PERANAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI...
Transcript of PERANAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI...
i
PERANAN GURU AGAMA ISLAM
DALAM MENGATASI KESULITAN SISWA
MEMBACA AL-QUR’AN (Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun Oleh:
Zamzam Firdaus
106011000027
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H./ 2010 M.
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zamzam Firdaus
NIM : 106011000027
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : ”Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa
Membaca Al-Qur’an (Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang
Selatan)”
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syrif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau jiplakan
dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 04 Februari 2011
(Zamzam Firdaus)
iii
PERANAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI
KESULITAN SISWA MEMBACA AL-QUR’AN (Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
Zamzam Firdaus NIM. 106011000027
Mengetahui,
Pembimbing
Drs. H. Ghufron Ihsan, MA NIP. 19530509 198103 1 006
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H./ 2010 M.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul “Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Membaca Al-Qur’an (Studi Kasus di SMPN 17 Tangerang Selatan)”, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah diujikan dalam sidang munaqasyah pada 04 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Jakarta, 16 Februari 2011
Panitia ujian munaqasyah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan) Tanggal Tanda Tangan Bahrissalim, M.Ag NIP: 19680307.199803.1.002 ….. ….. Sekretaris Jurusan Drs. Sapiudin Shiddiq, M.Ag NIP: 19670328.200003.1.001 ….. ….. Penguji I Drs. Sapiudin Shiddiq, M.Ag NIP: 19670328.200003.1.001 ….. ….. Penguji II Dra. Manerah NIP: 19680323 199403 2 002 ….. …..
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. D r. Dede Rosyada, MA. NIP: 19571005 198703 .1.003
v
ABSTRAKSI
Zamzam Firdaus Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Membaca Al-Qur’an
Mengajarkan membaca Al-Qur’an merupakan kewajiban bagi setiap orang tua kepada anaknya. Seharusnya sejak usia dini anak harus sudah diajarkan membaca Al-Qur’an. Namun belakangan ini di tengah masyarakat yang hidup dengan gaya modern sering melupakan pentingnya pengajaran Al-Qur’an kepada anak. Apalagi secara kuantitas masyarakat muslim terutama di kalangan remaja mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan. Sangat ironi sekali dengan kondisi masyarakat di Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dalam situasi seperti ini, salah satu jalan yang dilakukan oleh para orang tua adalah memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan untuk meringankan tugas sebagai orang tua. Sehingga mereka menaruh kepercayaan penuh kepada pihak sekolah untuk membimbing anaknya. Terkadang mereka tidak mau tahu perkembangan anaknya dalam hal membaca Al-Qur’an karena sudah mempercayai kepada pihak sekolah. Salah satu komponen yang bertanggung jawab secara langsung dalam hal membina perkembangan kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur’an adalah guru agama Islam. Di sinilah guru agama Islam dituntut untuk memainkan peranannya dengan sebaik-baiknya agar tercapai tujuan. Meski demikian ia harus tetap bekerja sama dengan pihak lain seperti kepala sekolah dan wali kelas. Seorang guru agama harus kreatif dan inovatif dalam mensiasati perkembangan zaman yang semakin hari semakin membuat anak jauh dari Al-Qur’an. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang di alami oleh siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan dalam membaca Al-Qur’an. Dari kesulitan-kesulitan tersebut dapat pula diketahui strategi apa saja yang diterapkan oleh guru agama Islam untuk membantu siswa agar mampu membaca Al-Qur’an. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an berdasarkan data yang penulis peroleh dari para guru agama Islam setempat. Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Dalam pengumpulan data digunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan test lisan (membaca Al-Qur’an). Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisa data yaitu mereduksi data yang kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif dilengkapi dengan bagan atau tabel serta verifikasi atau pengambilan kesimpulan. Dari penelitian yang penulis lakukan, maka sampailah pada penarikan kesimpulan bahwasanya kesulitan-kesulitan yang dialami siswa-siswi meliputi pengucapan huruf hijaiyah, penguasaan tajwid, pengenalan tanda baca, dan kelancaran dalam membaca. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya minat siswa yang kurang, motivasi dari keluarga yang nyaris tidak ada, alokasi waktu yang kurang memadai, dan sekolah asal lulusan siswa. Adapun strategi yang sudah dilakukan oleh para guru agama Islam di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan di antaranya tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, memberikan jam tambahan di luar jam sekolah, dan pemberian tugas yang dapat merangsang siswa agar mampu membaca Al-Qur’an.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia sebaik-baik bentuk dan keajaiban, untuk menjadi khalifah di muka
bumi ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan umat manusia,
yaitu Nabi Muhammad saw sang pemilik akhlak mulia, pembawa kebenaran dan kedamaian
bagi seluruh alam. Atas berkat rahmat dan hidayah Allah swt penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Adapun keberhasilan penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini tidak terlepas dari banyak
pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis patut mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Bahrissalim, M. Ag., dan Sekretaris
Jurusan PAI, Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag.
3. Bapak Drs. H. Ghufron Ihsan, M.A Selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak H. Mardi Yuana Abdillah, S.Pd., selaku kepala Sekolah Menengah Pertama
Negeri 17 Tangerang Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan.
5. Ibu Emi Jami’ah, S.Ag., Bapak Nur Komar, S.Pd., Bapak Suhaemi Pudin, S.Ag., dan
Bapak Nurdin, S. Ag., selaku guru agama Islam di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
yang telah memberikan informasi yang mendukung suksesnya penelitian ini.
6. Seluruh guru, karyawan dan siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 17
Tangerang Selatan yang juga telah banyak membantu penulis dalam melakukan
penelitian.
7. Ayahanda Bapak Muhamad Haris dan Ibunda Rodiyah yang tercinta yang dengan
bersusah payah telah mengasuh dan mendidik penulis hingga dapat terus berkuliah
serta kakak-kakak dan adik yang dengan sabar telah membantu dan mendukung
keberhasilan belajar penulis.
vii
8. Wewen, S. Pd.I., yang telah menyiapkan waktu dan tenaga bagi penulis untuk sharing
dalam menyelesaikan skripsi.
9. Iin Indahwati, S. Pd.I., Rikza Damayanti, S. Pd.I., Parjuangan, S. Pd.I., Endang Erika,
S. Pd.I., Sholehah, dan Ust. Agus, S. Pd.I., yang telah bersedia meminjamkan buku
kepada penulis.
10. Ebtanto Putro M, Lulut Supriyono, Ediyanto, Novia Yusmaniar, Nunung Nurfadhilah,
Noer Aisyah, S. Pd.I., serta seluruh sahabat mahasiswa yang tergabung dalam
komunitas Shohibul Alif yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis
tentang indahnya arti sebuah kebersamaan.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua pihak serta jasa-jasanya
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah swt dan hanya kepada-Nya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para
pembaca umumnya.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................ 6
C. Pembatasan ........................................................................ 6
D. Perumusan Masalah ............................................................ 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Guru Agama ...................................................................... 8
1. Pengertian Guru Agama ................................................. 8
2. Kedudukan, Peran, dan Tugas Guru Agama .................. 12
3. Kompetensi Guru Agama .............................................. 18
B. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ................................. 22
1. Pengertian Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ............. 22
2. Standar Kompetensi Pembelajaran Membaca
Al-Qur’an ...................................................................... 27
3. Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran
Al-Qur’an ..................................................................... 28
4. Strategi Pembelajaran dan Sistem Penilaian
Pembelajaran Al-Qur’an ................................................ 34
C. Problematika Pembelajaran Al-Qur’an ........................... 40
1. Kesulitan-kesulitan Pembelajaran Al-Qur’an ................. 40
2. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Pembelajaran
Al-Qur’an .................................................................... 41
3. Berbagai Solusi untuk Mengatasi Kesulitan
Pembelajaran Al-Qur’an ............................................... 44
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................. 46
B. Desain Penelitian ................................................................ 46
C. Populasi dan Sampel .......................................................... 47
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 48
E. Teknik Analisis Data .......................................................... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil SMPN 17 Tangerang Selatan ......................... 52
B. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an di SMPN 17
Tangerang Selatan ............................................................. 59
C. Deskripsi Data ................................................................... 60
D. Analisis Data ..................................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 69
B. Saran ................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 71
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Standar Kompetensi mata pelajaran PAI berbasis Al-Qur’an 28
Tabel 2 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VII smt. I 29
Tabel 3 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VII smt. II 30
Tabel 4 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VIII smt. I 31
Tabel 5 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas VIII smt. II 32
Tabel 6 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas IX smt. I 33
Tabel 7 : Kompetensi Dasar dan indikator mata pelajaran PAI kelas IX smt. II 33
Tabel 8 : Daftar sampel penelitian 48
Tabel 9 : Daftar jumlah siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan 54
Tabel 10 : Daftar jumlah guru SMP Negeri 17 Tangerang Selatan 54
Tabel 11 : Daftar tanaga pendukung 55
Tabel 12 : Daftar kegiatan siswa 56
Tabel 13 : Data ruang kantor 56
Tabel 14 : Data ruang kelas 57
Tabel 15 : Data ruang belajar lainnya 57
Tabel 16 : Data ruang penunjang 57
Tabel 17 : Data lapangan olah raga dan upacara 58
Tabel 18 : Daftar nilai tes membaca Al-Qur’an siswa kelas VII 60
Tabel 19 : Daftar nilai tes membaca Al-Qur’an siswa kelas VIII 61
Tabel 20 : Daftar nilai tes membaca Al-Qur’an siswa kelas IX 61
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan
suatu nama pilihan Allah swt yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun
sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Al-Qur’an, bacaan sempurna lagi mulia. Tiada bacaan semacam
Al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan
atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh
orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Bahkan orientalis H.A.R. Gibb
sebagaimana yang dikuti oleh M. Quraish Shihab pernah menulis bahwa tidak ada
seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan “alat” bernada
nyaring yang demikian mampu dan berani, serta demikian luas getaran jiwa yang
diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad saw (Al-Qur’an).1
Allah swt berfirman dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
1 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1998), cet. Ke-7, h. 3
2
Mengapa iqra’ merupakan perintah pertama yang ditujukan kepada Nabi,
padahal beliau seorang ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis)? Kata
iqra’ terambil dari akar kata yang berarti “menghimpun”, sehingga tidak selalu
harus diartikan “membaca teks tertulis dengan aksara tertentu”. Dari menghimpun
lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik tertulis maupun tidak.2
Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah cirri-ciri sesuatu,
bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis dan
tidak tertulis. Alhasil objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat
dijangkaunya.3 Meski demikian, penting juga memiliki kemampuan membaca
teks tertulis khususnya teks Al-Qur’an yang memang banyak keutamaannya jika
dibaca baik mengerti ataupun tidak akan maknanya.
Tidak sedikit keterangan-keterangan yang menyatakan keutamaan
membaca Al-Qur’an, di antaranya firman Allah swt dalam surat Faathir ayat 29-
30 yang berbunyi:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Q.S. Faathir: 29-30).4 Belajar membaca Al-Qur’an seharusnya dimulai sejak usia dini yaitu masa
kanak-kanak. Sebab, pada usia ini potensi anak sangat bagus dalam menerima
pelajaran. Maka tidak heran jika masyarakat Indonesia terdahulu, terutama yang
2 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat... h. 5
3 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat... h. 5
4 M. Shahib Thahar, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007).
3
muslim, mengajarkan putera-puterinya membaca Al-Qur’an pada usia kanak-
kanak. Tradisi seperti ini pun masih berkembang saat ini terutama di pedesaan
yang sering disebut “Mengaji Al-Qur’an”.5
Namun menurut Prof. Dr. Djalaludin, belakangan ini kemampuan
membaca Al-Qur’an secara kuantitas dikalangan umat Islam semakin menurun.
Keadaan ini kian hari semakin memprihatinkan khususnya di kalangan remaja.
Kondisi ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya orientasi
berpikir masyarakat kita yang mengarah kepada pemikiran pengetahuan praktis
dan dapat menunjang kehidupan duniawi. Maka tidak aneh jika pengajaran
membaca Al-Qur’an kalah bersaing dengan pengetahuan lainnya. Selain itu,
kesempatan yang jarang, metode yang berangsur kurang diminati, dan aksara
bahasa Arab yang dianggap sulit, turut menjadi faktor penyebab menurunnya
kuantitas umat Islam yang mampu membaca Al-Qur’an.6
Para ulama terdahulu telah membuktikan betapa pentingnya belajar
membaca Al-Qur’an sejak usia dini. Sehingga mereka mampu menghafal
keseluruhan isi Al-Qur’an pada usia yang sangat muda. Imam Syafi’i mampu
menghafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun, Ibnu Sina pada usia sepuluh tahun,
dan Sahl bin Abdullah At-Tustari mampu menghafalnya pada usia enam atau
tujuh tahun.7
Meskipun mempelajari ilmu tajwid sebagai disiplin ilmu adalah fardhu
kifayah atau kewajiban kolektif, namun hukum membaca Al-Qur’an dengan
memakai aturan-aturan hukum tajwid ialah fardhu ‘ain. Hal ini tidaklah
bertentangan dengan firman Allah swt., pada surat Al-Muzammil ayat 4 yang
berbunyi “...wa rattilil qur’ana tartiilaa” (“…Dan bacalah Al-Qur’an dengan
tartil”). 8 Meski demikian, bukan berarti kita enggan membaca Al-Qur’an dengan
dalih belum menguasai ilmu tajwid. Tetapi kita dituntut untuk terus
mempelajarinya hingga sampai pada tahap mampu.
5 Djalaludin, Metode Tunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia,
2004), cet. Ke-6, h. 3. 6 Djalaludin, Metode Tunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an... h. 4-7. 7 M. Nur Abduh Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rosulullah, (Bandung: Al Bayan,
1997), cet. Ke-1, h. 145. 8 Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, (Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2004), cet. Ke-10, h. 2-6.
4
Sedemikian pentingnya membaca Al-Qur’an, sehingga sudah saatnya
pihak-pihak yang terkait membuka mata untuk berperan aktif dalam memberantas
buta aksara Al-Qur’an. Kemudian muncul pertanyaan, siapakah yang berperan
aktif dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an setelah diketahui betapa
pentingnya kemampuan tersebut dimiliki setiap muslim? Untuk menjawab
pertanyaant ersebut, penulis mengutip sabda Rosulullah saw., yang berbunyi :
اللھ ىصل اللھ رسول أن عفان بن عثمان عن الرحمن عبد أبي عن وعلمھ القرآن تعلم من خیركم قال وسلم علیھ
“Dari Abi Abdirahman dari Utsman bin ‘Affan Rasulullah saw bersabda: Sebaik-baik di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Imam At-Turmudzi) 9 Dari sabda nabi di atas, secara eksplisit dapat dipetik kesimpulan bahwa
yang sudah lebih dahulu mampu membaca Al-Qur’an, maka dia harus
mengajarkannya kepada yang belum memiliki kemampuan tersebut. Karena
memang biasanya yang memberikan pelajaran adalah orang yang lebih tahu atau
mampu terlebih dahulu daripada orang yang diajarkan. Memang jawaban ini
belum sepenuhnya menjawab pertanyaan di atas karena masih menyisakan
pertanyaan, siapa atau profesi apa atau lembaga apa yang harus berperan aktif
dalam mengentas buta huruf Al-Qur’an?
