PENURUNAN TITIK BEKU
Transcript of PENURUNAN TITIK BEKU
PTK II – PERCOBAAN IV
PENURUNAN TITIK BEKU
PRINSIP PERCOBAAN
Pada umumnya zat terlarut akan menurunkan titik beku pelarut murninya. Dasar ini dapat digunakan
untuk menentukan beraat molekul zat terlarut dan derajat ionisasi zat terlarut elektrolit.
Dimana :
Kf = konstanta titik beku air
M = berat molekul zat terlarut
g = berat zat terlarut
G = berat pelarut
Tf = penurunan titik beku
Dimana :
Lf = kalor pelelehan dalam gram zat pelarut
R = konstanta gas dalam satuan kalori
MAKSUD DAN TUJUAN
Menentukan dan membandingkan titik beku air saat belum diberi zat terlarut dengan saat telah diberi
zat terlarut dalam penentuan berat molekul zat terlarut dan derajat ionisasi zat terlarut elektrolit.
TEORI
Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi
semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut).
Gambaran umum sifat koligatif
Untuk penurunan titik beku persamaannya dinyatakan sebagai: Apabila suatu pelarut ditambah dengan
sedikit zat terlarut (Gambar), maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
1. Penurunan tekanan uap jenuh
2. Kenaikan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Tekanan osmosis
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat Larutan itu sendiri.
Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit,
walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya,
sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan
dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.
Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah tekanan uap
jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair menyebabkan penurunan
tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut,
sehingga kecepatan penguapan berkurang.
Gambaran penurunan tekanan uap
Menurut Roult :
p = po . XB
keterangan:
p : tekanan uap jenuh larutan
po : tekanan uap jenuh pelarut murni
XB : fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi :
P = Po (1 – XA)
P = Po – Po . XA
Po – P = Po . XA
Sehingga :
ΔP = po . XA
keterangan:
ΔP : penuruman tekanan uap jenuh pelarut
po : tekanan uap pelarut murni
XA : fraksi mol zat terlarut
Kenaikan Titik Didih
Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih
pelarut murni. Untuk larutan non elektrolit kenaikan titik didih dinyatakan dengan:
ΔTb = m . Kb
keterangan:
ΔTb = kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas larutan
Kb = tetapan kenaikan titik didihmolal
(W menyatakan massa zat terlarut), maka kenaikan titik didih larutan dapat dinayatakan sebagai:
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan dinyatakan sebagai :
Tb = (100 + ΔTb) oC
Penurunan Titik Beku
ΔTf = penurunan titik beku
m = molalitas larutan
Kf = tetapan penurunan titik beku molal
W = massa zat terlarut
Mr = massa molekul relatif zat terlarut
p = massa pelarut
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik beku larutannya dinyatakan sebagai:
Tf = (O – ΔTf)oC
Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat menghentikan perpindahan
molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis) seperti
ditunjukkan pada.
Menurut Van’t hoff tekanan osmosis mengikuti hukum gas ideal:
PV = nRT
Karena tekanan osmosis = Π , maka :
π° = tekanan osmosis (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (M)
R = tetapan gas universal. = 0,082 L.atm/mol K
T = suhu mutlak (K)
Tekanan osmosis
Larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah dari yang lain disebut larutan
Hipotonis.
Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut larutan Hipertonis.
Larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama disebut Isotonis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan
untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak
daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama.
ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN
1) Alat-alat yang digunakan
a. Tabung reaksi
b. Labu ukur
c. Pengaduk kaca
d. Botol semprot
e. Corong kaca
2) Bahan-bahan yang digunakan
a. Zat sample terlarut
b. Garam dapur
c. Batu es
d. Urea
e. Aquadest
PROSEDUR KERJA
1. Dilarutkan 1g sample yang telah disediakan dengan 25 ml pelarut berupa aquadest.
2. Disiapkan tabung reaksi beserta tutup dan thermometer yang dimasukan melalui lubang yang
tersedia di tengah tutup tabung (seperti pada gambar).
3. Disiapkan beaker glass 500 ml yang telah diisi dengan es dan di beri garam kasar.
4. Dimasukan aquadest yang digunakan untuk melarutkan zat ke dalam tabung untuk memastikan
titik beku aquadest sebagai pelarut.
5. Dilakukan duplo, lalu dibilas tabung reaksi tersebut dengan larutan sample kemudian ulangi
langkah yang sama terhadap larutan sample.
