Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

21
Penunjukan Langsung pada Perpres 54/2010 Setelah Perpres 54/2010 diluncurkan dan saya sudah memuat matriks perbedaan antara Keppres 80/2003 dengan Perpres 54/2010, banyak muncul pertanyaan melalui blog, sms, telepon, facebook, dan bertemu langsung dengan topik “Sekarang berapa nilai yang bisa penunjukan langsung pak ?”, atau “Benarkan penunjukan langsung sekarang nilainya dibawah 100 Juta ?” Terus terang, kalau pertanyaannya hanya Pemilihan Langsung (PML), masih agak mudah untuk dijawab, karena perubahannya memang cukup drastis, namun jawaban mengenai Penunjukan Langsung agak sulit karena paradigma Penunjukan Langsung (PL) pada Perpres 54/2010 sudah berbeda dengan PL pada keppres 80/2003. Mari kita melihat paradigma Penunjukan Langsung pada Keppres Nomor 80 Tahun 2003 Pasal 17 Ayat 5 Keppres 80/2003 menetapkan bahwa dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus pemilihan penyedian barang/jasa dapat dilakukan terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi teknis dan harga. Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah: 1. Penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda atau harus dilakukan segera, termasuk penanganan darurat akibat

Transcript of Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Page 1: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Penunjukan Langsung pada Perpres 54/2010

Setelah Perpres 54/2010 diluncurkan dan saya sudah memuat matriks perbedaan antara Keppres 80/2003 dengan Perpres 54/2010, banyak muncul pertanyaan melalui blog, sms, telepon, facebook, dan bertemu langsung dengan topik “Sekarang berapa nilai yang bisa penunjukan langsung pak ?”, atau “Benarkan penunjukan langsung sekarang nilainya dibawah 100 Juta ?”

Terus terang, kalau pertanyaannya hanya Pemilihan Langsung (PML), masih agak mudah untuk dijawab, karena perubahannya memang cukup drastis, namun jawaban mengenai Penunjukan Langsung agak sulit karena paradigma Penunjukan Langsung (PL) pada Perpres 54/2010 sudah berbeda dengan PL pada keppres 80/2003.

Mari kita melihat paradigma Penunjukan Langsung pada Keppres Nomor 80 Tahun 2003

Pasal 17 Ayat 5 Keppres 80/2003 menetapkan bahwa dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus pemilihan penyedian barang/jasa dapat dilakukan terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi teknis dan harga.

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah:

1. Penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda atau harus dilakukan segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam serta tindakan darurat untuk pencegahan bencana dan/atau kerusakan infrastruktur yang apabila tidak segera dilaksanakan dipastikan dapat membahayakan keselamatan masyarakat. Pekerjaan sebagai kelanjutan dari tindakan darurat di atas, untuk selanjutnya dilakukan sesuai dengan tata cara pengadaan barang/jasa sebagaimana diatur di dalam Peraturan Presiden ini; dan/atau

2. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh Presiden; dan/atau

3. pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan:

a. untuk keperluan sendiri; dan/atau

Page 2: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

b. teknologi sederhana; dan/atauc. risiko kecil; dan/ataud. dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang-

perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk koperasi kecil; dan/atau

4. pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak paten atau pihak yang telah mendapat ijin

5. pekerjaan logistik pemilu tahun tertentu dan penanganan bencana di daerah Aceh, dll (tidak dibahas pada tulisan ini)

Yang dimaksud dengan keadaan khusus adalah:

1. pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah; atau2. pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu

penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak paten; atau3. merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil atau

pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar dan harga yang relatif stabil; atau

4. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya; atau

5. pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

Nah, bagaimana dengan Perpres 54 Tahun 2010 ?

Pasal 38 Ayat (1) Perpres Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Penunjukan Langsung terhadap 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dapat dilakukan dalam hal:

1. keadaan tertentu; dan/atau2. pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya

yang bersifat khusus.

