PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

12
369 PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA TAMASAJU KABUPATEN TAKALAR THE ROLE OF PAPPALELE IN FISHERMEN COMMUNITY IN THE VILLAGE OF TAMASAJU, TAKALAR REGENCY Raodah Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166 Pos-el: [email protected] Diterima: 6 Juli 2017; Direvisi: 13 September 2017; Disetujui: 24 November 2017 ABSTRACT Fishermen community in Tamasaju Village know pappalele as the owner of capital as well as a leader in the fishermen community, its members consist of pinggawa and some people of sawi. The status of pappalele is obtained by a person who capitalizes the fishing effort and provides all the needs of fishing community, ranging from boats, ships, machineries, fishing gears, into operating costs during fishing. The relationship between fish finders with pappalele refers to mutually agreed of social norms. Work agreements are conducted orally, without witness, and without limited of time. This research aims to know and understand the role of pappalele in fishermen community in Tamasaju Village. This research is descriptive with qualitative approach. Techniques of collecting data are through observation, interview, and literature study. The results show that pappalele has several roles in fishing activities, including the roles in fishermen’s economic institutions at Fish Auction Places (TPI), the roles in marketing of fisherman’s catch, the role of fisherman’s leader, and the roles in distributing the results of relationship. Keywords: Pappalele, pinggawa, sawi, fishing community. ABSTRAK Masyarakat nelayan di Desa Tamasaju mengenal pappalele sebagai pemilik modal sekaligus sebagai pemimpin dalam kelompok nelayan, anggotanya terdiri atas pinggawa dan beberapa orang sawi. Status pappalele diperoleh seseorang karena perannya dalam memodali usaha penangkapan ikan dan menyediakan segala kebutuhan kelompok nelayan, mulai dari perahu, kapal, mesin, alat tangkap, hingga biaya operasional selama melaut. Hubungan kerja sama yang melibatkan pencari ikan dengan pappalele mengacu pada norma-norma sosial yang disepakati bersama. Perjanjian kerja dilakukan secara lisan, tanpa saksi, dan tanpa batasan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran pappalele pada masyarakat nelayan di Desa Tamasaju. Penelitian ini bersifat deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pappalele mempunyai beberapa peran dalam aktivitas kenelayanan, meliputi peran dalam lembaga ekonomi nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), peran dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan, peran sebagai pemimpin kelompok nelayan, dan peran dalam pembagian hasil kerja sama. Kata Kunci: Pappalele, pinggawa, sawi, masyarakat nelayan. PENDAHULUAN Dalam Sektor perikanan masyarakat nelayan memiliki peran cukup strategis dalam perekonomian nasional, bahkan sektor ini merupakan salah satu sumber penerimaan devisa negara yang penting. Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan nasional, diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Harapan untuk menjadikan sektor ini sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan tersebut

Transcript of PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

Page 1: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

368 369

PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA TAMASAJU KABUPATEN TAKALAR

THE ROLE OF PAPPALELE IN FISHERMEN COMMUNITY IN THE VILLAGE OF TAMASAJU, TAKALAR REGENCY

Raodah

Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi SelatanJalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221

Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166Pos-el: [email protected]

Diterima: 6 Juli 2017; Direvisi: 13 September 2017; Disetujui: 24 November 2017

ABSTRACTFishermen community in Tamasaju Village know pappalele as the owner of capital as well as a leader in the fishermen community, its members consist of pinggawa and some people of sawi. The status of pappalele is obtained by a person who capitalizes the fishing effort and provides all the needs of fishing community, ranging from boats, ships, machineries, fishing gears, into operating costs during fishing. The relationship between fish finders with pappalele refers to mutually agreed of social norms. Work agreements are conducted orally, without witness, and without limited of time. This research aims to know and understand the role of pappalele in fishermen community in Tamasaju Village. This research is descriptive with qualitative approach. Techniques of collecting data are through observation, interview, and literature study. The results show that pappalele has several roles in fishing activities, including the roles in fishermen’s economic institutions at Fish Auction Places (TPI), the roles in marketing of fisherman’s catch, the role of fisherman’s leader, and the roles in distributing the results of relationship.

Keywords: Pappalele, pinggawa, sawi, fishing community.

ABSTRAKMasyarakat nelayan di Desa Tamasaju mengenal pappalele sebagai pemilik modal sekaligus sebagai pemimpin dalam kelompok nelayan, anggotanya terdiri atas pinggawa dan beberapa orang sawi. Status pappalele diperoleh seseorang karena perannya dalam memodali usaha penangkapan ikan dan menyediakan segala kebutuhan kelompok nelayan, mulai dari perahu, kapal, mesin, alat tangkap, hingga biaya operasional selama melaut. Hubungan kerja sama yang melibatkan pencari ikan dengan pappalele mengacu pada norma-norma sosial yang disepakati bersama. Perjanjian kerja dilakukan secara lisan, tanpa saksi, dan tanpa batasan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran pappalele pada masyarakat nelayan di Desa Tamasaju. Penelitian ini bersifat deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pappalele mempunyai beberapa peran dalam aktivitas kenelayanan, meliputi peran dalam lembaga ekonomi nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), peran dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan, peran sebagai pemimpin kelompok nelayan, dan peran dalam pembagian hasil kerja sama.

Kata Kunci: Pappalele, pinggawa, sawi, masyarakat nelayan.

PENDAHULUAN

Dalam Sektor perikanan masyarakat nelayan memiliki peran cukup strategis dalam perekonomian nasional, bahkan sektor ini merupakan salah satu sumber penerimaan devisa negara yang penting. Pembangunan perikanan

sebagai bagian dari pembangunan nasional, diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Harapan untuk menjadikan sektor ini sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan tersebut

Page 2: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

370 371

WALASUJI Volume 8, No. 2, Desember 2017: 369—380

didasarkan pada potensi perikanan laut yang dimiliki.

Walaupun potensi perikanan laut kita cukup memadai, namun sebagian besar masyarakat nelayan masih sangat sulit untuk meningkatkan penghasilannya, kebanyakan masyarakat nelayan masih hidup dalam kemiskinan, karena hanya mengandalkan peningkatan hasil tangkapan, dengan peralatan tangkap pada umumnya masih tradisional. Masyhuri (1996), menemukan suatu kondisi yang sama pada masyarakat nelayan di daerah Jawa (Tegal, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Rembang dan Tubang), umumnya mereka tidak memiliki kebebasan menjual ikan hasil tangkapan karena mereka telah mengikat kerja sama dengan pemilik modal yang menguasai jaringan perdagangan ikan segar dan membeli ikan nelayan 10 % lebih murah dari harga pasar. Akan tetapi bagi nelayan yang tidak terikat dalam kelembagaan organisasi nelayan akan kesulitan memasarkan hasil tangkapan, karena pemilik modal hanya menampung ikan dari nelayan yang mengikat kerjasama dengannya.

