Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tanah

4
 PENYIMPANGAN PROSEDUR TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KERJA KONSOLIDASI TANAH (Studi Kasus dalam Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Kota Pematang Siantar Provinsi Sumatra Utara) Kasus Posisi Lidya Boru Siahaan, dkk mendalilkan bahwa dalam rangka proyek Land-consolidation, tanahnya berkurang seluas 11.141 M2 atau 20,27 % (persen). Pengurangan areal ini seharusnya dipergunakan untuk sarana umum/jalan ternyata oleh Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar diberikan kepada orang lain tanpa sepengetahuan Lidya Boru Siahaan, dkk. Areal milik orang lain yang ditambahkan kedalam sertifikat hak milik atas nama Lidya Boru Siahaan, dkk adalah areal dengan keadaan tidak baik (rendahan), sedang areal Lidya Boru Siahaan, dkk yang diberikan kepada orang lain adalah areal yang baik. Hal ini jelas merugikan Lidya Boru Siahaan, dkk dan proses tersebut dilaksanakan Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar tanpa musyawarah dengan Lidya Boru Siahaan, dkk. Pada tanggal 24 Agustus 1992 sertifikat hak atas tanah tersebut terbit, Lidya Boru Siahaan, dkk tidak dapat menerimanya dan menyatakan keberatan kepada Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar. Obyek sengketa adalah tanah yang terletak di areal Siantar Estate Blok 26 afd.Sumarito Desa Bah Kapul Kecamatan Siantar dengan jumlah keseluruhan 43.835 M2, sertipikat nomor 837, 838, 846, 847, 1023, 1024 Berdasarkan hal-hal di atas, Lidya Boru Siahaan, dkk menuntut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan untuk membatalkan Surat Keputusan tergugat yaitu sertifikat hak milik tanah masing-masing Nomor M. 837, Nomor M. 838, Nomor M. 846, Nomor M. 847, Nomor M. 1023, Nomor M. 1024. Atas nama Wahasan Manurung, Lidya Br.Siahaan, Indira Manurung. Pertimbangan hukum Peradilan Tata Usaha Negara Medan bahwa berdasar ketentuan yang terdapat dalam Tata Cara Kerja Tahap II, bahwa selain pernyataan ikut serta dalam konsolidasi tanah tersebut diperlukan pula pernyataan kesepakatan desain tata ruang. Bahwa dari ketentuan tersebut di atas ternyata pihak Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar baik dalam menyusun pra desain maupun desain tata ruang tidak pernah memanggil Lidya Boru Siahaan dkk untuk mengadakan musyawarah. Pertimbangan hukum tersebut menjadi dasar bagi hakim PTUN Medan untuk mengadili Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar untuk menyatakan batal hak milik yang dibuat di atas tanah Lidya Boru Siahaan dkk. Analisis Kasus Berdasarkan kasus posisi diatas dapat dianalisis dari beberapa aspek penting berkaitan dengan konsolidasi tanah sebagai berikut : 1. Dalam konsolidasi tanah terdapat apa yang disebut dengan sumbangan tanah untuk pembangunan (STUP), yaitu bagian dari obyek konsolidasi tanah yang disediakan untuk pembangunan prasarana jalan dan fas ilitas umum lainnya, serta untuk tanah pengganti biaya pelaksanaan. Dalam kasus konsolidasi tanah di Kota Pematang Siantar tersebut jelas bahwa tanah seluas 11.141 M2 atau 20,27 % (persen) yang merupakan pengurangan areal milik Lidya Boru Siahaan dkk ini yang seharusnya dipergunakan untuk sarana umum/jalan, dengan kata lain pengurangan tanah tersebut seharusnya merupakan STUP (sumbangan tanah untuk pembangunan) karena tanah tersebut merupakan bagian dari obyek konsolidasi tanah yang disediakan untuk pembangunan prasarana jalan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Kepala BPN Nomor 4 tahun 1991, bahwa para peserta konsolidasi menyerahkan sebagian tanahnya sebagai STUP yang akan digunakan untuk pembangunan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya dan pembiayaan pelaksanaan konsolidasi tanah. Sedangkan besarnya STUP tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama peserta konsolidasi tanah dengan mengacu pada rencana tata ruang daerah. Di Indonesia biasanya ditetapkan antara 15%-30%, jadi jika dalam kasus tersebut besarnya Pengurangan STUP 20,27% adalah sudah benar. Apabila dalam kasus tersebut ternyata tanah tersebut oleh pihak pengelola konsolidasi tanah (kantor pertanahan Kota Pematang Siantar) justru diberikan kepada orang lain tanpa persetujuan dari pihak yang dikurangi tanahnya maka itu merupakan bentuk penyimpangan pelaksanaan konsolidasi tanah, namun apabila hal tersebut dianggap penyimpangan/pelanggaran oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sehingga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dasar pengujinya adalah pelanggaran atas asas kepercayaan (het

