PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334144-T32553-Esti...
Transcript of PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334144-T32553-Esti...
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
TESIS
ESTI PURNAMI
1006828142
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
JANUARI 2013
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan
ESTI PURNAMI
1006828142
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
JANUARI 2013
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Diawali dengan ucapan “bismillahirrahmanirrahim” penulis panjatkan
puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah memberikan kekuatan, karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini penulis ajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Intinya Tesis
ini mencoba membahas tentang peran Notaris dalam pajak. Tepatnya, tesis ini
mengambil judul “PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS
TANAH DAN ATAU BANGUNAN”.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan
yang perlu diperbaiki mengenai isi maupun bahasanya. Hal dikarenakan masih
kurangnya pengalaman penulis dalam hal pengetahuan maupun teknik
penyusunannya. Tapi penulis mencoba dan berusaha membuat tesis dengan
semaksimal mungkin.
Terselesaikannya penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini seyogyanya penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, dorongan baik materil, moril maupun spiritual.
Doa yang tulus penulis panjatkan ke hadirat-Nya, mudah-mudahan amal baik
semua pihak yang berjasa kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda
dari Allah swt. Amin.
Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Chairunnisa Said Selenggang, S.H, MKN, selaku Pembimbing yang
dengan tekun dan sabar memberikan arahan kepada penulis serta motivasi
untuk berbuat yang terbaik. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan
rahmat, hidayah dan kesehatan kepadanya.
2. Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H, M.H, selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang juga
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
v
telah meluangkan waktu untuk penulis dan memberikan saran dan masukan
yang bermanfaat untuk penulis.
3. Bapak Sarwa Edi, S.T, M.T, selaku Kepala Seksi Dukungan dan Evaluasi
Data, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang telah membantu penulis
sebagai narasumber untuk memberikan informasi, saran dan masukan
khususnya mengenai pelaksanaan pemungutan pajak atas tanah dan atau
bangunan serta memberikan data-data pendukung penulisan Tesis ini.
4. Bapak Agus, selaku staff pada Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang telah
membantu penulis untuk memberikan informasi, saran dan masukan
khususnya mengenai peraturan tentang pajak penghasilan.
5. Staff pada beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Direktorat
Jenderal Pajak yang telah membantu penulis untuk memberikan Informasi
mengenai pelaksanaan pemungutan pajak dan proses penelitian pembayaran
pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
6. Ibu Fatma Agung Budiwijaya, SH, Notaris di Jakarta Selatan yang yang
telah membantu penulis sebagai narasumber
7. Bapak I Nyoman Raka, SH, Notaris di Jakarta Utara yang telah membantu
penulis sebagai narasumber.
8. Ibu Siti Rachmayanti, SH, Notaris di Jakarta Barat, yang telah membantu
penulis sebagai narasumber.
9. Alm. Bapak dan mama. Sujud syukur penulis untuknya, dengan rela
berkorban memberikan bimbingan dan motivasi serta doa untuk penulis
dalam bekal menjalani hidup ini.
10. Bapak Agung Budiwijaya (Mas Agung) dan Ibu Fatma Ul Chasanah (Mba
Ade), yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk
mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi dengan memberikan bantuan
moril dan materil selama kuliah sampai dengan penulisan tesis ini.
11. Mas Febri dan seluruh keluarga besar pengajian Waqiah, yang telah
memberikan dukungan doa serta memberikan motivasi kepada penulis
dalam mencapai cita-cita yang nantinya berguna bagi umat.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
vi
12. Kang Memet, sahabat penulis yang selalu siap membantu kapan saja dan
dimana saja serta memberikan penjelasan mengenai pajak yang sangat
membantu penulis dalam penulisan tesis ini.
13. Dhita, Mba Isye, Husna, sahabat penulis yang selalu siap membantu kapan
saja dan dimana saja selama penulis kuliah sampai menulis tesis ini.
14. Teman-teman satu bimbingan, dhita, mba isye, amel, puti, cici shuei, meris,
theo, tommy, david yang selalu kompak dan saling membantu,
15. Teman-teman Magister Kenotariatan angkatan 2010 Kelas Salemba yang
telah memberikan warna warni kehidupan di Kampus.
Sahabat-sahabat yang lain, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas doa, saran dan motivasi untuk penulis.
Jakarta, Januari 2013
Penulis,
ESTI PURNAMI
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
viii
ABSTRAK
Nama : ESTI PURNAMI
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul : PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS
TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang salah satunya berasal
dari tanah dan atau bangunan berupa Pajak Penghasilan atas pengalihan hak
maupun atas sewa, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak tersebut dikenakan dikarenakan adanya
perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang selalu harus diikuti
dengan pembuatan akta-akta yang diantara dibuat oleh Notaris. Penulisan tesis ini
bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaturan paling mutakhir mengenai
pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikenakan terkait dengan akta yang
dibuat oleh Notaris atas tanah dan atau bangunan dan mengetahui peran Notaris
dalam pemungutan pajak serta hambatan yang ditemui oleh Notaris dalam
pemungutan pajak tersebut sehingga dapat memberikan simpulan dan saran
mengenai hal ini kepada dinas dan instansi terkait demi penyelenggaraan
pungutan pajak yang lebih baik di masa mendatang. Penelitian ini menggunakan
metode normatif empris dengan penelitian kepustakaan yang bersifat deskritif
yang menggunakan data sekunder dan wawancara. Berdasarkan hasil analisis dan
wawancara dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak
dilaksanakan secara berbeda-beda, seharusnya Notaris sebelum membuat akta
harus menerima bukti pembayaran pajak dari para pihak. Selain itu, peran Notaris
dalam pemungutan pajak sebagai perpanjangan tangan pemerintah sangat
signifikan karena dari Notaris dapat diperoleh wajib pajak baru melalui
pembuatan NPWP maupun data-data yang akurat mengenai adanya suatu
perubahan yang terjadi terhadap Obyek Pajak melalui akta-akta yang dibuat
Notaris.
Kata kunci : Notaris, Peran, Pemungutan pajak.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
ix
ABSTRACT
Name : ESTI PURNAMI
Courses : Master Of Notary
Title : THE ROLE OF NOTARY IN COLLECTING TAXES ON
LAND AND OR BUILDINGS
Taxes are the main source of state revenues, one of which comes from the land
and the building or in the form of income tax on the transfer of rights as well as
the rent, taxes and Customs building as well as the acquisition of rights to land
and buildings (BPHTB). These taxes are imposed owing to legal action
undertaken by the community that should always be followed by the creation of
the deed-a deed between created by notary public. The writing of Taxes are the
main source of state revenues, one of which comes from the land and or building
form of income tax on the transfer of rights or rent, Land and Building Tax and
Customs Acquisition of The Rights Transfer of Land and Building (BPHTB).
These taxes are imposed due to the legal actions undertaken by people who are
always to be followed by the creation of the deeds among the Notary. This thesis
aims to know and understand the most current arrangements regarding the
implementation of tax collection which can be associated with the act made by
Notary on land and or building and know the Notary role in tax collection as well
as obstacles encountered by notary in the tax collection so that it can provide a
conclusion and advice on the matter to the relevant agencies for the service and
maintenance of better tax collection in the future. This research is using an
empirical normative methods of the literature which is a descriptive study using
secondary data and interviews. Based on the results of the analysis and interviews,
it can be concluded that the implementation of tax collection are implemented
diffrently and Notary must receive proof of tax payment from the party before
making the deeds. In addition, the role of Notary is very significant in collecting
taxes as a Government’s extension of power because Notary can obtain new
taxpayer through creating NPWP or obtain an accurate data on the changes of Tax
Object through deeds made by the Notary.
Key words :
Notary, The Role, Collecting Taxes
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINAL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan 1
1.2. Pokok Permasalahan 10
1.3. Tujuan Penelitian 10
1.4. Metode Penelitian 10
1.5. Sistematika Penulisan 11
II. PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK
ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
2.1. Gambaran Umum Tentang Notaris dan Kewenangannya serta
PPAT dan Kewenangannya
2.1.1. Tentang Notaris dan Kewenangannya 14
2.1.1.1. Tentang Kewenangan Notaris 24
2.1.1.2. Kewenangan Notaris dalam Membuat Akta
Yang Berkaitan Dengan Tanah 29
2.1.2. Tentang PPAT dan Kewenangannya 31
2.1.3. Perbedaan Notaris dan PPAT 40
2.2. Tinjauan Umum Tentang Pemungutan Pajak Atas Tanah
Dan Atau Bangunan.
2.2.1. Pengertian Pajak dan Sistem Pemungutan Pajak 42
2.2.2. Jenis Pemungutan Pajak Atas Tanah dan atau
Bangungan 50
2.2.2.1. Pajak Bumi dan Bangunan 51
2.2.2.2. Pajak Penghasilan 54
2.2.2.3. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau
Bangunan (BPHTB) 65
2.2..2.4. Proses Penelitian Surat Setoran Pajak
(Validasi) 66
2.3. Peran Serta Notaris Dalam Pemungutan Pajak Atas
Tanah Dan Atau Bangunan 69
2.4. Permasalahan Hukum dalam Pelaksanaan Pemungutan
Pajak Atas Tanah Dan Atau Bangunan 78
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
xi
III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan 81
3.2. Saran 83
DAFTAR REFERENSI 86
LAMPIRAN
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
1
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang
sangat tajam pada dekade terakhir ini. Pesatnya bisnis properti ini didorong oleh
kebutuhan pokok manusia akan papan, disamping pangan dan sandang. Dan
kebutuhan ini termasuk kebutuhan utama yang secara naluri harus terpenuhi.
Maka, sudah sewajarnya bagi seseorang untuk mengidam-idamkan memiliki
rumah hunian sendiri. Disamping itu dalam rangka keperluan usaha, seseorang
atau badan usaha memerlukan tempat yang dapat digunakan untuk keperluan
usahanya, misalnya kantor, ruko ataupun gudang. Disamping itu, properti juga
menjadi alternatif utama untuk berinvestasi. Disamping harga yang relatif selalu
naik dimasa yang akan datang, juga dapat dijadikan bisnis sewa yang
mendatangkan keuntungan pasif.
Dengan fenomena tersebut, membuat pemerintah berpikir untuk
mendapatkan penghasilan bagi negara dengan cara menarik pajak dari sektor ini
lebih besar lagi. Pajak digunakan untuk membiayai negara dalam banyak hal, baik
itu pembangunan maupun hal-hal yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Pajak
merupakan sumber utama dalam Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara
(APBN) yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jika dilihat dari
peningkatan jumlah penerimaan yang demikian besar, nyata bahwa pajak
merupakan sokoguru pembangunan negara kita.
Selain itu, salah satu fungsi pajak adalah mengisi penerimaan kas negara
yang sering disebut sebagai fungsi budgetair yaitu fungsi untuk menghimpun dana
dari masyarakat bagi kas negara untuk pembiayaan kegiatan pemerintah, baik
pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
2
UNIVERSITAS INDONESIA
Fungsi ini hakekatnya merupakan fungsi utama pajak, sebagaimana di
definisikan oleh Prof.Dr.P.J.A.Adriani guru besar hukum Pajak di Belanda bahwa
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan1.
Fungsi Pajak dalam mengisi kas negara diharapkan peranannya semakin
meningkat. Hal tersebut sejalan dengan yang ditegaskan pula dalam GBHN 1988,
pada Arah dan Kebijakan Pembangunan, angka 15, yaitu2 :
Pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara perlu terus
disempurnakan agar penerimaan negara makin meningkat, sedangkan pengeluaran
negara makin terkendali, terarah dan efisien. Untuk meningkatkan penerimaan
negara dari berbagai sumber, terutama diluar minyak dan gas bumi, pelaksanaan
sistem perpajakan terus disempurnakan dengan memperhatikan asas keadilan,
kemampuan dan manfaat. Dalam hubungan itu, kesadaran untuk membayar pajak
terus ditingkatkan, prosedur perpajakan terus disempurnakan dan aparatur
perpajakan harus makin mampu dan bersih.
Sumber penerimaan pajak yang dapat diperoleh oleh negara salah satunya
adalah berasal dari tanah dan atau bangunan. Bumi dan bangunan memberikan
keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau
badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan
sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui
pajak.
1 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, cet.2, (Bandung:Refika Aditama,
2010), hlm. 2.
2 Wiratni Ahmad, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah Dengan Kebijakan
Pertanahan di Indonesia, cet.1, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 3.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
3
UNIVERSITAS INDONESIA
Pemungutan pajak atas tanah dan atau bangunan adalah berdasarkan
Undang-Undang, sebagaimana dasar hukum pajak yang tertinggi adalah Pasal
23A Undang-Undang Dasar 1945.3
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang”
Suatu negara tidak mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi
masyarakatnya, karenanya dalam politik pemungutan pajaknya harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :4
1. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi
dan perdagangan.
2. Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan
kepentingan umum.
Hal penting lain yang terkait dengan penerimaan negara melalui pajak
adalah sistem dari negara tersebut untuk melakukan pemungutan atau pengenaan
pajak tersebut. Berkenaan dengan sistem pemungutan pajak, terdapat beberapa
sistem yang dikenal, yakni sebagai berikut :5
a. Self Assesment, adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana wajib
pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan.
b. Official Assesment, adalah suatu sistem pemungutan pajak, dimana
aparatur pajak yang menentukan sendiri (diluar wajib pajak) jumlah pajak
yang terutang.
3 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Ps. 23A.
4 Brotodihardjo, op.cit., hlm. 41.
5 Adrian Sutedi, Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah, cet.1, (Bogor: Ghalia Indonesia
2008), hlm. 33.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
4
UNIVERSITAS INDONESIA
c. Withholding System, adalah penghitungan, pemotongan, pembayaran,
serta pelaporan pajak yang dipercayakan kepada pihak ketiga oleh
pemerintah (semi self assesment).
Indonesia dalam sistem pemungutan pajak menurut Undang-Undang Pajak
Nasional menggunakan sistem Self Assesment, dengan prinsip-prinsip meliputi
pertama, dasar hukum pemungutan pajak adalah undang-undang nasional dimana
peran aktif wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya sangat diperlukan
guna pembiayaan negara dan pembangunan. Kedua, pemerintah yang diwakilkan
oleh fiskus hanya memberikan pembinaan, penelitian serta pelaksanaan kewajiban
karena tanggung jawab pelaksanaan pajak berada pada wajib pajak dan oleh
karena itu wajib pajak sebagai subyek pajak harus terus dibina serta diarahkan
agar mau memenuhi kewajibannya. Ketiga, Pemerintah memberikan kepercayaan
kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri jumlah seluruh penghasilan yang
telah diperolehnya, menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang, menghitung
sendiri jumlah pajak yang telah dibayar atau dapat dikreditkan, menghitung
sendiri jumlah pajak yang harus dibayar, menyetor sendiri jumlah pajak yang
masih harus dibayar ke kas negara via bank persepsi, dan wajib pajak wajib
mengisi serta melaporkan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Setoran
Pajak (SSP) ke Dirjen Pajak atau Kantor Pajak, sehingga kejujuran wajib pajak
sangat diperlukan dalam rangka pemungutan pajak.
Jenis pajak yang berkaitan erat dengan tanah dan atau bangunan, yaitu
Pajak Penghasilan atas pengalihan hak maupun atas sewa, Pajak Bumi dan
Bangunan serta Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Belum termasuk
pajak daerah yang mungkin dikenakan tergantung pada regulasi masing-masing
daerah yang berbeda kebijakannya. Pajak atas tanah dan atau bangunan
dikarenakan adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat atas tanah
dan bangunan berupa Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB). Perbuatan hukum atas tanah dan atau bangunan
tersebut adalah karena adanya pengalihan hak maupun persewaan atas tanah dan
atau bangunan.
Dalam perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat atas tanah dan
bangunan selalu harus diikuti dengan pembuatan akta-akta yang diperlukan,
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
5
UNIVERSITAS INDONESIA
sebagaimana telah diatur secara khusus mengenai hal tersebut. Akta-akta mana
yang harus dibuat oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Notaris dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Dikalangan masyarakat seringkali ditemukan adanya tumpang tindih
antara jabatan Notaris dan PPAT. Padahal keduanya merupakan jabatan yang
berbeda, walaupun keduanya serupa dimana pada umumnya jabatan Notaris dan
PPAT itu dijabat oleh orang yang sama. Perbedaan antara keduanya adalah
mengenai tugas dan kewenangannya, kewenangan Notaris lebih luas daripada
PPAT, sedangkan wewenang PPAT merupakan khusus untuk akta tanah yang
sudah mempunyai status hak. Mengenai pengertian tentang Notaris dan
kewenangannya tersebut semuanya diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah Pejabat Umum yang
berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini6.
