Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Tanks Dengan ...

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 AbstrakThe Linde Group adalah perusahaan penyedia gas industri seperti argon, nitrogen dan oksigen terkemuka di Indonesia. Cyrogenic Tanks adalah salah satu Plant utama dari perusahaan karena berfungsi menyimpan gas cair yang sudah terpisahkan (Nitrogen, Oksigen, dan Argon). Maintenance yang dilakukan oleh perusahaan terbagi menjadi 3 macam yaitu Preventive Maintenance, Corrective Maintenance dan Predictive Maintenance. Perusahaan mulai mengembangkan maintenance berdasarkan prediksi (Predictive Maintenance) dalam rangka pengembangan sistem maintenance guna menjaga kehandalan masing-masing komponen. Sehingga didalam penelitian ini dilakukan pengembangan terhadap sistem predictive maintenance berdasarkan condition Based Maintenance. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa prediksi kegagalan masing-masing komponen dapat dilakukan dengan menggunakan metode Auto Regressive Exogenous(ARX) dengan Level Transmitter LT81-2 Model 1 FIT sebesar 84.61%, Pressure Transmitter PT81-2 Model 1 FIT sebesar 83.66 %, Flow Transmitter FT36-2 Model 1 FIT sebesar 77.54%, Flow Valve FV36-2A Model 3 FIT sebesar 83.88%,Pressure Valve PT81-2A Model 2 FIT sebesar 52.18%. Dari segi kehandalan sendiri, dengan adanya maintenance ini dapat meningkatkan nilai kehandalannya. Kemudian Perancangan Sistem Predictive Maintenance berhasil dilakukan dengan baik. menggunakan interface pada Distributed Control System (DCS) dapat dilakukan dengan menggunakan komunikasi Ole for Process Control (OPC). Kata KunciARIMA, ARX, Cyrogenic Tanks, Distributed Control System, Ole for Process Control, Perancangan Sistem Maintenance, Predictive Maintenance. I. PENDAHULUAN T. Gresik Power Indonesia-PT. Gresik Gases Indonesia yang merupakan anggota dari The Linde Group adalah perusahaan penyedia gas industri seperti Argon, Nitrogen dan Oksigen terkemuka di Indonesia. Selain itu perusahaan ini juga menyediakan listrik dengan memanfaatkan tekanan dari gas. Gas yang diambil merupakan gas dari alam yang kemudian dipisahkan sesuai kebutuhan menggunakan Air Separation Plant. Untuk memudahkan penyuplaian gas, maka bentuk gas kemudian diubah menjadi liquid sehingga gas yang belum dipakai dapat disimpan untuk kemudian dapat digunakan kembali atau dijual ke pihak lain. Penyimpanan gas cair tersebut ada didalam Cyrogenic Tanks. Cyrogenic Tanks adalah salah satu Plant utama dari perusahaan karena berfungsi menyimpan gas cair yang sudah terpisahkan (Nitrogen, Oksigen, dan Argon) berdasarkan standar yang telah diatur oleh perusahaan. Dimana gas cair yang disimpan harus dijaga suhu dan tekanannya. Dari fungsi tersebut maka kinerja dari tangki ini harus tetap dijaga agar dapat menyimpan gas berupa liquid sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tekanan maksimum yang diperbolehkan didalam tangki ini adalah 18, 22, dan 36 bar sesuai dengan volume tangki yang dibuat. [1] Sedangkan untuk temperatur nya antara -196 0 C sampai 20 0 C. [1] Dari kondisi diatas maka diperlukan sistem pengendalian seperti sistem pengendalian temperatur, tekanan dan level agar tangki tetap terjaga pada kondisi idealnya. Kemudian untuk menjaga kestabilan sistem pada plant, maka dilakukan maintenance baik secara keseluruhan sistem atau pada masing-masing komponen nya. Maintenance yang dilakukan oleh perusahaan terbagi menjadi 3 macam yaitu Preventive Maintenance, Corrective Maintenance dan Predictive Maintenance. Preventive maintenance dan Corrective Maintenance merupakan maintenance yang dilakukan terencana tanpa mempertimbangkan kondisi plant. Namun terkadang maintenance yang terencana tidak dapat mengatasi permasalahan diluar rencana yang disebabkan pada kondisi plant. oleh karena itu dari perusahaan mulai mengembangkan maintenance berdasarkan prediksi (Predictive Maintenance) sebagai solusi dari permasalahan diatas. Dari permasalahan diatas kemudian akan dilakukan predictive maintence berdasarkan kondisi di plant dengan menggunakan metode Condition Based Maintenance (CBM). Dimana metode tersebut menganalisa kondisi dari masing- masing komponen dalam plant berdasarkan data pengukuran dan data historis. Dari hasil analisa tersebut akan digunakan untuk menentukan nilai maintenance dari komponen. Sehingga dari analisa tersebut maka didapatkan jadwal maintenance yang efisien yang diharapkan dapat menambah nilai reliability-nya. Untuk mempermudah operator di dalam melakukan maintenance-nya maka hasil yang didapat kemudian ditampilkan kedalam interface pada Platform Distributed Control System yang sudah ada. Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk membuat sistem analisis Reliability dan Maintenance pada Cyrogenic Tanks dengan Interface pada Platform Distributed Control System di PT.Gresik Power Indonesia-PT.Gresik Gases Indonesia (The Linde Group). Dalam arti sistem analisis yang telah dibuat dapat diintegrasikan pada sistem pengendalian pada Platform Distributed Control System tersebut. Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Maintenance Cyrogenic Tanks Dengan Interface Pada Platform Distributed Control System di PT.Gresik Gases Indonesia-PT.Gresik Power Indonesia (The Linde Group) Yusuf Afandi 1 , Hendra Cordova 2 , dan Andi Rahmadiansah 3 Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3 P