Lembaga organisasi nelayan di Desa Tamasaju, memiliki struktur organisasi kelompok nelayan yang terdiri atas pappalele atau yang biasa di sebut ponggawa darat dan pinggawa atau pongawa laut yang biasa juga disebut juragan, serta sawi sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Menurut Abu Hamid dalam Raodah (2014) ponggawa darat atau pappalele adalah seorang pemimpin yang menyediakan modal kerja dan seperangkat teknologi yaitu kapal/perahu motor dan peralatan tangkap, sedangkan ponggawa laut atau pinggawa/juragan adalah pemimpin dalam operasional penangkapan ikan. Sawi adalah awak perahu dari kelompok nelayan yang bertugas melakukan aktivitas penangkapan berdasarkan instruksi dari pinggawa, sesuai tugas yang diberikan.

Pappalele sebagai bos nelayan berperan dalam berbagai aktivitas kenelayanan. Pappalele menjadi mitra kerja berbagai kelompok nelayan, baik sebagai pemilik modal yang membawahi pinggawa/juragan dan beberapa orang sawi,

maupun dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan yang bekerja sama dengannya. Kelompok kerja tradisional ini sudah ada sejak dahulu dan masih tetap eksis sampai sekarang, sebagai suatu lembaga ekonomi nelayan, yang tidak lepas dari nilai-nilai yang disepakati bersama yang mempengaruhi etika dalam berperilaku anggotanya. Nilai dan norma yang disepakati bersama dalam lembaga ini, dimanefestasikan melalui hubungan kerjasama antara pappalele, pinggawa dan Sawi.

Menurut Hamid dalam Raodah (2014) ponggawa darat atau pappalele adalah seorang pemimpin yang menyediakan modal kerja dan seperangkat teknologi (kapal/perahu motor dan peralatan tangkap). Antara pappalele, pinggawa dan sawi terjalin suatu ikatan batin yang menimbulkan satu kesatuan rasa, senasib dan sepenanggungan. Pappalele senantiasa memenuhi kebutuhan pinggawa dan sawinya, melindungi dari gangguan yang membuatnya merasa tidak aman. Sebaliknya pinggawa dan sawi terikat pada pappalele akan merasa aman, karena ada tempat berlindung dan meminta bantuan untuk menanggulangi kesulitan keuangan keluarganya. Tata hubungan antara pappalele, pinggawa dengan sawi adalah meniti pada tradisi yang ada atas dasar hubungan sosial ekonomi yang menjelma pada hutang budi. Pappalele merupakan patron pinggawa dan sawi sebagai kliennya. Pinggawa dan sawi menganggap pappalele adalah penyelamat, pelindung dan pemimpin yang mengayomi kehidupan diri dan keluarganya. Peran pappalele dalam lembaga ekonomi nelayan melahirkan hubungan kerjasama tradisional antara pemilik modal dengan nelayan penyewa/penyicil, yang berada dalam suatu unit usaha tangkapan. Menurut Made (dalam Djumran dan Adri 2011), bahwa pada dasarnya pappalele inilah yang berperan menyediakan kredit dan kebutuhan modal dari para nelayan dengan imbalan bahwa pappalele mempunyai hak untuk melelang hasil tangkapan mereka dengan ketentuan harga 10–30 % lebih rendah.

Page 3: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

370 371

Peran Pappalele pada Masyarakat ... Raodah

Pappalele sebagai mitra kerja pada kelompok nelayan telah terjalin sejak dahulu, hubungan itu bukan hanya terbatas pada pemberian modal usaha dan biaya operasional kelompok nelayan, akan tetapi terlibat pula dalam pemasaran ikan di TPI. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang peran pappalele dalam kehidupan masyarakat nelayan di Desa Tamasaju Kabupaten Takalar. Adapun fokus masalah dalam penelitian yaitu: 1) Bagaimana peran pappalele dalam lembaga ekonomi di TPI. 2) Bagaimana peran pappalele dalam pemasaran ikan, dan 3) Bagaimana peran pappalele dalam kelompok nelayan dan bagi hasil. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran pappalele dalam aktivitas kenelayanan di Desa Tamasaju Kabupaten Takalar.

Ada beberapa konsep yang diuraikan berkaitan dengan penelitian mengenai peran pappalele pada masyarakat nelayan di Desa Tamasaju. Konsep-konsep tersebut berkaitan dengan masyarakat nelayan dan lembaga ekonomi nelayan. Menurut Koentjaraningrat (1992) mencari dan menangkap ikan merupakan satu pekerjaan atau mata pencaharian manusia, yang diperlukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manusia yang mencari dan menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, biasa disebut “nelayan”

Jika konsep komunitas dan masyarakat dikaitkan dengan konsep nelayan, maka kelompok-kelompok masyarakat yang menggantungkan hidup mereka pada kegiatan yang masih berkaitan dengan menangkap ikan misalnya menjual ikan hasil tangkapan nelayan, membuat perahu yang akan digunakan menangkap ikan, menyewakan perahu untuk penangkapan ikan dan sebagainya. Kesemua kriteria pekerjaan tersebut bagi komunitas yang menekuninya dapat dikategorikan sebagai masyarakat nelayan.

