PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA...
Transcript of PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA...
PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM
MENGEMBALIKAN HAK-HAK ANAK PADA ANAK-ANAK
TERLANTAR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
MUHAMMAD MARTIN
NIM. 1112044100044
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1438 H / 2016 M
iv
ABSATRAK
Muhammad Martin, 1112044100044, Peran Komisi Perlindungan Anak
Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak terlantar (studi kasus
KPAI Jakarta). Konsentrasi Pradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga
Fakultas Syariah’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatuallah Jakarta, 1437 H/ 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komisi perlindungan anak
Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak terlantar. Hal tersebut
tidak jarang menjadikan anak sebagai korban dari penelantaran terhadap
keluarganya. Ketika hal tersebut terjadi peran serta lembaga-lembaga yang
memiliki wewenang terhadap perlindungan anak sangat diperlukan guna
memberikan perlindungan dan menjaga hak-hak anak yang seharusnya didapatkan
didalam keluarga.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,. Sumber data terdiri dari data
primer yaitu hasil wawancara dengan pihak KPAI dan skunder terdiri dari buku,
jurnal, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah penelitian,
tehnik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawanncara dengan KPAI
dan studi dokumen yang merupakan data informasi, tulisan ilmiah. Analisa data
dalam melakukan penelitian tersebut, penulis menggunakan metode analisis
deskristif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, didalam hukum positif dan hukum
islam seorang anak berhak mendapatkan asuhan yang layak dari orang tuanya,
mendapatkn penddikan yang baik, dan berhak mendapat hidup yang layak. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan anak seharusnya hidup dengan layak dan
terpenuhi hak-haknya, akan tetapi dalam faktanya hak-hak tersebut tidak
didapatkan oleh anak dan anak hidup terlantar, faktor tersebut adalah ekonomi,
masalah ekonomi masih menjadi penyebab tertinggi hilangnya hak-hak anak
sehingga anak hidup terlantar, perceraian, orang tua yang sibuk kerja, kasih
sayang tidak didapatkan secara utuh dari orang tua. Adapun peran KPAI dalam
mengembalikan hak-hak anak terlantar adalah dengan melimpahkannya kepada
LPSA dan Panti Swasta untuk dirawat agar mendapat hidup yang lebih layak, dan
dalam memenuhi hak pendidikannya, KPAI berkerja sama dengan Dinas
Pendidikan lalu untuk menjamin hak kesehatannya KPAI berkerja sama dengan
Dinas Kesehatan. KPAI sebagai lembaga yang diberi wewenang dalam ranah
pengawasan perlindungan hak anak khususnya anak terlantar, masih belum
optimalnya yang disebabkan keterbatasan kewenangan yang tidak sebanding
dengan ekspetasi kerja, sulitnya pembangunan KPAD disetiap provinsi dan
keterbatasan anggaran.
Kata Kunci : Hak, Anak, Terlantar, KPAI.
Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1990 sampai Tahun 2015.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Yang dengan rahmat dan
hidayah-Nya selalu memberikan kekuatan iman dan islam, sehingga setelah melalui
proses yang panjang, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitia ini sebagai
syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kehadirat Nabi
Muhammad saw, yang telah membawa dan menyempurnakan agama isalam sebagai
penyelamat umat manusia di muka bumi ini dan akhirat kelak.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, tentunya tidak terlepas dari beberapa pihak
terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan
motivasi, saran dan kritik yang membangun. Maka, sudah barang tentu menjadikan
suatu kewajiban bagi penulis untuk menghaturkan terimakasih yang setinggi-
tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif hidayatuallah Jakarta Dr.
Asep saepudin jahar, MA serta staf-stafnya.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Arip Purkon, MA., Ketua program Studi dan
Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (SAS) Fakultas Syaria’ah dan
Hukum Universitas Islam Negri Jakarta.
3. Dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik Hj.
Hotnidah Nasution, M.A yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penelitian ini.
4. Salam hormat seiring doa penulis haturkan kepada kedua pelita yang selalu
menerangi tiap langkah dalam hidup ini, ayahanda tercinta H. Mansyur dan
ibunda Hj. Ukaesih, terimakasih atas doa dan limpahan kasih sayangnya.
5. Kakak tercinta Marsitoh S.Thi dan Marini S.H serta Mariyam A.Md.Kep,
terimakasih atas dukungan, motivasi serta doa selama ini.
6. Keponakan tercinta Sukma Melati, Muhammad Faqih, Lintang Marelda, Tirta
Khalis Azrak, dan Faris Janwar hadirnya ananda menjadi semangat dan
motivasi dalam hidup ini.
7. Terimakasih untuk KH.Zainuddin Ma’shum Ali selaku kepala pengasuh
pondok pesantren Al-hamidiyah depok yang selalu mendo’akan dan untuk
ustadz Ashri Azhari dan Ustadz Sarwani yang selalu mendo’akan dan memberi
motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Teman-teman seperjuangan, Muhammad Ilham Fuadi, Rivaldi Fahlepi, Ahmad
Faiq, Sufyan Zulkarnain, Lutfan Adly, Ziyad Mubarok, Rahmat Muhajir, Hilmi
Afif Arifqi, Sulaiman, Ilham Harsya, Fadli Azami, Malik Shofi, Ahmad Fauzi,
Nauval Hafidz, Syaul Haq, Putri Shafwatil Huda, Nanik Maulida, Sarifah
Dacosta, Itmam Huda, dan teman-teman seluruh Pradilan Agama A dan B,
teruslah semangat dan teruslah menggapai cita-cita kalian.
9. Sahabat-Sahabat gokil M.Abrar Zulsabrian S.H, M.Fadli Rahman S.Si,
M.Rizky Faray S.H, Achmad Sanjaya, M.Ramdhani S.Sos, Ahmad Mujiyaki,
Zahri Amrillah, Afiq Zaki Lubis S.H, Huzainah Asroriyah, Avisa Yufajilan
yang selalu memberi motivasi, saran, doa, dan menerima keluh kesah semoga
kalian tetap ada sampai akhir hayat dan disatukan kembali disurganya.
10. Keluarga Besar CABUTIF (Campuran Budaya Otomotif) yang telah
memberikan bantuan semangat dan doa selama ini.
11. Keluarga Besar MAKTAH (Majelis Kopi Tahlil) yang selalu memberikan doa
untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini penulis
haturkan terimakasih semoga kebaikan kalian menjadi amal sholeh dan dilipat
gandakan pahalanya oleh ALLAH SWT.
Akhirnya kepada ALLAH SWT juga lah penulis serahkan segalanya serta
panjatan doa dan semoga amal kebaikan mereka diterima oleh-Nya. Penulis berharap
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para
pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik disisi ALLAH SUBHANAHU WA
TA’ALA.
Jakarta , 09 September 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAM JUDUL ........................................................................................... i
PERSETUJUAN BIMBINGAN ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 9
D. Metode Penelitian .................................................................... 10
E. Review Studi Terdahulu ........................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II Tinjauan umum tentang hak anak
A. Pengertian Hak Anak dan Anak Terlantar ............................... 14
B. Hak-hak anak dalam Hukum Islam ......................................... 23
C. Hak-hak anak dalam Hukum Positif ........................................ 35
D. Hak-hak anak terlantar ............................................................. 42
BAB III Gambaran Umum Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia
A. Profil Komisi Perlindungan Anak Indonesia ........................... 46
B. Sususan Pengurus Komisi Perlindungan Anak Indonesia ....... 50
C. Tujuan berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia ....... 53
D. Hambatan Komisi Perlindungan Anak dalam menanggulangi
masalah anak ............................................................................ 56
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Faktor-faktor penyebab terjadinya penelantaran anak
di Indonesia ............................................................................. 60
B. Upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengembalikan Hak-hak anak Terlantar ................................. 69
C. Kontribusi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia
terhadap anak-anak terlaantar ................................................. 76
D. Analisis penulis ........................................................................ 79
BAB V Penutup
A. Kesimpulan .............................................................................. 82
B. Saran-saran .............................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 86
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh
karena itu agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan
pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang diakibatkan
oleh perbuatan terlarang dapat dihindari.1
Terhadap persoalan seputar hukum nikah, ulama fiqih berbeda pendapat
dalam menetukan kedudukan hukumnya. Secara umum ada pendapat tentang
hukum nikah seperti sunnah menurut kelompok jumhur dan wajib menurut
golongan zahiriyah. Kelompok pengikut mazhab Malik yang belakangan
memerinci kedudukan hukum nikah berdasarkan kondisi, yaitu hukum wajib
untuk sebagian orang dan sunnah untuk sebagian yang lainya dan dapat juga
berhukum mubah bahkan haram, tergantung pada keadaan masing-masing
sesuai kemampuan menghindarkan diri dari perbuatan tercela.2
Tujuan Nikah adalah agar setiap pasangan suami istri dapat meraih
kebahagiaan dengan pengembangan potensi mawaddah dan rahmah. Yang
dapat melaksanakan tugas kekhalifaan dalam pengabdian kepada Allah SWT
, yang darinya lahir fungsi-fungsi yang harus diemban oleh keluarganya.
Diadakannya akad nikah adalah dengan niat untuk selama-lamanya hingga
1 Djedjen Zainuddin & Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, ( Semarang :
Pt.Karya Toha Putra, 2008 ), Hal. 66.
2 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikaahan, ( Jakarta : Pt. Prima Heza Lestari,
2006 ), Hal.7.
2
suami istri meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh islam adalah
langgengnya kehidupan perkawinan. Suami istri bersama-sama dapat
mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih
sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang
baik agar anak-anak itu bisa menjadi generasi yang berkualitas.3
Anak merupakan amanah dan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Hadannah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia
membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang
yang mendidiknya.
Hadhannah berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti antara lain
hal memelihara, mendidik,mengatur, mengurus segala kepentingan urusan
anak-anak yang belom mummayiz. Hadannah menurut bahasa berarti
meletakan sesuatu di dekat tulang rusuk atau pangkuan karena ibu waktu
menyusukan anaknya meletakan anak itu di pangkuanya, seakan-akan ibu di
saat itu melindungi dan memelihara anaknya sehingga hadannah di jadikan
istilah yang maksudnya pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir
sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat
anak itu.
Para ulama fikih mendefinisikan hadannah sebagai tindakan
pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan
atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang
3 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer , ( Bogor : Ghalia Indonesia,
2010 ), Hal. 167.
3
menjadikan kebaikanya, menjaganya dari sesuatu yang menyakitinya dan
merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri
sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.4
Para fuqaha mengartikan hadhannah sebagai upaya menjaga anak
lelaki kecil, atau anak perempuan kecil atau anak yang memili gangguan
mental yang tidak dapat membedakan sesuatu dan tidak mampu mandiri,
mengembangkan kemampuannya, melindungi dari segala sesuatu yang
menyakitinya
Hukum hadhannah atau mengasuh anak kecil, baik laki-laki maupun
perempuan adalah adalah wajib, karena jika diabaikan dapat merusak anak
dan membuatnya terlantar.5
Menurut Muhammad Ibnu Ismail Al-san’ani, hadhannah adalah
memelihara anak yang belum mampu mengurus diri sendiri dan menjaganya
dari sesuatu yang dapat membinasakan atau membahayakan.6
Para ulama sepakat hukum hadhannah, menddik dan merawat adalah
suatu kewajiban. Tetapi mereka dalam hal itu, apakah hadhannah ini menjadi
hak hak orang tua terutama ibu atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan
Maliki berpendapat bahwa hak hadhannah itu menjadi hak ibu sehingga ia
dapat menggugurkan haknya. Tetapi menurut jumhur ulama , hadhannah itu
4 Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada, 2009),
Hal. 215-217
5 Sayyid sabiq, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom, 2008),
h 529.
6 Sayyid sabiq, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom, 2008),
h 527.
4
menjadi hak bersama antaraorang tua dan anak. Bahkan menurut Wahab Al-
Zuhailiy hak hadhannah adalah hak yang bersyarikat antara ibu, ayah dan
anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau
kepentingan anak.7
Mengasuh anak-anak yang masih kecil (Hadannah) hukumnya wajib,
sebab mengabaikanya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil
kepada bahaya kebinasaan. Pendidikan anak juga merupakan salah satu factor
yang sangat penting dalam keluarga. Orang tua berkewajiban mengarahkan
anak agar mereka menjadi orang-orang yang beriman dan berakhlak, mulia,
seperti patuh dalam melaksanakan kewajiban agama dengan baikagar terhindr
dari dosa dan maksiat.
Islam telah mewajibkan pemeliharaan atas anak sampai sampai anak
tersebut mampu berdiri dengan sendirinya tanpa menghrapkan bantuan orang
lain. Dasar hukum hadhannah tertera sebagaimana firman Allah Swt dalam
surat Al-Baqoroh ayat 233.
7 Abd. Rahman Ghazali, Fikih Islam,(Jakarta: Kencana, 2006), h. 177.
5
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang
ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu
kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.(AL-Baqoroh 233)
Pada ayat tersebut Allah mewajibkan kepada kedua orang tua untuk
memelihara anak mereka dan ibu wajib menyusukannya selama 2 tahun. Dan bapak
wajib menafkahkan ibu.8
Pemeliharaan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan
skunder anak. Pemeliharaan meliputi berbagai aspek diantaranya pendidikan,
kesehatan dan segala aspek kebutuhan yang melekat pada anak. Ajaran islam
diungkapkan bahwa tanggung jawab ekonomi berada dipundak suami sebagai kepala
rumah tangga, dan tidak menutup kemungkinan istri untuk membantunya bila suami
tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, amat
penting mewujudkan kerja sama dan Saling membantu antara suami dan istri untuk
memelihra anak sampai dewasa. Hal dimaksud pada prinsipnya adalah tanggung
jawab istri kepada anak-anaknya sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun
1974 diantarnya:
Pasal 45 ayat (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya (2) kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
8 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 392
6
ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat bderdiri sendiri kewajiban mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua oramg tua terputus. Pasal 46 ayat
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang wajib.
Pasal 47 ayat (1) anak yang belum mencapai umur 18 (Delapan belas tahun) tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak
tersebut mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.
Sebagaimana setalah melakukan pernikahan seorang pria (kepal rumah
tangga) wajib memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dalam (menafkahi).
Nafkah berasal dari bahasa arab ( نفقة -ينفق –نفق ) yang artinya biaya, belanja,
pengeluaran uang.9 Sedang menurut istilah nafkah adalah diartikan sebagai belanja
untuk hidup berupa uang pendapatan.
Nafkah adalah yang dikeluarkan kepada keluarga (wanita,anak), seperti
makan, pakaian, harta dan lain sebagainya. Sedang menurut istilah adalah suatu
kewajiban suami memberian suatu pekerjaan (nafkah) kepada istri dan anak-
anaknya.10
Pada dasarnya setiap suami yang telah berkeluarga wajb hukumnya
memberikan nafkah kepada kesetiap anggota keluargnya, didalam terminology fikih,
fuqaha memberikan definisi nafkah sebagai biaya yang wajib dikeuarkan seseorang,
terhadap sesuatu yang sudah menajdi tanggungannya meliputiputi biaya kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian pemebrian nafkah oleh seorang kepala keluarga
merupakan tanggunggung jawab yang harus terus melekat daam keadaan apapun
untuk diberikan untuk pertumbuhan anak sampai ia dewasa atau bisa hidup sendiri.11
9 Amad warson Munawir, Al-Munawir :Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: Yayasan
Penerbitan Univesitas Indonesia 1996),h 147.
