(Peran Pushidrosal dalam Mendukung Diplomasi Maritim ......2020/01/29  · Kerajaan Malaysia di...

75
Jl. Pantai Kuta V/1 Ancol Timur Jakarta Utara 14430 Harjo Susmoro Haris Djoko Nugroho Yanuar Handwiono Diterbitkan oleh: (Peran Pushidrosal dalam Mendukung Diplomasi Maritim Indonesia)

Transcript of (Peran Pushidrosal dalam Mendukung Diplomasi Maritim ......2020/01/29  · Kerajaan Malaysia di...

  • Jl. Pantai Kuta V/1 Ancol Timur Jakarta Utara 14430

    Harjo SusmoroHaris Djoko NugrohoYanuar Handwiono

    Diterbitkan oleh:

    (Peran Pushidrosal dalam MendukungDiplomasi Maritim Indonesia)

  • BUNGA RAMPAIPENETAPAN BATAS MARITIM

    RI – NEGARA TETANGGA(Peran Pushidrosal dalam Mendukung

    Diplomasi Maritim Indonesia)

    Harjo SusmoroHaris Djoko NugrohoYanuar Handwiono

    Cetakan I: Oktober 2019

    PUSAT HIDROGRAFI DAN OSEANOGRAFI TNI AL(PUSHIDROSAL)

    2019

  • Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

    Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI ALBunga Rampai Penetapan Batas Maritim RI – Negara Tetangga(Peran Pushidrosal dalam Mendukung Diplomasi Maritim Indonesia)

    Editor: A. Aziz Muttaqim, ___Jakarta, Pushidrosal, 2019vii + 64 hal, 21 cm

    ISBN: 978-623-91688-7-2

    1. Judul 1. A. Aziz Muttaqim

    Bunga Rampai Penetapan Batas MaritimRI – Negara Tetangga

    (Peran Pushidrosal dalam MendukungDiplomasi Maritim Indonesia)

    Pengarang:Harjo Susmoro

    Haris Djoko NugrohoYanuar Handwiono

    Editor:A. Aziz Muttaqim

    Perancang Isi:Try Ariyah

    Desain Kover:Untung Sugiarto

    Cetakan I: Oktober 2019

    Penerbit:Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI ALJl. Pantai Kuta V No. 1 Ancol Timur JakartaTelp. 62-21-64714810 Fax: 62-21-64714819

    [email protected]

    Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi

    buku ini tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta,kecuali mencantumkan identitas pemegang hak cipta.

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Sejak Indonesia meratifikasi United Nation Conventionon the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 melalui UU No 17tahun 1985, dimana sesuai dengan ketentuan yangtercantum pada UNCLOS’82 tersebut Indonesia sebagaisuatu negara kepulauan memiliki hak atas wilayah perairanyang meliputi perairan pedalaman, laut territorial, zonatambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen(LK). Bila ditinjau secara geografis, Indonesia memilikiperbatasan maritim dengan beberapa negara tetangga yaituIndia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina,Palau, Papua New Guinea (PNG), Australia, Timor Leste(RDTL). Sehingga, prioritas utama dalam implementasinyaadalah penetapan batas maritim dengan negara tetangga.

    Sebagai negara kepulauan, tentunya batas maritimdengan negara tetangga menjadi masalah yang sangatpenting dan perlu menjadi perhatian dan prioritas tersendiri.Sampai dengan saat ini delegasi RI terus aktif melakukanperundingan batas maritim dengan negara tetangga untukmendapatkan kesepakatan, pada beberapa wilayah telahdihasilkan kesepakatan dan sebagian wilayah lainnya masihdalam upaya perundingan untuk mencapai kesepakatan.

    Penulisan ini buku ini bertujuan untuk menyajikangambaran tentang pendekatan penyelesaian permasalahanperbatasan dengan negara tetangga melalui perspektif

    Kepala Pusat Hidrografi dan OseanografiTNI Angkatan Laut

  • iii

    tugas, peran dan fungsi Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL(Pushidrosal) sebagai lembaga hidrografi nasional diIndonesia yang secara teknis turut berperan aktif dalammendukung proses perundingan batas maritim dengannegara tetangga, disamping tugas pokoknya sebagaipenyelenggara serta pembina tunggal profesi, fungsi dankegiatan hidro-oseanografi yang meliputi survei, penelitian,pemetaan laut, publikasi, penerapan lingkungan laut dankeselamatan navigasi pelayaran untuk kepentingan TNImaupun kepentingan umum, nasional dan internasional.

    Besar harapan kami, buku ini dapat menjadisumbangsih pemikiran dan media penyampaian informasitentang pelaksanaan tugas, serta peran strategisPushidrosal dalam mendukung pembangunan nasionalmaupun peran pemerintah RI pada lingkup regional maupuninternasional. Selanjutnya kepada semua pihak, selakuKapushidrosal, saya mengucapkan terima kasih danpenghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihakyang telah turut berperan serta dan memberikan sumbangsaran dalam melengkapi materi serta referensi yangdiperlukan sehingga penerbitan buku ini dapat terlaksanatepat waktu. Demi kesempurnaan dari buku ini, kami jugasangat mengharapkan saran dan sumbangan pemikiran darisemua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.Akhir kata, semoga buku ini dapat menjadi tambahan dalamalmanak pengetahuan dan sejarah penetapan batas maritimnasional.

    Jakarta, Oktober 2019Kapushidrosal,

    Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H.Laksamana Muda TNI

  • ii

    DAFTAR ISI

    Hal

    KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI ivDAFTAR GAMBAR v

    DAFTAR TABEL vii

    I. PERBATASAN MARITIM DAN UNCLOS 1982 1

    Batas Negara dan Rejim Laut Wilayah PerbatasanUNCLOS dan Penetapan Batas Maritim

    13

    Prinsip-Prinsip dalam Penetapan Batas Maritim 5Metode Penetapan Batas Martitim 7

    II. MPLEMENTASI BATAS MARITIM INDONESIA 9III. KONDISI AKTUAL BATAS MARITIM INDONESIA 12

    a. Batas Maritim Indonesia - India 12b. Batas Maritim Indonesia - Thailand 15c. Batas Maritim Indonesia - Malaysia 18d. Batas Maritim Indonesia - Singapura 27e. Batas Maritim Indonesia - Vietnam 33f. Batas Maritim Indonesia - Philipina 35g. Batas Maritim Indonesia - Palau 40h. Batas Maritim Indonesia - Papua Nugini

    (PNG)43

    i. Batas Maritim Indonesia - Australia 45j. Batas Maritim Indonesia - Republik

    Demokratik Timor Leste (RDTL)53

    PENUTUP 56DAFTAR PUSTAKA 58

  • iii

    DAFTAR GAMBARHal

    Gambar 1 Garis Batas LK antara Republik Indonesia dengan Indiaberdasarkan perundingan 8 Agustus 1974

    13

    Gambar 2 Garis Batas LK antara Republik Republik Indonesia denganRepublik India berdasarkan perundingan 14 Januari 1977.

    15

    Gambar 3 Garis Batas LK antara Republik Indonesia dengan Thailandberdasarkan perundingan 17 Desember 1971.

    16

    Gambar 4 Garis Batas LK antara Republik Indonesia dengan Thailandberdasarkan perundingan 11 Desember 1975.

    18

    Gambar 5 Overlay garis batas landas kontinen Republik Indonesia danKerajaan Malaysia di Selat Malaka berdasarkan perjanjian27 Oktober 1969 (garis biru) dengan klaim zona ekonomiekslusif Republik Indonesia (garis merah).

    21

    Gambar 6 Garis batas laut territorial antara Republik Indonesia denganSingapura di Selat Singapura bagian Barat berdasarkanperundingan 25 Mei 1973.

    23

    Gambar 7 Garis batas laut territorial antara Republik Indonesia denganSingapura di Selat Singapura bagian Barat berdasarkanperundingan 25 Mei 1973.

    29

    Gambar 8 Garis batas laut teritorial Republik Indonesia denganSingapura di Selat Singapura berdasarkan perjanjian keduanegara yang telah ditandatangani pada tanggal 3September 2014.

    30

    Gambar 9 Garis Batas Laut Landas Kontinen antara RepublikIndonesia dengan Vietnam di Laut China Selatanberdasarkan perundingan 26 Juni 2003.

    31

    Gambar 10 Klaim Republik Indonesia atas batas ZEE dengan RepublikVietnam.

    33

    Gambar 11 Garis Batas Laut Teritorial antara Republik Indonesiadengan Filipina di di lima segmen (Provisional ExclusiveEconomic Zone Boundary Line / PEBL) pada area delimitasisepanjang 600 mil.

    34

    Gambar 12 Peta batasantara Republik Indonesia dengan Filipina di limasegmen yang ditandatangai menteri luar negeri masing-

    38

  • iv

    masing Negara.

    Gambar 13 Peta Batas ZEE antara Republik Indonesia dengan FilipinaDi lima segmen yang ditandatangani menteri Luar NegeriMasing-masing negara.

    39

    Gambar 14 Klaim garis batas ZEE (unilateral) antara Republik Indonesiadengan Republik Palau.

    43

    Gambar 15 Persetujuan Republik Indonesia dengan Papua Nuginisegmen Selatan yang merupakan lanjutan perjanjian RI –Australia Tahun 1971.

    44

    Gambar 16 Persetujuan Republik Indonesia dengan Papua Nugini yangmerupakan lanjutan perjanjian RI – Australia Tahun 1971.

    45

    Gambar 17 Persetujuan Republik Indonesia dengan Australia tentangpenetapan Batas Tertentu di Daerah Laut Timor danArafuru.

    49

    Gambar 18 Overlay Garis Batas LK dan ZEE antara Republik Indonesiadengan Australia.

    50

    Gambar 19 Peta batas Maritim antara Republik Indonesia – Australiauntuk penangkapan sumber daya alam hayati di SamuderaHindia, Laut Tomor dan Laut Arafuru.

    52

    Gambar 20 Klaim garis batas maritim antara Republik Indonesia denganRepublik Demokratik Timor Leste (TRDL)

    54

    Gambar 21 Klaim garis batas teritorial antara Republik Indonesiadengan Republik Demokratik Timor Leste (Okusi)

    55

    Gambar 22 Batas Relevan Area Antara RI dengan Republik DemokratikTimor Leste dengan jumlah empat area.

    55

  • v

    DAFTAR TABEL

    Hal

    Tabel 1 Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesiadan Republik India berdasarkan perundingan 8 Agustus1974 Koordinat Batas Landas Kontinen RepublikIndonesia dan Republik India berdasarkan perundingan8 Agustus 1974

    13

    Tabel 2 Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesiadan Republik India berdasarkan perundingan 14 Januari1977.

    14

    Tabel 3 Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesiadan Kerajaan Thailand berdasarkan perundingan 17Desember 1971.

    16

    Tabel 4 Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesiadan Kerajaan Thailand berdasarkan perundingan 11Desember 1975.

    17

    Tabel 5 Koordinat titik garis batas landas kontinen RepublikIndonesia dan Kerajaan Malaysia segmen Selat Malakaberdasarkan perundingan 27 Oktober 1969.

    19

    Tabel 6 Koordinat titik garis batas landas kontinen RepublikIndonesia dan Kerajaan Malaysia segmen Pantai TimurSerawak berdasarkan perundingan 27 Oktober 1969.

    19

    Tabel 7 Koordinat titik garis batas landas kontinen RepublikIndonesia dan Kerajaan Malaysia segmen Laut CinaSelatan berdasarkan perundingan 27 Oktober 1969.

    20

    Tabel 8 Koordinat titik garis batas laut wilayah RepublikIndonesia dan Kerajaan Malaysia di Selat Malakaberdasarkan perundingan 17 Maret 1970.

    22

  • vi

    Tabel 9 Koordinat titik garis batas laut wilayah RepublikIndonesia dan Republik Singapura berdasarkanperundingan 25 Mei 1973.

    28

    Tabel 10 Koordinat titik garis batas laut wilayah RepublikIndonesia dan Republik Singapura segmen BaratSelatan berdasarkan perundingan 10 Maret 2009.

    30

    Tabel 11 Koordinat titik garis batas laut teritorial RepublikIndonesia dan Republik Singapura berdasarkanperundingan 8 Desember 2013.

    32

    Tabel 12 Koordinat titik garis batas Landas Kontinen RepublikIndonesia dan Republik Vietnam berdasarkanperundingan 26 Juni 2003

    34

    Tabel 13 Koordinat titik garis batas ZEE Republik Indonesia danFilipina berdasarkan perundingan 23 Mei 2014.

