Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Tanks Dengan ...
Transcript of Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Tanks Dengan ...
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Abstrak— The Linde Group adalah perusahaan penyedia gas
industri seperti argon, nitrogen dan oksigen terkemuka di
Indonesia. Cyrogenic Tanks adalah salah satu Plant utama dari
perusahaan karena berfungsi menyimpan gas cair yang sudah
terpisahkan (Nitrogen, Oksigen, dan Argon). Maintenance yang
dilakukan oleh perusahaan terbagi menjadi 3 macam yaitu
Preventive Maintenance, Corrective Maintenance dan Predictive
Maintenance. Perusahaan mulai mengembangkan maintenance
berdasarkan prediksi (Predictive Maintenance) dalam rangka
pengembangan sistem maintenance guna menjaga kehandalan
masing-masing komponen. Sehingga didalam penelitian ini
dilakukan pengembangan terhadap sistem predictive maintenance
berdasarkan condition Based Maintenance. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa prediksi kegagalan masing-masing komponen
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Auto Regressive
Exogenous(ARX) dengan Level Transmitter LT81-2 Model 1 FIT
sebesar 84.61%, Pressure Transmitter PT81-2 Model 1 FIT sebesar
83.66 %, Flow Transmitter FT36-2 Model 1 FIT sebesar 77.54%,
Flow Valve FV36-2A Model 3 FIT sebesar 83.88%,Pressure Valve
PT81-2A Model 2 FIT sebesar 52.18%. Dari segi kehandalan
sendiri, dengan adanya maintenance ini dapat meningkatkan
nilai kehandalannya. Kemudian Perancangan Sistem Predictive
Maintenance berhasil dilakukan dengan baik. menggunakan
interface pada Distributed Control System (DCS) dapat dilakukan
dengan menggunakan komunikasi Ole for Process Control (OPC).
Kata Kunci—ARIMA, ARX, Cyrogenic Tanks, Distributed
Control System, Ole for Process Control, Perancangan Sistem
Maintenance, Predictive Maintenance.
I. PENDAHULUAN
T. Gresik Power Indonesia-PT. Gresik Gases Indonesia
yang merupakan anggota dari The Linde Group adalah
perusahaan penyedia gas industri seperti Argon, Nitrogen dan
Oksigen terkemuka di Indonesia. Selain itu perusahaan ini
juga menyediakan listrik dengan memanfaatkan tekanan dari
gas. Gas yang diambil merupakan gas dari alam yang
kemudian dipisahkan sesuai kebutuhan menggunakan Air
Separation Plant. Untuk memudahkan penyuplaian gas, maka
bentuk gas kemudian diubah menjadi liquid sehingga gas yang
belum dipakai dapat disimpan untuk kemudian dapat
digunakan kembali atau dijual ke pihak lain. Penyimpanan gas
cair tersebut ada didalam Cyrogenic Tanks. Cyrogenic Tanks
adalah salah satu Plant utama dari perusahaan karena
berfungsi menyimpan gas cair yang sudah terpisahkan
(Nitrogen, Oksigen, dan Argon) berdasarkan standar yang
telah diatur oleh perusahaan. Dimana gas cair yang disimpan
harus dijaga suhu dan tekanannya. Dari fungsi tersebut maka
kinerja dari tangki ini harus tetap dijaga agar dapat
menyimpan gas berupa liquid sesuai dengan kebutuhan yang
ada. Tekanan maksimum yang diperbolehkan didalam tangki
ini adalah 18, 22, dan 36 bar sesuai dengan volume tangki
yang dibuat. [1]
Sedangkan untuk temperatur nya antara -196 0C sampai 20
0C.
[1] Dari kondisi diatas maka diperlukan
sistem pengendalian seperti sistem pengendalian temperatur,
tekanan dan level agar tangki tetap terjaga pada kondisi
idealnya. Kemudian untuk menjaga kestabilan sistem pada
plant, maka dilakukan maintenance baik secara keseluruhan
sistem atau pada masing-masing komponen nya.
