Peran Teknologi Informasi Dalam Berdemokrasi

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini begitu besar. Informasi telah menjadi fasilitator utama bagi perusahaan dan maupun organisasi. Hal inilah yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk malakukan pekerjaan serta mendapatkan informasi dengan lebih cepat. Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi fasilitas utama bagi kegiatan berbagai sector kehidupan dimana memberikan andil besar terhadap perubahan – perubahan yang mendasar pada struktur operasi dan manajemen organisasi, pendidikan, trasportasi, kesehatan dan penelitian. Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu ciri menonjol negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi. Kebebasan berekspresi dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti berkesenian, menyampaikan protes, atau menyebarkan gagasan melalui media cetak. Pada 1

description

Sosiologi dan Politik,Peran Teknologi informasi,Positif dan Negatif Media SosialDemokrasi ,Indonesia

Transcript of Peran Teknologi Informasi Dalam Berdemokrasi

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini begitu besar. Informasi telah menjadi fasilitator utama bagi perusahaan dan maupun organisasi. Hal inilah yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk malakukan pekerjaan serta mendapatkan informasi dengan lebih cepat. Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi fasilitas utama bagi kegiatan berbagai sector kehidupan dimana memberikan andil besar terhadap perubahan perubahan yang mendasar pada struktur operasi dan manajemen organisasi, pendidikan, trasportasi, kesehatan dan penelitian.Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu ciri menonjol negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi. Kebebasan berekspresi dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti berkesenian, menyampaikan protes, atau menyebarkan gagasan melalui media cetak. Pada kehidupan masyarakat demokratis, salah satu peranan penting teknologi informasi adalah sebagai penggerak prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan menemukan potensi-potensinya yang kreatif dalam usaha memperbaiki perikehidupannya. Teknologi informasi melalui media sosialnya juga mengemban misi sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap pemerintah, telah mampu memberikan kontribusi guna melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan pemerintahan. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi pemberitaan yang menjurus fitnah, setiap orang harus mengetahui Kode Etik Jurnalistik. Pada dunia teknologi informasi dalam perspektif demokrasi telah menemukan jati diri dan dan kebebasannya yang mampu menembus batas-batas Negara baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, hokum, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, memasuki era globalisasi kita sebagai masyarakat demokrasi harus dapat mengevaluasi peranan teknologi informasi dalam berdemokrasi.Dengan alasan tersebut tugas makalah ini tercipta. Sehingga membuat kami terus berusaha dan bekerja keras sebagai mahasiswa dan generasi muda untuk menciptakan karya-karya yang kreatif agar bisa diterima oleh semua orang serta melalui tugas ini kami berharap teman-teman dan para pembaca lainnya dapat menerima tugas kami ini dengan baik dan selalu memberikan dorongan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah Bagaimanakah peran teknologi informasi dalam berdemokrasi di Indonesia ?

1.3 Tujuan PenulisanBerdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran teknologi informasi dalam berdemokrasi di Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

