangan yang diberikan
oleh Bank ACCD Indonesia.
Huruf d
Contoh:
PT D yang merupakan Eksportir Indonesia melakukan
pembelian surat berharga atau obligasi pemerintah
Malaysia sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit
Malaysia). Berdasarkan transaksi tersebut, rekening Sub-
8
SNA Ringgit milik PT D berkurang sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia).
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Contoh:
Rekening Sub-SNA Rupiah milik perusahaan X Berhad yang
merupakan eksportir Malaysia bertambah sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) karena menerima
hasil penjualan barang kepada Importir Indonesia.
Huruf b
Contoh:
Importir Malaysia melakukan transaksi spot beli IDR/MYR
sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dengan
Bank ACCD Malaysia untuk pembayaran impor kepada
Eksportir Indonesia. Berdasarkan transaksi tersebut, Sub-
SNA Rupiah milik importir Malaysia bertambah sebesar
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Huruf c
Contoh:
Rekening Sub-SNA Rupiah milik perusahaan X Berhad yang
merupakan eksportir Malaysia bertambah sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) karena memperoleh
bunga dari rata-rata saldo Sub-SNA Rupiah.
Huruf d
Contoh:
Rekening Sub-SNA Rupiah milik perusahaan Y Berhad yang
merupakan eksportir Malaysia bertambah sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) karena menerima
9
pencairan dana dari fasilitas Pembiayaan Perdagangan yang
diberikan oleh Bank ACCD Malaysia.
Ayat (2)
Huruf a
Contoh:
Rekening Sub-SNA Rupiah milik perusahaan X Berhad yang
merupakan importir Malaysia berkurang sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) karena digunakan
untuk membayar pembelian barang kepada Eksportir
Indonesia.
Huruf b
Contoh:
Eksportir Malaysia melakukan transaksi spot jual IDR/MYR
sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dengan
Bank ACCD Malaysia untuk mengkonversi devisa hasil
ekspor dalam rupiah. Berdasarkan transaksi tersebut, Sub-
SNA Rupiah milik eksportir Malaysia berkurang sebesar
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Huruf c
Contoh:
Rekening Sub-SNA Rupiah milik perusahaan Y Berhad yang
merupakan importir Malaysia berkurang sebesar
Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah) karena digunakan
untuk melunasi fasilitas Pembiayaan Perdagangan yang
diberikan oleh Bank ACCD Malaysia.
Huruf d
Contoh:
Perusahaan X Berhad yang merupakan eksportir Malaysia
melakukan pembelian surat berharga atau obligasi
pemerintah Indonesia sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Berdasarkan transaksi tersebut, rekening
Sub-SNA Rupiah milik perusahaan X Berhad berkurang
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 15
Cukup jelas.
10
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “non-Bank ACCD Indonesia” adalah
Bank di Indonesia yang bukan merupakan Bank ACCD.
Contoh:
Bank B yang merupakan non-Bank ACCD Indonesia melakukan
pembelian MYR/IDR melalui transaksi spot sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia) kepada Bank
C yang merupakan Bank ACCD Indonesia untuk kepentingan
Importir A di Indonesia yang akan melakukan pembayaran
pembelian barang kepada eksportir di Malaysia. Pembelian
MYR/IDR oleh Bank B tersebut didukung oleh Underlying
Transaksi dari Importir A.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Contoh:
Importir B di Indonesia sesuai kontrak penjualan (sales contract)
memiliki kewajiban kepada eksportir di Malaysia yang akan
jatuh waktu 1 (satu) bulan sebesar MYR1,000,000.00 (satu juta
ringgit Malaysia). Berdasarkan Underlying Transaksi tersebut,
Importir B melakukan transaksi pembelian MYR/IDR melalui
transaksi forward paling banyak sebesar MYR1,000,000.00 (satu
juta ringgit Malaysia) dengan jangka waktu paling lama 1 (satu)
bulan.
Ayat (5)
Contoh:
Importir C di Indonesia bermaksud untuk melunasi tagihan dari
eksportir X di Malaysia sebesar USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) atau ekuivalen sebesar MYR422,000.00
(empat ratus dua puluh dua ribu ringgit Malaysia) dengan kurs
USD/MYR sebesar 4.22. Berdasarkan tagihan tersebut, Importir
C dapat melakukan pembelian MYR/IDR melalui transaksi spot
sebesar MYR422,000.00 (empat ratus dua puluh dua ribu ringgit
Malaysia).