Kewenangan Notaris membuat akta, pasal 15 ayat 1 Undang-Undang
nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan :
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 7
Selain itu, Notaris memiliki kewenangan pula untuk8 :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
6 Indonesi, Undang-Undang Jabatan Notaris, UU No. 30 tahun 2004, LN No. 117 Tahun
2004. TLN. No. 4432., ps.1.
7 Ibid.
8Ibid.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
6
UNIVERSITAS INDONESIA
b. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
Berdasarkan uraian diatas tentang kewenangan yang dimiliki oleh Notaris,
Notaris memiliki kewenangan yang merupakan kewenangan PPAT juga yaitu
“membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Hal ini disebutkan dalam
Pasal 15 ayat 2 butir f diatas, yang jika kita lihat penjelasan dari pasal-pasal
dalam undang-undang dimaksud tidak ada penjelasan. Berhubung tidak dijelaskan
dalam penjelasan maka yang terjadi di lapangan dalam aplikasinya terdapat
berbagai macam penafsiran pengertian dan penafsiran dalam pasal ini
menimbulkan 2 (dua) pandangan tentang arti kewenangan Notaris berkaitan
dengan pertanahan, yaitu9:
a. Notaris berwenang membuat akta yang obyeknya tanah dalam arti luas
meliputi baik yang menjadi kewenangan PPAT berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 maupun kewenangan lainnya yang
tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998;
b. Notaris berwenang membuat akta yang obyeknya tanah dalam arti
sempit, yang tidak termasuk kewenangan PPAT berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998.
Memahami arti pasal 15 ayat 2 butir f tersebut tidaklah dapat dipahami
hanya dengan membaca secara harafiah kata-kata dalam pasal tersebut, tetapi
pasal 15 ayat 2 butir f itu haruslah dipahami sebagai suatu sistem yang tidak
terpisahkan dengan pasal-pasal lainnya dan penjelasan umum dalam Undang-
9 Pieter E. Latumeten, “Notaris Tidak Berwenang Membuat Akta-Akta Yang Menjadi
Kewenangan PPAT Menurut PP 37 Tahun 1998”. Renvoi (Mei 2005): Hlm. 26.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
7
UNIVERSITAS INDONESIA
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maupun dengan Hukum
Nasional secara keseluruhan. Untuk memahami arti pasal 15 ayat 2 butir f maka
haruslah dihubungkan dengan Pasal 17 huruf g UUJN, yang dalam ilmu hukum
dikenal dengan metode penafsiran secara sistematis.
Dari pandangan-pandangan tersebut, akhirnya menimbulkan pengertian
terhadap pasal 15 ayat 2 butir f adalah kewenangan Notaris dalam membuat akta
yang berkaitan dengan pertanahan dalam arti sempit dimana kewenangan tersebut
tersebut hanya sepanjang bukan tindakan hukum dalam bentuk : akta jual beli,
akta tukar menukar, akta hibah, akta pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),
akta pembagian hak bersama, akta pemberian hak tanggungan dan akta pemberian
hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik. Hal ini karena tindakan
hukum tersebut mutlak wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
diatur dalam pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT)10
.
Kewenangan pembuatan akta yang berkaitan dengan tanah yang dimiliki
oleh Notaris adalah kewenangan dalam pembuatan akta Pengikatan Jual Beli, akta
pengoperan Hak Atas Tanah, akta Pelepasan Hak dan akta Sewa Menyewa atas
tanah dan bangunan.
Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan
Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan disebutkan :
(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak
Penghasilan.
(2) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
10
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta.cet.1, (Bandung: Mandar Maju, 2011), hlm. 81.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
8
UNIVERSITAS INDONESIA
ayat (1) adalah:
a. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak
lain selain pemerintah;
b. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan,
termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus;
c. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain
kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Sedangkan dalam Pasal 2 nya menyebutkan :
(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan
yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta,
keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang
berwenang.
(2) Pejabat yang berwenang hanya menanda tangani akta, keputusan,
perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh Orang pribadi atau
badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang
bersangkutan dengan menunjukkan aslinya.
(3) Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan
mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
9
UNIVERSITAS INDONESIA
lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.
(4) Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat
Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi
wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari uraian peraturan tersebut, jelas bahwa Notaris sebagai seorang
pejabat umum dalam melakukan pekerjaannya sebagai pembuat akta, tidak bisa
lepas dari kewajiban administrasi perpajakan yang secara langsung berhadapan
dengan calon wajib pajak. Notaris sebagai perpanjangan tangan pemerintah
diharapkan dapat membantu upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan
pajak sesuai pelaksanaan tugas dan wewenangnya, diantaranya memastikan klien
sebagai Wajib Pajak telah membayar pajak ke dalam kas negara sebagai akibat
dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh klien tersebut walaupun mengenai hal
tersebut tidak masuk dalam kewenangan Notaris baik secara umum maupun
secara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Jabatan
Notaris.
Namun peraturan-peraturan perpajakan tersebut secara tidak langsung
mendorong Notaris untuk berperan aktif dalam pemungutan pajak yang
seharusnya bukanlah merupakan kewajibannya. Dan dari peran tersebut,
kemungkinan juga bisa menjadi celah terjadinya permasalahan hukum bagi
Notaris karena kelalaian/ketidak hati-hatian terkait dengan pemungutan pajak.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
membahas dan mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk sebuah penelitian
yang berjudul :
“Peran Notaris Dalam Pemungutan Pajak Atas Tanah Dan Atau
Bangunan”
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
10
UNIVERSITAS INDONESIA
1.2. POKOK PERMASALAHAN
Adapun Pokok Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan pajak terhadap Wajib Pajak terkait
dengan akta yang dibuat oleh Notaris atas tanah dan atau bangunan?
2. Bagaimanakah peran Notaris dalam pemungutan pajak atas tanah dan atau
bangunan?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui dan memahami pengaturan paling mutakhir mengenai
pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikenakan terkait dengan akta
yang dibuat oleh Notaris atas tanah dan atau bangunan.
2. Mengetahui peran Notaris dalam pemungutan pajak atas tanah dan atau
bangunan serta hambatan dan kesulitan apa saja yang ditemui oleh Notaris
dalam pemungutan pajak tersebut sehingga dapat memberikan simpulan dan
saran mengenai hal ini kepada dinas dan instansi terkait demi
penyelenggaraan pungutan pajak yang lebih baik di masa mendatang.
1.4. METODE PENELITIAN
Metode penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis empiris yaitu metode
penelitian yang bertujuan mengetahui efektifitas perundang-undangan.
Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-
undangan terkait dengan pembayaran pajak penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan serta peraturan mengenai penelitian atas surat setoran
pajak penghasilan tersebut. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk
menganalisis hukum yang dilihat sebagai kegiatan yang dilakukan oleh Notaris
sebagai pejabat pembuat akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
11
UNIVERSITAS INDONESIA
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka hasil penelitian
ini nantinya akan bersifat deskriptif evaluatif yaitu pertama-tama memaparkan,
menggambarkan atau mengungkapkan pelaksanaan pemungutan pajak dari
pengalihan hak atas tanah yang belum bersertipikat. Hal tersebut kemudian
dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri,
dan terakhir menyimpulkannya11. Dalam penelitian ini juga peneliti memberikan
evaluasi mengenai pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan karena adanya jual
beli bangunan rumah tinggal dan pemindahan serta penyerahan hak sebelum
dilakukan pembuatan akta Notaris.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer
berupa hasil wawancara dengan narasumber dan juga data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Penelitian ini menggunakan macam
bahan hukum primer sebagai norma dasar, bahan sekunder sebagai bahan yang
memberikan informasi yang berkaitan dengan isi sumber hukum primer serta
implementasinya.
Dalam Penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua
macam yaitu :
1. Studi Dokumen,
Pengumpulan bahan-bahan hukum dengan cara penelitian studi dokumen
yaitu mengumpulkan dan menginventarisasi bahan-bahan kepustakaan,
seperti peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, karya ilmiah, hasil
penelitian, buku-buku ilmiah tentang perjanjian baku, surat kabar, serta
dokumen-dokumen hukum lain yang berkaitan dengan permasalahan pada
penelitian ini.
2. Wawancara
Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab langsung pada narasumber,
yaitu Pejabat Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan peraturan tentang
pelaksanaan pembayaran pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
11
Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
12
UNIVERSITAS INDONESIA
dan atau bangunan serta wawancara dengan beberapa Notaris yang berada di
Jakarta.
Dalam menganalisa data yang didapat dari studi dokumen dan wawancara
tersebut, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif yang merupakan
tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis12, yaitu apa yang
dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan,
dan perilaku nyata atau dengan kata lain penyajian yang menganalisis peraturan
perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum yang
berasal dari pendapat para pakar-pakar hukum maupun berdasarkan peraturan
perundang-undangan khususnya mengenai perpajakan meliputi Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal
Pajak yang terkait dengan Masalah yang dibahas dalam penulisan ini. Kemudian
penulis akan mengkaji bagaimana pemahaman dan penerapan hukum oleh Notaris
dalam bidang perpajakan yang berlaku terkait dengan transaksi atas tanah dan atau
bangunan.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Tesis ini tersusun secara sistematis agar tesis ini lebih teratur dan
memudahkan pembaca dalam membaca dan memahami isi dari tesis ini.
Keseluruhan isi dari tesis ini terdiri dari 3 (tiga) bab yang terdiri sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN.
Dalam Bab I ini akan diuraikan mengenai latar belakang
permasalahan yang merupakan latar belakang yang menyebabkan
ditulisnya tesis ini, pokok permasalahan yang akan dibahas, tujuan
penelitian, metode penelitian yang dipergunakan, sistematika
penulisan ini sendiri.
12
Ibid., hlm. 67.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
13
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB II PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK TERKAIT DENGAN
AKTA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS ATAS TANAH DAN
ATAU BANGUNAN.
Penelitian ini bertujuan mencari tahu bagaimana
pelaksanaan pemungutan pajak terkait dengan akta yang dibuat
oleh Notaris atas tanah dan atau bangunan, oleh karenanya penulis
pertama-tama akan menguraikan tinjauan Umum mengenai profesi
Notaris, Sejarah Notaris, Kewenangan Notaris dan kode etik
Notaris.
Menguraikan pula tinjauan secara Umum mengenai teori-
teori tentang Pajak, Sistem Pemungutan Pajak, pelaksanaan
pemungutan Pajak Atas Tanah dan atau Bangunan.
Menguraikan dan menjelaskan mengenai peran serta
Notaris dalam proses pelaksanaan pemungutan pajak terkait
dengan kewenangan Notaris dalam pembuatan akta atas tanah dan
atau bangunan berdasarkan hasil wawancara dengan nara sumber
di Kantor Notaris dan Kantor Pelayanan Pajak.
BAB IV PENUTUP
Menguraikan kesimpulan dari penelitian berdasarkan analisa hasil
penelitian penulis.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
14
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB II
PERAN NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS
TANAH DAN ATAU BANGUNAN
2.1. GAMBARAN UMUM TENTANG NOTARIS DAN
KEWENANGANNYA SERTA PPAT DAN KEWENANGANNYA
2.1.1. Tentang Notaris dan Kewenangannya
Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat
hingga sekarang dirasakan sangat disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap
sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh
diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta diterapkannya (konstatir) adalah
benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum13
.
Lembaga Notariat sudah dikenal sejak abad ke-11 atau ke-12 di Italia
Utara yang pada saat itu merupakan pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada
zaman itu. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari Notariat yang
dinamakan “Latijnse Notariat” dengan ciri-cirinya :
1. Diangkat oleh penguasa umum
2. Untuk kepentingan umum
3. Menerima uang jasa (honorarium) dari masyarakat umum
Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai “Notariat” ini timbul dari
kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti
baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi
diantara mereka. Para pengabdi dari lembaga ini ditugaskan oleh kekuasaan
umum (openbaar gezaag) bilamana masyarakat menghendaki atau bila undang-
13
Tan Thong Kie, Studi Notariat Dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet.1,
(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007), hlm. 444.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
15
UNIVERSITAS INDONESIA
undang mengharuskan untuk membuat alat bukti tertulis yang mempunyai
kekuatan otentik14
.
Nama Notariat berasal dari nama pengabdinya yaitu Notarius, yaitu
sebuah nama yang pada jaman romawi diberikan kepada orang-orang yang
menjalankan pekerjaan menulis, mencatat hubungan hukum yang terjadi di
masyarakat yang digunakan untuk alat bukti. Fungsi notarius pada waktu itu
sangat berbeda dengan notaris pada saat ini. Kemudian sebutan Nama tersebut
mengalami perubahan, di abad kedua dan ketiga adanya nama “notarii” yaitu
orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan
cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka yang pada saat ini dapat disebut
sebagai stenografen. Notarii ini berasal dari perkataan “nota literaria” yaitu tanda
tulisan atau character yang dipergunakan mereka untuk menulis dan
menggambarkan perkataan-perkataan. Kemudia sebutan “notarii” diberikan
kepada penulis atau sekretaris pribadi dari raja, sedangkan pada akhir abad
kelima, sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administrasi.
Para pejabat istana itu menduduki berbagai macam tempat didalam
administratif yang bersangkutan sehingga terdapat perbedaan tingkat dikalangan
mereka. Tingkatan yang paling tinggi merupakan orang kedua dalam administrasi
kekaisaran tersebut. Pekerjaan mereka terutama menuliskan sesuatu yang
dibicarakan dalam rapat-rapat dalam bidang kenegaraan.
Selain dari Notarii, pada abad ketiga juga dikenal apa yang dinamakan
“Tabeliones” yaitu orang-orang yang tugasnya untuk membuat akta-akta dan lain-
lain surat untuk kepentingan umum. Orang-orang ini melakukan tugas tersebut
tidak diangkat atau ditunjuk oleh kekuasaan umum untuk melakukan sesuatu
formalitas yang ditentukan oleh Undang-Undang.
“Tabularii” yaitu segolongan orang yang menguasai tehnik menulis yang tugas
(pekerjaannya) adalah memberikan bantuan kepada masyarakat didalam
pembuatan akta-akta atau surat-surat.
14
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet.3, (Jakarta: Erlangga,
1992), hlm. 2,
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
16
UNIVERSITAS INDONESIA
Para Tabulari ini adalah pegawai-pegawai negeri yang bertugas mengadakan dan
memelihara pembukuan keuangan kota dan mengawasi arsip dari majisrat kota
dibawah ressort dimana mereka berada. Dari ketiga bentuk keahlian tulis menulis
tersebut diatas yaitu Notarii, Tabeliones, Tabulari yang paling mendekati dengan
Notaris saat ini adalah Tabulari.
Lembaga Notariat yang berasal dari Italia Utara kemudian meluas sampai
ke daratan Eropa melalui Spanyol lalu ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan
kecuali Inggris dan Negara Scandinavia dan sampai ke Indonesia pada abad ke-17
melalui perancis yang pada saat itu menjajah Belanda.
Dengan adanya pusat perdagangan Belanda di indonesia (VOC) yang
kemudian Indonesia menjadi jajahan Belanda maka berdasarkan azas konkordasi
semua peraturan-peraturan yang ada di kerajaan Belanda berlaku pula di negara-
negara jajahannya termasuk Indonesia dan diangkat Notaris yang pertama di
Indonesia seorang Sekretaris dari college Van Schepenen yang bernama (Melchior
Kerchem).
Pada tahun 1860 pemerintah Belanda melakukan penyesuaian regulasi
mengenai jabatan Notaris di Nusantara dengan mengeluarkan ord.stbl 1860
Nomor 3 yang berlaku mulai tanggal 1 Juli 1860 (untuk selanjutnya disebut
“PJN). Dengan diundangkannya Notaris Reglement tersebut maka telah
diletakkanlah fundamen sebagai landasan pelembagaan Notaris di Indonesia15
.
Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris memuat pengertian Notaris yaitu 16
:
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.
15
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum
dan Etika, cet.2, (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 11.
16 Tobing, op.cit, hlm. 4.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
17
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemudian perjalanan Notaris di Indonesia mengalami perkembangan
sesuai dengan perkembangan negara dan bangsa Indonesia. Sejarah kontemporer
Indonesia mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat
yang cukup signifikan. Perubahan tersebut ditandai dengan berhasilnya
pemerintah orde Reformasi mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut “UUJN”). Sejak
berlakunya UUJN mulai tanggal 6 Oktober 2004 maka secara serta merta PJN dan
peraturan-peraturan lainnya yang mengatur mengenai Notaris dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga pengertian Notaris mengalami sedikit
perubahan dari yang lama atau yang telah diatur dalam PJN.
Pengertian Notaris menurut pasal 1 angka (1) UUJN adalah pejabat umum
yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang dimaksud
dalam Undang-undang. Kewenangan yang dimaksud didalam pasal 1 ini dimuat
dalam pasal 15 UUJN.
Jika dilihat dari dua pengertian tersebut diatas, ternyata mempunyai
kesamaan pengertian dimana pengertian Notaris itu adalah Pejabat Umum yang
berwenang membuat akta otentik. Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ketentuan mengenai Notaris tidak diatur secara rinci.
Sedangkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyebutkan17
:
Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Istilah Pejabat Umum itu sendiri tidak ada penjelasannya baik pada UUJN
maupun pada PJN juga pada pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren
yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan Pasal 1868 Burgerlijk
Wetboek (BW). Menurut Kamus Hukum salah satu arti dari Ambtenaren adalah
17
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Diterjemahkan
oleh R. Subekti, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), Ps.1868.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
18
UNIVERSITAS INDONESIA
Pejabat. Dengan demikian OpenbareAmbtenaren adalah pejabat yang mempunyai
tugas yang bertalian dengan kepentingan publik, sehingga tepat jika Openbare
Ambtenaren diartikan sebagai Pejabat Publik. Khusus berkaitan dengan Openbare
Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat
yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan
publik, dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada Notaris18
.
