PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI CERITA RAKYAT ...... · PENINGKATAN KETERAMPILAN...
-
Upload
trinhtuyen -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI CERITA RAKYAT ...... · PENINGKATAN KETERAMPILAN...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI CERITA
RAKYAT PADA SISWA KELAS V SD NEGERI TEMBORO III
KECAMATAN KARANG TENGAH KABUPATEN
WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh:
MARINDRA EKA PRAMUDYA
X7107040
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI CERITA
RAKYAT PADA SISWA KELAS V SD NEGERI TEMBORO III
KECAMATAN KARANG TENGAH KABUPATEN
WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh:
MARINDRA EKA PRAMUDYA
X7107040
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :
Peningkatan Keterampilan Bercerita Melalui Cerita Rakyat Pada Siswa Kelas V
SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011
Disusun Oleh:
Nama : Marindra Eka Pramudya
NIM : X7107040
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari :
Tanggal :
Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
Peningkatan Keterampilan Bercerita Melalui Cerita Rakyat Pada Siswa Kelas V
SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011
disusun oleh:
Nama : Marindra Eka Pramudya
NIM : X7107040
telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP 19600727 178702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Marindra Eka Pramudya. PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI CERITA RAKYAT PADA SISWA KELAS V SD NEGERI TEMBORO III KECAMATAN KARANG TENGAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari : 2012 Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui cerita rakyat. Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini berupa kolaborasi atau kerjasama antara peneliti dengan guru kelas V. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi dan tes. Untuk menguji validitas data penulis menggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga buah komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan (4) refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai rata-rata sebelum tindakan (pra siklus) yaitu 60,79 dengan ketuntasan klasikal 16,66%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas mencapai 68,41 dengan ketuntasan klasikal 50%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat 80,5 dengan ketuntasan klasikal 87,5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui cerita rakyat, keterampilan bercerita dapat meningkatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Marindra Eka Pramudya. IMPROVEMENT OF STORYTELLING SKILL BY USING FOLKLORE AMONG OF 5TH GRADE STUDENTS OF SD NEGERI TEMBORO III OF KECAMATAN KARANG TENGAH, WONOGIRI REGENCY OF 2010/2011 ACADEMIC YEAR. Minithesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta, Januari: 2012
Purpose of the research is to improve storytelling skill of 5th grade students of SD Negeri Temboro III of Kecamatan Karang Tengah, Wonogiri Regency of 2010/2011 academic year by using folklore.
This research is classroom action one. The research uses collaboration between author and teacher of class V. Data is collected by using documentation, observation and test techniques. Data validity is examined by using data source and method triangulations. Data analysis of the research uses an interactive-analysis model consisting of three components, namely, data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The research consists of 2 cycles and every cycle comprises four stages, namely: (1) action planning, (2) action implementation, (3) observation and (4) reflection.
The research found that average grade before action (precycle) was 60.79 with classical completeness was 16.66%. At cycle I, classroom average grade achieved 68.41 and classical completeness was 50%. At cycle II, the average grade increased to 80.5 with classical completeness was 87.5%., it can be concluded that the use folklore can improve storytelling skill.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
urusanmu dengan sungguh-sungguh dan hanya
(QS. Al-Insyirah : 6-8)
Masa depan kita tergantung pada apa yang kita lakukan saat ini
( Mahodas Gandhi)
mencegah munculnya masalah, tetapi pada waktu menghadapi dan
(David J. Schwartz)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Bapak dan ibuku yang telah memberikan kasih sayang dan menjadi
motivatorku untuk tetap berusaha dan sabar mendapatkan yang terbaik
untukku dan doa yang tulus untukku
Seseorang yang selalu memberi dukungan dan menemaniku dalam susah dan
senang
Sahabat-sahabatku yang selalu memberi dukungan dalam penyusunan ini
Teman-teman di Asrama 7
Keluarga besar PGSD kelas B serta teman-teman seangkatan untuk
kebersamaan yang tak terlupakan
Keluarga Besar FKIP Universitas Sebelas Maret dan almamaterku yang telah
memberikan ilmu dan mengantarku hingga dapat mencapai masa sekarang
ini dan yang selalu ku banggakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Atas kehendak-Nya pula
skripsi dengan judul Peningkatan Keterampilan Bercerita Melalui Cerita Rakyat
Pada Siswa Kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah
Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011
baik sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan berbagai
pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Hadi Mulyono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Kartono M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam
penulisan skripsi ini.
5. Dra. Siti Istiyati, M.Pd selaku pembimbing II yang juga telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak/Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan
motivasi dan pengarahan kepada penulis.
7. Bapak Haryanto, S. Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Temboro III yang
telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8. Bapak Dwi Nurcahyo, S.Pd selaku guru kelas V SD Negeri Temboro III yang
dengan senang hati membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Guru-guru SD Negeri Temboro III yang telah memberi motivasi dan sebagai
informan terhadap penyusunan skripsi ini.
Penulis telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan
proposal ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan.
Semua ini tidak lain karena keterbatasan penulis baik pengatahuan dan
pengalaman. Oleh karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat
diharapkan.
Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut
di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah SWT.
Surakarta, Agustus 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
.................... i
PENGAJUAN ............................................................................................... ii
PERSETUJUAN ......... ................ iii
PENGESAHAN .......... ........... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................................ vi
MOTTO ............................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 4
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
F. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS .......................................................................... 6
A. Landasan Teori ............................................................................... 6
1. Hakikat Keterampilan Bercerita ................................................. 6
2. Hakikat Cerita Rakyat ................................................................ 25
B. Penelitian Yang Relevan ................................................................. 29
C. Kerangka Berpikir ........................................................................... 30
D. Hipotesis ......................................................................................... 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 33
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 33
B. Subjek Penelitian ........................................................................... 33
C.Sumber Data..................................................................................... 33
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 34
E. Validitas Data ................................................................................. 35
F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 36
G. Indikator Kinerja ............................................................................. 38
H. Prosedur Penelitian ........................................................................ 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 45
A. Deskripsi HasilPenelitian ................................................................ 45
1. Deskripsi Kondisi awal ............................................................. 45
2. Siklus I ..................................................................................... 47
3. Siklus II .................................................................................... 55
B. Pembahasan hasil penelitian ........................................................... 62
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .................................... 67
A. Simpulan ......................................................................................... 67
B. Implikasi ........................................................................................ 67
C. Saran ............................................................................................... 68
70
.... 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir ..................................................................... 31
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data ......................................... 37
Gambar 3. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita
Pada Kondisi Awal (Prasiklus) ................................................. 47
Gambar 4. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita
Pada Siklus I .............................................................................. 54
Gambar 5. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita
Pada Siklus II ............................................................................ 61
Gambar 6. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Keterampilan Bercerita
pada Kondisi Awal, Siklus I dan Sikus II ................................. 65
Gambar 7. Grafik Peningkatan Ketuntasan Keterampilan Bercerita pada
Kondisi Awal, Siklus I dan Sikus II ........................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara ................................ 22
Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian ................................... 38
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan
Bercerita pada Kondisi Awal (Prasiklus) ...................................... 46
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Keterampilan bercerita pada
Siklus I .......................................................................................... 54
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Keterampilan Bercerita pada
Siklus II ......................................................................................... 60
Tabel 6. Rekapitulasi Rata-rata Nilai Hasil Keterampilan Bercerita pada
Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ........................................... 63
Tabel 7. Persentase Ketuntasan Klasikal Pra siklus, Siklus I dan
Siklus II .......................................................................................... 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penilaian Keterampilan Bercerita Pada Pra siklus ................ 72
Lampiran 2. RPP siklus I.......................................................................... 75
Lampiran 3. Penilaian Keterampilan Bercerita Pada Siklus I ................... 86
Lampiran 4. Lembar Observasi guru pada Pembelajaran Bercerita
Melalui Cerita Rakyat Pada Siklus I Pertemuan 1 dan
Pertemuan 2 ........................................................................... 89
Lampiran 5. Lembar Observasi Siswa Pada Siklus I pertemuan 1 ............ 91
Lampiran 6. Lembar Observasi Siswa Pada Siklus I pertemuan 2 ............ 93
Lampiran 7. RPP Siklus II ........................................................................ 95
Lampiran 8. Penilaian Keterampilan Bercerita Pada Siklus II .................. 101
Lampiran 9. Lembar Observasi guru pada Pembelajaran Bercerita
Melalui Cerita Rakyat Pada Siklus II Pertemuan 1 dan
Pertemuan 2 ............................................................................ 104
Lampiran 10. Lembar Observasi Siswa Pada Siklus II pertemuan 1.......... 106
Lampiran 11. Lembar Observasi Siswa Pada Siklus II pertemuan 2 ......... 108
Lampiran 12. Lampiran foto ...................................................................... 110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan di Indonesia pada tahun 2006 mengalami perubahan
kurikulum dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) menjadi KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) yang dimana guru beserta satuan pendidikan diberikan
kebebasan yang luas untuk mengembangkan materi ajar, menentukan kriteria
ketuntasan minimum, bahkan dari membuat silabus sampai dengan pembuatan
program semester harus dilakukan sendiri oleh satuan pendidikan, yang ditentukan
hanya standar kompetensi dan kompetensi dasarnya saja.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan berorientasi
pada PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan) diharapkan
pembelajaran terpusat pada siswa. Guru hanya sebagai fasilitator yang membantu
siswa dalam setiap mata pelajaran. Hal yang demikian dapat diterapkan dalam setiap
mata pelajaran terlebih dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
Bercerita merupakan bagian salah satu aspek keterampilan berbicara yang
bersifat produktif, artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada
dalam pikiran pembicara dapat dipahami oleh orang lain. Bercerita berarti
mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif melalui lambang-lambang bunyi agar
terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Memang setiap orang
dikodratkan untuk bisa berbicara atau berkomunikasi secara lisan, tetapi tidak semua
memiliki ketrampilan untuk bercerita secara baik dan benar. Oleh sebab itu, pelajaran
berbicara seharusnya mendapat perhatian dalam pengajaran ketrampilan berbahasa di
sekolah-sekolah baik di kelas maupun luar kelas.
Inilah yang menjadi tantangan dan tuntutan yang besar bagi guru dalam
menjalankan tugas melaksanakan kegiatan belajar mengajar, karena guru sendiri yang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
membuat program untuk dirinya sendiri dalam peningkatan kegiatan belajar
mengajar. Dengan intelektualitas yang tinggi, guru dengan kewenangan yang lebih
juga harus apa adanya dan tidak direkayasa di dalam melaksanakan tugas sampai
pada tingkat evaluasi terhadap peserta didik. Disisi lain guru juga diberikan
kebebasan untuk berinovasi dan mengembangkan bahan ajar yang seluas-luasnya
baik melalui buku maupun dengan media internet yang dapat diakses darimanapun
kita berada. Pemerintah pun juga mendukung pelaksanaan sistem pendidikan yang
sekarang ini terbukti dengan akan dicanagkannya buku elektronik yang dapat diunduh
melalui jaringan internet.
