PERAN PROFESI DOKTER

27
PERAN PROFESI DOKTER Pendahuluan Kebijakan pembangunan dibidang kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita, secara berangsur- angsur berkembang ke arah kesatuan upaya pembangunan kesehatan masyarakat dengan peran serta masyarakat yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang meliputi upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif). ( 4 ) Berdasarkan upaya pembangunan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan tersebut maka setiap upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip non diskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan. ( 5 ) Bidang kedokteran, yang awalnya tertutup, kini mulai dimasuki aneka persoalan hukum. Era sekarang dapat dirasakan bahwa kegiatan dokter dalam menyembuhkan pasien sering terhambat oleh sikap pasien atau keluarganya yaitu kebiasaan menuntut secara hukum terhadap dokter jika pengobatannya dianggap kurang berhasil. ( 6 ) Profesi dokter perlu mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam rangka memberikan kepastian dalam melakukan upaya kesehatan kepada pasien, peraturan perundang-undangan yang memberikan dasar perlindungan hukum bagi dokter adalah pertama pasal 50 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yaitu dokter 1

description

peran profesi dokter adalah

Transcript of PERAN PROFESI DOKTER

PERAN PROFESI DOKTERPendahuluanKebijakan pembangunan dibidang kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita, secara berangsur-angsur berkembang ke arah kesatuan upaya pembangunan kesehatan masyarakat dengan peran serta masyarakat yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang meliputi upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif).(4)Berdasarkan upaya pembangunan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan tersebut maka setiap upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip non diskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan.(5)Bidang kedokteran, yang awalnya tertutup, kini mulai dimasuki aneka persoalan hukum. Era sekarang dapat dirasakan bahwa kegiatan dokter dalam menyembuhkan pasien sering terhambat oleh sikap pasien atau keluarganya yaitu kebiasaan menuntut secara hukum terhadap dokter jika pengobatannya dianggap kurang berhasil.(6)Profesi dokter perlu mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam rangka memberikan kepastian dalam melakukan upaya kesehatan kepada pasien, peraturan perundang-undangan yang memberikan dasar perlindungan hukum bagi dokter adalah pertama pasal 50 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yaitu dokter memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, Kedua pasal 27 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yaitu bahwa tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya dan ketiga pasal 24 PP No 32 tahun 1996 yaitu perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.Dilihat dari kacamata hukum hubungan antara pasien dan dokter termasuk dalam ruang lingkup hukum perjanjian.(7)Sebagai suatu perjanjian, maka muncul hak dan kewajiban sebagai akibat dari perjanjian tersebut, pelaksanaan hak dan kewajiban inilah yang kemudian berpotensi terjadinya sengketa antara dokter dengan pasien yang biasa disebut dengan sengketa medik. Sengketa medik diawali adanya gugatan pasien kepada dokter, yang disebabkan munculnya ketidakpuasan pasien.Dalam sisi yang lain, banyaknya gugatan dari pasien, ternyata memberikan dampak yang negatif, yaitu adanya ketakutan dari dokter dalam memberikan upaya kesehatan kepada pasien, dokter menjadi ragu-ragu dan takut, hal itu terungkap dalam kongres Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI) yang diadakan tanggal 24-25 Nopember 1988(8), oleh karena itu dokter yang sudah mempunyai kelengkapan syarat administrasi untuk berpraktik, berhak memperoleh perlindungan hukum, agar merasa aman dalam menjalankan profesinya.(9)Dampak lain yang cukup mengkhawatirkan adalah dokter melakukan praktek pengobatan defensif yaitu melakukan praktek kedokteran yang over standar maupun sub standar untuk menghindari resiko tuntutan yang akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri sebagai pengguna jasa dokter.(10)Memperhatikan uraian tersebut di atas studi yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pertama apa yang menjadi variasi penyebab munculnya sengketa antara dokter dan pasien, kedua bagaimana variasi penyelesaian sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien, ketiga model perlindungan hukum profesi dokter berdasarkan keseimbangan antara dokter dan pasien.Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan di wilayah kabupaten Klaten, dengan alasan (1) adanya data-data yang menunjang terhadap permasalahan yang diteliti, (2) terdapat sarana kesehatan yang mengalami kasus sengketa antara dokter dan pasien. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis. Faktor yuridis dalam penelitian ini adalah norma hukum yaitu peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang mengatur mengenai profesi dokter dan praktik kedokteran, yaitu UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 44 Tahun 1999, serta keputusan yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Faktor sosiologis dalam penelitian ini adalah penerapan, praktik, atau pelaksanaan hukum tersebut dalam pelaksanaan perlindungan hukum profesi dokter perspektif keseimbangan antara dokter dan pasien dalam hal ini adalah tugas dan tanggung jawab dokter menjalankan profesinya dalam melakukan upaya kesehatan.Tipe kajian dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena bermaksud menggambarkan secara jelas (dengan tidak menutup kemungkinan pada taraf tertentu juga akan mengeksplanasikan /memahami) tentang berbagai hal yang terkait dengan objek yang diteliti.Penelitian ini membutuhkan dua jenis data dan dua sumber data berbeda yaitu data primer dan sekunder. Sumber data primer diperoleh melalui para informan dan situasi sosial tertentu, yang dipilih secara purposive, dengan menentukan informan dan situasi soisal awal terlebih dahulu. Penentuan informan awal, dilakukan terhadap beberapa informan yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) mereka yang menguasai dan memahami fokus permasalahannya melalui proses enkulturasi; (b) mereka yang sedang terlibat dengan (didalam) kegiatan yang tengah diteliti dan; (c) mereka yang mempunyai kesempatan dan waktu yang memadai untuk dimintai informasi.(11)Oleh karena lokasi penelitian merupakan suatu instansi/lembaga maka informan tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pertama, informan pangkal adalah orang yang member informasi karena jabatan yang diemban, kedua informan inti adalah orang yang memberi informasi karena terlibat langsung dalam kegiatan apa yang diteliti, dan ketiga informan biasa adalah mereka yang mengetahui tentang segala hal yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti.Sumber data sekunder, yang berasal dari (a) Dokumen-dokumen tertulis, yang bersumber dari peraturan perundang-undangan (hukum positif Indonesia), artikel ilmiah, buku-buku literatur, dokumen-dokumen resmi, arsip dan publikasi dari lembaga-lembaga yang terkait. (b) Dokumen-dokumen yang bersumber dari data-data statistik, baik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah, maupun oleh perusahaan, yang terkait dengan fokus permasalahan perlindungan hukum profesi dokter perspektif keseimbangan dokter dan pasien.Pengumpulan data menggunakan metode (1) studi kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara, mencari, mengiventarisasi dan mempelajari peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin, dan data-data sekunder yang lain, yang berkaitan dengan fokus permasalahan perlindungan hukum profesi dokter. (2) Wawancara yaitu dilakukan secara langsung kepada subyek hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum profesi dokter. Adapun wawancara dilakukan terhadap para informan yang dipilih secara purposive yaitu pimpinan sarana kesehatan dalam hal ini bisa Direktur rumah sakit, profesi dokter yang bertugas di sarana kesehatan tersebut dan pasien dalam sarana kesehatan tersebut. Sedangkan klasifikasi profesi dokter dibagi menjadi 4 (empat) yaitu profesi dokter spesialis, dokter umum/keluarga, dokter senior dan dokter yunior.Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, data kualitatif berbentuk deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang tingkah laku manusia yang dapat diamati dimana sebelumnya data disusun sebagai hasil penelitian yang kemudian diadakan analisa, data harus diproses terlebih dahulu seperti yang terkumpul dalam metode pengumpulan data.Analisis akan dilakukan secara berurutan antara metode analisis domain, analisis taksonomis, dan analisis komponensial. Penggunaan metode-metode tersebut akan dilakukan dalam bentuk tahapan sebagai berikut: pertama dilakukan analisis domain, kedua dilakukan analisis taksonomi ketiga pemeriksaan keabsahan data. Dan terakhir adalah penafsiran data.Hasil dan PembahasanHubungan yang terjadi antara dokter dan pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran dikenal sebagai hubungan hukum. Hubungan hukum merupakan perikatan dan perikatan lahir dari perjanjian. Jadi