Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

120
1 PERAN KEPALA DESA DALAM OTONOMI DESA (Studi Kasus Desa Sumbersari, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo) SKRIPSI OLEH : RATIH PROBOSIWI 03/165957/SP/20135 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2007

Transcript of Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

Page 1: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

1

PERAN KEPALA DESA DALAM

OTONOMI DESA

(Studi Kasus Desa Sumbersari, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo)

SKRIPSI

OLEH :

RATIH PROBOSIWI

03/165957/SP/20135

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

2

PERAN KEPALA DESA DALAM

OTONOMI DESA

(Studi Kasus Desa Sumbersari, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1

Ilmu Administrasi Negara

OLEH :

RATIH PROBOSIWI

03/165957/SP/20135

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2007

Page 3: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

3

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan dihadapan Tim Penguji Jurusan Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Pada hari : Kamis

Tanggal : 29 Maret 2007

Pukul : 13.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang Program S-2

Bidang Studi Ilmu Administrasi Negara

Pascasarjana UGM

Tim Penguji

Ketua Tim / Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Warsito Utomo

Penguji Samping I

Dr. Samodra Wibawa

Penguji Samping II

Drs. Yuyun Purbokusumo, M.Si

Page 4: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

4

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ratih Probosiwi

No. Mahasiswa : 03/165957/SP/20135

Angkatan Tahun : 2003

Jurusan : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

Judul Skripsi : Peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa

(Studi Kasus Desa Sumbersari, Kecamatan Butuh,

Kabupaten Purworejo).

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi

dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

pihak lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia

menerima sanksi apabila di kemudian hari diketahui tidak benar.

Yogyakarta, 12 April 2007

Yang Membuat Pernyataan

Ratih Probosiwi

Page 5: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

5

KATA PENGANTAR

Selalu dan selalu, sembah sujud atas segala nikmat dan berkah dalam

hidup pada Sang Pencipta, Allah swt. Semoga rahmat dan salam tetap tercurahkan

kepada Beliau, Nabi Allah , junjungan kita, Muhammad saw. Karena-Nya-lah

akhirnya skripsi yang berjudul “Peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa (Studi

Kasus Desa Sumbersari, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo) dapat

terselesaikan dengan baik.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala hal

yang sangat membantu kelancaran penelitian ini, kepada :

1. Bapak Warsito Utomo, dosen pembimbing yang telah begitu baik meluangkan

waktu untuk mengarahkan, membimbing dan juga memberi semangat.

2. Bapak Samodra Wibawa dan Bapak Yuyun Purbokusumo, para dosen penguji

yang telah memberi banyak kritik dan masukan.

3. Bapak Subarsono, ketua jurusan Ilmu Administrasi Negara sekaligus dosen

wali selama penulis menjadi mahasiswa.

4. Kepala desa Sumbersari dan segenap pemerintah desa serta masyarakat desa

Sumbersari yang telah menerima penulis dengan sangat baik dan juga atas

informasi yang bermanfaat bagi penelitian ini.

5. Bapak Munawir dan Ibu Dwiningsih, orang tua penulis, atas kasih sayang dan

didikan terbaiknya.

6. Seluruh teman-teman AN‟03

7. Semua pihak yang telah membantu langsung ataupun tidak, yang tak mampu

disebutkan satu persatu.

Semoga semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat ridlo

dari Allah swt.

Skripsi ini tentu tak luput dari kesalahan dan kekurangan, yang semuanya

menjadi tanggung jawab pada penulis. Kritik dan saran untuk perbaikan selalu

penulis harapkan.

Yogyakarta, April 2007

Penulis

Page 6: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

6

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .............................................................................................. 1

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. 2

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. 3

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................. 4

HALAMAN MOTO ................................................................................................... 5

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. 6

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 7

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 9

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... 11

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. 12

INTI SARI .................................................................................................................... 13

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 14

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 14

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 27

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 27

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 28

BAB II KERANGKA TEORI .................................................................................. 29

A. Otonomi Daerah ....................................................................................... 29

B. Otonomi Desa ............................................................................................ 33

C. Peran Kepala Desa ................................................................................... 40

D. Kerangka Pikir Penelitian...................................................................... 64

1. Definisi Konseptual ............................................................................. 67

2. Definisi Operasional ............................................................................ 67

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 70

A. Desain Penelitian ...................................................................................... 70

B. Unit Analisis .............................................................................................. 73

C. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 74

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 74

1. Observasi ............................................................................................... 74

Page 7: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

7

2. Wawancara (Interview) ....................................................................... 75

3. Dokumentasi ......................................................................................... 75

E. Teknik Analisa Data ................................................................................ 76

1. Reduksi Data ......................................................................................... 76

2. Display Data ......................................................................................... 77

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi ....................................... 77

F. Sistematika Penulisan Laporan Penelitian ......................................... 78

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ............................................. 81

A. Gambaran Umum .................................................................................... 81

B. Kondisi Geografis dan Demografis ..................................................... 82

C. Sistem Budaya Lokal dan Pemerintahan Desa ................................. 87

BAB V PERAN KEPALA DESA DALAM OTONOMI DESA SUMBERSARI ............... 93

A. Kemandirian Pengelolaan Pemerintahan Desa (Urusan Internal Desa....................... 96

B. Perencanaan Pembangunan ................................................................... 113

C. Pengelolaan Pembangunan Yang Mandiri dan Partisipatif .......... 115

D. Kemandirian Pengelolaan dan Penentuan Kelembagaan Desa .... 118

E. Keharmonisan Hubungan Desa dengan Pihak Luar Desa ............. 121

F. Hukum Desa Yang Menjunjung Nilai Sosial Budaya Desa........... 123

G. Pemrosesan Peraturan Desa Melalui Konsultasi Publik ............... 127

H. Akses Desa Dalam Pengambilan Keputusan Ke Luar dan Dalam Desa .................... 130

I. Intervensi Pemerintahan Supra Desa ................................................... 133

BAB VII PENUTUP .................................................................................................. 136

A. Kesimpulan ................................................................................................ 136

B. Saran ............................................................................................................ 137

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 140

LAMPIRAN ................................................................................................................. 145

Page 8: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

8

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun ............................................ 83

Tabel 2. Mobilitas Penduduk Desa Sumbersari ............................................. 83

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sumbersari ............................ 84

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sumbersari ......................... 85

Tabel 5. Jenis dan Besar Pungutan Desa ......................................................... 108

Tabel 6. Jenis dan Jumlah Kekayaan Desa ...................................................... 110

Page 9: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Dualisme Posisi Kepala Desa ............................................................. 22

Gambar 2. Peran sebagai Suatu Titik Terpadu dari Organisasi dan Individu 41

Gambar 3. Peran sebagai Daerah Interaksi antara Organisasi dan Individu 42

Gambar 4 Pemerintahan Desa ............................................................................... 63

Gambar 5. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................... 66

Gambar 6. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Sumbersari .................. 88

Page 10: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

10

INTI SARI

Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diharapkan mampu memperbaiki

dan menjawab tuntutan masyarakat pada kenyataannya tidak mampu menjamin

partisipasi lokal, yang terjadi banyak kelompok yang kehilangan ruang gerak

mereka bahkan merasa termarjinalkan. Salah satu kelompok ini adalah desa. Desa

dengan otonominya mulai terusik dengan kebijakan dan peraturan yang dibuat

Pemerintah Daerah dengan alasan menegakkan Otonomi Daerah yang pada

akhirnya malah mereduksi otonomi desa yang ada. Dengan keadaan ini,

diperlukan kehadiran seorang pemimpin yang mampu menguatkan kembali

Otonomi Desa. Disinilah peran kepala desa dapat dilihat, yaitu dari cara ia

menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin tertinggi desa yang tetap

harus menjunjung nilai sosial budaya desa.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peran Kepala Desa dalam

Otonomi Desa. Tak hanya peran Kepala Desa yang diungkapkan, namun juga

kualitas Otonomi Desa di lokasi penelitian (Desa Sumbersari). Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kualitatif dengan cara observasi,

wawancara dan penelitian dokumen. Penelitian ini menghasilkan beberapa hal

penting untuk mendorong peran Kepala Desa dan juga untuk menguatkan

Otonomi Desa yang ada di desa tersebut.

Berkaitan dengan peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa, Kepala Desa

telah melaksanakan tugas dan fungsinya namun belum optimal. Peran sebagai

pemimpin formal desa, membuat Kepala Desa harus melakukan banyak hal demi

desanya. Kepala Desa harus melakukan begitu banyak pekerjaan pemerintahan

dan pembangunan desa dalam kerangka Otonomi Desa. Kesalahan yang

dilakukan Kepala Desa dalam menjalankan perannya antara lain adalah kurang

membuka partisipasi masyarakat dalam tiap perencanaan dan pembuatan

keputusan. Tertutupnya sistem pelaporan pertanggung jawaban bagi masyarakat

desa secara umum juga merupakan masalah yang serius. Kepala Desa juga

cenderung “menguasai” tiap aspek pemerintahan-pembangunan dan kurang

memfungsikan personel yang ada. Bagaimanapun, kurangnya partisipasi

masyarakat juga dipengaruhi oleh budaya “ngomong di belakang” daripada

Page 11: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

11

langsung mengutarakan maksudnya dalam tiap forum musyawarah yang ada.

Kualitas Otonomi Desa yang tak dapat dikatakan baik tak terlepas dari peranan

Kepala Desa. Selain juga adanya campur tangan Pemerintahan Kabupaten dalam

tiap bagian pemerintahan dan pembangunan desa. Otonomi Desa yang

didalamnya menghendaki pertisipasi desa belum dapat diwujudkan sepenuhnya

oleh Kepala Desa.

Page 12: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gelombang otonomi tengah melanda sebagian besar negara di dunia.

Negara-negara tersebut menghendaki adanya otonomi yang pada intinya

adalah keinginan untuk mengatur rumah tangganya (negara) sendiri tanpa ada

campur tangan dan intervensi dari pihak lain. Tak terkecuali di Indonesia,

sejak turunnya rezim Orde Baru dengan sistem pemerintahannya yang

cenderung sentralistik otoritarian, bangsa Indonesia mengalami perubahan

yang cukup besar dalam pemerintahannya. Pemerintahan baru dengan

semangat reformasinya mengeluarkan sejumlah peraturan yang pada intinya

mengangkat isu desentralisasi dan otonomi. Munculnya UU Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan dengan UU

Nomor 32 tahun 2004 juga tentang Pemerintahan Daerah, seakan menjawab

tuntutan daerah yang selama berpuluh-puluh tahun menunggu datangnya

otonomi daerah.

Pelaksanaan otonomi yang dinanti-nanti itu ternyata tidak terlalu

menggembirakan. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

diarasa merupakan re-sentralisasi dari UU sebelumnya. Hal inilah yang

kemudian menyebabkan munculnya pihak-pihak yang merasa tidak puas atas

pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Selain itu juga mereka berpendapat

bahwa otonomi yang berjalan selama ini hanya menyentuh atau berkutat pada

masalah otonomi dan desentralisasi di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pengalaman pemerintahan desa di masa orde baru, membuat

munculnya pihak-pihak yang mempertanyakan Otonomi Desa. Pemerintahan

desa di masa Orde Baru telah membuat pelaksanaan Otonomi Desa pada masa

itu dapat dikatakan “mandeg”. Menurut Ryaas Rasyid1 hal ini telah membawa

konsekuensi seperti :

1 Ryaas Rasyid, 2000, dalam Pidato Menteri Negara Otonomi Daerah Pada Pembukaan Rapat Kerja

Pemerintahan Desa, Jakarta

Page 13: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

13

1. Lemahnya kontrol masyarakat dan lembaga-lembaga desa terhadap Kepala

Desa, tidak berjalannya fungsi legitimasi di tingkat desa.

2. Desa berfungsi semata-mata sebagai saluran program-program pemerintah,

rendahnya Otonomi Desa terhadap struktur pemerintahan di atasnya,

proses nominasi dan rekrutmen Kepala Desa hampir sepenuhnya

ditentukan oleh pemerintah di tingkat atasnya.

3. Perangkapan berbagai jabatan di tingkat desa.

4. Hilangnya hubungan-hubungan politik masyarakat perkotaan (kelurahan)

untuk menentukan pimpinan mereka pada struktur pemerintahan terendah.

5. Hilangnya kemajemukan struktur politik di tingkat desa.

6. Hilangnya otonomi kultural di tingkat desa.

7. Lemahnya kemampuan self-supporting pemerintahan desa dalam bidang

keuangan.

Partisipasi masyarakat desa yang dianggap sebagai kunci keberhasilan

pembangunan otonomi daerah, pada kenyataannya hanyalah merupakan

partisipasi manipulatif. Masyarakat desa tidak diberi kesempatan yang cukup

untuk terlibat dalam pembangunan di desanya. Ruang gerak masyarakat desa

selama puluhan tahun disumbat dan menjadi obyek pembangunan, bahkan

„payung‟ regulasi yang menandai bergulirnya otonomi daerah di era reformasi

ini pun masih menyimpan ketidakjelasan tentang eksistensi Otonomi Desa.

Berbagai celah kelemahan itu seperti, tiadanya uraian yang secara tegas

menempatkan aspek desentralisasi sebagai arena pendelegasian kewenangan

dari Kabupaten pada Desa. Tiadanya kewenangan yang dimiliki Desa ini,

membuat Kabupaten tampil secara dominan dalam berbagai program dan

regulasi menyangkut tata kehidupan di desa.

Dominasi pemerintahan Kabupaten, sebagai basis otonomi daerah,

berjalan tanpa menyisakan ruang yang memungkinkan masyarakat desa

mengembangkan diri secara kreatif, sehingga wacana dan program Otonomi

Desa yang juga dicanangkan pemerintahan Kabupaten terancam berhenti

pada tataran simbol dan slogan. Kondisi ini sumbernya dapat dilihat pada

tiadanya pola hubungan baru yang bersifat partisipatif menyangkut relasi

Page 14: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

14

Kabupaten dengan Desa. Akses, aspirasi, dan kontrol masyarakat desa

terhadap Kabupaten masih terisolasi secara sistemik.

Mekanisme bottom-up melalui pola Musrenbangdus-Musrenbangdes-

UDKP-Rakorbang yang menghasilkan Rencana Pembangunan Tahunan Desa

(RPTD) dan Rencana Pembangunan Tahunan Kecamatan (RPTK) ternyata

mengalami distorsi dalam implementasinya karena beberapa alasan2. Pertama,

dalam rangka menjaga konsistensi visi dan misi daerah, maka bottom-up

planning harus dikontrol dengan top-down planning. Fakta yang terjadi bahwa

proses perencanaan bottom-up belum menunjukkan asas kemanfaatan bagi

masyarakat karena proses perencanaan top-down yang dibuat oleh dinas-

dinas/badan pemerintah lebih mendominasi, sehingga banyak hasil dari proses

perencanaan bottom-up yang tidak terakomodir. Kedua, tidak semua usulan

yang datangnya dari bawah (desa) merupakan daftar kebutuhan melainkan

juga ada unsur daftar keinginan yang sebenarnya hanya mewakili kepentingan

atau kelompok tertentu saja. Ketiga, sumber daya manusia desa dianggap

masih sangat rendah dalam bidang perencanaan. Ketiga alasan ini sebenarnya

lebih merupakan cara menutup akses bagi aspirasi masyarakat desa melalui

partisipasi yang pada tahap awal dibuka secara lebar, namun untuk tahap

berikutnya partisipasi mereka tidak diakses. Untuk itulah diperlukan sebuah

mekanisme baru untuk membuka pintu partisipasi bagi masyarakat.

Perlu diketahui, bahwa bagi desa, otonomi yang dimiliki adalah

berbeda dengan yang dimiliki oleh Daerah Provinsi maupun Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah

berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya bukan berdasarkan penyerahan

wewenang dari Pemerintah. Sehingga yang disebut desa atau nama lainnya,

yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam

sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sehingga

2 Institute for Research and Empowerment (IRE), 2006, Desentralisasi Berhenti di Kabupaten,

Yogyakarta, Selasa, 4 April 2006, www.ireyogya.org

Page 15: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

15

sebagai landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan

masyarakat.

Dengan demikian, otonomi yang dimiliki desa adalah Otonomi Asli,

yaitu otonomi yang berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat. Sehingga

dalam kenyataannya pasti akan timbul berbagai keanekaragaman, baik dari

segi nama, susunan pemerintahan, maupun bentuk-bentukan geografisnya.

Tegasnya, terdapat keadaan-keadaan khusus yang berbeda satu dengan yang

lainnya. Dari sinilah sebenarnya prinsip “kebhinekaan” itu ada dan

berkembang secara nyata di masyarakat. Sehingga secara riil hak-hak, asal-

usul, istiadat ini harus dihormati sebagai modal pembangunan desa. Hal ini

terjadi, apabila semboyan demokrasi, pemerintahan dari rakyat, dan untuk

rakyat (government of, by and for the people) dihargai dan ditegakkan. Sebab

bagaimanapun juga, demokrasi yang terjadi di desa adalah demokrasi di/dari

bawah (grass-roots democracy). Dan yang harus dilakukan selanjutnya adalah

suatu cara untuk mendorong kekuatan bawah ini menjadi kekuatan-kekuatan

pembaharuan (autonomous energies) untuk menuju suatu kondisi yang lebih

baik. Berkaitan dengan hal tersebut, mendorong partisipasi masyarakat

merupakan hal yang sangat penting. Partisipasi masyarakat dalam Otonomi

Desa merupakan substansi nyata dari kemampuan masyarakat setempat untuk

mengakses potensi sumber daya yang melimpah di lingkungannya

untuk/sebagai nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa

yang bersangkutan. Bantuan pemerintah daerah berupa bantuan finansial,

program pembangunan dan pelimpahan kewenangan merupakan syarat yang

perlu dipenuhi.

Dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tantang Pemerintahan Daerah,

desa memasuki babak baru, babak transisi, ketika desentralisasi dan demokrasi

lokal mengalami kebangkitan. Semangat zaman dan pranata baru yang

membuka desentralisasi dan demokrasi lokal telah lahir. Masyarakat desa

yang mulai membuka wawasan mereka, menuntut adanya Otonomi Desa yang

sebenarnya yaitu Otonomi Desa sebagai otonomi asli, otonomi yang berdasar

Page 16: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

16

atas hak asal-usul desa. Masyarakat desa menginginkan pengembalian

kewenangan yang cukup untuk mengurus rumah tangga desanya, sehingga

bisa mandiri, sesuai dengan potensi dan sumber daya setempat serta kondisi

sosial budaya desa.

Disinilah sangat diperlukan sebuah penataan untuk setiap kegiatan

masyarakat desa. Penataan yang dimaksud disini adalah sebuah tata

pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Dalam masyarakat

desa, tata pemerintahaan desa merupakan pedoman bagi Kepala Desa beserta

perangkatnya untuk melakukan serangkaian aktivitas untuk memajukan

desanya. Sebuah tata pemerintahan desa tidak akan dapat berperan banyak dan

mungkin tinggal slogan semata, manakala sosok pemimpin tidak bertindak

sesuai fungsinya. Dalam hal ini kepemimpinan lokal yang dilaksanakan

Kepala Desa dituntut untuk lebih efektif agar dapat menggerakkan

masyarakatnya untuk mencapai kondisi yang lebih baik.

Kepala Desa sebagai sosok yang berpredikat sebagai pemimpin formal

dan berkaitan langsung dengan pemerintahan desa menjadi figur yang penting

dalam hal menggerakkan dan mengarahkan masyarakat lokal agar dapat

memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.

Pemahaman tentang kondisi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang

harus dipenuhi manakala seorang pemimpin akan menjalankan tugas dan

kewajibannya. Terlebih lagi dalam masyarakat desa yang kehidupan

kekeluargaannya lebih dominan dan mengedepankan kedekatan emosional

antara warga yang satu dengan warga yang lain. Dalam tataran ideal, seorang

Kepala Desa sebagai pemimpin lokal-formal seharusnya dapat bertindak untuk

memberi contoh yang baik kepada masyarakat dan tentunya dapat melakukan

pengendalian sosial terhadap segala hal yang dapat mengganggu ketertiban

umum.

Kepala Desa merupakan ujung tombak pelaksana kebijakan

pembangunan pemerintah di desa. Peran Kepala Desa disini sangatlah besar,

ia merupakan penguasa utama desa. Kepala Desa sebagai pemimpin formal di

desa mempunyai kewenangan pemerintahan dan menguasai lebih banyak

Page 17: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

17

aktivitas-aktivitas desa sehingga ia lebih banyak mempunyai kesempatan

untuk melaksanakan pembangunan. Kepala Desa sebagai penguasa tertinggi di

desa mau tidak mau mempunyai “kekuatan” untuk menggerakkan masyarakat

desanya, dengan atau tanpa paksaan, menuju arah yang diinginkan Kepala

Desa tersebut. Posisi sentral di desa yang dipegang oleh Kepala Desa ini

menjadi posisi yang strategis untuk melakukan hal-hal tersebut diatas. Karena

itu perlu ditanamkan dalam diri Kepala Desa sebuah pengertian dan makna

Otonomi Desa yang sebenarnya agar ia dapat bekerja dalam kerangka otonomi

yang benar demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Namun dalam kenyataannya, selama ini Kepala Desa hanyalah sebagai

kepanjangan tangan pemerintah supra-desa. Kepala Desa sebagai pemimpin

lokal sebenarnya mempunyai peran penting dalam proses transformasi sosial.

Namun diduga, selama ini kebanyakan Kepala Desa, karena tekanan dari atas,

dan orientasinya ke atas, lebih banyak memperjuangkan kepentingan

pemerintah daripada kepentingan rakyat3. Pada UU Nomor 5 tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa menjelaskan bahwa Kepala Desa menjalankan

hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa yaitu

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara

dan penanggung jawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan desa,

urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman dan keteriban

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

menumbuhkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai

sendi utama pelaksanaan pemerintahan desa. Substansi aturan tersebut

berimbas pada memusatnya kekuasaan desa kepada seorang Kepala Desa.

Kepala Desa bertindak sebagai intermediator di satu sisi dan integral sebagai

warga masyarakat.

Untuk lebih jelas lihat gambar berikut :

3 Muhammad Irfan Islamy, 1996, Kades Punya Peran Penting dalam Transformasi Sosial,

http://www.surabayapost.co.id/96/11/12/03UJI.HTML, 12 November 1996, diakses pada tanggal 3 April 2006

Page 18: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

18

Gambar 1

Dualisme Posisi Kepala Desa

Sumber : Retrospeksi Sistem Nilai dan Kultur Pemerintahan Desa Yang

Berwawasan kemandirian, 2001, hlm. 52

Posisi Kepala Desa selaku ujung tombak masyarakat desa lebih jelas

karena ia adalah pilihan rakyat, pemimpin desa dan mengepalai atau

memimpin lembaga-lembaga desa (LMD dan LKMD). Dampak lebih jauh

dari kondisi terpusat dan memusat pada seorang Kepala Desa yaitu

terbentuknya kultur individu semu. Pemberangusan heterogenitas pada

homogenitas dan munculnya kebersamaan yang dilandasi pamrih. Dan ini

tentu saja kurang efektif untuk terus diterapkan.

Kenyataan lain, yaitu bahwa kadang seorang Kepala Desa tidak

mempunyai latar belakang pendidikan yang mendukung tugasnya sebagai

pemimpin Desa. Latar belakang pendidikan ini merupakan hal yang penting

walaupun bukan segala-galanya, namun paling tidak akan mendukung ia

dalam menjalankan perannya sebagai seorang Kepala Desa. Tingkat

pendidikan akan mempengaruhi kerangka pikir, kesadaran, kemampuan

berkomunikasi atau bersikap, bertindak, termasuk menilai serta mengambil

keputusan apa saja yang menyangkut kebutuhan dan kepentingannya.

Pendidikan dari waktu ke waktu senantiasa berubah seiring dengan

perkembangan zaman dan kebutuhan manusia. Dengan demikian manusia

sebagai individu mampu mengkaji keuntungan ataupun kerugian informasi-

informasi yang datang kepadanya kemudian memilah mana yang baik untuk

diri sendiri. Akhirnya pendidikan akan menjadi instrumen pembangun bagi

Lebih kuat dari

Kepala Desa

PEMERINTAH

MASYARAKAT

Page 19: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

19

pribadi manusia dan masyarakat. Selama ini, Kepala Desa hanyalah orang

yang dipercayai oleh masyarakat mampu memimpin desa tersebut ataupun

juga karena uang yang mereka peroleh dalam setiap kampanye Kepala Desa.

Penduduk desa jarang sekali melihat kemampuan seseorang secara akademik

untuk dijadikan pemimpinnya. Pendidikan di desa belum merupakan prasyarat

penting untuk mencapai status kepemimpinan, lain halnya dengan di kota

dimana pendidikan dapat menjadi dasar kepemimpinan.

Akibat dari kondisi yang secara umum masih dalam masa “proses

penyesuaian” antara kemampuan dan pengalaman pribadi yang sebenarnya

dengan sejumlah tugas dan fungsi yang serba baru dan banyak yang harus

dihadapinya berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka dapatlah

dipahami dan dimaklumi bilamana banyak kasus yang timbul di desa-desa4.

Kasus-kasus yang timbul di desa banyak sekali disebabkan oleh kekeliruan

dalam mengambil keputusan atau bertindak, akibat pengetahuan tentang

hukum, administrasi dan manajemen yang minimum sekali dimiliki oleh

Kepala Desa maupun Perangkat Desa.

Seperti telah dikemukakan di atas, ada aspek negaranisasi pada masa

Orde Baru yang telah menciptakan kematian demokrasi di tingkat Desa5. Di

sepanjang Orde Baru, Desa merupakan sebuah miniatur negara yang dikelola

secara sentralistik dan otoriter. Kepala Desa adalah “penguasa tunggal” yang

mengendalikan segala hajat hidup orang desa. Pada masa itu, sangat sulit

mengganti seorang Kepala Desa. Kepala Desa bukanlah pemimpin masyarakat

yang berakar dan legitimate di mata masyarakat, melainkan menjadi bagian

dari birokrasi negara yang mempunyai segudang tugas kenegaraan yaitu

menjalankan birokratisasi di level desa, melaksanakan program-program

pembangunan, memberikan pelayanan admnistratif kepada masyarakat, serta

melakukan kontrol dan mobilisasi warga desa.

4 Unang Sunardjo, 1984, Tinjauan Singkat tentang : Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung,

Tarsito, hlm. 149 5 Yumiko M. Prijono, 1984; Sutoro Eko, 2001, dalam Sutoro Eko ed., 2005, Manifesto Pembaharuan

Desa Persembahan 40 tahun STPMD “APMD”, Yogyakarta, APMD Press, hlm. 13

Page 20: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

20

Jika pemerintah Desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka Kepala

Desa merupakan personifikasi dan representasi pemerintah desa. Semua mata

di desa ditujukan kepada Kepala Desa secara personal. Kepala Desa selalu

tampil dominan dalam urusan publik dan politik, tetapi ia tidak

mengembangkan sebuah tata pemerintahan yang bersendikan transparansi,

akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan dan kebersamaan. Yang terjadi

adalah sebaliknya penundukan secara hegemonik terhadap warga, karena

Kepala Desa merasa dipercaya dan ditokohkan oleh warga. Kepala Desa

mempunyai citra diri benevolent atau sebagai wali yang sudah dipercaya dan

diserahi mandat oleh rakyatnya, sehingga Kepala Desa tidak perlu bertele-tele

bekerja dengan semangat partisipatif dan transparansi, atau harus

mempertanggung jawabkan tindakan dan kebijakannya di hadapan publik.