Berkaitan dengan lembaga ekonomi nelayan di Sulawesi Selatan, menurut Andri (2002) bahwa kelompok kerja (working group) kenelayanan ponggawa-sawi dikenal sebagai

salah satu bentuk lembaga desa yang bersifat tradisional. Kelompok ini adalah “kelompok kerja” (working groups) yang dipimpin oleh seorang bergelar “ponggawa” dan para pengikutnya disebut “sawi”. Hubungan kerja antara ponggawa dengan sawi itulah membentuk sistem sosial nelayan, yang melibatkan warga masyarakat dan kelompok-kelompoknya. Pembagian menurut lapangan pekerjaan dan peranan masing-masing anggota kelompok, merupakan dasar pembentukan struktur dalam kelompok sosial. Sedangkan dasar pembentukan struktur termaksud, tidak diketahui dengan pasti kapan terwujudnya. Akan tetapi, diperkirakan kelompok sosial ini sudah ada sejak dahulu dan melembaga sampai sekarang. Merupakan hasil interaksi dalam masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang dan teratur, sehingga dengan sendirinya memberikan hak-hak dan kewajiban tertentu dalam interaksinya baik secara horisontal maupun secara vertikal.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan maksud untuk mendiskripsikan data yang diperoleh dari orang-orang yang terlibat dalam sektor kenelayanan. Penelitian kualitatif ini didasarkan pada pendekatan karakteristik penelitian antara lain: pertama pada penelitian kualitatif pengumpulan datanya dilakukan dalam latar yang wajar atau alamiah (natural setting), bukan dalam kondisi yang terkendali atau laboratories. Kedua, metode yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada fenomena sosial, penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Ketiga, pendekatan ini diarahkan pada individu yang utuh (Moleong, 2001:4).

Lokasi penelitian di Desa Tamasaju Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa masyarakat di Desa Tamasaju pada umumnya bekerja sebagai nelayan dan di sektor perikanan sejak dahulu, hingga

Page 4: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

372 373

terbentuknya lembaga ekonomi tradisional nelayan dan kelompok-kelompok nelayan yang bekerjasama dengan pappalele. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara yaitu mengenai peran pappalele dalam lembaga ekonomi nelayan, peran pappalele dalam pemasaran ikan dan peran pappalele dalam kelompok nelayan dan bagi hasil. Data sekunder berupa dokumen-dokumen resmi, misalnya jurnal, artikel, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya yang berhubungan langsung dengan substansi penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Menurut Patton (dalam Moleong, 2001:208) analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan urutan suatu dasar.

PEMBAHASAN

Profil Masyarakat Nelayan di Desa TamasajuDesa Tamasaju adalah sebuah

perkampungan nelayan yang terletak di tepi pantai Selat Makassar di Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Dahulu Desa Tamasaju hanyalah sebuah dusun, kemudian mengalami pemekaran menjadi desa pada tahun 1989. Secara administratif batas-batas wilayah Desa Tamasaju sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bontolebang, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bontosunggu, sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Jarak Desa Tamasaju dari ibu kota kecamatan yaitu 2,5 km dengan kondisi jalan beraspal mulus, sedangkan jarak dari ibukota kabupaten 35 km, sementara dari ibukota provinsi berjarak 51 kilometer dengan melewati jalan poros Kabupaten Gowa.

Mata pencaharian penduduk Desa Tamasaju pada umumnya di sektor perikanan dan pertanian, sehingga masyarakat Tamasaju memiliki dua mata pencaharian yaitu sebagai

nelayan dan petani. Penduduk banyak yang melaut ketika musim Timur dan bergabung dengan kelompok nelayan atau menjadi nelayan mandiri yaitu nelayan yang mempunyai perahu dan alat tangkap sendiri. Ketika musim Barat angin kencang, masyarakat nelayan tidak melaut, untuk memanfaatkan waktu masyarakat nelayan turun ke sawah melakukan pekerjaan sebagai petani. Kedua pekerjaan ini memiliki kontribusi yang besar sebagai pendapatan tetap masyarakat Desa Tamasaju.

Pada umumnya penduduk yang berprofesi sebagai nelayan mempunyai armada yang digunakan melakukan penangkapan ikan berupa perahu dan kapal kecil yaitu perahu dayung/sampan, perahu motor, baik yang berukuran besar maupun kecil misalnya perahu fiber. Masyarakat nelayan melakukan penangkapan secara besar-besaran pada musim Timur, walaupun jangkauan wilayah penangkapan mereka hanya terbatas pada pulau-pulau yang ada di Sulawesi Selatan. Perahu dan kapal penangkapan ikan pada umumnya adalah milik pappalele, dan sebagian kecil dimiliki oleh pinggawa/ juragan. Seorang papplele biasanya memiliki berbagai jenis perahu, seperti perahu jolloro, parere, dan fiber berkisar 3 sampai 5 perahu. Bagi masyarakat nelayan, perahu dan kapal merupakan modal utama, dan alat tangkap yang digunakan yaitu jaring dan pancing.

Di Desa Tamasaju terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berlokasi di Dusun Beba tepi pantai berhadapan langsung dengan laut lepas. Di TPI inilah masyarakat nelayan membongkar hasil tangkapan dan memasarkannya. Perahu-perahu nelayan ber-labuh dan membongkar ikan tangkapannya di depan TPI yang berjarak sekitar 20 meter dari pantai. Disamping kiri dan kanan TPI dijadikan lahan parkir kapal/perahu setelah melaut, atau tempat memperbaiki kapal/perahu apabila ada kerusakan. Penggunaan lahan parkir perahu diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara pappalele mewakili nelayan pencari ikan dan pengelola TPI. Kesepakatan tempat berlabuhnya kapal/perahu nelayan dilakukan

WALASUJI Volume 8, No. 2, Desember 2017: 369—380

Page 5: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

372 373

tepat di hadapan TPI yang akan memudahkan aktivitas pengangkutan hasil tangkap nelayan dari kapal/perahu, ke pelataran TPI. Semua jenis perahu yang digunakan nelayan seperti jolloro, parerre, fiber ditambatkan tepat di hadapan TPI, ketika para pabbisa yaitu buruh nelayan di TPI bertugas mengangkut hasil tangkapan nelayan menuju ke pelataran TPI.

Kalukuang. Kelompok nelayan yang wilayah tangkapnya jauh dari Kabupaten Takalar memerlukan waktu berhari-hari untuk mencapai wilayah penangkapannya, sehingga memerlukan waktu yang lama untuk tiba kembali di TPI Beba. Kelompok nelayan parengge dapat melakukan penangkapan dalam jarak tempuh berkisar dua atau tiga jam pelayaran. Nelayan parengge beroperasi selama 5 sampai 6 minggu tergantung persediaan alat pengawet ikan yaitu es balok. Jenis ikan yang biasanya menjadi tangkapan parengge adalah ikan cakalang yang berukuran kecil, layang dan juku eja

Peranan Pappalele Pada Masyarakat Nelayan Di Desa Tamasaju

a. Peran Pappalele Dalam Lembaga Ekonomi di TPI

Pada umumnya organisasi lembaga ekonomi nelayan yang diterapkan di tempat pelelangan ikan yang ada di Sulawesi Selatan dibuat dan diatur sepenuhnya oleh kelompok ponggawa darat atau pappalele, yang berperan dan menguasai pemasaran ikan. Sebagaimana diketahui bahwa TPI merupakan tempat kegiatan nelayan yang dapat dimanfaatkan untuk memberi kontribusi yang besar bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat maupun pemerintah. Keberadaan lembaga ekonomi nelayan yang ada di TPI berperan untuk memperlancar segala aktivitas nelayan dalam memasarkan hasil tangkapannya. (Ridasari, 2007).