11
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “squaring position” adalah transaksi yang
dilakukan Bank ACCD Indonesia untuk menihilkan posisi
terbuka yang timbul dari transaksi sebelumnya.
Yang dimaksud dengan “non-Bank ACCD Malaysia” adalah bank
di Malaysia yang bukan merupakan Bank ACCD.
Contoh:
Importir A di Indonesia melakukan transaksi forward beli
MYR/IDR sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit
Malaysia) kepada Bank B yang merupakan Bank ACCD
Indonesia. Berdasarkan transaksi dengan Importir A tersebut,
Bank B dapat melakukan squaring position dengan Bank X yang
merupakan Bank ACCD Malaysia berupa transaksi forward beli
MYR/IDR sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit
Malaysia) tanpa Underlying Transaksi.
Ayat (2)
Huruf a
Contoh:
Importir A di Indonesia melakukan pembelian MYR/IDR
kepada Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia
melalui transaksi spot sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh
juta ringgit Malaysia). Kemudian, Eksportir B di Indonesia
melakukan penjualan MYR/IDR melalui transaksi spot
sebesar MYR7,000,000.00 (tujuh juta ringgit Malaysia)
kepada Bank B. Berdasarkan transaksi tersebut, Bank B
dapat melakukan squaring position secara net basis dengan
melakukan pembelian MYR/IDR kepada Bank ACCD
Malaysia lainnya sebesar MYR3,000,000.00 (tiga juta ringgit
Malaysia) yang merupakan selisih dari MYR10,000,000.00 –
MYR7,000,000.00.
Huruf b
Contoh:
Importir C di Indonesia melakukan transaksi spot beli
MYR/IDR kepada Bank Y yang merupakan Bank ACCD
Indonesia melalui transaksi spot sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia).
12
Eksportir B juga melakukan penjualan MYR/IDR melalui
transaksi spot sebesar MYR7,000,000.00 (tujuh juta ringgit
Malaysia) kepada Bank Y. Berdasarkan transaksi tersebut,
Bank Y dapat melakukan squaring position secara gross
basis dengan melakukan transaksi spot beli MYR/IDR
sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia)
dan transaksi spot jual MYR/IDR sebesar MYR7,000,000.00
(tujuh juta ringgit Malaysia) dengan non-Bank ACCD
Malaysia disertai dengan Underlying Transaksi.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh:
Importir A di Malaysia melakukan pembelian IDR/MYR kepada
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia melalui transaksi
spot sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kemudian, Eksportir B di Malaysia melakukan penjualan
IDR/MYR melalui transaksi spot sebesar Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) kepada Bank X. Berdasarkan transaksi
tersebut, Bank X dapat melakukan squaring position secara net
basis dengan melakukan pembelian IDR/MYR kepada Bank
ACCD Indonesia dengan melakukan transaksi spot sebesar
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) yang merupakan
selisih dari Rp1.000.000.000,00 – Rp600.000.000,00.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “netting” adalah penyelesaian transaksi
yang dilakukan tanpa pemindahan dana pokok secara penuh
sehingga yang bergerak hanya sejumlah dana yang merupakan
hasil perhitungan nominal transaksi (notional) dengan selisih
kurs.
Ayat (2)
Cukup jelas.
13
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” adalah dokumen
di luar Underlying Transaksi yang membuktikan terjadinya
perpanjangan transaksi (rollover), percepatan penyelesaian
transaksi (early termination), dan/atau pengakhiran transaksi
(unwind/cancel up).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “netting” adalah penyelesaian transaksi
yang dilakukan tanpa pemindahan dana pokok secara penuh
sehingga yang bergerak hanya sejumlah dana yang merupakan
hasil perhitungan nominal transaksi (notional) dengan selisih
kurs.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Bank ACCD yang sama sesuai dengan
kontrak transaksi awal” adalah Bank ACCD Indonesia dan/atau
Bank ACCD Malaysia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
14
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Bank ACCD yang sama sesuai dengan
kontrak transaksi awal” adalah Bank ACCD Indonesia dan/atau
Bank ACCD Malaysia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “jenis Pembiayaan Perdagangan yang
lazim dilakukan” antara lain letter of credit (L/C), standby L/C,
trust receipt, atau letter of guarantee.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Contoh:
Importir C di Indonesia melakukan pembelian barang sebesar
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) dari
eksportir X di Malaysia. Importir C membuka letter of credit di
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia untuk melunasi
tagihan dari eksportir X di Malaysia sebesar USD100,000.00
(seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalen sebesar
MYR422,000.00 (empat ratus dua puluh dua ribu ringgit
Malaysia) dengan kurs USD/MYR sebesar 4.22. Berdasarkan
tagihan tersebut, Importir C dapat melakukan pembelian
MYR/IDR melalui transaksi spot sebesar MYR422,000.00 (empat
ratus dua puluh dua ribu ringgit Malaysia).
