PERAN HMI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN … · digunakan adalah buku-buku yang menjadi referensi...

19
PERAN HMI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH Jurnal Diajukan Sebagai Syarat Mengikuti Latihan Kader II HMI Cabang Garut Tahun 2017 Disusun oleh: YOVY APRILAH HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG BANDUNG 1438 H / 2017 M

Transcript of PERAN HMI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN … · digunakan adalah buku-buku yang menjadi referensi...

PERAN HMI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN

AJARAN ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH

Jurnal

Diajukan Sebagai Syarat Mengikuti

Latihan Kader II HMI Cabang Garut Tahun 2017

Disusun oleh:

YOVY APRILAH

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

CABANG BANDUNG

1438 H / 2017 M

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya,

yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya kepada Penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang merupakan salah satu syarat

menikuti Latihan Kader II HmI Cabang Garut Tahun 2017. Adapun tema dari

Makalah yaitu “PERAN HMI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN

ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH”. Makalah LK-II ini telah penulis

susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga

dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Allah SWT 2. Rakanda M. Sigit Ismail, S.H. 3. Rakanda Firman Nurhakim 4. Rakanda Dendinar Badrusalam 5. Rakanda M. Nur Jamaluddin 6. Keluarga Besar HmI Komisariat Hukum Unpas 7. Keluarga Saya di Sukabumi

yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah LK II ini. Terlepas dari semua

itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi

susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka

Penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar Penulis dapat

memperbaiki makalah LK-II ini. Akhir kata Penulis berharap semoga makalah

LK-II tentang “PERAN HMI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN

ISLAM TENTANG KHALIFAH FIL ARDH” dapat memberikan manfaat maupun

inpirasi terhadap para pembaca. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, 1 September 2017

Penulis

ii

ABSTRAK

Ada banyak ayat dan surat dalam Alquran yang menyinggung soal manusia dan

eksistensinya sebagai khalifah fil-ardh, sebagai penanggung jawab dari proses

dialektika sejarahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fitrah manusia

dalam Alquran dan hadits, mengetahui tugas dan tanggung jawab khalifah fil

ardh, dan mengetahui peran HmI terhadap implementasi ajaran Islam tentang

khalifah fil ardh.

Penelitian ini dilakukan dengan cara tinjauan pustaka. Adapun sumber yang

digunakan adalah buku-buku yang menjadi referensi peneliti dalam penelitian ini

serta menggunakan sumber dari internet.

Hasil penelitian menunjukan bahwa fitrah manusia adalah ketetapan atau bawaan

manusia yang suci. Fitrah dengan arti asal kejadian dihubungkan dengan

pernyataan seluruh manusia sewaktu berada di alam arwah yang mengakui

ketuhanan Allah swt seperti yang digambarkan dalam surah Al-A’raf ayat 172-

173. Manusia adalah khalifah, yakni sebagai wakil, pengganti atau duta tuhan di

muka bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi,

manusia akan dimintai tanggung jawab di hadapanNya tentang bagaimana ia

melaksanakan tugas suci kekhalifahan itu. Pada tataran empirik sejarah Islam,

kata khalifah juga mengandung makna pengganti Nabi Muhammmad SAW dalam

fungsinya sebgai kepala negara, yaitu pengganti Nabi SAW dalam jabatan kepala

pemerintahan dalam Islam, baik untuk urusan agama maupun urusan dunia.

Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) yang lahir di era modern ini, dengan latar

belakang pemikiran yang telah dibahas diatas, membenarkan argumen yang

mengatakan bahwa HmI adalah salah satu mata rantai dari gerakan pembaruan di

Indonesia. Pemikiran pembaruan HmI bertujuan membawa bangsa Indonesia

kepada kehidupan baru yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Dengan

demikian harkat martabatnya dapat terangkat sejajar denga bangsa-bangsa yang

lain. Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan yang seimbang dan terpadu

antara pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat, akal dan kalbu, iman dan ilmu

dalam mencapai kebahagian hidup didunia dan akhirat.

Kata kunci: fitrah manusia, tanggung jawab khalifah fil ardh, peran HmI

iii

ABSTRACT

There are many verses and letters in the Qur'an that pertain to man and his existence as khalifah

fil-ardh, as the person in charge of his historical dialectic process. This study aims to determine

human nature in the Qur'an and hadith, knowing the duties and responsibilities khalifah fil ardh,

and know the role of HMI against the implementation of Islamic teachings about the caliph fil

ardh.

This research is done by way of literature review. The sources used are the books that become the

reference of researchers in this study and using the source of the internet.

The results showed that human nature is the determination or innate human sacred. Fitrah with

the meaning of the origin of the incident is associated with the statement of all human beings while

in the spirits who acknowledge the divinity of Allah swt as described in sura Al-A'raf verses 172-

173. Humans are khalifahs, ie as representatives, substitutes or ambassadors on earth. With his

position as khalifah of Allah SWT on earth, man will be held responsible before Him about how he

perform the sacred duties of the Caliphate. At the empirical level of Islamic history, the caliph also

contains the meaning of the successor of Prophet Muhammed SAW in its function as head of state,

the successor of the Prophet (s) in the office of the head of government in Islam, both for religious

affairs and world affairs. The Islamic Student Association (HmI) born in this modern era, with the

background of the thought discussed above, justifies the argument that says HmI is one of the links

of the reform movement in Indonesia. HmI renewal thinking aims to bring the nation of Indonesia

to a new life better than the previous life. Thus the dignity of his dignity can be elevated parallel to

the other nations. Life in question is a balanced and integrated life between the fulfillment of the

needs of the world and the hereafter, reason and heart, faith and knowledge in achieving

happiness in the world and the hereafter.

Keywords: human nature, responsibility of khalifah fil ardh, role of HmI

Page 1

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ada banyak ayat dan

surat dalam Alquran yang

menyinggung soal manusia dan

eksistensinya sebagai khalifah fil-

ardh, sebagai penanggung jawab

dari proses dialektika sejarahnya.

Di mulai dari penciptaan Nabi

Adam AS yang menuai protes

dari iblis dan setan, serta

tindakan-tindakan manusia yang

korup, dengki dan kediktatoran

manusia keturunan Nabi Adam

yang di kisahkan dalam Alquran.

Diserahi tanggung jawab untuk

melestarikan bumi dan seisinya,

merupakan sebuah amanah langit

yang diemban oleh manusia

tatkala alam (gunung-gunung,

lautan) tak dapat menanggung

beban serta menolak tugas

tersebut. Gambaran demikian

menunjukkan bahwa, betapa

mulia dan dianggungkannya

manusia dihadapan Allah SWT

dibanding berbagai entitas

makhluk yang menghuni dunia

ini (malaikat, jin, iblis) yang

senantiasa bertasbih dan memuja

padaNya. Terbentuk dari lumpur

yang hina dina, kemudian

ditiupkan Ruh Ilahi, menjadikan

manusia tetap “superior”

dibanding makhluk lainnya.

Puncak ciptaan tertinggi inilah

(manusia) yang menjadi wakil

Tuhan di muka bumi dengan

berbagai tugas mulia yang

menimbulkan protes dan

cemburu para pemuka langit

yang tidak mau bersujud pada

Nabi Adam sebagai manusia

pertama dan “Sesungguhnya Aku

Mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui” Allah Swt membantah

kecaman para Malaikat dan iblis.

Sesuatu yang membuat

manusia yang menjadi manusia

bukan hanya beberapa sifat atau

kegiatan yang ada padanya,

melainkan suatu keseluruhan

susunan sebagai sifat-sifat dan

kegiatan-kegiatan yang khusus

dimiliki manusia saja yaitu

Fitrah. Dimana fitrah manusia

adalah satu penunjang

eksistensinya untuk turut dan

cenderung pada kebenaran serta

kebaikan. Hal itu melukiskan

betapa manusia mewakili sifat-

sifat Tuhan.1

Adanya Ruh yang telah

ditiupakan mencerminkan fitrah

kesucian. Oleh karena kesucian

dan kebaikan itu fitri dan alami

bagi manusia, ia membawa rasa

aman dan tenteram dalam

dirinya. Keinginan tersebut

termanifestasi berupa rasa

keadilan, cinta dan keindahan

yang semuanya dapat

dikategorikan sebagai aktivitas

amal saleh. Selain itu, fitrah

merupakan sunnatullah sebagai

bentuk pembeda secara esensial

antara manusia dan makhluk

lainnya. Namun disamping

fitrahNya, manusia juga memiliki

sifat kelemahan. Kelemahan itu

bukannlah kejahatan tetapi

menjadi pintu bagi masuknya

kejahatan pada manusia.

Akibatnya, perilaku serta

aktivitas manusia tidak

senantiasa atau selalu “berpihak”

pada fitrahnya sendiri karena

kelemahannya tersebut. Maka

1 Nurcholis Majid, Islam Doktrin

dan Peradaban, Pramadina, 1992, hlm. 305.

Page 2

dari itu kejahatan pun merupakan

bagian dari hakikat manusia,

sekalipun hakikat sekunder

(hakikat primernya tetap fitrah-

nya yang suci).2

Tidak ada konsep Kitab

Suci tentang manusia yang lebih

terkenal dari ajaran bahwa

manusia yang lebih terkenal dari

ajaran bahwa manusia adalah

Khalifah (wakil, pengganti, duta)

Tuhan di bumi. Penuturan

tentang kekhalifaan itu terdapat

dalam kitab suci berkenaan

dengan Adam. Agama-agama

Semitik (Yahudi, Kristen dan

Islam) berpandangan bahwa

Adam adalah manusia pertama

dan bapak umat manusia (abu al-

basyar). Tetapi juga ada petunjuk

bahwa Adam adalah

“representasi” umat manusia

secara keseluruhan, dari masa

awal sampai masa akhir

sejarahnya.3

Berdasarkan latar

belakang tersebut maka penulis

bermaksud membahasnya dalam

bentuk makalah yang diberi judul

“PERAN HMI DALAM

MENGIMPLEMENTASIKAN

AJARAN ISLAM TENTANG

KHALIFAH FIL ARDH.”

2. Rumusan Masalah

1. Apa fitrah manusia dalam

Alquran dan hadits?

2. Bagaimana tugas dan

tanggung jawab khalifah fil

ardh?

3. Bagaimana peran HmI

terhadap implementasi ajaran

2 Ibid, hlm. 306. 3 Ibid, hlm. 307.

Islam tentang khalifah fil

ardh?

3. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui fitrah

manusia dalam Alquran dan

hadits.

2. Untuk mengetahui tugas dan

tanggung jawab khalifah fil

ardh.

3. Untuk mengetahui peran HmI

terhadap implementasi ajaran

Islam tentang khalifah fil

ardh.

B. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan

cara tinjauan pustaka. Adapun

sumber yang digunakan adalah

buku-buku yang menjadi

referensi peneliti dalam

penelitian ini serta menggunakan

sumber dari internet.

C. PEMBAHASAN

1. Fitrah Manusia Dalam

Alquran dan Hadits

Secara tegas istilah

“fitrah” dalam Alquran hanya

disebutkan sekali, yaitu terdapat

dalam surat Ar-Rum ayat 30.

Kata ini berasal dari kata

fatara, yafturu, fatran. Bila

dirunut dari asal-usul kata dan

bentuk musytaqNya. Alquran

menyebutkannya sebanyak 19

kali. Secara bahasa kata “fitrah”

mempunyai arti ciptaan atau sifat

pembawaan (yang ada sejak

lahir), fitrah, agama dan sunnah.

Menurut Louis Ma’luf kata fitrah

berarti mencipta/membuat

Page 3

sesuatu yang belum pernah ada

yaitu suat sifat yang setiap yang

ada ini disifati olehnya sejak

awal penciptaanya, atau sifat

pembawaan, agama dan sunnah

Makna fitrah secara

bahasa/harfiyah ini

disinonimkan/disepadankan

dengan

kata “khalaqa”. Kata khalaqa ban

yak digunakan oleh Allah untuk

menyatakan penciptaan sesuatu,

seperti khalaqallahus samawati

wal ard (Allah telah menciptakan

langit dan bumi).4

Contoh lain dari

penggunaan

kata khalaqa terdapat pada surat

Al-Alaq ayat 2, Khalaqal

insaana min ‘alaq (Dia Allah

telah menciptakan manusia dari

segumpal darah). Kedua contoh

ayat tersebut menunjukkan

bahwa ketika Allah menciptakan

makhlukNya tidak diawali oleh

adanya bahan dasar ciptaan.

Oleh karena itu semua

ayat yang menggunakan kata

khalaqa

menisbatkan fa’ilnya (pelakunya)

kepada Allah, karena hanya

Dialah yang mampu menciptakan

segala sesuatu yang tidak

memiliki bahan dasar awalnya.

Sementara manusia mampu

membuat sesuatu karena bahan

dasarnya sudah tersedia di alam

raya ini.

Merujuk pada pendapat

tersebut, kata fitrah dan

bentuk mustaqNya dalam

Alquran disandarkan pelakunya

kepada Allah. Kata yang fitrah

4 Asiyah Bintu Syati, Manusia

Dalam Perspektif Alquran, Pustaka Firdaus,

Jakarta, 1999, hlm. 96.

yang di taradufkan (disamakan)

dengan khalaqa menurut

Achmadi sebagaimana dikutip

oleh Usman Abu Bakar dan

Surohim berarti kejadian asal.

Bila dikaitkan dengan kejadian

manusia maka pengertiannya

adalah kejadian asal atau pola

dasar kejadian manusia, dan bila

dikaitkan dengan sifat-sifat

manusia maka pengertiannya

ialah sifat asli kodrati yang ada

pada manusia. Pertanyaan yang

muncul adalah apa kejadian asal

manusia dan sifat kodrati apa

yang ada pada manusia? Menurut

Ibnu Kasir, manusia sejak awal

diciptakan Allah dalam keadaan

tauhid, beragama Islamdan

berpembawaan baik dan benar.

Sejalan dengan pendapat Ibnu

Kasir al-Maragi berpendapat

bahwa Allah menciptakan dalam

diri manusia fitrah yang selalu

cenderung kepada ajaran tauhid

dan meyakininya. Hal itu karena

ajaran tauhid itu sesuai dengan

sesuatu yang ditunjukkan oleh

akal dan yang membimbing

kepadanya pemikirannya yang

sehat. 5 Makna fitrah seperti

tersebut di atas sesuai dengan

sabda Nabi Muhammad SAW

yang artinya: “Semua anak itu

dilahirkan dalam keadaan suci

(fitrah), hanya kedua orang

tuanyalah yang meyahudikannya,

menasranikannya atau

memajusikannya.” (HR. Bukhari)

Pengakuan manusia akan

keesaan Allah merupakan sifat

kodrati yang melekat pada

dirinya. Sifat tersebut akan

5 Syekh Muhammad Abduh,

Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta,

hlm. 64.

Page 4

menyatu pada dirinya sampai ada

pihak lain yang mampu

membuatnya menyimpang dari

sifat asal tersebut. Nabi

menyebut yahudi, nasrani dan

majusi sebagai bentuk

penyimpangan fitrah manusia

mengindikasikan adanya

pembelokan tauhid yang

dilakukan oleh pemeluknya.

Pengakuan akan keesaan Allah

yang terkandung dalam ajaran

tauhid bukan saja pengakuan dan

keyakinan adanya Allah Yang

Maha Esa, tetapi semua ajaran

yang timbul dari keesaan Allah

juga menjadi sifat kodrati yang

dimiliki oleh manusia.

Ajaran yang muncul dari

dimensi tauhid terangkum dalam

ajaran syariat Islam secara

menyeluruh, karena antara tauhid

dan syariat Islam merupakan dua

hal yang saling melengkapai dan

saling mengisi sehingga

keduanya tidak dapat dipisahkan.

Eksistensi dari kedua dimensi

tersebut dapat diumpamakan

seperti dua sisi mata uang yang

selalu kait mengkait dan saling

melengkapi. Apabila mata uang

telah kehilangan salah satu

sisinya dengan sendirinya uang

tersebut akan kehilangan nilai

kegunaannya. Hamka dalam

tafsir al-Azhar menafsirkan fitrah

sebagai rasa asli murni dalam

jiwa manusia yang belum

kemasukan pengaruh dari yang

lain, yaitu pengakuan adanya

kekuasaan tertinggi dalam alam

ini, Yang Maha Kuasa, Maha

Perkasa, Maha Raya,

Mengagumkan, Penuh Kasih

Sayang, Indah dan Elok. Sejalan

dengan hadis di atas Hamka

mengakui adanya campur tangan

pihak lain akan membawa

pengaruh kepada fitrah yang

telah tertanam dalam diri

manusia. Campur tangan tersebut

tidak harus datang dari orang tua

sendiri, tetapi pihak lain yang

bersentuhan dengan orang

tersebut akan membawa

pengaruh kepadanya. Jika

pengaruh itu tidak baik maka

akan menggiring manusia keluar

dari fitrahnya. Jika manusia telah

menentang adanya Allah berarti

ia telah melawan fitrahnya

sendiri. Al-Tabari dengan redaksi

lain berpendapat bahwa fitrah itu

bermakna murni atau ikhlas.

Murni artinya suci yaitu sesuatu

yang belum tercampur dan

ternoda oleh yang lain.6

Makna fitrah sebagai

suatu kekuatan atau kemampuan

(potensi terpendam) yang

menetap/menancap pada diri

manusia sejak awal kejadiannya

untuk komitmen terhadap nilai-

nilai keimanan kepada Allah,

cenderung kepada

kebenaran (hanif). Penjelasan

makna fitrah sebagaimana

tersebut di atas lebih menafsirkan

fitrah dari aspek aqidah yang

bersentuhan dengan keyakinan

dan pengakuan manusia akan

keberadaan Allah, sehingga

makna fitrah lebih terkait dengan

urusan jiwa manusia. 7 Lantas

pertanyaan berikutnya adalah

bagaimana pembawaan manusia

6 Al-Ragib Al-Ashfahani, tt,

Mu’jam Mufradat Alfad Alquran, Darul

Fikr, Lubnan, Bairut, hlm. 156. 7 Hadari Nawawi, Hakikat Manusia

Menurut Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1933,

hlm. 47.

Page 5

yang bersifat fisik atau jasmani ?

Satu hal yang mesti harus

disadari adalah bahwa manusia

itu terdiri dari dua unsur.

Pertama, unsur jasmani yang

selalu bisa ditangkap oleh indera

manusia dan kedua, unsur jiwa

yang keberadaannya tidak dapat

ditangkap oleh indera. Masing-

masing dari kedua unsur tersebut

memiliki pembawaan asli yang

dibawa sejak lahir, yang dalam

perjalanan hidup tidak bisa

dipandang remeh.

Pengertian fitrah sebagai

alat-alat potensial dan potensi-

potensi dasat yang harus di

aktualisasikan dan atau

ditumbuhkembangkan dalam

kehidupan nyata di dunia. Untuk

menguatkan hal tersebut

pendapat Abdul Fatah Jalal yang

memerinci alat-alat potensial

manusia ke dalam beberapa hal.

Menurut AbduI Fatah Jalal

manusia dianugerahi 5 (lima)

macam alat potensial yang dapat

digunakan untuk meraih ilmu

pengetahuan. 8 Kelima alat

tersebut adalah:

1. Al-lams & Al-syums ( alat

peraba dan alat

pencium/pembau),

sebagaimana firman Allah

dalam Qs. Al-An’am ayat 7

dan Qs. Yusuf ayat 94.

2. Al-Sam’u (alat pendengaran).

Penyebutan alat ini

dihubungkan dengan

penglihatan dan qalbu, yang

menunjukkan adanya saling

melengkapi antara berbagai

alat untuk mencapai ilmu

8 Nizar Samsul, Pengantar Dasar-

dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Gaya

Media Pratama, Jakarta, 2001, hlm. 41.

pengetahuan, sebagaimana

firman Allah dalam Qs. Al-

Isra ayat 36, AI-Mu’minun

ayat 78, As-Sajdah ayat 9,

Aal-Muluk ayat 23 dan

sebagainya.

3. Al-Absar (pengtihatan).

Banyak ayat Alquran yang

menyeru manusia untuk

melihat dan merenungkan apa

yang dilihatnya, sehingga

dapat mencapai hakekatnya.

Sebagaimana firman Allah

dalam Qs. Al-A’raf ayat 185,

Yunus ayat 101, As-Sajdah

ayat 27 dan sebagainya.

4. Al-Aql (akal atau daya

berpikir). Alquran

memberikan perhatian khusus

terhadap penggunaan akal

dalam berfikir, sebagaimana

firman Allah dalam Qs. Ali

Imran ayat 191. Dalam

Alquran dijelaskan bahwa

penggunaan akal

memungkinkan diri manusia

untuk terus ingat (zikr) dan

memikirkan/ merenungkan

ciptaan-Nya, sebagaimana

firmanNya dalam Qs. Ar-

Ra’d ayat 19. Dan

penggunaan akal

memungkinkan manusia

mengetahui tanda-tanda

(kebesaran/ keagungan) Allah

serta mengambil pelajaran

dari padanya. Dalam berbagai

ayat, kata al-nuha sebagai

makna al-‘uqul sebagaimana

fiimanNya daIam Qs. Thaha

ayat 53-54 dan sebagainya.

5. Al-qalb (kalbu). HaI ini

termasuk alat ma’rifah yang

digunakan manusia untuk

dapat mencapai ilmu,

sebagaimana firman Allah

Page 6

Qs. Al-Hajj ayat 46, Qs.

Muhammad ayat 24 dan

sebagainya. Kalbu ini

mempunyai kedudukan

khusus dalam ma’nfah

ilahiyah, dengan kalbu

manusia dapat meraih

berbagai ilmu serta ma’rifah

yang diserap dari sumber

iIahi. Dan wahyu itu sendiri

dirurunkan ke dalam kalbu

Nabi Muhammad SAW

sebaginiana firman Allah Qs.

As-Syu’ara ayat 192-194.

2. Tugas dan Tanggung Jawab

Khalifah Fil Ardh

Adam sebagai khalifah

menerima amanah dari Allah swt

untuk ditunaikan dan dijalankan.

Demikian juga Nabi Daud AS

diperintahkan untuk menegakkan

hukum-hukum dengan adil

setelah Ia diangkat menjadi

khalifah. Hal ini sangatlah logis

karena penegakan hukum di

tengah-tengah masyarat baru

dapat berjalan secara efektif,

apabila didukung oleh kekuasaan.

Pemahaman seperti ini

menggambarkan bahwa

pemimpin dalam pandangan

Alquran, selain sebagai wakil

Tuhan di bumi dan penegak

hukum, juga merupakan hal yang

mesti ada di dalam suatu

komunitas. Selain itu dapat juga

dipahami bahwa penegakan

hukum-hukum Allah SWT di

bumi merupakan tugas para

pemimpin. Oleh karena itu,

penegakan hukum baru dapat

terlaksana dengan baik kalau

mendapat dukungan politik,

meskipun naṣ (Alquran dan al-

Sunah) tidak menegaskan

kewajiban mendirikan daulah

bagi Islam, tetapi umat Islam

berkewajiban mengangkat

pemimpin yang merupakan salah

satu unsur penting dalam daulah.

Adapun ayat yang

berbicara tentang khalifah yang

ada asbāb al-nuzūl hanya Qs. An-

Nur (55). Sabab al-nuzul ayat ini

berdasar pada kisah Rasulullah

SAW pada saat sampai di

Madinah, pada saat itu,

Rasulullah SAW dan para

sahabatnya tidak melepaskan

senjatanya baik pada siang

maupun pada malam hari, karena

selalu diincar oleh orang kuffār

Arab Madinah. Kemudian para

sahabat berkata kepada Nabi

“kapan tuan dapat melihat kami

hidup aman dan tentram tidak

takut kecuali kepada Allah Qs.

An-Nūr (24): 55 turun berkenaan

dengan peristiwa tersebut sebagai

jaminan Allah bahwa mereka

akan dianugerahi kekuasaan di

muka bumi ini.

Sebab turunnya ayat ini

tampaknya menjadi landasan

beberapa orang mufasir dalam

menafsirkan

ayat tersebut.tidak sembarang

orang dapat menjadi seorang

khalifah dimana terdapat 5 (lima)

sifat terpuji yang harus dimiliki

oleh seorang khalifah. Kelima

sifat terpuji tersebut menarik

untuk dianalisis; pertama,

seorang khalifah hendaklah

mampu memberikan rakyatnya

petunjuk kepada jalan yang lurus

sesuai dengan perintah Allah. Hal

ini dapat dimaksudkan sebagai

bimbingan maupun penyuluhan

secara langsung dari khalīfah

maupun melalui para

Page 7

pembantunya atau kepada

mereka yang ditugaskan oleh

khalīfah, agar rayak memiliki

pengetahuan sehingga dapat

merealisaikan akhlak yang mulia

di tengah-tengah masyarakat;

kedua, khalifah adalah orang

yang diberikan Allah SWT

keinginan untuk berbuat

kebajikan. Seorang khalifah

haruslah seorang yang taat

beribadah kepada Allah, karena

dia adalah teladan masyarakatnya

dari segala tindakannya; ketiga,

khalīfah adalah hamba Allah

yang mampu merealisasikan

penghambaannya kepada Allah

melalui perbuatannya; keempat,

adalah manusia yang mampu

bersabar dalam menjalankan

tugasnya. Sebagai khalifah,

tantangan yang dihadapi sungguh

sangat berat, Oleh karena itu,

kesabaran merupakan kunci

keberhasilan dalam

kepemimpinan; dan kelima,

manusia yang memiliki

keteguhan iman kepada Allah

swt. Seorang khalifah, agar tidak

tergelincir kepada jalan yang

sesat, harus memiliki iman yang

kuat.9

Dalam masa

empat khalifa al-rasyidin saja

dapat dilihat kebijaksanaan

masing-masing mereka yang

sangat bervariasi, terutama sekali

dalam masalah suksesi..

Misalnya Abu Bakar menjadi

khalifah yang pertama melalui

pemilihan dalam satu pertemuan

yang berlangsung pada hari

9 Wahbah Al-Juhaily, At-Tafsirul

Munir Fil-Aqidah Was-Wasyariah Wal

Manhaj, Darul Fikr, Lubnan, Bairut, hlm.

145.

kedua setelah Nabi Muhammad

SAW wafat. Umar Bin Khattab

mendapat kepercayaan sebagai

Khalifah kedua tidak melalui

pemilihan dalam suatu forum

musyawarah terbuka, tetapi

melalui penunjukkan dan wasiat

pendahulunya. Sebagaimana

pada akhir hidupnya, Khalifah

Abu Bakar sibuk bertanya pada

banyak orang, “bagaimana

pendapatmu tentang

Umar”? Hampir semua orang

menyebut Umar adalah seorang

yang keras, namun jiwanya

sangat baik. Setelah itu, Abu

Bakar meminta kepada Usman

bin Affan untuk menuliskan

wasiat bahwa penggantinya kelak

adalah Umar. Tampaknya Abu

Bakar khawatir jika umat Islam

akan berselisih pendapat bila ia

tak menuliskan wasiat. Utsman

bin Affan menjadi Khalifah yang

ketiga melalui pemilihan oleh

sekelompok orangorang yang

telah ditetapkan oleh Umar

sendiri sebelum Ia wafat. Umar

memberikan enam nama yaitu

Ali bin Abu Thalib, Utsman bin

Affan, Zubair bin Awwam, Saad

bin Abi Waqas, Abdurrahman

bin Auff dan Thalhah anak

Ubaidillah. Pada akhirnya yang

lainnya mundur dari pencalonan

dan tinggallah Utsman bin Affan

dan Ali bin Abi Thalib. Dan

terpilihlah Umar untuk menjadi

Khalifah tertua pada waktu

dengan usia 70 tahun.

Selanjutnya Ali Bin Abi Thalib

diangkat menjadi Khalifah

keempat melalui pemilihan yang

penyelenggaraannya jauh dari

sempurna (H. Munawir

Sjadzali,1990:28-29). Berbeda

Page 8

dengan pendapat Imam

Khomeini (2002 : 59) yang

mengatakan bahwa Nabi

Muhammad SAW melihat

dengan jelas bahwa perselisihan

akan sangat mungkin terjadi

sepeninggalan beliau,

dikarenakan terbatasnya

pengetahuan mereka akan Islam

dan Iman. Atas dasar ini, maka

Allah SWT memerintahkan Nabi

Muhammad SAW untuk

menyampaikan permasalahan

berupa siapa yang akan menjadi

penerus kepemimpinan beliau.

Mendirikan salat

merupakan lambang hubungan

yang harmonis kepada pencipta

dan menunaikan zakat

merupakan lambang

keharmonisan kehidupan sosial.

Ini menandakan bahwa manusia

haruslah memiliki hubungan

yang baik secara vertical maupun

sosial-horisontal. Menjalankan

salat dan menunaikanzakat

didahulukan dari menyuruh

kepada perbuatan yang ma’ruf

dan mencegah yang munkar. Hal

sangatlah logis karena kedua

perintah yang pertama

merupakan pembinaan pribadi

seorang pemimpin untuk terjun

bertugas menyuruh kepada yang

ma’ruf dan mencegah yang

munkar. Selanjutnya, tugas

khalīfah yang tidak kalah

pentingnya adalah menunaikan

amānat (Qs. An-Nisa [4]: 57)

“Sesungguhnya Allah

memerintahkan kepada kamu

untuk menyampaikan amanat-

amanat itu kepada pemiliknya”.

Arti ayat ini apabila

dianalisis, memiliki berbagai

relevansi. Seseorang yang

senanatiasa menjalankan amanah

yang diberikan, akan merasa puas

dan tenang hatinya karena tidak

akan khawatir digugat oleh orang

yang memberi amanah itu.

Demikian pula orang yang

memberi amanah akan merasa

tenang, apabila diberikan kepada

orang yang jujur karena tidak

khawatir berlaku khianat.

Selanjutnya orang yang beriman

juga jiwanya tenang. Hal ini tidak

lepas karena agama menyuruh

kepada kebaikan. Sedangkan

kebaikan membawa kepada

keselamatan. Kemudian orang

yang senantiasa menjalankan

amānah adalah ciri orang yang

beriman dan menjadi orang yang

jujur. Orang jujur adalah orang

yang paling disenangi dalam

berbagai urusan. Dengan

demikian orang yang khianat

adalah ciri orang menyalahi

iman. Sayyid Qutub menjelaskan

bahwa amanah adalah kewajiban

setiap muslim untuk disampaikan

kepada pemiliknya yang

meiliputi seluruh tanggungjawab

manusia di bumi. Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa

amanah merupakan semua

kewajiban dari Allah swt. yang

berdimens, baik horizontal yang

berhubungan dengan sesama

manusia maupun yang

berdimensi vertikal yang

berhubungan dengan Pencipta.10

Eksistensi alam raya

(bumi dan langi) secara

kesuluruhan, dinisbatkan kepada

ummat manusia, disamping

hewan untuk menjaga

10 Muhammad Arifin, Nilai-nilai

Dasar Perjuangan (NDP) HMI dan Esensi

Ajaran Islam Tentang Kemasyarakatan.

Page 9

keberlangsungan hidupnya dan

tentu sebagai “arena” untuk

berbuat amal saleh sesuai dengan

hukum dan perintah Penciptanya.

Bumi yang diciptakan dengan

neraca keadilan Allah SWT, dan

diserahi untuk seluruh manusia

sebagai anugerah dan nikmat

Penciptanya. Disamping itu, agar

seluruh anugerah yang melimpah

tersebut dapat secara terus-

menerus dinikmati oleh manusia,

maka selaku khalifah dalam alam

raya, manusia harus taat pada

hukum-hukum penciptaan alam

tersebut. Hukum penciptaan alam

sebagai sunnatullah yang

ditetapkanNya, juga disebutkan

dalam Alquran bahwa alam raya

ini diciptakan Allah dengan benar

(bi al-haqq) tidak sia-sia (bâthil).

Sebagai wujud yang benar

(haqq), alam raya juga

mempunyai wujud yang nyata

(hakikat, haqi-qah). Oleh karena

itu, alam raya bukanlah wujud

yang semu, maya dan palsu,

seperti dalam ungkapan maya

pada (dunia yang maya). Sebab,

pandangan bahwa alam raya

adalah palsu atau berwujud semu

belaka, tidak nyata, akan dengan

sendirinya menghasilkan

pandangan bahwa pengalaman

hidup (manusia) dalam alam itu

adalah juga palsu, tidak nyata.11

Akibatnya, pengalaman

hidup yang palsu (samsara) itu

tidak mungkin memberi

kebahagiaan hidup kepada

manusia; kebahagiaan hidup itu

diperoleh hanya dengan

melepaskan diri dari dunia maya,

11 Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf,

Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 132.

yaitu menempuh hidup bertapa,

sebagai bentuk hidup kesucian

dan kebebasan murni.

Kekhalifaan manusia (wakil

Tuhan di bumi) menuntut adanya

interaksi antara manusia dengan

sesamanya dan manusia dengan

alam sesuai dengan petunjuk-

petunjuk Ilahi yang tertera dalam

wahyu-wahyuNya. Khusus

mengenai interaksi manusia

dengan alam, tidak serta merta

tanpa aturan maupun prosedur.

Solidaritas terhadap alam

merupakan prinsip hidup yang

muncul dari filosofi pandangan

para filsuf bahwa manusia tidak

dapat hidup tanpa bantuan alam,

disamping kenyataan bahwa

manusia adalah bagian yang

terkait dengan alam semesta.

Sebagai agama fitrah dan rahmat

bagi seluruh alam semesta,

agama Islam juga mengatur

tentang bagaimana cara manusia

bersikap terhadap alam

sekelilingnya. Karena bumi dan

isinya diciptakan menurut

hukumnya, maka manusia harus

senantiasa memperhatikan

hukum tersebut dalam setiap

pemanfaatan sumber daya alam.

Dalam hal itu, pada surat Ar-

Rahman ayat 7, Allah berfirman,

“Allah menciptakan langit itu

tinggi dan kemudian ditetapkan

hukum keseimbangan (neraca)”.

Bahkan lebih jauh lagi, menurut

Nurcholis Madjid, melanggar

hukum cosmos sama saja dengan

melanggar hukum lainnya

(gravitasi, hukum pidana, hukum

jual beli) dan akan

mengakibatkan disharmoni.

Alam raya sebagai

manifestasi kebesaran Allah

Page 10

SWT, jika dikelola tanpa

proporsionalitas, akan

menimbulkan dis-harmonitas

(tidak seimbang) ekosistem

lingkungan hidup dan berakibat

pada pencemaran lingkungan

sampai pada perusakan alam.

Eksploitasi alam secara

berlebihan dapat mengakibatkan

banjir, erosi lingkungan dan lain

sebagainya. Dalam hal ini, Allah

SWT telah memperingatkan

manusia dalam surat Ar-Ruum

Ayat 41 bahwa: “telah nampak

kerusakan di darat dan di laut

disebabkan karena perbuatan

tangan manusia, supaya Allah

merasakan kepada mereka

sebahagian dari (akibat)

perbuatan mereka, agar mereka

kembali (ke jalan yang benar) ”.

Dengan jelas bahwa

kerusakan alam baik di bawah

laut dan di darat, itu semua akibat

perbuatan tangan khalifah yang

tidak tunduk pada hukum

pengelolaan alam secara benar

dan kerusakan itu merupakan

bagian dari sunnatullah akibat

dari dilanggarnya keseimbangan

(al-mizan) hukum alam.

Pandangan kosmologi agama

Islam dalam melihat eksistensi

alam semesta, yakni meletakkan

alam sebagai rahmat dan nikmat

bagi seluruh makhluk

didalamnya. Relasi manusia

dengan lingkungan alam bukan

sebagai relasi antara eksploitator

dengan yang dieksploitasi,

melainkan adanya hubungan

simbiosis mutualisme, dimana

manusia dijadikan khalifah untuk

melestarikan, merawat serta

menjaga keberlangsungan

kehidupan flora dan fauna,

sehingga ikhtiar dari merawat

bumi tersebut, memberi manusia

sumber nikmat dan kehidupan

untuk tetap menjaga

eksistensinya dimuka bumi.

Hubungan tersebut didasari

karena manusia dan alam raya

(makro cosmos) merupakan

ciptaan Allah dan kedua entitas

tersebut sama-sama tunduk

secara pasrah kepada Nya, baik

yang ada dilangit dan dibumi.12

Pernyataan pemberi tugas

kekhalifaan ini, mengundang

sang khalifah (manusia) untuk

tidak hanya memikirkan

kepentingan dirinya sendiri,

kelompok, atau bangsa dan

sejenisnya saja. Ia tidak boleh

bersikap sebagai penakluk alam

atau berlaku sewenang-wenang

terhadapnya. Karena dalam Islam

tidak dikenal istilah penaklukan

alam. Penaklukan alam muncul

dari pandangan mitos yunani

yang beranggapan bahwa benda-

benda alam merupakan dewa-

dewa yang memusuhi manusia

sehingga harus ditaklukkan.

Makna dari penaklukan alam

menggambarkan bahwa, alam tak

berdaya di hadapan manusia dan

berimplikasi penguasaan manusia

atas alam secara berlebih. Jika

demikian terjadi, bencana alam

adalah hasil dari penguasaan

serta penaklukan tersebut.

Memang tidak dipungkiri,

kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi telah mengantar

manusia pada penguasaan alam

melalui bentuk penambangan

12 Mujahid, Konsep Fitrah Dalam

Islam dan Implikasinya Terhadap

Pendidikan Islam, 2005, Jurnal Pendidikan

Agama Islam Vol. 2.

Page 11

(baik legal maupun ilegal),

reklamasi pantai dan eksplorasi

sumber daya minyak bumi (gas

dan minyak) telah membawa

manusia pada tahap “krisis

ekologis” kontem porer. Dimana

rasionalitas nilai yang merupakan

rasionalitas yang mengahayati

nilai-nilai kehidupan, takluk oleh

rasionalitas – instrumental

(rasionalitas tujuan) yang

berorientasi tujuan dan

mengabaikan aturan atas

eksplorasi alam. Atau dalam

bahasa Herbert Marcuse, rasio

instrumental (teknoratis)

merupakan biang keladi segala

bentuk penindasan dan

perbudakan manusia atas

manusia, eksploitasi manusia dan

eksploitasi alam secara

berlebihan.13

Etika agama terhadap

alam mengantar manusia untuk

bertanggung jawab sehingga ia

tidak melakukan perusakan atau

dengan kata lain “setiap perusak

an terhadap lingkungan harus

dinilai sebagai kerusakan pada

diri manusia sendiri”. Hal

demikian memberi bantahan

kepada kaum teknokratis yang

memandang alam hanya sebagai

sarana pemuasan konsumsi

manusia dan sebebas-bebasnya

mengeksplorasi alam demi

akumulasi kapital yang tanpa

henti dan tidak mengindahkan

efek lingkungan yang timbul dari

aktivitas tersebut. Doktrin ajaran

agama Islam terhadap

pemanfaatan alam seperti yang

tergambar diatas, tentunya

13 Adhayanto, 2011. Khilafah

Dalam Sistem Pemerintahan Islam, Jurnal

Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1.

memiliki hikmah dan tujuan yang

mulia seperti tidak terbawa pada

sikap yang boros dan berlebih-

lebihan. Karena berlebih-lebihan

mengabaikan sesuatu yang

menjadi wajib dan prinsipil.

3. Peran HmI Terhadap

Implementasi Ajaran Islam

Tentang Khalifah Fil Ardh

Berbicara khalifah fill

ardh tentu tidak akan lepas dari

sosok esensi dari seorang kader

Hmi yang memang dididik untuk

menjadi pemimpin strategis di

negara Indonesia. Kondisi negara

Indonesia sekarang semakin

mengkhawatirkan, dimana

banyak sekali terjadi

ketimpangan-ketimpangan moral

yang yang di alami oleh para

pemimpin maupun aparatur

negara. Dimana seharusnya

lembaga hukum yang menjadi

payung bagi masyarakat untuk

berlindung dari lilitan masalah

justru tidak bisa menjaga

ekssistensinya dalam melindungi

masyarakat. Nah, disinilah peran

seorang kader HmI yang harus

berupaya keras dalam

memecahkan masalah-masalah

yang terdapat di era modern ini,

baik itu masalah keagamaan,

sosial, politik dan budaya.

Kader HmI harus berani

melakukan gerakan perubahan

agar permasalahan yang terjadi

dinegara maritim ini berangsur-

angsur akan teratas. Salah satu

gerakan perubahan adalah

dengan membawa konsep-konsep

perkembangan modernisai dalam

Islam. Mengutip pendapat Harun

Nasution, bahwa perkembangan

modern dalam Islam muncul

Page 12

sebagai akibat dari perubahan-

perubahan besar di semua aspek

hidup dan kehidupan manusia,

yang disebabkan kemajuan pesat

ilmu pengetahuan dan teknoogi

modern. Problem-problem yang

diakibatkan dalam bidang

keagamaan termasuk Islam lebih

musykil dibandingkan dengan

yang ditemukan dalam bidang-

bidang kehidupan lain. Sifat

dasar ilmu pengetahuan lebih dan

teknologi, berkembang dengan

dinamis dan pasti. Ilmu

pengetahuan dan juga teknologi

senantiasa mengalami dan

sekaligus membawa perubahan

dalam kehidupan manusia sehari-

hari.perkembanag cepat itu

membawa perubahan perubahan-

perubahan besar dan mendasar,

dalam kehidupan umat manusia

yang esensi menjadi objek

sasaran.

Himpunan Mahasiswa

Islam (HmI) yang lahir di era

modern ini, dengan latar

belakang pemikiran yang telah

dibahas diatas, membenarkan

argumen yang mengatakan

bahwa HmI adalah salah satu

mata rantai dari gerakan

pembaruan di Indonesia.

Pemikiran pembaruan HmI

bertujuan membawa bangsa

Indonesia kepada kehidupan baru

yang lebih baik dari kehidupan

sebelumnya. Dengan demikian

harkat martabatnya dapat

terangkat sejajar denga bangsa-

bangsa yang lain. Kehidupan

yang dimaksud adalah kehidupan

yang seimbang dan terpadu

antara pemenuhan kebutuhan

dunia dan akhirat, akal dan kalbu,

iman dan ilmu dalam mencapai

kebahagian hidup didunia dan

akhirat.

HmI menyadari bahwa

modernisasi yang sudah dan terus

berlangsung saat ini adalah suatu

pola kehidupan modern yang

akan terus berlangsung tanpa

diketahui batasnya. Hal demikian

terjadi karena kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang

tidak bisa dibendung lagi, untuk

memenuhi kebutuhan

kontemporer masa kini.

