(Marxists.org) Islam dalam Tinjauan Madilog---Tan Malaka
description
Transcript of (Marxists.org) Islam dalam Tinjauan Madilog---Tan Malaka
Islam dalam Tinjauan Madilog
Tan Malaka (1948)
Sumber: Penerbit Widjaja, Jakarta 1951
Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Feb 2008)
Materi diambil dari laman www.marxists.org/indonesia
Dokumen ini terdiri dari tiga buku kecil, yaitu:
1. Islam dalam Tinjauan Madilog (hlm. 2 s.d. hlm. 13)
2. Yahudi-Nasrani dalam Tinjauan Madilog (hlm. 14 s.d. hlm. 31)
3. Dari Ir. Soekarno Sampai Ke Presiden Soekarno (hlm. 32 s.d. hlm. 43)
Diunggah ulang oleh ekho109 untuk kepentingan koleksi dan bersifat non-komersial.
2
KATA PEMBUKA
Telah lebih dari setahun lamanya kopi ini tersimpan dalam almari, karena terhalang oleh
kesukaran kertas, apalagi mengingat tebalnya lebih kurang 200 halaman dari kertas ukuran
besar serta ditek dengan mesin tulis Hermes baby, dan kalau dijadikan buku menurut ukuran
yang sekarang ini, mungkin mencapai 500 halaman, sedang niat hendak menerbitkan
sekaligus.
Nasehat tuan HAJI ILJAS JACOB-lah yang membuka perhatian untuk menerbitkan dengan
jalan beransur-ansur ini.
MADILOG, berasal dan melalui jembatan keledai, yaitu MA terialisme, DI alektika, LOG-ika
!
"Saya tidak menyangka akan sampai begitu dalam dan luas pengetahuan TAN MALAKA,
sehingga saya sebagai Jurist dipimpinnya pula ke lapangan filsafat hukum, lebih berisi dan
lanjut dari pada yang saya pelajari di sekolah hakim", demikian ucapnya seorang Akademisi
yang jujur setelah membaca kopi Madilog !
Penerbitan ini akan diusahakan supaya tiap tanggal 2 dan 17 setiap bulan buku setebal ini
akan mengunjungi pembacanya. Moga-moga kami dapat memenuhi niat yang suci ini.
P E N E R B I T
3
Bukit Tinggi 17 Juli 1948
I s l a m
Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang hidup. Seperti saya sudah lintaskan
lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam yang taat. Pada ketika
sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh dikatakan pagi, diantara keluarga tadi
sudah lahir seorang Alim Ulama, yang sampai sekarang dianggap keramat! Ibu Bapa saya
keduanya taat dan orang takut kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.
Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut menyebut "Djuz Yasin" berkali-kali
dan sebagian besar dari Al-Qur’an, diluar kepala. Orang kabarkan bapak saya didapati
pingsan setelah badannya dalam air. Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan
tarikat, setelah bangun sadar, dia bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di
negeri Belanda. Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan guru
muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya
pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah
mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu
dan mulia.
Pengaruhnya pada bahasa Indonesia pada zaman lampau bukan sedikit. Cangkokan bahasa
Arab pada bahasa Indonesia baik diteruskan, karena lebih cocok pada lidah kita, asal betul-
betul mengadakan pengertian baru, yang tiada terbentuk pada kata Indonesia umum atau
lokal, seperti perkataan akal, fikir dsb. Saya sendiri tiada sempat meneruskan pelajaran
bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang silam dengan cara surau yang sederhana
itu tentulah sekarang sudah melayang sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan Islam
dan Arab dahulu di Eropa, pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat pinggang lebih
erat, saya ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia berjilid-jilid salinan bahasa Jerman
4
ke Belanda, karena di dalamnya ada sejarah Islam dan Arab dituliskan degan lebih sempurna
dari yang sudah-sudah.
Meskipun banjir ombak asik dalam senubari saja di masa usia pancaroba dilondong
hanyutkan sampai sekarang terus dihilirkan oleh kejadian "1917" perhatian saya tehadap
Islam terus berjalan. Pengertian yang masih saya ingat dari tafsir Qur’an itu, tentulah tiada
berarti lagi. Yang tinggal dibawah lantai kesadaran (subconciousness) ialah kesan semata-
mata. Tetapi terjemahan Qur’an ke dalam bahasa Belanda dahulu beberapa kali saya
tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck Hurgroaje tentang Islam sudah saya
baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi terjemahan Islam ke bahasa Inggris oleh "Sales
dan ahli timur Maulana Ali Almarhum".
Dengan begitu tiadalah pula saya maksudkan bahwa semua sumber itu sudah cukup buat me-
obor Islam dan sejarah. Ahli sejarah Barat, Arab dan Tionghoa memang berlipat ganda lebih
bisa dipercayai dari pada Ahli sejarah Hindu. Begitulah sejarah masyarakat dengan kemajuan
pesawat dan ekonominya dibelakangkan kalau tiada dilupakan sama sekali. Jangan pula
dilupakan, bahwa sejarah politik yang semacam itu di-tinggal-kan; tiada berseluk-beluk dan
dipelantunkan dengan sejarah politik, ekonomi, dan kelasnya masyarakat. Jadi sejarah
semacam itu, walaupun sejarah politik saja adalah pincang sekali.
Tiada mengherankan kalau dalam pembacaan, saya tiada mendapati sejarah yang teratur
selangkah demi selangkah, tentangan masyarakat, politik, ekonomi, dan tehnik Arab, tidak
saja sebelum dan ketika Muhammad SAW mengembangkan Agama Islam, tetapi juga di
dalam tempo dibelakangnya, lebih dari 1300 tahun sampai sekarang. Tidak saja di tanah Arab
tempat asalnya agama Islam dan negara berkelilingnya, tetapi juga ditempat mengembangnya
seperti Siria, Mesir, Spanyol, Irak, Iran, (Mesopotamia), India dan Indonesia. Dalam Negara
asalnya Agama Islam tumbuh dan berdahan, mendapat bentuk dan corak baru dan bentuk
corak ini tentulah langsung atau menukar mempengaruhi pokok asalnya di Arabia.
Teristimewa pula karena semua bangsa dari semua agama acap berkumpul di Mekah.
Sejarah Islam berurat dan diairi oleh masyarakat politik, ekonomi dan pesawat Arab asli dan
akhirnya bertukar bentuk dan corak pada iklim keadaan baru di luar daerah asli, menurut
pengetahuan saya masih belum ditulis. Pekerjaan semacam itu bukanlah pekerjaan sembarang
ahli, boleh jadi sekali bukan pekerjaan seorang ahli yang tersambil, melainkan pekerjaan
beberapa ahli yang bergabung dalam tempo yang lama, boleh jadi pula bukti yang
5
berhubungan dengan beberapa perkara sama sekali tiada bisa diperoleh lagi. Bagaimana juga
buku seperti Foundation of Christianity buat Islam masih belum lahir.
Berhubung dengan keterangan diatas maka sejarah-Islam dalam lebih kurang 1200 tahun
sesudahnya Muhammad SAW yakni sejarah yang condong pada politik seperti pengangkatan
Imam baru, menurut dan menurutkan partai Ali atau meneruskan pilihan yang demokratis
seperti pengangkatan Abubakar, Umar, dan Usma; perbedaan mazhabnya Imam Syafi’I,
Hanafi, Hambali dan Maliki satu aliran Islam ke arah kegaiban (systisisme) pada satu fatihah
(Imam Gazali) dan kenyataan (rationalisme), sampai ketiadaannya Tuhan-Tuhan (atheisme),
pada lain pihak (moetazaliten); pergerakan Islam yang baru kita kenal sekarang seperti
Wahabi, Muhammadiyah dan Ahmadiyah; semuanya ini mesti diseluk dengan sejarahnya
politik, ekonomi, seperti bumi dan pesawat masyarakat Muslimin di Eropa Selatan, Afrika,
Asia Barat dan Tengah diluar maksudnya buku ini dan diluar kekuasaan kesempatan saya.
Maksud tulisan saya yang ringkas ini tentulah bukan buat pengganti buku yang masih ditulis
itu, maksudnya cuma buat petunjuk (suggestion). Saya bagaimana juga tak lebih berlaku dari
pada itu karena kekurangan bahan bukti, lagi pula pokok perkara yang berhubungan dengan
Islam, ialah ke-Esaan Tuhan, sudah termasuk boleh dikatakan hampir sama sekali pada
tulisan yang baru lalu.
Muhamad SAW mengakui sahnya kitab Yahudi dan Kristen. Muhammad SAW mengakui
tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa menurut
Muhammad SAW itu mesti dibersihkan dari pemalsuan Yahudi dan Kristen di belakang hari.
Memang masyarakat Arab asli membutuhkan ke-Esaan pemimpin sekurang-kurangnya sama
dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa dan Daud. Pada Muhammad SAW, bangsa
Arab yang terdiri dari beberapa suku, dan menyembah bermacam-macam berhala itu
mengharapkan pimpinan. Peperangan saudara yang kejam keji tiada putus-putusnya berlaku.
Bangsa Arab teguh tegap, berdarah panas, pada negara yang sebagian besar terdiri dari gurun
pasir dan gunung batu, kurus kering, sejuk tajam di musim dingin, panas terik di musim
panas, susah gelisah mengadakan nafkah hidup sehari-hari. Perampokan dan pembunuhan
adalah pekerjaan lazim sekali. Perniagaan ke lain negara dan dalam negarapun mesti dikawal
dengan prajurit yang siap sedia menentang musuh ialah penyamun Badui yang rakus garang.
Saudagar pada masa itu sama juga dengan serdadu, makin ramai penduduk Arab dan memang
sudah ramai, makin sengit seru pertarungan suku dan suku. Makin banyak lelaki yang mati
6
makin banyak pula kelebihan perempuan. Tiada mengherankan kalau mendapat anak
perempuan dianggap sebagai malapetaka oleh rumah tangga Arab asli itu, apa lagi rumah
tangga yang tak berpunya. Perempuan sudah terlampau banyak dan perempuan pada
masyarakat semacam itu bukanlah makhluk yang bisa mencari nafkah di luar rumah tangga,
melainkan dianggap satu makhluk penambah mulut makan. Jadi penambah kemiskinan.
Kalau perempuan banyak, dibunuh. Beruntunglah perempuan kalau ada lelaki yang mampu
mengawininya mengangkat dia jadi isteri yang ketiga ataupun kesekian puluh.
Di tengah masyarakat semacam itu lahirlah Muhammad bin Abdullah, walaupun sukunya
suku kuraisy dianggap suku tertinggi di kota Mekkah, tiadalah ia seorang anak yang
dimanjakan oleh ibu bapa yang mampu. Dia malang atau memang beruntung kematian ibu
bapa menjadi anak piatu dan dipelihara oleh paman Abdul Mutalib. Dari kecil sudah
mengenal susah melarat di tengah-tengah masyarakat saling sengketa dan gelap gelita. Buah
pikiran kita menyaksikan masyarakat semacam itu dan dalam keadaan semacam itu bisa
timbul paham peragai dan bumi seperti Muhammad bin Abdullah. Tetapi memang intan itu
bisa diselimuti tetapi tak bisa dicampur lebur dengan lumpur.
Makin riuh rendah bunyi sengketa dan sentak senjata di sekelilingnya makin tenang teduh
pikiran pemuka ini menghadapi sesuatu kesusahan atau permusahan. Lawan dan kawan
sekarangpun terlampau banyak memajukan hal, bahwa Muhammad SAW seorang Nabi. Huru
hara tiada bisa disangkal, tetapi tiadalah hormat saja yang memberi petunjuk, ilham dan
kiasan kepada manusia. Mata yang nyalang, telinga yang nyaring, serta otak yang cemerlang
di tengah-tengah masyarakat itu sendiri lebih lekas menyampaikan seseorang pada hakekat
tentang pergaulan hidup manusia dari pada buku bertimbun-timbun diluar masyarakat.
Pemuda Muhammad dilatih dan tersepuh oleh masyarakat Arab sendiri, undang langsung
yang saling seteru dan gelap gelita itu.
Entah karena wajah parasnya, entah karena perawakan peragainya dengan langsung, entah
karena cerdik kepandaiannya, entah karena semuanya, janda orang kaya Chadijah berusia 40
tahun akhirnya menjatuhkan hati dan kepercayaan pada pemuda 15 tahun lebih muda ini,
sesudah berjasa bertahun-tahun. Bertahun-tahun Muhammad bin Abdullah melayani
perniagaan buat janda Chadijah.
Sekaranglah baru diperoleh tempat dan tempoh mengheningkan pikiran membanding
mengiaskan, mencocokkan, menyeluk belukan persoaan yang bertimbun-timbun jatuhnya
7
pada pikiran yang acap terbang melayang seperti terdapat dalam bangsa Arab, seperti
tergambar dalam cerita 1001 malam itu. Tetapi Arab bukannya Hindu. Pikiran melayang itu
selalu kembali ke tanah. Penerbangan bolak-balik di antara awang-awang dengan daratan itu
bisa berhasil, bukanlah satu scientist seperti Newton tahu pendapat seperti Edison mesti bisa
terbang dengan pikirannya ? Tetapi mereka terbang dengan benda yang nyata menurut
undang-undang yang pasti pula.