Demikian pula dengan lembaga ekonomi nelayan yang ada di TPI Beba Desa Tamasaju ini, merupakan lembaga yang bersifat informal yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang beroperasi di TPI yaitu kelompok pappalele selaku pemasok ikan, pacato yaitu pedagang pengumpul ikan, pabbisa yaitu buruh di TPI dan pakulontong yaitu pedagang ikan keliling. Peran Pappalele sebagai distributor yaitu menjual hasil tangakapan kelompok nelayan yang bekerjasama dengannya di TPI. Selain itu, pappalele juga berperan sebagai pedagang perantara, yaitu menghubungkan nelayan dengan konsumen seperti pedagang keliling, pedagang

Gambar: 1 Tempat Pelelangan Ikan Beba

Aktivitas nelayan berlangsung mulai jam 03.00 wita dini hari sampai jam 10.00 wita siang. Pada umumnya nelayan yang melakukan operasi penangkapan ikan berangkat pada sore hari dan kembali pada dini hari, yaitu nelayan yang wilayah penangkapannya hanya berkisar 7 mil dari garis pantai. Kelompok nelayan yang melakukan penangkapan tidak jauh dari pantai pada umumnya adalah kelompok nelayan parerek dan fiber yang menggunakan alat tangkap jaring. Kelompok nelayan ini beranggotakan awak perahu sebanyak 8 orang yang terdiri dari 1 orang pinggawa dan 7 orang sawi, sedang untuk perahu fiber biasanya beranggotakan 2 sampai 3 orang. Jenis ikan yang menjadi hasil tangkapan kelompok nelayan ini adalah ikan-ikan kecil seperti ikan mairo (teri), bete-bete, layang dan ikan tembang.

Selain kelompok nelayan parerek dan fiber ada juga kelompok nelayan parengge yaitu nelayan yang menggunakan alat tangkap rengge, beroperasi dengan menggunakan perahu/kapal lebih besar dari perahu jolloro dan wilayah penangkapannya jauh dari pantai, misalnya ke Kabupaten Sinjai, Teluk Bone, dan wilayah di sekitarnya. Wilayah operasional penangkapan yang terdekat nelayan parengge hanya ke Pulau

Peran Pappalele pada Masyarakat ... Raodah

Page 6: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

374 375

pasar, pengusaha restoran/rumah makan, pedagang pengumpul, pengusaha eksportir ikan dan pengolahan ikan.

Secara empiric, peran pappalele dalam lembaga ekonomi nelayan tetap dominan dalam pemasaran ikan di TPI. Walaupun ada ketentuan bahwa pinggawa atau juragan yang tidak bekerjasama dengan pappalele akan sulit mendaratkan ikan tangkapannya di dermaga TPI, karena harus terlibat sebagai anggota dalam lembaga formal (rukun nelayan). Akan tetapi pinggawa yang berada di bawah kelompok kerja (working group) dengan pappalele yang berperan sebagai patron dalam lembaga ini, akan melindungi pinggawa dan sawinya sebagai klien mereka dalam penjualan ikan di TPI. Hal ini dilihat dari status pappalele sebagai ketua rukun nelayan yang memungkinkan untuk menarik klien dan orang-orang yang bekerja sama dengannya antara lain Pacato, Pakulontong dan Pabissa.

Pacato dalam lembaga ekonomi nelayan yang di TPI Beba adalah orang yang membeli ikan dalam partai besar dari pappalele. Pacato sebagai agen ikan dan pemilik modal yang ada di TPI Beba. Hubungan antara pacato dan pappalele tidak terikat, hanya sebatas hubungan dagang. Pacato bebas membeli ikan dari pappalele yang lain sesuai dengan permintaan pelanggannya. Hubungan antara pacato dan pappalele merupakan mitra dagang tanpa ada ikatan secara formal. Begitu pula hubungan antara pacato dengan pedagang ikan di pasar tradisional, pakulontong serta pengelolah rumah makan. Pakulontong atau pagandeng juku yaitu pedagang ikan keliling yang menggunakan sepeda atau motor dan berjualan di kampung-kampung atau di kompleks perumahan. Kelompok-kelompok nelayan inilah yang berperan dalam lembaga ekonomi di TPI Beba.

Lembaga ekonomi nelayan di TPI Beba masih bersifat tradisional dan berskala kecil, hanya melibatkan pemilik modal yaitu pappalele, pacato, dan pakulontong. Pappalele sebagai ketua kerukunan nelayan mengatur dan mengkoordinir dalam menetapkan harga jual. Pappalele sebagai

pemilik modal mengendalikan penjualan hasil tangkapan kelompok nelayan yang dipimpinnya, Pekerjaan ini dimulai pada saat perahu merapat ke dermaga. Pappalele meneliti dengan seksama kondisi hasil tangkapan, mengkoodinir dan mengawasi cara kerja pabbissa yaitu orang yang mengangkut ikan dari perahu ke tepi dermaga, kemudian menghitung dan menjual hasil tangkapan, serta menyelesaikan urusan retribusi. Menurut Dg.Ngemba (50 tahun) pengelolah TPI Beba, mengatakan bahwa setiap pappalele membayar biaya retribusi kepada pengelola TPI Beba sebesar Rp. 20.000 dan pacato sebesar Rp.10.000, per hari. Pungutan retribusi ini digunakan oleh pengelola untuk membayar PAM dan listrik serta biaya keamanan (wawancara Maret 2015).

b. Peran Pappalele Dalam Pemasaran Ikan

Pappalele memiliki kewenangan untuk memasarkan hasil tangkapan paboya yaitu orang yang ditugaskan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Pada umumnya kelompok nelayan melakukan transaksi penjualan ikan dari pihak pappalele kepada pacato. Selain melakukan transaksi di pelataran TPI, biasanya di lakukan pula transaksi di tepi pantai ketika air laut surut. Para pappalele membuat tenda-tenda di tepi pantai sebagai tempat untuk melakukan transaksi, kepada pacato. Kemudian ikan yang telah dibeli pacato di angkut ke pelataran TPI untuk dijual kepada pakulontong, penjual ikan di pasar tradisional, pedagang ikan antar daerah, dan pengelolah rumah makan. Prosesi pemasaran berlangsung ketika perahu sudah merapat di tepi pantai, kemudian pappalele menugaskan beberapa orang pabbisa untuk mengangkut ikan dari perahu ke tepi pantai. Setelah semua ikan hasil tangkapan di kumpulkan maka pappalele meneliti secara seksama jenis ikan dan mengecek berapa keranjang yang disetor paboya.