6. Catat titik beku larutan sample, lalu hitung penurunan titik bekunya. Dilakukan secara duplo.
DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Titik beku aquadest = 0oC
Titik beku sampel I = -0,5oC
II = -0,5 o C
Rata –rata = -0,5oC
PEMBAHASAN
Penurunan Titik Beku
Titik lebur dari sebuah benda padat adalah suhu di mana benda tersebut akan berubah wujud
menjadi benda cair. Ketika dipandang dari sisi yang berlawanan (dari cair menjadi padat) disebut titik
beku. Pada sebagian besar benda, titik lebur dan titik beku biasanya sama. Contoh, titik lebur dan titik
beku dari "raksa" adalah 234,32 kelvin (-38,83 °C atau -37,89 °F) Namun, beberapa subtansi lainnya
memiliki temperatur beku <--> cair yang berbeda. contohnya "agar-agar", mencair pada suhu 85 °C (185
°F) dan membeku dari suhu 32-40°C (89,6 - 104 °F); fenomena ini dikenal sebagai hysteresis.
Kita tahu bahwa air murni membeku pada suhu 0oC, dengan adanya zat terlarut misalnya saja
kita tambahkan gula ke dalam air tersebut maka titik beku larutan ini tidak akan sama dengan 0 oC,
melainkan akan turun dibawah 0oC, inilah yang dimaksud sebagai “penurunan titik beku”.
Jadi larutan akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya.
Sebagai contoh larutan garam dalam air akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan
dengan pelarut murninya yaitu air, atau larutan fenol dalam alkohol akan memiliki titik beku yang lebih
rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu alkohol. Hal ini dapat dijelaskan secara
termodinamika, contohnya air murni pada suhu 0oC. Pada suhu ini air berada pada kesetimbangan
antara fasa cair dan fasa padat. Artinya kecepatan air berubah wujud dari cair ke padat atau sebaliknya
adalah sama, sehingga bisa dikatakan fasa cair dan fasa padat pada kondisi ini memiliki potensial kimia
yang sama, atau dengan kata lain tingkat energi kedua fasa adalah sama.
Apabila ke dalam air murni kita larutkan garam dan kemudian suhunya kita turunkan sedikit
demi sedikit, maka dengan berjalannya waktu pendinginan maka perlahan-lahan sebagian larutan akan
berubah menjadi fasa padat hingga pada suhu tertentu akan berubah menjadi fasa padat secara
keseluruhan. Pada umumnya zat terlarut lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa
padat, akibatnya pada saat proses pendinginan berlangsung larutan akan mempertahankan fasanya
dalam keadaan cair, sebab secara energi larutan lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan
fasa padat, hal ini menyebabkan potensial kimia pelarut dalam fasa cair akan lebih rendah (turun)
sedangkan potesnsial kimia pelarut dalam fasa padat tidak terpengaruh.
Maka akan lebih banyak energi yang diperlukan untuk mengubah larutan menjadi fasa padat karena titik
bekunya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya. Inilah sebab mengapa adanya
zat terlarut akan menurunkan titk beku larutannya.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan bahwa walaupun zat terlarut berbeda jenis, asalakan
memiliki jumlah partikel yang dinyatakan dalam mol zat terlarut dalam tiap Kg zat pelarut nya sama
seharusnya memberikan penurunan titik beku yang sama untuk zat pelarut murni yang sama (dalam hal
ini air). Namun pada percobaan kali ini sulit didapatkan data yang akurat dikarenakan untuk
menurunkan suhu digunakan campuran es dan garam yang relatif perubahan suhunya tergantung
jumlah es dan waktu, apabila es mencair suhunya juga berubah. Dalam percobaan kali ini juga sulit
diamati kapan suhu pertama kali sampel membeku, karena untuk mengetahui titik bekunya harus
mengangkat tabung reaksi berisi sampel ke permukaan es terlebih dahulu.
Tetapan titik beku molal (Kf)
Pelarut Titik beku (oC) Kf (oC)
CH3COOH
C6H6
CCl4
C4H10O
C2H5OH
C10H8
H2O
17
5,5
-1,29
-116,2
-114,7
80,5
0,0
3,9
5,12
32
1,8
-
6,8
1,86
KESIMPULAN
Dari seluruh percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Penurunan titik beku bergantung pada molalitas zat terlarut dan konstanta titik beku dari pelarut
murni.
2. Sifat koligatif adalah sifat yang disebabkan hanya oleh kebersamaan (jumlah partikel) dan bukan
oleh ukurannya. Sifat koligatif tergantung pada konsentrasi zat terlarut.
3. Besar berat molekul suatu senyawa mempengaruhi perubahan titik beku bila dibandingkan
dengan zat terlarut lain dalam bobot yang sama.
4. Titik beku adalah suhu pada tekanan P tertentu di mana terjadi peristiwa perubahan wujud zat
dari cair ke padat.
5. Selisih antara titik beku pelarut murni dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku (Δ Tf
= Tfp-Tfl)
6. Larutan elektrolit memiliki titik beku lebih rendah dibanding larutan nonelektrolit karena dalam
larutan elektrolit terjadi penguraian menjadi ion-ion.
DAFTAR PUSTAKA
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., Nachtrieb, N.H. (2001) Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi ke-4. Jilid 1. Diterjemahkan oleh S.S. Achmadi. Jakarta: Erlangga.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Kimia Dasar. UGM, Yogyakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung.