Peran WHO Dalam Mengatasi Virus Flu Burung
-
Upload
faulya-nurmala-arova -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
Transcript of Peran WHO Dalam Mengatasi Virus Flu Burung
Peran WHO Dalam Mengatasi Virus Flu Burung (H5N1) di Indonesia Dari Sudut Pandang Realisme
BAB IPENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan zaman telah membawa bermacam bentuk perubahan yang sangat
signifikan bagi masyarakat internasional, dimana perubahan tersebut akan berakibat
timbulnya bermacam-macam permasalahan yang kompleks dan sangat mempengaruhi
kehidupan manusia. Oleh karenanya diperlukan cara dan jalan keluar yang tepat serta cepat
dalam menanggulangi masalah-masalah tersebut.
Masalah-masalah besar yang muncul akhir-akhir ini dan sedang dihadapi oleh
masyarakat internasional adalah tingginya angka populasi jumlah penduduk, tingkat
pengangguran yang semakin tinggi, kriminalitas, kemiskinan, dan tentu munculnya berbagai
macam penyakit yang terus mengancam kehidupan manusia.
Dengan berbagai masalah yang menghadang manusia seperti tersebut di atas maka
kerjasama internasional dalam berbagai bidang sangat diperlukan. Kesadaran bahwa dunia
semakin interdependen meningkat, sehingga masalah yang terjadi di suatu Negara akan
menjadi masalah di Negara lain. Kesadaran kolektif tumbuh karena adanya masalah bersama
yang memerlukan penyelesaian bersama. Kerjasama internasional itu bisa terjadi antara
Negara dengan Negara, Negara dengan organisasi internasional, baik yang bersifat IGO,
INGO, atau lainnya. Tidak ada satu Negara pun yang bisa berdiri sendiri tanpa bantuan pihak
lain. Baik Negara tersebut Negara maju atau pun Negara berkembang seperti Indonesia
Bagi Negara-negara maju, permasalahan seperti ini sangat mudah dihadapi. Dengan
sumber daya manusia yang dimiliki, permasalahan seperti diatas sangat mudah untuk
diselesaikan. Berbeda dengan Negara berkembang seperti Indonesia, masalah seperti ini
menjadi sangat rumit dan kompleks untuk diselesaikan. Mengingat sedikitnya sumber daya
manusia berkualitas dan jumlah anggaran dana yang dialokasikan untuk permasalahan
tersebut, sangat dimungkinkan masalah ini dapat menghambat proses perkembangan dan
pembangunan nasional. Oleh karena itu negara berkembang seperti Indonesia sangat
memerlukan kerjasama dan bantuan dari pihak luar untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia dan juga internasional
beberapa waktu yang lalu hingga saat ini adalah pandemi flu burung. Wabah flu burung
(Avian influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh burung tipe A strain virus
influenza. Sejak sekitar tahun 2003 penyakit ini mulai teridentifikasi di China dan vietnam.
Di Indonesia sendiri Flu Burung mulai memakan korban sejak 2005. Pada tahun tersebut 20
orang dinyatakan terserang flu burung, 13 diantaranya meninggal. [1]
Sejak secara luas muncul kembali pada tahun 2003 dan 2004, virus flu burung ini
telah menyebar dari Asia ke Eropa dan Afrika dan telah menjangkit unggas-unggas di
beberapa Negara yang berakibat jutaan unggas terinfeksi dan ditemukannya kasus kematian
manusia yang mencapai angka ratusan. Fakta bahwa iklim di Indonesia sangat kondusif bagi
perkembangan virus avian influenza (iklim tropis dan sub tropis) menyebabkan penyebaran
flu burung begitu cepat ke seluruh kawasan Indonesia. Bahkan hingga saat ini Indonesia
menjadi salah satu negara yang memiliki korban flu burung terbesar di dunia.[2]
Cepatnya penyebaran dan ganasnya penyakit ini membuat pemerintah harus bekerja
cepat untuk melakukan tindakan pencegahan agar flu burung tidak terus memakan korban
dan penyebarannya bisa diminimalisir. Bekerjasama dengan WHO menjadi salah satu jalan
yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia.
[1] World Health Organization, “Situation Update Avian Influenza”, http://www.ino.searo.who.int [4
oktober 2011]
[2] Flu Burung.ORG “Wilayah Penyebaran Avian Influenza di Dunia dan Indonesia”
http://fluburung.org. [11 Oktober 2011]
Adanya kerjasama yang terjalin antara pemerintah Indonesia dengan WHO sebagai
organisasi internasional yang bergerak di bidang kesehatan menarik perhatian penulis.
Pasalnya Indonesia sendiri telah menemukan vaksin untuk mengobati virus flu burung tanpa
bantuan WHO. Lantas jika Indonesia telah menemukan vaksin penangkalnya, apalagi yang
bisa dilakukan WHO. Seberapa dalam campur tangan WHO dalam penanganan pandemic flu
burung setelah Indonesia menemukan anti virusnya. Oleh karena itu tulisan ini mengambil
judul “PERAN WHO DALAM MENGATASI VIRUS FLU BURUNG (H5N1) DI
INDONESIA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG REALISME.”
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas dapatlah kita tarik inti permasalah dari tulisan ini yaitu
“Bagaimana Peran WHO Dalam Menangani Virus Flu Burung di Indonesia Dilihat
Dari Sudut Pandang Realisme?”
1.3 KERANGKA TEORI
Dalam organisasi internasional dikenal ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk
melihat seberapa dalam sebuah organisasi internasional mampu mengintervensi Negara
anggotanya, yakni :
1. Realism
Paham realis percaya bahwa sistem internasional bersifat anarkis, yang berarti tidak ada
kekuasaan tertinggi dalam sistem internasional. Setiap Negara memiliki otoritas masing-
masing. Realis menyadari bahwa organisasi internasional adalah bentuk control dari Negara
powerfull terhadap Negara less power. Dasarnya adalah karena organisasi-organisasi tersebut
dibentuk oleh Negara-negara powerfull tadi untuk kepentingan negaranya. Efektifitas
organisasi internasional pun menjadi sebatas berhubungan dengan kepentingan dari negara
hegemon tersebut; organisasi internasional hanyalah merupakan perpanjangan tangan dari
negara hegemoni. Organisasi internasional hanya memberikan sedikit signifikansi dalam
perdamaian dunia karena organisasi internasional tidak bisa membatasi perilaku Negara.
Negara tidak akan patuh pada organisasi internasional.[3]
2. Internasionalisme
Memandang bahwa Negara sebagai masyarakat intenasional sama saja dengan masyarakat
dalam suatu Negara. Dalam organisasi internasional, Negara tetap dipandang sebagai actor
utama. Namun berbeda dengan pandangan realis, dalam pandangan internasionalism Negara
bisa diatur oleh organisasi internasional. Organisasis internasional bisa membuat peraturan
atau hanya melakukan pengawasan terhadap kesepakatan yang dibuat antar Negara.
Organisasi internasional berperan penting sebagai pengatur hubungan antar Negara.[4]
3. Universalisme
Dalam pandangan ini, kedaulatan Negara semakin lemah. Organisasi yang memegang
peranan.[5]
Fakta menunjukkan pemerintah Indonesia berhasil menemukan vaksin penangkal
virus flu burung. Vaksin tersebut ditemukan dari hasil percobaan yang telah dilakukan oleh
mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
[3]Review Semester2-OI http://www.scribd.com [16 oktober 2011]
[4] J. Samuel Barkin, International organization : Theories and Instituions, Palgrave
macmillan, New York, 2006, hal 12-13
[5] Ibid, hal 13
Pada tanggal 22 Agustus 2011 Indonesia sendiri melalui Menkokesra bekerjasama dengan PT
Bio Farma siap memproduksi vaksin tersebut dengan adanya penyerahan seed vaccine H5N1
dari Unair yakni A/Indonesia/Unair/2005.[6] Keberhasilan Indonesia menemukan sendiri
vaksin tersebut bisa dijadikan bukti bahwa Indonesia tidak terlalu bergantung pada WHO
dalam penanganan kasus flu burung. Hal ini sesuai dengan teori realism dalam pendekatan
organisasi internasional. Dimana teori ini berpendapat bahwa tiap Negara memiliki otoritas
sendiri dan bahwa organisasi internasional tidak terlalu memegang peranan dalam Negara
tersebut.