Sebelum ikan disetor pada pappalele, biasanya pinggawa melaporkan jenis ikan dan berapa banyak yang diperoleh, agar pappalele dapat memperkirakan harga jualnya. Setelah semua ikan hasil tangkapan sudah diturunkan,

WALASUJI Volume 8, No. 2, Desember 2017: 369—380

Page 7: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

374 375

selanjutnya pappalele menetapkan harga jual. Ikan hasil tangkapan nelayan biasanya dijual kepada pacato. Pappalele biasanya mempunyai pacato yang sudah menjadi langganan tetapnya, sehingga pappalele tidak perlu lagi menawarkan kepada pacato lainnya. Walaupun Pacato bebas membeli ikan dari pappalele yang lain sesuai dengan permintaan pelanggannya. Apabila harga ikan yang ditetapkan pappalele sesuai dengan harga yang diinginkan, maka pacato akan membeli keselurahan ikan yang ditawarkan.

Pappalele mempunyai komitmen dengan pacato untuk tidak menjual di bawah harga yang telah disepakati bersama. Artinya harga jual pappalele kepada konsumen atau penjual ikan lainnya tidak boleh dibawah harga jual pacato. Ada juga pacato mengikat hubungan kerjasama dengan pappalele, yaitu menampung atau membeli semua ikan hasil tangkapan kelompok nelayan milik pappalele, sehingga pappalele tidak perlu lagi menawarkan ke pacato yang lain. Hubungan kerjasama ini didasari saling kepercayaan antara kedua belah pihak. Pada umumnya antara pappalele dan pacato masih ada hubungan keluarga. Pappalele memberi keringanan pembayaran kepada pacato dengan cara pembayaran dilakukan setelah ikan yang diambil dari pappalele habis terjual, atau pacato hanya membayar setengah dari harga ikan yang dibelinya, kemudian melakukan pelunasan setelah keseluruhan ikan terjual. Biasanya pacato yang sudah mengikat kerjasama dengan pappalele berusaha mencari jaringan dengan pedagang ikan baik pada pakulontong, penjual ikan di pasar tradisional maupun pedangan ikan dari daerah. Tidak semua pedagang ikan membeli ke pacato, ada juga yang langsung membeli ke pappalele, walaupun harga jual antara pappalele dan pacato tidak berbeda.

Pappalele tidak akan menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga jual pacato, sehingga dimanapun pakulontong, penjual ikan di pasar tradisional atau pedagang ikan daerah ketika membeli ikan di TPI Beba, tidak akan berbeda harga jualnya untuk jenis ikan yang sama. Pacato sebelum membeli ikan dari

pappalele meneliti jenis ikan dan melakukan penawaran, apabila harga yang ditetapkan pappalele dianggap sudah dapat menguntungkan maka biasanya terjadi kesepakatan, sedangkan apabila harga yang ditetapkan dirasa sulit untuk memberi keuntungan, maka dilakukan penawaran agar harga tersebut dapat diturunkan. Tawar menawar antara pappalele dan pacato biasanya hanya berlangsung sebentar karena harga jual antara pappalele yang satu dengan pappalele lainnya ada di TPI Beba pada umumnya sama untuk jenis ikan tertentu, sehingga para pacato sudah mengetahui secara pasti harga jual yang akan ditawarkan pappalele.

Adapun jalur distribusi dan pemasaran ikan di TPI Beba adalah sebagai berikut: Pappalele memasarkan ikan ke pacato dan ke pedagang ikan dari daerah, yang datang memasarkan ikannya di TPI Beba. Selanjutnya pacato menjual ikan ke pakulontong, pedagang ikan di Pasar Tradisional dan ke konsumen, misalnya rumah makan dan restoran yang membeli ikan dalam jumlah besar. Pedagang ikan yang biasanya membeli ikan di TPI datang dari daerah misalnya dari Kabupaten Jeneponto, Sinjai dan lain lain. Pedagang ikan ini membeli ikan dari pappalele atau pacato yang ada di TPI Beba, kemudian menjualnya ke daerah asalnya.

c. Peran Pappalele Dalam Paboya (Kelompok

pencari ikan) Desa Tamasaju memiliki sumber daya

manusia yang berprofesi sebagai nelayan cukup besar sekitar 80% dari keseluruhan jumlah penduduk. Potensi ini tentunya sangat mendukung sektor perikanan dengan berbagai keahliannya dalam menggunakan peralatan tangkap, sehingga dapat melakukan eksploitasi penangkapan ikan secara besar-besaran yang ditunjang dengan ilmu pengetahuan kelautan. Dalam organisasi nelayan yang terdiri dari pappalele, pinggawa dan sawi yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan profesinya, maka apabila bersinergi maka akan menghasilkan suatu hasil yang saling menguntungkan.

Peran Pappalele pada Masyarakat ... Raodah

Page 8: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

376 377

Dalam kelompok nelayan, pappalele mempunyai peranan (1) memimpin dan mengorganisasikan kelompok nelayan untuk menangkap ikan, (2) menyediakan modal usaha, (3) menyediakan alat tangkap (fishing gear), termasuk (4) menyediakan kapal tangkap atau perahu dan (5) memberikan biaya operasional. Pappalele berperan dalam perekrutan anggota kelompok, melakukan bagi hasil, serta memberi pinjaman kepada pinggawa dan sawi sebagai biaya hidup (cost of living) termasuk biaya hidup keluarganya yang mereka tinggalkan selama melaut. Pappalele yang berkedudukan sebagai pemilik dan pengelola modal usaha mempunyai berbagai eranan penting, khususnya dalam pengambilan keputusan yang menentukan perilaku kelompok-kelompok nelayan pinggawa dan sawi di laut (Nurlinah, 2008)