Seseorang dapat menerima pelajaran dari setiap yang ada di sekitarnya
atau di mana ia berada. Dia dapat belajar dari keluarga, sekolah, bahkan
masyarakat. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan saling mendukung
satu sama lain. Namun, dalam tulisan yang sederhana ini penulis berusaha fokus
hanya pada lingkungan sekolah yang merupakan lembaga terbaik yang dapat
membantu remaja pada masa yang sensitif. Sekolah adalah lembaga penting yang
memikul tanggung jawab yang berat. Sekolah tidak hanya berkewajiban
menyampaikan ilmu, tetapi juga berkewajiban mendidik mental dan akhlak
anak.10 Maka tidak berlebihan jika baik tidaknya seseorang dapat dilihat di mana
ia bersekolah.
Di dalam sekolah pun banyak komponen yang mendukung berhasil atau
tidaknya proses pembelajaran. Salah satunya adalah guru yang merupakan bagian
9 Imam Turmudzi, Sunan At-Turmuzi, Juz X, (Bairut: Daarul Fikri, 1994), h. 149. 10 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. Ke-1, h. 115.
5
komponen terpenting yang berperan aktif di sekolah. Dalam hal membaca
Al-Qur’an, tentu guru agama Islam bertanggung jawab akan hal tersebut, meski
harus bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang terkait. Sebab, mereka juga
yang berkewajiban menyampaikan pesan-pesan agama yang sekurang-kurangnya
meliputi tiga aspek, yaitu aspek iman yang meliputi seluruh rukun iman, aspek
ibadah yang meliputi rukun Islam, dan aspek akhlak. Dengan demikian, guru
agama Islam yang bertanggung jawab penuh atas kemampuan siswanya dalam hal
membaca Al-Qur’an. Paling tidak mereka yang bertugas membina dan memantau
perkembangan anak didikinya dalam kemampuan membaca Al-Qur’an.
Selain itu, guru agama Islam juga harus berusaha mengubah pandangan
sebagian orang seperti Mochtar Buchori yang dikutip oleh H. Muhaimin yang
menilai bahwa pendidikan agama masih gagal dikarenakan hanya memperhatikan
aspek kognitif, dengan mengabaikan aspek afektif dan konatif-volatif, yakni
kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.11
Terkait dengan permasalahan di atas, penulis mendapati beberapa
permasalahan berkaitan dengan apa yang telah penulis paparkan terdahulu ketika
penulis melakukan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) selama kurang
lebih empat bulan berada di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan. Adapun
permasalahan yang penulis temui di lapangan dan akan penulis angkat ke dalam
karya tulis ini ialah tidak sedikitnya siswa-siswi yang belum mampu atau belum
lancar dalam membaca Al-Qur’an. Ada di antara mereka yang sudah duduk di
kelas VIII, itu artinya sudah kurang lebih dua semester mereka bertatap muka
dengan guru agama Islam pada proses pembelajaran. Sehingga penulis ingin
meneliti lebih dalam lagi mengenai peranan guru agama Islam di SMP Negeri 17
Tangerang Selatan dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an,
sehingga diperoleh informasi yang jelas tentang sejauh mana peranan guru agama
Islam dalam mengatasi kesulitan siswa membaca Al-Qur’an. Sebab, salah satu
indikator keberhasilan pendidikan agama Islam di sekolah adalah siswa mampu
membaca kitab Al-Qur’an dan berusaha memahaminya.12
11 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), cet. Ke-1, h. 23. 12 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet. Ke-2, h. 52
6
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian yang
lebih mendalam dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Peranan Guru Agama Islam dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Membaca
Al-Qur’an (Studi Kasus di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah terdahulu, dapat diidentifikasi beberapa
masalah, di antaranya yaitu :
1. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya mengajarkan membaca
Al-Qur’an sejak usia dini pada anak.
2. Belum maksimalnya peranan sekolah dalam memfasilitasi anak untuk belajar
membaca Al-Qur’an.
3. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam membaca Al-Qur’an.
4. Peranan guru agama Islam yang belum terlihat signifikan dalam mengatasi
kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah yang akan
diteliti yaitu :
a. Menganalisa kesulitan-kesulitan yang dialami siswa SMP Negeri 17
Tangerang Selatan dalam membaca Al-Qur’an.
b. Menguraikan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru agama
Islam dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang
menjadi fokos penelitian penulis adalah bagaimana peranan guru agama Islam
dalam mengatasi kesulitan siswa membaca Al-Qur’an.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kesulitan siswa dalam membaca Al-
Qur’an.
7
b. Mengidentifikasi strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru agama
Islam dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an.
c. Dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dijumpai.
2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai temuan variasi strategi pembelajaran dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an.
b. Sebagai masukan bagi guru agama Islam dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an.
c. Sebagai evaluasi bagi sekolah yang bersangkutan dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an.
d. Sebagai penelitian lanjutan bagi peneliti selanjutnya.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Guru Agama
1. Pengertian Guru Agama
Sebelum lebih jauh membahas apa atau siapa itu guru agama, perlu kiranya
penulis bahas satu persatu kata, mulai dari pengertian guru sampai kepada
pembahasan pendidikan agama Islam. Perlu diketahui juga agama yang dimaksud
dalam penulisan ini adalah agama Islam, sehingga penulis terfokus pada
pembahasan tersebut. Dalam dunia akademik guru yang mengajar mata pelajaran
agama dikenal dengan guru pendidikan agama Islam (PAI).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.1 Guru dalam
pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari
sumber belajar ke peserta didik. Sementara masyarakat memandang guru sebagai
orang yang melaksanakan pendidikan di sekolah, masjid, mushola, atau tempat-
tempat lain.2 Guru adalah pelaksana dan pengembang program kegiatan belajar
mengajar. Dia pemilik pribadi keguruan yang unik, artinya tak ada dua guru yang
memiliki pribadi keguruan yang sama.3
Guru biasa disebut juga sebagai pendidik. Dalam perspektif Islam pendidik
ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), cet. Ke- 4, h. 377. 2 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta:
Diva Press, 2009), cet. Ke- 2, h. 20. 3 Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, (Jakarta: T.Pn., 1983), h. 114
9
Orang yang paling bertanggung jawab atas hal tersebut adalah orang tua anak
didik. Namun, seiring dengan perkembangan pengetahuan, keterampilan, serta
kebutuhan hidup yang sudah sedemikian luas, orang tua tidak sanggup lagi
menanggung beban tanggung jawab itu sendiri dengan pertimbangan tingkat
keefektifan dan keefisienan. Maka dari itu ia butuh mitra yang dapat membantu
dan dapat bekerja sama dalam memikul tanggung jawab yang tidak ringan,yakni
suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Di sinilah sekolah memainkan
perannya sebagai lembaga yang dipercaya orang tua untuk menggantikan atau
meringankan tugasnya sebagai pendidik. Salah satu komponen yang terpenting di
sekolah dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran di
sekolah adalah guru. Sehingga, guru yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah
pendidik yang memberikan pelajaran kepada murid yang biasanya memegang
mata pelajaran di sekolah.4
Ketika guru sudah dikaitkan dengan sekolah, maka sadar atau tidak
sesungguhnya dia sudah menjadi sebuah profesi. Jika guru sudah menjadi sebuah
profesi, maka sudah pasti ada persyaratan administrasi yang harus dipenuhi yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Salah satu diantaranya adalah telah menempuh
pendidikan keguruan minimal S-1 atau D-4. dengan demikian, meskipun orang
memiliki pengetahuan yang luas, tetap saja ia tidak dianggap guru yang sah
menurut standar pemerintahan tanpa ia memiliki stratifikasi S-1.5
“Menurut Oemar Hamalik sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin, guru profesional harus memiliki persyaratan, di antaranya yaitu memiliki bakat sebagai guru, memiliki keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental yang sehat, berbadan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa Pancasila, guru adalah seorang warga negara yang baik”.6
Selanjutnya, penulis akan uraikan pembahasan mengenai pendidikan
agama Islam. Kata pendidikan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994), cet. Ke- 2, h. 74-75 5 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h. 198 6 Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: GP Press, t.t.), h. 24
10
sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atai kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengjaran dan pelatihan.7
Sedangkan agama di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai ajaran, system yang mengatur tata keimanan (keprcayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.8
Memang tidak mudah untuk mendefinisikan kata agama, apalagi di dunia
ini kita menemukan kenyataan bahwa agama amat beragam. Pandangan seseorang
terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu
sendiri.9 Beberapa ahli di dalamnya mencoba mendefinisikannya. Menurut
Freezer, agama adalah menyembah atau menghormati kekuatan yanglebih agung
dari manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan
jalannya peri kehiduan manusia.10
”Lain halnya dengan M. A. Tihami sebagaimana yang dikutip oleh H. TB. Aat Syafaat yang mendefinisikan agama ke dalam beberapa pengertian, di antaranya yaitu: a. Al-Din (agama) menurut bahasa artinya keta’atan, ibadah, pembalasan,
dan perhitungan. b. Menurut istilah syara’ agama ialah keseluruhan jalan hidup yang
ditetapkan Allah swt melalui lisan Nabi-Nya dalam bentuk ketentuan-ketentuan (hukum).
c. Ketetapan Tuhan yang menyeru kepada makhluk yang berakal untuk menerima segala sesuatu yang dibawa oleh rasul.
d. Sesuatu yang menuntut makhluk berakal untuk menerima segala yang dibawa oleh Rosulullah saw.”11
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa agama ialah
sesuatu yang diperuntukkan kepada makhluk yang berakal yang meliputi perintah,
anjuran, larangan, dan petunjuk untuk menjalani kehidupan di dunia ini.
7 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 263 8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h.12 9 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat... h. 10 TB. Aat Syafaat, S.Sos, M.Si., dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam dalam
Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 12 11 TB. Aat Syafaat, S.Sos, M.Si., dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam dalam
Mencegah Kenakalan Remaja... h. 12-13
11
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam ialah agama yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad saw berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah swt.12 Sementara kata Islam itu sendiri
berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi memiliki pengertian keselamatan,
perdamaian, dan penyerahan diri kepada Tuhan.13 Dari pengertian tersebut,
setidaknya dapat dipahami bahwa Islam merupakan agama yang memberikan
petunjuk keselamatan, yang senantiasa mengajarkan kedamaian di seluruh alam,
dan mengajarkan pemeluknya untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada
pemilik Islam itu sendiri.
Menurut Nasrudin Razak, agama Islam adalah addin yang dibawa oleh
Nabi Muhammad saw., yang diturunkan Allah swt., dan yang terdapat dalam
sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-
petunjuk untuk kesejahteraan serta kebahagiaan hidup manusia di dunia dan
akhirat.14
Mengenai pendidikan agama Islam, banyak para ahli yang
mendefinisikannya. Menurut Zakiyah Daradjat sebagaimana yang dikutip oleh
Abdul Majid dan Dian Andayani, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha
untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran Islam secara menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya
dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.15
Lain halnya menurut Tayar Yusuf (masih dalam kutipan yang sama),
menurutnya pendidikan agama Islam ialah usaha sadar generasi tua untuk
mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan kepada
generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt. Menurut
Ahmad Tafsir, pendidikan agama Islam ialah bimbingan yang diberikan seseorang
12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 444 13 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid I: Akidah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993),
cet. Ke- 2, h. 3 14 Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), cet. Ke- 2, h. 61 15 Abdul Majid, & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke- 3, h. 130
12
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.16
Mata pelajaran pendidikan agama Islam secara keseluruhan meliputi
Al-Qur’an dan Al-Hadits, keimanan, akhlak, fiqh ibadah, dan sejarah, sekaligus
menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup
perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan
Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun
lingkungannya.17
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran
agama Islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
kesatuan dan persatuan bangsa.
Dengan melihat penjelasan-penjelasan terdahulu, akhirnya bermuaralah
kepada sebuah kesimpulan akhir pada pembahasan ini bahwa guru agama atau
guru pendidikan agama Islam ialah seseorang yang mengemban tugas mengajar
sekaligus mendidik yang telah memiliki stratifikasi S-1 yang memegang mata
pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dan terdaftar sebagai tenaga pendidik di
suatu lembaga pendidikan atau sekolah.
2. Kedudukan, Peran, dan Tugas Guru Agama
a. Kedudukan Guru Agama
Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam adalah penghargaan
Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Kedudukan orang ‘alim dalam Islam
dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan
cara megajarkan ilmu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling
16 Abdul Majid, & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi... h.
130 17 Abdul Majid, & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi...
h.131
13
dihargai oleh Islam.18 Maka tidak berlebihan jika dikatakan menjadi guru
merupakan tugas yang sangat mulia, terlebih guru agama Islam yang secara jelas
menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an meliputi akidah, akhlak, dan ibadah yang
memang dahulu tugas tersebut diemban oleh Rosulullah saw. Dengan demikian,
guru merupakan mitra Rosulullah saw., yang meneruskan perjuangannya
menyampaikan kebenaran baik yang tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an.
Tingginya kedudukan guru, terlebih guru agama Islam, merupakan
realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, sementara
pengetahuan itu sendiri didapat dari proses belajar mengajar sehingga terjadi
interaksi antara yang diajar dengan yang mengajar, dalam hal ini yang mengajar
adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru. Tingginya
kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan secara nyata pada zaman
sekarang. Hal tersebut dapat dilihat terutama di pesantren-pesantren Indonesia.
Santri bahkan tidak berani menantang sinar mata kyainya, sebagian lagi
membungkukkan badan ketika menghadap kyainya.19
Guru adalah actor penting kemajuan peradaban bangsa ini yang tidak
cukup hanya sekadar transfer of knowledge (memindah ilmu pengetahuan) dari
sisi luarnya saja, tetapi juga transfer of value (memindah nilai) dari sisi dalamnya.
Perpaduan dalam dan luar inilah yang akan mengokohkan bangunan pengetahuan,
moral, dan kepribadian murid dalam menyongsong masa depannya. Kalau sekadar
memindah ilmu pengetahuan, masa depan murid akan terancam. Sebab, moralitas
dan integritas mereka rapuh, mudah terombang-ambing badai topan modernisasi
yang menghalalkan segala cara demi memuaskan nafsu hedonisme. Namun, jika
hanya memindah nilai tanpa mentransfer keilmuan yang memadai, mereka
terancam pada gelombang salju dan tembok tebal kemiskinan, pengangguran, dan
keterbelakangan. Keduanya penting dan harus berjalan seiring, tidak boleh ada
yang dimarginalkan dari yang lain.20
Selain itu, kedudukan guru ditengah masyarakat pun dijadikan sebagai
teladan dan rujukan masyarakat sekitar. Di sinilah nilai strategis seorang guru
18 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam... h. 76 19 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam... h. 76-77 20 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h.77-78
14
untuk selalu berpijak pada jalan yang benar, tidak menyimpang, sesuai dengan
ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik, dan aturan pemerintah.21
Sedemikian mulianya kedudukan guru di hadapan Allah swt., dan di mata
masyarakat, maka sudah seharusnya seseorang yang mengambil jalan hidup
sebagai guru menjaga citra baik tersebut dengan tidak menodai kemuliaan profesi
guru dengan sikap dan perbuatannya yang dapat mengundang kebencian Allah
swt dan masyarakat.
b. Peran dan Tugas Guru Agama
Peran dan tugas adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk
membuktikan peran, seseorang harus melakukan tugas-tugas yang diembannya.