Ayat (2)
Cukup jelas.
15
Pasal 24
Ayat (1)
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia bermaksud
untuk memberikan fasilitas Pembiayaan Perdagangan kepada
Importir B di Indonesia sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta
ringgit Malaysia). Bank A dapat melakukan pinjaman langsung
kepada Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia paling
banyak sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit
Malaysia). Dalam hal ini, Underlying Transaksi berupa fasilitas
Pembiayaan Perdagangan.
Ayat (2)
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia memberikan
fasilitas Pembiayaan Perdagangan kepada Importir D di
Indonesia sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh juta ringgit
Malaysia) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan yang sumber
dananya didanai oleh pinjaman langsung (direct borrowing) dari
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia. Pinjaman
langsung yang dilakukan antara Bank A kepada Bank X paling
lama sama dengan jangka waktu Pembiayaan Perdagangan yaitu
3 (tiga) bulan.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh:
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia bermaksud
memberikan fasilitas Pembiayaan Perdagangan kepada importir
Y di Malaysia sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah). Berdasarkan Underlying Transaksi tersebut, Bank X
melakukan pinjaman langsung dalam rupiah kepada Bank B
yang merupakan Bank ACCD Indonesia sebesar
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Dalam hal ini,
Bank B melakukan penempatan dalam rupiah kepada Bank X
16
paling banyak sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
Rupiah).
Ayat (3)
Contoh:
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia melakukan
fasilitas Pembiayaan Perdagangan kepada importir Y di Malaysia
sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) dengan
jangka waktu 5 (lima) bulan. Berdasarkan Underlying Transaksi
tersebut, Bank X melakukan pinjaman langsung dalam rupiah
kepada Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia sebesar
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah) dengan tenor 5
(lima) bulan. Dengan demikian, penempatan dalam rupiah yang
dilakukan oleh Bank B kepada Bank X paling lama sama dengan
jangka waktu Pembiayaan Perdagangan yaitu 5 (lima) bulan.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia membeli
obligasi pemerintah/surat berharga negara Malaysia
sebesar MYR1,000,000.00 (satu juta ringgit Malaysia)
sehingga dapat mengurangi saldo SNA Ringgit pada akhir
Hari.
Huruf b
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia melakukan
transaksi swap MYR/IDR atau MYR/USD sebesar
MYR1,000,000.00 (satu juta ringgit Malaysia) dengan Bank
B yang merupakan Bank ACCD Indonesia atau dengan
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia sehingga
mengurangi saldo SNA Ringgit.
17
Huruf c
Contoh:
Bank C yang merupakan Bank ACCD Indonesia melakukan
konversi ringgit ke rupiah sebesar MYR1,000,000.00 (satu
juta ringgit Malaysia) melalui transaksi spot sehingga
mengurangi jumlah saldo SNA Ringgit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia melakukan
investasi pada surat berharga negara Malaysia sebesar
MYR30,000,000.00 (tiga puluh juta ringgit Malaysia) dengan
kupon 3% (tiga persen) per tahun. Berdasarkan investasi
tersebut, pada saat jatuh waktu pembayaran kupon Bank A
menerima kupon sebesar MYR225,000.00 (dua ratus dua puluh
lima ribu ringgit Malaysia). Penerimaan kupon tersebut dapat
ditransfer ke rekening SNA Ringgit milik Bank A.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara lain bukti
investasi atau kepemilikan aset keuangan dalam ringgit di
Malaysia.
Pasal 28
Ayat (1)
Contoh:
Eksportir A di Indonesia memiliki saldo Sub-SNA Ringgit sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia) yang dananya
berasal dari devisa hasil ekspor. Berdasarkan saldo SNA Ringgit
tersebut, Eksportir A dapat melakukan pembelian saham di
Malaysia sebesar MYR5,000,000.00 (lima juta ringgit Malaysia).
Ayat (2)
Contoh:
Eksportir B di Indonesia memiliki saldo Sub-SNA Ringgit sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia) yang dananya
berasal dari devisa hasil ekspor. Berdasarkan saldo Sub-SNA
Ringgit tersebut, Eksportir B dapat melakukan pembelian saham
18
di Malaysia sebesar MYR5,000,000.00 (lima juta ringgit
Malaysia). 6 (enam) bulan kemudian, Eksportir B bermaksud
untuk menjual saham. Dana hasil penjualan saham tidak dapat
ditransfer kembali ke Sub-SNA Ringgit pada Bank ACCD
Indonesia.