Pappalele memilih dengan cermat pinggawa berdasarkan pengetahuan dan pengamalannya dalam mengeksploitasi pe-nangkapan ikan. Pinggawa berstatus sebagai pemimpin dalam pelayaran dan berbagai aktivitas peralatan produksi, merekrut beberapa orang sawi yang akan membantunya selama berproduksi, atas persetujuan pappalele. Pappalele memilih pinggawa dengan kriteria tertentu, misalnya memiliki pengalaman yang cukup lama pada operasi penangkapan ikan dan memiliki pengetahuan tentang kelautan serta terampil dalam penggunaan alat tangkap. Karena berhasil tidaknya dalam operasi produksi ikan sangat tergantung dari pengetahuan dan kerterampilan yang dimiliki pinggawa. Sebagai pimpinan dalam penangkapan ikan, maka pinggawa memiliki tanggungjawab dan kepercayaan yang besar diberikan pappalele kepadanya, selain menggunakan biaya operasional secara efisen dan efektif juga mampu menggerakkan sawinya dalam berproduksi.

Apabila seorang pinggawa dipercayakan oleh pappalele untuk memimpin operasi penangkapan ikan maka ia berkewajiban melaksanakan segala ketentuan yang ditetapkan oleh pappalele selaku pemilik modal. Misalnya

bertanggungjawab terhadap biaya operasional yang diberikan pappalele selama operasi penangkapan, mengkoordinir dan mengarahkan para sawinya sesuai dengan tugas yang diberikan. Seorang pinggawa seharusnya dapat mengayomi dan melindungi seluruh sawi yang bekerja padanya seperti membantu apabila ada sawi yang memerlukan bantuan keuangan, maka pinggawa yang membantu sawi memintakan pinjaman kepada pappalele. Terkadang ada sawi yang tidak dapat membayar utangnya, maka pinggawa yang mempertanggungjawabkan atau mengambil alih utang tersebut dari pappalele. Pinggawa bertugas membagi tugas para sawi yang membantunya selama dalam operasional penangkapan. Tugas para sawi ditentukan oleh pinggawa sesuai keahlian yang dimiliki. Kebanyakan para pinggawa merekrut sawi dari anggota keluarganya misalnya anak dan saudara atau ipar, disamping memberi pekerjaan kepada keluarganya sekaligus mentrasformasikan pengetahuan yang dimiliki agar kelak dapat menggantikan posisinya sebagai pinggawa.

Pappalele bersama pinggawa mengangkat sawi sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Seseorang dapat diterima menjadi sawi jika memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memiliki kekuatan fisik dan daya tahan tubuh yang kuat, rajin, tekun dan ulet serta dapat bekerjasama antar sawi lainnya. Demikian pula seorang sawi akan bekerja dengan tekun apabila pinggawa atau pappalele yang mempekerjakan memberi dan memperlakuan dengan baik, serta membantu apabila mereka mengalami kesulitan dalam ekonomi maupun bantuan pengobatan apabila mereka sakit. Tidak hanya sebatas sawi yang bersangkutan yang diberi bantuan, akan tetapi istri dan anak-anaknya. Sehingga banyak sawi yang bekerja lama pada seorang pappalele sampai bertahun-tahun lamanya, karena menganggap bahwa majikan tempatnya bekerja sudah cukup memenuhi kebutuhannya sebagai seorang pekerja.

Pappalele berperan mengayomi dan berlaku jujur terhadap anggota kelompok nelayan yang dipimpinnya. Pinggawa akan

WALASUJI Volume 8, No. 2, Desember 2017: 369—380

Page 9: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

376 377

bekerja dengan tekun dan optimal selama pappalele memperlakukan mereka dengan bijak. Hubungan kerjasama akan terjalin dengan baik apabila pemilik modal berlaku adil dan jujur dalam pembagian hasil. Memberi bantuan apabila mengalami kesulitan baik keuangan maupun bantuan keamanan, sehingga ada pinggawa yang bekerja kepada pappalele bertahun-tahun, bahkan turun temurun karena menganggap bahwa pimpinan mereka sangat mengayomi. Sebaliknya, tidak jarang seorang pinggawa memutuskan hubungan kerjasama dengan pappalele, karena menganggap bahwa pemilik modal tersebut tidak memperlakukannya secara adil dan jujur dalam pembagian hasil.

Selain sebagai tenaga kerja yang dipekerjakan oleh seorang pappalele, ada juga beberapa pinggawa di Desa Tamasaju yang telah memiliki perahu dan peralatan tangkap sendiri, walaupun dalam pengoperasiannya masih terikat kepada pappalele untuk biaya operasionalnya. Pappalele yang memberi pinjaman biaya operasional kepada pinggawa yang memiliki perahu dan alat tangkap, maka pembangian hasil usaha diatur sesuai kesepakatan bersama antara pappalele dan pinggawa. Sedang pinggawa yang masih memiliki hubungan keluarga dengan seorang pappalele, maka biaya operasional yang diberikan terkadang hanya merupakan pinjaman tanpa imbalan dan dikembalikan sesuai dengan uang yang dipinjamkan, hal tersebut hanya dianggap sebagai bantuan modal kepada keluarganya.

Pappalele menjalin hubungan kerja antara sawi dan pinggawa diatur sesuai kebiasaan dan etika kerja yang telah diturunkan secara turun temurun. Dalam satu kelompok nelayan, setiap sawi mempunyai tugas yang telah ditetapkan oleh pinggawa termasuk kegiatan memasak untuk menyiapkan makanan bagi seluruh awak perahu dalam satu unit penangkapan. Dalam sebuah armada perahu/kapal biasanya beranggotakan 12 sampai 17 orang sawi, sedangkan untuk kapal/perahu kecil hanya mempekerjakan 2 sampai 5 orang sawi. Sebagai buruh nelayan sawi juga sudah terspesialisasi seperti, sawi pa’pekang

(pemancing) sawi pa’rere. Ada juga sawi dapat menyesuaikan diri tergantung dari jenis alat tangkap yang dipergunakan dalam kelompok nelayan tempatnya bekerja. Menurut Hamid dalam (Raodah 2010), antara pinggawa dan sawi terjalin suatu ikatan batin yang menimbulkan satu kesatuan rasa, senasib dan sepenanggungan. Pinggawa senantiasa memenuhi kebutuhan sawinya, melindungi dari gangguan yang membuatnya tidak aman. Sebaliknya sawi yang sudah terikat dengan pinggawa akan merasa aman, karena ada tempat berlindung dan meminta bantuan untuk menanggulangi kesulitan keuangan keluarganya. Untuk itu, sawi akan bekerja keras demi kelanjutan usaha pinggawanya. Tata hubungan antara pappalele, pinggawa dan sawi adalah meniti pada tradisi yang ada, atas dasar hubungan sosial ekonomi yang menjelma pada hutang budi. Pandangan para sawi bahwa pappalele dan pinggawa adalah penyelamat, pelindung dan pemimpin yang mengayomi kehidupan dirinya dan keluarganya. Dinamika kerjasama antara sawi, pinggawa dan pappalele telah berlangsung cukup lama sejak kegiatan penangkapan berlangsung, bahkan dapat dikatakan seumur dengan masyarakat pesisir (Sallatang, 1982).

