Peran Il-6, Bakteri

146
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sepsis merupakan faktor utama penyebab mortalitas dan morbiditas pada neonatus (Haque, 2005). Secara global 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya dimana 98% di antaranya terjadi di negara sedang berkembang. Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah sepsis, asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital (Darmawati, dkk., 2001). Di negara berkembang, insiden sepsis neonatorum mencapai 14-25% dengan case fatalty rate 45% ( Haque, 2005). Kepustakaan di Indonesia belum banyak melaporkan angka kejadian sepsis neonatorum di rumah sakit rujukan. Angka kejadian kasus tersebut di beberapa rumah sakit rujukan berkisar antara 1,5 - 3,72%, sedangkan angka kematiannya berkisar antara 37%. Di RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dilaporkan insidensi sepsis neonatorurn 39,8% dengan angka mortalitas 47,3% (Nugrahani dkk, 2005). Di rumah sakit Saiful Anwar Malang angka kematian sepsis 1

Transcript of Peran Il-6, Bakteri

Page 1: Peran Il-6, Bakteri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sepsis merupakan faktor utama penyebab mortalitas dan morbiditas

pada neonatus (Haque, 2005). Secara global 5 juta neonatus meninggal

setiap tahunnya dimana 98% di antaranya terjadi di negara sedang

berkembang. Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah sepsis,

asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital

(Darmawati, dkk., 2001).

Di negara berkembang, insiden sepsis neonatorum mencapai 14-25%

dengan case fatalty rate 45% ( Haque, 2005). Kepustakaan di Indonesia

belum banyak melaporkan angka kejadian sepsis neonatorum di rumah sakit

rujukan. Angka kejadian kasus tersebut di beberapa rumah sakit rujukan

berkisar antara 1,5 - 3,72%, sedangkan angka kematiannya berkisar antara

37%. Di RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dilaporkan insidensi sepsis

neonatorurn 39,8% dengan angka mortalitas 47,3% (Nugrahani dkk, 2005). Di

rumah sakit Saiful Anwar Malang angka kematian sepsis neonatorum tahun

2007-2008 sebesar 20% sedangkan angka kematian mencapai 50%.

Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan

tanda dan gejala infeksi sistemik pada bulan pertama kehidupan

(Jain, et al., 2003).

Berdasarkan onsetnya sepsis dibagi menjadi early onset sepsis yang

timbul antara 0-72 jam setelah lahir dan late onset yaitu sepsis yang terjadi

setelah umur lebih dari 72 jam ( Awaisu, et al, 2007 ; Rittirsch, 2008).

1

Page 2: Peran Il-6, Bakteri

Bayi dengan sepsis neonatorum umumnya mempunyai riwayat satu atau

lebih komplikasi obstetri, seperti persalinan prematur atau berat lahir rendah,

ketuban pecah dini, infeksi peripartum ibu, chorioamnionitis, manipulasi

obstetrik, persalinan traumatik dan hipoksia janin (Amir, 2005). Selama dalam

kandungan janin terlindung dari bakteri karena adanya cairan dan selaput

amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan amnion, maka janin berisiko menderita

infeksi melalui amnionitis (Chesa, et al., 2004).

Invasi bakteri ke rongga koriodesidua, akan melepaskan endotoksin dan

eksotoksin, yang akan mengaktivasi sel-sel desidua dan makrofag untuk

menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk TNFα, IL-1, IL-1β, IL-6, IL-8 dan

granulocyte colony-stimulating factor . Selanjutnya sitokin, endotoksin dan

eksotoksin akan merangsang sintesis prostaglandin dan neutrophil

chemotaxis . Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan neutrofil

akan menghasilkan metalloprotease yang menyebabkan kerusakan membran

korioamnion yang menyebabkan ketuban pecah (Goldbreg, 2000)

Wanita dengan infeksi intrauterine memiliki kadar glukosa yang

rendah,serta jumlah neutrofil, konsentrasi komplemen C3 dan berbagai

sitokin (IL-1β, Il-6, IL-8 dan TNF-α ) yang tinggi dibandingkan cairan ketuban

dari wanita yang tidak terinfeksi pada cairan ketubannya. Namun,

pendeteksian bakteri atau pengukuran sitokin dan analisa lainnya dalam

cairan ketuban memerlukan amniosintesis sehingga meningkatkan terjadinya

risiko infeksi (Goldberg, 2000).

Diagnosis sepsis neonatorum masih sulit ditegakkan karena klinis sepsis

neonatorum bervariasi, khususnya pada sepsis awitan dini. Kultur darah

sebagai baku emas dalam diagnosis sepsis baru memberikan hasil setelah

2

Page 3: Peran Il-6, Bakteri

3-5 hari dan sering memberikan hasil yang tidak memuaskan (Kumar, et al.,

2001). Pemeriksaan darah lengkap hanya mempunyai hasil positive predictive

value yang rendah yaitu 11% dalam mendeteksi sepsis awitan dini (Arnon et

al., 2008). Kondisi tersebut sering menimbulkan keterlambatan penangganan

sepsis atau dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dalam hal

penggunaan antibiotika spektrum luas yang berdampak luas terhadap

resistensi dan toksisitasnya (Isaacs, 2005).

Pada tahun 2007, Buhimschi dan Vinnet melakukan penelitian untuk

melihat adanya keradangan infeksi intrauterin dengan menggunakan sampel

air ketuban, dimana sampel tersebut diambil secara amniosintesis. Petanda

keradangan tersebut adalah interleukin-6, interleukin-8 jumlah neutrofil dan

bakteri, tanpa disertai tes kepekaan terhadap antibiotika. Sedangkan

penelitian dengan tujuan yang sama, namun dengan cara pengambilan

sampel yang berbeda yang sifatnya tidak invasif serta sesuai dengan

prosedur belum pernah dikerjakan. Untuk mengetahui tes kepekaan

antibiotika yang dapat diketahui secara dini dapat menggunakan metode

primary sensitivitiy tes (PST) dimana hasilnya dapat diperoleh dalam waktu 1

hari, Sedangkan metode baku hasilnya diketahui setelah lebih dari 3 hari.

Namun demikian perlu dievaluasi apakah metode PST ini memberikan hasil

yang sama dengan metode baku (Heri, 2002).

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas terdapat permasalahan yang perlu

dipecahkan dalam penelitian ini: Apakah ada hubungan antara ditemukannya

bakteri, peningkatan jumlah neutrofil dan peningkatan kadar interleukin-6

pada cairan ketuban bayi dengan risiko infeksi dengan terjadinya sepsis

3

Page 4: Peran Il-6, Bakteri

neonatorum awitan dini. Selain itu apakah ada perbedaan hasil tes kepekaan

terhadap antibiotika antara metode PST dan metode baku.

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk melihat adanya hubungan antara di temukannya bakteri,

peningkatan jumlah neutrofil dan peningkatan kadar interleukin-6 pada cairan

ketuban bayi dengan risiko infeksi dengan terjadinya sepsis neonatorum

awitan dini serta untuk melihat bahwa tidak ada perbedaan hasil tes kepekaan

terhadap antibiotika antara metode PST dan metode baku pada cairan

ketuban.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Membuktikan bahwa ada hubungan antara ditemukannya bakteri,

peningkatan jumlah neutrofil dan peningkatan kadar interleukin-6

pada cairan ketuban dengan risiko infeksi dengan terjadinya

sepsis neonatorum awitan dini

2. Membuktikan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil tes kepekaan

terhadap antibiotika antara metode PST dan metode baku pada

cairan ketuban bayi

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

Menjelaskan konsep adanya bakteri, peningkatan jumlah neutrofil dan

peningkatan kadar Il-6 berperan dalam mekanisme terjadinya sepsis awitan

dini serta menentukan sensitivitas antibiotika yang bisa digunakan sebagai

pendekatan dalam pengelolaan dan pencegahan sepsis awitan dini yang lebih

rasional.

4

Page 5: Peran Il-6, Bakteri

1.4.2. Dalam bidang pelayanan kesehatan

Mengurangi angka kejadian dan angka kematian sepsis neonatorum

awitan dini, memperpendek waktu perawatan dan biaya perawatan dirumah

sakit serta mengurangi terjadinya resistensi antibiotik.

5

Page 6: Peran Il-6, Bakteri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faal Cairan Amnion

Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang

dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah

tersebut melebar dan amnion disekelilingnya menyatu mula-mula dengan

body stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung

amnion yang berisi cairan amnion (Cunningham et al., 2010)

Cairan amnion, normalnya berwarna putih, agak keruh serta

mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat

jenis 1,008 yang seiring dengan tuanya kehamilan, volume cairan amnion

akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010 (Cuningham, et al., 2010)

2.2. Kandungan Cairan Amnion

Pada permulaan kehamilan, cairan amnion di ultrafiltrasi oleh plasma

ibu. Pada permulaan trimester ke dua, cairan amnion sebagian besar terdiri

dari cairan ekstra seluler yang berdifusi melalui kulit janin yang kemudian

mencerminkan komposisi plasma janin. Setelah minggu ke 20 kornifikasi dari

kulit janin tetap mempertahankan difusi ini dan pada saat ini komposisi

terbesar pada cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai

memproduksi urine pada minggu ke 12 usia kehamilan dan setelah minggu ke

18 memproduksi 7–14 ml per hari. Urin janin lebih banyak terdiri dari urea ,

kreatinin dan asam urat dibandingkan plasma, juga terdiri dari deskuamasi

sel-sel janin, vernix, lanuga dan bermacam sekresi. Karena bersifat hipotonik,

6

Page 7: Peran Il-6, Bakteri

efek jaringan menurunkan osmolaritas cairan amnion sejalan dengan

bertambahnya usia kehamilan. (Cunningham et al., 2010).

Cairan amnion mengandung prolaktin, alpha feto protein,

lesitin-sphingomyelin, sitokin (interleukin-1β, interleukin-6 atau interleukin-8)

prostaglandin, platelet activing factor (PAF ) ( Tong et al., 2009)

2.3. Infeksi Dalam Cairan Amnion (Intra Amniotic Infection atau IAI)

Istilah ini mengacu pada suatu keadaan adanya invasi kuman dalam

rongga amnion. Pada kehamilan yang normal ada pertahanan fisik dan kimia

yang dibentuk oleh selaput ketuban yang utuh dan lender servik sehingga

menghalangi masuknya kuman kedalam rongga amnion. Dikemukakan bahwa

lendir servik berisi lisosim, bahan antikuman yang berperan sebagai alat

pertahanan fisik terhadap infeksi. Selain itu vagina dan servik mempunyai

kemampuan membentuk zat kekebalan IgA sekretori yang penting untuk

pertahanan tubuh melawan infeksi. Secara teoritis sebelum proses persalinan

dimulai atau pecahnya ketuban, maka air ketuban hampir selalu steril. Air

ketuban juga mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan

kuman aerob dan anaerob ( Mc Gregor, 1994).

Diagnosis pasti adanya IAI adalah dengan ditemukanya kuman pada

kultur air ketuban, dengan ditemukannya 100 colony forming unit (CFU )atau

lebih dari semua jenis koloni kuman permililiter air ketuban (Blanco, 1994).

Selanjutnya dikemukakan juga bahwa didapatkan hubungan yang cukup

bermakna antara penemuan kuman (67%) atau sel leukosit (81%) didalam air

ketuban pada kehamilan dengan diagnosis IAI. Akan tetapi pada

kenyataannya, penemuan kuman dan lekosit dalam air ketuban juga terjadi

7

Page 8: Peran Il-6, Bakteri

pada kasus kontrol, sehingga kondisi tersebut tidak spesifik untuk

suatu IAI (Rizo, 1996).

2.3.1. Histopatologi korioamnionitis

Keradangan pada selaput ketuban dan plasenta secara histologi

dipastikan dengan ditemukanya sel leukosit PMN dengan jumlah paling sedikit

10 buah perlapangan pandang pada 10 tempat yang berlainan dengan

pembesaran 400 kali (Hillier, 1988). Kriteria adanya keradangan akut apabila

ditemukan 5 atau lebih sel neutrofil perlapangan pandang dengan

pembesaran 400 kali. tingkat keradangan akut menjadi tingkat keradangan

akut intrauterine (Salafia, et al., 1989). Tingkat keradangan selaput ketuban

(korion amion dan desidua) yaitu (1) tingkat 1: terdapat 1 fokus dengan jumlah

sel neutrofil 5 atau lebih, (2) tingkat 2: seperti tingkat keradangan tetapi

ditemukan pada lebih dari 1 fokus atau ditemukan 5-20 neutrofi pada 1 fokus,

(3) tingkat 3: terdapat beberapa kelompok gambaran tingkat 2 (multiple), (4)

tingkat 4: adanya gambaran keradangan akut yang menyebar dan padat.

8

Page 9: Peran Il-6, Bakteri

Perubahan Ekosistem Kuman Vagina

pH vagina meningkat

Kuman dengan virulensi tinggi

VAGINITIS --------- TINGKAT 1

Mac Sialidas Mucinas

IL--β ,TNFα Penetrasi ke dalam lendir servik

Collagenase DESIDUITIS/ CHORIOAMNIONITIS ------- Tingkat II

INTRAAMNIOTIC INFECTION ------ Tingkat III

FETAL INFECTION ----- Tingkat IV

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya infeksi intrauterine (Romero, 1999)

2.4. Sitokin

2.4.1 Deskripsi sitokin

Sitokin merupakan kelompok dari small signaling protein yang

berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh, penyembuhan luka dan fungsi

penting lainnya. Walaupun sitokin penting dalam menjaga hemostasis tubuh,

produksi dan pelepasan sitokin secara berlebihan karena rangsangan

kerusakan jaringan dapat menyebabkan gangguan fungsi organ. Sepsis

berawal dari inflamasi sistemik yang disebabkan oleh pelepasan sitokin

secara berlebihan ke dalam sirkulasi sitemik (Blackwell, 1999)

9

Page 10: Peran Il-6, Bakteri

Dalam keadaan normal sitokin tidak disimpan didalam sel (intrasel),

yang akan disintesis dan dilepaskan sebagai respon adanya kerusakan

jaringan dan sel (Boontham, 2003). Produksi dan pelepasan sitokin diatur

sebagian besar di tingkat transkripsi gen dengan ekspresi sitokin mRNA yang

baru. Spesific transcription regulating protein akan berikatan dengan gen

sitokin, dan meregulasi transkripsi gen sitokin yaitu menstimulasi atau

menghambat transkripsi. NF-κB yang terdiri dari subunit p50 dan p65 memiliki

peran penting dalam regulasi sitokin (Nguyen, 2006). Sitokin diproduksi oleh

beberapa sel, tetapi terutama oleh makrofag. Terdapat empat sitokin yang

berkaitan erat dengan terjadinya sepsis, yaitu TNF-α, IL-1ß, IL-6 dan IL-8.

(Boontham, 2003)

Penelitian pada manusia maupun binatang yang menderita sepsis,

menunjukkan bahwa terdapat pelepasan sitokin secara bertahap yang disebut

sebagai kaskade sitokin. Yang diproduksi pada awal kaskade sitokin adalah

TNF-α and IL-1ß, dimana keduanya merupakan sitokin yang berperan banyak

dalam patofisiologi sepsis. Kemudian keduanya secara sinergis merangsang

pelepasan sitokin distal, yaitu IL-6 dan IL-8 serta sitokin antiinflamasi seperti

IL-4, IL-10 dan IL-13 (Boontham, 2003)

10

Page 11: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 2.2. Waktu dan konsentrasi sitokin proinflamasi pada pasien sepsis (Nguyen, 2006)

2.4.2 Interleukin 6

2.4.2.1 Fungsi dan sintesis IL-6

Interleukin -6 adalah glikoprotein dengan berat molekul 21-kDa yang

diproduksi oleh banyak sel, meliputi CD8+ sel T, fibroblas, synoviocytes, sel

adiposa, osteoblasts, megakariosit, sel endothelial, sel simpatis, cerebral

cortex neurons, sel kromatin pada medulla adrenal, sel pigmen retina, sel

mast, keratinosit, sel Langerhans, astrosit, neutrofil, monosit, eosinofil, dan sel

beta pankreas. IL-6 merupakan pleiotrophic mediator yang memiliki fungsi

memodulisasi fungsi limfosit (mengaktivasi limfosit T dan B), menginduksi

produksi acute phase protein oleh hepar dan memodulasi hematopoisis. IL-6

memiliki efek down-regulation terhadap produksi TNF-α dan IL-1β sehingga

penting dalam membatasi respon inflamasi (Boontham, 2003).