Ayat (3)
Contoh:
Importir C di Indonesia memiliki saldo Sub-SNA Ringgit sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia) yang dananya
berasal dari pembelian MYR/IDR melalui transaksi spot untuk
pembayaran kewajiban kepada eksportir di Malaysia.
Berdasarkan saldo Sub-SNA Ringgit tersebut, Importir C tidak
dapat menggunakan dana tersebut untuk melakukan investasi
di Malaysia mengingat dana tersebut ditujukan untuk
membayar kewajiban kepada eksportir di Malaysia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Contoh:
Eksportir A di Indonesia memiliki saldo Sub-SNA Ringgit pada
Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia) yang dananya
berasal dari devisa hasil ekspor. Eksportir A melakukan
pembelian saham di Malaysia sebesar MYR5,000,000.00 (lima
juta ringgit Malaysia). Berdasarkan kegiatan investasi tersebut,
Bank B wajib memastikan Eksportir A menyampaikan dokumen
pendukung antara lain berupa bukti konfirmasi pembelian
saham.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Contoh:
Eksportir X di Malaysia memiliki saldo Sub-SNA Rupiah sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang dananya berasal
dari devisa hasil ekspor. Berdasarkan saldo Sub-SNA Rupiah
19
tersebut, Eksportir X dapat melakukan pembelian saham di
Indonesia sebesar Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat (2)
Contoh:
Eksportir X di Malaysia memiliki saldo Sub-SNA Rupiah sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang dananya berasal
dari devisa hasil ekspor. Berdasarkan saldo Sub-SNA Rupiah
tersebut, eksportir X dapat melakukan pembelian saham di
Indonesia sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 6
(enam) bulan kemudian, eksportir X bermaksud untuk menjual
saham. Dana hasil penjualan saham tersebut tidak dapat
ditransfer kembali ke Sub-SNA Rupiah eksportir X pada Bank
ACCD Malaysia.
Ayat (3)
Contoh:
Importir X di Malaysia memiliki saldo Sub-SNA Rupiah sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang dananya berasal
dari pembelian IDR/MYR melalui transaksi spot untuk
pembayaran kewajiban kepada Eksportir di Indonesia.
Berdasarkan saldo Sub-SNA Rupiah tersebut, importir X tidak
dapat menggunakan dana tersebut untuk melakukan investasi
di Indonesia mengingat dana tersebut ditujukan untuk
membayar kewajiban kepada Eksportir di Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia melakukan
transaksi swap beli MYR/IDR sebesar MYR10,000,000.00
(sepuluh juta ringgit Malaysia) dengan Bank B yang merupakan
Bank ACCD Indonesia. Bank A kemudian melakukan transaksi
swap jual MYR/IDR sebesar MYR5,000,000.00 (lima juta ringgit
Malaysia) dengan Bank X yang merupakan Bank ACCD
20
Malaysia. Dengan demikian, Bank A memiliki posisi gross
transaksi swap sebesar MYR15,000,000.00 (lima belas juta
ringgit Malaysia).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Yang dimaksud dengan “non-SNA Ringgit” adalah rekening ringgit
pada bank di Malaysia.
Huruf a
Contoh:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia melakukan
transaksi spot beli MYR/IDR sebesar MYR10,000,000.00
(sepuluh juta ringgit Malaysia) dengan Bank B yang
merupakan Bank ACCD Indonesia. Berdasarkan transaksi
tersebut, Bank B dapat melakukan transfer ringgit kepada
Bank A paling banyak sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh
juta ringgit Malaysia).
Huruf b
Contoh 1:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia melakukan
transfer ringgit sebesar MYR1,000,000.00 (satu juta ringgit
Malaysia) dari rekening SNA Ringgit milik Bank A ke
rekening ringgit lainnya (non-SNA Ringgit) milik Bank B
yang merupakan Bank ACCD Indonesia.
Contoh 2:
Bank C yang merupakan non-Bank ACCD Indonesia
melakukan transaksi spot beli MYR/IDR sebesar
MYR500,000.00 (lima ratus ribu ringgit Malaysia) dengan
Bank D yang merupakan Bank ACCD Indonesia untuk
kepentingan nasabahnya yang merupakan Importir
21
Indonesia dengan Underlying Transaksi berupa invoice
pembelian barang dari Malaysia. Berdasarkan transaksi
tersebut Bank D dapat melakukan transfer dari rekening
SNA Ringgit milik Bank D ke rekening ringgit milik Bank C
pada bank di Malaysia (non-SNA ringgit) sebesar
MYR500,000.00 (lima ratus ribu ringgit Malaysia).