    40

    Tabel 14 Titik Dasar Yang Digunakan Palau Dalam PenarikanGaris Pangkal.

    42

    Tabel 15 Titik-titik koordinat batas wilayah laut Republik Indonesiadengan Pemerintah Australia

    47

  • 1

    I. NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA

    a. Tinjauan Sejarah1

    Perjuangan Indonesia untuk memperoleh pengakuansebagai sebuah negara kepulauan tidaklah mudah,memerlukan perjuangan yang cukup panjang yang dilakukansejak awal kemerdekaan. Pada awalnya pengakuan duniainternasional terhadap kemerdekan Indonesia tanggal 17Agustus 1945 masih sebatas kedaulatan teritorial di daratansebagai bekas wilayah jajahan Belanda, sementara di lautanIndonesia sebagai negara dipisahkan oleh laut antar pulauberdasar warisan hukum laut kolonial Territoriale Zee enMaritieme Kringen Ordonantie 1939, atau yang lebih dikenaldengan Ordonantie 1939. Ketentuan ini mengaturkedaulatan laut Indonesia hanya sejauh 3 mil dari batas airsurut terendah. Akibatnya pulau-pulau di Indonesia menjaditerpisah. Hal tersebut terkait dengan pandangan pada masaitu dimana laut bukan bersifat menyatukan, tetapimemisahkan pulau-pulau, sehingga setiap kapal tidak bolehberlayar melewati batas yuridiksi 3 mil dari setiap pulau.Akan tetapi, untuk laut perariran di luar batas 3 mil dianggaplaut terbuka dan dapat dilewati kapal-kapal asing secarabebas. Kondisi serta keleluasaan pandangan tentang rezimlaut tersebut kemudian dimanfaatkan oleh pihak Belandauntuk menjalankan politik agresi 1945-1949 atas wilayahkedaulatan Indonesia pasca proklamasi untuk memblokadelaut teritorial dan mendaratkan pasukannya termasukmelaksanakan invasi ke Papua Barat.

    Gagasan kedaulatan laut sebagai bagian dari negarakesatuan Republik Indonesia mulai digagas di era Perdana

    1 Eko Sulistyo, Deklarasi Djuanda dan Hari Nusantara, Kompas 13Desember 2015

  • 2

    Menteri (PM) Ali Sastroamidjojo pada tahun 1956 denganmembentuk Panitia Inter-Departemental untuk merancangRUU Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim.Pada Agustus 1957 PM Djuanda berupaya mencarilandasan hukum guna menjadikan laut sebagai bagian dariIndonesia secara utuh, kemudian dirumuskan “AsasArchipelago” yang menjadi konsep dari negara kepulauan(archipelagic state) dan untuk pertama kali diperkenalkansebagai rumusan dalam hukum laut internasional. Dankemudian menjadi titik awal perjuangan panjang pemerintahIndonesia di panggung internasional untuk mendapatpengakuan terhadap pandangan serta rumusan RezimHukum Negara Kepulauan.

    Selanjutnya, pada tanggal 13 Desember 1957 PMDjuanda mengeluarkan Pengumumam Pemerintahmengenai Perairan Negara Republik Indonesia, yangkemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda, yangmenyatakan bahwa “Indonesia sebagai negara kepulauanmempunyai corak tersendiri, sejak dahulu kepulauannusantara sudah merupakan satu kesatuan, dan ketentuanordonansi 1939 dapat memecah belah keutuhan wilayahIndonesia”. Tujuan dari deklarasi ini adalah untukmewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesiayang utuh dan bulat; serta hak menentukan batas-bataswilayah NKRI sesuai dengan azas negara kepulauan; selainjuga otoritas untuk mengatur lalu lintas damai pelayaranyang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

    Perjuangan pengakuan pada kancah internasionaldimulai tahun 1958 dalam Konferensi Hukum LautInternasional I di Jenewa (Swiss). Untuk pertama kalinyaasas negara kepulauan “archipelagic state principles”diperkenalkan kepada dunia. Beberapa negara protes kerassebagaimana disampaikan oleh Amerika Serikat, akan tetapiIndonesia berhasil memperoleh dukungan dari berbagainegara Gerakan Non Blok.

  • 3

    Perjuangan kemudian dilanjutkan dalam KonferensiHukum Laut Internasional II pada tahun 1960. Dimana padakonferensi ini kembali Amerika Serikat dan beberapa negaralain menolak usulan Indonesia untuk menetapkan batas lautteritorial sejauh 12 mil. Namun pemerintah Indonesiamengambil sikap tegas akan tetap menjalankan klaim bataslaut teritorial 12 mil guna menjaga keutuhan wilayah negaradi darat dan laut.

    Pemerintah Indonesia kemudian melakukanpersiapan matang menuju Konferensi Hukum Laut III.Setelah melalui lobi-lobi diplomatik dan berbagai sidang daritahun 1973 hingga 1982, akhirnya baru pada Konferensi IIItersebut berhasil dicapai sebuah Kesepakatan yangkemudian dikenal sebagai Konvensi PBB tentang HukumLaut 1982 (United Nation Convention of the Law of the Sea),yang ditandatangani oleh 119 negara di Teluk Montego,Jamaika, pada tanggal 10 Desember 1982 dan selanjutnyadikenal dengan sebutan UNCLOS 1982. Pada akhirnyasetelah berjuang selama 25, konsepsi asas negarakepulauan berhasil mendapatkan pengakuan duniaInternasional.

    Pada UNCLOS 1982 tercantumkan bahwa yangdimaksud sebagai Negara Kepulauan adalah suatu negarayang seluruhnya terdiri atas satu atau lebih kepulauan dandapat mencakup pulau-pulau lainnya. Kepulauan berartisuatu gugusan pulau termasuk bagian pulau, perairan diantaranya, dan lain-lain wujud ilmiah yang hubungan satusama lainnya demikian erat yang merupakan satu kesatuangeografis, ekonomi dan politik. UNCLOS 1982 selanjutnyaselain mengatur tentang negara kepulauan juga mengaturlaut di luar laut teritorial, transportasi laut, dan sumber dayaalam yang berada di bawah laut, di dasar laut, di dalam laut,dan di atas permukaan laut.

    UNCLOS 1982 juga merupakan wujud pengakuaninternasional terhadap Wawasan Nusantara yang telah

  • 4

    digagas sejak Deklarasi Djuanda 1957. PemerintahIndonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 dalam UUNo. 17 Tahun 1985, yang dalam penjelasannya dikatakanbahwa pengakuan resmi atas Negara Kepulauan sangatpenting bagi Indonesia dalam mewujudkan satu kesatuanwilayah NKRI.

    b. Implikasi Terhadap Perbatasan Maritim

    Adanya pengakuan internasional terhadap Indonesiasebagai negara kepulauan pada UNCLOS 1982 memberikanimplikasi yang besar terhadap luas wilayah perairan. Tugasbesar selanjutnya adalah menetapkan titik-titik pangkal dangaris pangkal nasional sebagai dasar penetapan wilayahkedaulatan Republik Indonesia, dan selanjutkan digunakansebagai dasar penetapan batas maritim dengan negaratetangga. Penetapan garis pangkal nasional dilaksanakanberdasarkan bentuk geografis pulau-pulau termasukkonfigurasi gosong-gosong (low tide elevation) yang terletakdi bagian terluar wilayah Indonesia. Adapun dalampenetapan garis pangkal, dikenal beberapa jenis definisigaris pangkal seperti garis pangkal normal, garis pangkallurus, garis pangkal kepulauan, dan garis pangkal penutupteluk dan muara sungai, dalam hal ini Indonesia menerapkangaris pangkal kepulauan2.

    Sebagai negara kepulauan, Indonesia dapatmenetapkan garis pangkal kepulauan (archipelagicbaseline). Garis pangkal kepulauan ini merupakan sistemgaris pangkal yang melingkupi kepulauan Indonesia denganmenghubungkan titik-titik terluar dari pulau atau gosongterluar Indonesia. Meskipun demikian pada kenyataannyaakan tetap ada garis pangkal normal yang diterapkan untuksuatu wilayah yang tidak mungkin ditarik garis lurus. Karena

    2 Andy Arsana

  • 5

    itu sistem garis pangkal yang melingkupi seluruh negaraIndonesia merupakan gabungan antara segmen garispangkal lurus dan normal3.

    Indonesia telah menetapkan titik-titik pangkal yangmenghubungkan garis-garis pangkal melalui PeraturanPemerintah (PP) No.38/2002, yang ditetapkan pada bulanJuni 2002. PP ini memuat nama, lokasi, skala peta dandatum geodesi yang digunakan untuk titik-titik pangkalIndonesia. Dalam perkembangannya ada beberapaperistiwa yang menyebabkan perlunya peninjauan terhadapposisi titik-titik pangkal Indonesia. Indonesia telah merevisiPP.38/2002 dengan PP.37/2008 karena perubahan statuspulau Sipadan dan pulau Ligitan yang sekarang resmimenjadi milik Malaysia, dan lepasnya Timor Leste dariIndonesia.

    c. Peran Pushidrosal dalam Penetapan GarisPangkal dan Batas Maritim

    Menetapkan batas maritim dengan negara lainadalah suatu tugas penting dan merupakan salah satuprioritas utama dari negara. Tugas ini tentu saja tidak dapatdilaksanakan sendiri oleh suatu badan tertentu tetapimemerlukan kerjasama yang baik antar beberapa institusiyang terkait. Pushidrosal sesuai dengan tugas pokoknyadiantaranya melakukan pemetaan laut di seluruh wilayahperairan Indonesia dan menjalankan fungsi diplomasiinternasional, yaitu sebagai wakil pemerintah RepublikIndonesia dibidang hidrografi dan sebagai anggota TimTeknis Delegasi Republik Indonesia pada diplomasi batasmaritim, berkontribusi memberikan data peta laut yangdibuat berdasarkan survei hidrografi sebagai peta dasarresmi untuk penetapan batas maritim. Peta laut memuat

    3 Andy Arsana

  • 6

    data garis surut terendah maupun gosong-gosong (low tideelevations) di wilayah terluar Indonesia yang menjadi dasarpenetapan titik-titik dasar guna penarikan garis pangkalnasional, selanjutnya garis pangkal yang dihasilkandigunakan sebagai dasar negosiasi penetapan batas maritimdengan negara tetangga. Pushidrosal juga turut melakukankajian berupa exercise (usulan penarikan batas maritim)yang ditetapkan berdasarkan ketetapan-ketetapan UNCLOS82 maupun TALOS sebagai masukan kepada tim nasionalpenetapan batas maritim.

  • 7

    II. PERBATASAN MARITIM DAN UNCLOS 1982

    a. Batas Negara dan Rejim Laut Wilayah Perbatasan

    Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagicstate) terbesar di dunia, yang terdiri atas 17.499 pulaudengan luas wilayah NKRI sekitar 8,4 juta km2, memiliki luasperairan sekitar 6,5 juta km2, yang terdiri atas luas perairankepulauan Indonesia 3,1 km² dan laut teritorial sebesar 0,29juta km2 dan luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebesar 3,1km2, serta memiliki garis pantai mencapai 81.290 km.Ditinjau dari aspek geografis, terutama dari aspek panjanggaris pantai dan luasnya wilayah perairan, menjadikan RImemiliki perbatasan darat dengan tiga negara yaituMalaysia, Papua Nugini dan Republik Demokratik RDTL(RDTL), serta memiliki perbatasan maritim dengan sepuluhnegara yakni India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,Filipina, Palau, Papua Nugini, Republik Demokratik TimorLeste (RDTL) dan Australia4.

    Sementara itu, dalam konteks perbatasan, batas suatunegara dapat terdiri atas batas darat, batas laut dan batasudara. Batas darat dan batas udara merupakan batasteritorial yang memiliki kedaulatan penuh (full sovereignty),sementara batas laut tidak hanya laut Teritorial, akan tetapijuga mencakup Zona Tambahan (Contiguous Zone), batasZona Ekonomi Eksklusif (Economic Exclusive Zone), danbatas Landas Kontinen (Continental Shelf). Oleh karenabatas laut tidak hanya batas teritorial, maka terminologi yangtepat digunakan untuk laut adalah batas maritim, dimanamemuat batas kedaulatan penuh dan batas hak berdaulat(sovereign right).