Sebagai pejabat umum, Notaris bukan berarti pegawai negeri yakni
pegawai yang merupakan bagian dari suatu korps pegawai yang tersusun, dengan
hubungan kerja yang hierarkis, yang digaji oleh Pemerintah. Jabatan Notaris
bukan suatu jabatan yang digaji, Notaris tidak menerima gajinya dari pemerintah,
sebagaimana halnya dengan pegawai negeri, akan tetapi dari mereka yang
meminta jasanya. Notaris adalah pegawai pemerintah tanpa gaji Pemerintah,
Notaris dipensiunkan oleh Pemerintah tanpa mendapat pensiun dari Pemerintah19
.
Dengan kata lain, Notaris bukanlah pejabat seperti pada umumnya pejabat-pejabat
Negara lainnya, walaupun jabatan Notaris merupakan jabatan yang diberikan
Negara namun Notaris tidak mendapatkan gaji dari Negara, Notaris merupakan
profesional yang mendapatkan gajinya sendiri walaupun berada dibawah
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia20
.
Notaris sebagai pejabat umum yang telah mendapat kepercayaan dari
Negara dan masyarakat untuk menuangkan kehendak atau keinginan mereka
dalam bentuk akta otentik yang digunakan sebagai alat bukti adalah suatu
kepercayaan dan penghargaan yang sangat tinggi. Oleh karena itu seorang Notaris
haruslah menjunjung tinggi kepercayaan dan penghargaan tersebut dengan moral
yang baik sehingga sesuai dengan perundang-undangan.
18
Chairunnisa Said Selenggang, “Profesi Notaris Sebagai Pejabat Umum di
Indonesia” (Makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus Untuk Mahasiswa/i
Magister Kenotariatan Angkatan 2008, Jakarta, hlm. 6-7.
19 Tobing, op.cit. hlm. 36.
20 Widodo Suryandono, “Orientasi Pendidikan Notaris Dalam Menciptakan
Profesionalitas Dan Integritas Moral Bagi Calon Notaris,” (Makalah disampaikan pada
Diskusi Panel dan Temu Alumni Specialis Notariat serta Alumni Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 3-4,
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
19
UNIVERSITAS INDONESIA
Sebagai suatu kepercayaan, Notaris mempunyai harkat dan martabat yang
tinggi karena harus dapat menyimpan rahasia, menuangkan kehendak mereka
dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak sehingga dapat
mencegah terjadinya sengketa (perselisihan) diantara pihak-pihak.
Oleh karena itu untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus memenuhi
persyaratan seperti yang diatu dalam Pasal 3 UUJN, yaitu :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Berumur paling sedikit 27 tahun;
d. Sehat jasmani dan rohani;
e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor
Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris
setelah lulus strata dua kenotariatan;
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, Pejabat Negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
Sejalan dengan ketentuan pasal 3 diatas, maka Notaris sebagai Pejabat
Umum dan sebagai organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya wajib
mengangkat sumpah. Sumpah merupakan persyaratan formal yang harus dijalani
sebelum dapat menjalankan tugasnya membuat akta sesuai pasal 4 ayat (1) dan (2)
UUJN. Sumpah/janji yang diatur dalam pasal 4 UUJN tersebut terdiri dari 2 (dua)
bagian.
Jika diperhatikan sumpah/janji Notaris tersebut :
1. Bagian Pertama, jelas bahwa persyaratan untuk dapat menjadi Notaris
mutlak harus Warga Negara Indonesia.
Jabatan Notaris tidak mungkin diberikan kepada bukan Warga Negara
Indonesia karena jika bukan Warga Negara Indonesia tidak mungkin akan
patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila beserta
Undang-Undang Dasarnya.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
20
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Bagian Kedua, memuat sumpah jabatan; bahwa seseorang Notaris dalam
menjalankan jabatannya harus berlandaskan bunyi sumpah bagian kedua ini.
Dalam sumpah jabatan tersebut adanya tanggung jawab moral seorang
Notaris dalam menjalankan tugasnya.
Notaris selaku Pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta
otentik, dalam menjalankan tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhi,
karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan, yang
dalam hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN. Diantara
kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal tersebut terdapat kewajiban
Notaris yang sangat erat kaitannya dengan pemungutan pajak yaitu , diantara
kewajiban Notaris, yaitu :
a. bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
Kewajiban ini mutlak dimiliki oleh seorang Notaris sebagai
perpanjangan tangan pemerintah dalam bidang perpajakan yaitu dalam
mencantumkan Nilai Transaksi dalam suatu akta yang sesuai dengan
surat setoran pajak dari wajib pajak.
b. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
Pelayan yang diberikan Notaris dalam hal ini adalah pelayan yang
berkaitan dengan akta yang akan dibuat oleh para pihak. Dalam bidang
perpajakan, Notaris dapat membantu masyarakat untuk melakukan
perhitungan, pembayaran dan melakukan validasi pajak agar sesuai
dengan ketentuan-ketentuan perpajakan. Namun Notaris juga harus
secara tegas untuk menolak memberikan bantuan kepada masyarakat
dalam hal upaya untuk melakukan pengelakan membayar pajak atau
pelanggaran dalam bidang perpajakan lainnya.
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan kewajiban seorang Notaris dalam
pemungutan pajak atas tanah dan atau bangunan bahwa Notaris tidak mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan laporan daftar akta setiap bulannya kepada
Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
21
UNIVERSITAS INDONESIA
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau
Bangunan, sehingga hal ini sangatlah jelas bertentangan dengan ketentuan di
dalam UUJN.
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, selain memiliki kewajiban
yang harus dijalankan sebagaimana diuraikan dalam Pasal 16 UUJN tersebut,
Notaris juga harus tunduk pada larangan-larangan yang harus diperhatikan dalam
menjalankan tugas jabatannya. Selanjutnya mengenai ketentuan-ketentuan yang
berisi larangan tersebut diatur di dalam Pasal 17 UUJN, yang dinyatakan bahwa
Notaris dilarang :
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut
turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai Pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha milik
negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah
jabatan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
Rumusan Pasal 17 huruf g yang berupa larangan merangkap jabatan
tersebut, justru menciptakan suatu ketidakpastian mengenai hubungan
institusional jabatan Notaris dengan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang
selanjutnya disebut PPAT. Notaris mempunyai wilayah jabatan yang meliputi satu
propinsi dan wajib mempunyai satu kantor di wilayah propinsi yang
bersangkutan. PPAT juga mempunyai daerah kerja yang meliputi satu kabupaten
atau kota, dan juga wajib mempunyai satu kantor di daerah kerjanya. Pada saat ini
Notaris diperbolehkan merangkap jabatan PPAT dan sebaliknya, tetapi wajib
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
22
UNIVERSITAS INDONESIA
berkantor pada satu kantor. Yang berarti berkedudukan dan berkantor pada tempat
yang sama. Tetapi dengan adanya larangan yang dirumuskan dengan kalimat
tersebut tanpa disertai penjelasan justru memungkinkan adanya penafsiran yang
berbeda atau multitafsir21. Mengenai hal ini, untuk akta yang berkaitan dengan
Pertanahan yang dapat dibuat oleh Notaris tidak perlu melihat letak tanah atau
disesuaikan dengan daerah kerja jabatan Notaris tersebut selaku PPAT. Misalnya
dalam pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli, dimana obyek tanah terletak di luar
daerah kerja PPAT namun para pihak berada pada wilayah jabatan Notaris, maka
Notaris dapat membuat akta tersebut.
Ketentuan mengenai larangan Notaris tersebut juga merupakan suatu
suatu ketentuan mengenai tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan oleh Notaris
dan jika larangan ini dilanggar oleh Notaris, maka kepada Notaris yang melanggar
akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 UUJN.
Notaris dalam menjalankan jabatannya juga sebagai merupakan suatu
profesi karena Notaris melakukan suatu pekerjaan yang tetap dalam bidang
tertentu didasarkan suatu keahlian khusus yang dilakukan dengan penuh tanggung
jawab dan mendapat penghasilan dari pekerjaan tersebut. Suatu pekerjaan yang
dijalankan dengan rambu-rambu keahlian dalam menjalankan profesinya disebut
Profesional22.
Notaris dalam menjalankan profesinya tersebut, harus benar-benar mampu
memberikan jasanya secara baik kepada masyarakat sehingga tidak ada
masyarakat yang dirugikan. Oleh karena itu, seorang Notaris dituntut lebih peka,
jujur, adil dan transparan dalam pembuatan sebuah akta agar menjamin semua
pihak yang terkait langsung dalam pembuatan sebuah akta otentik.
Notaris yang merupakan suatu profesi tentunya memerlukan suatu aturan
etika profesi dalam bentuk kode etik. Kedudukan kode etik bagi Notaris sangatlah
penting, bukan hanya karena Notaris merupakan suatu profesi, melainkan juga
karena sifat dan hakikat pekerjaan Notaris yang berorientasi pada legalisasi,
21
Adjie, op.cit, hlm. 95-96.
22 Selenggang, op.cit, hlm. 9.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
23
UNIVERSITAS INDONESIA
sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang tentang status harta
benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa Notaris23.
Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang
teguh kepada kode etik jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat
profesionalisme akan hilang sama sekali. Menurut Bertens, kode etik profesi
merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya
berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat24.
Notaris sebagai profesi memiliki Kode Etik notaris yang dibuat oleh
Organisasi Notaris Indonesia atau yang dikenal dengan Ikatan Notaris Indonesia
(INI). Dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang
harus dipegang oleh Notaris (selain UUJN), diantaranya adalah25 :
1. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada :
a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada
hukum peraturan jabatan Notaris, sumpah jabatan, kode etik Notaris
dan berbahasa Indonesia yang baik.
b. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan
nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.
c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan
Notaris, baik di dalam maupun diluar tugas jabatannya.
2. Dalam menjalankan tugas, Notaris harus :
a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan
dengan penuh rasa tanggung jawab.
23
Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa,
Advikat, Notaris, Kurator dan Pengurus), (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2005), hlm.
133.
24 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Citra Aditya
Bhakti, 2006), hlm. 77,
25 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), hlm. 52.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
24
UNIVERSITAS INDONESIA
b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh Undang-
Undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak
menggunakan perantara.
c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.
3. Hubungan Notaris dengan klien harus berdasarkan :
a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya dengan sebaik-baiknya.
b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran
hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan
kewajibannya.
c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang
kurang mampu.
4. Notaris dengan sesama rekan Notaris haruslah :
a. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.
b. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan
sesama.
c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps Notaris atas dasar
solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.
1. Tentang Kewenangan Notaris
Setiap perbuatan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu pada
kewenangan yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah seorang pejabat
ataupun Badan Tata Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan
pemerintahan. Oleh karena itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi
setiap pejabat ataupun bagi setiap badan hukum.
Dalam hukum administrasi negara, dasar bagi perintah untuk melakukan
perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan bevoegdheid yang berkaitan
dengan suatu jabatan ambt. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber
yakni atribusi, delegasi, dan mandat, ketiga sumber kewenangan ini akan
melahirkan kewenangan (bevoegdheid, legal power, competence). Kewenangan
yang diperoleh dengan cara atribusi, apabila terjadi pemberian wewenang
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
25
UNIVERSITAS INDONESIA
pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan yang menciptakan suatu wewenang pemerintahan baru. Jadi
pada atribusi terjadi pemberian suatu wewenang oleh suatu peraturan perundang-
undangan.
Kewenangan yang diperoleh dengan cara delegasi/pelimpahan merupakan
pemberian wewenang yang sudah ada oleh suatu badan administrasi negara yang
telah memperoleh suatu kewenangan pemerintah secara atribut kepada badan
administrasi negara lainnya. Suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu
atribusi wewenang. Jadi harus dipastikan apakah suatu badan yang mengeluarkan
suatu keputusan yang berisi suatu pendelegasian wewenang itu berdasarkan suatu
wewenang pemerintahan atribut yang sah atau tidak. Jadi, pada wewenang
delegasi terjadi pelimpahan atau pemindahan wewenang yang telah ada kepada
pejabat atau organ administrasi lainnya.
Pada wewenang mandat, tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru
maupun pelimpahan wewenang dari suatu badan ke badan lainnya, pada mandat
hanya terjadi suatu hubungan intern antara penerima mandat (mandataris) dengan
pemberi mandat (mandan), sedangkan tanggung jawab tetap ada pada pemberi
mandat, dan tidak beralih pada mandataris. Dengan kata lain, Wewenang
merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan
yang bersangkutan. Jika berdasarkan perspektif sumber kewenangan, Notaris
memiliki wewenang atribut yang diberikan oleh pembentuk undang-undang
(badan legislator), yang dalam hal ini melalui UUJN. Jadi, Notaris memiliki
legalitas untuk melakukan perbuatan hukum membuat akta otentik.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam pasal 15 UUJN kewenangan
Notaris bisa dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu26 :
(1) Kewenangan Utama/Umum, Pasal 15 ayat 1 UUJN yang menyebutkan
bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
26
Ibid, hlm. 78.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
26
UNIVERSITAS INDONESIA
untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-Undang.
(2) Kewenangan tertentu, Pasal 15 ayat 2 UUJN yang menyebutkan Notaris
berwenang pula :
(a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
(b) Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
(c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
(d) Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;
(e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
(f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
(g) Membuat akta risalah lelang.
Salah satu kewenangan yang berkaitan dengan pemungutan pajak adalah
kewenangan Notaris untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta (pasal 15 ayat 2 huruf e). Kewenangan ini selain berkaitan dengan
akta yang dibuatnya juga dalam rangka membantu pemerintah untuk
meningkatkan peneriman negara.
(3) Kewenangan lain-lain, Pasal 15 ayat 3 UUJN, yang menyebutkan bahwa
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur di dalam perundang-undangan.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas jelas bahwa Notaris sebagai
pejabat umum adalah membuat akta otentik, melakukan pendaftaran dan
mensahkan surat-surat dibawah tangan. Selain itu, Notaris juga bertugas untuk
memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai undang-undang kepada para
pihak yang bersangkutan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
27
UNIVERSITAS INDONESIA
Wewenang Utama Notaris adalah membuat akta otentik dalam lingkup
hukum perdata kecuali Undang-Undang menentukan lain. Akta yang dibuat oleh
Notaris tersebut hanya akan menjadi akta otentik, apabila Notaris mempunyai
wewenang yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu 27:
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu;
Hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana Notaris adalah
pejabat umum yang dapat membuat akta yang ditugaskan kepadanya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat;
Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa Notaris tidak diperkenankan
membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai
hubungan keluarga dengan Notaris baik karena perkawinan maupun
hubungan darah dalam garis lurus kebawah dan/atau keatas tanpa
pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping dengan derajat ketiga,
serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan
ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini
adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan
jabatan.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu
dibuat;
Menurut pasal 18 UUJN, Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah
kabupaten/kota. Wilayah jabatan Notaris meliputi seluruh wilayah propinsi
dari tempat kedudukannya. Akta yang dibuat diluar jabatannya adalah
tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu;
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari
jabatannya, demikian juga Notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia
memangku jabatannya.
27
Tobing, op.cit, hlm. 78,
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
28
UNIVERSITAS INDONESIA
Apabila salah satu persyaratan diatas tidak dipenuhi, maka akta yang
dibuatnya itu adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta
yang dibuat dibawah tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan sumber
untuk otentitas akta Notaris dan juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta
Notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut28 :
1. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum;
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang;
3. Pejabat Umum oleh dan atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.
Ada 2 (dua) jenis akta yang dibuat oleh Notaris :
1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris disebut akta relaas yaitu akta yang
dibuat oleh Notaris dalam jabatannya atas permintaan para pihak dan dari
apa yang dia lihat, dia saksikan dan dia dengar mengenai tindakan atau
perbuatan para pihak tersebut.
2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris, disebut akta pihak
(akta partij), yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang
diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris, dimana para pihak
berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk
akta Notaris.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, bahwa Notaris berwenang membuat
akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau menurut aturan hukum wajib
dibuat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta tersebut harus berdasarkan
aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta Notaris, sehingga
Jabatan Notaris sebagai Pejabat Umum tidak perlu lagi diberi sebutan lain yang
berkaitan dengan kewenangan Notaris.
28
Ibid, hlm. 48.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
29
UNIVERSITAS INDONESIA
2. Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Yang Berkaitan Dengan
Tanah
Sejak diundangkannya UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004 sampai dengan
saat ini, implementasi UUJN belum dapat dijalankan secara efektif, walaupun
pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin dengan melakukan sosialisasi
undang-undang tersebut hampir keseluruh pelosok tanah air. UUJN telah
memberikan perluasan kembali kewenangan kepada Notaris yang selama ini
dilepaskan dari tangannya, yakni kewenangan yang diatur dalam Pasal 15 ayat 2
huruf f yaitu kewenangan dalam hal membuat akta di bidang pertanahan.
Secara filosofis, lahirnya UUJN dapat dinyatakan sudah dapat diterima
secara utuh oleh seluruh masyarakat, karena tidak terdapat perbedaan penafsiran
mengenai suatu konsep dari istilah pejabat umum sebagai satu terminologi yuridis.
Fakta yang terjadi adalah perbedaan dalam melaksanakan kewenangan pejabat
umum yang disebabkan oleh adanya kerancuan penafsiran terhadap istilah pejabat
umum yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Sebagai akibatnya, adalah lahir dua kubu
penafsiran (interpretasi) yang saling bertolak belakang, khususnya yang berkaitan
dengan adanya kewenangan Notaris membuat akta di bidang pertanahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 huruf f UUJN. Dan kedua
perbedaan tersebut adalah29 :
Pertama : Pendapat yang mengatakan bahwa “Akta yang berkaitan dengan
pertanahan” sebagai sama dengan “Akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah (Akta PPAT)”.
Kedua : Pendapat yang mengatakan bahwa “Akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah (Akta PPAT)” tidak sama dengan “Akta yang berkaitan
dengan Pertanahan”, yang hanya meliputi Akta Pengikatab Jual
Beli Tanah dan Akta Perjanjian Sewa.
29
Andi Mattalatta, “Profesi Notaris Sebagai Pejabat Umum di Indonesia,”
(makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus Mahasiswa Kenotariatan
angkatan 2008, Depok, 16 Agustua 2008), hlm. 4-5.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
30
UNIVERSITAS INDONESIA
Memahami arti pasal 15 ayat 2 butir f tersebut tidaklah dapat dipahami
hanya dengan membaca secara harafiah kata-kata dalam pasal tersebut, tetapi
pasal 15 ayat 2 butir f itu haruslah dipahami sebagai suatu sistem yang tidak
terpisahkan dengan pasal-pasal lainnya dan penjelasan umum dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maupun dengan Hukum
Nasional secara keseluruhan. Untuk memahami arti pasal 15 ayat 2 butir f maka
haruslah dihubungkan dengan Pasal 17 huruf g UUJN, yang dalam ilmu hukum
dikenal dengan metode penafsiran secara sistematis30.
Dari pandangan-pandangan tersebut, akhirnya menimbulkan pengertian
terhadap pasal 15 ayat 2 butir f adalah kewenangan Notaris dalam membuat akta
yang berkaitan dengan pertanahan dalam arti sempit dimana kewenangan tersebut
tersebut hanya sepanjang bukan tindakan hukum dalam bentuk : akta jual beli,
akta tukar menukar, akta hibah, akta pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),
akta pembagian hak bersama, akta pemberian hak tanggungan dan akta pemberian
hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik. Hal ini karena tindakan
hukum tersebut mutlak wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
diatur dalam pasal 95 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT).
Dengan demikian dapat disimpulkan, sepanjang mengenai hak atas tanah yang
belum memiliki status hak atas tanah, peralihan haknya dapat dibuat berdasarkan
akta Notaris yaitu Akta Penyerahan (pengoperan) Hak atas Tanah. Sedangkan
atas tanah-tanah yang sudah memiliki status hak atas tanah, maka peralihan hak
atas tanah dan bangunannya harus dilaksanakan di hadapan PPAT.
30
Latumeten, loc.cit.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
31
UNIVERSITAS INDONESIA
ii. Tentang PPAT Dan Kewenangannya
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa :31
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal ini menyatakan bahwa negara berhak untuk mengelola dan
mengambil keuntungan dari segala potensi sumber daya alam yang ada di
Indonesia termasuk di bidang pertanahan yang kemudian dijabarkan dalam pasal
2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) dan kemudian untuk menjabarkan Pasal 2 tersebut di atas
dibentuklah Jawatan Pendaftaran Tanah dan Departemen Agraria. Jawatan ini
semula bernaung di bawah Departemen Kehakiman. Kemudian, dengan Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 190 Tahun 1957, tanggal 12
September 1957 dipindahkan ke dalam lingkungan Kementrian Agraria.
Selanjutnya, Jawatan Pendaftaran Tanah tersebut menjadi Direktorat Pendaftaran
Tanah dari Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri dan terakhir
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988
dibentuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang merupakan peningkatan status
dari Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.
Dalam Pasal 1 Keppres tersebut ditegaskan bahwa BPM adalah lembaga
non departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada presiden dengan tugas menangani dan bertanggung jawab langsung
kepada presiden dengan tugas menangani bidang pertanahan secara nasional.
Berdasarkan pasal 2 Keppres tersebut bahwa tugas BPN membantu
presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik
berdasarkan UUPA maupun peraturan perundang-undangan yang lain yang
meliputi pengaturan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan
hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah, dan lain-lain yang
31
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, ps.33
ayat (3).
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
32
UNIVERSITAS INDONESIA
berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Presiden. Dengan demikian, tugas dan fungsi yang semula dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Agraria beralih ke BPN.
Sebagai tindak lanjut dari Keppres tersebut kemudian Kepala BPN
mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1988 yang mengatur
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN di Provinsi dan Kantor
Pertanahan di Kabupaten/kotamadya. Tugas yang dilaksanakan oleh BPN
terhadap PPAT berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPN tersebut adalah untuk
menyiapkan bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka bimbingan,
pengendalian, pengembangan PPAT, serta penyaringan PPAT yang akan diangkat
dan menyiapkan bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka
pengangkatan dan pemberhentian PPAT serta penilaian atas pelaksanaan
tugasnya32.
Menurut Prof. Boedi Harsono dalam penjelasannya kepada majalah
Renvoi mengenai Sejarah, Tugas dan Kewenangan PPAT33 bahwa dengan
berlakunya Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA), maka hak-hak atas tanah sejak tanggal 24 September
1960 diubah (dikonversi) menjadi Hukum Tanah Nasional yaitu Hak Milik (HM),
Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP).
Hak-hak tersebut menurut UUPA harus di daftar sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan ini
merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 19 UUPA yang kemudian disempurnakan
menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah harus dibuktikan dengan dengan
suatu akta yang disebut akta tanah. Akta ini untuk membuktikan perbuatan hukum
pemindahan hak atas tanah dan pembebanan hak atas tanah dengan hak
tanggungan. Juga kemungkinan pembebanan Hak Milik dengan Hak Guna
32
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris Dan PPAT Indonesia:
Kumpulan Tulisan Tentang Notaris Dan PPAT, cet.1, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2009), hlm. 87-88.
33 Boedi Harsono, “Sejarah, Tugas dan Kewenangan PPAT”, Renvoi (Januari
2007), hlm.8.44.IV.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
33
UNIVERSITAS INDONESIA
Bangunan dan Hak Pakai. Timbul masalah siapa yang diberi tugas kewenangan
membuat akta-akta tanah tersebut.
Sebelum mulai berlakunya UUPA, mengenai tanah-tanah Hak Barat akta
pemindahan dan pembebanan haknya dibuat oleh pejabat khusus, yaitu
overschrijvings Ambtenaar, menurut Stb. 1834-27. Dengan tidak adanya lagi
tanah-tanah Barat, jabatan overschrijvings Ambtenaar ditiadakan.
Sedangkan mengenai tanah-tanah Hak Adat, akta jual belinya dibuat oleh
penjual dihadapan kepala desa atau kepala adat, yang dibutuhkan tandatangannya
sebagai wakil masyarakatnya. Para kepada desa/adat dinilai kurang memenuhi
syarat untuk pembuatan akta tanah yang memerlukan penguasaan ketentuan
hukum tanah yang baru.
Didaerah Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta akta
pemindahan hak tanah-tanah Hak Milik dibuat oleh Kantor Pertanahan/
Pendaftaran Swapraja, yang bersangkutan berkedudukan di Sala dan Yogyakarta.
Menunjuk para Kepala Kantor Agraria sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah juga
tidak mungkin, karena mereka berkedudukan di ibukota, kabupaten dan
kotamadya.
Ternyata di daerah-daerah bekas Swapraja di Bali, pemindahan hak atas
tanah-tanah adat dilakukan dihadapan Punggawa Swapraja. Pejabat tersebut
berkedudukan di tingkat kecamatan. Maka contoh ini yang dipilih untuk
pembuatan-pembuatan akta tanah tersebut. Diadakan jabatan baru yang tempat
kedudukannya sampai di ibukota kecamatan, dengan nama Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
Semula ketentuan mengenai PPAT diatur dalam berbagai peraturan
menteri sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Ada
juga penyebutan PPAT dan tugasnya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Baru dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, peraturan jabatan PPAT diatur juga secara
lengkap dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Jabatan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
34
UNIVERSITAS INDONESIA
PPAT, yang pelaksanaannya terakhir diatur dalam Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006.
PPAT adalah pejabat yang mempunyai fungsi khusus untuk mewakili
negara yang berstatus sebagai pejabat umum. Sebagai pejabat umum, PPAT
diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik dalam perbuatan hukum
mengenai hak atas tanah tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 24
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sedangkan pengertian PPAT dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun.
Berdasarkan pengertian-pengertian dalam peraturan-peraturan tersebut,
jelaslah bahwa PPAT adalah Pejabat Umum yang mempunyai kewenangan
membuat akta otentik.
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 menyebutkan syarat
untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah :
1. Berkewarganegaraan Indonesia,
2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun,
3. Berkelakukan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang
dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat,
4. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap,
5. Sehat jasmani rohani,
6. Lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program
pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan tinggi, dan
7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara
Agraria/Badan Pertanahan Nasional.
Tugas pokok PPAT sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
35
UNIVERSITAS INDONESIA
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan
dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang
diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan
hukum tersebut meliputi jual beli tanah dan/atau bangunan, tukar menukar Hak
Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hibah, pemasukan ke
dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian hak guna
bangunan atau hak pakai atas hak milik, pemberian hak tanggungan, pemberian
kuasa membebankan hak tanggungan.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, PPAT mempunyai kewajiban yang
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun
2006 adalah :
1) Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945 dan Negara Republik Indonesia.
2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT.
3) Menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala
Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
4) Menyerahkan Protokol PPAT dalam hal berhenti dari jabatannya atau
melaksanakan cuti.
5) Membebaskan uang jasa bagi yang tidak mampu.
6) Membuka kantor setiap hari kerja kecuali cuti atau hari libur resmi.
7) Berkantor hanya di 1 kantor dalam daerah kerja sesuai dengan keputusan
pengangkatan PPAT.
8) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, contoh paraf dan teraan
cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/Walikota,
Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya
meliputi daerah kerja PPAT.
9) Melaksanakan Jabatannya secara nyata setelah pengambilan sumpah.
10) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan.
11) Lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan. Kewajiban lain yang harus
dilaksanakan oleh PPAT, satu bulan setelah pengambilan sumpah jabatan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
36
UNIVERSITAS INDONESIA
ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
yaitu :
a. Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf,
dan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan
yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan.
b. Melaksanakan jabatannya secara nyata. PPAT harus berkantor di satu
suatu kantor dalam daerah kerjanya dan wajib memasang papan nama
serta menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh
Kepala Badan. Selanjutnya akta PPAT dibuat dengan bentuk yang
ditetapkan oleh Kepala Badan, serta semua jenis akta diberi satu nomor
urut yang berulang pada permukaan tahun takwim.
Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli sebanyak 2 (dua) lembar, yaitu:
a. Lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan.
b. Lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya
hak atas tanah atau satuan rumah susun yang menjadi obyek perbuatan
hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk
keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian
kuasa membebankan hak tanggungan, disampaikan kepada pemegang
kuasa untuk dasar pembuatan akta pemberian hak tanggungan, dan kepada
pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya.
Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT tersebut kemudian harus
dijilid sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid
terakhir dalam setiap bulan memuat lembar-lembar akta sisanya.Pada sampul
buku akta asli penjili dan akta-akta itu dicantumkan daftar akta didalamnya yang
memuat nomor akta, tanggal pembuatan akta dan jenis akta.
Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Jabatan PPAT ditegaskan bahwa PPAT
harus membuat satu daftar untuk semua akta yang dibuatnya. Buku Daftar Akta
PPAT diisi setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
37
UNIVERSITAS INDONESIA
PPAT berkewajiban mengirim laporan bulanan mengenai akta yang
dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor
Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah yang berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya. PPAT harus dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan
sebaik-baiknya. Karena dalam Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah telah ditetapkan sanksi bagi PPAT yang dalam
melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta
petunjuk dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Sanksi yang dikenakan berupa tindakan administratif, berupa teguran
tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya dengan tidak mengurangi
kemungkinan dituntut ganti rugi oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang
diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan tersebut.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan bahwa :
Ayat (1) menyebutkan ;
“selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya
berikit dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan
untuk didaftar’’.
Ayat (2) menyebutkan ;
“PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai telah
disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak
yang bersangkutan”.
Sedangkan larangan bagi PPAT dalam hal pembuatan akta adalah sebagai
berikut :
a. PPAT dilarang untuk membuat akta untuk dirinya sendiri, suami atau
istrinya, keluarga sedarah dalam garis lurus vertikal tanpa pembatasan
derajat dan dalam garis ke samping derajat kedua, menjadi para pihak atau
kuasa (pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah);
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
38
UNIVERSITAS INDONESIA
b. PPAT dilarang membuat akta PPAT terhadap tanah yang dalam sengketa
(pasal 39 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah).
Dalam melaksanakan kewenangannya, PPAT memiliki daerah kerja satu
wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya, sebagaimana diatur
dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998.
Tugas pokok dan kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 2 Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, bahwa:
PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang
diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. hibah;
d. pemasukan ke dalam perusahaan tertentu;
e. pembagian hak bersama;
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
g. pemberian Hak Tanggungan;
h. pemberian Kuasa memberikan Hak Tanggungan.
PPAT adalah Pejabat Umum, maka akta yang dibuatnya diberi kedudukan
sebagai akta otentik. PPAT dapat melaksanakan tugas pembuatan akta tanah baik
di dalam maupun di luar kantornya. Hal ini diatur dalam Pasal 52 Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006, bahwa:
1) PPAT melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT di kantornya dengan
dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan atau
kuasanya sesuai peraturan perundang-undangan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
39
UNIVERSITAS INDONESIA
2) PPAT dapat membuat akta di luar kantornya hanya apabila salah satu pihak
dalam perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di kantor PPAT
karena alasan yang sah, dengan ketentuan pada saat pembuatan aktanya para
pihak harus hadir di hadapan PPAT di tempat pembuatan akta yang
disepakati.
Kewenangan PPAT dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
menyatakan bahwa34 :
“Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Pejabat Pembuat Akta
Tanahmempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan hukum sebagaimana telah disebutkan di atas, mengenai hak atas
tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam
daerah kerjanya. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus hanya berwenang
membuat Akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus
penunjukannya”
Sehubungan dengan tugas dan wewenang PPAT membantu Kepala
Kantor Pertanahan dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data
tanah, dan sesuai dengan jabatan PPAT sebagai Pejabat Umum, maka akta yang
dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik.
Akta PPAT dibuat sebagai tanda bukti yang berfungsi untuk memastikan
suatu peristiwa hukum dengan tujuan menghindarkan sengketa. Oleh karena itu
pembuatan akta harus sedemikian rupa, artinya jangan memuat hal-hal yang tidak
jelas agar tidak menumbulkan sengketa dikemudian hari.
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 menegaskanbahwa
PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau HakMilik
atas satuan Rumah Susun yang terletak di wilayah kerjanya. Pengecualiandari
Pasal 4 ayat (1) ditentukan dalam ayat (2), yaitu untuk akta tukar menukar, akta
pemasukan dalam perusahaan (inbreng) dan akta pembagian hak bersama
mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seseorang PPAT, dapat dibuat oleh
34
Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, PP No. 37 tahun 1998,
ps.3.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
40
UNIVERSITAS INDONESIA
PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah
susun yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum.
Pasal 3 Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006, menyatakan kewenangan
PPAT adalah :
Ayat (1) menyatakan PPAT mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang
merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya.
Ayat (2) menyatakan PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat akta
tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum
sebagaimana
dimaksud Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun dengan daerah kerja di dalam wilayah kerja jabatannya. Ayat (3)
menyatakan PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan
hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.
iii. Perbedaan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Berdasarkan uraian-uraian mengenai Notaris dan PPAT tersebut diatas dan
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku bagi keduanya, dapatlah dilihat
beberapa perbedaan, antara lain :
1. Dasar hukum Notaris adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, sedangkan dasar hukum PPAT adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2. Wewenang Notaris lebih luas daripada PPAT yaitu meliputi
pembuatan akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
41
UNIVERSITAS INDONESIA
atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh Undang-Undang. Sedangkan wewenang PPAT hanya
pengecualian dimana PPAT hanya membuat akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun.
3. Usia minimal untuk dapat diangkat sebagai Notaris adalah 27 tahun
sedangkan bagi PPAT adalah 30 tahun.
4. Kedudukan Notaris adalah di daerah kabupaten atau kota dan wilayah
jabatannya meliputi seluruh wilayah propinsi di tempat kedudukannya,
sedangkan daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor
Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya.
Selain perbedaan tersebut, dalam akta otentik yang dihasilkan baik oleh
Notaris dan PPAT memiliki beberapa perbedaan, antara lain :
1. Komparisi akta,
Pada akta Notaris, setelah nama penghadap disebutkan tempat dan tanggal
lahir sedangkan pada akta PPAT, setelah nama penghadap disebutkan tanggal
lahirnya saja.
2. Batas Usia,
Pada akta Notaris, usia untuk dapat membuat akta Notaris minimal 18 tahun
atau sudah menikah sedangkan pada akta PPAT berusia minimal 21 tahun.
3. Komparisi Saksi,
Pada akta Notaris, komparisi pada saksi menyebutkan nama, tempat dan
tanggal lahir saksi sedangka pada akta PPAT hanya menyebutkan nama dan
umur saksi saja.
4. Renvoi,
Pada akta Notaris, diakhir akta disebutkan jumlah renvoinya atau perubahan
seluruhnya yang terdiri dari tambahan, coretan dengan penggantian dan
coretan tanpa penggantian. Sedangkan pada akta PPAT, diakhir akta tidak
menyebutkan jumlah renvoi seluruhnya, jenis Renvoi pada akta PPAT hanya
jika ada tambahan dan coretan dengan penggantian.
Pada prinsipnya kewenangan yang dimiliki oleh Notaris dan PPAT, lahir
karena adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
42
UNIVERSITAS INDONESIA
kewenangan, baik secara langsung, melalui pendelegasian atau mandat. Dalam
Hukum Administrasi Negara pemberian kewenangan secara langsung disebut
sebagai kewenangan atributif. Kewenangan Notaris diperoleh berdasarkan
Undang-Undang sedangkan kewenangan PPAT diperoleh berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
2.2. TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK ATAS
TANAH DAN ATAU BANGUNAN
2.2.1. Pengertian Pajak dan Sistem Pemungutan Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki
kontribusi yang sangat besar. Dengan pajak inilah pembiayaan negara dapat
dilakukan sehingga pemerintahan dan pembangunan dapat dilaksanakan dengan
baik. Oleh karena itu, pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang sangat
penting dalam mencapai kemandirian pembiayaan pembangunan.
Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh negara baik oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaan pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor
swasta (wajib pajak yang membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak
pemerintah) dan diperuntukan bagi keperluan pembiyaan umum pemerintah
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
Dalam melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah memerlukan
dana yang cukup memadai. Dana yang digunakan salah satunya berasal dari
penerimaan kas negara dalam bentuk pajak. Pungutan pajak ada ditangan
pemerintah dan pembuat peraturan dibidang perpajakan ditetapkan oleh
pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat
memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah
diharapkan muncul kesadaran akan kewajiban atas pembayaran pajak.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
43
UNIVERSITAS INDONESIA
Definisi pajak menurut para ahli dibidang perpajakan bermacam-macam,
namun definisi tersebut memiliki inti dan tujuan yang sama. Sekadar untuk
perbandingan, berikut ini disajikan definisi dari beberapa sarjana yang dimuat
secara kronologis35
.
1. Definisi Prancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang
berjudul Traite de la Science des Finances, 1906,
“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang,
untuk menutup belanja pemerintah.”
2. Definisi Dutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO – 1919),
berbunyi :
“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik
(dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan
yang bersifat umum (=negara), untuk memperoleh pendapatan,
dimana terjadi suatu tatbestand (=sasaran pemajakan), yang karena
undang-undang telah menimbulkan utang pajak.”
3. Definisi Prof Edwin R.A.Seligman dalam Essays in Taxation, (New
York, 1925), berbunyi : “Tax is a compulsery contribution from
the person, to the government to defray the expenses incurred in
the common interest of all, without reference to special benefit
confrred.”
Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without reference”
karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan
untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada
masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara
perorangan.
4. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economics pf Public Finance
1984, mengganti “without reference” menjadi “with little
reference”.
35
Brotodihardjo, op.cit., hlm.3-6.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
44
UNIVERSITAS INDONESIA
5. Definisi Mr. Dr. N.J. Feldmann dalam bukunya De
Overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1994, adalah :
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya
secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
6. Definisi Prof. Dr. M.J.H. Smeets dalam bukunya De Economische
Betekenis der Belastingen, 1951, adalah :
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual;
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
7. Definisi Dr.Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang
berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas
Padjajaran, Bandung, 1964 :
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.”
8. Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-
Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa
timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang
melekat pada pengertian pajak yaitu :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan
perpajakan akan berakibat adanya sanksi.
3. Didalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
secara langsung oleh pemerintah.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
45
UNIVERSITAS INDONESIA
4. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan oleh pihak swasta yang
orientasinya adalah keuntungan.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih dapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
public investment.
6. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.
Pajak memiliki dua fungsi, yaitu: (i) Fungsi penerimaan (budgetair), Pajak
berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran
pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Penerimaan dari sektor pajak makin meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun
anggaran 1992/1993, penerimaan dari sektor pajak telah mencapai di atas 50 %
dari volume penerimaan APBN, sebelumnya penerimaan lebih banyak bertumpu
pada sektor migas. Presentase tersebut terus meningkat hingga saat ini. (ii) Fungsi
Pengatur (Reguler), Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu
dikarenakannya pajak yang tinggi terhadap miniuman keras, sehingga konsumsi
minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah dan rokok.
Kedua fungsi tersebut merupakan peran utama pajak. Dalam perkembangannya
peran tersebut menjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan
demokrasi. Fungsi Redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan fungsi
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat adanya lapisan
tarif dalam penggunaan pajak, yaitu tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat atau
lapisan penghasilan yang lebih tinggi. Dan Fungsi Demokrasi merupakan salah
satu penjelmaan atau sistem wujud gotong royong termasuk kegiatan pemerintah
dan pembangunan. Fungsi ini pada saat ini sekarang sering dikaitkan dengan
tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya pembayar pajak.
Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik, maka timbal baliknya pemerintah
memberikan pelayanan terbaik36
.
36
Kumpulan Kuliah Hukum Pajak, Depok, Hlm. 1.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
46
UNIVERSITAS INDONESIA
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak, dalam memilih alternatif
pemungutannya perlu berdasar pada asas-asas pemungutan pajak sehingga
terdapat keserasian antara pemungutan pajak dengan tujuan dan asasnya. Pada
abad ke-18, Adam Smith melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak
yang dinamainya "The Four Maxims” dengan uraiannya sebagai berikut37
:
a. Pembagian tekanan pajak di antara subyek pajak masing-masing
hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang
dengan penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, di bawah
perlindungan pemerintah (asas-pembagian/asas kepentingan). Dalam asas
"equality" ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi
di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib pajak
harus dikenakan pajak yang sama pula;
b. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak
mengenal kompromis (not arbitary). Dalam asas "certainty" ini, kepastian
hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subyek, objek, besarnya
pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya;
c. "Every taxt ought to be levied at the time, or ini the manner, in which it is
most likely to be convenient for the contributor to pay it." Teknik
pemungutan pajak yang dianjurkan ini (yang juga disebut "convenience of
payment", menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang
paling baik bagi para wajib pajak , yaitu saat sedekat-dekatnya dengan
detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan;
d. "Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of
the pockets of the people as little as possible over and above what it brings
into the public treasury of the State." Asas efisiensi ini menetapkan bahwa
emungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya; jangan sekali-
kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.
Kemudian mengenai sistem pemungutan pajak, ada beberapa sistem
pemungutan pajak yang dikenal yaitu:
1. Official Assesment System
37
Brotodihardjo, op.cit., hlm. 27-28.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
47
UNIVERSITAS INDONESIA
Official Assesment System adalah dimana wewenang pemungutan pajak ada
pada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi
maupun badan dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang
merupakan bukti timbulnya suatu utang pajak. Jadi, dalam sistem ini para
Wajib Pajak bersifat pasif dan menunggu ketetapan fiskus mengenai utang
pajaknya.
Dimaksudkan sistem ini adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus;
b. Wajib Pajak bersifat pasif;
c. Utang Pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
Pelaksanaan official assesment system Fiskus mengeluarkan “Surat
Ketetapan Sementara” pada awal tahun, yang kemudian dikeluarkan lagi
“Surat Ketetapan Pajak Rampung” pada akhir tahun pajak untuk
menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya. Sejak tahun 1984
ditetapkan Self Assesment System secara penuh dalam sistem pemungutan
pajak di Indonesia.
2. Self Assesment System
Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang.
Ciri-ciri sistem pemungutan ini, yaitu :
1. Adanya kepastian hukum.
2. Perhitungan sederhana dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak.
3. Pelaksanaannya mudah.
4. Lebih mencerminkan asas keadilan dan merata.
5. Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidak mampu membayar pajak
akibat perhitungan yang terlalu besar.
3. Semi Self Assesment System
Semi Self Assesment System adalah suatu sistem pemunggutan pajak dimana
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
48
UNIVERSITAS INDONESIA
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang dari Wajib
Pajak berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan Fiskus.
Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggaran
bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak
yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang
yang sesungguhnya ditetapkan oleh Fiskus.
Penerapan Semi Self Assesment System bersama-sama dengan Withholding
System, yang pada waktu itu dikenal dengan sebuatan tata cara Menghitung
Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang (MPO) dilaksanakan
pada periode 1968-1983.
4. Withholding System
Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga tersebut selanjutnya menyetor dan
melaporkannya kepada Fiskus. Pada sistem ini Fiskus dan Wajib Pajak tidak
aktif. Ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.
Dalam Perpajakan berkembang beberapa teori yang memberikan dasar
pembenaran (justification) hak dari Negara untuk memungut pajak dari rakyatnya,
antara lain38
:
1. Teori Asuransi
Negara berhak memungut pajak dari penduduk karena menurut teori ini
negara melindungi semua rakyat dan rakyat membayar premi kepada
negara.
2. Teori Kepentingan
Negara berhak memungut pajak karena penduduk negara tersebut
mempunyai kepentingan pada negara. Semakin besar kepentingan
penduduk kepada negara, maka makin besar pula pajak yang harus
dibayarnya kepada negara
38
Sutedi, op.cit., hlm. 34.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
49
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Teori Bakti
Teori ini mengajarkan bahwa penduduk adalah bagian dari suatu negara.
Oleh karena itu, penduduk terikat pada negara dan wajib membayar pajak
pada negara, dalam arti berbakti pada negara.
4. Teori daya pikul
Teori ini mengusulkan suapaya di dalam pemungutan pajak, pemerintah
memperhatikan gaya pikul wajib pajak.
5. Teori daya beli
Menurut teori ini, justifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat
pemungutan pajak. Misalnya, tersedianya dana yang cukup untuk
membiayai pengeluaran umum negara merupakan kebaikan dari perhatian
negara pada masyarakat, sehingga pemungutan pajak juga baik.
6. Teori Pembangunan
Untuk Indonesia, justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah
pembangunan, dalam arti untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur.
Tarif pajak ada beberapa macam, yaitu :
i. Tarif pajak yang proporsional (sebanding)
Tarif pajak yang proporsional merupakan tarif yang didasarkan atas
persentase yang tetap. Jumlah pajak yang terutang tentu akan akan berubah
sesuai dengan jumlah yang dipakai sebagai dasar.
Contoh :
PPN 10 % x Rp. 1.000.000,- = Rp. 100.000,-
PPN 10 % x Rp. 2.000.000,- = Rp. 200.000,-
ii. Tarif pajak yang progresif
Suatu tarif persentasenya meningkat sehingga jumlah yang harus dikenakan
pajak semakin besar.
Contoh :
Penghasilan kena pajak sebesar Rp. 50.000.000,-
PPN 10 % x Rp. 25.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
PPN 15 % x Rp. 25.000.000,- = Rp. 3.750.000,- +
Rp. 6.250.000,-
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
50
UNIVERSITAS INDONESIA
iii. Tarif tetap
Tarif tetap merupakan suatu tarif yang tetap dan tidak bergantung pada nilai
objek pajak yang dikenakan pajak.
Contoh :
Bea Materai atas cek dan bilyet giro, sejak 1 Mei 2000 tarifnya Rp. 3.000,-
(tiga ribu rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
iv. Tarif pajak degresif
Tarif ini merupakan tarif yang besar persentasenya semakin menurun untuk
jumlah yang semakin besar yang harus dikenakan pajak. Tarif ini sudah tidak
dipergunakan lagi.
Manfaat Uang Pajak baik bagi negara maupun bagi masyarakat ialah sebagai
berikut39
:
a. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
Negara dalam menjalankan tugas rutin dan pembangunan memerlukan
biaya. Biaya tersebut antara lain diperoleh dari penerimaan pajak.
b. Pajak merupakan salah satu alat pemerataan pendapatan
Pengenaan pajak dengan tarif progresif dimaksudkan untuk mengenakan
pajak yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Peranan pajak
sebagai alat pemerataan pendapatan sangat penting untuk menegakkan
keadilan sosial.
c. Pajak merupakan salah satu alat untuk mendorong investasi
Salah satu fungsi pajak adalah budgeter. Apabila masih ada sisa dari dana
yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran negara (rutin), maka
kelebihan tersebut dapat dipakai untuk tabungan pemerintah.
2.2.2. Jenis Pemungutan Pajak atas Tanah dan atau Bangunan
Menurut golongannya pajak dapat dilihat dari pajak langsung maupun
pajak tidak langsung. Yang dimaksud dengan pajak langsung adalah pajak yang
dikenakan langsung atau dipikulkan kepada pribadi wajib pajak dan tidak dapat
39
Ibid, hlm. 36.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
51
UNIVERSITAS INDONESIA
dibebankan kepada pihak lain, biasanya pengenaan pajak ini bersifat periodik dan
berulang-ulang, Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak dimana wajib pajak
dapat melimpahkan kewajiban pajaknya kepada pihak lain (atau pihak ketiga).
Menurut sifatnya pajak dibagi atas Pajak Subjektif adalah pajak yang
didasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak,
contohnya Pajak Penghasilan. Sedangkan Pajak Objektif adalah pajak yang
berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak,
contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Berdasarkan dari lembaga pemungutannya pajak dibagi atas 2 (dua) hal
pokok, yaitu Pajak Pusat (Negara) dan Pajak Daerah. Yang dimaksud Pajak Pusat
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (Negara) yang dipergunakan
untuk membiayai pembiayaan rumah tangga negara. Sedangkan yang dimaksud
dengan Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang
dipergunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, misalnya Pajak Hotel,
Pajak Restoran dan lain sebagainya.
Dari penggolongan jenis pajak tersebut, pajak yang terkait dengan tanah
dan atau bangunan antara lain :
2.2.2.1. Pajak Bumi Dan Bangunan
Dasar Hukum Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan adalah Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yang mulai
berlaku tanggal 1 Januari 1995 sampai dengan saat ini.
Pajak Bumi Dan Bangunan (untuk selanjutnya disebut PBB) adalah pajak
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Sebagaimana namanya, jelas bahwa objek PBB adalah “Bumi dan/atau
Bangunan“.
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dll.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
52
UNIVERSITAS INDONESIA
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh : rumah tempat
tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol,
kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.
Objek yang dikecualikan adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,
sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan
lain-lain.
4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan azas timbal balik dan
Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Dan yang menjadi Subyek Pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau; memperoleh manfaat atas
bumi, dan atau; memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau; memperoleh
manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar
pajak. Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek
Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan
PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP
ditentukan per wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu memperhatikan :
1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar;
2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan telah diketahui harga jualnya;
3. nilai perolehan baru;
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
53
UNIVERSITAS INDONESIA
4. penentuan nilai jual objek pengganti.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP
atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk
setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali
dalam satu Tahun Pajak.
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya
terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor
Pelayanan PBB atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya
tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Saat yang menentukan pajak terutang menurut Pasal 8 ayat 2 UU PBB
adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala
mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari
akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996. Kewajiban PBB
Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 1997
kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.
Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun
berikutnya.
PBB merupakan salah satu sumber penerimaan daerah dan PBB termasuk
jenis pajak yang sulit dalam pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi
pemungutan yang rendah karena jumlah objek pajaknya yang cukup banyak. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaannya disadari bahwa penyempurnaan sistem
pemungutan merupakan prioritas dalam upaya meningkatkan penerimaan PBB.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
54
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam pasal 21 Undang-undang tentang PBB menyatakan bahwa Pejabat
yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek
pajak seperti Notaris dan PPAT wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai
semua mutasi dan perubahan keadaan objek pajak secara tertulis kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak.
Laporan tertulis mutasi objek pajak meliputi jual beli, hibah, warisan.
2.2.2.2. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) sebelum perubahan perundang-undangan
perpajakan tahun 1983 diatur dalam perundang-undangan/ordonansi seperti yang
dikenal dengan Pajak Pendapatan orang pribadi yang dipungut berdasarkan
Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1984 dan pajak perseroan yang diatur dalam
Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925 serta pajak atas bunga, dividen dan royalti
yang diatur dalam Undang-Undang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti tahun
1970. Selanjutnya, Sejak tahun 1984 Pajak Penghasilan dipungut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Dalam perkembangannya, Undang-Undang PPh ini dilakukan perubahan
pada tahun 1990, 1994, dan yang terkhir dilakukan perubahan tahun 2000 dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1994 untuk ketiga kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000 yang diberlakukan per 1 Januari 2001 digunakan sebagai Dasar
Hukum Pemungutan Pajak Penghasilan merupakan perpaduan dari beberapa
ketentuan yang sebelumnya diatur secara terpisah sebagaimana telah diuraikan di
atas.