Begitu pun seorang guru, untuk menunjukkan eksistensinya sebagai pendidik,
maka dia harus melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru.
Menurut M. Uzer Usman, peran guru agama dalam kegiatan belajar
mengajar adalah serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan
dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku
dan perkembangan peserta didik yang menjadi tujuannya.22
Menurut Jamal Ma’mur Asmani dalam bukunya Tips Menjadi Guru
Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, fungsi dan tugas guru sebagai berikut:
1) Educator (pendidik)
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi
pelajaran yang diberikan kepadanya. Jelaslah bahwa guru agama adalah pendidik,
yakni pendidik agama. Ia bertugas menanamkan ide keagamaan ke dalam jiwa
anak. Perasaan cinta agama yang terdapat pada guru, besar pengaruhnya terhadap
perasaan cinta anak kepada apa yang diberikan olehnya.23
21 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h. 203 22 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1994), h. 3 23 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema
Remaja... h. 56
15
2) Leader (pemimpin)
Sebagai pemimpin kelas, guru harus bisa menguasai, mengendalikan, dan
mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas.
Sebagai pemimpin, guru juga harus terbuka, demokratis, dan menghindari cara-
cara kekerasan. Begitu pun seorang guru agama, ia harus bisa mengarahkan
murid-muridnya untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam di dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan
dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Guru tidak boleh mendikte anak
didiknya untuk menguasai satu bidang. Anak harus dibiarkan mengeksplorasi
potensinya dan memilih potensi terbaik yang dimiliki sebagai jalur hidupnya di
masa depan. Di sinilah guru agama bertugas memberikan arahan atau
bimbingannya agar anak didiknya tidak salah memilih dan tetap memegang nilai-
nilai ajaran Islam.
4) Motivator
Sebagai motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat
dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup
keluarganya, bagaimanapun masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya.
Akan tetapi, ada hal yang harus diperhatikan dalam memberikan motivasi oleh
guru agama, ia tidak hanya memotivasi hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi juga
harus memperhatikan hal-hal yang bersifat ukhrowi.
5) Administrator
Tugas administrator sudah melekat dalam diri seorang guru, mulai dari
melamar sampai diterima menjadi seorang guru dengan bukti surat keputusan
yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain sebagainya. Dalam proses
pembelajaran, guru harus mengabsen siswa, mengisi jurnal kelas, dan membuat
laporan berkala sesuai dengan sistem administrasi sekolah. Pada saat ujian, ia
16
harus membuat soal, mengawasi, mengoreksi, memberikan nilai raport kepada
wali kelas, dan lain sebagainya.
6) Evaluator
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang harus
dibenahi dan disempurnakan. Di sinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Dalam
evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, di antaranya dengan merenungkan
sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan,
atau meminta pendapat orang lain seperti kepala sekolah, guru lain, atau murid-
muridnya.24 Demikian pula dengan guru agama, ia harus mengevaluasi hasil
proses pembelajarannya. Apakah anak didiknya sudah menguasai teori yang telah
diberikan dan mempraktikannya ke dalam kehidupan sehari-hari? Atau baru hanya
menguasai secara teori saja? Sebab, yang terpenting dari ajaran agama adalan
pengamalannya. Dari pengamalan akan melahirkan pengalaman.
Dalam pergaulannya di masyarakat, guru agama pun mempunyai beberapa
peran penting, di antaranya yaitu:
1) Pengatur irama
Dalam kehidupan sosial, potensi masyarakat sangat banyak, bervariasi,
dan kompleks. Potensi tersebut ada pada generasi tua dan muda, kalangan kelas
atas, menengah, dan bawah. Di sinilah peran guru sebagai pengatur irama, harus
jeli membaca potensi seseorang dan menempatkannya pada posisi yang tepat, agar
menghasilkan “bunyi orkestra” yang enak dan indah didengar.
2) Penengah konflik
Dalam kehidupan bermasyarakat, masalah adalah bagian dari variasi
kehidupan sehari-hari. Setiap orang pasti mempunyai masalah dan belum tentu
mampu memecahkan masalahnya sendiri dengan solusi yang tepat. Banyak di
antara mereka yang justru menyelesaikan masalah dengan emosional sehingga
dengan mudah menghakimi orang lain. Akibatnya, kehidupan sosial menjadi
kurang harmonis. Di sinilah peran guru sebagai penengah konflik. Sebagai guru
agama, tentunya solusi yang diberikan harus tetap dalam koridor ajaran Islam.
24 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h.39 - 54
17
3) Pemimpin kultural
Peran-peran di atas dengan sendirinya menempatkan seorang guru sebagai
pemimpin kultural, pemimpin yang lahir dan muncul dari bawah secara alami
berkat potensi, aktualisasi, dan kontribusi besarnya dalam pemberdayaan potensi
masyarakat. Ia akan menjadi tempat rujukan berbagai problem yang berkembang
di masyarakat, menjadi figur pemersatu, sumber ilmu yang disenangi oleh semua
kalangan, dan selalu senang memberikan motivasi bagi kemajuan masyarakat.
Dalam semua situasi, seorang guru harus selalu menghiasi dirinya, lahir dan batin,
dengan kejujuran dan keteladanan yang menjadi sumber kepercayaan masyarakat.
Ketulusan, semangat pengorbanan, dan senang melihat kebahagiaan orang lain
membuatnya semakin dicintai rakyat.25
Dipandang sebagai profesi, tentunya guru agama memiliki tugas-tugas
yang harus dilaksanakan. Adapun tugas profesional guru agama adalah sebagai
berikut:
1) Guru agama harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional
dan target yang hendak dicapai.
2) Guru agama harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai
metode yang dapat digunakan dalam situasi yang sesuai.
3) Guru agama harus dapat memilih bahan dan alat bantu serta menciptakan
kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman pelajaran agama.
4) Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai
dengan target.26
Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama
Islam menyebutkan tiga macam tugas guru agama, yaitu:
1) Tugas pengajaran
Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru yang sudah tradisional adalah
“mengajar”. Karenanya sering orang salah duga bahwa tugas guru hanyalah
semata-mata mengajar. Sebenarnya, sebagai pengajar guru bertugas membina
perkembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
25 Jamal Ma’ruf Asmani, Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif... h.208 - 211 26 Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: Amrico, 1986), h. 100
18
2) Tugas bimbingan
Bagi guru agama, pemberian bimbingan meliputi bimbingan belajar dan
bimbingan sikap keagamaan. Pemberian bimbingan dimaksudkan agar setiap
murid disadarkan mengenai kemampuan dan potensi diri murid yang sebenarnya
dalam kapasitas belajar dan bersikap.
3) Tugas administrasi
Dalam hal adminitrasi, guru bertugas mengelola kelas atau menjadi
manajer interaksi belajar. Mengajar dengan pengelolaan yang baik, guru akan
lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan
pengajaran agama Islam khususnya.27
3. Kompetensi Guru Agama
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi diartikan sebagai
kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).28 Ada juga
yang mengartikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan
demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas
guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam
menjalankan fungsi sebagai guru.
Pembahasan mengenai guru agama telah penulis uraikan pada pembahasan
sebelumnya. Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa yang
dimaksud dengan kompetensi guru agama adalah kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap guru agama yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dapat mendukung dalam menyampaikan materi pada mata pelajaran agama
(Islam) di setiap satuan pendidikan.
Zakiah Daradjat menyebutkan paling tidak ada tiga kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru, baik guru agama maupun guru umum, yaitu:
27 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), cet. Ke- 1, h. 264 - 268 28 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 584
19
a. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian pada seorang guru harus dikembangkan terus-
menerus agar guru terampil dalam:
1) Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid
yang diajarkannya.
2) Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar-mengajar
sehingga amat menunjang secara moral terhadap murid bagi terciptanya
kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan
guru.
3) Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab,
dan saling mempercayai antara guru dan murid.
b. Kompetensi penguasaan atas bahan pengajaran
Kompetensi penguasaan meliputi bahan bidang studi sesuai dengan
kurikulum dan bahan perdalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya ini amat
perlu dibina karena selalu dibutuhkan dalam:
1) Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus
diajarkannya ke dalam bentuk komponen-komponen dan informasi-
informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu ayau kecakapan yang
bersangkutan.
2) Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi tersebut
sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk
mempelajari pelajaran yang diterimanya.
c. Kompetensi dalam cara-cara mengajar
Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar
diperlukan dalam:
1) Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian
pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan
waktu.
2) Mempergunakan atau mengembangkan media pendidikan bagi murid
dalam proses belajar yang diperlukannya.
20
3) Mengembangkan dan mempergunakan semua metode mengajar sehingga
terjadilah kombinasi dan variasi yang efektif.29
Di dalam Buku Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Bab Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pasal 28 dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki
pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta anak usia dini
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,
dan kompetensi sosial.30
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Kompetensi profesional mempunyai arti bahwa guru harus memiliki
pengetahuan yang luas serta mendalam mengenai bidang studi yang diajarkan.
Selain itu, guru juga harus menguasai strategi pembelajaran secara tepat dan
mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.31
Kompetensi kepribadian mempunyai arti bahwa guru harus memiliki sikap
kepribadian yang mantap hingga patut diteladani, digugu, dan ditiru. Kompetensi
sosial mempunyai arti bahwa seorang guru harus memiliki kemampuan
berkomunikasi sosial, dengan murid, dengan teman sesama guru, dengan kepala
sekolah, dengan tata usaha, serta dapat berkomunikasi dengan masyarakat
sekitarnya.32
Penjelasan mengenai keempat kompetensi di atas sejalan dengan rumusan
kompetensi yang sudah dirinci oleh Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan Indonesia (ALPTKI) dalam kongresnya di Bandung tanggal 19 –
21 Januari 2006 dan Rapat Kerja I di Surabaya tanggal 26 – 28 Januari 2006.
Hanya saja mereka menambahkan mengenai kompetensi profesional yang
29 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam... h. 263 - 264 30 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:
Fokusmedia,2009) 31 Rika Sa’diah, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT. Wahana Kardofa,
2009), cet. Ke- 1, h. 149 - 150 32 Rika Sa’diah, Metodologi Pembelajaran Agama Islam... h. 150
21
dimaksud adalah kompetensi yang dapat membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi.33
Demikian juga Prof. Dr. Ramayulis menyatakan bahwa ada empat
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru agama, di antaranya yaitu:
a. Menguasai substansi, yakni materi dan kompetensi berkaitan dengan mata
pelajaran yang dibinanya, sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
b. Menguasai metodologi mengajar, yakni metodik khusus untuk mata pelajaran
yang dibinanya.
c. Menguasai teknik evaluasi dengan baik.
d. Memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik
profesi.34
Keseluruhan kompetensi yang telah dijelaskan di atas merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional baik guru agama
maupun guru umum. Namun, Prof. Dr. Muhammad Athiyah Al-Abrasiy secara
singkat menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru agama,
yaitu:
1) Zuhud 2) Kebersihan tubuh dan jiwanya 3) Ikhlas dalam beramal 4) Suka pemaaf 5) Mencintai murid-muridnya 6) Mengetahui tabiat murid 7) Harus menguasai mata pelajaran.35
Syaikh Muhammad Said Mursi pun menyebutkan 12 sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik guna menunjang keberhasilan dalam mencapai
tujuan, yaitu:
1) Memberikan keteladanan 2) Mempunyai hubungan yang baik dengan Allah swt. 3) Berjiwa besar dan bercita-cita tinggi 4) Mencintai dan dicintai
33 Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), cet. Ke-
1, h. 94 34 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cet.
Ke-5, h. 60-61 35 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema
Remaja... h. 57
22
5) Mengendalikan diri 6) Banyak membaca 7) Mempunyai pengetahuan khusus 8) Penyayang 9) Mampu menyelami dunia anak 10) Berkomunikasi dengan wali murid 11) Mempunyai tujuan jelas 12) Memberikan hasil.36
Dengan demikian, jelaslah bagi setiap guru agama yang terdaftar di setiap
satuan pendidikan untuk lebih memperhatikan dan mengembangkan lagi
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam
mengajar. Selain itu, perlu juga melatih diri agar mempunyai kepribadian yang
baik hiangga layak menjadi teladan bagi muridnya.
B. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
1. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
a. Pengertian pembelajaran membaca Al-Qur’an
Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang telah mendapatkan imbuhan
gabungan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembelajaran diartikan
sebagai proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.37
Proses pembelajaran disebut juga keterpaduan antara konsep belajar dan mengajar
yang akhirnya melahirkan konsep pembelajaran. Belajar dan mengajar merupakan
dua aktivitas yang saling keterkaitan satu dengan yang lain dalam proses
pembelajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan siswa, sedangkan
mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru. Dua kegiatan tersebut
menjadi terpadu pada saat terjadi interaksi antara guru dan murid dalam proses
pembelajaran.38
Makna mengajar awalnya masih diartikan sebagai aktivitas pemberian
bimbingan kepada siswa yang mengacu kepada apa yang dialkukan guru.
Pandangan paedagogis dan ilmuan pendidikan di awal paroan ke-2 abad ke-20
sudah berkembang menuju model pendidikan yang berpusat pada siswa, hanya
36 Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. Ke- 1, h. 285 - 301 37 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 17 38 Annisatul Mufarokah, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009), cet. Ke-1, h. 25
23
saja keterlibatan dan peran guru masih sangat besar dalam proses pengajaran.