10
Ibrahim Muhammad al-jamal, Fiqh Al-Mar’ah al-Muslimah , (Jakarta , PT Multi Kreasi
Singgasana , 1991 ), h. 155. 11
Ibrahim Muhammad al-jamal, fiqh Al-Marah, al-Muslimah , h. 115.
7
Wahab Az-Zuhaili menafsirkan kata nafkah adalah sesuatu yang wajib
dikeluarkan oleh kepala keluarga kepada setiap anggota keluarganya, agar setiap
kelurga dapat merasakan rezeki yang berikan oleh Allah, supaya hidup dalam
berkecukupan. Setiap anak wajib merasakan nafkah yang diberikan oleh orang
tuanya baik kecil maupun besar,12
karena itu sumber awal untuk pemunuhan hak-
haknya agar setiap anak merasakan hidup dengan baik dan layak.
Didalam hukum positif Indonesia, permasalahan nafkah atau pemenuhan
kebutuhan keluarga telah diatur dan dinyatakan menjadi kewajiban suami. Hal ini
sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 34 ayat (1) suami wajib
melindungi istrinya dan memberkan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kewajibannya. Dan dipetegas oleh KHI pasal 80 ayat (4) sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung : a). nafkah, kiswah dan tempat
kediaman bagi istri. b). biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan
bagi istri dan anak. c). biaya pendidikan bagi anak. Keberadaan nafkah tentu
mempunyai pengaruh dan fungsi yang sangat besar dalam membina keluarga yang
bahagia, tentram, dan sejahtera.
Sebagai mana yang diketauhi, anak merupakan amanah dan anugrah
dari Tuhan yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat
yang patut di junjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan
hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai ketentuan konvensi
Hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah indonesia melalui keputusan
presiden Nomer 36 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip
12
Wahab Az-Zuhaili, Fiqih Isalam Adilatahu jilid 10. Penerjemah abdul hayyie al-
kattimi (Jakarta gema insani, 2011), h.94.
8
umum perlindungan anak,yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak,
kelangsugan hidup dan tumbuh kembang anak, dan menghargai partisipasi
anak.13
Setiap anak yang lahir pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Namun, dalam beberapa kesempatan perseteruan yang dihasilkan dari orang
tuanya dan faktor-faktor lain menjadikan anak sebagai korban ketidak
perdulian,hal ini menyebabkan terlantarnya hak-hak anak yang seharusnya
mendapatkan kesejahtraan harkat dan martabat anak. Akan tetapi, hingga
keluarnya undang-undang perlindungan anak dan sampai sekarang
pemenuhan hak anak masih jauh yang yang di harapkan. Hal ini dapat dilihat
dari situasi dan kondisi anak Indonesia yang terlantar. Maka oleh sebab itu
peneliti mengambil judul skripsi ini :
“PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM
MENGEMBALIKAN HAK-HAK ANAK PADA ANAK TERLANTAR”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak
menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas, maka peneliti
membatasi penelitian ini pada seputar peran Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang terletak di Jalan Teuku Umar, No. 10 menteng, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam mengembalikan hak-hak
anak pada anak terlantar.
13
Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia,( Semarang : Pt. Citra Aditya
Bakti,2015 ), Hal. 1
9
2. Perumusan Masalah
Beberapa kasus penelantran yang terjadi di Indonesia menunjukan
bahwa tingkat kesejateraan anak dan pemenuhan hak anak masih jauh dari
yang diharapakan. Hal ini dapat dilihat pada anak-anak yang terlantar di
Indonesia, yang di sebabkan beberapa faktor-faktor dan perseteruan yang
terjadi di keluarganya.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan
penelitiannya adalah :
1. Apa hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh seorang anak
menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kasus
pertelantaran anak di indonesia ?
3. Bagaimana peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak yang terlantar.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah
terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu :
1. Mengetahui Hak-hak anak yang terlantar menurut Hukum Islam
dan Hukum Positif.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab anak-
anak terlantar di Indonesia.
3. Mendapatkan gambaran tentang peran Komisi Perlindungan Anak
Indonesia dalam melindungi hak-hak anak yang terlantar.
10
2. Manfaat Penelitian
2.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini memberikan kebermanfaatan dalam menambah
kajian tentang peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap
anak-anak yang terlantar.
2.2 Manfaat Praktis
Dalam konteks praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi hasil perbaikan yang lebih baik bagi
pelaksanaan perlindungan anak- anak yang terlntar oleh Komisi
Perlindungan Anak Indonesia.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif menurut Creswell (2007) merupakan metode –
metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah
individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial
atau kemanusiaan.
Peneliti menggunakan metode penelitian ini karena peneliti ingin
mengeksplorasi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak pada anak-anak terlantar.
2. Sumber Data
a. Data Primer
11
- Hasil wawancara dengan KPAI.
b. Data Skunder
- Buku,jurnal,peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
masalah penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
a) Wawancara dilakukan dengan KPAI.
b) Studi Dokumen, merupakan metode pengumpulan data dan
informasi dari buku dokumentasi, tulisan ilmiah, peraturan
perundang-undangan dan berbagai sumber tulisan lainnya.
3. Model Analisis
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis
deskriptif, yaitu salah satu model analisis data dimana peneliti
menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara/interview
dan studi kepustakaan
Dalam hal teknis penelitian, peneliti mengacu pada buku pedoman
Penelitian skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Islam Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012
E. Review Studi Terdahulu
Dari beberapa skripsi yang terdapat di fakultas syariah dan hukum
Universitas Islam Negeri Jakarta, peneliti menemukan data yang berhubungan
dengan penelitian yang sedang peneliti tulis. Antara lain :
12
a) Peneliti yang bernama Hilman Reza dengan judul “Peran Komisi
Perlindungan Anak Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap
Anak” tahun 2014 hanya membahas mengenai peran Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KOMNAS PA) terhadap anak korban kekerasan
seksual, tidak membahas mengenai hak-hak anak korban perceraian
yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.
b) Peneliti yang bernama Imaniah, Ifada dengan judul “Kinerja Komisi
Nasional Perlindungan Anak Dalam Menanggulangi Perdagangan
Anak di Indonesia” tahun 2009 yang hanya membatasi pada kasus
perdagangan anak di Indonesia.
c) Peneliti yang bernama Trisna Laila Yunita dengan judul “Peranan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Perlindungan
Hak Asuh Anak Akibat Perceraian” tahun 2008 yang hanya
membatasi pada hak asuh anak dan lembaga yang dijadikan tempat
penelitian adalah KPAI.
Dari penelitian – penelitian di atas, peneliti melihat bahwa belum ada
penelitian tentang peran komisi perlindungan anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak pada anak-anak terlantar. Sesuai dengan yang
akan peneliti lakukan dalam bentuk skripsi.
F. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan dalam penelitian ini, peneliti membagi pembahasan
dalam 5 bab, yaitu :
13
Bab I Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, review studi terdahulu dan sistematika
Penelitian.
Bab II Tentang perkawinan dan hak-hak anak terlantar, mencakup
pengertian perkawinan dan mencakup pengertian hak asuh anak.
Bab III merupakan eksistensi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, profil
serta susunan pengurus Komisi Perlindungan Anak Indoensia, dan
tujuan berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan mengenai hak-hak anak dalam
hukum islam dan hukum positif, faktor-faktor penyebab terjadinya
kasus penelantaran anak di Indonesia, peran serta komisi
perlindungan anak Indonesia terhadap anak-anak terlantar dan
implementasi peran komisi perlindungan anak Indonesia terhdap
anak-anak terlantar.
Bab V Merupakan bab terakhir dari Penelitian skripsi ini, terdiri dari
analisi penulis, kesimpulan dan saran-saran.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ANAK
A. Pengertian Hak Anak dan Anak Terlantar
1. Pengertian
Pengertian Hak dan Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki
arti salah satu nya adalah “kewenangan” dan ini satu sama lain saling
berkaitan dengan mempunyai arti yang sama.1 Maka hak dan anak tidak bisa
dipisahkan karena kedua nya saling berkaitan, anak tidak bisa hidup tanpa
hak. Dan hak tidak akan jelas bila tidak ada anak sebagi objek nya, karena
anak dalam kandunganpun sudah mempunyai hak, mulai dari hak si cabang
bayi dinyatakan sehat oleh dokter sampai akhir nya anak itu lahir kedunia.
Hak anak adalah yang harus didapatkan oleh seorang anak tanpa anak itu
harus meminta, untuk kelangsuangan tumbuh kembangnya seorang anak. Hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara.
Hak anak tersebut mencakup non diskriminasi, kepentingan bagi anak dan
penghargaan terhadap pendapat anak (UU Perlindungan anak Bab I Pasal 1
No.12 dan Bab II Pasal 2).2
1 Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005)h.43.
2 Mohammad Taufik Makaro, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak
dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Jakarta: Rineka Cipta, 2013) h, 104.
15
Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan seblum lahir. 3 Didalam kamus Besar Bahasa
Indonesia hak memiliki kewenangan sesuatu yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.4 Anak merupakan amanah
dan anugrah dari tuhan yang maha esa yang didalam dirinya melekat harkat
dan martabat seutuhnya .
Hak Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang mendapat
jaminan dan perlindungan hukum, baik hukum internasional maupun hukum
nasional. Hak asasi anak bahkan harus diperlakukan berbeda dengan orang
dewasa, yang diatur secara khusus dalam konvensi-konvensi khusus. Hak
asasi anak diperlakukan berbeda dari orang dewasa karena anak sejak masih
dalam kandungan lahir, tumbuh, dan berkembang sampai menjadi orang
dewasa masih dalam keadaan tergantung pada keluarga dan lingkungannya,
belum mandiri dan memerlukan perlakuan khusus baik dalam gizi, kesehatan,
pendidikan, pengetahuan, agama, keterampilan, pekerjaan, keamanan, bebas
dari rasa ketakutan, bebas dari kekhawatiran maupun kesejahteraannya5.
Perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum dalam mendapatkan
hak sipil, hak politik dan ekonomi, hak sosial maupun hak budaya yang lebih
baik sehingga begitu anak tersebut menjadi dewasa, ia akan lebih mengerti
dan memahami hak-hak yang dimilikinya serta akan mengaplikasikan hak-
3 Pengertian Hak online, Akses pada: https://id.wikipedia.org/wiki/Hak. Pukul 09.00 WIB
4 Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005)h.43.
5 Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : 2007, Restu Agung), h. 1.
16
haknya tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, anak yang telah dewasa tersebut akan menjadi tiang dan
fondasi yang sangat kuat, baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara6.
Definisi anak dipahami berbeda dalam setiap disiplin ilmu, sesuai
pandangan dan pengertian masing-masing dalam undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kanndungan.7
Dan didalam KUHP Perdata pasal 2 disebutkan bahwasannya anak adalah
yang ada didalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap
kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati setelah dilahirkan,
dia dianggkap tidak pernah ada.8 Pengertian anak dalam kedudukan hukum
meliputi pengertian kedudukan hukum anak dari pandangan system hukum
atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan
anak dalam artian tersebut meliputi pengelompokan dari pengertia sebagi
berikut:
a. Pengertian Anak Dalam Hukum Pidana
Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana
dietakan dalam pengertian anak yang bermakna “penafsiran hukum
secara negatif” dala arti anak sebagai subjek hukum yang seharusnya
6 Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, h. 4.
7 Prabowo, Budy, Anak-anak Korban Tsunami Mereka perlu Perlindungan Khusus,
(Media Prempuan Edisi No.6 Biro umum dan Humas Kementrian Pemberdayaan Perempuan
Republik Indonesia), Jakarta, 2004, Hal. 11-14.
8 Burgerlijk wetbook voor Indonesia. Kitab Undang-undang KUHP perdata, h. 2.
17
bertanggung jawab terhadap tindak pidana (strafbaar feit) yang
dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata krena kedudukan sebagai
seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa.
b. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Pengertian anak menurut pasal 34 Undang-undang 1945
mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan setatus amak dalam
bidang politik, karena menjad dasar kedudukan anak, dalam pengertian
kedua ini, yaitu anak adalah sebagai subjek hukum dari system hukum
nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dilindungi, dibina untuk
mencapai kesejahteraan.
c. Pengertian Undang-Undang Nomer 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak
Anak adalah seorang manusia yang dibawah 21 tahun dan belum
menikah dan anak adalah mahluk social seperti hal nya orang dewasa.
d. Pengertian Anak Menurut Psikologi
Anak adalah individu yang berusia 3-11 tahun. Diatas 11 tahun
anak adalah individu yang sudah dewasa. Selain didasarkan dengan
perkembangan fisik, yang memang sangat jelas membedakan anak
dengan individu yang sudah dewasa, perbedaan dilihat dengan
perkembangan kognisi dan moral individu.9
9 LBH Jakarta , Mengawal Perlindungan Anak Berhadapan Dengan Hukum (LBH
Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 12.
18
e. Pengertian anak dalam islam.
Anak adalah merupakan mahuk yang dhaif dan mulia, yang
keberadaan nya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan
proses melalui penciptaan
Dan dari uraian yang sudah dijelaskan diatas dapat dijelaskan, pengertian
hak anak adalah bagian dari integral dari hak asasi manusia yang merupakan
instrument berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma
hukum mengenai hak-hak anak. sedang menurut pengertian yang lain hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan negara.10
Anak agar bisa menjadi generasi penerus keluarga dan bangsa yang kuat,
maka hak-hak mereka haruslah dilindungi oleh pihak-pihak yang memiliki
peranan penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak seperti orang tua,
keluarga, masyarakat, bangsa dan juga negara.
Kata anak terlantar, terdiri dari kata anak dan kata terlantar. Dari
uraian sebelumnya, anak menurut Undang-undang perlindungan anak adalah
sebagai manusia yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih didalam kandungan.11
Menurut Undang-undang No 4 Tahun
1979 tentang kesejahteraan anak, anak terlantar adalah anak yang karena
suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak
10
Rika saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2015)h, 16. 11
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
19
tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun
sosial.12
“fakir misikin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.” Bunyi
pasal 34 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 tersebut menjadi acuan dan
pedoman bagi Negara dalam hal ini pemerintah melalui lembaga-lembaganya
untuk menjamin bahwa anak terlantar harus dipelihara dan dijamin
kelangsungan hidup serta masa depan anak memang harus dimiliki oleh
setiap elemen bangsa.
Kata terlantar mengandung arti tidak terurus atau tidak terpelihara.13
Sedangkan kata penelantaran sebagai kata kerja berasal dari kata lantar yang
berarti tidak terpelihara, terbengkalai, tidak terurus.14
Maka dari beberapa
rumusan definisian dan kata terlantar tersebut dapat disimpulkan bahwa anak
terlantar adalah seseorang yang secara umum berusia dibawah delapan belas
tahun atau ditentukan lain menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan karena suatu sebab tidak diberikan pemeliharaan yang layak,
tidak terurus, dan terbengkalai sehingga hak-hak nya tidak terpenuhi.
Menurut Undang-undang perlindungan Anak, anak terlantar adalah anak
yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual
hingga social.15
Sedangkan menurut Kementrian Sosial, anak terlantar adalah
12
Undang-undang RI Nomer 4 Tahun 1979 Tentang kesejahteraan Anak
13
M. B Ali dan Dedi, Kamus lengkap Bahasa Indonesia. H.46
14
W.J.S Poerwadarminata, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976), h.
564
15
Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomer 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
20
seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun,
meliputi anak yang mengalamai perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang
tua atau keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua atau keluarga.