Pada tempat yang sunyi senyap bermacam-macam di gunung diluar Mekah timbullah berkali-
kali persoalan. Langit Arabia tiada diliputi awan pada malam itu, kalau diterangi oleh bulan
dan bintangnya mesti menarik perhatian seseorang yang sungguh (serious, ernstig). Tak
heran kalau pemuda Muhammad didesak oleh persoalan sebagai siapakah yang
mengemudikan jalannya bulan dan jutaan bintang ini, yang tetap teratur ini. Siapakah yang
menjatuhkan hujan yang memberi hidupnya tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia itu ?
Apakah asalnya dan akhirnya manusia ini ? Tiadakah ada buat mempersatukan bangsaku,
memperlihatkan seteru sengketa dan menerangi gelap gulita itu : mengangkat bangsaku jadi
obor dunia ?
Newton dan Edison diberi pusaka oleh para scientist almarhum berupa perkakas dan teori
berupa laboratorium dan undang perhitungan. Tetapi pemuda Muhammad hidup lebih dari
1300 tahun yang silam. Undang apakah tentang peredaran bintang atau perhubungan hawa
uap dan hujan atau undang tentang kodrat, paduan dan pisahan jasmani dan rohani yang
sudah diketahui ? Ahli Yunani pun belum sampai ke sana, kalau ada paham yang miring ke
sana belum tentu paham itu sampai ke telinga Muhammad bin Abdullah.
Demikianlah Muhammad bin Abdullah mesti mencoba jawab dengan banding membanding
pengalaman dan pengetahuannya pada mana jauh lebih tinggi, dari pada yang dikenal oleh
bangsanya dikelilingnya.
Berkali-kali sudah perdagangan dilakukan (dengan karavan kalifah) ke Siria, barangkali juga
sampai ke Mesir, ke Arabia Selatan tak mustahil sampai ke Mesopotamia. Cantumkanlah di
mata pembaca seorang pemuda pendiam, mata sering melayang tinggi tetapi cepat bisa
menaksir barang dan uang di mukanya, kening lebar dan tinggi menandakan kecondongan
pikiran pada filsafat, tetapi juga menyaring apa yang praktis bisa dijalankan. Bibir yang
menandakan kemauan keras dan juga mahir lancar kalau berkata, perawakan sedang, liat
cepat tahan tangkas dan berkali-kali dalam perjalanan jauh berbahaya mendapat latihan
8
dalam perjuangan. Penghilatan pada puluhan negara dan negeri biadab setengah adab dan
pekerjaan tawar menawar dengan saudagar bermacam-macam bangsa dan bahasa;
percakapan dengan lawan kawan, tua muda dalam usia pancaroba di puluhan negara dan
negeri itu, semua itu mendidik penyair dan pemimpin pembesar negara dan Nabi. Huruf dan
sekolah tak bisa memberi bahan hidup semacam itu, tetapi bahan hidup semacam itu bsa
memberi kesempatan pada Muhammad bin Abdullah menimbulkan huruf dan sekolah baru.
Tidak semuanya orang bersekolah, bisa menjadi pemimpin Tuhan, tetapi buat seseorang
pemimpin Tuhan tiadalah sekolah saja jalan buat menyampaikan maksudnya buat
melaksanakan sifatnya.
Dunia Arab berpenduduk sedang ramainya terus menerus bertarung diantara suku dan
sukunya, belum pernah dijajah dijahanamkan bangsa asing, sedikit dikenal oleh dunia
luarnya, sudah sampai ke tingkat persatuan satu bangsa satu bahasa dan satu pemimpin.
Tiadalah sekali mengherankan kalau Muhammad bin Abdullah tertarik oleh tuhan esanya,
Nabi Ibrahim, Musa dan Daud. Disini Tuhan itu lebih terang ke-Esaan-nya pada pertarungan
lahir batin yang seru sengit yang mesti dijalankan dengan jasmani dan rohani yang mesti
dipimpin oleh satu kemauan, maka kesangsian atas ke-Esaannya Tuhan, Pemimpin yang
Maha Tahu dan Maha Tahu itu bisa menewaskan si petarung, Satu Tuhan itulah yang
dibutuhkan oleh Arabia. Ketika Muhammad bin Abdullah yang buta huruf itu cuma sedikit
tahu tentang agama Kristen, dikatakan oleh mereka bahwa Muhammad bin Abdullah
mendapat pengetahuan itu dari mulutnya monikkan atau rahib dan setengah ulama Kristen.
Mereka lupakan keterangan mereka sendiri bahwa Muhammad bin Abdullah sesudah
memasuki gereja Katholik di Asia Barat ia berkata :"Ini cuma rumah berhala lain". Sekarang
pun pada abad kedua puluh ini kalau orang memasuki gereja Katholik di Ruslan atau Rome,
di Jerman atau di Indonesia, kalau orang melihat patungnya Nabi Isa dan ibunya Maryam
yang dipuja dan tak mengherankan kalau orang netral mendapat kesan seperti kesan
memasuki rumah berhala Hindu atau Budha.
Buat Muhammad SAW Tuhan semata-mata rohani. Tuhan yang semata-mata rohani yang
tiada dipatungkan lagi itu baru didapat sesudah Luther dan Calvin. Jadi sesudah lebih kurang
1500 tahun Nabi Isa lahir atau sesudah 900 tahun Nabi Muhammad wafat. Dalam gereja
Protestant kita tak lihat lagi patung yang seolah-olah mencoba mempengaruhi manusia
dengan perasaan belaka; kasihan pada Nabi Isa yang tergantung dipakukan tangannya pada
palang gantungan itu oleh musuhnya Yahudi Jahanam itu. Jadi pada Protestan nyata pengaruh
9
Islam buat seseorang yang tiada digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri.
Dengan Yahudi Muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata rohani dan
berada dimana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung langsung dengan Dia, tiada perlu
memakai kasta Rabbi atau pendeta sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak.
Kelangsungan perhubungan manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu perkara buat
Protestant umumnya, Cromwell dan tentaranya khususnya ketika berperang dengan partai
Katholik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga sesudah lebih kurang seribu enam ratus lima
puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa wafat atau lebih kurang 1000 tahun sesudah Nabi
Muhammad wafat. Pun disini nyata buat orang yang berpikiran objectief (tenang)
pengaruhnya Islam atau Nasrani seperti juga pada Yahudi.
Jadi agamanya Nabi Isa dan Nabi Musa dijalankan pada masa perjalannya Nabi Muhammad
bin Abdullah di Asia Barat itu tiadalah diambil bulat mentah dengan tiada kritik semata-mata.
Tidak saja Muhammad bin Adullah mengambil pokok besarnya agama Yahudi dan Kristen,
tetapi pada kemudian harinya Yahudi dan Nasrani walaupun resminya tak mau mengaku
terus terang mengambil sifat baru dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW
"ketunggalan" Tuhan itu ke-Esaan Tuhan itu sampai ke puncak tak ada kesangsian seperti
melekat pada agama Nasrani pada masa Muhamad SAW. Tentangan, terhadap agama
Nasrani itu dikeraskan dan dijelaskan pada satu Juz yang pendek, tetapi dianggap terpenting
sekali oleh Muslimin: bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan tidak
diperanakan (Qul huallahuahad …………….dsb).
Karena Muhammad SAW yang mendapatkan ilham tentang ke-Esaan Tuhan yang sempurna
dan kesamaan manusia dan manusia lain terhadap Tuhan itu yang masih belum terang
benderang buat semua bangsa Yahudi pada zaman Nabi Ibrahim, lebih-lebih pada masa Nabi
Sulaiman dan kemudiannya tiada terang pula pada Kristen, Katholik, Anatolia atau Rumawi
di masa Muhammad SAW, tentulah semestinya Muhammad SAW Nabi yang terbesar dan
terakhir buat monotheisme, kalau Albert Einstein menyempurnakan teori relativity maka
orang tiada berkeberatan menamainya teori itu teori Einstein. Adakah ke-Esaan yang lebih
pasti dan persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan lebih nyata dari pada agama
Islamnya Muhammad SAW ? Juga Nabi Isa mengakui dirinya anak Tuhan di muka Rabbi
dan mengakui dirinya Rajanya Yahudi buat negara 1000 tahun dimuka Pilatus ? Adakah
salahnya kalau Muhammad SAW mengaku pesuruh rasulnya tuhan yang terakhir dan terbesar
?
10
Kepercayaan pada Allah sebagai Tuhannya yang Esa Muhammad sebagai rasulnya dan
persamaannya manusia terhadap Tuhan, belum cukup buat mempersatukan sekalian suku
Arab yang saling seteru sengketa dan peperangan terus menerus itu. Malah hal itu
menimbulkan ejekan kebencian dan caci makian terhadap Muhammad yang oleh penduduk
Mekah diketahui sebagai anaknya Adullah dan Aminah. Sama siapakah mereka Arab yang
galak ganas itu akan takut dan apakah dunianya berbuat baik di dunia ini kalau sesudah mati
semua perkara perhubungan dengan manusia itu berhenti sama sekali? Malah lebih baik jadi
orang kuat, kebal, piawai pendekar, berani, jahat, perampok atau apa saja asal bisa dapatkan
harta buat kesenangan, perempuan buat permainan dan laki-laki buat hamba sahaya. Di dunia
fana inilah mesti dicari puncak kesenangan dengan mendapatkan puncak kekayaan dan
kekuasaan, baik dengan jalan halal atau haram. Demikian satu pemikir luhur merasa perlu
keterusannya hidup. Tidak di dunia fana ini melainkan pada dunia baka pada akhirat. Dengan
begitu perlu pula ada jiwa terkhusus yang bertiang dalam jasmani kita. Jasmani dan jiwa
itulah kelak sesudah hari kiamat akan dibangunkan kembali dari matinya. Jasmani dan jiwa
yang hidup kembali itu akan ditimbang kebaikan dan keburukannya, yang berdosa akan
masuk api neraka dan yang saleh akan masuk surga dikerubungi oleh nikmat tak terhingga
banyaknya ragam dan lazatnya ditempat permai damai di antara puteri bidadari cantik molek
dan manis bagus parasnya, ratusan ribuan banyaknya yang taat saleh, terutama yang mati
sahid akan mendapat upah yang kekal dan luhur itu.
Kalau kita peramati gurun pasir dan gunung batu Arabia, peramati wataknya Badui sekarang
dan gambarkan orang Arab dan Badui semasa nabi Muhammad maka surganya orang Islam
itu surga yang tidak sejuk dingin seperti Nirwananya Budha atau suci seperti surganya Nabi
Isa, maka surga Islam itu kuat seperti kutup Utara menarik jarum pedoman, sebelum sampai
ke surga djanatunna’im itu, sesudah Muhammad SAW wafat. Arabia dan Badui yang sudah
bersatu itu mendapatkan surga dunia di Siriya, Mesir, Spanyol, Iran dan India. Banjirnya para
calon syahid yang mengalir dari Arabia. Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu ialah
Rasulnya. Tiada satu negara dan bangsapun beratus tahun bisa tahan. Begitu cocok surga
Islam dan mati sahid dengan masyarakat dan peragai Arab.
Allah itu menurut Logika tentulah tiada bisa "Maha Kuasa" kalau tidak segenap umat
manusia, segenap jam dan detik dapat menentukan nasib manusia. Segenap detik dia bisa
perhatikan matahari berjalan, bintang dan bumi beredar, setiap detikpun tumbuh-tumbuhan,
hewan dan manusia dimatikan, sebaliknya manusia janganlah takut menghadapi mara bahaya
11
apapun juga, kalau Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum lagi memanggil. Di dunia Islam, hal
ini dinamai takdir Tuhan. Di dunia barat hal ini dikenal sebagai pre-destination.
Calvin bapaknya Mahzap Protestant pada abad ke 17 juga mengemukakan hal ini. Oliver
Cromwell dan tentaranya di Inggris diakui paling nekat tunggang oleh sejarah Barat, juga
mengikut kepercayaan ini, pun disini tak bisa dibantah pengaruhnya Islam pada dunia
Kristen.
Memang pemikir yang ulung consequent yang mengesakan Tuhan mesti mengesakan
kekuasaannya Tuhan itu. Kalau seketika satu saja kekuasaan dikurangi dipindahkan pada
anaknya seperti pada Nabi Isa, (anaknya Tuhan) atau Maryam, dan sedetik saja kekuasaan si
atom itu bisa dipegang diluar Tuhan dengan tidak izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu
tiada absolute sempurna lagi. Walaupun si Atom dalam sedetik kalau bisa dikurangi maka
kesempurnaannya dikurangi pula bukan?
Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme nabi Muhammad yang paling
consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang
terbesar diantara nabinya monotheisme. Kaum Kristen boleh memajukan kedudukan,
tingginya kaum ibu maka tingginya kasih sayang dan ta’at setia pada dasar sebagai pusaka
dari Nabi Isa.
Tetapi pada masyarakat Arab dimana perempuan tak bisa diangkat ke tempat yang lebih
tinggi dari yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak sedikit ahli sejarah Barat yang
mengakui hal ini kalau lama di belakang wafatnya Nabi Muhammad perempuan dikudungi,
dibungkus atau ditimbun-timbunkan ke dalam haramnya Sultan atau Muslim kaya raya buat
melepaskan nafsu lelaki, maka itu adalah berhubungan rapat pula dengan keadaan masyarakat
Arab. Perkara kasih sayang Muhammad SAW juga seperti Nabi Isa berhak mempunyai. Nabi
Muhammad berada dalam masyarakat sebesarnya, sebagai pemimpin propaganda,
pertarungan peperangan dan masyarakat.