Itulah bagian-bagian yang dikritik oleh para ilmuwan pendidikan di akhir abad ke-
20 dengan memberi peluang yang sebesar-besarnya pada siswa untuk belajar.39
Seperti kritik yang dilontarkan Paulo Freire yang dikutip oleh Dede
Rosyada terhadap pengajaran dengan model pembelajaran pasif, yakni guru
menerangkan, murid mendengarkan, guru bertanya, murid menjawab, dan
seterusnya. Paulo Freire menyebutnya dengan pendidikan gaya bank, yakni
pendidikan model deposito, guru sebagai deposan yang mendepositokan
pengetahuan serta berbagai pengalamannya pada siswa, sementara siswa hanya
menerima dan mencatat semua yang disampaikan guru. Pendidikan dengan model
seperti ini menurut Freire merupakan salah satu bentuk penindasan terhadap
siswa, karena menghambat kreativitas dan pengembangan potensi siswa.40
Oleh sebab itu, pengertian mengajar pun berubah seiring dengan pergeseran
masa. Seperti pendapat Kenneth D Moore dikutip oleh Dede Rosyada dalam
bukunya Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan yang menyatakan bahwa
mengajar adalah sebuah tindakan dari seseorang yang mencoba untuk membantu
orang lain mencapai kemajuan dalam berbagai aspek seoptimal mungkin sesuai
dengan potensinya. Pandangan ini didasari oleh sebuah paradigma bahwa tingkat
keberhasilan mengajar bukan pada seberapa banyak ilmu yang disampaikan guru
kepada siswa, melainkan seberapa besar guru memberi peluang pada siswa untuk
belajar dan memperoleh segala sesuatu yang ingin diketahuinya, guru hanya
memfasilitasin parasiswanya untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuannya.41
39 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet. Ke-1, h. 91 40 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan... h. 89 41 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan... h. 91
24
Kemudian kata membaca memiliki arti melihat serta memaknai isi dari apa
yang tertulis dengan melisankan atau hanya dalam hati.42 Sedangkan Al-Qur’an
merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah swt yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw dengan perantaraan malaikat Jibril untuk dibaca,
dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat
manusia.43
Secara etimologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan kata
Al-Qur’an. Di antara mereka ada yang menulisnya tanpa huruf hamzah (dibaca
Al-Quraan) dan ada pula yang menulisnya dengan memakai huruf hamzah (dibaca
Al-Qur’an). Pendapat yang pertama dapat dilihat dari pernyataan Imam Syafi’i
yang dikutip oleh A. Chaerudji Abdul Chalik yang menyatakan bahwa kata
Al-Qur’an ditulis tanpa huruf hamzah dan tida diambil dari kata apapun. Ia
merupakan kata yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada Nabi
Muhammad saw., sebagaimana nama Injil dan Taurat yang dipakai khusus untuk
kitab-kitab Tuhan yang diberikan masing-masing kepada Nabi Isa as., dan Nabi
Musa as.44
Berbeda dengan Subhi al-Shaleh dalam kutipan A. Chaerudji Abdul Chalik
yang menyatakan bahwa kata Al-Qur’an itu masdar dan sinonim/ murodif dengan
kata qiro’ah yang berarti bacaan. Menurutnya kata qara’a yang berarti membaca
adalah berasal dari bahasa Arami. Tetapi ketika Al-Qur’an diturunkan, kata
tersebut telah baku menjadi bahasa Arab. Kemudian Islam mempergunakan kata
Al-Qur’an itu untuk nama kitab sucinya.45
Secara terminologi pun para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya. Subhi Al-Shaleh yang dikutip oleh A. Chaerudji Abdul
Chalik berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang mengandung
mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang termaktub dalam
42 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 83 43 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia... h. 33 44 A. Chaerudji Abdul Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: Diadit Media, 2007), cet. Ke-1, h. 39 45 A. Chaerudji Abdul Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an... h. 40-41
25
mushaf-mushaf yang dinukilkan daripadanya dengan jalan mutawatir yang
dianggap bernilai ibadah membacanya.46
Di dalam Kamus Agama, makna Al-Qur’an yang populer di kalangan umat
ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada nabi-Nya yang bernama
Muhammad saw., yang tertulis dalam mushaf. Sedangkan menurut ulama ahli
kalam, Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat yang gaib dan azali, sejak dari awal
Al-Fatihah sampai An-Naas, yaitu lafal-lafal yang terlepas dari sifat-sifat
kebendaan, baik secara inderawi, khayali, ataupun secara lain-lain, yang tersusun
pada sifat Allah yang Qadim.47
Prof. M.T. Thahir Abdul Mu’in sebagaimana yang dikutip oleh Humaidi
Tatapangarsa menyatakan bahwa Al-Qur’an ialah firman Allah swt., yang
disampaikan kepada rasul-Nya dengan perantaraan malaikat Jibril dengan
berangsur-angsur, yang akan disampaikan kepada umatnya dengan mutawatir dan
sebagai tanda kerasulan Muhammad saw., dengan mengandung mu’jizat dan
sebagai petunjuk bagi manusia dalam menuju ketinggian/ kemuliaan hidup dengan
jalan yang lurus, yang dapat menyampaikannya kepada kebahagiaan hidup yang
abadi.48
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an pada
dasarnya mengandung unsur-unsur yang berupa:
a) Bahwa ia adalah kalam / wahyu Allah swt. Artinya bukan buatan atau
karangan manusia, jin, atau makhluk lainnya.
b) Bahwa ia diturunkan kepada rasul Allah yang bernama Muhammad saw.
Artinya kalam Allah yang diturunkan kepada selain Muhammad saw.,
bukanlah Al-Qur’an.
c) Bahwa kalam Allah swt., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., itu
ialah dengan perantara malaikat Jibril, dan membacanya termasuk ibadah.
Artinya, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., tidak
46 A. Chaerudji Abdul Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an... h. 43 47 Humaidi Tatapangarsa, Al-Qur’an yang Menakjubkan, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007), h. 1 48 Humaidi Tatapangarsa, Al-Qur’an yang Menakjubkan... h. 2-3
26
melalui Jibril dan membacanya tidak termasuk ibadah, seperti hadits qudsi,
bukanlah Al-Qur’an.
d) Bahwa kalam Allah swt., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.,
dengan perantara malaikat Jibril itu merupakan mu’jizat Nabi Muhammad
saw., dan sebagai pedoman agama Islam. Artinya, bahwa wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang juga merupakan pedoman
agama Islam, seperti hadits-hadits nabi, tetapi tidak menjadi mu’jizat beliau,
bukanlah pula Al-Qur’an.
Dengan demikian, yang dimaksud pembelajaran membaca Al-Qur’an ialah
suatu proses interaksi belajar mengajar antara guru dan murid yang menekankan
pada murid untuk mampu melafalkan huruf demi huruf, kata demi kata, serta
kalimat demi kalimat yang terdapat dalam mushaf Al-Qur’an yang menjadi
pedoman bagi umat Nabi Muhammad saw., yang selanjutnya diharapkan murid
dapat memahami maknanya dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan pembelajaran membaca Al-Qur’an
Dalam mengajar Al-Qur’an, ada pengklasifikasian ayat-ayat ke dalam dua
kategori, yaitu ayat-ayat yang hanya dibaca dan ayat-ayat yang harus ditafsirkan
dan dihafal. Semua itu bertujuan memberikan pengetahuan kepada anak didik agar
mengarah kepada:
1) Kemantapan membaca sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan dan menghafal ayat-ayat atau surat-surat yang mudah bagi
mereka.
2) Kemampuan memahami kitab Allah secara sempurna.
3) Kesanggupan menerapkan ajaran Islam ke dalam kehidupan sehari-
hari.
4) Kemampuan memperbaiki tingkah laku murid melalui metode
pengajaran yang tepat.
5) Kemampuan memanifestasikan keindahan retorika Al-Qur’an.
6) Penumbuhan rasa cinta dan keagungan Al-Qur’an dalam jiwanya.
27
7) Pembinaan pendidikan Islam berdasarkan sumber-sumbernya yang
utama dari Al-Qur’an.49
Secara khusus, tujuan mengajar Al-Qur’an yang berkaitan dengan ayat-
ayat bacaan, yaitu:
1) Murid-murid dapat membaca Al-Qur’an dengan mantap, baik dari segi
ketepatan harkat, saktat (tempat berhenti), membunyikan huruf-huruf sesuai
dengan makhrajnya dan persepsi maknanya.
2) Murid-murid mengerti makna Al-Qur’an dan berkesan dalam jiwanya.
3) Murid-murid mampu menimbulkan rasa haru, khusyu, dan tenang jiwanya
serta takut kepada Allah swt.
4) Membiasakan kemampuan murid dalam membaca pada mushaf dan
meperkenalkan istilah-istilah yang tertulis baik untuk waqaf, mad, dan
idgham.50
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dalam bukunya Metodik Khusus Pendidikan
Agama menyebutkan tujuan mempelajari Al-Qur’an selain untuk jadi ibadah
adalah sebagai berikut:
a) Memelihara kitab suci dan membacanya serta memperhatikan apa-apa isinya
untuk jadi petunjuk dan pengajaran dalam kehidupan di dunia.
b) Mengingat hukum agama yang termaktub dalam Al-Qur’an serta menguatkan
keimanan dan mendorong berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan.
c) Mengharapkan keridhaan Allah swt.
d) Menanamkan akhlak yang mulia.
e) Menanam perasaan keagamaan dalam hati dan menumbuhkannya sehingga
bertambah keimanannya kepada Allah swt.51
2. Standar Kompetensi Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Standar kompetensi pembelajaran membaca Al-Qur’an yang dimaksud
pada pembahasan ini adalah kemampuan minimal yang harus dikuasai atau
49 Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: T. Pn., 1985), h. 79 50 Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam... h. 80-81 51 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983), cet. Ke-11, h. 61
28
dimiliki siswa dalam mata pelajaran agama Islam khususnya materi yang berbasis
Al-Qur’an. Berikut penulis akan uraikan standar kompetensi mata pelajaran
agama Islam yang berbasis Al-Qur’an yang penulis kutip dari Model Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pengajaran yang dikeluarkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional:
Tabel 1 Satndar kompetensi materi pembelajaran agama Islam berbasis Al-Qur’an kelas
VII sampai IX
No. Kelas Semester Materi Pembelajaran Standar Kompetensi
1 VII
1
Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah
Menerapkan hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah
2 Hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
Menerapkan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
2 VIII 1 Hukkum bacaan
qalqalah dan ra Menerapkan Hukkum bacaan qalqalah dan ra
2 Hukum bacaan mad dan waqaf
Menerapkan Hukum bacaan mad dan waqaf
3 IX
1 Al-Qur’an surat At-Tin
Memahami ajaran Al-Qur’an surat At-Tin
2 Al-Qur’an surat Al-Insyirah
Memahami ajaran Al-Qur’an surat Al-Insyirah52
3. Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran Al-Qur’an
Kompetensi dasar merupakan kemampuan dasar yang dapat dilakukan
oleh siswa yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Kompetensi
dasar ini mengacu kepada standar kompetensi yang telah ditetapkan untuk
masing-masing materi pembelajaran.
52 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: T. Pn., 2006), h. 3-53.
29
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, indikator diartikan sebagai sesuatu
yang dapat memberikan (menjadikan) petunjuk atau keterangan. Indikator adalah
karakteristik, tanda-tanda, perbuatan atau respon yang harus dapat dilakukan atau
ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki
kemampuan dasar tersebut.
Selanjutnya penulis akan uaraikan komptensi dasar dan indikator pada
materi pembelajaran agama Islam Sekolah Menengah Pertama yang berbasis
Al-Qur’an dari BSNP Departemen Pendidikan Nasional:
Tabel 2
Kompetensi dasar dan indikator kelas VII semester 1 materi pembelajaran
Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah
Kompetensi Dasar Indikator
1. Menjelaskan Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah
1. Menjelaskan pengertian Hukum bacaan “Al” Syamsiyah
2. Menyebutkan contoh-contoh bacaan “Al” Syamsiyah
3. Menjelaskan pengertian “Al” Qamariyah
4. Menyebutkan contoh-contoh bacaan “Al” Qamariyah
2. Membedakan Hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qamariyah
1. Menyebutkan ciri-ciri hukum bacaan “Al” Syamsiyah
2. Menyebutkan ciri-ciri hukum bacaan “Al” Qomariyah
3. Membandingkan ciri-ciri hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah
3. Menerapkan bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah dalam
1. Menelaah hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah dalam
30
bacaan surat Al-Qur’an dengan benar
Q. S. Adh-Dhuha
2. Menelaah hukum bacaan “Al” Syamsiyah dan “Al” Qomariyah dalam Q. S.Al-‘Adiyat.53
Tabel 3
Kompetensi dasar dan indikator kelas VII semester 2 materi pembelajaran
Hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
Kompetensi Dasar Indikator
1. Menjelaskan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
1. Menjelaskan pengertian nun mati / tanwin
2. Menjelaskan pengertian mim mati
3. Menyebutkan contoh bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
2. Membedakan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
1. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan nun mati / tanwin
2. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan mim mati
3. Menjelaskan perbedaan antara hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati
3. Menerapkan hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati dalam bacaan surat Al-Qur’an dengan benar
1. Mencari hukum bacaan nun mati / tanwin dalam Q.S. Al-Qadr
2. Mencari hukum bacaan mim mati dalam Q.S. Al-Fiil.54
53 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 3-4. 54 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 15-16.
31
Tabel 4
Kompetensi dasar dan indikator kelas VIII semester 1 materi pembelajaran
hukum bacaan qalqalh dan ra
Kompetensi Dasar Indikator
2. Menjelaskan hukum bacaan qalqalah dan ra
1. Menjelaskan pengertian hukum bacaan qalqalah
2. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan qalqalah dan menyebutkan contohnya
3. Menjelaskan pengertian hukum bacaan ra
4. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan ra dan menyebutkan contohnya
4. Menerapkan hukum bacaan qalqalah dan ra dalam bacaan surat Al-Qur’an dengan benar
4. Membaca bacaan qalqalah dengan benar
5. Membaca bacaan ra tebal dan tipis dengan benar
6. Menerapkan hukum bacaan qalqalah pada Q.S. Al-Ikhlas dan Q.S. AL-Lahab
7. Menerapkan hukum bacaan ra dengan membaca potongan ayat-ayat dengan benar.55
55 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 23-24.
32
Tabel 5
Kompetensi dasar dan indikator kelas VIII semester 2 materi pembelajaran
hukum bacaan mad dan waqaf
Kompetensi Dasar Indikator
1. Menjelaskan hukum bacaan mad dan waqaf
1. Menjelaskan pengertian hukum bacaan mad
2. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan mad dan menyebutkan contohnya
3. Menjelaskan pengertian hukum bacaan waqaf dan washal
4. Menjelaskan macam-macam hukum bacaan waqaf dan menyebutkan contohnya
2. Menerapkan hukum bacaan qalqalah dan ra dalam bacaan surat Al-Qur’an dengan benar
1. Menunjukkan beberapa contoh hukum bacaan mad dalam Q.S. Al-Fatihah dan Q.S. Al-Kafirun
2. Menunjukkan beberapa contoh hukum bacaan waqaf dalam Q.S. Al-Fatihah dan Q.S. Al-Ikhlas
3. Mempraktikan bacaan mad dan waqaf dalam bacaan surat Al-Qur’an
1. Mempraktikan cara membaca bacaan mad
2. Mempraktikan cara membaca bacaan yang diwaqafkan dan yang diwashalkan
3. Mempraktikan bacaan mad dan waqaf dalam ayat-ayat Q.S. Al-Baqarah.56
56 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 37-38.