Hal yang lazim terjadi pada anak terlantar antara lain:
a. Berasal dari keluarga fakir miskin
b. Anak yang dilalaikan oleh orang tuanya
c. Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya hingga hak-hak nya.16
Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori
anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus
(children in need of special protection). Dalam buku pedoman pembinaan
anak terlantar yang dikelurkan oleh dinas social Provinsi Jawa Timur
disebutkan bahwa yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang karena
suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasar hingga hak-hak nya
dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya.17
Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena sudah tidak lagi
memiliki orang tua atau kedua orang tuanya, tetapi, pengertian disini adalah
ketika hak-hak anak, untuk tumbuh kembangnya secara wajar, untuk
memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh kesehatan yang
memadai, tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidak mengertian orang tua,
ketidak mampuan atau kesengajaan. Seorang anak yang kelahirannya tidak
16
Lampiran Mentri sosial Republik Indonesia tentang Pendataan dan Pengelolaan Data
Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan potensi serta Sumber Kesejahteraan Sosial Online:
Akses pada: http://datascience.or.id/2015/08/02/pembinaan-anak-jalanan-keberadaan-rumah-
singgah-adakah-upaya-agar-pembinaan-yang-menyeluruh/. Tanggal 17-8-2016. Pukul 01.00 WIB
17
Bagong suyatno, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kenana Prenada Media Grup, 2010),
h.212
21
dikehendaki seperti mereka umumnya sangat rawan untuk ditelantarakan dan
bahkan diperlakukan salah (child abouse). Pada tingkat ekstrime, perilaku
penelantaran anak bisa berupa tindakan orang tua membuang anaknya seperti
membuangnya di hutan, diselokan, di tempat sampah, dan sebegainya baik
ingin menutupi aib atau karena ketidaksiapan orang tua untuk melahirkan dan
memelihara anaknya secara wajar.18
Dalam ajaran islam melalaikan anak adalah salah satu perbuatan yang
tidak dibenarkan, walaupun tidak dijelaskan secara mendetail mengenai anak
terlantar, namun konsep perlindungan terhadap anak dan hak-hak anak juga
disebutkan dalam Al-qur’an. Dalam islam, perlindungan terhadap hak-hak
anak adalah salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan khususnya oleh
kedua orang tua karena anak merupakan titipan ALLAH SWT yang dapat
menjadi penyenang hati. Hal ini terdapat dalam surah Al-Furqon ayat 74
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS Al-Furqon: 74)
Selain itu, anak merupakan amanah yang dititipkan oleh ALLAH SWT
kepada orang tua, hal ini terdapat dalam surah Al-Anfal ayat 27
18
Bagong suyatno, Masalah Sosial Anak, h.213.
22
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
Mengetahui.(QS Al-Anfaal:27)
Selanjutnya kewajiban pemeliharaan anak sebagaimana dijelaskan dalam
surah At-Tahrim ayat 6
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS At-Tahrim:6)
Ditegaskan pula bahwa anak merupakan bagian dari cobaan yang harus
dilalui oleh kedua orang tua. Jika orang tua berhasil memelihara anak dengan
baik maka tentu pahala yang besar yang akan diperoleh. Namun sebaliknya,
jika anak tidak dipelihara dengan baik ditelantarkan, maka dosa yang akan
diperoleh sebagaimana yang disebutkan didalam surah Al-Anfal ayat 28
23
Artinya: Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang
besar.(QS Al-Anfal 28)
Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwasannya tidak boleh
meninggalkan anak dalam keadaan lemah.19
Yaitu hak-haknya yang tidak
terpenuhi sehingga rentan terjadi anak terlantar. Didalam surah An-Nisa ayat
9 Allah berfirman
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.(QS An-Nisa 9)
Maka berdasarkan penjelasan ayat-ayat diatas dapat diketahui
bahwasannya tindakan yang mengakibatkan anak terlantar sehingga tidak
terpenuhui hak-hak dan kebutuhan dasarnya merupakan tindakan yang
dilarang. Anak adalah amanah yang diberikan kepada orang tua sehingga
harus dipelihara dan dipenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik.
B. Hak-hak anak dalam hukum islam
Setelah anak lahir, Islam telah memeberi ketetapan bagi orang tua atau
yang bertanggung jawab agar menegakkan hak-haknya karena hal itu akan
19
Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Ibnu Katsir, (Pustaka Ibnu Katsir, 2008),h 600.
24
memeberikan pengaruh positif pada proses tumbuh kembang seorang anak itu
nanti. Sebagaimana ditegaskan didalam Al-Qura’an surat An-Nisa ayat 9
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar. (An-Nisa 9)
Dimasa kanak-kanak merupakan masa dimana pertama kalinya
kehidupan manusia di alam dunia ini, yang berawal dari sejak lahirnya dan
berakhirnya pada saat ia mencapai umur dewasa atau akhil baliq. Oleh
karenya pada masa itu merupakan masa yang sangat vital untuk arah yang
sangat vital bagi kehidupan manusia di dalam mengembangkan potensi-
potensi yang ada pada diri manusia itu sendiri.
Oleh kerena itu, orang tua sangat dituntut untuk dapat memahami
karakter dari anaknya pada masa perkembangannya, memenuhi hak-hak
anaknya dan kemudian mengusahakan suatu lingkungan pendidikan yang
dapat memupuk seluruh aspek perkembanganya secara optimal.
1. Hak untuk hidup
Islam melarang keras pembunuhan yang terjadi pada anak dengan
alasan apapun, baik itu karena kemiskinan, ancaman kemiskinan atau
gairah yang berlebihan akan suatu kehormatan. Pada zaman jahiliyah
beberapa anak perempuan dikubur secara hidup-hidup karena kemiskinan
atau untuk melindungi keluarganya dari akibat perilaku yang buruk dan
25
memalukan.20
Di dalam ayat-ayat Al Quran Allah mengecam perbuatan
mereka dan menetapkannya sebagai dosa besar, lebih lagi bahwasanya
Allah menegaskan bahwa Dialah yang akan memeberikan rezeki kepada
anak-anak maupun orang tuanya.
Menurut pandangan Quraish Shihab, karena sedemikian murkanya
Allah terhadapat pembunuhan atas anak yang tidak berdosa, sehingga
Allah menjelaskan dengan pristiwa-pristiwa kiamat dan Al Quran
menguraikanya dengan sebuah pertanyaan ؟ بأ ي ذنب قـتلت karena dosa
apakah dia (anak perempuan) dibunuh (dikuburkan hidup-hidup)”. (QS.
Al-Tawakir [81] : 9)
Artinya: Karena dosa apakah dia dibunuh
Ayat ini tidak mempersoalkan siapa yang membunuh, untuk
mengisyaratkan akan kemurkaan Allah sehinga pelaku tidak wajar untuk
di ajak berdialog dengan Allah.21
2. Hak perlindungan terhadap anak
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan hak asuh anak
dibawah umur dalam pasal 105 :
“Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz
diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya
20
Rahim Umran & M. Hasyim, Islam Dan Keluarga Berencana, (Jakarta : Lentera, 1997)
h. 36. 21
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, Vol. 14, 2003) h. 213.
26
sebagai pemegang hak pemeliharaanya. Biaya pemeliharaanya di
tanggung oleh ayahnya”22
.
Dalam kompilasi bab XIV pasal 98 dijelaskan sebagai berikut:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan
hukum di dalam dan diluarpegadilan.
3. Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat
yang mampu menunaikan kewajiban apabila kedua orang tuanya
meninggal. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Baqarah [2] :
233)
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya
22
Basiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama, (Jakarta: Qalbun Salim, 2005), h. 58.
27
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2] : 233 )
Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua
orang tuanya pemeliharaan dalam hal ini meliputi berbagai hal, masalah
ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok
anak. Dalam konsep Islam, tanggung jawab ekonomi berada pada tulang
punggung suami sebagai kepala rumah tangga. Bagaimana pun di dalam
hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa istri dapat membantu suami
dalam menanggung kewajiban ekonomi tersebut. Karena itu hal yang
terpenting adalah adanya kerjasama dan tolong menolong antara suami
istri dalam memelihara anak, dan mengantarkannya hingga anak itu
dewasa. Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak secara rinci mengatur
masalah tersebut. Karena tugas dan kewajiban memelihara anak, sama
dengan tugas dan tanggung jawab suami sekaligus sebagai bapak bagi
anak-anaknya23
.
3. Hak waris
Salah satu perintah Allah kepada orang tua adalah memberi warisan
kepada anak-anaknya. Firman Allah Swt.
23
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Cet-1, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2000), h. 189.
28
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama
dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
Maka ia memperoleh separu harta. dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa [4] : 11)
Di sisi lain, Rasulullah Saw membatasi jumlah wasiat harta hanya
sepertiga dari harta dengan tujuan agar kehidupan anak-anak kelak lebih
terjamin dengan bekal harta yang cukup. Tentunya bekal harta ini
dimanfaatkan untuk hal-hal yang sangat bermanfat bagi hidup anaknya
29
dimana untuk menjamin masa depan anak walaupun oarang tuanya sudah
tidak ada lagi.
Islam pun menetapkan bahwa janin mempunyai hak waris namun
hak warisya belum sempurna sebelum ia lahir, apabila anak telah lahir
dan nampak ada tanda-tanda kehidupan pada dirinya ia telah mempunyai
hak waris yang sempurna. Rasulullah Saw. Bersabda:
“Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Saw.. Bersabda jika bayi
bersuara maka berhak mendapatkan warisan” (HR. Abu Dawud)24
.
Seorang anak belum mampu untuk mengurusi hartanya sendiri, maka
kepengurusan harta benda anak tersebut tentunya diserahkan kepada ayah
atau walinya. Hal tersebut dilakukan hingga anak itu dewasa atau sudah
memiliki kemampuan untuk mengelola harta bendanya sendiri.
4. Hak nasab dan nama yang baik
Penetapan nasab merupakan salah satu hak seseorang anak yang
terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memeberikan dampak
terhadap kepribadian masa depan anak.25
Penetapan nasab mempunyai dampak yang sangat besar terhadap
individu, keluarga dan masyarakat sehingga setiap individu berkewajiban
untuk merefleksikannya dalam masyarakat dengan demikian diharapkan
anggota masyarakat nasabnya menjadi jelas. Karena pemusnahan nasab
24
Kitab Jamiul Ahadis, (Mesir: Mesir 3 Hijriyah). No. 12265
25
Kautsar Muhammad, Al Mainawi, Huquq Altifi Fi Al Islam, (Riyadh: Ammar Press,
1414 H), h. 49.
30
akan menjadikan seseorang rendah di mata orang lain dan kemungkinan
akan dicaci maki karena tidak jelas asal usulnya. Selain itu dengan tidak
jelasnya nasab tersebut di khawatirkan akan terjadi perkawinan dengan
mahram. Untuk itulah islam mengharamkan untuk menisbatkan
seseorang terhadap orang lain yang bukan ayahmya dan diharamkan
untuk memusnahkan nasab dari pihak sang ayah. Oleh karena itu akan
dapat menimbulkan fitnah dan mafsadah yang besar serta merupakan
penghancuran terhadap sendi-sendi keluarga.
5. Hak perlindungan duniawi dan ukhrawi
Pada abad ke 14 Allah Swt sudah mempringatkan agar tidak
meninggalkan anak dalam keadaan lemah, tidak hanya lemah dari segi
materi atau hal-hal keduniaan tapi juga tidak meninggalkan anak dalam
keadaan lemah iman. Firman Allah Swt..
Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan Perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa [4] : 9)
Pada ayat tersebut tidak hanya terbatas pada kelemahan fisik atau
jasmani dikarenakan kekurangan gizi, kesehatanya yang kurang terjamin
atau cacat tubuh. Akan tetapi juga dapat di pahami dengan kekurangan
harta benda atau kemiskinan sehingga anak tidak dapat memperoleh
31
pendidikan yang maksimal atau tidak memperoleh tempat hidup yang
layak sehingga kehidupan anak tersebutmenjadi terlantar dan
mengantarkannya menjadi anak yang hidup di jalan dan menjadi beban
masyarakat.
Islam telah menciptakan hak asasi anak ketika masih di dalam air
mani ayahnya dan rahim ibunya. Dimana yang memeliki keberadaan
dalil atas hal itu kita bisa dapatkan bahwasanya dari ajaran-ajaran islam
sendiri mendorong umatnya untuk memilik keturunan dengan melakukan
perkawinan yang resmi dan islam juga menganjurkan supaya agar
memperbanyak keturunan dan memakruhkan pembatasanya. Bahkan kita
bisa mendapatkan al-Quran menilai anak itu sebagai hiasan hidup di
dunia. Allah berfirman yang artinya “ harta dan anak – anak adalah
perhiasan kehidupan dunia’26
. Anak juga akan menjadi penolong orang
tua di saat butuh dan keperluan mendesak. Imam Ali Zainal abidin as
salah satu kebahagiaan bagi seorang pria ialah disaat memiliki anak yang
membantu mereka.
Anak juga akan mewarisi sifat-sifat yang ada dari kedua orang
tuanya, dimana melalui seorang anak lah orang tua menurunkan sifatnya
sendiri, pemikiran dan moral mereka dalam proses berlangsung
pewarisan aspek sepiritual bagi eksistensi mereka. Dapat disimpulkan
bahwa islam sebagaimana al-Quran dan sunnah dengan arti yang lebih
luas yaitu ucapan dan prilaku serta sikap para imam terdahulu membahas
26
Markaz Al-Risalah, Hak-Hak Sipil Dalam Islam, Cet-1, (Jakarta: 2005), h. 46.
32
pentingnya mendidik seorang anak. Dengan kata lain memperhatikan
anak-anak dari ketiadaan menuju keberadaan hingga kehidupan terus
berlangsung dari generasi sampai allah mewariskan kepada penghuninya.
Adapun sebagai berikut:
1. Dipilihkan ( calon ) ibunya
Seorang anak sebelom lahir kedunia memiliki hak lain dari
ayahnya yaitu dia harus memilihkan seorang ibu yang soleh bagi
anaknya kelak nanti ketika sudah lahir karena bakal calon akan
dititipkan kepadanya. Sains juga mengatakan bahwa sifat bawaan
secara fisik dan spritual akan berpindah melalui proses reproduksi.
Termasuk hal yang penting hendaklah seorang calon istrinya yang
memeliki nasab yang baik. Islam juga mewasiatkan seorang ayah
agar memilih ibu anak-anaknya dari golongan orang yang beragama
dan beriman sebagai filter yang aman dimana untuk mencegah
munculnya hal-hal yang tidak diinginkan27
2. Hak anak setelah dilahirkan
Hak hidup, seorang anak baik laki-laki maupun perempuan
memilik hak hidup. Oleh karenanya ini syariat sama sekali tidak
membolehkan kedua orang tua untuk memadamkan buah hatinya,
baik hatinya, baik dengan atau dibunuh atau di aborsi. Islam telah
mengecam keras kebiasaan mengubur anak hidup-hidup yang sempat
menyebar di zaman Jahiliyah. Al-quran menanyakan dengan
27
Markaz Al-Risalah, Hak-Hak Sipil Dalam Islam, h. 67.
33
penentangan dan ancaman apabila bayi-bayi perempuan yang
dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah mereka dibunuh?
al-quran menganggap bahwa hal itu adalah kejahatan dalam
terpaksa.28
Perlu kita jelaskan di sini bahwa imam Ja’far telah membalikan
pandangan diskriminatif yang mengungulkan kaum laki-laki dari
pada perempuan selaras dengan pandangan religius yang luas yaitu
bahwa anak laki-laki itu adalah nikmat dan anak perempuan itu
sebagai kebaikan. Dimana Allah akan menanyakan nikmat tersebut
dan memberikan pahala terhadap kebaikan tersebut.