Hal ini akan menjadi kompleksitas yang tinggi dalam kegiatan belajar
mengajar itu sendiri, akan banyak kreatifitas dan karakteristik guru yang muncul dan
berlomba-lomba untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar.
Tapi tentunya itu semua tidak keluar dari aturan yang di tentukan oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan).
Keterampilan berbicara inilah yang nantinya akan membawa seorang siswa ke dalam
kehidupan sehari-hari, baik kehidupan sosial siswa maupun dalam hal akademik. Tapi
kenyataannya yang ada di SD Negeri Temboro III siswa tidak berani atau malu dalam
melakukan kegiatan bercerita di depan kelas khususnya kelas lima. Hasil tersebut
diperoleh dari kolaborasi dan pengamatan oleh peneliti dan guru kelas lima.
Berdasarkan data pengamatan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas
minat dari 24 siswa kelas lima terhadap ketrampilan bercerita tahun pelajaran
2010/2011 hanya 2 siswa yaitu mendapat nilai 70 predikat nilai B, yang mendapat
nilai antara 65 70 ada 5 siswa, yang mendapat kurang dari nilai 65 ada 12 siswa,
yang sama sekali tidak mau maju ada 5 siswa. Disebabkan karena siswa kurang ada
minat karena pembelajaran hanya monoton saja, rendahnya minat siswa terhadap
kegiatan bercerita di depan kelas, kurang antusiasnya siswa terhadap metode yang
dipakai guru dalam peningkatan keterampilan bercerita siswa, siswa malu dan takut
untuk bercerita di depan kelas, siswa berkesulitan untuk berkomunikasi dalam
kegiatan belajar mengajar, rendahnya kemampuan bercerita siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Menurut Dendy Sugono dalam Anwar Efendi (2008 : 317) menjelaskan
salah satu kegagalan pengajaran bahasa ialah pengajaran yang lebih banyak
memberikan pengetahuan tentang bahasa atau struktur bahasa dari pada pengajaran
keterampilan berbahasa. Selain itu Sumardi via Nurhayati, dkk dalam Anwar Efendi
(2008 : 317) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran, guru lebih
mendominasi pembelajaran. Guru lebih banyak memberikan bekal teori dan
pengetahuan bahasa daripada mengutamakan keterampilan berbahasa maupun tulis.
Faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam bercerita
yaitu faktor eksternal, faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor yang
mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Selain itu, rendahnya keterampilan bercerita disebabkan oleh kurangnya
fasilitasi oleh negara.
Gejala-gejala kesulitan yang dihadapi oleh siswa tersebut tentunya tidak
terlepas dari peran guru dalam proses pembelajaran di kelas. Sentral pembelajaran
yang selama ini berada di tangan guru, ini sudah saatnya dialihkan kepada siswa.
Pengalihan ini akan membawa perubahan yang berarti dalam pembelajaran
keterampilan bercerita siswa maka dari itu salah satu cara untuk meningkatkan
keterampilan bercerita adalah melalui cerita rakyat dan dampak yang lebih lanjut
adalah kesulitan dalam berkomunikasi.
Menurut http://www.artikata.com/arti-323678-cerita.php (diakses pada
tanggal 16 Maret 2011) cerita dari zaman
dahulu yg hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan
http://www.adicita.com/artikel/detail/id/202/Pengertian-Legenda-Cerita-Rakyat
(diakses tanggal 16 maret 2011) menjelaskan bahwa cerita rakyat adalah cerita pada
masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang
beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki bangsa.
Oleh karena itu diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai
dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan
penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Atas dasar pemikiran tersebut maka penulis memilih judul "Peningkatan
Keterampilan Bercerita Melalui Cerita Rakyat Kelas V di SD Negeri Temboro III
Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011".
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah tersebut
di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Rendahnya minat siswa terhadap kegiatan bercerita di depan kelas.
2. Kurang antusiasnya siswa terhadap media cerita rakyat yang dipakai guru dalam
peningkatan keterampilan bercerita siswa.
3. Siswa malu dan takut untuk bercerita di depan kelas.
4. Siswa berkesulitan untuk berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar.
5. Rendahnya kemampuan bercerita siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan mudah dipahami perlu adanya pembatassan
masalah yaitu :
1. Keterampilan bercerita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan
siswa dalam menyampaikan cerita rakyat di depan kelas.
2. Cerita rakyat yang dimaksud adalah cerita rakyat: (1) Asal Usul Nama Wonogiri;
(2) Cerita rakyat yang dbawa oleh siswa.
D. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut : apakah keterampilan bercerita siswa kelas V di
SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri tahun
pelajaran 2010/2011 dapat ditingkatkan melalui cerita rakyat?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan bercerita pada
siswa kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten
Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui cerita rakyat.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat kepada semua pihak yang
terlibat dalam dunia pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan adalah :
1. Masalah Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dipakai untuk :
a. Mengetahui secara nyata tentang peningkatan keterampilan bercerita melalui
cerita rakyat.
b. Memberikan sumbangan, pandangan, dan masukan dalam ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang pengajaran Bahasa Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Meningkatnya kinerja guru dalam meningkatkan kemampuan bercerita
siswa.
2) Memanfaatkan keterampilan bercerita melalui cerita rakyat sebagai sarana
untuk meningkatkan kemampuan bercerita siswa.
b. Bagi Peserta Didik
1) Dengan menceritakan kembali cerita rakyat dapat meningkatkan kemampuan
berbicara siswa.
2) Meningkatnya keterampilan bercerita siswa dalam kehidupan sehari-hari
baik di sekolah maupun dirumah.
c. Bagi Sekolah
1) Mendorong guru lain untuk aktif melaksanakan pembelajaran yang inovatif.
2) Meningkatnya inovasi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Hakikat Keterampilan Berbicara
a. Pengertian Keterampilan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1180) terampil adalah
cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan
adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas, kecakapan seseorang untuk
memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara.
Soemarjadi dkk, (2001:2) menuliskan bahwa kata terampil sama artinya
dengan kata cekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu
pekerjaan dengan cepat dan benar. Ruang lingkup keterampilan cukup luas
meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat, mendengar.
Sejalan dengan hal tersebut Tri Budiharto (2008:1-2) juga
mengungkapkan pengertian keterampilan yaitu keterampilan berasal dari kata
terampil yang artinya adalah mampu bertindak dengan cepat dan tepat. Istilah lain
dari terampil adalah cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain
keterampilan dapat disebut juga kecekatan, kecakapan, atau kemampuan untuk
melakukan sesuatu dengan baik dan cermat.
Menurut Saiful Muttaqin (2008) dalam
(http:saifulmuttaqin.blogspot.com) keterampilan adalah usaha untuk memperoleh
kompetensi cekat, cepat dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar.
Reber (1988) dalam Muhibbin Syach (1997:119) menuliskan
keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang
kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk
mencapai hasil tertentu.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan
adalah kemampuan berbuat atau bertindak yang cepat dan tepat dalam suatu hal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Pengertian Berbicara
Kemampuan berbicara lebih mudah apabila murid-murid memperoleh
kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain,
dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal. Selama kegiatan belajar di
sekolah guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang memungkinkan
murid-murid mengembankan kemampuan berbicara.
Berbicara dapat dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan ide, perasaan
dan kemauan serta untuk lebih menambah pengetahuan dan cakrawala
pengalaman. (St. Y. Slamet, 2008 : 35)
Menurut Djago Tarigan dalam St. Y. Slamet (2008 : 33) menyatakan
Sedangkan menurut H.G. Tarigan dalam St. Y. Slamet (2008 : 33)
unyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002: 148)
dijelaskan bahwa berbicara adalah "berkata; bercakap; berbahasa, atau melahirkan
pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb.) atau berunding".
Menurut Mulgrave (dalam H. G. Tarigan, 2008:16) berbicara bukan
sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata tetapi berbicara merupakan suatu
alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun sesuai dengan
kebutuhan pendengar. Melalui berbicara seseorang berusaha untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Tanpa
usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui apa yang
dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa berbicara, seseorang akan mengucilkan diri
sendiri dan akan terkucilkan dari orang di sekitarnya.
Djiwandono (1996:68) mengungkapkan bahwa berbicara merupakan
kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut
prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8 Dalam hal ini, berbicara merupakan bagian dari kemampuan berbahasa yang aktif
dan produktif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
berbicara adalah suatu keterampilan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk
menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan kepada orang
lain secara lisan yang bersifat aktif dan produktif.
1) Strategi Pembelajaran Berbicara
Pembelajaran berbicara di sekolah-sekolah pada umumnya
masih mengalami banyak hambatan. Hal tersebut dikarenakan
pembelajaran tersebut merupakan bentuk pembelajaran berbasis
keterampilan yang sulit untuk diajarkan, karena membutuhkan tenaga
pengajar yang terampil dan mampu mengembangkan strategi
pengajaran yang tepat demi keberhasilan pengajaran. Strategi
pengajaran merupakan rumusan tentang cara mengajar yang harus
ditempuh dalam situasi-situasi khusus atau dalam keadaan tertentu
yang spesifik (Oemar Hamalik, 2003: 183). Sedangkan menurut
Muhammad Joko Susilo (2007:147), strategi pembelajaran mencakup
taktik, model pendekatan dan berbagai keterampilan mengajar dalam
proses penyampaian materi kepada siswa. Melengkapi pengertian
tersebut, Soemarsono (2007:1) memberikan pengertian strategi belajar
mengajar, yaitu suatu hal yang menunjuk pada interaksi belajar
mengajar yang direncanakan secara strategis untuk mencapai tujuan
pendidikan khusus secara tepat guna (efisien) dan berhasil guna
(efektif).
Keberhasilan pembelajaran di kelas (termasuk pembelajaran
berbicara) bukan hanya dilihat dan tercapainya tujuan belajar, tetapi
juga dari proses pembelajar itu sendiri. Proses belajar dapat diartikan
sebagai sebuah kegiatan belajar mengajar yang disajikan
(Soemarsono, 2007: 1). Untuk itu di dalam proses belajar mengajar,
guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif
dan efisien, serta mengena pada tujuan yang diharapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus
menguasai teknik-teknik atau metode mengajar (Roestiyah N.K. 2001:
1) menyebutkan bahwa teknik penyajian pelajaran adalah suatu
pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan dan
dikuasai oleh guru untuk menyajikan bahan pelajaran kepada siswa
agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh
siswa dengan baik. Dalam mencapai tujuan, teknik penyajian
dipandang sebagai suatu alat atau suatu cara yang harus digunakan
oleh guru agar tujuan pengajaran tercapai. Teknik penyajian atau
metode mengajar yang digunakan guru untuk menyampaikan
informasi kepada siswa, berbeda dengan cara yang ditempuh untuk
memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan
serta sikap.