[6] BUMN “Menko Kesra: Indonesia Siap Produksi Vaksin Flu Burung” http://www.bumn.go.id. [11
Oktober 2011]
Pembahasan lebih lanjut mengenai peran WHO di Indonesia dilihat melalui kacamata
realism akan dibahas dalam bab pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 WHO sebagai Organisasi Internasional
Pada dasarnya perkembangan organisasi internasional merupakan jawaban atas
kebutuhan yang timbul akibat pergaulan internasional.[7] Begitu juga dalam pembentukan
WHO sebagai organisasi internasional. Banyaknya ragam penyakit yang menyerang
masyarakat dunia membuat Negara-negara sebagai pelaku pergaulan internasional
menginginkan adanya wadah atau organisasi yang bisa menjadi acuan dalam menangani
penyakit-penyakit di dunia ini.
WHO ( World Health Organization) adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai
koordinator kesehatan umum internasional yang bermarkas di Jenewa, Swiss. WHO didirikan
pada 7 agustus 1948. WHO didirikan dengan tujuan organisasinya adalah “pencapaian tingkat
kesehatan setinggi mungkin oleh seluruh rakyat.” Dan untuk mewujudkan tujuannya itu
terdapat daftar tugas WHO yang meliputi pemberian bantuan kepada pemerintah, penyediaan
bantuan teknis, mengusulkan agar diadakannya konvensi dan perjanjian-perjanjian,
pengembangan riset, sampai pada melakukan studi-studi serta penyediaan informasi.[8]
Aktivitas WHO diatur oleh sebuah Komisi Interim seperti ditentukan dalam sebuah
Konferensi Kesehatan Internasional pada musim panas 1946.
[7] D.W.Bowett Q.C.L.L.D, Hukum Organisasi Internasional Sinar Grafika, Jakarta, 1992 hal 1
[8] Ibid. hal 144
Selain mengatur usaha-usaha internasional untuk mengendalikan penyebaran penyakit
menular, seperti SARS, malaria, tuberkulosis, flu burung, flu babi dan AIDS, WHO juga
mensponsori program-program yang bertujuan mencegah dan mengobati penyakit-penyakit
seperti contoh-contoh tadi. WHO mendukung perkembangan dan distribusi vaksin yang aman
dan efektif, diagnosa penyakit dan kelainan, dan obat-obatan. [9]
WHO memenuhi tujuan melalui fungsi inti:
Menyediakan kepemimpinan pada hal-hal penting untuk kesehatan dan terlibat dalam
kemitraan dimana aksi bersama diperlukan;
Membentuk agenda penelitian dan merangsang generasi, terjemahan dan penyebaran
pengetahuan yang berharga;
Menetapkan norma dan standar dan mempromosikan dan memantau pelaksanaanya;
Mengartikulasikan pilihan kebijakan etis dan berdasarkan bukti;
Memberikan dukungan teknis, katalis perubahan, dan membangun kapasitas kelembagaan
yang berkelanjutan, dan
Memantau situasi kesehatan dan menilai tren kesehatan.
2.2 Peran WHO dalam Penanganan Flu Burung di Indonesia dalam Sudut Pandang
Realisme
Kasus flu burung pertama kali ditemukan di Indonesia pada pada tahun 2005. Pada
hari senin, 19 september 2005, pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan Siti Fadilah
Supari menetapkan bahwa flu burung sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).[10] Pada tahun
tersebut 20 orang dinyatakan terinfeksi virus flu burung dan 13 diantaranya meninggal.
Selain melakukan berbagai tindakan pencegahan sendiri pemerintah juga telah menjalin
kerjasama dengan WHO sebagai badan resmi kesehatan internasional dalam penanganan
kasus ini.