Transcript of Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Tanks Dengan ...

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

1

Abstrak— The Linde Group adalah perusahaan penyedia gas

industri seperti argon, nitrogen dan oksigen terkemuka di

Indonesia. Cyrogenic Tanks adalah salah satu Plant utama dari

perusahaan karena berfungsi menyimpan gas cair yang sudah

terpisahkan (Nitrogen, Oksigen, dan Argon). Maintenance yang

dilakukan oleh perusahaan terbagi menjadi 3 macam yaitu

Preventive Maintenance, Corrective Maintenance dan Predictive

Maintenance. Perusahaan mulai mengembangkan maintenance

berdasarkan prediksi (Predictive Maintenance) dalam rangka

pengembangan sistem maintenance guna menjaga kehandalan

masing-masing komponen. Sehingga didalam penelitian ini

dilakukan pengembangan terhadap sistem predictive maintenance

berdasarkan condition Based Maintenance. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa prediksi kegagalan masing-masing komponen

dapat dilakukan dengan menggunakan metode Auto Regressive

Exogenous(ARX) dengan Level Transmitter LT81-2 Model 1 FIT

sebesar 84.61%, Pressure Transmitter PT81-2 Model 1 FIT sebesar

83.66 %, Flow Transmitter FT36-2 Model 1 FIT sebesar 77.54%,

Flow Valve FV36-2A Model 3 FIT sebesar 83.88%,Pressure Valve

PT81-2A Model 2 FIT sebesar 52.18%. Dari segi kehandalan

sendiri, dengan adanya maintenance ini dapat meningkatkan

nilai kehandalannya. Kemudian Perancangan Sistem Predictive

Maintenance berhasil dilakukan dengan baik. menggunakan

interface pada Distributed Control System (DCS) dapat dilakukan

dengan menggunakan komunikasi Ole for Process Control (OPC).

Kata Kunci—ARIMA, ARX, Cyrogenic Tanks, Distributed

Control System, Ole for Process Control, Perancangan Sistem

Maintenance, Predictive Maintenance.

I. PENDAHULUAN

T. Gresik Power Indonesia-PT. Gresik Gases Indonesia

yang merupakan anggota dari The Linde Group adalah

perusahaan penyedia gas industri seperti Argon, Nitrogen dan

Oksigen terkemuka di Indonesia. Selain itu perusahaan ini

juga menyediakan listrik dengan memanfaatkan tekanan dari

gas. Gas yang diambil merupakan gas dari alam yang

kemudian dipisahkan sesuai kebutuhan menggunakan Air

Separation Plant. Untuk memudahkan penyuplaian gas, maka

bentuk gas kemudian diubah menjadi liquid sehingga gas yang

belum dipakai dapat disimpan untuk kemudian dapat

digunakan kembali atau dijual ke pihak lain. Penyimpanan gas

cair tersebut ada didalam Cyrogenic Tanks. Cyrogenic Tanks

adalah salah satu Plant utama dari perusahaan karena

berfungsi menyimpan gas cair yang sudah terpisahkan

(Nitrogen, Oksigen, dan Argon) berdasarkan standar yang

telah diatur oleh perusahaan. Dimana gas cair yang disimpan

harus dijaga suhu dan tekanannya. Dari fungsi tersebut maka

kinerja dari tangki ini harus tetap dijaga agar dapat

menyimpan gas berupa liquid sesuai dengan kebutuhan yang

ada. Tekanan maksimum yang diperbolehkan didalam tangki

ini adalah 18, 22, dan 36 bar sesuai dengan volume tangki

yang dibuat. [1]

Sedangkan untuk temperatur nya antara -196 0C sampai 20

0C.

[1] Dari kondisi diatas maka diperlukan

sistem pengendalian seperti sistem pengendalian temperatur,

tekanan dan level agar tangki tetap terjaga pada kondisi

idealnya. Kemudian untuk menjaga kestabilan sistem pada

plant, maka dilakukan maintenance baik secara keseluruhan

sistem atau pada masing-masing komponen nya.