Dalam pemungutan pajak penghasilan digunakan asas-asas :
1. Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh
penghasilanWajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
55
UNIVERSITAS INDONESIA
yang diterima atau diperoleh yang berasal dari Indonesia atau dari luar
negeri (pasal 4 UU Pajak Penghasilan).
2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan
kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk
membayar pajak.
3. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang
bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian
Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib
Pajak.
Pajak penghasilan dikategorikan sebagai Pajak Pusat yaitu pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara, sedang ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai jenis pajak-pajak
Subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang
bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak
dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya.
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk
dikenakan pajak. Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap Subjek Pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun
Pajak.
Subjek Pajak Penghasilan terdiri dari :
1. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak pengganti menggantikan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
56
UNIVERSITAS INDONESIA
mereka yang berhak yaitu ahli waris. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka
kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
3. Badan.
Pengertian Badan mengacu pada Undang-Undang KUP. Bahwa badan adalah
sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan badan lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempatkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak
tersendiri terpisah dari badan. Perlakuan perpajakannya sama dengan Subjek
Pajak badan.
Berdasarkan lokasi atau kedudukannya Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yangberhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
57
UNIVERSITAS INDONESIA
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan adalah :
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
58
UNIVERSITAS INDONESIA
Yang menjadi Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan. Definisi Penghasilan
menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan adalah :
“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”
Penulisan dalam tesis ini adalah mengupas bagaimana pelaksanaan
pemungutan PPh atas penghasilan terkait dengan transaksi dari tanah dan atau
bangunan. Transaksi tersebut bisa berasal dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan atau dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
A. Pajak penghasilan karena pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
Dasar hukum Pajak Penghasilan karena pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan yaitu Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Dalam Pasal 1 peraturan tersebut dinyatakan bahwa atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. Pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sebagaimana maksud adalah: (i) Penjualan, tukar-menukar,
perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau
cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; (ii) Penjualan,
tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati
dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan
untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; (iii)
Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada
pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
59
UNIVERSITAS INDONESIA
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa penjualan, tukar-
menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang,
hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri Pajak
Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum
akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
Pejabat yang berwenang hanya menanda tangani akta, keputusan,
perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan yang
menerima penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bahwa
telah dilakukan penyetoran Pajak Penghasilan terutang dibuktikan dengan
menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan
menunjukan aslinya.
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai
penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak
dalam hal ini kepada Kepala Kantor Pelayanan (KPP) Pratama.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat
Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi
wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa penjualan, tukar-
menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan
pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dipungut Pajak Penghasilan oleh
bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
60
UNIVERSITAS INDONESIA
Besarnya Pajak Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana
dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan
Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud diatas adalah nilai yang
tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek
Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan
Bangunan, kecuali :
1) Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang bersangkutan;
2) Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad
Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai
menurut risalah lelang tersebut;
Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud diatas adalah Nilai Jual
Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan
Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat
Pemberitahuan Pajak terutang tahun pajak sebelumnya.
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai
Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang
wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan
berada.
Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud diatas terdiri atas Rumah
Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
61
UNIVERSITAS INDONESIA
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud diatas adalah bangunan
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai
tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan
unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah
Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan
jumlah setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan
pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud diatas adalah Wajib Pajak yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang
dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan, pergudangan,
industri, kondominium, apartemen, rumah susun, dan gedung perkantoran.
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas Pengalihan Hak Tanah dan/atau Bangunan adalah :
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa penjualan, tukar-
menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah
guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus.
3. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah dengan
pembayaran ganti rugi yang akan digunakan untuk kepentingan umum yang
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
62
UNIVERSITAS INDONESIA
memerlukan persyaratan khusus, yaitu jalan umum, saluran pembuangan air,
waduk, bendungan, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara dan fasilitas
keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan
bencana lainnya, serta fasilitas Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara
Republik Indonesia.Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum tersebut
memerlukan persyaratan khusus misalnya untuk pelabuhan laut diperlukan
tanah tertentu untuk memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan seperti
kedalaman laut, arus laut, pendangkalan dan lain sebagainya.
4. Orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf.
5. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
6. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang
tidak termasuk subjek pajak.
Ketentuan ini diatur lebih rinci dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban
Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan
pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah, apabila
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
63
UNIVERSITAS INDONESIA
permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak Tanah dan/atau Bangunan.
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian,
kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan ini diatur lebih rinci dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 28 tahun 2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan PP Nomor 71
tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 48 tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.
B. Pajak penghasilan karena persewaaan tanah dan atau bangunan
Seperti telah diketahui bahwa pajak penghasilan sehubungan dengan
persewaan tanah dan atau bangunan telah dikenakan PPh yang bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 yang diperbaharui
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, tanggal 23 Maret 2002
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan.
Maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tertanggal
18 April 1996, mulai tanggal 1 Januari 1996 khusus atas penghasilan berupa sewa
tanah dan atau bangunan menjadi objek Pajak Penghasilan Final tidak lagi
menjadi objek PPh Pasal 23. Pajak penghasilan tersebut termasuk klasifikasi
dalam Pajak Penghasilan dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan jis
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, dan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK04/2002
sebagai peraturan pelaksanaannya, maka penghasilan berupa sewa atas tanah dan
atas bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium,
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
64
UNIVERSITAS INDONESIA
gedung perkantoran, pertokoan atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah
kantor, rumah toko, toko, gudang dan bangunan industri dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final. Dalam hal ini, begitu penghasilan itu diterima
atau diperoleh, langsung dikenai pajak dengan tarif pajak yang telah ditentukan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dan
Keputusan Menteri Keuangan RepubIik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002
tentang perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK04/1996
menyebutkan bahwa pajak penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang
pribadi maupun wajib pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau
bangunan dan bersifat final.
Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan dalam
peraturan KEP-50/PJ/1996 :
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan yang
melakukan pekerjaan bebas ;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan, yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, gudang dan
industri, yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk
sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa.
Penyewa berkewajiban untuk :
1. Memotong Pajak Penghasilan pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
2. Memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Final kepada orang atau
Badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan Pajak
Penghasilan.
Penyewa menyetorkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada Bank persepsi atau Kantor Pos dan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
65
UNIVERSITAS INDONESIA
Giro, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya sewa. Dan Penyewa melaporkan Pajak Penghasilan yang telah
dipotong dan disetor kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat penyewa
terdaftar sebagai Wajib Pajak, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.
2.2.2.3. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (untuk selanjutnya
disebut BPHTB) adalah merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung karena
pemenuhan kewajiban pajak BPHTB tidak mendasarkan kepada surat ketetapan
pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 21
Tahun 1997 tentang BPHTB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1997. Prinsip-prinsip dasar yang dianut Undang-undang BPHTB adalah sebagai
berikut :
a. Sistem pemungutan kewajiban BPHTB berdasarkan sistem self
assessment, yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan
membayar sendiri yang pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran
BPHTB, dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat
ketetapan pajak.
b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5 % dari nilai perolehan objek pajak
(NPOP) atau 5 % dari NJOP PBB jika besarnya NPOP tidak diketahui atau
kurang dari NJOP PBB.
c. Dikenakan sanksi kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-pejabat
umum yang melakukan pelanggaran ketentuan atau tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang BPHTB.
d. Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada daerah
dengan komposisi 80 % untuk daerah dan 20 % untuk pusat.
Perubahan Undang-undang BPHTB menjadi Undang-undang Nomor 20
Tahun 2000 difokuskan pada perubahan subtansi dan penyesuaian terminologi
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
66
UNIVERSITAS INDONESIA
yang berkaitan dengan perubahan struktur pemerintahan daerah dengan
mempertimbangkan bahwa pemerintah daerah masih akan berkembang.
Berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, maka berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) BPHTB
menjadi Pajak Daerah. Perubahan pengaturan BPHTB pada Undang-undang
tersebut lebih diarahkan atau ditekankan pada substansi yang antara lain adanya
penambahan obyek BPHTB yaitu waris dan hibah wasiat pada Pasal 2 ayat (2),
penyesuaian penetapan besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) yang semula ditetapkan secara Nasional diubah menjadi secara
regional serta sanksisanksi bagi pejabat yang melanggar ketentuan dalam undang-
undang BPHTB juga lebih di pertegas.
Konsideran Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 menyebutkan bahwa
tanah dan bangunan adalah bagian dari sumber daya alam yang memberikan
manfaat ekonomi bagi pemiliknya, oleh karena itu mereka yang memperoleh hak
atas tanah sudah sewajarnyalah apabila menyerahkan sebagian dari nilai
pembayaran ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran
pajak, dalam hal ini BPHTB.
BPHTB mempunyai kesamaan dengan PBB dipandang dari sisi aliran
dana penerimaan daerah serta penggunaannya, bedanya BPHTB dikenakan secara
nyata terhadap obyek berupa bentuk peralihan hak atas tanah dan bangunan,
sedangkan PBB dikenakan secara nyata terhadap objek fisik property (tanah dan
atau bangunan).
2.2.2.4 Proses Penelitian Surat Setoran Pajak (Validasi)
Satu hal yang terpenting bagi Notaris yang terkait dengan pemungutan
Pajak atas tanah dan atau bangunan baik itu PPh maupun BPHTB khususnya
dalam hal terjadi pengalihan hak yaitu proses validasi atau proses penelitian surat
setoran pajak. Proses Validasi terhadap pembayaran PPh dilakukan di Kantor
Pelayanan Pajak sedangkan untuk proses Validasi pembayaran BPHTB dilakukan
di Kantor Pelayanan Pajak Daerah setempat.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
67
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam penulisan ini, hanya membahas mengenai validasi atas pembayaran
PPh yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak. Validasi atau proses penelitian
Surat Setoran Pajak (SSP) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
81/PJ/2010 tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-26/PJ/2010.
Pengaturan tentang validasi ini dibuat oleh Dirjen Pajak dalam rangka
memberikan pelayanan kepada wajib pajak dan pengamanan penerimaan negara
atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa Pejabat yang berwenang
hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang
atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan
bahwa Pajak Penghasilan yang wajib dibayar atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan telah dibayar ke Kas Negara oleh Wajib Pajak yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pembuktian pembayaran Pajak Penghasilan ke Kas Negara kepada pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Wajib Pajak dengan
menyerahkan foto kopi Surat Setoran Pajak atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang telah diteliti oleh Kantor Pelayanan Pajak
dengan menunjukkan asli Surat Setoran Pajak yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau
pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penelitian SSP atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan dilakukan oleh KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah
dan atau bangunan yang dialihkan haknya. Dan penelitian ini dilakukan setelah
pembayaran atas pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan dilakukan oleh Wajib Pajak.
Dalam rangka penelitian SSP , Wajib Pajak yang melakukan Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau bangunan atau kuasanya harus menyampaikan formulir
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
68
UNIVERSITAS INDONESIA
penelitian SSP ke KPP tempat lokasi tanah berada dan dilampiri dengan :
a. SSP Lembar ke-1 yang sudah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara
(NTPN) atau yang dilampiri dengan Bukti Penerimaan Negara (BPN) serta
fotokopinya.
b. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau STTS/Struk ATM bukti
pembayaran PBB/bukti pembayaran PBB lainnya atas tanah dan/atau
bangunan yang dialihkan haknya.
c. Fotokopi faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan uang dalam hal
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dilakukan dengan cara
penjualan.
d. Fotokopi surat kuasa dan kartu identitas yang diberi kuasa dalam hal
pengajuan formulir SSP dikuasakan.
Sehingga alur prosesnya jika dilihat berdasarkan skema, adalah sebagai berikut :
Pembayaran Pajak Validasi Pembuatan Akta
Menurut Pasal 3 peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26/PJ/2010, menyebutkan
bahwa atas pengajuan formulir penelitian Surat Setoran Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus melakukan
penelitian sebagai berikut:
a. mencocokkan jumlah pembayaran yang tercantum dalam Surat Setoran
Pajak Lembar ke-1 dengan data penerimaan pajak dalam Modul Penerimaan
Negara;
b. mencocokkan Nomor Objek Pajak yang dicantumkan dalam Surat Setoran
Pajak dengan Nomor Objek Pajak yang tercantum dalam fotokopi Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Tanda Terima Setoran/bukti
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan lainnya;
c. meneliti Nilai Jual Objek Pajak bumi dan/atau bangunan per meter persegi
dari tanah dan/atau bangunan yang dialihkan haknya dengan mencocokkan
pada Basis Data Pajak Bumi dan Bangunan;
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
69
UNIVERSITAS INDONESIA
d. meneliti kebenaran penghitungan dasar pengenaan Pajak Penghasilan
dengan membandingkan nilai pengalihan sebenarnya sebagaimana
tercantum dalam foto kopi faktur/bukti penjualan atau bukti penerimaan
uang dengan Nilai Jual Objek Pajak.
Penelitian Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud diatas dapat dilanjutkan
dengan penelitian lapangan apabila diperlukan atas Nilai Jual Objek Pajak dari
tanah dan/atau bangunan yang dialihkan.
Sedangkan mengenai jangka waktu penelitian tersebut diatur pada pasal 4 peraturan
tersebut, yaitu :
Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyelesaikan Penelitian Surat Setoran
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam jangka waktu:
a. paling lama 1 (satu) hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian
Surat Setoran Pajak beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, dalam hal tidak dilakukan penelitian lapangan atas Nilai Jual Objek
Pajak dari tanah dan/atau bangunan yang dialihkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2);
paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya formulir penelitian Surat
Setoran Pajak beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam hal
dilakukan penelitian lapangan atas Nilai Jual Objek Pajak dari tanah dan/atau
bangunan yang dialihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
2.3. PERAN SERTA NOTARIS DALAM PEMUNGUTAN PAJAK ATAS
TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Sebagaimana telah disebutkan pada uraian sebelumnya bahwa salah satu
kewenangan khusus Notaris yaitu membuat akta yang berkaitan dengan
Pertanahan (Pasal 15 ayat 2 huruf f UUJN). Kewenangan tersebut adalah
sepanjang mengenai hak atas tanah yang belum memiliki status hak, peralihan
haknya dapat dibuat berdasarkan akta Notaris berupa Akta Penyerahan
(pengoperan) Hak atas Tanah. Penyerahan (pengoperan) hak atas tanah tersebut
selalu diikuti dengan adanya jual beli bangunan rumah tinggal berikut segala
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
70
UNIVERSITAS INDONESIA
sesuatu yang telah dan/atau kemudian hari akan didirikan dan ditanam diatas
tanah tersebut, yang menurut sifatnya, peruntukannya ataupun penetapan Undang-
Undang dianggap sebagai benda tetap. Sehingga akta yang dibuat oleh Notaris
adalah Akta Jual Beli Bangunan Rumah Tinggal dan Pemindahan serta
Penyerahan Hak atas Tanah (JBDPH).
Berkaitan dengan pembuatan akta JBDPH tersebut tidak terlepas dari
administrasi perpajakan antara lain Pajak Penjual (PPh) dan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). Sebelum akta tersebut dibuat, Notaris harus
memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai beban-beban pajak tersebut
yang akan timbul yang wajib dibayar oleh masing-masing pihak.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Atau
Bangunan menyebutkan bahwa penyerahan hak adalah merupakan salah satu
bentuk dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, dimana dari pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan tersebut akan diterima atau diperoleh
penghasilan orang pribadi atau badan hukum. Penghasilan yang diperoleh
menurut peraturan pemerintah tersebut wajib dibayar pajak penghasilan (PPh).
Pengaturan mengenai pengenaan pajak penghasilan (PPh) maupun
BPHTB atas pengalihan hak untuk tanah yang belum mempunyai status hak yang
dialihkan dengan cara penyerahan (pengoperan) hak ini masih menimbulkan
banyak pertanyaan dalam pelaksanaannya karena masih ditemui perbedaan dalam
mekanisme pelaksanaannya di kalangan Notaris.
Untuk mengetahui peranan Notaris dalam penerapan atau pelaksanaan
pemungutan pajak atas Tanah dan bangunan berkaitan dengan akta yang
dibuatnya diadakan wawancara dengan beberapa orang Notaris di Jakarta dan
Petugas/Pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak maupun pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama di Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dengan responden Notaris
tersebut, dapat diketahui bahwa pemungutan terhadap pajaknya sudah
dilaksanakan dengan baik walaupun masih terdapat perbedaan dalam mekanisme
pelaksanaannya.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
71
UNIVERSITAS INDONESIA
Akta Penyerahan Hak yang dibuat oleh Notaris adalah sebagai suatu
kelengkapan yang dibutuhkan oleh seorang sebagai bukti perolehan kepemilikan
hak atas tanahnya dalam rangka permohonan penerbitan Sertipikat Hak atas
tanahnya di Kantor Pertanahan setempat. Sebelum pembuatan akta tersebut
Notaris akan meminta kepada para pihak syarat-syarat yang dibutuhkan, antara
lain :
1) Identitas Penjual berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga
(KK), surat Nikah, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2) Identitas Pembeli berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga
(KK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir, sebagai acuan untuk melihat
Nilai Jual Obyek Pajak sekaligus juga untuk melakukan pengecekan terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran PBB karena dilakukan
pengecekan pembayaran 10 tahun sebelumnya.
