perankomitesekolahdalampelaksanaanmanajemenberbasissekolahsebagaiimplementasiperencanaanpendidikanberbasissekolah-120313190218-phpapp01...

86
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama dalam membahas perencanaan dari pada aplikasinya. Pendidikan akan mengantarkan masyarakat pada kepada suatu keadaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan membawa perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara optimal. Potensi kemanusiaan itu ialah (1) afektif yang tercermin dari kualitas keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis ; (2) potensi kognitif 1

description

komite sekolah

Transcript of perankomitesekolahdalampelaksanaanmanajemenberbasissekolahsebagaiimplementasiperencanaanpendidikanberbasissekolah-120313190218-phpapp01...

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalahPada haketnya Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama dalam membahas perencanaan dari pada aplikasinya. Pendidikan akan mengantarkan masyarakat pada kepada suatu keadaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan membawa perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara optimal. Potensi kemanusiaan itu ialah (1) afektif yang tercermin dari kualitas keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis ; (2) potensi kognitif yaitu kapasitas berfikir dan intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ; (3) potensi psikomotorik yang dicerminkan pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis , kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis (Depdiknas, 2007). Wahana yang tepat untuk hal tersebut adalah pendidikan sebagai proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan ketiga dimensi paling elementer di atas dapat Lahirnya Undang undang no 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan pada sistem pengelolaan pemerintahan, dari sistem sentralistik menjadi desentralistik. Pemberlakuan desentralistik ini memberi keleluasaan kepada pemimpin pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mengeksplorasi visi tanpa dibatasi juknis dan juklak. Hal ini memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah daerah kabupaten / kota yang mempunyai kedudukan yang semakin kuat dalam menjalankan fungsi fungsi kepemerintahannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan yang dimiliki mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam politik luar negeri, petahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama. secara operasional sesungguhnya desentralisasi memberikan banyak keuntungan bagi para pemimpin-pemimpin kreatif untuk mengembangkan lembaganya (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006 : 70). Salah satu bidang yang di desentralisasikan adalah pendidikan dalam sistem ini pemerintah daerah kabupaten/ kota memegang peranan yang penting dalam pengelolaan bidang pendidikan di daerahnya berfungsi sebagai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pengendalian dan evaluasi. Desentralisasi dalam bidang pendidikan diharapkan dapat memperbaiki masalah pokok pendidikan, misalnya mutu, pemerataan, relevansi, efesiensi, dan manajemen dapat terpecahkan. Jika sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan paradigma top-down atau sentralistik, maka dengan berlakunya undang undang otonomi daerah maka terjadi perubahan paradigma menjadi bottom-up atau desentalistik. Dalam hal pemberdayaan sekolah sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staff), yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat secara langsung, yakni guru dan kepala sekolah, sehingga perlu diterapkan manajemen sekolah yang dapat mengelola sekolah sesuai dengan prinsip otonomi.Model yang paling tepat dalam hal otonomi pendidikan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), melalui model ini sekolah memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan aspirasi dan kebutuhan kebutuhan sekolah. Sejalan dengan Nanang Fatah (2004 : 11) bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sebagai terjemahan dari School Based Management, adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kerja yang mencakup guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat. Tujuan utama implementasi manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, keluwesan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) sebagai kontrol. Secara yuridis model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tertuang dalam Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat 1 yang menyatakan : Pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip mamajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam skala nasional penerapan MBS dimulai tahun 1999, sejak dilaksanakannya Undang undang nomor 22 dan 25 tentang otonomi daerah dan diikuti oleh penyempurnaan sistem pendidikan nasional, sedangkan implementasinya pada sekolah sekolah dimulai pada tahun pelajaran 2003/2004. Dengan MBS Unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang selanjutnya disebut komite sekolah. Anggota dari komite sekolah terdiri dari : 1). Unsur masyarakat, seperti orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni dan wakil peserta didik. 2). Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, badan pertimbangan desa. Salah satu tujuan di bentuknya komite sekolah adalah untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dalam program pendidikan di satuan pendidikan (Kepmen Diknas Nomor : 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah). Dengan demikian komite sekolah adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas. Seperti yang telah dikemukan bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah siswa dan orang tuanya. Jika komite sekolah berperan aktif dalam menyalurkan aspirasi siswa, orang tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat berkualitas. Komite sekolah yang merupakan syarat diterapkannya MBS masih belum berperan secara optimal, pengambilan keputusan lebih banyak diambil oleh pihak sekolah. Berdasarkan masalah inilah penulis tertarik untuk meneliti secara ilmiah tentang : PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI IMPLEMENTASI PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH.

1.2 Fokus penelitianSebagai patokan dalam penelitian ini maka penulis membatasi permasalahan pada penelitian ini hanya terfokus Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan.

1.3 Rumusan MasalahBagaimana peran Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan Berbasis Sekolah?

1.4 Tujuan PenelitianTujuan penelitin ini secara umum adalah untuk mengetahui gambaran yang objektif dan efektif tentang Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan berbasis sekolah di SMA Negeri 2 Tondano. Sedangkan tujuan yang lebih khusus dari penelitian ini adalah :1. Untuk mengetahui peran komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano.2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan MBS pada SMA Negeri 2 Tondano 3. Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi peran komite sekolah dalam pelaksanaan MBS sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan berbasis sekolah

1.5 Manfaat penelitianPenelitian ini diharapkan berguna bagi pihak peneliti maupun bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan. Secara lebih rinci penelitian ini dapat memberi bermanfaat sebagai beikut :1. Manfaat Teoritisa. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan dan peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS.b. Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi pihak pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini.2. Manfaat praktisa. Komite Sekolah, agar lebih memahami peran dan fungsinya dalam mendukung sekolah serta mampu meningkatkannya sebagai mitra sekolah.b. Para guru dan kepala sekolah agar bekerja sama dengan komite sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik.

BAB IISTUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Komite sekolahA. Pengertian Komite sekolahSesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggara pendidikan jalur sekolah semangkin meningkat, maka persatuan orang tua murid dan guru (PMOG) pada awal tahun 1974 di bubarkan dan dibentuk suatu badan yaitu Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Dalam perkembangan selanjutnya dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka dibentuklah komite sekolah. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik dari jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tanggal 02 april 2002, maka pengertian dan nama komite sekolah adalah sebagai berikut :1. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi penelolaan pendidikan di satuan pendidikan.2. Nama komite sekolah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan.3. BP3, Komite sekolah dan atau majelis yang sudah ada dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan.

Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang tua siswa. Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era manajemen berbasis sekolah sekolah perlu di benahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan masyrakat sekolah yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan ( surat Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002).Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu komplek yang sama. Nama komite sekolah adalah satu nama yang generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite sekolah, komite pendidikan, komite pendidikan luar sekolah, dewan sekolah, majelis sekolah, majelis madrasah, komite TK, atau nama lain yang disepakati. Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, keanggotaan sesuai dengan panduan atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama komite sekolah ( surat Keputusan Mendiknas Nomor : 044/U/2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah kewenangannya berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah komite sekolah. Pembentukan komite sekolah menjadi lebih kuat dari asfek legilitasnya, karena telah dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56 sebagai berikut :1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah; 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis; 3) Komite sekolah sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalampeningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberi pertimbangan arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan; 4) ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah sebagai dimaksud dalam ayat (1) , (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Komite sekolah merupakan badan ang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya, Posisi komite sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga- lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing- masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.

B. Kedudukan Komite sekolahKomite sekolah yang ada pada Madrasah Aliyah di Kota Manado berkedudukan di satuan pendidikan, selain itu terdapat komite sekolah yang tersebar pada satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada sekolah Negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka komite sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut :Pertama, komite sekolah yang dibentuk dalam satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang jumlah siswanya banyak, atau sekolah khusus seperti sekolah luar biasa, termasuk dalam katagori yang dapat membentuk komite sekolah sendiri. Kedua, komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang sejenis. Sebagai misal, beberapa Sd yang terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan dapat membentuk satu komite sekolah. Ketiga, komite sekolh yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang dan terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Sebagai misal, ada stu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA dan SMK dapat membentuk satu komite sekolah. Keempat, komite sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjeng pendidikan atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah- sekolah dibawah lembaga pendidikan Muhammadiyah, Al-washliyah, Al-ittihadiyah, taman siswa, sekolah katolik, sekolah kristen dan sebagainya.

C. Tujuan Komite sekolahDibentuknya komite sekolah dimaksudkan agar adanya wadah organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya , demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu komite sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, komite sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada penggunaan (client model), berbagi kewenangan (power sharing and advocacy) dan kemitraan (patnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Menurut SK Mendiknas Nomor 044/U/2002, adapun tujuan dibentuknya komite sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut :1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan disatuan pendidikan.2. Meningkatkan tanggungjawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

D. Peran dan Fungsi Komite sekolahPeran dan fungsi komite sekolah adalah landasan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasinya. Komite sekolah memiliki peran sebagai mitra kerja lembaga pendidikan (sekolah), diantaranya adalah sebagai penasehat sekolah, pendudukung sekolah, pengontrol/pemantau, sebagai penghubung dengan stakeholders pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (2004: 23) merinci peran komite sekolah adalah :1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.2. Pendukung layanan pendidikan (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan satuan pendidikan.3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka tranparansi dan akuntabelitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.Disamping itu pula Departemen Pendidikan Nasional (2004:24) menegaskan Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/ dunia usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai :a. Kebijakan dan program pendidikan.b. Rencana Anggran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).c. Kriteria kinerja satuan pendidikan.d. Kriteria tenaga pendidikan.e. Kriteria fasilitas pendidikan.f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalan pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.Beranjak dari pandangan diatas, peran dan fungsi komite sekolah akan menjadi suatu wadah yang mewadahi kemitraan antara sekolah dengan masyarakat. Terjalinnya koordinasi atau kerjasama sekolah dengan masyarakat merupakan salah satu pendukung keberhasilan penyelenggaraan konsep manajemen berbasis sekolah. Upaya untuk meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat membina kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasna kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS mengandung makna sebagai manajemen partisipasif yang melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama.

E. Wewenang dan kegiatan pokok Komite sekolah1. Wewenang Komite SekolahDalam Nanang Fattah (2004: 160) dinyatakan bahwa komite sekolah mempunyai wewenang sebagai berikut :a. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga komite sekolah.b. Bersama-sama sekolah menetapkan rencana setrategi pengembangan sekolahc. Bersama-sama sekolah menetapkan standar pelayanan sekolah.d. Bersama-sama sekolah membahas bentuk kesejahteraan personil sekolah.e. Bersama-sama sekolah menetapkan RAPBS.f. Mengkaji pertanggungjawaban program sekolah.g. Mengkaji dan menilai kinerja sekolah.h. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang berprestasi dan memenuhi persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan landasan hukum untuk promosi dan diajukan kepada pihak berwenang, dalam hal ini kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.i. Menerima kepala sekolah dan guru yang dipromosikan oleh sekolah lain sesuai denga persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai denga landasan hukum untuk dipromosikan dan ditunjuk oleh pihak yang berwenang.j. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang melanggar etika profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan landasan hukum yang berlaku dan diajukan kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini kepala kantor Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.2. Kegiatan Pokok Komite SekolahSelanjutnya Nanang Fattah (2004;161-162) menyatakan bahwa komite sekolah mempunyai kegiatan pokok sebagai berikut :a. Menyelenggarakan rapat-rapat komite sesuai dengan program yang telah ditetapkan.b. Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan Visi dan Misi sekolah.c. Bersama sekolah menyusun standar pelayanan pembelajaran disekolah.d. Bersama-sama sekolah menyusun rencana strategik pengembangan sekolah.e. Bersama-sama sekolah menyusun dan menetapkan rencana program tahunan sekolah termasuk RAPBS.f. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan berupa uang honororium yang diperoleh dari masyarakat kepada sekolah, tenaga guru dan tenaga administratif sekolah.g. Bersama-sama sekolah mengembangkan potensi unggulan, baik yang bersifat akademis maupun non akademis.h. Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakat untuk meningkatkan kualotas pelayanan sekolah.i. Mengelola kontribusi masyarakat berupa uang yang diberikan kepada sekolah.j. Mengelola kontribusi masyarakat yang berupa non material (tenaga, pikiran) yang diberikan kepada sekolah.k. Mengevaluasi program sekolah secara profesional sesuai dengan kesepakatan pihak sekolah, meliputi ; pengawasan penggunaan sarana dan prasarana sekolah, pengawas keuangan secara berkala dan berkesinambungan.l. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkannya bersama-sama dengan pihak sekolah.m. Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan secara standar nasional maupun lokal.n. Memberikan motivasi dan penghargaan kepada tenaga pendidik dan kependidikano. Memberikan otonomi secara profesional kepada guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugas-tugas kependidkannya sesuai dengan kaidah dan kopetensi guru.p. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses dan hasil pendidikan di sekolah.q. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah.r. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program yang dikonsultasikan oleh kepala sekolah.s. Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah.