11

Page 12: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 2.3 IL-6 dan Acute Phase Protein (Keelum , 2007 )

Walaupun patofisiologi IL-6 pada sepsis belum jelas tapi IL-6 dapat

dijadikan marker sepsis karena stabil didalam plasma, mudah dideteksi pada

sampel darah dan memiliki korelasi yang kuat dengan intensitas respon

inflamasi (Bozza , 2005)

Produksi IL-6 pada pasien sepsis berkaitan langsung dengan produksi

TNF-α dan IL-1β. Kuhn, Alvord dan Gallin dalam penelitiannya menunjukkan

peningkatan konsentrasi TNF-α dan IL-6 setelah 1.5 - 2 jam dan 4 jam setelah

injeksi endotoksin pada manusia sehat. IL-6 memiliki waktu paruh 45 menit.

Nilai normal IL-6 adalah 1 pg/mL (Keelum, 2007)

12

Page 13: Peran Il-6, Bakteri

Gambar.2.4. Konsentrasi Interleukin 6 dan Interleukin 8 Setelah Terstimulasi oleh Adanya Infeksi Bakteri (Kruger, 2001)

2.5.Neutrofil

2.5.1. Morfologi dan fungsi neutrofil

Neutrofil merupakan sel berdiameter 12-15 mm memiliki inti yang khas

padat terdiri atas sitoplasma pucat diantara 2 dan 5 lobus dengan rangkah

tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambuh atau merah

lembayung (Mudita, 2006).

Neutrofil terbagi dalam 3 kompartemen. Kompartemen sumsum tulang

belakang terdiri dari stem cells (mieloblas, promielosit dan mielosit), yang

didalam proliferating pool dapat membelah diri dan memperbanyak diri.

Setelah tahap mielosit sel-sel tersebut tidak dapat memperbanyak diri lagi

tetapi mengalami pematangan menjadi metamielosit, neutrofil, dan band cell

dan kemempuan fagositosis sel-sel tersebut meningkat. Neutrofil yang

matang inilah yang didapatkan di sirkulasi pembuluh darah. Proses

13

Page 14: Peran Il-6, Bakteri

pematangan neutrofil membutuhkan waktu 8-10 hari dan berada disirkulasi

kurang dari 24 jam dan masuk kedalam jaringan yang terinfeksi kemudian

dihancurkan (.Godwin, 2009)

Saat didapatkan infeksi bakteri terdapat peningkatan pelepasan

neutrofil dari sumsum tulang belakang ke sirkulasi darah dan menuju ke

tempat terjadinya infeksi sehingga terjadi neutrofilia. Pada saat yang sama

terjadi proliferasi sel mitotik neutrofil untuk menggantikan cadangan neutrofil

dan menjaga supaya jumlah neutrofil tetap normal. Akibatnya semakin banyak

neutrofil yang belum matang (immature neutrophil) yang diproduksi oleh

sumsum tulang dilepaskan ke sirkulasi darah, dan hal ini akan membuat

hitung jenis sel darah putih. Ketika mekanisme penggantian cadangan

neutrofil gagal memenuhi kecepatan Neutrophil Strorange Pool (NSP) maka

terjadi neutropenia. Sepsis pada anak-anak memberikan gambaran IT ratio

yang melebihi batas atas nilai normal (> P95) (Godwin, 2009).

14

Page 15: Peran Il-6, Bakteri

Marrow pool = (8-10 days)Stem cells

Myeloblasts

Mitotic or proliferating pool

Promielosit

Mielosit

Metamielosit

Band cells Maturating pool or Storage pool

Neutrophils

Neutrophils in circulation Circulating Pool

Vascular pool

(24 hours)

Marginated Neutrophils Marginating pool

Neutrophils in tissue Tissue pool (4-8 Days)

Gambar 2.5. Kinetika Neutrofil (Godwin, 2009)

15

Page 16: Peran Il-6, Bakteri

Pada neonatus, neutrofil mempunyai waktu hanya sekitar 2-3 kali

dibandingkan di dalam sirkulasi dan akan menurun dalam jumlahnya di dalam

pool sirkulasi pada saat infeksi. Didalam sirkulasi darah neutrofil empunyai

waktu paruh rata- rata sekitar 6-7 jam untuk kemudian ke jaringan.

Keberadaanya di dalam sirkulasi akan lebih cepat bila terdapat infeksi atau

inflamasi dan demam (Mudita, 2006).

Fungsi dari neutrofil adalah sebagai kemotaksis (mobilisasi dan

migrasi sel), sel fagosit akan ditarik ke bakteri atau tempat peradangan yang

mungkin terjadi karena ada zat kemotaktik yang dibebaskan oleh jaringan

rusak. Selain itu fungsi dari neutrofil adalah fagositosis dan membunuh serta

mencerna bakteri (Mudita, 2006)

2.6. Sepsis neonatorum

2.6.1 Definisi sepsis neonatorum

Sepsis di definisikan sebagai respon inflamasi sistemik yang di sertai

dengan manifestasi klinis infeksi. Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis

yang disertai manifestasi komplikasi disfungsi organ dan hipotensi. Syok

septik yaitu syok yang ditandai dengan takikardia (denyut jantung >180/

menit) dan gangguan perfusi (peningkatan waktu pengisian kapiler >3 detik

dan hipotensi (2SD di bawah nilai normal untuk usia) sehingga memerlukan

cairan dan terapi inotropik. Sindrom disfungsi multi organ yaitu kegagalan

multi organ walaupun terapi suportif telah di berikan sepenuhnya

(Haque, 2005)

16

Page 17: Peran Il-6, Bakteri

2.6.2. Etiologi sepsis awitan dini

Penyebab sepsis biasanya karena bakteri, virus, jamur dan protozoa.

Penyebab tersebut disetiap rumah sakit, daerah dan setiap saat tidak selalu

sama. Pada sebagian negara sedang berkembang bakteri batang gram

negatif masih merupakan penyebab utama sepsis neonatorum (Amir, 2005).

Di negara maju sebagian besar kasus sepsis awitan dini disebabkan

oleh Steptococcos group B, bakteri enterik gram negatif, dan Listeria

monocytogenes, sedangkan di negara- negara sedang berkembang penyebab

terbanyak sepsis awitan dini adalah batang gram negatif. Bakteri- bakteri ini

umumnya di dapat dari jalan lahir selama persalinan. Infeksi jalan lahir dan

infeksi hematogen transplasenta, mempunyai peranan penting terjadinya

sepsis awitan dini. Pada kasus ketuban pecah dini, kolonisasi awal pada

neonatus terjadi setelah ketuban pecah (Amir, 2005).

2.6.3 Patofisiologi Sepsis Neonatorum Awitan Dini

Selama dalam kandungan janin terlindung dari bakteri karena adanya

cairan dan lapisan amnion, sehingga menimbulkan kerusakaan lapisan

amnion dan menyebabkan janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis.

Kontaminasi kuman pada bayi dapat terjadi melalui berbagai jalan yaitu :

(Cheisa et al., 2004): 1.Infeksi kuman, parasit atau virus yang di derita ibu

dapat mencapai janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan

masuk sirkulasi janin. Keadaan ini di temukan pada infeksi TORCH

(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes Simplex), treponema

pallidum atau Listeria. 2.Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor

antisepstik misalnya saat penggambilan contoh darah janin, bahkan villi

khorion atau amnosintesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur

17

Page 18: Peran Il-6, Bakteri

dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi

kontaminasi kuman pada janin.3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman

yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada

keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat

terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna.

Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat

apabilah ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.

Bila paparan kuman berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi

respon tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai

reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran

klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan

selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi

organ yang timbul akibat beratnya penyakit (Calandra, 2003)

Patogenesis sepsis sangat komplek dan melibatkan lebih dari 150

mediator yang telah diketahui (Totapally, 2005). Pada tahap awal sepsis terjadi

hipereaktivitas sistem inflamasi baik mekanisme pertahanan seluler maupun

humoral. Proses invasi mikroorganisme dan atau kerusakan jaringan tubuh

menyebabkani pelepasan Pathogen-Associated Molecular Pattern (PAMP)

dan rangsangan secara berlebihan terhadap Pattern Recognition Receptors

(PRRs) sel imun (Rittirsch, 2008). Pathogen-Associated Molecular Pattern

diklasifikasikan berdasarkan komponen khas bakteri dan virus yang ada,

misalnya Lipopolisaccharide (LPS) pada bakteri gram negatif, glycolipid pada

mycobacteria, Peptidoglycans (PGNs) atau Lipoteichoic acids (LTAs) pada

bakteri gram positif, Mannans of yeast pada jamur, dsRNA pada virus dan the

unmethylated CpG motift pada DNA bakteri. Pathogen-Associated Molecular

18

Page 19: Peran Il-6, Bakteri

Pattern Pathogen-Associated Molecular Pattern akan menstimulasi sel imun,

melalui Toll-like Receptor (TLR) (Cohen and Jonathan, 2002). Sel endotel dan

epitel, makrofag, neutrofil serta limfosit memproduksi mediator proinflamasi

seperti IL-1, IL-6, IL-8 dan TNFα; protein menghasilkan C-reactive protein; dan

mekanisme pertahanan humoral yaitu sistem komplement, misalnya

komplement C5a, akan teraktivasi dan meningkatkan produksi sitokin dan

kemokin (Riedemann, 2003) Pada tahap ini juga terjadi aktivasi cabang syaraf

adrenergik dari sistem syaraf autonom dan atau penurunan aktivitas jalur anti-

inflamasi kolinergik (cabang syaraf parasimpatis sistem saraf autonom)

meningkatkan respon pro-inflamasi dari neutrofil, makrofag dan sel dendritik

(Totapally, 2005 )

Gambar 2.6. Diagram Alur Signaling Intraseluler yang Menggambarkan Interaksi Stimulus Inflamasi Ekternal dengan Sintesis Sitokin (Nguyen, 2006)

19

Page 20: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 2.7.Efek Aktivitas Sistem Syaraf Autonom Terhadap Inflamasi pada Sepsis (Totapally, 2005)

Peningkatan mediator pro-inflamasi pada tahap awal sepsis

menyebabkan sel fagosit melepaskan enzim granuler dan menghasilkan

Reactive Oxygen Species (ROS) seperti H2O2 yang merupakan produk penting

untuk membunuh bakteri dan dapat menyebabkan peningkatan permiabilitas

vaskular dan kerusakan organ (Lolis, 2003) Kerusakan dari endotel pembuluh

darah yang menyebabkan microvascular injury, trombosis dan capillary leak

(kebocoran vaskular), sehingga terjadi iskemia jaringan. Iskemia jaringan

menyebabkan gangguan fungsi beberapa organ dan hipoksia seluruh jaringan

yang pada akhirnya dapat menyebabkan sepsis berat/syok septik

(Nguyen, 2006) .

20

Page 21: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 2. 8. Alur Terjadinya Sepsis dan Disfungsi Organ pada Sepsis (Lolis dan Bucala, 2003)

Infeksi juga akan merangsang respon imune humoral yang spesifik dan

respon cell-mediated adaptive immune response. Sel B akan menghasilkan

immunoglobulin yang akan mengikat mikroorganisme yang difasilitasi oleh

APC pada NK sel dan neutrofil yang dapat membunuh mikrroganisme. Sel T

berperan pada sepsis. CD4 (Helper T cell) dibagi menjadi 2 yaitu Th 1 dan Th

2. Th1 akan mensekresi sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-1ß) sedangkan sel Th2

akan mensekresi sitokin antiinflamasi (IL-4, IL-10) (Farrag dan Cowett, 2007).

21

Page 22: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 2. 9. Respon Terhadap Patogen Meliputi Cross Talk Antara Beberapa Sel Imun termasuk Makrofag, Sel Dendritik, CD4+, dan Sel T (Goldstein, 2005)

Pada tahap akhir sepsis mediator anti inflamasi (IL-10, TGFβ, IL-13)

terbentuk dan mengurangi produksi dari mediator proinflamasi. Pada tahap ini

terjadi penekanan fungsi kekebalan innate, terutama fungsi neutrofil, yang

menyebabkan pertahanan tubuh menjadi hiporeaktif dan terjadi

immunoparalisis (Rittirsch, 2008), mekanisme lain terjadinya imunosupressi

pada sepsis adalah adanya proses apoptosis terhadap sel dendritik, sel B dan

CD4 sel T dan berkurangnya ekspresi makrofag terhadap MHC II

(Hotchkiis, 2003)

22

Page 23: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 2.10. Respon Inflamasi pada Sepsis (Rittirsch, 2008)

2.6.4. Diagnosis Sepsis Neonatorum

Dalam menentukan diagnosis sepsis neonatorum di perlukan informasi

antara lain: faktor risiko ibu dan neonatus terhadap sepsis, gambaran klinis

dan pemeriksaan penunjang. Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan dalam

mendiagnosis sepsis neonatorum karena salah faktor saja tidak mungkin

dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis (Amir, 2005).

Faktor risiko ibu yaitu : (1) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih

dari 18 jam, bila ketuban pecah lebih dari 24 jam maka kejadian sepsis

pada bayi meningkat sekitar 1%, dan bila disertai chorioamnionitis maka

kejadian sepsis pada bayi meningkat menjadi 4 kali; (2) Infeksi dan demam (>

380C) pada saat peripartum akibat chorioamnionitis, infeksi saluran kemih,

kolonisasi vagina oleh bakteri Streptokokus group B(GBS), kolonisasi perianal

oleh E coli dan komplikasi obstretrik lainnya; (3). Cairan ketuban hijau keruh

dan berbau; (4). Kehamilan multipel Rohsiswatmo, 2005)

23

Page 24: Peran Il-6, Bakteri

Sedangkan faktor risiko pada bayi adalah: (1) Prematur dan berat lahir

rendah; (2) Resusitasi pada saat kelahiran misalnya pada bayi yang

mengalami fetal distres dan trauma pada proses persalinan; (3). Prosedur

invasif pada bayi: pemasangan infus, kateter, endotrakeal intubasi,

pembedahan; (4) bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh

karena E coli), defek immun, asplenia; (5) Asfiksia neonatorum; (6) Cacat

bawaan; (7) Tanpa rawat gabung; (8) Pemberian nutrisi parenteral; (9)

Perawatan diruangan intensif terlalu lama (Rohsiswatmo, 2005).

2.6.5. Gambaran Klinis Sepsis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum tidak sepsifik. Pelepasan dini

mediator inflamasi menyebabkan demam, takikardi, takipneu dan vasodilatasi.

Jika tidak di kontrol dengan baik, akan menimbulkan hipoperfusi, somnolen

dan penurunan jumlah urin

Tabel 2.1. Manifestasi klinis sepsis neonatorum (Haque, 2005)

SSP Letargi, Reflek hisap buruk, iritabel, kejangKardiovaskuler Poor high pitch cryRespiratori Pucat, sianosis, dingin, clummy skin, takipneu,

apneu, merintih, retraksi Saluran cerna Muntah, diare, distensi abdomen

Hematologi Perdarahan, jaundiceKulit Ruam, purpura, pustula

2.6.6.Pemeriksaan penunjang

2.6.6.1. Pemeriksaan bakteri (Kultur Darah)

Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas

dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai

kelemahan karena hasil biakan baru diketahui dalam waktu minimal 3-5

hari (Kumar, 2001).

24

Page 25: Peran Il-6, Bakteri

2.6.6.2. Pemeriksaan hematologi (hitung leukosit, hitung jenis leukosit dan rasio neutrofil imatur dan neutrofil total)

Pemeriksaan ini tidak spesifik karena bayi yang tidak terinfeksi pun

dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat

persalinan. Pemeriksaan darah lengkap mempunyai nilai positive predictive

value hanya 11% untuk diagnosis dini, karena pada tahap awal pemeriksaan

darah lengkap memberikan hasil yang normal dan memberikan nilai yang

abnormal setelah beberapa hari (Arnon, et al., 2008) .

Pemeriksaan immature total neutrophil ratio I/T ratio dapat mendeteksi

adanya sepsis pada 24 jam pertama kehidupan hanya 60%. Pada

kebanyakan neonatus, rasio turun 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan.

Pemeriksaan white blood cell count dan immature total neutrophil ratio (I: T)

mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang kurang baik untuk mendiagnosis

sepsis neonatorum awitan dini, karena sensitifitas dan spesifisitas rendah

untuk mendiagnosis sepsis awitan dini (Arnon, et al., 2008) .

2.6.6.3. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP)

C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit

dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini

diregulasi oleh IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen. Sekresi

CRP dimulai 4-6 jam setelah stimulasi dan mencapai puncaknya dalam waktu

36-48 jam dn terus meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Cut off

yang bisa dipakai 10 mg/l. Pemeriksaan CRP tidak direkomendasikan sebagai

indikator tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum tetapi digunakan untuk

septic work up (Kawamura, 1995).

