Peran Profesionalisme Hakim Sebagai Aparat Penegak Hukum Dalam Menyelenggarakan Proses Peradilan Di...
Click here to load reader
-
Upload
xahrial-anthony-stark -
Category
Documents
-
view
347 -
download
1
Transcript of Peran Profesionalisme Hakim Sebagai Aparat Penegak Hukum Dalam Menyelenggarakan Proses Peradilan Di...
PERAN PROFESIONALISME HAKIM SEBAGAI APARAT
PENEGAK HUKUM DALAM MENYELENGGARAKAN PROSES
PERADILAN DI INDONESIA
A. Latar Belakang
Banyaknya kritikan masyarakat yang ditujukan terhadap lembaga
peradilan bahwa lembaga peradilan belum menjalankan fungsinya sebagaimana
yang diharapkan seperti lambatnya lembaga peradilan menyelesaikan perkara,
proses yang terlalu formalistik dan terlampau teknis, biaya mahal dan adanya
mafia peradilan serta munculnya perilaku negatif aparatur yang merugikan
masyarakat. Untuk menanggapi kritikan masyarakat maka sepatutnyalah para
hakim sebagai salah satu pejabat peradilan untuk melakukan koreksi.
Fenomena – fenomena yang terjadi dalam praktek peradilan di Indonesia
adalah pertama tunggakan perkara dimana banyaknya perkara yang belum
diminutasi yang ditimbulkan karena lambatnya penanganan perkara.
Fenomena kedua yang terjadi adalah adanya disparitas putusan sehingga
menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat, padahal hakim dalam
memutuskan perkara tidak dapat mematok hukuman yang akan dijatuhkan pada
terdakwa karena setiap kasus itu berbeda walaupun misalnya tindak pidana yang
dilakukan terdakwa sama.
Fenomena ketiga yang terjadi, yaitu dalam hal pembagian perkara yang
sesuai dengan keterampilan tidak digunakan karena keterbatasan jumlah hakim
1
di daerah padahal jumlah kejahatan semakin meningkat dengan berbagai jenis
kejahatan yang baru.
Pemerintah Indonesia dalam menegakkan supremasi hukum sebagai
bagian dari reformasi masih menemukan banyak kendala yang harus
ditanggulangi agar dapat memenuhi harapan para pencari keadilan. Oleh karena
itu, diharapkan agar lembaga peradilan benar-benar dapat menjalankan
fungsinya sebagai benteng terakhir bagi pencari keadilan.
Dalam suatu negara hukum dan masyarakat demokrasi, eksistensi
peradilan sebagai lembaga dan kekuasaan yudikatif, masih tetap diakui dan
dibutuhkan sebagai katup penekan atas setiap pelanggaran hukum, tempat
terakhir mencari kebenaran dan keadilan, penjaga kemerdekaan warga
masyarakat dari pelanggaran hak asasi manusia.1
Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, kedudukan hakim harus
dijamin dalam undang-undang.
Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang
Peradilan Umum bahwa kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum
dilaksanakan oleh pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding. Disebutkan pula
bahwa peradilan umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya.
1 Agus Takariawan, Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Perkara, Makalah pada Pembekalan Mahasiswa Fakultas Hukum, Bandung, 16 April 2000, hlm. 1
2
Penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri harus dilakukan secara
sederhana, cepat dan biaya ringan, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (2)
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, agar masyarakat pencari keadilan benar-
benar merasakan perlindungan atas kebenaran yang dikeluarkan oleh lembaga
pengadilan.
Era reformasi harus dijadikan momentum untuk memperjuangkan
terwujudnya sistem peradilan dengan kemandirian hakimnya untuk membuat
hakim di Indonesia bebas dari pengaruh kekuasaan yang kuat dalam bidang
keuangan dan materi. Selain itu juga, dalam pengawasan internal di pengadilan
dinyatakan kurang efektif karena tidak diikuti dengan sistem nilai. Kemauan
politiklah yang dapat mewujudkan kemandirian hakim harus dicetuskan dan
ditindaklanjuti.
B. Identifikasi Masalah
1. Apakah kedudukan, fungsi dan tugas hakim di Indonesia berdasarkan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 ?
2. Apakah yang menjadi hambatan bagi para hakim dalam menjalankan
tugas dan fungsinya ?
3. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas
hakim di Indonesia?
3
C. Tujuan Penelitian
1. untuk mengetahui, memahami, menganalisis mengenai kedudukan, fungsi
dan tugas hakim di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2. untuk mengetahui, memahami, menganalisis mengenai hambatan bagi para
hakim dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
3. untuk mengetahui, memahami, menganalisis mengenai upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan keprofesionalan hakim.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
pengetahuan terhadap perkembangan sistem peradilan di Indonesia.
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para
aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.
2. Secara Praktis
a. Diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang
hukum yang dapat menambah pengetahuan mengenai tugas,
kedudukan dan fungsi hakim sehingga lembaga peradilan dapat
menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien.
4
b. Diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan
keprofesionalan hakim dalam menjalankan tugas, kedudukan dan
fungsinya pada masa yang akan datang.
E. Kerangka Pemikiran
Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (recht staats) tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (macht staats), hal ini terdapat UUD 1945
sehingga setiap tindakan baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara
maupun rakyat haruslah berdasarkan pada hukum.
Ciri utama yang melekat pada negara hukum adalah :
1. adanya rule of law
2. adanya peradilan yang mandiri dan merdeka
3. adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
disebutkan bahwa salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya
jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari
pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
Prinsip utama negara hukum adalah supremasi hukum sehingga
supremasi hukum itu merupakan pilar negara hukum dimana kekuasaan dan
penguasa tunduk sepenuhnya pada hukum.
Landasan utama kekuasaan kehakiman ini diatur dalam Konstitusi
tertulis yakni UUD 1945. UUD 1945 merupakan dasar dan sumber hukum
bagi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, telah
5
mengalami perubahan-perubahan, dengan dilakukannya empat kali
amandemen.
Perubahan tersebut juga menyangkut mengenai kekuasaan
kehakiman bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Adapun tugas pokok dari keempat lingkungan peradilan tersebut
adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya : Peradilan, yaitu segala sesuatu yang
berhubungan dengan tgas negara menegakkan hukum dan keadilan sebagai
sub sistem yang terdiri dari hakim, hukum substantif (materiil), hukum
ajektif (formil) dan budaya hukum dimana salah satu sub sistem tersebut
yakni hakim adalah merupakan salah satu pilar peradilan. 2
Bahwa perubahan UUD 1945 telah membawa perubahan penting
pada penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam
Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 1999 dan sekarang telah
dinyatakan tidak berlaku lagi setelah diundangkannya Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004.
2 Wildan Suyuthi, Kode Etik, Etika Profesi dan Tanggung Jawab Hakim, Pusdiklat MA-RI, Jakarta, 2004, hlm. 2.
6
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 ini diatur mengenai
badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas
penyelenggara kekuasaan kehakiman ,dan jaminan kedudukan dan perlakuan
yang sama bagi setiap orang dalam mencari keadilan serta kedudukan hakim
sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman.
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada
atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Hakim merupakan salah satu aparat penegak hukum dalam sistem
hukum di Indonesia. Hakim adalah tempat masyarakat berupaya untuk
mencari keadilan berdasarkan hukum yang berlaku di suatu negara atau
tempat.
Jabatan hakim adalah suatu profesi karena untuk memenuhi
kriteria-kriteria : pekerjaan tetap (tidak dibatasi waktu tertentu), bidang
tertentu (memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara) berdasarkan
keahlian khusus (hukum), dilakukan secara bertanggung jawab (kepada
Tuhan, Negara, Pencari Keadilan dan kepada hati nurani) dan memperoleh
penghasilan (gaji). 3
Etika profesi hakim, kode etik hakim merupakan bentuk penuangan
kongkrit dari pada aturan etika, moral dan agama. Etika profesi hakim, kode
etik hakim tidak hanya mengajar apa yang ia ketahui (pengetahuan) atau apa
yang ia dapat lakukan tetapi bagaimana yang seharusnya seorang hakim
yang berkepribadian baik.3 ibid, hlm. 5
7
Etika profesi, Kode Etik Hakim bersifat universal, terdapat di
negara manapun di masa yang lalu karena mengatur nilai-nilai moral,
kaedah-kaedah penuntun serta aturan perilaku yang seharsnya dan
seyogyanya dipegang teguh oleh seorang hakim dalam menjalankan tugas
profesinya.
