Penyakit Jantung rematik

34
Penyakit Jantung Rematik (PJR) pada Remaja Nur Adibah binti Zukelfali (102012488) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna, No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia. [email protected] Abstrak Kajian ini dijalankan dalam rangka untuk membahaskan secara menyeluruh mengenai suatu penyakit yang dinamakan penyakit jantung rematik (PJR). Signifikannya tinjauan pustaka ini dilakukan untuk mengkaji dan memahami dasar penyakit jantung rematik. Terdapat juga perbahasan mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, gejala klinis, epidemiologi, patofisiologi, prognosis, diagnosis banding, diagnosis kerja, pengobatan dan penatalaksanaan yang terkait bagi penyakit jantung rematik. Metode yang digunakan dalam penghasilan tinjauan pustaka ini adalah dengan melakukan penelitian terhadap buku-buku dan jurnal-jurnal. Kata kunci: penyakit jantung rematik (PJR), gejala klinis, patofisiologi, pengobatan. Abstract The study was conducted in order to debate the whole spectrum of rheumatic heart disease (RHD). Significant of this literature review is to study and understand the basics of RHD. There is also debate about the anamnesis, physical examination, clinical 1

description

makalah

Transcript of Penyakit Jantung rematik

Penyakit Jantung Rematik (PJR) pada RemajaNur Adibah binti Zukelfali (102012488)Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna, No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, [email protected]

Abstrak Kajian ini dijalankan dalam rangka untuk membahaskan secara menyeluruh mengenai suatu penyakit yang dinamakan penyakit jantung rematik (PJR). Signifikannya tinjauan pustaka ini dilakukan untuk mengkaji dan memahami dasar penyakit jantung rematik. Terdapat juga perbahasan mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, gejala klinis, epidemiologi, patofisiologi, prognosis, diagnosis banding, diagnosis kerja, pengobatan dan penatalaksanaan yang terkait bagi penyakit jantung rematik. Metode yang digunakan dalam penghasilan tinjauan pustaka ini adalah dengan melakukan penelitian terhadap buku-buku dan jurnal-jurnal. Kata kunci: penyakit jantung rematik (PJR), gejala klinis, patofisiologi, pengobatan.AbstractThe study was conducted in order to debate the whole spectrum of rheumatic heart disease (RHD). Significant of this literature review is to study and understand the basics of RHD. There is also debate about the anamnesis, physical examination, clinical symptom, epidemiology, pathophysiology, prognosis, differential diagnosis, working diagnosis, treatments and medications of RHD. Method used in the production of this literature review is to conduct research on books and journals. Keywords: rheumatic heart disease (RHD), clinical presentations, pathophysiology, treatment.

PendahuluanPenyakit jantung rematik adalah cacat jantung akibat demam rematik. Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan yang berkembang sebagai suatu komplikasi dari suatu infeksi Streptococcus Beta Hemolitikus Group A (SGA) di faring yang tidak mendapatkan pengobatan atau mendapatkan pengobatan yang kurang adekuat.1,2Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah komplikasi yang paling serius dari demam rematik. Demam rematik akut terjadi pada 0,3% kasus faringitis oleh Streptococcus Beta Hemolitikus Group A (SGA) pada anak. Sebanyak 39% dari pasien dengan demam rematik akut akan berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai derajat disertai insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan kematian. Pada penyakit jantung rematik kronik, pasien dapat mengalami stenosis katup dengan berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel.3,4Kasus:Seorang remaja perempuan berusia 16 tahun datang ke IGD RS diantar ibunya dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, dan sering berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal kepala. Keluhan-keluhan tersebut tidak disertai adanya demam. Pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis dan tidak biru saat lahir. Tidak ada riwayat sering mengalami batuk-pilek, berat badan yang sulit naik, ataupun menetek yang hanya sebentar-sebentar. Namun, menurut ibu saat kecil pasien sering sakit tenggorokan.Analisis:Rumusan masalah yang diperolehi adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, didahului batuk, mudah lelah, dan sering berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu,sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal kepala.