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah:

a. penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk

1. pertahanan negara;2. keamanan dan ketertiban masyarakat;3. keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan

pekerjaannya tidak dapat ditunda/ harus dilakukan segera, termasuk:

a. akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;

b. dalam    rangka    pencegahan    bencana; dan/atau

Page 3: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

c. akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.

b. pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;

c. kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

d. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

Yang dimaksud dengan pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus adalah:

a. Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah;

b. Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition);

c. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu;

d. Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan;

e. Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;

f. sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat; atau

g. lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan.

Aturan pemilihan langsung pada Perpres 54 Tahun 2010

Dari paparan di atas dapat disimpulkan:

1. Istilah “keadaan khusus” pada Keppres 80/2003 telah diubah menjadi “pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus” pada Perpres 54/2010

2. Tidak ada batasan nilai untuk Penunjukan Langsung pada Perpres 54/2010 karena aturan 50 juta pada keadaan tertentu telah dihapuskan

Page 4: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

pada Perpres 54/2010. Sebagai gantinya, silakan menggunakan Pengadaan Langsung (akan dibahas pada tulisan lain)

3. Perpres 54/2010 memasukkan bencana non alam dan bencana sosial sebagai salah satu kondisi yang membolehkan dilaksanakan penunjulan langsung

4. Pembelian Mobil dan kendaraan bermotor lainnya yang harganya merupakan harga khusus pemerintah yang telah dipublikasikan, sewa hotel/penginapan yang tarifnya terbuka, serta lanjutan sewa kantor juga diperbolehkan menggunakan mekanisme Penunjukan Langsung

Mudah-mudahan tulisan di atas dapat menjawab pertanyaan khusus mengenai Penunjukan Langsung pada Perpres 54/2010.

Page 5: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan (Bagian I: Pengertian Umum)

Banyak rekan yang menghubungi saya setelah tulisan tentang sertifikasi pengadaan di blog ini saya masukkan yang menanyakan tentang proses pengadaan di instansi pemerintah. Juga ada yang menelepon dan “curhat” mengenai kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh panitia lelang di sebuah instansi sehingga perusahaannya “dikalahkan” dalam pelelangan tersebut.

Rupanya, sebagian besar terjadi karena ketidaktahuan terhadap Keppres No. 80 Tahun 2003 dan perubahannya, sehingga banyak hal-hal yang kelihatan sepele namun cukup fatal dalam aturan sehingga sah untuk digugurkan. Ada juga yang rupanya benar-benar “dipermainkan” oleh panitia lelang.

Karena itulah saya mencoba untuk menuliskan sedikit informasi mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa dalam lingkup pemerintahan. Dan karena materinya cukup luas dan panjang, agar mudah dipahami, saya mencoba untuk membagi menjadi beberapa tulisan, agar pembaca yang sudah paham pada satu tahapan dapat langsung menuju kepada tahapan lainnya.

Dalam tulisan ini saya akan mencoba memasukkan beberapa kejadian-kejadian yang pernah saya alami maupun pengalaman teman yang lain, agar dapat memperkaya isi tulisan. Juga hal-hal yang harus diperhatikan oleh rekanan pada saat mengikuti pelelangan sehingga tidak mengalami masalah.

Nah, mari kita mulai

Pengertian Umum

Seperti yang telah saya tuliskan disini, bahwa proses pengadaan barang ataupun jasa dalam institusi pemerintah tidak semudah pengadaan di institusi swasta. Seluruh pengadaan barang yang pembiayaannya melalui APBN/APBD, baik sebagian atau keseluruhan, harus mengacu kepada aturan yang berlaku (Keppres No. 80 Tahun 2003, Bagian Kedua Pasal 2; bagian ketujuh pasal 7)

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam proses pengadaan ini, diantaranya:

1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa

2. Penyedia barang/jasa, adalah badan usaha atau perseorangan yang menyediakan barang/jasa

3. Barang, adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa

4. Khusus jasa, terbagi atas 3 jenis, yaitu Jasa Pemborongan, Jasa Konsultasi dan Jasa lainnya

Page 6: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Untuk istilah lebih lengkap, silakan membuka Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 dan Perpres No. 8 Tahun 2006 Pasal 1

Istilah-istilah ini harus dipahami terlebih dahulu, karena dalam pelaksanaan pengadaan, banyak aturan-aturan yang berbeda untuk setiap jenis pengadaan. Khususnya pada pengadaan barang dan pengadaan jasa konsultasi.