Maintenance yang dilakukan oleh perusahaan terbagi
menjadi 3 macam yaitu Preventive Maintenance, Corrective
Maintenance dan Predictive Maintenance. Preventive
maintenance dan Corrective Maintenance merupakan
maintenance yang dilakukan terencana tanpa
mempertimbangkan kondisi plant. Namun terkadang
maintenance yang terencana tidak dapat mengatasi
permasalahan diluar rencana yang disebabkan pada kondisi
plant. oleh karena itu dari perusahaan mulai mengembangkan
maintenance berdasarkan prediksi (Predictive Maintenance)
sebagai solusi dari permasalahan diatas.
Dari permasalahan diatas kemudian akan dilakukan
predictive maintence berdasarkan kondisi di plant dengan
menggunakan metode Condition Based Maintenance (CBM).
Dimana metode tersebut menganalisa kondisi dari masing-
masing komponen dalam plant berdasarkan data pengukuran
dan data historis. Dari hasil analisa tersebut akan digunakan
untuk menentukan nilai maintenance dari komponen.
Sehingga dari analisa tersebut maka didapatkan jadwal
maintenance yang efisien yang diharapkan dapat menambah
nilai reliability-nya. Untuk mempermudah operator di dalam
melakukan maintenance-nya maka hasil yang didapat
kemudian ditampilkan kedalam interface pada Platform
Distributed Control System yang sudah ada.
Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk membuat
sistem analisis Reliability dan Maintenance pada Cyrogenic
Tanks dengan Interface pada Platform Distributed Control
System di PT.Gresik Power Indonesia-PT.Gresik Gases
Indonesia (The Linde Group). Dalam arti sistem analisis yang
telah dibuat dapat diintegrasikan pada sistem pengendalian
pada Platform Distributed Control System tersebut.
Perancangan Sistem Analisis Reliability Dan Maintenance Cyrogenic
Tanks Dengan Interface Pada Platform Distributed Control System di
PT.Gresik Gases Indonesia-PT.Gresik Power Indonesia
(The Linde Group)
Yusuf Afandi1, Hendra Cordova
2, dan Andi Rahmadiansah
3
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected], [email protected]
3
P
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012)
II. METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Injeksi Rumusann kedalam sistem Interface DCS
Validasi Hasil (Representasi
Kegagalan
SelesaiA
A
Studi Literatur
Penentuan Komponen
yang dianalisa
DataLapangan,
P&ID, dan Real Plant
Perancangan sistem
Interface DCS
Hasil Sesuai
dengan Kebutuhan?
Penentuan data kegagalan Komponen Sistem
Analisa Data Maintenance dari Pengukuran
Penyusunan Laporan Akhir
Kunjungan Lapangan
Tidak Sesuai
Sesuai
Tidak Sesuai
Gambar 1 Flowchart penelitian
A. Perancangan Sistem Predictive Maintenance
Dilakukan perancangan sistem predictive
dimana dapat dilihat pada gambar, bahwa modul PM205
berfungsi sebagai tempat penginjeksian sistem.A
tampilan akhir dari sistem yang telah dibuat adalah sebagai
berikut :
Gambar 2 Tampilan Akhir Sistem Maintenance
Sistem Maintenance yang telah diinjeksikan, kemudian
akan diteruskan data nya (data berupa informasi berapa hari
kemudian komponen akan dilakukan maintenance
Distributed Control System melalui protokol komunikasi
for Process Control (OPC).
Kemudian secara umum, sistem nya dapat dijelaskan
dengan menggunakan diagram alur dibawah ini :
Gambar 3 Diagram Alir Sistem Injeksi pada Sistem
Gambar 4 Mekanisme Setting OPC
POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
PENELITIAN
Injeksi Rumusann kedalam sistem Interface DCS
Validasi Hasil Representasi
Kegagalan)?
Selesai
A
Penentuan data kegagalan Komponen Sistem
Analisa Data Maintenance dari Pengukuran
Penyusunan Laporan Akhir
Sesuai
Maintenance
predictive maintenance
dimana dapat dilihat pada gambar, bahwa modul PM205
ai tempat penginjeksian sistem.Adapun
tampilan akhir dari sistem yang telah dibuat adalah sebagai
Maintenance
yang telah diinjeksikan, kemudian
akan diteruskan data nya (data berupa informasi berapa hari
maintenance) ke dalam
melalui protokol komunikasi Ole
Kemudian secara umum, sistem nya dapat dijelaskan
dengan menggunakan diagram alur dibawah ini :
Diagram Alir Sistem Injeksi pada Sistem Maintenance
OPC
B. Perancangan Human Interface Station dengan menggunakan platform Distributed Control System
Setelah dilakukan perancangan sistem
kemudian dilakukan perancangan
dengan mengambil parameter-parameter yang disesuaikan
dengan tampilan di plant.
