Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

8
Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis dan Pengobatan Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf atau neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun. Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot. Penyebab Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit autoimun ini akan sembuh. Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine. Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular Junction

description

Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

Transcript of Penyakit Autoimun Miastenia Gravis

Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis dan PengobatanMiastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf atau neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun.Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.Penyebab Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit autoimun ini akan sembuh. Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine.Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular Junction Di bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran yang biasa disebut bouton terminale atau terminal bulb. Terminal Bulb ini memiliki membran yang disebut juga membran pre-synaptic, struktu ini bersama dengan membran post-synpatic (pada sel otot) dan celah synaptic (celah antara 2 membran)membentuk Neuro Muscular Junction. Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan mengakibatkan terjadinya influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan dilepaskan ke dalam celah synaptic. ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan-lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta. Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh. Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya gerbang Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan kontraksi. ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.Patofisiologi Myasthenia Gravis Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien. Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini. Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.

Strabismus dan ptosis pada penderita dengan myasthenia gravis mencoba membuka mata. Blepharoptosis pada mataTanda Dan GejalaMyasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut : Kelemahan otot ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis, walaupun hal ini masih belum diketahui penyebabnya. Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan. Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun Sebagian besar mengalami kelemahan. Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir tidak pernah ditemukan.Gejala-gejala miastenia gravis pada pasein usia produktif antara lain Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis) Penglihatan ganda Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke tapi tidak disertai gejala stroke lainnya) Gangguan menelan Gangguan bicara Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang biasanya menyerang bayi yang baru lahirGejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, tetapi bisa muncul kembali bila otot kembali beraktifitas. Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami. Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada lengan dan tungkai. Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak. Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan. Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk pernafasan (krisis miastenik).Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) : Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat kelemahannya Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada otot okuler Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga mempengaruhi ekstrimitas Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan. Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis. Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin. Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan. Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap asetilkolin. Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya. CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.Pengobatan Memberi obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau antibodi yang menyerang acetylcholine Cuci darah atau hemodialisis, dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif lagi Pada penderita thymoma, maka tumor pada kelenjar thymus harus dioperasi Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.Referensi1. Conti-Fine BM, Milani M, Kaminski HJ (2006). Myasthenia gravis: past, present, and future. J. Clin. Invest. 116 (11): 284354. 2. McGrogan A, Sneddon S, de Vries CS (2010). The incidence of myasthenia gravis: a systematic literature review. Neuroepidemiology 34 (3): 171183. 3. Jaretzki A, Barohn RJ, Ernstoff RM, et al. (2000). Myasthenia gravis: recommendations for clinical research standards. Task Force of the Medical Scientific Advisory Board of the Myasthenia Gravis Foundation of America. Neurology 55 (1): 1623. 4. Scherer K, Bedlack RS, Simel DL. (2005). Does this patient have myasthenia gravis?. JAMA 293 (15): 190614.5. Bedlack RS, Sanders DB. (2000). How to handle myasthenic crisis. Essential steps in patient care. Postgrad Med 107 (4): 2114, 2202. 6. Losen M, Stassen MH, Martnez-Martnez P, et al. (2005). Increased expression of rapsyn in muscles prevents acetylcholine receptor loss in experimental autoimmune myasthenia gravis. Brain 128 (Pt 10): 232737.7. Thorlacius, S.; et al., J. A.; Riise, T.; Matre, R.; Johnsen, H. J. (1989). Associated disorders in myasthenia gravis: autoimmune diseases and their relation to thymectomy. Acta Neurologica Scandinavica 80 (4): 290295. 8. Baets, M.H.; H.J.G.H. Oosterhuis (1993). Myasthenia gravis. DRD Press. p.158. 9. Leite MI, Jacob S, Viegas S, et al. (July 2008). IgG1 antibodies to acetylcholine receptors in seronegative myasthenia gravis. Brain 131 (Pt 7): 194052. 10. Thieben MJ, Blacker DJ, Liu PY, Harper CM Jr, Wijdicks EF (2005). Pulmonary function tests and blood gases in worsening myasthenia gravis. Muscle Nerve 32 (5): 664667.11. Myasthenia gravis: management of myasthenic crisis and perioperative care. Semin Neurol 24 (1): 7581.12. Goldenberg, W.D. and Shah, A.K. Myasthenia Gravis. eMedicine. Retrieved 5 May 2012.13. Cup E.H., Pieterse A.J., ten Broek-Pastoor J.M., Munneke M., van Engelen B.G., Hendricks H.T., van der Wilt G.J., Oostendorp R.A., EH; Pieterse, AJ; Ten Broek-Pastoor, JM; Munneke, M; Van Engelen, BG; Hendricks, HT; Van Der Wilt, GJ; Oostendorp, RA (2007). Exercise therapy and other types of physical therapy for patients with neuromuscular diseases: a systematic review. Archives of Physical Medicine and Rehabilitation 88 (11): 145264.