Transcript of Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tanah

Page 1: Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tanah

5/16/2018 Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tan...

http://slidepdf.com/reader/full/penyimpangan-prosedur-tahapan-pelaksanaan-kegiatan-kerja-kon

PENYIMPANGAN PROSEDUR TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KERJA KONSOLIDASI TANAH

(Studi Kasus dalam Pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Kota Pematang Siantar Provinsi Sumatra Utara)

Kasus Posisi 

Lidya Boru Siahaan, dkk mendalilkan bahwa dalam rangka proyek Land-consolidation, tanahnya berkurang

seluas 11.141 M2 atau 20,27 % (persen). Pengurangan areal ini seharusnya dipergunakan untuk saranaumum/jalan ternyata oleh Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar diberikan kepada orang lain tanpa

sepengetahuan Lidya Boru Siahaan, dkk. Areal milik orang lain yang ditambahkan kedalam sertifikat hak milik

atas nama Lidya Boru Siahaan, dkk adalah areal dengan keadaan tidak baik (rendahan), sedang areal Lidya

Boru Siahaan, dkk yang diberikan kepada orang lain adalah areal yang baik. Hal ini jelas merugikan Lidya Boru

Siahaan, dkk dan proses tersebut dilaksanakan Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar tanpa musyawarah

dengan Lidya Boru Siahaan, dkk. Pada tanggal 24 Agustus 1992 sertifikat hak atas tanah tersebut terbit, Lidya

Boru Siahaan, dkk tidak dapat menerimanya dan menyatakan keberatan kepada Kantor Pertanahan Kota

Pematang Siantar. Obyek sengketa adalah tanah yang terletak di areal Siantar Estate Blok 26 afd.Sumarito

Desa Bah Kapul Kecamatan Siantar dengan jumlah keseluruhan 43.835 M2, sertipikat nomor 837, 838, 846,

847, 1023, 1024

Berdasarkan hal-hal di atas, Lidya Boru Siahaan, dkk menuntut kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

untuk membatalkan Surat Keputusan tergugat yaitu sertifikat hak milik tanah masing-masing Nomor M. 837,Nomor M. 838, Nomor M. 846, Nomor M. 847, Nomor M. 1023, Nomor M. 1024. Atas nama Wahasan

Manurung, Lidya Br.Siahaan, Indira Manurung.

Pertimbangan hukum Peradilan Tata Usaha Negara Medan bahwa berdasar ketentuan yang terdapat dalam

Tata Cara Kerja Tahap II, bahwa selain pernyataan ikut serta dalam konsolidasi tanah tersebut diperlukan pula

pernyataan kesepakatan desain tata ruang. Bahwa dari ketentuan tersebut di atas ternyata pihak Kantor

Pertanahan Kota Pematang Siantar baik dalam menyusun pra desain maupun desain tata ruang tidak pernah

memanggil Lidya Boru Siahaan dkk untuk mengadakan musyawarah. Pertimbangan hukum tersebut menjadi

dasar bagi hakim PTUN Medan untuk mengadili Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar untuk menyatakan

batal hak milik yang dibuat di atas tanah Lidya Boru Siahaan dkk.

Analisis Kasus Berdasarkan kasus posisi diatas dapat dianalisis dari beberapa aspek penting berkaitan dengan konsolidasi

tanah sebagai berikut :

1. Dalam konsolidasi tanah terdapat apa yang disebut dengan sumbangan tanah untuk pembangunan (STUP),

yaitu bagian dari obyek konsolidasi tanah yang disediakan untuk pembangunan prasarana jalan dan fasilitas

umum lainnya, serta untuk tanah pengganti biaya pelaksanaan. Dalam kasus konsolidasi tanah di Kota

Pematang Siantar tersebut jelas bahwa tanah seluas 11.141 M2 atau 20,27 % (persen) yang merupakan

pengurangan areal milik Lidya Boru Siahaan dkk ini yang seharusnya dipergunakan untuk sarana umum/jalan,

dengan kata lain pengurangan tanah tersebut seharusnya merupakan STUP (sumbangan tanah untuk

pembangunan) karena tanah tersebut merupakan bagian dari obyek konsolidasi tanah yang disediakan untuk

pembangunan prasarana jalan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Kepala BPN Nomor 4

tahun 1991, bahwa para peserta konsolidasi menyerahkan sebagian tanahnya sebagai STUP yang akan

digunakan untuk pembangunan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya dan pembiayaan pelaksanaan

konsolidasi tanah. Sedangkan besarnya STUP tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama peserta

konsolidasi tanah dengan mengacu pada rencana tata ruang daerah. Di Indonesia biasanya ditetapkan antara