4) Bukti surat-surat Kepemilikan Hak Atas Tanah.
5) Bukti pembayaran Pajak Penjual
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2010, atas Penyerahan Hak tersebut Wajib
Pajak (Penjual) dikenakan Pajak Penghasilan, dan Notaris sebagai Pejabat
yang berwenang membuat akta Pengoperan Hak tersebut terlebih dahulu
meminta bukti pembayaran pajak yaitu fotocopy Surat Setoran Pajak yang
bersangkutan yang sudah diteliti oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan
menunjukkan asli surat Setoran Pajak tersebut.
6) Bukti Pembayaran Pajak Pembeli (BPHTB)
Mengenai bukti pembayaran BPHTB dapat dibayarkan kemudian, setelah
permohonan hak atas tanah tersebut di setujui oleh Kantor Pertanahan yaitu
dengan adanya Surat Keputusan (SK) pemberian hak dari kantor Pertanahan
tersebut.
7) Surat Riwayat Tanah dari kelurahan
8) Surat Pernyataan Tidak Sengketa dari kelurahan
Selain itu juga sebelum pembuatan akta Penyerahan Hak atau JBDPH
tersebut, Notaris sebaiknya harus melakukan pengecekan terlebih dahulu
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
72
UNIVERSITAS INDONESIA
mengenai status hak atas tanah yang bersangkutan apakah tanah tersebut dapat di
proses atau tidak di Kantor Pertanahan. Setelah semua persyaratan dilengkapi
barulah Notaris membuatkan akta Penyerahan Hak dan kemudian bisa dilanjutkan
proses pendaftaran tanah yaitu permohonan Hak atas tanah dan bangunan
tersebut. Namun sejak akta tersebut dibuat oleh Notaris, Notaris tidak mempunyai
kewajiban untuk melakukan pendaftaran maupun batas waktu melakukan
pendaftaran ke Kantor Pertanahan sebagaimana kewajiban PPAT yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sebagaimana diuraikan diatas, Notaris sebelum membuat akta JBDPH
terlebih dahulu memperhatikan beberapa administrasi perpajakan yang menjadi
kewajiban para pihak berkaitan dengan pengalihan hak tanah tersebut sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Pada dasarnya dalam perhitungan
pajak Wajib Pajak seharusnya melakukan perhitungan sendiri sesuai dengan
sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia yaitu sistem self assestement. Namun
kadang kala Notaris setelah memberikan penyuluhan dan penjelasan, diminta
bantuannya untuk melakukan perhitungan tersebut, dengan Perhitungan
mengenai besarnya PPh atas Tanah dan Bangunan yang terhutang adalah adalah
5% x Nilai Perolehan atau Nilai Jual Obyek Pajak (PPAT) pada Pajak Bumi dan
Bangunan tanah bangunan tersebut. Kemudian, perhitungan tersebut Notaris
memberitahukan kepada wajib pajak untuk segera membayarnya dan
menyerahkan bukti pembayarannya kepada Notaris sebelum akta tersebut
ditandatangani oleh para pihak.
Notaris selain memberikan penyuluhan dan penjelasan serta membantu
masyarakat menghitung pajak yang menjadi beban mereka, Notaris juga sering
diminta bantuannya untuk membayarkan dan melakukan validasi pajak
penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dalam kaitan
pembuatan akta penyerahan hak tersebut.
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak terkait dengan akta-akta yang
dibuat oleh Notaris yaitu karena pengalihan hak berupa Penyerahan atau
Pengoperan Hak atas tanah dan atau bangunan, Penulis melakukan pengamatan
terhadap beberapa orang Notaris yang menerapkan prosedur yang berbeda satu
sama lainnya. Mengenai perbedaan tersebut, para Notaris tersebut mempunyai
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
73
UNIVERSITAS INDONESIA
pertimbangan masing-masing agar terhindar dari hal-hal yang justru menarik
Notaris dalam suatu permasalahan hukum terkait dengan akta yang akan
dibuatnya dan menghindari sanksi yang mungkin akan dikenakan dari peraturan
pajak tersebut.
Pada pelaksanaan pembuatan akta Penyerahan Hak yang dilakukan oleh
Notaris di Jakarta Selatan40 ada sedikit perbedaan dengan uraian diatas, yaitu
mengenai administrasi perpajakannya, dimana Notaris tersebut hanya meminta
bukti pembayaran Pphnya saja dan belum dilakukan penelitian terhadap surat
setoran (validasi) pembayaran PPh tersebut di Kantor Pajak. Menurut
keterangannya, bahwa melakukan validasi tersebut bukan merupakan kewajiban
dari Notaris. Selain itu juga karena tidak adanya kewajiban Notaris untuk
melakukan pendaftaran dan batas waktu melakukan pendaftaran ke Kantor
Pertanahan sebagaimana kewajiban PPAT, walaupun kadang kala untuk
pembuatan Sertipikat tersebut dilakukan melalui Kantor Notaris tersebut.
Sedangkan Pembayaran BPHTB atas penyerahan Hak tersebut tidak
dilakukan pembayaran sebelum akta Penyerahan Hak tersebut dilakukan, karena
menurut saran dari Kantor Pertanahan untuk perintah bayar BPHTB itu setelah
tanah tersebut mendapatkan SK (Surat Keputusan) Pemberian Hak oleh Kantor
Pertanahan41.
Pada prakteknya mengenai pelaksanaan validasi pembayaran PPh, kantor
pajak akan mensyaratkan akta pengalihan haknya. Sehingga alur prosesnya jika
dilihat berdasarkan skema, adalah sebagai berikut :
Pembayaran Pajak Pembuatan Akta Validasi
40
Wawancara dengan Notaris Fatma Agung Budiwijaya, SH, Notaris di Jakarta Selatan
pada tanggal 27 Nopember 2012.
41 Wawancara dengan Notaris Siti Rachmayanti, SH, Notaris di Jakarta Barat pada
tanggal 19 Nopember 2012.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
74
UNIVERSITAS INDONESIA
Sedangkan pelaksanaan pemungutan pajak berkaitan dengan pembuatan
akta Penyerahan Hak yang dilakukan oleh Notaris di Jakarta Utara42, justru tidak
melakukan pembayaran pajak-pajak atas Penyerahan Hak tersebut baik Pajak
Penghasilan (PPh) maupun BPHTB, dengan alasan status tanah tersebut belum
jelas dan ukuran atas bidang tanah tersebut belum pasti. Selain itu, menurut
Notaris tersebut untuk pelaksanaan penelitian (validasi) atas tanah yang belum
bersertipikat harus melampirkan surat ukur dari Kantor Pertanahan. Namun
Notaris ini tetap meminta kepada kliennya untuk menyerahkan uang pajak-pajak
tersebut kepada Notaris yang nanti pada saat setelah tanah tersebut telah
mendapat Surat Ukur dari Kantor Pertanahan maka Notaris akan membayarkan
semua pajak-pajak atas penyerahan Hak tersebut dan dilanjutkan dengan validasi
di Kantor Pelayanan Pajak setempat.
Hasil wawancara dengan Notaris di Jakarta Utara tersebut, beliau
mengatakan bahwa khusus untuk pelaksanaan/pembuatan akta Pengoperan Hak
maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku pihak penjual dikenai pajak
pengalihan hak atas tanah hal inipun akan diberitahukan kepada para pihak oleh
Notaris dan dimasukkan dalam salah satu klausula dalam akta Pengoperan hak
namun pelaksanaan dan tehnis pembayaran diserahkan kepada para pihak (pihak
Penjual) apakah sebelum pelaksanaan pembuatan akta atau sesudah pelaksanaan
penandatanganan akta.
Dalam hal pembuatan akta pengoperan hak Notaris hanya bisa
memberikan pengertian kepada para pihak tentang aturan pembayaran pajak
penjualan serta memasukkan kewajiban tersebut pada salah satu klausula dalam
akte tersebut, kewajiban tersebut rata-rata dipenuhi para pihak dengan
memberikan copy bukti pembayaran pajak namun sebagian tidak membayar pada
saat itu dengan alasan nanti kalau memang atas tanah tersebut akan didaftarkan ke
kantor pertanahan.
Sehingga alur prosesnya jika dilihat berdasarkan skema, adalah sebagai
berikut :
42
Wawancara dengan Notaris I Nyoman Raka, SH, MH, Notaris di Jakarta Utara pada
tanggal 3 Desember 2012.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
75
UNIVERSITAS INDONESIA
Pengukuran Pembuatan Akta Pembayaran Pajak Validasi
Mengenai kesadaran untuk melakukan pembayaran pajak atas pengalihan
hak, berdasarkan pengalaman Notaris tersebut, semua klien/para pihak telah
mengetahui adanya kewajiban pembayaran pajak, namun sebagian besar pajak
untuk pengoperan hak ini dibayarkan setelah ditandatanganinya akta.
Sedangkan mengenai pelaksanaan validasi pajak berdasarkan pengalaman
di kantor kami dilaksanakan karena disyaratkan oleh Kantor Pertanahan artinya
bahwa pelaksanaan validasi pajak dilakukan dalam rangkaian pelaksanaaan
pendaftaran hak atas tanahnya itupun seandainya pendaftaran diserahkan
pengurusannya oleh Notaris (seandainya tidak, diserahkan sepenuhnya oleh pihak
Penjual) dan pelaksanaan validasi khusus untuk tanah Negara ini syaratnya lebih
sederhana dibandingkan dengan tanah bersertipikat yaitu (i) copy identitas para
pihak, (ii) copy akta pengalihan hak, dan (iii) hasil ukur sementara dari kantor
pertanahan, hal ini sesuai dengan yang disyaratkan oleh Kantor Pajak dan setelah
diserahkan berkas tersebut kemudian (berdasarkan informasi staf pajak) akan
dilakukan penelitian administrasi dan obyek pajak (cek lapangan).
Proses validasi di kantor pajak tidak begitu rumit hanya saja di beberapa
kantor pajak, validasi memerlukan waktu yang cukup lama ( rata-rata 2 minggu).
Selama beberapa kali melakukan validasi pajak penjualan atas tanah belum
bersertipikat (tanah Negara) tidak pernah mengalami masalah yang merumitkan
kecuali masalah waktu karena sepengetahuan Notaris bila atas tanah tersebut telah
diterbitkan SPT PBB maka Kantor Pajak sudah mempunyai data mengenai tanah
tersebut hanya mungkin perlu cross cek data di lapangan dan kantor pajak
mendasarkan luas berdasarkan hasil ukur dari Kantor Pertanahan dan nilai obyek
pajak berdasar pada SPT PBB yang diterbitkan.
Bahwa seharusnya pelaksanaan pembayaran pajak khusus untuk tanah
Negara (belum bersertipikat) dilaksanakan setelah tanah tersebut memang telah
mendapatkan peta bidang (NIB) sebagai hasil ukur dan pemetaan sementara dari
kantor Pertanahan dengan demikian ada jaminan sementara memang tanah yang
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
76
UNIVERSITAS INDONESIA
menjadi obyek pengoperan hak tersebut tidak bermasalah, bukan milik orang lain
dan tanah tersebut nantinya bisa didaftarkan serta pasti luas tanahnya.
Untuk masalah validasi pajak penjualan perlu diberitahukan tahapan-
tahapan yang dilaksanakan berkaitan dengan proses validasi agar wajib pajak bisa
mengetahui hingga bisa memahami waktu yang diperlukan.
Dari pengamatan dua pelaksanaan pemungutan pajak tersebut, jelas sekali
peran Notaris dalam pemungutan pajak atas tanah dan atau bangunan yaitu
sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah dalam bidang perpajakan.
Menurut kantor pelayanan pajak, dapat ditambahkan pula bahwa peran
Notaris juga sebagai pintu gerbang penerbitan NPWP baru yang dibuat
berdasarkan domisili Wajib Pajak, dalam hal ini jika para pihak dalam akta
tersebut belum memiliki NPWP. NPWP dibutuhkan karena dalam formulir Surat
Setoran Pajak penghasilan maupun Formulir pembayaran BPHTB selain identitas
Obyek Pajak, juga dicantum kan identitas Subyek Pajak yaitu Nama, Alamat dan
NPWP Wajib Pajak.
Menurut hasil wawancara dengan Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian
Direktorat Jenderal Pajak43 mengatakan bahwa peran Notaris dalam pemungutan
pajak adalah signifikan walaupun menurut beliau sendiri, belum dapat mengetahui
perbedaan antara Notaris dan PPAT khususnya mengenai kewenangannya dalam
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
Peran yang signifikan tersebut yaitu dalam rangka membantu pemerintah
dalam hal ini Dirjen Pajak untuk mengumpulkan pajak dari Wajib Pajak dan
secara spesifik dalam hal memberikan data yang akurat kepada Dirjen Pajak.
Pemberian data yang akurat tersebut, yang semuanya tertera dalam akta yang
dibuat oleh Notaris/PPAT, berikut pemberian Laporan Pembuatan Akta setiap
bulannya kepada Dirjen Pajak yang dilakukan oleh Notaris/PPAT.
Selain itu Notaris juga berperan sebagai Penyuluh hukum kepada Wajib
Pajak agar wajib pajak lebih patuh lagi dan lebih jujur dalam hal Nilai transaksi
yang dilakukan dalam pengalihan hak.
43
Wawancara dengan Sarwa Edi, S.T, MT, Kepala Seksi Dukungan Dan Evaluasi Data
pada Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan
Republik Indonesia, pada tanggal 29 Nopember 2012.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
77
UNIVERSITAS INDONESIA
Sedangkan pendapat beliau mengenai pemahaman dalam pelaksanaan
pembayaran hingga proses penelitian (validasi) atas pajak penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah sesuai dengan prosedur yang
diuraikan dalam peraturan. Sehingga Akta peralihan bukanlah salah satu syarat
dalam validasi, melainkan kwitansi/faktur dari pengalihan hak tersebut. Berkaitan
dengan hal tersebut, beliau juga menyarankan kepada Notaris bahwa dalam
melakukan pembuatan akta pengalihan sebelumnya harus meminta terlebih dahulu
bukti setor pajak yang telah di validasi, hal ini bertujuan untuk pengamanan
terhadap Notaris.
Mengenai pengenaan pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan atau
bangunan pada dasarnya, Dirjen Pajak hanya melihat penghasilan yang diperoleh
dari pengalihan hak atas tanah tersebut tanpa melihat status tanah maupun alas
hak tanah tersebut.
Sedangkan mengenai sanksi yang dikenakan bagi Notaris sebagaimana
yang diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, penulis juga
telah melakukan wawancara pada Direktorat Peraturan Perpajakan II Direktorat
Jenderal Pajak44. Beliau mengatakan bahwa sanksi yang dikenakan kepada pejabat
yang berwenang menandatangani akta pengalihan hak adalah sanksi yang
dikaitkan ketentuan sanksi dalam peraturan profesi terkait. Dalam hal ini jika
terjadi adanya suatu pelanggaran maka Direktorat Jenderal Pajak hanya
melaporkan ke organisasi profesi atau pihak yang membawahi profesi tersebut.
Berdasarkan hasil kedua wawancara tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994
tersebut adalah ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris
selaku PPAT, karena ketentuan dalam peraturan tersebut sangat bertentangan
dengan ketentuan dalam UUJN yaitu mengenai kewajiban Notaris dalam
membuat Laporan pembuatan akta kepada Direktorat Jenderal Pajak.
44
Wawancara dengan Agus, pada Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal
Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia pada tanggal 4 Desember 2012.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
78
UNIVERSITAS INDONESIA
2.4. PERMASALAHAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN
PEMUNGUTAN PAJAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
Tanggung jawab Notaris sebagai mitra kerja bagi pemerintah yaitu sebagai
perpanjangan tangan dari pemerintah dalam bidang perpajakan sangatlah berat,
sebab disamping produk yang dihasilkan merupakan produk yang memiliki
konsekuensi dibidang hukum, Notaris juga berkewajiban mengamankan
pemasukan uang negara dibidang hukum yaitu PPh 21 dan BPHTB. Ini sering kali
terjadi penyimpangan, sehingga merugikan negara dan tidak menutup
kemungkinan Notaris dapat terlibat didalamnya.
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh
penulis terhadap pelaksanaan pemungutan pajak atas pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan kepada beberapa Notaris di Jakarta,
Permasalahan yang timbul dari pelaksanaan pengalihan hak tersebut adalah terkait
dengan proses validasi dari pembayaran pajak yang telah dilakukan Wajib Pajak.
Sehingga hal ini menimbulkan mekanisme pelaksanaan pembayaran pajak
khususnya PPh menjadi berbeda-beda.
Masalah lain yang sering menghambat kinerja seorang Notaris dalam
kaitannya dengan pembuatan akta peralihan hak adalah dengan ditetapkannya
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB, permasalahan penentuan nilai jual obyek
tanah terhadap transaksi jual beli, yang tertera pada Surat Setor Pajak (SSP).
