PERAN TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB …
Transcript of PERAN TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB …
PERAN TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA
Disusun Oleh:
LIANDA REMIMARCH PIERITSZ
18/436683/PEK/24207
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
PERAN TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB
SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA
Lianda R. Pieritsz
Magister of Accounting, Gadjah Mada University, Indonesia
e-mail: [email protected]
INTISARI
Tujuan - Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa secara empiris pengaruh dari tata
kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
manajemen laba pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2017-2019.
Metoda Penelitian - Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan analaisis konten dan regresi berganda. Penelitian ini menggunakan
akrual diskresioner sebagai proksi manajemen laba yang diukur dengan menggunakan
model yang dikembangkan oleh Kothari (2005) dan menggunakan kepemilikan
saham institusional, aktivisme pemegang saham juga proporsi dewan komisaris
independen sebagai proksi dari tata kelola perusahaan yang baik serta corporatae
social responsibility disclosure index sebagai proksi dari tanggung jawab sosial
perusahaan.
Temuan - Hasil dari penelitian ini menemukan adanya pengaruh positif yang
signifikan dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap manajemen laba dan tidak
menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari tata kelola perusahaan yang baik
terhadap manajemen laba.
Orisinalitas - Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis peran dari tata kelola
perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial perusahaan pada manajemen laba
dengan melihat pengaruh dari tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan nonkeuangan yang
terdaftar di BEI pada periode 2017-2019 dengan menggunakan perusahaan-
perusahaan yang menyajikan laporan keberlanjutan berdasarkan GRI standar
sebagai standar pengungkapan. Selain itu, penelitian ini menggunakan model Kothari
(2005) dalam mengukur diskresioner akrual yang merupakan proksi dari manajemen
laba.
Kata Kunci: Tata kelola perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan, manajemen
laba.
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha dalam mempertahankan eksistensi ataupun keberlanjutan perusahaan dalam
dunia bisnis menuntut setiap elemen yang ada pada perusahaan untuk bisa melakukan
fungsi dan perannya dengan baik. Misalnya, manajemen (agen) yang dipekerjakan
oleh pemilik (prinsipal) akan mengelola perusahaan dengan baik dan berusaha
memaksimalkan nilai perusahaan serta mendorong tercapainya tujuan didirikannya
perusahaan.
Tata kelola perusahaan yang baik atau yang dikenal juga dengan good
corporate governance (GCG) mengacu pada penerapan struktur dan proses dari tata
pamong yang baik dalam suatu organisasi seperti perusahaan. Organisasi
internasional bernama Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD, 2015) mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai suatu sarana dalam
mengendalikan dan mengoperasikan korporasi yang serangkaian hubungan antara
manajemen perusahaan, pemegang saham serta pemangku kepentingan lainnya ikut
terlibat. Selain itu, tata kelola perusahaan turut menyediakan struktur dalam
menetapkan tujuan perusahaan dan sebagai sarana untuk menggapai hal yang telah
ditetapkan oleh perusahaan sebagai tujuannya serta melakukan pemantauan kinerja
yang ditentukan. OECD juga menjelaskan bahwa GCG harus memberikan insentif
kepada dewan serta manajemen guna menggapai hal yang merupakan kepentingan
perusahaan dan para pemangku kepentingan. Di samping itu, GCG juga harus
memberikan fasilitas pemantauan yang efektif supaya menuntun perusahaan untuk
menggunakan sumber daya yang dimiliki perusahaan dengan efisien. Organisasi
tersebut juga menjelaskan bahwa tata kelola perusahaan bertujuan untuk membantu
dalam pembentukan lingkungan yang terpercaya, transparan, dan akuntabel. Hal ini
dibutuhkan dalam mendorong investasi pada jangka yang panjang, stabilitas
keuangan, dan integritas bisnis sehingga dapat membantu pertumbuhan yang tidak
lemah, melainkan yang lebih kuat dan membentuk masyarakat yang lebih inklusif.
Tata kelola perusahaan memegang peran yang dinilai penting dalam
menciptakan budaya kesadaran, transparansi, dan keterbukaan (Al-ahdal et al., 2020).
Keberadaan dari tata kelola perusahaan yang baik dianggap mutlak diperlukan oleh
suatu organisasi karena bisa mendorong dalam menimbulkan kepercayaan para
pemegang saham dan memastikan bahwa para pemangku kepentingan menerima
perlakuan yang tidak berbeda satu dengan yang lainnya (Mahrani dan Soewarno,
2018). Menurut Maharani dan Soewarno (2018), sistem yang baik dapat menjadi
pelindung yang efektif bagi para pemegang saham guna pemulihan investasi yang
telah mereka lakukan dan memastikan manajemen bertindak untuk keuntungan
perusahaan. Isu mengenai tata kelola perusahaan secara umum memperoleh perhatian
yang besar atas adanya peningkatan pengakuan bahwa tata kelola perusahaan
mempunyai dampak pada kinerja ekonominya dan kemampuannya untuk mengakses
modal investasi jangka panjang yang rendah (Raha dan Prabhu, 2005).
2
Penerapan GCG menjadi hal yang penting sebagai usaha untuk mencapai
tujuan dari perusahaan, termasuk memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap
pemangku kepentingan, Dalam hal ini, perusahaan tidak hanya menjadikan profit
sebagai satu-satunya hal yang terpenting untuk dicapai sebagai bentuk pengembalian
terhadap pemilik atau pemegang saham. Perusahaan juga perlu untuk mementingkan
kesejahteraan dari pemangku kepentingan lainnya seperti karyawan yang bekerja
dalam perusahaan, masyarakat sebagai konsumen serta lingkungan yang bisa saja
terlibat atau terdampak oleh segala jenis aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan.
Menurut Slaper dan Hall (2011), sustainability (keberlanjutan) telah menjadi tujuan
bisnis dan selama pertengahan 1990-an. John Elkington berusaha mengukur
keberlanjutan dengan mencakup rerangka kerja baru yang disebut sebagai Triple
Bottom Line (TBL) yang melampaui the traditional measures of profits, return on
investment, dan shareholder value untuk melibatkan dimensi lingkungan dan sosial
dengan berfokus ke hasil investasi yang komprehensif yang berkenaan dengan kinerja
di sepanjang dimensi profit, people and planet. Hal-hal tersebut saling berkaitan
dengan menjadikan TBL sebagai alat yang penting dalam mendorong tercapainya
keberlanjutan.
Selain tata kelola perusahaan yang baik, terdapat tanggung jawab sosial
perusahaan atau yang dikenal juga dengan sebutan Corporate Social Responsibility
(CSR) yang merupakan suatu bentuk kepedulian perusahaan dan tanggung jawab
sosial dari perusahaan. Hal ini juga merupakan relasi antara perusahaan dan
pemangku kepentingan (Crowther dan Aras, 2008). Penerapan CSR dapat
meningkatkan kinerja perusahaan disebabkan reputasi yang dimilikinya dan daya
saingnya yang meningkat (Mahrani dan Soewarno, 2018). CSR dimanifestasikan
dalam pedoman etika dan moral dari suatu badan peraturan yang mendorong
perusahaan supaya menjadikan masalah sosial yang ada sebagai sebuah pertimbangan
dan menjadi pedoman organisasi pemerintahan, HAM, praktik ketenagakerjaan,
lingkungan, praktik operasional yang adil, masalah konsumen, dan keterlibatan dari
masyarakat (Amar dan Chakroun, 2017).
Transparansi dan akuntabilitas keuangan merupakan hal penting, bukan hanya
bagi pemegang saham, melainkan juga bagi karyawan, pelanggan, masyarakat, dan
pemimpin di semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, prinsip CSR adalah
sebagai usaha dalam mengurangi penyalahgunaan keunggulan informasi yang
dimiliki setiap pihak yang terdapat di dalam perusahaan daripada pihak lainnya yang
tidak termasuk di dalam perusahaan (Chih et al. 2008).
GCG ditandai dengan adanya transparansi operasi perusahaan, pengungkapan
informasi yang kredibel, akuntabilitas manajer dan dewan direksi kepada para
pemegang saham, kerja sama yang bersifat aktif yang terjadi di perusahaan dan
pemangku kepentingan, dan tanggung jawab yang dipegang oleh perusahaan bagi
seluruh pemangku kepentingan (Singh et al, 2016). Mekanisme perlindungan
diharapakan dapat membatasi kemampuan orang untuk memanipulasi laba dan
melindungi kepentingan orang luar (Abedalqader et al., 2016). Tata kelola perusahaan
diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi dan nonaligned interest karena agen
3
akan menyediakan informasi yang akurat kepada prinsipal (Kanagaretnam et al.,
2007).
Suyono dan Farooque (2018) menjelaskan bahwa beberapa tahun belakangan
ada peningkatan substansial pada penerapan mekanisme tata kelola perusahaan,
manipulasi, dan skandal yang terjadi. Hal tersebut kemudian dihubungkan dengan
adanya tata kelola perusahaan yang buruk dan juga masalah low-quality earnings
problem. Hal ini perlu menjadi perhatian karena laba atau yang sering disebut dengan
‘the bottom line´ atau ‘net income’ ini merupakan ukuran dari kinerja suatu entitas
dan sangat penting pada laporan keuangan (Rankin et al., 2012). Oleh sebab itu,
kualitas laba merupakan hal yang sangatlah penting. Hanya saja, kualitas laba ini
dipengaruhi oleh manajemen laba (Rankin et al., 2012).
Bersumber dari (Rankin et al., 2012), pengertian manajemen laba telah
diklasifikasi oleh Ronen dan Yaari menjadi white action yang memaknai manajemen
laba yang menguntungkan dengan menambah transparansi pelaporan keuangan. Grey
action mengartikan manajemen laba sebagai pilihan dari suatu metode akuntansi yang
oportunistik dalam meningkatkan kesejahteraan manajer atau bisa saja menjadi
efisien secara ekonomi untuk entitas yang bersangkutan. Klasifikasi mengenai
definisi earnings management yang terakhir ialah black action yang menggambarkan
manajemen laba sebagai penyajian yang keliru dan menurunkan transparansi dari
pelaporan keuangan suatu perusahaan sehingga dapat merugikan pihak lain yang
bersangkutan dalam perusahaan. Dengan demikian, manajemen laba dapat diartikan
juga sebagai upaya untuk mempercantik informasi yang ada dalam laporan keuangan
yang disajikan perusahaan dengan cara melakukan manipulasi pada laporan
keuangan. Jadi, informasi dalam laporan keuangan yang telah disajikan oleh
perusahaan tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenar-
benarnya.
Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa tata kelola perusahaan memegang
peran yang penting dalam menciptakan budaya transparansi dan keterbukaan, yang
berarti semua informasi penting disajikan dan diterima oleh para pemangku
kepentingan. Transparansi dan akuntabilitas yang merupakan prinsip dari tanggung
jawab sosial perusahaan adalah hal yang penting sehingga dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan keunggulan informasi dari pihak-pihak yang memiliki keterlibatan
langsung dalam perusahaan dan mendorong terciptanya lingkungan bisnis yang
terpercaya. Menyadari pentingnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan
tanggung jawab sosial perusahaan bagi perusahaan mengenai akuntabilitas dan
transparansi dari perusahaan, dalam hal ini manajemen terhadap para pemangku
kepentingan, seperti pemegang saham dan calon investor atas informasi yang
disajikan oleh perusahaan, peneliti melakukan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk
menganalisis hubungan dari tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab
sosial perusahaan pada manajemen laba dengan melihat pengaruh dari tata kelola
perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap manajemen
laba.
4
1.2 Rumusan Masalah
Adanya peningkatan substansial pada mekanisme tata kelola perusahaan, manipulasi
akuntansi, dan skandal yang terjadi beberapa tahun terakhir, berkaitan dengan
buruknya tata kelola perusahaan serta masalah mengenai low-quality earnings
problem (Suyono dan Farooque, 2018). Perusahaan yang mempunyai tata kelola yang
efektif, tetapi mendapatkan manajer yang kurang, cenderung mampu untuk bertindak
dalam memaksimalkan keuntungan pribadi mereka dan mengorbankan pemegang
saham (Chintrakarn et al., 2015). Beberapa penelitian sebelumnya telah menjelaskan
peran dan fungsi dari pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung
jawab sosial perusahaan, juga kualitas informasi di dalam laporan keuangan ataupun
laporan tahunan perusahaan mengenai aktivitas yang dijalankan perusahaan, seperti
informasi mengenai laba perusahaan yang seringkali dijadikan pertimbangan pada
pengambilan keputusan bagi para pengguna laporan tersebut. Namun, sampai saat ini
peran dari tata kelola perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan serta kualitas
dari laba ataupun segala informasi yang disajikan oleh perusahaan tetap dan sangatlah
penting, terlebih lagi dengan adanya standar yang baru dalam pengungkapan laporan
keberlanjutan perusahaan serta aturan mengenai kewajiban perusahaan dalam
menyajikan laporan keberlanjutan guna meningkatkan transparansi.
Menurut Suyono dan Farooque (2018), hampir seluruh perusahaan di
Indonesia terlibat dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, tetapi
perusahaan-perusahaan tersebut masih kurang mematuhi peraturan yang ada. Global
Reporting Initiative (GRI) meluncurkan GRI Standar di Indonesia pada tahun 2017,
yang efektif pada 1 Juli 2018. GRI standar ini merupakan perwakilan dari praktik
yang dinilai sangat baik secara global mengenai pelaporan atas dampak ekonomi,
dampak lingkungan dan dampak dalam segi sosial bagi publik. Selain itu, pelaporan
keberlanjutan yang dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan standar ini
memberikan informasi mengenai kontribusi positif atau negatif dari suatu organisasi
untuk pembangunan yang berkelanjutan (globalreporting.org).
Melihat adanya permasalahan yang bisa saja muncul akibat dari tindakan
pengutamaan keuntungan pribadi dari manajemen serta pelaksanaan tata kelola dan
juga tanggung jawab sosial perusahaan dalam perusahaan yang tidak berjalan dengan
baik, serta adanya standar baru yang diterapkan oleh Global Reporting Initiative (GRI
Standar), menjadi menarik bagi peneliti untuk mengetahui pengaruh yang dilahirkan
atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap manajemen laba.
2. LANDASAN TEORI & TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan
5
Agency theory atau teori keagenan ini dikembangkan oleh Jansen dan Meckling
(1976). Teori ini menjelaskan konsep hubungan pemilik dan pelaksana atau
hubungan agensi yang diartikan sebagai suatu kontrak antara satu atau lebih principal
yang adalah pemilik dengan orang lain yang merupakan agen atau pelaksana dalam
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang mengatasnamakan pemilik juga melibatkan
pendelegasian atau pelimpahan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada
agen. Jensen dan Meckling menjelaskan bahwa jika hubungan antara prinsipal dan
agen ini memiliki arah pada pemaksimalan atau peningkatan kekayaan dengan
demikian ada alasan untuk mempercayai bahwa agen tidak akan selalu bertindak
untuk kepentingan prinsipal atau dalam hal ini agen memiliki kepentingan yang
berbeda dengan prinsipal. Prinsipal kemudian dapat membatasi divergensi dari minat
atau kepentingannya dengan menetapkan insentif yang dianggap sesuai pada agen
serta dengan melakukan pengeluaran pada biaya pemantauan guna mambatasi
aktivitas agen yang menyimpang atau yang dapat menyebabkan kerugian bagi
prinsipal. Selain itu, pada beberapa kondisi dapat dilakukan dengan bonding cost
yakni biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan
melakukan tindakan yang meyebabkan kerugian pada prinsipal atau prinsipal akan
menerima kompensasi apabila agen melakukan tindakan-tindakan yang tidak
diharapkan.
Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan (prinsipal) mempekerjakan
manajemen (agen) untuk mengoperasikan perusahaan. Dengan demikian,
manajemenlah yang mengatur jalannya perusahaan dan menjadi pihak yang lebih
mengetahui banyak mengenai perusahaan. Adanya fungsi, situasi, tujuan, dan
keinginan yang berbeda antara kedua pihak ini dapat menimbulkan konflik
kepentingan (conflict of interest) dan menyebabkan masalah agensi (agency problem)
sehingga dapat menyebabkan kerugian. Selain itu, karena manajemen yang mengatur
atau mengoperasikan perusahaan, mereka lebih mengenal dan mengetahui hal-hal
yang terjadi atau terdapat dalam perusahaan. Manajemen memiliki banyak informasi
karena memiliki keterlibatan langsung dan lebih banyak dibandikan dengan
pemegang saham. Adanya ketidakseimbangan informasi atau asimetri informasi
dalam hubungan keduanya inilah dapat menambah masalah agensi pada kedua pihak
dan berujung pada pencapaian tujuan perusahaan. Misalnya, dalam memenuhi
kepentingan pribadi manajemen atau tujuan manajemen dan mengesampingkan
kepentingan pemegang saham. Selain itu, informasi yang diberikan oleh manajemen
pada pemegang saham juga dijadikan dalam pengambilan keputusan sebagai bahan
pertimbangan serta apabila informasi yang ada di tangan pemegang saham tidak
cukup, maka akan memengaruhi keputusan yang diambil oleh pemilik perusahaan.
Teori ini dipakai oleh peneliti untuk membantu dalam menjelaskan hubungan
antara manajemen dan pemilik perusahaan serta perbedaan kepentingan yang dapat
muncul atau perilaku menyimpang yang bisa saja dilakukan oleh manajemen guna
memperoleh keuntungan pribadi dan mengesampingkan kepentingan pemegang
6
saham. Hal tersebut dapat berujung pada tidak tercapainya tujuan dari didirikannya
perusahaan itu sendiri sehingga perlu diterapkan tata kelola perusahaan yang baik
guna membantu tercapainya tujuan perusahaan.
2.2 Teori Pemangku Kepentingan
Stakeholder theory atau teori pemangku kepentingan diperkenalkan oleh Freeman
(1984) yang menyimpulkan bahwa tujuan sesungguhnya dari suatu perusahaan ialah
untuk menyejahterakan seluruh pemangku kepentingan. Kepentingan dan
kesejahteraan dari seluruh pemangku kepentingan menjadi perhatian utama dari
perusahaan. Oleh sebab itu, tujuan dari perusahaan bukan saja terpaku pada profit
atau laba yang diperoleh perushaan melainkan kesejahteraan dari seluruh pemangku
kepentingan. Triple bottom line atau yang dikenal dengan profit, people & planet
menjadi perhatian dari perusahaan. Dengan demikian, setiap langkah yang diambil
oleh perusahaan dalam hal ini ialah manajemen yang mengoperasikan perusahaan
perlu mempertimbangkan dan mengutamakan ketiga hal di atas. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan diharapkan dapat memperoleh profit atau keuntungan bagi
pemilik dan juga kesejahteraan bagi people yang di dalamnya ialah karyawan,
pemasok, dan pelanggan misalnya kaitannya dengan kualitas produk, fasilitas bagi
karyawan. Selain itu, ada planet yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian
perusahaan yang berkaitannya dengan kelestarian lingkungan di tempat perusahaan
itu beroperasi atau di manapun produknya dipergunakan misalnya, limbah dari sisa
produksi perusahaan dikelola dengan baik dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan sekitar ataupun planet ini.
Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menjadi pendukung pentingnya
penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab sosial perusahaan di
dalam perusahaan. Perlu disadari pentingnya kesejahteraan dari seluruh pemangku
kepentingan dan bukan hanya terpaku pada menghasilkan profit bagi pemilik
perusahaan saja, melainkan menjadikan triple bottom line sebagai hal penting yang
perlu dicapai oleh perusahaan.
2.3 Tata Kelola Perusahaan
Pada Indonesia Corporate Governance Manual (2018), International Financial
Corporation mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai struktur dan proses di saat
perusahaan diarahkan dan dikendalikan. Dalam prespektif internal (center on the
company itself), tata kelola ialah suatu sistem hubungan yang struktur dan proses
menjadi penentunya. Relasi ini bisa melibatkan beberapa pihak dengan kepentingan
mereka yang berbeda-beda dan terkadang bisa bertentangan antara satu kepentingan
dengan kepentingan lainnya. Meskipun demikian, semua pihak ikut terlibat dalam
melakukan pengendalian dan pengarahan terhadap perusahaan.
7
Tata kelola perusahaan dirancang agar perusahaan dengan benar
mendistribusikan hak dan tanggung jawab dalam mempromosikan nilai jangka
panjang yang stabil kepada pemegang saham. Sementara itu, dari prespektif eksternal
dari tata kelola perusahaan berfokus pada hubungan antara perusahaan dan para
pemangku kepentingan, para pemangku kepentingan ini merupakan individu ataupun
institusi yang memiliki kepentingan di dalam perusahaan yang bisa muncul
disebabkan adanya kontrak, melalui litigasi, hubungan sosial ataupun geografis.
Pemangku kepentingan ini termasuk dalam investor, karyawan perusahaan itu sendiri,
kreditur, pemasok, konsumen, lingkungan tempat perusahaan beroperasi, dan
pemerintah.