15%-30%, jadi jika dalam kasus tersebut besarnya Pengurangan STUP 20,27% adalah sudah benar. Apabila

dalam kasus tersebut ternyata tanah tersebut oleh pihak pengelola konsolidasi tanah (kantor pertanahan Kota

Pematang Siantar) justru diberikan kepada orang lain tanpa persetujuan dari pihak yang dikurangi tanahnya

maka itu merupakan bentuk penyimpangan pelaksanaan konsolidasi tanah, namun apabila hal tersebut

dianggap penyimpangan/pelanggaran oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sehingga bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, dasar pengujinya adalah pelanggaran atas asas kepercayaan (het

Page 2: Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tanah

5/16/2018 Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tan...

http://slidepdf.com/reader/full/penyimpangan-prosedur-tahapan-pelaksanaan-kegiatan-kerja-kon

vertrouwens beginsel), asas kejujuran atau asas permainan yang layak (fair play) dari AUPB dalam

pelaksanaan konsolidasi tanah. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-

undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan seperti Surat Edaran Kepala Badan

Pertanahan Nasional tanggal 7 Desember 1991 Nomor 410-4245 perihal Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi

Tanah, yang merupakan peraturan kebijaksanaan. Suatu peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara

wetmatigheid, karena memang tidak akan ada dasar peraturan perundang-undangan untuk keputusan

membuat peraturan kebijaksanaanNamun disisi lain harus dicermati bahwa dalam kasus tersebut telah ada penandatanganan persetujuan/ 

kesepakatan/pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah oleh pemilik tanah (Lidya Boru Siahaan dkk).

Peristiwa itu diartikan telah ada kesepakatan dalam perjanjian antara Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

(Kota Pematang Siantar) dan pemilik tanah (Lidya Boru Siahaan dkk). Dengan kata lain pemilik tanah

setuju/sepakat untuk melepaskan hak atas tanahnya untuk ditata dalam konsolidasi tanah. Konsekwensi

penataan adalah adanya pergeseran lokasi tanah karena keperluan fasilitas umum dan fasilitas social.

Penandatanganan persetujuan/ kesepakatan/pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah oleh pemilik

tanah berarti telah ada musyawarah tentang desain konsolidasi tanah kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Dengan kata lain tidak akan ada penandatanganan persetujuan/kesepakatan apabila pemilik tanah tidak atau

belum ada kesepakatan. Pemilik tanah mempunyai hak untuk menerima atau menolak sama sekali (take it or

leave it) konsolidasi tanah.

2. Prosedur penerbitan sertipikat hak atas tanah dalam konsolidasi tanahTahapan pertama yang dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setelah dikeluarkannya Keputusan

Bupati/Walikota tentang Penetapan Lokasi Pelaksanaan Konsolidasi Tanah adalah:

1. Mengidentifikasi (pendataan) Subyek dan Obyek;

2. Pengukuran dan Pemetaan Keliling;

3. Pengukuran dan Pemetaan Rincikan;

4. Pengukuran Topografi dan Pemetaan Penggunaan Tanah;

5. Pembuatan Desain Konsolidasi Tanah (DKT);

Setelah prosedur (tahapan pertama) selesai, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengajukan permohonan

penegasan obyek konsolidasi tanah kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi setempat

dengan melampirkan : (a) Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah; (b)

Pernyataan/ Persetujuan pemilik tanah mengenai kesediaannya ikut serta dalam konsolidasi tanah; (c) Daftar

peserta dan luas tanahnya; (d) Peta situasi lokasi konsolidasi tanah; (e) Peta penggunaan tanah; (f) PetaRencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota; (g) Peta keliling; (h) Peta rincikan (sebelum

konsolidasi tanah); (i) Desain konsolidasi tanah; (j) Perhitungan rencana luas dan peruntukan tanah; (k)

Keterangan riwayat tanah yang ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. (l) Surat

keterangan pendaftaran tanah.

Dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi tentang

Penegasan Tanah Sebagai Obyek Konsolidasi Tanah, langkah prosedur tahapan kedua adalah:

1. Staking out/Realokasi;

2. Pembuatan Desain Konsolidasi Tanah (DKT); adalah untuk merencanakan penataan tanah setelah

dikurangi STUP.