    4 Patmasari T, E. Artanto, A Rimayanti

  • 8

    Terminologi yang digunakan berkaitan dengan batas-batas maritim adalah sebagai berikut5:

    1. Batas Laut Teritorial (Territorial Sea Boundary);2. Batas Zona Tambahan (Contiguous ZoneBoundary);3. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ExclusiveEconomic Zone Boundary);4. Batas Landas Kontinen (Continental ShelfBoundary);5. Batas Landas Kontinen Ekstensi (ExtendedContinental Shelf Boundary).

    Dari terminologi diatas, kemudian dikenal Rejim Lautdimana, dalam penetapannya berlandaskan pada jarakterhadap garis pangklal negara pantai, sebagai berikut :

    Batas Laut Teritorial, merupakan batas wilayahperairan negara pantai yang secara teori diukur tidaklebih 12 Mil Laut dari garis pangkal negara pantaiyang telah ditetapkan.

    Batas Zona Tambahan, merupakan batas daerahwilayah perairan negara pantai yang secara teoridiukur tidak lebih dari 24 Mil Laut dari garis pangkalyang telah ditetapkan. Kegiatan yang dapat dilakukanoleh negara pantai pada Zona Tambahan dibahaspada Bab II Bagian 4 Artikel 33, UNCLOS 82.

    Batas Zona Ekonomi Eksklusif, merupakan suatudaerah di luar dan berdampingan dengan LautTeritorial dengan lebar zona tidak melebihi 200 Mil

    5 UNCLOS, dalam Buku Panduan Aspek-Aspek Teknis Dalam KonvensiPBB tentang Hukum Laut.

  • 9

    Laut dari garis pangkal. Hak yurisdiksi dan kewajibannegara pantai pada ZEE dibahas lengkap pada Bab VArtikel 56 UNCLOS 82. Penegakan hukum dan aturanoleh negara pantai di ZEE dibahas pada Artikel 73UNCLOS 82.

    Landas Kontinen, terdiri atas dasar laut dan lapisantanah di bawahnya yang memanjang lebih dari batasLaut Teritorial hingga batas benua atau hinggamaksimal 350 Mil Laut yang diukur dari garis pangkalbila batas terluar benua melebihi jarak tersebut. Haknegara pantai pada wilayah Landas Kontinen dibahaspada Bab V Artikel 77 UNCLOS 82.

    Sedangkan untuk Landas Kontinen ekstensimerupakan perpanjangan landas kontinen yang berada diluar 200 mil laut dan dalam penentuan batasnya ditentukanoleh klaim Negara pantai dengan mengajukan data-datailmiah hasil survei dan pemetaan seperti yang ditentukandalam artikel 76 UNCLOS’82.

    b. UNCLOS’82 dan Penetapan Batas Maritim

    Dalam upaya penetapan batas maritim harus mengacukepada beberapa aspek yang meliputi aspek hukum, aspekilmiah dan aspek teknis secara satu kesatuan yangmenyeluruh. Penetapan batas-batas maritim juga harusditentukan berdasarkan ketentuan hukum internasionaldalam hal ini Hukum Laut (Law of the Sea). Dimana dalamkonteks penetapan wilayah perbatasan suatu negara,Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menghasilkantiga konvensi PBB tentang hukum laut dan kemudian dikenalsebagai United Nations Convention on the Law of the Sea(UNCLOS).

  • 10

    Konferensi Jenewa tahun 1958 (UNCLOS I)menghasilkan empat konvensi meliputi Konvensi tentangLaut Teritorial dan Zone Tambahan, Konvensi tentang LautBebas, Konvensi tentang Perikanan dan Konservasi SumberKekayaan Hayati di Laut Bebas, dan Konvensi tentangLandas Kontinen. Konferensi Jenewa tahun 1960 (UNCLOSII) tidak menghasilkan kesepakatan apapun yang tertuangdalam perjanjian internasional. Konferensi PBB tentangHukum Laut 1973-1982 (UNCLOS III) menghasilkan UnitedNations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS1982). UNCLOS 1982 yang diratifikasi oleh sebagian besarnegara pantai di dunia merupakan sumber hukum yangpaling banyak digunakan dalam delimitasi batas maritim.Pemerintah RI telah meratifikasi UNCLOS’82 melalui UU No.17 Tahun 1985.

    Setelah memahami aspek legal dalam delimitasi batasmaritim, perlu mempelajari aspek teknis yang tertuang dalamA Manual on the Technical Aspects os the United NationsConvention on the Law of the Sea – 1982 (TALOS) yangdikeluarkan oleh tiga organisasi profesi yaituIntergovernmental Oceanographic Commision (IOC),International Hydrographic Organisation (IHO), danInternational Association of Geodesy (IAG).

    Pada lingkup Pemetaan Nasional, Pushidrosal telahditetapkan sebagai Lembaga Hidrografi Nasional sesuaiKeppres No. 164 Th.1960 yang kemudian direvisi melaluiKepres No. 62 Th.2016, dimana selain menjadi perwakilanRI di IHO, Pushidrosal juga mengirimkan perwakilan sebagaibagian dari delegasi delimitasi Pemerintah RI dalam setiapperundingan perbatasan laut dengan negara tetangga.

  • 11

    c. Prinsip-Prinsip dalam Penetapan Batas Maritim6

    Proses delimitasi batas maritim antara dua negaraatau lebih diatur oleh prinsip-prinsip dan aturan hukuminternasional publik. Hukum internasional menyediakanaturan main yang menjelaskan bagaimana delimitasi batasmaritim seharusnya dilakukan. Meskipun pada prakteknyaaturan hukum internasional tersebut tidak serta merta bisaditerapkan dan dipedomani oleh negara-negara yangbersengketa. Delimitasi batas maritim harus diselesaikanmelalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketaatau dengan mengajukan kasus delimitasi kepada pihakketiga yang dipercaya seperti Mahkamah Internasional(International Court of Justice/ICJ) dan International Tribunalon the Law of the Sea (ITLOS). Selain itu dapat jugadilakukan dengan mediasi melibatkan pihak ketiga (bisainstitusi atau perorangan) yang dipercaya oleh kedua negarayang bersengketa.

    Tumpang tindih klaim dapat terjadi di laut teritorial,ZEE maupun landas kontinen, masing-masing diselesaikandengan cara yang berbeda sesuai ketentuan hukum yangberlaku. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam delimitasibatas maritim meliputi delimitasi laut teritorial, delimitasizone tambahan, delimitasi zone ekonomi eksklusif (ZEE),dan delimitasi landas kontinen.

    1. Delimitasi Laut Teritorial, Dua negara yangsaling berhadapan atau berdampingan tidakdiperkenankan mengklaim laut teritorialnya melebihigaris tengah (median line) antara kedua negaratersebut, kecuali jika kedua negara tersebutmembuat kesepakatan lain, karena adanya hak

    6 I Made Andi Arsana

  • 12

    berdasarkan pertimbangan sejarah atau kondisi lainyang memungkinkan tidak diterapkannya prinsipgaris tengah (Pasal 15 UNCLOS). Penetapan batasmaritim berdasarkan faktor sejarah dan kondisikhusus dapat diterapkan dengan syarat negaratetangga menyetujui, jika tidak maka harusdiselesaikan melalui negosiasi atau perundingan.

    2. Delimitasi Zone Tambahan, Zone tambahanadalah wilayah perairan diluar laut teritorial denganlebar maksimum 24 mil laut dari garis pangkal. Adadua alasan tidak adanya delimitasi khusus di zonetambahan yaitu bahwa zone tambahan sebenarnyaada di dalam ZEE, selain itu zone tambahanbukanlah merupakan wilayah kedaulatan atauyurisdiksi eksklusif, sehingga tidak ada alasan yangcukup kuat untuk melakukan delimitasi di zonetambahan.

    3. Delimitasi Landas Kontinen, Tidak ada aturanhukum internasional yang memuat petunjuk secararinci untuk delimitasi landas kontinen. KonvensiLandas Kontinen 1958, batas landas kontinen antarakedua negara harus ditentukan dengan kesepakatan,jika tidak terjadi kesepakatan maka ditentukandengan median line. UNCLOS Pasal 83 (1)menyatakan delimitasi landas kontinen ditetapkandengan hukum internasional seperti dinyatakandalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasionaluntuk mencapai solusi yang adil. Pasal UNCLOStersebut juga tidak menyebut secara rinci. UNCLOShanya mewajibkan pengadilan untuk mengacukepada konvensi internasional baik umum maupunkhusus, memperhatikan aturan yang dipakai olehnegara yang bertikai, praktek hukum internasional,

  • 13

    prinsip-prinsip hukum umum yang diakui olehnegara-negara yang beradab.

    4. Delimitasi Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE), Didalam UNCLOS delimitasi ZEE hampir identikdengan delimitasi landas kontinen, tidak satupunpasal yang memberikan petunjuk rinci tentang prosesdelimitasi tetapi hanya menyebutkan perlunyamencapai solusi yang adil. Banyak negara yangbersengketa menyepakati garis batas ZEE yangtumpang tindih dengan landas kontinen sepanjangtidak merugikan salah satu pihak, meskipunsebenarnya batas landas kontinen berlaku untukdasar laut sedangkan batas ZEE berlaku untuk kolomair. Namun demikian ada beberapa kasus yangmenunjukkan perbedaan yang signifikan antara batasZEE dengan batas landas kontinen seperti antaraAustralia dengan Papua Nugini dan Australia denganIndonesia.

    d. Metode Delimitasi Batas Maritim7

    Secara teoritis ada beberapa metode penetapan batasmaritim; metode sama jarak, metode paralel dan meridian,metode enclaving; metode tegak lurus; metode garis paralel;dan metode batas alami .

    1. Metode sama jarak, merupakan sebuah garis(equidistance line) sebagai tempat kedudukan titik-titikyang sama jarak dari garis pantai. Untuk menghindarikerumitan dan memudahkan bagi pengguna laut, garisequidistance ini perlu disederhanakan denganmengurangi titik belok. Sedangkan dalam hal terdapat

    7 I Made Andi Arsana

  • 14

    karang di sekitar garis equidistance, maka garisdibelokkan sedemikian rupa untuk mengakomodasiklaim laut teritorial karena adanya unsur geografisdimaksud.

    2. Metode paralel dan meridian, adalah caradelimitasi menggunakan garis paralel lintang dan/ataubujur. Metode ini biasanya diterapkan untuk kasusnegara-negara berdampingan untuk menghindari efekpemotongan seperti yang terjadi pada metodeequidistance. Metode ini cocok untuk negara-negarayang mempunyai garis pantai arah utara-selatan atautimur-barat (mengikuti garis lintang/bujur).

    3. Metode enclaving, merupakan suatu cara untukmemberikan sabuk kawasan laut pulau yang ter-enclave berupa garis lingkaran yang diukur dari titikpangkal terluar. Terdapat dua jenis metode enclaveyaitu enclave penuh dan enclave sebagian. Enclavepenuh diterapkan bila sebuah pulau terpisah secarakeseluruhan dari kawasan daratan utama, sedangkanenclave sebagian digunakan untuk pulau yangterletak pada garis delimitasi.

    4. Metode tegak lurus, menggunakan garis tegaklurus dengan arah umum garis pantai sebagai garisbatas maritim. Metode ini jarang dipakai mengingattidaklah untuk menentukan arah umum garis pantai,disamping itu garis pantai pada peta skala besar bisaberbeda dengan arah garis pantai pada peta skalakecil.

    5. Metode garis paralel, menggunakan garis lurusparalel untuk menghasilkan band (saluran) kawasan

  • 15

    maritim. Metode ini termasuk metode yang jarangditerapkan.

    6. Metode batas alami, menggunakan unsur-unsuralami sebagai batas maritim. Thalweg (saluran/sungaibawah laut) adalah salah satu contoh batas alami.Justifikasi menggunakan thalweg sangat sulitdilakukan karena tidak pasti.

    7. Metode dua tahap, menggunakan dua tahappendekatan dalam negosiasi batas maritim. Tahapawal digunakan pendekatan equidistance, selanjutnyadilakukan negosiasi untuk mengubah garisequidistance tersebut berdasarkan pertimbangan yangmasuk akal yang dapat diterima oleh semua pihak.

