Peran Manajemen Tingkatkan Kinerja Fungsi Reskrim

16
PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA FUNGSI RESKRIM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polri sebagai salah satu institusi yang mengemban fungsi pelayanan publik dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menampilkan kinerja kesatuan yang profesional dan handal di bidangnya. Kompleksitas dan ragam tugas Polri menuntut kemampuan pimpinan dalam mengorganisir dan memanage seluruh lapis kemampuan dalam organisasi Polri dalam pelaksanaan tugasnya. Berdasarkan undang-undang, Polri memiliki tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam era reformasi dan globalisasi sekarang ini, tuntutan tugas Polri semakin tinggi dan berat sehingga tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat semakin sulit dilaksanakan, sebagai akibat dari perkembangan kejahatan yang meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Selain dari itu sikap kritis dari masyarakat terhadap kinerja Polri dan semakin banyaknya lembaga-lembaga pemerhati maupun

Transcript of Peran Manajemen Tingkatkan Kinerja Fungsi Reskrim

PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA FUNGSI RESKRIM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polri sebagai salah satu institusi yang mengemban fungsi pelayanan publik dituntut

untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menampilkan

kinerja kesatuan yang profesional dan handal di bidangnya. Kompleksitas dan ragam tugas

Polri menuntut kemampuan pimpinan dalam mengorganisir dan memanage seluruh lapis

kemampuan dalam organisasi Polri dalam pelaksanaan tugasnya. Berdasarkan undang-

undang, Polri memiliki tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 Undang-Undang No. 2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam era reformasi dan globalisasi sekarang ini, tuntutan tugas Polri semakin tinggi

dan berat sehingga tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat semakin sulit

dilaksanakan, sebagai akibat dari perkembangan kejahatan yang meningkat baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Selain dari itu sikap kritis dari masyarakat terhadap kinerja

Polri dan semakin banyaknya lembaga-lembaga pemerhati maupun lembaga-lembaga

swadaya masyarakat yang tumbuh berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

serta tidak kalah pentingnya perubahan struktural Polri yang dulunya merupakan bagian dari

institusi militer yang tergabung dalam ABRI dan sekarang berdiri sendiri sehingga banyak

harapan dari masyarakat agar Polri mampu membangun postur yang ideal sebagai polisi

yang berwatak sipil dan mampu menjadi tulang punggung bangsa ini dalam menangani

permasalahan kamtibmas yang perkembangannya makin kompleks.

Pasca pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dari Tentara

Nasional Indonesia (TNI), Polri berusaha membangun image, sekaligus paradigma baru.

Image Polri yang semula militeristik dan cenderung represif berangsur-angsur mulai berubah

dengan paradigma barunya sebagai pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat (to serve

2

and protect). Menuju "Profesionalisme Polri" merupakan koridor yang hendak diwujudkan

dalam perubahan ini. Memang disadari tidaklah mudah melakukan perubahan terhadap

budaya militeristik serta paradigma alat negara yang sudah mengakar di Polri.

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat juga terkandung dalam tugas-tugas

penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri yang dalam hal ini dilaksanakan oleh satuan

reskrim yang mana dalam pelaksanaan penyidikan perlu diterapkan prinsip-prinsip

manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Di dalam rumusan Pasal 14 ayat (1)

huruf g Undang-undang No.2 tahun 2002 disebutkan bahwa Dalam melaksanakan Tugas

Pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia

bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Undang-undang

No.8 tahun 1981 (KUHAP) memberikan peran utama kepada Kepolisian Negara Republik

Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara

umum) tanpa batasan lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup

hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, tetapi disamping itu

KUHAP juga memberikan kewenangan kepada PPNS tertentu untuk melakukan penyidikan

sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing.1

Salah satu bentuk nyata dari pelayanan kepada masyarakat adalah dengan

menegakkan supremasi hukum dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban yang

diwujudkan dalam upaya meningkatkan profesionalisme Polri di bidang penyidikan Tindak

Pidana yang dilakukan dengan penerapan fungsi manajemen sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai yaitu penyelesaian perkara secara tuntas serta penyidikan yang

efektif dan efesien.2 Penerapan fungsi manajemen dalam penyidikan tindak pidana ini sudah

tentu berakibat positif dalam membantu tugas-tugas penyidik dan atau penyidik pembantu

dalam pelaksanaan tugasnya yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

1 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3209 tahun 1981).2 Drs. H. Pakpahan Msi, (2009), Catatan Kuliah Manajemen Reskrim Mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian angkatan 55, tidak diterbitkan.

3

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi masalah dalam pembahasan makalah ini

adalah “Bagaimana penerapan fungsi manajemen dalam meningkatkan kualitas kinerja

fungsi reskrim ?”

Persoalan-persoalan yang akan dijawab dalam makalah ini adalah :

a. Bagaimana kondisi nyata kinerja fungsi Reskrim saat ini ?

b. Faktor-faktor yang menghambat kinerja fungsi Reskrim ?

c. Bagaimana fungsi manajemen dapat diimplementasikan dalam pelaksaan tugas fungsi

reskrim sehingga kualitas kinerja dapat meningkat ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi nyata kinerja fungsi reskrim saat ini

Selama ini fungsi reserse yang menjadi ujung tombak keberhasilan Polri cukup

banyak memberikan andil dalam membentuk penilaian yang positif terhadap kinerja Polri,

pengungkapan jaringan teroris di Indonesia, pengungkapan kasus kejahatan berskala

nasional dan internasional dan berbagai kasus besar lainnya menunjukkan eksistensi fungsi

reserse. Namun disadari juga bahwa masih banyak kekurangan fungsi reskrim sebagaimana

hasil analisa pelayanan pengaduan masyarakat yang menunjukkan hasil sekitar 80% dari

pengaduan yang masuk ke Mabes Polri adalah berhubungan dengan kinerja fungsi reskrim

yang dinilai kurang bahkan tidak profesional.

Beberapa sisi negatif Reserse Polri saat ini, sebagaimana diungkapkan Jenderal Polisi

Kunarto3, beberapa keluhan masyarakat terhadap Polri khususnya pada peran Reskrim antara

lain :

a. Aparat yang tidak profesional sehingga semakin banyak kasus tak terungkap dan daerah

rawan kejahatan semakin bertambah.

b. Penyelesaian perkara kejahatan yang rendah.

3 Jenderal Polisi Kunarto, “Polisi : Harapan dan Kenyataan” (1996)

4

c. Perilaku aparat yang menyimpang dan penyalahgunaan wewenang dirasakan semakin

meresahkan.

d. Aparat dinilai ragu-ragu bertindak apalagi terhadap kasus-kasus tertentu yang justru

memiliki derajat keresahan tinggi.

B. Faktor yang menghambat kinerja fungsi reskrim

Selama penulis selama lebih dari 5 tahun menjadi seorang penyidik reserse banyak

kendala yang secara umum dialami sendiri oleh penyidik dalam menjalankan fungsi reserse

baik dalam tahapan penyelidikan maupun penyidikan, diantaranya adalah :

1. Kompetensi Penyidik

Seorang penyidik pada fungsi reserse semestinya bisa mempertanggung jawabkan hasil

penyidikannya berdasarkan hukum yang berlaku dalam arti bahwa dalam melaksanakan

kegiatan penyidikan adalah benar-benar secara profesional, namun pada kenyataannya

masih banyak kegiatan dan tindakan penyidik sehingga proses penyidikan tidak berjalan

secara optimal, efektif dan efisien. Contohnya adalah dimulai dengan dasar diberikannya

seorang penyidik sebelum melakukan penyidikan adalah banyak penyidik yang tidak

memiliki Sprin Penyidikan yang ini berarti sebenarnya berkas penyidikan yang ditanda

tangani oleh penyidik sebelumnya cacat hukum atau tidak sah karena penyidik belum

mempunyai kompetensi dalam melaksanakan kegiatan penyidikan.

2. Penentuan Status

Seringkali dalam menangani suatu perkara penyidik ragu-ragu untuk menetapkan status

tersangka apabila calon tersangka adalah orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh,

sehingga biasanya dipanggil dengan surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi

(terlebih dahulu) sampai adanya bukti yang lebih kuat mengarah kepada terperiksa

barulah status ditingkatkan.4 Belum lagi intervensi yang mungkin dihadapi oleh penyidik

terhadap kasus yang ditanganinya.

3. Dukungan Anggaran

Merupakan alasan fundamental yang biasanya dijadikan kambing hitam bila kinerja

Polres tidak optimal karena kurangnya dana operasional, namun pada kenyataannya bila

dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu anggaran penyidik cukup memberikan

harapan dimana bila penyidik mampu menyelesaikan suatu kasus pidana sampai dengan

4 “Status ditingkatkan” adalah istilah yang digunakan yang sering digunakan oleh penyidik saat merubah status dari saksi menjadi tersangka

5

tahap ke-2 yaitu penyerahan berkas perkara, barang bukti dan tersangka ke kejaksaan

maka penyidik akan menerima dana penyidikan yang sudah dialokasikan oleh negara.

Hal tersebut sesuai dengan Teori Harapan oleh Victor Vroom yang menyatakan dimana

kekuatan suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu tergantung

pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh sesuatu

keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu.5

Untuk membahas kendala yang menghambat kinerja fungsi reskrim, penulis

menggunakan suatu konsep analisa. Konsep analisa yang akan dipergunakan adalah Konsep

Analisa Lingkungan Organisasi,6 yang merumuskan bahwa keadaan lingkungan suatu

organisasi dapat dipahami melalui analisa terhadap segmen-segmennya, yaitu bagian-bagian

dari dari lingkungan organisasi yang berpengaruh terhadap perilaku maupun performansi

organisasi. Menurut Djasmin Saladin, lingkungan organisasi dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

a. Lingkungan Internal

1. Personil Penyidik / Penyidik Pembantu (Man)

Faktor personil yang ada di dalam fungsi reserse menurut penulis menjadi faktor

yang paling mendasar perlu mendapatkan perhatian tentang bagaimana kompetensi

kemampuan seorang penyidik / penyidik pembantu dalam melaksanakan

penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. Seperti yang sudah disampaikan

sebelumnya apakan penyidik sudah memiliki kewenangan penyidikan yang

dibuktikan dengan adanya Skep Penyidik, pengetahuan penyidik tentang kejahatan

dan perkembangannya, teknis penyelidikan dan penyidikan dan faktor kompetensi

personal penyidik yang lainnya seperti motivasi anggota dalam melaksanakan tugas.

2. Anggaran Penyidikan (Money)

Setelah pisahnya Polri dengan TNI, dukungan anggaran yang diberikan oleh negara

kepada Polri jauh lebih besar, fungsi reskrim pun mendapatkan dukungan anggaran

penyidikan yang jauh lebih besar yang walaupun pada kenyataannya tidak semua

kasus bisa terdukung oleh anggaran dikarenakan adanya “jatah”7 yang diberikan oleh

negara. Walaupun saat ini penyidikan sudah terdukung oleh anggaran, memunculkan

5 Steven P. Robbins, Perilaku Organisasi Jilid I, PT. Indeks Gramedia Group, Jakarta, 2003, hlm: 229.6 Djasmin Saladin, “Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan”, dalam Said Saile dkk, Himpunan Teori / Pendapat Para Sarjana yang Berkaitan dengan Kepolisian, (Jakarta : PTIK, 2009), hlm: 90.7 “Jatah” istilah yang digunakan penulis untuk menggambarkan alokasi dana yang diberikan oleh Negara sebagai anggaran penyidikan yang tidak sesuai dengan kondisi riil jumlah kejadian perkara pidana yang ditangani oleh penyidik di suatu kesatuan.

6

suatu permasalahan baru adalah bagaimana mengatur penggunaan anggaran tersebut.

Maka penggunaan alokasi dana haruslah dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin

untuk benar-benar dapat mendukung pelaksanaan tugas fungsi reskrim sehingga

kualitas pelayanan dapat meningkat.

3. Sarana dan Prasarana (Material)

Perangkat penunjang lain sangat akan membantu fungsi reskrim dalam meningkatkan

kualitas kinerjanya, dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini semestinya

mampu dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin tidak hanya dalam membantu

pelaksanaan tugas saja namun juga untuk mengikuti perkembangan kejahatan saat ini

yang semakin berkembang dalam bidang kejahatan berbasis teknologi informasi dan

komunikasi. Perangkat tersebut dapat berupa piranti keras maupun piranti lunak

berbasis teknologi seperti suatu program memanfaatkan database dalam proses

penyidikan seperti contoh Crime Investigation System (CIS).

4. Kemampuan teknis dan taktis penyidikan (Method)

Seperti yang sudah penulis sampaikan sebelumnya bahwa kemampuan ini merupakan

suatu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh penyidik / penyidik pembantu.

Disamping itu juga harus didukung dengan suatu pola kierja atau secara teknis adalah

Cara Bertindak (CB) yang benar dan tepat guna dalam melaksanakan kegiatan

penyidikan sehingga akan tercapai suatu peningkatan kualitas kinerja fungsi reserse.

b. Lingkungan Eksternal

Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi kinerja reserse adalah faktor

diluar kedinasan atau lingkungan di sekitar fungsi kinerja penyidik, diantaranya adalah :

1. Wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Polri sangatlah besar

sehingga menuntut penguasaan terhadap penegakan undang-undang tersebut yang

pada kenyataannya belum bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh Polri.

2. Perkembangan kejahatan yang sangat pesat terutama kejahatan berbasis teknologi

informasi dan komunikasi.

3. Jumlah kejahatan yang sangat tinggi menuntut mobiltas petugas penyidik yang

sebanding.

4. Banyaknya intervensi terhadap penyidikan, baik dari atasan penyidik sendiri maupun

instansi lain yang terkait dengan penyidikan.

5. Birokrasi yang masih rumi dan menyulitkan pada beberapa penyidikan tindak

kejahatan tertentu seperti dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang yang

7

untuk mendapakan barang bukti penyidik perlu untuk mendapakan file rekening

koran tersangka sedangkan surat permohonan pembukaan rahasia bank haruslah

ditujukan kepada Gubernur Bank Indonesia dengan pengirim tertanda tangan oleh

Kapolda.

6. Anggapan dan penilaian masyarakat yang masih cenderung negatif terhadap Polri

khususnya penyidik seperti yang sudah penulis sampaikan pada bab pendahuluan

bahwa 80% pengaduan yang masuk ke Mabes Polri adalah terhadap pelayanan fungsi

reserse.

Analisa terhadap kendala tersebut haruslah mendapat perhatian baik oleh organisasi,

pimpinan, anggota reserse sendiri dan pihak lain yang terkait seperti pemerintah. Karena

suatu keadaan akan menjadi semakin buruk kalau tidak ada seorangpun atau instansi yang

dipercaya menangani pemeliharaannya memberikan perhatiannya pada keadaan tersebut

(Teori Fixing Broken Windows – George L. Kelling dan Chatherine M.). Dalam

memperbaiki situasi yang ada kendala di dalamnya terutama terhadap pelaksanaan tugas

fungsi reserse dalam penanggulangan kejahatan harus ada institusi dalam hal ini internal

kepolisian bekerjasama dan dibantu oleh masyarakat yang berkonsentrasi melalui tindakan

kepolisian dalam rangka melindungi, mengayomi masyarakat guna terciptanya rasa aman

dan tentram dalam masyarakat.8

C. Implementasi manajemen dalam pelaksaan tugas fungsi reskrim sehingga kualitas

kinerja dapat meningkat

Dari uraian pada pembahasan permasalahan dan kendala diatas maka timbul

pertanyaan yaitu bagaimana penerapan manajemen tersebut dalam proses penyidikan?

Untuk menjawab pertanyaan diatas maka perlu menerapkan prinsip-prinsip

manajemen tersebut (planning, organizing, actuating dan controlling) dalam setiap proses

penyidikan dalam hal ini mulai dari proses pembuatan laporan polisi, penyelidikan,

pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan,

pemberrkasan, penyerahan berkas perkara dan tsk serta barang bukti sehingga tindakan yang

8 Kunarto, Fixing Broken Window, PT. Cipta Manunggal Kebudayaan, 1998, hlm: 373.

8

dilakukan oleh penyidik / penyidik pembantu dalam setiap upaya atau langkah tindakannya

adalah efektif dan efisien. Mengapa penyidikan tersebut harus efektif dan efisien, karena:

1. Masa penahanan yang dilakukan penyidik adalah terbatas dan dibatasi.

2. Banyaknya kasus atau perkara yang diterima oleh Polri dan tidak bisa ditolak.

3. Sumber daya manusia Polri yang masih rendak dan tidak konsisten.

4. Anggaran yang dibutuhkan dan dikeluarkan cukup besar dalam proses penyidikan.

5. Sarana dan prasarana yang dimiliki Polri terbatas.9

Sebelum membahas lebih jauh perlu dipahami apa definisi dari penyidikan yang

merupakan inti dari penyelenggaraan fungsi reskrim. Penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh KUHAP untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangkanya.10 Pengertian manajemen berasal dari bahasa

Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya,

Dwight Waldo memberikan pengertian manajemen sebagai ilmu dan seni tentang upaya

untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif

dan efesien.11

Sedangkan Teori Manajemen Henry Fayol memberikan difinisi manajemen adalah

suatu rangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai hubungan kerjasama yang

rasional dalam suatu sistem organisasi.12 Dari definisi di atas mengandung maksud di dalam

manajemen terfokus pada masalah-masalah yang ada di dalam ruang lingkup internal

organisasi. Manajemen dapat diartian sebagai sebuah seni. Ungkapan ini sering digunakan

para pakar manajemen di dalam mengelola organisasi yang ingin mencapai tujuannya

dengan cara-cara yang efektif, efisien dan optimal melalui kegiatan yang terencana,

terkordinir, terkendali dan terawasi. Didalam proses pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan

pentahapan yang sering disebut fungsi manajemen. Prinsip dasar dari sebuah manajemen

adalah POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling)13 atau diartikan sebagai

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan atau pengendalian.

Perencanaan (Planning)

9 Drs H. Pakpahan Msi, (2009), Catatan Kuliah Manajemen Reserse Kriminal Mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian angkatan 55, tidak diterbitkan.10 Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-udang Hukum Acara Pidana11 Pengertian manajemen dari www.wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.Htm12 Teori manajemen menurut Dwight waldo.13 Teori manajemen menurut Henry Fayol

9

Kegiatan seorang manajer adalah menyusun rencana. Menyusun rencana berarti

memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat

rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai

petunjuk langkah-langkah selanjutnya.

Pengorganisian (Organizing)

Pengorganisasian atau organizing berarti menciptakan suatu struktur dengan bagian-

bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan antar bagian-bagian satu sama

lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan struktur tersebut.

Pengorganisasian bertujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan

yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan

menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi

tersebut.

Menggerakkan (Actuating)

Menggerakkan atau Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar

semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan

manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-

orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk

mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah

kepemimpinan (leadership).

Pengawasan (Controling)

Pengawasan merupakan tindakan seorang manajer untuk menilai dan mengendalikan

jalannya suatu kegiatan yang mengarah demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyidikan yang profesional dan berorientasi kepada rasa keadilan masyarakat adalah

merupakan wujud pelayanan Polri kepada masyarakat dalam penegakan hukum, dimana

14 Dikutip dari situs Wikipedia.com tentang Manajemen-Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.htm

10

terwujudnya kondisi penyidikan yang demikian akan mendorong pula kepada meningkatnya

partisipasi masyarakat dalam membantu tugas-tugas kepolisian, termasuk dalam tugas-tugas

penyidikan. Profesionalisme di bidang penyidikan adalah merupakan suatu hal yang dapat

dicapai dengan penerapan fungsi manajemen dalam tiap langkah penyidikan. Perencanaan

yang matang didukung oleh pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan yang mengacu

kepada rencana yang telah ditetapkan dengan kepemimpinan yang teruji serta pengendalian /

pengawasan yang baik, akan menghasilkan suatu mekanisme penyidikan efektif dan efisien

serta berorientasi kepada kepentingan masyarakat, yang merupakan salah satu upaya dari

Polri dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dibidang penegakan hukum.

Untuk itulah dibutuhkan suatu fungsi manajemen yang baik untuk meningkatkan kualitas

kinerja fungsi reserse.

B. Saran

1. Perlu diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan penerapan fungsi manajemen

dalam setiap tahap penyidikan agar penyidikan yang dilakukan dapat efektif dan efisien

serta pelayanan kepada masyarakat dalam bidang penegakan hukum dapat terwujud.

2. Perlunya pembekalan pengetahuan dan pelatihan untuk menerapkan manajemen dalam

penyidikan di setiap lembaga pendidikan Polri baik pendidikan pembentukan maupun

pendidikan pengembangan Polri sehingga sumber daya manusia Polri khususnya

penyidik dan penyidik pembantu dapat memiliki kemahiran dan pengetahuan yang cukup

dalam melakukan penyidikan dan kesalahan dalam penyidikan dapat diminimalisir.

Jakarta, Oktober 2009Penulis

SETYO BIMO ANGGOROGakkum-B / No.Mhs. 6874