Swakelola

Nah, apakah seluruh pengadaan atau kegiatan di institusi pemerintah itu harus dilaksanakan dalam bentuk pelelangan ?

Sesuai dengan aturan, ada 2 (dua) pelaksanaan pengadaan, yaitu dengan menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga) atau dengan cara swakelola (dikelola sendiri oleh institusi itu)

Sebelum kita masuk lebih jauh ke pengadaan, saya akan jelaskan sedikit tentang swakelola.

Swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh institusi, dimana dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh PPK, instansi pemerintah lain atau kelompok masyarakat/LSM penerima hibah.

Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola adalah:

pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis SDM pada institusi yang bersangkutan (misalnya diklat, beasiswa, kunjungan kerja);

pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyakarat;

pekerjaan yang dari segi besaran, sifat, lokasi, atau pembiayaan tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;

pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung resiko yang besar;

penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan;

pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus, yangbelum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;

pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah;

pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa.

Nah, dari penjelasan diatas maka cukup jelas apa saja yang boleh dilaksanakan secara swakelola. Di luar dari daftar tersebut, harus dilaksanakan melalui penyedia barang/jasa.

Ada satu contoh kesalahan persepsi yang terjadi.

Page 7: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Disebuah institusi dilakukan pengadaan komputer dan server dengan cara swakelola, dimana kepala laboratorium langsung memberi beberapa unit komputer dan server ke toko komputer tanpa melalui proses lelang. Setelah ditanya mengapa melakukan hal tersebut, mereka berdalih, “Loh, ini khan pekerjaan yang bersifat rahasia, karena komputer dan server ini nanti akan digunakan untuk mengolah data ujian yang sifatnya amat rahasia.”

Disini terlihat jelas ketidakpahaman terhadap substansi dari Kepres dan pengertian mengenai pekerjaan yang sifatnya “rahasia” tersebut. Yang rahasia adalah “pekerjaannya” dan bukan “barangnya.” Jadi proses pengadaan barangnya tetap harus terbuka dan transparan, tetapi nanti setelah diadakan, maka penggunaannya masuk dalam kategori rahasia. Contoh pengadaan yang sifatnya rahasia adalah pengadaan perangkat untuk peluru kendali, instalasi nuklir, atau untuk intelijen negara

Panitia Pengadaan

Apabila sebuah pengadaan barang/jasa dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu melalui penyedia barang dan jasa, maka proses pengadaannya harus melalui panitia atau pejabat pengadaan.

Panitia pengadaan dibentuk bila nilai pengadaan di atas Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah), sedangkan dibawah itu cukup dengan pejabat pengadaan.

Jumlah panitia pengadaan minimal 3 orang dan berjumlah ganjil sesuai dengan nilai pengadaan dan harus berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya.

Panitia pengadaan harus memahami tentang prosedur pengadaan, jenis pekerjaan yang diadakan maupun substansi pengadaan, tidak memiliki hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkan sebagai panitia dan memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah.

Khusus untuk aturan mengenai kepemilikan sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 0021/M.PPN/01/2008 Tanggal 31 Januari 2008, maka sertifikat pelatihan/bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa, untuk sementara, sampai tanggal 31 Desember 2008 dapat diberlakukan sebagai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.

Dalam klausul mengenai panitia juga ditegaskan, bahwa panitia harus memahami substansi dari pengadaan. Apabila di institusi itu tidak ada orang yang memahami mengenai substansi, maka disilakan untuk mengambil orang dari unit/institusi lain. Contoh, sebuah institusi hendak mengadakan perangkat server dan kelengkapannya, sedangkan di institusi itu tidak ada seorangpun yang memahami tentang server, maka dapat mengambil panitia dari bagian data atau institusi yang menangani TI.

PPK, bendaharawan, dan pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran (SPP) dan/atau pejabat yang bertugas menandatangani surat perintah membayar (SPM)  dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan. Pegawai pada BPKP, Itjen, Inspektorat Utama, dan unit pengawas lainnya juga

Page 8: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

dilarang menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi lain. Mereka hanya bisa menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi masing-masing.