Gambar 5 Interface pada Distributed Control System
Adapun untuk merancang sistem
tama dilakukan pengidentifikasian parameter
digunakan (dimana dalam hal ini harus sesuai dengan yang
telah didaftarkan oleh OPC). Setelah itu kemudian ditentukan
waktu ketika sequence alarm dijalankan.
terbagi menjadi 2, alarm pertama menandakan waktu
maintenance kurang dari 3 bulan (100 hari) sedangkan alarm
kedua menandakan bahwa waktu
diperkirakan terjadi 1 bulan lagi (30 Hari). Sehingga
kedua sequence alarm juga akan berbeda dapat di
tabel dibawah ini.
Tabel 1klasifikasi alarm sesuai dengan kondisi
Tipe Alarm Waktu Display Screen
Alarm 1 100 D Blinking Indicator
Alarm 2 30 D Blinking Label
Setelah dilakukan pengklasifikasian alarm, kemudian
dilakukan pendaftaran dari alarm-alarm
akan digunakan dengan annunciator
Gambar 6 Pendaftaran alarm notification
Kemudian tahap selanjutnya adalah pembuatan
block dimana berfungsi sebagai penghubung antara sistem
maintenance yang telah dibuat dengan sistem alarm dan
interfac. Function block yang digunakan adalah PVI atau
Process Value Indicator dengan integr
Alarm dengan menggunakan function
memasukkan logika sesuai dengan klasifikasi alarm yang telah
dibuat.
2
Perancangan Human Interface Station dengan
platform Distributed Control System
Setelah dilakukan perancangan sistem maintenance,
kemudian dilakukan perancangan Human Interface Station
parameter yang disesuaikan
Distributed Control System
Adapun untuk merancang sistem interface, pertama-
tama dilakukan pengidentifikasian parameter-parameter yang
digunakan (dimana dalam hal ini harus sesuai dengan yang
telah didaftarkan oleh OPC). Setelah itu kemudian ditentukan
dijalankan. Sequence alarm
i 2, alarm pertama menandakan waktu
kurang dari 3 bulan (100 hari) sedangkan alarm
kedua menandakan bahwa waktu maintenance efektif
diperkirakan terjadi 1 bulan lagi (30 Hari). Sehingga level dari
juga akan berbeda dapat dilihat dalam
klasifikasi alarm sesuai dengan kondisi
Display Screen Alarm Buzzer
Blinking Indicator Off
Blinking Label On
Setelah dilakukan pengklasifikasian alarm, kemudian
alarm notification yang nanti
annunciator Builder
notification pada annunciator builder
Kemudian tahap selanjutnya adalah pembuatan function
dimana berfungsi sebagai penghubung antara sistem
yang telah dibuat dengan sistem alarm dan
yang digunakan adalah PVI atau
dengan integrasi kedalam sistem
function block Calcu dengan
memasukkan logika sesuai dengan klasifikasi alarm yang telah
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3
Gambar 7 Function Block dari sistem DCS
Setelah dilakukan pembuatan function block dengan
memperhatikan input-output masing-masing block, kemudian
penulisan dilakukan pada block Calcu dengan menggunakan
bahasa BASIC yang hampir sama dengan bahasa untuk
mendevelop sistem maintenance. Kemudian dilakukan
pendesainan pada HIS dan juga validasi untuk mendapatkan
sistem yang sesuai dengan yang diinginkan.
C. Metode AutoRegressive Integrated Moving Average
(ARIMA)
Didalam melakukan analisa terhadap model yang cocok
untuk digunakan dalam hal prediksi waktu kegagalan pada
masing-masing komponen salah satunya dilakukan dengan
menggunakan metode ARIMA. Model ini merupakan
gabungan antara AutoRegressive, dan Moving Average.