3. Musyawarah Tentang DKT; dimusyawarahkan dengan peserta Konsolidasi Tanah dengan dijelaskan : (a)

perubahan bentuk, luas dan kemungkinan terjadinya penggeseran sebagai akibat dari realokasi kaveling

setelah luas tanahnya dikurangi STUP. (b) kemungkinan pembongkaran bangunan atau tanaman yang telahada sebagai akibat penggeseran.

4. Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah; adalah untuk menjadikan status tanah menjadi tanah yang dikuasai

negara, sehingga pemerintah dapat menata kembali penguasaan tanah dan penggunaan sesuai hasil

musyawarah dengan para peserta Konsolidasi Tanah. Surat Pernyataan Pelepasan Hak/ Penguasaan fisik

tanah ditandatangani oleh yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

5. Konstruksi; adalah pekerjaan teknis fisik yang meliputi penggalian parit untuk pembentukan badan jalan,

pengerasan, sarana/fasilitas umum dan lainnya. Pekerjaan konstruksi ini dilaksanakan mengacu kepada

desain konsolidasi tanah.

Page 3: Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tanah

5/16/2018 Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tan...

http://slidepdf.com/reader/full/penyimpangan-prosedur-tahapan-pelaksanaan-kegiatan-kerja-kon

6. Pengelolaan Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP); dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota. Tanah tersebut merupakan sumbangan dari pemilik tanah atau peserta konsolidasi tanah

yang telah diserahkan pengelolaannya kepada negara melalui pelepasan hak untuk membiayai pelaksanaan

konsolidasi tanah.

7. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah;

8. Sertifikasi.

Berkaitan dengan kasus sengketa konsolidasi di Kota Pematang Siantar tersebut, dapat ditarik unsur-unsursebagai berikut :

1. Pertama, bahwa tanah yang terletak di lokasi konsolidasi tanah adalah tanah milik penggugat yang dalam

rangka Land-consolidation tanahnya dikurangi sesuai perjanjian yang telah disepakati.

2. Kedua, bahwa dalam proses desain konsolidasi tanah proses tersebut dilaksanakan Kantor Pertanahan

Kota Pematang Siantar tanpa musyawarah dengan pihak Lidya Boru Siahaan, dkk.

Namun apabila kita lihat dari prosedur yang ada, dalam kasus tersebut telah sampai pada sertifikat yang

dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Pematang Siantar, dengan demikian dapat dikatakan bahwa

penerbitan sertifikat tersebut telah melalui serangkaian prosedur yang ada. Sertifikat tidak akan dapat

dikeluarkan jika terdapat salah satu dari rangkaian prosedur diatas tidak dipenuhi. Hal tersebut erat kaitannya

dengan analisis no. 1 tentang kaitannya dengan kesepakatan yang telah ditandatangani oleh pemilik tanah.

Jika tidak ada kesepakatan yang ditandatangani maka tahap selanjutnya tidak akan dapat dilaksanakan.

Dalam kasus tersebut saya menilai bahwa pihak Lidya Boru Siahaan, dkk kurang mencermati adanyakesepakatan yang telah mereka tandatangani tersebut. Apa yang dilakukan pihak Kantor Pertanahan Kota

Pematang Siantar tersebut merupakan bagian dari konsekuensi yang harus diterima oleh pihak Lidya Boru

Siahaan, dkk karena telah sepakat menyerahkan sebagian tanahnya kepada Pemerintah melalui konsolidasi

tanah tersebut. Hanya saja kembali lagi pada analisis no 1 bahwa apabila Kantor Pertanahan Kota Pematang

siantar dianggap menyimpang dalam hal ini maka hanya dapat kenakan pelanggaran atas asas kepercayaan

(het vertrouwens beginsel), asas kejujuran atau asas permainan yang layak (fair play) dari AUPB dalam

pelaksanaan konsolidasi tanah.

Oleh :

Tri Eka Hermawati (Fak.Hukum Universitas Sebelas Maret)

http://cacaunslaw.blogspot.com/2011/04/penyimpangan-prosedur-tahapan.html 

Page 4: Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tanah

5/16/2018 Penyimpangan Prosedur Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Kerja Konsolidasi Tan...

http://slidepdf.com/reader/full/penyimpangan-prosedur-tahapan-pelaksanaan-kegiatan-kerja-kon

 

http://syahyuti.wordpress.com/ 

http://www.perhepi.org/images/stories/publikasi/agroekonomika_april05/saptana.pdf