3. Hak anak untuk memperoleh nama baik
Sebagian orang memeliki nama yang indah yang mengandung
ketinggian makna dan melahirkan kebahagian. Nama-nama akan
membawa kita terhadap seseorang yang memiliki nama tersebut
bagaikan doa dari orang tua untung anak supaya kelak sang anak
bisa mudah dikenal oleh orang lain dan bisa bersosialisasi, dan
sebagian lain malah memilih nama yang jelek yang tidak bermakna
sama sekali, ketika anda mendengarnya akan merasa jengkel dan
muak.
Sejatinya pengaruh psikologis dan sosial dari nama yang kita
berikan kepada anak-anak kita nanti. Berapa banyak dari mereka
dengan nama yang jelek membuatnya tidak bisa tidur malam dan
28
Markaz Al-Risalah, Hak-Hak Sipil Dalam Islam, h72.
34
tidak tenang di karenakan cemoohan yang diterimanya dari
masyarakat.
Islam sebagai salah satu agama yang menuntun proses
perubahan terbesar tetap memberikan perhatian khusus terhadap
masalah dalam pemberian nama dan Nabi Muhammad Saw
melakukan perubahan nama-nama yang jelek atau nama-nama yang
bertolak belakang dengan aqidah tauhid. Islam menangapi atas hak
seorang anak terhadap ayahnya memberi nama untuknya nama yang
bisa diterima.29
4. Hak pendidikan dan pengajaran
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya masa-masa awal anak
merupakan masa penentuan dalam kehidupan selanjutnya. Atas dasar
ulama menekankan pentingnya sebuah pendidikan di masa awal
pertumbuhannya khususnya dibidang pendidikan dengan cara
memberikan pendidikan sopan santun yang baik.
5. Hak keadilan dan persamaan
Di dalam kehidupan anak laki-laki maupun perempuan pasti
akan timbul di antara mereka sebuah pertengkaran dimana hal ini
menyebabkan salah satu dari mereka menjadi sakit hati yang
kelamaan bisa menjadi dendam di antara mereka. Anak-anak
mempunyai persaan yang sangat sensitif dan ketika mereka merasa
bahwa orang tuanya lebih mengutamakan saudaranya yang lain akan
29
Markaz Al-Risalah, Hak-Hak Sipil Dalam Islam, h74.
35
timbul rasa iri di dalam hatinya. Oleh karenanya sudah seharusnya
orang tua berbuat adil dan memberikan rasa nyaman kepada mereka
tali persaudaraan di antara saudara antara keluarga, kalau tidak maka
perselisihan dan pertengkaran akan selalu ada pada dirinya dan hati
mereka.
C. Hak-hak anak dalam hukum positif
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945,
pada alinea IV menyatakan bahwa, tujuan dari dibentuknya Negara Republik
Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Melindungi segenap bangsa indonesia berarti baik
laki-laki dan perempuan, tua ataupun muda yang menjadi bagian dari bangsa
indonesia wajib mendapatkan perlindungan dari negara. Melindungi disini
berarti memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan.
Anak-anak dilahirkan baik dan tidak berdosa. Namun kita bertangungjawab
untuk secara bijaksana mendukung mereka sehingga potensi dan bakatnya
tertarik keluar. Oleh karenanya anak-anak ini membutuhkan kita untuk
membetulkan mereka atau membuat mereka lebih baik sebagai masa depan
bangsa.30
Anak merupakan manusia kecil yang tidak mampu unuk melindungi
dirinya sendiri terhadap segala hal yang dapat mengancam kehidupannya
bahkan mengancam masadepanya. Untuk itu perlu diingat bahwa anak adalah
30
Jhon Gray, Ph.D., Children Are From Heaven, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:
2011, h. 1.
36
cikal bakal penerus kehidupan bangsa dan negara, oleh karenanya diperlukan
upaya-upaya untuk mempersiapkan dalam memikul tanggung jawab yang
sangat mulia nanti. Maka dari itu sudah menjadi suatu kewajiban pokok yang
harus dilakukan oleh orang tua, masyarakat bahkan negara untuk
mengoptimalkan perlindungan terhadap anak dalam segala aspek
kehidupanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya sarana
kelembagaan dan peraturan yang dapat menjadi acuan dan sarana di dalam
mengimplementasikan hal tersebut. Dengan hal tersebut, maka pada tanggal
22 oktober 2002 telah disahkan undang-undang tentang perlindungan anak
oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.31
Undang-
undang No 23 Tahun 2002 diamandemen dengan Undang-undang No 35
Tahun 2014.
Undang-undang ini terdiri dari 14 bab dan 93 pasal. Bab I, memuat
tentang ketentuan umum (pasal 1); Bab II, memuat tentang asas dan tujuan
(pasal 2-3); Bab III, memuat tentang Hak dan Kewajiban Anak (pasal4-19);
Bab V, memuat tentang kedudukan anak (pasal 27-29); Bab VI, memuat
tentang kuasa asuh (pasal 30-32); Bab VII memuat tentang perwalian (pasal
33-36); Bab VIII memuat tentang pengasuhan dan pengangkatan anak (pasal
37-41); Bab IX memuat tentang penyelengaraan perlindungan anak (pasal 42-
71); Bab X memuat tentang peran masyarakat (pasal 72-73), Bab XI memuat
31
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23
Tahun 2002.
37
tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (pasal 74-76), Bab XII tentang
ketentuan pidana (pasal 77-90), Bab XIII ketentuan peralihan (pasal 91) dan
Bab XIV penutup (pasal 92-93).32
Dalam Pasal 1 (1) dan (2) Undang-undang No 23 tahun 2002 yang di
amandemen dengan Undang-undang No 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan anak dikatakan bahwa yang dimaksud dengan (1) Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan; (2). Perlindungan anak yang ada di dalam segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
Hak – hak anak dalam undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak dijelaskan:
Anak berhak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar.
Diatur dalam pasal 4:
“Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”
32
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23
Tahun 2002.
38
Setiap anak berhak mendapat jaminan identitas dan kewarganegaraan.
Diatur dalam pasal 5:
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.”
Setiap anak berhak beribadah sesuai agama yang dianutnya dan berfikir,
berkreasi. Diatur dalam pasal 6:
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua.”
Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya serta dibesarkan dan anak
berhak mendapat asuhan dari orang lain apabila anak tersebut terlantar.
Diatur dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 :
“Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan
diasuh oleh kedua orang tuanya sendiri” dan dalam ayat 2 “Dalam hal
suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak,
atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh
atau diangkat oleh orang lainsesuai dengan ketentuan perturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan, jaminan sosial,
mental, spiritual. Diatur dalam pasal 8:
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.”
39
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Diatur dalam pasal 9:
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
minat dan bakatnya”
Setiap anak berhak menyatakan pendapat dan didengar pendapatnya
lalu mendapat informasi, mencari dan menerima. Diatur dalam pasal
10:
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan seusianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan.”
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan sebayanya, bermain, berkreasi. Diatur dalam pasal 11:
“Setiap anak berhak untuk beristirhat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.”
Setiap anak yang menyandang cacat berhak mendapat rehabiltasi,
bantuan sosial, dan kesejahteraan sosial. Diatur dalam pasal 12 :
“Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosail, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.”
40
Setiap anak yang diasuh oleh orang tua, wali, atau pihak lainnya berhak
mendapat tanggung jawab dari perlakuan tidak baik. Diatur dalam pasal
13:
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan:
a. Diskrimanasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan
e. Ketidakadilan
f. Perlakuan salah lainya
Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali ada alasan
hukum tertentu yang menyebabkan pemisahan anak dan orang tua
secara sah demi kepentingan anak. Diatur dalam pasa 14:
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali
jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir.”
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari perlakuan
tidak baik seperti penyalahgunaan politik, kerusuhan sosail, kekerasan,
peperangan. Diatur dalam pasal 15:
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
41
a. penyalahan dalam kegiatan politik
b. Perlibatan dalam sengketa bersenjata
c. Perlibatan dalam kerusuhan soisal
d. Perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan
e. Perlibatan dalam peperangan
Setiap anak berhak mendapat perlindungan, dari penganiayaan serta
kekerasaan lainnya dan setiap anak berhak memperoleh kebebasan
hukum dan penangkapan bagi anak yang terkena hukuman pidana
hanya bisa dipidanakan abila ada hukum yang berlaku. Diatur dalam
pasal 16 ayat 1,2 dan 3:
“1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiaayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi. 2. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum. 3. Penangkapan, penahanaan, atau tindak pidana penjara anak
hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukuman yang berlaku dan
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”
Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib di
lindungi, di majukan, di penuhi, dan di jamin oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan oleh negara. Hak anak dapat di bangun dari
pengertian secara umum kedalam pengertian hak anak adalah sesuatu
kehendak yang dimiliki oleh anak yang dilengkapi dengan kekuatan dan yang
diberikan oleh hukum kepada anak yang bersangkutan. Setiap anak berhak
untuk mendapat hidup, tumbuh, berekembang, dan berpartisipasi secara wajar
42
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.33
D. Hak- hak anak terlantar
Undang-undang dasar 1945 sebagai basic law atau norma hukum
tertinggi di Indonesia telah memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan
perindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan dari setiap hak manusia
yang melekat pada tiap-tiap diri. Didalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal
34 ayat 1 yang berbunyi “Fakir Miskin dan Anak Terlantar dipelihara oleh
Negara” karena mereka berhak untuk hiduplayak.
Bentuk hak asasi manusia tersebut penting untuk menjamin
perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak, karena anak
terlantar juga sama dengan kebanyakan manusia yang lebih beruntung dari
padanya dalam permasalahan hak-haknya sebagai anak, tidak ada beda dan
diskriminasi.
Dengan dijaminnya perlindungan anak terlantar oleh negara, maka
seharusnya sudah sepatutnya anak yang kurang mampupun tetap
diperhatikan. Sebetulnya hak yang melekat pada anak terlantar itu sama saja
seperti anak yang lebih beruntung darinya. Undang-undang Perlindungan
Anak No. 23 Tahun 2002 yang jelas menegaskan pada pasal 4 “setiap anak
berhak untuk hidup, tumbuh dan berekmbang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
33
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23
Tahun 2002, Pasal 6
43
dari kekerasan dan diskriminasi” didalam pasal tersebut jelas bahwasannya
kesamaan dalam melakukan perlindungan kepada anak dan tidak ada yang
dibeda-bedakan. Berikut adalah persamaan hak anak terlantar dan anak yang
lebih beruntung berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak :34
Anak beruntung Anak terlantar
Hak untuk Hidup Hak untuk hidup
Hak untuk bermain Hak untuk bermain
Hak untuk beristirahat Hak untuk beristirahat
Hak untuk memanfaatkan
waktu luang
Hak untuk memanfaatkan
waktu luang
Hak untuk berpartisipasi Hak untuk berpartisipasi
Hak untuk bergaul dengan
anak sebaya
Hak untuk bergaul dengan
anak sebaya
Hak untuk menyatakan dan
didengar pendapatanya
Hak untuk menyatakan dan
didengar pendapatanya
Hak untuk dibesarkan dan
diasuh oleh orang tuanya
sendiri
Hak untuk dibesarkan dan
diasuh oleh orang tuanya
sendiri
Hak berhubungan dengan
orang tuanya bila terpisahkan
Hak berhubungan dengan
orang tuanya bila
terpisahkan
34
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Pedoman Perlindungan Anak Indonesia, h.77.
44
Hak untuk beribdah menurut
dengan agamanya
Hak untuk beribdah
menurut dengan agamanya
Hak anak atas nama, identitas,
kewarganegaraan
Hak anak atas nama,
identitas, kewarganegaraan
Hak untuk pendidikan dan
pengajaran
Hak untuk pendidikan dan
pengajaran
Hak untuk mendapat
informasi sesuai dengan
usianya
Hak untuk mendapat
informasi sesuai dengan
usianya
Hak atas pelayanan kesehatan,
jaminan sosial,
Hak atas pelayanan
kesehatan, jaminan sosial,
Hak kebebasan sesuai dengan
hukum
Hak kebebasan sesuai
dengan hukum
Hak untuk mendapat bantuan
hukum dan bantuan lainnya
apabila anak menjadi korban
atau pelaku tindak pidana
Hak untuk mendapat
bantuan hukum dan bantuan
lainnya apabila anak
menjadi korban atau pelaku
tindak pidana
Hak untuk mendapat
perlindungan diskriminasi
Hak untuk mendapat
perlindungan diskriminasi
Hak untuk mendapat
perlindungan eksploitasi,
ekonomi, seksual dan
Hak untuk mendapat
perlindungan eksploitasi,
ekonomi, seksual dan
45
penelantaran penelantaran
Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari kekejaman,
kekerasan dan penganiayaan
Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari
kekejaman, kekerasan dan
penganiayaan
Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari ketidak
adilan
Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari ketidak
adilan
Hak untuk mendapat
perlindungan dari
penyalahgunaan dan kegiatan
politik
Hak untuk mendapat
perlindungan dari
penyalahgunaan dan
kegiatan politik
Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari perlibatan
dalam sengketa bersenjata
Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari perlibatan
dalam sengketa bersenjata
46
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG
KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
A. Profil Komisi Perlindungan Anak Indoneisa
Keikutsertaan Negara Indonesia dalam Konvensi Hak Anak (KHA)
dalam siding umum PBB pada tahun 1989 menunjukan bahwa pemerintah
Indonesia menjamin kesejahteraan anak. Diratifikasinya konvensi tersebut
melalui kepperes No. 36 Tahun 1990 menunjukan bahwa keseriussan bangsa
ini pada saat itu.
Dalam perjalanannya, sebelum KPAI berdiri seperti saat ini, rangkaian
sejarah tentang upaya perlindungan anak di Indonesia telah dibentuk. Hal
tersebut berawal dari rangkaian siding umum PBB pada tahun 1989, tepat nya
pada tanggal 20 November 1989, Majelis umum PBB telah menyesetujui dan
mengesahkan rumusan-rumusan Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) yang
dikenal dengan sebutan Convention On The Rights Of The Child (CRC)
termasuk di ikuti oleh delegasi pemerintahan Indonesia yang ikut aktif dalam
merumuskan dan mendatatangani kesepakan tersebut.
Dalam dokumen Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) secara garis besar di
bagi atas tiga bagian dengan pasal 54, karena itu KHA merupakan bagian
yang tidak bias dipisahkan dari Deklrasi Hak Asasi Manusia (Declaration of
Human Right PBB – 1984). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya
47
perlindungan hak-hak anak merupakan perlindungan terhadap hak-hak anak
berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).1
Hingga dibentuknya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 yang direvisi
menjadi Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
merupakan usaha sinkronsisasi konvrensi hak anak (KHA) dan berbagai
perjanjian internasional lain dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Yang pada akhirnya kedua Undang-undang Perlindungan Anak
tersebut melahirkan lembaga baru bersifat independen yang bergerak didalam
masalah anak yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yang disingkat
KPAI.