F. Eksestensi Komite sekolah Pasca Diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 dan 48 Tahun 2008.Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar dan Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, maka semua pihak perlu membaca secara komprehensif dan menyeluruh atas pasal-pasal yang tertuang dalam memahami kehadiran kedua Peraturan Pemerintah (PP) tersebut agar tidak lagi terjadi kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya, seperti ungkapan yang kurang tepat dari hampir semua pemimpin dari mulai gubernur hingga kepala kantor kementerian pendidikan kabupaten/kota dengan mengkampanyekan slogan pendidikan gratis yang melahirkan kebijakan dilarang melakukan pungutan sepeserpun dari orang tua murid dengan dalih apapun dengan dalil Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar, Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Melihat fenomena ini kita perlu memperhatikan pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 yang menyatakan, ketentuan mengenai investasi dan biaya operasional diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. Selanjutnya, Pasal 11 ayat (2) menegaskan,Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar dengan pembagian beban tanggungjawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 pasal 9 sudah menjelaskan tidak boleh memungut biaya. Akan tetapi bukan berarti ruang partisipasi masyarakat ditutup. Aturan pembiayaan pendidikan merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pasal 51 ayat (1) menyatakan Pendanaan Pendidikan bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat, selanjutnya dijelaskan dalam ayat (4) menyatakan : dana Pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat bersumber dari : a. anggaran pemerintah; b. bantuan pemerintah daerah; c. pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan diluar peserta didik atau orangtua/walinya; e. bantuan dari pihak asing yang tidak mengikat; dan atau f. sumber lainnya yang sah. Selanjutnya dalam pasal 13 peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 selengkapnya menyatakan (1) masyarakat berhak: a. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan porgram wajib belajar, serta b. mendapat data dan informasi tentang penyelenggaraan program wajib belajar. (2) Nasyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan Program wajib belajar. (3) Hak dan Kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.Dengan demikian pasca lahirnya PP 47/2008 tentang wajib belajar dan PP 48/2008 tentang pendanaan pendidikan, maka komite sekolah sebagai badan yang mewadwhi partisipasi masyarakat sangat diharapkan berperan sebagai pendukung baik yang berwujud finansial, pemkiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidkan di satuan pendidkan. Disamping itu juga komite sekolah berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggara pendidikan bermutu. Badan itu juga melekukan kerjasama dengan masyarakat, baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan industri dan pemerintah, berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Disamping itu, komite sekolah memberikan masukan dan pertimbangan kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dari program pendidikan; kreteria kinerja satuan pendidikan; kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru dan dan kepala satuan pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan. Komite sekolah juga berfungsi dalam mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

G. Komite sekolah dan Partisipasi MasyarakatKeterbatasan Pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana, serta pembiayaan pendidikan menyebabkan dukungan serta partisipasi masyarakat menjadi penting, terutama masyarakat yang terkait langsung dengan sekolah yang bersangkutan. Pendidikan sebagai lembaga sosial akan semakin lancar dan berhasil melaksanaka tugasnya, serta memperoleh simpati dari masyarakat, jika dapat menjalin hubungan yang harmonis dan serasi dengan segenap masyarakat dan lingkungan, melalui manajemen pengembang hubungan sekolah dengan masyarakat. Hubungan sekolah dan masyarakat pada hakekatnya merupakan sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan effisien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat , khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekoalh berkewajiban memberikan penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan serta keadaan sekolah. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat harus dibina dan dikembangkan suatu hubungan yang harmonis.Menumbuhkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah ini semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan memahami pentingnya pendidikan. Namu tidak berarti pada masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan kerjasama ini tidak perlu dibina dan dikembangkan. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif untuk mengembangkan hubungan kerjasama yang lebih harmonis. Hubungan sekolah dengan masyarakat brjalan dengan baik, rasa tanggungjawab dan partisifasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat, perlu adanya upaya sekolah menyampaikan gambaran yang jelas tentang keadaan sekolah, yang diinformasikan kepada sekolah melalui laporan lisan dan tulisan, dapat berupa laporan kepada orang tua murid dan masyarakat, dengan media buletin bulanan, penerbitan surat kabar, siaran radio dan televisi, pameran sekolah, open house, kunjungan kerumah murid dan lain-lain. Selanjutnya, mengembangkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah , kepala sekolah dan guru merupakan kunci keberhasilan, yang menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi pada peserta didik disekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara sekolah, orangtua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada pada masyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti pentingnya peran masing-masing; 3) kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat akan menjadikan mereka merasa bangga dan ikut bertanggungjawab atas suksesnya pendidikan disekolah.Partisipasi masyarakat mengacu pada adanya keikut sertaan masyarakat secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi ini dapat berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan. Dalam sistem pemerintahan yang berkebijakannya barsifat top-down, partisipasi masyarakat dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan, namun pada sistem pemerintahan yang bottom-up , tingginya partisipasi masyarakat dapat dijadiakn tolak ukur keberhasilan kebijakan tersebut. Koentjaraningrat dalam Mulyasa, (2004:17) menggolongkan partisipasi masyarakat kedalam tipologinya, ialahPartisipasi kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan derajatnya. Partisipasi masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktifitas bersama dalam proyek khusus. Kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan.Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya. Partisipasi secara luas diartikan sebagai demokratisasi politik, di dalamnya masyarakat menentukan tjuan, strategi dan perwakilan dalam pelaksanaannya, kebijakan dan pembangunan. Secara sempit partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti pembangunan sendiri. Sisten desentralisasi dan demokrasi pendidikan, partisipasi masyarakat sangat di perlukan. Masyarakat harus menjadi patrner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, karena kerjasama antara keduanya sangat penting dalam membentuk pribadi peserta didik. Dalam susanan yang demikian, sekolah memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai partner masyarakat, sekolah akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang dalam lingkungan masyarakat, bahan bacaan, tontonan dan kondisi sosial ekonomi. Sekolah juga harus bertanggungjawab terhadap perubahan masyarakat, yang dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingann dan forum komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Disisi lain, kesadaran peserta didik untuk mendayagunakan masyarakat sebagai sumber belajar dipengarruhi oleh kegiatan dan pengalaman mengajar yang diikuti disekolah. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa sekolah dan masyarakat merupakan patnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan, diantaranya :a. Sekolah dengan masyarakat merupaka satu keutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan pribadi peserta didik.b. Sekolah dengan pendidik fan tenaga kependidikan menyadari pentingnya kerjasama dengan masyarakat, bukan saja dalam melakukan pembaruan tetapi juga dalam menerima berbagai konsekuensi dan dampaknya, serta mencari alternatif pemecahannya.c. Sekolah dengan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil bagian serta bantuan dalam pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai potensi secara optimal sesuai dengan harapan peserta didik.