Selain itu, jabatan Kepala Desa tergolong basah. Ketika itu kegiatan

pembangunan pedesaan dikendalikan melalui bureaucratic line scenes6

,

dengan menempatkan Kepala Desa pada posisi cukup sentral dalam proses

implementasi pembangunan pedesaan. Kepala Desa bukan hanya berperan

sebagai administrator pemerintahan desa, tetapi juga menjadi agen

pembangunan pedesaan. Kepala Desa diserahi memimpin Lembaga

Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Lembaga Musyawarah Desa

(LMD), dua lembaga yang difungsikan sebagai kepanjangan tangan

pemerintah. Implementasi proyek-proyek pembangunan yang hadir dari

berbagai departemen (seperti pertanian, kesehatan, tenaga kerja) melibatkan

Kepala Desa. Lalu, anggaran yang mengalir bersamaan proyek-proyek itu juga

sepengetahuan bahkan sebagian di bawah kendali Kepala Desa.

Dalam kondisi semacam itu, Kepala Desa memiliki akses politik

sekaligus ekonomi yang sangat besar, melampaui akses politik dan ekonomi

yang dimiliki oleh elite-elite desa lainnya. Tidak mengherankan apabila

kemudian posisi Kepala Desa agak sentral dalam struktur kekuasaan pedesaan.

Studi yang Sunyoto Usman lakukan di beberapa desa santri di Jawa Timur

(1986) bahkan memperlihatkan posisi dan peran tokoh-tokoh agama (kiai

6 Sunyoto Usman, 2006, Di Balik Unjuk Rasa Kepala Desa, Rabu, 15 Maret 2006, www.kompas.com

Page 21: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

21

desa) ketika itu semakin terpinggirkan. Kiai yang semula menyandang sifat

kepemimpinan polymorphic (menjadi panutan dalam bidang agama sekaligus

politik, ekonomi, dan kultural), bergeser menjadi monomorphic (hanya

sebagai pemimpin agama). Hal serupa melanda para pemimpin informal desa

lainnya.

Dengan munculnya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, hal-hal tersebut sudah mulai berubah. Kepala Desa mempunyai tiga

basis pertanggung jawaban7, yaitu mereka adalah subyek atas pemilihan

Kepala Desa setiap lima tahun; mereka bertanggung jawab terhadap penduduk

desa melalui Badan Perwakilan Desa (BPD); dan mereka harus memberikan

laporan pertanggung jawaban tahunan kepada atasan (BPD dengan tembusan

kepada Bupati. Ini berarti bahwa Kepala Desa bertanggung jawab langsung

kepada Kabupaten; mereka mempunyai tanggung jawab terhadap penduduk

desa dan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada rapat

BPD. Kekuasaan Kepala Desa dan Pamong Desa terbatas hanya pada fungsi-

fungsi eksekutif. Di Desa sekarang ada pemisahan kekuasaan dan Kepala Desa

tidak lagi berkuasa penuh, berorientasi keatas, ataupun didukung oleh

kekuasaan yang lebih tinggi.

Dan melalui Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, posisi dan peran Kepala Desa agak melemah. Struktur

kekuasaan pedesaan yang semula bersifat monolitik dengan menempatkan

Kepala Desa pada posisi penting dalam proses formulasi dan eksekusi

keputusan, menjadi terbagi, sehingga jabatan Kepala Desa menjadi tidak basah

lagi.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Kepala Desa sebagai sosok

sentral dan pemimpin lokal-formal tertinggi di tingkat desa menjadi salah satu

bagian dari pemimpin masyarakat yang perlu dicermati. Adanya

ketidaksesuaian antara idealisme peran Kepala Desa dengan kenyataan yang

ada membuat penelitian untuk mengetahui peran Kepala Desa menjadi hal

7 Hans Antlöv – program officer Ford Foundation di Jakarta, pengantar dalam Tumpal P. Saragi, 2004,

Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa : Altermatif Pemberdayaan Desa, Jakarta, CV. Cipruy

Page 22: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

22

menarik untuk dilakukan apalagi dalam Otonomi Desa yang selama ini masih

menjadi polemik. Dalam penelitian ini akan dibahas lebih dalam mengenai

permasalahan tersebut di atas hal-hal yang berkaitan lainnya.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dari penjelasan yang dikemukakan dalam latar belakang di atas,

mengenai mengapa penelitian ini harus dilaksanakan, dapat diambil sebuah

rumusan masalah pokok dari penelitian ini yaitu :

“Bagaimana peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa?"

C. Tujuan Penelitian

Sebagai suatu penelitian yang terencana, terorganisir, dan terarah

dengan baik, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kepala Desa

dalam Otonomi Desa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan atau diinginkan dalam penelitian ini, antara lain

memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat mengembangkan kajian dan konsep yang

lebih mendalam tentang peran Kepala Desa, sebagai pemimpin desa, dalam

Otonomi Desa serta implementasinya sehingga dapat dijadikan dasar dan

acuan untuk penelitian selanjutnya. Selain itu konsep tersebut diharapkan

dapat berkembang dan meningkatkan mutu pemerintahan desa sehingga dapat

mencapai Otonomi Desa yang ideal.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan:

a. Dapat memberikan manfaat bagi Kepala Desa Sumbersari dalam

mengelola pemerintahan desanya menyangkut fungsi dan perannya

sebagai pemimpin formal desa dalam meningkatkan mutu atau kualitas

Otonomi Desa.

Page 23: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

23

b. Di samping itu, juga sebagai input bagi pengelola pemerintahan desa

lainnya maupun pemerintahan supra-desa dalam menentukan arah

kebijakan yang menuju pada upaya perbaikan mutu pemerintahan dan

pembangunan desa.

c. Selanjutnya manfaat yang diharapkan berupa pengetahuan mengenai

peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa, yang dapat dijadikan acuan bagi

pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk penelitian selanjutnya yang

ingin dikembangkan.

Page 24: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

24

BAB II

KERANGKA TEORI

Bab ini mengemukakan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini

yaitu: Otonomi Daerah, Otonomi Desa, dan juga mencoba menjelaskan mengenai

konsep Peran Kepala Desa. Adapun teori-teori tersebut akan dijadikan landasan

sekaligus sebagai alat pembatas dalam upaya melakukan analisis serta

mengungkapkan gejala-gejala yang berkenaan dengan objek penelitian ini.

A. Otonomi Daerah

Sebenarnya otonomi bukanlah hal yang baru di Indonesia, sejak zaman

pemerintahan Orde Lama hingga pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,

bangsa Indonesia telah mengenal konsep otonomi. Dalam beberapa buku, kata

otonomi disebutkan dengan istilah lain misalnya desentralisasi,

dekonsetralisasi, pelimpahan wewenang dan lain-lain yang pada hakekatnya

sama. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 5

mendefinisikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan8.

Otonomi yang kini banyak dipahami masyarakat adalah otonomi

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Otonomi ini ada karena pemerintah negara

mendesentralisasikan wewenang pengelolaan publik kepada pemerintah

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sistem pemerintahan yang desentralistis

merupakan kebalikan dari sistem yang sentralistis yaitu wewenang pembuatan

keputusan berbagi urusan publik berada di tangan pemerintah pusat. Pejabat-

pejabat di propinsi dan Kabupaten hanya merupakan kepanjangan tangan dari

pemerintah pusat. Sebaliknya pada sistem desentralisasi sebagian kewenagann

pengelolaan urusan publik dilimpahkan kepada propinsi dan Kabupaten.9

8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pasal 1 ayat 5 9 Agus Dwiyanto, dkk., 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta,

Gadjah Mada University Press, hlm. 47

Page 25: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

25

Seperti telah diungkapkan di atas, otonomi dikenal pula dalam kata

“desentralisasi”. Definisi yang diberikan terhadap kata desentralisasi sangat

beragam. Salah satunya adalah Cheema dan Rondinelli (1983) yang

memahami decentralization secara luas, yaitu perpindahan kewenagan atau

pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah serta manajemen dan

pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah10

. Menurut

mereka ada empat bentuk desentralisasi, yaitu dekonsentrasi, delegasi,

devolusi dan privatisasi atau debirokratisasi11

.

Dekonsentrasi merupakan pengalihan kewenangan (dan tanggung

jawab) administrasi dalam suatu departemen. Dalam hal ini tidak ada transfer

yang nyata karena bawahan menjalankan kewenangan atas nama atasannya

dan bertanggung jawab kepada atasannya. Sedangkan delegasi merupakan

pelimpahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi-

organisasi di luar struktur birokrasi pemerintah dan dikontrol tidak secara

langsung oleh pemerintah pusat. Sementara devolusi adalah pembentukan dan

pemberdayaan unit-unit pemerintah di tingkat lokal oleh pemerintah pusat.

Pemerintah puat melakukan kontrol seminimal mungkin dan terbatas pada

bidang-bidang tertentu. Inilah yang dalam praktiknya dipahami sebagai

desentralisasi oleh masyarakat. Terakhir adalah privatisasi atau debirokratisasi

yaitu pelepasan tanggung jawab kepada organisasi-organisasi non-pemerintah

(NGO) atau perusahaan-perusahaan swasta.

Definisi lain dikemukakan oleh B.C. Smith, yaitu desentralisasi adalah

“Delegation of power to lower levels in a territorial hierarchy whether the

hierarchy in one of governments within a state or offices within a large scale

organization : on the study of politics decentralization refers to the territorial

distribution of power”. Dalam pengertian ini, bila dikaitkan dengan bentuk-

bentuk desentralisasi menurut Cheema dan Rondinelli, dapat dikatakan bahwa

pengertian Smith sesuai dengan pengertian desentralisasi sebagai devolusi.

Dalam pengertian Smith, pemerintah memberikan kewenangan kepada daerah

10 Agus Dwiyanto, dkk., 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta, PSKK

UGM, hlm. 18 11 Agus Dwiyanto, dkk., 2005. op.cit., hlm. 47

Page 26: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

26

(teritorial) untuk mengelola daerahnya sendiri demi kepentingan

masyarakatnya yang penyelenggaraannya dilakukan oleh organ daerah.

Sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan pengertian

desentraliasi sebagai berikut : “Desentralization refers to the transfer of

authority away from the national capital whether by deconcentration (i.e

delegation) to field offices or by the devolution to local authorities or local

bodies.”. Pengertian ini sedikit berbeda dengan pengertian yang dikemukakan

oleh Cheema dan Rondinelli diatas, PBB mengemukakan bahwa desentralisasi

dapat dilakukan dengan mendelegasikan kewenangan kepada pejabat-pejabat

di luar ibukota (dekonsentrasi) maupun kepada kantor atau lembaga otonom di

tingkat lokal (devolusi). Dengan dekonsentrasi berarti terdapat perangkat

wilayah yang berada di luar kantor pusat. Departemen pusat melimpahkan

kewenangan dan tanggung jawab bidang tertentu yang bersifat administratif

kepada pejabat mereka yang berada di wilayah/daerah tanpa menyerahkan

kekuasaan sepenuhnya. Dengan demikian pertanggung jawaban akhir tetap

berada di tangan departemen pusat. Dalam devolusi, sebagian kekuasaan yang

diserahkan kepada badan politik di daerah merupakan kekuasaan penuh untuk

mengambil keputusan baik secara politik meupun administratif. Dengan

demikian tidak hanya sekadar pelimpahan tugas dan fungsi namum juga

penyerahan kekuasaan.

Desentralisasi atau otonomi selalu berkaitan dengan demokrasi yang

tidak hanya di tingkat pusat atau pemerintah tapi juga di tingkat daerah.

Desentralisasi di tujukan untuk mewujudkan efisiensi, ekonomis, dan

efektivitas (3E‟s) baik itu dalam hal teknik administrasi ataupun dalam

praktek12

. Dalam demokrasi selalu ada interaksi politik yang berupa tarik

menarik kepentingan antara pusat, Provinsi dan Kabupaten yang akhirnya

dapat menimbulkan conflict of interest. Untuk menghindari konflik-konflik

tersebut, diperlukan upaya demokrasi. Demokrasi dalam desentralisasi atau

otonomi terwujud dalam bentuk “local democracy” yang menyangkut sharing

12 Warsito Utomo, disampaikan dalam kuliah mata kuliah Isu Kebijakan Otonomi Daerah Jurusan Ilmu

Administrasi Negara, 01 Maret 2006

Page 27: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

27

of power, distribution of income, and empowering of regional

administration13

. Inilah bentuk desentralisasi atau otonomi yang diharapkan

diterapkan secara menyeluruh, tidak hanya salah satu bentuk.

Pelaksanaan otonomi daerah haruslah dilengkapi dengan sarana-sarana

yang memadai untuk tercapainya otonomi daerah seperti yang diharapkan.

Sarana-sarana tersebut antara lain adalah adanya good governance, rekrutmen

kepala daerah yang demokratis, birokrasi yang sehat dan aparat yang berpihak

kepada rakyat, berjiwa wirausaha, mempunyai kapasitas dan integritas14

. Dari

sarana yang dikemukakan tersebut, terlihat bahwa peran seorang kepala

daerah atau siapapun yang berperan sebagai pemimpin di suatu wilayah yang

diberi otonomi sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan

pembangunan dan pengembangan wilayah yang bersangkutan.

Akhirnya, dari uraian mengenai otonomi daerah diatas, dapat

dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah tak lain adalah

sebuah pelimpahan wewenang yang disertai dengan pemberian kekuasaan,

pembagian pendapatan, dan juga upaya pemberdayaan administrasi daerah

yang dalam pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kualitas kepala daerah.

B. Otonomi Desa

Desa merupakan basis ekonomi terkecil yang menjadi inti dari

pembangunan bangsa. Keberadaan desa diakui dalam perundang-undangan

membuat desa harus mempunyai peranan dalam mekanisme pemerintahan

otonomi. Hak-hak sebuah desa diakui sebagai dinamika organisasi di tengah

pemerintahan otonomi yang modern. Dengan ini dapat dikatakan bahwa desa

sebenarnya merupakan daerah dengan hak otonomi tersendiri. Secara historis

otonomi bagi desa adalah otonomi asli, melalui otonomi aslinya inilah desa

merupakan daerah yang otonominya terbesar, hal ini disebabkan dalam

mengatur pemerintahannya diperoleh sendiri dan bukan dari pihak

13 Warsito Utomo, 2006, op.cit 14 Nur Achmad Affandi, 2005, Pilkada Langsung dalam Memperkuat Demokrasi di Daerah,

dipresentasikan dalam seminar nasional “Agar Pilkada Langsung Tidak Menyandera Demokrasi”, diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UGM, Yogyakarta, 9 April 2005

Page 28: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

28

pemerintahan diatasnya (supra-desa). Kenyataannya bahwa saat ini otonomi

asli banyak terintervesi dengan masa transisi dari UU mengenai desa

sebelumnya. Otonomi Desa telah lahir semenjak pemerintahan Hindia Belanda

yaitu dengan terbitnya IGO (Inslandseche Gemeente Ordonantie) pada tahun

1906 bagi desa di Jawa dan Madura dan tahun 1938 bagi desa di luar Jawa

dan Madura15

. Pada garis besarnya kedua peratiran itu memberikan

kesempatan kepada penduduk pribumi untuk mengatur, mengurus kepentingan

masyarakatnya.

Berbeda dengan daerah yang mempunyai posisi tunggal, desa

mempunyai posisi ganda dan ambigu, sehingga tidak jelas dan sangat sulit. Di

satu sisi, karena alasan historis-sosiologis, desa merupakan kesatuan

masyarakat hukum (self governing community), yang membuatnya disebut

sebagai “otonomi asli” berdasarkan hak dan kewenangan asal usul atau adat

setempat. Desa mengelola sendiri dan mandiri terhadap tanah ulayat (di Luar

Jawa), tanah bengkok (di Jawa), pengairan, pernikahan, adat istiadat, warisan,

penyelesaian sengketa lokal, pembentukan organisasi pemerintahan, jalan

kampung, kuburan, dan barang-barang publik lain yang bersifat lokal.

Sebagai konsekuensi dari “otonomi asli”, maka Perangkat Desa (pamong

desa) dan pembiayaan atas pengelolaan desa ditopang dengan sumberdaya

ekonomi lokal dan swadaya masyarakat setempat.

Di sisi lain, desa juga mempunyai posisi sebagai unit pemerintahan

lokal (local government) atau bahkan sebagai unit pemerintahan negara yang

ada di desa (local state government). Sebagai unit pemerintahan lokal, desa

mempunyai organisasi pemerintahan yang mempunyai beban tugas membantu

pemerintah dalam mengelola administrasi pemerintahan dan pelayanan publik.

Karenanya, pamong desa memperoleh sedikit insentif dari pemerintah.

Meski tidak pupuler dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Otonomi Desa harus didorong terus untuk memperkuat

posisi desa sebagai self governing community dan local self government. Jika

15 Mubyarto, 1991, Kajian Sistem Desa-Desa Perbatasan di Kalimantan Timur P3PK UGM, Yogyakarta,

Aditya Media, hlm. 118

Page 29: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

29

mengikuti skema desentralisasi, antara self governing community dan local

self government bukankah dua status desa yang bertentangan16

. Prinsip dasar

pertama, desentralisasi atau otonomi merupakan bentuk pengakuan negara

terhadap self governing community dan prinsip selanjutnya adalah pembagian

kewenangan dan keuangan kepada desa untuk membuat desa sebagai local self

government.

Skema desentralisasi atau otonomi yang bisa dibawa ke desa yaitu

pertama desentralisasi politik (devolusi) yakni menegaskan bahwa desa

sebagai entitas yang otonom atau sebagai local self government, seperti

otonomi daerah yang kemudian diikuti dengan dengan pembagian kekuasaan

dan kewenangan serta tanggung jawab kepada desa untuk mengelola

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik dasar di desa. Kedua,

desentralisasi pembangunan. Skema ini merupakan devolusi perencanaan desa

yang menegaskan bahwa desa berwenang membuat perencanaan sendiri

(village self planning). Gagasan utama desentralisasi pembangunan adalah

menempatkan desa sebagai entitas yang otonom (mandiri) dalam pengelolaan

pembangunan. Dengan demikian, perencanaan pembangunan desa dari bawah

ke atas (bottom up), sesuai dengan batas-batas kewenangan yang dimiliki

desa. Desentralisasi politik dan desentralisasi pembangunan di atas tidak akan

berjalan jika tidak diikuti dengan skema Otonomi Desa yang ketiga yaitu

desentralisasi keuangan (fiskal) sampai ke desa. Tujuannya adalah untuk

memastikan perimbangan keuangan antara pusat, daerah, dan desa. Dana

Alokasi Umum, misalnya harus di bagi secara seimbang antara Provinsi,

kebupaten/Kota dan desa. Demikian juga pembagian tentang dana

perimbangan tentang dana perimbangan (Pajak Bumi dan Bangunan, Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan sumber daya alam)

maupun pemberian taxing power kepada desa.

Otonomi Desa adalah kemandirian desa tetapi hal itu lebih dari sekedar

swadaya seperti yang dipahami masyarakat (dan pemerintah) saat ini.

Kemandirian bukanlah “kesendirian” dan Otonomi Desa bukan masalah

16 Sutoro Eko, dkk., 2005, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, Yogyakarta, IRE PRESS, hlm. 45

Page 30: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

30

internal desa. Otonomi Desa tidak terlepas dari konteks relasi desa dengan

supra desa, hal ini dikarenakan desa merupakan bagian dari negara yang juga

menjalankan sejumlah kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah. Otonomi

Desa merupakan persoalan pemerataan dan keadilan hubungan antara negara

dan desa. Desa, khususnya pemerintah desa, mempunyai hak bila berhadapan

dengan negara, sebaliknya, negara juga mempunyai kewajiban dan tanggung

jawab kepada masyarakat desa.

Melampaui batas-batas lokalitas internal desa, Otonomi Desa

mengandung prinsip keleluasaan (discretionary), kekebalan (imunitas) dan

kapasitas (capacity)17

. Keterpaduan antara keleluasaan dan kapasitas akan

melahirkan kemandirian desa, yakni kemandirian mengelola pemerintahan,

mengambil keputusan, dan mengelola sumber daya lokal sendiri yang sesuai

dengan preferensi masyarakat lokal. Kemandirian merupakan kekuatan atau

sebagai sebuah pra kondisi yang memungkinkan proses peningkatan kualitas

penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pengembangan

prakarsa dan potensi lokal, pelayanan publik dan kualitas hidup masyarakat

desa secara berkelanjutan.

Otonomi erat kaitannya dengan masalah pembagian atau distribusi

kewenangan. Demikian pula tentang kewenangan desa. Menurut ketentuan

formal, kewenangan desa adalah hak dan kekuasaan pemerintahan desa dalam

rangka Otonomi Desa, yang artinya hak untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat sesuai kondisi dan sosial budaya setempat. Ada

empat tipe kewenangan desa18

, pertama kewenangan generik (asli) yang sering

disebut sebagai kewenangan asal usul yang melekat pada desa sebagai

kesatuan masyarakat hukum. Kewenangan inilah yang disebut sebagai

property right komunitas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri atau yang sering disebut sebagai wujud otonomi asli. Kewenangan ini

erat kaitannya dengan posisi desa sebagai self governing community. Kedua,

kewenangan devolutif, yaitu kewenangan yang melekat kepada desa karena

17 Sutoro Eko, dkk., 2005, ibid, hlm. 53 18 Sutoro Eko, dkk., 2005, ibid, hlm. 58

Page 31: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

31

posisinya sebagai pemerintahan lokal (local self government). Ketiga,

kewenangan distributif, yaitu kewenangan bidang pemerintahan yang dibagi

oleh pemerintah kepada desa. Yang terakhir yaitu kewenangan “negatif” yang

merupakan kewenangan desa menolak tugas pembantuan dari pemerintah jika

tidak disertai pendukungnya atau jika tugas itu tidak sesuai dengan kondisi

masyarakat setempat.

Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Derah juga

telah dirumuskan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa. Yaitu

urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan

pengaturannya kepada desa; tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah

Provinsi, dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota; dan urusan pemerintahan

lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu desa

dapat dikatakan otonom secara ideal jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Adanya kemandirian dan keleluasaan dalam mengelola pemerintahan desa

(urusan internal desa).

2. Adanya kemandirian dalam perencanaan pembangunan (berjalannya

sistem village self planning) sesuai dengan batas-batas kewenangan yang

dimiliki desa.

3. Pengelolaan pembangunan secara partisipatif dan mandiri.

4. Adanya kelembagaan desa yang dibentuk dan dikelola mandiri sesuai

dengan peraturan ataupun hukum positif yang berlaku yang disesuaikan

dengan nilai-nilai adat dan sosial budaya setempat.

5. Adanya hubungan yang harmonis antara desa dengan pihak luar desa.

6. Adanya hukum (di tingkat desa) yang mendukung demokratisasi

masyarakat dan pemerintahan desa.

7. Pembuatan peraturan desa yang diproses melalui konsultasi publik

bersama para aktor (stakeholders) di tingkat desa.

8. Mempunyai akses yang kuat dalam memutuskan berbagai hal yang

menyangkut kehidupan dan penghidupan desa dan masyarakat.

Page 32: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

32

9. Minimalisasi intervensi pemerintahan supra-desa.

Penjelasan mengenai Otonomi Desa tersebut membawa kepada

sebuah pemahaman bahwa Otonomi Desa yang dimaksud disini adalah

keleluasaan dan kemandirian desa untuk mengatur pemerintahannya sesuai

dengan sistem sosial budaya setempat (adat istiadat) atau berprinsip pada

desa sebagai kesatuan masyarakat hukum (self governing community) dan

desa sebagai entitas yang otonom (local self government).

C. Peran Kepala Desa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran didefinisikan sebagai

seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan

dalam masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas yang harus

dilaksanakan oleh orang tersebut. Pendapat lain dikemukakan oleh Blalock Jr.

yang mengatakan bahwa peranan adalah konsep yang dipakai untuk

mengetahui pola tingkah laku yang teratur dan relatif bebas dari orang-orang

tertentu yang kebetulan menduduki berbagai posisi, dan menunjukkan tingkah

laku19

. Jadi dapat dikatakan bahwa peran yang dijalankan oleh individu

tersebut berkaitan erat dengan posisi atau kedudukannya dalam suatu bentuk

sistem sosial tertentu.

Tak jauh berbeda dengan pendapat Blalock, Pareek mengemukakan

bahwa peran adalah sekumpulan fungsi yang dijalankan oleh seseorang

sebagai tanggapan terhadap harapan-harapan dari para anggota lain yang

penting dalam sistem sosial yang bersangkutan; dan harapan-harapan sendiri

dari jabatan yang ia duduki dalam sistem sosial itu20

. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Soekanto yang mengatakan bahwa peranan lebih banyak

menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses21

. Atau

dengan kata lain peran merupakan wujud dari penyesuaian diri terhadap

19 Hubert M. Blalock, Jr., 1987, Pengantar Penelitian Sosial, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 105 20 Udai Pareek, 1985, Mendayagunakan Peran-Peran Keorganisasian, Jakarta, PT Pustakan Binaman

Pressindo 21 Soerjono Soekanto, 1981, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, UI Press, hlm. 146

Page 33: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

33

kedudukan atau posisi yang dimiliki dalam suatu sistem sosial tertentu.

Sehingga proses pelaksanaan peran tersebut menjadikan pelaku tersebut

menjalankan suatu fungsi tertentu.

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kejelasan

peran, yaitu :

1. Adanya kepastian akan kewenangan yang dimiliki

2. Tingkat kepastian akan sasaran dan tujuan dari pekerjaan

3. Adanya rasa tanggung jawab atas suatu pekerjaan

4. Tingkat kepastian pembagian waktu kerja

5. Tingkat ketepatan pembagian waktu kerja

6. Adil tidaknya beban kerja dan volume kerja yang harus dikerjakan

7. Tingkat kejelasan mengenai pelaksanaan tugas yang diberikan oleh atasan.

Konsepsi peranan merupakan kunci integritas orang dengan organisasi.

Orang dan organisasi bertemu melalui peranan. Organisasi mempunyai

struktur dan sasarannya sendiri. Demikian pula, orang mempunyai kepribadian

dan kebutuhannya (motivasi). Ini semua berinteraksi, dan diharapkan akan

sedikit banyak berintegrasi di dalam peran. Peran juga merupakan suatu

konsepsi sentral dalam motivasi kerja. Berikut adalah gambar Peran sebagai

suatu titik terpadu dari organisasi dan individu:

Gambar 2

Peran sebagai Suatu Titik Terpadu dari Organisasi dan Individu

Hanya melalui peranan, orang dan organisasi saling berinteraksi. Ini

merupakan daerah tumpang tindih. Konsepsi ini diperlihatkan dalam gambar

berikut :

ORGANISASI STRUKTUR SASARAN

INDIVIDU KEPRIBADIAN KEBUTUHAN

PERAN

Sumber : Mendayagunakan Peran-Peran Keorganisasian, 1985, hlm. 9

Page 34: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

34

Gambar 3

Peran sebagai Daerah Interaksi antara Organisasi dan Individu

Dari kedua gambar diatas, terlihat bahwa peran selalu dibebankan

kepada seseorang. Hal inilah yang menyebabkan sumber daya manusia tak

dapat dipisahkan dengan peranan (role). Sumber daya manusia yang

diinginkan disini adalah sumber daya manusia yang berkualitas karena secara

empiris keberadaan faktor lain sangat tergantung dari faktor ini. Misalnya,

desa akan kesulitan dalam mengembangkan diri dan melangsungkan hidupnya

tanpa sumber daya manusia yang berkualitas walaupun ia memiliki sumber

daya alam, sarana dan prasarana yang baik.