Contoh dari Etika Profesi, Kode Etik Hakim ialah The Four
Commandments for Judged dari Socrates, yakni : 4
1. To hear courteously (mendengar dengan sopan, beradab)
2. To answer wisely (menjawab bijaksana, arif)
3. To consider soberly (mempertimbangkan tak berpengaruh)
4. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah).
Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini
dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Penerapan hukum oleh hakim dalam perkara yang diajukan
kepadanya terutama dalam perkara pidana, hakim diharapkan tidak hanya
memecahkan suatu permasalahan (problem solving) dengan menggunakan
peraturan perundang-undangan saja. Tetapi harus diingat bahwa hakim
dalam memutus suatu perkara harus menggali kaidah-kaidah hukum dan
sumber-sumber hukum yang ada dan berlaku di Indonesia.
Dengan demikian, hakim tidak saja menjadi corong undang-
undang yang hanya mementingkan kepastian hukum (aliran legisme), tetapi 4 Ibid, hlm. 7.
8
yang harus diingat adalah hakim dalam tidak saja menerapkan asas kepastian
hukum tetapi juga harus mengedepankan keadilan. Hal ini secara jelas dan
terang disebutkan dalam setiap putusan hakim, yaitu: ”DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
1. Pendekatan
Penulis dalam tesis ini menggunakan metode pendekatan Yuridis
Normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan
kepustakaan atau data sekunder, data sekunder terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
seperti: peraturan perundang – undangan dan yurisprudensi.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
2. Spesifikasi Penelitian
Deskriptif analitis, yaitu melukiskan fakta-fakta berupa data, yaitu data
primer dan data sekunder, karena melalui penelitian ini diharapkan
9
diperoleh gambaran mengenai upaya peningkatan keprofesionalan hakim
di Indonesia.
3. Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, dilakukan
melalui cara-cara sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Tahap ini mengkaji data sekunder yang terdiri atas bahan-bahan
hukum yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti,
penelitian kepustakaan dilakukan baik untuk memperoleh bahan
hukum primer seperti, peraturan perundang-undangan, maupun
bahan hukum tersier seperti buku, koran.
b. Studi Lapangan
Tahap ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer sebagai
penunjang data sekunder, dengan melakukan wawancara untuk
memperoleh keterangan yang akan mendukung terhadap studi primer
yang dilakukan.
G. Sistematika Penelitian
10
Pada penelitian ini penulis membagi pembahasan dalam 5 (lima) bab,
yang dibagi atas beberapa sub bab, sistematika penulisannya secara singkat
adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bagian penulisan ini berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah,
maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan mengenai lembaga peradilan sebagai tempat hakim
dalam menjalankan tugasnya.
Dalam bab II dijelaskan mengenai lembaga peradilan serta kedudukan
lembaga peradilan dalam sistem hukum acara di Indonesia berdasarkan Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Bab III : Objek Penelitian.
Dalam bab III ini dijelaskan mengenai beberapa kasus.
Bab IV : Meningkatkan Profesionalisme Hakim sebagai Aparat
Penegak Hukum Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.
Dalam bab IV ini dijelaskan mengenai tugas, kedudukan dan fungsi
hakim berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, hambatan-hambatan
11
dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme hakim
sebagai aparat penegak hukum.
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
Bab V ini merupakan bab terakhir dalam penulisan tesis ini yang berisi
kumpulan yang dapat diambil oleh penyusun dari pokok bahasan yang diangkat
untuk dapat membahas identifikasi masalah dan memuat saran-saran penulis
untuk pemahaman terhadap Peningkatan Profesionalisme Hakim sebagai Aparat
Penegak Hukum.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, LP3S, Jakarta, 1990.
Wildan Suyuthi, Kode Etik, Etika Profesi dan Tanggung Jawab Hakim,
Pusdiklat MA-RI, Jakarta, 2004.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum.
Makalah
Agus Takariawan, Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Perkara, Makalah pada Pembekalan Mahasiswa Fakultas Hukum,
Bandung, 16 April 2000
13
Rukmana Amanwinata, Politik Hukum Arti dan Ruang Lingkup, Makalah
disampaikan pada Matrikulasi Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran, Jakarta tahun 2004.
14