Huruf c
Contoh:
Importir A di Indonesia yang memiliki Sub-SNA Ringgit
pada Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia akan
melakukan pembayaran kewajiban atas pembelian barang
dari eksportir X di Malaysia yang memiliki rekening ringgit
pada Bank Y yang merupakan Bank ACCD Malaysia
sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia).
Berdasarkan transaksi Importir A tersebut, Bank B akan
melakukan:
1. pendebitan Sub-SNA Ringgit Importir A pada Bank B
sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit
Malaysia); dan
2. meminta Bank Y untuk mendebit SNA Ringgit milik
Bank B pada Bank Y sebesar MYR10,000,000.00
(sepuluh juta ringgit Malaysia) untuk selanjutnya
ditransfer kepada rekening ringgit milik eksportir X
pada non-Bank ACCD di Malaysia.
Huruf d
Contoh:
Importir C di Indonesia yang memiliki Sub-SNA Ringgit
pada Bank D yang merupakan Bank ACCD Indonesia akan
melakukan pembayaran kewajiban atas pembelian barang
dari eksportir Y di Malaysia sebesar MYR20,000,000.00
(dua puluh juta ringgit Malaysia). Berdasarkan transaksi
Importir C, Bank D akan melakukan:
1. pendebitan Sub-SNA Ringgit milik Importir C pada
Bank D sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh juta
ringgit Malaysia); dan
2. mentransfer ringgit dari SNA Ringgit milik Bank Y pada
Bank ACCD Malaysia sebesar MYR20,000,000.00 (dua
22
puluh juta ringgit Malaysia) kepada rekening ringgit
milik eksportir Y pada Bank ACCD di Malaysia.
Huruf e
Contoh:
Eksportir E di Indonesia memiliki saldo Sub-SNA Ringgit
sebesar MYR40,000,000.00 (empat puluh juta ringgit
Malaysia) yang diperoleh dari devisa hasil ekspor pada Bank
F yang merupakan Bank ACCD Indonesia. Eksportir E
melalui perusahaan sekuritas di Malaysia bermaksud
melakukan investasi atas sebagian dana tersebut dalam
bentuk obligasi di Malaysia sebesar MYR20,000,000.00 (dua
puluh juta ringgit Malaysia). Berdasarkan perintah
Eksportir E, Bank F akan melakukan:
1. pendebitan Sub-SNA Ringgit milik Eksportir E pada
Bank F sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh juta
ringgit Malaysia); dan
2. transfer ringgit dari SNA Ringgit milik Bank F pada
Bank ACCD Malaysia kepada rekening ringgit milik
perusahaan sekuritas pada bank di Malaysia untuk
penyelesaian pembelian obligasi oleh Eksportir E
sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh juta ringgit
Malaysia).
Pasal 34
Yang dimaksud dengan “non-SNA Rupiah” adalah rekening rupiah
pada Bank di Indonesia.
Huruf a
Contoh:
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia melakukan
transaksi spot beli IDR/MYR sebesar Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dengan Bank A yang merupakan
Bank ACCD Indonesia. Berdasarkan transaksi tersebut,
Bank A dapat melakukan transfer rupiah kepada Bank X
sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
23
Huruf b
Contoh 1:
Bank X yang merupakan Bank ACCD Malaysia melakukan
transfer rupiah sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah) dari rekening SNA Rupiah milik Bank X ke
rekening rupiah lainnya (non-SNA Rupiah) milik Bank Y
yang merupakan Bank ACCD Malaysia.