Faktor sumber daya manusia yang secara potensial berpengaruh

terhadap pelaksanaan Otonomi Desa adalah aparatur pemerintahan desa,

khususnya Kepala Desa. Tak dapat dipungkiri bahwa kelangsungan atau

keberhasilan pembangunan daerah sangat bergantung pada pemimpin daerah

yang bersangkutan. Begitupun dalam pembangunan desa, Kepala Desa

sebagai pemimpin desa (secara formal) mempunyai peran penting dalam

menentukan keberhasilan pembangunan di desanya. Kepala Desa adalah wakil

desa yang ditunjuk secara formal dan dipercaya oleh pemerintah serta

masyarakat desa untuk menjalankan tugas maupun fungsinya sebagai pucuk

pimpinan organisasi pemerintahan desa. Menurut Ndraha (1991 : 152), Kepala

Desa sebagai wakil pemerintah di desa yang bersangkutan adalah penguasa

tunggal dalam arti:

1. Memimpin pemerintahan desa

2. Mengkoordinasikan pembangunan desa

3. Membina kehidupan masyarakat di segala bidang

Keterangan :

P = Peran

Sumber : Mendayagunakan Peran-Peran Keorganisasian, 1985, hlm. 9

Individu

P Organisasi

Page 35: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

35

Kepala Desa sebagai bagian integral pembangunan desa, memegang

tugas yang lebih besar termasuk tanggung jawab kepada masyarakat desa

dibanding pemerintah atasan yang memberi tugas dan wewenang. Sebagai

bagian integral dari pembangunan desa, Kepala Desa tak terlepas dari

pemerintahan desa sebagai organisasi tempat ia bekerja dan menjalankan

perannya. Dalam 2 (dua) konsepsi peran yang telah dikemukakan diatas,

Kepala Desa juga berinteraksi dengan organisasinya yaitu pemerintahan desa.

Kepala Desa harus dapat mengintegrasikan antara kepribadian dan

kebutuhannya dengan struktur dan sasaran pemerintahan desa. Hal ini penting

dilakukan untuk menjamin peran yang dilakukan oleh Kepala Desa tersebut

terlaksana dengan baik dan sesuai dengan keinginan serta kebutuhan

masyarakat desa. Dengan peran yang dijalankannya, Kepala Desa dapat

berinteraksi dengan pemerintahan desa. Kepala Desa adalah bagian dari

pemerintahan desa dan memegang tugas dan kewajiban untuk kelangsungan

dan keberhasilan pemerintahan desa. Kepala Desa menempati posisi strategis

yang bukan saja mewarnai melainkan juga menentukan ke arah mana suatu

desa tersebut akan dibawa. Kepala Desa menjadi penting peranannya karena

dialah yang bertugas untuk memimpin dan menggerakkan partisipasi

masyarakat dalam mempercepat pembangunan desa.

Kepala Desa umumnya mempunyai peran yang cukup besar dalam

pemerintahan desa, terutama untuk desa yang didasarkan pada ikatan daerah

bukan desa yang berdasarkan atas ikatan genealogis (hubungan darah). Untuk

desa berdasar hubungan darah, Kepala Desa hanyalah bagian atau instrumen

dari sistem kekerabatan atau adat istiadat yang ada. Desa yang berdasarkan

hubungan darah ini umumnya terdapat di pelbagai daerah di luar Jawa. Desa-

desa di Jawa, kebanyakan merupakan desa yang berdasarkan ikatan daerah.

Pada desa ini, Kepala Desa tidak ditetapkan berdasar atas hukum adat tetapi

berdasar atas sistem pemilihan yang telah lama dikenal oleh masyarakat desa.

Kepala Desa ini memainkan perannya secara lebih otonom dan individual

dibandingkan Kepala Desa di luar Jawa.

Page 36: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

36

Kepala Desa sebagai aktor utama dari kepemimpinan lokal dalam

pemerintahan desa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

adalah seorang tokoh di desa yang memenuhi berbagai persyaratan, berhasil

memenangkan pemilihan (dipilih oleh rakyat desa) dan diangkat oleh

Pemerintah Republik Indonesia, sehingga menjadi pemimpin pemerintahan

tertinggi di desanya. Sejak dahulupun figur Kepala Desa sebagai pemimpin

dalam masyarakat desa itu sudah demikian adanya dalam kehidupan

masyarakat pedesaan (Sunardjo. 1984 : 148). Keberadaan sosok Kepala Desa

ini menjadi penting manakala ia dapat bertindak sebagai fasilitator, inovator

maupun motivator untuk mengarahkan warganya dalam rangka pembangunan

desa. Di samping itu juga dapat bertindak sebagai pemimpin diantara semua

Perangkat Desa untuk secara bersama melaksanakan pemerintahan desa.

Kepemimpinan merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin,

sebab seorang pemimpin harus berperan sebagai organisator kelompoknya

untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dalam hal ini, Kepala Desa

berperan sebagai organisator pemerintahan di desanya untuk mencapai tujuan

pembangunan desanya dalam Otonomi Desa. Dalam Otonomi Desa, Kepala

Desa mempunyai peran untuk mengurus kepentingan masyarakat desanya

sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.

Teori-teori kepemimpinan yang berkembang di masyarakat sangat

banyak, tetapi disini hanya akan dikemukakan tentang dua teori yang cukup

menarik perhatian pengamat dan praktisi pengembangan sosial.

1. Teori Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership) : pengikut

memberikan atribut-atribut heroik atau kemampuan kepemimpinan yang

luar biasa bila mereka mengamati perilaku-perilaku para pemimpin itu.

Pemimpin-pemimpin karismatik menampilkan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Memiliki visi yang amat kuat atau kesadaran tujuan yang jelas

b. Mengkomunikasikan visi itu dengan efektif

c. Mendemonstrasikan konsistensi dan fokus

d. Mengetahui kekuatan-kekuatan sendiri dan memanfaatkannya.

Page 37: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

37

2. Teori Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership).

Pemimpin-pemimpin transaksional membimbing atau memotivasi

pengikutnya ke arah tujuan yang telah ditentukan dengan cara menjelaskan

ketentuan-ketentuan tentang peran dan tugas. Pemimpin transaksional

memberikan upah atau hadiah sebagai motivasi dalam kerja pengikut.

Pemimpin-pemimpin transformasional memberikan pertimbangan yang

bersifat individual, stimulasi intelektual, dan memiliki kharisma.

Kepemimpinan transformasional berkembang dari kepemimpinan

transaksional.

Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah

bahwa setiap orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan

mereka inspirasi, mempunyai visi yang jelas, serta cara dan energi yang

baik untuk mencapai sesuatu tujuan baik yang besar. Bekerja sama dengan

seorang pemimpin transformasional dapat memberikan suatu pengalaman

yang berharga, karena pemimpin transformasional biasanya akan selalu

memberikan semangat dan energi positif terhadap segala hal dan pekerjaan

tanpa kita menyadarinya. Pemimpin transformasional akan memulai segala

sesuatu dengan visi, yang merupakan suatu pandangan dan harapan

kedepan yang akan dicapai bersama dengan memadukan semua kekuatan,

kemampuan dan keberadaan para pengikutnya. Mungkin saja bahwa

sebuah visi ini dikembangkan oleh para pemimpin itu sendiri atau visi

tersebut memang sudah ada secara kelembagaan yang sudah dibuat

dirumuskan oleh para pendahulu sebelumnya dan memang masih sahih

dan selaras dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan pada saat

sekarang.

Pemimpin transformasional pada dasarnya memiliki totalitas

perhatian dan selalu berusaha membantu dan mendukung keberhasilan

para pengikutnya. Tentu saja semua perhatian dan totalitas yang diberikan

pemimpin transformasional tidak akan berarti tanpa adanya komitmen

bersama dari masing-masing pribadi pengikut. Setiap peluang yang ada

akan diperhatikan dan digunakan untuk mengembangkan visi bersama

Page 38: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

38

dalam mencapai sesuatu yang terbaik. Dalam membangun pengikut,

pemimpin transformasional sangat berhati-hati demi terbentuknya suatu

saling percaya dan terbentuknya integritas personal dan kelompok. Sering

pula terjadi bahwa dalam kepemimpinan transformasional visi merupakan

identitas dari pemimpin dan atau identitas dari kelompok itu sendiri.

Pemimpin transformasional sangat memahami berbagai strategi

baru yang efektif untuk mencapai suatu tujuan yang besar. Mungkin saja

tidak dalam bentuk petunjuk-petunjuk teknis yang tersurat. Sebetulnya hal

tersebut sudah dapat kita pahami melalui visi yang ada serta dalam suatu

proses penemuan dan pengembangan dari pemimpin dan kelompok itu

sendiri. Dengan kesadaran bahwa di dalam proses penemuan dan

pengembangan mungkin saja terjadi kendala atau kegagalan. Namun setiap

kendala atau kegagalan itu hendaknya dijadikan suatu pelajaran untuk

menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai suatu tujuan yang besar

tersebut. Memang cukup sukar untuk kita dapat memahami kepemimpinan

transformasional dalam pengertian yang sedalam-dalamnya. Sudah banyak

para praktisi umum ataupun praktisi pendidikan, maupun praktisi

organisasional yang memberikan definisinya, antara lain:

“transformational leadership as a process where leader and followers

engagein a mutual process of raising one another to hinger levels of

morality and motivation (Burns, 1978) 22

”.

Kepemimpinan transformasional menurut Burns merupakan suatu

proses dimana pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling

meningkatkan dan mengembangkan moralitas dan motivasinya. Definisi

yang diungkapkan oleh Bass lebih melihat bagaimana pemimpin

transformasional dapat memberikan dampak atau pengaruh kepada para

pengikutnya sehingga terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan.

Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat

didefinisikan dan dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu

22 dalam Muksin Wijaya, Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan Outcomes

Peserta Didik, www1.bpkpenabur.or.id, hlm.6, diakses tanggal 17 November 2006

Page 39: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

39

mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu yang terlibat atau

bagi seluruh organisasi untuk mencapai performa yang semakin tinggi.

Pemimpin juga harus mengerti perannya dalam memimpin. Menurut

Covey23

, peran tersebut terdiri atas tiga aspek yaitu penunjuk jalan,

penggalangan dan pemberdayaan.

1. Penunjuk Jalan : esensi dan kekuatan peran sebagai penunjuk jalan adalah

dimilikinya visi dan misi yang kuat. Penunjukan jalan berurusan dengan

masa depan. Hal itu membuat kultur terillhami dan bersemangat

menggapai tujuan yang besar dan transenden (trancendant). Tujuan yang

dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat

dan stakeholders. Dengan demikian penunjuk jalan menghubungkan

sistem nilai organisasi dengan kebutuhan masyarakat dan stakeholders

melalui perencanaan strategik.

2. Penggalangan : terdiri atas pemastian bahwa struktur, sistem dan proses

operasional organisasi mendukung tercapainya visi dan misi organisasi di

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan semua stakeholders. Yang

amat penting prinsip penggalangan ini ialah anggota organisasi ikut

bergumul untuk mencapai visi, misi dan strategi organisasi.

3. Pemberdaya : peran ini didasarkan pada keyakinan bahwa setiap manusia

mempunyai telenta, kecerdasan, kecerdikan dan kreativitas. Namun

sebagian dari hal-hal tersebut mungkin saja masih terpendam. Bila seorang

pemimpin mempunyai penggalangansejati terhadap suatu visi bersama, ia

harus mulai bekerjasama dengan orang-orang tersebut. Maksud tujuan

menyatu adalah agar terjadi “sinergi”. Semangat dikobarkan dalam diri

orang-orang tersebut. Yang membebaskan talenta, kecerdikan, kecerdasan

dan kreativitas mereka untuk melakukan segala yang perlu dilakukan dan

konsisten dengan prinsip-prinsip yang mereka sepakati untuk mencapai

visi, nilai-nilai dan misi bersama dalam melayani masyarakat dan

stakeholders. Inilah yang dimaksud dengan pemberdayaan.

23 dalam Bernardine R.Wirjana dan Susilo Supado, 2005, Kepemimpinan : Dasar-dasar dan

Pengembangannya, Yogyakarta, Penerbit Andi, hlm. 31

Page 40: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

40

Yang perlu diingat ialah bahwa seorang pemimpin harus mampu untuk

menyatukan kumpulan keterampilan dari sinergi keadaan pikiran (mind-set)

dari keadaan saling tergantung. Kepala Desa sebagai pemimpin formal desa

juga harus mengemban ketiga peran tersebut dalam upayanya meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desanya. Sebagai penunjuk jalan, Kepala Desa

mempunyai cita-cita pembangunan, ia membuat perencanaan pembangunan

yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya desa; kemudian ia harus

menggalang masyarakat dan Perangkat Desa lain agar ikut bersama

mendukung cita-cita pembangunan tersebut; selanjutnya adalah bahwa Kepala

Desa harus melakukan kerjasama dengan seluruh komponen desa untuk

mencapai cita-cita pembangunan melalui pemikiran-pemikiran mereka.

Terlepas dari bagaimana Kepala Desa melakukan perannya sebagai

pemimpin desa, dalam prakteknya Kepala Desa mengalami banyak kesulitan.

Terutama dalam hal penentuan tujuan atau cita-cita atau visi-misi desa. Kepala

Desa sebagai pilihan rakyat mengharuskan ia untuk memenuhi kepentingan

rakyatnya dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan

rakyat, namun di lain pihak ia adalah pegawai pemerintah supra-desa yang

dibebani dengan tugas-tugas administratif dan serangkaian kewajiban dari

pemerintah supra-desa. Peran ini membuatnya lebih mementingkan

kepentingan pemerintah supra-desa (atau kepentingannya pribadi, karena

dengan mengutamakan kepentingan pemerintah supra-desa kedudukannya jadi

lebih terjamin). Perbedaan kepentingan yang harus diusung atau peran yang

diembannya ini kemudian menimbulkan konflik peran. Yaitu konflik yang

muncul dari tugas-tugas yang bertentangan dalam satu peran tunggal atau dari

tuntutan yang bertentangan dari berbagai peran yang berbeda. Konflik peran

dapat dikelola oleh rasionalisasi, pengkotakan dan oleh ajudikasi.

Rasionalisasi yaitu dimana situasi didefinisikan kembali dalam benak

pelakunya sedemikian rupa sehingga si pelaku tersebut menyadari adanya

konflik. Pengelolaan konflik melalui pengkotakan atau compartementalization

memungkinkan seseorang mengambil sikap dalam satu peran tunggal pada

suattu saat. Sedangkan ajudikasi yaitu dimana pihak ketigalah yang

Page 41: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

41

mengambil keputusan mana yang harus dilakukan. Dan untuk mengelola

konflik ini, Kepala Desa harus mempunyai tipe ataupun gaya kepemimpinan

yang tepat.

Suatu masyarakat yang ingin berkembang membutuhkan tidak saja

adanya pemimpin namun juga bentuk dan tipe kepemimpinan yang mampu

mengarahkan dan memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat,

sekaligus menegakkan aturan main yang telah disepakati oleh kelompok

masyarakat tersebut. Ada korelasi antara tipe kepemimpinan yang berkembang

di suatu masyarakat dengan sistem kepemerintahan dalam masyarakat

tersebut. Sebagai contoh, sistem kepemerintahan monarkhi akan

mengembangkan tipe kepemimpinan yang menempatkan raja sebagai

pemimpin tunggal yang bisa jadi memiliki kecenderungan otoriter.

Dalam berbagai pembahasan, gaya kepemimipinan sering dibedakan

antara gaya motivasi, gaya kekuasaan, dan gaya pengawasan24

. Dalam

perkembangannya, gaya yang paling banyak diketahui masyarakat adalah gaya

kekuasaan (power style), yaitu pemimpin yang cenderung menggunakan

kekuasaan untuk menggerakkan orang-orang. Cara bagaimana ia

menggunakan kekuasaan akan menentukan gaya kepemimpinannya. Dalam

hubungan ini dapat dibedakan antara gaya otokratik, gaya demokratik dan

gaya bebas.

1. Gaya Otokratik, yang kadang disebut kepemimpinan otoritarian. Yaitu

pemimpin yang menggantungkan pada kekuasaan formalnya, organisasi

yang dipandang sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan tujuan pribadi

dengan tujuan organisasi. Lebih daripada itu, wewenang dan juga

kekuasaan adalah milik pribadi bersumber pada statusnya sebagai

pemimpin. Kepemimpinan bersifat pribadi, pengikut adalah alat dan harus

mengikuti saja dan tidak memperoleh kesempatan untuk ikut ambil bagian

dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin yang demikian biasanya

tidak mau menerima kritik, saran atau pendapat, tidak mau berunding

24 S. Pamudji, 1992, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 123

Page 42: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

42

dengan bawahan. Kepemimpinan ini juga sering menggunakan gaya

motivasi negatif dengan ancaman dan paksaan.

2. Gaya Partisipatif, kadang juga disebut gaya demokratik. Yaitu pemimpin

yang memandang manusia adalah makhluk yang bermartabat dan harus

dihormati hak-haknya. Dengan menggerakkan pengikut lebih banyak

menggunakan persuasi dan memberikan contoh-contoh. Kepentingan dan

tujuan organisasi sejauh mungkin diintegrasikan dengan kepentingan dan

tujuan pribadi para pengikut, mengutamakan kepentingan organisasi dan

kepentingan pengikut dari pada kepentingan pemimpin. Suka menerima

kritik, saran atau pendapat serta mendorong kelomok untuk berpartisipasi

dalam pengambilan keputusandan memberikan informasi seluas-luasnya

kepada para pengikut. Pemimpin yang demikian ini bersedia

memanfaatkan pendapat kelompok, menunggu persetujuan kelompok,

berunding dengan para pengikut, mengutamakan kerjasama,

mendesentralisasikan kekuasaan, memberikan keleluasaan kepada

bawahan untuk bertindak dan mendorong bawahan untuk berprakarsa.

3. Gaya Bebas (Free-Rein Style). Yaitu kepemimpinan yang hanya mengikuti

kemauan pengikut, menghindarkan diri dari penggunaan paksaan atau

tekanan. Pemimpin lebih banyak memberikan kebebasan kepada pengikut

untuk menentukan tujuan organisasi dan dalam menghadapi permasalahan

organisasi. Karena yang demikian itu maka pemimpin seringkali bertindak

sebagai perantara (contact man)dengan dunia luar untuk menyajikan

informasi kepada kelompok. Gaya ini mempunyai kecenderungan ke arah

kekacauan (“chaos”)25

.

Dalam era reformasi, kepemimpinan desa yang merupakan suatu

fenomena kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan sangat berpengaruh

terhadap perkembangan corak, warna dan arah suatu daerah. Kepemimpinan

Daerah juga merupakan salah satu fungsi yang mendorong terwujudnya cita-

cita dan tujuan nasional, aspirasi yang berkembang dalam masyarakat dan

interaksi yang memimpin dan dengan yang dipimpin. Namun yang utama dan

25 S. Pamudji, 1992, ibid, hlm. 124-125

Page 43: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

43

pertama kepemimpinan Desa Indonesia haruslah memahami dan menghayati

nilai-nilai serta filosofi Pancasila secara intens dan bersifat integratif agar

dapat bersifat demokratis.

Keberhasilan Kepala Desa dalam memimpin desapun sangat

ditentukan oleh gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Kepala Desa

menduduki jabatan dan kekuasaannya berdasarkan pilihan dan kepercayaan

masyarakat desa. Lingkup desa yang cenderung sempit dan kondisi sosial

budaya desa yang khas, menyebabkan adanya hubungan emosional yang lebih

dekat antara Kepala Desa dengan masyarakatnya jika dibandingkan dengan

kepala daerah lainnya yang juga dipilih secara langsung. Selain itu juga

Kepala Desa adalah orang yang telah dikenal baik oleh masyarakat desanya,

dan menyebabkan komunikasi yang lebih lancar antara Kepala Desa dengan

masyarakatnya. Hal-hal tersebut mengkondisikan penerapan gaya

kepemimpinan demokratik atau partisipatif menjadi lebih efektif dilaksanakan.

Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan penerapan gaya

kepemimpinan yang lain, tergantung dari pribadi Kepala Desa, masyarakat

desa dan juga kondisi yang tengah dihadapi. Dengan gaya kepemimpinan

demokratik, seorang pemimpin akan berpegang pada sebuah paham bahwa

kekuasaan yang ada bersumber pada rakyat, dan wewenang yang dilandasi

oleh hukum itu bersumber pada perasaan keadilan yang hidup di kalangan

rakyat.

Kepemimpinan desa yang demokratis bersifat integratif memiliki pola

pikir, pola sikap dan pola tidak sebagai negarawan yang didasari atas beberapa

kriteria pokok, antara lain :

1. Terciptanya interaksi dan keterpaduan yang serasi antara pemimpin

dengan yang dipimpin.

2. Ciri, gaya, sifat, prinsip, teknik dan asas serta jenis kepemimpinan yang

handal.

Page 44: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

44

3. Strategi yang tepat sesuai dengan situasi, kondisi dan waktu yang

dihadapi26

.

Di samping kriteria-kriteria tersebut, kepemimpinan desa yang

demokratis orientasinya bersumber dari paradigma Nasional yang tercermin

dari potensi lokal. Pencapaian orientasi kepemimpinan desa juga merupakan

suatu sistem kepemimpinan baik yang bersifat statik maupun dalam dinamik.

Yang secara umum dapat iduraikan bahwa sistem dalam artian statik adalah

tatanan komponen desa secara hierarki yaitu kepemimpinan desa,

kepemimpinan politik, kepemimpinan wirausaha dan kepemimpinan sosial. Di

samping tatanan yang secara horisontal yaitu bidang ekonomi, politik, sosial

budaya dan pertahanan keamanan. Sedangkan dalam artian sistem yang

dinamik adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan yang berporos dari

komponen proses transformasi yaitu antara lain interaksi sosial, etika dan gaya

kepemimpinan dalam bentuk orientasi pembangunan yang berdimensi kepada

pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat dan stabilitas nasional

dinamik.

Gaya dan orientasi kepemimpinan desa yang demokratis harus pula

sensitif, tanggap terhadap perkembangan lingkungan strategis baik internal

maupun eksternal. Sejalan dengan perkembangan kemampuan masyarakat

dalam pembangunan, maka kepemimpinan desa dapat berperan sebagai

fasilitator, dinamisator dan motivator dalam pemberdayaan masyarakat sesuai

dengan potensi, aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang harus dipahami oleh

segenap kepemimpinan desa yang demokratis.

Sondang P. Siagian (1990) yang menyebutkan bahwa seorang

pemimpin yang baik harus memiliki dua belas sifat sebagai berikut :

1. Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya. Tugas

kepemimpinan tertentu menuntut sifat kesehatan tertentu pula.

2. Berpengetahuan dan berpengalaman luas, yang mana hal ini tidak selalu

dapat diidentikkan dengan berpendidikan tinggi. Ada sekelompok orang

26 Suratman, dkk., 2001, Retrospeksi Sistem Nilai dan Kultur Pemerintahan Desa Yang Berwawasan

Kemandirian, Sekolah Tinggi Pemerintahan dalam negeri Kerjasama Dengan Universitas Pancasakti Tegal, hlm. 38-39

Page 45: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

45

yang meskipun pendidikan tinggi, tapi pandangannya masih sempit yaitu

terbatas pada bidang keahliaannya saja. Sebaliknya, banyak orang yang

tidak berpendidikan tinggi tetapi karena pengalamannya luas dan memiliki

kemauan keras untuk mengembangkan diri, maka dia memiliki

pengetahuan yang luas tentang banyak hal.

3. Mempunyai keyakinan bahwa organisasi akan berhasil dan mencapai

tujuan yang telah ditentukan melalui dan berkat kepemimpinannya.

Kepercayaan pada diri sendiri merupakan modal yang sangat besar dan

penting artinya bagi seorang pemimpin. Tanpa keyakinan itu dalam

tindakannya, dia akan sering ragu-ragu.

4. Mengetahui dengan jelas sifat hakikat dan kompleksitas dari pada tujuan

yang hendak dicapai. Pada umumya semakin besar suatu organisasi, maka

semakin rumit pula sifat dan ruang lingkup tujuan yang hendak dicapai

dan semakin komplek pula kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan

untuk mencapai tujuan itu.

5. Memiliki stamina/daya kerja dan antusiasme yang besar. Pekerjaan

pemimpin pada dasarnya adalah pekerjaan mental yang tidak mulai pada

waktu dia tiba di tempat kerjanya dan dapat dihentikan pada waktu dia

pulang kerumahnya. Di samping itu, stamina bekerja sangat diperlukan

karena frustasi yang dihadapi oleh seseorang yang menjadi pelaksana biasa

pada umumnya kurang dari/lebih kecil bila dibandingkan dengan frustasi

yang dihadapi oleh seorang yang menduduki jabatan pemimpin.

6. Gemar dan cepat mengambil keputusan. Oleh karena tugas terpenting dari

seorang pemimpin adalah mengambil keputusan yang harus dilaksanakan

oleh orang lain, maka dia harus mempunyai keberanian untuk mengambil

keputusan dengan cepat, terutama dalam keadaan darurat yang tidak dapat

menunggu. Penundaan pengambilan keputusan pada hakekatnya

merupakan suatu kelemahan yang tidak boleh dimiliki oleh seorang

pemimpin yang baik.

7. Obyektif dalam arti dapat menguasai emosi dan lebih

banyak mempergunakan rasio. Seorang pemimpin yang emosional akan

Page 46: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

46

kehilangan oyektivitasnya karena tindakannya tidak lagi didasarkan pada

akal sehat, akan tetapi lebih sering didasarkan pada pertimbangan personal

likes and dislikes, baik terhadap seorang maupun terhadap pada

penggunaan alat-alat yang diperlukan.

8. Adil dalam memperlakukan bawahan. Keadilan di sini dimaksudkan

sebagai kemampuan memperlakukan bawahan berdasar kapasitas kerja

bawahan itu, terlepas dari masalah primordialisme seperti pandangan-

pandangan kedaerahan, kesukuan, kepartaian, ikatan keluarga, dan lain

sejenisnya. Keadilan disini juga berarti kesanggupan untuk mengenal dan

mengkompensasikan pelaksanaan tugas yang baik oleh bawahan dan

kemampuan memberikan koreksi dan bimbingan kepada bawahan yang

kurang cakap.

9. Menguasai prinsip-prinsip human relations, karena prinsip ini merupakan

inti kepemimpinan. Seorang pemimpin yang baik harus dapat memusatkan

perhatian, tindakan, dan kebijaksanaannya pada pembinaan tim kerja. Hal

ini berarti kemampuan untuk membedakan manusia dengan alat-alat /

benda.

10. Menguasai teknik-teknik berkomunikasi. Berkomunikasi dengan pihak

lain seperti sesama atasan, bawahan dan pihak luar, baik secara tertulis

maupun secara lisan adalah sangat penting karena melalui saluran-saluran

komunikasilah instruksi, nasehat, saran, ide, berita, informasi dan

bimbingan disampaikan. Menguasai teknik-teknik berkomunikasi

sekaligus berarti pula penguasaan terhadap bahasa yang biasa

dipergunakan dalam oeganisasi. Seseorang yang gugup merupakan

manifestasi ketidakmampuan berkomunikasi dengan orang / pihak lain.

11. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala terhadap

bawahannya, tergantung dari situasi dan masalah yang dihadapi. Dalam

hubungan ini harus diperhatikan pula sifat-sifat bawahan yang dihadapi.

12. Mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang semua aspek kegiatan

organisasi. Seorang pemimpin yang baik tidak boleh menganakemaskan

Page 47: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

47

suatu bagian di dalam organisasi dan menganak tirikan yang lain. Dalam

arti inilah seorang pemimpin menjadi seorang generalist.