33
Tabel 6
Kompetensi dasar dan indikator kelas IX semester 1 materi pembelajaran
Al-Qur’an Surat At-Tin
Kompetensi Dasar Indikator
1. Membaca Q.S. At-Tin dengan tartil
1. Membaca potongan-potongan ayat dalam Q.S. At-Tin dengan benar
2. Membaca keseluruhan ayat dalam Q.S. At-Tin dengan tartil dan benar
2. Menyebutkan arti Q.S. At-Tin
1. Mengartikan masing-masing kata dalam Q.S. At-Tin dengan benar
2. Mengartikan masing-masing ayat dalam Q.S. At-Tin dengan benar
3. Mengartikan keseluruhan ayat dalam Q.S. At-Tin dengan benar
3. Menjelaskan makna Q.S. At-Tin
1. Menjelaskan makna setiap ayat yang ada dalam Q.S. At-Tin dengan benar
2. Menjelaskan pesan-pesan pokok dari Q.S. At-Tin.57
Tabel 7
Kompetensi dasar dan indikator kelas IX semester 2 materi pembelajaran
Al-Qur’an Surat Al-Insyirah
Kompetensi Dasar Indikator
1. Menampilkan bacaan Q.S. Al-Insyirah dengan tartil dan benar
1. Membaca potongan-potongan ayat dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar
2. Membaca keseluruhan ayat dalam Q.S. Al-Insyirah dengan tartil dan benar
3. Menyebutkan arti Q.S. Al-Insyirah
1. Mengartikan masing-masing kata dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar
2. Mengartikan masing-masing ayat dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar
3. Mengartikan keseluruhan ayat dalam Q.S. Al-Insyirah dengan benar.58
57 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 45-46. 58 Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ...., h. 53-54.
34
Menurut hemat penulis, dari keseluruhan komptensi dasar dan indikator
yang diberikan oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional akan
dirasakan sulit bagi guru untuk menyampaikannya kepada anak didik apabila
kemampuan dasar membaca Al-Qur’an seperti mengenal huruf hijaiyah belum
dikuasai oleh siswa.
4. Strategi Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran Al-Qur’an
a. Startegi Pembelajaran Al-Qur’an
Kata strategi berasal dari kata startegos (Yunani) yang berarti jenderal
atau perwira negara. Jenderal inilah yang bertanggung jawab merencanakan suatu
strategi dari mengarahkan pasukan untuk mencapai kemenangan. Dalam
perkembangannya, konsep strategi telah banyak digunakan dalam berbagai situasi,
termasuk untuk situasi pendidikan. Implementasi konsep strategi dalam situasi
dan kondisi belajar-mengajar, sekurang-kurangnya melahirkan pengertian berikut:
1) Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan
menggunakan kecakapan dan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk
mencapai tujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan
kondisi yang paling menguntungkan.
2) Strategi merupakan garis-garis besar haluan bertindak dalam mengelola
proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif
dan efisien.
3) Strategi dalam proses belajar-mengajar merupakan suatu rencana yang
disiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan belajar.
4) Strategi sebagai pola-pola umum kegiatan guru dalam perwujudan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
5) Strategi belajar mengajar berarti pola umum perbuatan guru-murid di
dalam perwujudan kegiatan belajar dan mengajar.59
Mempertimbangkan suatu strategi berarti mencari dan memilih model,
metode dan pendekatan proses belajar mengajar yang didasarkan atas karakteristik
dan kebutuhan belajar peserta didik dan kondisi lingkungan serta tujuan yang akan
dicapai. Dengan kata lain, strategi belajar-mengajar merupakan siasat guru utnuk
59 Annisatul Mufarokah, Strategi Belajar Mengajar... h. 36-38
35
mengoptimalkan intreaksi antara peserta dengan komponen-komponen lain dari
sistem instruksional secara konsisten.60
Kaitannya dengan pembelajaran Al-Qur’an, guru agama Islam dapat
memilih metode pengajaran Al-Qur’an yang tepat dan sesuai agar mudah diterima
oleh peserta didik. Ada banyak metode yang lazim digunakan untuk mengajarkan
Al-Qur’an yang dapat menjadi alternatif bagi guru agama, di antaranya yaitu:
1) Metode Qira’ati
Metode qira’ati adalah cara mengajar membaca Al-Qur’an dengan
menggunakan buku qira’ati dan menawarkan pengajaran yang sistematis dan
mendetail serta pemahaman ilmu tajwid dan cara baca tartil. Adapun ciri-cirinya
sebagai berikut:
a) Praktis
b) Sederhana (realis, tidak teoris)
c) Sedikit demi sedikit
d) Merangsang murid untuk saling berpacu
e) Tidak menuntun bacaan
f) Teliti terhadap bacaan salah atau keliru
g) Driil (bisa karena dibiasakan)61
2) Metode Iqra
Metode iqra merupakan temuan K.H. As’ad Human dari Yogyakarta.
Metode ini terdiri dari 6 jilid dengan waktu belajar selama 6 bulan. Ciri-cirinya
sebagai berikut:
a) Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
b) Privat, guru menyimak bacaan siswa
c) Asistensi, guru bisa meminta bantuan untuk mengajar kepada guru yang
lain
Ada pula metode-metode penunjang yang dapat digunakan untuk lebih
memudahkan siswa menerima pelajaran, yaitu:62
60 Annisatul Mufarokah, Strategi Belajar Mengajar... h. 39
61 Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 kali Pandai, (Jakarta: PT. Reneka Cipta, 1995), h. 112
36
1) Metode menyanyi
Menyanyi merupakan rekreasi batin yang indah, anak-anak akan hanyut
dalam nyanyian yang indah itu. Ia akan merasa senang dan tidak merasa dibebani
sehingga suasana belajar mengajar menjadi segar dan gembira. Misalnya huruf-
huruf hijaiyah dinyanyikan menggunakan nada dari lagu ”abang tukang bakso”
atau tidak menutup kemungkinan juga bagi guru menciptakan lagu sendiri atau
meniru lagu yang sedang terkenal di kalangan masyarakat.
2) Metode cerita
Cerita meruupakan media efektif untuk menanamkan nilai-nilai yang
luhur, yang bersumber dari nilai akidah/ tauhid, dan nilai akhlak. Metode cerita
dapat diambil atau dibantu dari titian ingatan, seperti bunyi ”Ba” titian ingatannya
adalah ikan lumba-lumba. Guru bercerita tentang lumba-lumba dengan harapan
santri tidak lupa bunyi ”Ba”, dan seterusnya.
3) Metode bermain
Dunia anak adalah dunia bermain, namun mengajari anak sambil bermain
bukanlah pekerjaan main-main. Metode bermain dapat digunakan melalui
berbagai media belajar, seperti bermain tepuk hijaiyah, bermain kartu hijaiyah,
bermainmencari huruf hijaiyah, bermain menempel huruf hijaiyah, dan lain
sebagainya.
4) Metode alat peraga
Metode ini sepenuhnya menggunakan alat bantu atau alat peraga, dengan
tujuan membantu siswa agar lebih mudah memahami materi pelajaran Al-Qur’an.
Di antara alat peraga yang dapat digunakan adalah Kartu Hijaiyahku, Bendera
Hijaiyahku, dan Foster Hijaiyah.
62 Arief Gunawan, Rahasia Sukses Mengajar Buku Iqra’ yang Mudah dan Menyenangkan, (Jakarta: Yayasan Wakaf Madani, 2008), cet. Ke-1, h. 18-24
37
b. Sistem Penilaian Pembelajaran Al-Qur’an
Dalam proses pembelajaran diperlukan sebuah evaluasi untuk mengetahui
perkembangan anak didik setelah menerima pelajaran baik pada ranah kognitif,
afektif maupun psikomotorik. Dalam mengevaluasi dibutuhkan penilaian yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengevaluasi proses pembelajaran
yang sudah terjadi.
Kaitannya dengan pembelajaran Al-Qur’an, ada beberapa teknik penilaian
yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui sampai sejauh mana
perkembangan anak didiknya dalam menerima pelajaran, di antaranya yaitu:63
1. Test lisan
Pada test lisan murid mendapat pertanyaan secara lisan yang harus dijawab
secara lisan pula. Pada situasi tertentu test lisan merupakan satu-satunya teknik
untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang, apabila testee belum pandai
atau tidak dapat membaca dan menulis. Pada test lisan ini, guru dapat menguji
siswanya membaca Al-Qur’an secara langsung sesuai tingkat kemampuan. Setelah
membaca dapat juga diajukan pertanyaan yang berkaitan dengan tajwid pada ayat
atau surat yang menjadi instrumen penilaian. Dengan test ini guru dapat
mengetahui secara langsung perkembangan anak didiknya.
Dalam test lisan ada beberapa kebaikan dan kelemahan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1) Kebaikannya:
a) lebih dapat menilai isi pengetahuan dan kepribadian peserta didik,
karena dilakukan secara berhadapan.
b) Jika peserta didik belum merasa jelas soalnya, penguji dapat
mengubah pertanyaan sehingga peserta didik menjadi paham.
c) Penguji dapat mengoreksi pengetahuan peserta didik sampai mendetil.
d) Penguji dapat mengetahui langsung hasilnya.
2) Kelemahannya:
a) Jika hubungan antara peserta didik dengan penguji kurang baik, dapat
mengurangi objektivitas test.
63 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam...h. 381-389
38
b) Sifat penggugup pada peserta didik dapat mengganggu kelancaran
jawaban yang diberikannya.
c) Pertanyaan yang diberikan tidak dapat senantiasa sama pada setiap
peserta didik.
d) Untuk menguji kelas yang besar diperlukan waktu yang lama dan
kurang ekonomis.
e) Sering tidak terdapat kebebasan bagi peserta didik.
Suatu hal yang harus senantiasa diingat bahwa skor maksimum yang
diberikan kepada testee adalah sama dengan test tulisan, yaitu ”10” atau ”100”.
Selain itu, untuk menjaga keobjektifannya ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memberikan skor, yaitu:
1) Kelengkapan jawaban.
2) Kelancaran mengemukakan jawaban.
3) Kemampuan mempertahankan pendapat.
2. Test tulisan
Dalam pembelajaran Al-Qur’am dapat juga dilakukan penilaian dengan
test tertulis. Ada beberapa alternatif pilihan test tertulis yang dapat dilakukan,
yaitu:
1) Test tertulis uraian (essay)
Test essay adalah test yang disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya
terdiri beberapa kalimat. Untuk menjawab pertanyaan dengan sebaik-baiknya,
murid memerlukan waktu yang cukup lama. Pada test tertulis ini guru dapat
menguji pengetahuan siswa dan kemampuan dalam menulis ayat atau surat dari
Al-Qur’an.
Adapun kebaikan dan kelemahan dari test essay adalah sebagai berikut:
a) Kebaikannya:
Bagi guru, menyusun test tersebut sangat mudah dan tidak
memerlukan waktu yang lama.
Murid mempunyai kebebasan dalam menjawab dan mengeluarkan isi
hati dan buah pikirannya.
39
Melatih mengeluarkan buah pikiran dalam bentuk kalimat/ bahasa
yang teratur.
Lebih ekonomis karena tidak memerlukan kertas yang terlalu banyak
untuk membuat soal, bahkan dapat didiktekan saja.
b) Kelemahannya:
Kemungkinan jawabannya bersifat heterogen, sehingga menyulitkan
penguji dalam memberikan skor.
Baik buruknya tulisan dan panjang pendeknya jawaban mudah
menimbulkan penilaian.
Dalam menetapkan skor maksimum didasarkan pada tingkat kesukaran
kualitatif dari masing-masing soal. Ukuran mudah dan sukarnya soal dapat
dimanifestasikan pada lama penyelesaian soal yang dinyatakan dalam jumlah
waktu. Atau dapat juga dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
S = w x 100 W
Keterangan :
S = Skor yang diperlukan untuk masing-masing nomor soal
w = Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu soal
W = Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan semua soal
100 = Untuk maksimum skor untuk seluruh soal.
2) Test tertulis objektif (pilihan ganda)
Pada jenis test ini testee diminta memilih jawaban yang benar dari
beberapa jawaban yang ada. biasanya terdiri dari tiga sampai lima pilihan jawaban
yang tersedia, namun yang benar hanya satu.
Adapun kebaikan dan kelemahan test ini sebagai berikut:
a) Kebaikannya:
Memberikan skornya mudah dan dapat diskor secara objektif.
Dapat menilai proses mental yang lebih tinggi.
b) Kelemahannya:
Sukar membuatnya serta banyak memakan waktu dan tenaga.
40
Masih ada juga unsur tebakan dari testee dalam memilih jawaban.
Dalam memberikan skor pada test pilihan ganda, dapat menggunakan
rumus sebagai berikut:
S = R – w x 100 O I
Keterangan:
S = Score = nilai
R = Right = jumlah jawaban yang benar
W = Wrong = jumlah jawaban yang salah
O = Option = jumlah pilihan
I = Item = jumlah seluruh soal
100 = Skor maksimum seluruh soal.
C. Problematika Pembelajaran Al-Qur’an
1. Kesulitan-kesulitan Pembelajaran Al-Qur’an
Dalam memahami bacaan Al-Qur’an dibutuhkan pengajaran dan metode
pembelajaran sebagai alat untuk memudahkan membaca Al-Qur’an. Pada
dasarnya inti dari pengajaran membaca Al-Qur’an adalah suatu usaha memberikan
ilmu pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai
kaidah ilmu tajwid dan nantinya diharapkan dapat memahami, meresapi, dan
dapat mengamalkannya.
Bagi masyarakat Indonesia yang umumnya tidak atau kurang akrab dengan
bahasa Arab, dirasakan amat sulit untuk belajar membaca Al-Qur’an. Walaupun
demikian bukan berarti tidak bisa dipelajari, hanya saja butuh waktu yang tidak
sebentar apalagi jika memang benar-benar masing merasa asing dengan bahasa
Arab.
Adapun kesulitan-kesulitan yang lazimnya ditemukan dalam proses
pembelajaran membaca Al-Qur’an bagi santri atau siswa adalah sebagai berikut:64
64 Arief Gunawan, Rahasia Sukses Mengajar Buku Iqra’ yang Mudah dan
Menyenangkan... h. 28-29
41
a. Kesulitan dalam pengucapan pada bunyi-bunyi huruf yang tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti Tsa, Kho, Sya, Sho, Dho,
Tho, Zho, ’A, dan Gho.
b. Kesulitan dalam memahami huruf yang bersambung, karena ketika
disambung bentuk huruf menjadi berubah.
c. Kesulitan dalam mengenal tanda panjang baik yang berupa Alif, Ya
sukun/ mati, maupun Wau sukun/ mati.
d. Kesulitan dalam mengenal tanda baca seperti tasydid/ syiddah.
e. Kesulitan dalam mempraktikan hukum bacaan tajwid seperti ikhfa.
2. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Pembelajaran Al-Qur’an
Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan berhasil atau tidaknya
suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, di antaranya yaitu:65
a. Faktor Internal
Pada faktor internal pun terbagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap
kemampuan belajar. Bila seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam,
dan sebagainya, dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. Demikian
pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, misalnya mengalami
gangguan pikiran, perasaan kecewa, hal ini dapat mengganggu datau
mengurangi semangat belajar.
2) Inteligensi dan Bakat
Seseorang yang mempunyai inteligensi baik umumnya mudah belajar dan
hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang inteligensinya kurang
baik cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir sehingga
prestasi di sekolah rendah. Demikian pula bakat amat besar pengaruhnya
dalam menentukan keberhasilan belajar. Bila seseorang mempunyai
inteligensi tinggi dan bakat yang mendukung, maka proses belajarnya akan
65 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 1997), cet. Ke-1, h. 55-60
42
lancar dan sukses dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi
inteligensinya rendah atau sebaliknya.
3) Minat dan Motivasi
Minat dan motivasi adalah dua aspek psikis yang juga besar pengaruhnya
terhadap pencapaian prestasi belajar. Minat dapat timbul karena daya tarik dari
luar dan dari hati. Timbulnya minat dalam belajar disebabkan berbagai hal,
antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabat atau
memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang. Minat belajar yang
besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar
yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.
Motivasi adalah daya penggerak/ pendorong untuk melakukan sesuatu
pekerjaan yang juga dapat berasal dari dalam dan luar. Seseorang yang belajar
dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan
sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat.
4) Cara Belajar
Cara belajar seseorang pun mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya.
Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu
kesehatan, akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta famili yang menjadi
penghuni rumah. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya
penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun
atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua denga
anak-anaknya, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut
mempengaruhi pencapaian hasil belajar.
43
2) Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan
belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan
kemampuan anak, keadaan fasilitas/ perlengkapan sekolah, keadaan ruangan,
jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, semua itu turut
mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
3) Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar anak. Jika
masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan atau menaruh
besar perhatian terhadap pendidikan, maka akan mendukung keberhasilan
belajar anak.
4) Lingkungan Sekitar
Keadaan tempat tinggal juga sangat penting dalam mempengaruhi prestasi
belajar. Misalnya bila bangunan rumah penduduk sangat rapat, keadaan lalu
lintas yang membisingkan, suara pabrik, polusi udara, dan sebagainya, akan
menggangu atau mengahambat pencapaian prestasi belajar anak.
Menurut Jalaluddin, kesulitan dalam membaca Al-Qur’an disebabkan
beberapa faktor penyebab antara lain:66
a. Orientasi Berpikir
Pengaruh modernisasi banyak mempengaruhi arah pemikiran orang.
Kemajuan teknologi dengan segala hasil yang disumbangkannya bagi kemudahan
hidup manusia, banyak mengalihkan perhatian orang untuk hidup lebih erat
dengan kebendaan. Hal itu mendorong mereka untuk menuntut ilmu yang
diperkirakan dapat membantu ke arah pemikiran pengetahuan praktis.
Pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an dan cara membacanya kalah bersaing di
alam pemikiran kebanyakan kaum muslimin.
66 Djalaludin, Metode Tunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an... h. 4-7
44
b. Kesempatan dan Tenaga
Arah berpikir yang materialis telah mendudukkan status wajib belajar Al-
Qur’an ke provinsi yang lebih kecil. Pengaruh ini telah menimbulkan kondisi asal-
asalan. Akibatnya terjadi kelangkaan penyediaan kesempatan dan kelangkaan
tenaga. Waktu yang disediakan untuk belajar Al-Qur’an sangat sedikit jika
dibandingkan dengan waktu yang mereka gunakan untuk menuntut ilmu
pengetahuan yang lain. Akibatnya tenaga pengajar tersedia tidak sempat
berkembang seimbang dengan kebutuhan.
c. Metode
Perkembangan teknologi telah mengubah kecenderungan masyarakat
untuk menuntut ilmu pengetahuan secara lebih mudah dan lebih cepat. Untuk
menampung minat ini dalam berbagai disiplin ilmu para ahli telah memanfaatkan
jasa teknologi dalam media pendidikan baik media visual, audio visual, maupun
komputer dengan cara yang tepat guna. Khusus dalam pendidikan Al-Qur’an, cara
ini masih langka dan mahal. Metode lama dalam beberapa seginya mungkin sudah
kurang serráis dengan keinginan dan kecenderungan tepat guna ini. Akibatnya
metode yang demikian berangsur kurang diminati.
d. Aksara
Kitab suci Al-Qur’an ditulis dengan aksara dan bahasa Arab. Faktor ini
menyulitkan bagi mereka yang berpendidikan non pesantren/madrasah karena
pengetahuan ini tidak dikembangkan secara khusus di sekolah umum. Akibatnya
pelajar yang berpendidikan umum sebagian besar buta aksara kitab sucinya.
3. Berbagai Solusi untuk Mengatasi Kesulitan Pembelajran Al-Qur’an
Dalam menyelesaikan suatu masalah, sebelum dicari bagaimana solusinya,
maka harus dicari terlebih dahulu mengapa hal itu dapat terjadi yang terangkum
dalam faktor penyebab. Dengan melihat faktor-faktor penyebab yang disebutkan
oleh Jalaluddin, dapat diambil solusi-solusi untuk mengatasi kesulitan dalam
pembelajaran Al-Qur’an, di antaranya yaitu:
45
a. Mengubah orientasi masyarakat yang masih menganggap pembelajaran Al-
Qur’an tidak atau kurang penting. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengadakan seminar atau pertemuan antara guru, khususnya guru agama
Islam, dengan para orang tua/ wali murid. Penulis anggap hal ini merupakan
gerbang pertama untuk memudahkan seseorang belajar membaca Al-Qur’an.
Tugas ini tidak bisa dianggap ringan dan main-main oleh guru agama Islam
yang memikul tanggung jawab besar dalam membina muridnya agar mampu
membaca Al-Qur’an.
b. Memberikan kesempatan yang lebih besar kepada siswa untuk belajar
membaca Al-Qur’an. Sebab, sebuah realita dalam satuan pendidikan umum,
alokasi waktu mata pelajaran agama Islam masih dirasakan kurang yang
kebanyakan hanya dua jam dalam sepekan. Selain itu, seorang guru agama
Islam dituntut juga untuk rela mengorbankan tenaga, waktu, dan pikiran demi
tercapainya tujuan pembelajaran Al-Qur’an. Misalnya menyediakan waktu
tambahan khusus untuk murid belajar Al-Qur’an di luar jam pelajaran atau
jam sekolah.
c. Pemilihan dan pengembangan metode yang selalu harus dipikirkan secara
seksama agar lebih mempermudah siswa dalam menerima pelajaran. Beberapa
metode pembelajaran Al-Qur’an yang dapat menjadi alternatif bagi guru
agama Islam sudah penulis uraikan pada pembahasan sebelumnya. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan untuk mencari atau menciptakan
metode sendiri yang sesuai.
d. Harus sering menghadapkan siswa kepada bacaan atau tulisan yang berkaitan
dengan Al-Qur’an atau bahasa Arab. Sebab, untuk mengenal karakteristik
bahasa asing diperlukan pembiasaan agar tidak merasa aneh lagi jika
dihadapkan dengan aksara asing, dalam hal ini aksara bahasa Arab.
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian terhitung dari tanggal 25 Oktober sampai 30
November 2010.
Lokasi yang penulis jadikan objek dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 17
Tangerang Selatan yang berlokasi di Komp. Pamulang Permai I Kecamatan
Pamulang Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan proses yang diperlukan dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan desain penelitian
deskriptif analitis yakni penelitian yang menggambarkan, mengungkapkan dan
memaparkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat tergambarkan dengan
jelas.
Adapun pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan
kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.1 Suatu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan keadaan atau status fenomena secara sistematis, aktual dan akurat.
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. 24, h. 6.
47
Penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa hal. Pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan.
kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan
responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.2
Dengan demikian untuk memperoleh data yang lengkap dan obyektif, maka
penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field reserch), yaitu penelitian yang
dilakukan secara langsung ke tempat penelitian (SMP Negeri 17 Tangerang Selatan)
guna memperoleh data-data yang dibutuhkan.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3 Dalam penelitian ini, yang
menjadi populasi ialah siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan untuk mendapatkan
data yang mendukung penelitian yang sedang penulis lakukan.
2. Sampel
Adapun sampel ialah sebahagian atau wakil populasi yang akan diteliti.
Teknik sampling yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sampling purposif
atau sampling bertujuan. Sampling purposif merupakan metode penetapan sampel
dengan di dasarkan pada kriteria-kriteria tertentu untuk memberikan informasi secara
maksimal.4 Selain memang teknik ini merupakan salah satu teknik yang sangat
dianjurkan dalam penelitian kualitatif, teknik ini penulis gunakan agar membantu dan
mempermudah penulis mendapatkan data yang akurat. Sebab, sampel yang akan
penulis ambil dalam hal ini hanyalah yang memiliki ciri-ciri yang penulis maksud
yakni yang memiliki kesulitan membaca Al-Qur’an. Dalam hal ini, penulis
2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,…………., h. 9. 3 Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research
Publishing, 2009), cet. 1, h. 88. 4 Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, … h. 91.
48
menentukan sampel berdasarkan petunjuk dari guru agama Islam di SMPN 17
Tangerang Selatan. Adapun sampel yang penulis peroleh dari guru-guru agama Islam
adalah sebagai berikut:
Kelas Jumlah
VII 18
VIII 15
IX 30
Jumlah 63
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang akurat dalam penelitian, penulis
menggunakan beberapa instrumen dalam pengumpulan data, di antaranya sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi adalah cara menganalisa dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai segala yang ada dan yang terjadi dengan melihat dan mengamati
secara langsung yang berkaitan dengan strategi peningkatan kualitas pendidikan.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang SMP
Negeri 17 Tangerang Selatan. Pada tahap ini juga penulis menentukan sampel melalui
petunjuk dari guru-guru agama Islam setempat yang telah disebutkan di atas.
b. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan bertanya dan menjawab antara pewawancara
(interviewer) yang bertindak sebagai pencari informasi (informasi hunter) dengan
pihak yang diwawancarai (interviewe), yang bertindak sebagai pemberi informasi
(information supplier). Teknik pengumulan data ini digunakan untuk memperoleh
informasi langsung dengan pihak terkait, yaitu guru agama Islam, siswa-siswi, dan
wali kelas SMP Negeri 17 Tangerang Selatan.
49
Adapun yang menjadi responden serta kisi-kisi wawancara dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Guru Agama Islam, dengan kisi-kisi wawancaranya sebagai berikut:
a) Kemampuan rata-rata siswa dalam membaca Al-Qur’an.
b) Kesulitan yang dialami siswa.
c) Faktor yang mempengaruhi siswa dalam hal mampu atau tidaknya dalam
membaca Al-Qur’an.
d) Usaha yang dilakukan oleh guru agama Islam.
e) Hambatan yang dialami guru agama Islam dalam melakukan tindakan.
f) Hasil yang diperoleh.
2) Siswa, yakni yang telah ditetapkan sebagai sampel dalam penelitian ini. adapun
kisi-kisi wawancaranya sebagai berikut:
a) Minat siswa dalam belajar membaca Al-Qur’an.
b) Faktor keluarga.
c) Faktor lingkungan masyarakat.
d) Faktor sekolah.
3) Wali kelas, yakni guru yang dipercaya oleh sekolah untuk memegang satu kelas.
adapun kisi-kisi wawancaranya sebagai berikut:
a) Kemampuan rata-rata siswa dalam membaca Al-Qur’an.
b) Kesulitan yang dialami siswa.
c) Faktor yang mempengaruhi siswa dalam hal mampu atau tidaknya dalam
membaca Al-Qur’an.
d) Usaha yang dilakukan oleh guru agama Islam.
e) Hambatan yang dialami guru agama Islam dalam melakukan tindakan.
f) Hasil yang diperoleh.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mendapatkan hal-hal yang berkaitan
dengan kelengkapan penelitian. Dalam hal ini penulis gunakan untuk mendapatkan
50
data-data yang berkenaan dengan nilai siswa dalam membaca Al-Qur’an dari guru-
guru agama Islam. Dilengkapi juga dengan data mengenai sejarah berdirinya SMP
Negeri 17 Tangerang Selatan, struktur organisasi, visi misi sekolah, data guru dan
murid, dan yang lainnya yang memberikan input sebagai bahan dalam penulisan
skripsi ini.
d. Test Lisan
Adapun ayat yang menjadi instrumen penelitian ini sudah penulis tetapkan
yaitu Q.S. Al-Fath ayat 29. Dengan pertimbangan pada ayat ini sudah mencakup
seluruh huruf hijaiyah mulai dari Alif sampai Ya. Selain itu, pada ayat ini pun terdapat
beberapa hukum tajwid yang dapat mewakili dalam melakukan identifikasi kesulitan
yang dialami siswa dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian, hal ini
mempermudah penulis dalam mengumpulkan data yang penulis butuhkan. Test ini
dialkukan bukan untuk memperoleh data berupa nilai kuantitatif, melainkan untuk
memperoleh data kualitatif tentang kesulitan yang dialami siswa dalam membaca Al-
Qur’an.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu teknik data yang
dilakukan dengan memberikan gambaran peristiwa yang terjadi di lapangan. Setelah
data-data tersebut diperoleh, maka selanjutnya dilakukan penganalisaan untuk
mengungkapkan strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan SMP Negeri 17 Tangerang Selatan.
Adapun teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang meliputi:5
1. Reduksi data, yakni proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data ”kasar” yang muncul dari catatan-catatan
lapangan. Reduksi data merupakan suau bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, menkategorisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak
5 Husaini, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 85-87
51
perlu, dan mengorganisaikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang
terkumpul dapat diverifikasi.
2. Penyajian data, yakni pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data kualitatif berbentuk teks naratif atau dapat juga dalam
bentuk matriks, grafik, dan bagan.
3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan yang merupakan kegiatan di akhir
penelitian kualitatif.
Pada tahap analisis, penulis menggunakan triangulasi data yaitu mengecek
kebenaran data dari sumber yang satu kepada sumber yang lain. Seperti membuktikan
tentang kesulitan yang dialami siswa yang penulis dapat informasinya dari
wawancara dengan guru agama Islam melalui test membaca Al-Qur’an. Selain itu,
penulis juga mencari informasi lain kepada wali kelas.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Riil SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
1. Letak Geografis
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan berlokasi di Komp. Pamulang Permai I
Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Propinsi Banten.
2. Profil Sekolah
a. Nama Sekolah : SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
b. No.Statistik Sekolah : 201280309019
c. Alamat Sekolah : Komp.Pamulang Permai I
: Kecamatan Pamulang
: Kota Tangerang Selatan
: Propinsi Banten
d. No.Telepon : (021) 7401615
e. Nilai Akreditasi Sekolah : A
53
3. Visi dan Misi
SMP Negeri 17 Tangerang Selatan adalah salah satu Sekolah Menengah
Pertama yang telah mendapat status terakreditasi A dengan SK. Pendirian No. 421
Kep. 246-Huk/2005 Tgl 01-08-2005. Saat ini SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
memiliki 5 buah gedung yang masing-masing berada di Komplek Pamulang Permai I
Rt 03 Rw 10, Pamulang Barat.