hubungan hukum antara dokter dan pasien muncul dari adanya perjanjian terapuetik. Dalam perjanjian terapeutik, baik dokter maupun pasien mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Hak dan kewajiban dokter dan pasien diatur dalam pasal 50 s/d 53 UU No. 29 Tahun 2004.Hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap profesi dokter dan kajian tentang hubungan hukum antara dokter dan pasien, maka hubungan antara dokter dan pasien dalam perjanjian terapeutik adalah merupakan hubungan kepercayaan dan hubungan hukum. Hubungan kepercayaan diatur dari norma-norma dan bersumber pada adanya usaha maksimal yang dilakukan oleh profesi dokter kepada pasien, sedangkan hubungan hukum diatur oleh norma-norma yang berasal dari peraturan perundang-undangan.Pelaksanaan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan dapat berpotensi munculnya sengketa medik. Sengketa medik adalah sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien, dalam upaya pemberian pelayanan kesehatan, objek sengketa adalah upaya penyembuhan dan yang melakukan gugatan adalah pasien.Hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap profesi dokter diperoleh hasil bahwa penyebab sengketa medik adalah pertama adanya ketidakpuasan dari pasien atau keluarga pasien, ketidakpuasan itu bisa berasal dari hasil pengobatan yang tidak sesuai harapan, adanya dampak negative dari hasil pengobatan, munculnya penyakit tambahan, serta kerugian yang dialami pasien, kedua penyebab dari dokter adalah faktor penjelasan kepada pasien, dokter tidak mampu mewujudkan bentuk komunikasi yang baik kepada pasien sehingga pasien tidak mampu menangkap pesan atau informasi yang disampaikan oleh dokter. Ketiga menurut saya munculnya kasus dikarenakan faktor-faktor pihak ketiga dari keluarga, yang justru tidak berhubungan dengan transaksi terapeutik.Sengketa yang terjadi dapat diklasifikasikan karena aspek hukum dan aspek profesi. Aspek profesi diatur dalam norma-norma yang terdapat dalam Kode etik profesi, sedangkan aspek hukum diatur melalui ketentuan hukum perdata, pidana dan administrasi.Menurut Hermien hadiati Koeswadji, sebagaimana dikutip oleh Y.A Triana Ohoiwutun, terdapat persamaan dan perbedaan antara etik dan hukum. Persamaan etik dan hukum adalah bahwa keduanya menghendaki agar manusia berbuat baik dan benar dalam masyarakat. Sedangkan perbedaan antara etik dan hukum terdapat dalam tabel dibawah ini(12):Etik ProfesiHukum

Mengatur perilaku pelaksana/pengemban profesiMengatur perilaku manusia pada umumnya

Dibuat berdasarkan consensus/kesepakatan diantara para pelaksana/profesiDibuat oleh lembaga resmi Negara yang berwenang bagi setiap orang

Kekuatan mengikatnya untuk satu waktu tertentu dan mengenai satu hal tertentuMengikat sebagai sesuatu yang wajib secara umum sampai dicabut/diganti dengan yang baru

Sifat sanksinya moral psikologisSifat sanksinya berupa derita jasmani/material (lichamelijkleed)

Macam sanksinya dapat berupa diskreditasi profesiMacam sanksinya dapat berupa pidana (straf), ganti rugi (schadevergoeding) atau tindakan (maatregel)

Control dan penilian atas pelaksanaannya dilakukan oleh ikatan/organisasi profesi terkait.Control dan penilaian atas pelaksanaannya dilakukan oleh masayrakat dan lembaga resmi penegak hukum struktural.

Pelanggaran terhadap kode etik ada yang merupakan pelanggaraan etik semata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik sekaligus pelanggaran hukum, namun sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran.(13)Mencermati kajian tentang penyebab sengketa medik, maka jika dilihat dari perspektif hukum maka penyebab sengketa medik antara dokter dan pasien adalah terutama disebabkan oleh tidak berjalannya hak dan kewajiban antara dokter dan pasien dalam hubungan hukum yang terjadi, yang kemudian menimbulkan ketidakpuasan pasien. Ketidakpuasan pasien terjadi karena adanya komunikasi yang tidak seimbang antara dokter dan pasien, tidak adanya hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien dalam hubungan yang terjadi dan adanya campur tangan dari keluarga pasien.Hasil wawancara yang dilakukan terhadap profesi dokter tentang penyelesaian sengketa medik yang terjadi yaitu pertama sengketa medik dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, jikalau musyawarah belum mendapatkan kesepakatan dapat dibawa kepada lembaga profesi dokter, maupun di Pengadilan, kedua penyelesaian sengketa medik dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur hukum dan jalur non hukum. Jalur hukum adalah jalur pengadilan, jalur non hukum adalah melalui musyawarah mufakat, ketiga penyelesaian