[9] Wikipedia “Kegiatan dan Aktivitas WHO” http://id.wikipedia.org [11 Oktober 2011]
[10] “Ada KLB Flu Burung di Indonesia” http://donowidiatmoko.wordpress.com [4 oktober 2011]
WHO sebagai lembaga yang mempunyai otoritas kesehatan di seluruh dunia menyatakan
telah bertindak cepat dengan menerjunkan tim yang meneliti berbagai aspek penyebaran
kasus flu burung ini. WHO juga telah mengeluarkan berbagai petunjuk, guidelines, dan
prosedur dalam menyikapi munculnya kasus ini.[11] Di Indonesia sendiri WHO telah
menyerahkan bantuan untuk Indonesia berupa 22 unit ambulans dan beasiswa bagi 48
mahasiswa untuk pelatihan field epidemoligy. [12] Serta menjalin kerja sama dengan
pemerintah berupa pemberian bantuan berupa 36.000 boks Tamiflu, meningkatkan
pengawasan, manajemen terhadap serangan penyakit, dan menyiapkan Rumah Sakit yang
siap siaga. [13] Satu lagi kerja sama yang ditawarkan WHO kepada pemerintah Indonesia,
yakni WHO meminta pemerintah Indonesia menyerahkan sampel virus flu burung yang
menyerang masyarakat guna kepentingan penelitian.
Namun pada prakteknya hubungan kerja sama pemerintah dan WHO tidaklah
seharmonis itu. Ketika pemerintah menetapkan terjadinya KLB pada kasus flu burung,
ternyata hal ini tanpa sepengetahuan WHO sebagai badan kesehatan intenasional.[14] WHO
dibuat terkejut dengan pernyataan Menkes saat itu.
[11] Ibid.
[12] Okezone.com “WHO : Indonesia Berhasil Tekan Kasus Flu Burung”
http://news.okezone.com [4 oktober 2011]
[13] “Avian Influenza”, http://www.who.or.id/ind/php/index.php [4 oktober 2011]
[14] “Wabah Flu Burung di Indonesia” http://koranpdhi.com [4 oktober 2011]
Selain itu permintaan WHO atas pengiriman sampel virus flu burung yang menyerang
orang dari Indonesia ternyata menimbulkan konflik antara Indonesia melalui Menteri
Kesehatan. Pada akhirnya diketahui ternyata sampel virus tersebut digunakan untuk
penelitian guna membuat anti virusnya. Yang menjadi masalah adalah bahwa ternyata anti
virus tersebut diperjualbelikan secara komersial kepada Negara-negara dengan harga
mencapai ratusan miliar dolar tanpa sepengetahuan Negara pengirim sampel virus dan tanpa
kompensasi kepada Negara bersangkutan. Hal ini jelas merugikan terutama apabila itu terjadi
kepada Negara miskin dan berkembang. Yang diuntungkan adalah Negara maju yang berada
di belakang WHO. Ketika masyarakat Negara miskin tersebut berada diantara hidup dan mati
karena terkena flu burung, pemerintahnya masih harus mengeluarkan uang guna membeli anti
virusnya yang mungkin saja sampel virus pembuatan antivirusnya berasal dari Negara itu
sendiri. Yang seharusnya Negara itu mendapat kompensasi, malah sebaliknya, mereka
mengeluarkan uang yang tidak sedikit.[15]
Menteri kesehatan saat itu secara terang-terangan menyatakan menolak mengirimkan
sampel virus ke WHO karena tahu bahwa sampel tersebut akan dikirim ke Amerika Serikat
yang kemudian akan mengolah virus tersebut menjadi vaksin dan memperjualbelikannya
dengan harga yang tinggi kepada Negara-negara penderita flu burung tanpa memberikan
kompensasi kepada Indonesia sebagai Negara pengirim sampel. Dalam hal ini Indonesia
jelas sangat dirugikan. Oleh karena itu menkes menolak untuk mengirim lagi sampel virus
kepada WHO. Ditambah lagi, menkes menemukan fakta bahwa GISN (Global Influenza
Surveillance Network) memang benar-benar ada. Dengan dalih adanya GISN WHO meminta
Negara-negara untuk mengirimkan virus kepada WHO secara gratis. Padahal GISN tidak ada
didalam struktur WHO, mereka berada dibawah control Amerika Serikat. Jadi jika mau
diambil kesimpulan kasar, semua ini akan mengarah pada keuntungan AS sebagai Negara
adidaya.