  • 16

    II. IMPLEMENTASI BATAS MARITIM INDONESIA

    Sebagai negara pihak penandatangan UNCLOS 1982,maka Indonesia memiliki kewajiban untukmengimplementasikan UNCLOS 1982 kedalam hukumnasionalnya, termasuk diantaranya mengenai negarakepulauan, pengaturan perbatasan negara dengan negara-negara tetangga, dan batas wilayah yurisdiksi dengan lautbebas. Sejalan dengan berlakunya UNCLOS 82, prioritasutama dalam rangka implementasi ratifikasi tersebut adalahpenetapan batas maritim dengan negara tetangga. Sebagainegara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mempunyaiperbatasan maritim dengan 10 (sepuluh) negara.Penyelesaian batas maritim tersebut dilakukan secaradiplomasi melalui perundingan.

    Hasil perjanjian perbatasan maritim yang telahdilaksanakan antara Indonesia dengan negara tetanggaantara lain sebagai berikut:

    a. Batas Laut Teritorial dengan Malaysia (1970),Singapura untuk segmen Tengah (1973), untuksegmen Barat (2009) dan segmen Timur di SelatanChangi (2014)b. Batas ZEE dengan Australia (1997, belumdiratifikasi), dengan Filipina pada tanggal 23 Mei 2014.c. Batas Landas Kontinen dengan Malaysia (1969),Australia (1971 dan 1972) untuk tahun 1997 belumdiratifikasi, Thailand (1971 dan 1975), Malaysia danThailand (1971), India (1974 dan 1977), Thailand danIndia (1978), dan Vietnam (2003).d. Batas Tertentu RI – PNG dengan Australia(1973).e. Batas Maritim dengan PNG (1971) dilanjutkanpenetapan batas ZEE tahun 1982.

  • 17

    Sementara batas maritim yang masih dalam prosesperundingan diantaranya sebagai berikut:

    a. Batas Laut Teritorial dengan Malaysia di SegmenSelat Malaka bagian Selatan, segmen Selat Singapurabagian Timur, segmen laut Cina Selatan perairansekitar Tanjung Datu, Kalimantan Barat dan perairanLaut Sulawesi.b. Batas ZEE dengan Vietnam di Laut ChinaSelatan.c. Batas ZEE dengan Palau di Samudera Pasifik.

    Beberapa perundingan batas maritim yang belumdilakukan secara bilateral dengan negara tetanggadiantaranya:

    a. Batas Laut Teritorial dengan:1. Selat Singapura (Pedra Branca/ Pulau BatuPuteh).2. RDTL di Laut Sawu, Selat Wetar, dan LautTimor.

    b. Batas ZEE dengan:1. India di Samudera Hindia dan LautAndaman.2. Malaysia di Selat Malaka dan Laut ChinaSelatan.3. Thailand di Selat Malaka sebelah Utara.4. RDTL

    c. Batas Landas Kontinen dengan:1. Filipina di Laut Sulawesi.2. Palau di Samudera Pasifik.3. RDTL.

  • 18

    III. KONDISI AKTUAL BATAS MARITIM INDONESIA

    Penetapan garis batas maritim sejak munculnyaberbagai rejim hukum perairan semakin kompleks. Diberbagai wilayah termasuk di wilayah negara-negara yangsudah cukup maju pun masih terdapat banyak segmen-segmen perairan yang masih belum tuntas penetapanbatasnya8. Indonesia menghadapi persoalan yang lebihkompleks lagi karena untuk pertama kalinya dalam sejarahnegara-negara, Indonesia menerapkan garis pangkalkepulauan sebagai dasar perundingan, suatu konsepsi yangbelum ada presedennya dalam sejarah perundingan batasmaritim. Konfigurasi geografis Indonesia yang bersifatkepulauan dengan sistem garis pangkal lurus kepulauanmenyebabkan penyelesaian batas maritim Indonesia dengannegara tetangga membutuhkan waktu yang cukup lama.Beberapa perundingan batas maritim Indonesia dengannegara tetangga dapat diuraikan dibawah ini:

    a. Batas Maritim Indonesia – IndiaPerjanjian Garis Batas Landas Kontinen antara

    Pemerintah RI dan Republik India telah ditandatanganipada tanggal 8 Agustus 1974 di Jakarta, dengan menyetujui4 (empat) titik koordinat. Perjanjian tersebut telah diratifikasimelalui Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1974 tanggal25 September 1974 (Lembaran negara nomor 47). RepublikIndia meratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 22Agustus 1974. Pertukaran piagam ratifikasi dilaksanakanoleh kedua negara di New Delhi pada tanggal 17 Desember1974. Lokasi garis batas LK tersebut terletak di daerahantara P. Rondo, P. Breueh dan P. Nicobar (Gambar 1).Dengan titik koordinat sebagai berikut :

    8 Agusman, 2010

  • 19

    Tabel 1. Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesia dan Republik Indiaberdasarkan perundingan 8 Agustus 1974

    Gambar 1. Garis Batas LK antara Republik Indonesia dengan India berdasarkanperundingan 8 Agustus 1974

    Pada tanggal 14 Januari 1977 di New Delhiditandatangani perjanjian garis Batas Landas Kontinenantara Republik Indonesia dan Republik India sebagaikelanjutan dari perjanjian 1974. Pemerintah RepublikIndonesia telah meratifikasi perjanjian ini dengan KeputusanPresiden RI No.26 Tahun 1977, tanggal 04 April 1977.Pemerintah Republik India meratifikasi perjanjian tersebut

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG-BUJUR)

    1 06° 38’ 30” U – 094° 38’ 00” T2 06° 30’ 00” U – 094°32’ 24” T3 06° 16’ 12” U – 094° 24’ 12” T4 06° 00’ 00” U – 094°10’ 18” T

  • 20

    pada tanggal 22 Juni 1977. Pertukaran piagam ratifikasidilakukan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1977. Titikkoordinat perjanjian antara Republik Indonesia dan RepublikIndia tentang garis batas landas kontinen pada tahun 1977(Gambar 2) adalah sebagai berikut :

    Tabel 2. Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesia dan Republik Indiaberdasarkan perundingan 14 Januari 1977.

    Garis Batas ZEE dan Landas Kontinen antaraRepublik Republik Indonesia dan Republik India bukanmerupakan singleline (segaris). Sampai dengan saat inigaris batas ZEE antara kedua negara belum disepakati danbelum pernah dilaksanakan perundingan, sehinggaberpotensi adanya konflik di perbatasan dalam rangkapengelolaan sumber daya alam hayati. Untuk kepentinganpenegakan hukum di laut sesuai kesepakatan Tim TeknisBatas Maritim Republik Indonesia menggunakan Peta LautIndonesia no. 353 yang sudah tergambarkan garis batasZEE (klaim unilateral Republik Indonesia) maupun garisbatas LK yang sudah disepakati.

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1 06° 38’ 30” U – 094° 38’ 00” TK 07° 02’ 24” U – 094° 55’ 37” TN 07° 40’ 06” U – 095° 25’ 45” TO 07° 46’ 06” U – 095° 31’ 12” T4 06° 00’ 00” U – 094° 10’ 18” TR 05° 25’ 20” U – 093° 41’ 12” TS 04° 27’ 34” U – 092° 51’ 17” TT 04° 18’ 31” U – 092° 43’ 31” TU 04° 01’ 40” U – 092° 23’ 55” T

  • 21

    Gambar 2. Garis Batas LK antara Republik Republik Indonesia dengan RepublikIndia berdasarkan perundingan 14 Januari 1977.

    b. Batas Maritim Indonesia - Thailand

    Perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antaraPemerintah RI dengan Pemerintah Kerajaan Thailand,disetujui dan ditandatangani di Bangkok pada tanggal 17Desember 1971 dan telah diratifikasi melalui KeputusanPresiden RI No. 21 Tahun 1972 tanggal 11 Maret 1972(Lembaran Negara nomor 16). Kerajaan Thailandmeratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 02 April 1973.Pertukaran Piagam ratifikasi dilaksanakan oleh keduanegara di Jakarta pada tanggal 02 April 1973. Garis BatasLandas Kontinen antara Republik Republik Indonesia danKerajaan Thailand dibagian Utara Selat Malaka dan LautAndaman (Gambar 3).

  • 22

    Tabel 3. Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesia dan KerajaanThailand berdasarkan perundingan 17 Desember 1971.

    Gambar 3. Garis Batas LK antara Republik Indonesia dengan Thailandberdasarkan perundingan 17 Desember 1971.

    Sebagai kelanjutan garis batas Landas Kontinenyang disepakati pada tanggal 17 Desember 1971, padatanggal 11 Desember 1975 di Jakarta telah disepakati 2 titikkoordinat garis Batas Landas Kontinen di Laut Andamanantara Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand (Gambar4). Garis Batas Landas Kontinen pada perjanjian inidiperoleh dari hasil plotting pada British Admiralty Chart no.830 dengan titik-titik koordinatnya:

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1. 06° 21,’6 U - 097° 54.’0 T2. 07° 05,’8 U - 096° 36.’5 T

  • 23

    Tabel 4. Koordinat Batas Landas Kontinen Republik Indonesia dan KerajaanThailand berdasarkan perundingan 11 Desember 1975.

    Gambar 4. Garis Batas LK antara Republik Indonesia dengan Thailandberdasarkan perundingan 11 Desember 1975.

    Garis Batas ZEE dan Landas Kontinen antaraRepublik Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand bukanmerupakan singleline (segaris), namun demikian pihakKerajaan Thailand beranggapan bahwa garis batas ZEEkedua Negara adalah berimpit dengan garis batas LandasKontinen yang telah disepakati (singleline). Sampai dengansaat ini belum ada kesepakatan garis batas ZEE antarakedua negara, sehingga berpotensi adanya konflik diperbatasan dalam rangka pengelolaan sumber dayaalamnya. Untuk kepentingan penegakan hukum di lautsesuai kesepakatan Tim Teknis Batas Maritim Republik

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    A 07° 05’ 08” U - 096° 36’ 05” TL 07° 46’ 01” U - 095° 33’ 01 “ T

  • 24

    Indonesia agar penegak hukum di laut menggunakan PetaLaut Republik Indonesia no. 353 yang sudah tergambarkangaris batas ZEE (klaim unilateral Republik Indonesia)maupun LK yang sudah disepakati untuk kepentinganoperasi di lapangan.

    c. Batas Maritim Indonesia - Malaysia

    Perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antaraPemerintah RI dengan Malaysia dilaksanakan pada tanggal27 Oktober 1969, dalam perjanjian tersebut menyetujui 25(dua puluh lima) titik koordinat yang terletak di segmen SelatMalaka (Titik 1-10), segmen Laut Cina Selatan (dekatSemenanjung Malaka) yaitu Titik 11-20 dan di Bagian BaratLaut P. Kalimantan (Serawak) yaitu Titik 21-25. UntukPerjanjian tersebut telah diratifikasi oleh PemerintahRepublik Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No. 89Tahun 1969, tanggal 15 November 1969. Titik Koordinatnyasebagai berikut :

    Tabel 5. Koordinat titik garis batas landas kontinen Republik Indonesia danKerajaan Malaysia segmen Selat Malaka berdasarkan perundingan 27 Oktober

    1969.

    NO.TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1. 05º 27’ 00 “ U – 098° 17’ 05 “ T2. 04º 55’ 07 “ U – 098° 41’ 05 “ T3. 03º 59’ 06 “ U – 099° 43’ 05 “ T4. 03º 47’ 04 “ U – 099° 55’ 00 “ T5. 02º 41’ 05 “ U – 101° 12’ 01 “ T6. 02º 15’ 04 “ U – 101° 46’ 05 “ T7. 01º 55’ 02 “ U – 102° 13’ 04 “ T8. 01º 41’ 02 “ U – 102° 35’ 04 “ T9. 01º 19’ 05 “ U – 103° 03’ 09 “ T

    10. 01º 15’ 00 “ U – 103° 22’ 08 “ T

  • 25

    Tabel 6. Koordinat titik garis batas landas kontinen Republik Indonesia danKerajaan Malaysia segmen Pantai Timur Serawak berdasarkan perundingan 27

    Oktober 1969.

    Tabel 7. Koordinat titik garis batas landas kontinen Republik Indonesia danKerajaan Malaysia segmen Laut Cina Selatan berdasarkan perundingan 27 Oktober

    1969.