sengketa medik didasarkan pada besar kecilnya sengketa, bila sengketa tersebut hanya bersifat sepihak artinya pasien merasa tidak puas dengan hasil tindakan dokter, lebih baik diselesaikan melalui musyawarah. Sengketa yang bersifat besar, tetap dengan musyawarah, namun jika tidak selesai dapat dilanjutkan ke pengadilan dan keempat penyelesaian sengketa hendaknya dilakukan dengan cara kekeluargaan, namun tidak menutup kemungkinan penyelesaian melalui jalur hukum. Penyelesaian melalui jalur hukum dapat dilakukan karena pasien menginginkan hal tersebut.Mencermati hasil wawancara tentang penyelekesaian sengketa medik, maka dalam perspekstif hukum, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur Non Litigasi adalah jalur musyawarah yang dilakukan antara dokter, pasien/keluarga, sedangkan jalur Litigasi adalah jalur pengadilan yang dilakukan jika musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan.Perlindungan hukum dalam penyelenggaraan praktik kedokteran mutlak diperlukan dalam rangka mewujudkan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran sebagaimana terdapat dalam pasal 3 UU No. 29 Tahun 2004. Dasar hukum perlindungan hukum terhadap dokter dan pasien terdapat dalam UU No 29 Tahun 2004 yaitu pertama pasal 3 bahwa penyelenggaraan praktek kedokteran harus memberikan perlindungan tidak saja kepada pasien tapi juga dokter. Kedua pasal 44 yaitu dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran. Apabila tindakan dokter menyimpang dari unsur-unsur standar profesi, maka dokter dikatakan telah melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga tidak mendapatkan perlindungan hukum. Ketiga, pasal 46 yaitu bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medik.Hasil wawancara yang dilakukan terhadap profesi dokter tentang model perlindungan hukum adalah pertama bentuk perlindungan hukum profesi dokter yang baik adalah adanya tanggung jawab dari rumah sakit dalam memberikan kepastian bagi dokter dalam menjalankan profesinya, kedua bentuk perlindungan hukum profesi dokter yang baik adalah didasarkan pada UU No. 29 Tahun 2004, ketiga perlu adanya undang-undang baru yang dijiwai pada aspek medis untuk memberikan perlindungan hukum bagi profesi dokter, keempat profesi dokter yang perlu mendapatkan perlindungan hukum adalah profesi dokter yang menjalankan tugas dan fungsinya secara professional.Mencermati hasil wawancara di atas, maka model perlindungan hukum profesi harus meliputi aspek-aspek antara lain aspek hubungan terapeutik antara dokter dan pasien, aspek hubungan profesi dengan hukum, dan aspek penyelesaian sengketa.SimpulanMunculnya sengketa antara dokter dan pasien, terutama disebabkan karena tidak berjalannya hak dan kewajiban antara dokter dan pasien dalam hubungan hukum yang terjadi, yang kemudian menimbulkan ketidakpuasan pasien. Keadaan tersebut muncul disebabkan karena: (1) Komunikasi yang tidak seimbang antara dokter dan pasien yaitu, Penjelasan dokter terlalu ilmiah, sehingga tidak dipahami oleh pasien, Dokter tidak memberikan penjelasan, jika pasien tidak bertanya. Penjelasan dilakukan setelah adanya tindakan. (2) Tidak terjadinya hubungan kepercayaan antara dokter dan pasien dalam perjanjian terapeutik. (3) Adanya campur tangan dari pihak keluarga pasien, terhadap informasi yang sudah disampaikan.Penyelesaian sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien, dilakukan melalui: (1) Jalur non-litigasi, yang dilakukan melalui: Musyawarah antara rumah sakit, profesi dokter, dan pasien/keluarga pasien. (2) Jalur litigasi, yang dilakukan bila penyelesaian musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan.Model perlindungan hukum profesi dokter yang berdasarkan keseimbangan antara dokter dan pasien adalah sebagai berikut: (1) Dari aspek hubungan terapeutik antara dokter dan pasien, bahwa setiap tindakan yang dilakukan dokter harus mendapat persetujuan dari pasien dan/atau keluarga pasien. (2) Dari aspek hubungan profesi dengan hukum, bahwa dokter sebagai subjek hukum dapat dituntut baik secara administrasi, perdata maupun pidana. Maka dari itu profesi dokter harus menjalankan ketentuan penyelenggaraan praktik kedokteran berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004, dan tidak melanggar syarat perjanjian terapeutik serta tidak melakukan kesalahan/kelalaian dari perjanjian terapeutik. (3) Dari aspek penyelesaian sengketa, bahwa bentuk penyelesaian sengketa medik adalah musyawarah dengan melibatkan para pihak yaitu profesi dokter, pasien dan Direktur Rumah Sakit dan jika musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan, maka penyelesaian