[15] Wawancara khusus dengan Menkes Siti Fadilah Supari “Protes Ketidakadilan
Pengelolaan virus WHO” www.perpustakaan.depkes.go.id [22 oktober 2011]
Fakta lain menunjukkan pemerintah Indonesia telah berhasil menemukan vaksin
penangkal virus flu burung. Vaksin tersebut ditemukan dari hasil percobaan yang telah
dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Pada tanggal 22 Agustus
2011 Indonesia sendiri melalui Menkokesra bekerjasama dengan PT Bio Farma siap
memproduksi vaksin tersebut dengan adanya penyerahan seed vaccine H5N1 dari Unair
yakni A/Indonesia/Unair/2005.[16] Keberhasilan Indonesia menemukan sendiri vaksin
tersebut bisa dijadikan bukti bahwa Indonesia tidak terlalu bergantung pada WHO dalam
penanganan kasus flu burung.
[16] BUMN “Menko Kesra: Indonesia Siap Produksi Vaksin Flu Burung” http://www.bumn.go.id.
[11 Oktober 2011]
Berdasar pada dua fakta diatas, dapat dikatakan bahwa WHO sebagai organisasi
internasional tidak bisa mengontrol Indonesia. Pemerintah Indonesia mampu bergerak sendiri
dalam penanganan flu burung. Hal ini sesuai dengan teori realism.
Dalam teori realism, dinyatakan bahwa Negara tetap memiliki otoritas tertinggi,
organisasi internasional tidak memiliki control atas Negara. Indonesia memutuskan untuk
tidak megirimkan lagi sampel virus kepada WHO karena mengetahui adanya kecurangan
WHO dalam penggunaan virus tersebut. Ketika Indonesia sudah memutuskan untuk tidak
mengirim lagi virus tersebut, WHO tidak dapat melakukan apa-apa, WHO tidak dapat
memaksa Indonesia, karena otoritas tertinggi tetap ada di tangan pemerintah Indonesia.
Realis berpendapat bahwa organisasi internasional merupakan kepanjangan tangan dari
Negara-negara super power. Semua yang dilakukan organisasi merupakan perwujudan untuk
tercapainya kepentingan Negara tersebut. Seperti yang dinyatakan Menteri Kesehatan
Indonesia bahwa WHO mengatasnamakan GISN untuk meminta Negara-negara mengirimkan
sampel virus kepada WHO secara gratis. Sampel virus itu akan diteliti untuk menciptakan
antivirusnya yang mana selanjutnya antivirus itu akan dijual dengan harga yang sangat tinggi
kepada Negara penderita tanpa memberikan kompensasi kepada Negara asal sampel virus
yang dipakai untuk penelitian. Pada akhirnya diketahui bahwa ternyata GISN tidak ada dalam
dtruktur WHO. GISN hanyalah buatan Amerika Serikat. Ini berarti apa yang dilakukan WHO
dengan virus-virus tadi hanyalah untuk kepentingan AS. Artinya WHO bekerja untuk
kepentingan AS.
Faktanya WHO memang memberikan bantuan kepada Indonesia berupa peningkatan
pengawasan, penyiapan RS yang siap siaga, pelatihan field epidemoligy, pemberian 22 unit
ambulans, dan 36000 boks Tamiflu. apa yang diberikan WHO ini memang diperlukan, tapi
tidak bisa dipungkiri bahwa ini tidaklah signifikan, bukan yang paling diperlukan Indonesia.
Yang paling diperlukan Indonesia, yakni antivirus, malah ditemukan sendiri oleh orang
Indonesia. WHO memang menemukan, tapi mereka menjualnya dengan harga tinggi kepada
negara-negara penderita, yang akhirnya menimbulkan konflik dengan Indonesia. artinya apa
yang menurut realism organisasi internasional hanya memberikan sedikit signifikansi
memang benar adanya.
BAB III
KESIMPULAN
Dipandang dari teori realism pengaruh WHO dalam penanganan flu burung di
Indonesia dapat disimpulkan tidak terlalu memegang peranan. WHO memang memberikan
bantuan kepada pemerintahan Indonesia namun bantuan itu bukanlah bentuk bantuan yang
paling dibutuhkan Indonesia dalam usahanya menangani serangan flu burung di masyarakat.
Hal yang paling dibutuhkan Indonesia, yakni anti virus (vaksin) malah ditemukan sendiri
oleh orang Indonesia. hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak terlalu memerlukan
campur tangan WHO.
Dalam realis disebutkan bahwa organisasi internasional hanyalah kepanjangan tangan
dari Negara fullpower yang bekerja untuk kepentingan Negara tersebut. Hal ini benar adanya.