Walaupun dalam bekerjasama antara pappalele/pinggawa dan sawi saling menguntungkan, namun dalam kehidupan sosial ekonomi antara pappalele, pinggawa dan sawi tampak perbedaan yang sangat mencolok, seorang pappalele jauh lebih kaya dibanding pinggawa dan sawinya. Hal ini terlihat pada perbedaan antara rumah seorang pappalele dengan rumah pinggawa dan sawi. Di Desa Tamasaju, rumah pappalele rata-rata adalah rumah permanen bertingkat dengan arsitektur modern, sedang rumah sawi hanya berbentuk rumah panggung yang kumuh tanpa fasilitas yang layak seperti MCK dan perabotan seadanya. Kehidupan seorang sawi yang seakan tak pernah lepas dari ketergantungannya kepada pappalele, sehingga hutang seorang sawi kepada pinggawa dan pappalele seakan tidak akan pernah lunas. Hasil yang diperoleh sawi tidak pernah cukup

Peran Pappalele pada Masyarakat ... Raodah

Page 10: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

378 379

untuk melunasi hutang-hutangnya, sehingga tidak jarang pinggawa yang menangung hutang sawinya tersebut tidak mampu lagi bekerja karena sakit.

Hubungan kerjasama antara pappalele, pinggawa dan sawi dalam masyarakat nelayan tidaklah begitu ketat artinya seorang sawi dapat masuk dan menjadi pengikut kapal/perahu dari seorang pinggawa secara sukarela tanpa ada paksaan. Demikian pula mereka dapat keluar dari keanggotaan suatu kelompok nelayan kapan pun mereka mau tanpa harus menunggu musim paceklik, sepanjang hutang sawi kepada pinggawa dan pappalele telah lunas. Mereka dapat saja keluar dari kelompok nelayan tertentu apabila merasa kapal/perahu tempat mereka bekerja kurang memberikan hasil yang mencukupi untuk kebutuhan keluarganya. Sementara seorang pinggawa dan pappalele tidak berhak untuk melarang sawi untuk keluar dari kapal/perahu miliknya, walaupun pappalele dan pinggawa merasa bahwa sawi yang dipekerjakan secara ekonomis telah mendapat keuntungan dari penghasilannya menangkap ikan. Para sawi biasanya masuk dalam kelompok nelayan karena diajak oleh pinggawa/juragan untuk bergabung dengan kapal/perahu yang dipimpinnya. Menurut Daeng Boko (31 tahun) mengatakan bahwa kami para sawi biasanya mencari kelompok nelayan untuk bergabung apabila ada kapal/perahu kelompok nelayan, setiap musim penangkapan ikan, kelompok nelayan tersebut dapat mengeksploitasi ikan dalam jumlah besar, sehingga dapat memberi hasil yang memuaskan kepada seluruh awak kapal/perahu tersebut. (wawancara Maret 2015).

d. Peran Pappalele dalam Sistem Bagi Hasil

Pada Kelompok Nelayan.Nelayan di Desa Tamasaju menerapkan

sistem bagi hasil yang aturannya hampir sama dengan nelayan di daerah lain. Bagi hasil yaitu upah atau bagian yang diperoleh anggota kelompok nelayan dalam satu musim penangkapan dan biasanya diberikan dalam bentuk uang. Sistem pembagian ini dianggap

adil dan menguntungkan pihak yang terlibat yaitu pappalele, pinggawa dan sawi. Menurut Van Doorn (dalam Ridasari 2007), bagi hasil merupakan suatu kelembagaan dimana cara pembagian penghasilannya diatur dalam suatu perbandingan yang bersifat tetap. Dalam pembagian tersebut menimbulkan rasa keadilan dan kepuasaan masing-masing pihak yang terlibat.

Dalam usaha penangkapan ikan, seorang pappalele pemilik kapal/perahu tidak menentukan target maksimal dan minimal yang harus dicapai oleh pinggawa dan sawi selama musim penangkapan ikan. Karena sedikit banyaknya hasil yang diperoleh, tidak berpengaruh terhadap sistem bagi hasil antara pappalele, pinggawa dan sawi. Bagi hasil yang diterapkan masyarakat nelayan di Desa Tamasaju menggunakan persentase yaitu nilai produksi dikurangi biaya operasional kemudian dibagi dua yaitu pappalele mendapat 50%, pinggawa dan sawi sebesar 50% dengan perhitungan sebagai berikut : Sebelum 50% dibagikan kepada pinggawa dan sawi, maka sebanyak 1 bagian (2,14 %) diberikan kepada yang membersihkan kapal/perahu, 5-10% diberikan kepada yang bertugas memperbaiki perahu berupa biaya perbaikan kapal/perahu beserta alat tangkap yang digunakan, termasuk biaya pengecatan. Setelah bagian tersebut dikeluarkan, maka sisanya baru dibagi, 5 bagian untuk pinggawa sedang sisanya dibagi sebanyak sawi yang ikut. Dalam satu musim operasi penangkapan ikan, masing-masing sawi hanya mendapat 1 bagian.

Berdasarkan Perolehan dari bagi hasil yang diterapkan pada masyarakat nelayan, masih terjadi ketimpangan antara pappalele dengan pinggawa dan sawi. Karena bagian pinggawa dan sawi sangat kecil, sehingga dalam kehidupan sehari-harinya pinggawa dan sawi belum hidup layak, masih dibawah garis kemiskinan. Seperti yang dikatakan Wawo (2000) bahwa pada umumnya nelayan hidup serba kekurangan. Hal ini dapat ditandai dengan (1) keadaan hidup nelayan belum layak lebih rendah dari golongan tani maupun masyarakat produsen

WALASUJI Volume 8, No. 2, Desember 2017: 369—380

Page 11: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

378 379

lainnya, (2) banyak nelayan yang masih terikat pada tengkulak atau pengijon, (3) desa-desa nelayan pada umumnya jauh dari perhubungan masyarakat ramai, (4) tingkat pendidikan untuk menambah pengetahuan orang tua dan anak-anak nelayan sangat rendah, (5) perumahan nelayan masih sangat sederhana dan kurang memenuhi syarat kesehatan.