Contoh 2:
Bank X yang merupakan non-Bank ACCD Malaysia
melakukan transaksi spot beli IDR/MYR sebesar
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dengan Bank Y
yang merupakan Bank ACCD Malaysia untuk kepentingan
nasabahnya yang merupakan importir Malaysia dengan
Underlying Transaksi berupa invoice pembelian barang dari
Indonesia. Berdasarkan transaksi tersebut, Bank Y dapat
melakukan transfer dari rekening SNA Rupiah milik Bank Y
ke rekening rupiah (non-SNA Rupiah) milik Bank X pada
Bank di Indonesia sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
Huruf c
Contoh:
Importir X di Malaysia yang memiliki Sub-SNA Rupiah pada
Bank Y yang merupakan Bank ACCD Malaysia akan
melakukan pembayaran kewajiban atas pembelian barang
dari Eksportir A di Indonesia yang memiliki rekening rupiah
pada Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia
sebesar Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah). Bank Y
memiliki rekening SNA Rupiah pada Bank B. Berdasarkan
transaksi importir X tersebut, Bank Y akan melakukan:
1. pendebitan Sub-SNA Rupiah importir X pada Bank Y
sebesar Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah); dan
2. meminta Bank B untuk mendebit SNA Rupiah milik
Bank Y pada Bank B sebesar Rp1.000.000.000.00
(satu miliar rupiah) untuk selanjutnya
dipindahbukukan kepada rekening rupiah milik
Eksportir A pada Bank B.
24
Huruf d
Contoh:
Importir X di Malaysia yang memiliki Sub-SNA Rupiah pada
Bank Y yang merupakan Bank ACCD Malaysia akan
melakukan pembayaran kewajiban atas pembelian barang
dari Eksportir A di Indonesia sebesar Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah). Berdasarkan transaksi importir X,
Bank Y akan melakukan:
1. pendebitan Sub-SNA Rupiah milik importir X pada
Bank Y sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah); dan
2. mentransfer rupiah dari SNA Rupiah milik Bank Y
pada Bank ACCD Indonesia sebesar Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) ke rekening rupiah milik
Eksportir A pada Bank ACCD di Indonesia.
Huruf e
Contoh:
Eksportir X di Malaysia memiliki saldo Sub-SNA Rupiah
sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) pada
Bank Y yang merupakan Bank ACCD Malaysia yang
diperoleh dari devisa hasil ekspor. Eksportir X melalui
perusahaan sekuritas di Indonesia bermaksud melakukan
investasi atas sebagian dana tersebut dalam bentuk obligasi
di Indonesia sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah). Berdasarkan perintah eksportir X, Bank Y akan
melakukan:
1. pendebitan Sub-SNA Rupiah milik eksportir X pada
Bank Y sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah); dan
2. transfer rupiah dari SNA Rupiah milik Bank Y pada
Bank ACCD Indonesia ke rekening rupiah milik
perusahaan sekuritas pada Bank di Indonesia untuk
penyelesaian pembelian obligasi oleh eksportir X
sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
25
Pasal 35
Contoh 1:
Importir D di Indonesia melakukan transaksi spot beli MYR/IDR
kepada Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia sebesar
MYR100,000.00 (seratus ribu ringgit Malaysia) untuk pembayaran
impor barang kepada eksportir Malaysia dengan Underlying
Transaksi berupa invoice. Atas posisi tersebut Bank A melakukan
squaring position dengan Bank Z yang merupakan non-Bank ACCD
Malaysia berupa transaksi spot beli MYR/IDR sebesar
MYR100,000.00 (seratus ribu ringgit Malaysia) dengan kurs
MYR/IDR sebesar 3,200. Pada saat jatuh waktu Bank A akan
mentrasfer dana rupiah sebesar Rp320.000.000,00 (tiga ratus dua
puluh juta rupiah) kepada rekening rupiah milik Bank Z pada Bank
di Indonesia dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa
invoice pembelian barang oleh Importir D.
Contoh 2:
Bank Z yang merupakan non-Bank ACCD Malaysia melakukan
transaksi spot beli IDR/MYR sebesar Rp320.000.000,00 (tiga ratus
dua puluh juta rupiah) dengan Bank Y yang merupakan Bank ACCD
Malaysia untuk kepentingan importir X di Malaysia dalam rangka
pembayaran impor barang kepada Eksportir Indonesia dengan
Underlying Transaksi berupa invoice. Pada saat jatuh waktu, Bank Y
akan melakukan transfer dana rupiah sebesar Rp320.000.000,00
(tiga ratus dua puluh juta rupiah) ke rekening rupiah milik Bank Z
pada Bank di Indonesia dengan menggunakan Underlying Transaksi
berupa invoice pembelian barang oleh importir X.