Sedangkan Nabi Isa tinggal melayang di atas langit propaganda saja tak mengatur peperangan
ekonomi, politik ataupun sosial. Sebab itu lebih gampang memegang dasar kasih sayang itu.
Tetapi Muhammad dengan memaafkan yang dahulunya mau menewaskan jiwanya,
mengubah musuhnya itu menjadi pengikut, hambanya dianggapnya saudara kandungnya,
12
bukankah pula kaum Kristen sendiri yang mendapat kedudukan tinggi sekali dibawah itu
dengan kaum Nasrani di bawah Rumawi yang berkebudayaan tertinggi pada zaman purbakala
itu. Begitu juga dengan teguh tegap memegang dasar itu nabi Muhammad tiada ketinggalan.
Ketika seluruh Mekah memusuhi, mengancam jiwanya, dan dalam keadaan begitu
menewaskan harta dan pangkat kalau memperhatikan propagandanya, Nabi Muhammad
bersabda: Walaupun di sebelah kiri ada bintang dan di sebelah kanan ada matahari yang
melarang, saya mesti meneruskan suruhan Tuhan.
Tetapi semua perkara ini yakni kedudukan kaum isteri dalam masyarakat, belas kasihan
kepada semua manusia, taat setia pada dasar sendiri itu, ada lebih rapat berhubungan dengan
masyarakat politik ekonomi, pesawat dan iklim dari pada dengan kepercayaan semata-mata,
hal ini adalah di luar maksud tulisan ini. Yang dimajukan di sini ialah perkara kepercayaan
pada ke-Tuhanan umumnya dan ke-Esaan Tuhan itu terkhususnya. Sekali lagi disoalkan di
sini, bahwa pada Islam ke-Esaan itu tentangan banyak dan sifatnya sampai ke puncak.
Sebab itu pula maka pertentangan dengan ilmu pasti umumnya, madilog terkhususnya sampai
ke puncak pula. Pada permulaan buku ini perkara itu sudah dilaksanakan Maha Keesaan
Dewa Rah. Pembaca dipersilahkan membaca bagian itu sekali lagi. Sarinya tulisan itu kalau
diperhubungkan dengan keesaan Tuhan ialah kalau seperseribu detik saja Yang Maha Kuasa
itu membatalkan bumi kita ini menarik matahari dan meletus serta hancur luluhlah kita ke
jurusan matahari yang panas terik itu. Kalau sekiranya seperseribu satu detik saja Yang Maha
Kuasa itu bisa membatalkan undang tolak tariknya sekalian bintang matahari dan bumi di
Alam Raya ini seperti semua kereta diperhentikan dalam satu kota pada satu saat, maka kita
manusia, hewan dan benda yang sekarang lekat pada bumi ini akan tarikan bumi akan
terpelanting ke awang-awang terus menerus terbangnya.
Jadi menurut Madilog, Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari undang alam. Selama
Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula undangnya Alam Raya itu
berlaku. Menurut undang Alam Raya itu bendanya itulah yang mengandung kodrat dan
menurut undang itulah caranya benda itu bergerak berpadu, berpisah, menolak dan menarik
dan sebagainya. Kodrat dan undangnya yang berpisah sendirinya tentulah dikenal oleh ilmu
bukti. Berhubungan dengan ini maka Yang Maha Kuasa jiwa terpisah dari jasmani, surga
atau neraka yang diluar Alam Raya ini tiadalah dikenal oleh ilmu bukti, semuanya ini adalah
di luar daerahnya Madilog. Semuanya itu jatuh ke arah kepercayaan semata-mata. Ada atau
tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecondongan persamaan masing-masing
13
orang. Tiap-tiap manusia itu adalah merdeka menentukannya dalam kalbu sanubarinya
sendiri. Dalam hal ini saya mengetahui kebebasan pikiran orang lain sebagai pengesahan
kebebasan yang saya tuntut buat diri saya sendiri buat menentukan paham yang saya junjung.
14
Nasrani-Yahudi Dalam Tinjauan Madilog
Tan Malaka (1948)
Sumber: Cetakan ke 2, Penerbit: Toko Buku dan Percetakan “Nusantara”, Bukit Tinggi, 1948.
Disalin oleh Arif Burhan ke ejaan baru (Oktober 2011)
15
AGAMA NASRANI
Jesus Nazrenus Rex Jodioram
Jesus dari Nazaret Rajanya Yahudi
Agama Nasrani ialah agama yang dikembangkan oleh Jesus dari Nazaret yang kita namai
Nabi Isa. Kita juga sebut agama Kristen ialah agama Kristus. Menurut Encyclopedia
Britannica maka Christ itu artinya Mahdi yang dimaksudkan oleh pujaan (prophecy)-nya
Yahudi atau raja atas kemauan Tuhan. Menurut Der Chrosse Brockhauss, itu artinya penebus
dosa manusia, penjelmaan Tuhan sendiri (die offenbarung Grottes). Susah sekali kalau tidak
mustahil memberi definisinya agama Nasrani kalau tidak mesti dicari pada bermacam-macam
mazhabnya (sects); buat Orthodox Kristen (kolot), tulisan dan lisan kitab Injil diambil bulat
mentah begitu saja. Satu pusat atau kata saja disangsikan maka sarinya sama dengan
menyangsikan seluruh kitab Injil dan seterusnya sama dengan menyangsikan esanya Tuhan.
Jadi kata ayat dan pasal yang menyatakan bahwa Nabi Isa itu anaknya Tuhan, bisa
menyembuhkan semua penyakit dan menghidupkan yang mati, bisa terbang dan berjalan di
atas air, hidup kembali sesudah mati berjumpa dengan pengikutnya, semuanya ini buat
Kristen Orthodox bukan kiasan melainkan bukti bulat mentah.
Jadi pemandangan yang memperhubungkan Nabi Isa dengan masyarakat Yahudi,
memperhubungkan agamanya dan pahamnya Nabi Isa dengan agama dan ciptaan atau
idaman Yahudi, pemandangan yang mengaku bisa adanya pengaruh pada dan perubahan
dalam agama Kristen itu mesti ditolak mentah-mentah pula. Nabi Isa menurut mereka ialah
anak Tuhan, yang dikirimkan-Nya ke dunia fana ini, sebagai janjinya pada Bani Israel, buat
menebus dosa manusia. Sifat dan kodratnya Nabi Isa menurut paham ini tentulah sifat dan
kodratnya Tuhan. Di sini kegaiban Isa dipulangkan pada ke-Tuhanan dan sebaliknya
kegaiban Tuhan itulah yang dijelmakan oleh kegaiban Isa. Kristen semacam ini terdiri dari
Kristen Timur (Rusia) dan Katolik Roma, pendeknya dari sebagian besar dari pengikut
agama Nasrani akan bersoal jawab dengan Kristen semacam ini, yang juga besar
pengaruhnya di Indonesia tentulah pengikut saudara kita di Toba Batak atau di Borneo Dayak
16
ataupun di Papua yang mengikuti agama Nasrani itu. Juga pertama tiada mengutamakan akal
logika, Dialektika atau bukti. Di tengah masyarakat Islam tuan Pendeta, walaupun di
belakangnya ada meriam dan tank dan di atas kepalanya ada payung pelindung ialah garuda
“Imperialisme”, tiada bisa mengembangkan sayapnya atau kukunya.
Lebih dari 1300 tahun Muhammad S.A.W sudah menyanggah ke-Tuhanan Isa; dengan begitu
ia sanggah ke-Esaan Tuhan. Bertentangan dengan Kristen kolot pada masyarakat Borjuis
Barat juga pada pihak kanan sekali kita dapati di zaman ini ahli filsafat Friederich Nietsche.
Ahli filsafat ini bulat mentah tolak semua barang dan perkara yang berhubungan dengan Nabi
Isa itu. Dianggap seperti satu kelemahan manusia, tetapi bisa menarik dan menjerumuskan.
Di Barat Nietsche seperti anti Kristus. Kaum Nazi menganggap Kristus dan agamanya seperti
ciptaan dan impian yudentum.
Materialis dan atheis walaupun timbul pada masyarakat Barat yang umumnya masyarakat
Nasrani juga tentulah sudah di luar batas agama Kristen sama sekali. Hal ini tak perlu lagi
diuraikan lebih panjang. Di antara Kristen-orthodox bulat mentah dengan Nietsche Nazi anti
Kristus itu tentulah berlusin-lusin pula paham yang melayang. Tiadalah perlu diladeni satu
persatu. Cukuplah kalau kita kemukakan, bahwa di sini berlaku juga undang perbedaan
bilangan, akhirnya berubah menjadi perubahan sifat. Kita mulanya dengan begitu sampai ke
tingkat dimana ia itu tidak, A = Non-A, akhirnya kita sampai ke tingkat pembatalan
kebatalan.
Demikianlah perubahan teknik pada masyarakat Barat sedikit demi sedikit melalui tiga
tingkat undang Dialektika itu, dari zaman Eropa sebelum Isa, sampai ke feodalismenya
zaman tengah (476-1492); dari zaman Feodalisme sampai ke zaman Kapitalisme. Zaman
kapitalisme itu berlaku (dari abad 15-16 sampai sekarang di Eropa Barat, kecuali Rusia)
perubahan teknik ekonomi pada masyarakat Barat mengubah susunan sosial politiknya, dan
susunan kelas baru menimbulkan jiwa (psychology) menurut filsafat dan politik baru pula.
Filsafat dan politik baru dari kelas baru itu, yakni kelas borjuis sebelum Revolusi Perancis
(1789) dan kelas proletar itu menentang, merombak dan membinasa cerai-beraikan paham
Kristen dan politiknya pendeta dan agama Kristen (1789). Sesudah tahun 1789 kaum borjuis
yang menang itu memakai Pendeta dan agama Kristen sebagai sayap kanan politiknya buat
menolak semua tantangan proletar. Pertama agama jatuh ke tangan Katolik atau Protestan.
17
Terutama Mazhab Katolik amat rapi organisasinya tentang agama. Tetapi perkara ekonomi,
politik, dan sains (science) boleh dikatakan jatuh ke tangan Protestan.
Di Rusia di tahun 1917, perserikatan borjuis, Ningrat, Pendeta itu dihancur-luluhkan oleh
kaum proletar di bawah pimpinan partai BOLSHEVIK atas oboran materialisme Dialektika.
Demikian cocok dengan majunya ‘teknik” ekonomi, masyarakat filsafat dan politik Barat,
selangkah demi selangkah agama Nabi Isa dari kegaiban bulat mentah pada permulaan di
Barat dengan garis besarnya bertukar menjadi, “setengah gaib setengah nyata” seperti
dianjurkan oleh Thomas, keramat masa skolastik (orang sekolah). Perubahan itu berlaku terus
menerus sampai kita ke tingkat Protestan (Luther dan Calvin pada abad ke 16). Umumnya
mengakui bahwa, hakekatnya agama Kristen itu, tiada bisa disahkan dengan Logika. Mereka,
ahli filsafat Protestan ini, mendapat selimut dari perkataan: A-logis (tak logis). Filsafat
Idealismenya Jerman menyesuaikan agama Kristen dengan Kerohaniannya itu dengan
“Moderne kultur”.
Kita menjumpai ahli filsafat seperti Herder Scheiermacker, Kant dan Hegel. Kegagahan Kant
dan Hegel yang termasyhur di dunia ini, sudah lebih dari cukup ditunjukkan pada permulaan
buku ini. Kita tahu, bahwa percobaan Hegel yang bergelar raja filsafat itu menjadi alat
adanya filsafat yang bertentangan ialah Materialisme Dialektis, yang bertubuh pada Marx dan
Engels.
Di Rusia lama, teknik dan ekonomi itu tak semaju di Barat. Di sana politik dan agama itu,
pemerintah dan agama itu tak sampai berpisah. Di sana politik dan agama ditambah dengan
kegaiban Timur serta kebudayaan Timur dipadu menjadi satu dan dibadankan pada Tsar,
ialah wakil Tuhannya orang Rusia-lama di dunia ini.
Perpisahan pemerintah dan agama itu di Barat, menjadikan perkakas buat kaum Borjuis buat
membagi pekerjaan, penentang politik dan filsafat kaum buruh.
DIVISION OF LABOUR (pembagian kerja) semacam itu menambah kekuatan borjuis Barat.
Pemborongan (Monopoli) agama, politik dan kebudayaan oleh Tsar itu membawa
pemborongan semua kodratnya kelas baru yang ditunjukkannya pula.
Kekuasaan Tsar yang sempurna atas segala-galanya, membawa jatuhnya sempurna dalam
segala-gala. Kebulat mentahnya kegaiban di Rusia diganti dengan kebulat mentahnya
18
materialisme Dialektis. Demikianlah pendeknya sifat dan sejarahnya agama Kristen setelah
masuk di Eropa Barat melalui kerajaan Romawi, masuk di Eropa Timur melalui
Konstantinopel Zaman Nasrani (Sebelum Turki Islam). Sebelumnya agama masuk ke Eropa
Timur dan Barat itu dia mempunyai sejarah pula pada Negara asalnya, ialah Palestina.