25

Page 26: Peran Il-6, Bakteri

Menurut Mustofaa dkk, C-reactive protein untuk diagnosis sepsis

neonatorum mempunyai sensitivitas 60%,spesifisitas 78,94%, nilai prediksi

negatif 66,66% dan nilai prediksi positif 48,77% (Mustofa, et al., 2005), Jika

CRP dilakukan serial, nilai prediksi sepsis awitan dini adalah 99,7 %

sedangkan awitan lanjut 98% (Mustofa, et al., 2005).

2.6.6.4.Procalcitonin (PCT)

Secara fisiologis kadar PCT meningkat pada neonatus. Pada hari

pertama bervariasi antara 0,1 -21 ng/ml. Kemudian menurun setelah 48 jam

nilainya normal yakni 2ng/ml. Dibandingkan dengan CRP, procacitonin lebih

baik dengan Sensitivitas 92,6% dan spesifisitas 97,5% - 100% untuk sepsis

awitan dini, tetapi sulit diaplikasikan karena mahal dan tidak semua sentra

dapat melakukan pemeriksaan ini (Misra, et al., 2006) .

2.6.6.5.Pemeriksaan Kemokin, Sitokin dan Molekul Adhesi

Modalitas pemeriksaan terkini dalam mengevaluasi sepsis neonatorum

adalah menggunakan pertandah infeksi seperti CD11b, Cd64, Interleukin-6,

Interleukin-8 yang dapat membantu sebagai petanda tambahan.

Interleukin-6 adalah sitokin pleiotropik yang terlibat dalam berbagai

aspek sistem imunitas. Pada sebagian kasus sepsis neonatorum, IL-6

meningkat secara cepat yang terjadi dalam beberapa jam sebelum

peningkatan konsentrasi CRP dan akan menurun sampai ke kadar tak

terdeteksi dalam 24 jam. Dari penelitian didapatkan kesimpulan IL-6 dan IL-8

dikombinasikan dengan CRP dapat dipakai pegangan untuk menyingkirkan

kemungkinan sepsis neonatorum sehingga secara keseluruan dapat

menurunkan biaya dan risiko pemberian antibiotika (Misra, et al., 2006).

26

Page 27: Peran Il-6, Bakteri

2.6.6.6.Pemeriksaan Biomolekuler (Polymerase Chain Reaction)

Akhir- akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekuler

berupa PCR di kerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis.

Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilapaorkan lebih cepat

memberikan informasi jenis bakteri.Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas

dan spesifisitas hampir mencapai 100% dalam mendiagnosis sepsis yang di

sebabkan bakteri dalam waktu singkat. Metode ini merupakan dignosis

molekular yang menggunakan amplifikasi PCR dari 16S rRNA pada bayi baru

lahir dengan faktor risiko sepsis ataupun memiliki gejala klinis sepsis

(Yurdav, 2005).

2. 7. Tes Kepekaan Terhadap Antibiotika

Uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika dengan cara difusi ada 2 macam

yakni metode Stokes dan Kirby Bauer. Pada metode Stokes ini meng

gunakan bakteri kontrol, dimana bakteri kontrol dan sampel yang diuji

diinokulasi dalam satu plate yang sama kemudian masing- masing diberi

cakram antibiotika. Selanjutnya zona hambatan pertumbuhan bakteri yang

diuji dibandingkan secara langsung dengan luasnya zona hambatan pada

bakteri kontrol. Sedangkan pada metode Kirby Bauer adalah membandingkan

zona hambatan pertumbuhan bakteri dengan standar NCCLA yang sudah

ada. Dengan teknik difusi ini bisa dikerjakan secara direct atau dikenal dengan

primary sensitvity test dan bisa dikerjakan secara indirect atau dikenal dengan

Secondary sensitivity test (Heri, 2002).

27

Page 28: Peran Il-6, Bakteri

2.8.Beberapa kuman aerob pada saluran genetaia wanita

2.8.1 Streptococcos group-B

Kuman ini termasuk kokus aerob gram positip yang sering dijumpai

pada kultur cairan vagina wanita sehat dengan proporsi 5-25%. Kuman ini

terlibat pada keadaan –keadaan endometriosis, amninitis dan sepsis

neonatorum. Pemakaian antibiotika secara selekti pada wanita- wanita yang

dikolonisasi kuman ini telah menurunkan transmisi ke neonatus dan

menurunkan kejadian sepsis neonatorum secara bermakna. Pada umumnya

kelompok kuman ini rentan terhadap penisilin, ampisilin, eritromisin,

sefalosporin dan clindamisin (Brooks, 1996)

2.8.2. Streptococcus pyogenes

Dikenal dengan streptococcus group-A yang menyebabkan infeksi

faring, subkutan dan paska bedah. Kuman ini berbentuk kokus gram positip

dan jarang ditemukan di vagina maupun servik uteri. Pilihan antibiotika adalah

penisilin denganalternatif eritromisin atau sefalosporin ( Brooks, 1996)

2.8.3.Enterococcus

Kelompok ini termasuk gram positip aerob, umumnya adalah

streptococcus foecalis. Dapat diisolasi dari saluran genetalia wanita

asimtomatik asimtomatik sekitar 10%, tetpi biasanya patogen pada saluran

kencing. Kuman ini juga dapat diisolasi dari penderita endometritis, amnionitis,

infeksi pasca bedah genekologi dan infeksi saluran kemih. Pilihan antibiotika

adalah ampisilin dan kombinasi antara penisilin denngan aminoglikosida,

tetapi resisiten untuk pemberian tunggal untuk penisilin maupun sefalosporin

dan klindamisin ( Mulyantoro, 2002)

28

Page 29: Peran Il-6, Bakteri

2.8.4.Eschericia coli

Eschericia coli adalah kuman aerob gram negatip yang banyak

dijumpai pada saluran gastrointestinal dan ditemukan pada genetalia wanita

sekitar 5-38%, tetapi yang patogen hanya sekitar 10-20%. Kuman in sering

dapat diisolasi dari traktus urinarius dan genetalia wanita dan erring

menyebabkan amnionitis, endometritis, septikemi akibat infeksi genekologi.

Amikasin, gentamisin, tobromisin dan kloramphenikol, siprofloksasin dan

ofloksasin biasanya efektif, tetapi untuk kuman ini biasanya resisten terhadap

ampisilin (Mulyantoro, 2002)

29

Page 30: Peran Il-6, Bakteri

BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

Vaginitis

Sialidas dan Mucinase

Cervicitis

Collagenase dan Elastase

Pelepasan neutrofil Desiduitis+Chorioamionitis

lisis sel bakteri

Produk inflamasi

LPS/Peptidoglican+LPS binding protein

LPS Binding Protein Complex + Makrofag

TNFα,IL-1β, IL-8, IL-6

Neutrofil

MMP-9 Elastase MMP-8

Invasi kuman PROM FIRS SEPSIS

*Keterangan: warna merah yang di periksa

30

INFEKSI BAKTERI PADA IBU

Bakteri pada Cairan amnion

Adesi pada mukosa GI.Tract

Pelepasan neutrofil pada sirkulasi

Page 31: Peran Il-6, Bakteri

Kuman dalam vagina dan servik pada keadaan tertentu menyebabkan

Ph vagina meningkat sehingga menghasilkan enzim sialidase dan mucinase

yang memungkinkan penetrasi kuman melewati enzim collagenase dan

etalase sehingga akan merusak selaput korioamnion dan memudahkan invasi

ke dalam rongga amnion.

Kuman yang sudah berhasil mengadakan penetrasi kedalam saluran

servik, menyebabkan kerusakan selaput korioamnion. Keadaan ini akan

menyebabkan kerusakan lisosom dan berakibat dilepaskannya enzim

fospolipase yang berperan dalam penyediaan asam arachidonat pada dinding

sel. Produk kuman yakni lipopolisakarida dan peptidoglikan mampu

meningkatkan biosintesis prostaglandin, melalui suatu proses aktivasi sel

makrofag, desidua dan amnion untuk mengekspresikan interleukin-1β dan

TNFα. TNFά dan IL-1β merangsang sekresi dari IL-8 dan IL-6 melalui jalur

intraseluler untuk mengaktifasi serine atau kinase yang akan merangsang

aktifasi phosphorilasi NFκB. Phosphorilasi NFκB menggadakan translokasi ke

dalam sel nukleus dan berikatan dengan regio regulasi gen IL-8 dengan

C/EBP dengan demikian timbul sintesa IL-8 oleh mRNA. IL-8 memacu infiltrasi

sel neutrophil pada desidua, kemudian akan menggeluarkan elastase,

MMP-8, and MMP-9. Elastase merupakan serin protease yang di simpan di

azuric granule yang berfungsi menghancurkan protein yang difagosit oleh

makrofag, MMP-8 merupakan zat yang menghancurkan kolagen fibril

sedangkan MMP-9 menghancurkan membrane basalis yang merupakan

collagens IV and V. Hubungan yang sinergis antara enzim protease tersebut

menyebabkan kerusakan pada matrik ekstraseluler dari desidua sehingga

merangsang terjadinya PROM. Akibat terjadinya PROM memudahkan invasi

31

Page 32: Peran Il-6, Bakteri

bakteri kedalam janin dan menimbulkan infeksi pada janin. Selain

menghasilkan MMP-9 dan elastase, neutrofil juga menghasilkan reactive

oxygen species (ROS) yang akan memproduki oxygen free radical dan

hydroxyl radical, dimana radikal bebas ini akan menimbulkan kerusakan

jaringan, kerusakan jaringan terjadi selama proses inflamasi dan bersifat

progresif yang akan menimbulkan gangguan fungsi organ sehingga bayi

menggalami sepsis.Namun bila respon infalamasi tersebut tidak cukup untuk

menimbulkan PROM, akan terjadi FIRS yang berkembang menjadi sepsis.

32

Page 33: Peran Il-6, Bakteri

3.2. Kerangka konsep

Ket:

33

: menimbulkan

: menghambat

Page 34: Peran Il-6, Bakteri

3.4. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara ditemukan bakteri, peningkatan jumlah

neutrofil, peningkatan IL- 6 pada cairan ketuban dengan risiko infeksi

dengan terjadinya sepsis neonatorum awitan dini.

2. Tidak ada perbedaan bermakna antara hasil sensitivitas antibiotika

dari cairan ketuban antara PST dengan metode baku

34

Page 35: Peran Il-6, Bakteri

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional.

Penggambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Penelitian ini

dimaksudkan untuk membuktikan ada hubungan antara sepsis neonatorum

awitan dini dengan keradangan intrauterin yang ditandai dengan peningkatan

neutrofil, kadar IL-6 dan ditemukan bakteri pada cairan ketuban bayi dengan

risiko infeksi serta membuktikan tidak ada perbedaan hasil sensitivitas

antibiotika antara primary sensitivity test dan kultur biasa pada ketuban pasien

dengan risiko infeksi.

35

Page 36: Peran Il-6, Bakteri

Gambar 4.1 Diagram Alur Penelitian

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

a Penelitian dilakukan di kamar bersalin dan Perinatologi Rumah Sakit

Saiful Anwar Malang serta Laboratorium Biomedik FK Universitas

Brawijaya Malang

b. Dilaksanakan mulai bulan Juli 2010.- September 2010

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Cara Pemilihan Sampel dan populasi

Populasi penelitian yaitu seluruh bayi-bayi yang lahir di RS Saiful Anwar

Malang mulai bulan Juli 2001- september 2010. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah ketuban bayi normal sebagai kontrol, serta

ketuban bayi dengan risiko infeksi baik aterm maupun prematur, yang

dilahirkan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang.

Pemeriksaan darah lengkap dan kultur darah hanya dilakukan pada

pasien yang dicurigai atau sebagai tersangka sepsis neonatorum awitan dini

36

Page 37: Peran Il-6, Bakteri

berdasarkan SOP yang ada di Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU

Dr. Saiful Anwar Malang.

4.3.2 Estimasi Besar Sampel

Rumus besar sampel untuk penelitian kasus kontrol yaitu

(Sudigdo, 1999)

Keterangan : n = besar sampel minimum

Z α= nilai distribusi normal baku pada α tertentu

Zβ = nilai distribusi normal baku pada β tertentu

P1 = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1

P2 = perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2

Tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan kekuatan test (1-β) = 90%, Relative

risk =4 maka dari perhitungan tersebut diatas diperoleh n = 15 sampel. Dengan

demilkian besar total sampel minimal =45 sampel, bayi aterm dengan sepsis

risiko infeksi = 15 sampel, Bayi prematur dengan risiko infeksi =15 sampel,

dan kontrol aterm 15.

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel

4.3.1 Kriteria Inklusi

1. Bayi prematur dengan risiko infeksi dan bayi aterm dengan risiko

infeksi (KPD 18 jam, ketuban hijau, berbau)

2. Bayi sehat (sebagai kontrol)

37

Page 38: Peran Il-6, Bakteri

3. Keluarga penderita mengijinkan anaknya diikutsertakan dalam

penelitian setelah diberi penjelasan (informed consent)

4.3.2 Kriteria Ekslusi

1. Bayi yang memiliki kelainan bawaan.

2. Bayi dengan ibu yang menderita hipertensi, preeklamsi, eklamsi dan

penyakit asma.

3. Bayi dengan asfiksia

4.3.3 Kriteria Inklusi sampel kontrol

1. Bayi aterm sehat

4.3.4 Kriteria Eksklusi sampel kontrol

1. Bayi dengan kelainanan bawaan

2. Bayi dengan ibu yang menderita hipertensi, preeklamsia, eklamsia

dan penyakit asma

3. Bayi dengan asfiksia, prematur, dan risiko infeksi.

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah kadar IL-6, jumlah neutrofi,

makrofag dan primary sensitivity tes.

4.4.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah akibat infeksi intrauterine

yaitu pasien menjadi sepsis neonatorum awitan dini atau tidak sepsis.

4.4.3. Variabel perancu

Pemberian antibiotika pada bayi dengan infeksi neonatal.

4.5. Definisi Operasional

38

Page 39: Peran Il-6, Bakteri

1. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan lebih dari

kurang dari 37 minggu ( Cuningham, 2010)

2. Bayi aterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan yang cukup

bulan yaitu usia 37- 42 minggu (Cuningham, 2010)

3. Kultur air ketuban bertujuan ntuk mengetahui adanya kuman didalam

ketuban didasarkan atas jumlah koloni dan dinyatakan positif apabila

ditemukan 100 colony forming unit (CFU) (Miller, 1994)

4. Interleukin -6 adalah besarnya kadar interleukin-6 pada ketuban

dihitung dengan menggunakan pemeriksaan quantitative sandwich

enzyme immunoassay

5. Neutrofil adalah banyaknya jumlah neutrofil hasil dari pemeriksaan

imunositokimia tiap seratus sel dengan pembesaran 400X.

6. Interpretasi hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika menurut

kriteria standar NCCLS dibagi menjadi sensitif kuat, sensitif sedang

(Intermediet ) dan resisten. Dalam penelitian ini yang dikatakan sensitif

adalah sensitif sedang dan sensitif kuat. Dikatakan resisten adalah jika

dengan pembacaan NCCLS tahun 1997 termasuk resisten.

7. Sepsis neonatorum awitan dini adalah sepsis yang terjadi pada tiga

hari pertama setelah lahir (Mupanemunda, 1999) yang di tandai

dengan dua tanda dari SIRS dan klinis sepsis atau didapatkan kultur

yang positive dari cairan darah atau air kencing (Golstein, 2005)

8. Risiko Infeksi neonatal adalah bayi dengan ibu panas, ibu dengan

infeksi saluran kencing, ketuban pecah lebih dari 18 jam, ketuban

hijau dan ketuban berbau (Gomelle, 2009)

4.6 Instrumen Penelitian

39

Page 40: Peran Il-6, Bakteri

4.6.1 Instrumen Pengambilan Sampel Ketuban

Alat : Sleam seaker untuk menghisap ketuban

4.6.2 Pengambilan Sampel

Sampel ketuban yang digunakan memenuhi persyaratan pengambilan

antara lain aseptik dan tabung tempat sampel ketuban harus steril serta

persyaratan pengiriman yakni secepat mungkin. Ketuban diambil pada saat

melakukan resusitasi bayi baru lahir.