Pasal 36
Ayat (1)
yang dimaksud dengan “”sarana penyedia informasi” antara lain
Reuters.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
26
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Yang dimaksud dengan transaksi “non-deliverable forward” adalah
transaksi derivatif forward yang penyelesaian transaksinya dilakukan
tanpa pemindahan dana pokok secara penuh melainkan hanya
pemindahan sejumlah dana yang merupakan hasil perhitungan
nominal transaksi dengan selisih kurs.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Contoh:
Pada tanggal 1 Agustus 2018, perusahaan A di Indonesia yang
memiliki aktivitas impor dan ekspor melakukan transaksi
forward beli MYR/IDR dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan
sebesar MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia)
untuk membayar impor pembelian barang dari Malaysia. Pada
tanggal 1 Agustus 2018, perusahaan A juga melakukan
transaksi forward jual MYR/IDR dengan jangka waktu 3 (tiga)
bulan sebesar MYR2,000,000.00 (dua juta ringgit Malaysia)
untuk menjual devisa hasil ekspor ke Malaysia. Berdasarkan
masing-masing transaksi tersebut, perusahaan A harus
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi sebagai berikut:
1. dokumen perkiraan pembayaran impor sebesar
MYR10,000,000.00 (sepuluh juta ringgit Malaysia); dan
27
2. dokumen perkiraan penerimaan ekspor sebesar
MYR2,000,000.00 (dua juta ringgit Malaysia).
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Contoh:
Bank ACCD Indonesia melakukan transaksi spot MYR/IDR
dengan non-Bank ACCD Indonesia. Transaksi ini dilakukan
untuk memenuhi kepentingan Importir di Indonesia. Non-Bank
ACCD Indonesia wajib menyampaikan dokumen Underlying
Transaksi antara lain letter of credit atau invoice yang
menunjukkan transaksi perdagangan barang dan jasa antara
Indonesia dan Malaysia.
Ayat (2)
Contoh:
Bank ACCD Indonesia melakukan transaksi forward MYR/IDR
dengan non-Bank ACCD Indonesia. Transaksi ini dilakukan
untuk memenuhi kepentingan Importir di Indonesia. Dalam hal
ini, non-Bank ACCD Indonesia wajib menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi yang bersifat final (firm commitment) atas
transaksi yang dilakukan non-Bank ACCD Indonesia dengan
Importir Indonesia antara lain letter of credit atau invoice yang
menunjukkan transaksi perdagangan barang dan jasa antara
Indonesia dan Malaysia, atau dokumen Underlying Transaksi
yang bersifat perkiraan (anticipatory basis) dari Importir
Indonesia antara lain berupa perkiraan pembayaran impor
paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 41
Ayat (1)
Contoh:
Bank ACCD Indonesia melakukan transaksi spot MYR/IDR
dengan Importir Indonesia. Bank ACCD Indonesia wajib
meminta kepada Importir Indonesia untuk menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final (firm
28
commitment) atas impor barang yang dilakukan Importir antara
lain letter of credit atau invoice yang menunjukkan transaksi
perdagangan barang dan jasa antara Indonesia dan Malaysia.
Ayat (2)
Contoh:
Bank ACCD Indonesia melakukan transaksi forward MYR/IDR
dengan Importir Indonesia. Bank ACCD Indonesia wajib
meminta kepada Importir Indonesia untuk menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi yang bersifat final (firm
commitment) atas impor barang antara lain letter of credit atau
invoice yang menunjukkan transaksi perdagangan barang dan
jasa antara Indonesia dan Malaysia atau dokumen Underlying
Transaksi yang bersifat perkiraan (anticipatory basis) antara lain
perkiraan pembayaran impor paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 42
Ayat (1)
Contoh:
Importir A di Indonesia melakukan transaksi forward beli
MYR/IDR dengan Bank B yang merupakan Bank ACCD
Indonesia dengan jangka waktu 1 (satu) bulan. Pada 2 (dua) hari
sebelum transaksi forward jatuh waktu, Importir A melakukan
rollover transaksi forward tersebut. Bank B wajib meminta
dokumen pendukung kepada Importir A yang menjelaskan
penundaan waktu pembayaran kepada eksportir di Malaysia.
Ayat (2)
Contoh:
Importir C di Indonesia melakukan transaksi forward beli
MYR/IDR dengan Bank D yang merupakan Bank ACCD
Indonesia dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan. Pada 2 (dua)
bulan sebelum transaksi forward jatuh waktu, Importir C
melakukan early termination transaksi forward tersebut. Bank D
wajib meminta dokumen pendukung kepada Importir C yang
menjelaskan percepatan penyelesaian transaksi kepada
eksportir di Malaysia.