Bersumber dari Corporate Governance Manual (2018), terdapat empat nilai
inti rerangka kerja tata kelola perusahaan yang dikemukakan oleh OECD. Kesetaraan,
rerangka kerja Tata kelola perusahaan harus dapat melindungi hak serta memastikan
bahwa pemegang saham mendapatkan perlakuan yang adil dan seluruh pemegang
saham mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif ketika hak
merteka dilanggar. Nilai inti yang kedua ialah responsibilitas, rerangka kerja tata
kelola perusahaan harus mengakui hak-hak para pemangku kepentingan sesuai
dengan ketetapan hukum juga mendorong kooperasi yang aktif antara perusahaan dan
para pemangku kepentingan dalam menghasilkan kekayaan yang berjangka panjang.
Nilai inti yang ketiga ialah transparansi, yaitu rerangka kerja dari tata kelola
perusahaan harus memastikan pengungkapan yang dilakukan tepat waktu dan akurat.
Nilai inti dari rerangka kerja tata kelola perusahaan yang terakhir ialah akuntabilitas,
yang berarti rerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman
strategis perusahaan, pemantauan manajemen yang efektif oleh dewan, dan
pertanggungjawaban dewan kepada perusahaan dan pemangku kepentingan.
Pada pedoman umum GCG di Indonesia (2006) yang telah dibuat oleh
Komite Nasional Kebijakan Governance menjelaskan bahwa hal ini menjadi suatu
keperluan supaya pasar yang transparan, efisien dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dapat terwujud. Oleh sebab itu, dalam menerapkan GCG
diperlukan dukungan dari tiga pilar yang berhubungan, yakni negara dan
perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar serta masyarakat
yang berperan sebagai pengguna produk dan jasa dalam dunia usaha.
GCG memiliki beberapa asas, yakni transparansi, akuntabilitas, resposibilitas,
independesi, kewajaran, dan kesetaraan. Transparansi sebagai asas dari GCG yang
pertama mengandung arti bahwa perusahaan harus menyediakan informasi yang
bersifat material dan relevan serta melakukannya dengan cara yang mudah diakses
dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan juga harus mengambil inisiatif
untuk melakukan pengungkapan bukan hanya pada permasalahan yang diisyaratkan
oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
8
Asas GCG yang kedua ialah akuntabilitas, yang berarti bahwa perusahaan
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerja secara transparan dan wajar.
Pengelolalan perusahaan harus dilakukan secara benar, terukur, dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan serta tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya. Guna mencapai kinerja yang berkesinambungan,
akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan. Asas GCG yang ketiga adalah
responsibilitas, yang berarti bahwa perusahaan diharuskan untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan. Dengan demikian kesinambungan usaha bagi perusahaan dapat
terpelihara dalam jangka panjang dan memperoleh pengakuan sebagai good
corporate citizen.
Asas GCG yang berikutnya yaitu independensi, yang prinsip dasarnya adalah
bahwa untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen supaya setiap organ yang ada di dalam perusahaan tidak saling
mendominisasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Asas yang terakhir ialah
kewajaran dan kesetaraan, yang prinsip dasarnya yaitu perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan dari para pemegang saham dann pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan dalam melaksanakan kegiatannya.
OECD (2015) menjelaskan bahwa tata kelola perusahaan memiliki tujuan
untuk membentuk lingkungan yang terpercaya, transparan, dan akuntabel yang
diperlukan untuk mendorong investasi jangka panjang, stabilitas keuangan, dan
integritas bisnis sehingga dapat mendukung pertumbuhan yang lebih kuat dan
masyarakat yang lebih inklusif. Singh et.al (2016) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa GCG ditandai dengan adanya transparansi operasi perusahaan, pengungkapan
informasi yang kredibel, akuntabilitas manejer dan dewan direksi kepada para
pemegang saham, kerja sama yang aktif antara perusahaan dan pemangku
kepentingan, serta tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingan.
Al-ahdal et al. (2020) menyebutkan tata kelola perusahaan memegang peran yang
dinilai penting dalam menciptakan budaya kesadaran, transparansi, dan keterbukaan.
2.4 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) merupakaan relasi antara perusahaan dan
pemangku kepentingan (Crowther dan Aras, 2008). CSR dimanifestasikan dalam
pedoman etika dan moral dari suatu badan peraturan yang mendorong perusahaan
supaya menjadikan masalah sosial yang ada sebagai sebuah pertimbangan dan
menjadi pedoman tata kelola organisasi, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan,
lingkungan, praktik operasi yang adil, masalah konsumen, dan keterlibatan
masyarakat (Amar dan Chakroun, 2017). Dalam penerapannya CSR memiliki
beberapa prinsip, yakni keberlanjutan, akuntabilitas, dan transparansi.
9
Keberlanjutan berkaitan dengan dampak atas keputusan atau tindakan yang
diambil terhadap pilihan yang tersedia dimasa depan. Dengan demikian, dalam
penerapannya setiap tindakan yang akan diambil oleh perusahaan perlu
mempertimbangkan setiap aspek yang berkaitan dengan para pemangku kepentingan.
Di samping itu melihat dampak yang muncul atas keputusan maupun tindakan
perusahaan sehingga tidak menempatkan perusahaan pada posisi yang sulit dimasa
yang akan datang.
Selanjutnya prinsip akuntabilitas yakni organisasi, dalam hal ini perusahaan,
menyadari dan mengakui bahwa tindakan yang diambil perusahaan dapat
memengaruhi lingkungan eksternal sehingga perusahaan juga ikut memikul tanggung
jawab atas dampak yang timbul dari tindakannya. Perusahaan mampu menjelaskan
tindakan yang dilakukannya dan menjelaskan dampak yang muncul atas tindakan
perusahaan kepada para pemangku kepentingan. Disamping itu, perusahaan perlu
menjelaskan seperti apa dan bagaimana pengaruh atas tindakan perusahaan pada para
pemangku kepentingan terutama bagi yang terdampak. Konsep akuntabilitas ini
menyiratkan bahwa perusahaan merupakan bagian dari jaringan sosial yang luas dan
memiliki tanggung jawab untuk semuanya, bukan hanya pada pemilik perusahaan itu
sendiri. Dengan demikian, selain pemilik perusahaan, para pemangku kepentingan
lainnya juga memiliki kekuatan dalam memengaruhi cara perusahaan itu beroperasi
dan juga memiliki kekuatan untuk memutuskan benar atau tidaknya tindakan yang
diambil oleh perusahaan.
Prinsip lainnya dari CSR ialah transparansi. Transparansi mengandung arti
bahwa perusahaan secara terbuka dan tidak menyamarkan dampak eksternal dari
tindakan organisasi berserta fakta-fakta yang berkaitan pada saat pelaporan.
2.5 Manajemen Laba
Healy and Wahlen (1999) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu hal yang
terjadi ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan dalam
menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan
beberapa pemangku kepentingan mengenai kinerja ekonomi perusahaan dan juga
memengaruhi hasil kontrak yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan.
Ronen dan Yaari (Rankin et al., 2012) mengklasifikasikan definisi dari EM atau
manajemen laba menjadi tiga. Pertama white action, yang memaknai manajemen laba
yang menguntungkan dengan menambah transparansi dari pelaporan keuangan.
Kedua grey action, yang mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan dari suatu
metode akuntansi yang oportunistik dalam meningkatkan kesejahteraan manajer atau
bisa saja menjadi efisien secara ekonomi untuk entitas yang bersangkutan. Klasifikasi
mengenai definisi manajemen laba yang terakhir ialah black action yang
menggambarkan sebagai penyajian yang keliru dan menurunkan transparansi dari
pelaporan keuangan suatu perusahaan sehingga dapat merugikan pihak lain yang
bersangkutan dalam perusahaan. Dengan demikian, EM dapat diartikan juga sebagai
10
suatu upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mempercantik informasi yang ada
dalam laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan dengan cara memanipulasi
laporan keuangan sehingga informasi yang ada pada laporan keuangan yang telah
disajikan oleh perusahaan tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang
sebenar-benarnya.
Bukan suatu hal yang baru untuk diketahui bahwa laba seringkali digunakan
oleh pemegang saham untuk menilai kinerja dari perusahaan. Hanya saja, laba yang
disajikan oleh perusahaan dalam laporan keuangan yang telah diterbitkan tidak
terjamin bebas dari manajemen laba. Rankin (2012) menjelaskan ada dua hal utama
untuk terlibat dalam manajemen laba. Pertama, penghasilan dikelola untuk
kepentingan entitas karena sejumlah alasan, di antaranya untuk memenuhi ekspektasi
dan prediksi analis dan pemegang saham; untuk memaksimalkan harga saham dan
penilaian perusahaan; untuk menyampaikan informasi pribadi secara akurat; atau
untuk menghindari melanggar perjanjian utang yang membatasi. Kedua, penghasilan
dikelola untuk memenuhi tujuan jangka pendek yang mengarah pada memaksimalkan
remunerasi dan bonus manajerial.
Praktik manajemen laba ini dapat dilakukan dengan berbagai macam metode,
baik dengan menggunakan accounting policy choice, income smoothing maupun
dengan menggunakan akuntansi akrual. Salah satu hal yang diharapkan dengan
melakukan manajemen laba ialah meningkatnya harga saham. Informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan sangat penting bagi para pengguna laporan
keuangan, baik itu dalam kepentingan melakukan penelitian ataupun keputusan
berinvestasi. Oleh karena itu, laporan keuangan yang disajikan atau yang telah
diterbitkan oleh perusahaan haruslah berkualitas.
2.6 Tinjauan Literatur dan Hipotesis
Tata kelola perusahaan merupakan suatu sarana dalam mengendalikan dan
mengoperasikan perusahaan yang melibatkan serangkaian hubungan antara
manejemen perusahaan, pemegang saham, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Selain itu, tata kelola perusahaan menyediakan struktur dalam menetapkan tujuan
perusahaan dan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan serta memantau kinerja yang ditentukan OECD (2015). Singh et
al.,(2016) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa tata kelola perusahaan yang baik
ditandai dengan adanya transparansi operasi perusahaan, pengungkapan informasi
yang kredibel, akuntabilitas manejer dan dewan direksi kepada para pemegang
saham, kerjasama yang aktif antara perusahaan dan pemangku kepentingan, dan
tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingan.
