Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

23
PERANAN DOKTER DALAM MEMBANTU PENEGAKAN HUKUM PENDAHULUAN Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut. Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan dengan percobaan keracunan pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan anggapan bahwa kematian akibat keracunan disebabkan oleh mistik. Pada pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan fotografi dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert, 1980). Revolusi ini merupakan gambaran tanggungjawab dari petugas penyidik dalam penegakan hukum. Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang pertamakali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter dalam personal indentifikasi. Sampai awal 1900-an metode dari Bertillon sangat ampuh digunakan pada personal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal (criminal identification). 1

Transcript of Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

Page 1: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

PERANAN DOKTER DALAM MEMBANTU

PENEGAKAN HUKUM

PENDAHULUAN

Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak

melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu

forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan

tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam

penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan

interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat

utama dalam penyidikan tersebut.

Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep

Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan dengan percobaan keracunan

pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim,

sehingga menghilangkan anggapan bahwa kematian akibat keracunan

disebabkan oleh mistik.

Pada pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi,

dan fotografi dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert,

1980). Revolusi ini merupakan gambaran tanggungjawab dari petugas

penyidik dalam penegakan hukum.

Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang

pertamakali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai

parameter dalam personal indentifikasi. Sampai awal 1900-an metode

dari Bertillon sangat ampuh digunakan pada personal indentifikasi.

Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal (criminal

identification).

Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik jari dan

mengembangkan metode klasifikasi dari sidik jari. Hasil penelitiannya

sekarang ini digunakan sebagai metode dasar dalam personal identifikasi.

Leone Lattes (1887-1954) seorang profesor di institut kedokteran

forensik di Universitas Turin, Itali. Dalam investigasi dan identifikasi

bercak darah yang mengering „a dried bloodstain”, Lattes

menggolongkan darah ke dalam 4 klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar

1

Page 2: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

klasifikasi ini masih kita kenal dan dimanfaatkan secara luas sampai

sekarang.

Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak bidang ilmu

yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kriminal

untuk kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan tersebut

sering dikenal dengan Ilmu Forensik.

Saferstein dalam bukunya “Criminalistics an Introduction to Forensic

Science” berpendapat bahwa ilmu forensik ”forensic science“ secara

umum adalah „the application of science to law”.

Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan

dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam

sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada

fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat

dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan

hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun

induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika)

dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak

mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu) (Purwadianto 2000).

Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan

suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik

secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang

menjadi landasan proses peradilanpidana, dapat tercapai yaitu mencari

kebenaran materiil. Tujuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri

Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: untuk mencari dan

mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana dengan

menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat

dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan

melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah

terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang

yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

2

Page 3: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim

tidaklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam

penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat

berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya berdasarkan

keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan

penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimaksud. Dalam

pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu

forensic dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan

sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk

kepentingan penegakan hukum dan keadilan.

Ruang Lingkup Ilmu Forensik

Ilmu-ilmu yang menunjang ilmu forensik adalah ilmu kedokteran,

farmasi, kimia, biologi, fisika, dan psikologi. Sedangkan kriminalistik

merupakan cabang dari ilmu forensik. Cabang-cabang ilmu forensik

lainnya adalah: kedokteran forensik, toksikologi forensik, odontologi

forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik, antrofologi forensik,

balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi / biologi molekuler

forensik. Biologi molekuler forensik lebih dikenal dengan ”DNA-forensic”.