Dalam rangka menghadapi persaingan global multi dimensi, SMP Negeri 17
Tangerang Selatan memiliki visi dan missi. Adapun visinya adalah ”Mewujudkan
Sekolah yang Berhasil Mengantarkan Siswa Mencapai Predikat Akademik dan Non
Akademik yang Optimal Bermoral, Beriman, Bertaqwa serta Berbudaya Lingkungan
dalam Era Globalisasi.”
Adapun misi SMP Negeri 17 Tangerang Selatan adalah:
1) Mewujudkan pendidikan yang menghasilkan lulusan cerdas, trampil, beriman,
bertaqwa dan memiliki keunggulan kompetitif
2) Mewujudkan perangkat kurikulum yang lengkap, mutakhir dan berwawasan
kedepan.
3) Mewujudkan strategi pembelajaran yang inovatif
4) Mewujudkan tenaga pendidik dan tenaga pendidikan yang jujur, trampil, tangguh
dan berbudi pekerti luhur.
5) Mewujudkan pengembangan sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai.
6) Mewujudkan implementasi manajemen pengelolaan pendidikan berbasis sekolah
dengan monitoring secara konsisten
7) Mewujudkan pengembangan jalinan kerja dengan penyandang dana dari berbagai
sumber.
8) Mewujudkan pengembangan perangkat model- model penilaian pembelajaran
yang valid dan reliable.
9) Mewujudkan budaya bersih dengan keadaan lingkungan sekolah yang kondusif.
54
4. Keadaan Siswa
Tabel 9
Daftar jumlah siswa SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
Kelas Jenis Kelamin
Jumlah Lk. Pr.
VII 180 181 361
VIII 164 159 323
IX 160 178 338
Jumlah 1023
5. Keadaan Guru dan Karyawan
Tabel 10
Jumlah Guru dengan tugas mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan
(Keahlian)
No Guru
Jumlah Guru dengan latar
belakang pendidikan sesuai
dengan tugas mengajar
Jumlah Guru dengan latar
belakang pendidikan yang
TIDAK sesuai dengan tugas
mengajar Jml
D1/
D2
D3/
Sarmud
S1/
D4
S2/
S3
D1/
D2
D3/
Sarmud
S1/
D4
S2/
S3
1 IPA - - 3 2 5
2 Matematika 1 - 3 4
3 Bahasa
Indonesia - - 5 5
4 Bahasa
Inggris - - 6 6
5 Pendidikan
Agama - - 4 4
6 IPS - - 4 1 5
7 Penjasorkes - - 3 3
8 Seni Budaya - - 3 3
9 Pkn - - 3 3
55
10 TIK/
Ketrampilan - - 3 3
11 BK - - 3 3
12 Lainnya - - 7 7
Jumlah 1 - 49 1 51
Tabel 11
Tenaga Pendukung
No Tenaga
Pendukung
Jumlah tenaga pendukung dan
kualifikasi pendidikannya
Jumlah tenaga
pendukung
berdasarkan status
dan jenis kelamin
Jml.
<
SM
P
SMA D1 D2 D3 S1 PNS Honorer
L P L P
1 Tata Usaha - 8 - - - - - 2 4 2 8
2 Perpustakaan - - - - - 1 - - - 1 1
3 Laboran lab.IPA - - 1 - - - 1 - - - 1
4 Teknisi
lab.Komputer
- 1 - - - - - 1 - 1
5 Laboran
lab.Bahasa
- - - - - - - - - - -
6 Kantin - - - - - - - - - - -
7 Penjaga Sekolah 2 3 - - - - - - 4 1 5
8 Tukang Kebun - 2 - - - - - - 2 - 2
9 Keamanan 2 2 - - - - - - 4 - 4
10 Lainnya:…….
Jumlah 4 15 1 - - 1 1 2 14 4 21
56
6. Unit Kegiatan Siswa
Untuk meningkatkan potensi dan bakat siswa diluar bidang akademis maka
terdapat banyak unit kegiatan di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan yang dapat
menjadi wahana penyaluran berbagai keterampilan yang mereka miliki. Berikut data
kegiatan ekstra kulikuler yang ada di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan :
Tabel 12
Daftar kegiatan siswa
No Kegiatan Ekstrakulikuler Keterangan
1 Mulok(Fashion) Aktif / Ada
2 English Club Aktif / Ada
3 Olah Raga Aktif / Ada
4 Seni Lukis Aktif / Ada
5 Paduan Suara Aktif / Ada
6 Paskibra Aktif / Ada
7 Pramuka Aktif / Ada
8 Palang Merah Aktif / Ada
9 Jurnalistik Aktif /Ada
7. Sarana dan Prasarana
Tabel 13
Data Ruang kantor
No Jenis Ruangan
Jumlah
(buah )
Ukuran
( p x l )
Kondisi
1 Kepala Sekolah 1 4 x 7 Baik
2 Wakil Kepala Sekolah 1 4 x 7 Baik
3 Guru 1 15 x 7 Baik
4 Tata Usaha 1 6 x 7 Baik
5 Tamu 1 3 x 3 Baik
57
Tabel 14
Data Ruang Belajar (Kelas)
No. Kelas Jumlah
1 VII 10
2 VIII 9
3 IX 9
Jumlah 28
Tabel 15
Data Ruang Belajar Lainnya
No Jenis Ruangan
Jumlah
(buah)
Ukuran
(p x l )
Kondisi
1 Perpustakaan 1 10,5 x 7 Baik
2 Lab.IPA 1 10,5 x 7 Baik
3 Ketrampilan 1 Baik
4 Multimedia 1 4,5 x 7 Baik
5 Kesenian 1 Baik
6 Lab.Bahasa 1 Baik
7 Lab.Komputer 2 10,5 x 7 Baik
8 Aula 1 Baik
Tabel 16
Data Ruang Penunjang
No Jenis
Ruangan
Jumlah
(buah)
Ukuran
(p x l )
Kondisi
1 Gudang 1 2 x 3 Baik
2 Dapur 1 2 x 6 Baik
3 Reproduksi - - Baik
4 KM/WC Guru 3 1,5 x 1 Baik
58
5 KM/WC 16 1,5 x 1 Baik
6 BK 1 4,5 x 7 Baik
7 UKS 1 2 x 3 Baik
8 PMR/Pramuka - - Baik
9 OSIS 1 2 x 3 Baik
10 Ibadah (Musholla) 1 7 x 7 Baik
11 Ganti 2 3 x 3 Baik
12 Koperasi 1 3 x 6 Baik
13 Hall/lobi 1 3 x 3 Baik
14 Kantin 1 9 x 9 Baik
15 Rumah pompa/Menara Air 2 1 x 1 x 3 Baik
16 Bansal Kendaraan 1 4 x 9 Baik
17 Pos jaga 1 - Baik
Tabel 17
Lapangan Olahraga dan Upacara
Lapangan Jumlah
(buah)
Ukuran ( p x l
)
Kondisi Keterangan
1.Lapangan
Olahraga
a. Lapangan
Basket
b. Lapangan
Putsal
1
1
15 x 26
30 x 26
Baik
2. Lapangan
Upacara
1 20 20 Baik
59
B. Pelaksanaan Pembelajaran Al-Qur’an di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan
Pada tahun ajaran saat ini, SMP Negeri 17 Tangerang Selatan sudah
selangkah lebih maju dalam hal memfasilitasi siswa dalam belajar Al-Qur’an. Sebab,
pelajaran Al-Qur’an sudah termasuk kepada jam pelajaran sekolah, artinya ia
mendapatkan porsi yang sama dengan mata pelajaran yang lain bukan lagi sebagai
kegiatan ekstra kurikuler. Berbeda pada tahun sebelumnya yang hanya menjadi
pelajaran tambahan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan membaca Al-
Qur’an. Mengapa penulis katakan hal ini sebagai kemajuan? Karena menurut
pengalaman yang telah penulis peroleh dari Praktik Profesi Keguruan Terpadu
(PPKT) selama kurang lebih empat bulan di sana, tidak mudah mengajak siswa untuk
mengikuti pelajaran tambahan setelah pulang sekolah. Hal tersebut disebabkan
dengan beragam alasan yang beragam seperti terbentur waktu les lain, lelah, dan rasa
malu. Dengan dimasukkannya mata pelajaran Baca Tulis Qur’an sebagai mata
pelajaran wajib, maka mau tidak mau seluruh siswa akan mengikuti sistem yang
berlaku. Hal ini mempermudah bagi guru untuk melakukan tindakan.
Namun demikian, proses pembelajaran Al-Qur’an yang berjalan saat ini
bukan berarti tanpa kekurangan dan kelemahan. Di antara kekurangannya adalah
alokasi waktu yang masih terasa amat kurang. Tidak mudah bagi guru untuk
membantu seluruh anak didiknya pandai membaca Al-Qur’an hanya dengan waktu
normal dua jam pelajaran (2 x 40 menit) dalam satu pekan. Selain itu, kurangnya
tenaga pengajar yang khusus menangani pembelajaran Al-Qur’an. Jumlah rata-rata
siswa setiap kelasnya adalah 35 orang, sementara hanya satu orang guru yang berada
di dalam kelas. Mengingat kemampuan siswa yang beragam, mulai dari yang belum
bisa sama sekali sampai yang mampu, membuat guru sulit melakukan tindakan atau
memilih strategi pembelajaran yang tepat. Menurut hemat penulis, alangkah lebih
efektif jika satu orang guru menangani sepuluh orang siswa. Ada satu hal lagi yang
penulis pikir perlu ditekankan bahwa dengan adanya jam tambahan untuk BTQ,
bukan berarti mengurangi tanggung jawab guru agama Islam dalam mengantarkan
siswa menuju kompetensi yang ingin di capai, salah satunya adalah mampu membaca
Al-Qur’an dengan baik dan benar.
60
C. Deskripsi Data
Pada bab sebelumnya telah penulis kemukakan bahwa teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi,
dan test lisan. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi awal mengenai
pembelajaran Al-Qur’an di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan dan menentukan
sampel penelitian yang sudah tertulis pada bab sebelumnya. Sementara dokumentasi
bertujuan memperoleh nilai test membaca Al-Qur’an yang sudah dilakukan oleh guru
agama Islam. Adapun nilai siswa dalam membaca Al-Qur’an yang belum mencapai
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yakni 70 setiap mata pelajaran yang penulis dapat
dari para guru agama Islam/ BTQ d SMP Negeri 17 Tangerang Selatan sebagai
berikut:
Tabel 18
Daftar nilai test membaca Al-Qur’an siswa kelas VII
No. Nama Siswa Nilai
1 A.G. Batistuta 60
2 Indra Gunawan A 60
3 Tasya Lady D 60
4 Elita Zaida S 60
5 Satria Egy P 60
6 Rivo A 60
7 Galih Budi S 60
8 Faruq Maulana 60
9 Aditya Satria G.A. 60
10 Ridho Tri 60
11 Alisya R.P 60
12 Rizky G.I 60
13 Indriyani A 60
14 Rahma L.N 60
15 Ajeng Dwi P 60
61
16 Baby 60
17 Restu Yodri 60
18 Ryan Yulianto 60
Tabel 19
Daftar nilai test membaca Al-Qur’an siswa kelas VIII
No. Nama Siswa Nilai
1 Abdul Hafid Erza 60
2 Alvisyah 60
3 Arfan Fadhil 60
4 Arief Setiono 60
5 Brilian I.W 60
6 Dimas Ariqi D 60
7 Fakhira 60
8 Adisha P 60
9 Aditya W.P 60
10 Amir Imam N 60
11 Bayu Hary P 60
12 Bramuda Edy S 60
13 Chintya Hatsa 60
14 Diani Alvia Z 60
15 Elyna Aldesya 60
Tabel 20
Daftar nilai test membaca Al-Qur’an siswa kelas IX
No. Nama Siswa Nilai
1 Elvita Aprilyani 60
2 Abdurachman Hakim 60
3 Ajie Arindra 60
4 Ihsan Bagas P 60
62
5 Tantrio V.N 60
6 Waldi H 60
7 M. Bagus S 60
8 Dwi Pandu N 60
9 M. Hasbi R 60
10 Dito 60
11 Zulfikar 60
12 Elita Nenna W 60
13 Tiara Putri L 60
14 Putri Ayu A 60
15 M. Rafiyansyah 60
16 Alif Athala 60
17 Andaru Sotya 60
18 Sarah Permata 60
19 Dyanti Utami 60
20 Firmansyah 60
21 Airel Akira F 60
22 Faisal Faras Z 60
23 M. Ryan F 60
24 Arifyanto Eka P 60
25 Mardiyansyah 60
26 Ahmad K 50
27 Fiqi Ramadhan 65
28 Yuda R 50
29 Tamara 60
30 Tedy Syah 65
63
Adapun wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan pertanyaan penelitian yang penulis lakukan kepada responden yang sudah
penulis tetapkan dan hasilnya terlampir pada lampiran. Sedangkan dalam test
membaca Al-Qur’an, penulis sudah menetapkan ayat seperti yang sudah penulis
kemukakan sebelumnya pada bab terdahulu. Test ini dilakukan untuk
mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam membaca Al-Qur’an.
D. Analisis Data
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar.
Di pundaknya terpikul tanggung jawab utama keefektifan seluruh usaha kependidikan
persekolahan. Apalagi ini menyangkut masalah yang urgen bagi kepentingan umat
tertentu. Di mana membaca Al-Qur’an merupakan kewajiban bagi setiap umat
muslim sebagai kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt untuk dibaca dan
dipahami. Namun fenomena yang terjadi, umat Islam itu sendiri masih mengalami
kesulitan dalam membacanya. Seperti yang dialami siswa/ siswi SMPN 17 Tangerang
Selatan dalam kesulitan membaca Al-Qur’an, dan di sinilah letak peranan guru agama
meningkatkan kemampuan dan mengatasi kesulitan yang dialami siswa. Seperti
dijelaskan dari hasil wawancara pribadi peneliti dengan guru agama SMPN 17
Tangerang Selatan, wali kelas, dan test lisan kepada siswa di bawah ini:
1. Macam-macam Kesulitan Membaca Al-Qur’an yang dapat Diatasi
Kesulitan adalah perihal sulit, kesukaran, kesulitan. Sedangkan kata “sulit”
mempunyai arti susah (diselesaikan, dikerjakan dan sebagainya). Jadi, kesulitan
membaca Al-Qur’an adalah perihal atau keadaan sulit atau susah untuk dikerjakan
dalam membaca Al-Qur’an.
Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa SMPN 17 Tangerang Selatan dalam
membaca Al-Qur’an berdasarkan pengamatan penulis melalui test membaca
Al-Qur’an pada siswa serta wawancara dengan guru agama di SMPN 17 Tangerang
Selatan adalah sebagai berikut:
64
1) Melafalkan Huruf-huruf Hijaiyah (Makharijul Huruf)
Mengenal huruf hijaiyah adalah langkah awal bagi siapa saja sebelum
membaca AL-Qur’an dengan baik, demikian juga dengan siswa. Oleh karena itu, bila
belum mengenal dengan baik maka untuk melafalnya siswa akan mengalami
kesulitan untuk membaca Al-Qur’an dengan benar. Di antara kesulitan yang masih
dihadapi siswa ialah melafalkan huruf-huruf hijaiyah (makharijul huruf). Contoh
kasus yang dirasakan guru agama ialah siswa belum dapat membedakan antara huruf
jim dan kha, bahkan ada siswa yang masih tingkat iqro dasar. Berdasarkan
wawancara dan test membaca Al-Qur’an kepada siswa, terdapat 30 siswa yang belum
hafal betul huruf hijaiyah dan 33 siswa sudah mampu hanya saja masih sering lupa
dan atau tertukar antara huruf satu dengan huruf yang lain. Hal ini menggambarkan
bahwa sangat mendasar kendala yang dihadapi oleh siswa dalam membaca
Al-Qur’an.
2) Penguasaan Kaidah Ilmu Tajwid
Di antara kesulitan yang masih banyak dihadapi siswa dalam membaca
Al-Qur’an ialah masalah penguasaan kaidah ilmu tajwid. Walaupun pada teorinya
mereka sudah memahaminya dengan baik, namun pada praktiknya masih saja ada
siswa yang lupa atau bingung. Terutama dalam hal panjang pendeknya bacaan (mad),
nun mati/ sukun dan masih banyak lagi hukum-hukum lainnya. Hasil test
menunjukkan 42 siswa mengalami kesulitan dalam hal tajwidul qur’an, selebihnya
mendekati sempurna.
3) Belum Mengenal Tanda Baca
Tanda baca/ syakal pada bacaan merupakan hal yang kecil namun penting,
sebab bila membaca Al-Qur’an (huruf-huruf hijaiyah) tanpa syakal akan bingung
bagaimana membacanya. Oleh karena itu, mengenal syakal seperti fathah, kasroh,
dhomah, syadah dan tanwin sangat penting dan mendasar bagi siswa dalam membaca
Al-Qur’an. Sehingga dapat membedakan antara bunyi fathah dibaca a dengan kasroh
dibaca I atau dhomah dibaca u.
65
4) Kelancaran Bacaan
Dalam membaca Al-Qur’an masih banyak siswa dalam membaca terdengar
terbata-bata, itu disebabkan kurangnya kemampuan siswa baik dalam melafalkan
huruf hijaiyah (makharijul huruf) maupun kaidah ilmu tajwid. Sehingga tidak jarang
peneliti jumpai siwa dalam membaca masih terbata-bata/ belum lancar. Hasil test
menunjukkan 43 siswa belum lancar dalam hal membaca dan selebihnya mendekati
sempurna.
Semua kesulitan di atas memang benar apa adanya diperkuat dengan test
membaca Al-Qur’an yang penulis lakukan. Bahkan di antara siswa yang kelas IX ada
yang belum hafal atau mengenal huruf hijaiyah dengan benar. Jangankan kaidah ilmu
tajwidnya, huruf hijaiyah pun masih sering tertukar atau bahkan tidak tahu. Padahal
bagi kelas IX ada ujian praktik membaca Al-Qur’an pada akhir semester.
Adapun faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam
membaca Al-Qur’an antara lain:
1. Kurangnya minat siswa dalam membaca Al-Qur’an
Minat merupakan faktor utama dalam diri seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. Begitu juga dengan membaca Al-Qur’an membutuhkan minat yang tinggi
agar mencapai target yang diinginkan atau menghasilkan sesuatu yang baik dan
sempurna. Namun sayangnya apa yang diinginkan guru tidak terlaksana dengan baik
hanya karena kurangnya minat siswa untuk belajar membaca Al-Qur’an. Sehingga
tidak hanya siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, akan tetapi
guru pun mengalami kesulitan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
membaca Al-Qur’an siswa. Kurangnya minat bukan berarti tidak ada, buktinya 61
dari 63 responden (siswa) menyatakan malu belum lancar membaca Al-Qur’an dan
ingin bisa, hanya saja minat itu terbilang tidak cukup besar jika dibanding dengan
mata pelajaran/ bidang yang lain seperti kesenian dan olah raga. Hal ini boleh jadi
disebabkan karena mereka belum mengetahui dengan betul manfaat dari membaca
Al-Qur’an. Di sinilah letak peranan guru agama dalam membantu siswa agar
berminat belajar membaca Al-Qur’an.
66
2. Kurangnya motivasi dari keluarga (orang tua) siswa
Selain faktor minat dalam diri siswa itu sendiri, faktor keluarga dalam hal ini
orang tua sangat mempengaruhi minat siswa dalam belajar membaca Al-Qur’an baik
di sekolah maupun di rumah, sehingga tidak adanya semangat untuk meningkatkan
kemampuan membaca Al-Qur’an. Sebanyak 58 dari 63 responden menyatakan bahwa
orang tua memang menyuruh agar belajar membaca Al-Qur’an, tetapi tidak ada
tindak lanjut secara maksimal dan lima responden menyatakan tidak mendapat
perhatian serius dari orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan
pentingnya belajar membaca Al-Qur’an bagi anak masih sangat kurang. Para orang
tua lebih memberikan perhatiannya kepada mata pelajaran umum. Keadaan ini sangat
berlawanan dengan les tambahan yang diadakan walaupun dengan mengeluarkan
biaya, para orang tua amat mendukung. Kembali lagi, keadaan seperti ini boleh jadi
kesadaran orang tua akan pentingnya membaca Al-Qur’an pada anak masih sangat
memprihatinkan. Ini menjadi tugas tambahan bagi guru agama, selain memberikan
kesadaran pada siswa, juga kepada orang tua siswa.
3. Keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal
Keadaan lingkungan di mana seorang anak tinggal pun dapat mempengaruhi
keberhasilan seorang anak dalam membaca Al-Qur’an. Jika di lingkungan sekitar
mendukung dengan adanya tempat-tempat pengajian atau yang lainnya, maka hal ini
akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak dalam hal membaca Al-Qur’an.
Demikian sebaliknya, jika tidak ada kegiatan yang mendukung, maka akan
berdampak negatif bagi anak. Hasil wawancara menunjukkan sebanyak 27 responden
menyatakan malu mengikuti pengajian di rumah karena pesertanya mayoritas usia
anak sekolah dasar dan enam responden menyatakan tidak ada tempat pengajian,
serta sisanya seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya menyatakan wktu mengaji
bentrok dengan waktu les mereka sehingga lebih memilih meninggalkan kegiatan
pengajian.
67
4. Sekolah asal siswa belajar (lulusan sekolah)
Faktor keempat juga merupakan hal yang membuat siswa mengalami
kesulitan, sebab asal sekolah mereka lulus belum tentu ada program belajar membaca
Al-Qur’an. Sehingga mereka baru mengenal huruf-huruf hijaiyah ketika mereka
sekolah di lembaga pendidikan umum yang menyediakan fasilitas belajar membaca
Al-Qur’an seperti yang telah dilakukan oleh pihak SMPN 17 Tangerang Selatan
khususnya oleh para guru agama di sana.
5. Alokasi waktu yang kurang memadai
Waktu juga merupakan factor yang penting dalam masalah membaca
Al-Qur’an, bagaimana tidak, jika dalam satu kelas masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan dan membutuhkan perbaikan atau perhatian ekstra. Sehingga
waktu yang disediakan dari sekolah tidak mencukupi, dan diperlukannya tambahan
waktu belajar untuk siswa di luar jam kelas. Dan itu dapat dilakukan di luar jam kelas
atau sekolah seperti diadakannya pendalaman materi bagi siswa yang masih
mengalami kesulitan membaca Al-Qur’an. Hal yang bisa diupayakan ketika
kurangnya tenaga pengajar adalah dengan menambah alokasi waktu pembelajaran
untuk membantu siswa yang memang hanya mengandalkan kegiatan pembelajaran di
sekolah, fakta di sekolah menunjukkan 61 siswa belajar hanya sebatas mata pelajaran
PAI dan BTQ.
2. Strategi yang Diadakan Guru Agama dalam Mengatasi Kesulitan Membaca
Al-Qur’an
Penggunaan strategi mengajar bisa direncanakan guru sedemikian rupa
sebelum proses belajar mengajar berlangsung agar tercapainya tujuan pembelajaran
yang optimal. Beberapa prinsip belajar yang penting bagi guru ialah memberkan
motivasi, adanya kerjasama yang baik antara guru dan murid, korelasi, aplikasi dan
transformasi, serta individualitas.
Dalam mengatasi kesulitan-kesulitan membaca Al-Qur’an seperti dijelaskan
di atas, strategi yang digunakan guru agama yakni sebagai berikut:
68
1. Mengadakan tadarus Al-Qur’an selama kurang lebih 5-10 menit sebelum kegiatan
belajar mengajar berlangsung untuk masing-maisng kelas. Dengan begitu siswa
wajib membawa Al-Qur’an setiap harinya. Dengan metode guru mendengarkan
atau mengikuti siswa dalam membaca AlQur’an dan membenarkan jika ada
bacaan yang salah, baik panjang pendek bacaan atau hukum nun mati atau hokum
bacaan tajwid lainnya.
2. Mengadakan jam tambahan bagi siswa yang masih mengalami kesulitan dalam
membaca Al-Qur’an yang disediakan di luar jam pelajaran (kelas/sekolah).
3. Memberikan tugas yang dapat merangsang kemauan dan kemampuan siswa
dalam membaca Al-Qur’an, seperti menugaskan kepada siswa untuk belajar
membaca Al-Qur’an melalui media audio, visual, dan atau audio visual. Bisa juga
dengan cara tutor sebaya, siswa yang dianggap lebih mampu mengajarkan
temannya yang belum mampu atau lancar.
Berdasarkan data yang telah penulis peroleh, dapat diambil kesimpulan bahwa
guru agama Islam sangat dituntut memainkan peranannya dengan sebaik-baiknya di
samping bekerja sama dengan pihak lain. Karena realita yang ada membuktikan
bahwa pada saat sekarang ini minat maupun motivasi masyarakat kita terhadap
pembelajaran Al-Qur’an sangat memprihatinkan. Dengan demikian, siapa lagi kalau
bukan guru agama Islam yang merupakan salah satu komponen di sekolah yang amat
penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Apalagi para orang
tua seakan-akan memberikan kepercayaan penuh kepada sekolah sehingga tidak
sedikit di antara mereka yang melupakan kewajibannya sebagai orang tua untuk
mendidik atau mengajarkan Al-Qur’an kepada anaknya.
Guru agama Islam di SMP Negeri 17 Tangerang Selatan sudah memainkan
perannya dengan baik. Hanya saja masih perlu ditingkatkan kembali strategi yang
diterapkan dalam menunjang tercapainya tujuan. Jangan sampai menyerah oleh
keadaan dan kondisi yang ada. Semakin berkembangnya zaman, maka semakin
dituntut pula tingkat kreativitas seorang guru untuk meracik ”ramuan” yang bermutu
agar anak didik tidak terjerumus kepada dampak negatif dari perkembangan zaman
itu sendiri.
69
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam proses belajar membaca Al-
Qur’an sebagai berikut:
a. Melafalkan Huruf-huruf Hijaiyah (Makharijul Huruf)
b. Penguasaan Kaidah Ilmu Tajwid
c. Belum Mengenal Tanda Baca
d. Kelancaran Bacaan
2. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa kurang lancar dalam membaca Al-
Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya minat siswa dalam membaca Al-Qur’an.
b. Kurangnya motivasi dari keluarga.
c. Keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal yang kurang mendukung.
d. Sekolah asal siswa belajar atau sekolah dasarnya.
e. Alokasi waktu belajar di sekolah yang kurang memadai.
3. Adapun strategi yang diadakan guru agama dalam menigkatkan kemampuan
membaca Al-Qur’an siswa yakni dengan cara:
a. Mengadakan tadarrus Al-Qur’an selama kurang lebih 5-10 menit sebelum
kegiatan belajar mengajar berlangsung
70
b. Mengadakan privat khusus (bengkel perbaikan) bagi siswa yang masih
mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an
c. Pemberian tugas yang dapat merangsang kemampuan siswa dalam membaca
Al-Qur’an.
B. Saran
Adapun saran penulis untuk siswa, guru agama Islam, kepala sekolah, dan
orang tua antara lain:
1. Bagi guru agama Islam, diharapkan strategi yang sudah diterapkan dalam
meningkatkan kemampuan siswa membaca Al-Qur’an dipertahankan dan terus
dilakukan evaluasi serta menciptakan ide-ide kreatif dan inovatif agar ke
depannya nanti guru tidak lagi pusing memikirkan cara mengatasi kesulitan
siswa dalam membaca Al-Qur’an.
2. Bagi siswa agar lebih ditingkatkan minat dan motivasi dalam belajar dan terus
belajar memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membaca Al-Qur’an.
3. Bagi kepala sekolah agar ikut membantu memberikan motivasi dan fasilitas
yang memadai untuk siswa dan guru agama Islam dalam meningkatkan kualitas
membaca Al-Qur’an siswa.
4. Bagi para orang tua muslim agar lebih memperhatikan lagi kemampuan anak
dalam membaca Al-Qur’an.
71
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chalik, A. Chaerudji. ‘Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Diadit Media, 2007.
Abduh Hafizh, M. Nur. Mendidik Anak Bersama Rosulullah. Bandung: Al Bayan, 1997.
Abdurohim, Acep Iim. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2004.
Ahmad, Abu. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Bandung: Amrico, 1986.
Alam, Tombak. Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 kali Pandai. Jakarta: PT. Reneka Cipta, 1995.
Al-Qaradhawi, Yusuf. Berinteraksi dengan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani, 1999.
Amini, Ibrahim. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta: Al-Huda, 2006.
Asmani, Jamal Ma’ruf. Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta: Diva Press, 2009.
Dalyono, Muhammad. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineke Cipta, 1997.
Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: T. Pn., 1985.
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: T.Pn., 1983.
Djalaludin. Metode Tunjuk Silang Belajar Membaca Al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
Gunawan, Arief. Rahasia Sukses Mengajar Buku Iqra’ yang Mudah dan Menyenangkan. Jakarta: Yayasan Wakaf Madani, 2008.
Isjoni. Saatnya Pendidikan Kita Bangkit. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Majid, Abdul dan Andayani, Dian. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Mufarokah, Annisatul. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Teras, 2009.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
72
Nasir, Sahilun A. Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
New Life Options. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia,2009.
Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008.
Razak, Nasrudin. Dienul Islam. Bandung: Al-Ma’arif, 1986.
Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Menyelenggarakan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Said Mursi, Syaikh Muhammad. Seni Mendidik Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
Sa’diah, Rika. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: PT. Wahana Kardofa, 2009.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1998.
Syafaat, TB. Aat . dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Tafsir, Ahmad . Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Tatapangarsa, Humaidi. Al-Qur’an yang Menakjubkan. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007.
Turmudzi, Imam. Sunan At-Turmudzi. Bairut – Libanon: Daarul Fikri, 1994.
Usman, M. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994.
Yunus, Mahmud. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983.
Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam Jilid I: Akidah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.