    Dasar hukum yang dipergunakan bagi perundingan iniadalah Konvensi Hukum Laut 1958 mengingat perundingantentang UNCLOS III baru mulai dilaksanakan pada tahun1976. Batas Landas Kontinen ini ditafsirkan oleh Malaysiasebagai garis batas ZEE (sesuai dengan deklarasi yang

    NO.TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    21. 02º 05’ 00 “ U – 109° 38’ 08 “ T22. 03º 00’ 00 “ U – 109° 54’ 05 “ T23. 04º 40’ 00 “ U – 110° 02’ 00 “ T24. 05º 31’ 02 “ U – 109° 59’ 00 “ T25. 06º 18’ 02 “ U – 109° 38’ 06 “ T

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    11. 01º 23’ 09 “ U – 104° 29’ 05 “ T12. 01º 38’ 00 “ U – 104° 53’ 00 “ T13. 01º 54’ 04 “ U – 105° 05’ 02 “ T14. 02º 22’ 05 “ U – 105° 01’ 02 “ T15. 02º 55’ 01 “ U – 104° 51’ 05 “ T16. 03º 50’ 00 “ U – 104° 46’ 05 “ T17. 04º 03’ 00 “ U – 104° 51’ 09 “ T18. 05º 04’ 07 “ U – 105° 28’ 08 “ T19. 05º 40’ 06 “ U – 105° 47’ 01 “ T20. 06º 05’ 08 “ U – 105° 49’ 02 “ T

  • 26

    dibuat oleh Malaysia pada saat ratifikasi UNCLOS 1982).Malaysia menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak dalammenarik garis pangkalnya. Sementara itu, PemerintahRepublik Indonesia menghendaki agar garis batas ZEEditetapkan terpisah (berdasarkan UNCLOS 1982),

    Gambar 5. Overlay garis batas landas kontinen Republik Indonesia dan KerajaanMalaysia di Selat Malaka berdasarkan perjanjian 27 Oktober 1969 (garis biru)

    dengan klaim zona ekonomi ekslusif Republik Indonesia (garis merah).

    yakni dengan median line, karena garis batas LandasKontinen tidak dapat ditetapkan sekaligus sebagai batasZEE mengingat rejim yang mengatur keduanya berbeda.Disamping itu, penarikan garis pangkal Malaysia saatmenetapkan garis batas LK tahun 1969 tidak sesuaiUNCLOS 1982 dimana Malaysia yang bukan sebagainegara kepulauan menarik garis pangkalnya dari Pulau Jarake Pulau Perak yang jaraknya lebih dari 100 Nm.

    Pada tanggal 17 Maret 1970 di Kuala Lumpur, telahditandatangani Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah antara

  • 27

    Pemerintah RI dengan Malaysia, perjanjian tersebutmenyetujui / menyepakati 8 (delapan) titik koordinat yangterletak di Selat Malaka. Selanjutnya Pemerintah RepublikIndonesia telah meratifikasi perjanjian ini melalui UURepublik Indonesia No. 2 Tahun 1971, tanggal 10 Maret1970. Garis batas laut wilayah Indonesia dengan Malaysiaadalah garis tengah sama jarak dari garis-garis dasar keduanegara dan untuk selat yang lebarnya tidak lebih dari 24 millaut, maka garis Batas Laut ditarik di tengah-tengah selatyang diukur dari garis-garis pangkal yang ditetapkan olehmasing-masing negara sesuai ketentuan-ketentuan padaKonvensi Jenewa tahun 1958. Dengan koordinat sebagaiberikut :

    NO TITIKKOORDINAT POSISI (LINTANG-BUJUR)

    1 02º 51’ 06 “ U – 101° 00’ 02 “ T2 02º 41’ 05 “ U – 101° 12’ 01 “ T3 02º 15’ 04 “ U – 101° 46’ 05 “ T4 01º 55’ 02 “ U – 102° 13’ 04 “ T5 01º 41’ 02 “U – 102° 35’ 00 “ T6 01º 19’ 05 “ U – 103° 03’ 09 “ T7 01º 15’ 00 “ U – 103° 22’ 08 “ T8 01º 15’ 00 “ U – 103° 22’ 08 “ T

    Tabel 8. Koordinat titik garis batas laut wilayah Republik Indonesia dan KerajaanMalaysia di Selat Malaka berdasarkan perundingan 17 Maret 1970.

  • 28

    Gambar 6. Garis batas laut teritorial antara Republik Indonesia denganMalaysia di Selat Malaka menurut Perjanjian Kuala Lumpu

    Tanggal 17 Maret 1970 (Garis hijau)

    Garis batas laut wilayah Indonesia adalah garis yangmenghubungkan titik-titik koordinat no. 5, 6, 7 dan 8,sedangkan batas laut wilayah Kerajaan Malaysia adalahgaris yang melalui titik-titik koordinat no. 5, 7 dan 8, untuksementara enclave area sebagai akibat dihubungkannyatitik-titik koordinat no. 5, 6, dan 7 berstatus sebagai perairanbebas. Perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antaraPemerintah RI dengan Malaysia dilaksanakan pada tanggal27 Oktober 1969. Garis Batas ZEE antara RepublikIndonesia dengan Malaysia bukan merupakan single line(segaris) dan sampai dengan saat ini belum adakesepakatan antara kedua negara tentang garis ZEEnya,sehingga berpotensi adanya konflik di perbatasan dalam

  • 29

    rangka pengelolaan sumber daya alamnya. Untukkepentingan penegakan hukum dilaut sesuai kesepakatanTim Teknis Batas Maritim Indonesia agar menggunakanPeta Laut Indonesia no. 353, 102 dan 101 yang sudahtergambarkan garis batas Laut Teritorial, LK maupun ZEE(unilateral claim).

    Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasiperjanjian ini dengan Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun1969 tanggal 15 November 1969, dimana dasar hukumyang dipergunakan bagi perundingan ini adalah KonvensiHukum Laut 1958 mengingat perundingan tentang UNCLOSIII baru dimulai pada tahun 1976. Pemerintah RepublikIndonesia menghendaki agar garis batas ZEE ditetapkanterpisah (berdasarkan UNCLOS 1982), yakni denganmedian line, karena garis batas Landas Kontinen tidak dapatditetapkan sekaligus sebagai batas ZEE mengingat rejimyang mengatur keduanya berbeda. Disamping itu, penarikangaris pangkal Malaysia juga tidak sesuai dengan konfigurasipantai serta menyalahi ketentuan maksimal yangdiperkenankan, 100 nautical miles.

    Perundingan penetapan batas ZEE belum pernahdibicarakan secara tersendiri sejak tahun 1997.Perundingan batas maritim Indonesia (RI) – Malaysiadilaksananakan secara periodik 2 (dua) bulan sekalibergantian di RI dan di Malaysia. Segmen yangdirundingkan antara lain : Perairan pantai Timur Kalimantan(perairan P. Sebatik, P. Sipadan dan P. Ligitan), SelatMalaka bagian Utara dan Selatan serta perairan BaratKalimantan (Tanjung Datu), pada tahun 2005 telah dilaksanakan perundingan batas maritim dengan Malaysiasebanyak 6 (enam) kali dan perundingan terakhir diSurakarta, pada tanggal 28 – 30 Nopember 2005. Hasil

  • 30

    perundingan batas maritim RI – Malaysia belum menunjukanhasil yang signifikan

    Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasiperjanjian ini dengan Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun1969 tanggal 15 November 1969, dimana dasar hukumyang dipergunakan bagi perundingan ini adalah KonvensiHukum Laut 1958 mengingat perundingan tentang UNCLOSIII baru dimulai pada tahun 1976. Pemerintah RepublikIndonesia menghendaki agar garis batas ZEE ditetapkanterpisah (berdasarkan UNCLOS 1982), yakni denganmedian line, karena garis batas Landas Kontinen tidak dapatditetapkan sekaligus sebagai batas ZEE mengingat rejimyang mengatur keduanya berbeda. Disamping itu, penarikangaris pangkal Malaysia juga tidak sesuai dengan konfigurasipantai serta menyalahi ketentuan maksimal yangdiperkenankan, 100 nautical miles.

    Perundingan batas maritim Indonesia (RI) – Malaysiadilaksananakan secara periodik bergantian di RI dan diMalaysia. Segmen yang dirundingkan antara lain: segmenSelat Malaka, segmen Selat Malaka bagian Selatan, segmenSelat Singapura bagian Timur, segmen Laut China Selatandan segmen Laut Sulawesi, sampai tahun 2016 ini telahdilaksanakan perundingan batas maritim dengan Malaysiasebanyak 30 (tiga puluh) kali perundingan dimanaperundingan yang ke-30 dilaksanakan di Kuala Lumpur padatanggal 17 s.d. 20 Juli 2016 yang membahas masalahpenutupan garis dari ujung Utara provisional teritorial seaboundary (PTSB) ke provisional common point (PCP) danperpanjangan garis PTSB sampai memotong batas lautTeritorial Indonesia.

    Secara umum hasil perundingan batas maritim RI –Malaysia masih belum menunjukkan hasil kemajuan yang

  • 31

    signifikan. Meskipun tim teknis penetapan batas maritimkedua negara telah menyepakati garis Provisional TerritorialSea Boundary (PTSB) di segmen Laut Sulawesi dansegmen Selat Malaka bagian Selatan, namun garis tersebutmasih bersifat belum mengikat, sampai keduapemerintahkan meresmikan garis PTSB tersebut kedalamsebuah perjanjian.

    Kedua kepala pemerintahan sepakat untuk membentuksebuah pendekatan baru untuk mempercepat penyelesaianpenetapan garis batas maritim di segmen Laut Sulawesi,dengan menunjuk seorang utusan khusus (special envoy)dari masing-masing pihak. Pada 10th Annual Consultation,Jakarta, 19 Desember 2013: Presiden Susilo BambangYudhoyono dan PM Dato Sri Mohd Najib sepakat untukmembentuk mekanisme baru percepatan penyelesaianpenetapan batas maritim di Laut Sulawesi, denganmembentuk Utusan Khusus (special envoy). Melalui suratPM Malaysia, pada tanggal 9 Januari 2014, PM Malaysiamenginformasikan bahwa dirinya telah melantik Tan SriMohd Radzi Abdul Rahman sebagai Utusan KhususMalaysia9.

    Sebagai tindak lanjut pertemuan dengan PerdanaMenteri (PM) Malaysia Najib Razak pada KunjunganKenegaraan ke Malaysia, dan pertemuan Menteri LuarNegeri RI dan Menteri Luar Negeri Malaysia di KotaKinabalu, beberapa waktu lalu, Presiden RI Joko Widodotelah menunjuk Duta Besar (Dubes) Edy Pratomo sebagaiUtusan Khusus / Special Envoy Presiden untuk PenetapanBatas Maritim antara Republik Indonesia dan Malaysia,melalui Keppres No.67/M Tahun 2015 tentangPengangkatan Utusan Khusus Presiden untuk Penetapan

    9 Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL, 2016.

  • 32

    Batas Maritim antara Republik Indonesia dan Malaysia(UKP-PBM). Tugas-tugasnya antara lain :

    1. Memberikan pertimbangan dalam penyelesaianpenetapan garis batas maritim antara RI – Malaysiadengan memperhatikan kepentingan nasional;2. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepadaPresiden melalui Menteri Luar Negeri dandikoordinasikan oleh Sekretaris Kabinet;3. Melaksanakan tugas lain yang berkaitan denganbatas maritim antara RI – Malaysia yang diberikan olehPresiden. Sesuai kesepakatan antara Pemimpin keduanegara.

    Sampai dengan saat ini, utusan khusus kedua negaratelah melakukan pertemuan untuk membahas permasalahbatas maritim sebanyak 3 kali. Utusan Khusus Malaysiahanya mendapat mandat untuk menyelesaikan permasalahdi segmen Laut Sulawesi, sementara Utusan KhususIndonesia mendapat mandat untuk menyelesaikan batasmaritim antara Indonesia dan Malaysia di seluruh segmen.

    d. Batas Maritim Indonesia - Singapura

    Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah antaraPemerintah RI dengan Singapura dilaksanakan di Jakarta,pada tanggal 25 Mei 1973. Perjanjian tersebut menyetujui 6(enam) titik koordinat yang terletak di Selat Singapura(Gambar 6), dan Pemerintah Republik Indonesia telahmeratifikasi perjanjian ini dengan UU. No. 7 Tahun 1973,tanggal 8 Desember 1973 (Lembaran Negara RI No. 3018).Adapun titik-titik koordinatnya sebagai berikut :

  • 33

    Tabel 9. Koordinat titik garis batas laut wilayah Republik Indonesia dan RepublikSingapura berdasarkan perundingan 25 Mei 1973.