Kriminalistik merupakan penerapan atau pemanfaatan ilmu-ilmu

alam pada pengenalan, pengumpulan / pengambilan, identifikasi,

individualisasi, dan evaluasi dari bukti fisik, dengan menggunakan metode

/ teknik ilmu alam di dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradilan

(Sampurna 2000). Pakar kriminalistik adalah tentunya seorang ilmuwan

forensik yang bertanggung jawab terhadap pengujian (analisis) berbagai

jenis bukti fisik, dia melakukan indentifikasi kuantifikasi dan dokumentasi

dari bukti-bukti fisik. Dari hasil analisisnya kemudian dievaluasi,

diinterpretasi dan dibuat sebagai laporan (keterangan ahli) dalam atau

untuk kepentingan hukum atau peradilan (Eckert 1980). Sebelum

melakukan tugasnya, seorang kriminalistik harus mendapatkan pelatihan

atau pendidikan dalam penyidikan tempat kejadian perkara yang dibekali

dengan kemampuan dalam pengenalan dan pengumpulan bukti-bukti fisik

secara cepat. Di dalam perkara pidana, kriminalistik sebagaimana dengan

3

Page 4: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

ilmu forensik lainnya, juga berkontribusi dalam upaya pembuktian melalui

prinsip dan cara ilmiah.

Kriminalistik memiliki berbagai spesilisasi, seperti analisis

(pengujian) senjata api dan bahan peledak, pengujian perkakas

(”toolmark examination”), pemeriksaan dokumen, pemeriksaan biologis

(termasuk analisis serologi atau DNA), analisis fisika, analisis kimia,

analisis tanah, pemeriksaan sidik jari laten, analisis suara, analisis bukti

impresi dan identifikasi.

Kedokteran Forensik adalah penerapan atau pemanfaatan ilmu

kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan pengadilan.

Kedokteran forensik mempelajari hal ikhwal manusia atau organ manusia

dengan kaitannya peristiwa kejahatan.

Di Inggris kedokteran forensik pertama kali dikenal dengan

”Coroner”. Seorang coroner adalah seorang dokter yang bertugas

melalukan pemeriksaan jenasah, melakukan otopsi mediko legal apabila

diperlukan, melakukan penyidikan dan penelitian semuakematian yang

terjadi karena kekerasan, kemudian melalukan penyidikan untuk

menentukan sifat kematian tersebut.

Di Amerika Serikan juga dikenal dengan ”medical examinar”. Sistem

ini tidak berbeda jauh dengan sistem coroner di Inggris. Dalam

perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya berhadapan

dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan

orang hidup. Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi:

melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan menyenai sebab-

sebab kematian, apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini

juga bertujuan untuk mencari peristiwa apa sebenarnya yang telah

terjadi,

identifikasi mayat,

meneliti waktu kapan kematian itu berlansung ”time of death”

penyidikan pada tidak kekerasan seperti kekerasan seksual,

kekerasan terhadap anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah

tangga,

pelayanan penelusuran keturunan,

4

Page 5: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya

pada bidang kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan

”driving under drugs influence”. Bidang ini di Jerman dikenal dengan

”Verkehrsmedizin”

Dalam prakteknya kedokteran forensik tidak dapat dipisahkan dengan

bidang ilmu yang lainnya seperti toksikologi forensik, serologi / biologi

molekuler forensik, odontologi forensik dan juga dengan bidang ilmu

lainnya

Toksikologi Forensik,

Toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek

berbahaya zat kimia (racun) terhadap mekanisme biologi. Racun adalah

senyawa yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap

organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis,

konsentrasi racun di reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme

atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek

yang ditimbulkan. Lebih khusus, toksikologi mempelajari sifat fisiko kimia

dari racun, efek psikologi yang ditimbulkannya pada organisme, metode

analisis racun baik kualitativ maupun kuantitativ dari materi biologik atau

non biologik, serta mempelajari tindakan-tidankan pencegahan bahaya

keracunan.

LOOMIS (1978) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan

dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi

ekonomi dan toksikologi forensik. Tosikologi forensik menekunkan diri

pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan

peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah analisis racun baik

kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak criminal

(forensik) di pengadilan.

Toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis

racun sebagi bukti dalam tindak kriminal. Toksikologi forensik merupakan

gabungan antara kimia analisis dan prinsip dasar toksikologi. Bidang kerja

toksikologi forensik meliputi:

analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,

5

Page 6: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh

atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku

(menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di

jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),

analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus

penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang lainnya.