Sering kali dipermasalahkan oleh kantor Pelayanan Pajak khususnya mengenai
ada atau tidaknya bangunan yang terjadi pada saat dilakukan validasi atas surat
setoran pajak tersebut sehingga merupakan suatu kesulitan bagi Notaris dalam
memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat mengenai sistem self
assesment terutama dalam hal adanya kurang bayar pembayaran pajak. Oleh
sebab itu, untuk menghindari hambatan tersebut seringkali menjadi celah untuk
seorang Notaris melakukan tindakan yang mungkin nantinya dapat melakukan
suatu pelanggaran jabatannya, misalnya meminta uang lebih untuk mengantisipasi
kekurangan bayar dari pembayaran pajak atas pengalihan hak atas tanah dan
bangunan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
79
UNIVERSITAS INDONESIA
Dalam hal transaksi jual beli dan pengoperan Hak (JBDPH) atas tanah dan
atau bangunan memang dituntut kehati-hatian dan tanggung jawab Notaris
sebagai mitra kerja pemerintah di front terdepan, yang diharapkan dapat menilai
atau menafsir harga suatu bidang tanah, apakah wajar atau tidak. Diharapkan
dalam peristiwa JBDPH tersebut hendaknya Notaris tidak ikut serta dalam
mengatur soal kesepakatan harga diantara penjual dan pembeli. Walaupun
kadangkala ada sebagian dari para pihak (wajib pajak) dalam akta tersebut
meminta saran dari Notaris untuk dapat menghindari dari kewajibannya
membayar pajak. Notaris adalah juga manusia biasa yang mungkin saja
melakukan kesalahan-kesalahan baik berupa kesalahan yang bersifat pribadi
maupun kesalahan yang bersifat profesionalitasnya.
Sebagai pejabat umum negara yang bekeja tanpa digaji maupun mendapat
pensiunan dari negara, seorang Notaris masih mendapat tugas sampingan dengan
sanksi yang tidak ringan, selain tugas pokoknya sebagai Notaris, mereka juga
dijadikan ujung tombak mengefektifkan penerimaan negara terhadap penerimaan
pajak atas tanah dan atau bangunan yaitu, Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang timbul karena dilakukannya peralihan hak
atas tanah dan bangunan yang dibuat dihadapannya.
Untuk pertanggungjawaban para pekerja di bidang hukum khususnya
Notaris, yang seringkali mendapat tuntutan adanya suatu kesalahan apabila terjadi
permasalahan sebagai berikut: contoh seperti Notaris yang tidak cukup
memberikan keterangan mengenai hak-haknya para klien dan untuk hal ini tidak
dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada Notaris, sepanjang pelaksanaan
pekerjaan tersebut secara wajar dan layak serta atas dasar kebijakan umum dapat
dipertanggung jawabkan.
Notaris diharapkan dapat meningkatkan peran aktifnya dalam mengkaji
dan memberi masukan bagi pembangunan supremasi hukum dan peraturan
perundang-undangan di bidang pajak. Selain itu adanya koordinasi yang baik
dengan aparatur pajak dan tentu saja untuk selanjutnya diharapkan diadakan
penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga dengan
demikian dalam mengelola sistem pengenaan pajak benar-benar tercipta iklim
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
80
UNIVERSITAS INDONESIA
kehidupan yang lebih tertib dan meningkatnya kepastian hukum pajak di
masyarakat.
Dan pada akhirnya Notaris juga perlu untuk membatasi dirinya untuk
bekerja dengan upaya mencegah terjadinya suatu persoalan diantara pihak-pihak
yang hadir dihadapannya. Kesadaran hukum masyarakat yang semakin hari
semakin tinggi terutama dalam rangka memperoleh kepastian hukum tentang alas
hak atas tanah yang dikuasai dan diusahainya dapat terjaga secara baik sebagai
alat pembuktian yang kuat dan bersifat otentik Penegakan hukum melalui
penerapan hukum yang sistematis merupakan suatu keharusan yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, terutama dalam kerangka pengakuan kita sebagai negara
hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum, dan akan tetapi penegakan
hukum harus sejalan dengan nilai dasar kemanusiaan berupa rasa keadilan
mayarakat dan karenanya penegakan hukum, penerapan hukum, dan penegakan
keadilan merupakan tiga serangkai yang saling berhubungan dan terkait satu sama
lain secara sistematik, dan adanya penegakan hukum melalui penerapan hukum
yang benar dengan mencerminkan rasa keadilan dan diharapkan tegaknya hukum
dan keadilan adalah juga untuk menegakkan kesejahteraan dan kemakmuran
karena hukumlah yang menentukan bagaimana kita seharusnya hidup dalam
masyarakat yang dicita-citakan.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
81
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Dari penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pemungutan pajak terhadap wajib pajak terkait dengan akta
yang dibuat oleh Notaris tersebut dilaksanakan dengan mekanisme yang
berbeda-beda. Notaris tidak terlepas dalam keterkaitannya dengan
pemungutan pajak atas tanah dan bangunan yaitu Pajak Penghasilan (PPh)
dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB). Hal ini
karena salah satu kewenangan khusus yang dimiliki oleh Notaris adalah
membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Salah satu akta
pertanahan yang dapat dibuat oleh Notaris adalah akta pengalihan hak atas
tanah, namun hanya untuk tanah-tanah yang belum mempunyai status hak
yaitu akta Jual Beli Bangunan Rumah Tinggal Dan Pemindahan Serta
Penyerahan Hak (JBDPH). Sedangkan untuk pengalihan hak atas tanah
yang sudah bersertipikat adalah menjadi kewenangan dari Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT).
Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) menjadi salah satu sorot utama bagi
Notaris sebelum pembuatan akta JBDPH karena adanya suatu penghasilan
yang diperoleh oleh Wajib Pajak dari Jual Beli Rumah tersebut sedangkan
BPHTB baru dapat dilaksanakan kemudian setelah tanah tersebut
mendapat Surat Keputusan status haknya oleh Kantor Pertanahan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1994
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
82
UNIVERSITAS INDONESIA
dan/atau bangunan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor : PER-
26/PJ/2010 tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Pajak Atas
Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
menyebutkan bahwa sebelum Notaris membuat akta pengalihan hak,
Wajib Pajak harus menyerahkan bukti pembayaran pajak yang telah diteliti
oleh Kantor Pelayanan Pajak. Namun adapula Notaris yang melaksanakan
pembuatan akta terlebih dahulu baru menerima bukti pembayaran pajak
penghasilan dari Wajib Pajak.
Perbedaan pelaksanaan ini dikarenakan peraturan tersebut tidak
menjelaskan secara terperinci ataupun adanya perbedaan pemahaman
antara peraturan-peraturan tersebut terutama dalam pelaksanaan penelitian
dari Surat Setoran Pajak Wajib Pajak yang sangat berbeda dari peraturan
yang ada. Sehingga seolah memberikan kesan adanya pengalihan resiko
dari Dirjen Pajak kepada Notaris mengenai penelitian dari pembayaran
pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut.
Selain itu, perbedaan tersebut kurang mendapat perhatian dan pengawasan
dari Direktorat Jenderal Pajak karena setelah pembuatan akta tersebut
tidak ada kewajiban dari seorang Notaris untuk melakukan pendaftaran ke
Kantor Pertanahan seperti halnya PPAT sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Notaris juga tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan pembuatan
laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan akta yang
dibuatnya.
Dari peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak serta peraturan pelaksananya yang terkait dengan penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan juga dapat menimbulkan
adanya praktek-praktek yang justru akan menjerumuskan Notaris itu
sendiri ke dalam praktek penggelapan pajak ataupun pelanggaran terhadap
jabatan Notaris itu sendiri.
2. Peran Notaris dalam pemungutan pajak merupakan yang sangat besar
kepada negara dalam rangka meningkatkan sumber penerimaan negara
yang berasal dari Pajak yang sebenarnya bukan merupakan kewenangan
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
83
UNIVERSITAS INDONESIA
seorang Notaris sebagaimana diuraikan dalam UUJN. Notaris sebagai
perpanjangan tangan pemerintah dalam bidang perpajakan juga
mempunyai peran yang sangat signifikan karena dari Notaris dapat
diperoleh wajib pajak baru melalui pembuatan NPWP maupun dapat
diperoleh data-data yang akurat mengenai adanya suatu perubahan yang
terjadi terhadap Obyek Pajak melalui akta-akta yang dibuat Notaris.
Dalam bidang perpajakan, Notaris mempunyai kewenangan memberikan
penyuluhan hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada para
pihak yang bersangkutan terkait dengan akta yang dibuatnya. Notaris tidak
akan membuat aktanya jika para pihak belum melaksanakan kewajibannya
untuk membayar pajak. Notaris sebagai pelayan masyarakat dapat
mengarahkan, mendampingi dan membantu mengurus jika dikehendaki
oleh para pihak tetapi tidak boleh mengambil biaya pengurusan dari
jasanya tersebut. Bantuan tersebut yaitu dalam menghitung, membayarkan
dan melakukan validasi dari pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak
terkait dengan akta yang dibuatnya tersebut.
Sebagai seorang pejabat yang mempunyai kepercayaan dan penghargaan
yang sangat tinggi dari masyarakat, terkadang membuat seorang Notaris
melakukan sesuatu yang melebihi dari kewenangan dan kewajibannya,
misalnya melakukan penyimpanan uang pajak dari masyarakat. Hal ini
kadang tidak disadari oleh Notaris akibat dari tindakan atau praktek yang
dilakukan tersebut, Notaris tersebut tidak mempertimbangkan jika terjadi
perubahan moneter, perubahan kebijakan tentang pajak dari pemerintah
sehingga akan menyeret seorang Notaris sebagai pelaku penggelapan
pajak.
3.2. SARAN
Setelah menelaah seluruh pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab
terlebih dahulu serta kesimpulan diatas, maka penulis ingin memberikan saran
sebagai berikut.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
84
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan khususnya untuk tanah yang
belum mempunyai status hak kurang mendapat perhatian dan pengawasan
yang baik dari Direktorat Jenderal Pajak karena pengenaan pajak
penghasilan tidak terkait dengan status hak atas tanah. Oleh karena itu
perlu bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih meningkatkan
kerjasamanya dengan Notaris melalui organisasi dari Notaris yaitu Ikatan
Notaris Indonesia (INI). Kerjasama tersebut dapat berupa dalam turut
sertanya unsur Notaris dalam pembuatan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan pengenaan pajak atas pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan serta dalam sosialisasinya kepada masyarakat dan menghindari
adanya kesewenangan terkait dengan pemungutan pajak terhadap Notaris.
Dari kerjasama tersebut akan lebih dapat dipahami mengenai perbedaan
pengertian, kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing
Pejabat yang berwenang membuat akta atau perjanjian yang berkaitan
dengan pengalihan hak atas tanah. Selain itu juga pemahaman mengenai
bentuk-bentuk pengalihan hak atas tanah serta perbedaan satu dengan yang
lainnya yang terjadi di masyarakat yang mungkin bisa menjadi sumber
untuk dapat dikenakan pajak.
Kerjasama tersebut adalah sesuatu yang penting karena sebagaimana telah
disebutkan dalam bab sebelumnya, bahwa dalam politik pemungutan pajak
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (i) harus diusahakan supaya
jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan, (ii)
Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan
kepentingan umum.
Dalam pelaksanaan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
selain para pihak yaitu penjual dan pembeli, terkait pihak lainnya antara
lain Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Lelang dan
pejabat lainnya. Untuk itu perlu adanya penguasaan pengetahuan peraturan
perpajakan agar peraturan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan
maksud dan tujuannya. Walaupun pada saat kuliah di Magister
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
85
UNIVERSITAS INDONESIA
Kenotariatan, seorang Notaris telah diberikan pengetahuan mengenai
perpajakan namun apa yang didapat pada masa kuliah tersebut belum tentu
dapat diterapkan dalam praktek. Hal ini disebabkan karena peraturan
kebijakan perpajakan yang setiap saat mengalami perubahan mengikuti
perubahan kebijakan moneter negara. Dengan kurangnya pengetahuan
perpajakan yang dimiliki oleh pejabat yang terkait (Notaris) dapat
menyebabkan terjadinya pelaksanaan suatu peraturan perpajakan yang
tidak sama dengan untuk suatu peristiwa hukum.
2. Berkaitan dengan perannya, Notaris adalah pejabat mandiri yang ditunjuk
oleh negara mempunyai peran yang sangat besar dalam memberikan
kontribusinya dalam penerimaan negara melalui pajak yang seharusnya
negara memberikan suatu penghargaan kepada Notaris. Notaris
dibebankan suatu tugas yang bukan merupakan kewajibannya
sebagaimana diatur oleh UUJN tetapi Notaris mempunyai sanksi jika lalai
dalam menjalankan tugas yang sebenarnya bukan tugas utamanya.
Notaris, sebagai seorang Pejabat umum yang memiliki kewajiban
sebagaimana diatur dalam UUJN harus bertindak jujur, seksama, mandiri,
tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
perbuatan hukum dan hal ini berlaku pula dalam kaitannya dengan
perpajakan. Notaris juga harus lebih berhati-hati dalam menjalankan
tugasnya, tidak memberikan kepercayaan dan kewenangan penuh kepada
karyawannya karena bisa dapat terjadi kelalaian atau pelanggaran dapat
dilakukan oleh seorang karyawan Notaris. Kelalaian ataupun pelanggaran
yang dilakukan oleh karyawan Notaris secara tidak langsung juga akan
berakibat pada jabatan Notaris tersebut dan Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawabannya.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
86
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR REFERENSI
A. BUKU
Adjie, Habib. Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan
Tulisan Tentang Notaris dan PPAT). Cet. 1. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2009.
__________, dan Sjaifurrachman. Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta. Cet. 1. Bandung: Mandar Maju, 2011.
Ahmadi, Wiratni. Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah Dengan
Kebijakan Pertanahan Di Indonesia. Cet. 1. Bandung: Refika Aditama,
2006.
Anshori, Abdul Ghofur. Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum
Dan Etika. Cet. 2. Yogyakarta: UII Press 2010.
Brotodihardjo, R.Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Rafika
Aditama, 2003.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan
Hukum Tanah. Jakarta: Djambatan, 2008.
Kansil, Christine S.T. dam C.S.T. Kansil. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Cet.
2. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2003.
Kie, Tan Tong. Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1994.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Patahna, Muchlis. Kedudukan Notaris Dalam Sistem Hukum Nasional dalam
Notaris Bicara Soal Kenegaraan. Cet. 2. Jakarta: Watampone Press,
2003.
Rusjdi, Muhammad. PBB, BPHTB Dan Bea. Jakarta: Indeks, 2005.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Ed.1. Cet.7. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
87
UNIVERSITAS INDONESIA
Sutedi, Adrian. Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah. Cet.1. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2008.
Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. 3. Jakarta: Erlangga,
1992.
Yani, Ahmad, Seri Praktis Perpajakan: Solusi Masalah Pajak Penghasilan. Cet.
2. Jakarta: Kencana, 2006
B. ARTIKEL
Harsono, Boedi, “PPAT, Sejarah, Tugas Dan Kewenangannya.” Renvoi (Januari
2007): 10-11.
Latumeten, Pieter, “Notaris Tidak Berwenang Membuat Akta-Akta Yang Menjadi
Kewenangan PPAT Menurut PP 37 Tahun 1998”. Renvoi (Mei 2005): 26.
C. MALAKAH
Mattalatta, Andi Mattalatta. “Profesi Notaris Sebagai Pejabat Umum di
Indonesia.” Makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus
Mahasiswa Kenotariatan angkatan 2008, Depok, 16 Agustua 2008.
Selenggang, Chairunnisa Said. “Profesi Notaris Sebagai Pejabat Umum di
Indonesia.” Makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus
Untuk Mahasiswa/i Magister Kenotariatan Angkatan 2008.
Suryandono, Widodo. “Orientasi Pendidikan Notaris Dalam Menciptakan
Profesionalitas Dan Integritas Moral Bagi Calon Notaris.” Makalah
disampaikan pada Diskusi Panel dan Temu Alumni Specialis Notariat
serta Alumni Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Departemen Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Tentang Tata Cara
Penelitian Surat Setoran Pajak Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak
Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. No. PER-26/PJ/2010.
___________. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Tentang Tata Cara
Penelitian Surat Setoran Pajak Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak
Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. No. PER-26/PJ/2010. No. SE-
81/PJ/2010.
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013
88
UNIVERSITAS INDONESIA
___________. Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris. UU No. 30 tahun 2004,
LN Nomor 117 Tahun 2004, TLN Nomor 4432.
___________. Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan. UU No. 12 tahun
1994, LN Nomor 62 Tahun 1994, TLN Nomor 3569.
___________. Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU No. 17 tahun 2000,
LN Nomor 127 Tahun 2000.
___________. Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
UU No. 20 tahun 2000, LN Nomor 130 Tahun 2000, TLN Nomor 3988.
___________. Peraturan Pemerintah Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
Atas Pengasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.
PP No. 48 tahun 1994.
___________. Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan Atas Pengasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau
Bangunan. PP No. 71 tahun 2008.
___________. Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan Atas Pengasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan.
PP No. 5 tahun 2002, LN Nomor 10 Tahun 2002, TLN Nomor 4174.
___________. Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah. PP No. 37 tahun 1998.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). Di terjemahkan oleh
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 27. Jakarta: Pradnya Paramita, 1995.
Peran notaris..., Esti Purnami, FH UI, 2013