Keberadaan dari GCG dianggap mutlak diperlukan oleh suatu organisasi,
tidak terkecuali perusahaan, karena dapat membantu dalam membangun kepercayaan
para pemegang saham dan memastikan bahwa seluruh pemangku kepentingan
11
mendapatkan perlakuan yang sama. Selain itu, Sistem yang baik dapat menjadi
pelindung yang efektif bagi para pemegang saham guna pemulihan investasi yang
telah mereka lakukan dan memastikan manajemen bertindak untuk keuntungan
perusahaan (Al-ahdal et al., 2020). Chintrakarn et al., (2015) dalam penelitiannya
menyebutkan perusahaan yang memiliki tata kelola yang efektif mendapatkan
manajer yang kurang, cenderung dan kurang mampu untuk bertindak dalam
memaksimalkan keuntungan pribadi mereka dan mengorbankan pemegang saham.
Penelitian ini menggunakan kepemilikan institusional, aktivisme pemegang
saham, dan dewan komisaris independen sebagai proksi dari tata kelola perusahaan
yang baik. Pramithasari dan Yasa (2016) menyebutkan bahwa kepemilikan
institusional memiliki kepentingan yang signifikan dalam melakukan pengawasan
terhadap manajemen disebabkan keberadaannya dalam mendorong pengawasan yang
lebih optimal. Dengan demikian, hipotesis pertama dalam penelitian ini ialah:
H1 : Kepemilikan institusional memiliki pengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
Proksi lainnya dari tata kelola perusahaan yang baik ialah aktivisme
pemegang saham. Aktivisme pemegang saham, menurut Burnett et al. (2012), ialah
suatu proses relasi investasi yang memiliki fokus dalam penekanan terhadap
manajemen dengan tujuan supaya kinerja perusahaan di setiap aspek dapat meningkat
sehingga nilai pemegang saham juga ikut meningkat. Burnett et al. menganggap
aktivisme pemegang saham adalah sebuah proses hubungan investasi yang berfokus
dalam menekan manajemen untuk meningkatkan kinerja di dalam segala aspek agar
dapat meningkatkan nilai pemegang saham. Dengan demikian, aktivisme pemegang
saham ini dilakukan guna menekan manajemen agar tidak melakukan tindakan-
tindakan oportunistik yang dapat merugikan para pemegang saham serta pemangku
kepentingan lainnya. Berdasarkan temuan dari penelitian terdahulu, maka hipotesis
kedua dalam penelitian ini adalah:
H2 : Aktivisme pemegang saham memiliki pengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
Pramithasari dan Yasa (2016) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa,
keberadaan dari komisaris independen di dalam suatu perusahaan dapat
menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan sehingga setiap pemangku
kepentingan di perusahaan mendapatkan perlakukan yang sama. Dalam hal ini,
kesejahteraan dari seluruh pemangku kepentingan dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan terkait aktivitas perusahaan. Dengan demikian, hipotesis
ketiga yang ada dalam penelitian ini ialah:
12
H3 : Proporsi dewan komisaris independen memiliki pengaruh negatif
terhadap manajemen laba.
Selain GCG, CSR dinilai dapat meningkatkan kinerja perusahaan disebabkan
reputasi yang dimilikinya dan daya saingnya yang meningkat (Mahrani dan
Soewarno, 2018). CSR merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi
penyalahgunaan keunggulan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang ada di
dalam perusahaan daripada pihak-pihak di luar perusahaan (Chih, Shen dan Kang,
2008). CSR memiliki nilai postif bagi para investor dan juga para pemangku
kepentingan lainnya serta memiliki efek positif pada reputasi perusahaan (Martínez-
Ferrero, Banerjee dan García-Sánchez, 2016). Selain itu mereka juga menjelaskan
bahwa investasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam CSR dapat memberikan
keunggulan kompetitif dipasar produk dan secara umum dapat menandakan
pandangan jangka panjang perusahaan yang sehat (Chih, Shen dan Kang, 2008).
Sebuah perusahaan dengan CSR memiliki kecenderungan untuk tidak
melakukan smooth earnings dan menampilkan permintaan yang sedikit dalam
menghindari kerugian dan penurunan laba. Namun, perusahaan seperti ini cenderung
terlibat dalam agresivitas laba yang lebih besar, hanya saja kecenderungan seperti ini
dapat dikurangi di negara-negara dengan penegakan hukum yang kuat. Penerapan
dari GCG diharapkan mampu mengurangi asimetri informasi dan nonaligned interest
disebabkan agen akan menyediakan informasi yang akurat kepada prinsipal
(Kanagaretnam et al., 2007) sehingga dapat menjaga kesejahteraan dari setiap
pemangku kepentingan. Dengan demikian, mekanisme perlindungan diharapkan
dapat membatasi kemampuan orang untuk memanipulasi laba dan melindungi
kepentingan orang luar (Abedalqader et al., 2016).
Sebelumnya telah disebutkan di atas bahwa salah satu asas ataupun prinsip
dari GCG dan CSR ialah transparansi. Hunton dan Mazza (2006) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa peningkatan transparansi pelaporan secara signifikan
mengurangi upaya manajemen laba, tetapi tidak menghilangkan upaya tersebut.
Selain itu, dengan adanya standar terbaru yang mengatur pengungkapan dalam
laporan keberkanjutan perusahaan yang memberikan informasi mengenai kontribusi
postif atau negatif dari suatu organisasi untuk pembangunan yang berkelanjutan
(globalreporting.org), yang juga dinilai penting bagi para pemangku kepentingan.
Berdasarkan temuan dari penelitian-penelitian sebelumnya, dapat dilihat bahwa GCG
dan CSR merupakan mekanisme perlindungan pemegang saham dan seluruh
pemangku kepentingan lainnya, yang memiliki pengaruh negatif terhadap praktik
manajemen laba di dalam perusahaan. Dengan demikian, hipotesis keempat dalam
penelitian ini ialah:
H4 : Tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
13
3. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder
yang diperoleh dari situs web resmi milik BEI, perusahaan yang termasuk dalam
sampel penelitian, dan database Osiris. Desain penelitian ini ialah uji hipotesis, yaitu
dengan menganalisis pengaruh dari tata kelola perusahaan yang baik terhadap
manajemen laba dan pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
manajemen laba. Peneliti menguji pengaruh dari penerapan GCG dan CSR terhadap
EM dengan melihat apakah ada pengaruh yang timbul ketika perusahaan menerapkan
GCG dan CSR terhadap tingkat manajemen laba yang dilihat berdasarkan tingkat
akrual diskresioner pada laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi pada peneltian ini ialah seluruh perusahaan nonkeuangan yang sahamnya
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada tahun penelitian, yakni dari tahun 2017
hingga 2019. Dalam menentukan ukuran sampel, Rosce (1975) menyebutkan bahwa
sampel yang jumlahnya melebihi 30 dan tidak lebih atau kurang dari 500 dinilai tepat
untuk kebanyakan penelitian. Sampel yang digunakan pada penelitian ini dipilih
dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling ialah suatu
proses pemilihan sampel atau pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara
mengambil sampel atas dasar kriteria-kriteria tertentu (Hartono,2010).
3.3 Definisi Operasinal Variabel
Penelitian ini memiliki dua variabel independen atau variabel bebas, satu variabel
dependen atau variabel terikat dan dua variabel kontrol untuk dilakukan pengujian.
Penjelasan mengenai kedua variabel tersebut disajikan pada bagian berikut ini.
3.3.1 Variabel Dependen
Dalam penelitian ini, hal yang menjadi variabel dependen atau variabel terikat ialah
manajemen laba yang diukur dengan diskresioner akrual menggunakan model yang
dikembangkan oleh Kothari (2005). Model tersebut merupakan model yang
dikembangkan dari model Modified Jones (Dechow et al., 1995) yang menambahkan
return on assets untuk mengontrol kinerja (Sun et al., 2010). Dengan demikian,
model dari Kothari ini hanya menambahkan ROA dalam perhitungan akrual
diskresioner. Berikut ini ialah tahapan yang dilalui dalam penentuan akrual
diskresioner.
1) melakukan perhitungan total akrual dengan menggunakan pendekatan aliran kas
seperti berikut ini.
Total akrual = Laba Bersih – Arus Kas aktivitas Operasi
14
2) menentukan koefisien regresi dari total akrual.
Keterangan:
TACt = Total akrual perusahaan i pada periode t.
At-1 = Total asset perusahaan i pada akhir tahun t-1.
∆REVt = Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t.
∆RECt = Perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t.
PPEt = Aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan pada
periode t.
ROAt-1 = Return on assets perusahaan i pada akhir tahun t-1.
a) melakukan perhitungan nilai non-discrettinary accruals (NDA) dengan
menggunakan koefisien regresi di atas pada persamaan berikut:
Keterangan:
N
D
A
t
= non-discrettinary accruals perusahaan i pada periode t
α = fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan
total akrual.
b) menghitung akrual diskresioner dengan persamaan di bawah ini:
3.3.2 Variabel Independen
Terdapat dua variabel independen atau yang disebut dengan variabel bebas di dalam
penelitian ini, yang pertama ialah tata kelola perusahaan yang baik, dan yang kedua
ialah tanggung jawab sosial perusahaan. Kedua variabel beserta proksinya yang
dipakai pada penelitian ini sebagai berikut.
a) Tata Kelola Perusahaan yang Baik
Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa GCG merupakan salah satu dari
dua variabel inependen yang digunakan di dalam penelitian ini. Hasil yang
ditemukan dalam penelitian Kamran dan Shah (2014), Lee et al. (2012), dan
Mahrani dan Soewarno (2018) menemukan bahwa mekanisme GCG memiliki
(𝑇𝐴𝐶𝑡
𝐴𝑡−1) = 𝛼1 (
1
𝐴𝑡−1) + 𝛼2 (
∆𝑅𝐸𝑉𝑡 − ∆𝑅𝐸𝐶𝑡
𝐴𝑡−1 ) + 𝛼3 (
𝑃𝑃𝐸𝑡
𝐴𝑡−1) + 𝛼4 (
𝑅𝑂𝐴𝑡−1
𝐴𝑡−1) + 𝑒
𝑁𝐷𝐴𝑡 = 𝛼1 (1
𝐴𝑡−1) + 𝛼2 (
∆𝑅𝐸𝑉𝑡 − ∆𝑅𝐸𝐶𝑡
𝐴𝑡−1 ) + 𝛼3 (
𝑃𝑃𝐸𝑡
𝐴𝑡−1) + 𝛼4 (
𝑅𝑂𝐴𝑡−1
𝐴𝑡−1) + 𝑒
𝐷𝐴𝑡 = (𝑇𝐴𝐶𝑡
𝐴𝑡−1) − 𝑁𝐷𝐴𝑡
15
pengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berikut ini ialah proksi yang
digunakan peneliti dalam mengukur variable tersebut.
1. Kepemilikan saham institusional.
Kepemilikan dari saham institusi yang menjadi proksi pada salah satu variabel
penelitian ini diukur dengan menggunakan persentase kepemilikan saham
pada tahun penelitian dengan cara melakukan pembagian pada jumlah saham
yang dimiliki oleh investor institusi dengan jumlah saham yang beredar.
2. Aktivisme pemegang saham.
Pada proksi ini pengukuran dilakukan dengan cara menggunakan skala
dummy yakni, apabila perusahaan mengadakan rapat umum pemegang saham
sekali dalam tahun penelitian diberikan nilai 0 dan apabila perusahaan
melakukan rapat umum pemegang saham lebih dari sekali pada tahun
penelitian, maka diberikan nilai 1.
3. Dewan Komisaris Independen
Proksi ini didapat dari komposisi komisaris independen yang terdapat di
dalam perusahaan yang kemudian dilakukan pengukuran dengan cara
melakukan pembagian pada jumlah anggota dari komisaris independen
dengan jumlah dari seluruh anggota dewan komisaris yang terdapat pada
perusahaan yang sama.
b) Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Variabel independen yang kedua ialah CSR yang diukur dengan dengan
menggunakan perhitungan indeks pengungkapan CSR, yakni perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan setiap item CSR berdasarkan GRI Standard yang
dibuat pada pertengahan tahun 2016, kemudian diluncurkan di Negara Indonesia
pada tahun 2017, dan mulai efektif pada pertengahan tahun 2018. Pada GRI
Standard, informasi yang berkaitan dengan CSR dibagi menjadi tiga kategori.
Ketiga kategori yang dimaksud ialah ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan
spesifikasi 77 topik spesifik dalam ketiga kategori tersebut. Pengukuran pada
variabel ini dilakukan melalui analisis konten atau analisis isi. Dengan demikian,
77 item spesifik topik dalam instrument penelitian yang pengungkapkannya
dilakukan oleh perusahaan diberikan nilai 1 dan apabila sebaliknya diberi nilai 0.
Setelah itu, dilakukan penjumlahan pada skor dari keseluruhan item CSR untuk
setiap perusahaan (Yulianingtyas, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Gras-Gil
et al. (2016) dan Chih et al. (2008) menyatakan bahwa CSR memiliki pengaruh
negatif terhadap manajemen laba. Pada bagian berikut ditampilkan rumus dari
perhitungan CSDIj:
𝐶𝑆𝐷𝐼𝑗 =𝛴𝑋𝑖𝑗
𝑁𝑗
Keterangan:
16
CSDIj : Corporatae social responsibility Disclosure Index atau indeks
pengungkapan tanggung jawab social perusahaan j.
Nj : Jumlah item untuk perusahaan j = 77 (77 spesifik topik ekonomi, sosial
dan lingkungan di GRI standard).
Xij : diberikan nilai 1 jika item I diungkapkan, dan 0 jika item i tidak
diungkapkan. Dengan demikian, 0 < CSDIj > 1.
3.3.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang dipergunakan untuk mengontrol atau
melengkapi relasi kausalnya sehingga menjadi lebih baik dan memperoleh model
empiris yang lebih lengkap dan baik (Hartono, 2014). Variabel ini digunakan agar
variabel independen atas variabel depedenden dapat diteliti lebih cermat (Gudono,
2014). Berikut variabel kontrol yang dipergunakan di dalam peneltian ini.
a) Ukuran Perusahaan (Size)
Peneliti menggunakan ukuran perusahaan sebagai salah satu variabel kontrol di
dalam penelitian ini. Nilai dari variabel ukuran perusahaan ini diukur dengan
menggunakan logaritma natural dari total asset yang dimiliki perusahaan.
Penelitian terdahulu menemukan adanya pengaruh positif yang signifikan dari
ukuran perusahaan terhadap manajemen laba (Ali et al., 2015; Nalarreason and
Mardiati, 2019). Hal ini disebabkan perusahaan yang besar mendapatkan tekanan
yang lebih besar dari investor dan para analis dalam menunjukkan peningkatan
laba.
b) Profitabilitas (ROA)
Profitabilitas digunakan sebagai salah satu variabel kontrol dalam penelitian ini.
Temuan pada penelitian-penelitian sebelumnya mendapatkan adanya hubungan
positif antara profitabilitas perusahaan dengan manajemen laba (Zamri, Rahman
and Isa, 2013; Singh, Aggarwal and Anand, 2016). Profitabilitas yang merupakan
variabel penegendali diukur dengan memakai Return on Assets (ROA) yang
rumusnya ialah sebagai berikut:
𝑅𝑂𝐴 =Laba bersih
Total aset
c) Leverage (LEV)
Variabel kontrol lainnya yang digunakan di dalam penetian ini ialah leverage.
Temuan pada penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa leverage memiliki
pengaruh positif terhadap manajemen laba, peningkatan pada leverage
memberikan insetif pada manajer untuk melakukan manipulasi laba (Lazzem,
2017). Berikut adalah rumus dalam mengitung leverage.
LEV =Total utang
Total aset
17
d) Klasifikasi Industri
Perusahaan nonkeuangan yang terdafatar di BEI ada 8 industri yakni industri
dasar dan kimia (DK), industri lainnya (IL), industri barang konsumsi (BK),
industri pertanian (PT), industri pertambangan (PB), industri properti dan real
estate (PR), industri infrastruktur, utilitas dan transportasi (IUT), industri
perdagangan jasa dan investasi (JI), sehingga risiko yang dihadapi dan sumber
keuntungan dari jenis-jenis perusahaan ini juga berbeda. Pengukuran yang
digunakan pada variabel ini menggunakan variabel dummy sehingga klasifikasi
industri diukur sebagai berikut: ketika fokus penilaian ada pada industri dasar dan
kimia (DK), industri tersebut diberikan nilai 1 dan nilai 0 diberikan pada industri
yang lain selain industri yang menjadi fokus penilaian. Hal yang sama dilakukan
juga pada saat fokus penilaian terdapat pada tiap-tiap industri yang yang
digunakan di dalam penelitian ini. (Ambarwati, 2016). Pada penelitian Ambarwati
(2016) ditemukan bahwa klasifikasi industri memiliki pengaruh terhadap
manajemen laba.
3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data
Seperti telah disebutkan di atas, penelitian ini mempergunakan data yang termasuk
dalam jenis data sekunder yang didapat pada database Osiris dan website resmi Bursa
Efek Indonesia serta situs resmi milik perusahaan yang diteliti guna mengakses
beberapa laporan terkait perusahaan yakni laporan keuangan, laporan tahunan dan
laporan keberlanjutan milik perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam sampel
penelitian untuk periode per 31 Desember pada tahun penelitian. Selain itu, sifat data
yang dipergunakan pada penelitian ini ialah data yang bersifat runtun waktu. Data
yang diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan beberapa
pengujian atau teknik analisis data sebagai berikut.
3.4.1 Uji Statistik Deskriptif
Pengujian yang dilakukan ialah uji statistik deskriptif yang merupakan pengujian
yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi umum perihal data yang
telah dikumpulkan seperti nilai maksimum, minimum, mean, median, dan standar
deviasi.
3.4.2 Uji Asumsi Klasik
Selain dengan pengujian di atas dilakukan juga uji asumsi klasik yang ditunjukan
agar kelayakan dari model regresi yang digunakan pada penelitian ini diketahui. Uji
asumsi klasik yang dipakai pada penelitian ini meliputi uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
3.4.3 Analisis Regresi
Teknik analisis data berikutnya ialah dengan melakukan analisis regresi linear
berganda guna memperoleh informasi mengenai hubungan antara variabel dependen
18
dan variabel independen dengan melihat apakah variabel bebas atau variabel
independen memiliki pengaruh positif atau pengaruh negatif terhadap variabel terikat
atau variabel dependen. Pada bagian berikut ini ialah model regresi yang digunakan
pada penelitian ini:
𝐷𝐴𝑡 = 𝑎 + 𝛽. 𝐼𝑂𝑡 + 𝛽. 𝑆𝐴𝑡 + 𝛽. 𝐵𝑆𝑡 + 𝛽. 𝐶𝑆𝐷𝐼𝑗𝑡 + 𝛽. 𝑆𝑖𝑧𝑒𝑡 + 𝛽. 𝑅𝑂𝐴𝑡 + 𝛽. 𝐿𝑒𝑣𝑡 + 𝛽. 𝐷𝐾𝑡 + 𝛽. 𝐼𝐿𝑡 + 𝛽. 𝐵𝐾𝑡 + 𝛽. 𝑃𝑇𝑡 + 𝛽. 𝑃𝐵𝑡 + 𝛽. 𝑃𝑅𝑡 + 𝛽. 𝐼𝑈𝑇𝑡 + 𝛽. 𝐽𝐼𝑡 + ε
Keterangan:
DAt : Manajemen laba perusahaan i pada periode t
𝑎 : Konstanta
β : Koefisien regresi
𝐼𝑂𝑡 : Kepemilikan institusional perusahaan i pada periode t
𝑆𝐴𝑡 : Aktivisme pemegang saham perusahaan i pada periode t
𝐵𝑆𝑡 : Proporsi jumlah komisaris independen perusahaan i pada periode t
CSDIj : CSR perusahaan i pada periode t
𝑆𝑖𝑧𝑒𝑡 : Ukuran perusahaan i pada periode t
𝑅𝑂𝐴𝑡 : Profitabilitas perusahaan i pada periode t
Levt : Leverage perusahaan i pada periode t
DKt, ILt, BKt, PBt, PRt, IUTt, JIt: Klasifikasi Industri perusahaan i pada periode t
ε : Tingkat kesalahan (eror)
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Deskriptif
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan ialah perusahaan nonkeuangan yang
terdaftar di BEI pada periode 2017 hingga 2019. Selain itu perusahaan juga
menggunakan GRI Standar dalam penyusunan laporan keberlanjutan pada periode
penelitian. Data yang digunakan di dalam penelitian ini ialah data runtun waktu yang
diperoleh malalui situs web resmi perusahaan, BEI dan database Osiris. Berdasarkan
kriteria sampel yang digunakan di dalam penelitian ini, maka diperoleh sebanyak 87
dari 42 perusahaan yang nama-nama perusahaan tersebut akan ditampilkan pada
bagian lampiran.
Pada bagian ini disajikan analisis statistik deskriptif yang merupakan metode
untuk mendeskripsikan data yang digunakan di dalam penelitian ini secara umum
seperti, nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Statistik
deskriptif pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.1. Berdasarkan hasil statistik
deskriptif pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah data pada penelitian ini
ialah 77 dengan variabel yang digunakan yaitu DA, IO, SA, BS, SIZE, ROA, LEV,
DK, IL, BK, PT,PB, PR,IUT dan JI.