Didalam pasal 74 Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak, perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 yang
menyatakan bahwa:
1. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan
pemenuhan Hak Anak Indonesia dengan undang-undang ini dibentuk
Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen
2. Dalam hal diperlukan, pemerintah daerah dapat membentuk Komisi
Perlindungan Anak Daerah atau lembaga yang sejenis untuk membantu
pengawasan penyelenggaraan perlindungan Anak didaerah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah lembaga Negara
yang bersifat independen, dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang tersebut disahkan
1 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan
Anak. (Jakarta: KPAI, 2015), hal. 9
48
oleh siding paripurna DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) pada tanggal 20
Oktober 2002. Setahun kemudian pasal 76 Undang-Undang Perlindungan
Anak, Presiden menerbitkan KEPRES Nomer 77 tahun 2003 tentang Komisi
Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk
memilih dan mengangkat anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia
seperti yang diatur didalam peraturan perundang-undangan.2
Nama Komisi Perlindungan Anak Indonesia dipilih berdasarkan
Komnas Perlindungan Anak yang setara dengan nama Komnas dan Komnas
Perempuan, karena dibentuk berdarkan keputusan presiden telah terlebih
dahulu dipakai oleh lembaga swadaya masyarakat yang pembentukannya
dilakukan oleh akta notaris. Ketika dalam pembahasan RUU perlindungan
Anak, diantara PANSUS DPR dan wakil pemerintah disepakati menggunakan
nama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah Komisi Negara yang
dibentuk berdasarkan amanat Undang-undang Pasal 74,75 dan 76 dari UU
No. 23 Tahun 2002 tentang komisi Perlindungan Anak, yang disahkan pada
pada tanggal 20 Oktober 2002. Pembentukan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia dilakukan melalui KEPRES No. 77 Tahun 2003, dan pengangkatan
anggota Komisi Perlindungan Anak Indoensia Berjumlah 9 orang dan tidak
boleh lebih dan juga kurang, yang dipilih mewakili unsur yang tercantum
2 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan
Anak. (Jakarta: KPAI, 2015), hal.1
49
dalam UU yang dipilih dan diangkat berdasarkan persyaratan prosedur yang
diatur berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.3
Bedasarkan ketentuan di atas, maka Status Komisi Perlindungan Anak
Indonesi sejajar dengan lembaga komisi-komisi milik Negara lainnya, seperti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Yudisial
(KY), Komisi Penyiaran Indonsia (KPI), dan Komisi Pengawasan Persaingan
Usaha (KPPU) serta Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS).
KPAI merupakan salah satu dari tiga institusi nasional pengawal dan
pengawas implementasi HAM di Indonesia yakni KPAI, Komnas HAM, dan
Komnas Perempuan. Dapat dikatakan bahwa kedudukan KPAI dalam struktur
ketatanegaraan di Indonesia adalah sebagai lembaga pengawas pemerintah
dalam hal ini adalah eksekutif sebagai pelaksana kebijakan.
Kedudukan KPAI sebagai lemabaga negara pengawas bukan sebagai
lembaga pelaksana teknisperlindungan anak dikarenakan sebenarnya
Indonesia sudah memiliki lembaga-lembaga teknis dalam hal perlindungan
anak. Untuk membuat suatu kebijakan sudah ada lembaga eksekutif melalui
Kementrian Pemberdayaan Prempuan dan Perlindungan Anak. Sedangkan
apabila pelanggaran terhadap hak-hak anak sudah ada lembaga kepolisian,
kejaksaan, peradilan guna menangani kasus tersebut.
Keberadaan KPAI sebagai lembaga independen menjadi sangat penting
karena lembaga-lembaga yang sudah ada tidak mampu menjalnkan fungsinya
sebagaimana mestinya. Atas dasar tersebut maka lahirlah lembaga baru yang
3 Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk Perlindungan
Anak,(Jakarta: KPAI, 2006), hal. 3
50
khusus bergerak dalam hal perlindungan anak Indonesia agar lebih optimal
dalam menjalankan fungsinya. Kewenangan yang dimiliki KPAI di bidang
pengawasan tentu bertuajan agar mampu berperan optimal dalam
meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemenuhan hak anak.
Sebagai komisi Negara yang independen, harus bebas dari intervensi
dari berbagai pihak dalam rangka pemenuhan hak dasar perlindungan secara
nasional dan daerah. Dengan kata lain setiap Anggota Komisi Perlindungan
Anak Indoensia baik secara individu maupun kelompok memiliki resiko
dalam menjamin Hak-hak Anak.
B. Susunan Pengurus Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Pemilihan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejak
awal telah di atur dalam Undang-undang dalam Pasal 75 ayat (2) dari UU No.
23 Tahun 2002 bahwa keanggotaan Komisi Perlindungn Anak Indonesia
berdasarkan dari unsur masyarakat agar dapat menggambarkan sifat ke
independenannya. Karena itu tidak ada unsur wakil yang dominan (memiliki
wakil lebih dari satu orang). Status kesejahteraan itu diformulasikan secara
tegas dalam keppres No. 95/M tahun 2004 tentang pengangkatan Anggota
Komisi Perlindungan Anak Indonesia dengan menyebutkan nama dan wakil,
tanpa disebutkan posisi dan jabatan sebagai ketua, wakil ketua atau sekretris,
setiap oaring hanya disebutkan sebagi anggota. Karena itu siapapun yang
terpilih dan di beri mandat oleh anggota sebagai ketua, wakil ketua atau
sekretaris maka kedudukan tersebut bukan memimpin yang memiliki otoritas
lebih tinggi tetapi lebih berfungsi sebagai coordinator pengaturan pembagian
tugas diantaranya anggota. Dengan Dengan demikian jabatan atau posisi
51
tersebut tidak bersifat steructural seperti organisasi yang dikenal selama ini.
Kepemimpinan Komisi Perlindungan Anak Indonesia lebih bersifat kolektif
Kolega bukan hierarkis steructural dengan system organisasi tersebut “Flas
Organization Model” . Dalam rangka ketentuan tata tertib tersebut maka
setiap anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia memiiki wewenang
untuk melakukan tindakan mengirim surat atau lain sebaginya dalam rangka
memberikan perlindungan untuk kepentingan dari anak, dengan tetap
memberi laporan dan informasi kepada anggota lain nya segera mungkin.
Adapun keorganisasian Komisi Perlindungan Anak Indonesia 75 ayat (2) :
Keanggotaan KPAI sebagai mana yang dimaksud dalam didalam pasal (1)
terdiri dari unsur a). Tokoh Agama; b) Pemerintah; c) Organisasi Sosial; d)
Tokoh Masyarkat; e) Organisasi Kemasyarakatan f) Organisasi Profesi; g)
Lembaga Swadaya Masyarakat; h) Dunia usaha; i) Kelompok Masyarakat
yang Perduli Terhadap Anak.4
Mengenai Pengangkatan dan Pemberhentian Keanggotaan Komisi
perlindungan Anak Indonesia telah diatur didalam Undang-undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam pasal 75 ayat (3) :5
“Keanggotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagi mana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) diangkat dan diberhentikn oleh presiden dan mendapat
pertimbangan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk
masa jabatan (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk (satu) tahun kali
masa jabatan.
4 Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), hal.27
5 Undang-Undang Perlindungan anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), hal.27
52
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) , dengan anggota 9-10
orang. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia saat ini adalah Dr. HM.
Asrorun Ni’am Sholeh, MA. Yang langsung diberi mandat oleh Presiden.
Adapun susunan Struktur dari Komisi Perlindungan Anak Indonsia sebagai
berikut :
STRUKTUR KEORGANISASIAN
KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
Ketua : Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA
Wakil ketua 1 (satu) : Putu Eva
Wakil Ketua 2 (dua) :Susanto, MA
Sekretaris : Rita Pranawati, MA
Anggota : Dr. Budiharjo, M. Si
Dra. Maria
Ulfa Ansor, M.Si
Erlinda
Maria Advanti, SP
DR. Titi Haryati, M,Pd.
GAMBARAN UMUM
KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
Singkatan : KPAI
Didirikan : 20 Oktober 2002
Dasar Hukum Pendirian : Undang-Undang No 23 Tahun 2002
Sifat : Independen.6
6 Komisi Perlindungan Anak Indonesia Online Sitius Resmi KPAI, Akses pada
https://www.google.com/search?q=Keorganisasian+Komisi+perlindungan+Anak+indonesia&ie=u
tf-8&oe=utf-8. Pukul 21:00 WIB.
53
C. Tujuan Berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Salah satu tujuan dari berdiri nya Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
karena Negara ingin menjamin Perlindungan Anak dari hal-hal yang tidak
baik bagi anak, dikarenakan Anak adalah aset bangsa yang paling berharga.
Dan menjadikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai pusat
pelopor untuk menyuarakan kepada masyarakat untuk membela kepentingan
bagi anak, agar selalu memberikan perlindungan kepada anak baik fisik,
mental, ekonomi yang rentan terhadap kekerasan eksploitasi. Dan ini tertuang
dalam pasal 76, huruf a,b,c,d,e,f,g dari UU No.23 Tahun 2002 Yang di
Amandemenkan kepada UU No. 35 Tahun 2014 menyatakan bahwa tujuan
dari berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah :7
a. Melakukan pengawasaan terhadap pelakasaan perlindungan dan
pemenuhan Hak Anak.
b. Memberikan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang
penyenggalaraan perlindungan anak.
c. Mengumpulkan data dan informasi mengenai perlindungan anak.
d. Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat
mengenai pelanggaran hak anak.
e. Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak.
f. Melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di
bidang perlindungan anak.
7 7 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia , (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2009), h. 240.
54
g. Memberikan laporan kepada pihak berwajib tantang adanya dugaan
pelanggaran terhadap undang-undang perlindungan anak.8
Berdsarkan tujuaan yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) serta tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kondisi
ideal anak Indonesia yang berakhlak mulia, sehat, cerdas, ceria dan
terlindungi.
Disamping terdapat juga visi Komisi perlindungan Anak Indonesia
yaitu terjamin terpenuh dan terlindunginya hak-hak Indonesia , visi tersebut
meliputi dua sapek:
a. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutamkan promosi
dan upaya pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak anak tanpa
meninggalakan upaya refresif dan kuratif.
b. Komisi perlindungan Anak Indonesia berupaya mengayomi,
melindungi, memenuhi Hak-hak Anak termasuk upaya rehabilitasi dan
reintegrasi anak dengan keluarga dan lingkungan, untuk dapat
mewujudkan visi tersebut KPAI harus mampu menjadi lembaga Negara
yang independen, terpercaya, dan melindungi Hak-hak Anak baik di
dalam maupun luar lingkungan rumah tangga.
Adapun untuk mewujudkan visi diatas maka Komisi Perlindungan
Anak Indonesia memiliki sejumlah misi.9 Adalah sebagai berikut:
a. Menyadarkann semua pihak terutama orang tua, keluarga, masyarakat
dan Negara akan pentingnya perlindungan Hak-hak Anak.
8 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2009), h. 240.
9 Komisi Perlindungan Anak Indonesia , Lembaga Negara Independen unruk Perlindungan
Anak. (Jakarta:KPAI 2015),hal 24.
55
b. Menyadarkan Anak sendiri akan Hak-hak nya.
c. Melakukan pengkajian, penalaahan, dan penelitian terharhadap berbagai
peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah dan pelaksanaan
program penyelenggaraan, perlindungan anak ditingkat pusat dan
daerah.
d. Menerima pengaduan masyarakat dan memfasilitasi terhadap kasus-
kasus pelanggaran hak-hak anak.
e. Membangun kerja sama dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam
rangka perlindungan hak-hak anak.
f. Mengumpulkan data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaa
perlindungan anak.
g. Melakukan pengawasaan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak
yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
h. Melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga donor tingkat nasional
dan internal dalam pelaksanaan perlindungan anak.
i. Memberikan saran serta masukan kepada pemerintah (presiden) dan
berbagai pihak dalam meningkatkan perlindungan hak-hak anak.
Fungai dan wewenang KPAI adalah diluar wilayah penyelenggaraan
negara dalam artian eksekutif. KPAI adalah lemabaga yang bersifat
independen. KPAI bisa memberikan teguran, publikasi, rekomendasi, dan
hal-hal lain yang dianggap perlu kepada seluruh Penyelenggara negara,
namun KPAI tidak bisa menjatuhkan sanksi internal atau admnistratif.
KPAI tidak menajalanakan pelaksana teknis kegiatan perlindungan anak
seperti penyediaan pendidikan bagi anak, dann KPAI juga tidak seharunya
menggantikan fungsi advokasi individual manyarakat yang pada prakteknya
56
dijalankan oleh organisasi kemsyarakatan dan non pemerintah, namun
sebagai sebuah lembaga pengawas, penyeimbang dan penyelenggara
perlindungan anak. KPAI mempunyai wewenang untuk memberikan
wewenang untuk memberikan penanganan sementara dan untuk selanjutnya
melimpahkan kepada instansi terkait untuk menjalankan fungsinya terkait
dengan masalah anak.
D. Hambatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam menanggulangi
masalah anak
Sebagai komisi Negara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas
untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang bersifat independen agar
terbebas dari pengaruh atau intervensi dari kepentingan-kepentingan lain
diluar kepentingan terbaik bagi anak. Sejak didirikannya KPAI melalui
Undang-undang No.23 Tahun 2002 hingga saat ini, KPAI mengalami
beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup rumit. Dalam melakukan
pengkampanyean kepada pihak terkait seperti pemerintah, aparat penegak
hukum, pemangku kebijakan, serta umum nya kepada masyarakat luas dalam
rangka mensosialisasikan bahwa kepentingan untuk tumbuh kembang seorang
anak tetap harus dijaga.
Hal yang dihadapi oleh KPAI tidak semudah membalikan telapak
tangan, karena usaha semaksimal mungkin tetap harus dilakukan demi
terwujudnya anak Indonesia yang sehat, berkarakter serta pintar. Sebagai
lembaga yang bergerak dibidang anak, KPAI sering kali menemukan
hambatan dalam hal penegakan hukum terhadap kasus yang menerpa anak.
57
Sebagai lembaga yang khusus bergerak dibidang anak, KPAI juga sering kali
mensosialisasikan terhadap perlindungan anak kepada seluruh masyarkat
Indonesia, akan tetapi sering kali masyarakat Indonesia masih kurang perduli
terhadap perlindungan anak. Hal ini dapat dilihat wawancara dengan
narasumber:
KPAI seringkali terhambat dengan proses penegakan hukum yang
lamban dilakukan oleh pemangku penegak hukum.10
Sebagai lembaga yang bergerak dibidang anak, KPAI sering
menuturkan bahwasannya dari 34 provinsi yang ada di Indonesia baru 28
yang baru ada KPAI nya disetiap provinsi, dan ini yang menjadi hambatan
tersendiri bagi KPAI terhadap perlindungan anak. Hal ini dapat dilihat
wawancara dengan narasumber:
Dalam rangka pengawasan terhadap perlindungan anak di Indonesia,
KPAI mengakui dalam hal ini negara kurang mampu dalam permasalahan
mendukung untuk ada KPAD disetiap daerah karena keterbatasan anggaran,
walaupun sebagaian sudah ada namun dari 34 provinsi yang ada di Indonesia
baru ada 28 KPAD nya, dan ini sangat menghambat dalam menegakan
pengawasan terhadap anak. Dan ini yang menjadi hambatan tersendiri bagi
KPAI, namun dengan penuh semangat yang diamanatakan oleh undang-
undang, menjadi motivasi terdesendiri bagi KPAI dalam rangka menjadikan
anak Indonesia tanpa masalah. Akan tetapi kami selalu berusaha mendorong
negara untuk hadir dalam rangka mensosialisasiakan perlindungan anak.11
10
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september 2016
jam 14.00
11
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september 2016
jam 14.00
58
Dari kewenangan KPAI sesuai pasal 78 Undang-undang No. 23 Tahun
2002 Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas melakukan sosialisasi
seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan
masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan
terhadap penyelanggaraan perlindungan anak. Dari beberapa perkara yang
masuk dalam KPAI, terdapat salah persepsi mengenai kewengan KPAI dalam
menangani kasus yang berkaitan dengan anak. Hal ini dapat dilihat dari
wawancara narasumber yaitu :
KPAI punya wewenang dalam mengatasi anak terlantar di Indonesia,
namun dengan artian kita harus tahu terlebuh dahulu tugas dan fungsinya.