Sehingga mempunyai order atau parameter p,d,q dimana p
merupakan nomer dari autoregressive, d adalah nomer yang
menunjukkan kestationeran data dan q merupakan nomer
yang menandakan terdapat moving average. Dengan model
umum ARIMA dinyatakan dalam persamaan berikut : ∅�����1 − ��� = � + ������ (1)[3]
Dimana operator AR adalah ∅���� dan operator MA
adalah ����[3]. Adapun beberapa step yang dilakukan terbagi
menjadi :
1) Inisialisasi dan Deklarasi Data
Inisialisasi dan Deklarasi data dilakukan dengan
memasukkan data-data model kedalam workspace. Dalam hal
ini akan dipisahkan workspace nya berdasarkan komponen
yang akan dianalisa. Kemudian juga dipisahkan masing-
masing model nya dalam kolom-kolom.
2) Plotting Auto Correlation Function (ACF)
Pada tahap ini, dilakukan pengeplotan terhadap grafik
berdasarkan lag-lag yang ada, dimana dengan menggunakan
tingkat kepercayaan 95% dapat di ketahui korelasi data yang
terdapat pada masing-masing data.
Untuk membuat ACF dari masing-masing komponen pilih
Stat ���� Time Series ���� Auto Correlation Kemudian kita masukkan model yang akan digunakan
kedalam kolom series diatas. Setelah itu kita mengatur lags
yang kita inginkan( jumlah lag secara default adalah n/4
jumlah pengamatan).setelah itu tekan OK dan muncul grafik
ACF yang diinginkan.
3) Plotting Partial AutoCorrelation Function (PACF)
Kemudian untuk memperkuat analisis data, selanjutnya
dilakukan tahap Partial AutoCorrelation Function(PACF)
dimana sebenarnya tahap ini hampir sama dengan ACF. Untuk
membuat PACF dari masing-masing komponen pilih
Stat ���� Time Series ���� Partial AutoCorrelation dimana dengan cara yang sama dengan ACF kita mengsetting
parameter-parameter yang dibutuhkan.
4) Estimasi menggunakan ARIMA Tahap akhir dari Metode ini adalah kalkulasi dengan
menggunakan ARIMA, dimana pada analisa ACF dan PACF
kita dapat menentukan perkiraan model time series yang akan
digunakan. Dengan pilih Stat ���� Time Series ���� ARIMA
sehingga muncul kotak dialog seperti pada berikut
Gambar 8 Tampilan Setting ARIMA dari komponen FT36-2
Gambar 8 Settingan pada ARIMA dapat diisikan dalam
kotak dialog diatas, dimana untuk mengatur banyaknya data
yang akan divalidasi dan diramal dapat dimasukkan ke dalam
tombol Forecasts…. (namun keterbatasan dari software ini
adalah untuk meramal sebanyak 150 data).
D. Metode Auto Regressive Exogenous (ARX)
Selain menggunakan metode ARIMA yang langkah-
langkah pengerjaanya sudah dijelaskan diatas, maka dilakukan
juga analisa terhadap model yang cocok untuk digunakan
dengan menggunakan metode Auto Regressive
Exogenous(ARX). Dengan model utama dari ARX adalah
sebagai berikut :
�������� = ������� − ��� + ���� (2)[4]
Dengan q merupakan satuan untuk waktu diskrit, sedangkan
A(q) dan B(q) adalah
���� = 1 + ����� + ⋯ + ������� (3)[4]
���� = �� + � ��� + ⋯ + ��!���!"� (4)[4]
Sehingga �# merupakan parameter dari output, �$ merupakan
parameter dari input dan �� merupakan nomer dari sampel
input yang dibutuhkan sebelum mempengaruhi output. Berikut
listing program yang digunakan didalam ARX.
Tabel 2 Program ARX
1 me = arx([FV36_2A_Model1 waktu1],[1,0,1])
2 uV = waktu1(550:803);
3 yV=FV36_2A_Model1(550:803);
4 compare([yV uV],me,1);
Proses untuk memperoleh rumusan baru dari model yang di
analisa ditunjukkan pada baris 1 dimana pada time series
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012)
analysis dengan metode ARX ini, konstanta yang berpengaruh
adalah konstanta dari variabel output(Na). Sehingga konstanta
dari variable input(Nb) dihilangkan.