Dalam perannya sebagai seorang pemimpin Desa, Kepala Desa juga

harus memiliki sifat-sifat yang dikemukakan diatas untuk mendorong kerja

kepemimpinannya atas sebuah desa. Kepala Desa selain itu juga harus

mempertimbangkan atau mendorong terciptanya partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat didasarkan pada pertimbangan27

:

“Bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat yang melaksanakannya adalah melalui

kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan serta masa depan masyarakat itu

dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan

untuk masa berikutnya”

Seorang Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa

warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara

pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan

Pemerintah 28

. Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang

mendapatkan dukungan suara terbanyak. Calon Kepala Desa yang terpilih

tersebut ditetapkan dengan Keputusan Badan Perwakilan Desa (BPD)

berdasarkan laporan dan Berita Acara Pemilihan dan Panitia Pemilihan dan

disahkan oleh Bupati dengan menerbitkan Keputusan Bupati tentang

Pengesahan Calon Kepala Desa terpilih. Pemilihan Kepala Desa dalam

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat

setempat yang ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan

Pemerintah.

Untuk melaksanakan pemerintah desa dengan UU Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah maka sangat diperlukan sosok pemimpin

yang bisa menaungi dan menjadi figur ideal dalam pelaksanaan tugas dan

fungsi dalam rangka memajukan desanya. Pemerintahan desa dilakukan oleh

Kepala Desa dan dibantu oleh parentah (pegawai-pegawai) desa dan mereka

27 Miriam Budiarjo, 1982, Partispasi dan Partai Politik Bunga Rampai, Jakarta, Gramedia, hlm. 2 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 203

ayat 1

Page 48: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

48

itu merupakan pemerintah desa29

. Pejabat-pejabat yang dinamakan pegawai

desa itu sebenarnya bukanlah pegawai dalam arti yang sewajarnya. Mereka

adalah pembantu dan penasehat Kepala Desa.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa mempunyai wewenang :

1. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama BPD;

2. mengajukan rancangan peraturan desa;

3. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama

BPD;

4. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa

untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

5. membina kehidupan masyarakat desa;

6. membina perekonomian desa;

7. mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

8. mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang

undangan; dan

9. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan30

.

Dan dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut, Kepala Desa

mempunyai kewajiban sebagai berikut :

1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

2. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

3. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

4. melaksanakan kehidupan demokrasi;

29 Sutardjo Kartohadikoesoemo, 1984, Desa, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 191 30 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, pasal 14

Page 49: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

49

5. melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari

Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;

6. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;

7. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan;

8. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;

9. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;

10. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;

11. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;

12. mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;

13. membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat

istiadat;

14. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan

15. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan

hidup31

.

Dalam menjalankan berbagai tugas dan kewajiban yang diembannya,

Kepala Desa tentu saja tidak bekerja sendiri. Menurut UU Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintahan

Desa adalah Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa. Dan

yang dimaksud dengan Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dengan

Perangkat Desa, yang didalam Perangkat Desa terdapat Sekretaris Desa dan

Perangkat Desa lainnya. Dan dalam prakteknya, pemerintahan desapun sangat

didukung oleh masyarakat desa, tokoh masyarakat yang ada di desa, dan juga

lembaga kemasyarakatan yang ada di desa. Berikut adalah gambar

pemerintahan desa :

31 Ibid, pasal 15

Page 50: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

50

Gambar 4

Pemerintahan Desa

Kepala Desa yang dibeberapa Desa dikenal dengan sebutan Lurah,

menurut Tjiptoherijanto32

hendaknya :

1. Dapat ngemong (mengasuh) artinya dapat mangasuh penduduk desa.

2. Mampu ngomong (berbicara), artinya mempunyai kemampuan dan

kemauan berbicara serta menjelaskan sesuatu masalah, baik ke bawah

(kepada penduduk desanya) maupun pihak atas desa (Camat, Bupati.

Gubernur) mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan-

kepentingan desa dan warga desa.

3. Bersedia diomong-omongkan (dibicarakan atau dipergunjingkan) artinya

siap sedia dan berhati lapang dalam menerima kritik serta saran, baik yang

diberikan oleh pemuka desa maupun dari penduduk desa.

Kemampuan untuk “ngemong” ini terutama disebabkan oleh kondisi

sosial budaya desa yang hubungan kemasyarakatannya masih erat. Begitu pula

hubungan antara Kepala Desa dengan masyarakatnya. Kepala Desa lebih bisa

membaur dengan kehidupan dan masyarakat desa karena ia juga bagian dari

masyarakat desa dan tinggal di desa tersebut. Kedekatan-kedekatan Kepala

Desa dengan masyarakat desa membuat peran Kepala Desa lebih kompleks,

tak hanya dalam bidang administratif tapi juga dalam membina kehidupan

sosial di desanya.

32 Prijono Tjiptoherjanto, 1979, Lurah dalam Pembangunan Desa : Antara Dedikasi dan Instruksi,

Prisma Nomor 6-Juni 1979

BPD

Sekretaris

DUSUN

Kepala Desa

Sumber : Retrospeksi Sistem Nilai dan Kultur Pemerintahan Desa Yang

Berwawasan kemandirian, 2001, hlm. 72

Page 51: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

51

Dari berbagai fungsi dan kewajiban yang harus diemban oleh seorang

Kepala Desa menunjukkan bahwa peran Kepala Desa dalam upaya

pembangunan Desa sangatlah besar. Otonomi Desa yang merupakan wujud

pembangunan Desa yang telah ada sejak dulu tak terlepas dari peran Kepala

Desa sebagai tokoh sentral dalam Pemerintahan Desa.

D. Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini berangkat dari pengertian bahwa Desa atau yang disebut

dengan kata lainnya, yang selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat

setempat yang diakui oleh sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah

Kabupaten. Pengertian tersebut membawa ke dalam konsep otonomi asli yang

telah dimiliki desa sejak dulu, yang membuat desa mempunyai hak otonomi

terbesar dibanding otonomi yang dimiliki oleh pemerintah Provinsi,

Kabupaten/Kota.

Dalam pemerintahannya, Desa dipimpin oleh Kepala Desa. Kepala

Desa sebagai pemimpin tertinggi formal di sebuah desa dipandang mempunyai

potensi lebih untuk menguasai aktivitas-aktivitas di sebuah desa. Kepala Desa

juga mempunyai kekuasaan untuk mengarahkan pembangunan dan

masyarakat di desa tersebut sesuai keinginannya. Dalam hubungannya sebagai

penguasa, Kepala Desa mempunyai tugas untuk memimpin pemerintahan

desa, mengkoordinasikan pembangunan desa dan membina kehidupan

masyarakat di segala bidang.

Keberadaan sosok Kepala Desa sebagai pemimpin menjadi penting

manakala ia dapat bertindak sebagai fasilitator, inovator maupun motivator

untuk mengarahkan warganya dan juga Perangkat Desa lainnya dalam rangka

pembangunan desa dan melaksanakan pemerintahan desa. Kepemimpinan

merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, dalam hal ini, Kepala Desa

berperan sebagai organisator pemerintahan di desanya untuk mencapai tujuan

pembangunan desanya dalam Otonomi Desa. Dalam Otonomi Desa, Kepala

Page 52: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

52

Desa mempunyai peran untuk mengurus secara mandiri kepentingan

masyarakat desanya sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat. Otonomi

Desa merupakan hal yang mencakup pengelolaan pemerintahan desa secara

keseluruhan dimana Kepala Desa ikut berperan di dalamnya Kerangka pikir

seperti itulah yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya kerangka pikir

tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5

Kerangka Pikir Penelitian

Sumber : Analisis Penulis, 2006

Keterangan gambar :

A, B, C, dan D menunjukkan variasi peran yang dimiliki oleh Kepala Desa

menunjukkan hubungan koordinasi

A adalah peran Kepala Desa sebagai organisator

B adalah peran Kepala Desa sebagai inovator

C adalah peran Kepala Desa sebagai motivator

O

T

O

N

O

M

I

D

E

S

A

PERAN

KEPALA

DESA

D

C B

A

Page 53: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

53

D adalah peran Kepala Desa sebagai fasilitator

Lingkaran besar merupakan wilayah peran yang dimiliki Kepala Desa, dan

lingkaran tersebut berada dalam sebuah kotak Otonomi Desa.

1. Definisi Konseptual

Definisi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

mengenai konsep Peran Kepala Desa dan Kualitas Otonomi Desa.

a. Peran Kepala Desa adalah serangkaian tindakan yang harus dilakukan

Kepala Desa sebagai pemimpin tertinggi formal desa.

b. Kualitas Otonomi Desa adalah sejauh mana desa dapat berkembang

secara mandiri dan mengembangkan desanya sesuai dengan sistem

sosial budaya setempat.

2. Definisi Operasional

Berdasarkan konsesp yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dibuat suatu definisi operasional, yaitu bagaimana konsep-konsep atau

variabel-variabel yang ada diukur, dilihat untuk mengetahui besar

kecilnya.

Hal-hal yang digunakan untuk menunjukkan Peran Kepala Desa,

yaitu:

a. Peran Kepala Desa sebagai Organisator yaitu tindakan Kepala Desa

dalam mengorganisasi semua aktor yang terlibat dalam pemerintahan

dan pembangunan desa. Diukur dengan indikator :

1) Kejelasan kerja yang diberikan Kepala Desa kepada bawahan

2) Kepastian kerja yang diberikan Kepala Desa kepada bawahan

3) Adanya hubungan kerjasama dan koordinasi yang baik antara

Kepala Desa dengan bawahan

b. Peran Kepala Desa sebagai Fasilitator yaitu tindakan Kepala Desa

dalam penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung

proses pemerintahan dan pembangunan desa. Diukur dengan indikator:

1) Kesesuaian kesediaan dengan kebutuhan

2) Kecepatan penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana

3) Tingkat kemanfaatan fasilitas, sarana dan prasarana

Page 54: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

54

c. Peran Kepala Desa sebagai Inovator yaitu tindakan Kepala Desa dalam

memunculkan ide dan pemikiran akan hal-hal baru yang belum pernah

ada di desa yang mendukung pemerintahan dan pembangunan desa.

Diukur dengan indikator :

1) Frekuensi pemberian ide baru

2) Ketepatan ide dengan kebutuhan

3) Ketepatan ide dengan kemampuan

4) Kepastian pengembangan ide

d. Peran Kepala Desa sebagai Motivator yaitu tindakan Kepala Desa

dalam mendorong bawahan (termasuk masyarakat) untuk melakukan

sesuatu. Diukur dengan indikator :

1) Metode penyampaian motivasi

2) Ketepatan dan kejelasan isi motivasi

3) Tingkat pelaksanaan motivasi oleh masyarakat

Adapun indikator yang digunakan untuk mengetahui Kualitas

Otonomi Desa adalah :

a. Kemandirian pengelolaan pemerintahan desa (urusan internal desa) :

1) Rekrutmen kepemimpinan desa yang mandiri

2) Lembaga demokrasi desa yang mandiri

3) Mekanisme pertanggungjawaban pemerintahan desa yang mandiri

4) Kewilayahan desa yang mandiri

5) Pengelolaan kekayaan desa yang mandiri

6) Pengelolaan anggaran desa yang mandiri

b. Perencanaan pembangunan

1) Pengembangan partisipasi dalam perencanaan pembangunan

2) Pengembangan transparansi dalam perencanaan pembangunan

3) Pelaksanaan akuntabilitas publik dalam perencanaan pembangunan

c. Pengelolaan pembangunan yang mandiri dan partisipatif

d. Kemandirian pengelolaan dan penentuan kelembagaan desa

e. Keharmonisan hubungan desa dengan pihak luar desa

f. Hukum desa yang menjunjung nilai sosial budaya desa

Page 55: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

55

g. Pemrosesan peraturan desa melalui konsultasi publik

h. Akses desa dalam pengambilan keputusan ke luar atau ke dalam desa

i. Intervensi pemerintahan supra-desa

Tiap hal tersebut diatas akan mempermudah penggambaran dari

peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa Sumbersari sekaligus akan

mengetahui kualitas Otonomi Desa Sumbersari.

Page 56: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

56

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu strategi cara, prosedur, metode, alat,

aturan atau langkah-langkah yang ditempuh peneliti di lapangan. Pertanyaan-

pertanyaan yang harus dijawab peneliti di dalam metode penelitian adalah Dengan

pendekatan apakah penelitian akan dilakukan?; Bagaimanakah data akan

diperoleh?; Bagaimana data yang telah terkumpul tersebut akan dianalisis?; dan

akhirnya Bagaimanakah penelitian tersebut akan dilaporkan? Berikut adalah

metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini :

A. Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuannya, research dapat didefinisikan sebagai usaha

untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode

ilmiah33

. Dengan demikian, metode penelitian merupakan cara atau jalan yang

ditempuh oleh peneliti untuk memperoleh kebenaran atau jawaban dari

rumusan masalah dalam suatu penelitian. Setiap penelitian mempunyai cara

pandang tersendiri saat ia memutuskan atau menetapkan sesuatu metode

dalam sebuah penelitiannya. Penetapan metode biasanya tergantung pada jenis

masalah yang diteliti. Sebuah masalah dapat saja melahirkan beberapa metode

penelitian yang berbeda, manakala sudut pandang yang digunakan berbeda.

Jenis penelitian yang digunakan disini adalah jenis penelitian kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian kualitatif sebagai proses

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun

lisan dari orang-orang yang berperilaku yang dapat diamati. Definisi yang

hampir sama juga diungkapkan Nasution, yaitu bahwa metode penelitian

kualitatif adalah pengamatan orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi

dengan mereka, berusaha memahami dunia dan tafsiran mereka tentang dunia

sekitarnya.

33 Prof. Drs. Sutrisno Hadi, M.A., 1973, Metodologi Research, Yogyakarta, Andi Offset, hlm. 4

Page 57: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

57

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk membuat

gambaran atau deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang akan diselidiki maka

penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif. Menurut Sanapiah

(1995), pendekatan deskriptif adalah penelitian yang melukiskan secara tepat

sifat-sifat suatu individu, suatu gejala-gejala, kejadian-kejadian dan lain lain

yang merupakan objek penelitian. Tujuannya adalah untuk memecahkan

masalah, menuturkan, menganalisa, mengklarifikasi, membandingkan, dan

lain-lain. Metodologi penelitian yang digunakan sebagai pijakan dalam

analisis penelitian ini adalah fenomenologi interpretatif. Metodologi yang

berlandaskan fenomenologi, menuntut pendekatan holistik, mendudukkan

obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda, melihat obyeknya dalam satu

konteks yang natural, bukan parsial.34

Fenomenologi interpretatif ini

digunakan karena dapat mengangkat fenomena yang ada di lapangan

kemudian dilakukan interpretasi sesuai dengan point of view dalam

menganalisis permasalahan yang ada. Interpretasi ini ditujukan untuk

menghadirkan pemahaman yang lebih objektif atas kenyataan tersebut.

Berdasarkan karakteristik permasalahannya, penelitian ini

menggunakan metode penelitian studi kasus ( case study ). Tujuan dari studi

kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan

sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok,

lembaga atau masyarakat. Untuk mengantisipasi kedangkalan hasil yang

diperoleh dari pendekatan deskripstif, maka peneliti mencoba menggunakan

metode studi kasus eksploratif. Metode eksploratif akan lebih mampu

mengungkapkan fenomena yang terjadi secara lebih mendalam. Metode yang

demikian akan memberi manfaat dalam memaparkan data, menggambarkan

fenomena dan informasi yang lebih luas dalam menganalisa fenomena sosial

yang ada sehingga hasilnya lebih mendekati objektifitas, meskipun tetap ada

subjektifitas di sana.

34 Muhadjir Noeng, 1989, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rake Sarasin, hal.18.

Page 58: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

58

Penggunaan metode kualitatif deskriptif studi kasus eksploratif

diharapkan mampu mengungkapkan fenomena yang ada di lapangan secara

lebih mendalam dan menyuluruh, selain juga dapat melacak hubungan antar

pribadi atau aktor yang ada di pemerintahan desa, serta menemukan

fenomena-fenomena kunci seperti kemajuan, prestasi atas realitas yang

muncul di mayarakat desa. Peran Kepala Desa ini akan diungkapkan dengan

memperhatikan kualitas otonomi di desa Sumbersari.

Hasil penelitian ini akan dipaparkan secara deskriptif sesuai dengan

fakta-fakta yang ditemukan di lapangan. Adanya sebuah penafsiran bahwa

sebagai seorang pemimpin, Kepala Desa tentu mempunyai peran yang penting

dalam pemerintahan desa dalam kerangka Otonomi Desa. Persepsi tentang

kewenangan Kepala Desa menempatkan Kepala Desa sebagai tokoh sentral

yang seakan-akan menguasai segala hal yang ada di desa. Sekaligus

membebani Kepala Desa dengan berbagai tugas yang menjadikannya

mempunyai peran penting dalam Otonomi Desa. Namun apakah Kepala Desa

benar-benar sesuai dengan berbagai penafsiran tersebut tentang perannya

dalam Otonomi Desa ataukah terdapat aktor lain yang lebih berperan?

Sejauhmana Kepala Desa berperan dalam Otonomi Desa? Interpretasi inilah

yang ingin dibuktikan dengan penelitian ini. Analisa atas fenomena tersebut

akan dilakukan dengan jalan yang sama yaitu melalui interpretasi yang

menggunakan sudut pandang peneliti untuk memberi pengertian tentang

seperti apa sebenarnya kenyataan yang sedang diamati.

B. Unit Analisis

Unit analisis merupakan unit terkecil yang dijadikan atau digunakan

sebagai objek penelitian. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah yaitu Peran Kepala Desa.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sumbersari, Kecamatan Butuh,

Kabupaten Purworejo.

Page 59: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

59

D. Teknik Pengumpulan Data

Kualitas hasil penelitian sangat ditentukan oleh kualitas datanya, oleh

karena itu bagaiman dan dari mana data tersebut diperoleh serta bagaiman cara

menganalisa datanya sangat penting untuk diperhatikan. Data yang digunakan

untuk mencapai tujuan penelitian ini adala data primer dan data sekunder.

Yang dimaksud data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh

dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan yang khusus itu. Sedangkan

data sekunder adalah data yang lebih dulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh

orang di luar diri peneliti sendiri, walaupun data yang dikumpulkan tersebut

data asli.

Sesuai dengan pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian

ini, maka teknik atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan datanya

adalah :

1. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan

pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subjek

yang diselidiki.

Observasi yang telah dilakukan dalam penelitian ini berupa

pengamatan cara kerja pemerintahan desa Sumbersari, kerja Kepala Desa

Sumbersari, kerja Perangkat Desa, kerja BPD, perkembangan karang

taruna, pembangunan yang ada di desa Sumbersari, interaksi antar warga,

pemberian pelayanan kepada masyarakat, dan kondisi tanah kas, desa,

serta tanah bengkok.

2. Wawancara ( Interview )

Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih

secara langsung. Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi yang

lebih jelas dan mendalam tentang berbagai aspek yang diperlukan adan

berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Tokoh-tokoh yang telah berhasil diwawancara adalah sebagai

berikut :

a. Kepala Desa : Bapak Fajar

Page 60: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

60

b. BPD : Bapak Slamet Haryadi, Bapak Misroil, Bapak Muh. Kasan

c. Sekretaris Desa : Bapak Suganjar

d. Perangkat Desa : Bapak Slamet Rubiyanto

e. Tokoh Masyarakat : Bapak K. Purwadi

f. Masyarakat : Bapak Saiful Hadi, Bapak Targono

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan perolehan data yang dilakukan secara

sekunder. Dokumentasi atau telaah dokumentasi dilakukan untuk

melengkapi pengetahuan secara lebih mendalam terhadap kasus dan

memperkuat kesimpulan yang bisa ditarik dalam penelitian ini.

Dokumen yang diperoleh dan digunakan dalam penelitian ini

berupa buku-buku (literatur) tentang Otonomi Desa dan pemberdayaan

desa, laporan hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai peran dan

Otonomi Desa, proposal program pembangunan desa, laporan pertanggung

jawaban Kepala Desa, laporan pembangunan desa, dokumen administratif,

peraturan-peraturan desa.

E. Teknik Analisa Data

Perlunya dilakukan analisa karena data mentah yang telah

dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisa. Oleh

karena itu, data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah.

“Data mentah yang dikumpulkan perlu dipecah-pecah dalam

kelompok-kelompok, diadakan kategorisasi, serta diolah sedemikian

rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab

permasalahan dari fenomena yang ada.“35

Dengan demikian analisa data yang akan dilakukan yaitu melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

1. Reduksi Data

35 Nazir, 1988, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 405

Page 61: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

61

Data yang telah dikumpulkan baik itu dari wawancara, observasi

dan dokumentasi mengenai peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa

masih tumpang tindih, oleh karena itu harus dipilah-pilah ke dalam pokok

permasalahan tertentu (urusan internal pemerintahan, pengelolaan

pembangunan, dan lain lain yang merupakan sub-sub bab yang akan

dijelaskan). Difokuskan pada hal yang amat penting, dan dirangkum untuk

menemukan pola-pola tertentu yaitu menurut variasi peran yang dijalankan

Kepala Desa. Hasil yang diperoleh dari wawancara terdapat beberapa

pengulangan, terlalu luas, dan terkadang tidak fokus. Oleh karena itu, hasil

yang ada dipilah-pilah mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai.

Yang tidak sesuai kemudian disisihkan atau dibuang. Dengan cara ini akan

diperoleh susunan data yang sistematis sehingga dapat memberikan

gambaran tentang hasil penelitian.

2. Display Data

Data yang semakin bertumpuk itu kurang dapat memberikan

gambaran seara menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan display data.

Display data adalah menyajikan data dalam bentuk matriks, network,

chart, grafik dan sebagainya. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai

data dan tidak terbenam dalam setumpuk data. Data tentang tingkat

pendidikan; mobilitas warga; jumlah penduduk; struktur pemerintahan

desa; jenis kekayaan dan pendapatan desa, mengalami tahap ini. Tak

hanya itu, hasil wawancara juga disajikan di dalam tulisan untuk

menguatkan hasil penelitian yang disajikan.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan melihat hasil penelitian

tentang peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa Sumbersari. Dari data

tentang kegiatan dan tindakan Kepala Desa dalam Otonomi Desa baik itu

secara langsung ataupun tidak langsung, terlihat bahwa Kepala Desa

melakukan begitu banyak tindakan dalam pemerintahan dan

pembangunan. Kesimpulan diperoleh dari analisa hal-hal yang dilakukan

Kepala Desa tersebut dengan mempertimbangkan kesesuaian antara

Page 62: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

62

tindakan dengan variasi peran yang dibebankan padanya. Verifikasi

dilakukan secara singkat yaitu melalui pengumpulan data baru, wawancara

kembali dengan beberapa masyarakat desa atau dengan membandingkan

antara hasil wawancara dengan observasi.

Akhirnya, semua data yang ditampilkan akan ditafsirkan dan

diinterpretasikan dengan cara mendeskripsikannya sesuai dengan desain

atau pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif.

F. Sistematika Penulisan Laporan Penelitian

Laporan penelitian ini dilaporkan dalam bentuk sebagai berikut :

1. Bab I, berupa bab pendahuluan yang merupakan gambaran umum

mengapa penelitian ini dilakukan. Yaitu adanya kenyataan bahwa

kehidupan desa selama ini kurang diperhatikan oleh pemerintah supra-desa

dan bahkan cenderung adanya “eksploitasi” terhadap desa. Otonomi Desa

sebagai otonomi yang telah ada di desa sejak zaman dulu membuat desa

mempunyai otonomi terbesar. Di sinilah peran seorang Kepala Desa

menjadi sangat penting. Untuk masyarakat pedesaan yang tradisional,

Kepala Desa memegang peran yang sangat penting dalam keberhasilan

pembangunan dan pemerintahan desa. Inilah yang ingin diketahui melalui

penelitian yaitu mengetahui peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa di

desa yang dipimpinnya.

2. Bab II, merupakan bab yang mengemukakan tentang teori-teori yang

digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini sendiri menggunakan

teori yaitu yang pertama mengenai konsep otonomi daerah sebagai titik

awal atau titik pijak dari penelitian ini yang sekaligus menjadi sebab

keinginan munculnya Otonomi Desa, kedua yaitu konsep Otonomi Desa

yang merupakan otonomi asli (indigenous authonomy) yang berakar dari

hak asal usul desa, dan yang ketiga yaitu konsep peran Kepala Desa yang

merupakan titik sentral dari penelitian ini karena ingin mengetahui

sejauhmana peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa tersebut. Dalam teori

peran tersebut akan dikemukakan beberapa variasi peran yang dimiliki

Page 63: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

63

atau harus dimiliki oleh Kepala Desa sebagai pemimpin. Pada teori

Otonomi Desa juga dikemukakan mengenai kriteria atau ukuran dari

Otonomi Desa yang ideal. Penjelasan ini akan digunakan untuk

membandingkan keadaan yang terjadi di lapangan dengan idealisme yang

ada.

3. Bab III, yaitu mengemukakan mengenai metode yang digunakan dalam

penelitian ini. Dalam penelitian ini, ada keinginan untuk mengetahui

bagaimana seseorang itu bekerja, bagaimana seseorang itu berperan.

Keinginan tersebutlah yang kemudian mengantarkan pada pendekatan

kualitatif yang pada hakekatnya adalah mencoba mencari apa yang

terkandung dari sesuatu, mencoba mengungkapkan makna dari apa yang

terlihat. Selanjutnya penelitian ini sendiri merupakan penelitian deskriptif

yang didasarkan pada studi kasus di suatu wilayah tertentu yaitu Desa

Sumbersari, kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo. Analisa data yang

digunakan menggunakan metode fenomenologi interpretatif.

4. Bab IV, telah masuk dalam substansi penelitian ini yaitu mengawalinya

dengan melakukan deskripsi wilayah penelitian. Berupa penjelasan

mengenai kondisi geografis, demografis serta kondisi sosial budaya

masyarakat desa Sumbersari.

5. Bab V, merupakan inti dari penelitian ini, menggambarkan mengenai

peran Kepala Desa dalam Otonomi Desa di desa Sumbersari. Disinilah

akan terlihat bagaimana peran sesungguhnya Kepala Desa dalam Otonomi

Desa. Kepala Desa merupakan pemimpin lokal formal desa, dan ia

memperoleh tugas dan juga tanggung jawab yang cukup berat karena

masyarakat desa menganggap bahwa ia lah yang harus bekerja dan

bertanggung jawab dalam kelangsungan dan kesejahteraan desa baik itu

dari segi pemerintahan ataupun juga pembangunan desa.

6. Bab VII, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan yang

diperoleh dari penelitian ini dan juga berisi beberapa rekomendasi atas

masalah-masalah yang mungkin timbul di lapangan. Kesimpulan yang ada

merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian (rumusan masalah)

Page 64: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

64

sekaligus akan memberikan penjelasan apakah hipotesis yang diajukan

terbukti ataukah tidak terbukti.

7. Daftar Pustaka dan Lampiran

Page 65: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

65

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Deskripsi atas suatu wilayah merupakan keterangan yang diperoleh

secara langsung dari sumbernya yang dapat memberikan gambaran tentang

potensi, permasalahan dan peta suatu wilayah tertentu. Gambaran yang

disajikan berupa catatan data dalam bentuk angka dan keterangan yang

menunjukkan keberadaan desa tersebut sesuai dengan karakternya secara

menyeluruh. Gambaran tersebut meliputi kondisi alam, kependudukan,

kelembagaan dan permasalahan yang dihadapi.