KPAI itu bukan menyelesaikan masalah tapi hanya memberi pengawasan
setiap ada kasus pada konteks ini anak terlantar. Sebagai lembaga
pengawasan jika terjadi penelantaran anak, bagaimana KPAI beperan dengan
mencarikan stake holder untuk merawat anak terlantar kepada pihak terkait
dalam hal ini dinas sosial dan lain-lainnya sebagai mana kita bermitra dengan
pihak terkait.12
Jadi terdapat banyak salah persepsi bagi sebagian masyarakat luas
bahwa KPAI didirikan untuk menyelesaikan masalah anak, tetapi hanya lebih
bersifat memberi solusi kepada pihak stake holders. Hal demikian dirasa oleh
12
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september 2016
jam 14.00
59
banyak masyarakat bahwa KPAI tidak terlalu berperan jika hal itu hanya
sebatas pencarian solusi ketika terjadi kasus yang ada khusus nya anak
terlantar.13
13
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september 2016
jam 14.00
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN
A. Faktor-faktor penyebab terjadinya penelantaran anak di
Indonesia
Anak sebagai seorang yang masih dapat dikatakan rentan baik karena
factor psikologis yang belum matang atau karena fisiknya yang lemah sangat
membutuhkan bantuan dari orang dewasa disekitarnya untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Namun sangat disayangkan sering pula oarang dewasa
yang diharpakan mampu memenuhi kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh
dan berkembang justru melakukan tindakan yang tidak sesuai sehingga
menyebabkan anak menjadi terlantar.
Kasus-kasus penelantaran anak di Indonesia yang sering terjadi sudah
seharusnya di selesaikan secara sungguh-sungguh karena apabila tidak akan
menyebabkan anak itu sendiri rusak fisik, mental, jasmani dan rohaninya,
karena seorang anak adalah aset bangsa yang sangat berharga untuk
melanjutkan regenerasi selanjutnya. Ini sesuai dengan undang-undang yang
memang Negara sendiripun menjamin “fakir miskin dan anak-anak terlantar
di pelihara oleh Negara” bunyi pasal 34 ayat (1) Undang-undang Dasar
1945.1 Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 yang dirubah dengan
Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yang disebut
1 Alghifari, Mengawal Perlindungan Anak, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012), h. 23.
61
anak terlantar adalah anak-anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara
wajar, baik fisik, mental, spiritual dan juga sosial.2
Masalah keterlantaran yang dialami oleh anak-anak semakin meningkat.
Keterlambatatan terjadi karena kelalaian dan ketidakmampuan orang tua dan
keluarga dalam melaksanakan kewajibannya sehingga kebutuhan jasmani,
rohaninya maupun sosialnya tidak terpenuhi secara wajar. Masalah
keterlantaran semakin Nampak dalam situasi terbatasnya atau minimnya
ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh keluarga dan masyarakat.
Padahal upaya perlindungan anak sudah seharusnya dilakukan tepatnya ketika
anak masih dalaam kandungan.
Bila melihat kebelakang permasalahan anak terlantar sanagatlah serius,
data badan pusat statistik (BPS) dan pusdatin mencatat dari tahun ketahun
jumlah anak dengan berbagai permasalahannya semakin meningkat. Tepatnya
pada tahun 2008 tercatat sebanyak 2.250.152 anak terlantar, pada tahun 2009,
jumlah anak terlantar berdasarkan data yang ada sebanyak 3.488.309 dan
pada tahun 2010 jumlah anak terlantar berdasarkan data berjumlah 3.390.400.
Kementrian sosial Republik Indonesia mencatat jumlah anak terlantar
yang ada di Indonesia sampai saat ini terbilang banyak, ini sesuai dengan
table yang dikeluarkan oleh kementrian social dalam kurun waktu 2015 :3
2 Eni Suharti, UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), h.17.
3 Lampiran Mentri sosial Republik Indonesia tentang Pendataan dan Pengelolaan Data
Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan potensi serta Sumber Kesejahteraan Sosial Online:
Akses pada: http://datascience.or.id/2015/08/02/pembinaan-anak-jalanan-keberadaan-rumah-
singgah-adakah-upaya-agar-pembinaan-yang-menyeluruh/. Tanggal 17-8-2016. Pukul 01.00 WIB
62
Data Kemernterian Sosial tahun 2015
Kategori Jumlah
Anak Terlantar 3.488.309
Balita Terlantar 1.178.824
Anak Rawan Terlantar 10.322.674
Sumber : Lampiran Mentri Sosial RI bidang pendataan dan
pengelolan data tentang kesehajteraan sosial.
Menurut Soetarso (2004)4. Seorang pakar, permasalahan anak terlantar
tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal seperti berikut :
a. Berlangsungnya kemiskinan structural dalam masyarakat.
b. Semakin meningkatnya gejala ekonomi upah serta pertumbuhan
ekonomi yang tidak merata.
c. Terbatasnya tempat bermain untuk anak karena pembangunan yang
tidak mempertimbangkan kepentingan dan perlindungan untuk anak
Dalam buku yang berjudul “Masalah Sosial Anak” yang ditulis oleh
bagong suyatno dan lestari basuki (1999) mengemukakan bahwa penyebab
terjadinya penelantaran anak adalah:
1. Orang tua yang dahulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung
menurunkan pendidikan tersebut kepada anak-anak nya.
2. Kehidupan yang penuh stress dampak dari perekonomian yang lambat
sehingga menyebabkan setiap kepala keluarga menanggung beban.
3. Keluarga yang cenderung keras akibat himpitan ekonomi sehingga
sering menimbulkan tingkah laku agresif dan menyebabkan terjadinya
penganiayaan fisik terhadap anak.
4 Soetarso (2004) Praktek Pekerja sosial, Bandung : Sekolah Tinggi Kesejahteran
63
4. Isolasi sosial, tidak adanya dukungan yang cukup dari lingkungan
sekitar, tekanan sosial dari akibat situasi krisisekonomi, tidak bekerja
dan masalah perumahan sehingga meningkatkan kerentanan keluarga
yang akhirnya terjadi penelantaran anak.5
Bentuk penelantaran anak pada umumnya dilakukan dengan cara
membiarkan anak dalam siatuasi gizi buruk, kurang gizi, tidak mendapat
perawatan kesahatan yang memadai, memaksa anak untuk melakukan ngemis
atau pengamen, anak jalanan, buruh pabrik, pembantu rumah tangga (PRT),
pemulung dan jenis pekerjaan lainnya yang membahayakan pertumbuhan dan
perkembangan anak.6
Penelantaran anak termasuk penyiksaan pasif, yaitu segala keadaan
perhatian yang tidak memadai baik fisik, emosi, maupun sosial. Sebab lain
terjadinya penelantaran anak adalah dimana orang dewasa yang
bertangungung jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk
berbagai keperluan, termasuk fisik ( gagal untuk menyediakan makanan yang
cukup, pakaian, kebersihan), emosional (kegagalan memberikan pengasuhan
serta kasih sayang), pendidikan (kegagalan dalam mengenyam bangku
sekolah), kesehatan (kegagalan untuk mengobati anak).7
Sedangkan menurut Undang-Undang yang termasuk tindakan yang
menyebabkan penelantaran anak yaitu:
5 Bagong suyatno , Masalah Sosial Anak, h.31.
6 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Nuansa, 2006)h.37
7 Dewi hapriyanti, Jurnal Ilmiah, Penelantaran Anak Oleh Orang Tua Ditinjau dari
KUHP dan Undang-undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Universitas
Mataram 2013, h.3
64
a. Tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak
secara wajar baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (pasal 1 butir 6
Undang-undang Perlindungan Anak).
b. Tindakan atau perbuatan mengakibatkan dengan sengaja kewajiban
untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagai mana
mestinya (Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-undang Perlindungan Anak.
c. Tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan perawatan
dan pemeliharan kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) Undang-
undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
Selain bentuk-bentuk diatas, sebab yang menandai seorang anak
dikategorikan terlantar adalah :
a. Anak Terlantar biasanya berusia 5-18 tahun.
b. Anak yang terlantar acap kali adalah anak yang lahir di luar nikah,
kemudian mereka tidak ada yang mengurus yang disebabkan orang tua
mereka tidak siap secara psikologis maupun ekonomi untuk memelihara
anak yang dilahirkan.
c. Anak yang kelahirannya tidak direncanakan atau tidak diinginkan oleh
kedua orang tua nya atau keluarga besarnya.
d. Kemiskinan bukan satu-satunya penyebab anak ditelantarkan dan tidak
selalu keluarga miskin akan menelantarkan anaknya. Tetapi
bagaimanapun harus diakui bahwa tekanan kemiskinan dan kerentanan
65
ekonomi keluarga akan menyebabkan kemampuan mereka memberikan
fasilitas dan memenuhi hak anak menjadi terbatas.
e. Anak yang berasal dari keluarga broken home, korban perceraian orang
tuanya, anak yang tengah hidup dari kondisi keluarga yang
bermasalah.8
Didalam buku Rika saraswati yang berjudul Hukum Perlindungan Anak
di Indonesia disebutkan bahwasannya penyebab pengabaian, penelantaran
anak disebabkan factor berikut :
1. Cara mengasuh menggunakan kekerasan yang diterapkan lintas
generasi
Pengasuhan demikian biasanya masih menggunakan pendekatan
militer atau pendekatan otoriter. Jenis pengasuhan ini memberi
penagalam kepada anak tentang kekerasan
2. Kemiskinan yang Berdampak Urbanisasi, perubahan Gaya Hidup, dan
perubahan Harapan terhadap Kualitas Hidup
Kemiskinan jelas telah menghambat kesempatan dan cita-cita
anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai denagan keinginannya.
Pemerintah yang tidak mampu memberi kesempatan kerja kepada para
orang tua akan berdampak pada anak-anak, diantaranya anak berhenti
sekolah, setelah berhenti sekolah anak akan aktif hidup di kehidupan
liar sehingga menyebabkan anak tesebut terabaikan.
8 Bagong Suyatno, Masalah Sosial Anak, h. 216
66
3. Nilai-nilai dimasyarakat yang eksploitatif (Nilai Anak Sebagai
Komoditas) dan diskriminatif
Masih ada orang tua di masyarakat yang menganggap anak adalah
hak miliknya sehingga hak-hak anak cenderung diabaikan. Namun
disisi lain, anak selalu di tuntut untuk memenuhi kewajibannya, seperti
harus menghormati kedua orang tuanya, menghormati gurunya. Hal ini
menunjukan bahwa anak sering masih dipandang sebgai kelompok yang
tidak pernah dianggap secara sosial, kultural, atau secara legal.
Akibatnya anak menajdi renatan terhadap segala macam kekerasan
(fisik, pskis, penelantaran, eksploitasi, diskriminasi serta pelecehan)
yang pada hakikatnya merupakan bentu pelanggran terhadap
pelanggran hak asasi manusia.
4. Sistem Hukum yang tidak mendukung Perlindungan Anak
Meskipun Indonesia sudah memiliki peraturan hukum yang
mengatur tentang anak di berbagai bidang, namun perlindungan hukum
bagi anak masih rendah dan sangat jauh dari harapan. Pada dasarnya
penelantaran anak merupakan tindakan pidana yang jelas di atur dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, BAB
XII ketentuan pidana pasal 77 setiap orang yang melakukan tindak
penelantaran terhdap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit
atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahu dan/ atau denda paling banyak
Rp 100.000.000 (seartus juta rupiah).9
9 Rika saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, h.27-28
67
Penyebab anak terlantar di Indonesia menurut Komisi Perlindungan
Anak Indonesia adalah:
1. Ekonomi
Dengan perkembangan ekonomi di Indonesia yang ada pada saat
ini, sepertinya Negara harus lebih cepat dalam membangun
perekonomiannya bila tidak ingin kasus tentang anak dalam hal ini anak
terlantar itu tidak ada lagi. Dalam hal ini pemeritah (KPAI) mengakui
bahwasannya permasalahan anak terlantar cukup banyak di Indonesia
dan akan bertambah seiring dengan berjalannya waktu selama ekonomi
Indonesia tidak membaik, karena anak yang berasal dari keluarga
miskin, rentan terhadap kasus penelantaran anak, karena kebutuhan
hak-hak yang melekat pada anak tersebut tidak terpenuhi dengan baik.
Dan dari dampak kemiskinan yang mengakibatkan anak tersebut hak
nya tidak terpenuhi dengan baik akan menyebabkan anak tersebut
terlantar, dan biasanya anak yang terlantar akan menimbulkan kasus
baru seperti kekerasan seksual, memanfaatkan anak yang terlantar
untuk disurh ngamen, tracficking, dan yang parahnya lagi adalah
memanfaatkan anak yang terlantar untuk dimanfaatkan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab untuk di ambil salah satu organ tubuhnya. Dan
ini adalah sebagin kasus dari dampak terlantarnya anak.
2. Perceraian
Dampak dari perceraian orang tua berimbas kepada anak nya itu
sendiri, karena pada dasarnya anak itu harus ikut dengan ibu nya, akan
tetapi seorang ibu yang tidak mampu merawatnya dengan baik yaitu
68
dengan tidak terpenuhi hak-haknya maka akan menyebabkan anak
tersebut terlantar. karena diera modern seperti saat ini percerain adalah
hal yang sangat mudahnya dilakukan oleh orang tua, mereka tidak
memikirkan nanti kedepannya bagaimana dampak dari percerian
tersebut kepada anak-anaknya.
3. Kurangnya perhatian
Setiap anak sejatinya membutuhkan perhatian dan kasih sayang
dari kedua orang tuanya akan tetapi bila seorang anak dalam hal
perhatian saja, seorang anak tidak mendapatkan nya, maka seorang
anak akan mencari perhatian kepada yang lain untuk bisa
memperhatikan dirinya, dan dari dampak kurangnya perhatian yang
anak itu dapatkan dari orang tuanya akan menyebabkan anak tersebut
terlantar. kehidupan diera modern seperti saat ini khususnya di kota-
kota besar yang ada di Indonesia biasanya menjadikan orang tua sibuk
dalam kehidupan mencari nafkah dan pasti anak akan selalu ditinggal
oleh orang tuanya, dari kesibukan orang tua diluar pastinya ada
keterbatasan kasih sayang yang didapati oleh anak dari orang tuanya,
maka berdampak kepada terlantarnya anak.
4. Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Biasanya setiap TKI yang bekerja diluar negri akan lama
meninggalkan sanak family nya termasuk anak-anaknya, disini
menyebabkan anak akan kurang kasih sayang dari orang tua nya yang
akhirnya menyebabkan anak itu terlantar.
69
5. Orang tua yang sibuk kerja
Setiap anak membutuhkan perhatian lebih dari orang tua, bila mana
orang tua terlalu sibuk akan pekerjaan nya dapat mengakibtkan anak itu
lepas perhatian yang baik dan dapat mengikuti pemikiran liar anak itu
sendiri yang berakibat fatal dan membuat betah anak hidup diluar
sehingga dia dikata anak terlantar.