    Penentuan titik-titik koordinat pada batas laut wilayahIndonesia dan Singapura ini, didasarkan pada prinsip samajarak antara dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut di atas didasarkan pada kesepakatankedua pemerintah, dimana isi pokok perjanjian ini adalahGaris Batas Laut Wilayah Indonesia dan Laut WilayahSingapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautnyakurang dari 15 mil) adalah garis yang terdiri dari garis-garislurus yang ditarik dari titik koordinat no.1 s.d. titik koordinatno.6.

    NO.TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1 01° 10’ 46,0” U - 103° 40’ 14,6” T2 01° 07’ 49,3” U - 103° 44’ 26,5” T3 01° 10’ 17,2” U - 103° 48’ 18,0” T4 01° 11’ 45,5” U - 103° 51’ 35,4” T5 01° 12’ 26,1” U - 103° 52’ 50,7” T6 01° 16’ 10,2” U - 104° 02’ 00,0” T

  • 34

    Gambar 7. Garis batas laut territorial antara Republik Indonesia dengan Singapuradi Selat Singapura bagian Barat berdasarkan perundingan 25 Mei 1973.

    Perjanjian Penentuan / Penetapan Titik-titik KoordinatBatas Perairan Indonesia dan Singapura ini dilakukansebelum dilangsungkan Konvensi Hukum Laut tahun 1982.

    Perjanjian Batas Maritim RI - Singapura di SegmenBarat Selat Singapura ditandatangani di Jakarta padatanggal 10 Maret 2009 dan diratifikasi Pemerintah RI melaluiUndang - Undang No. 4 tahun 2010 (Gambar 8).Menghasilkan titik 1A, 1B dan 1C kearah Barat dari TitikNo.1. Garis Batas Laut RI - Singapura yang belumdisepakati disebelah Timur pada Titik No. 6 masihmenyisakan sepanjang 5,69 NM dan perairan disekitar SuarBatu Putih (Honsberg). Disamping itu disebelah Barat padaTitik No. 1C masih menyisakan Tri - Junction Point antara RI– Singapura – Malaysia. Agar kapal - kapal institusi penegakhukum di laut saat melaksanakan operasi / patrolidiperbatasan RI - Singapura berpedoman kepada Peta LautNo. 347 skala 1 : 50.000 edisi ke 6 tahun 2009 Peta Laut No.348 skala 1: 50.000 edisi ke 9 tahun 2012, Peta Laut No.349

  • 35

    skala 1 : 50.000 edisi ke 7 tahun 2010. Titik-titikkoordinatnya adalah sebagai berikut :

    Tabel 10. Koordinat titik garis batas laut wilayah Republik Indonesia dan RepublikSingapura segmen Barat Selatan berdasarkan perundingan 10 Maret 2009.

    Gambar 8. Garis batas laut territorial antara Republik Indonesia dengan Singapuradi Selat Singapura bagian Barat berdasarkan perundingan 25 Mei 1973.

    Dengan telah disepakatinya garis Batas Laut Teritorialantara Republik Indonesia dengan Republik Singapura di

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1A 01° 11’ 17,4” U - 103° 39’ 38,5” T1B 01° 11’ 55,5” U - 103° 34’ 20,4” T1C 01° 11’ 43,8” U - 103° 34’ 00,0” T

  • 36

    segmen Barat dan segmen tengah maka masih terdapatBatas Laut Teritorial antara Republik Indonesia denganSingapura yang belum selesai disepakati, yaitu padasegmen Barat adalah trijuction point antara RepublikIndonesia, Republik Singapura dan Malaysia. Sementara itudi segmen Timur dibagi dua yaitu segmen Timur 1 (perairanantara Changi dan Batam) dan segmen Timur 2 (perairan disekitar Menara Suar Pedra Branca) merupakan trilateralantara Republik Indonesia, Republik Singapura danMalaysia.

    Pada tanggal 3 September 2014, Menteri Luar Negerikedua negara menandatangani naskah perjanjian garisbatas martim antara RI dan Singapura di Selat Singapurabagian timur (Selatan Changi). (Gambar 9)10.

    Gambar 9. Garis batas laut teritorial Republik Indonesia dengan Singapura di SelatSingapura berdasarkan perjanjian kedua negara yang telah ditandatangani pada

    tanggal 3 September 2014.

    10 Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL, 2016.

  • 37

    Titik titik koordinat 6, 7 dan 8 adalah sebagai berikut :

    Tabel 11. Koordinat titik garis batas laut teritorial Republik Indonesia dan RepublikSingapura berdasarkan perundingan 8 Desember 2013.

    Pada tanggal 12 Januari 2017, Pemerintah Republiktelah meratifikasi perjanjian di Segmen Timur tersebutmelalui Undang Undang RI nomor 1 Tahun 2017 tentangPenetapan Garis Batas Laut Wilayah Antara RepublikIndonesia dan Republik Singapura di Bagian Timur SelatSingapura, 2014 (Treaty Between The Republic of Indonesiaand The Republic of Singapore Relating to The Delimitationof The Territorial Seas of The Two Countries In The EasternPart of The Strait of Singapore, 2014)11.

    Garis tersebut merupakan garis yang mengubungkantitik-titik koordinat no. 6, 7 dan 8. Hal ini merupakankemajuan yang sangat berarti bagi kedua Negara danmerupakan landasan awal yang baik dalam penyelesaianbatas laut teritorial selanjutnya di Segmen Timur. Dengandiratifikasinya garis batas Laut Teritorial antara RepublikIndonesia dan Republik Singapura, berarti adanyapengakuan dari negara asing mengenai penggunaan garispangkal kepulauan (archipelagic baselines) dalammenetapkan garis batas laut wilayah. Disamping itu dalamhal ini juga merupakan penegasan praktek hukuminternasional bahwa reklamasi tidak memperluas laut

    11 Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL, 2016.

    NO. TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    06 1° 16’ 10.2’’ N - 104° 02’ 00.0” E07 1° 16’ 22.8” N - 104° 02’ 16.6” E08 1° 16’ 34.1” N - 104° 07’ 06.3” E

  • 38

    wilayah suatu negara ataupun mengubah perjanjian yangtelah disepakati. Penegasan praktek hukum internasionalbahwa Traffic Separation Scheme (TSS) dan Port Limitbukan merupakan parameter dalam penetapan batasmaritim.

    e. Batas Maritim Indonesia - Vietnam

    Perundingan penetapan Batas Landas Kontinen antaraRI – Vietnam telah dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2003di Hanoi Vietnam. Perundingan ini menyepakati 6 (enam)titik koordinat yaitu : 20 – H – H1 – A4 – X1 – 25 sebagaigaris batas landas kontinen kedua Negara (Gambar 10).Garis batas Landas Kontinen kedua negara ini disepakatisetelah melakukan perundingan selama kurang lebih 23tahun. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perundingantersebut melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2007tanggal 15 Maret 2007 Lembaran Negara No. 43 TambahanLembaran Negara No. 4706.

  • 39

    Gambar 10. Garis Batas Laut Landas Kontinen antara Republik Indonesiadengan Vietnam di Laut China Selatan berdasarkan perundingan

    26 Juni 2003.Adapun titik-titik koordinatnya adalah sebagai berikut:

    Tabel 12. Koordinat titik garis batas Landas Kontinen Republik Indonesia danRepublik Vietnam berdasarkan perundingan 26 Juni 2003.

    Gambar 11. Klaim Republik Indonesia atas batas ZEE dengan Republik Vietnam(Garis merah).

    NO.TITIKKOORDINAT

    POSISI(LINTANG – BUJUR)

    20 06° 05’ 48” U - 105° 49’ 12” TH 06° 15’ 00” U - 106° 12’ 00” T

    H1 06° 15’ 00” U - 106° 19’ 01” TA4 06° 20’ 59,88” U - 106° 39’ 37,67” TX1 06° 50’ 15” U - 109° 17’ 13” T25 06° 18’ 12” U - 109° 38’ 36” T

  • 40

    Republik Indonesia dan Vietnam sampai dengan saatini telah melakukan Pertemuan Teknis penetapan Batas ZEEkedua negara sebanyak 8 kali pertemuan, terakhirPertemuan Teknis ke-8 dilaksanakan di Bali pada tanggal 22s.d. 24 Maret 2016. Selama kedua negara belummemperoleh kesepakatan dalam menetapkan garis batasZEE, maka bagi penegak hukum di laut dan pengguna lautagar menggunakan peta laut 354 yang sudah terdapatgambar garis batas ZEE klaim unilateral Indonesia (Gambar11).

    f. Batas Maritim Indonesia – Philipina

    Republik Indonesia dan Republik Filipina berbatasanZona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Sulawesi dan LautFilipina. Terdapat 5 (lima) segmen batas ZEE antara lain:

    Segmen 1: Perairan sekitar Laut Sulawesi bagianTengah;Segmen 2: Perairan sekitar Laut Sulawesi BagianTimur;Segmen 3: Perairan diantara P. Marore (RI) dan P.Balut (Filipina);Segmen 4: Perairan di Utara Miangas; danSegmen 5: Perairan di Laut Filipina mendekatiperairan Palau.

    Penetapan batas maritim Republik Indonesia denganRepublik Filipina dilakukan di dalam forum Joint PermanentWorking Group on Maritime and Ocean Concerns betweenthe Republic of Indonesia and the Republic of the Philippines(JPWG-MOC), yang telah diselenggarakan dalam 7 (tujuh)putaran:

  • 41

    a. JPWG-MOC 1: di Manila, pada tanggal 1-5Desember 2003.b. JPWG-MOC 2: di Jakarta, pada tanggal 2 - 6Agustus 2004 dengan Informal Sub-Working GroupMeeting on Maritime Boundary Delimitation: Manila, 5– 6 November 2004.c. JPWG-MOC 3: di Cebu, pada tanggal 21 – 23September 2005.

    1. First Joint Technical Team Meeting onMaritime Boundary Delimitation (JTT-MBD): diBatam, pada tanggal 5–7 Desember 2005.2. Second JTT-MBD: dilaksanakan padatanggal 16–17 Maret 2006.

    d. JPWG-MOC 4: di Bogor, pada tanggal 29 Mei –1 Juni 2006.e. JPWG-MOC 5: di Davao City, pada tanggal 20 –22 Maret 2007.6. JPWG-MOC 6: di Yogyakarta, pada tanggal 23 –25 Mei 2007.f. JPWG-MOC 7: di Jakarta, pada tanggal 19 – 21Juni 2007.

    1. Informal, Non-Binding Exercises based onthe Cebu Principles of the JPWG-MOC:dilaksanakan di Batam, pada tanggal 2 – 3 Juli2007.2. Maritime Boundary DelimitationDiscussions: dilaksanakan di Manila, padatanggal 15 Desember 2011.3. The First Preparatory Meeting to the 8thJPWG-MOC: di laksanakan di Jakarta, padatanggal 29 Oktober 2012.4. The Second Preparatory Meeting to the 8thJPWG-MOC, dilaksanakan di Jakarta, padatanggal 7 – 9 Januari 2014.

  • 42

    Hasil-hasil pertemuan tersebut adalah sebagaiberikut:

    a) Tercapai kesepakatan garissementara batas ZEE kedua negara di limasegmen (Provisional Exclusive EconomicZone Boundary Line / PEBL) pada areadelimitasi sepanjang 600 mil laut (Gambar12) setara dengan 1.111,2 kilometer.b) PEBL terdiri atas 8 (delapan) titikbelok (turning points), membentangsepanjang 627,5 mil laut atau setaradengan 1.161,2 kilometer.c) Kesepakatan untuk meng-konsultasikan PEBL dengan otoritas yanglebih tinggi di pemerintahan masing-masingguna diperoleh mandat untuk menyepakatidan menetapkan garis PEBL sebagai garisbatas ZEE definitif.

    5. The Third Preparatory Meeting to the 8thJPWG-MOC, dilaksanakan di Jakarta, padatanggal 4 – 6 Januari 2014, dengan agendautama adalah membicarakan draft perjanjian dandraft peta sebagai lampiran dari perjanjiantersebut.6. Pada tanggal 23 Mei 2014 telahditandatangani garis Batas ZEE RepublikIndonesia dengan Filipina oleh Menteri LuarNegeri kedua Negara di Manila disaksikan olehPresiden Republik Indonesia dan PresidenRepublik Filipina (Gambar 13).

  • 43

    Gambar 12. Garis Batas Laut Teritorial antara Republik Indonesia dengan Filipina didi lima segmen (Provisional Exclusive Economic Zone Boundary Line / PEBL) pada

    area delimitasi sepanjang 600 mil.

  • 44

    Gambar 13. Peta batas ZEE antara Republik Indonesia dengan Filipina di limasegmen yang ditandatangai menteri luar negeri masing-masing Negara.

    7. Dengan disepakatinya garis batas ZEEantara RI dan Filipina, maka masih diperlukanperhatian terhadap potensi tri-junction pointantara RI – Filipina – Palau dan RI – Filipina –Malaysia.8. Adapun koordinat titik-titik yang telahdisepakati adalah sebagai berikut:

  • 45

    Tabel 13. Koordinat titik garis batas ZEE Republik Indonesia dan Filipinaberdasarkan perundingan 23 Mei 2014.

    9. DPR RI telah meratifikasi Persetujuanantara Pemerintah Republik Indonesia danPemerintah Republik Filipina mengenaiPenetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusifdengan pengesahan Undang-Undang padatanggal 27 April 2017.10. Republik Indonesia dan Filipina dalammengimplementasikan perjanjian batas ZEEkedua negara serta untuk sosialisasi garis batasZEE yang telah disepakati, berupaya untukmembuat peta laut bersama yang memuat garisbatas ZEE dengan berbagai sekala untukkebutuhan keselamatan navigasi pelayaran.

    g. Batas Maritim Indonesia - Palau

    Republik Palau yang berada di sebelah Timur LautIndonesia, secara geografis terletak pada posisi 06o 51’ Udan 135o 50’ T, adalah negara federal yang merupakannegara kepulauan dengan luas daratan 500 km2. RepublikPalau terdiri dari beberapa pulau, diantaranya adalah pulauBabelthuap dengan ibukotanya Koror. Berdasarkan

    TITIK POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1. 03° 06’ 41” U - 119° 55’ 34” T2. 03° 26’ 36” U - 121° 21’ 31” T3. 03° 48’ 58” U - 122° 56’ 03” T4. 04° 57’ 42” U - 124° 51’ 17” T5. 05° 02’ 48” U - 125° 28’ 20” T6. 06° 25’ 21” U - 127° 11’ 42” T7. 06° 24’ 25” U - 128° 39’ 02” T8. 06° 24’ 20” U - 129° 31’ 31” T

  • 46

    konstitusi Tahun 1979, Republik Palau memiliki yurisdiksidan kedaulatan pada Perairan Pedalaman dan LautTeritorialnya sampai 200 mil laut, diukur dari garis pangkallurus kepulauan yang mengelilingi Kepulauan Palau dalamkonstitusi tersebut juga dicantumkan letak titik-titik pangkaluntuk menarik garis lurus kepulauan, sedangkan tentangcara-cara penarikannya secara rinci diatur dalam FisheryZona and Regulations of Foreign Fishing12.

    Pada realitanya Zona Perikanan Republik Palauditetapkan di dalam Title 27 Palau Nation Code, yangmenetapkan bahwa lebar Laut Teritorialnya adalah 3 millaut, diukur dari garis pangkal. Pada zona tersebutPemerintah Palau memiliki kedaulatan sebagaimana padaLaut territorial. Republik Palau juga memiliki Zona Perikananyang diperluas (Extended Fishery Zone), berada di luar danberbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya200 mil laut diukur dari garis pangkal13. Pada zona tersebutPemerintah Palau sebenarnya memiliki kewenanganeksklusif untuk melakukan pengelolaan, konservasi danpengaturan sumber kekayaan hayati sejauh diakui olehHukum Internasional.

    Apabila Republik Palau menarik garis zona perikananyang diperluas (Extended Fishery Zones) 200 mil laut sesuaidengan Rezim Zona Ekonomi Eksklusif, makamemungkinkan akan terjadi tumpang tindih klaim antaraZona Ekonomi Eksklusif RI dengan Zona Perikanan yangdiperluas Republik Palau. Dengan demikian perlu diadakanperundingan antara kedua negara untuk secepatnyamenentukan garis batas Zona Ekonomi Eksklusif, agar adakepastian hukum bagi kedua negara untuk mengelola

    12 Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL, 2016.13 Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL, 2016.

  • 47

    perikanan secara optimal dan berkesinambungan. Beberapakarang atau pulau terluar Republik Palau yang dapatdijadikan sebagai Titik Dasar dalam penarikan garis pangkalnegara tersebut, antara lain :

    Tabel 14. Titik Dasar Yang Digunakan PalauDalam Penarikan Garis Pangkal.

    NAMA JENIS KETERANGAN

    Keruangel Low lying coralattolsVelasco Submerged reef

    Kayangel Low lying coralattolsDikelilingi oleh fringing reefsekitar 2 Km2

    Helen AttolTidak berpenduduk,terdapat gereja di HelenIsland

    Tobi Low lying coralisland

    Luasnya < 1 Km2 dikelilingioleh fringing reef sekitar 7Km2, dengan ketinggiandataran tertinggi kurang dari20 kaki dari permukaan lautdan selebihnya sebagianbesar ketinggian dataranpulau ini kurang dari 10kaki. Berpenduduk.

    Fana Low lying coralisland

  • 48

    Gambar 14. Klaim garis batas ZEE (unilateral) antara Republik Indonesia denganRepublik Palau.

    h. Batas Maritim Indonesia - Papua Nugini (PNG)

    Perjanjian Garis Batas Tertentu antara Pemerintah RIdengan PNG ditandatangani di Jakarta pada tanggal 12Februari 1973 dan diratifikasi oleh Pemerintah RepublikIndonesia melalui UU No. 6 Tahun 1973 tanggal 08Desember 1973, antara lain:

    1. Mengatur penetapan batas Dam cise sebelahUtara dan Selatan Sungai Fly berdasarkan prinsipThalweg (alur pelayaran) sebagai batas alamiahberdasarkan perjanjian yang dibuat pemerintahBelanda dan Inggris di kawasan tersebut.2. Menetapkan Garis Batas Laut Wilayah di SelatanIrian Jaya.3. Menetapkan Garis Batas Dasar Laut (LK) diSelatan Irian Jaya.

  • 49

    Gambar 15. Persetujuan Republik Indonesia dengan Papua Nuginisegmen Selatan yang merupakan lanjutan perjanjian RI – Australia Tahun 1971.

    Persetujuan Batas Maritim dan Kerjasama denganPNG ditandatangani di Jakarta dan telah diratifikasi denganKeppres No. 21/1982. Antara Lain:

    1. Meneruskan Titik C2 pada Perjanjian RI –Australia tahun 1971.2. Menetapkan sekaligus sebagai garis Batas ZEERI – PNG.3. Pengakuan timbal balik atas Hak Tradisionalpara nelayan kedua negara untuk melakukanpenangkapan ikan di perairan pihak lainnya.4. Perlu ditetapkan luas daerah di mana Hak-hakTradisional tersebut dapat dilakukan termasukbentuk/sifat kegiatan yang diperbolehkan.

  • 50

    Gambar 16. Persetujuan Republik Indonesia dengan Papua Nugini yangmerupakan lanjutan perjanjian RI – Australia Tahun 1971.

    i. Batas Maritim Indonesia - Australia

    Persetujuan ini oleh Pemerintah Indonesia belumdiratifikasi, dimana daerah yang ditetapkan batasnyaterletak di kawasan Samudera Hindia sebelah Selatan P.Roti dan kawasan maritim antara P. Jawa dan P. Christmas,namun ada beberapa catatan:

    1. Perjanjian ini melanjutkan Persetujuan LandasKontinen Tahun 1971 dan 1972 (26 titik).2. Menetapkan garis batas ZEE yang permanenuntuk menggantikan Provisional Fisheries Surveilanceand Enforcement Line (PFSEL) tahun 1981 yangditetapkan berdasarkan median line dan terdapatsedikit perbedaan pada hak atas wilayah laut 24 mil diAshmore Reef.3. Sebagai dampak dari perubahan status TimorTimur, pihak Australia pada Juli 2001 telahmengajukan usulan amandemen yang intinya

  • 51

    menghapuskan garis batas ZEE (Z28 – Z36) di atas“Celah Timor”.4. Pemerintah Indonesia masih mengkaji usulan ini,utamanya untuk melihat Trijunction points (titik sekutu)yang belum dirundingkan oleh 3 (tiga) negara yaituIndonesia, Australia dan Timor Leste titik Z28 dan Z36.

    Perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antaraPemerintah RI dengan Australia dilaksanakan di Canbera,pada tanggal 18 Mei 1971. Perjanjian tersebut menyetujui 16(enam belas) titik koordinat yang terletak di daerahperbatasan sebagai berikut :

    1. Laut Arafura (Titik A1 – A12)2. Perairan Selatan P. Irian (Titik B1 – B2)3. Perairan Utara P. Irian (Titik C1 – C2)

    Daftar titik koordinat batas wilayah laut RepublikIndonesia dengan Pemerintah Commonwealth of Australiaadalah sebagai berikut:

  • 52

    Tabel 15. Titik-titik koordinat batas wilayah laut Republik Indonesia denganPemerintah Australia

    NO KOORDINAT POSISI(LINTANG – BUJUR)

    1 B1 09° 23’ 30” S – 140° 49’ 30” T2 B2 09° 23’ 00” S – 140° 52’ 00” T3 A1 09° 52’ 00” S – 140° 29’ 00” T4 A2 10° 24’ 00” S – 139° 46’ 00” T5 A3 10° 50’ 00” S – 139° 12’ 00” T6 A4 10° 24’ 00” S – 138° 38’ 00” T7 A5 10° 22’ 00” S – 138° 35’ 00” T8 A6 10° 09’ 00” S – 138° 13’ 00” T9 A7 09° 57’ 00” S – 137° 45’ 00” T

    10 A8 09° 08’ 00” S – 135° 29’ 00” T11 A9 09° 17’ 00” S – 135° 13’ 00” T12 A10 09° 22’ 00” S – 135° 03’ 00” T13 A11 09° 25’ 00” S – 134° 50’ 00” T14 A12 08° 53’ 00” S – 133° 23’ 00” T15 C1 02° 08’ 30” S – 141° 01’ 30” T16 C2 Disesuaikan dengan Equidistance17 A12 08° 53’ 00” S – 133° 23’ 00” T18 A13 08° 54’ 00” S – 133° 14’ 00” T19 A14 09° 25’ 00” S – 130° 10’ 00” T20 A15 09° 25’ 00” S – 128° 00’ 00” T21 A16 09° 28’ 00” S – 127° 56’ 00” T22 A17 10° 28’ 00” S – 126° 00’ 00” T23 A18 10° 37’ 00” S – 125° 41’ 00” T24 A19 11° 01’ 00” S – 125° 19’ 00” T25 A20 11° 07’ 00” S – 124° 34’ 00” T26 A21 11° 25’ 00” S – 124° 10’ 00” T27 A22 11° 26’ 00” S – 124° 00’ 00” T28 A23 11° 28’ 00” S – 123° 40’ 00” T29 A24 11° 23’ 00” S – 123° 26’ 00” T30 A25 11°35’ 00” S – 123° 14’ 00” T

  • 53

    Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasiperjanjian ini dengan Keputusan Presiden RI No. 42 Tahun1971. Persetujuan ini diberlakukan di kedua negara sejaktanggal 8 November 1973. Garis batas Dasar Laut antaraIndonesia dan Australia di Pantai Utara Pulau Irian (NewGuinea), adalah garis lurus yang ditarik dari titik perbatasanantara Irian Barat (wilayah Indonesia) dan Irian Timur(wilayah Papua) ke titik koordinat C1 dan titik koordinat C2dengan ketentuan menarik garis lurus tersebut ke arah Utara(C2) adalah dengan prinsip sama jarak (Equidistance).Kedua pemerintah dalam persetujuan tersebut tidakmengatur penetapan batas daerah Dasar Laut masing-masing yang terletak di sebelah Barat 133° 23’ 00” T danmenunda penyelesaian masalah ini untuk di bahas dalampembicaraan lanjutan yang akan diadakan pada waktu yangakan disetujui oleh kedua belah pihak. Di Pantai SelatanPulau Irian (New Guinea) sebelah Barat 140° 49’ 30” T,batas antara daerah laut yang berbatasan dengan dantermasuk Republik Indonesia dan daerah yang berbatasandengan dan termasuk Irian Timur dengan Selatan (Territoryof Papua) adalah garis lurus sebagaimana digambarkan dipeta (Gambar 17), yang menghubungkan titik 09° 23’ 30” S140° 49’ 30” T (titik B1) dengan titik 09° 52’ 00” S 140° 29’00” T (titik A1), garis batas ini kemudian dilanjutkan denganPersetujuan 1972.