Kementerian Pendidikan Nasional (1990; 5-19) menguraikan bahwa :Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan rasional, yaitu (1) adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan masyarakat; (2) ketepan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh sekolah ditentukan oleh kejelasan perumusan kontrak antara fungsi sebagai layanan pesanan masyarakat sangat di pengaruhi oleh ikatan objektif antara sekolah dan masyarakat. Sejalan dengan bergulirnya roda reformasi yang didorong oleh mahasiswa dan masyarakat pada umumnya, persepsi dan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan dan tehnologi sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan dimasa depan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat perlu senantiasa di kembangkan. Sebagaimana diungkapkan Mulyasa (2004; 173) bahwa : School public relation is process of communiction between the scholl and community for purpose of incresing citizen understsnding of educational needs and practice and encouraging intelligent citizen interest and cooperation in the work of improving the school. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat merupaka suatu proses komunikasi untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek, sreta mendorong minat, dan kerjasama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena komunikasi ini merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke masyarakat dan sebaliknya. Hubungan sekolah dengan masyarakat akan tumbuh jika masyrakat juga merasakan manfaat keikutsertaannya dalam program sekolah. Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena dapat menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan sekolah. Jadi, prinsip menumbuhkan hubungan sekolah denga masyarakat adalah dapat saling memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif. Melalui adah komite sekolah tentulah partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya terwadahi. Sesuai skalanya, Dewan Pendidikan merupakan mitra pemerintah kabupaten/kota. Sementara komite sekolah merupaka mitra satuan pendidikan.Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite sekolah merupakan nama generik, artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati. Dengan demikian organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor : 044/U/2002.Pembentukan Komite Sekolah sesuai dengan uraian Kementerian Pendidikan Nasional (2006:21) diterangkan bahwa : Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut : Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan, kedua, Komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Berdasarkan uraian diatas, maka jelas bahwa komite sekolah merupakan satu wadah yang dapat di bentuk secara fleksibel sehingga diharapkan memudahkan untuk di bentuk disetiap sekolah atau kumpulan sekolah. Kondisi ini penting karena keberadaan komite sekolah sangat menunjang dalam mewadahi jalinan kerjasama antara sekolah dan masyarakat. Dalam keadaan seperti itu, maka komite sekolah akan dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan di masing-masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan fungsinya sebagai patner dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan yang dapat memberikan fasilitas bagi guru-guru dan murid untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif. Komite sekolah bisa ikut serta meneliti berbagai permasalahan belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual sehingga dapat membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang tepat bagi murid-muridnya.

2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)2.2.1 Konsep Manajemen Berbasis SekolahDengan mengadopsi ide dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah yaitu : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan. MBS selain akan meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama iklim demokratisasi di sekolah. Nanang Fattah mengungkapkan keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Spanyol yaitu menciptakan kualitas manajemen dan pendidikan, sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja sekolah yang mampu meningkatkan kemauan dan kemampuan kepala sekolah untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Hal ini dipandang sebagai demokrasi di tingkat lokal sekolah. Nanang Fattah (2004 : 26-27).A. Pengertian Manajemen Berbasis SekolahIstilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari school based management. Istilah ini pertama sekali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif utnuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan, ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat, sebagaimana penjelasan Nanang Fattah (2004:3) semakin tingginya kehidupan sosial masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, telah semakin meningkat tuntutan kebutuhan sosial masyarakat. Apad akhirnya tuntutan tersebut bermuara kepada pendidikan, karena masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut.Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah sebagai institusi tempat masyarakat berharap tentang kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui perubahan dan peningkatan dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan di sekolah. Secara leksikal, manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah ini sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1). Untuk memahami pengertian Manajemen Berbasis Sekolah, kita dapat menelaah pendapat para ahli yang telah menjelaskan defenisi tentang MBS, yakni : 1. Malen, Ogawa, and Kranz (1990 p.1) dalam Ibtisam Abu Duhou, (1999 : p.28) menyatakan : School based management can be viewed conceptually as a formal alternation of governance structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribusion of decision making authority as the primary means through which improvements might be stimulated and sustained. Manajemen berbasis sekolah secara konseptual dapat dilihat sebagai pergantian struktur formal pemerintahan, sebagai bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi kemandirian sekolah sebagai unit utama peningkatan dan bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagaimana sarana utama melalui rangsangan perbaikan dan berkelanjutan.2. Brian J Caldwell (2005:p.1), menyatakan :School based management is the sistematic decentralization to the school level of authority and responsibility to make decisions on significant matters related to school operations within a centrally determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and accountability.Manajemen berbasis sekolah adalah desentraliasai yang sistematis untuk kewenangan pada tingkat sekolah dan tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang hal-hal penting yang berkaitan dengan kegiatan sekolah dalam kerangka ditentukan dari tujuan, kebijakan, kurikulum, standard dan akuntabilitas.3. Ogawa dan White (1994:p.53) dalam Rohiat (2009:47) menyatakan : School Based management (SBM) is one of form of restructuring that has gained widespread attention. Like others, it seek to change the way school sistem conduct business. It is aimed squarely at improving the academic performance of school by changing their organizational design. Drawing on the experiences of existing programs. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu bentuk restrukturisasi yang telah mendapatkan perhatian luas. Seperti orang lain, berusaha untuk mengubah sistem sekolah dengan cara melakukan usaha. Hal ini ditujukan pada meningkatkan prestasi akademik sekolah dengan merubah desain organisasi mereka. Menggambarkan pada pengalaman program yang ada.4. Susan Ablers Mohrman, dkk dalam Nanang Fattah (2004:17) menyatakan :Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu pendekatan politik untuk mendesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke local stakeholders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan jiwa dan semangat sentralisasi dan otonomi di sektor pendidikan.5. Nanang Fattah (2004:17) mengemukakan bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai wujud dari reformasi pendidikan yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan (otorita) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Manajemen Berbasis Sekolah pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada sekolah dan masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah.6. Sejalan dengan pendapat tersebut, Tim Teknis BAPPENAS (1999:10) menyataka bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai dengan adanya otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.7. Dari defenisi yang dikemukakan diatas manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah (otonomi), memberikan fleksibilitas atas keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendiidkan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa MBS merupakan sistem pengelolaan sekolah yang memberikan otonomi luas kepada sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan dengan bertumpu pada kebutuhan dan potensi local, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait dan juga meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Selain itu, otonomi sekolah juga berperan dalam menampung consensus umum yang menyakini bahwa sedapat mungkin keputusan yang diambil seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi, bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan dan mereka yang terkena akibat - akibat dari pelaksanaan kebijakan tersebut. MBS merupakan paradigm baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengeola sumber adaya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat secara legal formal dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 8 menyatakan : Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Selanjutnya pasal 9, menyatakan : Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan.