Jadi untuk tujuan yang berbeda, guru harus menggunakan
teknik penyajian yang berbeda pula. Misalnya dalam pembelajaran
berbicara yang dianggap paling sulit, teknik atau metode yang dipilih
harus lebih variatif dan melengkapi ciri pembelajaran PAIKEM
(Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).
Hal ini dimaksudkan agar siswa merasa senang mengikuti
pembelajaran berbicara yang selama ini dikatakan masih sulit untuk
diajarkan, sehingga dapat membawa hasil yang memuaskan. Guru
memiliki peran besar dalam memilih dan menentukan teknik atau
metode mengajar berbicara, karena penggunaan metode yang tepat
dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran.
Salah satu teknik penyajian yang dapat digunakan dalam
pembelajaran berbicara adalah dengan metode bercerita. Karena
dengan bercerita siswa telah melakukan semua aspek keterampilan
berbicara. Selain penggunaan metode mengajar yang tepat, ada lagi
beberapa aspek penunjang keberhasilan pembelajaran berbicara, yaitu
: kecakapan atau keterampilan guru serta sikap dan kemampuan siswa.
Seperti yang dikatakan Br. Gerardus Weruin (2009: 29), guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
merupakan faktor penentu bagi keberhasilan pembelajaran sebab guru
berhadapan langsung dengan siswa di sekolah. Oleh karena itu, peran
guru sangat berpengaruh dalam memberikan kontribusi yang sangat
signifikan bagi keberhasilan siswa. Walaupun sekolah mempunyai
kurikulum yang baik, sarana dan prasarana yang lengkap, serta siswa
yang pandai dan cerdas, tetapi jika guru kurang memiliki kemampuan
dan kecakapan berbicara, pembelajaran itu pun akan gagal. Guru yang
baik tidak anya menguasai konsep, teori dan materi ajar, tetapi guru
juga harus memiliki kemampuan dan kecakapan berbahasa, guru yang
memiliki keterampilan berbahasa (dalam hal ini berbicara) yang baik
akan menjadi model bagi siswa. Selain faktor guru, pembelajaran
berbicara juga akan berhasil jika berpusat pada siswa. Siswa yang
memiliki sikap positif selama mengikuti pembelajaran berbicara di
kelas, kemampuan berbicaranya akan baik pula.
Berdasarkan pendapat diatas strategi pembelajaran berbicara
adalah cara yang dipakai pendidik untuk mewujudkan tujuan
pembelajaran keterampilan berbicara, dan di dalam kegiatan bercerita
siswa telah mencapai semua aspek keterampilan berbicara.
2) Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD
Pembelajaran keterampilan berbicara merupakan satu dari
empat aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca
dan menulis) yang diajarkan di sekolah-sekolah. Kurikulum berbicara
untuk kelas lima (V), dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi
yang harus dikuasai siswa, yaitu : mengungkapkan pikiran, pendapat,
perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan,
menceritakan hasil pengamatan/kunjungan atau wawancara,
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan
bernain drama (Depdiknas, 2006: 327-328)
Berbicara merupakan salah satu komperensi dasar mata
pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di kelas V sekolah
dasar. Adapun tujuan pengajaran berbicara di sekolah adalah agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat dan pesan secara
lisan. Disamping itu, pengajaran berbicara diarahkan pada
kemampuan siswa untuk berinteraksi dan menjalin hubungan dengan
orang lain secara lisan (Depdikbud, 1994: 2)
Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan
berbicara di sekolah, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih
dioptimalkan dengan mengingat bahwa keterampilan berbicara
bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian atau keterangan
guru saja. Melainkan siswa harus dihadapkan pada aneka bentuk teks
lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang mempergunakan bahasa
sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran tersebut juga
tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh
guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara.
Untuk mengajar atau melatih kemampuan komunikasi lisan
pada siswa, seorang guru dapat memilih dan menerapkan beberapa
aktivitas-aktivitas komunikasi sebagaimana yang dikemukakan oleh
Sri Untari Subyakto Nababan (1993: 175-180) bahwa aktivitas-
aktivitas komunikatif untuk mencapai kemampuan komunikatif lisan
dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu aktivitas-aktivitas
prakomunikatif dan aktivitas-aktivitas komunikatif.
Dikatakan prakomunikatif karena belum merupakan
komunikasi yang sesungguhnya, belum ada unsure komunikasi yang
wajar dan alamiah. Aktivitas-aktivitas prakomunikatif dapat berupa :
a) Teknik dialog (yaitu menghafalkan kalimat-kalimat dalam suatu
dialog dan mendramatisasikannya secara lancar).
b) Dialog dengan gambar (guru membawa gambar dan
menunjukkannya satu per satu sambil memberikan pertanyaan).
c) Dialog terpimpin (guru memberikan tanya jawab).
d) Dramatisasi suatu tindakan (misalnya dengan guru berjalan, berlari,
maupun tersenyum sambil memberikan pertanyaan tentang apa
yang sedang dilakikannya).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
e) Penggunaan gambar orang yang mencerminkan profesi.
f) Dialog dengan gambar.
g) Teknik Tanya jawab.
h) Guru member kalimat yang belum selesai dan siswa diminta untuk
menyelesaikannya.
Kelemahan aktivitas-aktivitas prakomunikatif tersebut,
yaitu gurulah yang sebagian besar menguasai kelas dan materi.
Berbeda dengan aktivitas komunikatif yang lebih mengutamakan
aktivitas guru dan peserta didik. Guru tidak lagi menguasai kelas
(berperan sebagai fasilitator) dan siswalah yang dibimbing dan diberi
kesempatan lebih banyak untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran
yang telah direncanakan sebelumnya. Menurut Sri Untari Subyakto
Nababan (1993: 180), aktivitas-aktivitas komunikatif yang dapat
dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran, yaitu :
a) Diskusi kelompok
b) Bermain peran
c) Melatih berbagai bentuk dialog yang terjadi dalam masyarakat
d) Wawancara
e) Permainan
f) Menceritakan kembali suatu cerita yang sudah dikenal
g) Melaporkan suatu kegiatan
h) Mengadakan debat
i) Mengambil peran dalam drama-drama modern
Dari beberapa aktivitas tersebut, guru seharusnya mampu
memilih dan menerapkan cara/metode mengajar berbicara dengan
menggunakan pendekatan komunikatif yang menitikberatkan pada
keaktifan, kekreatifan dan keterampilan siswa untuk berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa lisan.
c. Pengertian Bercerita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 201) setiap siswa
dapat bercerita tetapi kemampuan bercerita mereka sangatlah berbeda-beda. Ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13 beberapa pengertian tentang bercerita sebagai : (1) Tuturan yang memberitahukan
bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, kegiatan, dsb); (2) Cerita
adalah karangan yang menuturkan perbuatan atau penderitaan orang, kejadian
tersebut (baik yang sungguh-sungguh terjadi meupun yang hanya rekaan belaka);
(3) Lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara,
wayang, dsb). Sedangkan pengertian bercerita adalah menuturkan cerita.
Menurut Bachtiar S. Bachri (2005: 33) bercerita pada hakikatnya
adalah mengemukakan ide tau gagasan kepada orang lain, untuk itu jika seseorang
akan bercerita penting baginya untuk dapat merumuskan gagasan apa yang akan ia
sampaikan. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 276) bercerita adalah aktivitas
kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas
mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarkan kemudian
manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk bercerita.
Tadkiroatun Musfiroh (2005: 32-33), menyatakan bahwa cerita
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi : digunakan sebagai materi untuk
pengembangan kompetensi dasar berkomunikasi. Djago Tarigan, dkk (1993: 6),
makna cerita sebagai berikut : (1) cerita dengan tuturan yang membentangkan
bagaimana terjadinya sesuatu hal (peristiwa, kejadian), (2) cerita sama dengan
karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang,
kejadian dan sebagainya baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun hanya
rekaan, (3) cerita sama dengan lakon yang diwujudkan dalam gambar hidup
(sandiwara, wayang dan lain-lain). Dengan demikian bercerita dapat diartikan
menuturkan sesuatu hal misalnya terjadinya sesuatu perbuatan kejadian yang
sesungguhnya maupun yang rekaan atau lakon yang diwujudkan dalam gambar.
Kegiatan bercerita banyak dilakukan baik di sekolah maupun di
luar sekolah. Guru sering menyuruh siswa menceritakan pengalaman, kegiatan, isi
ringkas puisi, cerpen, roman dan drama. Dalam GBPP mata pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia SD Kurikulum 2006 banyak pembelajaran yang berkaitan dengan
bercerita. Antara lain (1) Menceritakan pengalaman atau keinginan di depan kelas,
(2) Melaporkan hasil pengamatan, dan (3) Menceritakan dari suatu tempat ke
tempat lain berdasarkan denah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Mbak Itadz (2008: 19-177) menyatakan bahwa cerita dapat
digunakan oleh orang tua dan guru sebagaimana sarana mendidik dan membentuk
kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya atas cultural transmission
approach (Suyanto dan Abbas, 2001). Dalam cerita nilai-nilai luhur ditanamkan
pada diri anak melalui penghayatan terhadap makna dan maksud cerita. Bercerita
menjadi suatu yang penting bagi anak karena beberapa alasan :
1) Bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna
anak disamping teladan yang dilihat anak setiap hari.
2) Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan
dasar keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis dan menyimak.
3) Bercerita memberi contoh pada anak bagaimana pada anak untuk
mengembangkan kemampuan bersimpati terhadap peristiwa yang menimpa
orang lain.
4) Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak bagaimana
menyikapi permasalahan dengan baik.
5) Bercerita memberi barometer sosial pada anak.
6)
penuturan dan perintah langsung.
7) Bercerita memberikan ruang gerak pada anak, kapan sesuatu nilai yang
berhasil ditangkap akan diaplikasikan.
8) Bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru
sebagai pencerita.
9) Bercerita membangkit rasa tahu anak akan peristiwa.
10) Bercerita memberikan daya tarik bersekolah bagi anak karena di dalam
bercerita ada efek rekreatif dan imajinatif yang dibutuhkan anak.
11)
Manfaat cerita bagi anak :
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak.
2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi.
3) Memacu kemampuan verbal anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
4) Merangsang minat menulis anak.
5) Membuka cakrawala pengetahuan anak.
6) Merangsang minat baca anak.
Hakikat bercerita menurut Horatus (dalam Bachtiar S. Bahri 2005: 48)
adalah dulce etutile yang berarti menyenangkan dan bermanfaat. Cerita memang
menyenangkan anak sebagai penikmatnya, karena cerita memberikan bahan lain
dari sisi kehidupan manusia, pengalaman hidup manusia. Bermanfaat karena di
dalam cerita banyak terkandung nilai-nilai kehidupan yang dapat diresapi dan
dicerna oleh siapapun, termasuk oleh anak-anak cerita menjadi sarana penuntun
perilaku yang baik dan sarana kritik bagi perilaku yang kurang baik. Cerita
menjadi sarana penuntun yang halus dan sarana kritik yang tidak menyakitkan
hati. Anak-anak sebagai manusia yang bertumbuh sangat baik menerima suguhan
semacam itu, terutama agar terbentuk pola norma dan perilaku yang halus dan
baik.