29
Ayat (3)
Contoh:
Importir A di Indonesia melakukan transaksi spot beli MYR/IDR
dengan Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia untuk
pembayaran kewajiban kepada eksportir di Malaysia. Pada saat
jatuh waktu, Importir A memberitahukan Bank B bahwa terjadi
pembatalan pembelian barang sehingga Importir A melakukan
pengakhiran transaksi spot. Berdasarkan pengakhiran transaksi
tersebut, Bank B wajib meminta dokumen pendukung kepada
Importir yang menunjukan pembatalan pembelian barang
kepada eksportir Malaysia.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara lain bukti
konfirmasi pembelian aset keuangan dalam ringgit di Malaysia.
Contoh:
Eksportir A di Indonesia melakukan investasi pada obligasi korporasi
di Malaysia sebesar MYR20,000,000.00 (dua puluh juta ringgit
Malaysia) dengan sumber dana berasal dari devisa hasil ekspor.
Berdasarkan kegiatan investasi tersebut, Eksportir A wajib
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi kepada Bank ACCD
Indonesia antara lain berupa bukti konfirmasi pembelian obligasi
korporasi.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
30
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “transaksi valuta asing” adalah data
transaksi rupiah dan valuta asing terhadap ringgit yang
dilakukan oleh Bank ACCD Indonesia dengan Bank ACCD
lainnya, non-Bank ACCD, dan/atau Importir/Eksportir
Indonesia, untuk kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan
Ringgit.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “posisi terbuka mata uang negara
mitra” adalah data posisi terbuka transaksi ringgit terhadap
rupiah dan valuta asing pada akhir Hari.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “posisi saldo SNA mitra” adalah
data saldo akhir Hari dan total mutasi harian dari SNA
mitra.
Yang dimaksud dengan “SNA mitra” adalah rekening
khusus milik Bank ACCD Indonesia dalam ringgit yang
dibuka pada Bank ACCD Malaysia untuk kepentingan
pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “transfer dana” adalah data
transaksi transfer dana dari dan/atau ke SNA mitra.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “posisi saldo dan mutasi sub-SNA
mitra” adalah saldo akhir Hari dan rincian mutasi harian
dari sub-SNA mitra.
Yang dimaksud dengan “sub-SNA mitra” adalah rekening
khusus milik Importir/Eksportir Indonesia dalam ringgit
yang dibuka pada Bank ACCD Indonesia untuk
kepentingan pelaksanaan LCS Rupiah dan Ringgit.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “posisi Pembiayaan Perdagangan”
adalah data posisi (outstanding amount) harian Pembiayaan
Perdagangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
31
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh:
Bank ACCD Indonesia telah menyampaikan laporan untuk
bulan November 2018, namun terdapat kesalahan pengisian
pada salah satu baris formulir posisi Pembiayaan Perdagangan.
Berdasarkan hal tersebut, Bank ACCD Indonesia harus
menyampaikan kembali seluruh informasi dalam formulir posisi
Pembiayaan Perdagangan yang mencakup baris yang telah
dikoreksi dan baris lainnya yang tidak dikoreksi.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan ”gangguan teknis” adalah gangguan
yang menyebabkan Bank ACCD Indonesia tidak dapat
menyampaikan laporan dan/atau koreksi laporan kepada Bank
Indonesia antara lain karena gangguan pada sistem di intern
Bank ACCD Indonesia dan gangguan jaringan telekomunikasi.
32
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keadaan memaksa (force majeure)”
adalah keadaan yang secara nyata menyebabkan Bank ACCD
Indonesia tidak dapat menyusun dan menyampaikan laporan
dan/atau koreksi laporan, antara lain kebakaran, kerusuhan
massa, terorisme, bom, perang, sabotase, serta bencana alam
seperti gempa bumi dan banjir, yang dibenarkan oleh pejabat
dari instansi terkait di daerah setempat.
Contoh 1:
Bank A yang merupakan Bank ACCD Indonesia mengalami
bencana alam sehingga menyebabkan force majeure sepanjang
bulan September 2018 sehingga Bank A tidak dapat melaporkan
transaksi yang dilakukan selama bulan September 2018. Bank A
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan untuk
periode pelaporan bulan Oktober 2018.
Contoh 2:
Bank B yang merupakan Bank ACCD Indonesia mengalami
kerusakan sistem pada tanggal 10 sampai dengan tanggal 14
September 2018 sehingga menyebabkan force majeure. Sistem
Bank B kembali normal pada tanggal 21 September 2018.
Berdasarkan kondisi tersebut, Bank B tidak dapat melaporkan
transaksi pada periode force majeure selama 5 (lima) Hari. Bank
B tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan untuk periode
pelaporan bulan Oktober 2018 tanpa data transaksi pada
periode force majeure yaitu tanggal 10 sampai dengan 14
September 2018.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.