Maintenance yang dilakukan oleh perusahaan terbagi

menjadi 3 macam yaitu Preventive Maintenance, Corrective

Maintenance dan Predictive Maintenance. Preventive

maintenance dan Corrective Maintenance merupakan

maintenance yang dilakukan terencana tanpa

mempertimbangkan kondisi plant. Namun terkadang

maintenance yang terencana tidak dapat mengatasi

permasalahan diluar rencana yang disebabkan pada kondisi

plant. oleh karena itu dari perusahaan mulai mengembangkan

maintenance berdasarkan prediksi (Predictive Maintenance)

sebagai solusi dari permasalahan diatas.

Dari permasalahan diatas kemudian akan dilakukan

predictive maintence berdasarkan kondisi di plant dengan

menggunakan metode Condition Based Maintenance (CBM).

Dimana metode tersebut menganalisa kondisi dari masing-

masing komponen dalam plant berdasarkan data pengukuran

dan data historis. Dari hasil analisa tersebut akan digunakan

untuk menentukan nilai maintenance dari komponen.

Sehingga dari analisa tersebut maka didapatkan jadwal

maintenance yang efisien yang diharapkan dapat menambah

nilai reliability-nya. Untuk mempermudah operator di dalam

melakukan maintenance-nya maka hasil yang didapat

kemudian ditampilkan kedalam interface pada Platform

Distributed Control System yang sudah ada.

Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk membuat

sistem analisis Reliability dan Maintenance pada Cyrogenic

Tanks dengan Interface pada Platform Distributed Control

System di PT.Gresik Power Indonesia-PT.Gresik Gases

Indonesia (The Linde Group). Dalam arti sistem analisis yang

telah dibuat dapat diintegrasikan pada sistem pengendalian

pada Platform Distributed Control System tersebut.

Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Maintenance Cyrogenic

Tanks Dengan Interface Pada Platform Distributed Control System di

PT.Gresik Gases Indonesia-PT.Gresik Power Indonesia

(The Linde Group)

Yusuf Afandi1, Hendra Cordova

2, dan Andi Rahmadiansah

3

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected], [email protected]

2, [email protected]

3

P

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012)

II. METODOLOGI PENELITIAN

Mulai

Injeksi Rumusann kedalam sistem Interface DCS

Validasi Hasil (Representasi

Kegagalan

SelesaiA

A

Studi Literatur

Penentuan Komponen

yang dianalisa

DataLapangan,

P&ID, dan Real Plant

Perancangan sistem

Interface DCS

Hasil Sesuai

dengan Kebutuhan?

Penentuan data kegagalan Komponen Sistem

Analisa Data Maintenance dari Pengukuran

Penyusunan Laporan Akhir

Kunjungan Lapangan

Tidak Sesuai

Sesuai

Tidak Sesuai

Gambar 1 Flowchart penelitian

A. Perancangan Sistem Predictive Maintenance

Dilakukan perancangan sistem predictive

dimana dapat dilihat pada gambar, bahwa modul PM205

berfungsi sebagai tempat penginjeksian sistem.A

tampilan akhir dari sistem yang telah dibuat adalah sebagai

berikut :

Gambar 2 Tampilan Akhir Sistem Maintenance

Sistem Maintenance yang telah diinjeksikan, kemudian

akan diteruskan data nya (data berupa informasi berapa hari

kemudian komponen akan dilakukan maintenance

Distributed Control System melalui protokol komunikasi

for Process Control (OPC).

Kemudian secara umum, sistem nya dapat dijelaskan

dengan menggunakan diagram alur dibawah ini :

Gambar 3 Diagram Alir Sistem Injeksi pada Sistem

Gambar 4 Mekanisme Setting OPC

POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

PENELITIAN

Injeksi Rumusann kedalam sistem Interface DCS

Validasi Hasil Representasi

Kegagalan)?

Selesai

A

Penentuan data kegagalan Komponen Sistem

Analisa Data Maintenance dari Pengukuran

Penyusunan Laporan Akhir

Sesuai

Maintenance

predictive maintenance

dimana dapat dilihat pada gambar, bahwa modul PM205

ai tempat penginjeksian sistem.Adapun

tampilan akhir dari sistem yang telah dibuat adalah sebagai

Maintenance

yang telah diinjeksikan, kemudian

akan diteruskan data nya (data berupa informasi berapa hari

maintenance) ke dalam

melalui protokol komunikasi Ole

Kemudian secara umum, sistem nya dapat dijelaskan

dengan menggunakan diagram alur dibawah ini :

Diagram Alir Sistem Injeksi pada Sistem Maintenance

OPC

B. Perancangan Human Interface Station dengan menggunakan platform Distributed Control System

Setelah dilakukan perancangan sistem

kemudian dilakukan perancangan

dengan mengambil parameter-parameter yang disesuaikan

dengan tampilan di plant.