Cerita lisan pendengar atau pencerita dapat membuat segala macam efek
erta sikap tubuh. Dengan senjata itu,
pendongeng dapat mengendalikan pengaruh kata-kata yang diucapkannya.
Banyak orang tidak menyadari betapa besar pengaruh cerita terhadap perilaku
manusia, bahkan sampai membentuk budaya. Para psikolog telah mengemukakan
pengaruh positif dari membacakan cerita dan bercerita kepada anak-anak. Ini
merupakan cara yang sangat baik untuk mengajari anak berpikir realistis (Shapiro
dalam Dimyati dan Mudjiono 1999: 91). Aspek perkembangan anak yang perlu
dikembangkan dalam sebuah cerita meliputi : (1) aspek perkembangan bahasa, (2)
aspek perkembangan sosial, (3) aspek perkembangan emosi, (4) aspek
perkembangan moral, dan (5) aspek perkembangan kognisi.
Guru perlu sepenuhnya menyadari bahwa cerita bukanlah materi mengisi
waktu, namun juga materi penting yang memiliki fungsi cukup kompleks.
Karenanya tidak berlebihan jika Jakob Sumardjo dan Saini K.M.1991: 23
mencairkan pendapat para ahli tentang berbagai manfaat dan fungsi cerita : (1)
sebagai pembangkit imajinasi (Egan, 1989), (2) mendorong kecintaan pada bahasa
(Hamilton dan Weiss, 1990), (3) lebih efektif dan mudah diingat daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16 informasi dalam bentuk paparan (Brown, Collings dan Duguid, 1989 : Bruner,
1994), (4) materi pembelajaran yang penuh nilai, memegang peranan utama dalam
proses sosialisasi nilai-nilai budaya baru (Vygotsky, 1978), (5) mendorong
munculnya keberaksaraan pada anak atau emergent literacy, membuat suasana
kelas lebih natural (Hamilton dan Weiss, 1990), (6) membuat pembelajaran lebih
bervariasi, (7) sarana ya
perasaan manusia, (8) meningkatkan kedekatan siswa dan guru dan membuat
pelajaran lebih menarik.
Hal-hal di atas seharusnya mampu menggugah para guru untuk tidak setengah hati
memanfaatkan cerita sebagai materi dan sarana pembelajaran.
Kegagalan bercerita dalam Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1991: 26)
Dari pandangan siswa, cerita yang dibawakan guru dikatakan gagal apabila :
1) Anak-anak gaduh, kurang memperhatikan, memiliki kesibukan sendiri, sibuk
berbicara dengan teman atau tidak menghiraukan.
2) Anak-anak terlalu tegang, menangis ketakutan, bereaksi terlalu berlebihan.
3) Anak-
4) Anak-anak melihat kepada guru, diam ketika guru bercerita tetapi tidak dapat
menjawab pertanyaan cerita, serta tidak mampu memberikan tanggapan
apapun.
5) Anak-anak terlihat berpikir terlalu keras, terlihat santai dan akhirnya jenuh.
6) Anak-anak keluar ruangan, melepaskan diri dari area cerita, berjalan-jalan,
mengganggu teman, sesekali mereka melihat kepada guru kemudian kembali
ke aktivitas semula.
Indikator itu merupakan refleksi dorongan hati apabila memilih
berbicara sendiri, hal itu mewujudkan anak tidak begitu tertarik pada cerita
gurunya. Keasyikan berbicara sendiri menunjukkan bahwa anak tidak memiliki
perhatian yang cukup kepada mereka. Lakukan improvisasi seperlunya, dan
berusaha untuk memperbaiki tampilan cerita di lain waktu.
Indikator kegagalan guru-guru dalam bercerita :
1) Guru belum siap bercerita, namun anak-anak memaksa.
2) Guru merasa bosan bercerita, dengan materi-materi itu saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17 3) Guru merasa banyak kehilangan fakta cerita.
4) Guru merasa tidak diperhatikan siswa.
5) Guru merasa terganggu dengan masuknya suasana dari luar.
6) Guru merasa tegang dan kaku dalam bercerita.
7) Guru merasa tidak berbahasa dengan baik.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
bercerita adalah kegiatan menuturkan cerita yang memberitahukan bagaimana
terjadinya suatu hal (Peristiwa,kejadian,kegiatan) yang dapat digunakan oleh
oran tua dan guru sebagaimana sarana mendidik dan membentuk kepribadian
anak serta menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak melalui penghayatan
terhadap makna dan maksut cerita.
d. Pentingnya Bercerita Bagi Anak
Bercerita merupakan salah satu dari sekian banyak teknik untuk
mengajarkan keterampilan berbicara pada anak. Melalui bercerita dapat melatih
keberanian anak di depan umum. Dengan bercerita anak terlatih untuk
menyampaikan gagasan, pendapat atau perasaan secara runtut berdasarkan
kenyataan terhadap apa yang dilihat dan dirasakan.
Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2008:20-21) bercerita menjadi sesuatu
yang penting bagi anak karena beberapa alasan, diantaranya yaitu; a) bercerita
merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna anak
disamping teladan yang dilihat anak setiap hari, b) bercerita merupakan metode
dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar keterampilan lain, yakni
berbicara, membaca, menulis, dan menyimak, c) bercerita memberi ruang lingkup
yang jelas pada anak untuk mengembangkan kemampuan bersimpati dan
berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang lain. Hal tersebut mendasari
anak untuk memiliki kepekaan sosial, d) bercerita memberi contoh pada anak
bagaimana menyikapi suatu permasalahan dengan baik, e) bercerita memberikan
barometer sosial pada ana
yang diberikan melalui penuturan dan perintah langsung, g) bercerita memberikan
ruang gerak pada anak, kapan sesuatu nilai yang berhasil ditangkap dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18 diaplikasikan, h) bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan
guru sebagai pencerita, seperti kedekatan emosional sebagai pengganti figur orang
tua, i) bercerita membangkitkan rasa tahu anak akan peristiwa atau cerita, alur,
plot, dan yang demikian itu menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan
sebab-akibat dari suatu peristiwa dan memberikan peluang bagi anak untuk
belajar menelaah kejadian- kejadian di sekelilingnya, j) bercerita membuat anak
joy in school dan memiliki kerinduan bersekolah, k) bercerita mendorong anak
anak dapat mengkonkretkan rabaan psikologis mereka.
e. Aspek Perkembangan dalam Bercerita
Melalui becerita seseorang dapat mencurahkan apa yang ada
dipikirannya secara lisan. Kegiatan bercerita ataupun membacakan cerita kepada
anak-anak dapat mengajari anak untuk dapat berpikir secara realistis.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Shapiro (1999:91) dalam Tadkiroatun
Musfiroh (2008:47) cerita dapat menunjukkan bagaimana seseorang secara
realistis memecahkan masalahnya. Dari pendapat yang dituliskan Shapiro
tersebut membawa pengaruh bahwa bercerita perlu dikembangkan. Selain itu
bercerita juga berpengaruh dalam berbagai aspek perkembangan anak. Aspek-
aspek tersebut diantaranya:
1) Aspek perkembangan bahasa
Bahasa diperoleh tidak dengan tiba-tiba melainkan melalui proses.
Perkembangan kemampuan berbahasa berjalan seiring dengan perkembangan
fisik, mental, intelektual dan sosialnya (Solchan T.W 2008:2.17).
Tahap perkembangan bahasa terbagi atas empat tahap yaitu: (1) tahap pralinguistik, pada tahap ini bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan semakin mendekati bunyi vokal atau konsonan tertentu. Tahap ini berlangsung dari anak lahir sampai berumur sekitar 12 bulan atau satu tahun, (2) tahap satu kata atau holofrasis, pada tahap ini anak menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang disampiakan. Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 12 sampai dengan 18 bulan. Kata yang diucapkan anak biasanya kata yang sudah dikenal dan dikuasai, (3) tahap dua kata, tahap ini berlangsung dari usia 18 bulan sampai dengan 24 bulan (2 tahun). Tahap ini kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat seiring dengan kematangan otak dan alat ucapnya, dan (4) tahap telegrafis, tahap ini terjadi antara usia 2 sampai dengan 3 tahun. Pada tahap ini anak telah menghasilkan ujaran dalam bentuk kalimat-kalimat pendek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2) Aspek perkembangan sosial
Aspek perkembangan sosial yang perlu dikembangkan dalam kegiatan
bercerita adalah: (1) kecakapan berkawan, (2) kecakapan berbuat baik, (3)
kecakapan berteman dan berbelas kasih (Moris, Taylor dan Wilson dalam
Tadkiratun Musfiroh 2008:57-58).
3) Aspek perkembangan emosi
Proses perkembangan anak akan maksimal jika anak tersebut mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan pertumbuhan intelektual dan kecakapan social
dan membina hubungan dengan orang lain (Cradell & Cradell, 2000) dalam
Tadkiroatun Musfiroh (2008:58). Melalui sosialisasi dapat memberikan
pengalaman pada anak bagaimana mengontrol emosi, memahami perasaan orang
lain dan menyadari konsekuensi dari apa yang dilakukan.
4) Aspek perkembangan moral
Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2008:65) cerita merupakan salah satu
metode pembelajaran moral yang sesuai untuk anak. Perkembangan moral anak
dipengaruhi oleh perkembangan intelektual dan penalaran.
5) Aspek perkembangan kognisi
Perkembangan kognitif anak ditunjukkan dengan perkembangan
kemampuan merencanakan, menggunakan strategi untuk mengingat dan mencari
solusi permasalahan (Brewer,1995:26) dalam Tadkiroatun Musfiroh (2008:64).
f. Macam-macam Teknik Bercerita
Keterampilan seseorang dalam berkomunikasi secara lisan salah satunya
dapat dilihat dari kemampuan bercerita. Dalam bercerita seseorang tidak asal
dalam bercerita. Kemampuan seseorang dalam bercerita dapat dilihat dari
ketertarikan orang lain terhadap apa yang diceritakannya serta bagaimana cara
berceritanya. Bagaimana eskspresi orang lain terhadap apa yang kita ceritakan
adalah salah satu tolak ukur dari bercerita.
Moeslikhatoen R. 1999 (http://ellafaridatizen.wordpres.com) menyatakan
ada beberapa teknik dalam bercerita, antara lain yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
1) Bercerita dengan membaca buku cerita.