sengketa melalui jalur hukum.Saran1. Bagi profesi dokter agar mampu menciptakan suasana dan komunikasi yang baik dengan pasien, hal tersebut dapat dilakukan dengan mengacu kepada aspek yaitu pertama secara administratif profesi dokter harus menjalankan praktik kedokteran dengan mengacu kepada UU No 29 Tahun 2004, kedua secara hubungan terapeutik profesi dokter harus memberikan kepercayaan kepada pasien.2. Bagi pasien agar memberikan informasi dan keterangan yang terbuka dan jujur kepada profesi dokter, hal tersebut dapat dilakukan dengan memastikan bahwa segala tindakan dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien. Jika terdapat ketidakpuasan hendaknya diselesaikan melalui jalur musyawarah dan jika tidak selesai dapat diajukan melalui jalur hukum.3. Bagi Pemerintah, hendaknya membuat peraturan perundang-undangan yang dijiwai oleh aspek medis sehingga benar-benar memberikan perlindungan hukum kepada profesi dokter dan pasien dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Membangun Sinergi Antar ProfesiKesehatanPenulis: Masfuri, SKp, MNLatar belakangKesehatan adalah hak dasar bagi warga Negara. Pemenuhan hak dasar warga Negara akan dapat dimaksimalkan jika para pemangku kepentingan memiliki semangat yang sama dan sinergis untuk mencapai maksud mulia tersebut.Semangat antar profesi akan semakin meningkat jika penghargaan dan peran dapat diberikan secara optimal pada setiap profesi dalam semangat kebersamaan dan kesetaraan dalam satu tim kesehatan. Tim yang saling komplementer, bukan subordinate dari anggota tim. Karena sesungguhnya setiap profesi memiliki keunikan dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh profesi lain.Persatuan Perawat Nasional Indonesia percaya bahwa masalah kesehatan Indonesia dewasa ini akan lebih mudah diselesaikan jika semangat kebersamaan antar profesi kesehatan dapat lebih diharmonisasikan. Pemerintah pusat dan daerah harus lebih aktif menjadi katalisator untuk penyatuan semangat kolektif meningkatkan derajat kesehatan bangsa dari semua elemen profesi kesehatan melalui pemahaman yang mendalam tentang keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh setiap profesi kesehatan. Jika hal ini dapat terwujud, orienteasi profesi bukan hanya pada anggota profesinya dan arah kebijakan kesehatan akan lebih berpihak kepada kebutuhan masyarakat secara luas.Posting ini mencoba menjelaskan tentang profesi perawat dan berbagai peluang untuk semakin meningkatkan sinergi antara profesi-profesi kesehatan secara lebih fundamental.Profesi PerawatKeperawatan adalah Sebagai profesi yang mempunyai tanggung jawab moral dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Profesi ada karena ada pengakuan dari masyarakat, sehinga profesi mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban profesional sebagai pengabdian kepada masyarakat. Pengakuan masyarakat dapat terjadi akibat kemampuan seseorang pada suatu hal. kemampuan terbentuk akibat proses pendididikan formal, pelatihan dan pengalaman lapangan.Pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada masyarakatadalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan serta kaidah dan nilainilai professional yang diyakini oleh profesi keperawatan.Penyelenggaraan praktik asuhan keperawatan yang unik didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan globalisasi dengan tetap melindungi kelestaria lingkungan alam. Saat ini, di Indonesia, perawat adalah satu profesi kesehatan dengan jumlah terbanyak (60%) dengan distribusi terluas.Berikut ini akan dijabarkan beberapa cuplikan ketetapan dan peraturan yang mengatur tentang profesi perawat.Undang-Undang Kesehatan No. 32 /1992menyebutkan bahwa:-Penyembuhan dan atau perawatandapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 32, ayat 2).-Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatanberdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu (Pasal 32, ayat 4)-Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan (Pasal 50, ayat 1)Tugas pokok perawat menurut Kep MenPAN No 94 th 2001 tentangJabatan fungsional perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan / kesehatan Individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang keperawatan / kesehatan.Kuputusan MenKES 1239/2001 tentang registrasi dan praktik perawat memberikan kewajiban dan kewenangan perawat:-Melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan atau berkelompok (Pasal 8ayat 1) Perawat dapat-Melakukan praktik perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP (Pasal 8, ayat 3)-SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi lebih tinggi (Pasal 