DA ialah proksi dari manajemen laba yang merupakan variabel dependen di
dalam penelitian ini yang mempunyai nilai rata-rata sebesar 0,05 dengan nilai
maksimum 0,19 dan minimum -0,07.
19
Berikutnya ada IO (kepemilikan institusional), SA (aktivisme pemegang
saham), BS (Dewan Komisaris Independen) yang merupakan proksi dari tata kelola
perusahaan yang baik, yang merupakan salah satu variabel independen pada
penelitian ini dengan nilai rata-rata yang dimilik sebesar 0,77 untuk IO, 0,45 untuk
SA dan 0,39 untuk BS selain itu nilai maksimum dan minimum yang dimiliki ialah 1
dan 0,16 untuk IO, nilai maksimum 1 dan minimum 0 untuk SA, serta 0,50 sebagai
nilai maksimum BS dan 0,17 untuk nilai minimumnya.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
DA 77 -0.07 0.19 0.0575 0.05442
IO 77 0.16 1,00 0.7754 0.20837
SA 77 0 1 0.45 0.501
BS 77 0.17 0.50 0.3907 0.07531
CSDI 77 0.05 0.71 0.3031 0.14487
SIZE 77 18.84 33.49 27.8799 4.53885
ROA 77 -0.07 0.21 0.0458 0.05159
LEV 77 0.13 0.84 0.4836 0.19100
DK 77 0 1 0.19 0.399
IL 77 0 1 0.05 0.223
BK 77 0 1 0.04 0.195
PT 77 0 1 0.17 0.377
PB 77 0 1 0.25 0.434
PR 77 0 1 0.12 0.323
IUT 77 0 1 0.06 0.248
JI 77 0 1 0.12 0.323
Valid N (listwise) 77
Sumber: Data diolah (2020).
Kemudian ada CSDI yang merupakan proksi dari tanggung jawab sosial
perusahaan yang juga merupakan variabel independen yang digunakan pada
penelitian ini, yang memiliki nilai rata-rata 0,30 dan nilai minimum 0,05 serta nilai
maksimum sebesar 0,71.
Selain itu, terdapat juga Size yang merupakan proksi dari salah satu variabel
kontrol di dalam penelitian ini yakni ukuran perusahaan yang memiliki nilai rata-rata
27,87 dan nilai minimum 18,84 serta maksimum sebesar 33,49. Varibel kontrol
lainnya ialah ROA yang merupakan proksi dari profitabilitas ini memiliki nilai rata-
rata sebesar 0,04 dengan nilai minimum -0,07 dan nilai maksimum sebear 0,21.
Selanjutnya, terdapat Lev sebagai leverage yang merupakan salah satu variabel
kontrol yang digunakan juga di dalam penelitian yang memiliki nilai rata-rata sebesar
20
0,48 dan nilai minimum yang dimiliki 0,13 serta nilai maksimum sebesar 0,84. Pada
table di atas juga disajikan statistik deskriptif untuk DK, IL, BK, PT, PB, PR, IUT, JI
yang merupakan proksi dari variabel kalasifikasi industri, yakni satu dari empat
variabel kontrol yang digunakan di dalam penelitian ini. Pada table di atas dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata yang dimiliki industri dasar dan kimia (DK) sebesar 0,19,
industri lainnya (IL) sebesar 0,05, industri barang konsumsi (BK) sebesar 0,04,
industri pertanian (PT) sebesar 0,17, industri pertambangan (PB) sebesar 0,25,
industri properti dan real estate (PR) sebesar 0,12, industri infrastruktur, utilitas dan
transportasi (IUT) sebesar 0,06, industri perdagangan jasa dan investasi (JI) sebesar
0,12. Nilai minimum yang dimiliki untuk seluruh proksi dari variabel klasifikasi
industri ialah 0 dan nilai maksimum ialah 1. Hal ini disebabkan peneliti
menggunakan variabel dummy untuk variabel ini.
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
Pada penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model
analisis regresi berganda dengan tujuan untuk menguji hipotesis penelitian dan
menjawab pertanyaan penelitian. Berikut ini ialah hasil pengujian dengan
menggunakan regresi linear berganda:
4.2.1 Hasil Uji Koefisiensi Determinasi
Pengujian Koefisiensi determinasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur
kemapuan dari variabel bebas dalam menerangkan variasi dari variabel terikat. Hasil
dari pengujian koefisiensi determinasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.
Dari hasil pengujian regresi berganda hal pertama yang akan dibahas ini yakni
Tabel 4.6 perihal hasil uji koefisiensi determinasi. Pada tabel di atas dapat dilihat
bahwa nilai dari koefisiensi determinasi (adjusted R2) ialah 0,360. nilai koefisien
determinasi 0,360 ini memiliki arti bahwa variabel independen yang terdapat dalam
model regresi yang digunakan di dalam penelitian ini memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen sebesar 36% sedangkan sisanya yang adalah 64% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak termasuk di dalam model yang digunakan di dalam penelitian
ini.
Tabel 4.6
Uji Koefisiensi Determinasi
Keterangan Nilai
Model 1
R 0.691a
R Square 0.478
Adjusted R Square 0.360
Std. Error of the Estimate 0.04354
Sumber: Data diolah (2020)
21
4.2.2 Hasil Uji F
Uji F atau uji pengaruh simultan memiliki tujan untuk menguji model regresi yang
digunakan di dala penelitian. Hasil dari pengujian ini disajikan dalam bentuk tabel
yang dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini.
Dari hasil pengujian pengaruh simultan yang ditampilkan pada Tabel 4.7 di
atas, ditemukan hasil bahwa seluruh variabel independen yang dimasukan ke dalam
model penelitian memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen yakni manajemen laba dengan signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil
dari alpha (0,05). Dengan demikian, IO, SA, BS, SIZE, ROA, LEV, DK, IL, BK, PT,
PR, IUT dan JI secara bersamaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
manajemen laba (DA).
Tabel 4.7
Uji F
Keterangan Regresi Residual Total
Sum of Squares 0.107 0.118 0.225
Df 14 62 76
Mean Square 0.008 0.002
F 4.049
Sig. 0.000b
Sumber: Data diolah (2020).
4.2.3 Hasil Uji t
Berbeda dengan uji F, Uji t ini dilakukan untuk menguji secara parsial pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan demikian, melalui
pengujian ini peneiti dapat mengetahui adanya pengaruh yang signifikan atau tidak
pada masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yang ada di
dalam model regresi pada penelitian ini. Hasil uji t ini disajikan pada tabel 4.8.
Hasil uji regresi berganda yang disajikan di dalam tabel 4.8 menunjukkan
bahwa IO (kepemilikian institusional) sebagai salah satu proksi dari pengukuran tata
kelola perusahaan yang baik memiliki koefisien bernilai positif dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,837 yang lebih besar dari alpha 0,05. Hal ini berarti, pada
penelitian ini kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap manajemen laba meskipun demikian disebabkan koefisiensinya bernilai
positif maka hubungan yang timbul dari kepemilikan institusional terhadap
manajemen laba searah. Hal ini berarti hipotesis pertama di dalam penelitian ini tidak
terdukung.
Kemudian SA (aktivisme pemegang saham) yang memiliki nilai koefisien
negatif dan nilai signifikansi sebesar 0,304 > 0,05 sehingga di dalam penelitian ini
ditemukan bahwa SA yang merupakan proksi lainnya dari tata kelola perusahaan
yang baik tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
22
Tabel 4.8
Uji t
Variabel
Koefisien
(B) T Signifikansi
Konstanta -0.011 -0.194 0.847
IO 0.006 0.206 0.837
SA -0.012 -1.037 0.304
BS 0.027 0.359 0.721
CSDI 0.070 1.803 *0.076
SIZE 0.003 2.603 **0.012
ROA -0.337 -2.637 **0.011
LEV -0.093 -2.319 **0.024
DK 0.025 1.566 0.122
IL -0.034 -1.293 0.201
BK 0.028 0.915 0.364
PT 0.022 1.177 0.244
PR -0.027 -1.245 0.218
IUT -0.051 -2.076 **0.042
JI 0.031 1.545 0.127
Variabel dependen: DA
*signifikansi pada α = 10%
**signifikansi pada α = 5%
***signifikansi pada α = 1%
Sumber: Data diolah (2020). Koefisiensi yang dimiliki oleh variabel ini bernilai negatif sehingga arah hubungan
keduanya berlawanan. Meskipun demikian, hipotesis kedua di dalam penelitian ini
menyatakan bahwa aktivisme pemegang saham memiliki pengaruh negatif terhadap
manajemen laba tidaklah terdukung.
Proksi ketiga dari GCG, BS (Dewan Komisaris Independen) memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,721 > 0,05, yang berarti bahwa hasil dari penelitian ini
menemukan tidak ada pengaruh signifikan dari dewan komisaris independen terhadap
tingkat manajemen laba. Selain itu, koefisien yang dimiliki variabel inipun bernilai
positif. Hal ini berarti variabel BS tidak memiliki pengaruh negatif yang signifikan
terhadap manajemen laba sehingga hipotesis ketiga di dalam penelitian ini tidak
terdukung.
Pada Tabel 4.8 di atas juga ditemukan bahwa CSDI, yang merupakan proksi
dari tanggung jawab sosial perusahaan, memiliki pengaruh yang signifikan sebesar
0,076 pada alpha 10%. Hal ini berarti dalam penelitian ini ditemukan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh terhadap manajemen laba,
sedangkan nilai koefisien yang dimiliki oleh variabel CSDI bernilai postif, yang
berarti tanggung jawab sosial dan manajemen laba memiliki hubungan yang searah.
Oleh karena itu, hipotesis kedua di dalam penelitian ini, yang menyatakan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap manajemen
laba, tidak terdukung.
23
Dari tabel di atas juga ditemukan bahwa varabel kontrol yang digunakan di
dalam peneltian ini yang memiliki nilai signifikansi pada alpha 5% ada pada
klasifikasi industri IUT (infrastruktur, utilitas dan transportasi) yang mempunyai nilai
signifikansi sebesar 0,042. Selain IUT variabel dari klasifikasi industri sebagai salah
satu variabel kontrol di dalam penelitian ini, klasifikasi industri lainnya seperti DK,
IL, BK, PT, PR, dan JI tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen
laba, sedangkan PB merupakan salah satu klasifikasi industri tergolong excluded
variable sehingga dikeluarkan dari model regresi.
Variabel kontrol lainnya yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Size
yang merupakan ukuran perusahaan; ROA yang merupakan proksi dari profitabilitas;
dan Lev yang ialah leverage pada penelitian ini. Ditemukan bahwa ketiga variabel di
atas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Nilai signifikansi
dari ketiga variabel di atas ialah Size sebesar 0,012 yang lebih kecil dari alpha 5%,
ROA sebesar 0,011 yang juga lebih kecil dari alpha 5%, dan Lev sebesar 0,024 yang
juga lebih kecil dari alpha 5%. Oleh karena itu, pada penelitian ditemukan adanya
pengaruh yang signifikan dari ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap
manajemen laba selain itu, koefisiensi dari ROA dan LEV memiliki nilai negatif. Hal
ini mengandung arti bahwa profitabilitas dan leverage memiliki arah hubungan yang
negatif dengan manajemen laba, sedangkan nilai koefisien yang dimiliki oleh variabel
ROA bernilai positif. Hal tersebut berarti, ukuran perusahaan dan manajemen laba
memiliki arah hubungan yang searah, sehingga semakin besar ukuran perusahaan,
maka semakin besar tingkat manajemen laba.
4.3 Pembahasan
Pada bagian sebelumnya disebutkan bahwa tujuan dari penelitian ini ialah untuk
mengetahui pengaruh dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap tingkat menajemen laba pada perusahaan
nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017 hingga tahun
2019.
Guna menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan dari penelitian ini,
maka dilakukan analisis pada hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan model
regresi berganda yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 4.8. Pada tabel tersebut dapat
dilihat bahwa kepemilikan institusional yang merupakan salah satu proksi dari GCG
memiliki koefisien bernilai positif dengan signifikansi sebesar 0,837 > 0,05 (alpha
5%). Meskipun kepemilikan institutional tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap manajemen laba, arah yang muncul di antara keduanya ialah positif. Hal ini
berarti semakin besar kepemilikan institusional maka tingkat manajemen laba akan
semakin meningkat sehingga kepemilikan institutional memiliki pengaruh positif
terhadap manajemen laba hanya saja, tidak ditemukan pengaruh yang signifikan dari
kepemilikan institusional terhadap manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis
pertama di dalam penelitian ini tidak terdukung karena pengaruh yang ditimbulkan
tidaklah signifikan.
24
Hasil dari temuan ini berlawanan dengan hasil penelitian dari Pramithasari
(2016) dan Perdana (2019) yang menemukan bahwa kepemilikan institusional
memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap manajemen laba. Temuan ini juga
tidak mendukung penelitian Ajay (2015) dan Yang et al. (2009) yang menemukan
adanya pengaruh negatif yang signifikan dari kepemilikan institusional terhadap
manajemen laba. Hal ini bisa saja terjadi karena investor institusi tidak melakukan
pengawasan yang efektif yang dapat membatasi manajemen perusahaan dalam
melakukan manajemen laba. Hasil dari penelitian ini mendukung temuan dari Shayan
et al. (2017) yang menemukan tidak adanya hubungan antara kepemilikan
institusional dan manajemen laba dan berpendapat bahwa beberapa investor institusi
mungkin saja tidak peduli dengan kualitas laba pada perusahaan investee dan hanya
mengambil keuntungan dari perusahaan yang secara resmi diklasifikasikan sebagai
financially distressed.
Penelitian ini juga menemukan bahwa aktivisme pemegang saham tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, hasil dari temuan ini
dapat dilihat di Tabel 4.8 yang menyajikan nilai signifikansi dari aktivisme pemegang
saham sebesar 0,304 yang lebih besar dari alpha 5% dan koefisisensi yang dimiliki
oleh variabel ini terhadap manajemen laba ialah negatif yang artinya arah hubungan
keduanya ialah berlawanan atau tidak searah. Dengan demikian, apabila terdapat
peningkatan aktivisme pemegang saham maka tingkat akrual diskresioner yang
menjadi proksi dari manajemen laba ini menurun dikarenkan arah hubungan
keduanya yang berlawanan meskipun demikan, hal ini tidak memiliki pengaruh yang
signifikan. Dengan demikian hasil dari penelitian ini tidak menemukan adanya
pengaruh negatif dari aktivisme pemegang saham terhadap manajemen laba atau
dengan kata lain hipotesis kedua di dalam penelitian ini tidak terdukung.
Sebagai proksi ketiga dari tata kelola perusahaan yang baik, pada hasil
pengujian hipotesis yang dijaikan pada tabel 4.8 ditemukan bahwa variabel BS
(dewan komisaris) memiliki koefisien positif dengan nilai -0,027 dan nilai signifikan
sebesar 0,721 yang lebih besar dari alpha 0,05 sehingga dapat dilihat bahwa arah
hubungan keduanya ialah positif dan tidak signifikan. Dengan demikian, dari hasil
yang ditemukan tidak terdapat pengaruh negatif yang signifikan dari proporsi dewan
komisaris terhadap manajemen laba sehingga hipotesis ketiga pada penelitian ini
tidak terdukung.
Hasil dari temuan ini mendukung hasil penelitian Hermiyetti et al. (2013)
yang menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik tidak memiliki pengaruh
yang signifikan pada manajemen laba. Hal ini dapat menjelaskan bahwa keberadaan
dati tata kelola perusahaan hanya sebagai pemenuhan dari aturan pemerintah. Temuan
ini bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Mahrani dan Soewarno (2018) yang
menemukan adanya pengaruh negatif yang signifikan dari penerapan tata kelola
perusahaan dengan menggunakan dewan komisaris sebagai salah satu proksinya.
Pada saat pengumpulan data juga dapat dilihat bahwa jumlah dari anggota dawan
25
komisaris independen tidak lebih banyak dari dewan komisaris yang biasa. Menurut
Nuryaman (2008), beberapa alasan kenapa tidak adanya pengaruh dari dewan
komisaris independen di dalam perusahaan ialah adanya bukti empiris yang
menunjukkan proporsi dewan komisaris independen di dalam perusahaan sedikit
sehingga secara kolektif dewan komisaris tidak memiliki kekuasaan dalam
pengambilan keputusan. Alasan lainnya ialah adanya kemungkinan bahwa dewan
komisaris independen tidak memiliki kemampuan dalam bidang akuntansi dan
keuangan.
Pengujian hipotesis keempat di dalam penelitian ini perihal pengaruh dari
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap manajemen laba memberikan hasil yang
disajikan di tabel 4.8. Pada tabel tersebut diketahui bahwa dari hasil pengujian
penelitian ini, CSDI yang merupakan proksi dari tanggung jawab sosial perusahaan
memiliki koefisien positif sebesar 0,070 yang berarti tanggung jawab sosial
perusahaan ini memiliki arah positif dengan manajemen laba. Dengan demikian,
semakin besar pengungkapan yang dilakukan perihal tanggung jawab sosial
perusahaan yang disajikan dalam laporan keberlanjutan, maka semakin besar pula
tingkat akrual diskresionar perusahaan tersebut.
Pengaruh dari variabel tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
manajemen laba juga dinilai memiliki pengaruh yang signifikan pada alpha 10%
dengan nilai signifikansi sebesar 0,076. Dari hasil pengujian yang dilakukan pada
penelitian ini ditemukan adanya pengaruh prositif yang signifikan terhadap
manajemen laba sehingga hipotesis keempat di dalam penelitian ini, yang
mengatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh negatif
terhadap manajemen laba, tidak terdukung. Hasil dari penelitian ini berlawanan
dengan hasil dari penelitian Amar (2017) yang menemukan adanya pengaruh negatif
dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap manajemen laba; juga mendukung
temuan dari Godfrey (2005) dan Kim et al., (2012) yang menyebutkan bahwa citra
positif yang merupakan tanggung jawab sosial perusahaan dijadikan pengalihan
perhatian ataupun mengalihkan pengawasan oleh publik termasuk para pemangku
kepentingan perusahaan. Tujuannya adalah mendapatkan keuntungan dengan
memperbaiki citra perusahaan dari tindakan negatif yang dilakukan, seperti
memanipulasi laba dengan melakukan manajemen laba.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian ini, maka dapat diambil beberapa simpulan
sebagai berikut.
1. Kepemilikan institusional sebagai proksi pertama dari variabel tata kelola
perusahaan yang baik di dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh negatif
yang signifikan terhadap manajemen laba. Selanjutnya, aktivisme pemegang
saham dan dewan komisaris independen sebagai proksi kedua dan ketiga dari
26
tata kelola perusahaan yang baik juga tidak memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap manajemen laba.
2. Tanggung jawab sosial perusahaan memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap manajemen laba. Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh negatif dari
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap manajemen laba.
5.2 Keterbatasan
Keterbatasan dari penelitian ini ialah periode penelitian yang terbatas selama 3 tahun
yakni tahun 2017 hingga 2019 dan selama tahun ini laporan keberlanjutan belum
diwajibkan oleh seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. Selain itu, penyusunan
laporan keberlanjutan berdasarkan GRI Standar juga tidak banyak digunakan oleh
perusahaan-perusahaan yang menerbitkan laporan keberlanjutan karena sifatnya yang
juga tidak wajib. Dengan demikian, data yang diperoleh juga semakin sedikit, terlebih
lagi setelah disikualifikasi karena ketidaklengkapan data yang digunakan dalam
penelitian ini.
Hal lainnya ialah variabel independen yang digunakan pada penelitian ini
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen sebesar 36% hingga 64% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak termasuk ke dalam model regresi. Dengan demikian,
pada penelitian berikutnya diharapkan dapat menambahkan variabel-variabel lainnya
yang secara teori memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Selain itu, pada
penelitian ini hanya tiga proksi yang digunakan di dalam pengukuran tata kelola
perusahaan yang baik sehingga penelitian berikutnya diharapkan dapat menambah
proksi lainnya yang digunakan dalam mengukur manajemen laba. Keterbatasan
lainnya dari penelitian ini ialah pada model regresi yang terdapat excluded variable.
Variabel tersebut dikeluarkan dari model regresi karena tidak memiliki pengaruh
yang sama besar atau terlalu kecil dibandingkan dengan variabel independen lainnya
yang digunakan di dalam model regresi penelitian ini (Putrama, 2017).
5.3 Implikasi
Berikut adalah beberapa implikasi yang dapat diperoleh dari penelitian ini.
1. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya serta
menambah literatur perihal pengaruh yang mucul dari tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap manajemen laba.
2. Hasil yang ditemukan di dalam penelitian ini dapat membantu para pemangku
kepentingan dalam pengambilan keputusan terkait penerapan tanggung jawab
sosial perusahaan yang memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba.
Diharapkan para pemangku kepentingan seperti calon investor dapat
mempertimbangan hasil yang ditemukan pada penelitian ini dalam kaitannya
dengan penanaman modal pada suatu perusahaan. Hal ini agar mereka tidak
terpaku pada citra positif yang dimiliki perusahaan sehubungan dengan
tanggung jawab sosial perusahaan yang dianggap sebagai bentuk kepedulian
perusahan terhadap para pemangku kepentingan.
27
3. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun aturan dengan tujuan menciptakan keefektifan dari tata kelola
perusahaan yang baik. Dengan demikian, tujuan yang diharapkan dari adanya
tata kelola perusahaan yang baik, baik dalam memfasilitasi pemantauan yang
efektif maupun dalam pembentukan lingkungan yang terpercaya, transparan,
dan akuntabel yang dibutuhkan dalam dunia bisnis, dapat tercapai.
Referensi
Ajay, R., dan Madhumathi, R. (2015) ‘Institutional Ownership and Earnings
Management in India. Indian Journal of Corporate Governance’, 8(2), 119–
136. https://doi.org/10.1177/0974686215602368. Al-ahdal, W. M. et al. (2020) ‘The impact of corporate governance on financial
performance of Indian and GCC listed firms: An empirical investigation’,
Research in International Business and Finance. Elsevier, 51(August 2019),
p. 101083. doi: 10.1016/j.ribaf.2019.101083.
Ali, U. et al. (2015) ‘Impact of Firm Size on Earnings Management: A Study of
Textile Sector of Pakistan’, SSRN Electronic Journal, 7(28), pp. 47–56. doi:
10.2139/ssrn.2698317.
Amar, A. Ben dan Chakroun, S. (2017) ‘Article information : Do Dimensions of
Corporate Social Responsibility Affect Earnings Management ? Evidence
from France’, Journal of Financial Reporting and Accounting.
Ambarwati, Rika (2016) 'Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Siklus
Operasi Perusahaan,Likuiditas, Leverage, dan Klasifikasi Industri Terhadap
Manajemen Laba', Naskah Publikasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Burnett, R. D., Xu, L., Morris, M., dan Rodriguez, R, P. (2012) 'Shareholder
Activism Targets M&As'. Wiley Periodicals Inc.
Chih, H. L., Shen, C. H. dan Kang, F. C. (2008) ‘Corporate social responsibility,
investor protection, and earnings management: Some international evidence’,
Journal of Business Ethics, 79(1–2), pp. 179–198. doi: 10.1007/s10551-007-
9383-7.
Chintrakarn, P. et al. (2015) ‘The Effect of Corporate Governance on Corporate
Social Responsibility (CSR): Evidence from the Institutional Shareholder
Services (Iss)’, SSRN Electronic Journal. doi: 10.2139/ssrn.2707001.
Global Reporting Inisiative ‘GRI Standards Download Center – Terjemahan Bahasa
Indonesia (bahasa indonesia translations)’. Available at:
https://www.globalreporting.org/standards/gri-standards-translations/gristanda
rds-bahasa-indonesia-translations-download-center/.
28
Gras-Gil, E. (2016), “Investigating the relationship between corporate social
responsibility and earnings management: evidence from Spain”, BRQ
Business Research Quarterly, Vol. 19 No. 4, pp. 289-299.
Godfrey, P. C. (2005). The Relationship Between Corporate Philanthropy and
Shareholder Wealth: A Risk Management Perspective. Academy of
Management Review, 30(4), 777-798.
Gudono. (2014) 'Analisis Data Multivarat', Edisi 4, BPFE Yogyakarta.
Hartono, Jogiyanto. (2014) 'Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-pengalaman', Edisi 6, BPFE Yogyakarta.
Healy, Paul M. dan J.M. Wahlen. (1999) 'A Review Of The Earnings Management
Literature And Its Implications For Standard Setting', Accounting Horizons
13, p. 365-383.
Hermiyetti, H. dan Manik, E.N. (2013) 'The influence of good corporate governance
mechanism on earnings management: empirical study in Indonesian Stock
Exchange listed company for periods of 2006–2010', Indonesian Capital
Market Review.
Hunton, J. E. dan Mazza, C. L. (2006) ‘James E. Hunton’, 81(1), pp. 135–157.
ICLG (2018) ‘Indonesia: Corporate Governance 2018’, p. 15. Available at:
https://iclg.com/practice-areas/corporate-governance-laws-and-regulations/ind
onesia.
Kamran, K. dan Shah, A. (2014), “The impact of corporate governance and
ownership structure on earnings management practices: evidence from listed
companies in Pakistan”, Lahore Journal of Economics, Vol. 19 No. 2, pp. 27-
70.
Kanagaretnam, K., Lobo, G. J. dan Whalen, D. J. (2007) ‘Does good corporate
governance reduce information asymmetry around quarterly earnings
announcements?’, Journal of Accounting and Public Policy, 26(4), pp. 497–
522. doi: 10.1016/j.jaccpubpol.2007.05.003.
Kim, Y., Park, M. S., dan Wier, B. (2012). Is Earnings Quality Associated with
Corporate Social Responsibility? The Accounting Review, 87(3), 761-796.
KNKG (2006) 'Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia',
governance-indonesia.or.id
Lazzem, Safa dan Faouzi Jilani. (2017) 'The impact of leverage on accrual-based
earnings management: the case of listed French firms', Research in
29
International Business and Finance. Faculty of Economic Science and
Management of Tunis, Tunisia.
Lee, T.H., Ku, C., Chen, H. dan Chen, J.F. (2012), “A study of corporate governance
factors and earnings management behaviors of Taiwan public companies”,
International Journal of Business, Humanities and Technology, Vol. 2 No. 5,
pp. 79-88.
Mahrani, M. dan Soewarno, N. (2018) ‘The effect of good corporate governance
mechanism and corporate social responsibility on financial performance with
earnings management as mediating variable’, Asian Journal of Accounting
Research, 3(1), pp. 41–60. doi: 10.1108/ajar-06-2018-0008.
Martínez-Ferrero, J., Banerjee, S. DAN García-Sánchez, I. M. (2016) ‘Corporate
Social Responsibility as a Strategic Shield Against Costs of Earnings
Management Practices’, Journal of Business Ethics, 133(2), pp. 305–324. doi:
10.1007/s10551-014-2399-x.
Muchlinski, P. (2008) Corporate Social Responsibility, The Oxford Handbook of
International Investment Law.doi:10.1093/oxfordhb/978019923138.013.0017.
Nalarreason, K. M., T, S. DAN Mardiati, E. (2019) ‘Impact of Leverage and Firm
Size on Earnings Management in Indonesia’, International Journal of
Multicultural and Multireligious Understanding, 6(1), p. 19. doi:
10.18415/ijmmu.v6i1.473.
Nuryaman (2008) 'Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan
Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba', Presented in
National Accounting Symposium XI, Pontianak, Indonesia.
OECD (2015) ' G20/OECD Principles of Corporate Governance' OECD publishing,
Paris.https://www.oecd.org/daf/ca/Corporate-Governance-Principles-ENG.pdf.
Okello, G. C. B. et al. (2017) ‘Review of International Business and Strategy’,
Review of International Business and Strategy, 27(4), pp. 520–538. Available
at: file:///F:/ARTICULOS/wang2018 (2).pdf.
Perdana A. A. (2019) 'The Influence of Institutional Ownership, Leverage, and Audit
Committee on Earnings Management: Evidence of Companies Listed on the
Indonesia Stock Exchange' , Journal of Accounting Research Organization &
Economics Vol 2, No. 2. doi.org/10.24815/jaroe.v2i2.14633.
Pramithasari A. A. Putu Kendran dan Yasa Gerianta W. (2016) 'The Effect of Good
Corporate Governance on Earnings Management in Companies that Perform
IPO', The Indonesia Accounting Review, Vol.6 No. 1, pp. 37-44.
30
Putrama A. (2017) 'Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Profitabilitas Bank
Non Devisa di Indonesia Periode 2012-2016', Jurnal Ilmu Manajemen Volume
5 No.2.
Raha, S. dan Prabhu, S. (2005) ‘Corporate Governance: Three Views’, 30(4), pp. 110.
Rankin, M., Stanton, P., McGowan, S., Ferlauto, K., dan Tilling, M., (2012)
'Contemporary Issues in Accounting', John Wiley & Sons, Australia.
Roscoe, J. T. (1975). Fundamental research statistics for the behavioural sciences.
(2nd ed.) New York: Holt Rinehart & Winston
Singh, A. K., Aggarwal, A. dan Anand, A. K. (2016) ‘The Impact of Corporate
Governance Mechanisms on Earnings Management: A Case of Indian Stock
Exchange Listed Companies’, Asia-Pacific Journal of Management Research
and Innovation, 12(3–4), pp. 304–316. doi: 10.1177/2319510x17725982.
Slaper, T. dan Hall, T. (2011) ‘The Triple Bottom Line : What Is It and How Does It
Work?’, Indiana University Kelley School of Business, pp. 4–8. Available at:
http://www.ibrc.indiana.edu/ibr/2011/spring/article2.html.
Suyono, E. dan Farooque, O. Al (2018) ‘Do governance mechanisms deter earnings
management and promote corporate social responsibility?’, Accounting
Research Journal, 31(3), pp. 479–495. doi: 10.1108/ARJ-09-2015-0117.
Shayan-Nia, M. Shayan-Nia, P. Sinnadurai, Z. Mohd-Sanusi, dan A. N.I.A.
Hermawan (2017) 'How efficient ownership structure monitors income
manipulation? Evidence of real earnings management among Malaysian
firms', Research in International Business and Finance, 41 (2017), pp. 54-66
Yang W.S., Chun L.S. dan Ramadili S. M. (2009) 'The Effect of Board Structure and
Institutinal Ownership Structur on Earnings Management', Int. Journal of
Economics and Management 3(2), pp. 332-353.
Yulianingtyas, D. (2016) ‘Pengaruh Corporate Social Responsibility Dan Good’,
Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 5(1994), pp. 1–21.
Zamri, N., Rahman, R. A. dan Isa, N. S. M. (2013) ‘The Impact of Leverage on Real
Earnings Management’, Procedia Economics and Finance. Elsevier B.V.,
7(Icebr), pp. 86–95. doi: 10.1016/s2212-5671(13)00222-0.
31
LEMBAR KONFIRMASI JURNAL
PROGRAM MAGISTER AKKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lianda Remimarch Pieritsz
NIM : 18/436683/PEK/24207
Judul : PERAN TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN TANGGUNG
JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA
menyatakan bahwa bersedia/tidak bersedia*) naskah jurnalnya dipublikasikan oleh
Program Magister Akuntansi.
Yogyakarta, 23 Maret 2021
Hormat saya,
Lianda Remimarch Pieritsz
32