4.7. Metode Pemeriksaan Laboratorium

4.7.1 Prinsip Pemeriksaan Kadar IL-6 dengan ELISA

Kadar IL-6 dapat diukur dengan cara ELISA menggunakan kit Human

IL-6 Immunoassay (R&D System, nomor katalog HSTAOOC). Prinsip

pemeriksaan ini adalah IL-6 yang terkandung dalam bahan yang diperiksa

direaksikan dengan antibodi monoklonal terhadap IL-6. Antibodi ini telah

diimobilisasi pada plastik microplate. Ikatan antara IL-6 dengan anti IL-6

dilacak dengan antibodi poliklonal terhadap IL-6 yang telah diberi label

dengan enzim. Dengan menambahkan substrat yang sesuai, akan terbentuk

warna yang intensitasnya dapat diukur secara spektrofotometri. Intensitas

warna yang muncul sesuai dengan jumlah IL-6. Dengan menggunakan

standar larutan IL-6 yang kadarnya telah diketahui, maka kadar IL-6 dalam

sampel yang diperiksa dapat diketahui pula.

4.7.1.1. Alat dan Bahan

1. IL-6 microplate yang terdiri atas 96 sumur (8 lempeng masing-

masing berisi 12 sumur) berlapis antibody monoclonal terhadap IL-8

2. IL-6 conjugate, yaitu antibody poliklonal terhadap IL-8 yang telah

dilabel dengan enzim fosfatase alkali

40

Page 41: Peran Il-6, Bakteri

3. Standard IL-6, mengandung IL-6 manusia rekombinan

4. Assay diluents

5. Diluen untuk kalibrator

6. Buffer pencuci

7. Substrat yang mengandung TMBC tetrametil

8. Diluen untuk substrat

9. Benzidine

10. Stop solution (2N asam sulfat)

11. Penutup lempeng

4.7.1.2. Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan berasal dari sampel ketuban yang diambil dengan

menggunakan slem seaker.

4.7.1.3. Cara Kerja ELISA IL-6

Reagen disiapkan sesuai dengan prosedur dari pabrik kit (R&D

Systems). Sebanyak 50 µL assay diluents dimasukkan ke dalam tiap

sumur.Ditambahkan 200 µL larutan standar atau sampel yang diperiksa.

Lempeng ditutup dengan penutup, kemudian diinkubasi selama 3 jam pada

suhu kamar. Dilakukan pencucian; (a) Cairan dari dalam sumur dibuang; (b)

Sisa cairan dikeringkan dengan membalikkan dan menekan permukaan

lempeng di atas kertas tissue; (c) Diisikan 400 µL larutan buffer pencuci ke

dalam sumur; (d) Buffer pencuci dibuang; (e) Prosedur butir b – d diulangi

sebanyak 3 kali; (f) Ditambahkan 200 µL IL-6 conjugate ke dalam tiap sumur,

kemudian ditutup dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu kamar. Dilakukan

pencucian seperti butir 4. Ditambahkan 50 µL substrat, kemudian ditutup dan

diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar. Ditambahkan 50 µL stop solution.

41

Page 42: Peran Il-6, Bakteri

Densitas optic (OD) sudah harus diukur dalam waktu 30 menit menggunakan

microplatereader (Biorad 520 dengan panjang gelombang 450 nM.

4.8. Prinsip Pemeriksaan Kultur Ketuban dan Sensitivitas Antibiotika

Dari bahan pemeriksaan ketuban dan kemudian dilakukan uji

kepekaan antibiotika dengan metode Primary Sensitivity Test (PST) dan

metoda agar diffusi menurut Kirby Bauer yang telah dibakukan di laboratorium

mikrobiologi klinis RSSA Malang. Pemeriksaan uji kepekaan menurut Kirby

Bauer ini adalah membandingkan luas zona hambatan pada medium Disk

Sensitivity Test (DST) dengan standart NCCLS yang telah ada.

4.8.1. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: media kultur

untuk pertumbuhan bakteri antara lain :

1. Mac Conkey Agar, merupakan media selektif dan media

diferensial. Adapun bakteri tumbuh dengan media ini antara lain

Enterobacteriaceae, Pseudomonas aerogenosa, Klebsiella

pneumonia, Brucella spesies, Yersinia spesies, Enterococci dan

beberapa Staphylococci maupun Streptococci.

2. Blood Agar, digunakan untuk pertumbuhan bakteri Haemophilus

influenzue, Streptococcus pneumonia dan Neisseria sp serta

Streptococcus sp.

3. Mueller Hinton Agar, merupakan media khusus dibuat oleh pabrik

untuk tes sensitivitas.

4. Brain heart infusion, sebagai media pertumbuhan bakteri.

5. Reagen untuk pewarnaan Gram

Alat yang digunakan, antara lain:

42

Page 43: Peran Il-6, Bakteri

1. Tabung reaksi

2. Swab kapas steril

3. Plate untuk tes sensitivitas

4. Obyek gelas

5. Mikroskop

4.8.2. Cara kerja PTS

Spesimen ketuban dikocok sampai homogen. Ratakan ketuban

sebanyak 0,1 ml pada obyek gelas obyek. Fiksasi dan cat Gram. Bila

ditemukan bakteri dengan bentuk dan sifat terhadap gram yang sama

(diperkirakan bukan infeksi campuran), maka PST dapat dikerjakan. Encerkan

ketuban dengan kaldu pepton dengan volume yang sama, kocok rata.

Usapkan merata dengan lidi kapas pada media Muller Hinten, pasang sebagai

berikut:Cefotaxim, Meropenem, Ampicillin Sulbaktam, Amikasin dan

gentamisin. Lakukan inkubasi pada 36˚C selama 18-24 jam. Baca hasilnya

dengan membandingkannya dengan tabel kepekaan antibiotika (NCCLS).

4.8.3. Cara Kerja Kirby Bauer

Lakukan pemeriksaan mikroskop dengan apusan langsung pewarnaan

gram. Tanam sampel pada media McConkey. Inkubasi media McConkey pada

suhu 35-36º C selama 18-24 jam. Bila ada pertumbuhan pada McConkey

dilakukan pewarnaan Gram. Lakukan identifikasi bakteri batang gram negatif

(BNG) bila didapatkan (BNG) serta lakukan identikasi bakteri batang gram

positif (BPG) jika didapatkan bakteri (BPG). Lakukan tes kepekaan antibiotika

dengan cakram antibiotik : Cakram antibiotika untuk bakteri Gram Positif

dengan Penisilin, Ampicillin, Amoxicilin, Oxacillin, Methicilin, Carbapenicillin,

Tetracillin, Erytromycin, Cotrimoxazol, Chlorampenicol, Amikasin, Gentamycin,

43

Page 44: Peran Il-6, Bakteri

Cephalosporin gen I, II, III, dan Netylmicin. Cakram antibiotika untuk bakteri

Gram Negatif (Ampicillin, Tetracillin,Chlorampenicol, Amikasin,Gentamycin,

Netylmicin, Cotrimoxazol, Carbanicillin dan Cephalosporin generasi I, II,III).

Inkubasi pada 36ºC selama 18-24 jam. Baca hasilnya dengan

membandingkannya dengan tabel kepekaan antibiotika (NCCLS 1993)

4.9. Pemeriksaan Neutrofil

Pemeriksaan jumlah neutrofil digunakan metode imunositokimia.

4.9.1. Cara Kerja Imunositokimia

Sediaan dilakukan fiksasi kemudian dicuci dengan PBB ph 7,4

selama 5 detik 3 kali, kemudian dilakukan inkubasi pada 3%H2O2 selama 20

detik kemudian dicuci lagi dengan PS selama 3 kali. Dilakukan bloking

unspesific protein dengan cara diinkubasi dalam FBS 5% atau 1%

BSA+0,25% triton-x100. Inkubasi dengan antibodi sekunder selama 60 detik ,

dicuci dengan PBS ph 7,4 selama 5 detik 3kali. Inkubasi dalam enzim

Sa-HRP, selama 40 detik. Aplikasi kromogen DAB, selama 20 detik,

Counterstaining dengan mayer hematoxye, selama 10 detik dengan dicuci

dengan air selama 5 detik, 3 kali kemudian dikeringkan dan di mounting

dengan entellan kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran

100x dan dihitung jumlah neutrofi tiap satu lapang pandang

4.9. Metode Analisis Data

a. Uji homogenisitas dilakukan pada kedua kelompok kasus yang kan

diperbandingkan. Uji ini dilakukan pada karakteristik kasus dan

variable penyerta yang diduga berpengaruh terhadap variabel

tergantung. Uji statistik yang dilakukan untuk ini adalah uji Chi Square

44

Page 45: Peran Il-6, Bakteri

(non parametrik) dan uji Student-t dan Anova (parametrik). Untuk uji

kemakanan dipakai nilai batas kemakanan 0,05.

b. Uji regresi logistik dilakukan untuk menguji pengaruh beberapa

variable bebas dan variabel penyerta (paparan dan faktor risiko)

terhadap hasil sepsis awitan dini (variabel tergantung).

c. Untuk menilai hubungan antara variabel dilakukan uji korelasi Pearson

atau uji korelasi berjenjang Sperman.

d. Odd ratio dilakukan untuk melihat berapa besar risiko pasien yang

terpapar risiko infeksi dan tanpa risiko dengan terjadinya sepsis.

e. Sensitivitas, spesifisitas, prediksi positip, prediksi negatip.

`BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Hubungan ditemukan bakteri, hitung neutrofil dan kadar IL-6

ketuban bayi risiko infeksi dengan sepsis awitan dini.

Penelitian ini dikerjakan di bagian perinatologi Rumah Sakit Saiful

Anwar Malang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ditemukan

bakteri, peningkatan jumlah neutrofil dan peningkatan kadar IL-6 pada cairan

ketuban bayi risiko infeksi dengan terjadinya sepsis neonatorum awitan dini.

Dari pengumpulan sampel didapatkan 81 sampel yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Dari 81 sampel ini didapatkan 30 sampel prematur, 25

bayi aterm dengan risiko infeksi serta 26 bayi aterm sehat sebagai kontrol.

45

Page 46: Peran Il-6, Bakteri

Semua orang tua peserta telah menandatangani inform consent pada tabel

5.1 dan tabel 5.2

5.1. Karakteristik sampel

Tabel .5.1. Karakteristik sampel

Sampel Jumlah Sepsis KeteranganPrematur 30 15(50%) † 2,karena sepsis

(6,6)

Aterm dengan risiko infeksi 25 12(48%)

Kontrol 26 0

Angka terjadinya sepsis 15 sampel pada bayi prematur (50%), 12 sampel

(48% ) pada bayi aterm dengan risiko infeksi . Angka kematian sebanyak 6,6%

dari kejadian sepsis pada prematur, serta 2,4% dari seluruh sampel .

Tabel.5.2. Karakteristik kriteria risiko infeksi pada bayi

Faktor risiko infeksi Prematur (n) Aterm (n)

PROM> 18 jam 17 (56%) 25 (100%)

Ketuban hijau berbau 13 ( 44 %) 25(100%)

Prematur 30 (100) -

Dari karakteristik sampel didapatkan bahwa risiko infeksi PROM

didapatkan pada 100% sampel aterm dengan risiko infeksi dan 56 % pada

sampel prematur. Seratus persen bayi aterm dengan risiko infeksi mempunyai

ketuban hijau dan berbau. Sedangkan pada pasien prematur hanya 44%

46

Page 47: Peran Il-6, Bakteri

5.1.2.Hubungan antara ditemukan bakteri dengan sepsis neonatorum

awitan dini

Tabel 5.3. Hasil Kultur Ketuban Bayi Prematur

Jenis KelaminKultur

N+ -

L 9 (60%) 6 (40%) 15 (100%)

P 9 (60%) 6 (40%) 15 (100%)

18 (60%) 12 (40%) 30 (100%)

Tabel.5.4. Hasil Kultur Ketuban Bayi Aterm

Jenis KelaminKultur

N+ -

L 10 (71%) 4 (29) 14 (100%)

P 9 (82%) 2 (18%) 11 (100%)

19 (76%) 6(24%) 25 (100%)

Tabel.5.5. Hasil Kultur Ketuban Bayi Sehat (Kontrol)

Jenis KelaminKultur

N+ -

L 1 (14%) 6 (86) 7 (100%)

P 0 (0%) 19 (100%) 19 (100%)

47

Page 48: Peran Il-6, Bakteri

1 (4%) 24(96%) 25 (100%)

Hasil dari tabel 5.3. sampai tabel 5.5. didapatkan hasil kultur positif

sebanyak 18 (60%) untuk sampel prematur, 19 (76%) untuk sampel aterm

dengan risiko infeksi, dan 1 sampel dengan hasil kultur positif (4%) untuk

sampel kontrol. Hasil kultur negatip pada sampel prematur sebanyak 12

sampel (40%), bayi aterm dengan risiko infeksi 6 sampel (24%) serta 25

sampel (96%) sampel dengan kultur negatif untuk kontrol. Untuk dapat

mengetahui jenis bakteri terbanyak yang ada pada cairan ketuban baik pada

bayi aterm dengan risiko infeksi maupun prematur, dilakukan pemeriksaan

biakan ketuban dengan hasil dapat dilihat pada tabel 5.6. dan tabel 5.7.

Tabel 5.6. Gambaran Bakteri Hasil Kultur Cairan Ketuban Bayi Prematur

Jenis bakteri Jumlah Persentase

Escherichia coli 5 17%

Enterobacter gergoviae 5 17%

Klebsiella pneumoniae 1 3%

Acinetobacter iwofii 3 10%

Staphylococcus coagulase negatif 4 13%

Gambaran 5.1. dan tabel 5.6. didapatkan hasil kultur bakteri pada

sampel kelompok bayi prematur yang terbanyak adalah bakteri gram negatif

48

Page 49: Peran Il-6, Bakteri

yaitu Enterobacter gergoviae 5 sampel (17%), bakteri E. coli 5 sampel (17%),

A. iwofii 3 sampel (10%), K. pneumoniae 1 sampel (3%). Sisanya adalah

bakteri Gram-positif yaitu bakteri Staphylococcus coagulase negatif sebanyak

4 sampel (13%), sedangkan 12 sampel negatif (40%).

17%

17%

10%

3%13%

40% Enterobacter gergoviae Escherichia coli Acinetobacter iwofii K. pneumoniae Staphylococcus coagulase negatif

sampel negatif

Gambar 5.1 Diagram Prosentase Hasil Kultur Bakteri Pada Bayi Prematur

Tabel 5.7 Persentase Jenis Bakteri Pada Kultur Ketuban Bayi Aterm Risiko Infeksi

Jenis Bakteri Jumlah Persentase Staphylococcus coagulase negatif 5 20%

Escherichia coli 5 20%

Staphylococcus coagulase positif 3 12%

Enterobacter gergoviae 2 8%

Acinetobacter baumanii 1 4%

Acinetobacter iwofii 1 4%

Acinetobacter hidrophilia 1 4%

Acinetobacter arizona 1 4%

49

Page 50: Peran Il-6, Bakteri

20%

20%

12%8%

4%4%

4%

4%

24%

Staphylococcus coagulase negatif

Escherichia coli

Staphylococcus coagulase posi-tif

Enterobacter gergoviae

Acinetobacter baumanii

Acinetobacter iwofii

Acinetobacter hidrophilia

Acinetobacter arizona

Negatif

Gambar 5.2 Diagram Prosentase Hasil Kultur Bakteri Pada Bayi

Aterm Dengan Risiko Infeksi

Hasil kultur bakteri pada sampel kelompok bayi aterm dengan risiko

infeksi dapat dilihat bahwa bakteri yang terbanyak adalah bakteri Gram-negatif

yaitu bakteri E.coli 5 sampel (20%), Enterobacter gergoviae 2 sampel (8%), A.

baumanii 1 sampel (4%), A. hidrophilia 1 sampel (4%), A. iwofii 1 sampel (4%),

8 sampel lainnya menunjukkan hasil bakteri gram-positif yaitu Staphylococcus

coagulase negatif sebanyak 5 sampel (20%), Staphylococcus coagulase positif

3 sampel (12%). Sedangkan 6 sampel lainnya menunjukan hasil negatif (24%).

50

Page 51: Peran Il-6, Bakteri

prematur aterm resiko infeksi aterm kontrol0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

60%

76%

4%

bakteri +

Gambar.5.3. Diagram adanya bakteri pada cairan ketuban masing masing

kelompok

Dari gambar diatas didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara

ditemun bakteri pada sampel prematur dengan sampel aterm dengan risiko

infeksi p=0.002, demikian juga didapatkan perbedaan yang bermakan antara

bayi prematur dengan bayi aterm kontrol p=0.017 ( lampiran 88).