Kemudian untuk validasi dari rumusan yang telah
didapatkan digunakan data yang sama 200-300 data terakhir,
sehingga kemudian dapat di bandingkan apakah sudah
mengikuti grafik dari data yang sebenarnya atau belum.
Untuk mendapatkan hasil yang bagus maka percobaan diulang
untuk 10 kali iterasi pada nilai Na kemudian dipilih dengan
persen kesamaaan yang paling besar pada masing
arsitektur.
E. Injeksi Rumusan kedalam Interface pada platform
Tahap terakhir dari penelitian ini adalah menginjeksikan
rumusan yang telah didapat kedalam sistem
maintenance yang telah dibuat. Sehingga secara terstuktur di
jelaskan didalam diagram alir program dibawah ini. Sistem ini
merupakan sistem autocalculation didalam memprediksi
waktu kegagalan dan akan memperbarui hasilnya setiap hari.
Adapun data yang diprediksi berupa 2400 data sehingga dapat
memprediksi waktu kegagalan komponen selama 3 bulan.
Mulai
Cek Hari
(Auto Load per Day)
Adakah Hasil perhitungan Hari ini?
Masukan data dari Database
Peramalan nilai
kegagalan
Data Ramalan = 2400 data?
Identifikasi kegagalan
Data Gagalkali berurutan
Kalkulasi waktu kegagalan:banyak data sebelum
gagal /24
(satuan hari)
Injeksi ke sistem DCS
Selesai
Belum Ada
Ada
Belum Tercapai
A
Sudah Tercapai
A
Sesuai
Gambar 9 Diagram alir program Maintenance
Data yang telah diramal kemudian diidentifikasi kegagalannya
dimana nilai data = 0 berturut-turut selama 5 kali. Waktu
menjelang kegagalan tersebut kemudian dikonversi kedalam
satuan hari untuk kemudian dikirim ke sistem DCS yang telah
dibuat melalui komunikasi OPC.
POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
dengan metode ARX ini, konstanta yang berpengaruh
(Na). Sehingga konstanta
Kemudian untuk validasi dari rumusan yang telah
300 data terakhir,
sehingga kemudian dapat di bandingkan apakah sudah
sebenarnya atau belum.
a percobaan diulang
kemudian dipilih dengan
ada masing-masing
Injeksi Rumusan kedalam Interface pada platform DCS
Tahap terakhir dari penelitian ini adalah menginjeksikan
rumusan yang telah didapat kedalam sistem predictive
yang telah dibuat. Sehingga secara terstuktur di
jelaskan didalam diagram alir program dibawah ini. Sistem ini
didalam memprediksi
waktu kegagalan dan akan memperbarui hasilnya setiap hari.
Adapun data yang diprediksi berupa 2400 data sehingga dapat
memprediksi waktu kegagalan komponen selama 3 bulan.
Identifikasi kegagalan
Data Gagal(0) >=5 kali berurutan?
Kegagalan > 3 Bulan
Injeksi ke sistem DCS
Selesai
Tidak Sesuai
aintenance
Data yang telah diramal kemudian diidentifikasi kegagalannya
turut selama 5 kali. Waktu
menjelang kegagalan tersebut kemudian dikonversi kedalam
mudian dikirim ke sistem DCS yang telah
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa dengan menggunakan metode ARIMA
(a)
(b)
(c) Gambar 10 Grafik prediksi dari ARIMA pada FV36
c)model 3
Hasil yang sama juga diperoleh ketika menganalisa
komponen yang lainnya dengan menggunakan metode
ini.dimana pada metode ini hanya dapat digunakan untuk
memprediksi model yang tidak terlalu signifikan (dalam artian
disini perbedaan antar data tidak terlalu besar). Sehingga
ketika dilakukan peramalan terhadap
nilai akan turun drastic pada nilai 0, metode ini tidak bisa
mengatasinya.
B. Analisa dengan menggunakan metode ARX
Dikarenakan hasil yang dicapai
tidak bisa merepresentasikan model kegagalan yang ingin
dicapai, maka dilakukan analisa kedua dengan menggunakan
metode ARX.
Pada Flow Valve ditemukan 3 model data kegagalan.
yang dianalisa yang sama dengan menggunakan ARIMA.