WHO terbukti bekerja untuk kepentingan Amerika Serikat khususnya dalam kasus flu burung
ini. Mengatasnamakan GISN WHO meminta kepada Negara-negara yang terkena virus untuk
menyerahkan virus tersebut secara gratis kepada WHO yang nantinya akan dijual oleh WHO
dengan harga yang tinggi setelah ditemukan antivirusnya tanpa memberikan kompensasi
kepada Negara pemberi virus. Uang hasil penjualan antivirus itu tentu akan semakin
memperkaya Amerika Serikat. Jelas disini bahwa WHO bekerja untuk AS, bukan untuk
kepentingan masyarakat dunia. WHO merupakan kepanjangan tangan dari AS, Negara
fullpower.
Melihat kecurangan kerja yang dilakukan WHO tersebut, Indonesia melalui Kemenkes
menyatakan pemberhentian pengiriman antivirus flu burung kepada WHO. Ketika Indonesia
memutuskan demikian, WHO tidak bisa melakukan apa-apa, karena WHO sebagai organisasi
tidak memiliki kontrol kepada Negara, Negara memiliki otoritas penuh terhadap dirinya
sendiri.
Jadi dapatlah ditegaskan kembali bahwa peran WHO dalam penanganan flu burung di
Indonesia tidak terlalu dalam. WHO tidak terlalu memegang peranan penting dalam
penanganan kasus flu burung di Inonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Barkin, J. S. 2006. International organization : Theories and Instituions. New York: Palgrave
Macmillan
Q.C.L.L.D, Bowet D.W. 1992. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika
Internet
Avian Influenza. http://www.who.or.id/ind/php/index.php [4 Oktober 2011]
BUMN. 2011. Menko Kesra : Indonesia Siap Produksi Vaksin Flu Burung. http://www.bumn.go.id
[11 Oktober 2011]
Flu Burung.ORG. Wilayah Penyebaran Avian Influenza di Dunia dan Indonesia.
http://fluburung.org. [11 Oktober 2011]
Okezone.com. WHO : Indonesia Berhasil Tekan Kasus Flu Burung. http://news.okezone.com [4
Oktober 2011]
Rezeki, Sri. Review Semester2-OI. http://www.scribd.com. [16 Oktober 2011]
Wabah Flu Burung di Indonesia. http://koranpdhi.com [4 Oktober 2011]
Wawancara khusus dengan Menkes Siti Fadilah Supari “Protes Ketidakadilan Pengelolaan virus
WHO”. www.perpustakaan.depkes.go.id [22 oktober 2011]
Widiatmoko, Dono. Ada KLB Flu Burung di Indonesia. http://donowidiatmoko.wordpress.com [4
Oktober 2011]
Wikipedia. Kegiatan dan Aktivitas WHO. http://id.wikipedia.org. [11 Oktober 2011]
World Health Organization. Situation Update Avian Influenza. http://www.ino.searo.who.int [4
Oktober 2011]
Rokok
OPINI | 06 January 2011 | 19:14 Dibaca: 203 Komentar: 0 Nihil
“Merokok dapat menyebabkan kanker, gangguan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin” adalah kalimat yang selalu kita temukan pada sebungkus rokok, maupun iklan rokok yang kita temukan pada iklan televisi atau koran. Menyeramkan memang peringatan yang ditujukan pada para pengonsumsi rokok tersebut, namun tampaknya peringatan tersebut tidak membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat, khususnya para pengonsumsi rokok. Perindustrian rokok telah lama berdiri di negara-negara berkembang seperti Indonesia, industri ini menyumbang kan sekitar Rp 52triliun melaui pajak dan cukai rokok untuk pendapatan negara pada tahun 2007, jumlah pemasukan terbesar yang didapat negara. Terlepas dari semua hal itu, ternyata industri rokok yang terus berkembang di Indonesia tidak bisa sepenuhnya diandalkan sebagai sumber penggerak ekonomi utama negara, malah justru sebaliknya, sebagai senjata makan tuan yang justru bisa menjadi masalah utama negara ini.