Odontologi Forensik

Bidang ilmu ini berkembang berdasarkan pada kenyataannya

bahwa: gigi, perbaikan gigi (dental restoration), dental protese

(penggantian gigi yang rusak), struktur rongga rahang atas “sinus

maxillaris”, rahang, struktur tulang palatal (langit-langit keras di atas

lidah), pola dari tulang trabekula, pola penumpukan krak gigi, tengkuk,

keriput pada bibir, bentuk anatomi dari keseluruhan mulut dan

penampilan morfologi muka adalah stabil atau konstan pada setiap

individu. Berdasarkan

kharkteristik dari hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai acuan

dalam penelusuran identitas seseorang (mayat tak dikenal). Sehingga

bukit peta gigi dari korban, tanda / bekas gigitan, atau sidik bibir dapat

dijadikan sebagai bukti dalam penyidikan tindak kejahatan.

Psikiatri forensic

Seorang spikiater berperan sangat besar dalam bebagai pemecahan

masalah tindak kriminal. Psikogram dapat digunakan untuk mendiagnose

prilaku, kepribadian, dan masalah psikis sehingga dapat memberi

gambaran sikap (profile) dari pelaku dan dapat menjadi petunjuk bagi

penyidik. Pada kasus pembunuhan mungkin juga diperlukan otopsi

spikologi yang dilakukan oleh spikiater, spikolog, dan pathology forensik,

dengan tujuan penelaahan ulang tingkah laku, kejadian seseorang

sebelum melakukan tindak kriminal atau sebelum melakukan bunuh diri.

Masalah spikologi (jiwa) dapat memberi berpengaruh atau dorongan bagi

seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, atau perbuatan bunuh diri.

Entomologi forensic

Entomologi adalah ilmu tentang serangga. Ilmu ini memperlajari

jenis-jenis serangga yang hidup dalam fase waktu tertentu pada suatu

6

Page 7: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

jenasah di tempat terbuka. Berdasarkan jenis-jenis serangga yang ada

sekitar mayat tersebut, seorang entomolog forensik dapat menduga sejak

kapan mayat tersebut telah berada di tempat kejadian perkara (TKP).

Antrofologi forensic

Adalah ahli dalam meng-identifikasi sisa-sisa tulang, tengkorak, dan

mumi. Dari penyidikannya dapat memberikan informasi tentang jenis

kelamin, ras, perkiraan umur, dan waktu kematian. Antrofologi forensik

mungkin juga dapat mendukung dalam penyidikan kasus orang hidup,

seperti indentifiksi bentuk tengkorak bayi pada kasus tertukarnya anak di

rumah bersalin.

Balistik forensik,

Bidang ilmu ini sangat berperan dalam melakukan penyidikan kasus

tindak kriminal dengan senjata api dan bahan peledak. Seorang balistik

forensic meneliti senjata apa yang telah digunakan dalam kejahatan

tersebut, berapa jarak dan dari arah mana penembakan tersebut

dilakukan, meneliti apakah senjata yang telah digunakan dalam tindak

kejahatan masih dapat beroperasi dengan baik, dan meneliti senjata

mana yang telah digunakan dalam tindak kriminal tersebut. Pengujian

anak peluru yang ditemukan di TKP dapat digunakan untuk merunut lebih

spesifik jenis senjata api yang telah digunakan dalam kejahatan tersebut.

Pada bidang ini memerlukan peralatan khusus termasuk miskroskop

yang digunakan untuk membandingkan dua anak peluru dari tubuh

korban dan dari senjata api yang diduga digunakan dalam kejahatan

tersebut, untuk mengidentifikasi apakah memang senjata tersebut

memang benar telah digunakan dalam kejahatan tersebut. Dalam hal ini

diperlukan juga mengidentifikasi jenis selongsong peluru yang tertinggal.

Dalam penyidikan ini analisis kimia dan fisika diperlukan untuk

menyidikan dari senjata api tersebut, barang bukti yang tertinggal. Misal

analisis ditribusi logam-logam seperti Antimon (Sb) atau timbal (Pb) pada

tangan pelaku atau terduga, untuk mencari pelaku dari tindak kriminal

tersebut. Atau analisis ditribusi asap (jelaga) pada pakaian, untuk

mengidentifikasi jarak tembak.