Didalam penelitian ini dilakukan 20 kali percobaan pada nilai
konstanta output Na, dimulai dari 1 sampai
dilakukan komparasi atau perbandingan data hasil ARX
dengan data aktual yang ada kemudian didapatkan nilai persen
FIT. Berikut adalah hasil ARX pada FV36
4
PEMBAHASAN
Analisa dengan menggunakan metode ARIMA
Grafik prediksi dari ARIMA pada FV36-2A a) model 1 b)model 2
Hasil yang sama juga diperoleh ketika menganalisa
yang lainnya dengan menggunakan metode
ini.dimana pada metode ini hanya dapat digunakan untuk
memprediksi model yang tidak terlalu signifikan (dalam artian
bedaan antar data tidak terlalu besar). Sehingga
ketika dilakukan peramalan terhadap nilai kegagalan dimana
nilai akan turun drastic pada nilai 0, metode ini tidak bisa
Analisa dengan menggunakan metode ARX
Dikarenakan hasil yang dicapai didalam metode ARIMA
tidak bisa merepresentasikan model kegagalan yang ingin
dicapai, maka dilakukan analisa kedua dengan menggunakan
itemukan 3 model data kegagalan. model
engan menggunakan ARIMA.
0 kali percobaan pada nilai
Na, dimulai dari 1 sampai 20. Kemudian
dilakukan komparasi atau perbandingan data hasil ARX
dengan data aktual yang ada kemudian didapatkan nilai persen
l ARX pada FV36-2A
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012)
Tabel 3 Hasil ARX pada masing-masing model komponen FV36
Dari hasil diatas kemudian didapatkan nilai FIT atau
kesamaan data pada model 3 terjadi pada nilai Na=
FIT 79.35%, sedangkan pada model ke 2
terbesar pada Na=2 dengan FIT 79.72% kemudian pada model
3 nilai FIT terbesar yaitu 83.88% terjadi pada Na=2. Sehingga
dari hasil diatas, kemudian dipilih model 3 dengan Na=2
untuk dijadikan model kegagalan pada komponen FV36
dikarenakan memiliki nilai FIT yang paling besar.
Gambar 11Hasil ARX dari komponen FV36-2A dengan Na=2 pada model 3
Sehingga didapatkan rumusan sebagai berikut:
Discrete-time IDPOLY model: A(q)y(t) = B(q)u(t) + e(t)
A(q) = 1 - 1.102 q^-1 + 0.1092 q^-2
Kemudian dari hasil yang sudah didapatkan kemudian
dilakukan injeksi kedalam sistem Maintenance
dibuat dengan menggunakan bahasa BASIC dimana
sebelumnya masih berupa diskrit sehingga diubah kedalam
bahasa BASIC (Bahasa yang digunakan dalam sistem
perancangan) sehingga menjadi
Y(t)= 1.102y(t-1) - 0.1092y(t-2) + e(t)
Dimana y(t-n) yang terdapat pada rumusan menandakan
nilai output pada saat kondisi ke –n dari data yang akan
diramal. Hasil yang lain juga dapat dilihat dengan metode ini
yang menunjukkan keberhasilan didalam mengidentifikasi
kegagalan yang ada. Berikut adalah hasil dari rumusan yang
telah di ubah kedalam bahasa BASIC pada komponen
komponen yang lainnya.
POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
masing model komponen FV36-2A
Dari hasil diatas kemudian didapatkan nilai FIT atau
terjadi pada nilai Na=17 dengan
%, sedangkan pada model ke 2 didapatkan nilai
terbesar pada Na=2 dengan FIT 79.72% kemudian pada model
3 nilai FIT terbesar yaitu 83.88% terjadi pada Na=2. Sehingga
dari hasil diatas, kemudian dipilih model 3 dengan Na=2
untuk dijadikan model kegagalan pada komponen FV36-2A
n memiliki nilai FIT yang paling besar.