6. Bukan hanya materi tetapi kasih sayang orang tua yang diperlukan.
Setiap yang miskin belum tentu anak nya terlantar, disini karena
sifat orang tua yang mengajarkan kehidupan kepada anaknya. Bila
mana sudah karna factor kemiskinan dan tidak adanya perhatian itu
berimbas kepada anak, yang pada akhirnya menyebabkan anak itu
terlantar bahkan kadang yang kaya tidak menjamin untuk anaknya
mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
B. Upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam mengembalikan
hak-hak anak terlantar
Dari dari data yang didaptkan di KPAI jumlah anak terlantar yang
dilakukan pengawasan sebagai berikut:
70
NO
Kasus yang
dihadapi anak
Pengawasan
yang
dilakukan
KPAI
Tahun
Jumlah
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Anak
Terlantar
(Anak
Penyandang
masalah
kesejahteraan
sosial)
√
92
kasus
79
kasus
246
kasus
191
kasus
174
kasus
148
kasus
930
Sumber data:
Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Bidang Data
Informasi dan Pengaduan 2016.
Pengawasan yang dilakukan oleh KPAI dalam menangani anak terlantar
sudah cukup maksimal, dan terbilang masih bisa ditangani. Akan tetapi bila
menangani secara nasional KPAI masih butuh bantuan dari negara dalam
membantu meredam berbagai permasalahan anak, khususnya anak terlantar.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, tidak mempunyai peran terhadap
pengasuhan anak terlantar, akan tetapi KPAI hanya melakukan pengawasan
terhadap anak terlantar yang ada di Indonesia. Karena pada dasarnya anak
terlantar adalah kewenangan Negara yang bertanggung jawab penuh terhadap
anak-anak terlantar. Disini KPAI hanya wengawasi dan menerima pengaduan
dan merekomendasikan setiap ada permasalahan anak terutama tentang anak
terlantar. Berikut adalah data table yang didapatkan dari KPAI mengenai anak
terlantar:
71
NO
BIDANG
TAHUN
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 ANAK TERLANTAR 92 79 246 191 174 148
Sumber: KPAI
Upaya yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengembalikan hak-hak anak terlantar adalah dengan bekerja sama dengan
mitra terkait. Apabila anak ini terlantar maka KPAI harus behubungan dengan
dinas sosial untuk merawat anak itu di Lembaga Perumahan Sosial Anak
(LPSA) berikut data anak terlantar yang dirujuk ke LPAS:
No Kasus Anak Rujukan Jumlah di
LPSA
Jumlah di Panti Swasta
1 Anak Terlantar
Tahun 2011
sebanyak 92 kasus
terhitung dari 01
Januari sampai
dengan 29 Desember.
LPSA dan
panti
asuahan non
pemerintah
82
10
2 Anak terlantar Tahun
2012 sebanyak 79
kasus Tehitung dari
01 Januari samapai
28 Desember
LPSA dan
pantiasuhan
non
pemerintah
79
−
3 Anak terlantar Tahun
2013 sebanyak 246
kasus terhitung dari
01 Januari samapai
29 Desember
LPSA dan
pantiasuhan
non
pemerintah
200
46
4 Anak terlantar Tahun
2014 sebanyak 191
kasus terhitung dari
01 Januari samapai
29 Desember
LPSA dan
pantiasuhan
non
pemerintah
191
−
72
5 Anak terlantar Tahun
2015sebanyak 174
kasus terhitung dari
01 Januari samapai
29 Desember
LPSA dan
pantiasuhan
non
pemerintah
100
74
6 Anak terlantar Tahun
2016 sebanyak 148
kasus terhitung dari
01 Januari sampai −
LPSA dan
pantiasuhan
non
pemerintah
148
−
Sumber: KPAI
Sedangkan Hak pendidikannya KPAI sendiri bekerja sama dengan
dinas pendidikan yang nanti menentukan kemauan sianak ingin bersekoalah
dimana. Lalu untuk kesehatannya KPAI bekerja sama dengan dinas kesehatan
yakni untuk menjamin kesehatan anak itu sendiri. Dan untuk keuangan sianak
untuk membli pakaian sekolah, alat tulis dan apa yang anak itu inginkan ada
yang nama nya PEKSOS (pekerja sosial) dari sini sianak bisa mendapat uang
untuk keperluan nya.10
Sejauh ini tindak lanjut (follow up) yang KPAI
lakukan pengawasan terhadap lembaga terkait masih berlangsung sampai
masih adanya kasus anak terlantar baik yang sudah di tempatkan ke mitra
terkait maupun anak yang masih terlantar dimasyarakat, pengawasan terhadap
anak terlantar yang sudah dititipkan ke mitra terkait, masih perlu pengawasan,
karena apakah anak tersebut yang sudah dititipkan dipenuhi haknya dengan
baik disana, setiap harinya KPAI selalu melakukan koordinasi terhadap anak
terlantar yang sudah dititipkan kepada mitra terkait. 11
10
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september
2016 jam 14.00
11
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september
2016 jam 14.00
73
Komisi Perlindungan Anak Indonesia hanya sebagai pengawas diantara
tugas utamanya, justru Komisi Perlindungan Anak Indonesia ini mencari tahu
setiap kasus yang dihadapi oleh setiap anak dengan cara mencari informasi
langsung terjun kemasyarakat, apabila ada kasus seputar anak khususnya
anak terlantar, KPAI langsung menemui anggota keluarganya anak tersebut,
agar anak tersebut dirawat dengan baik. Diera modern saat ini perlakuan
terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua tidak begitu memperhatikan segi
hak dasar anak, anak yang masih kecil dibiarkan saja dengan tidak
memperhatikan pendidikannya, kesehatannya dan kasih sayangnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia selalu berupaya
mensosialisasiakan kepada seluruh lapisan masyarakat agar pentingnya
melakukan perlindungan kepada anak sejak dini dan mendorong pemerintah
agar bisa lebih serius dalam meningkatkan perlindungan anak.
Meningkatnya berbagai bentuk penelantaran dan pelanggaran hak anak
di Indonesia yang terjadi sepanjang tahun ini, menunjukan bahwa Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua telah gagal menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan , pemenuhan
dan penghormatan hak anak di Indonesia. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia sebagai lembaga independen yang dibentuk oleh Negara dan diberi
tugas untuk mengupayakan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak
anak di Indonesia. Sadar benar mempunyai banyak keterbatasan dalam
menghadapi berbagai peristiwa.
74
Sebagai amanah anak harus dijaga dan dilindungi segala
kepentingannya, fisik, psikis, intelektualnya, hak-haknya harkat dan
martabatnya. Melindungi anak bukan kewajiban orang tua biologisnya saja
melainkan kewajiban kita semua. Sebagai agama yang sarat dengan muatan
kasih sayang (rahmatan lilalamin), islam memberikan perhatian secara kusus
dan serius terhadap anak, mulai anak masih masih dalam kandungan ibunya
sampai anak menjelang dewasa. Kewajiban menyusui (radha’ ha) mengasuh
(hadhanah), kebolehan ibu tidak berpuasa saat hamil dan menyusui,
kewajiban memberi nafkah yang halal lagi bergizi, berlaku adil dalam
pemberian, memberi nama yang baik, mengakikahkan, mengkhitan,
mendidik, merupakan wujud dari kasih sayang tersebut. Dalam Al-qur’an pun
Allah menyebutkan bahwasannya anak merupakan titipan yang Allah berikan
kepada manusia untuk senantiasa merawatnya, sebagaimana Allah berfirman
didalam surah Al-Anfal ayat 27
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu Mengetahui.(QS Al-Anfal 27)
Dan keawajiban manusia untuk memelihara anak dijelaskan didalam
Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 6
75
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS At-Tahrim 6)
Lalu dipertegas kembali oleh Allah untuk tidak meninggalkan kesehajteraan
anak yakni hak-haknya agar tidak menjadikan anak tersebut menjadi anak terlantar.
Sebagai mana firman Allah didalam surah An-Nisa ayat 9
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.(QS An-Nisa 9)
Dalam konteks inilah anak memerlukan perlindungan, dimana anak
adalah aset berharga keluarga, Negara juga bangsa. Sebenernya Negara
bahkan dunia internasional telah merumuskan aturan tentang perlindungan
anak. Hanya saja dalam perakteknya masih belum maksial. Disinilah peran
dari lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam hal ini
perlu ditonjolkan mengingat bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat
76
terhadap hak anak itu sendiri. Bagaimana KPAI memberikan perlindungan
terhadap anak, inilah yang menjadi kajian sentral dalam tulisan ini.12
Perlindungan yang diberikan oleh KPAI itu sendiri yaitu untuk
memberikan hak dasar anak sebagai mana mestinya, bukan berarti KPAI
lepas tangan begitu saja dalam mengembalikan hak-hak aanak terhadap anak
terlantar. Akan tetapi KPAI berperan untuk bisa mengembalikan hak anak
terlantar secara utuh dengan bermitra dengan lembaga pemerintah lain nya
maupun non pemerintah seperti rumah singgah swasta yayasan sayap ibu
untuk bisa anak itu hidup normal sebagaimana anak lain nya yang bernasib
lebih beruntung. Dampak dari terlantarnya anak itu sendiri adalah anak bisa
diperjual belikan oleh pasal gelap dari oknum yang tidak bertanggung jawab,
anak bisa diambil organ tubuh nya untuk diperjual belikan dan ini hanya
sedikit dari sebegitu banyaknya dampak dari terlantar nya anak.
C. Kontribusi peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak
terlantar
Untuk menjadikan generasi anak-anak Indonesia yang bebas dari setiap
permasalahan, dengan cara mengkampanyekan dan mensosiallisasikan
kepada seluruh orang tua agar menjadikan anak itu sebagai aset berharga
yang harus dirawat tumbuh kembangnya agar kelak menjadi generasi yang
sehat, intelek untuk meneruskan cita-cita bangsa.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia memberikan pengawasan
terhadap setiap permasalahan yang dihadapinya kususnya anak terlantar agar
12
Hasil wawancara dengan ibu Popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september
2016 jam 14.00
77
mereka layak hidup normal bak anak yang lebih beruntung. Dengan cara
bermitra dengan pihak-pihak terkait agar kelak anak itu bisa hidup normal
dengan hak-hak nya yang terpenuhi. KPAI dalam hal ini memberikan
perhatian khusus terhadap anak terlantar dikarenakan dampak dari anak
terlantar ini bisa berujung dengan muncul nya kasus-kasus baru seperti
trafficking dan lain sebagainya. Maka itu orang tua diharapakan untuk bisa
menjaga anak dengan baik dalam kondisi apapun agar hak-hak mereka bisa
terpenuhi dengan baik. 13
Kontribusi Komisi Perlindunagan Anak Indonesia dalam seputar
masalah anak dan perlindunagan anak memberikan hal positif dalam
memberikan perlindungan anak di Indonesia. Sebetulnya permaslahan yang
menimpa anak khususnya, sudah banyak lembaga lain yang bergerak untuk
membantu dari setiap permasalahaa anak, akan tetapi lembaga lain yang
bergerak didalam permasalahana anak seperti kepolisian, kementrian, tidak
bisa secara tuntas dalam memberikan penanganan terhadap masalaha anak.
Maka KPAI hadir di perlembagaan Indonesia yang bertujuan melaksanakan
perlindunagan anak Indonesia dan memberikan hal manfaat terhadap
penyelenggaraan perlindunagana anak Indonesia.
KPAI sebagai pihak pengawas sudah menjalankan tugasnya dengan
baik, sebagai contoh, tetapnya pada saat penggusuran kampong pulo, yang
dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta saat itu, KPAI hadir dengan
tujuan memberikan perlindungan kepada anak dari korban penggusuran, na’as
nya pada saat pemantauan yang dilihat oleh KPAI, terlihat banyak anak yang
13
Hasil wawancara dengan Ibu Popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september
2016 jam 14.00
78
hidup terlantar disekitaran kampong pulo, atau tidak diurus oleh kedua orang
tuanya, melihat kejadian seperti itu KPAI bersama tim langsung menanyakan
langsung kepada kedua orang tua yang telah menelantarkan anaknya tersebut.
Setelah melakukan diskusi terhadap orang tua yang anaknya terlantar, orang
tua dari sipenelantar tidak sanggup dan mampu untuk mengurus anak nya.
Maka dari itu untuk kebaikan anak tersebut KPAI menanyakan kepada kedua
orang tua sipenelantar anak untuk bisa anak ini, pihak KPAI yang merawat,
setelah ada mou antar KPAI dan orang tua sipenelantar anak, maka anak yang
terlantar tersebut bersedia dirawat oleh KPAI. Setelah itu KPAI langsung
membawa anak tersebut ke karantina yang berada dikantor KPAI, serta
pemulihan psikis anak tersebut. Setelah anak tersebut sudah terbiasa dengan
kehidupan yang baru, maka KPAI langsung memberi tahu pihak terkait dalam
hal ini LPSA untuk dirawat disana. Dengan catatan anak tersebut dirawat
dengan waktu yang tidak ditentukan, seandainya orang tua dari sipenelantar
anak tersebut ingin membawa pulang kembali anaknya, maka di persilahakan,
dan orang tua anak tersebut bisa kapan saja menjenguk anak tersebut.14
Bila melihat persoalan diatas, KPAI sebagai pihak pengawas atas setiap
terjadinya persoalan anak sudah menjalankan fungsinya sebegaimana
mustinya. Sebagai lembaga yang bergerak dibidang anak KPAI sudah
seharusnya banyak memberikan kontribusi sebagaimana mestinya. Mentri
sosial RI, Khofifah indar parawansa menyebutkan bahwasannya jumlah anak
terlantar di Indonesia masih banyak terjadi. Khofifah menuturan ada 4,1 juta
jiwa anak terantar diseluruh Indonesia, diantaranya 5900 anak ada yang
14
Hasil wawancara dengan Ibu Popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2 september
2016 jam 14.00
79
menajdi korban perdagangan manusia, 3600 anak bermasalah dengan hukum,
dan 1,3 juta balita terlantar serta 34.000 anak jalanan.15
Dapat disumpulkan
bahwasannya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaannya masih belum efektif dalam
penanganan masalah anak terlantar.
Indonesia sudah memiliki sederet aturan hukum untuk melindungi,
mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak. Misalnya saja jauh sebelum
Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1990, Indonesia mengesahkan
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteran Anak. Lalu muncul
kembali Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
setelah itu diamandemenkan menjadi Undang-undang No.35 Tahun 2014
tentang perlindungan anak, seharusnya sudah dapat menjadikan rujukan untuk
benar-benar menjadikan anak Indonesia bebas dari berbagai masalah.
D. Anlisis penulis
Komisi Perlindungan Anak Indonesia tidak mempunyai peran terhadap
pengasuhan anak akibat dari penelantaran anak, akan tetapi Negara lah yang
mempunyai hak atas perawatan nya, KPAI hanya mengarahi apabila ada anak
yang terlantar agar segera ditangani oleh pihak terkait dalam hal ini
kementrian beserta lembaga nya agar anak itu langsung ditangani dengan
baik. Tugas dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah menerima
pengaduan dari masyarakat, mengawasi, akan tetapi Komisi Perlindungan
Anak Indonesia tidak menangani masalah terebut secara langsung melainkan
15
Detik.com 16 19 juli 2016, “ mensos: Jumlah anak terlantar Indonesia adaa 4,1 juta,
diakses pada 15 agustus 2016.
80
melimpahkan masalah tersebut kepada kementrian dan lembaga-lembaga
yang berkaitan dengan masalah tersebut. Seorang anak berhak mendapatkan
perawatan, perlindungan, pendidikan, dan perhatian sebagai mana yang
ditegaskan oleh hukum positif dan hukum islam. Hak-hak tersebut melekat
pada anak bukan pada orang tua atau siapapun.