Disini pengikutnya bukan susunan ARIA, melainkan Bangsa Yahudi.
Pemandangan yang luas dan dalam, yang berobor materialisme, boleh didapat dalam Bahasa
Inggris “Foundation of Christianity”. Buku tebal ini dikarang oleh Karl Kautsky. Pengarang
ini ialah seorang sosialis Jerman, boleh dibilang ulama besarnya internasional II.
Kira-kira seperempat abad (1889 - 1917) Karl Kautsky memegang pimpinan tentang teori
sosialisme dan menerima pengakuan dari kaum buruh dunia, terutama yang tergabung oleh
Internasional II itu. Turun derajat dan akhirnya jatuh Internasional II dari singgasananya,
disampingi oleh naik Internasional III, sesudah Revolusi Komunis Rusia (1917) berbarengan
dengan turun derajat dan jatuhnya Kautsky serta naik derajatnya Lenin Vladimir Ulianoff.
Polemik peperangan pena Lenin-Kautsky seru sengit, tetapi bergemilang, seperti dua bintang
bertempur. Perbedaan mereka nyata pada paham tentang diktator proletar. Lenin dibenarkan
oleh sejarah! Tetapi pada masa Kautsky menjadi ulama besar itu, kelemahannya dalam
Dialektika belum begitu terang. Kekurangan tajam matanya terhadap pertentangan kelas di
Jerman belumlah memberi akibat yang buruk.
Sebab memang pada tahun 1889-1917 itu proletar Jerman khususnya ada dalam kedudukan
yang tinggi sekali, baik dalam ekonomi maupun politik. Tetapi sesudah peperangan dunia
(1914-1918) kelemahan Kautsky dalam dialektika mendatangkan akibat jahanam.
Walaupun begitu, tentulah Kautsky, seperti dahulu saya tahu di Rusia Merah sendiri,
dianggap sebagai salah seorang yang pernah berjasa pada kaum buruh dunia. Foundation of
Christianity tadi ditulis, kalau saya tak lupa, ketika Kautsky masih di puncak kehormatan.
Meski diperingatkan pula bahwa masyarakat pada permulaan umur agama Kristen itu belum
lagi bisa memajukan diktator proletar.
Boleh jadi kalau saya sekarang baca sekali lagi itu buku, saya bisa melihat kelemahan dalam
hal Kautsky menguraikan pertentangan kelas. Tetapi saya tidak ingat kelemahan itu. Boleh
jadi juga sebab sudah lebih dari 15 tahun lampau saya membacanya. Sebab saya tidak tahu
19
lain buku tentang agama Kristen yang lebih scientific (menurut ilmu bukti) maka pembaca
saya persilakan baca membaca Foundation of Christianity itu. Cara Kautsky menerangkan
sesuatu perkara, bentuk pengarang dan kata yang dipakai memang susah sekali dicari taranya.
Di tempat saya sekarang tak ada buku Kautsky itu. Tetapi kalau saya tak silap garis merah
besar yang dikemukakan oleh Kautsky berlainan dengan 1001 buku feodal atau borjuis
tentang agama Kristen itu ialah:
1. Yesus Kristus. Isa anak Tuhan itu kalau betul ada orangnya yang sebenarnya salah seorang
revolusionistis yang teguh tegap memegang dasarnya sampai palangan gantungan dan di
atasnya palang gantungan itu sampai jiwanya melayang. Keteguhan hatinya itu
mengagumkan musuh dan menyemangati nyawanya.
Dia lahir di daerah Galilea, ialah satu daerah yang masyhur sebagai sarang pemberontak yang
tunggang. Bangsa Yahudi pada masa lahirnya takluk pada maharaja Romawi. Bangsanya
mereka di bawah pimpinan kaum Rabbi (pendeta Yahudi).
2. Pengikut Nabi Isa pada masa hidup dan pada permulaan timbulnya kaum Kristen itu terdiri
dari yang tak berpunya di kota-kota besar dan kampung. Mereka hidup secara sosialistis
komunis, tak mengakui hak milik perseorangan dan dianggap sebagai perkumpulan terlarang
oleh pemerintah Romawi.
3. Setelah lama-kelamaan orang yang berpunya memasuki kumpulan rahasia Kristen itu,
maka semangat Kristen yang mula-mulanya nyata revolusioner dan sosialistis itu bertukar
menjadi kompromistis individualistis. Tawar menawar dalam politik dan hak diri sendiri
tentang harta benda.
4. Akhirnya dalam pemilihan menjadi kaisar (Maharaja) Konstantin Besar mencari dan
mendapat sokongan dari kaum Kristen. Dia menang dalam pemilihan itu.
Sebagai balas jasanya kaum Kristen maka Konstantin Besar mengaku agama Kristen (pada
tahun 313) sebagai agama resmi (disahkan undang). Dengan pengakuan sahnya agama
Kristen oleh yang punya dan yang berkuasa itu, lambat laun matilah semangat revolusioner
dan sosialistis seperti terdapat pada masa Nabi Isa dan pada permulaan berdirinya agama
Kristen.
20
Demikianlah Karl Kautsky!
Sekarang pengabaran saja dengan sederhana.
Di muka saya ada kitab Injil, tetapi kitab Injil tiadalah memberi keterangan yang nyata
langsung dan teratur tentang masyarakat, politik, ekonomi, serta pesawat Yahudi ketika Nabi
Isa hidup. Yang barangkali pasti dan saya kemukakan disini hanyalah sekedarnya saja. Dalam
lebih dari 1000 tahun sebelumnya Nabi Isa itu, maka bangsa Yahudi dan bangsa pengembara
di pegunungan dan gurun pasir mencapai kekuasaan yang tinggi sekali, tidak saja mereka bisa
merebut tanah yang subur di Palestina, tetapi mereka bisa mendirikan kerajaan yang kokoh,
kuat serta menaklukkan beberapa negeri di sekelilingnya. Di bawah pimpinan Nabi Raja
Daud dan Suleman bangsa Yahudi terkenal empat penjuru alam sebagai negara unggul.
Dari singgasana yang tinggi itu kemudian mereka jatuh ke lembah perhambaan di Babylon.
Kemudian mereka dikembalikan pula ke Palestina. Di sini mereka ditaklukkan oleh Yunani
dan akhirnya oleh Romawi. Pada masa Nabi Isa Palestina ini ialah satu provinsi, daerah
jajahan Romawi. Tetapi dalam perkara agama serta adat istiadat bangsa Yahudi pada masa itu
dipimpin oleh kaum Rabbi (pendeta Yahudi). Ongkos buat melayani gereja dan Rabbinya itu
serta membayar ongkos perangnya tuan Romawi yang tak putus-putusnya tentulah banyak
sekali. Sebagian besar dari ongkos perang dan semuanya dan Romawi dan semuanya ongkos
gereja mesti dipikul oleh rakyat Yahudi dengan pajak. Tuhan yang Maha Esa yang tiada
lemah lembut, melainkan membalas mata dicabut dengan mata dicabut pula, si penggigit
digigit (oog om oog, tand om tand), cocok dengan hidupnya pemimpin tunggal, seperti Nabi
Musa dan Daud dalam perjuangan yang seru sengit tak putus-putusnya.
Tuhan yang bersifat si penggigit digigit itu sudah bertukar sifat apabila bangsa Yahudi
sampai ke tingkat sejarah Nabi (Raja) Suleman, mata terbelalak dan mulut menggigit itu tak
jijik lagi dengan lingkungan dalam mahligai Nabi atau Raja Suleman. Seribu permaisuri dari
berbagai-bagai bangsa, puteri yang terpelajar dan cantik-molek dan beragama macam-macam
pula tiada patut dibilangi dan disengiti. Lagi pula dengan percampur-gaulan dengan pemikir
dan beberapa bangsa musafir ke mahligai yang masyhur itu tentu menambah luas dan
dalamnya pemandangan seseorang seperti Nabi atau Raja Suleman.
21
Kompromis dengan pemikir tuan negeri dan sang permaisuri dalam mahligai itu mesti
terbayang pula di luar. Di sekeliling serambi gereja Yahudi beberapa macam rumah berhala
dengan dewanya didirikan.
Ketika dibuang di Babylon, negara yang mempunyai kebudayaan tinggi, pula tentulah ke-
Esaan Tuhan dan sifat si penggigit diigigit yang sudah dijadikan hamba oleh seribu
permaisuri dari bermacam-macam bangsa dan agama, tentulah mendapat bahan baru pula.
Tak mengherankan sesudah bangsa Yahudi balik dari pembuangan ke Palestina, sifatnya
Tuhan itu (kalau tidak banyaknya Tuhan) sudah berubah.
Bagaimana juga lakonnya perubahan sifat Tuhan itu dari masa Nabi Ibrahim sampai ke masa
Nabi Isa pada permulaan tarikh masehi Tuhan itu sudah bukan kepunyaan Yahudi lagi
semata-mata. Pada sabdanya Nabi Isa sifat baru itu sudah nyata sekali. Nabi Isa langsung
menentang kaum Rabbi dan dia juga menentang pahamnya kaum Rabbi tentang agama.
Dalam sabda di gunung, Sermon on the mountain (bergrede), ialah kuncinya agama Kristen
kita dengan Nabi Isa menganjurkan supaya jahat jangan dibalas dengan jahat pula, melainkan
kalau orang pukul pipi kananmu maka kasihlah pipi kirimu. Kalau orang memaksa engkau
berjalan 1 mil jauhnya, ikutlah dia 2 mil jauhnya.
Nabi Isa meng-ikhtisarkan pelajarannya dengan maha kasih pada Tuhan dan kasih pada
sesama manusia, seperti diri sendiri, Nabi Isa datang dari seorang pemberontak daerah Calilia
disambut rakyat jelata di kota Yerusalem dengan Hosanna (hidup) turunan Nabi Isa atau raja
Daud. Dalam kitab Injil kita baca Nabi Isa mengobati semua penyakit dengan mantera saja,
menyihirkan roti sampai tujuh potong bisa menjadi ribuan, dsb. Sihir dan kegaiban itu tak
masuk ke dalam daerah Madilog yang nyata di sini bahwa kemana Nabi Isa pergi ia diikuti
dan disambut oleh rakyat miskin dengan ombak gembira dan hati penuh pengharapan.
Bisakah dan maukah Nabi mengadakan perlawanan dengan senjata? Mau atau tidaknya tidak
mudah dijawab, karena bertentangan dengan beberapa sabdanya Nabi Isa kepada muridnya.
Pada satu pihak disabdakan bahwa ia tidak datang buat perdamaian, melainkan dengan
pedang. Pada lain pihak disabdakannya bahwa memakai pedang itu akan tertikam oleh
pedangnya sendiri.
22
Tetapi sari pelajarannya ialah maha kasih pada Tuhan (bapa itu) dan kasih pada sesama
manusia. Tiada mengherankan!
Perlawanan dengan senjata terhadap partai Rabbi yang dilindungi oleh kerajaan Romawi
yang sedang naik mataharinya, yang muda remaja, kuat kokoh itu, mesti akan sia-sia belaka.
Tidak mustahil terpendam dalam hati sanubarinya ada maksud memerdekakan bangsanya
dengan senjata, tetapi selama pengikutnya yang didapatnya dalam propaganda selama 18
bulan itu masih begitu sedikit maka maksud seandainya ada mesti dia simpan sementara.
Program yang penting dan pertama mesti dijalankan ialah mengasihani Bapa di langit yang
selalu ada di mana-mana, adil, pengasih dan penyayang. Tuhan buat Nabi Isa tiadalah
bermakna seperti yang diartikan oleh ahli filsafat atau Rabbi. Nabi Isa juga tiada memakai
Logika dan Dialektika. Maknanya Tuhan buat dia ialah maknanya yang bisa dimengerti oleh
si miskin ramai, yang bukan keluaran sekolah tinggi. Tuhan sebagai Bapa yang adil pengasih
penyayang ini dengan dia sendiri sebagai anaknya Tuhan itulah mestinya menjadi ikatan
persatuan yang utama. Nabi Isa lebih dulu mencari kerajaan Tuhan dan keadilannya. Sesudah
itu makanan dan minuman dan pakaian itu akan didatangkan oleh Tuhan sendirinya. Cuma
yang tak bertukar yang mencari benda semacam itu. Demikian sabdanya.
Sudah tentu Madilog bersikap sebaliknya. Makanan dan pakaian itu lebih dahulu, baru
keadilan dan kasih sayang pada sesama manusia itu bisa timbul, tumbuh turut menurut.
Tetapi kasih sayang ialah sifatnya “Tuhan” sebagai tali pengikat kaum Kristen itu tiadalah
nampak lagi kalau kita dengarkan Nabi Isa menentang partai Rabbi, penindas langsung
bangsanya dan perkakas batinnya kerajaan Romawi. Agitator revolusioner macam apapun tak
bisa memperbaiki ketajaman dan racunnya kiasan serta sindiran-celaan, dan cacian yang
dituduhkan pada para Rabbi. Nabi Isa menyangka pada pendengarnya, manakah yang lebih,
emas ataukah gereja yang memuja emas itu? Dinasehatkannya supaya dengarkan dan lakukan
apa yang dikatakan oleh Rabbi itu, karena merekalah yang menduduki kursi Nabi Musa.
Tetapi janganlah dilakukan apa yang mereka lakukan, karena mereka cuma pandai berkata,
tetapi tiada mau melakukan apa yang dikatakannya itu.