2A dengan Na=2 pada model 3
Sehingga didapatkan rumusan sebagai berikut:
time IDPOLY model: A(q)y(t) = B(q)u(t) + e(t)
(5)
Kemudian dari hasil yang sudah didapatkan kemudian
aintenance yang telah
dibuat dengan menggunakan bahasa BASIC dimana
sebelumnya masih berupa diskrit sehingga diubah kedalam
BASIC (Bahasa yang digunakan dalam sistem
(6)
n) yang terdapat pada rumusan menandakan
n dari data yang akan
Hasil yang lain juga dapat dilihat dengan metode ini
keberhasilan didalam mengidentifikasi
kegagalan yang ada. Berikut adalah hasil dari rumusan yang
telah di ubah kedalam bahasa BASIC pada komponen-
- LT81-2 %��� = 1.322��� − 1� − 0.3695��� − 2�0.0009248��� − 4� − 0.002869��� − 5�+0.01931��� − 7� + 0.03765��� − 8� −+0.0662��� − 10� + 0.004924��� − 11�+0.009276��� − 13� − 0.008533��� − 14
- PT81-2
Y(t)= 0.9978y(t-1) – 0.02962y(t-2) + 0.0308y(t
- FT36-2 %��� = 0.8927��� − 1� + 0.01581��� − 20.05979��� − 4� − 0.007765��� − 5� −7+0.001934��−8−0.06503��−9+0.0226302546��� − 12� + 0.0177��� − 13� − 00.03911��� − 15� − 0.01825��� − 16� +0.0311��� − 18� + 0.01699��� − 19� −(9)
- PV81-2A %��� = 0.9923��� − 1� − 0.2471��� − 2�0.1304��� − 4� − 0.09019��� − 5� + 0.042770.04127��� − 7� − 0.0454��� − 8� + 0.095780.07843��� − 10� + 0.05373��� − 11� −0.1843��� − 13� − 0.06676��� − 14� −0.1822��� − 16� − 0.1163��� − 17� + 00.005727��� − 19� + ����
C. Analisa Kehandalan masing-masing komponen dengan
distribusi Weibull
Dalam menentukan nilai kehandalan dari suatu sistem
dapat didekati dengan menggunakan distribusi yang salah
satunya adalah distribusi weibull.
weibull fungsi kehandalan yang dipakai adalah sebagai berikut
0��� = �12 3−�Dimana : R(t) = Kehandalan distribusi weibull
n = periode maintenance
4 = weibull shape parameter
= weibull characteristic life
Dengan menggunakan rumusan kegagalan pada distribusi
weibull sebagai berikut :
05��� = �12 3−� 67 89: �12
�7 ; � ; �� + 1�7
Didapatkan nilai β dan ϴ yang sesuai adalah 1.55 dan
34.8085. kemudian dilakukan perhitungan selama 1 tahun
dengan asumsi waktu maintenance
hari. Sehingga rumus kehandalan nya menjadi :
05��� = �12 3−� 6 4034.80858�.<<:
40� ; � ; 40�� + 1�
dengan parameter t berupa waktu kehandalan yang d
adalah nomer periode data maintenance
hasil sebagai berikut :
5
� + 0.05422��� − 3� −� − 0.01676��� − 6� � 0.0986��� − 9� � − 0.02254��� − 12� � 14� + 0.004787��� − 15)+e(t)
(7)
2) + 0.0308y(t-3) + e(t) (8)
� 2� + 0.05749 ��� − 3� −� 0.0275��� − 6� + 0.1184��� −+0.02263��−10+0.004481��−11+0..06464��� − 14� +� + 0.02344��� − 17� +� 0.02622��� − 20� + ����
� + 0.0518��� − 3� + 04277��� − 6� + 09578��� − 9� − � − 0.1174��� − 12� +� 0.05503��� − 15� +.02065��� − 18� + (10)
masing komponen dengan
Dalam menentukan nilai kehandalan dari suatu sistem
dapat didekati dengan menggunakan distribusi yang salah
satunya adalah distribusi weibull. Dimana pada distribusi
weibull fungsi kehandalan yang dipakai adalah sebagai berikut
3 � 6� 89:
(11) [2]
R(t) = Kehandalan distribusi weibull
maintenance data
shape parameter
characteristic life
Dengan menggunakan rumusan kegagalan pada distribusi
8 �12 3− 6� − �7 89:
(12)[2]
ϴ yang sesuai adalah 1.55 dan
34.8085. kemudian dilakukan perhitungan selama 1 tahun
yang dilakukan adalah 40
hari. Sehingga rumus kehandalan nya menjadi :
8 : �12 3− 6� − 40�34.80858�.<<:
(13)
dengan parameter t berupa waktu kehandalan yang dihitung, n
maintenance Sehingga didapatkan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