Rokok mempunyai sejarah yang panjang. Negara-negara baratlah yang mempunyai peran yang besar dalam sejarah mengakarnya budaya merokok di negara-negara berkembang dewasa ini. Setelah pemerintah Negara-negara barat menyadari bahaya rokok, peraturan terhadap pemakaian rokok diperketat, dan tingkat keuntungan yang didapat pun menurun. Di lain sisi, birokrasi dan peraturan negara-negara berkembang yang masih lemah dimanfaatkan oleh negara-negara barat untuk memperluas kekayaan mereka. Semenjak itulah perusahaan-perusahaan rokok mengakar kuat dan berkembang pesat di Negara-negara berkembang sampai saat ini.
Menurut penelitian, 3,7 juta perokok meninggal tiap tahun di seluruh dunia. Hal ini membawa kekhawatiran yang besar dari banyak pihak, karena jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, diperkirakan angka kematian akibat rokok akan terus meningkat, bahkan bisa mencapai 10 juta orang per tahunnya pada tahun 2020. dari kehawatiran ini, muncul pihak pihak yang berusaha untuk membatasi, dan mengkampanyekan gerakan anti rokok. Gerakan-gerakan ini berdatangan dari berbagai macam pihak, salah satunya datang dari WHO (World Health Organization), sebuah badan organisasi kepemerintahan PBB.
WHO meluncurkan ‘Campaign against tobacco’ atau kampanye anti tembakau yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan warga dunia, menyadari dampak buruk yang terjadi pada manusia dan lingkungannya yang diakibatkan oleh rokok. Salah satu bentuk
kampanye dari gerakan ini ialah dengan melarang adanya ‘tobacco advertisement’. target utama dari gerakan ini adalah para remaja, dimana perusahaan-perusahaan rokok mulai memperluas jaringannya ke Asia dan menjadikan para remaja sebagai target utama. WHO menyadari bahwa ini adalah sebuah kewajiban bagi komunitas dunia untuk melindungi anak-anak dari kematian di usia yang muda.
Aksi komunitas telah terjadi di California dengan aksi mereka dalam penolakan periklanan rokok. Aksi yang mereka lakukan ini membuahkan hasil, antara lain tingkat penderita kanker paru-paru yang menurun lebih dari sebesar 14 persen. Aksi mereka juga membawa dampak positif terhadap kasus kesehatan di California, dan juga peningkatan kesadaran kesehatan dikalangan masyarakat. Namun di saat berbagai aksi perlawanan terhadap rokok dilakukan, perusahaan-perusahaan rokok amerika justru memperluas pangsa pasar tembakaunya ke Negara-negara berkembang. Disinilah peran WHO sangat diperlukan dalam membangun kesadaran masyarakat dunia untuk menghindari rokok. 70% perokok adalah berasal dari negara-negara berkembang, di saat Negara-negara maju mulai terlepas dari dampak negatif tembakau, Negara-negara berkembanglah yang menjadi korban dimana perusahaan-perusahaan tembakau yang terus berkembang pesat di negara mereka justru memperpuruk keadaan ekonomi dan kesehatan masyarakatnya.
Kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu, langkah yang diambil WHO dalam gerakan kampanye anti tembakaunya adalah merupakan suatu langkah yang sangat tepat, menyadari dampak dampak yang terjadi akibat merajalelanya perusahaan perusahaan tembakau di negara negara berkembang. Pelarian perluasan pangsa pasar yang dilakukan oleh Negara-negara barat ke Negara-negara berkembang adalah suatu hal yang sangat egois, hal yang mereka lakukan adalah sama saja seperti menuai benih-benih racun yang baru saja hilang di negri mereka ke negri orang demi keuntungan mereka sendiri. Seharusnya semua Negara-negara bisa bersatu untuk memlawan daan menemukan solusi yang tepat dalam permasalahan ini. Rokok tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan saja, namun juga secara tidak langsung membawa dampak buruk yang besar terhadap ekonomi dan lingkungan. Dampak buruk yang disebabkan oleh penggunaan tembakau tidak bisa dibiarkan saja, diperlukan suatu langkah yang sangat tegas, khususnya seperti yang telah dilakukan badan kesehatan internasional WHO yang dapat membawa pengaruh kuat kepada negara-negara luas. Semoga saja, kampanye ini bisa terus berlangsung dan membawa suatu angin segar di negara-negara berkembang.