Awas engkau, hai alim ulama munafik, engkau pemimpin edan dan buta ular dan keturunan
ular berludak (sendok), mustahil engkau akan bisa luput dari api neraka? Demikianlah sikap
23
pengasih penyayang terhadap rakyat miskin tadi, bertukar menjadi sikap galak tajam beracun
menantang partai Rabbi. Musuh no. 1.
Pada masa Isapun sudah ada agen provokator (tengkulak penjerat). Mereka bertanya pada
Nabi Isa, apakah baik kalau dibayar pajak pada Maharaja di Romawi? Nabi Isa yang baca
sanubari mereka jawab dengan cerdik: kasihkanlah kepada Maharaja, haknya Maharaja itu,
dan berikan kepada Tuhan, haknya Tuhan itu. Walaupun akibatnya pelajaran Nabi Isa
bertentangan dengan Maharaja Romawi, tetapi Nabi Isa tentu juga mengerti bahwa salahlah
sikap yang menimbulkan musuh pada 2 barisan (fighting on two fronts). Kekuatan yang
pertama mesti dipusatkan dahulu pada partai Rabbi, partai yang dia anggap menghisap
langsung dan penghianat bangsa Yahudi.
Partai Rabbi juga maklum dalam hal ini. Sudah lama pula iri hati melihat naiknya pengaruh
nabi Isa di antara rakyat miskin. Rapat ulama (Sanhedrin) diadakan. Rapat memutuskan akan
menangkap Nabi Isa. Dia ditangkap sesudah dikhianati oleh Yudas Eskariot, salah satu
pengikutnya. Pengikut yang lain mau mengangkat senjata ketika Nabi Isa ditangkap. Tetapi
Nabi Isa mencegah dengan sabda, “siapa yang memakai senjata akan dibinasakan oleh
senjata juga”. Nabi Isa dibawa ke rapat Rabbi yang sibuk memikirkan tuduhan palsu terhadap
Nabi Isa.
Di muka rapat Rabbi, Nabi Isa oleh Imam Besar ditanya apakah ia akui bahwa ia betul anak
Tuhan. Nabi Isa akui terus terang. Pengakuan ini dianggap sebagai penghinaan (penghujatan,
godslatering) atas dirinya Tuhan. Atas pengakuan ini Imam Besar memutuskan bahwa Nabi
Isa mesti dihukum mati.
Nabi Isa diikat atas perintah Rabbi dan diserahkan pada Pontius Pilatus wakil kerajaan
Romawi. Nabi Isa tiada menjawab tuduhan Rabbi. Tetapi pertanyaan Pontius Pilatus, apakah
betul Isa mengaku, bahwa ia Raja Yahudi, Isa mengaku terus terang.
Pada hari itu biasa dilepaskan seorang hukuman. Apakah Pilatus bertanya kepada para Rabbi,
siapakah yang mesti ia lepaskan? Isa atau seorang jahat bernama Barabas, maka para Rabbi
meminta supaya Barabas penjahat dilepaskan dan mendesak supaya Isa dipaku di palang
gantungan. Pontius terpaksa membenarkan dengan perkataan, bahwa dia tiada mengandung
dosa terhadap Nabi Isa.
24
Ramai dihasut oleh para Rabbi, di atas kepala Nabi Isa ditaruh “Mahkota Duri” sebagai
ejekan. Di tangan ditaruh tongkat sebagai ejekan. Ramai yang terhasut itu berlutut di muka
Nabi Isa yang bertongkat dan bermahkota duri, sambil berkata “sembah simpuh O, Raja
Yahudi”. Tiadalah dilupakan oleh ramai meludahi “Raja Yahudi Itu” . Inilah akhirnya tepuk
sorak dan pujian: Hidup turunan Nabi Daud.
Sikap Nabi Isa di muka hakim, di tengah-tengah ejekan caci-maki ramai di atas palang
gantungan terus terang mengaku dan teguh tegap memegang azasnya sampai napasnya
terakhir, sungguh ajaib, membuat takjub kawan dan lawan.
Walaupun kepercayaan bahwa Nabi Isa hidup kembali dan memberi amanat kembali kepada
pengikutnya ada di luar daerah Madilog, tetapi logis dan sepatutnyalah azas dan sikap Nabi
Isa terus hidup kekal.
Azasnya Nabi Isa kalau boleh dengan kasar ringkas saja gambarkan ialah “Komunisme
sederhana”. Komunisme sederhana ini betul-betul dijalankan oleh kaum Kristen sebelum
mereka dimasuki dan pikirannya dipakai oleh kaum berpunya dan berkuasa. Sikap Nabi Isa
ialah sikap maha pencinta dan Maha Satria.
Di “kitab Suci” pun bisa kita saksikan, bahwa Nabi Isa selalu didapati di antara ramai,
miskin, di antara orang melarat, hina dina, sakit gila. Mereka inilah buat Nabi Isa yang
sebenarnya calon buat negara seribu tahun milenium yang akan datang di bumi kita ini, yang
penuh dengan keadilan dan cinta kasih sayang. Lebih mudah seekor unta masuk ke lubang
jarum dari pada buat seorang kaya masuk ke surga, sabda Isa. Ini menunjukkan bahwa orang
kaya itu di luar partainya para Rabbi, perkakas kerajaan Romawi yang hidup suka ria dan gila
hormat dan pujian itu, ialah musuhnya mati-matian dan langsung menjadi sebab matinya
Nabi Isa.
Pada permulaan tarikh Masehi ini kita belum lagi mempunyai perindustrian kemesinan,
pabrik yang bisa mengikat yang tak berpunya itu dalam satu kumpulan, dengan tuntutan
ekonomi atau politik. Nabi Isa memakai idaman rakyat jelata pada masa itu. Idaman itu
tergambar pada agama Yahudi. Ialah kepercayaan datangnya Negara 1000 tahun yang suci
itu, bersama dengan turunnya Almasih, Mahdi. Tiada berapa bedanya kepercayaan rakyat
Yahudi pada masa itu dengan kepercayaan rakyat kita di Jawa Tengah pada kedatangan Ratu
Adil. Makin mendalam kemelaratan, makin keras pengaruhnya kepercayaan itu di sanubari
25
rakyat. Pemimpin yang jujur tahu membangkitkan semangat rakyat jelata, serta teguh tangkas
sikapnya mesti berlaku seperti besi berani yang menarik besi lain. Pengaruhnya tidak bisa
disingkirkan. Pemimpin semacam itulah Nabi Isa, menurut paham saya. Dia memenuhi
idaman Rakyat Jelata pada masanya.
Idaman semacam itu pada zaman semacam itu mesti tinggal idaman. Sebab barang yang
nyata, buat melaksanakan idaman seperti itu, seperti industri model baru, belum ada. Hati
gajah tak bisa sama dilapah. Semua kawan berada dalam kemiskinan. Komunisme pada masa
itu cuma berlaku dengan hati tungau (kecil) sama dicacah (diraba) saja. Mengadakan
perlawanan lahir seperti kaum proletar di mana Blanqui atau di mana Lenin tiada akan ada
hasilnya karena bedanya perindustrian modern, belum timbul tunas sama sekali. Di zaman
Nabi Isa kaum komunis mesti melakukan pahamnya sama rasa, sama rata, serta sayang
menyayangi sesama manusia itu, di atas harta kepunyaan yang segala sederhana. Dalam
keadaan segala sederhana ini makanan, pakaian, dan perumahan di kota dan desa di mana
berada serdadu Romawi dan kaum Rabbi, pengharapan atau melimpahnya segala-gala,
terserah kepada belas kasihan Tuhan di Langit, sebagai Bapa yang Maha Sayang yang
bersemayam dilangit itulah! Dia mengirimkan anak Tunggal-nya ke dunia fana ini. Buat
perintis “negara 1000 tahun” yang penuh dengan keadilan dan cinta kasih sayang itu, “buat
rajanya Bangsa Yahudi”. Jesus Nazarenus Rex Jodiorum!
26
AGAMA YAHUDI
Seperti pada sejarahnya kepercayaan Hindustan, maka kepercayaan pada keesaan Tuhan itu,
yang cocok dengan Maha Dewa-nya Hindustan boleh jadi sekali timbul pada tingkat yang
lebih tinggi dari pada kepercayaan pada banyak Dewa, dan yang belakangan ini lebih tinggi
dari tingkat kepercayaan pada ke-jiwa-an (Animisme).
Sejarah bangsa Yahudi dalam lebih kurang 3000 tahun ini, walaupun lebih pasti dari sejarah
Hindustan, tentulah tidak begitu pasti dan sempurna seperti sejarah Eropa dalam 4 atau 5
abad belakangan ini, atau Indonesia dalam 3 abad belakangan ini.
Sumber sejarah Yahudi ialah kitab Injil lama, terutama 5 kitab yang dipulangkan kepada Nabi
Musa, bernama kitab Taurat dan kitab Talmud, yang ditulis pada lebih kurang 500 tahun
sebelum Nabi Isa. Saya sudah membaca kitab Injil, baik dalam bahasa Belanda, Inggris, atau
Indonesia. Saya gemar membacanya, karena memang banyak pengajaran di dalamnya.
Norma, susila, pengertian buruk-baik, yang kita peroleh dari cerita Nabi Ibrahim, Musa,
Daud, Suleman dan lain-lain, adalah tinggi sekali.
Kesan yang kita peroleh sesudah membaca cerita Yusuf dalam dalam kitab Injil yang Nabi
Muhammad juga ikut, tiada mudah dilupakan seumur hidup. Pusaka Yahudi kepada dunia
Nasrani dan Islam dalam pengertian buruk baik dalam satu pergaulan manusia, adalah pusaka
yang kekal (positive). Cerita dalam kitab Injil ialah sejarahnya Yahudi, tetapi sejarahnya
Yahudi lebih banyak dari yang tertulis dalam kitab Injil itu. Sejarah bangsa Yahudi dalam
lebih kurang 3000 tahun itu, sejarah tempat diam, pencarian hidup, pesawat dan lain-lain
yang teratur dari tahun ke tahun tentulah tidak bisa diperoleh dari Kitab Injil, yang tidak
memperdulikan tarikh dan tanggal itu.
Buat mendalamkan pengertian tentang ke-esa-an Tuhan pada bangsa Yahudi kita mestinya
mempunyai sejarah yang pasti tentang masyarakat Yahudi pada masa dan sebelum ke-Esa-an
Tuhan itu lahir. Kita tahu dari sumber Islam dan Nasrani, bahwa pada masa Nabi Ibrahim,
bangsa Yahudi Bani Israel menyembah beberapa Dewa dalam rumah berhalanya. Kita tahu
bahwa Nabi Ibrahim itu namanya berkenaan dengan kepercayaan pada ke-eEa-an Tuhan,
yaitu Yahwe.
27
Tetapi ke-Esa-an Tuhan itu lebih nyata dan lebih kita kenal pada zaman Nabi Musa melarikan
diri dari Egypte (Mesir) di bawah Firaun ke semenanjung Sinai Lautan Merah.
Bani Israel, yang terdiri dari beberapa suku, yang cerai tidak bersatu adat dan kepercayaan
hidupnya sebagai penggembala di Egypte di bawah raja Fir’aun itu, diisap, ditindas, serta
dipandang rendah sekali oleh bangsa Egypte (Mesir). Mereka pada satu ketika memutuskan
hendak melarikan diri ke Negara baru yang dijanjikan Tuhan (Palestina). Sudahlah tentu
mereka tak mempunyai senjata cukup, atau kepandaian keserdaduan yang cukup. Mereka
bangsa terhisap, tertindas, dan terhina. Mereka dikejar oleh Fir’aun sudah tentu dengan laskar
yang cukup senjata dan kepandaian kemiliterannya. Kalau Fir’aun berhasil usahanya, sudah
tentu semuanya atau sebagian besar Bani Israel akan dipancung atau dikubur hidup-hidup.
Dalam pertarungan yang sama sekali tidak seimbang inilah pula timbul seorang pemimpin,
yang cuma satu dua bisa didapat dalam seribu tahun. Kalau dibuka selimut kegaiban yang
diselimutkan pada tubuhnya, maka berdirilah di muka kita satu manusia mesti mendapat
kehormatan dari bangsa dan masa manapun juga.
Nabi Musa seorang yang berusia tinggi sudah tentu dia mestinya cerdik pandai. Tiada saja
lebih cerdik dan lebih pandai dari mereka di bawah pimpinanya tetapi ia mesti lebih cerdik
pandai dari pemimpin, bala tentara kuat-kokoh yang mengejarnya.
Sudah tentu ia mestinya lebih dipercaya oleh susunan suku yang cerai-berai, sering saling
bertingkah dan berselisih, sering putus asa dan dalam ketakutan dahsyat.
Perempuan, lelaki, tua dan muda, kuat dan lemah dengan bermacam-macam adat dan paham
cuma bisa percaya dan ikut perintahnya Nabi Musa, kalau ia lebih dari mereka dalam segala-
gala, kecerdasan, keberanian dan keteguhan hati.
Belum lama berselang dari bangsa Eropa, yang berkebudayaan tinggi dalam daya upayanya
melepaskan diri dari ikatannya semboyan yang me-listrik jutaan bangsanya: Ein Volk, Eine
Sprache, Eine Fuhrer. (Satu bangsa, satu bahasa, dan satu pemimpin). Rusia sudah lama
mempunyai Diktator, malah Negara Demokratis pun seperti Amerika dan Inggris, dalam
masa perang ini berada di bawah Fuhrer Roosevelt dan Fuhrer Churchill pula.