6
Gambar 12 Hasil analisa kehandalan pada komponen FT36-2
Dari gambar diatas didapatkan bahwa dengan melakukan
maintenance pada komponen FT36-2 dapat meningkatkan
nilai kehandalannya. Dimana dapat ditunjukkan selisih
terbesar terjadi pada saat waktu ke 59 dengan nilai selisihnya
sebesar 0.09184. Sehingga dari hasil yang didapatkan
diketahui bahwa nilai kehandalannya dapat di tingkatkan, hal
ini akan memperpanjang durasi dari kehandalan komponen
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Setelah dilakukan analisis serta pembahasan maka
didapatkan beberapa kesimpulan pada penelitian ini yaitu:
• Prediksi Kegagalan masing-masing komponen dapat
dilakukan dengan menggunakan metode
AutoRegressive Exogenous(ARX) dengan model yang
dipilih pada masing-masing komponen adalah
o Level Transmitter LT81-2 Model 1 dengan
konfigurasi [15,0,1] mampu memprediksi kegagalan
dengan perbandingan data asli sebesar 84.61%
o Pressure Transmitter PT81-2 Model 1 dengan
konfigurasi [3,0,1] mampu memprediksi kegagalan
dengan perbandingan data asli sebesar 83.66%
o Flow Transmitter FT36-2 Model 1 dengan
konfigurasi [20,0,1] mampu memprediksi kegagalan
dengan perbandingan data asli sebesar 77.54%
o Flow Valve FV36-2A Model 3 dengan konfigurasi
[2,0,1] mampu memprediksi kegagalan dengan
perbandingan data asli sebesar 83.88%
o Pressure Valve PV81-2A Model 2 dengan
konfigurasi [19,0,1] mampu memprediksi kegagalan
dengan perbandingan data asli sebesar 52.18%
• Dari hasil analisa kehandalan masing-masing
komponen didapatkan bahwa dengan adanya
maintenance dapat meningkatkan nilai kehandalan nya.
Namun pada PV81-2A kehandalan tidak dapat
ditingkatkan dengan penjadwalan maintenance yang
berkala.
• Perancangan Sistem Prediksi maintenance berhasil
dilakukan dengan baik menggunakan interface pada
Distributed Control System (DCS) dapat dilakukan
dengan menggunakan komunikasi Ole for Process
Control (OPC).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. The Linde Group, “Cyrogenic Standard Tanks”, 2009 [2]. Ebeling, Charles E, “An Introduction to Reliability and Maintainability
Engineering“, Mc Graw-Hill Companies Inc, New york
[3]. Iriawan, Nur; Astuti, Septin Puji, “Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab14”, Penerbit Andi, Yogyakarta.
[4]. www.mathworks.com/help/toolbox/ident/ref/arx.html [5]. Kumayasari, Magdalena Feby., ”Penerapan Condition Based
Maintenance untuk menentukan waktu perawatan sistem pengendalian
temperatur pada Thermal Oxidizer di Conocophilips Indonesia”,
Jurusan Teknik Fisika ITS, 2010 [6]. Sing, G.R.P., “Improving Equipment Availability and Reliability
Through Condition Monitoring at Cold Roling Mill Complex of Tata Steel”
[7]. Wessels, William R.., “Practical Reliability Engineering and Analysis for System Design and Life-Cycle Sustainment”, CRC Press, Taylor & Francais Group;2010
[8]. Jardine, A.K.S, Lin, D., Banjevic, D., “A Review on Machinery Diagnostics and Prognostics Implementing Condition-Based Maintenance.”Mechanical System and Signal Prosessing 20
(2006),1483-1510,2005.
[9]. Si, Xiao-Sheng; Wang, Wenbin; Hu, Chang-Hua;Zhou Dong-Hua, “ Remaininig useful life estimation – A review on the statistical data
driven approaches”, Eouropan Journal of Operational Research 213,
2011
0
0.5
1
1.51
24
47
70
93
11
6
13
9
16
2
18
5
20
8
23
1
25
4
27
7
30
0
32
3
34
6
Re
lia
bil
ity
Time(Day)
Reliability Analysis for FT36-2
no PM,R(t) PM, R(t-nT) Cumulative PM, Rm(t)