Teknik ini dilakukan dengan cara kita sebagai pencerita menyampaikan
cerita melalui membacakan cerita yang ada dalam buku cerita. Aspek yang perlu
diperhatikan agar dalam bercerita dapat menarik diantaranya intonasi suara, cara
pelafalan kata atau kalimat, tempo, warna suara serta ekspresi yang
menggambarkan suasana cerita.
2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar.
Penggunakan gambar dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat
membantu dalam memusatkan perhatian terhadap cerita yang sedang
disampaikan. Disamping itu, ilustrasi gambar juga dapat membantu siswa agar
lebih mudah dalam menangkap pesan-pesan yang disampaikan dalam cerita.
3) Bercerita dengan menggunakan papan flanel.
Papan flanel digunakan dalam bercerita yang menekankan urutan
kejadian dan karakter tokohnya. Papan flannel merupakan media berupa papan
seperti papan tulis, yang dilapisi kain flannel yang dapat digunakan untuk
menempel gambar-gambar.
4) Bercerita dengan menggunakan media boneka.
Tokoh yang terlibat dalam suatu cerita, dapat ditampilkan melalui sosok
boneka. Boneka yang digunakan bisa berbentuk boneka manusia maupun boneka
binatang. Boneka tersebut digunakan untuk menunjukkan karakter atau watak dari
pemegang peran dalam cerita.
5) Bercerita dengan dramatisasi.
Dramatisasi dalm bercerita dilakukan untuk lebih menghidupkan watak
dari tokoh yang diceritakan. Misalnya ketika menceritakan seorang kakek yang
berjalan tertatih-tatih dengan membawa tongkat, maka pencerita menirukan
sebagaimana jalannya seorang kakek yang tertatih-tatih.
6) Bercerita dengan memainkan jari tangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Jari-jari digunakan sebagai alat untuk menggambarkan bentuk-bentuk
tertentu untuk mewakili tokoh dalam cerita seperti bentuk burung terbang, bentuk
kepala anjing ataupun untuk menggambarkan aktivitas tertentu.
Dari beberapa macam teknik dalam bercerita, peneliti menggunakan
teknik bercerita dengan membaca buku cerita, peneliti terlebih dahulu
menyampaikan dan membaca cerita kemudian ditirukan oleh siswa
g. Aspek-aspek Penilaian Pembelajaran Bercerita
Burhan Nurgiyantoro (2001: 276) menyebutkan bahwa tes kemampuan
berbicara perlu mempertimbangkan unsur ekstralinguistik, yaitu sesuatu yang
disampaikan di dalam bahasa. Pengabaian unsur ekstralinguistik dalam tugas ini
berarti tidak menyadari fungsi bahasa. Tingkatan tes berbicara berlainan dengan
tindakan tes kemampuan berbahasa lainnya. Sebab aktivitas berbicara tidak
semata-mata berhubungan dengan aspek kognitif, melainkan juga aspek
psikomotorik. Dengan demikian, dalam tugas berbicara, yang lebih dilihat dari
segi aktivitas dan kemampuan kognitif yang lebih dilihat dari segi isi atau gagasan
yang terungkap melalui bahasa. Oleh karena itu, penilaian yang harus dilakukan
hendaknya juga mencakup dua aspek tersebut. Aspek keterampilan terutama
dilihat dari segi kelancaran dan kewajaran gerakan, sedang dari aspek kognitif
dilihat dari segi keakuratan informasi, hubungan antar informasi, ketepatan
struktur dan ketetapan kosa kata.
Cara untuk mengukur kemampuan berbicara dapat dilakukan melalui
berbagai tingkat. Burhan Nurgiyantoro (2001: 291-292) menjelaskan tingkatan-
tingkatan tersebut. Pertama tes kemampuan berbicara tingkat ingatan. Pada tingkat
ini umumnya lebih bersifat teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan
tugas berbicara, misalnya tentang pengertian, fakta, dan sebagainya. Kedua tes
tingkat pemahaman seperti halnya dengan tes tingkat kemampuan berbicara
tingkat pemahaman juga masih bersifat teoritis, menanyakan berbagai masalah
yang berhubungan dengan tugas berbicara. Tes tingkat pemahaman dapat pula
dimasukkan untuk mengungkap kemampuan siswa secara lisan. Ketiga, tes
tingkat penerapan. Pada tingkat ini tidak lagi bersifat teoritis, melainkan
menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22 mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk berbicara dalam berbagai
situasi dan masalah tertentu.
Tingkatan-tingkatan tes di atas tentunya harus memenuhi berbagai aspek
yang ada dalam penilaian kemampuan berbicara, seperti tekanan/intonasi,
kelancaran, hubungan antara unsur, keakuratan, ketepatan struktur dan kosakata,
seta kewajaran urutan. Kemudian menurut Joko Brivitas dan Gordon (dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2001: 290), masing-masing aspek tersebut diberi bobot
dengan skala masing-masing 0 sampai dengan 10. Namun penskalaan yang
digunakan mereka kurang terperinci. Nilai tersebut kurang memberi gambaran
yang sistematik tentang kemampuan berbicara.
Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan bercerita adalah
tes unjuk kerja yang dihadapi dengan lembar penilaian observasi (pengamatan)
terhadap kemampuan bercerita siswa. Pengamatan dilakukan sewaktu siswa
tampil di depan kelas. Alat penilaian yang terdiri dari komponen-komponen
tekanan tata bahasa, kosakata, kelancaran, dan pemahaman. Penilaian tiap
komponen tersebut disusun secara berskala 1 sampai 5, skor 1 berarti sangat
kurang, sedang skor 5 berarti sangat baik (lihat tabel 1)
Tabel 1. Pedoman penilaian keterampilan bercerita
No Nama Siswa Aspek Yang Dinilai Jumlah
Skor Nilai
Akhir Ketuntasan
I II III IV V
Jumlah
Nilai rata-rata
Nilai di bawah 65
Nilai di atas 65
Ketuntasan klasikal
Diadopsi dari Brooks (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 26)
Keterangan :
I. Lafal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23 Kemampuan mengucapkan bunyi (vocal, konsonan) secara tepat dapat
dinilai dengan indikator :
5 = Pengucapan sudah mendekati standar dan sudah tidak terlihat adanya
pengaruh bahasa asing atau daerah.
4 = Pengucapan jelas dan mudah dipahami.
3 = Pengucapan dapat dipahami.
2 = Pelafalan kurang tepat sehingga sesekali timbul salah pengertian dari
pendengar.
1 = Kesalahan pelafalan terlalu banyak, menhendaki untuk selalu diulang.
II. Intonasi / Tekanan
Naik dan turunnya suara, ketepatan penekanan suku kata, jeda dan ketepatan
lafal dapat dinilai dengan indikator :
5 = Tidak terjadi salah penekanan kosakata yang mencolok, mendekati ucapan
standar.
4 = Intonasi tepat dan tidak menyebabkan kesalahpahaman.
3 = Penekanan kosa kata sering salah / kurang tepat.
2 = Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman,
menghendaki untuk selalu diulang.
1 = Intonasi/penekanan yang tidak tepat sering tidak dapat dipahami.
III. Tata Bahasa
Ketepatan bahasa dan ketepatan ekspresi yang mencerminkan bahwa
orang pembicara memahami bahasa yang dipergunakannya, dapat dinilai dengan
indikator :
5 = Hampir tidak terjadi kesalahan tata bahasa.
4 = Terdapat sedikit kesalahan tata bahasa dan atau susunan kata, tetapi tidak
mengaburkan arti.
3 = Sering terdapat kesalahan tata bahasa dan susunan kata, sehingga sesekali
mengaburkan arti.
2 = Terdapat kesalahan tata bahasa dan susunan kata yang menyebabkan
pembicaraannya sukar dipahami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24 1 = Kesalahan tata bahasa dan susunan kata sangat banyak sehingga mengaburkan
arti dan pembicaraannya sangat sulit dipahami.
IV. Struktur
Kemampuan mengucapkan kata-kata yang tepat dan urut dapat dinilai
dengan indikator :
5 = Pengucapan kata-kata dilakukan dengan tepat dan urut.
4 = Pengucapan kata-kata sudah urut, tetapi masih sering diulang.
3 = Sering mengucapkan kata terbalik-balik dan diulang.
2 = Adanya kesalahan pengucapan kalimat sehingga makna pembicaraan tidak
urut.
1 = Pengucapan kata-kata sering tidak urut, sehingga pembicaraannya tersendat-
sendat dan tidak tepat.
V. Kelancaran/kewajaran
Kelancaran atau kewajaran pembicaraan dapat dinilai dengan indikator :
5 = Pembicaraan sangat lancar dan terkesan tidak dibuat-buat (wajar).
4 = Pembicaraan lancar dan wajar, tetapi sesekali masih kurang ajek.
3 = Pembicaraan sering terdengar ragu, sehingga kalimat tidak lengkap.
2 = Pengucapan sangat lambat, kecuali untuk kalimat pendek dan sering
diucapkan.
1 = Pembicaraan selalu terhenti dan putus-putus.
Selanjutnya untuk mencari nilai setiap siswa dapat menggunakan teknik
penilaian yang dikembangkan oleh FSI (Foreign Service InstituteI) (Oller dalam
Yuli Hesti Wahyuningsih, 2008: 26) sebagai berikut :
1. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam berbicara berkisar antara 1 sampai dengan
5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2
berarti kurang dan nilai 1 berarti kurang sekali.
2. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur
penilaian yang diperoleh siswa.
3. Nilai akhir siswa diolah dengan menggunakan rumus :
=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25 4. Presentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
60 100% = Presentase tingkat
keberhasilan
2. Hakikat Cerita Rakyat
a. Pengertian Cerita Rakyat
Karya sastra lahir sejak manusia belum mengenal tulisan. Cara
penyampaian karya sastra waktu itu adalah dengan cara lisan sehingga karya
tersebut dinamakan karya sastra lisan yang dalam bentuknya terbagi atas puisi dan
prosa. Salah satu karya sastra yang beerbentuk prosa adalah cerita rakyat. Cerita
rakyat merupakan karya sastra yang berbentuk lisan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002: 210) cerita rakyat adalah cerita dari zaman dahulu yang hidup di
kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan.
Cerita rakyat adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang masih dan
berkembang di setiap daerah (Athailah, 1983 : 3). Dalam sastra rakyat atau sastra
lisan ini terungkap berbagai aktivitas berbahasa untuk mewujudkan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat. Cerita rakyat memiliki ciri-ciri khusus yang dapat
mempermudah dalam proses identitasnya dalam suatu kolektif tertentu cerita
khusus dari rakyat terletak pada sifatnya yang tradisional, yaitu disebarkan dari
seseorang kepada orang lain secara turun-temurun tanpa penekanan tuntutan akan
sumber aslinya sebab penyebarannya secara oral. Dalam proses penyebarannya
cerita rakyat dituturkan oleh seseorang dan didengarkan oleh orang lain, kemudian
orang tersebut mengulang cerita yang didengarkannya kepada orang lain lagi
sejauh dia dapat mengingat urutan isinya dengan atau tanpa tambahan yang dibuat
oleh penuturannya yang baru. Hal ini menjadikan cerita rakyat tidak memiliki
bentuk yang tetap sebab tersimpan dalam ingatan yang mengalami proses
interpolasi
b. Macam-macam Cerita Rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26 Di samping itu cerita rakyat juga memiliki bentuk-bentuk antara lain :
mite, legenda, dongeng. Ketiga bentuk tersebut pada dasarnya hampir sama,
perbedaannya terletak pada tokoh cerita dan kebenaran ceritanya. Mite adalah
cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh empunya
cerita. Tokoh dalam mite adalah para dewa atau makhluk setengah dewa.