AnamnesisAnamnesis merupakan suatu tindakan untuk mengenalpasti keluhan utama pasien disamping beberapa keluhan samping. Anamnesis yang benar dapat membantu dokter untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Pada kasus pasien yang compos mentis ini, anamnesis dapat dilakukan secara autoanamnesis. Bagi kasus ini, beberapa hal perlu diperhatikan saat anamnesis. Yang pertama adalah menanyakan identitas pasien seperti nama, alamat, pekerjaan, tanggal lahir, jenis kelamin agama dan sebagainya. Dalam kasus ini, pasiennya adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun. Identitas lain tidak disertakan. Seterusnya adalah menanyakan keluhan utama dari pasien dan sejak kapan dirasakan keluhan itu. Pada pasien dengan PJR, pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah, dan sering berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal kepala. Keluhan-keluhan tersebut tidak disertai adanya demam. Pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis dan tidak biru saat lahir. Tidak ada riwayat sering mengalami batuk-pilek, berat badan yang sulit naik, ataupun menetek yang hanya sebentar-sebentar. Namun, menurut ibu saat kecil pasien sering sakit tenggorokan. Selanjutnya dapat ditanyakan riwayat penyakit dahulu. Riwayat penyakit dahulu tidak disertakan. Riwayat penyakit keluarga juga tidak disertakan. Antara faktor predisposisi lain yang harus ditanyakan adalah riwayat persalinan, riwayat pemberian ASI, riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat tinggal, riwayat sesak nafas pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara, batuk berulang dengan atau tanpa dahak sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. Anamnesis belumlah lengkap sehingga ianya didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lainnya.1Pemeriksaan Pemeriksaan harus dilakukan ke atas pasien bagi membantu menegakkan diagnosis dengan tepat. Pemeriksaan yang tidak benar akan menyebabkan salah diagnosis dan akhirnya dapat berakibat kepada salahnya pengobatan dan penatalaksanaan. Terdapat dua jenis periksaan yang harus dilakukan oleh dokter yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit berat, sesak, gelisah dan diaforetik namun tidak sianosis. Tanda-tanda vital pada pasien adalah frekuensi nadi 140x/menit, frekuensi nafas 40x/menit, suhu 36,3 0C, pada thorax, ictus kordis tampak 2 jari lateral linea midklavikula sinistra di ICS 6, suara nafas vesikuler dengan ronki basah halus pada kedua basal paru, terdengar pansistolis murmur grade 3/6 di apex jantung dan diastolic murmur di ICS 2 linea sternalis kanan. Pada foto thorak PA, CTR cor lebih dari 55%, cardiomegaly, terdapat gambaran double contour di jantung kanan, aortic knob kecil, segmen pulmonal menonjol, RVH. Pada pulmones, hilus melebar dan trachea lurus di tengah.Inspeksi Memerhatikan tanda sianosis pada bantalan kuku, bibir, lidah dan membran mukosa. Distress pernafasan. Inspeksi kelainan bentuk dada. Memeriksa tanda-tanda edema.Palpasi Melakukan palpasi acak dan terstruktur pada thoraks dan abdomen Melakukan palpasi ictus cordisPerkusi Perkusi hanya dilakukan secara acak dan terstruktur. Perkusi batas jantung.Auskultasi. Terdengar murmur pansistolik dan diastolik.

Pemeriksaan PenunjangA. Pemeriksaan Laboratorium Kultur tenggorokPenemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala demam rematik atau PJR terlihat. Organisme harus diisolasi sebelum terapi antibiotik diinisiasi. 5,6Tes deteksi cepat antigenTes ini memungkinkan deteksi cepat antigen SGA dan memungkinkan diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien masih berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya hanya 60-90%, kultur tenggorok harus dilakukan menambahkan hasil tes ini. 5,6Antibodi AntistreptococcalGejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat berguna terutama untuk pasien dengan gejala klinis yang hanya ada chorea. Titer antibbodi harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan titer. 5,6 Tes antibodi terhadap antistreptococcal ekstraselular yang paling sering adalah antistreptolisin O (ASO), antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase, antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Tes antibodi untuk komponen selular antigen SGA meliputi antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dan anti M-protein antibodi. 5,6Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen streptococcal ekstraselular meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan setelah itu menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali ke kadar normal setelah 6-12 tahun. ASO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah onset demam rematik dengan sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif (90%) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut. 5,6Antihyaluronidase biasanya abnormal pada pasien demam rematik dengan titer ASO normal dan meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer ASO selama demam rematik. 5,6Reaktan Fase AkutC-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam rematik dikarenakan inflamasi yang terjadi. CRP dan laju endap darah memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang rendah. 5,6