Gambar 5 Interface pada Distributed Control System

Adapun untuk merancang sistem

tama dilakukan pengidentifikasian parameter

digunakan (dimana dalam hal ini harus sesuai dengan yang

telah didaftarkan oleh OPC). Setelah itu kemudian ditentukan

waktu ketika sequence alarm dijalankan.

terbagi menjadi 2, alarm pertama menandakan waktu

maintenance kurang dari 3 bulan (100 hari) sedangkan alarm

kedua menandakan bahwa waktu

diperkirakan terjadi 1 bulan lagi (30 Hari). Sehingga

kedua sequence alarm juga akan berbeda dapat di

tabel dibawah ini.

Tabel 1klasifikasi alarm sesuai dengan kondisi

Tipe Alarm Waktu Display Screen

Alarm 1 100 D Blinking Indicator

Alarm 2 30 D Blinking Label

Setelah dilakukan pengklasifikasian alarm, kemudian

dilakukan pendaftaran dari alarm-alarm

akan digunakan dengan annunciator

Gambar 6 Pendaftaran alarm notification

Kemudian tahap selanjutnya adalah pembuatan

block dimana berfungsi sebagai penghubung antara sistem

maintenance yang telah dibuat dengan sistem alarm dan

interfac. Function block yang digunakan adalah PVI atau

Process Value Indicator dengan integr

Alarm dengan menggunakan function

memasukkan logika sesuai dengan klasifikasi alarm yang telah

dibuat.

2

Perancangan Human Interface Station dengan

platform Distributed Control System

Setelah dilakukan perancangan sistem maintenance,

kemudian dilakukan perancangan Human Interface Station

parameter yang disesuaikan

Distributed Control System

Adapun untuk merancang sistem interface, pertama-

tama dilakukan pengidentifikasian parameter-parameter yang

digunakan (dimana dalam hal ini harus sesuai dengan yang

telah didaftarkan oleh OPC). Setelah itu kemudian ditentukan

dijalankan. Sequence alarm

i 2, alarm pertama menandakan waktu

kurang dari 3 bulan (100 hari) sedangkan alarm

kedua menandakan bahwa waktu maintenance efektif

diperkirakan terjadi 1 bulan lagi (30 Hari). Sehingga level dari

juga akan berbeda dapat dilihat dalam

klasifikasi alarm sesuai dengan kondisi

Display Screen Alarm Buzzer

Blinking Indicator Off

Blinking Label On

Setelah dilakukan pengklasifikasian alarm, kemudian

alarm notification yang nanti

annunciator Builder

notification pada annunciator builder

Kemudian tahap selanjutnya adalah pembuatan function

dimana berfungsi sebagai penghubung antara sistem

yang telah dibuat dengan sistem alarm dan

yang digunakan adalah PVI atau

dengan integrasi kedalam sistem

function block Calcu dengan

memasukkan logika sesuai dengan klasifikasi alarm yang telah

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

3

Gambar 7 Function Block dari sistem DCS

Setelah dilakukan pembuatan function block dengan

memperhatikan input-output masing-masing block, kemudian

penulisan dilakukan pada block Calcu dengan menggunakan

bahasa BASIC yang hampir sama dengan bahasa untuk

mendevelop sistem maintenance. Kemudian dilakukan

pendesainan pada HIS dan juga validasi untuk mendapatkan

sistem yang sesuai dengan yang diinginkan.

C. Metode AutoRegressive Integrated Moving Average

(ARIMA)

Didalam melakukan analisa terhadap model yang cocok

untuk digunakan dalam hal prediksi waktu kegagalan pada

masing-masing komponen salah satunya dilakukan dengan

menggunakan metode ARIMA. Model ini merupakan

gabungan antara AutoRegressive, dan Moving Average.

Sehingga mempunyai order atau parameter p,d,q dimana p

merupakan nomer dari autoregressive, d adalah nomer yang

menunjukkan kestationeran data dan q merupakan nomer

yang menandakan terdapat moving average. Dengan model

umum ARIMA dinyatakan dalam persamaan berikut : ∅�����1 − ��� = � + ������ (1)[3]

Dimana operator AR adalah ∅���� dan operator MA

adalah ����[3]. Adapun beberapa step yang dilakukan terbagi

menjadi :

1) Inisialisasi dan Deklarasi Data

Inisialisasi dan Deklarasi data dilakukan dengan

memasukkan data-data model kedalam workspace. Dalam hal

ini akan dipisahkan workspace nya berdasarkan komponen

yang akan dianalisa. Kemudian juga dipisahkan masing-

masing model nya dalam kolom-kolom.

2) Plotting Auto Correlation Function (ACF)

Pada tahap ini, dilakukan pengeplotan terhadap grafik

berdasarkan lag-lag yang ada, dimana dengan menggunakan

tingkat kepercayaan 95% dapat di ketahui korelasi data yang

terdapat pada masing-masing data.

Untuk membuat ACF dari masing-masing komponen pilih

Stat ���� Time Series ���� Auto Correlation Kemudian kita masukkan model yang akan digunakan

kedalam kolom series diatas. Setelah itu kita mengatur lags

yang kita inginkan( jumlah lag secara default adalah n/4

jumlah pengamatan).setelah itu tekan OK dan muncul grafik

ACF yang diinginkan.

3) Plotting Partial AutoCorrelation Function (PACF)

Kemudian untuk memperkuat analisis data, selanjutnya

dilakukan tahap Partial AutoCorrelation Function(PACF)

dimana sebenarnya tahap ini hampir sama dengan ACF. Untuk

membuat PACF dari masing-masing komponen pilih

Stat ���� Time Series ���� Partial AutoCorrelation dimana dengan cara yang sama dengan ACF kita mengsetting

parameter-parameter yang dibutuhkan.

4) Estimasi menggunakan ARIMA Tahap akhir dari Metode ini adalah kalkulasi dengan

menggunakan ARIMA, dimana pada analisa ACF dan PACF

kita dapat menentukan perkiraan model time series yang akan

digunakan. Dengan pilih Stat ���� Time Series ���� ARIMA

sehingga muncul kotak dialog seperti pada berikut

Gambar 8 Tampilan Setting ARIMA dari komponen FT36-2

Gambar 8 Settingan pada ARIMA dapat diisikan dalam

kotak dialog diatas, dimana untuk mengatur banyaknya data

yang akan divalidasi dan diramal dapat dimasukkan ke dalam

tombol Forecasts…. (namun keterbatasan dari software ini

adalah untuk meramal sebanyak 150 data).

D. Metode Auto Regressive Exogenous (ARX)

Selain menggunakan metode ARIMA yang langkah-

langkah pengerjaanya sudah dijelaskan diatas, maka dilakukan

juga analisa terhadap model yang cocok untuk digunakan

dengan menggunakan metode Auto Regressive

Exogenous(ARX). Dengan model utama dari ARX adalah

sebagai berikut :

�������� = ������� − ��� + ���� (2)[4]

Dengan q merupakan satuan untuk waktu diskrit, sedangkan

A(q) dan B(q) adalah

���� = 1 + ����� + ⋯ + ������� (3)[4]

���� = �� + � ��� + ⋯ + ��!���!"� (4)[4]

Sehingga �# merupakan parameter dari output, �$ merupakan

parameter dari input dan �� merupakan nomer dari sampel

input yang dibutuhkan sebelum mempengaruhi output. Berikut

listing program yang digunakan didalam ARX.

Tabel 2 Program ARX

1 me = arx([FV36_2A_Model1 waktu1],[1,0,1])

2 uV = waktu1(550:803);

3 yV=FV36_2A_Model1(550:803);

4 compare([yV uV],me,1);

Proses untuk memperoleh rumusan baru dari model yang di

analisa ditunjukkan pada baris 1 dimana pada time series

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012)

analysis dengan metode ARX ini, konstanta yang berpengaruh

adalah konstanta dari variabel output(Na). Sehingga konstanta

dari variable input(Nb) dihilangkan.

Kemudian untuk validasi dari rumusan yang telah

didapatkan digunakan data yang sama 200-300 data terakhir,

sehingga kemudian dapat di bandingkan apakah sudah

mengikuti grafik dari data yang sebenarnya atau belum.

Untuk mendapatkan hasil yang bagus maka percobaan diulang

untuk 10 kali iterasi pada nilai Na kemudian dipilih dengan

persen kesamaaan yang paling besar pada masing

arsitektur.

E. Injeksi Rumusan kedalam Interface pada platform

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah menginjeksikan

rumusan yang telah didapat kedalam sistem

maintenance yang telah dibuat. Sehingga secara terstuktur di

jelaskan didalam diagram alir program dibawah ini. Sistem ini

merupakan sistem autocalculation didalam memprediksi

waktu kegagalan dan akan memperbarui hasilnya setiap hari.

Adapun data yang diprediksi berupa 2400 data sehingga dapat

memprediksi waktu kegagalan komponen selama 3 bulan.

Mulai

Cek Hari

(Auto Load per Day)

Adakah Hasil perhitungan Hari ini?

Masukan data dari Database

Peramalan nilai

kegagalan

Data Ramalan = 2400 data?

Identifikasi kegagalan

Data Gagalkali berurutan

Kalkulasi waktu kegagalan:banyak data sebelum

gagal /24

(satuan hari)

Injeksi ke sistem DCS

Selesai

Belum Ada

Ada

Belum Tercapai

A

Sudah Tercapai

A

Sesuai

Gambar 9 Diagram alir program Maintenance

Data yang telah diramal kemudian diidentifikasi kegagalannya

dimana nilai data = 0 berturut-turut selama 5 kali. Waktu

menjelang kegagalan tersebut kemudian dikonversi kedalam

satuan hari untuk kemudian dikirim ke sistem DCS yang telah

dibuat melalui komunikasi OPC.

POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

dengan metode ARX ini, konstanta yang berpengaruh

(Na). Sehingga konstanta

Kemudian untuk validasi dari rumusan yang telah

300 data terakhir,

sehingga kemudian dapat di bandingkan apakah sudah

sebenarnya atau belum.

a percobaan diulang

kemudian dipilih dengan

ada masing-masing

Injeksi Rumusan kedalam Interface pada platform DCS

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah menginjeksikan

rumusan yang telah didapat kedalam sistem predictive

yang telah dibuat. Sehingga secara terstuktur di

jelaskan didalam diagram alir program dibawah ini. Sistem ini

didalam memprediksi

waktu kegagalan dan akan memperbarui hasilnya setiap hari.

Adapun data yang diprediksi berupa 2400 data sehingga dapat

memprediksi waktu kegagalan komponen selama 3 bulan.

Identifikasi kegagalan

Data Gagal(0) >=5 kali berurutan?

Kegagalan > 3 Bulan

Injeksi ke sistem DCS

Selesai

Tidak Sesuai

aintenance

Data yang telah diramal kemudian diidentifikasi kegagalannya

turut selama 5 kali. Waktu

menjelang kegagalan tersebut kemudian dikonversi kedalam

mudian dikirim ke sistem DCS yang telah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa dengan menggunakan metode ARIMA

(a)

(b)

(c) Gambar 10 Grafik prediksi dari ARIMA pada FV36

c)model 3

Hasil yang sama juga diperoleh ketika menganalisa

komponen yang lainnya dengan menggunakan metode

ini.dimana pada metode ini hanya dapat digunakan untuk

memprediksi model yang tidak terlalu signifikan (dalam artian

disini perbedaan antar data tidak terlalu besar). Sehingga

ketika dilakukan peramalan terhadap

nilai akan turun drastic pada nilai 0, metode ini tidak bisa

mengatasinya.

B. Analisa dengan menggunakan metode ARX

Dikarenakan hasil yang dicapai

tidak bisa merepresentasikan model kegagalan yang ingin

dicapai, maka dilakukan analisa kedua dengan menggunakan

metode ARX.

Pada Flow Valve ditemukan 3 model data kegagalan.

yang dianalisa yang sama dengan menggunakan ARIMA.

Didalam penelitian ini dilakukan 20 kali percobaan pada nilai

konstanta output Na, dimulai dari 1 sampai

dilakukan komparasi atau perbandingan data hasil ARX

dengan data aktual yang ada kemudian didapatkan nilai persen

FIT. Berikut adalah hasil ARX pada FV36

4

PEMBAHASAN

Analisa dengan menggunakan metode ARIMA

Grafik prediksi dari ARIMA pada FV36-2A a) model 1 b)model 2

Hasil yang sama juga diperoleh ketika menganalisa

yang lainnya dengan menggunakan metode

ini.dimana pada metode ini hanya dapat digunakan untuk

memprediksi model yang tidak terlalu signifikan (dalam artian

bedaan antar data tidak terlalu besar). Sehingga

ketika dilakukan peramalan terhadap nilai kegagalan dimana

nilai akan turun drastic pada nilai 0, metode ini tidak bisa

Analisa dengan menggunakan metode ARX

Dikarenakan hasil yang dicapai didalam metode ARIMA

tidak bisa merepresentasikan model kegagalan yang ingin

dicapai, maka dilakukan analisa kedua dengan menggunakan

itemukan 3 model data kegagalan. model

engan menggunakan ARIMA.

0 kali percobaan pada nilai

Na, dimulai dari 1 sampai 20. Kemudian

dilakukan komparasi atau perbandingan data hasil ARX

dengan data aktual yang ada kemudian didapatkan nilai persen

l ARX pada FV36-2A

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012)

Tabel 3 Hasil ARX pada masing-masing model komponen FV36

Dari hasil diatas kemudian didapatkan nilai FIT atau

kesamaan data pada model 3 terjadi pada nilai Na=

FIT 79.35%, sedangkan pada model ke 2

terbesar pada Na=2 dengan FIT 79.72% kemudian pada model

3 nilai FIT terbesar yaitu 83.88% terjadi pada Na=2. Sehingga

dari hasil diatas, kemudian dipilih model 3 dengan Na=2

untuk dijadikan model kegagalan pada komponen FV36

dikarenakan memiliki nilai FIT yang paling besar.

Gambar 11Hasil ARX dari komponen FV36-2A dengan Na=2 pada model 3

Sehingga didapatkan rumusan sebagai berikut:

Discrete-time IDPOLY model: A(q)y(t) = B(q)u(t) + e(t)

A(q) = 1 - 1.102 q^-1 + 0.1092 q^-2

Kemudian dari hasil yang sudah didapatkan kemudian

dilakukan injeksi kedalam sistem Maintenance

dibuat dengan menggunakan bahasa BASIC dimana

sebelumnya masih berupa diskrit sehingga diubah kedalam

bahasa BASIC (Bahasa yang digunakan dalam sistem

perancangan) sehingga menjadi

Y(t)= 1.102y(t-1) - 0.1092y(t-2) + e(t)

Dimana y(t-n) yang terdapat pada rumusan menandakan

nilai output pada saat kondisi ke –n dari data yang akan

diramal. Hasil yang lain juga dapat dilihat dengan metode ini

yang menunjukkan keberhasilan didalam mengidentifikasi

kegagalan yang ada. Berikut adalah hasil dari rumusan yang

telah di ubah kedalam bahasa BASIC pada komponen

komponen yang lainnya.

POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

masing model komponen FV36-2A

Dari hasil diatas kemudian didapatkan nilai FIT atau

terjadi pada nilai Na=17 dengan

%, sedangkan pada model ke 2 didapatkan nilai

terbesar pada Na=2 dengan FIT 79.72% kemudian pada model

3 nilai FIT terbesar yaitu 83.88% terjadi pada Na=2. Sehingga

dari hasil diatas, kemudian dipilih model 3 dengan Na=2

untuk dijadikan model kegagalan pada komponen FV36-2A

n memiliki nilai FIT yang paling besar.

2A dengan Na=2 pada model 3

Sehingga didapatkan rumusan sebagai berikut:

time IDPOLY model: A(q)y(t) = B(q)u(t) + e(t)

(5)

Kemudian dari hasil yang sudah didapatkan kemudian

aintenance yang telah

dibuat dengan menggunakan bahasa BASIC dimana

sebelumnya masih berupa diskrit sehingga diubah kedalam

BASIC (Bahasa yang digunakan dalam sistem

(6)

n) yang terdapat pada rumusan menandakan

n dari data yang akan

Hasil yang lain juga dapat dilihat dengan metode ini

keberhasilan didalam mengidentifikasi

kegagalan yang ada. Berikut adalah hasil dari rumusan yang

telah di ubah kedalam bahasa BASIC pada komponen-

- LT81-2 %��� = 1.322��� − 1� − 0.3695��� − 2�0.0009248��� − 4� − 0.002869��� − 5�+0.01931��� − 7� + 0.03765��� − 8� −+0.0662��� − 10� + 0.004924��� − 11�+0.009276��� − 13� − 0.008533��� − 14

- PT81-2

Y(t)= 0.9978y(t-1) – 0.02962y(t-2) + 0.0308y(t

- FT36-2 %��� = 0.8927��� − 1� + 0.01581��� − 20.05979��� − 4� − 0.007765��� − 5� −7+0.001934��−8−0.06503��−9+0.0226302546��� − 12� + 0.0177��� − 13� − 00.03911��� − 15� − 0.01825��� − 16� +0.0311��� − 18� + 0.01699��� − 19� −(9)

- PV81-2A %��� = 0.9923��� − 1� − 0.2471��� − 2�0.1304��� − 4� − 0.09019��� − 5� + 0.042770.04127��� − 7� − 0.0454��� − 8� + 0.095780.07843��� − 10� + 0.05373��� − 11� −0.1843��� − 13� − 0.06676��� − 14� −0.1822��� − 16� − 0.1163��� − 17� + 00.005727��� − 19� + ����

C. Analisa Kehandalan masing-masing komponen dengan

distribusi Weibull

Dalam menentukan nilai kehandalan dari suatu sistem

dapat didekati dengan menggunakan distribusi yang salah

satunya adalah distribusi weibull.

weibull fungsi kehandalan yang dipakai adalah sebagai berikut

0��� = �12 3−�Dimana : R(t) = Kehandalan distribusi weibull

n = periode maintenance

4 = weibull shape parameter

= weibull characteristic life

Dengan menggunakan rumusan kegagalan pada distribusi

weibull sebagai berikut :

05��� = �12 3−� 67 89: �12

�7 ; � ; �� + 1�7

Didapatkan nilai β dan ϴ yang sesuai adalah 1.55 dan

34.8085. kemudian dilakukan perhitungan selama 1 tahun

dengan asumsi waktu maintenance

hari. Sehingga rumus kehandalan nya menjadi :

05��� = �12 3−� 6 4034.80858�.<<:

40� ; � ; 40�� + 1�

dengan parameter t berupa waktu kehandalan yang d

adalah nomer periode data maintenance

hasil sebagai berikut :

5

� + 0.05422��� − 3� −� − 0.01676��� − 6� � 0.0986��� − 9� � − 0.02254��� − 12� � 14� + 0.004787��� − 15)+e(t)

(7)

2) + 0.0308y(t-3) + e(t) (8)

� 2� + 0.05749 ��� − 3� −� 0.0275��� − 6� + 0.1184��� −+0.02263��−10+0.004481��−11+0..06464��� − 14� +� + 0.02344��� − 17� +� 0.02622��� − 20� + ����

� + 0.0518��� − 3� + 04277��� − 6� + 09578��� − 9� − � − 0.1174��� − 12� +� 0.05503��� − 15� +.02065��� − 18� + (10)

masing komponen dengan

Dalam menentukan nilai kehandalan dari suatu sistem

dapat didekati dengan menggunakan distribusi yang salah

satunya adalah distribusi weibull. Dimana pada distribusi

weibull fungsi kehandalan yang dipakai adalah sebagai berikut

3 � 6� 89:

(11) [2]

R(t) = Kehandalan distribusi weibull

maintenance data

shape parameter

characteristic life

Dengan menggunakan rumusan kegagalan pada distribusi

8 �12 3− 6� − �7 89:

(12)[2]

ϴ yang sesuai adalah 1.55 dan

34.8085. kemudian dilakukan perhitungan selama 1 tahun

yang dilakukan adalah 40

hari. Sehingga rumus kehandalan nya menjadi :

8 : �12 3− 6� − 40�34.80858�.<<:

(13)

dengan parameter t berupa waktu kehandalan yang dihitung, n

maintenance Sehingga didapatkan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

6

Gambar 12 Hasil analisa kehandalan pada komponen FT36-2

Dari gambar diatas didapatkan bahwa dengan melakukan

maintenance pada komponen FT36-2 dapat meningkatkan

nilai kehandalannya. Dimana dapat ditunjukkan selisih

terbesar terjadi pada saat waktu ke 59 dengan nilai selisihnya

sebesar 0.09184. Sehingga dari hasil yang didapatkan

diketahui bahwa nilai kehandalannya dapat di tingkatkan, hal

ini akan memperpanjang durasi dari kehandalan komponen

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Setelah dilakukan analisis serta pembahasan maka

didapatkan beberapa kesimpulan pada penelitian ini yaitu:

• Prediksi Kegagalan masing-masing komponen dapat

dilakukan dengan menggunakan metode

AutoRegressive Exogenous(ARX) dengan model yang

dipilih pada masing-masing komponen adalah

o Level Transmitter LT81-2 Model 1 dengan

konfigurasi [15,0,1] mampu memprediksi kegagalan

dengan perbandingan data asli sebesar 84.61%

o Pressure Transmitter PT81-2 Model 1 dengan

konfigurasi [3,0,1] mampu memprediksi kegagalan

dengan perbandingan data asli sebesar 83.66%

o Flow Transmitter FT36-2 Model 1 dengan

konfigurasi [20,0,1] mampu memprediksi kegagalan

dengan perbandingan data asli sebesar 77.54%

o Flow Valve FV36-2A Model 3 dengan konfigurasi

[2,0,1] mampu memprediksi kegagalan dengan

perbandingan data asli sebesar 83.88%

o Pressure Valve PV81-2A Model 2 dengan

konfigurasi [19,0,1] mampu memprediksi kegagalan

dengan perbandingan data asli sebesar 52.18%

• Dari hasil analisa kehandalan masing-masing

komponen didapatkan bahwa dengan adanya

maintenance dapat meningkatkan nilai kehandalan nya.

Namun pada PV81-2A kehandalan tidak dapat

ditingkatkan dengan penjadwalan maintenance yang

berkala.

• Perancangan Sistem Prediksi maintenance berhasil

dilakukan dengan baik menggunakan interface pada

Distributed Control System (DCS) dapat dilakukan

dengan menggunakan komunikasi Ole for Process

Control (OPC).

DAFTAR PUSTAKA

[1]. The Linde Group, “Cyrogenic Standard Tanks”, 2009 [2]. Ebeling, Charles E, “An Introduction to Reliability and Maintainability

Engineering“, Mc Graw-Hill Companies Inc, New york

[3]. Iriawan, Nur; Astuti, Septin Puji, “Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab14”, Penerbit Andi, Yogyakarta.

[4]. www.mathworks.com/help/toolbox/ident/ref/arx.html [5]. Kumayasari, Magdalena Feby., ”Penerapan Condition Based

Maintenance untuk menentukan waktu perawatan sistem pengendalian

temperatur pada Thermal Oxidizer di Conocophilips Indonesia”,

Jurusan Teknik Fisika ITS, 2010 [6]. Sing, G.R.P., “Improving Equipment Availability and Reliability

Through Condition Monitoring at Cold Roling Mill Complex of Tata Steel”

[7]. Wessels, William R.., “Practical Reliability Engineering and Analysis for System Design and Life-Cycle Sustainment”, CRC Press, Taylor & Francais Group;2010

[8]. Jardine, A.K.S, Lin, D., Banjevic, D., “A Review on Machinery Diagnostics and Prognostics Implementing Condition-Based Maintenance.”Mechanical System and Signal Prosessing 20

(2006),1483-1510,2005.

[9]. Si, Xiao-Sheng; Wang, Wenbin; Hu, Chang-Hua;Zhou Dong-Hua, “ Remaininig useful life estimation – A review on the statistical data

driven approaches”, Eouropan Journal of Operational Research 213,

2011

0

0.5

1

1.51

24

47

70

93

11

6

13

9

16

2

18

5

20

8

23

1

25

4

27

7

30

0

32

3

34

6

Re

lia

bil

ity

Time(Day)

Reliability Analysis for FT36-2

no PM,R(t) PM, R(t-nT) Cumulative PM, Rm(t)