Dalam pada itu kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah, yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor : 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, pada point 10, peran serta masyarakat dan Kemitraan Sekolah /Madrasah :1) Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.2) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik3) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non akademik.4) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam pengelolaan, dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan.5) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input, proses, output dan pemamfaatan lulusan.6) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non-pemerintah.7) Kemitraan SD/MI/SDLB atau setara dilakukan minimal dengan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang setara di lingkungannya.8) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara dilakukan minimal dengan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri.9) Kemitraan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK atau yang setara dilakukan minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri di lingkungannya.10) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara tertulis.Partisipasi atau keterlibatan warga sekolah secara aktif dalam penyelenggaraan sekolah, akan meningkatkan rasa memiliki (sesnse of belonging) terdhadaps ekolah. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab (sesnse of responsibility).

Peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah. Sudah saaatnya lembaga pendidikan memiliki konsep pengembangan organisasi yang menerapkan konsep learning organization. Artinya lembaga pendidikan memiliki konsep manajemen yang selalu berkembang dan penuh inovasi untuk menciptakan kualitas ke depan. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Husein Umar (2002:229) yang mengemukakan bahwa : learning organization adalah suatu organisasi yang terus menerus memperluasa kapasitas untuk menciptakan masa depan. Pada tataran praktis, learning organization merupakan organisasi yang memiliki cirri yang khas, seperti : willing, to see, to say, to listen; willing to change; willing to learn. Pentingnya lembaga pendidikan menerapkan konsep ini dilator belakangi oleh adanya karakteristik pengembangan orgnisasi yang berorientasi pada pemberdayaan sumber daya organisasi sebagaimana yang diungkapkan Husein Umar (2002:229), yaitu : Karakteristik - karakteristik utama organisasi yang berpeluang besar untuk menerapkan learning organization adalah : a. Adanya dimana setiap anggota didorong untuk senantiasa belajar dan mengembangkan seluruh potensinya.b. Ada perluasan budaya belajar, sehingga proses learning ini diadopsi juga oleh para pelanggan, pemasok, stakeholder, dan lainnya.c. Strategi pengembangan SDM menjadi pusat kebijakan bisnis; dand. Terdapat proses transformasi organisasi yang berkesinambungan.

Selanjutnya bahwa organisasi pendidikan harus dijadikan sebagai sarana yang mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada pegawai mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif. Konsep pengembangan organisasi dan manajemen memberikan inspirasi bagi organisasi pendidikan, dengan harapan mampu membentuk suatu sistem manajemen organisasi manajemen pendidikan yang handal. Model Manajemen Berbasis Sekolah merupakan inovasi model pengelolaan satuan pendidikan menuju kearah tersebut. Masyarakat dan pemerintah sepakat untuk melakukan reformasi sekolah sebagai suatu kebutuhan yang mendesak, terutama ketika mayoritas siswa merasa menghadapi permasalahan serius dalam belajar. Bertitik tolak dari kondisi seperti itu, dipandang perlu membangun suatu sistem persekolahan yang mampu memberikan kemampuan dasar (basic skills) bagi siswa. Kebutuhan akan kinerja sekolah yang lebih baik terus tumbuh dan berkembang akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya menata pengelola sekolah melalui konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang adapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik dimasa yang akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak, langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya peningkatan efektivitas pengelolaan sekolah yang salah satunya dapat diatau implementasi Manajemen lakukan melalui penerapan dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

B. Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolaha. Tujuan Manajemen Berbasis SekolahManajemen berbasis sekolah (MBS) yang ditandai dengan adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan nasional tersebut ditujukan untuk mewujudkan beberapa tujuan pokok. Tujuan tersebut menurut Tim Teknis BAPPENAS (1999:11) adalah untuk : Meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Tujuan MBS menurut Mulyasa (2004:25), MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu, tehnologi yang dinyatakan dalam GBHN. MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, peningkatan mutu, dan pemerataan pendidikan. Pada bagian lain MBS menurut Nanang Fattah (2000:20) bertujuan untuk :1. Membantu sekolah menjelaskan pengelolaan sekarang dan waktu mendatang ;2. Mendorong adanya keputusan-keputusan (decision making) di tingkat sekolah;3. Mendorong dan mendukung partisipasi masyarakat:4. Mendorong terciptanya ketentuan dalam perencanaan dan pelaksanaannya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tujuan Manajemen Berbasis Sekolah memiliki empat point utama, yaitu efisiensi pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan pemerataan pendidikan. Upaya untuk mencapai tujuan Manajemen Berbasis Sekolah, maka factor-faktor yang terlibat dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sudah selayaknya mendapat perhatian. Factor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut menurut Tim Teknis BAPPENAS (1999: 12-14), meliputi :1. Kewajiban sekolah,2. Kebijakan dan prioritas pemerintah,3. Peranan orangtua dan masyarakat,4. Peranan profesionalisme dan manajerial, dan5. Mengembangkan profesi.Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, jelas sekali bahwa implementasi Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan seluruh komponen dan oleh karena itu agar berhasil dengan baik, maka dalam pelaksanaan MBS setiap prinsip tersebut perlu dikaji, diidentifikasi, diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam setiap kegiatan pelaksanaan MBS.b. Manfaat manajemen Berbasis SekolahBeberapa manfaat yang dapat dirasakan jika sekolah telah melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah, sebagaimana yang dinyatakan Mulyasa (2004:27) menyatakan : mamfaat MBS diantaranya memberikan kebebasan dan kekuasaan yang lebih besar kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga lebih berkonsentrasi pada tugas. MBS dapat mendorog profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Berdasarkan mamfaat-mamfaat yang diuraikan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model Manajemen Berbasis sekolah merupakan solusi yang tepat untuk menangani masalah pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah.

C. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu :1. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality) Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.2. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan mandiri.4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Nurkolis.( 2003: 52.).

D. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional. Hal yang paling penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu :1. Manajemen kurikulum dan program pengajaran2. Manajemen tenaga kependidikan3. Manajemen kesiswaan4. Manajemen keuangan dan pembiayaan5. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat7. Manajemen layanan khusus. E. Mulyasa.( 2004: 39.)

E. Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)Pada dasarnya, tidak ada strategi khusus yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi implementasi MBS di satu negara ke negara lain bisa berlainan, antara satu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam daerah yang samapun bisa berlainan strateginya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini. Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, pertama, dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil. Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta non instruksional. Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif terutama kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liaison. Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah. Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh. Keenam, adanya guidelines dari Departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban setiap tahunnya. Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity building) mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan. Nurkolis. (2003: 132.) Sedangkan menurut Slamet P.H (2001) karena pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut : Pertama, mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar, diskusi, forum ilmiah, dan media massa. Kedua, melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat ke MBS. Ketiga, merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS berdasarkan tantangan nyata yang harus dihadapi. Keempat, mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu untuk diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud antara lain pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga pendidikan dan non kependidikan, pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan hubungan sekolah, pengembangan hubungan sekolah dengan masyarakat, fasilitas dan fungsi-fungsi lain. Kelima, menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT. Keenam, memilih langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Ketujuh, membuat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Kedelapan, melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS. Kesembilan, melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil MBS. Nurkolis (2003: 135). Dengan demikian strategi implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terakit dengan kondisi obyektif yang ada di sekolah dan stakeholders. Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru sebagai tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin. Sejalan dengan hal itu guru dan kepala sekolah dituntut untuk terus meningkatkan profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara optimal.

F. Karakteristik Manajemen Berbasis SekolahKarakteristik MBS yang dikemukakan oleh Nanang Fattah (2004:20) menyatakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampu melibatkan stakeholder terutama peningkatan peran serta masyarakat dalam menentuan kewenangan, pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah. Sejalan dengan Mulyasa (2004:29) yaitu : Bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya adminitrasi. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru sebagai pelaksana sekolah dintantang untuk bertindak kreatif. Kepala sekolah dituntut untuk terus meningkatkan profesinalismenya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara optimal. Pada bagian lain Tim Teknis BAPPENAS (1999 : 16) menyebutkan bahwa karakteristik MBS dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu : (a) organisasi sekolah, (b) proses belajar mengajar (c) sumber daya manusia serta administrasi. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan hal-hal tersebut, yaitu :1. Organisasi sekolah. Dalam keorganisasian sekolah, pengimplementasian MBS ditandai oleh beberap hal, yaitu menyediakan manajemen organisasi/ kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya, mengelola kegiatan operasional sekolah, menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait, menggerakkan partisipasi masyarakat dan menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah.2. Proses Belajar Mengajar. Proses belajar mengajar yang bercirikan MBS ditandai oleh beberap hal, yaitu meningkatkan kualitas belajar siswa, mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah, menyelenggarakan pengajaran yang efektif serta penyediaan program pengembangan yang diperlukan oleh siswa.3. Sumber daya Manusia. Sumber daya manusia dalam MBS ditandai oleh beberapa hal, seperti pemberdayaan staf dan memantapkan personil yang dapat melayani keperluan semua siswa, memilih staf yang memiliki wawasan MBS, menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf, menjamin kesejahteraan staf dan siswa serta menyelenggarakan forum atau diskusi untuk membahas kemajuan sekolah.4. Sumber Daya Administrasi. Sumber daya administrasi ditandai dengan adanya beberapa hal, yaitu mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan, mengelola dana sekolah, menyediakan dukungan administrative dan mengelola serta memelihara gedung termasuk sarana yang lainnya.

2.2.2 Pelaksanaan Manajemen Berbasis SekolahDalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah ada beberapa hal yang berkaitan antara lain : A. Kemandirian MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber adaya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga pendidik agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam melaksanakan keputusan yang diambil secara proporsional dan professional. Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Upaya untuk menciptakan kemandirian, sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.

B. DemokratisSekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan program-program sekolahnya didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Kepala sekolah dalam pengambilan keputusan mengimplementasikan proses bottom-up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya. Kepemimpinan demokratis membiakkan komitmen warga sekolah dan masyarakat yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal: kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas untuk membentuk dan mempengaruhi pencapaian tujuan bersama, yakni pendidikan bermutu dan pemerataan pendidikan untuk semua anak.

C. PartisipatifSekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksnaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua murid yang tinggi. Orangtua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi komite sekolah perumusan dan pengembangan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orangtua menjalin kerjasama untuk membantu sekolah sebagai narasumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

D. TransparansiSekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Komite sekolah bekerjasama dengan harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan sekolah yang dapat dibanggakan oleh semua pihak. Mereka saling menunjukkan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing memberi kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara menyeluruh.

E. AkuntabilitasSekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan program-program perlu disertai dengan pertanggung jawaban atau akuntabilitas. Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan orang tua dan masyarakat. Pertanggungjawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dan pemerintah dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan juga mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggungjawaban dan mengkomunikasikannya kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

2.3 Perencanaan Pendidikan2.3.1 Konsep Perencanaan PendidikanAdapun defenisi Perencanaan Pendidikan menurut para ahli atau para pakar manajemen adalah antara lain :a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch Perencanaan Pendidikan, merupakan suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.b. Beeby, C.E. Perencanaan Pendidikan merupakan suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.c. Menurut Guruge (1972), Perencanaan Pendidikan merupakan proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975) Perencanaan Pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial. e. Menurut Coombs (1982), Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.f. Menurut Y. Dror (1975), Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu Negara.Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain. Secara konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal ini terdapat banyak komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun komponen-komponen yang ikut serta dalam proses ini adalah :1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam bidang pendidikan.2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan kebijakan (policy) secara operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan pendidikan.

Maka ketepatan pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Dalam penentuan kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang memegang kekuasaan, siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Terutama dalam hal pemegang kekuasaan sebagai sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh perhatian, misalnya mengenai system kenegaraan yang merupakan bentuk dan system manajemennya, bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang terkandung dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot untuk jaminan dapat terlaksananya perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui output atau hasil system dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, yaitu dokumen rencana pendidikan. Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu konsep keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan. Dengan demikian, perencanaan pendidikan dalam pelaksanaan tidak dapat diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut kepentingan nasional. A. Tujuan PerencanaanPada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dilihat dari pengambilan keputusan tujuan perencanaan adalah :1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan untuk disetujui pejabat tingkat nasional yang berwenang.2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang bagi berbagai bidang/satuan kerja yang bertanggung jawab untuk melakukan kebijaksanaan.