Pada dasarnya menurut hasil penelitian ini, penulis menemukan
bahwasannya permasalahan anak terlantar yang ada di Indonesia sangatlah
banyak, ini sebagai mana yang di utarakan oleh berbagai pihak, mulai dari
narasumber yang berada di KPAI dan pejabat negara ini yang mempunyai
wewenang bertindak mengurus permasalahana anak terlantar yang ada di
Indonesia, akan tetapi tingkat keseriusan pemerintah dalam hal menuntasakan
permasalahan anak terlantar masih belum sesuai target yang diharapkan.
KPAI sebagai lembaga negara yang bersifat independen sudah banyak
melakukan gerakan pengkampanyean terhadap perlindungan anak di
Indonesia
Permasalahan ekonomi yang mendera bangsa Indonesia masih menjadi
factor terbesar dalam menghasilkan anak terlantar.
Penulis memahami bahwasannya yang berhak bertanggung jawab atas
permasalahan anak khususnya pada anak terlantar adalah Negara sebagimana
bunyi pasal 34 ayat (1) undang-undang 1945 “fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh Negara”. Karena hakikatnya setiap anak itu berhak
mendapatkan hidup yang layak beserta hak-haknya yang terpenuhi, dengan
begitu anak dapat tumbuh dengan baik.
81
Pada dasarnya menurut hasil penelitian ini, penulis menemukan
bahwasan nya KPAI berupaya agar permasalahan anak terlantar itu tidak ada
lagi, akan tetapi lemahnya Negara membuat permasalahan anak itu seperti
tidak ada habisnya, dalam hal ini KPAI menyadari bila memang
permasalahan anak terlantar ingin terhapusi di Indonesia harus didorong
dengan anggaran yang memadai, tetapi melihat kondisi ekonomi negara yang
tidak setabil membuat keterbatasan ruang gerak dalam menangani
permasalahan anak, bayangkan dari 33 provinsi yang ada di Indonesia baru
28 yang ada KPAI nya disetiap daerah, dan ini patut di kritisi, bahwasannya
dalam hal ini Negara seperti tidak mampu, sedangkan selama dunia masih
berputar pasti akan ada terus permasalahan yang ada, dan ini tidak di topang
dengan lembaga yang bergerak independen dalam mengurusi anak.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan analisi penulis terhadap penelitian yang
telah diuraikan pada pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Didalam hukum positif anak berhak mendapatkan hak berupa, anak
berhak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar. Setiap
anak berhak mendapat jaminan identitas dan kewarganegaraan. Setiap
anak berhak beribadah sesuai agama yang dianutnya dan berfikir,
berkreasi. Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya serta dibesarkan
dan anak berhak mendapat asuhan dari orang lain apabila anak tersebut
terlantar. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan, jaminan
sosial, mental, spiritual. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan.
Setiap anak berhak menyatakan pendapat dan didengar pendapatnya
lalu mendapat informasi, mencari dan menerima. Setiap anak berhak
untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
sebayanya, bermain, berkreasi Setiap anak berhak untuk beristirahat dan
memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan sebayanya, bermain,
berkreasi. Setiap anak yang menyandang cacat berhak mendapat
rehabiltasi, bantuan sosial, dan kesejahteraan sosial. Setiap anak yang
diasuh oleh orang tua, wali, atau pihak lainnya berhak mendapat
tanggung jawab dari perlakuan tidak baik. Setiap anak berhak diasuh
oleh orang tuanya sendiri kecuali ada alasan hukum tertentu yang
83
menyebabkan pemisahan anak dan orang tua secara sah demi
kepentingan anak. Dan didalam hukum islam anak berhak mendapatkan
hak berupa, Hak untuk hidup. Hak waris. Hak nasab dan nama yang
baik. Hak perlindungan duniawi dan ukhrawi. Dipilihkan ( calon )
ibunya. Hak anak setelah dilahirkan. Hak anak memperoleh nama baik.
Hak pendidikan dan pengajaran. Hak keadilan dan persamaan.
2. Faktor penyebab terjadinya penelantaran anak A). Ekonomi Dengan
perkembangan ekonomi di Indonesia yang ada pada saat ini, sepertinya
Negara harus lebih cepat dalam membangun perekonomiannya bila
tidak ingin kasus tentang anak dalam hal ini anak terlantar itu tidak ada
lagi. B). Perceraian Dampak dari perceraian orang tua berimbas kepada
anak nya itu sendiri, karena pada dasarnya anak itu harus ikut dengan
ibu nya, akan tetapi seorang ibu yang tidak mampu merawatnya dengan
baik yaitu dengan tidak terpenuhi hak-haknya maka akan menyebabkan
anak tersebut terlantar. C). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Biasanya
setiap TKI yang bekerja diluar negri akan lama meninggalkan sanak
family nya termasuk anak-anaknya, disini menyebabkan anak akan
kurang kasih sayang dari orang tua nya yang akhirnya menyebabkan
anak itu terlantar.Orang tua yang sibuk kerja Setiap anak membutuhkan
perhatian lebih dari orang tua, bila mana orang tua terlalu sibuk akan
pekerjaan nya dapat mengakibtkan anak itu lepas perhatian yang baik
dan dapat mengikuti pemikiran liar anak itu sendiri yang berakibat fatal
dan membuat betah anak hidup diluar sehingga dia dikata anak
terlantar. D). Bukan hanya materi tetapi kasih sayang orang tua yang
diperlukan.Setiap yang miskin belum tentu anak nya terlantar, disini
84
karena sifat orang tua yang mengajarkan kehidupan kepada anaknya.
Bila mana sudah karna factor kemiskinan dan tidak adanya perhatian itu
berimbas kepada anak, yang pada akhirnya menyebabkan anak itu
terlantar bahkan kadang yang kaya tidak menjamin untuk anaknya
mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
3. Peran KPAI untuk mengembalikan hak-hak anak terlantar adalah
sebatas pengawasan, dalam artian KPAI bertindak bila ada kasus anak
terlantar. KPAI hanya mencarikan solusi apabila ada anak terlantar,,
agar anak terlantar tersebut tidak terlantar lagi, yaitu dengan
melimpahkan kepada mitra terkait yaitu LPSA untuk dirawat disana,
dan untuk pendidikannya KPAI bermitra dengan Dinas pendidikannya
dan untuk menjamin kesehatan anak terlantar tersebut KPAI bermitra
dengan Dinas Kesehatan.Komisi Perlindungan Anak Indonesia tidak
mempunyai peran terhadap pengasuhan anak terhadap anak terlantar,
akan tetapi KPAI dalam hal mengembalikan hak yang hilang pada anak
terlantar dengan melimpahkan kepada lembaga-lemabaga terkait untuk
bisa merawatnya sebagaimana anak yang lebih beruntung. KPAI
berperan adalah dengan mengawasi dan memberi masukan sejauh mana
lemabaga-lembaga terkait merawatnya dan mengawasi situasi anak
diindonesia dengan setiap permasalahannya. Peran KPAI hanyalah
sebatas pengawasan, akan tetapi bukan dalam artian KPAI tidak
bertindak apabila ada kasus pada anak khususnya anak terlantar. KPAI
hanya mencarikan solusi apabila ada anak terlantar agar anak tersebut
tidak terlantar lagi, yaitu dengan menyerahkannya kepada mitra terkait
yaitu LPSA untuk rumah singgahnya dan untuk pendidikannya KPAI
85
bermitra dengan Dinas Pendidikan dan untuk kesehatannya KPAI
bermitra dengan Dinas Kesehatan.
B. Saran
Selain beberpa kesimpulan yang diuraikan penulis diatas, penulis
memberikan saran-saran yang berkaitan dengan mengembalikan hak-hak
anak pada anak terlantar:
1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia diharapkan lebih aktif lagi dalam
menangani kasus anak terlantar walaupun dengan fasilitas yang amat
minim akibat tidak berdayanya Negara, agar permasalahan anak
terlantar bisa tuntas dan tidak ada lagi di Indonesia.
2. Kepada masyarakat diharapkan meningkatkan kesadaran akan
pentingnya perlindungan anak, apabila ada anak yang terlantar bisa
dibantu dengan membiayainya dalam hal apapun, memahami peraturan
perundang-undangan berkaitan dengan perlindungan anak, dan perduli
terhadap pelanggaran dan upaya pemenuhan hak anak dan apabila ada
kasus terhadap perlindungan anak agar segara dapat melaporkan kepada
lembaga peduli perlindungan anak atau aparat pemerintah.
3. Untuk setiap orang tua diharapkan lebih serius dalam menangani anak
dalam kondisi apapun, jangan sampai akibat ada factor tertentu nasib
anak, jadi terlantar dengan tidak terpenuhi hak-haknya.
4. Diharapkan Negara lebih serius dalam menangani anak terlantar jangan
sampai anak menjadi korban, dan tidak bertambah lagi kasus pada anak,
khusunya anak terlantar.
86
DAFTAR PUSTAKA
Abas, Ahmad Sudirman, Pengantar Pernikahan, Jakarta : PT. Prima Heza Lestari,
2006.
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : 2007, Restu Agung
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di
Indonesia, Cet-1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2000
Ahmadi, Muhammad Ahmadi & Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,
Ciputat : Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010.
Alghifari, Mengawal Perlindungan Anak, Jakarta: LBH Jakarta, 2012
Al-jamal Muhammad Ibrahim, Fiqh Al-Mar’ah al-Muslimah , (Jakarta , PT Multi
Kreasi Singgasana , 1991 )
Al-Risalah, Markaz, Hak-Hak Sipil Dalam Islam, Cet-1, Jakarta: 2005
Ayyub Hasan Abd, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006)
Az-zuhaili Wahab, Fiqih Isalam Adilatahu jilid 10. Penerjemah abdul hayyie al-
Kattimi (Jakarta Gema Insani, 2011)
Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta : Rineka
Cipta,2008.
Budy, Prabowo, Anak-anak korban tsunami perlu perlakuana khusus, (Media
perempuan Edidi No.6 Biro Umum dan Humas Kementrian Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia), Jakarta, 2004
Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Departemen pendidikan Nasional, kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, 2005.
Detik.com 16 19 juli 2016, “ mensos: Jumlah anak terlantar Indonesia adaa 4,1
juta, diakses pada 15 agustus 2016.
Dewi Hapriyanti, Jurnal Ilmiah, Penelantaran Anak Oleh Orang Tua Ditinjau
dari KUHP dan Undang-undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, Universitas Mataram 2013, h.3
Djalil, Basiq, Pernikahan Lintas Agama, Jakarta: Qalbun Salim, 2005
87
Ghazali Rahman Abd, Fikih Islam,(Jakarta: Kencana, 2006),
Gray. Ph.D, Jhan., Children Are From Heaven, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:
2011, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014
Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002.
Hasil data Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Data Informasi dan
Pengaduan 2016.
Hasil wawancara dengan ibu popy selaku narasumber di KPAI Jakarta 2
september 2016 jam 14.00
Hasil wawancara dengan Ibu popy selaku narasumber di KPAI menteng Jakarta,
tanggal 2 september 2016 jam 14.00
Hasil wawancara ibu popy di KPAI menteng Jakarta 2 september 2016 jam 14.00
Haya Binti Mubarok Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Jakarta : PT. Darul
Falah, 2008.
Huraerah, Abu, Kekerasan Terhadap Anak, Bandung: Nuansa, 2006
Kharlie, Achmad Tholabi & Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di
Dunia Islam Kontemporer, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.
Kitab Jamiul Ahadis, Mesir: Mesir 3 Hijriyah
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen unruk
Perlindungan Anak. Jakarta:KPAI 2015
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. Jakarta: KPAI, 2006
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak,
Jakarta: KPAI, 2006
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. Jakarta: KPAI, 2015
LBH Jakarta , Mengawal Perlindungan Anak Berhadapan Dengan Hukum LBH
Jakarta: Jakarta, 2012
LBH Jakarta, Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum,
LBH Jakarta: Jakarta, 2012
88
M. B Ali dan Deli , Kamus lengkap bahasa Indonesia , Bandung: Penabur Ilmu,
2009
Makaro, Taufik Mohammad, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum perlindungan
Anak dan penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta :
Rineka Putra, 2013.
Muhammad, Kautsar, Al Mainawi, Huquq Altifi Fi Al Islam, Riyadh: Ammar
Press, 1414 H
Mulyono, Model Pengembangan Anak Dalam Perlindungan Khusus. (Laporan
Penelitian Pada Konfeksi Nasional Kesejahteraan Sosial Ketiga), DNIKS,
Bukittinggi, Thn.67
Munawir Warson Amad, Al-Munawir :Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: Yayasan
Penerbitan Univesitas Indonesia 1996)
Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomer 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomer 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak
Pasal 1b angka 1 Undang-undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Prabowo, Budy, Anak-anak Korban Tsunami Mereka perlu Perlindungan Khusus,
(Media Prempuan Edisi No.6 Biro umum dan Humas Kementrian
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia), Jakarta, 2004
Sabiq, Sayyid, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom,
2008)
Saraswati, Rika, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Semarang : PT. Citra
Aditya Bakti, 2015.
Saraswati, Rika, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2009
Sayyid sabiq, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom,
2008)
Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir, 2008
Shihab, Quraish, Tafsir Al Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, Vol. 14, 2003
Sholeh, Asrorun Ni’am, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Di Dalam Keluarga,
Jakarta : Graha Paramuda, 2008.
89
Soetarso (2004) Praktek Pekerja sosial, Bandung : Sekolah Tinggi Kesejahteran
Suhartini, Eni, UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK, Jakarta: Sinar
Grafika, 2012
Sumarno, M Ibnu, Anak Jalanan dan Undang-Undang tentang Perlindungan
Anak Jakarta : 2011, Prenada
Suyatno, Bagong, Masalah Sosial Anak, Jakarta : Kenana Prenada Media Grup,
2010
Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada,
2009)
Tim Penyusunan Pusat Pertimbangan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka, 1991
Tommy, Penanganan Anak Jalanan melalui pendekatan komprehensif,
www.sdc.depsos.go.id. diakses tanggal 25 September 2015
Umran, Rahim & M. Hasyim, Islam Dan Keluarga Berencana,
Jakarta : Lentera, 1997
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana
telah dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, Pasal 6
Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, Jakarta : Sinar
Grafika, 2009
Undang-Undang Perlindungan anak, UU RI No.23 Tahun 2002, Jakarta : Sinar
Grafika, 2009
W.J.S Poerwadarminata, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976
Wadong, Maulana Hasan, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak,
Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia, 2000
Yanggo, Huzaimah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Bogor : Ghalia
Indonesia, 2010.
Zaiunuddin, Djejen & Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih,
Semarang : PT.Karya Toha Putra, 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Akses Pada: http://artikata.com/arti-
335802-komisi.html Tanggal 20 oktober 2015. Pukul 17.45 WIB
90
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Online Sitius Resmi KPAI, Akses pada
https://www.google.com/search?q=Keorganisasian+Komisi+perlindungan
+Anak+indonesia&ie=utf-8&oe=utf-8. Pukul 21:00 WIB.
Lampiran Mentri sosial Republik Indonesia tentang Pendataan dan Pengelolaan
Data Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan potensi serta Sumber
Kesejahteraan Sosial Online: Akses pada:
http://datascience.or.id/2015/08/02/pembinaan-anak-jalanan-keberadaan-
rumah-singgah-adakah-upaya-agar-pembinaan-yang-menyeluruh/.Akses
pada Pukul 01.00 WIB
Pengertian Hak online, Akses pada: https://id.wikipedia.org/wiki/Hak. Pukul
09.00 WIB