7

Page 8: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

Kerjasama bidang ini dengan kedokteran forensik sangat sering

dilakukan, guna menganalisis efek luka yang ditimbulkan pada korban

dalam merekonstruksi suatu tindak kriminal dengan senjata api.

Serologi dan Biologi molekuler forensik,

Seiring dengan pesatnya perkembangan bidang ilmu biologi molekuler

(imunologi dan genetik) belakangan ini, pemanfaatan bidang ilmu ini

dalam proses peradilan meningkat dengan sangat pesat. Baik darah

maupun cairan tubuh lainnya paling sering digunakan / diterima sebagai

bukti fisik dalam tindak kejahatan. Seperti pada kasus keracunan, dalam

pembuktian dugaan tersebut, seorang dokter kehakiman bekerjasama

dengan toksikolog forensic untuk melakukan penyidikan. Dalam hal ini

barang bukti yang paling sahih adalah darah dan/atau cairan tubuh

lainnya. Toksikolog forensik akan melakukan analisis toksikologi terhadap

sampel biologi tersebut, mencari senyawa racun yang diduga terlibat.

Berdasarkan temuan dari dokter kehakiman selama otopsi jenasah dan

hasil analisisnya, toksikolog forensik akan menginterpretasikan hasil

temuannya dan membuat kesimpulan keterlibatan racun dalam tindak

kejahatan yang dituduhkan. Sejak awal perkembanganya pemanfaatan

serologi / biologi molekuler dalam bidang forensik lebih banyak untuk

keperluan identifikasi personal (perunutan identitas individu) baik pelaku

atau korban. Sistem penggolongan darah (sistem ABO) pertama kali

dikembangkan untuk keperluan penyidikan (merunut asal dan sumber

bercak darah pada tempat kejadian). Belakangan dengan pesatnya

perkembangan ilmu genetika (analisi DNA) telah membuktikan, bahwa

setiap individu memiliki kekhasan sidik DNA, sehingga kedepan sidik DNA

dapat digunakan untuk menggantikan peran sidik jari, pada kasus dimana

sidik jari sudah tidak mungkin bisa diperoleh. Dilain hal, analisa DNA

sangat diperlukan pada penyidikan kasus pembunuhan mutilasi (mayat

terpotongpotong), penelusuran paternitas (bapak biologis). Analisa

serologi/biologi molekuler dalam bidang forensik bertujuan untuk:

Uji darah untuk menentukan sumbernya (darah manusia atau

hewan, atau warna dari getah tumbuhan, darah pelaku atau korban,

atau orang yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan tersebut)

8

Page 9: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

Uji cairan tubuh lainnya (seperti: air liur, semen vagina atau

sperma, rambut, potongan kulit) untuk menentukan sumbernya

(“origin”).

Uji imonologi atau DNA individu untuk mencari identitas seseorang.

Farmasi Forensik

Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang

berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan.

Farmasi adalah seni dan ilmu meracik dan menyediaan obat-obatan, serta

penyedian informasi yang berhubungan dengan obat kepada masyarakat.

Seperti disebutkan sebelumnya, forensik dapat dimengerti dengan

penerapan/aplikasi itu pada issu-issu legal, (berkaitan dengan hukum).

Penggabungan kedua pengertian tersebut, maka Forensik Farmasi

dapat diartikan sebagai penerapan ilmu farmasi pada issu-issu legal

(hukum) (Anderson, 2000). Farmasis forensik adalah seorang farmasis

yang profesinya berhubungan dengan proses peradilan, proses regulasi,

atau pada lembaga penegakan hukum (criminal justice system)

(Anderson, 2000). Domain dari forensik farmasi adalah meliputi, farmasi

klinik, aspek asministrativ dari farmasi, dan ilmu farmaseutika dasar.