B. Fungsi PerencanaanFungsi perencanaan adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian, sebagai alat bagi pengembangan quality assurance, menghindari pemborosan sumber daya, menghindari pemborosan sumber daya, dan sebagai upaya untuk memenuhi accountability kelembagaan. Jadi yang terpenting di dalam menyusun suatu rencana, adalah berhubungan dengan masa depan, seperangkat kegiatan, proses yang sistematis, dan hasil serta tujuan tertentu.

C. Proses PerencanaanPerencanaan merupakan siklus tertentu dan dan melalui siklus tersebut suatu perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan penyelesaian perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan di dalam perencanaan yang baik, yaitu :1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas.2. Adanya rumusan kebijaksanaan, yaitu memperhatikan dan menyesuaikan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan factor-faktor lingkungan apabila tujuan itu tercapai.3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam kerangka kebijaksanaan yang telah dirumuskan.4. Penunjukan orang - orang yang akan menerima tanggung jawab pelaksanaan (pimpinan) termasuk juga orang yang akan mengadakan pengawasan.5. Penentuan system pengendalian yang memungkinkan pengukuran dan pembandingan apa yang harus dicapai, dengan apa ya ng telah tercapai, berdasarkan criteria yang telah ditetapkan.

2.3.2 Isu-Isu Perencanaan PendidikanA. Perencanaan Pendidikan itu baik yang buruk adalah implementasinya.Sebelum kita bahas masalah tersebut, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian atau definisi dari perencanaan tersebut, ada beberapa pengertian atau definisi dari perencanaan yaitu : Seperangkat tindakan untuk memecahkan berbagai permasalahan, khususnya masalah sosial dan ekonomi pada satu periode rencana, yang berorientasi pada horison waktu yang akan datang, pada jenis dan tingkatan perencanaan tertentu, di masa yang akan datang (Alden, 1974: 1-2),Cara berpikir tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi, yang berorientasi pada waktu yang akan datang, terkonsentrasi pada suatu tujuan dan keputusan bersama, serta berusaha untuk mewujudkan program dan keputusan bersama (Friedmann,1964) Sebuah proses untuk menentukan tindakan-tindakan bagi masa depan yang diinginkan melalui serangkaian pilihan-pilihan yang logis (Davidoff,1962 in Faludi, 1983: 11) Sebuah proses untuk mengarahkan aktivitas manusia dan kekuatan alam dengan mengacu pada kondisi masa depan yang diinginkan (Branch, 1998: 2) Suatu lingkaran proses yang berulang dari serangkaian tahapan-tahapan yang logis (Meise and Volwahsen, 1980: 3-5) Dari sekian banyak definisi atau pengertian tentang perencanaan, dapat disarikan sebagai berikut : Perancanaan adalah seperangkat prosedur untuk memecahkan permasalahan fisik, sosial, dan ekonomi, yang harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut: Seperangkat tindakan Upaya untuk memecahkan masalah Memiliki dimensi waktu dan berorientasi ke masa yang akan datang Suatu proses berputar dengan adanya umpan balik Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari pemecahan.Dari definisi atau pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang lebih baik, walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai rencana, terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi pada kenyataanya kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh karena itulah perencanaan tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.Berkaitan dengan isu-isu atau pendapat tentang perencanaan pendidikan yang dikatakan baik, tapi buruk dalam implementasinya, mungkin ada benarnya pendapat tersebut jika dilihat dari hasil yang terjadi yang berkaitan dengan perencanaan pendidikan tersebut, salah satu diantara perencanaan pendidikan yang implementasinya tidak sesuai dengan perencanaan adalah Program Wajib Belajar 9 tahun misalnya, dimana pada Program Wajib Belajar 9 tahun ini, pemerintah pusat dalam hal ini Departeman Pendidikan Nasional, untuk menuntaskan progam wajar 9 tahun ini, pemerintah pusat memberikan bantuan pendidikan kepada siswa yang dikenal dengan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), harapan dari Pemerintah Pusat dengan adannya program ini, maka seluruh anak bangsa yang ada diseluruh pelosok negeri ini dapat menikmati/mengenyam pendidikan minimal pendidikan dasar 9 tahun, tapi kenyataannya program BOS tersebut, belum menunjukkan hasil yang sangat signifikan, karena masih banyak siswa-siswa usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan sampai 9 tahun tersebut, hal ini mungkin disebabkan oleh belum mencukupinya biaya BOS yang digunakan buat siswa dalam melaksanakan pendidikannya, sehingga siswa masih dibebani biaya lagi untuk menutupi kekurangan dari dana BOS tersebut, akibatnya banyak siswa-siswa yang putus sekolah karena tidak sanggup menanggung biaya tambahan tersebut. Mungkin pemerintah harus memikirkan kembali besaran dana BOS tersebut, hingga dana tersebut benar-benar dapat digunakan untuk mencukupi siswa dalam melaksanakan pendidikan dasar 9 tahun itu.

B. Mutu Pendidikan rendah karena kebijakan yang berganti-ganti. Kebijakan yang sering berganti-ganti bukanlah satu-satunya penyebab rendahnya mutu pendidikan saat ini, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan, diantara faktor-faktor tersebut misalnya adalah rendahnya kualitas/profesionalisme guru selaku tenaga pendidik, kurangnya sarana prasarana pendidikan, kurangnya perhatian orang tua/partisipasi masyarakat juga dapat menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya kualitas/profesionalisme guru dapat disebabkan karena banyak sekali guru yang tidak fokus kepada profesinya dikarenakan rendahnya income yang diperoleh guru tersebut, hingga mereka mengajar hanya untuk memenuhi kewajiban saja, mereka tidak mempunyai beban moral atau tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didik mereka, karena yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka dapat mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.Kurangnya sarana prasarana juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal ini disebabkan terbatasnya anggaran pendidikan, hingga saat ini pemerintah belum sanggup untuk merealisasikan anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari APBN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang, hingga banyak sekali program-program yang tidak dapat direalisasikan karena terbatasnya anggaran pendidikan tersebut.Mungkin salah satu penyebab dari kebijakan pemerintah yang sering berganti-ganti, hingga menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah adannya kebijakan dalam hal kurikulum yang selalu berubah-ubah hingga menyebabkan ketidakpastian/kebingunan dalam melaksanakan kurikulum tersebut, seringkali guru menjadi bingung dengan adanya kurikulum yang berubah-ubah tersebut, karena dengan pergantian kurikulum tersebut, secara otomatis guru tersebut harus menyesuaikan kembali dengan kurikulum yang baru itu, proses penyesuaian ini memerlukan waktu yang cukup lama, karena guru-guru tersebut harus memahami isi dari kurikulum tersebut, agar dapat di implementasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itulah perubahan kebijakan yang dilakukan ditengah jalan sebaiknya seminimal mungkin kalau bisa dihindarkan, hingga tidak menjadikan salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan.