Pada sejarah Yahudi dimana Negara itu belum ada, dan mesti direbut dari bangsa lain,
persatuan teguh atas nama yang Maha Kuasa, tak heran hati rakyat, melakukan: satu Tuhan,
28
satu bangsa dan satu pimpinan pula. Tuhan yang esa, yang menjadikan Negara baru pada
Bani Israel itu, yang tentu mesti direbut dengan kepercayaan bulat satu, dan persatuan kokoh
di antara beberapa suku cerai berai itu, ialah Yahweh.
Pemimpin yang tahu maksudnya yang esa itu, yang kalau perlu bisa berjumpa dengan dia,
oleh sebab itu bisa mempersatukan bermacam-macam suku itu, ialah Nabi Musa. Atas
kepercayaan pada satu Tuhan, Yahweh, maka di semenanjung Sinai semua suku Bani Israel
itu dipersatukan oleh Nabi Musa. Keperluan buat bersatu menentang bermacam-macam
kerusuhan membutuhkan persatuan kepercayaan, pada satu Tuhan, adalah erat sekali seluk
beluknya.
Fir’aun dan tentaranya ditenggelamkan Yahweh di Laut Merah. Bani Israel sekarang
mengembara di pesisir Timur Laut Merah di Semenanjung Sinai. Pengembaraan puluhan
tahun itu menukar manusia bersifat penakut menjadi pemberani. Nama Israel itu artinya juga
pahlawan Tuhan. Atas pertolongan Yahweh, mereka menang dari tentara Fir’aun bukan?
Lebih kurang pada tahun 1220 sebelum Nabi Isa, Bani Israel, Pahlawan Tuhan, menyerbu ke
Palestina, dari Timur dan Selatan. Akhirnya lebih kurang tahun 1000 sebelum Nabi Isa,
mereka bisa merebut pegunungan dekat Palestina, tetapi tiada bisa menaklukkan negara di
pesisir. Juga kota yang besar-besar seperti Yerusalem, Heggida, Besan dan segalanya belum
lagi dapat ditaklukkan. Pertarungan yang seru sengit dengan bangsa Kanaan, Bangsa Filisten
dari pesisir dan bangsa Badui terus menerus saja berlaku.
Setelah Nabi Musa meninggal, maka “Persatuan” agama di bawah satu pimpinan menghadapi
musuh yang banyak dan kuat tadi, tentulah tidak kurang dirasa perlunya. Pahlawan Tuhan
Bani Israel sekarang tiada lagi bangsa pengembara semata-mata.
Pemimpin tunggalnya tiada lagi kerjanya semata-mata buat mencari jalan di gunung atau
gurun pasir atau pemuja Yahweh seperti pada masa Nabi Musa, Bani Israel sekarang sudah
menjadi penakluk, perebut negara baru, jadi tani, penggembala dan serdadu. Sekarang satu
pimpinan tunggal perlu buat menyelenggarakan pertanian, penggembalaan, pertukangan dan
perniagaan. Perlu buat menyelenggarakan kepolisian, kehakiman, dan kemiliteran. Perlu buat
menyelenggarakan politik dan diplomasi buat ketentaraan terhadap ke dalam dan keluar
Negara. Pemimpin Tunggal yang berkuasa dalam perkara ekonomi, politik dan diplomasi itu
biasanya kita namai raja.
29
Tetapi kerajaan itu oleh Bani Israel, Pahlawan Tuhan, diperoleh sebagai hasil baik, upah dari
kepercayaan dan ke-Esa-an Tuhan, pada Yahweh, sebagai hasil peperangan atas namanya
Tuhan. Raja semacam itu, tiada saja berkuasa menyelenggarakan perkara keduniaan tetapi
juga perkara akhirat; memuji dan memuja Yahweh. Pemerintah semacam itu dinamakan
Teokrasi, pemerintah Tuhan. Ketunggalan pemimpin atas perkara dunia dan akhirat itu
terbayang terang benderang pada ketunggalannya ke-esa-anya Tuhan, Yahweh. Kekuasaan
tentang dunia dan akhirat itu sudah dipegang oleh Raja Saul. Tetapi Raja Nabi Daud, lebih
banyak berperang dan lebih banyak menang. Hidupnya Raja Nabi Daud seolah-olah buat
berperang saja. Daerah pemerintahannya tidak saja meliputi sukunya sendiri, ialah suku
Yudea, tetapi juga seluruh kerajaan Saul Almarhum. Selain dari pada itu, Raja Nabi Daud
menaklukkan bangsa Filisten dan Kanaan. Perselisihan di antara keluarganya berhenti,
sesudah ia memilih anaknya Nabi (Raja) Suleman sebagai penggantinya.
Nabi (Raja) Suleman yang kita kagumi kecerdikannya mengembangkan kerajaannya
terutama dengan jalan perkawinan dan perjanjian. Mesir digabungkan dengan kerajaannya
yang mengawini puteri Fir’aun. Dengan perjanjian (diplomasi), Tyrus juga bersekutu dengan
kerajaan Salomon, dengan mengirimkan kapal ke Tanah Emas, nabi (Raja) Suleman
menempuh perniagaan dan politik dunia.
Tiadalah mengherankan kalau Nabi (Raja) Daud senang dengan dan rakyatnya mufakat
dengan tunggalnya Tuhan yang menguasai seluruh alam. Karena Tuhan itu tidak berbantahan
dengan dirinya sebagai Nabi (Raja) yang tunggal pula menguasai perkara dunia dan akhirat.
Cocok dengan massa dan murba, cocok dengan tempo dan tempat, puteranya Nabi (Raja)
Daud, yakni Nabi (Raja) Suleman mendirikan gereja Yahweh pada 945 sebelum Nabi Isa di
Yerusalem. Gereja ini penuh dengan segala keindahan.
Tetapi sebagai suami dari 700 permaisuri dan 300 gundik dari bermacam-macam agama itu,
dia tidak boleh monopoli semua kepercayaan dan memaksa Sang permaisuri memeluk
kepercayaan yang dipusatkan oleh Nabi Ibrahim, Musa dan Daud kepadanya. Seperti dia
dikelilingi oleh ratusan permaisurinya dari bermacam-macam agama itu begitu pula gereja
Yahweh dikelilingi oleh rumah penuh berhala buat Dewa permaisurinya. Buat melayani
permaisuri ratusan itu, buat kawin dan pesta keselamatan berkali-kali dan mahal itu, buat
mendirikan gedung yang indah permai, rakyat di bawah Nabi (Raja) Suleman berat sekali
musti memikul pajak. Kecerdikan dan tangan kerasnya bisa memadamkan rasa
30
pemberontakan. Tetapi sesudah dia meninggal kerajaan pecah belah. Pada tahun 921
sebelumnya Nabi Isa kita saksikan dua kerajaan: Yudea dan Israel. Pada berapa abad berikut
kita saksikan sengketa dan peperangan saudara di antara dua kerajaan itu. Demikianlah yang
satu melemahkan yang lain setahun demi setahun. Sampai kita akhirnya melihat Pahlawan
Tuhan kalah perang dengan Kerajaan Babylonia dan diangkut ke Babylonia dari tahun 597
sampai tahun 586 sebelum Nabi Isa.
Kepercayaan pada kekuasaan Tuhan, pada Yahweh, tiadalah berkurang, malah bertambah-
tambah. Bukanlah persatuan suku di atas kekuasaan Tuhan, Yahweh, yang melepaskan Bani
Israel dari telapak kaki Fir’aun?
Bukanlah persatuan dan kesatuan Yahweh, yang melahirkan Nabi (Raja) Daud dan Suleman
dan kerajaannya, dan mengikat bermacam-macam bangsa dan Negara yang dipuji dan dipuja
di seluruh dunia? Ke-esa-an Tuhan tidak bersalah. Ke-esa-an bangsa Yahudi mesti
diperkokoh. Ke-esa-an itu tentu perlu lagi disertai lagi ke-esa-an Tuhan. Di Babylonia, di
tempat pembuangan itu, tak ada raja dari Bani Israel atau Bani Yudea yang bisa
mempersatukan rakyat dengan polisi kepercayaan. Kepercayaan itu banyak berhubungan
dengan Bani Yudea sebab itu kita sekarang memakai nama Yahudi.
Kepercayaan Yahudi sesudah pembuangan itu tentulah mendapat perpaduan dan sepuhan
dengan kepercayaan dan pengetahuan lain. Bangsa Yahudi berbalik ke Palestina buat tinggal
beberapa abad sampai pada masa mereka bercerai-berai di seluruh dunia seperti sekarang.
Dalam perjalanan lebih dari 2000 tahun di belakang ini maka agama Yahudi dipengaruhi oleh
filsafatnya Yunani itu. Sari itu tentu berlainan dengan sari dengan sari di zaman mudanya,
dan Grosse Vrockhauss mengikhtisarkan sari pengertian sekarang dengan:
1. Kepercayaan kepada Tuhan yang Esa, yang tidak berbadan melainkan semata-mata terdiri
dari rohani.
2. Alam Raya ini, ialah “bikinan Yang Esa itu”.
3. Tuhan yang Esa itu ialah Bapa sekalian manusia.
4. Yang Esa itu sudah mengumumkan kemauan-Nya dengan firman-Nya.
31
5. Dasarnya pembikinan Tuhan itu ialah:
6. Manusia merdeka memilih yang buruk dan yang baik.
7. Tuhan itu ialah membikin undang dan penghukuman.
8. Maksudnya manusia ialah negara akhirat menurut Messiah (Mahdi). Negara ini penuh
kasih sayang keadilan serta perdamaian. Manusia mesti kerja mendapatkannya.
9. Tuhan memilih Bani Israel mengembangkan firman-Nya.
10. Bumi fana ini akan berakhir pada dunia baka.
32
Dari Ir.Soekarno sampai ke Presiden Soekarno
Tan Malaka (1948)
Sumber: Yayasan Cahaya Kita, Jakarta 1966
Tulisan ini adalah bagian dari otobiografi Tan Malaka "Dari Penjara ke Penjara" yang diterbitkan terpisah sebagai buku saku.
33
Kata Pengantar
Ada penulis bangsa Inggris yang mengatakan bahwa sejarah dunia adalah riwayat hidupnya
orang besar. Ucapan itu sudah jelas tidak benar. Tidak benar, karena mengabaikan peran
rakyat banyak di dalam mempengaruhi jalannya perkembangan sejarah. Penulis itu melebih-
lebihkan pengaruh seseorang yang mempunyai “sifat-sifat luar biasa” sehingga dalam
mencari orang-orang yang bersifat luar biasa itu melupakan peranan rakyat yang
sesungguhnya adalah sumber dari segala-galanya. Namun demikian tidak bisa dipungkiri
pengaruh orang orang besar pada jalannya sejarah, baik dalam artian maupun yang buruk.
Pengaruh Soekarno pada sejarah Indonesia besar sekali, tidak mungkin orang memungkiri.
Ir.Soekarno memang orang yang luar biasa. Tetapi kenyataan itu tidak memudahkan orang
yang ingin mengenal Soekarno sebenarnya. Mana mitos, mana fakta dan kesan orang
terhadap orang lain berbeda-beda tergantung dari si peninjau. Kita kenal Soekarno di mata
Soekarno sendiri, seperti diceritakannya kepada Cindy Adams dalam auto biografinya. Ada
lagi Sokarno di mata Louis Fisher, wartawan Amerika. Sekarang kami sajikan kepada
pembaca Soekarno dalam pandangan Tan Malaka, dalam auto biografinya dari Penjara ke
Penjara yang ditulis pada tahun 1948 telah menyoroti Ir.Soekarno sebagai pemimpin
Indonesia. Isi brosur ini diambil dari autobiografi-nya itulah.
Tan Malaka tidak asing lagi bagi pembaca. Seluruh hidupnya sesudah masa kanak-kanak
dicurahkan bagi perjuangan kemerdekaan bangsa dan rakyat Indonesia. Empat puluh tahun
yang lalu dia telah menelorkan konsepsi yang konkrit tentang Republik Indonesia dalam
bukunya yang menyebabkan Prof.Moh.Yamin,SH mengikatkan gelar “Bapak Republik
Indonesia” kepadanya. Karena jasa-jasanya pula Tan Malaka secara anumerta telah diangkat
menjadi pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.
Jakarta, Agustus 1966
Penerbit
34
Dari Ir.Soekarno sampai ke Presiden Soekarno
Karena amat banyak menyinggung Pimpinan Negara Republik Indonesia dalam masa
revolusi ini. Maka saya perlu sekali mengemukakan sedikit pandangan mengenai dirinya
Presiden Soekarno. Barangkali ada baiknya juga saya ceritakan tentang perhubungan saya
dengan Presiden Soekarno.
Sah dan perubahan jiwa manusia itu umumnya, sebagai cerminan perubahan masyarakat
manusia umumnya pula, juga mengalami undang dialektika, yakni perubahan sedikit demi
sedikit, dari abad ke abad pada suatu ketika menjadi pertukaran sifat. Dengan maju
berubahnya masyarakat sedunia, dari zaman komunisme-asli ke zaman sosialisme modern
melalui zaman perbudakan, zaman ningrat dan zaman kapitalisme, maka maju dan
berubahnya kebudayaan kejiwaan (psychology) manusia itu dalam ratusan tahun.