Penyedia Barang/Jasa

Bukan hanya panitia saja yang memiliki persyaratan, tapi penyedia barang/jasa juga memiliki persyaratan untuk dapat mengikuti kegiatan pengadaan. Persyaratan penyedia barang/jasa adalah:

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha. (dalam ketentuan ini jelas bahwa penyedia barang/jasa harus mengikuti aturan yang berlaku mengenai bentuk usaha, seperti Surat Ijin Usaha dan aturan-aturan lainnya);

memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa (hal ini nantinya dapat dibuktikan pada penilaian kualifikasi perusahaan tersebut).

tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau direksi yang bertindah untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana;

secara hukum mempunya kapasitas menandatangani kontrak. (atau yang lebih jelas adalah penandatangan kontrak haruslah orang yang namanya tertera di dalam akte pendirian perusahaan atau orang yang diberi kuasa penuh (misalnya melalui RUPS) untuk bertindak untuk dan atas nama perusahaan itu);

sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, dibuktikan dengan melampirkan bukti tanda terima penyampaian SPT PPh tahun terakhir, dan fotokopi SSP PPh Pasal 29;

dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memperoleh pekerjaan menyediakan barang/jasa, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak, kecuali penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;

tidak masuk dalam daftar hitam (sebuah daftar yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang berisi daftar perusahaan yang “bermasalah” dalam proses pelelangan di satu tempat sehingga tidak diperbolehkan mengikuti pelelangan si seluruh institusi pemerintah lainnya);

memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos (“jelas” disini juga berarti bahwa alamat tersebut memang benar alamat perusahaan yang bersangkutan, bukan alamat yang hanya sekedar “diakui” saja);

Khusus untuk tenaga ahli yang ditugaskan dalam pelaksanaan pekerjaan Jasa Konsultasi, persyaratannya adalah:

memiliki NPWP dan bukti penyelesaian kewajiban pajak (ini yang kadang sulit bagi tenaga ahli kita);

lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta yang telah terakreditasi atau yang lulus ujian negara atau perguruan tinggi luar negeri yang ijazahnya telah disahkan oleh Depdiknas;

mempunya pengalaman di bidangnya.

Page 9: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Selain persyaratan di atas, pegawai negeri, pegawai BI, pegawai BHMN/BUMN/BUMD dilarang menjadi penyedia barang/jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti di luar tanggungan negara.

Untuk penilaian mengenai persyaratan penyedia barang/jasa tersebut akan melalui proses penilaian kualifikasi, baik pra kualifikasi maupun pasca kualifikasi, yang akan dibahas pada bagian II.

Nah, lumayan “singkat” khan pelaksanaan penyediaan barang/jasa pemerintah ini. Sebenarnya semua ini dilaksanakan agar proses pengadaan dapat dilaksanakan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

Kalau dalam pelaksanaannya ada yang “jauh” dari tujuan tersebut, tak lain dan tak bukan adalah tindakan dari beberapa “oknum.”

Atruan tetap aturan yang bagaimanapun pasti ada celah untuk dilanggar. Namun, untuk mewujudkan bangsa yang baik, seyogyanya aturan dapat ditegakkan secara murni dan konsekwen.

Bagian I ini saya akhiri disini, agar mudah dalam proses pembacaan, karena pada bagian ke II saya akan fokus kepada proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Sebagai info, pada bagian II, saya hanya akan fokus kepada pelaksanaan pengadaan barang/jasa lainnya dan bukan kepada jasa konsultasi. Karena di lapangan, proses pengadaan yang paling banyak dilaksanakan adalah barang/jasa lainnya.

Pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan (Bagian II: Jenis dan Metode)

Pada bagian I telah dijelaskan mengenai pengertian umum dari pengadaan barang/jasa. Juga telah disampaikan mengenai persyaratan panita/pejabat pengadaan dan penyedia barang/jasa.