Seorang forensik farmasis adalah mereka yang memiliki spesialisasi

berkaitan dengan pengetahuian praktek kefarmasian. Keahlian praktis

yang dimaksud adalah farmakologi klinik, menegemen pengobatan, reaksi

efek samping (reaksi berbahaya) dari obat, review/evaluasi (assessment)

terhadap pasien, patient counseling, patient monitoring, sistem distribusi

sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan lain-lainnya. Seorang forensik

farmasis harus sangat terlatih dan berpengalaman dalam mereview dan

menganalisa bukti-bukti dokumen kesehatan (seperti rekaman/catatan

medis) kasus-kasus tersebut, serta menuangkan hasil analisanya sebagai

suatu penjelasan terhadap efek samping pengobatan, kesalahan

pengobatan atau kasus lain yang dikeluhkan (diperkarakan) oleh pasien,

atau pihak lainya.

Bidang ilmu Forensik lainnya

9

Page 10: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

Selain bidang-bidang di atas masih banyak lagi bidang ilmu forensik

Pada prinsipnya setiap bidang ranah keilmuan mempunyai aplikasi pada

bidang dirensik, seperti bidang yang sangat trend sekarang ini yaitu

kejahatan web, yang dikenal syber crime, merupakan kajian bidang

kumperter sain, jaringan, IT, dan bidang lainnya seperti akuntan forensik.

Peran ilmu forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan

Perdanakusuma (1984) mengelompokkan ilmu forensik berdasarkan

peranannya dalam menyelesaikan kasus-kasus kriminal ke dalam tiga

kelompok, yaitu:

1. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah

hukum. Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum

acara pidana. Kejahatan sebagai masalah hukum adalah aspek

pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan

merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.

2. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah

teknis. Kejahatan dipandang sebagai masalah teknis, karena

kejahatan dari segi wujud perbuatannya maupun alat yang

digunakannya memerlukan penganan secara teknis dengan

menggunakan bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun acara

pidana. Dalam kelompok ini termasuk ilmu kriminalistik, kedokteran

forensik, kimia forensik, fisika forensik, toksikologi forensik,

serologi/biologi molekuler forensik, odontologi forensik, dan

entomogoli forensik. Pada umumnya suatu laboratorium

kriminalistik mencangkup bidang ilmu kedokteran forensik, kimia

forensik dan ilmu fisika forensik. Bidang kimia forensik mencangkup

juga analisa racun (toksikologi forensik), sedangkan ilmu fisika

forensik mempunyai cabang yang amat luas termasuk: balistik

forensik, ilmu sidik jari, fotografi forensik. Apabila terjadi suatu

kasus kejahatan, maka pada umumnya timbul

pertanyaanpertanyaan seperti:

a. Peristiwa apa yang terjadi?

b. Di mana terjadinya?

c. Bilamana terjadinya?

10

Page 11: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

d. Dengan alat apa dilakukannya?

e. Bagaimana melakukannya?

f. Mengapa perbuatan tersebut dilakukan?

g. Siapa yang melakukan?

Pertanyaan peristiwa apa yang terjadi adalah mencari jenis

kejahatan yang terjadi,misalnya pembunuhan atau bunuh diri.

Dengan bantuan ilmu kedokteran forensic atau bidang ilmu lainnya,

dapat disimpulkan penyebabnya adalah bunuh diri. Oleh sebab itu

penyidik tidak perlu melakukan penyidikan selanjutnya guna

mencari siapa pelaku dari peristiwa tersebut, karena kematian

diakibatkan oleh perbuatannya sendiri.