Desa Sumbersari merupakan salah satu desa di Kecamatan Butuh,

Kabupaten Purworejo. Desa ini terletak di bagian selatan Kecamatan Butuh

dengan klasifikasi Desa Swasembada yang meliputi empat (4) wilayah Dusun

yang hanya dikepalai oleh 2 Kepala Dusun dan dipisahkan oleh sungai yang

merupakan sumber irigasi sawah-sawah di desa tersebut. Desa ini merupakan

desa agraris yang ditunjukkan dengan wilayah desa yang hampir 70% berupa

tanah persawahan.

Seluruh masyarakat desa Sumbersari memeluk agama Islam yang telah

menjadikan kondisi kehidupan masyarakat lebih religius. Banyaknya kegiatan

keagamaan yang diselenggarakan dan diikuti oleh bapak-bapak, ibu-ibu

samapai anak-anak. Kondisi kehidupan yang religius inilah yang sedikit

banyak menjadi salah satu unsur pembentukan nilai-nilai kehidupan yang

kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan warga masyarakatnya.

B. Kondisi Geografis dan Demografis

Desa Sumbersari adalah seluas lima puluh (50) hektar yang terdiri atas:

1. Tanah Sawah : 35,8201 Ha

2. Tanah Pekarangan : 13,4421 Ha

3. Tanah Tegalan / Kebun : - Ha

4. Tanah Lain-lain : 2 Ha

Page 66: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

66

Dengan luas yang dimilikinya, desa ini terbagi menjadi 3 RT dan 1 RW.

Secara geografis pembagian RT ini dipisahkan oleh sungai Kali Gawe yang

memisahkan RT 3 dengan 2 RT lainnya. RT 1 dan 2 terletak di sebelah timur

sungai sedangkan RT 3 terletak di barat sungai . Selain pembagian tersebut,

desa inipun terbagi dalam 4 wilayah dusun yaitu Sumbercungar, Jebuksari,

Klawean dan Sutoragan. Secara administrtatif, Desa Sumbersari termasuk

dalam kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

Batas-batas wilayah desa Sumbersari adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Rowodadi

Sebelah Selatan : Desa Kedungmulyo, Desa Bendungan dan Kecamatan

Grabag

Sebelah Timur : Desa Langenrejo

Sebelah Barat : Desa Sidomulyo

Jumlah penduduk di desa Sumbersari berdasarkan tahun 2006 adalah sebanyak

243 laki-laki dan 245 perempuan dari 119 KK. Berikut adalah pembagian

jumlah penduduk desa Sumbersari berdasarkan Dusun yang ditempati :

Tabel 1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun

Dukuh Penduduk (Jiwa)

Jumlah (Jiwa) Laki-Laki Perempuan

Sumbercungar 101 105 206

Jebuksari 64 65 129

Klawean 52 48 100

Sutoragan 26 27 53

Total 488

Sumber : Arsip Kepala Urusan Umum Pemerintahan Desa Sumbersari, 2006

Jika dilihat dari perbandingan luas wilayah desa dengan jumlah

penduduk, desa ini termasuk desa yang tidak padat penduduknya. Namun pada

kenyataannya, rumah antar penduduk cenderung berdekatan dan dapat

dikatakan padat. Hal ini dikarenakan hanya sebagian kecil dari wilayah desa

Page 67: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

67

yang digunakan sebagai pemukiman. Berikut juga akan ditunjukkan mobilitas

penduduk sampai akhir bulan Desember tahun 2006 :

Tabel 2

Mobilitas Penduduk Desa Sumbersari

(Sampai Desember 2006)

Bulan

Mobilitas

Jumlah Lahir Mati Datang Pergi

L P L P L P L P

Januari 1 1 2

Februari -

Maret 1 1 1 3

April 1 1

Mei -

Juni -

Juli -

Agustus 1 1 2 4

September -

Oktober 1 1

November 1 1

Desember -

Total 12

Sumber : Arsip Kepala Urusan Umum Pemerintahan Desa Sumbersari, 2006

Seperti dikemukakan diatas, untuk saat sekarang sebagian besar

wilayah digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sekitar 35, 8201 Ha atau 70%

dari keseluruhan luas wilayah desa. Hal ini dikarenakan sebagian besar mata

pencaharian penduduk desa memang sebagai petani baik mengolah tanah

sawahnya sendiri ataupun tanah sawah orang lain (buruh tani). Berikut adalah

komposisi mata pencaharian penduduk desa :

Tabel 3

Mata Pencaharian Penduduk Desa Sumbersari

(Sampai Desember 2005)

Mata Pencaharian Penduduk

Page 68: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

68

Laki-Laki Perempuan

Tani 52 47

Buruh Tani 22 44

Swasta 75 37

PNS 2 1

Pensiunan 1 3

Pertukangan 3 -

Jasa 2 -

TNI/Polri 2 -

IRT - 13

Total 159 145

Sumber : Arsip Kepala Urusan Umum Pemerintahan Desa Sumbersari, 2006

Dari jumlah penduduk yang ada, ternyata terdapat sekitar 184

penduduk yang tidak bekerja. Hal ini mungkin juga dikarenakan rendahnya

tingkat pendidikan penduduk desa Sumbersari. Dari data yang diperoleh,

sebagian besar penduduk hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat

sekolah dasar, bahkan tak sedikit yang sama sekali tidak mengenyam

pendidikan formal apapun. Berikut adalah komposisinya :

Tabel 4

Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sumbersari

(Sampai Desember 2005)

Tingkat Pendidikan Penduduk

Laki-Laki Perempuan

SD 73 103

SLTP 52 47

SLTA 50 23

D1-D3 4 1

S1 1 4

Total 180 178

Sumber : Arsip Kepala Urusan Umum Pemerintahan Desa Sumbersari, 2006

Page 69: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

69

Dengan tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk desa seperti

tersebut, akan mempengaruhi jalannya pemerintahan dan kemasyarakatan desa

Sumbersari. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga pendidikan akan

mempengaruhi seseorang dalam pola pikir, kesadaran, kemampuan

berkomunikasi atau bersikap, bertindak, termasuk menilai serta mengambil

keputusan apa saja yang menyangkut kebutuhan dan kepentingannya. Pada

kenyataannya, desa ini tidak mempunyai sarana pendidikan sama sekali.

Untuk tingkat Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, masyarakat desa

Sumbersari kebanyakan menyekolahkan anaknya di desa tetangga seperti

Langenrejo ataupun Sidomulyo yang relatif dekat dan mudah dijangkau.

Dulu, Desa Sumbersari mempunyai lokal sekolah dasar sendiri yang hanya

terdiri atas satu kelas, namun dikarenakan siswa yang sedikit, lokal sekolah

dasar inipun ditutup. Dan untuk tingkat yang lebih lanjut, mereka bersekolah

di Butuh ataupun di lain kecamatan seperti kecamatan Kutoarjo dan Grabag.

Sebagai desa kecil, untuk kegiatan perekonomian, desa ini tidak

mempunyai pasar desa sebagai tempat jual beli. Untuk keperluan tersebut,

masyarakat desa Sumbersari menggunakan pasar di desa Tamansari yang

jaraknya sekitar 1 km dari desa Sumbersari. Dalam hal transportasi dan

perhubungan antar desa, hanya terdapat satu jenis kendaraan umum yang

beroperasinyapun hanya pada jam-jam tertentu. Dan untuk bidang kesehatan,

desa ini tidak mempunyai bidan desa secara pribadi (menetap). Untuk tiga

desa yaitu desa Sumbersari, Kedungmulyo dan Sidomulyo hanya terdapat satu

orang bidan desa. Untuk berobat, selain ke bidan desa, masyarakat desa

Sumbersari berobat di Puskesmas Pembantu di desa Tamansari. Selain itu

juga, pada tanggal-tanggal tertentu diadakan posyandu yang juga melayani

pengobatan. Kegiatan ini ditangani oleh ibu-ibu PKK dengan mendatangkan

bidan desa dan masyarakat desa cukup antusias dengan kegiatan ini terutama

para lansia. Keterbatasan-keterbatasan inipun tentunya sangat menghambat

perkembangan desa. Dan untuk itulah diperlukan pembaharuan dan inovasi

untuk mengembangkan desa ini.

Page 70: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

70

C. Sistem Budaya Lokal dan Pemerintahan Desa

Dalam usaha mencapai kemajuan desa, pemerintahan desa yang

dipimpin oleh Kepala Desa harus bisa saling bekerja sama dan menyatukan

visi dan misi untuk tujuan tersebut. Pemerintahan desa terdiri atas Kepala

Desa, BPD, Sekretaris Desa, dan kepala-kepala urusan dan kepala dusun. Di

desa Sumbersari, jabatan-jabatan tersebut dijabat oleh :

Kepala Desa : Fajar Sentono Aji

BPD : Ketua : Slamet Haryadi

Wakil Ketua : Misroil

Sekretaris : Parto Wiyono

Kabid Pemerintahan : Muh Kasan

Kabid Pembangunan : Basuki

Sekretaris Desa : Suganjar

Kepala Urusan : Pemerintahan : Slamet Rubiyanto

Pembangunan : Muhtasori

Kesejahteraan Rakyat : Djumali

Keuangan : Tambah

Umum : Agus S

Kepala Dusun : Dusun I : AK Irpani

Dusun II : Barjo

Dalam pemerintahan desa Sumbersari, posisi Kepala Desa dalam

struktur organisasi pemerintahan desa adalah sebagai berikut :

Page 71: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

71

Gambar 6

Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Sumbersari

Sumber : Bagan Susunan Organisasi Pemerintah Desa dan Perangkat Desa, Desa

Sumbersari, Kecamatan Butuh, 2006

Hubungan Kepala Desa dengan BPD merupakan hubungan kemitraan

sehingga antara Kepala Desa dan BPD dihubungkan dengan garis putus-putus

yang merupakan garis koordinasi, Kepala Desa tidak dapat memerintah BPD

seperti Kepala Desa dapat memerintah Sekretaris Desa, kepala urusn dan

kepala dusun yang memang dihubungkan dengan garis perintah. Hubungan

antara mereka yang duduk dalam pemerintahan desa biasanya diwarnai dan

diperkuat dengan hubungan kekerabatan ataupun ketetanggaan yang membuat

hubungan mereka lebih bersifat personal. Hal ini juga berpengaruh dalam

hubungan masyarakat dengan pemerintahan desa.

Sebagian masyarakat desa yang tinggal di Jawa, masih memegang

teguh sistem kebudayaan Jawa dan menggunakannya sebagai salah satu pola

hidup mereka sehari-hari, demikian juga masyarakat desa Sumbersari. Sistem

kebudayaan Jawa yang masih berkembang dengan baik antara lain adalah

adanya sikap untuk memberikan penghormatan kepada orang yang lebih tua

atau yang dianggap lebih terhormat. Bentuk penghormatan yang diberikan

Kepala Desa

BPD

Kepala Urusan : - Pemerintahan - Pembangunan - Kesejahteraan Rakyat - Keuangan - Umum

Kepala Dusun

Sekretaris Desa

= Garis koordinasi = Garis Perintah

Page 72: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

72

dapat berupa sapaan saat berpapasan di jalan, membungkukkan badan dan

memberi salam saat melewati orang yang lebih tua, berbicara dengan bahasa

Jawa halus (krama inggil), dan lain-lain. Walaupun seiring perkembangan

zaman dan masuknya budaya modern yang dibawa oleh pendatang kaum

muda yang sekolah dan bekerja di kota (terutama Jakarta), kebiasaan dan

budaya ini masih dapat dipertahankan dengan baik.

Selain penghormatan kepada orang yang lebih tua, juga ada kebiasaan

untuk tetap memperhatikan silsilah keluarga dalam memberikan sapaan.

Masyarakat desa Sumbersari sangat memperhatikan urutan kelahiran

seseorang. Misalnya saja, seorang anak kecil berumur 5 tahun dapat saja

dipanggil “PakDhe” (Paman) oleh seseorang dengan umur lebih tua, atau

dapat saja seorang yang lebih tua dipanggil “Adik” oleh orang yang lebih

muda karena silsilah atau urutan keluarga yang mengharuskan hal tersebut.

Sebutan “Mas dan Mbak” masih berkembang di masyarakat desa Sumbersari

sebagai wujud penghormatan kepada orang lain.

Budaya gotong royong, sebagai nilai luhur yang telah ada sejak

dulupun masih sangat kental di desa ini. Dapat dilihat bila ada salah satu

warga yang mengadakan hajatan maka tanpa diminta warga yang lainnya akan

segera datang untuk membantu persiapan dan jalannya hajatan (lagan atau

sambatan). Selain itu juga bila ada orang yang terkena musibah, misalnya

kematian, warga lainnyapun akan datang untuk membantu warga tersebut

(layatan). Bila ada warga yang sakit, maka warga yang lain akan menjenguk

dengan membawa makanan ala kadarnya. Dalam hal pembuatan rumah,

gotong royong juga sangat kental terlihat. Biasanya pada dua hari pertama,

masyarakat desa akan membantu pembangunan rumah secara sukarela tanpa

bayaran dan untuk hari berikutnya akan dilanjutkan oleh tukang bangunan

yang memang disewa untuk membangun rumah tersebut oleh pemilik rumah.

Bantuan yang diberikan dapat berupa bantuan tenaga ataupun materi menurut

kemampuan masing-masing. Selain hal-hal tersebut, masih banyak budaya

atau kebiasaan lain yang masih memperlihatkan hubungan baik antar warga

Page 73: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

73

misalnya kerja bakti, sinoman, dan lain-lain. Kebiasaan inipun masih berlanjut

hingga sekarang.

Selain gotong royong, kebiasaan atau budaya yang masih melekat

dengan baik dalam kehidupan masyarakat desa Sumbersari yaitu kebiasaan

untuk menyelesaikan atau memutuskan segala sesuatu dengan cara

musyawarah untuk mencapai mufakat. Misalnya bila ada perselisihan antar

warga, maka akan diselesaikan secara kekeluargaan dengan musyawarah

antara warga yang berselisih tersebut.

Sebagai desa dengan keseluruhan penduduk yang memeluk agama

Islam, kehidupan sosial budayanya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang

terkandung dalam agama tersebut. Misalnya adanya kebiasaan untuk

mengadakan selamatan desa yang diadakan pada bulan-bulan tertentu yang

dianggap mempunyai nilai lebih dalam Islam. Dalam satu tahun, biasanya ada

lima kali selamatan desa. Misalnya pada bulan Muharam. Masyarakat akan

datang kepada Pak Kaum atau pemuka agama dengan membawa makanan

untuk kemudian didoakan bersama. Setelah itu, makanan tersebut akan ditukar

dengan milik orang lain dan pembagian atau penukaran ini dilakukan oleh Pak

Kaum. Atau juga menjelang bulan Ramadhan, masyarakat akan membuat kue

apem, ketan dan kolak untuk dibagikan kepada tetangga terdekat sebagi wujud

syukur akan datangnya bulan Ramadhan. Untuk acara ini, hanya warga yang

mampu yang membuat, tidak ada keharusan untuk melakukan hal tersebut.

Kentalnya budaya Islam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa,

juga mempengaruhi kesenian yang berkembang di desa ini. Setidaknya

terdapat dua macam kesenian tradisional yang berkembang. Yaitu seni rebana

dan seni kencreng. Seni rebana dikhususkan untuk perempuan dan seni

kencreng untuk para laki-laki. Pembedaan ini tentu saja juga didasarkan pada

nilai Islam yang menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan agar tidak

terlalu bebas bergaul. Kesenian ini pada awalnya hanya berupa kebiasaan yang

didasarkan pada kesenangan remaja masjid di desa tersebut. Namun kemudian

berkembang dan menjadi kesenian yang pantas untuk dibanggakan. Kesenian

kencreng dan rebana ini, awalnya dilakukan oleh para remaja karang taruna,

Page 74: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

74

setelah mereka dinilai cukup mahir dan juga dikarenakan keterbatasan alat,

mereka memberikan kesempatan untuk mempelajari kesenian ini pada anak

sekolah dasar dan berlanjut hingga sekarang. Untuk kesenian rebana, latihan

dilakukan setiap hari minggu pagi di masjid dengan mendatangkan guru dari

luar desa. Sedangkan untuk kesenian kencreng, latihan dilakukan setiap

malam kamis dan malam minggu dengan sistem giliran dari rumah ke rumah,

juga mendatangkan guru dari luar desa. Kemahiran anak-anak dalam

memainkan seni rebana dan kencreng ini memang pantas untuk dibanggakan.

Bahkan mereka sering disewa atau dipinjam oleh desa lain bahkan sampai

tingkat kecamatan untuk memeriahkan perayaan keagamaan, misalnya pada

acara Syawalan.

Begitu banyak kebiasaan dan kebudayaan yang ada di desa

Sumbersari. Dan kesemuanya sangat dipengaruhi kebudayaan Jawa pada

umumnya dan kebudayaan Islam pada khususnya yang ikut memperkaya

budaya Desa Sumbersari.

Gambaran mengenai desa Sumbersari sebagai wilayah penelitian ini akan

mengantarkan pada keadaan yang akan diungkapkan dalam bab-bab selanjutnya.

Page 75: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

75

BAB V

PERAN KEPALA DESA

DALAM OTONOMI DESA SUMBERSARI

Secara ideal, seorang Kepala Desa mempunyai dua tugas yang sangat

penting demi kemajuan desanya. Tugas yang pertama adalah tugas formal yang

sifatnya berhubungan dengan pemerintahan supra desa, seperti bagaimana

mengkomunikasikan informasi yang datang dari pemerintah supra desa kepada

warganya. Tugas yang kedua lebih bersifat internal yaitu yang berhubungan

dengan masyarakat desa secara langsung misalnya berperan secara aktif dalam

proses pengambilan keputusan tentang pembangunan dan pemerintahan desa yang

tentunya melibatkan masyarakat setempat. Kemajuan desa yang dimaksud disini

menyangkut otonomi desa yang tak pernah terlepas dari terciptanya suatu kondisi

dimana desa telah mandiri, berkembang, dan mempunyai kekuasaan penuh atas

desanya sendiri sesuai dengan sistem sosial budaya setempat.

Kepala Desa Sumbersari

Kepala Desa Sumbersari yang saat ini menjabat bernama Fajar Sentono

Aji. Usia beliau saat ini baru 34 tahun. Beliau lahir di Purworejo tanggal 14 Juli

1967. Sebelum menjabat menjadi Kepala Desa, Bapak Fajar tidak mempunyai

pekerjaan secara tetap, beliau hanya mengerjakan sawah milik saudara-

saudaranya. Sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara, beliau dan

keluarganya tinggal di rumah orang tua beliau. Beliau mengenyam pendidikan

sampai tingkat SMU yaitu di sebuah sekolah pertanian di Kutoarjo. Dalam

pemerintahan desa, beliau sebelumnya tidak menjabat sebagai Perangkat Desa

ataupun lainnya, beliau hanya cukup dikenal sebagai tokoh pemuda desa. Dengan

berbekal dukungan dari beberapa pihak dan juga kharisma yang dimiliki orang

tuanya (terutama ayahnya yang merupakan tetua desa) beliau berani mencalonkan

diri sebagai Kepala Desa.

Kepala Desa Sumbersari ini menjabat sejak tahun 2003. Pemilihan Kepala

Desa pada waktu itu cukup ramai, dan hanya ada 2 (dua) calon yaitu Bapak Fajar

Page 76: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

76

(Kepala Desa yang menjabat sekarang) dan Bapak Pranoto (Kepala Desa yang

menjabat sebelumnya). Pada waktu itu, terdapat dua kubu yang saling

menjagokan calonnya, dan tak dapat dihindari terjadi perang dingin di antara

mereka. Di tengah perang dingin yang terjadi, masyarakat desa pada umumnya

menikmati saat-saat seperti ini sebagai pesta. Pesta demokrasi dimana mereka

dapat memilih pemimpinnya sendiri dan juga “pesta uang”. Tak dapat dipungkiri

bahwa dalam pemilihan Kepala Desa seperti ini, uang pasti ikut menentukan

besarnya perolehan suara tiap calon. Calon mana yang menyediakan dan

memberikan uang paling banyak, maka ialah yang dimungkinkan menang.

Masyarakat desa jarang melihat kemampuan dan kapabilitas calon yang ada,

rendahnya tingkat pendidikan masyarakat paling tidak ikut mendasari pemikiran

mereka dalam menentukan pilihan mereka. Masyarakatpun tidak pernah

mempermasalahkan dari mana dana tersebut berasal, asal mereka mendapatkan

bagian yang cukup.

Akhirnya, Bapak Fajar terpilih sebagai Kepala Desa. Pihak yang kalah

yaitu Bapak Pranoto harus merelakan jabatan yang selama sepuluh tahun telah

dimilikinya kepada Bapak Fajar. Selanjutnya Pak Pranoto menarik diri dari segala

kegiatan yang menyangkut urusan desa sebagai wujud kekecewaannya, sampai

sekarang. Dan sampai sekarang, Pak Fajar memipin pemerintahan dan

pembangunan desanya dalam kerangka otonomi desa.

Dalam struktur pemerintahan, desa berada langsung di bawah

pemerintahan Kecamatan dan Kabupaten. Kabupaten mempunyai kekuasaan dan

kewenangan dalam pengelolaan desa. Kewenangan Kabupaten ini didasarkan

pada Perda Nomor 26 tahun 2000 dan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten

Purworejo dengan mengeluarkan berbagai Perda yang mengatur tentang desa.

Dengan adanya berbagai peraturan daerah yang mengatur tentang desa tersebut,

memperjelas adanya penguasaan Kabupaten terhadap desa dan memposisikan

desa sebagai objek. Desa tidak mempunyai keleluasaan untuk mengatur desanya

sendiri karena segala sesuatu harus mengacu pada peraturan daerah yang telah

dibuat. Banyak perda yang secara substansial tidak memberikan celah bagi desa

untuk mengembangkan dirinya dan memiliki Otonomi Desa yang ideal. Perda-

Page 77: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

77

perda tersebut sedikit banyak telah mempengaruhi sistem pemerintahan desa-desa

di Kabupaten Purworejo.

Dengan kondisi dan keadaan yang ada dan dimiliki desa tersebut, Kepala

Desa tetap harus menjalankan perannya dengan baik.

A. Kemandirian Pengelolaan Pemerintahan Desa (Urusan Internal Desa)

1. Rekrutmen Kepemimpinan Desa Yang Mandiri

Desa pada dasarnya membutuhkan pemimpin yang sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan masyarakatnya. Pemimpin yang dimaksud disini

tak hanya mengenai Kepala Desa sebagai pemimpin formal desa, namun

dapat juga termasuk Perangkat Desa atau siapa-siapa yang duduk dalam

pemerintahan desa. Kepala Desa tanpa didukung adalah aparat desa yang

berkompeten dan sesuai keinginan masyarakat tidak akan mampu bekerja

dengan baik.

Di desa Sumbersari, untuk memenuhi hal tersebut, rekrutmen

kepemimpinan desa dilakukan melalui pemilihan langsung oleh

masyarakat. Tidak hanya pemilihan Kepala Desa namun juga pemilihan

aparat desa yang lain seperti Kepala-kepala Urusan, Sekretaris Desa, ketua

BPD dan anggotanya. Seperti dikatakan oleh Slamet Hariyadi :

“....sistem pemilihan dan pengangkatan Kepala Desa, perangkat

dan anggota BPD seluruhnya dilakukan melalui pemilihan

langsung yang melibatkan seluruh masyarakat desa....”

(Slamet H, Ketua BPD, wawancara tanggal 08 Desember 2006)

Walaupun dikatakan bahwa semua rekrutrmen melalui pemilihan

langsung yang melibatkan seluruh warga, pemilihan langsung ini dibagi

menjadi 2, yaitu pemilihan yang melibatkan seluruh warga desa

(pemilihan kepala desa, kepala dusun), dan yang hanya melibatkan kepala

Page 78: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

78

keluarga (pemilihan anggota BPD, perangkat desa). Sistem pemilihan

seperti ini telah ada di desa Sumbersari sejak dulu, dan nilai ini diturunkan

pada tiap generasi pemerintahan desa. Dalam tiap rekrutmen, Kepala Desa

tak pernah lepas dari kegiatan ini. Kepala Desa bertindak sebagai

penanggung jawab pemilihan.

“... dalam tiap acara pemilihan baik itu pemilihan kades, Perangkat

Desa ataupun anggota BPD, Kepala Desa bertindak sebagai

penanggung jawab jalannya pemilihan. Untuk pemilihan kades,

maka yang berperan waktu itu ya kades sebelumnya. Jangan bilang

kalo penanggung jawab itu tugasnya ringan, malah lebih berat,

karena kenyataannya hampir semua pekerjaan saya harus ikut

terjun langsung. Ya mbentuk panitia, mbantu nyediain sarana.

Harusnya itu tugas panitia tapi panitia kadang ga kerja dengan baik

jadi saya harus terjun kangsung. Saya sudah ngasih pengarahan ke

panitia agar jangan tergantung saya dan kerja lebih baik lagi, tapi

nyatanya mereka tetap seperti itu, ya sudah saya mau ga mau harus

yang mberesi. Selama ini pemilihan berjalan tertib dan masyarakat

cukup mendukung dalam tiap pemilihan. Pokoknya semua sesuai

Perda ...”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 29 November 2006)

Rekrutmen selalu diawali dengan pembentukan panitia pemilihan

oleh Kepala Desa yang bertugas mengatur jalannya pemilihan secara

langsung. Selanjutnya Kepala Desa akan mengawasi jalannya pemilihan

untuk memastikan semuanya berjalan dengan baik.

Dalam pembentukan panitia ini, Kepala Desa akan memberikan

tugas-tugas yang harus dijalankan dalam proses pemilihan tersebut.

Pembentukan panitia dilakukan melalui musyawarah antara Kepala Desa

dengan tokoh masyarakat dan kemudian dikukuhkan dengan keputusan

Kepala Desa. Pembagian tugas panitia ini dilakukan berdasarkan peraturan

daerah yang mengatur hal tersebut. Setelah panitia pemilihan terbentuk,

Page 79: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

79

untuk selanjutnya proses pemilihan menjadi tanggung jawab panitia secara

langsung dan kemudian tetap harus melaporkan proses pemilihan yang

telah berlangsung kepada Kepala Desa. Kepala Desa tetap mengusahakan

adanya kerjasama dan koordinasi yang baik dalam panitia tersebut.

Pada proses penyelenggaraan rekrutmen kepemimpinan desa ini,

sebagai penanggung jawab, tak jarang Kepala Desa harus terjun langsung.

Misalnya, Kepala Desa harus mengusahakan segala sarana dan fasilitas

untuk kepentingan pemilihan seperti kotak suara, surat suara, tempat

pemilihan dan lainnya. Segala sarana dan fasilitas ini diusahakan oleh

Kepala Desa dengan meminta bantuan dari pihak kecamatan ataupun juga

desa tetangga jika memungkinkan. Kepala Desalah yang harus mencari

segala keperluan tersebut, tentu saja dengan dibantu oleh beberapa orang.

Selanjutnya Kepala Desa juga yang harus bertanggung jawab atas segala

fasilitas tersebut. Selain fasilitas berbentuk barang, fasilitas lain yang

disediakan adalah kondisi desa yang aman selama penyelenggaraan.

Campur tangan Kepala Desa secara langsung dalam proses

pemilihan ini salah satunya disebabkan panitia pemilihan yang kurang bisa

diandalkan. Dalam menjalankan tugasnya, panitia benyak tergantung

kepada Kepala Desa, dan ini kemudian menyebabkan beban kerja Kepala

Desa lebih banyak dari seharusnya. Kepala Desa telah memotivasi panitia

secara langsung agar melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan tidak

tergantung pada Kepala Desa. Namun selama ini belum berhasil, panitia

tetap bergantung pada Kepala Desa.