Peristiwa terjadi di dunia lain atau dunia yang bukan seperti yang kita kenal
sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Mite Adela ceria racist yang mempunyai
latar belakang masalah sejarah, dipercaya oleh masyarakat sehingga cerita yang
benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib dan
umumnya ditokohi oleh para dewa (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:
749).
Bascom dalam James Danandjaja (1997: 51) menyatakan bahwa pada
umumnya mite mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk, khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, petualangan
para dewa, kisah percintaan dewa, hubungan kekerabatan dewa, kisah perang para
dewa dan sebagainya. Koentharaningrat mengemukakan pendapat yang hampir
sama dengan Bascom bahwa mite adalah cerita mengenai kerajaan-kerajaan di
Jawa yang sifatnya setengah historis dan pada umumnya dimulai dengan cerita
penciptaan bumi dan manusia.
Mite menurut James Danandjaja (1997: 52) dibagi menjadi dua
berdasarkan tempat asalnya, (1) mite asli Indonesia, biasanya menceritakan
terjadinya alam semesta (cosmogony), terjadinya susunan para desa, dunia dewata
(pantheon), terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan (culture
hero) dan terjadinya makanan pokok seperti beras untuk pertama kalinya; (2) mite
dari luar negeri pada umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut,
sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Hal ini disebabkan telah mengalami
proses adaptasi dan akulturasi dengan budaya Indonesia.
Dongeng adalah cerita rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi,
bersifat khayal dan tidak terikat waktu maupun tempat, tokoh ceritanya adalah
manusia, binatang dan makhluk halus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2002: 274) dongeng adalah (1) cerita tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27 aneh atau cerita yang tidak terjadi benar, (2) perkataan atau berita yang bukan-
bukan atau tidak betul. Dongeng umumnya berupa cerita pendek tentang
peristiwa, kejadian, perbuatan dan pengalaman pribadi seseorang yang disertai
dengan petualangan yang aneh dan ajaib bersifat khayal dan tidak mungkin
terjadi.
Dongeng dapat dibagi menjadi 4 golongan besar yaitu, (1) dongeng
binatang (animal tales) yakni dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan liar,
bentuk khusus dongeng binatang adalah fable yang mengandung ajaran moral; (2)
dingeng biasa (ordinary folk tales) yakni dongeng yang ditokohi manusia dan
biasanya adalah kisah suka duka seseorang; (3) lelucon dan anekdot (jakes and
anecdotes) lelucon adalah kisah lucu suatu anggota suatu kolektif berupa sifat atau
tabiatnya sehingga menyebabkan tertawa, sedangkan anekdot adalah kisah lucu
pribadi seseorang atau beberapa tokoh yang benar-benar ada; (4) dongeng
berumus (formula tales) dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan-
pengulangan atau berantai.
Terdapat beberapa bentuk dari dongeng berumus yaitu : (a) dongeng
berstruktur banyak atau berantai yaitu dongeng yang dibentuk dengan cara
menambah keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita; (b)
dongeng untuk mempermainkan perang yaitu cerita fiktif yang diceritakan khusus
untuk memperdayai orang karena dengan apa yang diceritakan dalam dongeng
tersebut akan menyebabkan pendengar mengeluarkan pendapat yang bodoh; (c)
dongeng yang tidak mempunyai akhir yaitu dongeng yang jika diteruskan tidak
akan sampai batas akhir.
Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi
tidak dianggap suci. Tokoh dalam legenda adalah manusia biasa yang mempunyai
kemampuan yang luar biasa dan sering kali dibantu oleh makhluk ajaib. Legenda
adalah cerita dari zaman dahulu yang bertalian dengan peristiwa yang sungguh-
sungguh terjadi, bersifat sekuler, terjadi pada masa yang belum terlalu lama dan
bertempat di dunia seperti yang kita kenal sejarah (dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2002: 651). James Danandjaja (1997: 66) menyatakan bahwa legenda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28 adalah cerita prosa rakyat yang dianggap empunya cerita sebagai kejadian yang
sungguh-sungguh terjadi.
Panuti Sudjiaman (1988: 48) menyatakan bahwa legenda dipandang
sebagai sejarah kolektif yang telah mengalami distorsi. Hal ini terjadi karena
penyebarannya yang bersifat lisan dan orang merasa bebas mengubah kisah
tersebut. Legenda biasanya bersifat migratoris, yakni dapat berpindah-pindah
sehingga dikenal di daerah-daerah berbeda yang wilayahnya sangat luas. Ada
empat macam legenda yaitu : (1) legenda keagamaan (religius legends); (2)
legenda alam gaib (supernatural legends); (3) legenda perseorangan (personal
legends); (4) legenda tempat (local legends).
Cerita rakyat baik mite, dongeng maupun legenda dalam penceritaannya
selalu memiliki motif cerita, yaitu unsur cerita yang menonjol dan sifatnya tidak
biasa. Unsur-unsur itu dapat berupa benda, misalkan tongkat wasiat, hewan yang
dapat berbicara, suatu konsep misalkan larangan atau tabu, perbuatan seperti ujian
ketangkasan, penipuan terhadap suatu tokoh, tipe-tipe orang tertentu dan sifat
struktur tertentu.
Langkah-langkah pembelajaran bercerita rakyat adalah sebagai berikut: a)
terlebih dahulu siswa memperhatikan penjelasan guru tentang hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam bercerita cerita rakyat misalnya penggunaan lafal yang jelas
saat bercerita, intonasi/ketepatan penekanan suku kata, tata bahasa/ketepatan
bahasa dan ucapan, struktur kata/pengucapan kata-kata yang tepat dan urut dan
kelancaran/kewajaran bercerita, b) kemudian guru mendemonstrasikan bercerita
cerita rakyat di depan siswa, c) guru membagikan sebuah cerita rakyat kepada
siswa dan menyuruh siswa untuk mempelajari isi cerita tersebut, d) guru
menyuruh siswa secara bergiliran untuk menceritakan cerita rakyat yang baru saja
dipelajarinya di depan kelas dengan menggunakan bahasanya sendiri, e) guru
membimbing siswa dalam bercerita cerita rakyat di depan kelas dan siswa yang
lain mengamati, f) pengarahan dan pemberian reward kepada siswa yang
bercerita dengan bagus, g) guru bersama siswa kemudian bersama-sama
menyimpulkan isi atau pesan moral yang terkandung di dalam cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29 Cukup banyak nilai budaya dalam cerita rakyat yang diciptakan oleh
nenek moyang kita, dan masih dilestarikan sampai sekarang. Keragaman yang ada
di setiap daerah nusantara akan dapat mempererat rasa persatuan bangsa. Cerita
rakyat yang disebarkan dalam bentuk tuturan pada umumnya mengandung
beberapa fungsi tertentu. William R Bascom (dalam Tashadi, 1982: 49)
menyatakan bahwa cerita rakyat mempunyai empat fungsi, yaitu : sebagai sistem
proyeksi, yakni mencerminkan angan-angan kelompok, sebagai alat pengesahan
pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan, sebagai alat
pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat dipatuhi.
Dari empat fungsi cerita di atas, terdapat tiga fungsi lagi yaitu (1) Sebagai
alat untuk menunjukkan superioritas; (2) untuk mencela orang lain secara tidak
langsung, dan (3) sebagai alat protes (Suripan Sadi Hutomo 1995: 47-50). Cerita
rakyat dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan kebudayaan. Melalui
cerita rakyat yang diceritakan kembali, maka anak-anak suatu bangsa didik untuk
mengenal budayanya sendiri dan dari sini dapat mengambil serta menerjemahkan
simbol-simbol yang ada di dalamnya.
Cerita rakyat juga digunakan sebagai alat pembangkit semangat. Cerita
binatang banyak digunakan sebagai alat untuk membangkitkan semangat ini,
misalnya cerita Kancil. Cerita ini dapat dimanfaatkan untuk mendidik anak-anak
agar menjadian anak yang cerdas sehingga dapat menyelesaikan masalah yang
besar sekalipun. Selain beberapa fungsi di atas cerita rakyat juga mempunyai
fungsi menghibur. Cerita ini berguna untuk melipur hati yang lara.
Berdasarkan pendapat diatas cerita rakyat adalah sebuah karya sastra
berbentuk lisan yang terbagi ke dalam mite, dongeng, dan legenda yang semuanya
dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bercerita.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian peningkatan keterampilan bercerita dengan menggunakan
cerita rakyat pada siswa kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Wonogiri ini tidak terlepas atau mengacu dari penelitian
sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Yuli Rus Indarti (2009) yang berjudul edia Gambar Berseri Untuk
Meningkatkan Kemampuan Bercerita Bagi Siswa Tuna Grahita Ringan Kelas V
SDLB Negeri Boyolali Dari hasil penelitian ini dapat dapat disimpulkan bahwa
kemampuan bercerita siswa tuna grahita ringan meningkat dengan menggunakan
media gambar berseri. Hal tersebut dapat terbukti dari hasil peningkatan nilai rata-
rata kemampuan bercerita siklus I 55, siklus II 65 dan siklus III 78,33.
Ardining Yositawati Upaya Meningkatkan
Keterampilan Bercerita melalui Media Gambar pada siswa kelas III SD Negeri
Karangasem 1 Laweyan Surakarta
bahwa penggunaan media gambar dalam pembelajaran bercerita dapat
meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas III SD Negeri Karangasem I
Laweyan Surakarta. Hal tersebut dapat terbukti dari hasil peningkatan nilai rata-
rata keterampilan bercerita Siklus I nilai rata-rata keterampilan bercerita adalah
63,75 dan Suklus II nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa meningkat menjadi
73,50.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan pelajaran cukup sulit bagi
siswa SD, terutama pada pembelajaran berbicara. Siswa SD sebagian besar malu
bahkan tidak mau diperintah guru untuk maju ke depan kelas anak berbicara di
depan teman-teman mereka. Hal ini disebabkan karena dalam pembelajaran
bercerita guru monoton dan hanya menggunakan buku paket dari sekolah saja
Hal ini menyebabkan kemampuan siswa dalam keterampilan bercerita menjadi
rendah.