Di era globalisasi di mana dunia terasa dekat tanpa jarak dan ditambah lagi mudahnya mengakses internet menjadikan komunikasi lebih mudah lagi. Hal tersebut tentu akan memberi kontribusi besar bagi kegiatan politik. Internet berkembang menjadi lebih personal sejak munculnya berbagai jenis jejaring social seperti Facebook, grup milis, Twitter, Path dan blog. Dengan banyaknya media social yang mulai bermunculan, masyarakat dapat dengan bebas menyuarakan atau menulis apapun di berbagai media sosial, dimana hal itu akan senantiasa dibaca serta diakses oleh semua orang. Media sosial memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam mengawal jalannya demokrasi saat ini. Seiring waktu berjalan, posisi serta peranan media sosial dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia akan semakin berkembang. Tidak tertutup kemungkinan terjadi transformasi pada media massa di Indonesia baik atas fungsi, isi, tujuan ataupun hal lainnya yang secara sadar juga akan merubah posisi dan peranan media sosial di Indonesia menuju ke arah yang lebih baik, sehingga menciptakan masyarakat yang berdemokrasi secara penuh, demi mencapai cita-cita luhur bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, perlu perhatian yang lebih khusus lagi dari pemerintah, masyarakat maupun elemen lainnya. Harus diakui bahwa Indonesia dewasa ini jauh lebih terbuka dan transparan dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya. Masyarakat pun semakin kritis dalam melihat permasalahan politik dan juga permasalahan sensitif menyangkut hajat hidup lainnya. Sindiran dan kritikan politik dilakukan lebih terbuka dan bebas. Hal ini sebagai salah satu imbas dari di amandemennya konstitusi kita. Media sosial kemudian menjelma menjadi salah satu instrumen kontrol terhadap pemerintahan yang berkuasa, dengan menggunakan fasilitas internet tentunya. Fungsi kontrol media sosial terhadap pemerintah tampak pada penyampaian gagasan dan argumentasi berdasarkan fakta-fakta maupun realita di lapangan yang apa adanya dan tidak dibuat-buat. Media sosial dapat dengan cepat membentuk opini publik tertentu dan bahkan menggalang dukungan massa untuk digerakkan di dunia nyata. Contohnya seperti situasi media social sesaat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengumumkan daftar menteri yang menjadi anggota Kabinet Kerja. Kehadiran menteri baru ini masih memicu pro kontra. Ada yang merasa puas dengan tim kabinet, namun sebagian lain kurang sreg dengan menteri pilihan Jokowi-Kalla. Yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia adalah sosok menteri kelautan dan perikanan, Susi Pudjiastuti. Susi Pudjiastuti ini adalah pemilik maskapai penerbangan SUSI AIR, yang konon hanya melayani penerbangan untuk wilayah terpencil saja, dan menjadi maskapai pertama yang mampu menjangkau wilayah bencana saat tsunami Aceh (Fernando, 2014 ). Beliau tidak lulus SMA, memulai usaha dari nol dengan menjadi pengumpul ikan di TPI Pangandaran dan sekarang menjadi pengusaha sukses eksportir lobster dengan "Susi Brand"nya. Yang menjadi perbincangan public bukan hal-hal diatas tadi, tetapi kebiasaan unik beliau, yaitu merokok. Kemarin setelah pengumuman kabinet, beliau duduk santai menikmati rokoknya sembari melayani pertanyaan awak media. Beribu tanggapan muncul dari media social menanggapi kebiasaan unik Susi Pudjiastuti ini. Mulai dari tanggapan berdasarkan etika, moral, sampai hukum. Ada yang pro dan pasti banyak yang kontra. Mungkin beliau ingin menunjukkan kepada masyarakat tentang sifat dirinya yang terbuka, blak-blakan, apa adanya dan tidak munafik. Beliau ingin memproklamirkan diri kepada masyarakat inilah saya. Kita harus menghargai maksud beliau (Fernando, 2014).Media sosial dengan kekuatan kontrol sosialnya seharusnya diapresiasi oleh pemerintah sebagai bentuk partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melihat suksesnya beberapa kejadian akibat penggunaan media sosial, tidak bisa dipungkiri bahwa media jenis ini telah cukup berhasil melakukan fungsi kontrol sosialnya secara bertanggung jawab. Karena pada dasarnya meskipun media sosial tidak seperti media konvensional yang memiliki kode etik tertentu, namun penulisan dan penyampaian pendapat melalui media sosial tetap harus memenuhi etika jurnalistik dan tetap akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya).Salah satu tujuan utama dalam penggunaan politik dibantu dengan teknologi informasi adalah adanya peranan besar masyarakat dalam pengembangan pemerintah. Dengan e-government maka hal ini bisa tercapai. Bayangkan saja jika ada anggota DPR yang dapat berinteraksi dengan rakyat yang telah memilihnya, kegiatan tanya jawab, melakukan voting, saran dan kritik akan dapat tersalurkan dengan cepat, langsung, dan nyaman. Ini membuat masyarakat lebih tanggap dan mendapatkan kemungkinan suaranya didengar secara mudah. Masyarakat yang dapat bercakap-cakap langsung dengan anggota DPR itu juga dapat melakukan review kenapa mereka memilih perwakilan mereka tersebut dan dapat menentukan pilihan untuk wakil mereka di masa depan (Shafira, 2014).Selain itu, dengan menggunakan teknologi informasi berarti informasi yang disampaikan kebanyakan menggunakan media digital. Surat menyurat yang mungkin pada awalnya dapat bertumpuk-tumpuk kini cukup dengan menggunakan e-mail sudah dapat dilaksanakan. Dengan demikian penggunaan kertas dapat dikurangi yang berarti penebangan pohon dapat berkurang. Kegiatan komunikasi untuk keperluan politik dengan menggunakan teknologi informasi menyebabkan sampainya berita lebih cepat, dilakukan secara efisien, dan nyaman. Misalnya jika ada masyarakat yang ingin mengajukan pendapatnya ke wakil rakyat maka cukup dengan menggunakan e-mail surat dapat sampai dengan segera.Di bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh berkembangnya regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi telah menghasilkan kesadaran regionalisme. Ditambah dengan kemajuan di bidang teknologi transportasi telah menyebabkan meningkatnya kesadaran tersebut. Kesadaran itu akan terwujud dalam bidang kerjasama ekonomi, sehingga regionalisme akan melahirkan kekuatan ekonomi baru.Namun bak pisau tajam yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya, penggunaan teknologi informasi dalam politik pun menyimpan energi positif dan negatif. Masih hangat dalam pikiran kita mengenai kasus Prita Mulyasari yang ditahan sejak 13 Mei 2009 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Internasional Omni, Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan. Pada 15 Agustus 2008, Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit ke [email protected] dan ke kerabatnya yang lain dengan judul Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. Prita juga mengirim isi emailnya ke surat pembaca Detik.com. Berselang beberapa bulan, RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat reserse Kriminal Khusus. Tidak perlu waktu yang lama, pada 11 mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan Perdata RS Omni. Prita divonis terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang isinya, Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Prita divonis membayar kerugian materiil 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Namun Prita mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK tersebut. Dengan putusan PK ini, Prita bebas dari hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.Selain itu, kasus yang dialami Wahyu Dwi Pranata mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) Kota Semarang yang aktif menulis di blog, dipaksa oleh pihak rektorat kampus untuk keluar dari kampus karena mengkritik kebijakan kampus yang dinilainya merugikan. Misalnya, pada 23 Desember 2012 lalu, ia membuat tulisan berjudul "Banner Udinus Tipu Mahasiswa" yang dimuat di situs http://www.wawasanews.com. Wahyu juga membagikan link tulisannya itu di akun Facebook serta Kompasiana. Tulisan Wahyu mengkritik pengiriman mahasiswa Udinus ke Malaysia yang katanya kuliah selama satu tahun. Nyatanya, Wahyu mendapatkan informasi dari teman-temannya yang ikut program tersebut: kuliah hanya satu semester. Selain iyu, Wahyu juga bersikap kritis atas biaya kuliah. Ia mempersoalkan biaya dan fasilitas kampus melalui tulisannya di blog. Wahyu menyatakan puncak kemarahan rektorat atas dirinya terjadi pada saat inagurasi mahasiswa baru pada 5 September 2013. Sebagai Ketua MPM periode 2013/2014, ia mengisi acara dengan membaca puisi tentang Indonesia dan Kampusku. Lewat pembacaan puisi itu, Wahyu dianggap menghasut mahasiswa baru. Padahal, ketika itu ia hanya menyatakan negara Indonesia yang kaya-raya tapi banyak rakyat yang tertindas. Ia pun dipanggil rektorat. Mereka minta agar tulisan itu dihapus. Setelah itu, rektorat Udinus memanggil orang tua Wahyu. Dalam pertemuan rektorat dan orang tuanya, Wahyu ditawari dua pilihan: dijerat pasal pencemaran nama baik dengan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik ataukah mengundurkan diri. Pada saat itu, Wahyu mengaku tidak punya waktu menganalisis masalah itu oleh karena pihak kampus sudah menyodori kertas yang harus ia tanda tangani dan bermaterai, yaitu surat pengunduran diri. Rektorat kemudian mengembalikan uang kuliah, transkrip nilai, dan semua surat-surat yang dibutuhkan agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi lain. Dari kedua kasus diatas, itu terbukti bahwa penggunaan teknologi informasi dalam politik khususnya media sosial guna menciptakan masyarakat yang berdemokrasi secara penuh di Indonesia ini seringkali terhalang kebebasannya oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang dirasa merugikan dan menekan kebebasan berekspresi di internet. Maka, secara tidak langsung kekuatan fungsi kontrolnya akan terganggu. Terlebih dalam iklim sistem politik yang demokratis sekarang ini, pasal-pasal karet yang membelenggu kebebasan berekspresi di internet khususnya melalui media sosial, sudah selayaknya dihapuskan.Selain bisa mengakibatkan munculnya beberapa kasus yang terkait dengan pencemaran nama baik akibat kurang memenuhi etika jurnalistik, penggunaan teknologi informasi dalam politik juga dapat memberikan dampak negative seperti berikut ini (Shafira, 2014). 1. BiayaWalaupun politik yang menggunakan informasi dan teknologi dapat melakukan pengeluaran yang lebih sedikit daripada konvensional, namun sebelumnya untuk membuat infrastruktur dan teknisinya akan memiliki biaya yang sangat mahal.2. Jangkauan aksesHarus diakui tidak semua orang melek terhadap teknologi. Bagi warga yang berada jauh di pedalaman akan susah untuk mengakses website, blog, atau video streaming tentang politik di Indonesia.3. TransparansiPada beberapa negara maju, banyak yang meragukan berita-berita negara yang diterbitkan oleh negara sendiri. Alasannya karena yang menulis berita itu adalah negara dan penerbitnya adalah negara. Kecurigaan akan modifikasi berita dapat terjadi4. PrivasiSebuah badan politik seperti negara memerlukan tanggapan dari warganya. Jika negara terus meminta informasi maka privasi dari seseorang semakin sulit untuk dijaga. Ini akhirnya menjadi dilema, di sisi yang satu data dari masyarakat dihimpun untuk mengembangkan kegiatan negara namun di sisi yang lain negara pun harus menjunjung tinggi hak privasi warganya.