Ditemukanya bakteri pada cairan ketuban bayi prematur berbedah

bermakan terhadap terjadinya sepsis dibandingkan dengan bayi aterm kontrol

p<0.001, hal yang sama juga terjadi pada bayi aterm dengan risiko infeksi

dengan kontrol p=.0001. Namun demikian tidak didapatkan perbedaan yang

bermakna terjadinya sepsis antara ditemukan bakteri pada cairan ketuban bayi

prematur dengan aterm risiko infeksi p= 0.984 (data pada lampiran hal 86).

Ditemukan bakteri pada cairan ketuban sampel prematur tidak berbedah

bermakna dengan sampel prematur disertai PROM dan ketuban hijau berbau

p=0.6. Namun demikian, terdapat perbedaan yang bermakna antara terjadinya

51

Page 52: Peran Il-6, Bakteri

sepsis pada sampel bayi prematur dengan PROM dan ketuban hijau berbau

p= 0.02. ( gambar.5.3 dan lampiran hal 90).

Analisis selanjutnya dengan mengunakan uji korelasi person (data

pada lampiran, didapatkan bahwa ada hubungan yang siknifikan antara

ditemukan bakteri dalam cairan ketuban dengan terjadinya sepsis awitan dini

dengan r.= 0.538 dengan p<0.001. Ditemukan bakteri berkorelasi dengan

peningkatan neutrofil p<0.001. Ditemukan bakteri dalam cairan ketuban bayi

risiko infeksi mempunyai sensitivitas 81%, spesifisitas 72%, nilai prediksi

negatif 88% dan nilai prediksi positif 81%, Odd rasio 11,4 CI 95 % 3,6-35

terhadap terjadinya sepsis neonatorum awitan dini ( lampiran hal 94)

52

Page 53: Peran Il-6, Bakteri

Gambar.5.4. Perbandingan ditemukan kultur pada prematur dan prematur

dengan PROM dan ketuban hijau berbau

Gambar 5.5a.kultur E.coli Gambar.5.5b. kultur Staphylococcus A. Medium Mac Conkey Agar Medium Mannitol Salt AgarKoloni berwarna kemerahan Koloni berwarna kuning keemasan

Hasil kultur kuman E coli memberikan warna merah karena

mengoksidasi laktosa sedangkan hasil kultur staphyloccus berwarna kuning

karena mengoksidasi sukrosa.

Penelitian selanjutnya setelah terbukti bahwa adanya bakteri pada

cairan ketuban berhubungan secara signifikan dengan terjadinya sepsis

neonatorum awitan dini maka selanjutnya yang harus dicari bagaimana respon

53

prematur prematur resiko infeksi

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

bakteri +

Page 54: Peran Il-6, Bakteri

imun dari bayi dan ibu terhadap adanya bakteri dengan melihat bagaimana

peningkatan jumlah neutrofil terhadap adanya invasi bakteri tersebut.

5.1.3. Hubungan peningkatan jumlah neutrofil pada sepsis neonatorum

awitan dini

Sebelum menentukan apakah peningkatan jumlah neutrofil dalam

cairan ketuban berhubungan dengan dengan terjadinya sepsis maka dilakukan

pemeriksaan jumlah neutrofil pada cairan ketuban pada bayi aterm dengan

risiko infeksi, bayi prematur dan kontrol dan dengan mengunakan uji statistik

anova didapatkan hasil sesuai tabel 5.8.

Gambar.5.6 . Infiltrasi sel neutrofil pada cairan ketuban

Pada gambar 5.6 . sel neutrofil berwarana coklat karena mengikat

Aplikasi kromogen DAB, sedangkan warna dasar berwarana ungu mudah

karena dilakukan Counterstaining dengan mayer hematoxye DA

Tabel.5.8. Perbandingan jumlah neutrofil pada bayi aterm dengan risiko

infeksi, bayi prematur dan kontrol

Kelompok x ± SD ±SE p

54

Page 55: Peran Il-6, Bakteri

Prematur dengan risiko infeksi 17.33 3.88 .71 .001

Aterm dengan risiko infeksi 14.36 2.48 .49 .001

Aterm tanpa risiko infeksi 5.42 1.72 .33 .000

Pada tabel 5.8. menunjukan adannya perbedaan yang bermakna

antara peningkatan jumlah neutrofil pada cairan ketuban baik pada sampel

dengan aterm dengan risiko infeksi p= 0.001 maupun prematur p=0.001

maupun pada kontrol p<0.001

Gambar.5.7. Perbandingan peningkatan jumlah neutrofil pada bayi aterm dengan risiko infeksi , bayi prematur dan kontrol

55

Page 56: Peran Il-6, Bakteri

Gambar.5.8.Perbandingan jumlah neutrofil pada cairan ketuban prematur dengan prematur disertai PROM dan ketuban hijau berbau

Dari gambar diatas tampak bahwa pada bayi prematur yang disertai

PROM> 18 jam dan ketuban hijau berbau terjadi peningkatan jumlah neutrofil

dalam cairan ketuban secara signifikan dibandingkan dengan bayi prematur

tanpa PROM dan ketuban hijau berbau p<0.001.

Dari data diatas kemudian dilakukan analisa apakah penigkatan jumlah

neutrofil pada cairan ketuban bayi dengan risiko infeksi berhubungan dengan

terjadinya sepsis neonatorum awitan dini dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel .5.9.Hubungan peningkatan jumlah neutrofil pada cairan ketuban dengan terjadinya Sepsis neonatorum awitan diniKelompok x ±SD ± SE x Odd.rasio CI95%Tidak sepsis

10.45 5.373 .737

sepsis 16.64 4.449 .850total 12.59 5.863 .651 <.001 11,74 11,64-17,84

56

Page 57: Peran Il-6, Bakteri

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara peningkatan jumlah neutrofil pada cairan ketuban bayi

dengan risiko infeksi dengan terjadinya sepsis dengan p<.001. Hasil korelasi

(data pada lampiran) setelah dilakukan uji korelasi r= 0.505 dengan p< 0.001.

Hal ini menunjukan adanya hubungan yang kuat antara peningkatan jumlah

neutrofil dengan terjadinya sepsis ( data pada lampiran hal 94).

. Dari tabel diatas didapatkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara peningkatan jumlah neutrofil pada cairan ketuban bayi

dengan risiko infeksi dengan terjadinya sepsis p=. <.001. Dari tabel 5.8 diatas

didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan

jumlah neutrofil pada cairan ketuban bayi dengan risiko infeksi dengan

terjadinya sepsis p<.0.001. Ditemukan neutrofil 14 tiap seratus sel dengan

pembesaran 400X pada ketuban mempunyai sensitivitas 88%, spesifisitas

64%, nilai prediksi positif 55% dan nilai predikasi negatif 64% dengan Odd

rasio 4,45, CI95%.3,59-5,31 dalam memprediksi terjadinya terjadinya sepsis

neonatorum awitan dini

Sebagai akibat adanya respon dari neutrofil ,akan menimbulkan respon

innate immune dimana sel PMN tersebut merupakan fagosit yang dengan

cepat teraktifasi dan termobilisasi menuju ke tempat terjadinya invasi bakteri.

Aktivasi neutrofil ini akan memproduksi mediator proinflamasi seperti IL-6

( tabel 5.9) Peningkatan neutrofil berkorelasi kuat dengan peningkatan IL-6

dengan r=0.426 p=<0.001( data pada lampiran hal 94)

57

Page 58: Peran Il-6, Bakteri

Gambar.5.9.Hubungan peningkatan jumlah neutrofil dengan sepsis

5.1.4.Hubungan antara peningkatan kadarIL-6 dengan sepsis neonatorum

awitan dini

Untuk melihat bagaimana respon inflamasi akibat adanya aktivasi

neutrofil pada cairan ketuban yang terinvasi bakteri maka dapat dilihat pada

tabel 5.10

Tabel.5.10. Perbandingan kadar Interleukin-6 Pada cairan ketuban Bayi Aterm Dengan Risiko Infeksi, Prematur dan Kontrol

Kelompok x ±SD ±SE PPrematur dengan risiko infeksi 3.91 22.95 4.91 0.001Aterm dengan risiko infeksi 2.82 9.89 1.97 0.040

Aterm tanpa risiko infeksi 2.32 10.18 1.99 0.510

Berdasarkan tabel diatas di dapatkan bahwa ada perbedaan antara

peningkatan kadar IL-6 pada masing masing kelompok. Kadar IL-6 meningkat

secara bermakna pada bayi prematur (p=0.001) dibandingkan bayi aterm

58

Page 59: Peran Il-6, Bakteri

dengan risiko infeksi p=0.040 maupun kontrol p=0.510. ( median 3.91pg/ml,

range 4.91- 22.95 pg/ml pada prematur, pada aterm risiko infeksi 2.81pg/ml,

range 1.97-9.89pg/ml kontrol 2.32 pg/ml range 1.99-10.8 p=0.001 Hasil

analisa tersebut menunjukkan bahwa interleukin-6 merupakan salah satu

sitokin yang diekspresikan dalam air ketuban.

Gambar.5.10. Perbandingan kadar Interleukin-6 pada bayi prematur, aterm dengan risiko

infeksi dan kontrol.

59

Page 60: Peran Il-6, Bakteri

Gambar.5.11. Perbandingan kadar Il-6 pada prematur dengan pematur

disertai PROM dan ketuban hijau berbau.

Dari diagram diatas menunjukan terdapat peningkatan kadar IL-6

secara bermakana pada cairan ketuban bayi prematur disertai PROM dan

ketuban hijau berbau dibandingkan dengan prematur saja p<0.001

Selanjutnya untuk melihat hubungan antara peningkatan interleukin-6

dengan terjadinya sepsis neonatorum awian dini dilakukan uji statistik dengan

anova dan didapatkan hasil pada tabel 5.10

Tabel 5.10. Hubungan peningkatan Kadar Interleukin-6 pada cairan ketuban dengan terjadinya sepsis neonatorum awitan dini

Kelompok x ±SD ± SE p Odd rasio

CI 95%

Tidak

sepsis

2.6312 17.479074 2.400935

sepsis 3.8446 13.753467 2.599161

Total 3.068 17.291039 1.921227 .001 12,5 9,5-15,5

60

Page 61: Peran Il-6, Bakteri

Hasil analisis diatas didapatkan bahwa peningkatan kadar interleukin- 6

berhubungan secara signifikan dengan terjadinya sepsis neonatorum awitan

dini p=.001 dengan r= 0.35

Gambar.5.12.Perbandingan kadar interleukin-6 pada bayi sepsis dengan

tidak sepsis.

Dengan menggunakan korelasi Pearson didapatkan bahwa ada

hubungan antara ditemukanya bakteri didalam cairan ketuban dengan risiko

infeksi terhadap peningkatan IL-6 dengan r=0.083 p=0.045.

Peningkatan kadar IL-6 pada cairan ketuban dengan kadar 30,1 pg/ml

mempunyai sensitivitas 77%, spesifisitas 72%, nilai prediksi positif 56% dan

nilai prediksi negatif 86% dengan Odd rasio 9,1 CI 95% 7,2- 10.7 ( lampiran

hal 84-85)

Berdasarkan hasil uji regresi linier adanya bakteri, peningkatan jumlah

neutrofil dan peningkatan kadar IL-6 terhadap sepsis maka didapatkan nilai R2

sebesar 0.25 untuk neutrofil, ditemukan bakteri terhadap sepsis R2 sebesar

0.30 sedangkan peningkatan IL-6 terhadap sepsis R2 0.12.sehingga kekuatan

61

Page 62: Peran Il-6, Bakteri

pengaru neutrofil terhadap sepsis sebesar 25%, kekuatan ditemukanya bakteri

sebesar 30% sedangkan kekuatan Il-6 sebesar 12%. Apabila ditemukan

ketiga petanda tersebut maka R2 sebesar 0.43 dengan demikian kekutan

ketiga petanda tersebut terhadap sepsis sebesar 43%. ( data pada lampiran

halaman 102)

Penelitian selanjutnya yaitu untuk membuktikan adanya hipotesis yang

kedua bahwa tidak ada perbedaan antara hasil sensitivitas antibiotika dari

metode baku dengan PST.

5.2.Tidak Ada Perbedaan Hasil Sensitivitas Antibiotika Pada metode Baku

Kirby baur dengan metode Primary sensitivity test

Berdasarkan dari hasil diatas yang menyebutkan adanya bakteri pada

cairan ketuban, maka dilakukan pemeriksaan sensitivitas antibiotika sehingga

angka kejadian sepsis neonatorum awitan dini dapat dicegah. Pada penelitian

ini untuk menentukan sensitivitas antibiotika peneliti menggunakan metode

baku dan membandingkan dengan PST .Hasil sensitivitas antibiotika dengan

mengunakan PST dapat dilihat pada gambar 5.12 dan 5.13

Tabel.5.11.Hasil Sensitivitas Antibiotika dari Primary Sensitivity Test

Jenis antibiotika JumlahMeropenem 13(23%)

Amikasin 12(21%)

Cefotaxim 12(21%)

Ampisilin sulbactam 11(19%)

Gentamisin 9(16%)

Total 57(100%)

62

Page 63: Peran Il-6, Bakteri

23%

21%21%

19%

16%MeropenemAmikasincefotaximAmpisilin sulbac-tamGentamisin

Gambar 5.12 Hasil Sensitivitas Antibiotika Dengan Menggunakan

Primary Sensitivity Tes

amoxiclav7% cefo-

taxim6%

meropenem7%

ciprofloxacin5%

amikasin7%

metilmisin7%

amp-isilin s

3%

Lain-lain59%

kultur baku

Gambar .5.13. Hasil sensitivitas antibiotika kultur baku

63

Page 64: Peran Il-6, Bakteri

Dari hasil tabel 5.11. didapatkan hasil kepekaan antibiotika didapatkan

golongan karbapenem yaitu meropenem merupakan antibiotika yang paling

sensitif (23%) kemudian amikasin (21%) dari golongan aminoglikosida ,

cefotaxime (21%) dari golongan sefalosporin dan amphisilin sulbactam (19%)

dari golongan inhibitor β lactam dan gentamisin (16%) dari golongan

aminoglkosida.

Berdasarkan lampiran (hal 97-98) didapatkan bahwa hasil sensitivitas

antibiotika terbanyak dari metode baku yaitu dari golongan penisilin hanya 1%

yang sensitif sedangkan golongan β laktam amox- Clav memiliki sensitivitas

7%, ampisillin sulbaktam hanya 2,9% sedangkan golongan sefalosphorin

cefotaxim memilki sensitivitas 6,4%, meropenem dari golongan carbapenem

memiliki 7,3%, golongan quinolon ciprofloxacin memiliki sensitivitas 5,6%,

sedangkan dari golongan aminoglikosida amikasin dan netilmisin memiliki

sensitivitas 7,3%. Hal yang berbeda pada PST dan Kirby baur yaitu banyaknya

antibiotika yang dipakai , sehingga satu bakteri memiliki uji sensitivitas

antibiotika yang lebih banyak dibandingkan dengan PST, Namun demikian

64

Gambar.5.14. Uji kepekaan antibiotika PST

Gambar 5.15. Uji kepekaan antibiotika dengan kultur baku

Page 65: Peran Il-6, Bakteri

dapat kita lihat bahwa sensitivitas antibiotika terbanyak adalah sama yaitu

golongan carbapenem pada meropenem, golongan aminoglikosida yaitu

amikasin, sedangkan dari golongan sefalosphorin cefotaxim. Hasil uji beda

antara PST dan kultur baku terhadap sepsis diadapkan p< 0.01 ( lampiran 97)

65

Page 66: Peran Il-6, Bakteri

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1.Karakteristik sampel

Berdasar consecutive sampling, selama masa penelitian didapatkan 81

sampel, masing-masing 26 sampel pada kelompok cairan ketuban bayi kontrol

30 sampel pada kelompok cairan ketuban bayi prematur dan 25 bayi aterm

dengan risiko infeksi, sehingga data dapat dianalisis sesuai rencana.

Hipotesis penelitian ini adalah ditemukan bakteri, peningkatan jumlah

neutrofil, peningkatan kadar IL- 6 pada cairan ketuban bayi dengan risiko

infeksi berperan terhadap terjadinya sepsis neonatorum awitan dini.

Hasil penelitian didapatkan sebanyak 56% sampel bayi aterm dengan

risiko infeksi mengalami sepsis dan sampel prematur 44%. Dua sampel

meninggal

6.2. Hubungan ditemukan Bakteri pada cairan ketuban dengan terjadinya sepsis .

Banyak bukti yang menyatakan bahwa ketuban yang terinfeksi bakteri

memiliki risiko sangat besar menyebabkan terjadinya infeksi pada bayi. Pada

saat ketuban pecah, paparan bakteri yang berasal dari vagina akan lebih

berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini bakteri vagina masuk ke dalam

rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi bakteri melalui saluran

pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi bakteri pada bayi

yang belum lahir akan meningkat apabilah ketuban telah pecah lebih dari 18-

24 jam (Calandra, 2003).

66

Page 67: Peran Il-6, Bakteri

Penelitian ini mendapatkan hasil kultur positif dalam air ketuban bayi

prematur dengan risiko infeksi sebesar 60% (30 sampel) pada tabel 5.3- 5.5,

sedangkan bayi aterm dengan risiko infeksi sebesar 76% ( 25 sampel) Tabel

5.3. Kultur positif pada bayi kontrol ditemukan 4 % (26 sampel) tabel 5.4.

Adanya perbedaan yang signifikan ditemukan bakteri pada sampel prematur

dan aterm risiko infeksi p= 0.02 tidak memberikan perbedaan yang siknifikan

terhadap terjadinya sepsis baik prematur dan aterm p=0.98 (data pada

lampiran). Dari penelitian ini diambil kesimpulan bahwa bayi dengan risiko

infeksi, baik prematur maupun aterm dengan risiko infeksi, memiliki peluang

yang sama besar cairan ketubannya terpapar bakteri, sehingga meningkatkan

risiko terjadinya infeksi paparan dini ( early onset of neonatal sepsis ).

Pada kehamilan yang normal ada pertahanan fisik dan kimia yang

dibentuk oleh selaput ketuban yang utuh dan lendir servik sehingga

menghalangi masuknya kuman kedalam rongga amnion. Dikemukakan bahwa

lendir servik berisi lisosim, bahan antikuman yang berperan sebagai alat

pertahanan fisik terhadap infeksi. Selain itu vagina dan servik mempunyai

kemampuan membentuk zat kekebalan IgA sekretori yang penting untuk

pertahanan tubuh melawan infeksi. Secara teoritis sebelum proses persalinan

dimulai atau pecahnya ketuban, maka air ketuban hampir selalu steril. Air

ketuban juga mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan

kuman aerob dan anaerob ( Mc Gregor, 1994). Penelitian ini berbeda dengan

penelitian terdahulu yang hanya menemukan hasil kultur positip yang sangat

rendah, misalnya Yoon dan kawan –kawan hanya 21 % sedangkan Rizo

(1996) hanya 19,6%.

67

Page 68: Peran Il-6, Bakteri

Hal yang mendukung tingginya hasil kultur pada penelitian ini di

bandingkan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini seluruh pasien

aterm dengan risiko infeksi sebanyak 25 sampel (100%) dengan PROM lebih

dari 18 jam sedangkan pada bayi prematur didapatkan pasien dengan PROM

> 18 jam sebanyak 17 sampel ( 56%) (tabel.5.2). Hasil penelitian ini didukung

oleh Buhimshi tahun (2007) menemukan 44% cairan ketuban dengan kultur

yang positif pada pasien dengan PROM dan hanya 16% cairan ketuban

dengan hasil yang positif pada bayi tanpa PROM (Buhimshi, 2007). Hal

serupa juga dikatakan oleh Romeo (2003) hasil kultur ketuban yang positif

pada bayi prematur dengan PROM sebesar 32,4% sedangkan tanpa PROM

sebesar 12,5%. Abadi (1999) mendapatkan hasil kultur ketuban positif yang

lebih sangat rendah yaitu 16, 7% pada kehamilan prematur tanpa PROM.

Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan antara ditemukanya

bakteri pada cairan ketuban sampel prematur dibandingkan sampel prematur

disertai PROM dan ketuban hijau berbau hal ini disebabkan karena adanya

kontaminasi bakteri, hal ini dapat dilihat bahwa jumlah sampel prematur yang

mengalami sepsis lebih rendah dari pada sampel prematurdisertai PROM dan

ketuban hijau, sehingga peneliti menyarankan pada penelitian selanjutnya

dicari alternatif pengambilan sampel yang tidak invasif dan terhindar dari

kontaminasi.

Analisis selanjutnya dengan mengunakan uji korelasi person (data

pada lampiran, didapatkan bahwa ada hubungan yang siknifikan antara

ditemukan bakteri dalam cairan ketuban dengan terjadinya sepsis awitan dini

dengan r.= 0.538 dengan p<0.001. Ditemukan bakteri dalam cairan ketuban

dalam mendiagnosis terjadinya sepsis awitan dini mempunyai sensitivitas

68

Page 69: Peran Il-6, Bakteri

81%, spesifisitas 72%, nilai prediksi negatif 88% dan nilai prediksi positif 81%,

Odd rasio 11,4 CI 95 % 3,6-35 .

Beberapa penelitian menemukan bahwa kuman yang sering dtemukan

dalam kultur cairan ketuban yaitu Streptococcus Group B dan Escherichia coli

( Abadi, 1999,). Romero 2003 mendapatkan bakteri terbanyak pada cairan

ketuban yaitu Ureaplasma urealyticum, Streptococcus, stapylococcus

Buhimshi 2007 menemukan kuman terbanyak yaitu golongan Streptococcus

dan Ureaplasma urealyticum.

Hal yang berbeda pada penelitian ini yaitu kuman penyebab terbanyak

pada prematur adalah bakteri gram negatif yaitu Enterobacter gergoviae 5

sampel (17%), bakteri E. coli 5 sampel (17%), A. iwofii 3 sampel (10%), K.

pneumoniae 1 sampel (3%). Sisanya adalah bakteri Gram-positif yaitu bakteri

Staphylococcus coagulase negatif ( tabel 5.6 ). Pada bayi aterm dengan risiko

infeksi didapatkan bakteri Gram-negatif yaitu bakteri E.coli 5 sampel (20%),

Enterobacter gergoviae 2 sampel (8%), A. baumanii 1 sampel (4%), A.

hidrophilia 1 sampel (4%), A. iwofii 1 sampel (4%), 8 sampel lainnya

menunjukkan hasil bakteri gram-positif yaitu Staphylococcus coagulase negatif

sebanyak 5 sampel (20%), Staphylococcus coagulase positif 3 sampel (12%) (

tabel.5.7). Romero 2003 menemukan bahwa selain Streptococcus, Escherichia

coli Staphylococcus merupakan bakteri terbanyak pada cairan ketuban ibu

dengan chorioamnionitis.

Walaupun penyebab perbedaan jenis kuman ini berbeda dengan

penelitian sebelumya, belum dapat diketahui secara pasti, tetapi beberapa

hipotesis yang sering dikemukakan adalah: (1) tingginya angka kolonisasi

69

Page 70: Peran Il-6, Bakteri

kuman pada ibu: (2) perbedaan pola kuman yang berada dilingkungan ibu dan

bayi :(3) Perbedaan dalam melakukan analisa mikrobilogi yang dilaksanakan di

masing-masing negara (Aminulla, 2008).

6.3. Hubungan peningkatan jumlah neutrofil terhadap terjadinya sepsis

awitan dini

Adanya infeksi intrauterin ditandai dengan ditemukan bakteri dan

didapatkan infiltrasi sel-sel neutrofil didalam cairan ketuban. Leukosit ibu

diperkirakan banyak menginfiltrasi jaringan uterus sebagai respon terhadap

invasi bakteri. Menurut Mc Namara (1997) pada penelitianya menyebutkan

90% infiltrasi leukosit pada cairan ketuban berasal dari ibu. Adanya invasi

bakteri pada pada cairan ketuban, menyebabkan leukosit ibu akan bermigrasi

melalui pembuluh darah ke desidua sehingga menimbulkan desiduitis dan

chorioamnionitis, Namun demikian menurut Cuningham ( 2006 ) sebelum

minggu ke 20, hampir semua neutrofil berasal dari ibu, tetapi selanjutnya

respon adanya infeksi terutama berasal dari janin itu sendiri ( Cuningham,

2006)

Pada kondisi infeksi terjadi aktivasi neutrofil dan aktivasi fagosit lainya

serta terjadi pelepasan berbagai mediator dan faktor kemotaktik sehingga

meningkatkan migrasi dan ekstavasasi neutrofil serta berbagai fagosit lainya

ketempat terjadinya invasi patogen. ( Widjajanto .2003. Lichtman MA, et al.

2003) Selanjutnya dikemukakan juga oleh Blanco (1994) bahwa didapatkan

hubungan yang cukup bermakna antara penemuan kuman (67%) atau sel

leukosit (81%) didalam air ketuban pada kehamilan dengan diagnosis IAI

(Blanco, 1994). Hasil penelitian ini didapatkan adanya perbedaan penigkatan

70

Page 71: Peran Il-6, Bakteri

jumlah neutrofil yang bermakna antara adanya bakteri dalam air ketuban bayi

prematur dengan bayi aterm dengan risiko infeksi dengan kontrol p<0.001

Buhimshi (2007) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

peningkatan jumlah neutrofil pada cairan ketuban dengan terjadinya

chorioamnionitis dengan r= 0,599 p<0.01, serta didapatkan adanya hubungan

yang bermakna antara chorioamnionitis pada penelitian tersebut dengan

terjadinya sepsis neonatorum awitan dini. Hasil yang sama juga didapatkan

pada penelitian ini yaitu adanya peningkatan jumlah infiltrasi sel neutrofil

secara bermakna baik pada bayi aterm dengan risiko infeksi dan bayi prematur

dengan terjadinya sepsis neonatorum p< .001 (Tabel 5.9) dengan r= 0.505

dengan p< 0.001, ( data pada lampiran hal 94) hal ini menunjukan adanya

hubungan yang kuat antara peningkatan jumlah neutrofil dengan terjadinya

sepsis.

Ditemukan neutrofil 14 tiap seratus sel dengan pembesaran 400X

( metode imunositokimia) pada cairan ketuban risiko infeksi mempunyai

sensitivitas 88%, spesifisitas 64%, nilai prediksi positif 55% dan nilai predikasi

negatif 64% dengan Odd rasio 4,45, CI95%.3,59-5,31 dalam memprediksi

terjadinya terjadinya sepsis neonatorum awitan dini. Dolner (2001)

mengunakan hitung neutrofil secara pemeriksaan histologi dengan

mengunakan kriteria salafia untuk melihat tingkat keradangan intrauterine.

Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa adanya infiltrasi sel neutrofil

dengan derajat tinggi mengindikasikan adanya chorioamnionitis dimana

kondisi ini akan menimbulkan terjadinya sepsis awitan dini pada bayi yang

dilahirkan ( Dolner, 2001). Pada penelitian ini peneliti tidak membagi derajat

infiltrasi neutrofil ,tetapi hanya menghitung jumlah neutrofil.

71

Page 72: Peran Il-6, Bakteri

6.4. Hubungan antara peningkatan kadar Il-6 dengan terjadinya sepsis

neonatorum awitan dini.

. Salah satu pemahaman dasar mekanisme persalinan prematur yang

berkaitan dengan jejas (Tissue Injury) adalah tanggab dari tubuh yang meliputi

pelepasan dari mediator keradangan (inflammatory cytokine) dan protein yang

berperan dalam pengendalian daya kekebalan (Imuno-modulation). Jaringan

gestasi pada manusia (selaput ketuban, plasenta) membentuk dan

melepaskan sitokin dalam keadaan basal dan akan meningkat oleh pengaruh

jejas jaringan. Hal ini mengakibatkan terbentuknya bahan – bahan yang

merupakan uterotropin dan uterotropin oleh efek parakrine dan otokrin.

Ekspresi sitokin keradangan (IL-6,IL-8, TNFα) oleh jaringan gestasi

mempunyai peran yang berarti dalam mekanisme persalinan prematur yang di

picu oleh adanya jejas jaringan (Bernal, 1993, Kellan, 1996. Pada penelitian ini

berdasarkan tabel (5.10) di dapatkan bahwa ada perbedaan peningkatan

kadar IL-6 pada masing masing kelompok. Kadar IL-6 meningkat secara

bermakna pada bayi prematur (p=0.001) dibandingkan bayi aterm dengan

risiko infeksi p=0.040 maupun kontrol p=0.510. ( median 3.91pg/ml, range

4.91- 22.95 pg/ml pada prematur, pada aterm risiko infeksi 2.81pg/ml, range

1.97-9.89pg/ml kontrol 2.32 pg/ml range 1.99-10.8 p=0.001.

Abadi ( 1999) menemukan hal yang serupa bahwa kadar IL-6 lebih

tinggi pada cairan ketuban bayi prematur dibandingkan bayi aterm p=.001,

Abadi 1999 dalam penelitianya menyebutkan bahwa adanya perbedaan kadar

IL-6 pada cairan ketuban bayi aterm dan prematur disebabkan bahwa tanggab

radang dalam air ketuban yang ditunjukan oleh bayi prematur lebih kuat

72

Page 73: Peran Il-6, Bakteri

dibandingkan dengan bayi aterm (Abadi, 1999 ). Yoon (2003) menemukan

kadar IL-6 pada prematur antara 0,1- 676 pg/ml, bayi aterm kadar IL-6

antara 0.1-408 pg/ml.

Perbedaan tersebut disebabkan oleh 2 hal yaitu :(1) serangan bakteri di

preterem lebih tinggi dari pada pada bayi aterm: (2) ada perbedaan dalam

respon sitokin di prematur dan aterm (Yoon, et al. 2003).

Pada sepsis neonatorum awitan dini lebih sering terjadi pada prematur

dari pada aterm. Salah satu penjelasan dari hal tersebut karena prematur lebih

suseptible untuk terkena infeksi dari pada bayi aterm. kemungkinan lain yaitu

invasi bakteri pada cairan ketuban lebih sering pada persalinan prematur

karena infeksi kronis dan paparan yang lebih panjang dari bakteri sehingga

terjadi respon bayi terhadap infeksi. Penjelasan lain mengenai tingginya IL-6

pada bayi prematur dibandingkan aterm yaitu bayi prematur lebih merespon

secara intensif ke produk- produk bakteri atau stimulus lain dari pada bayi

aterm

Telah dianalisis hubungan antara ditemukanya bakteri dengan

peningkatan kadar IL-6 pada cairan ketuban bayi dengan risiko infeksi.

Ternyata pada kultur yang positip ditemukan perbedaan yang kurang dengan

peningkatan kadar IL-6 dengan (p=0,045). Melihat kenyataan ini peneliti yakin

bahwa kenaikan konsentrasi sitokin ini disebabkan adanya invasi kuman

kedalam air ketuban. Hal ini menunjang apa yang ditemukan oleh Wenstrome

(1996) yang mengemukakan bahwa kenaikan konsentrasi sitokin keradangan

(IL-6) dalam air ketuban merupakan indikator tidak langsung dari koloni kuman

73

Page 74: Peran Il-6, Bakteri

cairan amnion ( Wenstrome, 1996). Romero dan kawan kawan 2003

melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi IL-6 pada cairan ketuban

menunjukan adanya infeksi pada cairan ketuban dan dihubungkan dengan

adanya infeksi bakteri ( Romero, 2003).

Kaskade sepsis terpicu oleh pecahan mikrooganisme yang kemudian

terjadi pelepasan mediator inflamasi primer dari sel-sel sebagai aktivasi

makrofag. Pelepasan mediator ini menyebabkan aktivasi system koagualasi

dan komplemen. Dua perubahan esensial adalah pelepasan sitokin inflamasi

dan ganggua koagulasi.( Cooper, 2007)

Tingginya infiltrasi sel- sel neutrofil pada cairan ketuban berhubungan

dengan peningkatan sitokin proinflamasi dan tingginya infeksi. Tingginya IL-6

berkorelasi dengan beratnya respon inflamasi didalam jaringan ( Donner,

2001). Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan kadar IL-6

berhubungan dengan terjadinya sepsis awitan dini dengan p=0.001, (tabel

5.10) Ditemukannya peningkatan kadar IL-6 pada cairan ketuban dengan

kadar 31.2 pg/ml ( R&D) mempunyai sensitivitas 77%, spesifisitas 72%, nilai

prediksi positif 56% dan nilai prediksi negatif 86% dengan Odd rasio 9,1 CI

95% 7.2- 10,7. Greg dan kawan –kawan (1993) menunjukan bahwa kadar Il-6

dalam air ketuban dengan nilai batas 600 pg/ml ( memakai Predicata IL-6 kit.

Genzym Cambridge mass) mampu mengenali adanya infeksi intrauterine(

exstra dan intra amniotic) dengan sensitivitas 100%, spesifisitas 89%, nilai

prdiksi positip 85% dan nilai prediksi negatif 100%. Pemeriksaan kadar IL-6

lebih dari 11,4 ( Elisa dengan Pierce – Endogen) dalam mendiagnosis adanya

74

Page 75: Peran Il-6, Bakteri

infeksi intrauterin memiliki sensitivitas 45% dan spesivisitas 94.8% ( Buhimshi,

2007)

.Respon inflamasi sebetulnya bertujuan meningkatkan respon imune

untuk mengeliminasi mikroorganism atau produk mikroorganisme. Bila

eliminasi kuman tersebut tidak berhasil, maka inflamasi akan meluas sehingga

terjadi kerusakan kerusakan jaringan, gangguan koagulasi, renjatan dan lain-

lain. Sebagai respon terhadap sitokin proinflamasi, terjadi produksi sitokin

antiinflamasi, dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara produksi

sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Keseimbangan homeostasis akan

terganggu apabila terdapat dominasi salah satu kelompok sitokin. Dominasi

sitokin proinflamasi akan menimbulkan renjatan dan disfungsi organ.

Sebalinya sitokin antiinflamasi yang berlebihan akan terjadi supresi terhadap

system imun ( Hotchkiss and karld, 2003)

Hasil penelitian ini menunjukan adanya perbedaan bermakna antara

peningkatan kadar IL-6 pada bayi prematur, dibandingakn dengan prematur

yang disertai dengan PROM lebih dari 18 jam dan ketuban hijau berbau

dengan p= 0.002, demikian juga dengan peningkatan kadar neutrofil p <

0.001. Namun demikian tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara

ditemukan bakteri pada kedua kelompok tersebut p= 0.23, hal ini disebabkan

bahwa salah satu pemahaman dasar persalinan prematur yang berkaitan

dengan infeksi adalah bahwa tanggab tubuh terhadap jejas sebagai infeksi

adalah ekspresi sitokin keradangan dan protein- yang berperan dalam

pengendalian daya kekebalan yang lain. Adanya invasi kuman didalam air

ketuban dapat memicu proses persalinan prematur . Amnion, korion dan

75

Page 76: Peran Il-6, Bakteri

desidua manusia membentuk dan melepaskan bermacam-macam sitokin

dalam keadaan basal dan infeksi ( Gravett, 1994). Desidua berisi bermacam –

macam makrofag, sel limfosit T, neutrofil dan sel limfsit lainya. Ekspresi sitokin

ini akan meningkat oleh rangsangan lipopolisakarida dan sitokin keradangan

IL-1β dan TNFα. Amnion dan khorion juga membentuk IL-6, IL-8 . Penetrasi

sitokin terutama IL-6 melalui selaput ketuban yang masih utuh adalah sangat

terbatas. Tingkat kemampuan penetrasi IL-6 ini berkisar sampai 16% dalam

24 jam, namun demikian konsentrasi sitokin (IL-6) dalam ketuban lebih tinggi

pada persalianan prematur yang disertai dengan chorioamnionitis ( Keelan,

1996).

Kekurangan penelitian ini adalah tidak membedahkan usia kehamilan

dengan berat badan pada bayi prematur, sehingga tdak dapat mengetahui

apakah bayi ada perbedaan respon infeksi antara bayi yang sesuai dengan

masa kehamilan dengan bayi kecil masa kehamilan. Penelitian ini hanya

mengambil bayi yang sesuai masa kehamilan. Selain itu pada sampel

prematur, peneliti tidak membandingkan antara ditemukan bakteri,

peningkatan jumlah neutrofil dan peningkatan IL-6 pada kelompok usia

( misalnya usia 30-32, 32-34 minggu dan seterusnya). Selain itu perlu

dibedahkan masing –masing variabel dengan masing-masing faktor risiko

6.5.Petanda yang dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya sepsis

neonatorum awitan dini

Bagaimanapun juga IL-6 pada penelitian ini memiliki odd rasio yang

tinggi untuk dipakai dilapangan dengan odd rasio 9,1 CI 95% 7,2-10.7). akan

76

Page 77: Peran Il-6, Bakteri

tetapi seperti diketahui pemeriksaan IL-6 belum merupakan pemeriksaan yang

rutin serta memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga dari pertimbangan

biaya maka untuk saat ini belum dapat digunakan secara luas dilapangan.

Petanda ditemukan bakteri memiliki nilai prediksi yang besar, yang

secara laboratories relatif mudah untuk dilaksanakan dengan biaya yang lebih

murah dan mudah karena pemeriksaan adanya bakteri bisa dikerjakan dengan

pengecatan gram sebelum dilakukan kultur cairan ketuban. Buhimschi (2007)

menyebutkan bahwa untuk mempediksi adanya kultur yang positif pada cairan

ketuban dapat mengunakan pengecatan gram dengan sensitivitas 56,8% dan

spesifisitas 97.6%.

6.6. Perbedaan hasil sensitivitas antibiotika metode baku dengan PST

Diagnosis sepsis neonatorum semakin cangih pada beberapa tahun

terakhir, namun sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada neonatus. Pada era preantibiotik, kematian akibat sepsis

melebihi 90%, namun dengan adanya antibiotika, kematian berkisar antara 10-

50% (Yurdakok, 1994). Pada penelitian ini hipotesis yang kedua yaitu tidak

ada perbedaan bermakna antara hasil sensitivitas antibiotika dari cairan

ketuban antara PST dengan metode baku

Pada penelitian ini untuk melihat sensitivitas antibiotika peneliti

menggunakan PST dengan harapan pemberian antibiotika lebih rasional

sehingga resistensi dapat dihindari, dan mempercepat penyembuhan bayi

dengan demikian angka kematian dapat ditekan dan memperpendek waktu

77

Page 78: Peran Il-6, Bakteri

perawatan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antara

hasil sensitivitas antbiotika baik dengan menggunakan PST maupun metode

baku ( Kirby Bauer) yaitu sensitif terhadap antibiotika dari golongan

sefalosporin adalah sefotaksim, golongan aminoglikosid adalah amikasin,

golongan karbapenem adalah meropenem. Pada penelitian ini juga didapatkan

tidak ada perbedaan yang bermakna adanya hubungan antara terjadinya

sepsis baik dengan kultur baku dengan PST p= < 0.001. Penelitian yang

dilakukan oleh Heri (2002) yang membandingkan PST dan metode baku pada

cairan pus menujukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara

hasil kultur dengan PST dengan kultur baku p< 0.001 .Perbedaan persentase

sensitivitas antibiotika disebabkan karena antibiotika yang digunakan pada

kultur baku yang sensitif sebanyak 21

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berharap bahwa cara PST ini

dapat dikembangkan di RSSA malang dan dipakai sebagai salah satu metode

pemeriksaan sensitivitas antibiotika.

Meropenem merupakan golongan Karbapenem, dibandingkan dengan

imipenem dan silastatin, meropenem belum pernah dilaporkan memiliki efek

samping kejang sehingga United States Food and Drug Administration

merekomendasikan untuk pengobatan infeksi system saraf pusat. Dosis yang

direkomedasikan untuk bayi dengan infeksi bakteri yang serius dan infeksi

intraabdomen digunakan dosis 20mg/kgbb/8 jam, sedangkan untuk infeksi

pseudomonas dan meningitis digunakan dosis 40mg/kgbb/8jam. Dosis

meropenen untuk bayi prematur belum jelas. Berdasarkan kesamaan antara

imipenem / cilastatin dan kinetika meropenem maka pada bayi prematur,

78

Page 79: Peran Il-6, Bakteri

dosis yang digunakan adalh 20-mg/kg bb/ 12 jam, Dosis lebih tinggi (sampai

40 mg/kgbb/12jam) dapat dipertimbangkan untuk infeksi berat karena

Pseudomonas sp atau meningitis (Garges and Kenneth, 2003)

79

Page 80: Peran Il-6, Bakteri

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

sebagai berikut :

7.1.1. Ada hubungan antara ditemukan kuman dengan peningkatan

jumlah infiltrasi neutrofil serta penigkatan kadar interleukin-6

pada cairan ketuban bayi dengan risiko infeksi dengan

terjadinya sepsis awitan dini

7.1.2. Tidak ada perbedaan antara hasil sensitivitas antibiotikan antara

PST dengan kultur baku pada cairan ketuban, sehingga PST

dapat dipakai sebagai tes sensitivitas antibiotika pada cairan

ketuban.

7.2 Saran

Diperlukan penelitian lanjutan dengan membandingkan

pemeriksaan jumlah neutrofil, IL-6, kultur pada cairan ketuban

yang diambil dari telinga dan lubang hidung untuk dapat lebih

membuktikan hasil dari penelitian ini.

Diperlukan teknik yang tepat pengambilan sampel dan

pemeriksaan kultur untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

Diperlukan penelitian dengan sampel yang lebih rinci mengenai

80

Page 81: Peran Il-6, Bakteri

berat badan, usia kehamilan terbagai secara rinci misalnya

untuk prematur perlu dibedahkan KMK atau SMK usia 30-32,

32-34, 34-36 .

Pada penelitian selanjutnya selain dilakukan penghitungan

jumlah neutrofil juga diperlukan penelitian tentang derajat

keradangan infeksi intrauterin .

81

Page 82: Peran Il-6, Bakteri

DAFTAR PUSTAKA

Abadi A. 1999. Pengaruh keradangan selaput ketuban dan plasenta serta peran interleukin-6 terhadap persalinan kurang bulan. Desertasi. Fk unair.

Aminullah .A. 2005. Masalah terkini sepsis neonatorum Disampaikan dalam Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII, FK UI ;h: 1-15.

Arnon, Shamuel, Ita Limnovit. 2008. Diagnostic test in neonatal sepsis. Curren

opin infect Dis, 21:23:3227.

Awaisu, Ahmed., Sulaiman,Syed Azhar Syed.,Ibrahim, Mohamed Izham Mohamed., and Saad, Abdulmumin. 2007. Antimicrobials utilization and outcomes of neonatal sepsis among patients admitted to a University Teaching Hospital in Malaysia. Eastern Journal of Medicine, 12:6-14.

Blanco. 1994. Intraamniotic Infecsion.In obstetric&Gynekologi Infectius Deseases.Ed.ByJD.pastorek. p.275-282.

Bhandari. 2008. Hematologic Profile of Sepsis in Neonates: Neutrophil CD64 as A Diagnostic Marker. Pediatrics, 121;129-134.

Brooks F Geo. 1996.medical microbiology.appleton 7 lange 1995 hal 218-243.r

Bozza. 2005. Beyond Sepsis Patophysiology With Cytokines : Whait Is Their Value as Bio Markers for Disease Severity? Mem. Inst. Oswaldo Cruz; 1000 (Suppl. 1); 217-221.

Boontham. 2003. Dysregulation of Immune Function and Therapeutic Complications. Surgical Journal Research College Surgical Edinburg Ireland, 10; 187-206.

Buhimschi dan vinnet B. 2007. Proteomic profile of the amnion fluid to detect inflammation, Infection, and neonatal sepsis.vol 4.1.e18:0084-0094

.Coultrip LL,Lien JM, Gomez R, Kapernick, .et al. 1994. The volue of amniotic

fluid interleukin-6 determinan in patien with preterem labor and intact membrane in the detection of microbial invasion of the amnion cavity. AM.J.Obst.Gyncol.171;4;901-911

Calandra and Bochud Py. 2003. Clinical Review. Patogenesis of sepsis:New concep and implication for treatment. Britis Medical Journal ,3266:262-266.

82

Page 83: Peran Il-6, Bakteri

Cheasa C, Panero A, Osborn JF, Simonenetti AF. 2004. Diagnosis of Neonatal Sepsis: A Clinical and Laboratory Challenge. Clin Chemist, 50:279-287.

Cohen and Jonathan. 2002. The Immunopathogenesis of Sepsis Nature, 420 (19): 885-891.

Cunningham. 2010. Amniotic fluid. Obstetrics.21ed. Connecticut: Appleton

and Lange. P.36-76

Darmawati, Surjono, A. dan Wandita, S. 2001. Evaluasi pemberian antibiotik untuk mencegah kejadian sepsis neonatorum lclinis dini pada neonatus dengan potensial terinfeksi di RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta. B.I.Ked. Vol. 33, No. 3: 131-137..

Dolner H. Inflammatory mediators in perinatal infections.2001 Norwegian University of Science and Technology Institute of Cancer Research and Molecular Biology.p 1-50

Farrag and Cowett .2007. Hypoglycemia in The Newborn. Dalam : Lifshitz F, Ed. Pediatric Endocrinology; Ed 5th New York: Informa Healthcare; 329-50.

Garges and Kenneth A.Alexander.2003. Newer Antibiotics: Imipenem /cilastatin and Meropenem. NeoReviews 2003; 4; 364

Gravet Mg, Hummel D, Eschenbach Da.An experimental model of intraamniotic infection and pretem labor in rhesus monkey. Am.J.Gynecol.171:1660

Greig PC, Ernes JM,TeotL,Eriksonn et al.1993. Amniotic Fluid interleukin-6 level correlated with histology chorioamnionitis and amniotic fluid cultur in patien prematur.Am.J.Obstet Gynecol. 169:4;1035-1044

Griffin, Pamela M., O’Shea, Michael, Bissonette, Eric. A., Harrel, Frank.E, Lake, Douglas. E., and Moorman. 2003. Abnormal Heart Hate Characteristics Preceding Neonatal Sepsis and Sepsis-Like Illness. Pediatric Research, Vol. 53, No. 6.

Gonsalves WI, Nancy Cornish, Michael Moore. 2009. Effects of Volume and Site of Blood Draw on Blood Culture Results.J.CLIN Microbiology , p. 3482–3485

Godwin. 2009. Neutropenia. Clin Chem Lab Med, 47(8):903–916

Goldenberg, Andrews WW, Hauth JC. 1998. Markers of preterm birth. Prenat Neonat Med, 3:43-6.

83

Page 84: Peran Il-6, Bakteri

Goldstein. 2005. Definitions for Sepsis and Organ Dysfunction in Pediatrics. Pediatric Critical Care Medical, 6 (1); 2-8.

Gommel TL. 2009. Neonatology Managemen ProceduresOn Call Problem Diseases Drugs 6 th EdNew York: Lange .USA.P.

Haque. 2006. Immuno-modulation in neonatal sepsis: intravenous immunoglobulin therapy in the prevention and treatment of neonatal sepsis:Is the answer, ‘Yes’, ‘No’, or ‘Don’t know’?. haematologica report ,2(10).

Heri. 2002. Perbandingan Uji kepekaan antibiotika metode primay sensitivity tes dengan metode baku pada pus. RSSA Malang h.1-56.

Hotchkiess. 2003. Pathophysiology and Treatment of Sepsis. The New England Journal of Medicine, 348:2; 138-150.

Issacs. 2005. Neonatal sepsis.The antibiotic crisis. Indianan jour pediatric, 42:9-13.

Jain NK., Jain VM, and Maheshwari. 2003. Clinical Profile of Neonatal Sepsis. Kathmandu University Medical Journal Vol. 1, No. 2, 117-120.

Kawamura. 1995. The ussefulness of serial C-protein and white cell count with differential in neonates at risk for septisemia, 84:10-13 26.

Keelan Ja, Coleman M, Mitchel Md. The molecular mechanism of term and Pretem labor: Recent Progress and Clinical Implication.J.clin. Endocrinol.met.81:2579-2586

Keelum. 2007. Understanding the Inflammatory Cytokine Response in Pneumonia and Sepsis. Arch Intern Med, 167 (15); 1655-63.

Krunger. 2001. Coord blood level of interleukin-6 and interleukin-8 for the immedited diagnosis of early-onset infection in preterem infant. Bio Neonate.80:f.118-23.

Kumar. 2001. Time to positivety of neonatal blood Cultur. Arch dis Chil, 85:182-86.

Lolis and Bucala. 2003. Therapeutic Approaches To Innate Immunity: Severe Sepsis And Septic Shock, Nature Reviews, 2; 635-645.

Leon. 1998. Role of TNF alfa dan IL 6 in thermoregulation and survival during sepsis in mice. The American Journal of Physiology, 3:765-771.

Lockwood. 2006. Tumor necrosis factor and Interleukin-1- Regulated Interleukin-8 exspresion in Third Trimester desidual Ce Am.jour.Path,169:1294-1302.

84

Page 85: Peran Il-6, Bakteri

Lichtman MA, Beutleer e, Kepps et al. 2003. Classification and clinical manifestation neutrophil disorder . William Manual of hematology. 6th

ed.Mc graw-Hill.2003: 173-8.)

Mc Gregor .1997. Pretem birth.The role of infection and inflammation. Medscape Women Health, 2:8.

Misra UK, Jacobs ,Doylen, Sm Garland 2006. Newer approaches to the dignosis of early onset neonatal sepsis. Arc.Dis.Chil. Fetal Neonatal, Ed 91:F208–F212.