Oleh karena itu peneliti berinisiatif untuk menggunakan cerita rakyat
dalam keterampilan bercerita siswa, apalagi cerita rakyat yang digunakan adalah
tentang Asal-Usul Nama Wonogiri karena Wonogiri adalah tempat mereka
tinggal maka akan meningkatkan keterampilan bercerita sehingga siswa akan
lebih bersemangat dan dapat mencapai nilai di atas KKM yang berlaku. Peneliti
menggunakan pembelajaran cerita rakyat asal usul Wonogiri untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31 meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Selain menggunakan cerita rakyat
Asal Usul Nama Wonogiri, juga menggunakan cerita rakyat yang dibawa
masing-masing siswa dari rumah.
Dengan cerita rakyat tersebut diharapkan keterampilan bercerita akan
meningkat karena cerita rakyat yang dibawa dari rumah tentunya cerita yang
telah dipilih oleh siswa sendiri dan sesuai dengan porsi dan kemampuan yang
mereka miliki dalam menceritakan kembali.
Berdasarkan uraian diatas kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka berpikir
SISWA :
Keterampilan bercerita siswa menjadi rendah
Siklus I
Dalam keterampilan bercerita guru menggunakan cerita rakyat yang berjudul Asal Usul Nama Wonogiri, keterampilan bercerita siswa meningkat
GURU :
Dalam pembelajaran bercerita guru monoton dan hanya mengggunakan buku paket dari sekolah saja
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
Dalam keterampilan bercerita guru menggunakan cerita rakyat
Siklus II
Dalam keterampilan bercerita guru menggunakan cerita rakyat yang dibawa masing-masing siswa dari rumah, keterampilan bercerita meningkat
Melalui cerita rakyat dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa
KONDISI
AKHIR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
D. Hipotesis
Dengan berpedoman pada peningkatan kemampuan belajar Bahasa
Indonesia melalui bercerita yang didasarkan pada landasan teori dan kerangka
berpikir, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah : bahwa melalui pembelajaran
cerita rakyat dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas V SD Negeri
Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran
2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Wonogiri. Alasan Peneliti memilih SD Negeri Temboro III
sebagai tempat penelitian adalah karena mempertimbangkan kemudahan
kerjasama antara peneliti, pihak sekolah, dan objek yang diteliti serta
penghematan waktu dan biaya karena lokasi penelitian yang dekat dengan rumah
peneliti pengajar.
Penelitian akan dilaksanakan pada semester genap bulan Mei tahun
pelajaran 2010/1011. Tahap persiapan hingga pelaporan hasil penelitian akan
dilakukan selama enam bulan, yakni mulai bulan Januari 2011 sampai Juni 2011.
B. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V SD
Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa sebanyak 10 siswa putri dan 14 siswa
putra
C. Sumber Data
Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah:
1. Informasi data yang diperoleh dari narasumber yang terdiri dari siswa kelas V
SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri yang
berjumlah 24 siswa dan guru kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan
Karang Tengah Kabupaten Wonogiri.
2. Arsip dan Dokumen, arsip berupa kurikulum tingkat satuan pendidikan,
sedangkan dokumen berupa data nilai kemampuan bercerita yang digunakan
sebagai data nilai awal siswa kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan
Karang Tengah Kabupaten Wonogiri sebelum dilakukan tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34 3. Hasil observasi pembelajaran bercerita melalui cerita rakyat pada siswa kelas
V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan empat teknik pengumpulan data yang terdiri
dari; 1) dokumentasi; 2) wawancara; 3) observasi; 4) tes.
1. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2010 : 274) dokumentasi yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh berbagai arsip atau data
berupa Silabus kelas V, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan daftar
nilai kemampuan Bahasa Indonesia kelas V SD Negeri Temboro III
Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri.
2. Observasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2010 : 146) observasi adalah suatu kegiatan
pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera.
Observasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah siklus penelitian
berlangsung untuk mengetahui perkembangan kemampuan bercerita dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia. Observasi ini dilaksanakan kepada siswa
tentang aktivitas siswa dan dilaksanakan pada Januari minggu ketiga. Pada
penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengajar. Peneliti meminta bantuan
observer untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Observer
sebagai pengamat jalannya pembelajaran adalah guru kelas V.
3. Tes, dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan perkembangan
kemampuan bercerita. Tes bercerita dalam penelitian ini diberikan pada siswa
kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang Tengah Kabupaten
Wonogiri dalam bentuk tes lisan. Aspek yang dinilai adalah a) lafal yang jelas
saat bercerita, b) intonasi/ketepatan penekanan suku kata, c) tata
bahasa/ketepatan bahasa dan ucapan, d) struktur/kemampuan mengucapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kata-kata yang tepat dan urut, e) kelancaran atau kewajaran bercerita.
Penilaian tiap komponen tersebut disusun secara berskala 1 sampai 5, skor 1
berarti kurang sedangkan skor 5 berarti sangat baik. Adapun cara
melaksanakan tes lisan keterampilan bercerita ini adalah dengan terlebih
dahulu guru membaca dan memberikan contoh bercerita sedangkan siswa
menyimak dan memperhatikan. Setelah itu siswa ditunjuk oleh guru untuk
bercerita di depan kelas secara bergantian dengan durasi waktu yang telah
ditentukan yaitu 6 menit bercerita tiap siswa. Pada saat siswa bercerita, guru
memegang lembar penilaian untuk menilai keterampilan bercerita siswa.
E. Validitas Data
Semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang
sebenarnya diukur atau diteliti. Untuk memperoleh data yang valid dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan
teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif.
Artinya untuk menarik simpulan yang mantap dan bisa diterima kebenarannya,
peneliti perlu mengkajinya dari berbagai sudut pandang (Sutopo, H. B., 2002: 78).
Adapun teknik-teknik uji validitas yang dilakukan peneliti adalah sebagi berikut:
1) Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data
yang diperoleh dari satu informan dengan informan yang lain. Data yang sama
atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dan dikomparasikan
dari beberapa sumber data yang berbeda. Dalam hal ini kegiatan yang
dilakukan peneliti adalah membandingkan data/informasi nilai keterampilan
bercerita dari guru kelas V dan siswa.
2) Triangulasi metode, yaitu peneliti mengumpulkan data sejenis dengan
menggunakan metode/teknik pengumpulan data yang berbeda. Hal yang
dilakukan peneliti adalah membandingkan data yang telah diperoleh dari
beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda kemudian dapat ditarik
kesimpulan data yang lebih kuat validitasnya, yaitu peneliti membandingkan
data yang terkumpul dari teknik observasi dan tes lisan untuk dicari persamaan
dan perbedaannya sehingga data benar-benar mendekati kevalidan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
F. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud analisis data adalah cara mengelola data yang sudah
diperoleh dari dokumen. Agar hasil penelitian dapat terwujud sesuai dengan
tujuan yang diharapkan maka dalam menganalisis data penelitian ini
menggunakan teknik trianggulasi. Untuk menguji validitas data adalah cara
mengelola data yang sudah diperoleh dari dokumen. Agar hasil penelitian dapat
terwujud sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka dalam menganalisis data
penelitian ini menggunakan analisis model interaktif Milles dan Huberman.
Kegiatan pokok analisa model ini meliputi : reduksi data, penyajian data,
kesimpulan-kesimpulan penarikan / verifikasi (Milles dan Huberman, 2007: 20).
Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Menurut Milles dan Huberman (2007 : 16) Reduksi data yaitu proses
pemilihan perhatian pada penyederhaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan, reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan dengan
cara sedemikian sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasi. Data yang direduksi dalam penelitian ini disederhanakan dan
mengarah pada pengetahuan mengenai seberapa jauh keterampilan menulis
siswa saja, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Penyajian Data
Menurut Milles dan Hubberman (2007: 17) Penyajian data yaitu
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan penelitian
penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama
bagi analisis kualitatif yang valid. Untuk menampilkan data-data tersebut agar
lebih menarik maka diperlukan penyajian yang menarik pula. Dalam
penyajian ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara visual misalnya,
gambar, grafik, chart netmork, diagram, matrik, dan sebagainya.
3. Kesimpulan-kesimpulan : Penarikan / Verifikasi
Menurut Milles Huberman (2007:19) Setelah data-data direduksi,
disajikan langkah terakhir adalah dilakukannya penarikan kesimpulan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
penarikan / verifikasi. Data-data yang telah didapatkan dari hasil penelitian
kemudian diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian
dari konvigurasi utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi
selama penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu : pemeriksaan tentang
benar dan tidaknya hasil laporan penelitian. Sedang kesimpulan adalah
tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat diuji
kebenarannya, kekokohannya merupakan validitasnya.
Berdasarkan uraian di atas maka reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan / verifikasi sebagai suatu yang jalin-menjalin pada saat
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar,
untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Kegiatan
pengumpulan data itu sendiri merupakan siklus dan interaktif.
Oleh karena penelitian ini sifatnya kualitatif maka diperlakukan adanya
objektifitas, subjektivitas, dan kesepakatan intersubjektifitas dari peneliti agar
hasil penelitian tersebut mudah dipahami bagi para pembaca secara
mendalam. Teknik pengumpulan data pada gambar 2 sebagai berikut :
Dari bagan tersebut diatas, langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini
adalah :
1. Melakukan analisis awal, bila data yang didapat dikelas sudah cukup data
dikumpulkan.
2. Mengembangkan bentuk sajian data dengan menyusun coding dan matrik
yang berguna untuk penelitian selanjutnya.
Pengumpulan Data
(Data Collecぼon)
Reduksi Data
(Data Reducぼon)
Penyajian Data
(Data Display)
Kesimpulan-Kesimpulan
Penarikan / VerifikasiGambar 2 : Komponen-Komponen Analisis Data : Model Interaktif
(Milles Huberman, 2007:19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38 3. Melakukan analisis data di kelas dan mengembangkan matrik antar unsur.
4. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitan.
5. Merumuskan kebijakan sebagai bagian dari pengembangan saran dalam
laporan akhir penelitian.
G. Indikator Kinerja
Indikator kinerja perlu dikemukakan atau dirumuskan sebagai tolak ukur
keberhasilan penelitian yang dilakukan. Indikator kinerja merupakan rumusan
kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau
keefektifan penelitian (Sarwiji Soewandi, 2009: 61).
Indikator yang ingin dicapai yaitu meningkatkan kemampuan bercerita
melalui cerita rakyat pada siswa kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan
Karang Tengah Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011. Indikator
tercapainya keterampilan bercerita siswa tersebut pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian
No. Aspek yang Dinilai Presentase Pencapaian Cara Mengukur
1. Hasil keterampilan siswa dalam bercerita:
a. Lafal yang jelas saat bercerita.
b. Ketepatan penekanakan suku kata.
c. Ketepatan bahasa dan ketepatan ucapan.
d. Kemampuan mengucapkan kata-kata yang tepat dan urut.
e. Kelancaran atau kewajaran bercerita.