Dalam membuat kegiatan politik menggunakan teknologi informasi menjadi nyaman maka dampak negatif yang ada harus sebisa mungkin diminimalisir. Adapun solusi yang dapat dirujuk dan dikembangkan adalah sebagai berikut:1. Masyarakat diajarkan fungsi dan manfaat teknologi informasi. Perkembangannya yang semakin pesat akan harus selalu dikejar masyarakat agar dalam kegiatan politik dan teknologi informasi masyarakat dapat mengikuti. Tanpa adanya pemahaman akan teknologi informasi maka kegiatan e-government sendiri tidak akan berjalan.2. Kegiatan-kegiatan negara sedini mungkin menunjukkan transparansi kepada masyarakat. Masyarakat yang dapat melihat kegiatan negara maka dapat menjadi semakin kritis dan memberikan solusi tepat guna. Kegiatan yang ditutup-tutupi oleh negara hanya akan memberikan rasa tidak percaya dari masyarakat.3. Masyarakat diberikan pemahaman menyeluruh tentang etika dalam teknologi informasi agar dapat membentengi diri dalam penyalahgunaan privasi, baik itu dari orang lain maupun negara. Dengan demikian data-data yang tersalurkan adalah data yang memang dibutuhkan untuk pengembangan negara dan bukan data pribadi yang tidak berhak untuk disebarkan.