Adanya Perda yang mengatur tentang tata cara pemilihan

kepemimpinan desa, membuat desa sangat terbatas. Ini juga membuat

desa, dalam hal ini Kepala Desa tidak dapat melakukan pembaharuan

dalam proses rekrutmen ini. Ketergantungan desa terhadap Perda juga

terlihat dari kepatuhan Kepala Desa terhadap Perda tersebut. Tak ada

keberanian untuk melakukan sesuatu yang kiranya melenceng atau tidak

ada dalam Perda. Selain adanya anggapan bahwa dengan melakukan

Page 80: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

80

pembaharuan ataupun inovasi, maka dapat merusak nilai dan sistem

budaya yang telah mengakar sejak dulu.

2. Lembaga Demokrasi Desa Yang Mandiri

Lembaga demokrasi desa yang dimaksud disini adalah lembaga

desa yang secara langsung ataupun tidak langsung menegakkan prinsip-

prinsip demokrasi di desa. Dan lembaga yang menjalankan fungsi tersebut

di desa adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD merupakan

lembaga yang baru ada setelah tahun 2004. Awalnya, BPD bernama

Lembaga Musyawarah Desa (LMD) kemudian berubah menjadi Badan

Perwakilan Desa (Baperdes) sampai akhirnya menjadi BPD. BPD

merupakan badan atau lembaga resmi yang merupakan tempat masyarakat

mengemukakan atau menyalurkan aspirasi mereka. Anggota BPD

sejumlah lima orang dengan struktur sebagai berikut :

Ketua : Slamet Haryadi

Wakil Ketua : Misroil

Sekretaris : Parto Wiyono

Kabid Pemerintahan : Muh Kasan

Kabid Pembangunan : Basuki

Penyelenggaraan dan pengelolaan BPD dilakukan secara mandiri

oleh desa dengan tetap berpegang pada perda yang ada. Kenyataan yang

ada selama ini bahwa BPD tidak terlalu aktif. BPD baru mulai kelihatan

perannya pada saat pembuatan perdes atau rekrutmen kepemimpinan.

Hubungan BPD dengan Kepala Desa sebatas mitra kerja. Karena

itulah dalam struktur organisasi pemerintahan desa, hubungan kepala desa

dengan BPD dihubungkan dengan garis putus-putus yang merupakan garis

koordinasi, tidak seperti hubungan kepala desa dengan aktor pemerintahan

lain yang dihubungkan dengan garis lurus yang merupakan garis perintah.

Kedudukan BPD dengan kepala desa adalah setara dan tidak saling

membawahi.

Page 81: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

81

“.... Selama ini hubungan BPD dengan kades sangat baik, saling

memberi masukan karena BPD dan kades itu mitra. Namun kades

ga punya wewenang untuk mencampuri BPD yang memang telah

diatur dalam Perda. Tapi bagaimanapun kades tetap mempunyai

perhatian pada BPD baik itu dalam penyediaan fasilitas seperti

tempat, alat kantor, tunjangan. Dalam pembentukan BPD, saya ikut

bertanggung jawab dengan membentuk panitia dan mengurusnya

sampai selesai ...”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 29 November 2006)

Kepala Desa tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri

segala kegiatan dan keputusan BPD. Walaupun demikian Kepala Desa

tetap mempunyai peranan dalam kegiatan-kegiatan BPD secara tidak

langsung. Hal pertama yang dilakukan Kepala Desa pada BPD ini adalah

dalam hal pembentukan BPD. Seperti halnya dengan rekrutmen

kepemimpinan desa lainnya, Kepala Desa akan membuat panitia pemilihan

BPD yang akan mengurus segala hal menyangkut pemilihan BPD secara

langsung. Setelah pemilihan selesai dan mendapatkan hasil, Kepala Desa

akan memperoleh laporan hasil pembentukan BPD untuk kemudian

meneruskannya kepada Bupati melalui Camat.

Kepala Desa juga menyediakan segala fasilitas dan sarana yang

mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan BPD. Dalam hal ini, Kepala

Desa Sumbersari memberikan fasilitas kantor BPD sebagai tempat resmi

BPD melakukan pekerjaannya walaupun kenyataannya kantor BPD harus

menumpang di kantor PKK.

“.... kami memang tidak menyediakan kantor BPD secara pribadi,

gabung dengan kantor PKK, ini karena BPD jarang ada kegiatan

yang mengharuskan bertempat di kantor, kegiatan BPD kan paling

cuma rapat musyawarah membuat perdes, LPJ, ya sudah pake aja

balai desa untuk rapat, ga perlu kantor ...”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 29 November 2006)

Page 82: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

82

Untuk keperluan rapat BPD, dapat dilakukan di Balai Desa

Sumbersari. Untuk urusan administrasi pekerjaan, Kepala Desa juga

menyediakan dana untuk urusan tersebut. Penyediaan fasilitas tersebut

dilakukan Kepala Desa dengan memasukkan pos biaya operasional BPD

dalam APBDes yang dibuatnya.

Untuk kepentingan pekerjaan ataupun kegiatan yang harus

dilakukan BPD, Kepala Desa tidak mempunyai wewenang apapun untuk

menentukan, menambahkan ataupun menggantinya. Hal ini dikarenakan

segala wewenang, hak dan kewajiban BPD telah diatur dalam Perda yang

dikeluarkan pemerintah Kabupaten yaitu Perda Kabupaten Purworejo

Nomor 3 tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa. Segala

kegiatan BPD dirujuk dari Perda tersebut. Tidak ada peraturan desa yang

dibuat sebagai tindak lanjut Perda tersebut, yang dapat sebagai tempat

menuangkan inovasi baru dalam pengelolaan BPD yang tentu saja tidak

bertentangan dengan Perda tersebut dan sistem sosial budaya yang ada di

desa Sumbersari.

Motivasi yang kemudian diberikan Kepala Desa kepada BPD

antara lain adalah gaji (tunjangan) yang besarnya telah ditentukan secara

musyawarah sesuai kemampuan keuangan desa. Walaupun secara nominal

tunjangan yang diberikan kepada pengurus BPD dapat dikatakan kecil,

tunjangan ini cukup memberikan semangat tersendiri bagi pengurus BPD

dalam menjalankan tugasnya. Selain motivasi dalam bentuk gaji, Kepala

Desa juga sesekali memberi masukan kepada para pengurus BPD agar

selalu memberikan yang terbaik untuk masyarakat desanya. Pemberian

masukan ini dilakukan misalnya saat bertemu di jalan, di kantor ataupun di

kesempatan-kesempatan yang tidak formal dan lebih santai. Penjalinan

hubungan yang baik dengan pengurus BPD yang dilakukan Kepala Desa

ini juga termasuk motivasi. Pengurus BPD menjadi merasa diperhatikan

sehingga semakin meningkatkan kerjanya.

Page 83: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

83

Dalam pengelolaan lembaga demokrasi desa, Kepala Desa tak

berperan secara langsung. Kepala Desa sebatas menjamin bahwa lembaga

ini berjalan dan dikelola secara mandiri oleh desa.

3. Mekanisme Pertanggungjawaban Pemerintahan Desa Yang Manndiri

Dalam tiap tahunnya, pemerintahan desa diharuskan membuat

laporan pertanggungjawaban kerja mereka. Tak hanya Kepala Desa,

namun juga seluruh perangkat dan lembaga-lembaga desa. Laporan ini

wajib diberikan kepada masyarakat sebagai salah satu alat kontrol

masyarakat terhadap kerja pemerintahan desa. Selain juga sebagai sarana

edukasi untuk selalu melakukan pekerjaan sebaik mungkin agar layak

dipertanggung jawabkan di hadapan orang lain (publik).

Di desa Sumbersari, tidak mengenal laporan pertanggung jawaban

selain LPJ dari Kepala Desa. Hal ini diungkapkan oleh Misroil :

“.... ga ada laporan dari perangkat, karang taruna atau PKK, yang

ada ya cuma laporan pertanggung jawaban dari Kepala Desa. Yang

lain ga pernah ada tuh, ga ada yang minta jadi ga buat, paling kalo

ditanya gimana kerjaannya ya langsung dijawab, ga ditulis terus

dilaporkan itu ga ada....”

(Misroil, Anggota BPD, wawancara tanggal 21 Desember 2006)

Di desa Sumbersari, rapat pertanggungjawaban Kepala Desa,

biasanya dilaksanakan pada kisaran sebelum bulan Maret sampai bulan

April. Rapat dihadiri oleh pmerintah desa, BPD serta tokoh masyarakat.

Tidak ada penginformasian lebih lanjut kepada masyarakat secara luas

mengenai hasil rapat.

Kepala Desa dalam hal ini bertugas untuk menghimpun segala

pertanggung jawaban dari tiap unit kerja (perangkat dan lembaga desa)

untuk kemudian mempertanggung jawabkannya kembali dalam bentuk

Page 84: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

84

LPJ Kepala Desa kepada BPD. Fakta yang ada menunjukkan bahwa

selama ia menjabat (sejak 2003) hanya terdapat 1 (satu) LPJ yang pernah

dibuat.

“... Kades ga pernah memberikan LPJ secara terbuka kepada

masyarakat, jadi kami juga ga pernah bikin LPJ. Kades kadang

nyuruh bikin, tapi dia-nya sendiri ga pernah bikin, kades juga ga

terlalu merhatiin kami bikin ga. Selama ini LPJ memang jarang

dibuat karena masyarakat juga ga terlalu menuntut. Kades juga ga

terlalu peduli. LPJ dibuat kalo harus, misalnya biar bantuan

Kabupaten turun...” (Slamet R., Perangkat Desa, wawancara

tanggal 04 Desember 2006)

Motivasi utama yang mungkin bisa diberikan Kepala Desa kepada

bawahannya dalam hal ini adalah contoh. Kepala Desa memang telah

mengemukakan bahwa salah satu kewajiban dari tiap unit pemerintahan

desa adalah membuat laporan pertanggung jawaban, namun Kepala Desa

tak mampu menjamin bahwa kewajiban tersebut akan dilaksanakan oleh

para unit pemerintahan desa tersebut. Kepala Desa sebatas memberikan

tugas tanpa melakukan pengawasan yang berarti, bahkan cenderung

mendiamkan hal tersebut mengingat dirinya juga tidak membuat laporan

pertanggung jawaban secara resmi. Kebanyakan warga desa (termasuk

aparat atau aktor pemerintahan desa) merasa tidak perlu adanya laporan

pertanggung jawaban selama sebuah program itu secara fisik dapat dilihat.

Padahal laporan pertanggung jawaban salah satu fungsinya adalah sebagai

monitor kerja dan juga perencana awal program selanjutnya.

Mekanisme pertanggung jawaban yang ada selama ini lebih banyak

didasarkan pada Perda. Kepala Desa memandang LPJ sebagai sebuah

kewajiban yang harus dilaksanakan desa selaku unit pemerintahan lokal,

bukan atas kesadaran. Tak ada fasilitas yang diberikan Kepala Desa

kepada masyarakat agar mereka dapat mengetahui wujud dan isi laporan

pertanggung jawaban karena memang laporannya sendiri tak ada. Kepala

Page 85: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

85

Desa tidak menciptakan kondisi dimana mekanisme pertanggung jawaban

pemerintahan desa bisa diakses kapanpun oleh masyarakat desa secara

luas.

4. Kewilayahan Desa Yang Mandiri

Wilayah Desa Sumbersari dikelola berdasarkan nilai-nilai yang

telah ada sejak dulu. Penentuan batas wilayah desa, wilayah pemukiman

dan persawahan memang telah ditentukan pada awal sekali desa ini ada.

Tidak ada keterangan yang menyebutkan siapa yang menentukan hal

tersebut. Walaupun terdapat Perda yang mengatur mengenai batas-batas

wilayah desa, tidak mempengaruhi desa karena hal tersebut memang telah

ada sejak dulu dan kalaupun ada penyesuaian maka dilakukan dengan

musyawarah dengan masyarakat desa. Pengelolaan wilayah desa selama

inipun lebih banyak didasarkan pada nilai-nilai tesebut dan disesuaikan

dengan kebutuhan masyarakat. Pengelolaan kewilayahan ini biasanya

dilakukan secara swadaya masyarakat tanpa harus menunggu instruksi dari

pemerintahan kecamatan atau Kabupaten.

Wilayah desa yang sebagian besar merupakan area persawahan dan

pertanian membuat desa ini terlihat sebagai desa agraris. Dari keadaan ini

terlihat bahwa potensi desa yang paling menonjol adalah bidang pertanian.

Hambatan utama bidang pertanian di desa Sumbersari adalah

kemungkinan terjadinya banjir di desa ini. Diperlukan suatu upaya

pencegahan dan perbaikan untuk mengatasi hal ini. Disinilah Kepala Desa

berperan.

“... untuk mengatasi permasalahan seputar kewilayahan desa yaitu

banjir sawah, desa kemudian membangun saluran irigasi dan

perbaikan klep air sungai. Saya bertindak sebagi penanggung

jawab pembangunan. Pembangunan secara gotong royong warga.

Selain itu juga menghimpun warga untuk membersihkan sungai

serta menghimbau warga agar ga lagi buang sampah di sungai, juga

Page 86: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

86

untuk segera mengambil tindakan sesegera mungkin tanpa harus

menunggu perintah saya ...”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Hal yang kemudian dilakukan Kepala Desa Sumbersari untuk

mengatasi masalah tersebut adalah dengan memasukkan pembangunan

pleret di sepanjang sungai dan sawah dan perbaikan pintu air pembuangan

Kali Gawe sebagai agenda utama pembangunan desa. Kepala Desa

selanjutnya membentuk panitia pelaksana program yang akan bertanggung

jawab secara langsung dalam program tersebut.

Kepala Desa dalam panitia tersebut menjabat sebagai penanggung

jawab, beliau banyak turun tangan dalam pelaksanaan pembangunan

tersebut terutama dalam hal pengadaan segala sarana dan peralatan yang

digunakan dalam pelaksanaan pembangunan. Luasnya jaringan yang

dimiliki Kepala Desa membuat pengadaan sarana dan peralatan ini lebih

mudah dilakukan. Baik itu dari pihak pemerintahan supra desa ataupun

pihak lainnya.

Banjir yang dialami desa Sumbersari juga disebabkan oleh warga

desa itu sendiri, yaitu kebiasaan kebanyakan warga membuang sampah di

sungai. Ini tentu menyebabkan aliran sungai tidak lancar dan terhambat.

Untuk itulah Kepala Desa kemudian menggerakkan masyarakat untuk

bergotong royong membersihkan sungai dan juga terus menghimbau

warga untuk tidak membuang sampah di sungai karena menyebabkan

banjir. Keterbatasan dana yang dimiliki desa juga memaksa Kepala Desa

untuk menghimbau warganya agar tidak selalu tergantung pada program

pembangunan pemerintah. Dan ini ditanggapi baik oleh warga Dusun II

(barat sungai), yaitu melakukan peninggian tanggul sungai belakang desa

yang memang berdekatan dengan dusun II secara mandiri.

Hal yang dilakukan Kepala Desa dalam kewilayahan desa selain

bidang pertanian adalah dengan pengembangan “wajah desa”. Wajah desa

dimaksudkan agar desa terlihat lebih menarik, indah dan rapi. Hal ini

Page 87: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

87

kemudian diwujudkan dengan pembangunan gapura desa dan pembuatan

lis sepanjang jalan desa. Kepala Desa belum lagi memberikan kontribusi

yang lebih bagi pengembangan kewilayahan desa karena selama ini fokus

pengembangan berkutat di bidang pertanian dan hanya meneruskan nilai-

nilai yang telah ada.

5. Pengelolaan Kekayaan Desa Yang Mandiri

“..... kekayaan desa itu bondo desa, pologoro dan BPKD/K dari

Kabupaten, semuanya digabung jadi kekayaan desa untuk

kemudian dipakai sesuai kebutuhan desa ....”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 29 November 2006)

Yang dimaksud kekayaan desa adalah segala sesuatu yang menjadi

milik desa. Kekayaan desa Sumbersari adalah sebagai berikut

a. Bondo Desa yang berupa sawah/tanah kas desa seluas 0,310284 ha

b. Pologoro yaitu iuran yang ditarik kepada masyarakat (pungutan desa)

untuk keperluan surat menyurat. Berikut rinciannya :

Tabel 5

Jenis dan Besar Pungutan Desa

No Jenis Pungutan Besar Pungutan (Rp)

1 Biaya Administrasi Surat-Surat Keterangan

Biasa 2.000

2 Legalisasi Surat-Surat/Dokumen-Dokumen 2.000

3 Biaya Untuk Peralihan Hak Tanah (Hibah,

Waris, Jual Beli)

5% dan 10% dari

harga jual

4 Biaya Administrasi Keterangan Keramaian

(Wayang, Kethoprak, Angguk, dsb) 10.000

5 Swadaya Masyarakat Untuk Kegiatan

Perbaikan Masjid 5.000

6 Swadaya Masyarakat Untuk Kegiatan

Keagamaan (Peringatan Hari-hari Besar 15.000

Page 88: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

88

Islam)

7 Sumbangan Peringatan HUT Kemerdekaan

RI Tingkat Desa dan Kecamatan 2.000

8

Iuran Untuk Kegiatan Sosial Lain

a. Nikah 10.000

b. Talak 20.000

c. Rujuk 10.000

d. Cerai 20.000

e. Potong Hewan Besar 5.000

f. Jual Ternak Besar 5.000

9

a. Biaya Administrasi Keterangan Nikah 15.000

b. Biaya Administrasi Keterangan Numpang

Nikah 15.000

c. Biaya Administrasi Keterangan Perceraian 20.000

d. Biaya Administrasi Keterangan Rujuk 10.000

Sumber : Peraturan Desa Sumbersari Nomor 144.1/05/IX/2006 Tentang

Pungutan Desa

c. BPKD/K (Bantuan Pembangunan Kepada Desa/Kelurahan) yaitu

bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten kepada desa

untuk keperluan pembangunan desa dan pengelolaan pemerintahan

desa.

“.... tugas kades yaitu mengawasi jumlah uang yang keluar masuk

melalui sekdes dan kaur keuangan desa, dari mana dan kemana.

Kepala Desa ikut dalam menentukan besar kecil kekayaan desa

seperti pologoro, bondo deso, dan juga bertanggung jawab dalam

penggunaan BPKD/K ...”

(Suganjar, Sekdes, wawancara tanggal 21 Desember 2006)

Kekayaan desa dikelola secara mandiri oleh desa dan disesuikan

dengan ketentuan pemerintah Kabupaten. Dalam pengelolaan ini, Kepala

Page 89: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

89

Desa berperan dalam mengontrol keluar masuk keuangan/kekayaan desa

melalui Sekretaris Desa dan Kepala Urusan Keuangan Desa dan juga

sebagai penggerak pemberdayaan kekayaan desa ini. Kepala Desa

memberikan masukan mengenai kemana sebaiknya alokasi penggunaan

kekayaan desa ini. Selain itu juga Kepala Desa berusaha untuk terus

meningkatkan kekayaan desa. Untuk meningkatkan hasil yang diperoleh

dari tanah kas desa yang dikelola secara langsung oleh masyarakat, Kepala

Desa menyediakan sarana dan fasilitas pertanian yang memadai termasuk

mendatangkan penyuluh pertanian dari kecamatan. Kepala Desa selalu

memberikan arahan kepada masyarakat agar bekerja dengan giat dan terus

meningkatkan produksinya.

Pologoro dan BPKD/K merupakan kekayaan desa yang

pengelolaannya dilakukan oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Kaur

Keuangan. Kepala Desa akan melakukan pengawasan berapa jumlah yang

diterima dan jumlah yang dikeluarkan dari data yang dimiliki atau dibuat

oleh kaur keuangan. Kekayaan desa tersebut kemudian akan dituangkan

dalam APBDes yang dibuat oleh Kepala Desa BPD dan digunakan sesuai

kebutuhan desa.

Kekayaan desa dikelola dalam pengawasan dan tanggung jawab

Kepala Desa secara langsung. Penggunaan kekayaan desa harus

sepengetahuan Kepala Desa yang nantinya akan dikemukakan dalam rapat

penyusunan APBDes dan program kerja pembangunan desa. Pengelolaan

kekayaan desa dilakukan secara tertutup oleh pemerintah desa tanpa

penginformasian kepada masyarakat umum.

6. Pengelolaan Anggaran Desa Yang Mandiri

Pembuatan anggaran desa ditentukan berdasar jumlah kekayaan

desa yang ada dam penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan desa

serta ketentuan dari Kabupaten.

“.... anggaran desa dibuat dengan melihat kemampuan atau

kekayaan desa yang ada, dari situ kemudian dipikirkan bagaimana

Page 90: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

90

kekayaan tersebut akan dianggarkan atau dialokasikan kemana.

Penganggaran ini merujuk dari kebutuhan desa dan juga

disesuaikan dengan pos-pos yang telah ditentukan Kabupaten ....”

(Fajar, Kades, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Menurut APBDes tahun anggaran 2006, kekayaan yang dimiliki

desa Sumbersari yang kemudian dimanfaatkan yaitu sebagai berikut :

Tabel 6

Jenis dan Jumlah Kekayaan Desa

Jenis Kekayaan Desa Jumlah

Tanah Kas Desa (Bondo Desa) Rp 11.064.000,00

Pologoro dan perubahan tanah Rp 400.000,00

BPKD/K Rp 32.234.000,00

Total Rp 43.698.000,00

Sumber : APBDes Sumbersari tahun 2006

Dalam pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDes) Sumbersari juga melibatkan beberapa orang seperti Perangkat

Desa, tokoh masyarakat, dan BPD. Anggaran desa dikelola secara mandiri

oleh desa dan ini tentu saja sepengetahuan dan di bawah kewenangan

Kepala Desa. Dalam hal pencatatan administrasi keuangan, penyusunan

rencana kebutuhan keuangan desa, dan menghimpun laporan pertanggung

jawaban merupakan tugas dan fungsi dari Kepala Urusan Keuangan.

Namun pada kenyataannya, wewenang Kepala Desa sangat besar dalam

hal ini terutama dalam penyusunan rencana kebutuhan keuangan desa dan

laporan pertanggung jawaban.

“.... Anggaran desa dikelola bersama, Kepala Desa disini menjadi

penanggung jawab. Dalam penyusunan APBDes kades banyak

berperan karena dia kan pemimpin desa juga dia yang membuat

rencana kebutuhan, harusnya dengan kaur keuangan tapi selama ini

lebih sering dibuat sendiri. Tapi selama ini belum optimal karena

Page 91: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

91

kades sering kerja sendiri dan kurang memfungsikan aparat yang

lain ...”

(Misroil, anggota BPD, wawancara tanggal 21 Desember 2006)

Pembuatan rencana kebutuhan keuangan ini dilakukan bersamaan

dengan pembuatan program kerja pembangunan yang sebagian besar

pelaksanaannya berada di tangan Kepala Desa. Kaur Keuangan yang

seharusnya ikut berperan ternyata lebih banyak menyerahkan pembuatan

rencana kebutuhan keuangan desa kepada Kepala Desa. Kaur Keuangan

hanya menyetujui renacana yang dibuat Kepala Desa dan mengerjakan

hal-hal yang berhubungan dengan administrasi keuangan tanpa membuat

laporan pertanggung jawaban. Rencana kebutuhan keuangan desa inilah

yang kemudian akan dikemukakan dalam rapat penyusunan APBDes.

Dalam hal pengelolaan anggaran desa ini, Kepala Desa mempunyai

peran yang penting. Pengelolaan dan penggunaan anggaran desa yang

dituangkan dalam APBDes dibuat oleh Kepala Desa dengan persetujuan

BPD (selama ini BPD sangat jarang (bahkan tidak pernah) menolak

APBDes yang dibuat). Pembuatan APBDes ini juga melibatkan beberapa

tokoh masyarakat dan Perangkat Desa. Kepala Desa menyediakan fasilitas

berupa rapat atau musyawarah untuk membicarakan mengenai APBDes,

besar dan penggunaannya. Kepala Desa memberikan waktu kepada para

peserta rapat lainnya untuk mengeluarkan pendapat mereka sehubungan

dengan pengelolaan anggaran desa dan terus mendorong agar para peserta

rapat tidak sungkan dan aktif memberikan masukan namun hal tersebut

belum berhasil. Selama ini Kepala Desa belum memberikan penjelasan

mengenai APBDes ini kepada masyarakat yang tidak ikut rapat, baik itu

langsung ataupun tidak.

“... untuk laporan penggunaan anggaran dibuat kades, walaupun

akhirnya ga dibuat tapi itu dah jadi tanggung jawab kades ...”

(Slamet H, Ketua BPD, wawancara tanggal 25 Desember 2006)

Page 92: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

92

Kepala Desa merupakan penanggung jawab pengelolaan anggaran

desa, karena itulah laporan pertanggung jawaban yang seharusnya menjadi

tanggung jawab Kaur Keuangan dilimpahkan kepadanya. Ini menunjukkan

bahwa Kepala Desa belum mampu menjamin terlaksananya tugas tiap unit

kerja pemerintahan sesuai aturan yang ada, selain juga kekurang percayaan

Kepala Desa dalam memberikan suatu tugas kepada bawahannya.

Kepasifan peserta rapat membuat Kepala Desa sebagi penentu pengelolaan

APBDes.

B. Perencanaan Pembangunan

Desa dikatakan memiliki otonomi jika telah mempunyai kewenangan

dan keleluasaan penuh merencanakan pembangunan sesuai dengan otoritasi

dan yurisdiksi yang dibagi melalui desentralisasi politik. Perencanaan desa

bukan berarti perencanaan daerah yang ada di desa, melainkan sebagai sebuah

sistem perencanaan yang berhenti di tingkat desa atau dikelola sendiri (self

planning) oleh desa serta berbasis pada masyarakat setempat.

Perencanaan pembangunan dilakukan secara musyawarah setahun

sekali untuk mengetahui hal-hal yang sekiranya perlu dibangun sesuai dengan

kebutuhan desa yang juga disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki desa.

Dalam rapat perencanaan pembangunan yang diadakan, Kepala Desa

berkewajiban untuk mengembangkan prinsip partisipasi, transparansi dan

akuntabilitas publik karena masalah perencanaan pembangunan menyangkut

kepentingan desa secara keseluruhan.

Rapat biasanya disiapkan oleh Kepala Desa dibantu oleh kaur yang

bersangkutan dan beberapa masyarakat atas kesadaran sendiri. Dana yang

digunakan dalam rapat diambilkan dari APBDes pos biaya rapat atau juga dari

dana swadaya masyarakat. Rapat akan dibuka oleh Kepala Desa, dan dalam

rapat ini Kepala Desa bertindak sebagai moderator.

“.... selama ini kades lah yang banyak bertindak dalam perencanaan

pembangunan. Draft tentang perencanaan pembangunan dibuat kades

dengan kaur pembangunan, terus dirapatkan, dimintakan persetujuan.

Page 93: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

93

Rapat dipegang kades, keputusan dibuat kades sesuai draft yang ada,

kemudian ditanda tangani ....”

(Slamet H., Ketua BPD, wawancara tanggal 25 Desember 2006)

Rapat perencanaan desa ini lebih kepada pembacaan draft perencanaan

oleh Kepala Desa kemudian dimintakan persetujuan dari peserta rapat untuk

kemudian disahkan sebagai Perdes. Draft perencanaan dibuat Kepala Desa

bersama Kaur Pembangunan dengan melihat dan mempertimbangkan

kebutuhan desa. Selama ini partisipasi yang diberikan peserta rapat hanyalah

sebatas hadir namun tidak memberikan kontribusi aktif pada rapat. Kepala

Desa telah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat namun

ternyata masyarakat tidak menggunakan kesempatan yang ada, masyarakat

sekedar menyetujui draft yang ada. Disini peran Kepala Desa terlihat jelas.