Tetapi dalam dirinya seseorang (manusia) pada suatu masyarakat dalam hidupnya seseorang
itu bisa berlaku gerakan kemajuan atau gerakan kemunduran. Seseorang dalam seumur
hidupnya bisa bertukar dari revolusioner menjadi konservatif atau anti-revolusioner atau
sebaliknya dari konservatif bertukar menjadi revolusioner. Yang menjadi pendorong dalam
pertukaran paham itu biasanya perjuangan kelas dalam masyarakat itu. Filsafat atau
pandangan hidup dan juga kemauan atau wataknya orang itu sendiri. Seseorang juga
berwatak waja dan konsekwen dan mempunyai pandangan yang tepat tentang gerakan kelas
dalam masyarakat itu, biasanya patah atau tegak dengan pahamnya semula. Tetapi orang
yang tiada mempunyai filsafat atau pandangan hidup yang tepat dan masak tetapi mempunyai
watak dan kemauan yang mudah diombang-ambing oleh sentimen (perasaan) serta hawa
nafsu diri sendiri atau pengaruh dari luar, biasanya kalau bertemu dengan rintangan mudah
sekali bertukar warna dan memilih keuntungan sementara untuk menyelamatkan dirinya
sendiri.
Satu dua di antara pelbagai ukuran yang biasanya kita pakai terhadap seseorang yang terjun
terhadap seseorang, sebagai pemimpin, apakah pertama sekali ia dapat melihat ke depan dan
yang kedua apakah dia cukup mempunyai watak yang konsekwen untuk memegang
pandangan ke depan itu. Dalam prakteknya kita bertanya, apakah yang dijanjikan pemimpin
itu kepada pengikut dan rakyatnya. Kedua, apakah dia jujur dan konsekwen melaksanakan
35
apa yang sudah dijanjikannya itu sambil juga memperhatikan cara dan moral yang
dijungjungnya untuk menepati janjinya itu.
Kita pertama bertanya; apa yang dijanjikan oleh Ir.Soekarno kepada rakyat Indonesia ketika
dia memimpin PNI di masa “Hindia Belanda”? kedua, apakah Ir.Soekarno jujur memegang
janjinya itu?
Kita semua mengetahui bahwa Ir.Soekarno menuju kepada Indonesia merdeka atas dasar
“Sosio-Nasionalisme” dan “Sosio-Demokrasi” dengan cara MASSA AKSI serta dengan
semangat yang “tak kenal damai” (bukan serupa almarhum Dr Sutomo).
Ir. Soekrano sudah menderita banyak kesengsaraan lantaran pahamnya itu dari pihak
imperialisme Belanda, dan sebaliknya pula mendapat kehormatan, simpati dan pujian yang
luar biasa dari seluruh golongan rakyat di Indonesia.
Tetapi bagaimanakah Ir Soekarno menepati janjinya?
Dengan Jepang yang imperialistis, militeristis dan teokratis Ir.Soekarno dari mulanya Jepang
masuk sampai jatuhnya dari tahun 1942 sampai tahun 1945 dia bisa kerjasama bahkan bisa
“sehidup semati” untuk mendirikan Indonesia merdeka di kelak kemudian hari dalam
lingkungan “Asia Timur Raya” yang pastilah cocok dengan filsafat hidup Tenno Heika dan
Kenpei Jepang. Oleh karena kepercayaan dan penghargaan Tenno Heika oleh Jendral
Terauchi, Panglima Tertinggi seluruh Angkatan Perang Jepang di Asia Selatan, antara
tanggal 5 dan 11 Agustus 1945 di Saigon.
Presiden Soekarno (yang walaupun atas desakan para pemuda Jakarta) pada 17 Agustus 1945
telah memproklamasikam kemerdekaan Indonesia dan di masa Jepang menciptakan
“Amerika kita setrika, Inggris kita linggis” serta dengan secara sandiwara membakar potret
van der Plas (Roosevelt dan Churchill)—dengan “Naskah Linggarjati” dan “Renville
principles” menerima kembali Mahkota Raja Belanda di samping mengakui modal asing baik
yang langsung memusuhi, maupun yang tidak langsung memusuhi Republik.
Di masa Jepang sebetulnya banyak jalan lain bagi Gico Soekarno untuk menyingkiri ikatan
halus maupun kasar yang dicoba dikenakan oleh kaki tangan Tenno Heika kepadanya. Tak
perlu dia sendiri yang menganjurkan atau menyetujui pengerahan romusha, pengumpulan
intan berlian rakyat Indonesia serta para gadis (untuk dilatih) untuk dikirim ke Tokyo.
36
Tiadalah pula perlu Presiden Soekarno di masa republik ini terus menerus menerima usul
Inggris, yang sangat merugikan rakyat ialah menghentikan pertempuran di Surabaya dan
Magelang serta usul dari pihak Belanda mengakui beberapa Negara Boneka dalam beberapa
wilayah Republik Indonesia (NIT, Borneo,dll) dan sekarang menerima dan menjalankan usul
Belanda “mengosongkan kantong” dan menarik 35.000 prajurit dari Jawa Barat dan Jawa
Timur dan seterusnya menerima kembali mahkota Belanda, N.I.S dan UNI Nederland-
Indonesia, jadinya membatalkan proklamasi 17 Agustus.
Seandainya Ir. Soekarno tetap memegang pendiriannya semula dan bersandar atas
kepercayaan kepada kekuatan 70 juta rakyat dan dinamikanya revolusi, artinya tetap
memegang dasar Indonesia Merdeka dengan “Sosio-Nasionalisme” dan “Sosio-Demokrat”-
nya tetap pula memegang cara Massa Aksi dengan semangat yang tiada kenal damai (juga
terhadap sembarangan imperialisme) maka dengan kerja “Illegal” di masa jepang
kemerdekaan 100 % boleh jadi sekali lebih lekas tercapainya daripada yang disangka-sangka.
Tetapi kalau kita pelajari perbuatannya Ir. Sokerno, maka kita terpaksa mengambil
kesimpulan bahwa dia tiada memusingkan analisanya masyarakat Indonesia. tiada tampak
bagi saya dalam semua pidatonya perhatian yang dalam antara kebutuhan Belanda terhadap
Indonesia. Tiada tampak bagi saya dalam semua pidatonya perhatian terhadap pertentangan
yang antara kebutuhan Belanda terhadap Indonesia dalam arti keperluan hidup dan tiada
kelihatan pula dalam semua pidatonya itu perhatian terhadap pokok-pendorongnya gerakan
rakyat di Indonesia, ialah gerakan murba yang tak kenal damai. Semua dipusatkan kepada
grande-eloquence, kemahiran kata, untuk mengikat perhatian dan perasaan para pendengar
semata-mata. Kurang untuk menimbulkan keyakinan juga berdasarkan pengertian atas bukti
dan perhitungan yang nyata, dan seterusnya untuk menerbitkan kemauan seperti baja untuk
melaksanakan keyakinan itu, karena kepintaran menggunakan Bahasa Indonesia, maka
dengan suara yang bergemuruh bersipongang dan mempengaruhi para pendengar, dapatlah
Bung Karno memukau, menghipnotis sesuatu rapat rakyat murba.
Grande-eloquence beserta grande-elegance ala Soekarno yang banyak kecocokan pada irama
jiwa Murba Indonesia, yang tertindas, terperas, bisa digunakan oleh suatu imperialisme
sebagai Dewi Nasionalisme untuk mengebiri gerakan murba yang dipengaruhi oleh paham
komunisme, tetapi belum diobori, diorganisir dan di-disiplin oleh ilmu komunisme. Tetapi
grande-eloquence dan grande-elegance itu saja tak dapat mendidik kader murba yang bisa
mempelopori gerakan dan revolusi di Indonesia.
37
Partai Nasional Indonesia (PNI) terdiri sebagian besarnya daripada kaum intelektual borjuis.
Mereka ini dalam hati kecilnya takut kepada akibatnya gerakan murba, tetapi dengan pidato
yang abstrak, kabur tetapi grande, mereka bisa memberi pengharapan dan impian kepada
murba. Apabila murba yang sesungguhnya bergerak untuk mencapai maksudnya murba yang
sebenarnya, dan imperialisme Belanda, Jepang atau Inggris mengambil tindakan keras, maka
grande eloquence dapat dipergunakan untuk menutupi, menyelimuti dan membungkus
segala-gala yang tidak konsekwen serta memalsukan semua yang konsekwen. Demikianlah
grande eloquence beserta grande elegance dapat menyembunyikan apa yang kompromistis,
menyelimuti apa yang anti Massa Aksi, serta membungkus segala sesuatu yang hakekatnya
anti kemerdekaan.
Grande elegance a’la Soekarno tak pernah konkrit, nyata ialah tepat dan berterang-terangan
melawan musuh yang nyata dan dekat. Dijamin Belanda Nasionalisme yang mestinya anti
pemerintah Hindia Belanda itu dapat dibungkus dengan perkataan “kapitalisme-
imperialisme”. Istilah ini dapat dipergunakan sebagai tabir asap untuk melindungi diri para
pemimpin PNI terhadap undang-undang Hindia Belanda. Bukannya Partai Nasional
Indonesia langsung menentang pemerintah Hindia Belanda, melainkan imperialisme-
kapitalisme yang jauh, abstrak, yang tergantung di awang-awang. Begitu oleh grande
eloquence, istilah Massa Aksi yang berarti “Murba Bersenjata yang Bertindak Sendiri” boleh
disulap menjadi massa aksi yang membangun kerjasama di “Hindia Belanda” dan ber-“Kinro
Hoozi di zaman Jepang dan bersama-sama “memotong keju” dan “menyapu jalan” di revolusi
ini.
Di zaman Jepang Sosio-Nasionalisme yang radikal dan agresif menjadi “Hakko Itjiu” atau
“Hakko Seisin” teristimewa juga sekarang Sosio-Demokrasi dan Sosio-Nasionalisme dan
Sosio Demokrasi itu boleh dipakai sebagai perisai terhadap tuduhan “war criminal” dan
sebagai selimut untuk kerjasama dengan kapitalisme-imperialisme Belanda, ialah
tengkulaknya kapitalisme-imperialisme Amerika-Inggris.
Berhubung dengan amat longgarnya cara Ir.Soekarno menafsirkan suatu paham itu, maka tak
pastilah saya ini dalam menentukan apakah sikap Ir Soekarno yang sebenarnya terhadap
paham dan diri saya sendiri, walaupun di masa lampau kelihatan masih serba baik.
Buat sekadarnya membuktikan kerja itu di zaman lampau, ialah sebelumnya tangkapan saya
pada tanggal 17 Maret 1946 di Madiun, maka tak ada salahnya kalau di sini saya
38
mengemukakan beberapa peristiwa yang barangkali tidak begitu atau samasekali tidak
diketahui oleh umum.
Sebermula, maka kebetulan saja, saya dalam tahanan di Mojokerto (13 Juli 1946 sampai 29
Januari 1947) saya terpandang satu buku yang berjudul “Indisch Schrift v/h Recht”. Dalam
buku itu tercantum Ir. Soekarno pada Landraad Bandung, 22 Desember 1931.
Hampir setengahnya laporan proses itu yang menutupi lebih kurang 60 muka, mengambil
bagian yang memperhubungkan aksi Ir. Soekarno di masa PNI dengan saya sendiri, ialah
dengan perantara buku Masa Aksi yang saya tulis tergesa-gesa di Singapura pada pertengahan
1926. Buku Masa Aksi itu sekarang sudah diterjemahkan dari bahasa Belanda ke dalam
Bahasa Indonesia dan sudah disiarkan pada tahun lampau. Karena buku itu di masa Hindia
Belanda cuma jatuh kepada beberapa pemimpin yang berpengaruh besar saja, dijatuhkan
secara rahasia sekali dan karena isi buku itu pula yang pertama kali diperingatkan Presiden
Soekarno kepada saya pada pertemuan bermula, maka baiklah saya turunkan di sini catatan
dari beberapa pemeriksaan itu.
Beberapa kalimat disalin ke Bahasa Indonesia. Bunyinya sebagai berikut:
‘Landraad di Bandung, ketua Mr.Siegenbeek v. Heukelen, vonis 22 Desember 1931. Raad
van Justitie di Jakarta, Mr.E.H de.Graag,dll. Vonis 17 April 1931
Perkara terhadap para pemimpin PNI menurut artikel 153 bis dan 169 dari Wetboek v.
Strafrecht. pada halaman 609 tertulis: Dalam Indische Tijdschrift v/h Recht Ir. Soekarno,
R.Gatot Mangkuprajo, Mas Kun, Supriadinata.’
Semenjak berdirinya PNI sampai tanggal 29 Desember 1929, yakni selama tahun tersebut
teristimewa pada petengahan kedua tahun itu, di Bandung dan tempat lain-lain, ialah di Jawa
dengan memimpin atau berbicara pada rapat umum kursus dan propaganda tertutup.
Demikian pula dengan jalan memberikan pimpinan kepada dan memajukan massa aksinya
partai mereka mengambil bagian dalam PNI dengan pengetahuan tentang tujuan partai.