Mudita. 2006. Sel Darah Putih. Dalam buku Ajar Hematologi.UKK hematologi,h :101-105.

Mulyantoro inul. 2002. Pola kuman kanalis servikalis.tesis Undip. Hal 1-66

Mustofa. S,Faroquin S,Wahed, Mahmood 2005. Evaluation of C reactive protein as early indicator of blood culture positivety in neonates. J Med Sci, 21(1):69-73.

Morgan, R. 2003. Immunology of term and preterm labor. Reproductive biology and endocrinology, 1 ;122 :1-11.

Neviere MD. 2007. Sepsis and systemic inflammatory response syndrome : Definision and prognosis: Up to date.

Nguyen. 2006. Severe Sepsis and Septic Shock: Review of the Literature and Emergency Department Management Guidelines, Annals of Emergency Medicine, 48 (I), 28-48.

Nugrahani, Christina Kastanti., Surjono, Achmad., dan Sadjimi, Tonny. 2005. Uji diagnostik apusan buffy coat dengan pewarnaan gram pada sepsis neonatorum. Berkala llmu Kedokteran Vol. 37.

Rittirsch. 2008. Harmfull Molecular Mechanisms in Sepsis. Nature Reviews, 8, 776- 787.

Rizzo G. 1996. Interleukin-6 concentration in cervical secretion identy microbial invasion of amniotic cavity in patienwith pretem labor and intac membranes. Am.J.obstet.gynecol, 175(4); 812-817.

Rohsiswanto,R. 2005. Kontroversi diagnosis sepsis neonarorum Pendidikan kedoteran berkelanjutan Ilmu kesehatananak xlvIII, Jakarta, h.34-35

Romero. 1993. The diagnostic and prognostic value of amniotic fluid white blood count, glucose, interleukin-6 ang gram stain in patients with preterem rupture of membrane. Am.J. obstet.Gnecol.164 (4): 839-851.

85

Page 86: Peran Il-6, Bakteri

Romero R and tinnorn. Pretem labor, Intrauterin Infection and fetal Infllammatory response Syndrome. 2003. Neo Reviews. 3;73

Salafia and Weigl .1989. The prevalence and distribution of acute placental of oral tocolitik.Am.J.Obst.Gynec, 73:383-9.

Schelonka. 2005. Bacterial and Fungal infection. Avery’s Neonatology. Pathofisiology and Management of the Newborn, 6 th Ed, 47 1235- 1246

Tong. William M. Gilbert, MD Michael P 2009. Potensial fungsion of amnion fluid in fetal evelopmen novel insight by companig the composition o human amnion fluid.J.Child med ass, 72(7) : 368-73.

Totapally, B.R. 2005. Severe Sepsis and Septik Shock in Children:

Patophysiology and Management-Part 1. International Paediatrics; 20

(3); 162-172.

Wenstrom, Andrews, Tamura, et al. 1996. Elevated, amniotic fluid interleukin-6

level at genetic amnioosentesis predict subsequent pregnan loss.

Am.J.Obs.. 176(40;1:830-833

Widjajanto E.2003. Pertahanan tTubuh pada neutrofil normal dan tidak normal.

Kursuss Imunology dasar penyakit infeksi

Yoon BH, Romero, Kim, Jun, Gomez. et al . 1995. Amniotic fluid interleukin-6:

A sensitivity test for antenatal palsenta and predictive perinatal

morbidity.AM.Jornal.Obst.p.960-970

Yoon BH, Romero, Moon, Gomez, et al . 2003. Differences in the fetal

interleukin-6 respon to microbial invasion of the amniotic cavity

between term and preterem gestation. J. maternal- and Neonatal

Medicine; 13:32-38

Yurdakok M. 1998. Antibiotic Use in Neonatal Sepsis. TurkJPediatr.4(1):1733.

Yudav and Wilson GG. 2005. Polymerase chain reaction in rapid dignosis of

neonatal sepsis.Indian pediatric, 42:681-5.

86

Page 87: Peran Il-6, Bakteri

LAMPIRAN

Gambar kultur E.coli Gambar kultur Staphylococcus aureus Medium Mac Conkey Agar Medium Mannitol Salt AgarKoloni berwarna kemerahan Koloni berwarna kuning keemasan

Gambar pewarnaan Gram Gambar pewarnaan Gram bakteri E.coli bakteri Staphylococcus bentuk batang Gram negatif bentuk kokus Gram postitif

87

Page 88: Peran Il-6, Bakteri

Gambar uji kepekaan antibiotika metode difusi cakram (disk diffusion method

Tabel : Ringkasan hasil kultur, neutrofil dan IL-6Kelompok

1111111111111111111111111111113333333333333

Neutrofil

22222318192024212419221820162113151117151513121514111514151613141316152115111414141215

IL-6

46.48153.17938.46244.50047.80263.84049.50038.27461.76439.59441.48147.70855.82159.97248.65119.21726.67017.42526.76412.14224.97211.19825.25526.38727.70822.04721.67021.67022.896130.06635.63232.23634.59434.12335.25536.19831.48136.67031.38735.91536.57533.93434.877

sepsis

0101111111111110000000011000000110001011101

Pst

0002002020024000000000011001000042005044504

Kultur

1100103022022201010010111001111123045034402

88

Page 89: Peran Il-6, Bakteri

33333333333344444444444444444444444444

18151412151216111710141857679655767748845534524354

31.19835.82131.48135.82132.33011.68012.00015.71013.81011.29010.63016.31019.40615.91524.59411.85821.57512.51920.25522.70821.19811.57521.00912.70826.67014.59417.99118.27412.99124.87741.90025.21021.29032.69037.69040.51023.25051.760

10010011001000000000000000000000000000

00000004205000000000000000000010000000

11011113305000000000000000000000000000

89

Page 90: Peran Il-6, Bakteri

sepsis

Tukey HSD

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK

Mean Difference

(I-J)Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

PREMATUR ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI .020 .118 .984 -.26 .30

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

.462* .116 .000 .18 .74

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

PREMATUR -.020 .118 .984 -.30 .26

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

.442* .122 .001 .15 .73

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

PREMATUR -.462* .116 .000 -.74 -.18

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

-.442* .122 .001 -.73 -.15

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

multiple Comparisons

90

Page 91: Peran Il-6, Bakteri

sepsis

Tukey HSD

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

PREMATUR DENGAN PROM dan ketuban hijau

PREMATUR .733* .136 .000 .38 1.09

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

.387* .122 .011 .07 .71

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

.828* .121 .002 .51 1.15

PREMATUR PREMATUR DENGAN PROM dan ketuban hijau

-.733* .136 .000 -1.09 -.38

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

-.347* .122 .028 -.67 -.03

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

.095 .121 .861 -.22 .41

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

PREMATUR DENGAN PROM dan ketuban hijau

-.387* .122 .011 -.71 -.07

PREMATUR .347* .122 .028 .03 .67

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

.442* .104 .000 .17 .72

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

PREMATUR DENGAN PROM dan ketuban hijau

-.828* .121 .000 -1.15 -.51

PREMATUR -.095 .121 .861 -.41 .22

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

-.442* .104 .000 -.72 -.17

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

91

Page 92: Peran Il-6, Bakteri

Multiple Comparisons

kultur

Tukey HSD

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

PREMATUR ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI-1.007* .285 .002 -1.69 -.33

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI.795* .282 .017 .12 1.47

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI

PREMATUR 1.007* .285 .002 .33 1.69

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI1.802* .295 .000 1.10 2.51

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI

PREMATUR -.795* .282 .017 -1.47 -.12

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI-1.802* .295 .000 -2.51 -1.10

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

92

Page 93: Peran Il-6, Bakteri

Multiple Comparisons

IL6

Tukey HSD

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK

Mean Difference

(I-J)Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

PREMATUR DENGAN RESIKO INFEKSI

PREMATUR TANPA RESIKO INFEKSI

20.062800* 5.457245

.002 5.73189 34.39371

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

20.856947* 4.881108

.000 8.03899 33.67491

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

25.865382* 4.845780

.000 13.14020 38.59057

PREMATUR TANPA RESIKO INFEKSI

PREMATUR DENGAN RESIKO INFEKSI

-20.062800* 5.457245

.002 -34.39371 -5.73189

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

.794147 4.881108

.998 -12.02381 13.61211

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

5.802582 4.845780

.630 -6.92260 18.52777

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

PREMATUR DENGAN RESIKO INFEKSI

-20.856947* 4.881108

.000 -33.67491 -8.03899

PREMATUR TANPA RESIKO INFEKSI

-.794147 4.881108

.998 -13.61211 12.02381

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

5.008435 4.186321

.631 -5.98499 16.00186

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI

PREMATUR DENGAN RESIKO INFEKSI

-25.865382* 4.845780

.000 -38.59057 -13.14020

PREMATUR TANPA RESIKO INFEKSI

-5.802582 4.845780

.630 -18.52777 6.92260

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI

-5.008435 4.186321

.631 -16.00186 5.98499

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

93

Page 94: Peran Il-6, Bakteri

Correlations

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

pst .64 1.426 81

sepsis .35 .479 81

Correlations

pst sepsis

pst Pearson Correlation 1 .550**

Sig. (2-tailed) .000

N 81 81

sepsis Pearson Correlation .550** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 81 81

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

pst sepsis

pst Pearson Correlation 1 .550**

Sig. (2-tailed) .000

N 81 81

sepsis Pearson Correlation .550** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 81 81

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

94

Page 95: Peran Il-6, Bakteri

Correlations

Control Variables pst kultur sepsis

KELOMPOK pst Correlation 1.000 .813 .593

Significance (2-tailed) . .000 .000

df 0 78 78

kultur Correlation .813 1.000 .540

Significance (2-tailed) .000 . .000

df 78 0 78

sepsis Correlation .593 .540 1.000

Significance (2-tailed) .000 .000 .

df 78 78 0

Chi-Square Test

Frequencie

Test Statistics

pst kultur

Chi-Square 1.381E2a 1.306E2b

df 3 5

Asymp. Sig. .000 .000

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies

less than 5. The minimum expected cell

frequency is 20.3.

b. 0 cells (.0%) have expected frequencies

less than 5. The minimum expected cell

frequency is 13.5.

95

Page 96: Peran Il-6, Bakteri

Oneway

Descriptives

NET

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimu

m

Maximu

m

Lower

Bound

Upper

Bound

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

30 17.33 3.889 .710 15.88 18.79 11 24

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI25 14.36 2.481 .496 13.34 15.38 10 21

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI26 5.42 1.724 .338 4.73 6.12 2 9

Total 81 12.59 5.863 .651 11.30 13.89 2 24

ANOVA

NET

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2088.783 2 1044.391 123.284 .000

Within Groups 660.773 78 8.471

Total 2749.556 80

96

Page 97: Peran Il-6, Bakteri

97

Multiple Comparisons

NET

Tukey HSD

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI2.973* .788 .001 1.09 4.86

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI11.910* .780 .000 10.05 13.77

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

-2.973* .788 .001 -4.86 -1.09

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI8.937* .815 .000 6.99 10.88

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

-11.910* .780 .000 -13.77 -10.05

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI-8.937* .815 .000 -10.88 -6.99

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 98: Peran Il-6, Bakteri

Homogeneous Subsets

NET

Tukey HSD

KELOMPOK N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

ATTERM TANPA RESIKO

INFEKSI26 5.42

ATTERM DENGAN RESIKO

INFEKSI25 14.36

PREMATUR DENGAN RESIKO

INFEKSI30 17.33

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Correlations

Mean Std. Deviation N

sepsis .35 .479 81

IL6 30.68014 17.291039 81

NET 12.59 5.863 81

kultur .80 1.289 81

98

Page 99: Peran Il-6, Bakteri

Correlations

sepsis IL6 NET kultur

sepsis Pearson Correlation 1 .350** .505** .518**

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000

N 81 81 81 81

IL6 Pearson Correlation .350** 1 .426** .181

Sig. (2-tailed) .001 .000 .106

N 81 81 81 81

NET Pearson Correlation .505** .426** 1 .381**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000

N 81 81 81 81

kultur Pearson Correlation .518** .181 .381** 1

Sig. (2-tailed) .000 .106 .000

N 81 81 81 81

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

99

Page 100: Peran Il-6, Bakteri

Descriptive

IL6

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimu

m

Maxim

um

Lower

Bound

Upper

Bound

PREMATUR

DENGAN

RESIKO INFEKSI

303.9103

9E1

22.95015

3

4.1901

0630.53414 47.67359 11.198

130.06

6

ATTERM

DENGAN

RESIKO INFEKSI

252.8278

3E19.891662

1.9783

3224.19524 32.36140 10.630 36.670

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI26

2.3269

9E1

10.18792

1

1.9980

1619.15489 27.38488 11.575 51.760

Total81

3.0680

1E1

17.29103

9

1.9212

2726.85677 34.50350 10.630

130.06

6

100

Page 101: Peran Il-6, Bakteri

Homogeneous Subsets

101

Multiple Comparisons

IL6

Tukey HSD

(I) KELOMPOK (J) KELOMPOK

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI10.825547*

4.35982

7.040 .40878 21.24231

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI15.833982*

4.31385

2.001 5.52706 26.14090

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

-10.825547*4.35982

7.040 -21.24231 -.40878

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI5.008435

4.50969

3.510 -5.76640 15.78327

ATTERM TANPA

RESIKO INFEKSI

PREMATUR

DENGAN RESIKO

INFEKSI

-15.833982*4.31385

2.001 -26.14090 -5.52706

ATTERM DENGAN

RESIKO INFEKSI-5.008435

4.50969

3.510 -15.78327 5.76640

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 102: Peran Il-6, Bakteri

IL6

Tukey HSD

KELOMPOK N

Subset for alpha = 0.05

1 2

ATTERM TANPA RESIKO INFEKSI 26 23.26988

ATTERM DENGAN RESIKO INFEKSI 25 28.27832

PREMATUR DENGAN RESIKO INFEKSI 30 39.10387

Sig. .493 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Correlation

Correlations

sepsis kultur

sepsis Pearson Correlation 1 .518**

Sig. (2-tailed) .000

N 81 81

kultur Pearson Correlation .518** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 81 81

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .505a .255 .246 .416

a. Predictors: (Constant), NET

102

Page 103: Peran Il-6, Bakteri

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .350a .122 .111 .451

a. Predictors: (Constant), IL6

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .554a .307 .298 .401

a. Predictors: (Constant), kultur

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .658a .434 .411 .367

a. Predictors: (Constant), kultur, IL6, NET

Jumlah sensitivitas antibiotika kultur baku

Antibiotika Organism Jumlah

yang

sensitif

β Lactam Penicillin

Penicillin Staphylococcus,enterococcus,L

monocytogenesa

2

amoxicillin 3

netisilin stapylococcus 6

Laktamase inhibitor

103

Page 104: Peran Il-6, Bakteri

Amoxiclav Stapylococus, 12

Ampicillin sulbaktam Staphylococcus dan gram negative 5

Cephalosphorin

Cefotaxim Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni

11

Cefadroxil Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

dan klebsiellaa pneumonia, stap koag

positif, enterobacter geogoviae

8

Cefalotin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baomoni

5

Ceforoxim Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter dan klebsiellaa pneumonia,

enterobacter geogeoviae

8

Amniglikosida

Amiksain Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter hidrofilia dan klebsiellaa

pneumonia, enterobacter geogeoviae

12

Gentamisin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter dan klebsiellaa pneumonia

enterobacter geogeoviae

7

Kanamisin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter dan klebsiellaa pneumonia

enterobacter geogeoviae

7

Netilmicin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

enterobacter geogeoviae klebsiellaa

pneumonia, stap koagula positif

12

Quinolones

Ciprofloxasin Staphylococcus coagulasi negative, E colli, 10

104

Page 105: Peran Il-6, Bakteri

Acinobacter dan klebsiellaa pneumonia,

stapplocoous coag positif

Ofloxasin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

klebsiellaa pneumonia, stap koagula positif

9

Norfloxsasin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

klebsiellaa pneumonia, stap koagula positif

9

Carbapenem

Meropenen Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

klebsiellaa pneumonia, stap koagula positif

12

Tetrasiklin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

enterobacter geogeoviae klebsiellaa

pneumonia

6

Doxsisiklin Staphylococcus coagulasi negative, E colli,

Acinobacter baumoni,iwovii, hidrofilia

enterobacter geogeoviae

5

Makrolid

Erytromisin Staphylococcus coagulasi negative, E colli 2

Nalidiksid acid E.colli 5

105

Page 106: Peran Il-6, Bakteri

106

Page 107: Peran Il-6, Bakteri

107