Sebelum melanjutkan, saya kembali menginformasikan bahwa pada tulisan kali ini saya hanya akan membahas mengenai Pengadaan Barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dan bukan Jasa Konsultasi. Karena metode dari 2 jenis ini amat berbeda. Jadi memang terpisah secara aturan pada Keppres No. 80 Tahun 2003.

Pada bagian ini saya akan mencoba mengutip pasal demi pasal yang ada, juga pelaksanaan di lapangan serta kendala yang dihadapi dan pengalaman langsung dalam menghadapi kendala tersebut.

Prakualifikasi dan Pascakualifikasi

Page 10: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

Pada bagian I, telah disebutkan persyaratan penyedia barang/jasa yang dapat mengikuti kegiatan pengadaan barang/jasa. Untuk memastikan setiap perusahaan memenuhi persyaratan tersebut, perlu dilakukan penilaian terhadap kualifikasi atas kompetensi dari masing-masing perusahaan.

Metode penilaian terhadap kualifikasi ini terdiri atas 2 metode, yaitu Prakualifikasi dan Pascakualifikasi.

Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan terhadap perusahaan SEBELUM pemasukan dokumen penawaran. Artinya, hanya perusahaan yang memenuhi kualifikasi-lah yang dapat memasukkan penawaran. Metode ini dilaksanakan untuk pelelangan yang bersifat kompleks (termasuk pelelangan diatas 50 M)

Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan terhadap perusahaan SETELAH pemasukan dokumen penawaran. Pada umumnya, prinsip pelelangan menggunakan proses ini (Kecuali Jasa Konsultasi yang wajib menggunakan Prakualifikasi). Bahkan untuk pelelangan umum untuk pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, sifatnya adalah wajib (kecuali yang bernilai di atas 50M).

Proses ini dilakukan dengan meminta perusahaan yang ikut pelelangan untuk dapat mengisi formulir isian kualifikasi. Contoh formulir tersebut dapat dilihat disini.

Permasalahan di lapangan pada saat proses kualifikasi yang sering terjadi adalah:

1. Panitia meminta semua dokumen-dokumen pendukung kualifikasi, seperti contoh-contoh kontrak yang telah dilakukan selama 4 bulan terakhir.Sebenarnya, sesuai dengan Pasal 14 Angka 8 telah disebutkan bahwa proses kualifikasi wajib disederhanakan dengan tidak meminta seluruh dokumen yang disyaratkan, melainkan cukup dengan formulir isian saja.

2. Panitia meminta dokumen lain, selain yang telah ditetapkan oleh Keppres. Misalnya kartu tanda keanggotaan asosiasi tertentu.Sesuai dengan pasal 14 angka 6 juga telah disebutkan bahwa panitia dilarang menambah persyaratan kualifikasi selain dari peraturan di Keppres ini, atau ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jadi, apabila ketentuan tentang kartu anggota atau kartu apapun itu ditetapkan oleh undang-undang, maka dapat dimasukkan sebagai persyaratan. Namun tetap harus sesuai dengan konteks dari pelelangan.

3. Panitia mempersyaratkan domisili perusahaan harus berada pada satu daerah yang sama dengan institusi penyelenggara lelang.Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip terbuka/bersaing dan adil. Yang tidak boleh adalah penyedia barang/jasa berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 4 Butir g)

4. Panitia mempersyaratkan dilakukannya legalisasi ke notaris bagi dokumen-dokumen peserta lelang (misalnya akta dan dokumen pajak).Hal ini sama sekali tidak diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 dan akan memberatkan peserta lelang, dimana hal tersebut bertentangan dengan Pasal 14 angka 6, 7 dan 8

Page 11: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

5. Peserta tidak melampirkan dokumen pajak yang dipersyaratkan.Walaupun pada prinsipnya untuk penilaian kulifikasi, namun khusus untuk Dokumen Pajak tetap harus melampirkan COPY Bukti tanda terima penyampaian SPT PPh tahun terakhir dan laporan (minimal) 3 bulan terakhir untuk PPh Pasal 25 atau Pasal 21/Pasal 23 atau PPn (Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 11 Angka 1 butir e dan Penjelasan Keppres Bab II Butir A.1.b.1.e)