Maksud terakhir dari PNI dengan tegas dituliskan dalam statute..keterangan azas sebagai
syarat yang pertama disebutkan’ kemerdekaan politik, yakni berhentinya pemerintahan
Belanda di atas Indonesia itu.
“Sebagai alat yang paling baik Massa Aksi yang teraturlah yang dikemukakan.”
39
“Landraad menganggap penting sekali brosur Massa Aksi in Indonesie, terdapat pada produk
FN ditulis oleh Tan Malaka, pemimpin komunis yang pada waktu itu berada di Singapura.”
Pada halaman 639 Tidjs. v/h Rehct tertulis a.l.:
“Menimbang bahwa produk AX juga menunjukan, memperbaiki, masyarakat oleh Murba
(massa) dari Murba, untuk Murba perkataan mana satu persatu terdapat brosur Tan Malaka
halaman 73..”
Menimbang bahwa thesis tentang pembagian imperialisme atas corak dalam produk O (yang
menurut saksi Kamaruddin dalam pemeriksaan adalah diktat pada kursus kepada calon
anggota partai) yang juga terdapat dalam produk Bu; satu tulisan dari Inu Perbatasari,
pemimpin kursus, disalin woordelijk (kata demi kata) dari brosur Tan Malaka tersebut
halaman 32 pada halaman 656 TIJDS. v/h RECHT:
“…………..Bahwa (menurut terdakwa, Pen!) nasionale daad (perbuatan nasional)
disebutkan akan berakhir tahun 1930.”
“………….sedangkan dengan sedikit perubahan istilah (sedikit perubahan itu adalah atas
tanggungannya jaksa Belanda semata-mata, Pen!) Tan Malaka dalam produk FN
mengemukakan bahwa salah satu syarat untuk menimbulkan pemberontakan bersenjata
terhadap pemerintahan Hindia Belanda ialah bahwa pimpinan dari Massa Aksi harus
senantiasa sanggup membentuk tuntutan dan semboyan yang baru dan bersemangat sehingga
kemauan Murba suatu saat bertukar menjadi perbuatan Murba.
Pada halaman 659 TIJDS v/h RECHT:
“………….Menimbang penolakan yang menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya
pemberontakan yang kecil-kecil dan tidak teratur tiadalah member jaminan bagi jayanya
revolusi, sudah terdapat pada surat kode Tan Malaka dan Subakat dalam produk V, kepada
para pemimpin komunis di negeri ini dari sudut mana berhubungan dengan produk LL, sama
sekali tidak terbukti, seperti yang hendak dikemukakan oleh Pembelaan, bahwa PNI yakni
para pemimpinnya tidak menghendaki pemberontakan bersenjata terhadap pemerintah, tetapi
lebih tepat bahwa (PNI) menolak Putsch, revolusi yang tiada teratur sebagai siasat untuk
mencapai maksudnya pengesahan yang pasti tantangan kesimpulan itu terdapat dalam uraian
Tan Malaka sendiri dalam Brosur Produk FN, dimana penolakan yang pasti terhadap Putsch,
40
sebagai siasat untuk mencapai tujuan nasional, ialah kemerdekaan juga diberi alasan penuh
oleh PNI menurut produk FO dan OO dengan mempertentangkan Putsch yang tiada
sempurna itu dengan Massa Aksi yang teratur sebagai alat efissient (sempurna) untuk
mencapai maksud terakhir ialah kemerdekaan Indonesia sepanjang revolusi bersenjata.”
Pada halaman 660 tertulis:
“Putsch ialah hasil pekerjaan dua orang berputus asa, sedangkan revolusi adalah hasilnya
suatu gerakan masyarakat. Satu revolusi seperti di Prancis dan Rusia timbul, setelah rakyat
Murba disebabkan oleh suatu kejadian menunjukkan kemarahan serta kemurkaannya dengan
protes pada rapat umum dan demostrasi yang disetujui oleh seluruh rakyat yang tak lain
melainkan Murba yang diorganisir.”
Catatan di atas bukan dimaksud untuk membenarkan tuduhan jaksa Hindia Belanda terhadap
Ir. Soekarno. Juga bukan membenarkan tafsiran jaksa dan PID Hindia Belanda tentang massa
aksi tetapi atas catatan di atas oleh pihak ketiga dapat diambil sekedarnya kesimpulan bahwa
PNI dan Soekarno setuju dengan Massa Aksi sebagai alat yang paling baik untuk mencapai
kemerdekaan politik. Dikatakan pula baik dalam rapat umum maupun dalam rapat terbuka
dan dalam kursus partai, maka buku massa aksi banyak dipergunakan.
Rupanya tuduhan pengadilan di masa Hindia Belanda yang berkenaan dengan Massa Aksi itu
tak seberapa jauhnya daripada kebenaran. Sesudahnya saya membaca laporan tentang proses
Ir. Soekarno cs dalam TIJDS v/h RECHT tersebut di Mojokerto, maka hal ini saja contohnya
pula dengan keterangan beberapa pemimpin yang rapat perhubungannya dengan Ir. Soekarno
di masa lampau. Keterangan Hindia Belanda itu tentang perhubungan Ir. Soekarno dengan
buku Massa Aksi itu sama sekali dibenarkan. Malah ditambahi pula dengan keterangan
bahwa bukan PNI dan Ir.Soekarno saja, tetapi ada lagi partai-partai lain dan para pemimpin
lain yang mempergunakan brosur massa aksi dalam gerakan kemerdekaan sebagai petunjuk.
Perkataan yang pertama kali diucapkan oleh Presiden Soekarno pada permulaan 1945 di
rumah DR.Soeharto di mana saya pertama kali berkenalan dengan Presiden Soekarno dengan
perantara Saudara Sajuti Melik atas nama yang sebenarnya setelah 3 ½ saya bersembunyi di
Indonesia. Kempei perkataan itu ialah “…dalam buku Massa Aksi rupanya Saudara (Tan
Malaka) anggap sifatnya imperialisme Inggris berada di antara imperialisme Belanda dan
Amerika!”
41
Inilah perkataan yang pertama yang diucapkan oleh Presiden Soekarno dalam pertemuan
yang sangat kami rahasiakan itu, karena Jepang masih bersenjata lengkap di Indonesia, yang
sudah 20 minggu lebih memproklamirkan kemerdekaannya.
Baik juga saya ulangi di sini, bahwa pada permulaan September 1945 itulah Ir.Soekarno dan
saya berkenalan nama dengan nama. Muka dengan muka seperti yang sudah saya ceritakan di
lain tempat, sudah bertemu di Bayah satu tahun sebelumnya ketika saya menghidangkan
minum kepada Gitjo Soekarno. Meskipun saya di Bajah itu belum puas dengan jawaban
Soekarno atas pertanyaan saya (Husein) tentang kemerdekaan Indonesia dan amat kecewa
denga PUTERA dan HOKOKAI yang berturut-turut dibangunkan dan dibubarkan, kecewa
dengan panitia Penyelidik dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada Soekarno saya masih
memusatkan perhatian. Di masa Jepang berapa kali saya berniat melangkahkan kaki ke
rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No.56, tetapi terhambat karena adanya Jepang itu!
Saya yakin akan diterima oleh Ir.Soekarno, tetapi sebaliknya yakin pula tidak akan lepas dari
cengkraman kenpei Jepang. Pada akhir percakapan yang tiada disaksikan oleh DR.Soeharto,
tuan rumah sendiri, tetapi disaksikan oleh saudara Sajuti Melik, Presiden Soekarno sambil
menunjuk berkata kepada saya lebih kurang sebagai berikut:
“Kalau saya tiada berdaya lagi, maka kelak pimpinan revolusioner, akan saya serahkan
kepada saudara.”
Kami berpisah dengan sedikit sokongan uang dari Presiden Soekarno kepada saya.
Yang kedua kalinya tiada lama sesudah itu dengan perantara Sdr. Sajuti Melik juga. Saya
berjumpa dengan Presiden Soekarno di rumah Dr. Muwardi (Banteng) juga dalam keadaan
rahasia.
Sekali Presiden Soekarno menganjurkan bahwa nanti pimpinan revolusi akan diserahkan
kepada saya, sambil memberi sokongan uang pula.
Bagi saya di masa itu, perkara saya menerima hak pimpinan revolusi, atau haknya Presiden
Soekarno menyerahkan pimpinan revolusi itu kepada saya, sebenarnya sekejap pun tidak
mempengaruhi perasaan, paham dan sikap memberikan sambutan terhadap usul Presiden
Soekarno. Saya sudah amat gembira bertemu muka dengan Presiden Republik Indonesia:
Republik yang sudah lama saya idamkan yang presidennya adalah putra Indonesia sejati pula.
42
Usul pemimpin revolusi tadi saya anggap sebagai satu kehormatan saja dan sebagai tanda
suatu kepercayaan dan penghargaan Bung Karno kepada saya belaka. Teristimewa pula
sebagai suatu tanda yang nyata, bahwa di masa lampau benar ada satu ikatan jiwa dan paham
antara Bung Karno dan saya, walaupun kami hidup berjauhan.
Di belakang harinya sesudah demonstrasi 19 September 1945 di Jakarta yang saya dengar
pula kabar dari pihak para menteri, bahwa dalam satu sidang presidentil cabinet, Presiden
Soekarno berkata bahwa “…kelak dia akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada salah
seorang yang mahir dalam gerakan revolusioner.” Namanya itu belum disebutkan tetapi akan
diumumkan dalam satu rapat tertutup.
Peristiwa penyerahan pimpinan revolusi itu saya bicarakan dengan Mr. Soebardjo yang pada
saat itu menjabat Menteri Luar Negeri. Mr. Soebardjo saya kenal baik ketika di Nederland
pada tahun 1922 dan saya jumpai di Jakarta pada 25 Agustus 1945 ialah seminggu lamanya
setelah proklamasi kemerdekaa dan setelah seminggu lamanya saya sia-sia menjumpai
kembali Soekarni cs dan Chaerul Shaleh cs. Mr. Soebardjo menganggap usul penyerahan
pimpinan revolusi kepada saya sebagai usul yang penting juga. Desas-desus sudah terdengar
di kiri-kanan bahwa Presiden Soekarno akan ditangkap oleh Inggris dan akan dituduh sebagai
“war criminal” (penjahat perang) karena dianggap oleh sekutu sebagai membantu Jepang
ialah musuhnya sekutu dalam perang dunia kedua. Berhubung dengan kemungkinan
penangkapan itu diperkuat pula oleh aksinya murba Jakarta pada tanggal 19 September yang
tiada disetujui oleh Presiden Soekarno rupanya bertambah merasa perlu mengadakan payung
sebelum hujan ialah mempersiapkan surat warisan mengenai pimpinan revolusi.
Kelihatan benar pada saya bahwa Mr. Soebardjo, Menteri Urusan Luar Negeri amat setuju
dengan usul tadi.
Setelah keadaan di Jakarta mendesak karena Inggris hendak mendarat dan saya terpaksa
meninggalkan Jakarta (keterangan lebih lanjut akan menyusul di belakang) maka Mr.
Soebardjo berusaha dan berhasil mendapatkan surat warisan.
Yang terpenting dari surat warisan itu ialah bahwa kalau tiada berdaya lagi, maka mereka,
Soekarno-Hatta akan menyerahkan pimpinan revolusi itu kepada Tan Malaka, Sjahrir, Iwa
Kusumasumantri dan Wongsonegoro. Surat warisan itu ditandatangani oleh Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta pada tanggal 1 Oktober 1945.
43
Mulanya yang mau menandatangani cuma Presiden Soekarno dan surat warisan itu akan
diberikan kepada saya sendiri saja. Tetapi karena desakan Moh. Hatta (menurut Soebardjo),
maka Wakil Presiden Moh. Hatta ikut menandatangani dan menambah tiga orang lainnya
untuk mewarisi.
Karena saya anggap perlu mengorganisir murba di luar kota Jakarta, sebab saya pandang
Jakarta sudah terancam dan saya belum dapat berhubungan dengan para pemuda Jakarta dan
sama sekali belum tahu adanya Markas Benteng 31, maka dengan surat warisan yang
ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta di dalam tas pada
tanggal 1 Oktober 1945 saya meninggalkan Jakarta sampai sekarang (17 Februari 1946).
Demikian perhubungan paham diri dengan Ir.Soekarno dengan saya semenjak berdirinya PNI
pada tanggal 4 Juli 1927 sampai satu setengah bulan berdirinya Republik Indonesia ialah 1
Oktober 1945.
Baik juga saya sebutkan di sini bahwa pada saat meninggalkan Jakarta dan membawa surat
warisan yang ditandatangi oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta itu,
tercamtuhlah di hati saya: kalau kelak Massa Aksi terhadap Inggris dan Belanda berhasil,
maka gugurlah tuduhan “war criminals” tuduhan penjahat perang itu kepada Soekarno Hatta.
Dan kalau Massa Aksi gagal, maka seluruh rakyatlah yang akan menanggung jawaban
tuduhan “war criminals” ditambah “revolutionary –criminals”, tuduhan penjahat perang
ditambah tuduhan penjahat revolusi. Tegasnya saya mengharapkan Soekarno-Hatta sehidup
semati dengan rakyat/pemuda Indonesia.
Ringkasnya, pada nasib seluruhnya murba beraksi dan aksi murba-lah saya anggap
tergantungnya nasib para pemimpin Soekarno-Hatta.