Mengabaikan bahkan

meninggalkan kehidupan modern

akan berkibat fatal bagi

kehidupan manusia. Suka tidak

suka, mau tidak mau, dimanapun

berada manusia, sedikit atau

banyak pasti terlibat dalam

persoalan modernisasi. Walaupun

kita menghindar dari yang

namanya modernisasi tetap juga

kena imbas serta pengaruhnya

modernisasi. Secara historis,

sebenarnya Islam merupakan

ajaran yang mengandung nilai-

nilai yang mendukung

modernisasi. Dalam konteks itu

kata Dawam Roharjo, tokoh

seperti nurkhalis madjid adalah

contoh figure yang ingin

memperlihatkan bahwa Islam

yang ada pada dirinya sendiri

secara inheren dan aslinya adalah

agama yang selalu modern

Sikap menolak

perkembangan, menurut

Nurchalish, disebabkan karena

orang kurang berpengalaman

dibidang administrasi dan kurang

memiliki wawasan pendidikan

modern. Kaum muslimin

cenderung enggan berpartisipasi

dalam arus modernisasi, sehinga

lamban dalam merespon

Page 13

perubahan sosial yang radikal.

Kaum muslimin secara fanatik

berlindug dibalik doktrin

keagamaan yang diartikan sempit

dan kaku. Dalam konteks politik,

fanatisme keagamaan digunakan

semata-mata untuk pelestarian

dan identifikasi diri, padahal

mestinya di gunakan sebagai

imbauan yang menarik.

Konservatisme terjadi disebabkan

orientiasi tradisionalitas yang

memainkan peranan yang lebih

besar dari pihak-pihak yang ingi

menciptakan perubahan. Ini

terjadi karena kejahilan

masyarakat.14

D. PENUTUPAN

1. Kesimpulan

a. Fitrah manusia adalah

ketetapan atau bawaan

manusia yang suci. Fitrah

dengan arti asal kejadian

dihubungkan dengan

pernyataan seluruh manusia

sewaktu berada di alam

arwah yang mengakui

ketuhanan Allah swt seperti

yang digambarkan dalam

surah Al-A’raf ayat 172-173.

Asal kejadian tersebut tidak

pernah berubah hingga

manusia kembaliNya. selain

itu fitrah juga dikaitkan

dengan Islam sebagai agama

yang sesuai atau tepat dengan

naluri kemanusiaan dalam

perkata lain Islam sangat

manusiawi, yang mencintai

kesucian, kebenaran dan

keindahan.

14 Nurcholish Majid, Islam Doktrin

dan Peradaban, Pramadina, Jakarta, hlm.

58.

b. Manusia adalah khalifah,

yakni sebagai wakil,

pengganti atau duta tuhan di

muka bumi. Dengan

kedudukannya sebagai

khalifah Allah SWT di muka

bumi, manusia akan dimintai

tanggung jawab di

hadapanNya tentang

bagaimana ia melaksanakan

tugas suci kekhalifahan itu.

Pada tataran empirik sejarah

Islam, kata khalifah juga

mengandung makna

pengganti Nabi Muhammmad

SAW dalam fungsinya sebgai

kepala negara, yaitu

pengganti Nabi SAW dalam

jabatan kepala pemerintahan

dalam Islam, baik untuk

urusan agama maupun urusan

dunia.

c. Himpunan Mahasiswa Islam

(HmI) yang lahir di era

modern ini, dengan latar

belakang pemikiran yang

telah dibahas diatas,

membenarkan argumen yang

mengatakan bahwa HmI

adalah salah satu mata rantai

dari gerakan pembaruan di

Indonesia. Pemikiran

pembaruan HmI bertujuan

membawa bangsa Indonesia

kepada kehidupan baru yang

lebih baik dari kehidupan

sebelumnya. Dengan

demikian harkat martabatnya

dapat terangkat sejajar denga

bangsa-bangsa yang lain.

Kehidupan yang dimaksud

adalah kehidupan yang

seimbang dan terpadu antara

pemenuhan kebutuhan dunia

dan akhirat, akal dan kalbu,

iman dan ilmu dalam

Page 14

mencapai kebahagian hidup

didunia dan akhirat.

2. Saran

a. Dalam rangka meningkatkan

peran HmI dalam

mengimplementasikan ajaran

Islam tentang khalifah fil

ardh harus meningkatkan

kemampuan bakat dan

minatnya dalam kehidupan

sehari-hari.

b. Sebaiknya para membaca

harus memahami dirinya

sebagai khalifah sehingga

dapat mengimplementasikan

kebenaran ilmu pengetahuan

yang menopang

terlaksananya tugas dan

fungsinya sebagai Khalifah

Fil Ardh secara optimal

dalam kehidupan sehari-

harinya.

c. Diharapkan para pembaca

dapat meningkatkat

pemikiran pembaruan HmI

yang bertujuan membawa

bangsa Indonesia kepada

kehidupan baru yang lebih

baik dari kehidupan

sebelumnya.

iv

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abduh, Syekh Muhammad. Risalah Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang.

Abuddin, Nata. 2012. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.

Arifin, Muhammad. Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI dan Esensi

Ajaran Islam Tentang Kemasyarakatan.

Hatami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia, Peran Rasul Sebagai

Agen Perubahan. Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta.

Majid, Nurchlish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Pramadina.

Nawawi, Hadari. 1933. Hakikat Manusia Menurut Islam. Surabaya: Al-

Ikhlas.

Samsul, Nizar. 2001. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam.

Jakarta: Gaya Media Pratama.

Syati, Asiyah Bintu. 1999. Manusia Dalam Perspektif Alquran. Jakarta:

Pustaka Firdaus.

B. Sumber Lain

Adhayanto, 2011. Khilafah Dalam Sistem Pemerintahan Islam. Jurnal Ilmu

Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1.

Al-Ashfahani, tt, Al-Ragib. Mu’jam Mufradat Alfad Alquran. Darul Fikr,

Lubnan, Bairut.

Al-Juhaily, Wahbah. At-Tafsirul Munir Fil-Aqidah Was-Wasyariah Wal

Manhaj, Darul Fikr, Lubnan, Bairut.

Mujahid, 2005. Konsep Fitrah Dalam Islam dan Implikasinya Terhadap

Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 2.