BAB IIIPENUTUP

3.1 SimpulanDi era globalisasi di mana dunia terasa dekat tanpa jarak dan ditambah lagi mudahnya mengakses internet menjadikan komunikasi lebih mudah lagi. Hal tersebut tentu akan memberi kontribusi besar bagi kegiatan politik. Internet berkembang menjadi lebih personal sejak munculnya berbagai jenis jejaring social seperti Facebook, grup milis, Twitter, Path dan blog. Dengan banyaknya media social yang mulai bermunculan, masyarakat dapat dengan bebas menyuarakan atau menulis apapun di berbagai media social. Media sosial memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam mengawal jalannya demokrasi saat ini. Namun bak pisau tajam yang memiliki dua sisi yang sama tajamnya, penggunaan teknologi informasi dalam politik pun menyimpan energi positif dan negatif. Dalam membuat kegiatan politik menggunakan teknologi informasi dapat dilakukan dengan nyaman maka dampak negatif yang ada harus sebisa mungkin diminimalisir agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Karena pada dasarnya meskipun media sosial tidak seperti media konvensional yang memiliki kode etik tertentu, namun penulisan dan penyampaian pendapat melalui media sosial tetap harus memenuhi etika jurnalistik dan tetap akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya).

3.2 Saran Diharapkan kepada masyarakat untuk memanfatkan secara bijaksana teknologi komunikasi dan informasi khususnya media sosial. Karena pada dasarnya meskipun media sosial tidak seperti media konvensional yang memiliki kode etik tertentu, namun penulisan dan penyampaian pendapat melalui media sosial tetap harus memenuhi etika jurnalistik dan tetap akuntabel (dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya). DAFTAR PUSTAKA

Fernando (2014). Susi Pudjastuti, Bu Menteri yang Merokok. From http://www.ruangnulisnando.com, 28 Oktober2014.Soraya (2011). Peranan Teknologi Informasi dalam Politik. From http://oyhaqueen.blogspot.com, 28 Oktober 2014.Shafira (2014). Perkembangan Teknologi Komunikasi Terhadap Bidang Ekonomi, Politik, Sosial dan Budaya. http://shafirsaa.wordpress.com, 28 Oktober 2014.

1