12, ayat 2)Pendidikan keperawatan pada awalnya hanya merupakan pendidikan kejuruan hingga setingkat SMU. Namun seiring perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat, pendidikan keperawatan semakin tinggi, diawali dengan pendirian Program Diploma III Keperawatan pada tahun 1973. Tahun 1983, dalam lokakarya keperawatan nasional disepakati bahwa perawat adalah tenaga professional. Tahun 1985 berdirilah Program Studi Ilmu di FKUI yang mendidik perawat dalam jenjang pendidikan S1 (SKp).Selanjutnya pada tahun1999 program magister manajemen keperawatan telah berdiri, diikuti dengan pendidikan spesialis pada tahun 2003.Pada tahun 2008 program pendidikan doctor keperawatan juga akan berdiri di FIKUI.Pendidikan Profesi Tenaga KesehatanProses sinergi dan pemahaman antar profesi dapat dibangun sejak calon-calon tenga professional ini duduk dibangku kuliah. Melakukan aktifitas bersama untuk menyelesaikan suatu masalah yang dapat dilihat dari berbagai macam perspektif profesi akan meningkatkan kesadaran diri tentang keterbatasan profesi, meningkatkan pemahaman arti pentingya kerja tim profesi dan pada akhirnya memunculkan perasaan penghargaan antar anggota tim kesehatan.Saat ini peraturan yang jelas tertulis hanyalah rumah sakit pendidikan untuk dokter dan dokter gigi, sementara profesi lain tidak diatur. Pertanyaanya adalah, apakah akan tercipta generasi dokter yang baik jika tenaga kesehatan lain di dalam rumah sakit tidak diatur untuk menciptakan system pelayanan kesehatan rumah sakit yang lebih baik? Siapakah yang bisa dijadikan contoh peran kolaborasi professional dalam melayani pasien? Bila dokter memiliki keunggulan dalam menegakan diagnosa penyakit, bukankah farmasi lebih tahu tentang pilihan obat yang paling tepat? Bukankah perawat yang lebih tahu tentang respon akibat penyakit dan pengobatanya?Ronde bersama di rumah sakit, diskusi kasus dan pengelolaan kasus bersama akan sangat bermanfaat bukan hanya untuk profesi atau mahasiswa kesehatan namun juga untuk pasien. Dengan kerjasama, duplikasi pemeriksaan dan wawancara serta duplikasi tindakan akan dapat dihindarkan. Melalui kerja tim, pemeriksaan dan tindakan serta monitoring data penting tidak akan terlewatkan. Dari kegiatan ini calon-calon profesioanal tahu bagaimana menjadikan pelayanan yang efektif dan efisien yang berfokus pada kebutuhan pasien.Kebutuhanpembelajaran dilakukan tetapdalam koridorbeneficiencydannon maleficiencySinergi Antar ProfesiOrganisasi profesi kesehatan memiliki peran penting untuk membangun sinergi, pemahaman atas peran dan perhatian atas masalah kesehatan masyarakat harus menjadi agenda utama dari para pengurus organisasi profesi. Organisasi profesi memiliki pengaruh besar kepada pemerintah dalam membuat peraturan-peraturan terkait kebijakan kesehatan dan keprofesian. Organisasi profesi juga sangat memiliki andil dalam mengarahkan pola tindak dan pola pikir dari anggota profesinya. Keharmonisan yang dibuat ditingkat pusat pusat organisasi profesi akan berdampak pada penciptaan harmoni kehidupan para professional.Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki keunggulan yang tidak bisa digantikan oleh profesi lain. Namun dalam beberapa area, setiap profesi memiliki kemiripan dan kedekatan hubungan yang luar biasa yang sering dikenal sebagai area abu-abu ataugray area. Pada wilayah ini setiap profesi merasa memiliki kemampuan dan hak untuk menjalankan praktek profesionalnya. Sehingga area abu menjadi daerahyang diperebutkan. Paradigma perebutan wilayah seperti ini harus dirubah menjadi paradigma baru yang lebih konstruktif, yaitu menjadikan daerah abu-abu menjadiarea of common interest.Area yang menjadi perhatian bersama para profesi karena besarnya magnitude area itu dan resiko dampak yang juga luar biasa sehingga harus ditangani bersama.Area ini bila tidak ditangani dapat menimbulkan potensi bahaya penyakit dan bahaya social yang sangat besar bagi masyarakat.Contoh masalah ini adalah persalinan normal, imunisasi dan vaksinasi serta pengobatan rutin masyarakat. Bila karena suatu hal profesi kesehatan lain tidak ada dan profesi kesehatan lainya tidak diperkenankan menangani masalah ini, maka dimanakah nurani para hamba-hamba kesehatan? Apakah persalinan bisa ditunda? Apakah hanya demam tinggi dan diare yang tidak spesifik harus dirujuk hingga 45 kilometer atau ditunda hinggadua hari? Bila kesepakatan antar profesi tenaga kesehatan dalam menanganiarea of common interestini dapat dilakukan dengan baik, kehidupan bersama profesi-profesi kesehatan akan lebih mulia dan dimuliakan oleh masyarakat.Kebijakan PemerintahPemerintah saat