Besar kecilnya perolehan ikan setiap kali musim penangkapan bersifat fluktuatif, tergantung pada rezeki, serta ketepatan waktu dan lokasi penangkapan ikan. Apabila mujur atau beruntung, besarnya penghasilan dari seluruh anggota kelompok dapat digunakan untuk investasi, misalnya pembelian kapal/perahu bagi pappalele, sementara pinggawa/juragan dan para sawi dapat menyisihkan sebagian pendapatannya untuk tabungan atau membeli barang-barang berharga misalnya emas. Menurut Rahman (40 tahun) mengatakan bahwa saya sebagai papplele perhitungan untung rugi sebagai pengusaha di bidang perikanan tidak menggunakan batasan waktu seperti usaha formal misalnya perbulan atau pertahun. Perhitungan didasarkan pada waktu sekali melaut yaitu hasil yang diperoleh dari selisih antara biaya operasional yang dikeluarkan dengan harga jual ikan hasil tangkapan. Apabila mereka mujur, maka dapat meningkatkan pendapatannya dan seluruh anggota yang terlibat dalam kelompok nelayan tersebut. Akan tetapi bila kurang beruntung, maka hanya dapat mengembalikan biaya operasional yang dikeluarkan, sementara pinggawa dan sawi hanya dapat menutupi kebutuhan hidup sehari-hari (wawancara Maret 2015)

Menghadapi situasi demikian, maka dibutuhkan peran pappalele untuk mengatasi hasil tangkapan yang minim. Adapun solusi yang sering ditempuh oleh pappalele adalah memberikan keringanan bagi pinggawa maupun sawinya, yaitu hanya membayar sebagian dari hutangnya. Sisa hutangnya akan diperhitungkan kembali pada pembagian hasil periode berikutnya. Pappalele yang baik akan memberi kemudahan dalam sistem bagi hasil dan kebebasan dalam meminta pinjaman berapapun

jumlah yang dibutuhkan pinggawa maupun sawinya. Sebagai pengayom, pappalele telah menjalin hubungan yang melebihi hubungan kerjasama dalam pekerjaan maupun hubungan sebagai patron-klien. Hubungan mereka tidak lagi dilandasi perhitungan ekonomi semata, akan tetapi sudah terjalin hubungan kekeluargaan.

PENUTUP

Pappalele selaku bos nelayan memiliki beberapa peran dalam masyarakat nelayan di Desa Tamasaju. Pappalele atau ponggawa darat menjalin hubungan dengan kelompok nelayan, yaitu kelompok kerja nelayan bidang penangkapan atau eksploitasi hasil laut, dan kelompok kerja nelayan dalam pemasaran yang terbentuk dalam kelompok kerja di TPI Beba. Dalam lembaga ekonomi nelayan, peran pappalele sebagai ketua kerukunan nelayan yang beranggotakan pacato, pabbisa dan pengelola TPI, memberi peluang bagi kelompok nelayan dari wilayah di sekitarnya untuk menjual hasil tangkapannya di TPI. Dalam pemasaran ikan, pappalele menetapkan harga jual dan menjalin hubungan dengan pacato sebagai mitra kerja dalam penjualan ikan hasil tangkapan kelompok nelayan.

Pappalele sebagai pemimpin kelompok nelayan yang mensuplai modal usaha dan bantuan finansial lainnya, sangat berperan dalam menentukan aktivitas kenelayanan. Pappalele sebagai distributor hasil tangkapan kelompok nelayan yang bekerjasama dengannya, menjadikan peran pappalele semakin kuat dalam mengintervensi aktivitas pinggawa dan sawi dalam mengeksploitasi sumber daya hayati laut yang ada. Namun sebaliknya, untuk menjalin hubungan kerjasama yang baik dalam jangka waktu lama, maka pappalele berperan mengayomi pinggawa dan sawinya dari rasa aman, dan memenuhi kebutuhannya, maupun kebutuhan keluarganya yang ditinggalkan selama melaut. Hubungan pappalele dengan pinggawa dan sawi merupakan hubungan kepentingan yang diperkuat dan menjelma menjadi hubungan kekerabatan sebagai implementasi

Peran Pappalele pada Masyarakat ... Raodah

Page 12: PERAN PAPPALELE PADA MASYARAKAT NELAYAN DI DESA …

380 381

dari hubungan timbal balik atau patron klien. Pembagian penghasilan dari kelompok kerja nelayan di Desa Tamasaju diatur dalam suatu perbandingan yang bersifat tetap, sesuai dengan kesepakatan dan norma yang belaku.

DAFTAR PUSTAKA

Andri, Arief. 2002, Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Melalui Pendekatan kelembagaan lokal (Studi Kasus Desa Pajukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros). Makassar: Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Djumran dan Adri. 2011. Strategi Pengadaan Modal Finansial Nelayan Melalui Kelembagaan Lokal (Studi Kasus Desa Pa’lalakang Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar). Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS.

Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

Masyhuri. 1996. Menyisir pantai Utara, Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

Moleong, Lexy. J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya..

Nurlinah. 2008. Reproduksi Struktur Dalam Organisasi Nelayan Ponggawa Sawi Dalam Eksploitasi Sumberdaya Laut Di Sulawesi Selatan. Government: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 1, Juli 2008

Raodah. 2014. Ponggawa-Sawi: Lembaga Ekonomi Nelayan Tradisional Makassar. Makassar: De Lamacca.

Ridasari, B. 2007. Peranan Ponggawa di Kawasan Pendaratan Ikan (PPI) Paotere Kota Makassar, Tesis. Makassar: Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Sallatang, Arifin. 1982. Pinggawa Sawi Suatu Studi Sosiologi Kelompok Kecil. Disertasi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Wawo, Andi Basru. 2000. Suatu Tinjauan Tentang Aktivitas Nelayan Tradisional di daerah Pesisir Pantai Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.

WALASUJI Volume 8, No. 2, Desember 2017: 369—380