B. Pemeriksaan PencitraanRontgen ThoraksKardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat terlihat pada radiografi thoraks. Ketika pasien mengalami demam dan gangguan pernapasan, radiografi thoraks membantu membedakan gagal jantung dengan pneumonia rematik.Doppler-echocardiogramPada PJR akut, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya regurgitasi mitral selama fase akut penyakit yang menghilang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Tetapi pasien dengan karditis sedang hingga berat memiliki mitral regurgitasi mitral atau aorta persisten.6Penemuan penting pada ekokardiografi regurgitasi mitral dari valvulitis reumatik akut adalah dilatasi anula, elongasi dari korda tendinae menuju daun katup anterior dan jet regurgitasi mitral mengarah posterolateral.6Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering dilatasi dengan ejeksi fraksi yang normal atau memendek. Oleh karena itu, beberapa kardiologis mempercayai insufisiensi katup dari endokarditis adalah penyebab dominan dari gagal jantung pada demam rematik akut daripada disfungsi miokardium, yang disebabkan miokarditis.6 Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat perkembangan progresivitas dari stenosis katup dan membantu penentuan waktu intervensi bedah. Daun katup yang terkena menjadi tebal secara difus, dengan fusi komisura dan korda tendinae. Terjadinya peningkatan densitas echo dari katup mitral menandakan kalsifikasi.6 Gambar berikut memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral tipikal dilihat pada PJR:

Gambar 1: Insufisiensi Mitral LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right ventricleSumber: http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral pada PJR, jet biru memanjang dari ventrikel kiri menuju atrium kiri. Jet ini secara tipikal mengarah ke dinding lateral dan posterior.6 Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta tipikal dilihat pada PJR.

Gambar 2: Insufisiensi Aorta LV=left ventricle; LA=left atrium; Ao=aorta; RV=right ventricle

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet insufisiensi diastolik aorta pada PJR, jet merah memanjang dari aorta menuju ventrikel kiri.6

Kateterisasi JantungHal ini tidak diindikasikan pada PJR akut. Pada PJR kronik dilakukan untuk mengevaluasi penyakit katup mitral dan aorta dan untuk tindakan ballon stetosis katup mitral. Hal yang harus diperhatikan setelah prosedur ini adalah perdarahan, rasa nyeri, mual, dan muntah, serta obsrtuksi arteri atau vena dari trombosis dan spasme. Komplikasi dapat meliputi insufisiensi mitral setelah dilatasi ballon, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi vaskular. 6

C. Penemuan histologiPenemuan patologi pada katup yang insufisiensi adalah adanya lesi veruka pada garis penutupan. Badan Aschoff (perivaskular fokus-fokus dari eosinofilik kolagen, dikelilingi oleh limfosit, plasma sel dan makrofag) ditemukan di perikardium, regio perivaskular dari miokardium dan endokardium.6Diagnosis Kerja: Penyakit Jantung Rematik (PJR)DefinisiPenyakit jantung rematik adalah cacat jantung akibat demam rematik. Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan yang berkembang sebagai suatu komplikasi dari suatu infeksi Streptococcus Beta Hemolitikus Group A di faring yang tidak mendapatkan pengobatan atau mendapatkan pengobatan yang kurang adekuat.

Diagnosis Banding 1. Atrial Septal Defect (ASD)

Definisi: ASD merupakan defek yang terjadi pada septum yang memisahkan atrium kiri dan atrium kanan dan membenarkan aliran balik vena pulmonal dari atrium kiri ke atrium kanan.Manifestasi klinis dan diagnosis: Pada pemeriksaan boleh didapatkan pulsasi yang teraba pada arteri pulmoner dan kedengaran bunyi klik ejeksi disebabkan perbesaran arteri pulmonal. Pada auskultasi didapatkan murmur middiastolik pada linea sternalis bawah disebabkan peningkatan aliran katup tricuspid. Regurgitasi mitral juga mungkin kedengaran. Pada umumnya ditemukan berat badan yang normal. Bunyi jantung II terpisah luas pada inspirasi dan ekspirasi. Pada foto toraks ditemukan atrium kanan menonjol dan pembesaran jantung ringan. Pada EKG pula ditemukan Right Bundle Branch Blok (RBBB), deviasi sumbu QRS ke kanan dan pemanjangan PR interval.72. Patent Ductus Arteriosus (PDA)Definisi: PDA merupakan kelainan yang disebabkan terjadinya komunikasi antara aorta thoracic desenden dengan pulmonari arteri yang diakibatkan oleh kegagalan fisiologis dari penutupan ductus fetal. Sering ditemukan pada bayi premature dengan BBLRManifestasi Klinis dan Diagnosis:Pasien PDA mungkin mengalami gagal jantung kongestif sehingga timbul gejala gagal tumbuh dan takipnea. Saat beraktifitas ataupun ketika menyusu bagi bayi akan mengalami gejala takikardi dan dyspnea. Pasien juga mungkin datang dengan keluhan diaphoresis. Pada PDA yang moderate pasien mungkin datang dengan keluhan menangis yang kasar, batuk, infeksi saluran respiratori bawah, atelectasis ataupun pneumonia. Pada kasus yang lebih berat didapatkan sianosis yang tebatas pada ekstrimitas bawah. Pemeriksaan fisik ditemukan murmur machinery garade 2 hingga 4 di ICS 2 LUSB atau di daerah infraklavikula. P2 juga akan mengeras ketika terjadi hipertensi pulmonal.3. Miokarditis

Definisi:Miokarditis adalah penyakit inflamasi dari miokardium yang mempunyai banyak manifestasi klinis.Manifestasi Klinis dan Diagnosis:Pasien dengan miokarditis biasanya datang dengan keluhan nyeri dada, demam, berkeringat, menggigil dan dyspnea. Pada angiografi jantung, biasanya ditemukan curah jantung yang menurun. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan lekositosis. Selain itu, terdapat palpitasi dan boleh juga akhirnya menjadi gagal jantung.7

EpidemiologiBaik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus patogen.3Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab utama stenosis mitral dengan 60% stenosis mitral murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.

Etiologi

Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai selama pertumbuhannya.8

Toksin dan EnzimLebih dari 20 produk ekstraselular yang antigenik termasuk dalam grup A diantaranya adalah sebagai berikut : a. Streptokinase (Fibrinolisin) dihasilkan oleh banyak strain pada bakteri streptococcus beta hemolitik grup A, mengakibatkan perubahan bentuk plasminogen pada plasma menjadi plasmin yang merupakan enzim proteolitik yang mengurai fibrin dan protein lain.b. Streptodornase: dapat melakukan depolimerisasi DNA.c. Hyaluronidase: dapat memecah asam hialuronat yang merupakan substansi dasar pada jaringan ikat, dengan tujuan menyebarkan mikroorganisme penyebab infeksi. Hyaluronidase bersifat antigenik dan spesifik untuk setiap bakteri atau sumber jaringan.d. Eksositosin piogenik: dihasilkan oleh bakteri streptococcus grup A. Terdapat tiga jenis antigen berbeda dari streptococal pyogenic exotoxin: A, B, dan C. Eksotoksin A dihasilkan dari streptococcus grup A yang membawa fase lisogenik dan merupakan supra antigen. e. Disphosphopyridine nucleotidase: kemampuan untuk mematikan leukosit.PatofisiologiDemam rematik akut adalah penyakit akut inflamasi multisistim yang timbul terlambat (beberapa minggu) merupakan suatu komplikasi non-supuratif dari faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus hemolitikus group A (SGA). Penyakit ini ditandai oleh keterlibatan jantung, sendi, sistim saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit. Selain jantung, yang lainnya hanya terlibat sementara dan ringan.9Konsekuensi terpenting dari demam rematik adalah deformitas kronik katup jatung dengan karakter utama pembentuk penyakit katup fibrotik (biasanya stenosis mitral) yang menyebabkan disfungsi permanen dan berat terkadang fatal dan menimbulkan masalah jantung dekade selanjutnya.3 Demam rematik akutTerdapat 2 teori dari terjadinya demam rematik yang pertama adalah sitotoksik dan teori imunologi. Teori sitotoksik menduga toksin dari SGA terlibat dalam patogeneins demam rematik akut dan PJR. SGA memproduksi beberapa enzim yang sitotoksik terhadap sel jantung mamalia, seperti streptolisin O, yang memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mamalia pada kultur jaringan. Namun demikian salah satu masalah utama adalah hipotesis sitotoksik tidak dapat menjelaskan periode laten diantara faringitis SGA dan onset dari demam rematik akut.9Patogenesis yang di mediasi imun pada demam rematik akut dan PJR diduga adanya reaksi silang antara komponen SGA dan sel mamalia. Diperkirakan terjadi reaksi silang oleh karena adanya kemiripan molekul (molekul mimikri) antara protein M (subtipe 1,3,5,14,18,19 dan 24) dari SGA dengan antigen glikoprotein jantung, sendi dan jaringan lainnya.9,10 Penyakit Jantung Rematik (PJR)Protein M pada SGA (M1,M5,M6, dan M19) bereaksi silang dengan glikoprotein pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, laminin dan endotelium.Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil protein yang merupakan bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya.Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium katup diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan Interleukin.1 Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang berlimpah dan nuklei sentral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita bergelombang yang disebut caterpillar cell. Selama fase akut, inflamasi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada ketiga lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut sebagai pankarditis.Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule. Pada miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga perivaskular. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokus inflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid di dalam cusps atau sepanjang korda tendinae dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2 mm yang disebut veruka di sepanjang garis penutupan. Proyeksi iregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenerasi kolagen dan menyebabkan gangguan kecil fungsi jantung. Lesi subendokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang memulai penebalan iregular disebut plak Mac Callum biasanya pada atrium kiri. PJR kronik memiliki karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis. Dalam partikel kecil, daun katup menjadi menebal dan retraksi menyebabkan deformitas permanen. Perubahan anatomi yang utama pada katup mitral atau trikuspid adalah penebalan daun katup, fusi komisural dan pemendekan, serta penebalan dan fusi dari korda tendinae, membentuk seperti mulut ikan (fish-mouth defromity). Pada penyakit kronis, katup mitral selalu abnormal, tetapi keterlibatan katup lain seperi aorta mungkin secara klinis adalah yang paling penting.Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang mengurangi lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan pada spesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik.

Gambar 3: Penyakit Jantung Rematik Akut dan KronikSumber: Robbins Basic Pathology ed.9PJR Akut dan Kronik. Gambar A. Mitral valvulitis reumatik akut bertumpang tindih dengan PJR kronik. Veruka terlihat sepanjang garis penutupan daun katup mitral (lihat tanda panah). Episode valvulitis sebelumnya menyebabkan penebalan fibrous dan fusi korda tendinae. Gambar B. Tampilan mikroskop dari badan Aschoff pada pasien dengan karditis rematik akut. Intersitium miokardium memiliki banyak sel inflamasi mononuklear meliputi beberapa histiosit yang besar dengan nukleoli prominen dan histiosis binuklear prominen dan sentral nekrosis. Gambar C dan D mitral stenosis dengan penebalan fibrous difu dan distorsi daun katup, fusi komisural ( lihat tanda panah) dan penebalan pemendekan korda tendinae. Dilatasi nyata dari atrium kiri terlihat pada atrium kiri. Gambar D Katup terbuka. Adanya neovaskularisasi pada anterior daun katup mitral (tanda panah). Gambar E spesimen dari aorta stenosis reumatik, memperlihatkan penebalan dan distorsi dari cusps dengan fusi komisural. PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis mitral (99% kasus ). Dengan adanya stenosis mitral, atrium kiri berdilatasi secara progresif dan mungkin terdapat trombus mural pada tepi atau sepanjang dinding. Kongestif paru yang lama memulai perubahan vaskular paru dan perubahan parenkimal dan menuju kepada hipertrofi ventrikel kanan. 9,10

Gambar 4: Patofisiologi Penyakit Jantung Rematik (PJR)Sumber: Report of a WHO Expert Consultation. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan penyakit jantung rematik termasuklah manifestasi cardiac dan noncardiac demam rematik akut. Terdapat juga pasien yang akhirnya menunjukkan manifestasi penyakit jantung rematiik kronik.

1. Manifestasi Jantung dari Demam Rematik AkutPankarditis adalah komplikasi yang paling serius dan komplikasi kedua tersering dari demam rematik akut (50%). Dalam kasus yang berat, pasien mengeluhkan kesulitan bernafas (dispnea), nyeri dada ringan sampai sedang, nyeri dada pleuritik, edema, batuk, atau ortopnea. 4,5Pada pemeriksaan fisik, karditis terutama dideteksi dengan adanya murmur baru dan takikardia diluar proporsi demam. Murmur baru atau berubah harus disadari untuk diagnostik valvulitis rematik. Beberapa kardiologis menganjurkan pemeriksaan echo-Doppler untuk pembuktian insufisiensi mitral, bersamaan dengan aorta insufisiensi, mungkin cukup untuk diagnosis karditis (walaupun tanpa adanya penemuaan pada auskultasi). Manifestasi lain dari jantung dapat meliputi gagal jantung dan perikarditis. Murmur baru atau berubahMurmur pada demam rematik akut secara tipikal dikarenakan insufisiensi katup. Murmur berikut ini adalah yang paling sering ditemukan selama demam rematik akut: a. Murmur pansistolik apikal: bernada tinggi, murmur dengan blowing quality dari mitral regurgitasi yang beradiasi ke aksila kiri. Tidak dipengaruhi oleh respirasi dan posisi dengan intensitas bervariasi tetapi grade 2/6 atau lebih besar. Mitral insufisiensi berhubungan dengan disfungsi katup, korda dan muskulus papilarisb. Murmur diastolik apikal (Carey-Coombs murmur): didengar pada karditis aktif dan insufisiensi mitral yang berat. Mekanisme murmur ini ada stenosis mitral ketika volume yang banyak dari aliran regurgitasi melewati katup mitral selama pengisian ventrikel. Terdengar paling baik dengan stetoskop bell, dengan posisi pasien lateral kiri dan menahan nafas selama ekspirasic. Murmur diastolik basal : diastolik awal (early diastolic) murmur dari regurgitasi aorta, bernada tinggi, blowing, decrescendo dan terdengan paling baik sepanjang kanan atas dan kiri tengan garis sternal setelah ekspirasi dalam dengan pasien duduk badan maju ke depan.5Gagal Jantung KongestifGagal jantung kongestif dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang berat atau miokarditis. Pada pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gagal jantung meliputi takipnea, ortopnea, distensi vena jugularis, rales, hepatomegali, ritme galop, edema dan pembengkakan ekstremitas. PerikarditisPada pemeriksaan fisik adanya adanya perikardial friction rub mengindikasinya adanya perikarditis. Perkusi menjadi semakin redup pada jantung dan suara jantung yang bergumam, konsisten dengan edusi pericardial. 2. Manifestasi Jantung dari Penyakit Jantung Rematik KronikDeformitas katup, tromboembolisme, anemia hemolitik jantung, dan aritmia artium adalah manifestasi yang paling sering dari PJR kronik.Insufisiensi Mitral Gejala fisik bergantung kepada derajat keparahan, pada penyakit ringan, tanda gagal jantung tidak terlihat, prekordium tenang dan pada auskultasi terdapat holosistolik murmur yang menjalar ke aksila.6 Pada insufisiensi mitral berat, tanda dari gagal jatung dapat terlihat, jantung membesar. Suara jantung II mengeras pada hipertensi pulmonal, bunyi jantung III biasanya menonjol. Terdengar holosistolik murmur, serta murmur pendek mid-diastolik yang bergemuruh.

Stenosis Mitral Pasien dengan lesi minimal tidak memiliki gejala. Derajat yang lebih berat dari obstruksi, berhubungan dengan intolerasi kegiatan dan dyspnea Ketika hipertensi pulmonal telah terbentuk, terjadi dilatasi ventrikel kanan yang menghasilkan insufisiensi triskupid fungsional, hepatomegali, asites, dan edema. Dapat terjadi hemoptisis sebagai penyebab dari rupturnya vena bronkial atau pleurohilar. Dapat terjadi peningkatan JVP (Jugular Vena Pressure), penyakit katup trikuspid atau hipertensi pulmonal berat pada penyakit yang berat.5 Pada penyakit yang ringan, ukuran hati normal, walaupun demkian kardiomegali sedang biasa terjadi pada stenosis mitral berat. Pembesaran jantung dapat menjadi masif ketika fibrilasi atrial dan gagal jantung terjadi tidak terduga.Dengan adanya hipertensi pulmonal, komponen pulmonal dari bunyi jantung ke-2 mengeras. Terjadi pada 25% pasien dengan PJR kronik dan berasosiasi dengan insufisiensi mitral pada 40% lainnya. Fibrosis progresif (penebalan dan kalsifikasi dari katup) terjadi dari waktu ke waktu menyebabkan pembesaran atrium kiri.Stetonis AortaStenosis aorta dari PJR kronik secara tipikal berhubungan dengan insufisiensi aorta. Komisura katup dan cusps menjadi melekat dan bersatu, lubang katup menjadi kecil dengan bentuk bulat atau segitiga. Pada auskultasi S2 terdengar sendiri karena daun katup aorta yang immobile dan tidak memproduksi suara penutupan aorta. Murmur sistolik dan diastolik dari stenosis aorta dan insufisiensi terdengar paling baik pada bagian bawah jantung. 10Penatalaksanaan

Medikamentosa

Tatalaksana medis diarahkan untuk menghilangkan faringitis streptokokus grup A faringitis (jika masih ada), menekan peradangan dari respon autoimun, dan memberikan pengobatan suportif untuk gagal jantung kongestif.

1. Antibiotika

Penisilin V adalah obat pilihan untuk pengobatan faringitis streptokokus grup A. Obat ini berfungsi menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida. Untuk pasien anak, diberikan dosis 250 mg per oral sebanyak 2-3 kali sehari selama 10 hari. Untuk pasien dewasa, diberikan dosis 250 mg per oral sebanyak 4 kali sehari atau 500 mg per oral sebanyak 2 kali sehari selama 10 hari. Selain itu, untuk pasien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin. Untuk infeksi ringan sampai sedang, diberikan 30-50 mg/kg/hari per oral sebanyak 2-4 kali sehari. Untuk infeksi berat, diberikan 60-100 mg/kg/hari per oral sebanyak 2-4 kali sehari.11

2. Agen anti- inflamasi

Manifestasi demam rematik akut (termasuk karditis) biasanya merespon dengan cepat terhadap terapi dengan agen anti-inflamasi. Aspirin, dalam dosis anti-inflamasi, adalah obat pilihan. Aspirin juga disebut asam asetilsalisilat. Untuk pasien berusia 12 tahun ke bawah, diberikan 10-15 mg per oral sebanyak 6 kali sehari. Untuk pasien berusia 12 tahun ke atas, diberikan 325-650 mg per oral 4-6 kali sehari.

3. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors

Agen ini adalah inhibitor kompetitif dari ACE. Mereka mengurangi tingkat angiotensin IIdan dengan demikian menurunkan sekresi aldosteron. Termasuk obat ini adalah Enalapril. Enalapril diindikasikan untuk pasien dengan regurgitasi mitral dan/ atau regurgitasi aorta. Enalapril mencegah terjadinya konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang mengakibatkan meningkatnya tingkat renin plasma dan penurunan sekresi aldosteron. Pada pasien dengan hipertensi, dosis yang diberikan pada awal pengobatan adalah 0.08 mg/kg/hari per oral. Dosis ini boleh ditingkatkan sesuai dengan tekanan darah tetapi harus tidak melebihi 40mg/hari.

Non Medikamentosa

1. Operasi

Ketika gagal jantung menetap atau memburuk setelah terapi medis yang agresif untuk penyakit jantung rematik akut, operasi untuk mengurangkan insufisiensi katup dapat menyelamatkan nyawa. Empat puluh persen pasien dengan penyakit jantung rematik akut kemudian pada akhirnya menderita stenosis mitral. Pada pasien dengan stenosis kritis, valvulotomi mitral, percutaneous balloon valvuloplasty atau penggantian katup mitral dapat diindikasikan.

2. Diet

Diet harus bergizi dan tanpa pembatasan kecuali pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Pada pasien ini, cairan dan asupan natrium harus dibatasi. Suplemen kalium mungkin diperlukan jika steroid atau diuretik digunakan.11

Komplikasi

Komplikasi potensial meliputi gagal jantung dari insufisiensi katup (rematik karditis akut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi jantung meliputi aritmia atrial, edema pulmonal, emboli pulmonal berulang, endokarditis infeksi, pembentukan trombus intrajantung, dan emboli sistemik.12Prognosis

Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80% pasien dan berpanjangan anjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah penyebab kematian utama pada pasien berusia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang lalu, dengan 8-30% karena karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4% pada tahun 1930-an. Dengan berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an mortality rate menurun sampai hampir 0% dan 1-10% di negara berkembang. Penyakit katup kronik juga mengalami perbaikan 60-70% pada pasien sebelum masa antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah penisilin dikembangkan. Secara umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien tanpa kekambuhan tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam rematik. Hilangnya murmur dalam 5 tahun terjadi pada 50% pasien. Pasien mengalami abnormalitas katup 19 tahun setelah episode demam rematik. Oleh sebab itu, pencegahan kekambuhan demam rematik adalah jelas sangat penting. 13,14Kesimpulan

Seorang remaja perempuan berusia 16 tahun dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, didahului batuk, mudah lelah, dan sering berdebar-debar sejak 1 bulan yang lalu,sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal kepala menderita penyakit jantung rematik. Hipotesis diterima.

Daftar Pustaka______________________________________________-

1. Burke AP, Butanny J. Articles : Pathology of Rheumatic Heart Disease. Updated September 9th, 2013. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview. Accessed at September 24th 2014.2. Brooks GF, Butel JS, Morse SA.Jawetz,Melnick, & Alderbergs Medical Microbiology 25th ed. . New york : McGraw-Hill.2010 :207-14. 3. Report of a WHO Expert Consultation. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease4. Kumar et al. Robbins Basic Pathology. 9th ed. UK:Elsevier;2013.hal. 391 - 925. Gerber MA. Chapter 182. Rheumatic Fever. In :Kleigman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK : Elsevier;2007.p920 925; 1626 - 16286. Chin TK, Chin EM, Siddiqui T, Sundell AK. Article : Pediatric Rheumatic Heart Disease. Updated May 30th 2012. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#showall. Accesed at : September 24th 2014. 7. Remenyi B. WHF Echocardiogphisc Criteria for Rheumatic Heart Disease allow for Reproducible Diagnosis World-wide.Available at: http://livestreamsa.co.za/wcpccs/presentations/files/WCPCCS/2013-02-20/Ballroom%20West/10-50-00_Remenyi_Bo/Remenyi%20WHF%20echo%20criteria%20validation.pdf. Accessed at September 24th 20148. Gerber, M.A., et.al. : Prevention of Rheumatic Fever and Diagnosis and Treatment of Acute Streptococcal Pharyngitis, Circulation. 2009;119:1541-15519. AHA. Guidelines for the diagnosis of rheumatic fever. Jones Criteria, 1992 update.Committee on Rheumatic Fever, Endocarditis, and Kawasaki Disease of the Council. on Cardiovascular Disease in the Young, the American Heart Association;JAMA 1992 Oct 21; 268(15):2069-73.10. Wilson W, Taubert KA, Gewitz M, et al. Prevention of infective endocarditis: guidelines from the American Heart Association: a guideline from the American Heart Association Rheumatic Fever, Endocarditis and Kawasaki Disease Committee, Council on Cardiovascular Disease in the Young, and the Council on Clinical Cardiology, Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia, and the Quality of Care and Outcomes Research Interdisciplinary Working Group.J Am Dent Assoc. Jan 2008;139 Suppl:3S-24S.11. Treatment of Rheumatic Heart Disease. Updated September 9th, 2013. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview. Accessed at September 24th 2014.12. Complications of Rheumatic Heart Disease. Updated September 9th, 2013. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview. Accessed at September 24th 2014.13. Wilson W, Taubert KA, Gewitz M, et al. Prevention of infective endocarditis: guidelines from the American Heart Association: a guideline from the American Heart Association Rheumatic Fever, Endocarditis, and Kawasaki Disease Committee, Council on Cardiovascular Disease in the Young, and the Council on Clinical Cardiology, Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia, and the Quality of Care and Outcomes Research Interdisciplinary Working Group.Circulation. Oct 9 2007;116(15):1736-54.14. Yakub MA, Dillon J, Krishna Moorthy PS, Pau KK, Nordin MN. Is rheumatic aetiology a predictor of poor outcome in the current era of mitral valve repair? Contemporary long-term results of mitral valve repair in rheumatic heart disease.Eur J Cardiothorac Surg. Oct 2013;44(4):673-81.

5