ini belum memperhatikan hal-hal yang diaggap penting bagi semua tenaga kesehatan.Tenaga yang begitu penting dan berpotensi bahaya jika tidak diatur dengan baik. Focus pemerintah saat ini belum memberikan keseimbangan dalam hak dan kewajiban yang sebenarnya terus berkembang. Dengan anggaran daerah untuk kesehatan antara 2,5% 4% dan maksimal 7% dari APBD (Budiyanto & Sopacua, 2002) peran pemerintah daerah dituntut lebih kreatif dalam menyinergikan berbagai pemangku kepentingan, seperti berbagai macam tenaga kesehatan.Ketersediaan sarana kesehatan seperti puskesmas (7.550 unit), puskesmas pembantu (22.002 unit) dan pusesmas keliling (6.132 unit) adalah masih jauh dari angka ideal. Sementara, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan pada tahun 2004 untuk tenaga Perawat 108.53, Bidan 28.40 dan dokter 17.47 per 100,000 penduduk, penambahan tenaga baru hingga tahun ini juga masih jauh dari angka ideal. Sementara, berdasarkan data sistem kesehatan nasional (SKN 2004), hanya sekitar 30 persen dari penduduk di Indonesia yang memanfaatkan fasilitas puskesmas dan pustu.Data diatas menunjukan bahwa perlu kearifan pemerintah untuk memberikan pendekatan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang ada dan kemampuan anggaran pemerintah. Menilik pengalaman negara seperti Inggris, Amerika dan Australia, mereka memberdayakan perawat untuk menangani permasalahan kesehatan umum atau rutine masyarakat di daerah dan pedesaan. Keputusan negara-negara tersebut pastilah didasari atas pertimbangan ekonomis, sosial dan filosofis yang terkadang tidak popular bagi tenaga kesehatan tertentu namun sangat populer dan didambakan oleh rakyat banyak. Sudah saatnya pemerintah melindungi kesehatan rakyat lebih baik.Sementara hasil penelitian terhadap puskesmas terpencil di 10 provinsi yang dilakukan Depkes dan Universitas Indonesia pada tahun 2005 menunjukkan, 69 persen responden menyatakan puskesmas tidak punya sistem penghargaan bagi perawat.Hal ini terlihat dari data bahwa 78,8 persen perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3 persen melakukan tugas administrasi. Lebih dari 90 persen perawat di puskesmas terpencil melakukan tugas nonkeperawatan, seperti menetapkan diagnosis penyakit dan membuat resep obat. Hanya 50 persen perawat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai fungsinya (Kompas, 2008).Melihat fenomena diatas, dibutuhkan akan dialog resmi yang bermutu dan berkesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah dengan seluruh pemangku kepentingan untuk memobilisasi sains, teknologi, dan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah-masalah yang ada di sektor kesehatan agar tercapai jalan tengah yang paling baik bagi masyarakat.Doktrinaltruismprofesi kesehatan diuji dalam bentuknya yang paling nyata dan mendasar, mendahulukan kepentingan publik dari kepentingan kelompok profesi atau kepentingan pribadi. Hasil-hasil dialog tersebut, diformatkan dalam peraturan dan kebijakan pusat atau daerah sebagai landasan tenaga kesehatan dapat mengabdikan dirinya untuk kesejahteraan bersama. Pemerintah tidak seharusnya bertumpu pada satu pendekatan atau profesi saja, tetapi semua elemen masyarakat dan profesi yang terkait dengan bidang kesehatan harus dilibatkan secara efektif.KesimpulanKesehatan adalah hak asasi yang menjadi kewajiban setiap orang untuk memelihara dan meningkatkannya. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kinerja terbaik dari perawat dan tenaga kesehatan lain. Profesi ada karena ada pengakuan dari masyarakat, sehinga profesi mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban profesional sebagai pengabdian kepada masyarakat.Peran perawat, dokter, bidan, farmasi adalah komplementer terhadap yang lain. Peran primer perawat adalah merawat respon klien akibat penyakitnya. Peran sekunder perawat dapat dilakukan sebagai dampak dari keterbatasan jumlah tenaga kesehatan lain dengan tujuan penyelamatkan kehidupan. Setiap daerah memiliki keunikan permasalah dengan solusi spesifik harus ditujukan untuk menurunkan jumlah penderita dan meningkatkan cakupan pelayanan. Pemberdayaan tenaga kesehatan yang ada harus berdasarkan aspek manfaat dan perlindungan hukum yang memadai. PPNI daerah berperan aktif mencari solusi atas masalah kesehatan daerahnyaDaftar PustakaBudijanto, D., Sopacua, E.(2002). Pola Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia Dalam Otonomi Daerah Bidang Kesehatan (Tahap I: Assesment Keterampilan manajerial Sumber Daya Manusia Dalam Otonomi Daerah Bidang Kesehatan).Puslitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan.Surabaya.

Perilaku profesionalisme dokter bangun kepercayaan bagi pasienFriday, 29 October 2010 Oleh: HumasAdanyaprofessionalism behaviormenjadi penting diajarkan dan diterapkan dalam perkuliahan ilmu kedokteran secara eksplisit. Dengan mengedepankan perilaku profesionalisme yang ditunjukkan dengan perkataan, perbuatan dan penampilan, hal ini akan membangun kepercayaan bagi para pasien.Demikian disampaikan dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK-UMY) dr.Wiwik Kusumawati, MKes pada Seminar Menuju Generasi dokter yang Profesional dan Berkualitas di Asri Medical Center (AMC-UMY) Sabtu (23/10).Menurutnya, adanya pengelompokkan pasien sesuia strata seperti adanya klasifikasi ruangan pasien di dalam rumah sakit dapat serta munculnya proses pendidikan yang hanya berorientasi bisnis atau komersial dapat menurunkan standar profesionalisme seorang dokter. Turunnya standar ini juga dipengaruhi saat proses seleksi mahasiswa Kedokteran yang lebih melihat hasil tes akademik dan kurang menjadikan hasil tes psikologi sebagaidecisionsaat menyeleksi mahasiswa, jelas Wiwik.Ia menambahkan, kompetensi seorang dokter tidak hanya dinilai dari keterampilan klinis maupun pengetahuan semata tetapi juga membutuhkan perilaku yang baik. Hal ini karena dokter akan berhubungan dengan seorang pasien. Sehingga selain kemampuan maupun pengetahuan kedokteran yang baik, seorang dokter juga dituntut untuk mampu bertutur kata maupun bersikap sesuai keinginan pasien,jelasnya.Wiwik memaparkan yang dimaksud profesionalisme merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang ditunjukkan dengan jelas berdasarkan knowledge atau pengetahuan, skill atau kemampuan serta attitude atau perilaku.Sedangkanprofessionalisme behaviormerupakan perilaku-perilaku yang biasa diamati. Dimana perilaku tersebut mencerminkan standar-standar dan nilai-nilai yang dibuktikan melalui cara bertutur kata, cara bersikap maupun berpenampilan. Hal itu nantinya akan menimbulkan sikap percaya pasien kepada dokter. Ketika sikap percaya itu tumbuh yang terjadi apapun yang terjadi pada dirinya pasien akan merasa nyaman.urainya.Selain itu dijelaskan Wiwik, seorang dokter juga harus memiliki komitmen dan tanggung jawab. Dokter juga harus selalu mengupdate ilmunya agar tidak terjadi regresi atau kemunduran ilmunya. Hal itu rawan terjadi terutama ketika dokter menjalani praktik di daerah pelosok yang minim sarana infrastruktur misalnya jaringan internet serta jarang mengikuti seminar untuk meningkatkan keilmuannya,tegasnya.Dokter yang baik adalah seorang dokter yang memiliki kemampuan intelektual yang baik, memahami undang-undang yang berlaku, komitmen terhadap pelayanan masyarakat, dan harus memiliki etika sehingga nantinya benar-benar akan terwujud dokter denganprofessional behavior.Bagian-bagian dariprofessionalism behaviormisalnya meletakkan kepentingan pasien di atas kepentingan pribadi atau dokter. Kemudian memiliki sikap rasa saling menghormati tidak hanya kepada pasien tetapi juga terhadap keluarga, teman sejawat atau rekan kerja, bidan, maupun apoteker.

4