    Hak atas perikanan tradisional nelayan RI untukmelakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah-wilayahtertentu Australia (5 daerah) ditetapkan dalam MoU tahun1974. Perjanjian antara Pemerintah RI dan Australia tentangPenetapan Batas Dasar Laut Tertentu di Daerah Laut Timordan Laut Arafura adalah sebagai tambahan dan kelanjutanPersetujuan tanggal 18 Mei 1971. Dan persetujuan inidilaksanakan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 1972 dan

  • 54

    diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 66 Tahun1972 tanggal 4 Desember 1972.

    Daerah yang ditetapkan batasnya adalah sebelahSelatan Kep. Tanimbar Laut Arafura (A13-A16) dan daerahsebelah Selatan P. Roti serta P. Timor (A17-A25), di LautArafura, garis batas ini menyambung dengan garis batasyang dibuat berdasarkan Persetujuan tahun 1971 (A1 –A12), dengan catatan: Sisa wilayah laut di sebelah SelatanP. Timor pada tahun 1989 ditetapkan pengaturan sementaradengan Traktat Celah Timor .

    Gambar 17. Persetujuan Republik Indonesia dengan Australiatentang penetapan Batas Tertentu di Daerah Laut Timor dan Arafuru.

  • 55

    Gambar 18. Overlay Garis Batas LK dan ZEE antara Republik Indonesiadengan Australia.

    Pemerintah RI dan Australia pada bulan November1974 telah menandatangani MoU Kerja Sama Perikanan dizona perikanan eksklusif dan landas kontinen Australia(Indonesia – Australia MoU regarding the Operations ofIndonesian Traditional Fishermen in Areas of the AustralianFishing Zone and Continental Shelf 1974). Dengan MoU iniPemerintah Australia membolehkan nelayan tradisionalIndonesia untuk menangkap ikan di perairan sekitarAshmore Reef Cartier Islet, Scott Reef, Seringapatam Reefdan Drowse Islet. Namun nelayan tradisional Indonesiadilarang untuk menangkap penyu dan melakukan tindakanyang dapat merusak lingkungan hidup di wilayah perairantersebut.

    Pada bulan April 1989, kedua negara menyepakatipetunjuk teknis implementasi MoU untuk memperjelas batas-batas wilayah yang dapat dimasuki oleh nelayan tradisionalIndonesia dan mengatur wilayah operasional nelayantradisional Indonesia di Ashmore Reef dan sekitarnyamenjadi suatu wilayah berbentuk kotak (MoU box area).Rujukan kepada cara atau metode tradisional diperjelas,yakni tanpa menggunakan perahu bermotor. Pendekatankepada metode tradisional ini dalam perkembangannya

  • 56

    menciptakan masalah dalam implementasi MoU Box karenatidak sesuai dengan perkembangan dan aspirasi yangberkembang pada nelayan tradisional di NTT.

    Permasalahan yang muncul di dalam praktek MoU Boxantara lain:

    1. Di dalam kawasan karena nelayan tradisionalmelakukan penangkapan ikan dengan menggunakanperahu bermotor (metode penangkapan non-tradisional); penangkapan ikan selain yang dibolehkandi dalam MoU; atau menangkap jenis ikan yangdilarang menurut Convention on International Trade inEndangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)atau konvensi perdagangan internasional tumbuhandan satwa liar spesies terancam antara lain: hiu untukdiambil siripnya (animal cruelty).2. Di luar MoU Box, pelanggaran terjadi di wilayahtumpang tindih yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif danlandas kontinen Indonesia – Australia terhadap jenisikan sedenter (yang hidupnya melekat di dasar laut)dan dilakukan tanpa izin pihak Australia.

  • 57

    Gambar 19. Peta batas Maritim antara Republik Indonesia – Australia untukpenangkapan sumber daya alam hayati di Samudera Hindia,

    Laut Tomor dan Laut Arafuru.

    Pemerintah RI menegaskan bahwa dibolehkannyapenangkapan ikan oleh nelayan tradisional Indonesia di MoUBox area merupakan pengakuan Australia atas haktradisional nelayan Indonesia sesuai dengan fakta bahwakegiatan tersebut telah dilakukan secara turun temurun.Sebaliknya, penggunaan metode non-tradisional tentangcara-cara penangkapan ikan tidak dapat menghilangkan haktradisional di mana hal ini sesuai dengan putusan hukumdan praktek sejumlah negara terhadap hak aborigin,termasuk juga di Australia sendiri.

    Indonesia menyambut baik usulan kerangka kerjasama guna implementasi lebih lanjut MoU Box namun

  • 58

    hendaknya sejalan dengan ketentuan hukum internasional.Berkenaan dengan konservasi perikanan di perairan MoUBox, Indonesia berpandangan bahwa konservasi tidak dapatmenghapuskan hak-hak nelayan tradisional Indonesia dikawasan dimaksud.

    k. Batas Maritim Indonesia - Republik DemokratikTimor Leste (RDTL)

    Dengan berdirinya Republik Demokratik Timor Lestesebagai negara merdeka, yang sudah terlepas denganRepublik Indonesia, maka Titik Dasar RI yang berada disekitar RDTL (berdasarkan PP no 38 tahun 2002) sudahtidak berlaku kembali. Demikian halnya dengan perjanjiankerja sama antara Indonesia dengan Australia di CelahTimor (Timor Gap Treaty) secara otomatis tidak berlaku lagi,sehingga batas RI – Australia – Timor Leste di daerah iniperlu ditentukan secara Tri Lateral. Daerah batas maritimyang perlu ditetapkan terletak disebelah Utara di antaraSelat Ombai dan Selat Leti yang erat kaitannya denganpenetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

    Pada tanggal 14 Sepetember 2000 RI – UNTAETtelah menandantangani persetujuan tentang PembentukanKomisi Bersama Perbatasan. Hasil yang telah dicapaiadalah pembentukan 6 sub-komite teknis di bidang:

    1. Manajemen Perbatasan2. Lalulintas Orang dan Barang3. Kerjasama Polisi Lintas Batas4. Keamanan Perbatasan5. Pelintas Batas6. Demarkasi

    Selanjutnya Indonesia menetapkan Titik Dasar baruberdasarkan PP no. 37 tahun 2008. Titik-titik dasar tersebuttelah dilaksanakan survei hidro-oseanografi terlebih dahulu,

  • 59

    yaitu: TD-110A, TD-111, TD-112, TD-112A, TD-113, TD-113A, TD-113B, TD-114, dan TD-114A. Denganditetapkannya TD oleh Indonesia, RDTL menyatakankeberatannya atas baselines RI sebagaimana tertuangdalam Nota Protes PTRI RDTL No. NV/MIS/85/2012 kepadaSekjen PBB tanggal 6 Februari 2012.

    Pada tanggal 25 April 2013, di sela-sela pertemuanSpecial Joint Border Committee (SJBC) RI–RDTL yangdilaksanakan di Bali, pada tanggal 24 s.d. 26 April 2013,telah diselenggarakan pertemuan informal kesiapan TimTeknis kedua negara untuk memulai perundingan penetapanbatas maritim. Pada pertemuan tersebut pihak RepublikIndonesia menyampaikan kesiapannya untuk memulaipertemuan teknis penetapan batas maritim, sambilmenunggu penegasan batas darat selesai sertamengusulkan untuk membahas segmen batas maritim padaarea yang batas daratnya sudah disepakati, seperti diperairan sekitar Selat Wetar.

    Gambar 20. Klaim garis batas maritim antara Republik Indonesiadengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL)

  • 60

    Gambar 21. Klaim garis batas teritorial antara Republik Indonesiadengan Republik Demokratik Timor Leste (Oikusi)

    Gambar 21. Batas Relevan Area Antara RI denganRepublik Demokratik Timor Leste dengan jumlah empat area.

  • 61

    IV. PENUTUP

    Penetapan perbatasan maritim Indonesia dengannegara tetangga masih banyak yang belum terselesaikan,dan masih memerlukan perjuangan panjang di mejaperundingan. Bila ditinjau berdasarkan rejim batas laut,maka Indonesia berpeluang memiliki total 48 segmen batasmaritim dengan negara tetangga, sehingga 16 perjanjianyang sudah disepakati sampai dengan saat ini masih dapatdikategorikan sangat sedikit. Masih belum disepakatinyabeberapa batas maritim (dalam hal ini batas ZEE)memberikan implikasi terhadap perencanaan sertapengawasan pengelolaan sumberdaya alam nasional sepertipotensi sumberdaya perikanan, maupun gas dan mineral,karena untuk dapat mengelola secara terencana, terarahdan optimal dibutuhkan kepastian dari status lokasi(geografis).

    Perjuangan diplomasi batas maritim membutuhkanketahanan, keuletan dan kesabaran ekstra, karena rentangwaktu dapat tercapainya suatu kesepakatan tidak dapatdiprediksi, umumnya berlangsung cukup lama (mis: RI-Vietnam ± 30 tahun). Selain itu diperlukan penguasaan teoriyang meliputi pemahaman yang baik terhadap dasar hukum,aspek ilmiah dan aspek teknis, pengetahuan tentang prakteknegara-negara lain, penguasaan dan kelengkapan dokumen,kepiawaian dalam menganalisis dan improvisasi, sertakomposisi tim runding/tim ahli yang bersifat tetap, akanmemberikan hasil yang lebih maksimal.

    Upaya penetapan batas maritim dengan negara lainadalah tugas penting dan menjadi salah satu prioritas utamadari status kewilayahan dan kedaulatan suatu negara. Tugasini tentu saja tidak dapat dilaksanakan secara mandiri olehsuatu badan tertentu tetapi memerlukan kerjasama yang

  • 62

    baik antar beberapa institusi yang terkait. Masing-masingpemangku kepentingan dituntut untuk dapat salingmemberikan kontribusi yang terbaik dalam upayapenyelesaian maupun pengelolaan kawasan perbatasandemi tercapainya cita-cita nasional.

  • 63

    DAFTAR PUSTAKA

    Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal. 2009. BukuPanduan Aspek-Aspek Teknis Dalam Konvensi PBB tentangHukum Laut. 2009. Bakosurtanal.

    Dishidros TNI AL. 2010. Batas Maritim Republik Indonesiadengan Negara Tetangga. Dishidros TNI AL. Jakarta.

    Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL. 2016. PerkembanganBatas Maritim Republik Indonesia dengan Negara Tetangga.Pushidrosal. Jakarta.

    Eko Sulistyo. Deklarasi Djuanda dan Hari Nusantara,Kompas 13 Desember 2015. Jakarta.

    I Made Andi Arsana. 2007. Batas Maritim Antar Negara,Sebuah Tinjauan Teknis dan Yuridis. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

    Himpunan Peraturan PerUndang-Undangan di BidangMaritim. 2004. Markas Besar Angkatan Laut, DinasPembinaan Hukum. Jakarta. Jakarta.

    Trismadi. 2013. Rancang Bangun Model PengelolaanBerkelanjutan Kawasan Perbatasan Maritim Berbasis SistemInformasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Studi KasusKawasan Laut China Selatan). Desertasi SekolahPascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Patmasari T, E. Artanto, A Rimayanti. 2016. PerkembanganTerakhir Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga.

  • 64

    Bahan Seminar Nasional Peran Geospasial dalammembingkai NKRI 2016:03-21. Bogor.

    Adita KZ, MK Ariadno, A Afriansyah, 2013. KonsepDelimitasi batas Maritim dan Penerapannya: Studi KasusNegara Indonesia-Singapura. Diunduh dari laman:http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S46011-Kay%20Azaria%20Adita

    Agusman, DD, 2010. Perbatasan antara Indonesia dannegara-negara tetangganya: mengapa sulitditetapkan?Jurnal Diplomasi, Vol.2. No.4, Desember 2010.diunduh dari laman:http://perjanjianinternasional.blogspot.com/p/perbatasan-antara-indonesia-dan-negara.html

  • Hidrografi Bukan Hanya Sekedar Peta LautHidrografi adalah Kunci Gerbang Perekonomian dan Ujung

    Tombak Pertahanan Laut Suatu Negara

    (Laksda TNI Dr. Ir. Harjo Susmoro, S.Sos., S.H., M.H.)