Mengingat bahwa rapat hanya dihadiri oleh beberapa orang sebagai

perwakilan seluruh masyarakat, hasil yang ada pun secara langsung hanya

diketahui oleh orang-orang tersebut. Masyarakat yang tidak hadir tentu tidak

akan mengetahui hasil rapat jika tidak bertanya. Kepala Desa sendiri selama

ini tidak pernah memberikan pengumuman tertulis kepada masyarakat

mengenai hasil rapat. Kepala Desa selalu beranggapan bahwa hal tersebut

akan membuang waktu dan uang, padahal masyarakat sebenarnya

menginginkan adanya kejelasan informasi mengenai pembangunan yang akan

dilaksanakan di desa mereka.

“... Kades ga pernah mensosialisasikan hasil perencanaan

pembangunan ke masyarakat, misal dengan pengumuman tertulis.

Hasil rapat selanjutnya dibuat perdes kemudian disimpan sebagai

inventaris desa. Jika diusulkan tentang hal itu, kades ga menanggapi

serius karena merasa cuma buang-buang waktu, uang. Padahal kami

sering diminta masyarakat agar ada kejelasan informasi ...”

(Slamet H., Ketua BPD, wawancara tanggal 25 Desember 2006)

Page 94: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

94

Masyarakat yang ingin mengetahui hasil rapat akan bertanya kepada

tokoh yang hadir dalam rapat tersebut dan kemudian penyebaran informasi

dilakukan dari mulut ke mulut.

C. Pengelolaan Pembangunan Yang Mandiri dan Partisipatif

Dari perencanaan pembangunan yang telah dibuat dilanjutkan dengan

pelaksanaan pembangunan. Pengembangan desa tidak berjalan dengan baik

jika tidak ada partisipasi aktif dari masyarakat desa tersebut. Disinilah tugas

Kepala Desa, yaitu untuk menjamin bahwa pembangunan yang ada berjalan

dengan baik sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dengan pelibatan

masyarakat desa secara aktif dan menyeluruh.

Pembangunan desa Sumbersari selama ini masih difokuskan pada

pembangunan pertanian. Hal ini mengingat sebagian besar wilayah desa

merupakan area persawahan. Pembangunan yang mendukung pertanian desa

ini diwujudkan dengan melakukan :

1. Rehap pintu air pembuangan Kali Gawe

2. Pengadaan pralon pembuangan air

3. Pembangunan pleret

4. Pengadaan gorong-gorong

(Sumber : Lampiran Peraturan Desa Sumbersari Nomor 144.1/02/IX/2006

tentang Penetapan Program Kerja Pemerintah Desa, Bab III)

Pembangunan dilaksanakan secara mandiri oleh desa. Personel

pelaksana pembangunan merupakan warga desa sendiri baik itu yang bekerja

sebagai kuli tetap desa ataupun warga desa biasa yang secara sukarela

membantu jalannya pembangunan. Pembangunan dikoordinir oleh panitia

pembangunan desa yang juga berisi warga desa Sumbersari sendiri Tidak

pernah ada paksaan bagi masyarakat untuk melaksanaan program

pembangunan desa. Panitia pembangunan desa terdiri atas Kepala Desa

sebagai penanggung jawab, Kaur Pembangunan dan beberapa warga lainnya.

Sebagai penanggung jawab, sebenarnya Kepala Desa tak perlu sampai terjun

langsung dalam proses pembangunan karena telah terdapat personel lain yang

Page 95: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

95

telah dibagi tugas-tugasnya. Namun pada kenyataannya, tak ada masalah yang

bisa selesai tanpa campur tangan Kepala Desa.

“...pembangunan diatur panitia pembangunan yang dibentuk kades.

Disini kades sebagai penanggung jawab pembangunan. Kades akan

mengawasi jalannya pembangunan dan ikut terjun bersama warga. Bila

ada yang seumpamanya belum benar, kades akan mengoreksi,

biasanya kelengkapan pembangunan disediakan kades ...”

(Muh Kasan, Anggota BPD, wawancara tanggal 04 Desember 2006)

Banyak hal yang kemudian dilakukan oleh Kepala Desa, misalnya

dalam penyediaan sarana pembangunan. Untuk sarana yang tidak bisa

disediakan sendiri (penggunaan sarana pribadi), Kepala Desa akan

mengusahakannya melalui pinjaman ke desa lain. Dana yang digunakan dalam

proses pembangunan tentu saja berasal dari APBDes yang telah ditetapkan

sebelumnya. Alokasi dana untuk pembangunan ini ada yang ditentukan

Kepala Desa dalam tiap musyawarah atau rapat desa dan ada pula yang telah

ditentukan oleh pemerintah Kabupaten melalui BPKD/K-nya. Kepala Desa

selalu mengusahakan terciptanya lingkungan desa yang kondusif bagi

pelaksanaan pembangunan. Pelengkapan sarana-prasarana adalah salah

satunya.

Dalam proses pembangunan, Kepala Desa sesekali akan meninjau

bahkan ikut bekerja bersama pekerja lainnya. Hal ini ditujukan untuk

memberikan contoh agar masyarakat yang lain mau ikut aktif dalam tiap

program pembangunan, selain juga memberikan semangat dan arahan yang

diperlukan para pekerja. Walaupun dalam panitia pembangunan desa telah

ditentukan mengenai pekerja pelaksana pembangunan, namun Kepala Desa

tetap menghimbau warga agar ikut membantu jalannya pembangunan (dengan

ikut bekerja, misalnya). Pelibatan warga (yang bukan kuli tetap desa) dalam

proses pembangunan ini dimaksudkan juga agar masyarakat dapat mengawasi

jalannya pembangunan secara langsung.

Page 96: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

96

Selain pembangunan yang bersifat fisik, pembangunan non fisik yang

cukup menonjol dilakukan di desa Sumbersari adalah pembangunan di bidang

kesenian sekaligus keagamaan. Yaitu dengan melestarikan kesenian rebana

dan kencreng sebagai salah satu kesenian agama Islam. Dalam hal ini, Kepala

Desalah yang pertama kali memunculkan ide membentuk klub rebana untuk

anak-anak perempuan dan klub kencreng untuk anak-anak laki-laki. Saat ini

klub rebana dan klub kencreng desa Sumbersari telah menunjukkan prestasi

dan menjadi kebanggaan desa ini.

Kekurangan pembangunan desa Sumbersari utamanya yaitu bahwa

pembangunan desa berada dalam kontrol penuh panitia pembangunan desa

(terutama Kepala Desa), masyarakat ikut serta dalam pembangunan sebatas

sumbagsih tenaga dan pendapat (urun rembug).

Pembangunan desa Sumbersari dapat dikatakan belum cukup berhasil.

Banyak program-program pembangunan yang belum terlaksana karena

tersendat masalah biaya dan dana pembangunan. Banyaknya keluhan-keluhan

masyarakat seputar pelaksanaan pembangunan dikarenakan belum adanya

partisipasi aktif dan menyeluruh dari warga baik itu dalam proses perencanaan

ataupun pelaksanaan pembangunan.

D. Kemandirian Pengelolaan dan Penentuan Kelembagaan Desa

Untuk mendukung proses penyaluran aspirasi masyarakat, dibentuk

beberapa lembaga kemasyarakatan desa Sumbersari. Antara lain adalah Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), Karang Taruna, LKMD, dan PKK. BPD

merupakan lembaga demokrasi desa dan juga mitra pemerintah desa (lihat

Lembaga Demokrasi Desa – pen).

Dalam pengelolaan tiap lembaga tersebut, Kepala Desa menjabat

sebagai penanggung jawab ataupun dewan penyantun yang memberikan dana

pada pelaksanaan program lembaga desa tersebut.

“... dalam lembaga desa, saya ga banyak terlibat atau berperan, paling

yang dilakukan cuma jadi dewan penyantun yang ngasih dana

kegiatan, khusus untuk paguyuban gula jawa, saya datangkan penyuluh

Page 97: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

97

dari kecamatan agar industri ini berkembang. Kalo pas pembentukan,

biasanya saya datang untuk ngasih penjelasan tentang fungsi lembaga

itu ...”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 29 November 2006)

Tidak ada hal berarti yang dilakukan Kepala Desa menyangkut

pengelolaan lembaga desa ini dikarenakan untuk kegiatan operasional, telah

dilaksanakan secara mandiri oleh orang-orang yang ada di lembaga tersebut.

Kalaupun terdapat campur tangan Kepala Desa dalam tubuh lembaga-lembaga

desa ini, hanya seputar pemberian dana ataupun pemberian masukan dan

persetujuan atas program atau kegiatan yang akan dilaksanakan lembaga yang

bersangkutan. Dalam pembentukan lembaga desa, Kepala Desa bersifat

memberikan pengarahan mengenai fungsi lembaga desa. Sarana untuk tiap

kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga desa diupayakan sendiri oleh

lembaga dan dengan berbekal dari dana yang diberikan Kepala Desa serta

swadaya lembaga, kegiatan dapat berlangsung.

Untuk organisasi masyarakat yang ada di desa yaitu Paguyuban Gula

Jawa, Kepala Desa juga tidak terlalu berperan. Paguyuban ini hanya sebatas

paguyuban silaturahmi tanpa kegiatan yang berarti bagi pengembangan

industri gula jawa. Walaupun Kepala Desa telah mengusahakan sosialisasi

dari kecamatan mengenai pengembangan industri gula jawa, para pembuat

gula jawa kurang tertarik dengan pengembangan tersebut dengan alasan

keterbatasan dana. Sehingga indutri gula jawa di desa Sumbersari, sampai saat

ini masih dalam taraf industri rumah tangga.

Di desa Sumbersari terdapat beberapa lembaga yang kurang aktif

bahkan “mandeg”, misalnya Karang Taruna. Namun Kepala Desa tak

melakukan tindakan yang berarti yang dapat “membangkitkan” semangat

pengembangan lembaga dan cenderung mendiamkan.

Sedangkan untuk LKMD yaitu lembaga yang fungsinya untuk

mempertahankan keamanan dan ketahanan desa. Di desa Sumbersari, LKMD

ini hanyalah “lembaga remang-remang”. Pada prakteknya lembaga ini tidak

Page 98: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

98

mengerjakan apapun, namun terdapat susunan keanggotaannya. Untuk urusan

mempertahankan keamanan dan ketahanan desa, desa Sumbersari mempunyai

cara tersendiri yaitu dengan gotong royong melakukan ronda dan juga dijaga

oleh semua anggota masyarakat desa. Lembaga inipun merupakan lembaga

yang wajib ada di tiap desa dan tidak boleh dihapus.

“.... LKMD wajib ada di tiap desa, namun kalo di desa ini LKMD lebih

seperti lembaga remang-remang yang prakteknya nggak ada kerjaan

tapi ada anggotanya, desa juga tidak boleh menghilangkan LKMD

karena sudah diatur dalam Perda, dan kita harus patuh pada Perda kalo

nggak nanti malah bermasalah dengan Kabupaten karena nggak

dianggap nggak tertib dan menyalahi aturan ...:

(Fajar, Kades, wawancara tanggal 29 November 2006)

Lembaga masyarakat desa yang seharusnya merupakan lembaga yang

akan menampung aspirasi masyarakat untuk pertama kalinya, ternyata tak

dapat menjalankan tugasnya. Lembaga masyarakat desa tersebut, ada sekedar

memenuhi Perda yang ada. Selain itu juga, keterbatasan kemampuan yang

dimiliki masyarakat desa untuk mengelola sebuah organisasi. Kepala Desa

tidak dapat melakukan tindakan yang sekiranya bertentangan dengan

ketentuan pemerintah supra desa.

E. Keharmonisan Hubungan Desa dengan Pihak Luar Desa

Sebuah desa tidak dapat berdiri sendiri, ia selayaknya manusia yang

merupakan makhluk sosial juga membutuhkan lingkungan (sosialnya) untuk

berinteraksi dan mengembangkan desanya. Seperti telah dijelaskan bahwa

Otonomi Desa bukanlah kesendirian desa, sehingga desa tetap harus menjalin

hubungan dengan pihak di luar desa. Sebagai desa yang kecil dengan

memegang teguh nilai kerukunan dan perdamaian, desa Sumbersari tetap

menjalin hubungan yang baik dengan semua pihak di luar desa. Hubungan

baik ini diwujudkan dalam bentuk pengelolaan sawah, pengelolaan

kewilayahan, dan juga pelaksanaan peraturan yang ada dengan baik.

Page 99: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

99

Dasar penjalinan hubungan kerja sama dengan pihak luar desa yaitu

Perda Kabupaten Purworejo Nomor 2 tahun 2006 tentang Pedoman

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Pada Bab III pasal

5 ayat 2 (f), dijelaskan bahwa kerja sama desa diatur dengan keputusan

bersama dan harus melaporkannya kepada Bupati melalui Camat. Selanjutnya

masih dalam Perda yang sama, Bab III pasal 5 ayat 3 juga dijelaskan bahwa

kerjasama yang dilakukan harus mendapat persetujuan dari BPD.

“.... siapapun dan apapun memang harus menjalin hubungan yang baik

dengan dunia luarnya, dan ini pastinya ditujukan untuk kebaikan

bersama. Selama ini desa kami dalam keadaan yang baik, dan

mempunyai hubungan yang baik pula dengan desa lain, kecamatan

atau Kabupaten. Banyak kerjasama yang dilakukan baik itu dengan

orang secara personal ataupun organisasi, dan selama ini sampai

sekarang Alhamdulillah masih terjalin baik tanpa masalah berarti ....”

(Fajar, Kades, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Hubungan desa dengan pihak luar desa yang terjalin dengan baik

selama ini tak terlepas dari sosok Kepala Desa. Kepala Desa sebagai

pemimpin tertinggi desa merupakan salah satu aktor yang menghubungkan

desa dengan dunia luar desa. Dapat dikatakan bahwa Kepala Desa merupakan

“customer service” desa, penilaian dunia luar terhadap desa di dasarkan

penilaiannya terhadap desa. Kepala Desa mempunyai akses yang lebih luas

untuk berhubungan dengan pihak luar.

“... selama ini hubungan desa dengan luar desa banyak dijembatani

oleh kades. Kadeslah yang selama ini menyediakan segala sarana desa,

dan ini tentu berasal dari luar desa : desa tetangga, Kecamatan atau

Kabupaten atau juga dari orang-orang tertentu. Tanggung jawab yang

dimiliki kades membuat Kepala Desa harus berhubungan dengan lebih

banyak orang di luar desa ...”

(K. Purwadi, Tokoh Masyarakat, wawancara tanggal 2006)

Page 100: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

100

Kepala Desa dapat dikatakan sebagai cerminan dari masyarakat desa

secara keseluruhan. Saat Kepala Desa itu bertingkah yang kurang baik di luar

desa, maka seluruh desa akan dicap kurang baik pula. Sebagai pemimpin

tertinggi desa, Kepala Desa mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan

yang berhubungan dengan desa, termasuk dalam hubungan desa dengan pihak

luar. Untuk dapat menjalin hubungan dengan pihak luar desa, desa (baik itu

sebagai sebuah unit organisasi pemerintahan ataupun masyarakat secara

pribadi), harus mendapat persetujuan dari Kepala Desa. Di sini terlihat bahwa

peran Kepala Desa dalam penjalinan hubungan ini sangat besar, karena dapat

atau tidaknya hubungan kerjasama ini terjalin sangat ditentukan dari

keputusan Kepala Desa.

Selain bahwa Kepala Desa merupakan pembuat keputusan akhir atas

terjalinnya suatu kerja sama, Kepala Desa juga merupakan penghubung utama

antara desa dengan pihak luar desa. Dalam hal ini Kepala Desa Sumbersari

berusaha sebaik mungkin untuk tetap menjalin hubungan tersebut. Kepala

Desa berusaha terus untuk meningkatkan jaringan yang dimilikinya yang tentu

saja akan memudahkannya dalam bekerja sama. Kepala Desa juga selalu

berusaha menciptakan kondisi desa yang damai dan harmonis yang akan

mempermudah jalinan kerja sama tersebut.

“... hubungan yang baik terjalin karena kades sering ikut dalam acara

di kecamatan, ikut diklat juga, jadi jaringan bertambah. Kades juga

ikut dalam Polosoro, jadi lebih mudah bergaul dengan desa lain...”

(Slamet H., Ketua BPD, wawancara tanggal 08 Desember 2006)

Selama ini hubungan desa dengan desa lain ataupun pemerintahan

supra desa terjalin dengan baik dan tanpa hambatan. Hubungan Kepala Desa

Sumbersari dengan Kepala Desa lain terjalin dengan baik. Kepala Desa

Sumbersari merupakan anggota dari Polosoro, paguyuban Kepala Desa dan

Perangkat Desa se-Purworejo. Dalam paguyuban ini Kepala Desa lebih mudah

mengenal dan berhubungan dengan Kepala Desa lainnya. Untuk hubungan-

hubungan yang sifatnya meminta bantuan, Kepala Desa berperan banyak.

Page 101: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

101

Berbagai hubungan kerjasama desa dengan desa lainnya diusahakan oleh

Kepala Desa dengan melakukan lobi-lobi untuk mendapatkannya.

F. Hukum Desa Yang Menjunjung Nilai Sosial Budaya Desa

Hukum diciptakan untuk mengatur pola pergaulan yang ada di

masyarakat. Hukum desa lebih di dasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat desa tersebut. Sanksi yang diberikanpun lebih bersifat hukuman

moralitas. Karena itulah, hukum desa lebih tepat jika disebut dengan hukum

adat ataupun juga dapat disebut norma sosial.

Sebagai desa yang juga mempunyai nilai-nilai sosial budaya yang

khas, desa Sumbersari mempunyai hukum desa yang mengatur tata pergaulan

masyarakat desa. Setiap ada perubahan atau pembuatan hukum baru, selalu

diawali konsultasi dengan sesepuh desa, keputusan sesepuh desa inilah yang

akan dipertimbangkan dan dipakai dalam menentukan apakah sebuah hukum

itu perlu diubah atau dibuat. Penghormatan terhadap sesepuh desa ini

sekaligus memperlihatkan bahwa desa tetap berusaha menjaga hukum adat

yang ada di desa ini.

Dikarenakan hukum desa merupakan hukum adat yang nilai-nilainya

telah ada mengakar dalam masyarakat desa, yang dapat dilakukan Kepala

Desa selanjutnya adalah menjaga agar hukum desa tersebut berjalan di jalur

yang seharusnya. Selain itu juga, Kepala Desa juga tetap dapat membuat

hukum desa selama hukum tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai adat

yang ada di desa. Penjaminan terlaksana dan tegaknya hukum di tingkat desa

ini merupakan salah satu tanggung jawab Kepala Desa.

Dalam pembuatan hukum desa, baik itu benar-benar membuat hukum

baru yang belum pernah ada di desa ataupun merubah/menyesuaikan hukum

lama dengan perkembangan zaman, Kepala Desa sebagai pemimpin tertinggi

sekaligus pengambil utama sebuah keputusan akan menentukan apakah

hukum tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan desa ataukah tidak.

Hukum desa merupakan hukum yang tak tertulis, oleh karena itu

Kepala Desa harus membuat sebuah sistem yang menjaga agar hukum tersebut

Page 102: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

102

tetap ada di masyarakat. Seperti halnya dengan pelestarian nilai adat dan sosial

budaya, maka akan dibentuk sebuah sistem dalam masyarakat, dimana

masyarakat akan tetap patuh dan menjunjung tinggi nilai adat tersebut.

“.... kita tak perlu menakuti-nakuti warga dengan bencana kalo mereka

melanggar hukum, itu juga perlu, tapi yang lebih penting adalah

menanamkan dalam diri tiap masyarakat untuk selalu menjaga nilai

yang dibangun nenek moyang karena kita itu hidup juga karena

mereka. Alhamdulillah selama ini masyarakat tetap menjunjung dan

mematuhi hukum adat di desa ini, kalo misalnya ada sedikit masalah,

ada sesepuh desa yang pastinya akan memberi masukan ...”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Penjagaan tegaknya hukum desa tidak akan berjalan dengan baik tanpa

partisipasi dari seluruh warga dan karena itulah Kepala Desa Sumbersari

bersama-sama dengan para sesepuh desa selalu menghimbau warga

masyarakat desa Sumbersari untuk terus mematuhi hukum desa yang ada.

Kepala Desa dan para sesepuh desa selalu siap menjadi “konsultan hukum”

untuk membantu, menjawab pertanyaan dan memberikan saran menyangkut

hukum desa yang ada kepada masyarakat desa.

Hukum desa yang ada di desa Sumbersari antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Tamu menginap lebih dari 1 x 24 jam, wajib lapor ke Ketua RT

Hukum ini merupakan bukanlah termasuk adat desa, namun merupakan

hukum yang sengaja dibuat sejak dulu untuk menjamin ketertiban dan

keamanan desa. Walaupun ada kewajiban untuk melaksanakan hukum ini,

masyarakat desa belum peduli terhadap hukum ini. Selama tamu yang

menginap telah dikenalkan kepada tetangga terdekat maka masyarakat

merasa tidak perlu melaporkan kepada ketua RT dan juga tidak

mempermasalahkannya. Hal ini juga didukung kondisi masyarakat yang

cenderung acuh dan tidak mau mencampuri urusan orang lain, selain itu

Page 103: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

103

juga kepasifan ketua RT setempat yang tidak menindak pelanggaran atas

hukum ini.

2. Warga yang tertangkap basah berselingkuh (berbuat mesum) di usir dari

desa.

Hukum ini didasarkan pada nilai-nilai dalam agama Islam yang mengatur

bahwa orang yang berzina harus diasingkan dari masyarakat sebagai

wujud penyesalan atau tobat atas perbuatan mereka. Selain didasarkan

pada nilai-nilai agama, hukum inipun dimaksudkan untuk menjaga

“kebersihan” desa dari orang-orang dan perbuatan yang tidak baik.

3. Jumlah upah Kuli Desa

Masalah ini termasuk dalam hukum desa karena penentuan jumlah upah

ini dilakukan berdasar nilai-nilai yang telah ada sejak dulu. Jumlah yang

diterima oleh kuli desa ini yaitu sebesar 50 ubin (1 ubin = ±14 m2) per kuli

selama ia menjadi kuli tetap desa. Walaupun dibuat berdasar aturan yang

telah ada sejak dulu, tetap ada penyesuaian jumlah upah yang dilakukan

secara musyawarah.

4. Larangan menikahi tetangga yang rumahnya berhadapan (madureso)

Hukum ini lebih merujuk pada mitos yang berkembang di desa. Adanya

kepercayaan jika hal ini dilanggar maka desa akan mendapat musibah.

Walaupun zaman telah berubah dan masyarakat sedikit demi sedikit telah

berubah pola pikirnya menjadi lebih modern, ternyata hukum adat ini tetap

terjaga. Adanya sesepuh desa yang senantiasa mengingatkan jika terlihat

adanya kemungkinan terjadi pelanggaran.

G. Pemrosesan Peraturan Desa Melalui Konsultasi Publik

Kewenangan bagi desa untuk membuat peraturan desanya

dikategorikan sebagai kewenangan devolutif yaitu kewenangan yang melekat

kepada desa karena posisinya sebagai pemerintahan lokal. Peraturan desa

dibuat untuk mengatur hal-hal yang menyangkut pemerintahan dan

pembangunan desa. Peraturan desa berbeda dengan hukum desa yang lebih

mengatur pada pergaulan masyarakat secara per individual. Peraturan desa

Page 104: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

104

dibuat untuk mengatur masyarakat desa secara keseluruhan dan lebih pada

kepentingan masyarakat desa.

“.... Perdes selalu dibuat dengan bermusyawarah dengan Perangkat

Desa, BPD dan tokoh masyarakat yang ada. Pembuatan perdes ini

sesuai dengan Perda yang sudah mengatur, ketidaksesuaian dengan

Perda berarti bahwa desa tidak patuh dan ini tentu akan menimbulkan

masalah bagi desa kami. Dengan musyawarah akan lebih banyak

menampung aspirasi dan pendapat dari masyarakat, tapi yang terjadi

tidak demikian karena tau sendiri lah, masyarakat sini susah sekali

disuruh ngomong ...”

(Slamet H, Ketua BPD, wawancara tanggal 25 Desember 2006)

Selama ini pembuatan peraturan desa Sumbersari dilakukan secara

musyawarah. Stakeholders yang terlibat dalam tiap proses pembuatan

peraturan desa adalah :

1. Kepala Desa

2. BPD

3. Sekretaris Desa

4. Tokoh Lembaga Masyarakat Desa (PKK, LKMD, Karang Taruna)

5. Perangkat Desa (Para Kepala Urusan)

6. Kepala Dusun

7. Ketua RT /RW

8. Tokoh masyarakat

9. Tokoh agama

Rapat yang dilaksanakan sebagai sarana pembuatan perdes ini

ditujukan agar terjadi konsultasi antara pemerintahan desa dengan masyarakat.

Melalui konsultasi ini kemudian akan terungkap keinginan masyarakat

sehubungan perdes yang akan dibuat atau disahkan.

Di desa Sumbersari, istilah konsultasi lebih dikenal dengan nama

musyawarah. Pada tiap musyawarah, Kepala Desa bertindak sebagai

moderator rapat yang mengatur jalannya rapat atau musyawarah. Dengan

Page 105: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

105

dipilihnya Kepala Desa sebagai moderator rapat diharapkan rapat lebih tertib

dan peserta mau menuruti tata tertib rapat yang disampaikan oleh Kepala

Desa. Dalam hal ini, Kepala Desa mempunyai kekuatan lebih untuk

menguasai peserta rapat.

Ide untuk memasukkan suatu hal dalam bentuk perdes biasanya datang

dari perda ataupun perdes lain yang telah dibuat sebelumnya. Misalnya,

pembuatan perdes tentang pungutan desa, didasarkan pada Perda tentang tata

kerja pemerintahan desa dan juga dari perdes tentang sumber-sumber

pendapatan dan kekayaan desa dan pengurusannya. Kepala Desa akan melihat

hal-hal penting dari perda atau perdes yang ada, untuk kemudian ditindak

lanjuti dalam bentuk perdes lagi. Selanjutnya Kepala Desa akan menemui

ketua BPD untuk membicarakan kemungkinan dijadikannya hal tersebut

sebagai perdes. Bila ketua BPD telah menyetujui, kemudian mereka akan

mengadakan musyawarah dengan Perangkat Desa dan tokoh masyarakat untuk

membicarakan hal yang sama.

Desa selalu mengupayakan diskusi ataupun musyawarah dengan para

tokoh masyarakat, dengan harapan adanya masukan yang berarti dari diskusi

atau musyawarah tersebut. Kepala Desa telah berusaha agar peserta rapat mau

memberikan masukan dengan jalan membuka kesempatan seluas-luasnya

untuk berpendapat, namun sekali lagi masyarakat enggan untuk

menyampaikan pendapatnya.

Untuk sebuah desa yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif dalam

musyawarah ternyata belum mampu melaksanakan musyawarah dengan baik.

Kepala Desalah yang kemudian menjadi pemberi ide dan pembuat keputusan

walaupun tidak mutlak. Peraturan desa yang seharusnya dilakukan melalui

konsultasi publik dengan para stakeholder desa tidak tercapai, peraturan desa

lebih merupakan keputusan Kepala Desa. Kepala Desa menjadi mempunyai

andil yang sangat besar dalam pembuatan peraturan desa. Kepala Desa yang

mengusulkan, Kepala Desa pula yang memutuskan.