6. Peserta tidak memiliki Kemampuan Dasar (KD) pada bidang dan sub bidang yang sesuai untuk bukan usaha kecil.Perhitungan KD dilihat dari pengalaman pekerjaan yang sejenis dengan rumus KD=2 NPt (Khusus Jasa Pemborongan) atau KD = 5 NPt (Untuk Barang dan Jasa Lainnya). NPt adalah Nilai pekerjaan tertinggi dengan bidang dan sub bidang yang sesuai. Contoh, sebuah perusahaan pernah mengadakan perangkat komputer melalui sistem pengadaan pada sebuah instansi dengan nilai Rp. 500 Juta dan pernah juga mengadakan perangkat meubelair dengan nilai Rp. 750 Juta. Maka, KD perusahaan ini untuk pengadaan perangkat komputer adalah 5 x 500 Juta atau 2,5 M sedangkan KD untuk perangkat meubelair adalah 5 x 750 Juta atau 3,75 M. Artinya, nilai maksimal pengadaan komputer yang dapat diikuti adalah pelelangan dengan pagu anggaran 2,5 M dan untuk meubelair sebesar 3,75 M.

7. Peserta tidak memilik dukungan keuangan dari Bank dengan nilai minimal 10% dari nilai proyek untuk pekerjaan jasa pemborongan dan minimal 5% untuk pekerjaan pemasokan barang/jasa lainnya.

Nah, itulah sebagian dari proses penilaian kualifikasi dari sebuah perusahaan yang dilaksanakan pada sistem pengadaan barang.

Metode Pengadaan Barang/Jasa

Selain kualifikasi, ada beberapa hal lagi yang harus diperhatikan oleh penyedia barang/jasa, yaitu:

1. Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa2. Metode Penyampaian Dokumen Penawaran3. Metode Evaluasi Penawaran

Nah…lumayan ribet khan

Untuk bisa mengikuti pelelangan atau pengadaan di kantor pemerintah, hal-hal itulah yang harus diperhatikan.

Selanjutnya, saya akan mencoba sedikit menjelaskan masing-masing metode dan kondisi di lapangan dari metode-metode tersebut.

1. Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa.Pernah membeli koran Media Indonesia ? Kalau belum, coba beli terbitan hari apa saja (bukan promosi lhooo). Lihat pada kolom pengadaan. Biasanya ada belasan bahkan puluhan iklan pengadaan dari berbagai instansi di seluruh Indonesia. Lengkap dengan berbagai persyaratannya Kemudian, kalau anda mencoba jalan-jalan ke kantor pemerintahan, pengumuman lelang serupa juga ada yang ditempel pada papan pengumuman. Namun, ada beberapa dari

Page 12: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

pengumuman tersebut yang tidak dimasukkan ke dalam koran.Nah, disisi lain, juga mungkin pernah mendengar, tiba-tiba dalam sebuah proyek sudah ada pemenangnya, tanpa pernah diinformasikan di media massa.Bagaimana ini terjadi ?Hal ini terjadi karena metode pemilihan penyedia barang dan jasa itu juga berbeda, beda. Untuk pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, metode pemilihannya terbagi atas 4 (empat) jenis, yaitu: 

o Metode Pelelangan UmumMetode inilah yang merupakan prinsip utama pengadaan barang, yaitu dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi institusi. Biasa dilakukan untuk pengadaan dengan nilai diatas Rp. 100 Juta

o Metode Pelelangan TerbatasSecara prinsip, sistem pengumumannya sama dengan pelelangan umum, tetapi di dalam pengumuman tersebut sudah mencantumkan nama penyedia barang/jasa yang dianggap mampu untuk mengerjakan. Jenis ini biasanya digunakan untuk pekerjaan yang penyedianya diyakini terbatas saja, dan untuk pekerjaan yang kompleks

o Metode Pemilihan LangsungMerupakan metode pemilihan yang membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran dan sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi. Metode ini cukup diumumkan melalui papan pengumuman resmi institusi atau bila memungkinkan melalui internet. Metode ini biasanya digunakan untuk pekerjaan yang bernilai di antara Rp. 50 Juta sampai Rp. 100 Juta.