3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah

manusia. Dalam kelompok ini termasuk kriminologi, psikologi

forensik, dan psikiatri/neurologi forensik. Kejahatan sebagai

masalah manusia, karena pelaku dan objek penghukuman dari

tindak kriminal tersebut adalah manusia. Dalam melakukan

perbuatannya, manusia tidak terlepas dari unsur jasmani (raga) dan

jiwa. Disamping itu, kodrat manusia sebagai mahluk sosial, yang

hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu perbuatan

yang dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal (dorongan dari

dalam dirinya sendiri) dan faktor eksternal (dipengaruhi oleh

lingkungannya). Atas asas keadilan, dalam pemutusan sangsi dari

tindak pidana, perlu ditelusuri faktor-faktor yang menjadi sebab

seseorang itu melakukan kejahatan. Untuk itu perlu diteliti berbagai

aspek yang menyangkut kehidupannya, seperti faktor kejiwaan,

keluarga, dan faktor lingkungan masyarakatnya. Seseorang

melakukan tindak kriminal mungkin didorong oleh latar belakang

kejiwaannya, atau karena keadaan ekonomi keluarganya, ataupun

karena pengaruh dari keadaan sosial masyarakatnya. Dalam hal ini

peran serta kriminolog, psikolog forensik, dan psikiater forensic

mempunyai peran penting dalam menyelesaikan kasus kejahatan.

Berdasarkan klasifikasi diatas peran ilmu forensik dalam menyelesaikan

masalah / kasus-kasus kriminal lebih banyak pada penanganan kejahatan

11

Page 12: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

dari masalah teknis dan manusia. Sehingga pada umumnya laboratorium

forensik dimanfaatkan untuk kepentingan peradilan, khususnya perkara

pidana.

Langkah-langkah Penyidikan

Dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia, peradilan

perkara pidana diawali oleh penyidikan yang dilakukan oleh penyidik

tunggal (lebih tepatnya penyidik umum) yang dilakukan oleh kepolisian

(Polri), dalam khasus-khasus khusus (tindak kejahatan ekonomi dan

pelanggaran Hak Asasi Manusia) pihak kejaksaan dapat melakukan

penyidikan. Sampurna (2000) menggambarkan proses penyidikan sampai

ke persidangan (gambar 1.1). Upaya penyidikan pada umumnya

bermuara pada proses penuntutan dan disusul oleh proses pengadilan.

Proses ini dikenal sebagai upaya litigasi. Upaya penyidikan dilakukan

setelah suatu peristiwa atau kejadian dianggap peristiwa hukum, yaitu

peristiwa atau kejadian yang dapat mengganggu kedamaian hidup antar

pribadi. Lingkup antar pribadi khususnya antara seseorang (memikul

kepentingan pribadi) dihadapkan dengan masyarakat atau negara yang

memikul suatu kepentingan umum. Penyelasaian kasus-kasus kriminal

diperlukan pembuktian peristiwa kasus yang terjadi sampai membuktikan

pelaku yang terlibat dalam tindak kriminal tersebut. Pembuktian dari

suatu perkara pidana adalah upaya untuk membuktikan bahwa benar

telah terjadi tindak pidana yang diperkarakan dan bahwa si terdakwalah

pelaku tindak pidana tersebut.

Pembuktian dilakukan dengan mengajukan alat bukti yang sah ke

depan persidangan. Guna mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati

kebenaraan materiil, dalam pembuktian (penyidikan dan pemeriksaan

bukti fisik) harus dilakukan pembuktian secara ilmiah.

Alat bukti yang sah adalah alat bukti yang sesuai dengan hukum,

yaitu memenuhi prisip ”admissibility” (dapat diterima) sebagaimana

diatur oleh perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 184 ayat 1

menyebutkan bahwa alat bukti yang sah terdiri dari 5 jenis, yaitu:

a. Keterangan saksi

12

Page 13: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Pengertian keterangan saksi menurut KUHAP adalah salah satu alat

bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai

suatu peristiwa yang ia dengar, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dan

dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya tersebut. Keterangan

saksi tidak boleh berupa pendapat atau hasil rekaan saksi, ataupun

keterangan dari orang lain (KUHAP pasal 185). Ketentuan keterangan

saksi diatur dalam pasal 168, 170, 171 dan 185 KUHAP. Dalam pasal-pasal

tersebut mengatur ketentuan keterangan saksi siapa-siapa yang berhak,

tidak berhak, atau berkompeten menjadi saksi pada suatu tindak pidana.

Keterangan saksi dianggap sah apabila diajukan oleh sedikitnya dua

orang saksi. Bila berasal dari satu orang saja, harus didukung oleh alat

bukti sah lain. Keterangan saksi juga harus diberikan oleh orang yang

berkompeten, yaitu orang yang mampu secara hukum. Orang disebut

berkompeten apabila tidak di bawah umur dan tidak di dalam

pengampuan, misal sakit jiwa.

Perngertian umum keterangan ahli, sesuai dengan pasal 1 butir 28

KUHAP adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlakukan untuk membuat terang

suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Pasal 186 KUHAP

menjelaskan bahwa: keterangan ahli dapat diberikan pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau jaksa penuntut umum yang dituangkan

dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah

diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal tersebut diberikan

pada waktu pemeriksaan oleh tim penyidik atau jaksa penuntut umum,

maka pada pemeriksaan di sidang, diminta keterangan dan dicatat dalam

berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan sebelum

mengucapkan sumpah janji di depan hakim. Pasal 187 memuat ketentuan

tentang surat sebagaimana tersebutkan pada pasal 184 hurup c, surat

13

Page 14: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Surat dapat

berupa:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,

yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang

didengar, dilihat, atau dialami sendiri, disertai dengan alasan yang

jelas dan tegas tetang keterangannya itu.

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat yang menangani hal

yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggung jawabnya

dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau suatu

keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya yang diminta secara resmi dari padanya.

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan

isi dari alat pembuktian yang lain.

Yang dimaksudkan surat menurut penjelasan diatas adalah surat yang

dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang berbentuk berita acara, akte,

surat keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai hubungan

dengan perkara yang sedang diadili.

Petunjuk menurut KUHAP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,

yang karena persuaiannya, baik antara satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat berupa fotografi, foto

kopi, kaset rekaman, rekaman vidio, atau barang bukti lainnya yang

diketemukan di tempat kejadian perkara (TKP). Barang bukti tersebut

dapat digunakan sebagai rekonstruksi kasus atau penelusuran identitas

pelaku. Alat yang paling terakhir menurut KUHAP adalah keterangan

terdakwa, merupakan keterangan dari terdakwa tentang apa yang ia

lakukan, ia ketahui sendiri, atau ia alami sendiri.

Bukti fisik yang diketemukan di TKP dapat dikelompokkan menjadi 4

(Sampurna 2000), yaitu:

14

Page 15: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

a. Bukti transient. Bukti ini sesuai dengan sifatnya hanya sementara

dan akan dengan mudah hilang atau berubah. Sebagai contoh

adalah: buah-buahan, suhu, imprints dan indentation (tanda-tanda

yang ditimbulkan akibat tekanan, seperti tanda jejak sepatu, atau

tapak ban mobil pada kasus kecelakaan bermotor), tanda-tanda

seperti lembam mayat, jejak bibir di puntung rokok, bercak darah di

pakaian yang akan dicuci, dll. Bukti seperti ini diketemukan oleh

penyidik di TKP, dan harus segera dicatat dan didokumentasikan.

b. Bukti pola, seperti percikan bercak darah, pola pecahan kaca/gelas,

pola kebakaran, pola posisi furnitur, trayektori proyektil, dan posisi

mayat, dll.

c. Bukti kondisional, seperti derajat kekakuan mayat, distribusi

lembam mayat, apakah pintu terkunci, apakah lampu menyala,

ketebalan dan arah geraknya asap.

d. Bukti yang dipindahkan (transfer), yang merupakan bukti fisik yang

paling klasik. Bukti transfer terjadi karena kontak antara orang-

orang atau benda-benda, atau antar orang dengan benda.

Dalam kriminalistik dikenal dua prinsip utama, yaitu: prinsip Locard

yang menyatakan bahwa setiap kontak meninggalkan jejak ”every

contact leaves a trace” dan prinsip individualitas yang menyatakan bahwa

dua objek mungkin tidak dapat dibedakan, tetapi tidak ada dua objek

yang identik. Gabungan kedua prisip ini dapat diturunkan suatu

pernyataan bahwa apabila tidak ada dua orang atau benda yang identik,

maka setiap jejak yang ditinggalkan orang atau benda harus berbeda

dengan jejak orang atau benda yang lain.

Ahli forensik dan kriminilalistik berperan dalam upaya pembuktian

dengan menyediakan dua alat bukti yang sah, yaitu keterang ahli dan

surat (yang dibuat oleh ahli). Dalam hal ini keterangan ahli tidak dibatasi

dengan ketentuan tentang ”yang merupa-kan hal-hal yang dialami atau

didengar atau dilihat sendiri oleh saksi”, melainkan diberi peluang untuk

memberikan pendapat atau opini berdasarkan keahliannya, sepanjang

ketentuan yang berlaku.

15

Page 16: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

Keterangan ahli atau surat keterangan oleh ahli harus diberikan

oleh seseorang ahli yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan berisikan

keterangan yang berada dalam lingkup keahliannya (bukan keterangan

bersifat awam) (Sampurna, 2000). Dalam memberikan atau menuliskan

pendapat atau opini seorang ahli harus berdasar-kan hasil temuan atau

data adekuat baik yang diperoleh dari pemeriksaan bukti fisik maupun

dengan membandingkannya terhadap data di literatur, referensi ilmiah

yang terkini, dan secara teknis dianggap benar, serta menggunakan

prinsip dan metode ilmiah yang diakui.

Pendapat ahli satu dengan yang lainnya tentang suatu hal tentu

dapat berbeda, hal ini berdasarkan latar belakang keahliannya (ilmu yang

mendasari dalam membuat keterangan), kecanggihan teknologi dari alat

yang digunakan memeriksa barang bukti, metode analisis, dan berbagai

aspek lainnya. Sehingga pemeriksaan kriminalistik harus diberi peluang

untuk melakukan pemeriksaan ulang, baik oleh institusi yang sama

maupun institusi yang lain. Secara tradisi di Indonesia, bahwa sejak lama

keputusan apakah di dalam pemecahan suatu kasus pidana atau perdata

diperlukan bukti-bukti ilmiah tidak berada ditangan para ahli forensik atau

kriminalistik melainkan di tangan para penegak hukum. Para ahli forensik

dan kriminalistik cendrung bersikap sebagai pendukung saja di dalam

suatu proses peradilan pidana atau perdata. Hal ini tentunya merupakan

kendala dalam pembuktian secara ilmiah kasus pidana maupun

penegakan hukum. Akan tetapi di lain sisi sesuai dengan Keputusan

Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 dituntut pembuktian

secara ilmiah dengan tujuan untuk mendapatkan kebenaran materiil.

Untuk itu diperlukan kerjasama antara aparat penegak hukum dan ahli

forensik. Meskipun demikian harus diakui pula bahwa pada akhir-akhir ini

memang sedang terjadi pergeseran peran ahli forensik, yaitu dari bersifat

pasif menjadi akfit. Sampurna (2000) menggambarkan bahwa ahli

forensik maupun kriminalistik dapat terlibat pada setiap tahap peyidikan.

16

Page 17: Peranan Dokter Dalam Membantu Penegakan Hukum

DAFTAR RUJUKAN

1. Arianto FR, SH. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam

Pembuktian Tindakan Pidana. Available from

http://fannyraharjo.wordpress.com/2009/05/19/peran-ilmu-

kedokteran-forensik-dalam-pembuktian-tindak-pidana/ last update

2009

2. Sempurna B, Peranan Kedokteran Forensik dalam Kasus-kasus

Asuransi, available from

http://www.freewebs.com/peranforensicmedicine/asuransiforensik.ht

m last update 2009

3. Prasetyo KD. Peranan Visum Et Repertum dalam Pemeriksaan

Perkara Pidana pada Tahap Penyidikan. Available from

http://www.pustakaskripsi.com/peranan-visum-et-repertum-dalam-

17

Gambar 1.1: Skema langkah-langkah penyidikan