Peraturan desa yang telah berhasil dibuat oleh pemerintah desa

Sumbersari antara lain adalah :

Page 106: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

106

1. Peraturan Desa Sumbersari Nomor 141/03/VII/2005 tentang Sumber-

Sumber Pendapatan Desa Tahun Anggaran 2005

2. Peraturan Desa Sumbersari Nomor 144.1/01/IX/2006 tentang Penetapan

Program Kerja Pemerintah Desa

3. Peraturan Desa Sumbersari Nomor 144.1/02/IX/2006 tentang Sumber-

Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa dan Pengurusannya

4. Peraturan Desa Sumbersari Nomor 144.1/Dsa/04/IX/2006 tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2006

5. Peraturan Desa Sumbersari Nomor 144.1/05/IX/2006 tentang Pungutan

Desa

Peraturan-peraturan desa ini kemudian menjadi pedoman desa dalam

menjalankan pemerintahan dan pembangunannya.

H. Akses Desa Dalam Pengambila Keputusan Ke Luar dan Dalam Desa

Desa dengan otonomi yang dimiliki berarti bahwa desa berhak untuk

menentukan sikap atau membuat keputusan yang menyangkut penghidupan

dan kehidupan desa secara keseluruhan. Akses dalam hal ini menyangkut

hubungan masyarakat desa dengan pemerintahan desanya dan juga hubungan

desa (masyarakat desa) dengan pemerintahan supra desa.

Kepala Desa dengan berbagai upayanya telah berusaha untuk terus

meningkatkan partisipasi aktif masyarakat desa dalam tiap rapat ataupun tiap

kegiatan yang diselenggarakan di desa. Namun ternyata partisipasi inipun

masih dibatasi sebatas para elite desa yaitu mereka yang hadir dalam tiap rapat

yang diselenggarakan. Kepala Desa belum membuka forum dimana seluruh

masyarakat dapat hadir untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan bagi

desanya.

“.... belum pernah ada rapat terbuka yang dihadiri seluruh masyarakat

untuk berembug bersama membuat atau mengambil keputusan ...”

(Saiful Hadi, Masyarakat, wawancara tanggal 25 Desember 2006)

Page 107: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

107

“.... Saya memang membatasi jumlah peserta yang hadir dalam rapat,

karena kalo diundang semua belum tentu mereka mau hadir, mau

ngomong. Kan sudah ada perwakilannya yang membawa keinginan

mereka, jadi malah buang-buang waktu dan uang saja ....”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Dalam penjaringan aspirasi masyarakat yang nantinya akan diangkat

dalam tiap rapat, Kepala Desa memanfaatkan jasa BPD dan juga lembaga dan

organisasi kemasyarakatan serta Perangkat Desa lain. Hal ini dilandasi sebuah

pemikiran bahwa masyarakat lebih tidak sungkan terhadap mereka. Dengan

menfasilitasi lembaga atau organisasi tersebut dengan sejumlah cara atau

metode penyampaian pendapat, diharapkan aspirasi masyarakat lebih banyak

yang terjaring untuk kemudian dapat ditindak lanjuti. Metode yang ditawarkan

dalam penyampaian pendapat dapat melalui pengaduan secara tertulis dan juga

pengaduan lisan.

“... Masyarakat sini lebih senang ngadu langsung ke rumah, ga cuma

ka saya, anggota BPD yang lain Perangkat Desa juga sering, Kepala

Desa juga pernah bilang untuk selalu melayani mereka yang tanya ...”

(Slamet h, Ketua BPD, wawancara tanggal 08 Desember 2006)

Dari wawancara yang dilakukan ternyata cara yang lebih banyak

dimanfaatkan adalah pengaduan secara lisan baik itu dalam forum kegiatan

organisasi ataupun juga melalui pengaduan yang sifatnya lebih personal. Dari

sekian lembaga dan organisasi yang ada di desa, yang paling sering

mendapatkan masukan dari masyarakat adalah BPD mengingat bahwa BPD

merupakan lembaga demokrasi desa yang salah satu tugasnya adalah

menampung aspirasi masyarakat. Masyarakat sering kali mendatangi

kediaman ketua BPD untuk mendapatkan informasi ataupun memberikan

kritik dan masukan. Selain ketua BPD yang juga sering mendapatkan

pertanyaan dari masyarakat adalah Sekretaris Desa. Kepala Desa selalu

memotivasi BPD, Perangkat Desa dan lembaga atau organisasi desa untuk

Page 108: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

108

selalu siap melayani masyarakat desa yang datang dan membutuhkan bantuan

mereka. Dan ini juga diberikan kepada masyarakat agar tak segan untuk

bertanya kepada siapa saja yang mereka anggap mampu memberikan

informasi atau bantuan yang mereka butuhkan.

Melalui informasi yang telah dikumpulkan kemudian akan diketahui

kebutuhan masyarakat dan kemudian dapat ditindak lanjuti melalui perdes.

Walaupun hal ini masih belum optimal pelaksanaannya, paling tidak Kepala

Desa telah berusaha untuk sedikit membuka kesempatan warga desa untuk

memberikan sesuatu yang berkaitan dengan desa mereka.

Akses masyarakat eksternal pada pemerintah supra desa juga sangat

terbatas, karena partisipasi yang diberikan juga terbatas. Demi membawa

kebutuhan dan keinginan desanya, Kepala Desa Sumbersari ikut dalam

paguyuban Polosoro. Melalui Polosoro, Kepala Desa Sumbersari dapat

menyampaikan aspirasi warga desanya dengan harapan adanya sebuah

tanggapan positif dari pemerintah Kabupaten mengenai hal tersebut.

Kepala Desa belum mampu mengembangkan partisipasi masyarakat

nya secara optimal dalam proses pengambilan keputusan bagi penghidupan

dan kehidupan desa secacra optimal. Namun upaya yang dilakukan Kepala

Desa, paling tidak telah sedikit membuka akses tersebut.

I. Intervensi Pemerintahan Supra Desa

Otonomi Desa merupakan kemandirian dan keleluasaan desa dalam

menjalankan pemerintahan dan pembangunan desanya. Besar kecil campur

tangan (intervensi) pemerintah supra desa dalam pengelolaan desa akan

menentukan kualitas otonomi sebuah desa. Intervensi yang dilakukan

pemerintah supra desa dapat bermacam-macam, mulai dari taraf perencanaan

desa sampai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan desa. Misalnya

banyaknya peraturan daerah yang dibuat (dikeluarkan) untuk mengatur desa

dan hanya menyisakan sedikit sekali kewenangan bagi desa.

Perda merupakan sebuah peraturan yang dibuat oleh Kabupaten yang

merupakan tindak lanjut dari UU ataupun peraturan yang dibuat oleh

Page 109: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

109

pemerintah pusat. Perda ini sifatnya mengikat namun tetap memberikan

kesempatan penyesuaian bagi desa dengan kondisi sosial budaya setempat.

Namun masalah yang kemudian muncul adalah kenyataan bahwa Kepala Desa

termasuk orang yang cenderung patuh dan manghindari kesulitan, oleh karena

itu Perda hanya ditindak lanjuti dengan perdes yang sifatnya masih sangat

umum dan bahkan mengulang dari Perda yang ada. Hal ini menunjukkan

bahwa Kepala Desa kurang mampu (berani) berinovasi demi desanya.

“.... Tugas pembantuan, belum pernah ada, belum pernah dengar juga,

tapi kalopun memang benar-benar akan dibebankan kepada kami ya

kami terima selama itu dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dan

tidak mengganggu kerja desa kami ....”

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Di desa Sumbersari belum pernah ada tugas pembantuan yang

dibebankan. Namun telah ada sebuah niat untuk menolak tugas pembantuan

yang tidak dilengkapi dengan fasilitas dan sarana yang memadai. Selain dalam

tugas pembantuan, minimalisasi intervensi juga dilakukan Kepala Desa

dengan menghentikan perencanaan desa hanya di desa, tanpa membawanya ke

atas. Dalam hal ini, Kepala Desa telah mengupayakan agar Kabupaten tidak

mencampuri kegiatan perencanaan pembangunan di desanya.

BPKD/K merupakan bantuan rutin yang diberikan pemerintah

Kabupaten kepada desa untuk membantu pelaksanaan pembangunannya. Pos-

pos balanja BPKD/K telah ditentukan dari atas, merupakan paket bantuan

yang diberikan kepada desa tanpa ada keleluasaan untuk menggunakannya.

Kepala Desa tidak dapat menentukan pos-pos pembelanjaan BPKD/K sendiri

karena hal ini telah diatur atau dibuat oleh pemerintah Kabupaten. Namun

dalam pelaksanaannya, kadang tidak sesuai dengan isi BPKD/K karena

bagaimanapun Kepala Desa harus lebih mementingkan kebutuhan desa.

“.... kades ga bisa memperngaruhi Kabupaten untuk tidak menentukan

pos belanja BPKD/K, itu jauh dari dari wewenang kades, jadi ya

terima saja, masalah pelaksanaan kan tinggal liat di lapangannya ...”

Page 110: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

110

(Fajar, Kepala Desa, wawancara tanggal 16 Desember 2006)

Seperti halnya BPKD/K ataupun intervensi-intervensi yang lain, kasus

LKMD tetap tak dapat diselesaikan dengan baik. Kepala Desa tetap

menganggap bahwa desa merupakan pemerintahan terkecil yang wajib

mematuhi peraturan yang dibuat pemerintahan di atasnya. Penghapusan

lembaga desa, walaupun tidak fungsional, merupakan tindakan serius yang

tidak mungkin dilakukan. Terlihat disini bahwa Kepala Desa belum mampu

untuk meminimalkan intervensi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten

karena terhambat masalah struktural.

Page 111: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

111

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan analisis terhadap hasil penelitian,

dapat ditarik kesimpulan bahwa Kepala Desa Sumbersari belum berperan

secara optimal. Banyak kekurangan yang terungkap dari tindakan-tindakan

yang ia lakukan dalam kerangka otonomi desanya. Ini ditunjukkan dengan :

1. Sebagai Organisator, Kepala Desa belum mampu berperan dengan baik.

Kepala desa belum memfungsikan unit pemerintahan desa yang ada secara

optimal dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan desa dalam otonomi

desanya. Kepala Desa tidak melakukan delegasi wewenang secara penuh

kepada bawahannya. Selama ini pengorganisasian pemerintahan desa yang

dijalankan Kepala Desa, lebih bersifat teknis dan banyak sekali bergantung

pada peraturan pemerintah supra desa.

2. Sebagai fasilitator, Kepala Desa dapat dikatakan cukup berperan dengan

baik. Berbagai macam fasilitas, sarana dan pelengkap pembangunan, telah

diupayakan Kepala Desa. Tak hanya fasilitas fisik dan materi namun juga

fasilitas non fisik yang telah diupayakan untuk memperlancar segala

urusan desa. Kendala yang dihadapi dalam penyediaan fasilitas desa

adalah adanya keterbatasan dana. Penyediaan fasilitas oleh Kepala Desa

ini sedikit banyak juga masih bergantung pada pemerintah supra desa.

3. Sebagai inovator, Kepala Desa belum mampu berperan dengan baik.

Inovasi yang diberikan masih sebatas pada hal yang berhubungan dengan

fisik desa. Belum terdapat inovasi untuk mengembangkan dan

memberdayakan desa dan masyarakatnya. Kepala Desa sangat dipengaruhi

pada pemerintah supra desa dalam tiap idenya.

4. Sebagai motivator, Kepala Desa telah berperan dengan baik. Kepala Desa

tak pernah berhenti memberikan dorongan kepada masyarakatnya demi

kemajuan dan lancarnya pemerintahan dan pembangunan desa. Dorongan

Page 112: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

112

tersebut tak hanya berupa nasehat ataupun saran namun juga berupa

contoh fisik yang langsung diberikan oleh Kepala Desa. Kendala yang

dihadapi dalam pemberian motivasi ini adalah sikap masyarakat yang

cenderung malas “bergerak”.

B. Saran

Berdasarkan fakta mengenai peran Kepala Desa dalam Otonomi

Desa di Desa Sumbersari yang telah dijelaskan di atas, maka rekomendasi atau

saran yang dapat diambil adalah:

1. Diperlukan peningkatan kemampuan kepemimpinan dan keorganisasian

Kepala Desa. Misalnya melalui diklat mengenai kepemimpinan dan

keorganisasian. Diklat yang ada akan memberikan penjelasan kepada

Kepala Desa mengenai tiap bagian dan tugasnya dalam sebuah organisasi,

pentingnya koordinasi yang seimbang dengan bawahan serta pentingnya

delegasi wewenang kepada bawahan. Diklat yang ada akan sedikit banyak

membantu masalah-masalah yang ada dalam proses pengorganisasian yang

dilakukan Kepala Desa atas pemerintahan desa. Selain juga diperlukan

penanaman kepercayaan Kepala Desa kepada kemampuan bawahan.

2. Keterbatasan dana yang dihadapi dalam penyediaan fasilitas desa dapat

diatasi dengan penyediaan fasilitas secara mandiri, swadaya masyarakat.

Ketergantungan desa terhadap pemerintah supra desa dapat diminimalkan

melalui pengembangan swadaya masyarakat desa. Pengerahan seluruh

aspek yang ada dalam pengupayaan penyediaan fasilitas desa akan lebih

optimal hasil dibanding jika dilakukan sendiri oleh Kepala Desa. Kepala

Desa dapat bekerja sama dan mengkoordinasikan masyarakat untuk

fasilitasi ini.

3. Peningkatan partisipasi masyarakat secara utuh dalam tiap proses

pengambilan keputusan akan lebih membuka kesempatan munculnya ide

baru demi kemajuan desa. Transparansi juga perlu diterapkan oleh Kepala

Desa. Misal dengan peningkatan frekuensi “rembug desa” yang dihadiri

oleh seluruh masyarakat desa (sebulan sekali). Dari sini Kepala Desa akan

Page 113: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

113

dapat memperoleh ide-ide baru yang lebih beragam. Dari sinilah Kepala

Desa dapat sedikit “memoles” ide yang ada agar lebih rasional untuk

diwujudkan. Inovasi tak harus berasal dari diri Kepala Desa, namun dapat

dari orang lain untuk kemudian diwujudkan.

4. Kegagalan pemberian motivasi yang dilakukan Kepala Desa kepada

masyarakatnya dapat diatasi melalui perumusan startegi pemberian

motivasi yang lebih baik. Pertama yang harus dilakukan adalah mencari

atau menentukan kebutuhan utama dari masyarakat, dari kebutuhan inilah

yang nantinya akan mendorong masyarakat mau “bergerak”. Saat Kepala

Desa mencoba memotivasi seseorang maka ia harus mengetahui

kebutuhan utama orang tersebut. Selanjutnya dengan menyesuaikan cara

motivasi dengan jenis orang atau kelompok dalam masyarakat yang akan

dimotivasi, kebutuhan utama mereka dan juga kemampuan Kepala Desa

dan pemerintahan desa.

Page 114: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

114

DAFTAR PUSTAKA

Antlov, Hans dan Sven Cederroth ed.. 2001. Kepemimpinan Jawa: Perintah Halus, Pemrintahan Otoriter. Yayasan Obor Indonesia : Jakarta

Bass, Bernard M.. 1985. Leadership and Performance Beyond Expectations. The Free

Press : New York Blalock Jr., Hubert M.. 1987. Pengantar Penelitian Sosial. Rajawali Press : Jakarta Budiarjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan Partai Politik Bunga Rampai. Gramedia :

Jakarta Dwiyanto, Agus. 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. PSKK

UGM : Yogyakarta --------------------. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Gadjah Mada University Press :Yogyakarta Eko, Sutoro. 2005. Manifesto Pembaharuan Desa Persembahan 40 tahun STPMD

“APMD”. APMD Press : Yogyakarta -------------------. 2005. Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa. IRE PRESS :

Yogyakarta Hadi, Sutrisno. 1973. Metodologi Research. Andi Offset : Yogyakarta Horton, Paul B dan Chester L Hunt. 1984. Sosiologi : Jilid 1. Erlangga : Jakarta Kartohadikoesoemo, Sutardjo. 1984. Desa. Balai Pustaka : Jakarta Mubyarto. 1991. Kajian Sistem Desa-Desa Perbatasan di Kalimantan Timur P3PK

UGM. Aditya Media : Yogyakarta Narbuko dan Achmadi. 1997. Metode Penelitian. Bina Aksara : Jakarta Nasution. 1976. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah Bagi Remaja,

Gramedia : Jakarta Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan yang Efektif. Gadjah Mada University Press

: Yogyakarta Nazir. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta

Page 115: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

115

Noeng, Muhadjir. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin: Yogyakarta

Pamudji, S.. 1992. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Bumi Aksara : Jakarta Pareek, Udai. 1985. Mendayagunakan Peran-Peran Keorganisasian. PT Pustakan

Binaman Pressindo : Jakarta. Prasadja, Buddy. 1986. Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinannya. CV.

Rajawali. Jakarta Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada

University Press : Yogyakarta Ranupandojo, Heidjrachman. 1996. Dasar-Dasar Manajemen. UPP AMP YKPN :

Yogyakarta Rasyid Ryaas. 1999. Pembukaan Rapat Konsultasi Penyelenggaraan Pemerintah

Desa. Bogor -------------------. 2000. Pidato Menteri Negara Otonomi Daerah Pada Pembukaan

Rapat Kerja Pemerintahan Desa. Jakarta Sanapiah. 1995. Metode Penelitian. Rajawali Pers : Jakarta Saragi, Tumpal P..2004. Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa : Alternatif

Pemberdayaan Desa. CV. Cipruy : Jakarta Siagian, Sondang P. 1990. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. PT. Inti

Idayu Press : Jakarta Soekanto, Soerjono. 1981. Sosiologi Suatu Pengantar. UI Press : Jakarta Sunardjo, Unang. 1984. Tinjauan Singkat tentang : Pemerintahan Desa dan

Kelurahan. Tarsito : Bandung Suratman, dkk.. 2001. Retrospeksi Sistem Nilai dan Kultur Pemerintahan Desa Yang

Berwawasan Kemandirian. Sekolah Tinggi Pemerintahan dalam negeri Kerjasama Dengan Universitas Pancasakti Tegal

Susongko, Suhardjo. 2002. Saatnya... Daerah Bangkit: Panduan Praktis

Pembangunan Ekonomi Daerah. CERDA dan The Asia Foundation : Jakarta

Tjiptoherjanto, Prijono. 1979. Lurah dalam Pembangunan Desa : Antara Dedikasi

dan Instruksi. Prisma Nomor 6-Juni 1979

Page 116: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

116

Widjaja, HAW.. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta

--------------------. 2003. Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta

Wirjana, Bernardine R. dan Susilo Supardo. 2005. Kepemimpinan, Dasar-dasar dan

Pengembangannya. Andi : Yogyakarta Widodo, Erna, dkk.. 2000. Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif. Avyrouz :

Yogyakarta Internet : www.ekonomirakyat.org. Sajogyo. 2002. Keswadayaan dan Saling Memberdayakan.

Artikel – Th. I – No. 5 – Juli 2002. diakses pada tanggal 20 Maret 2006 www.infopapua.com. 2001. Kesiapan Kepala Desa Menjelang Otonomi. 23 Agustus

2001. diakses pada tanggal 13 September 2006 www.ireyogya.org. Institute for Research and Empowerment (IRE). 2006.

Desentralisasi Berhenti di Kabupaten. 4 April 2006. diakses pada tanggal 3 April 2006

---------------------. Abdul Rozaki, Institute for Research and Empowerment (IRE)

Yogyakarta. 2006. Promosi Otonomi Desa di Purworejo. 4 April 2006. diakses pada tanggal 3 April 2006

----------------------------. Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta.

2006. Kepemimpinan Masyarakat Adat. diakses pada tanggal 3 April 2006 ----------------------------. Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta.

2006. Menyoal (Kembali) Otonomi Desa. diakses pada tanggal 3 April 2006 ---------------------. Dandung Danadi, Institute for Research and Empowerment (IRE)

Yogyakarta. 2006. Otonomi Desa : Antara Mimpi dan Kenyataan. 4 April 2006. diakses pada tanggal 3 April 2006

www.kedaulatan-rakyat.com. Eko Budi Wiyono. 2006. Perdes, Bentuk Peran Desa

dalam HKm. 06 Maret 2006. diakses pada tanggal 20 Maret 2006 www.kompas.com. 2006. Rendah, Perhatian Atas Kepala Desa. 14 Maret 2006.

diakses pada tanggal 14 Maret 2006 ----------------------. Sunyoto Usman. 2006. Di Balik Unjuk Rasa Kepala Desa. 15

Maret 2006 diakses pada tanggal 13 September 2006

Page 117: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

117

www.links.jstor.org. Melvin Seeman. 1953. Role Conflict and Ambivalence in Leadership. American Sociological Review, Vol. 18, No. 4 (Aug., 1953) diakses tanggal 17 November 2006

www.pikiran–rakyat.com. 2002. Kades Diminta Menjadi Peredam Awal Konflik. 15

Agustus 2002. diakses pada tanggal 13 September 2006 www.surabayapost.co.id. Muhammad Irfan Islamy. 1996. Kades Punya Peran

Penting dalam Transformasi Sosial. 12 November 1996. diakses pada tanggal 3 April 2006

www.warsi.or.id. 2003. Studi Pembangunan, Menggali Potensi demi Solusi.

Muarabulian, 23 Oktober 2003. diakses pada tanggal 14 Maret 2006 Undang-Undang : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah Seminar : Affandi, Nur Achmad. 2005. Pilkada Langsung dalam Memperkuat Demokrasi di

Daerah. makalah seminar nasional “Agar Pilkada Langsung Tidak Menyandera Demokrasi”. diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UGM. Yogyakarta. 9 April 2005

Skripsi : Rachmawi, R.. 2003. Otonomi Desa dalam Kerangka Otonomi Daerah (Identifikasi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Otonomi Desa di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta

Sitepu, Hetty Karolina Br. 2005. Peran Badan Perwakilan Desa Pada Masa

Diimplementasikannya UU Nomor 22 tahun 1999. Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta

Page 118: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

118

DAFTAR PERTANYAAN

PERAN KEPALA DESA DALAM OTONOMI DESA

DESA SUMBERSARI, KEC. BUTUH, KAB. PURWOREJO

1. Menurut Anda, bagaimanakah proses pemilihan, pengangkatan perangkat

desa, anggota BPD dan Kepala Desa yang telah berjalan selama ini? Apakah

Anda terlibat langsung?

2. Dalam proses tersebut, apakah yang dilakukan Kepala Desa yang sedang

menjabat?

3. Sepengetahuan Anda, bagaimanakah proses pengelolaan kelembagaan

demokrasi desa (misalnya BPD, Musyawarah Desa)? Apakah yang dilakukan

Kepala Desa ?

4. Sepengetahuan Anda, apakah Kepala Desa, Karang Taruna, PKK, BPD selalu

memberikan laporan pertanggung jawaban atas program-program yang

dijalankan ? Siapakah yang menentukan tata cara pertanggung jawaban

tersebut ? Apa tugas Kepala Desa ?

5. Sepengetahuan Anda, bagaimanakah pengelolaan wilayah desa (misal

penentuan batas-batas desa, kekayaan yang menjadi milik desa)? Siapa saja

yang terlibat ? Apa peran Kepala Desa ?

6. Menurut Anda, bagaimanakah proses pengelolaan anggaran desa yang

selama ini terjadi ? Apakah Anda diikut sertakan dalam proses perencanaan

APBDes? Apakah pemerintah desa (Kepala Desa) selalu memberikan

keterangan dan kejelasan atas tiap penggunaan anggaran desa ?

7. Sepengetahuan Anda, bagaimanakah pengelolaan kekayaan desa ? Siapa saja

yang terlibat ? Apakah Anda mengetahui besar kekayaan desa yang dimiliki ?

Dalam mengelola kekayaan desa tersebut, apa yang dilakukan Kepala Desa ?

8. Dalam tiap proses perencanaan program pembangunan desa, apakah Anda

terlibat secara langsung ? Sejauh mana Kepala Desa memberi kesempatan

Anda untuk mengemukakan pendapat ?

9. Apakah Anda selalu mengetahui perencanaan pembangunan yang berhasil

dibuat? Sepengetahuan Anda, apa yang dilakukan Kepala Desa agar

Page 119: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

119

masyarakat mengetahui hasil perencanaan tersebut ? Apakah cara yang

dilakukannya tersebut cukup berhasil ?

10. Menurut Anda, apakah tiap perencanaan yang berhasil dibuat / disusun,

isinya dapat dipertanggung jawabkan (benar-benar sesuai dengan kebutuhan

masyarakat)? Pertanggung jawaban seperti apa yang diberikan Kepala Desa ?

11. Apakah program pembangunan yang telah ditetapkan disosialisasikan kepada

masyarakat?

12. Menurut Anda, apakah pembangunan yang dilaksanakan telah sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan dan sesuai dengan peraturan yang ada ?

13. Apakah Anda selalu ikut serta dalam program pembangunan pemerintahan

desa? Dalam bentuk apa? Bagaimana pembangunan tersebut dikelola? Apa

yang dilakukan Kepala Desa?

14. Dengan alasan apa Anda ikut serta dalam pembangunan desa ?

15. Apakah Anda pernah mengeluh mengenai pembangunan desa, pelayanan

yang diberikan ? Hal apa yang paling sering dikeluhkan? Kepada siapa Anda

biasa mengeluh ? Bagaimana Kepala Desa menanggapi keluhan Anda ?

16. Sepengetahuan Anda, apakah Kepala Desa selalu melihat langsung ke

masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh program pembangunan telah

dilaksanakan?

17. Sepengetahuan Anda, tanggung jawab seperti apa yang dilakukan Kepala

Desa dalam tiap program (misal dalam hal keuangan, resiko, dll)?

18. Apakah Anda ikut melakukan evaluasi atau pengawasan terhadap

pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan di desa ?

19. Sepengetahuan Anda, bagaimanakah proses pembentukan dan pengelolaan

Lembaga Desa (misal LKMD, PKK, Karang Taruna) ? Apa yang dilakukan

Kepala Desa ?

20. Apakah desa ini mempunyai hukum desa yang harus ditaati? Berikan contoh!

Bagaimana proses pembuatannya ? Apa yang dilakukan Kepala Desa ?

21. Sepengetahuan Anda, bagaimana proses pembuatan peraturan desa ? Siapa

saja yang terlibat ? Berdasarkan apa peraturan desa itu dibuat ?

Page 120: Peran Kepala Desa Dalam Otonomi Desa_Ratih Probosiwi

120

22. Jika Anda juga ikut teribat secara langsung, apa yang Anda berikan dalam

proses tersebut ? Sejauh mana Kepala Desa memberi kesempatan Anda untuk

menyampaikan pendapat ?

23. Menurut Anda, apakah Kepala Desa telah membuat peraturan desa yang

berpihak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat?

24. Menurut Anda, apakah Kepala Desa telah menciptakan kondisi yang

mendukung bagi jalannya pembangunan (misalnya menciptakan kerukunan

antar warga) dan kelestarian adat serta kebiasaan desa ? Apa saja yang

dilakukan Kepala Desa ?

25. Dalam masyarakat Anda tinggal, ada kebiasaan tolong menolong, bagaimana

keadaan sekarang ? Dalam wujud apa?

26. Dalam pergaulan sehari-hari, terkadang timbul masalah, apa tindakan Kepala

Desa dalam menyelesaikan masalah tersebut?

27. Menurut Anda, apakah Kepala Desa telah menjalankan tugasnya dengan baik

selama masa pemerintahannya ?