o Metode Penunjukan LangsungMetode ini langsung menunjuk 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi teknis maupun harga. Biasanya digunakan dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus. Termasuk apabila nilai pengadaan dibawah Rp. 50 Juta

2. Metode Penyampaian Dokumen PenawaranKemudian, bagaimana cara sebuah penyedia barang/jasa memasukkan penawaran setelah melihat adanya pengumuman pelelangan/pengadaan di sebuah instansi ? Jangan berpikir bahwa pemasukannya cukup dengan membawa “company profile” dan daftar harga, kemudian datang di kantor dan bernegosiasi. Tentu saja tidak seperti itu Metode penyampaiannya juga diatur di dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, dimana metode tersebut dibagi menjadi 3 jenis metode, yaitu: 

o Metode Satu SampulDalam metode ini, dokumen-dokumen administrasi, teknis dan penawaran harga dimasukkan ke dalam satu sampul tertutup kepada panitia/pejabat pengadaan.Tolong berhati-hati dalam pemasukan dokumen-dokumen ini. Baca BAIK-BAIK Dokumen Pengadaan yang diberikan pada saat mendaftar untuk mengikuti sebuah pelelangan. Karena banyak hal yang kelihatannya sepele namun dapat digunakan oleh panitia untuk menggugurkan penawaran sebuah perusahaan. Contohnya, jangan menuliskan apa-apa pada sampul, selain yang dipersyaratkan pada dokumen lelang. Juga perhatikan baik-baik persyaratan dokumen administrasi yang harus dilampirkan. Jangan sampai tertinggal satupun. Misalnya jaminan penawaran atau dokumen kualifikasi. Karena, apabila dokumen telah diserahkan, sama sekali

Page 13: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

dilarang untuk menyusulkan dokumen lainnya. Karena masuk dalam kategori post bidding.Juga perhatikan setiap kalimat pada dokumen lelang, jangan sampai ada keharusan untuk menjilid dokumen administrasi dalam bentuk buku namun tidak dilaksanakan (pernah saya temui kejadian di sebuah pelelangan, sebuah perusahaan digugurkan karena tidak menjilid dokumennya, dan itu sah karena telah disampaikan di dalam dokumen lelang dan telah disetujui pada saat rapat penjelasan pekerjaan/aanwijzing)Apabila dokumen pelelangan dikirim melalui pos, maka sampul ini ditutup lagi dengan sampul penutup. Dimana pada sampul penutup inilah dituliskan nama dan alamat dari institusi yang dituju.

o Metode Dua SampulMetode ini memisahkan antara dokumen administrasi dan teknis dengan dokumen harga. Dokumen administrasi dan teknis dimasukkan di dalam satu sampul (sampul I) dan diberi label “Dokumen Administrasi dan Teknis”, sedangkan dokumen harga dimasukkan ke dalam sampul lainnya (sampul II) dan diberi label “Dokumen Harga.” Kedua sampul ini kemudian dimasukkan ke dalam satu sampul, yaitu sampul penutup dan diserahkan kepada panitia pada saat penyerahan dokumen. Apabila dokumen dikirim melalui pos, maka sampul ini harus dibungkus lagi ke dalam satu sampul untuk pengiriman.Yang harus diperhatikan pada metode ini adalah proses pelabelan dari setiap sampul. Jangan sampai tertukar dan jangan sampai ada kesalahan dalam pelabelannya. Juga, jangan sampai ada dokumen administrasi yang “kesasar” masuk ke dalam dokumen harga.Saya pernah mengalami beberapa perusahaan dinyatakan gugur karena dokumen asli jaminan penawaran berada di dalam sampul harga. Sedangkan untuk membuka sampul harga harus menyelesaikan penilaian administrasi dahulu. Akibatnya, dokumen tersebut dianggap tidak ada.

o Metode Dua Tahap.Metode ini sama dengan metode dua sampul. Yang membedakan adalah, sampul administrasi dan teknis serta sampul harga tidak diserahkan pada waktu yang bersamaan.

3. Metode Evaluasi Penawaran.Beberapa waktu yang lalu, pada beberapa pemberitaan yang dimuat di media massa, saya cukup geli membaca pemberitaan tentang kecurangan yang dituntut oleh penyedia barang/jasa terhadap suatu proses lelang. Mereka banyak yang menuntut, karena merasa harga penawarannya terendah, malah dikalahkan oleh panitia. Sedangkan sudah jelas-jelas panitia pada berita tersebut melakukan evaluasi sistem nilai. Ini adalah bukti ketidaktahuan mereka terhadap aturan.Dalam proses lelang, tidak selamanya harga terendah yang pasti menang. Karena beberapa kegiatan menuntut adanya kualitas yang tinggi dimana sebagian besar berbanding terbalik dengan harga. Oleh sebab itu, maka metode evaluasi penawaran juga terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 

o Metode Evaluasi Sistem GugurMetode ini melakukan penilaian secara berjenjang. Yang pertama dinilai adalah dokumen administrasi. Apabila sesuai dengan yang dipersyaratkan maka dilanjutkan dengan penilaian teknis. Perusahaan yang administrasinya kurang lengkap, langsung digugurkan saat itu juga dan tidak mengikuti penilaian teknis.Selanjutnya dilakukan

Page 14: Penunjukan Langsung Pada Perpres 54

penilaian teknis terhadap spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan. Apabila sesuai dengan yang dibutuhkan maka langsung dilanjutkan dengan pembukaan harga. Bagi perusahaan yang tidak lulus teknis, langsung digugurkan saat itu juga, walaupun harganya termurah.Kemudian, seluruh perusahaan yang telah lulus administrasi maupun harga, dibuka penawaran harganya. Dan harga terendahlah yang dinyatakan memenangkan pengadaan.Namun, di dalam pelaksanaan sehari-hari, sistem ini biasanya dibalik. Pada saat pembukaan penawaran, langsung membuka harga penawaran dari seluruh peserta. Yang diperiksa administrasi dan teknisnya adalah perusahaan yang berada pada urutan 1 hingga 3 yang terendah di dalam penawaran harganya. Metode evaluasi sistem gugur ini yang paling sering digunakan di dalam pelelangan. Keuntungannya adalah cepat dalam memberikan hasil akhir. Metode evaluasi ini paling sering disandingkan dengan Metode Pemilihan Pelelangan Umum dan Metode Penyampaian Dokumen Satu Sampul.

o Metode Evaluasi Sistem Nilai.Metode inilah yang tadi saya sebutkan sering tidak dipahami oleh penyedia barang/jasa. Metode evaluasi ini dilakukan dengan memberikan nilai angka tertentu kepada setiap unsur di dalam penawaran. Kemudian membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta, dimana nilai tertinggilah yang dinyatakan menang.Biasanya, metode ini dilakukan untuk pekerjaan yang sangat memperhatikan kualitas teknis dibandingkan dengan harga. Karena pada beberapa jenis pekerjaan, harga biasanya tidak menipu. Dimana semakin mahal harga suatu barang, maka semakin baik juga kualitasnya.Beberapan perbandingan yang sering digunakan adalah 60:4, 70:30 dan 80:10, malah pada beberapa lelang menetapkan 90:10 untuk perbandingan nilai teknis dan harga.Sangat besar kemungkinan penawaran dengan harga terendah dikalahkan dengan sistem ini. Namun, untuk mencari kualitas barang ataupun pekerjaan, metode inilah yang terbaik.

o Metode Evaluasi Biaya Selama Umur Ekonomis.Sistem evaluasi ini mirip dengan evaluasi sistem nilai. Dimana nilai ditetapkan kepada barang dengan melihat umur ekonomisnya, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan di dalam dokumen pengadaan.Evaluasi ini biasanya digunakan kepada proses pengadaan yang sangat memperhatikan nilai susut barang.Saat ini, masih jarang pengadaan barang/jasa yang menggunakan evaluasi ini.

Nah, demikian penjelasan mengenai Jenis dan Metode yang digunakan pada pengadaan barang/jasa pada institusi pemerintah.

Tulisan berikutnya adalah prosedur pengadaan barang dan jasa, agar setiap penyedia barang/jasa dapat dengan mudah mengikuti proses pelelangan.