C. Visi Diknas : Insan Cerdas dan Kompetitif Sesuai dengan Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009, bahwa Depdiknas memiliki Visi yaitu : Terwujudnya Sistem Pendidikan Nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah-ubah. Dalam pembangunan jangka panjang tahun 2025 telah dicanangkan visi yang lebih spesifik yaitu : Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Yang dimaksud dengan Insan Indonesia Cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif yang meliputi :a. Cerdas Spiritual, yang dapat diaktualisasikan melalui hati untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia termasuk didalamnya budi pekerti yang luhur.b. Cerdas Emosional, yang dapat diaktualisasikan melalui rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiatif akan keindahan seni.c. Cerdas Sosial, dapat diaktualisasikan melalui interaksi sosial untuk membina dan memupuk hubungan timbal balik, simpatik, demokratis dan lain-lain.d. Cerdas Intelektual, dapat diaktualisasikan melalui olah pikir supaya menjadi insan kreatif, berpengetahuan dan mempunyai daya imajinatif.e. Cerdas Kinetis, dapat diaktualisasikan melalui olahraga untuk memuwujudkan insan yang sehat, bugar dan berdaya tahan.Sedangkan makna Kompetitif adalah :a. Berkepribadian unggul.b. Bersemangat tinggi.c. Mandiri.d. Pantang Menyerah.e. Membangun dan membina jejaring.f. Bersahabat dengan perubahan.g. Inovatif dan menjadi agen perubahan.h. Produktif dan sadar mutu.i. Berorientasi global.j. Pembelajaran sepanjang hayat.

Pada dasarnya visi Depdiknas tersebut menekankan pada pendidikan yang dapat mentransformasikan dari masyarakat yang sedang berkembang menuju ke masyarakat madani, pendidikan harus terus menerus dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan perubahan jaman.Untuk mewujudkan visinya Departemen Pendidikan Nasional memiliki 3 pilar pembangunan pendidikan yaitu :1). Pemerataan dan perluasan akses. 2). Peningkatan mutu dan relevansi serta daya saing keluaran pendidikan. 3). Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelolaan pendidikan.Pendidikan yang berkualitas dapat diwujudkan jika ditopang oleh beberapa faktor yaitu :1). Kurikulum yang berkelanjutan. 2). Kualitas guru yang memadai. 3). Prasarana dan sarana terbangun terjaga dan berkembang terus 4). Manajemen pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel sehingga menimbulkan pencitraan publik yang positif.Dengan adannya visi dari Depdiknas tentang Insan Cerdas yang Kompetitif, saya setuju dengan visi tersebut jika dapat dilaksanakan dan di implementasikan dengan baik, karena visi itu dapat mengarahkan bangsa Indonesia kearah yang lebih dan memiliki daya saing yang tinggi dengan bangsa lain.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan yang digunakanFokus penelitian ini adalah untuk mengungkap sejauh mana peran aktif komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano. Oleh karena itu untuk mendapatkan data yang lengkap, mendalam dan memberi jawaban yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti digunakan penelitian kualitatif. Gambaran karakteristik yang dijelaskan tersebut sesuai dengan maksud dari penelitian ini, karena yang diamati adalah peran aktif komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano dalam pelaksanaan MBS sebagai Implementasi perencanaan Pendidikan berbasis sekolah. Hal ini apabila menggunakan pendekatan kuantitatif kurang sesuai karena penelitian ini bersifat independent, tidak berintegrasi langsung dengan subyek sehingga akan sangat sulit sekali diungkapkan proses kegiatan yang berlangsung. Nasution (1992) mengemukakan bahwa Pada hakekatnya penelitian kualitatif mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka sendiri tentang dunia yang ada disekitarnya. Dengan menggunakan metode kulitatif, dapat ditemukan data yang tidak teramati dan terukur secara kuantitatif, seperti nilai, sikap mental, kebiasaan, keyakinan dan budaya yang dianut oleh seseorang atau kelompok dalam lingkungan tertentu. Demikian pula Mc. Cracken (1988) dalam Julia Brannen (1997) mengemukakan bahwa : Di dalam penelirtian kualitatif konsep dan kategorilah yang dipersoalkan bukan kejadian atau frekuensinya. Dengan kata lain penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong, tetapi ia menggalinya. Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan data dalam situasi yang wajar, langsung apa adanya tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari luar lingkungan. Untuk itu peneliti berhubungan langsung dengan situasi dan sumber data yang akan diselidiki. Peneliti tidak menggunakan angka-angka, tetapi mengumpulkan data deskriptif dalam bentuk laporan dan uraian untuk mencari makna, walaupun tidak menolak angka-angka sebagai penunjang penelitian. Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan analisis induktif dengan mengesampingkan hipotesis awal penelitian, tetapi mencari pola , bentuk dan tema-tema untuk dapat mengungkapkan data secara sistematis.

3.2 Tempat dan waktu penelitianPenelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa yang teletak di Jalan Kampus UNIMA Tondano, Kecamatan Tataaran II Tondano Kabupaten Minahasa dengan alasan sebagai salah satu sekolah yang terletak didalam lingkungan kampus dengan pandangan Orang tua siswa yang sudah mengalami kemajuan dan mau berperan dalam keanggotaan komite sekolah, peneliti ingi mengetahui bagaimana efektivitas peran komite sekolah yang dilakukan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Penelitian ini akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012. Peneliti mengawali penelitian ini dengan observasi langsung dilokasi penelitian di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Waktu penelitian sampai dengan penulisan laporan dilaksanakan selama lima bulan dengan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa.

3.3 Data dan Sumber dataInforman atau subjek penelitian ada kepala sekolah, pengurus yayasan, dan pengurus komite sekolah di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Peneliti akan berusaha mencermati para informan dengan teliti dengan cara berupaya menemukan informasi dari informan yang paling mengetahui pokok masalah yang akan diteliti.

3.4 Teknik Pengumpulan Data Metode yang paling umum digunakan dalam penel