75% dari jumlah siswa mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 65
Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti kemudian dihitung dari jumlah skor yang didapat siswa dari aspek bercerita: lafal, intonasi/tekanan, tata bahasa, struktur, kelancaran atau kewajaran dan pemahaman isi cerita yang disajikan. Serta dihitung juga dari jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 65.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
H. Produser Penelitian
Prosedur penelitian adalah suatu rangkaian tahap-tahap penelitian dari
awal sampai akhir. Prosedur penelitian ini meliputi (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi (Suharsimi Arikunto, dkk 2010:1).
Berikut ini prosedur penelitian yang akan dilaksanakan :
1. Rancangan Siklus Pertama (Siklus I)
a. Perencanaan
Langkah-langkah dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan pokok bahasan yaitu keterampilan bercerita melalui cerita
rakyat pada siswa kelas V SD Negeri Temboro III Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Wonogiri.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Bahasa Indonesia
dengan materi keterampilan bercerita melalui cerita rakyat.
3) Mempersiapkan cerita rakyat untuk pembelajaran yaitu cerita rakyat
dengan judul Asal-Usul Nama Wonogiri.
4) Mempersiapkan cara menganalisis data mengenai proses dan hasil
tindakan perbaikan yaitu dengan menyusun lembar observasi bagi guru
maupun peserta didik selama pembelajaran.
5) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus I ini direncanakan dalam 2x
pertemuan, masing-masing pertemuan mempelajari tentang keterampilan
berbicara.
1) Siswa menyimak penjelasan dari guru terkait materi tentang cerita rakyat.
2) Siswa menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bercerita cerita
rakyat.
3)
4) Guru membacakan dan memberi contoh cara bercerita rakyat Asal Usul
Nama Wonogiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
5) Siswa menyimak dan memperhatikan guru pada saat guru membaca dan
memberi contoh
6) Guru menunjuk siswa untuk bercerita ke depan kelas secara bergiliran
dengan durasi waktu 6 menit tiap siswa.
7) Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan bercerita
siswa oleh guru secara individu
8) Siswa yang lain mengamati siswa yang lain saat bercerita cerita rakyat di
depan kelas.
c. Observasi
Melakukan pengamatan/observasi yaitu dengan mengamati proses
pembelajaran aktivitas peserta didik selama pembelajaran. Observasi yang
dilakukan adalah observasi terhadap guru dalam pembelajaran bercerita melalui
cerita rakyat dan observasi terhadap siswa yang meliputi keaktifan dan perhatian
siswa. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan
peneliti. Penilaian obervasi guru antara lain adalah kegiatan pra pembelajaran
yaitu menyiapkan ruang alat bantu belajar dan sumber belajar dan melaksanakan
tugas harian kelas. Kegiatan awal yaitu memulai kegiatan pembelajaran,
melaksanakan KBM yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, melaksanakan
kegiatan pembelajaran dalam urutan yang logis. Kegiatan inti yaitu penguasaan
materi pembelajaran, pendekatan atau strategi yang digunakan, pemanfaatan
sumber atau media pembelajaran, pelibatan siswa pada saat pembelajaran,
penilaian proses, penggunaan bahasa pada dan untuk kegiatan akhir yaitu
melaksanakan penilaian selama proses pembelajaran, melaksanakan penilaian
pada akhir pembelajaran. Untuk observasi siswa yang dinilai adalah keaktifan
dan perhatian siswa. Keaktifan siswa meliputi mengajukan pertanyaan,
mengajukan pendapat dan mengerjakan tugas. Sedangkan untuk perhatian siswa
meliputi menyimak penjelasan guru, menunjukkan antusias dalam pembelajaran
dan tidak ramai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
d. Refleksi
Hasil yang diperoleh dari tindakan siklus I melalui pengamatan dan
penilaian hasil keterampilan bercerita kemudian dianalisis. Hal ini digunakan
sebagai langkah yang dilakukan pada siklus berikutnya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I ditemukan adanya
permasalahan dalam proses pembelajaran yang perlu dicari solusinya.
Permasalahan tersebut antara lain: 1) pada saat berlangsungnya pembelajaran
bercerita, siswa terlihat belum sepenuhnya aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Mereka lebih banyak bercanda dengan temannya atau melakukan kegiatan lain. 2)
siswa kurang menyimak penjelasan yang diberikan guru, sehingga dalam
pelaksanaan pembelajaran ada beberapa siswa yang bertanya tentang apa yang
harus dilakukan, 3) masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
bercerita, terbukti saat tes unjuk kerja keterampilan bercerita banyak siswa yang
kurang percaya diri. Selain itu, siswa dalam bercerita masih banyak yang
tersendat-sendat bahkan ada pula yang terdiam mengingat-ingat apa yang akan
diutarakan.
Tindakan yang dilakukan pada siklus I dikatakan berhasil mencapai
indikator ketercapaian siklus I yaitu 70 % dari keseluruhan siswa kelas V yang
memperoleh KKM > 65 dari keterampilan bercerita. Dari hasil tes keterampilan
bercerita baru terdapat 12 orang atau 50 % siswa yang memperoleh nilai sesuai
dengan KKM yang ditetapkan. Oleh karena belum tercapainya indikator yang
diharapkan dan ditemukannya hambatan, perlu dilakukan siklus II sebagai
langkah perbaikan dalam proses pembelajaran pada siklus I.
2. Rancangan Siklus Kedua (Siklus II)
a. Perencanaan
Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan bercerita cerita
rakyat yang didasarkan pada hasil refleksi pada siklus I. Rencana perbaikan pada
siklus II ini dilaksanakan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1) Mengidentifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif
pemecahan masalah.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Bahasa
Indonesia materi keterampilan bercerita melalui cerita rakyat.
3) Mempersiapkan cerita rakyat.
4) Mempersiapkan menganalisis data mengenai proses dan hasil
tindakan perbaikan yaitu dengan menyusun lembar observasi bagi
guru maupun peserta didik selama pembelajaran
5) Memperbaiki format evaluasi pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan
Perbedaan pelaksanaan tindakan pada siklus II adalah adanya perbaikan
berdasarkan hasil refleksi pada siklus I yaitu pada proses pembelajaran maupun
pada soal instrumennya.
Langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:
1) Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang
telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
2) Tanya jawab siswa dengan guru terkait tentang teknik bercerita
cerita rakyat.
3) Siswa ditanya tentang contoh-contoh cerita rakyat.
4) Siswa menyimak penjelasan dari guru terkait materi tentang teknik
bercerita cerita rakyat.
5) Guru menunjuk siswa untuk bercerita ke depan kelas secara
bergiliran dengan durasi waktu 6 menit tiap siswa.
6) Dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan
berbicara siswa oleh guru secara individu
7) Siswa yang lain mengamati siswa yang lain saat bercerita cerita
rakyat di depan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
c. Observasi
Melakukan pengamatan/observasi yaitu dengan mengamati proses
pembelajaran aktivitas peserta didik selama pembelajaran. Observasi yang
dilakukan adalah observasi terhadap guru dalam pembelajaran bercerita melalui
cerita rakyat dan observasi terhadap siswa yang meliputi keaktifan dan perhatian
siswa. Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan
peneliti. Penilaian observasi guru antara lain adalah pada kegiatan pra
pembelajaran yaitu menyiapkan ruang alat bantu belajar dan sumber belajar dan
melaksanakan tugas harian kelas. Kegiatan awal yaitu memulai kegiatan
pembelajaran, melaksanakan KBM yang sesuai dengan tujuan pembelajaran,
melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam urutan yang logis. Kegiatan inti
yaitu penguasaan materi pembelajaran, pendekatan atau strategi yang digunakan,
pemanfaatan sumber atau media pembelajaran, pelibatan siswa pada saat
pembelajaran, penilaian proses, penggunaan bahasa dan untuk kegiatan akhir
yaitu melaksanakan penilaian selama proses pembelajaran, melaksanakan
penilaian pada akhir pembelajaran. Untuk observasi siswa yang dinilai adalah
keaktifan dan perhatian siswa. Keaktifan siswa meliputi mengajukan pertanyaan,
mengajukan pendapat dan mengerjakan tugas. Sedangkan untuk perhatian siswa
meliputi menyimak penjelasan guru, menunjukkan antusias dalam pembelajaran
dan tidak ramai.
d. Refleksi
Hasil yang diperoleh dari tindakan siklus II melalui pengamatan dan
penilaian hasil keterampilan bercerita kemudian dianalisis. Dari refeksi pertemuan
pertama ditemukan adanya hambatan yaitu dalam bercerita siswa kelihatan seperti
menghafal cerita yang ditulis. Hambatan ini kemudian diperbaiki dalam
pertemuan yang kedua yaitu dengan memaksimalkan waktu siswa dalam bercerita
serta cerita rakyat yang digunakan, yaitu cerita rakyat yang dibawa masing-
masing siswa dari rumah. . Berdasarkan hasil tes unjuk kerja keterampilan
bercerita, dapat dilihat keterampilan bercerita siswa mengalami peningkatan. Dari
hasil pengamatan di siklus II didapatkan hasil siswa sudah berani dan terampil
dalam bercerita. Keterampilan bercerita siswa dinilai berdasarkan aspek penilaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44 yang ditentukan yang meliputi: 1) lafal, 2) intonasi, 3) tata bahasa 4) struktur dan
5) kelancaran bercerita. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar yaitu
KKM > 65 adalah 21 siswa atau 87,5 %. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan
peneliti sudah berhasil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Hasil Penelitian
a. Deskripsi Kondisi Awal (Pra siklus)
Pengamatan kondisi awal (pra siklus) dilakukan untuk mengetahui
keadaan nyata yang ada di lapangan sebelum peneliti melakukan proses
penelitian. Pengamatan ini dilakukan dengan cara pengamatan proses
pembelajaran berbicara di kelas.
Pengamatan awal (pra siklus) proses pembelajaran bercerita di kelas V
dilaksanakan pada minggu ke III Mei sampai selesai. Peneliti bertindak sebagai
observer dan guru kelas V (bapak Dwi Nurcahyo, S.Pd) bertindak sebagai
guru/pengajar. Peneliti mengamati Rencana Pelaksanaan Pembelajaaran (RPP)
yang digunakan guru dan proses pembelajaran keterampilan bercerita yang sedang
berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi
penilaian proses siswa yang sudah dipersiapkan). Peneliti mengamati dari posisi
tempat duduk paling belakang. Sedangkan, untuk pengamatan terhadap RPP yang
digunakan guru dan proses pembelajaran dilakukan secara menyeluruh tanpa
lembar pengamatan khusus.
Sebagai gambaran awal hasil pengamatan yaitu kegiatan proses
pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V masih banyak terdapat
kekurangan, antara lain: (1) guru menggunakan RPP yang sudah ada (lama)
tanpa adanya inovasi RPP sesuai saat ini yakni belum ada eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi yang tesusun jelas. (2) Siswa kurang tertarik dengan pembelajaran
karena penggunaan metode pembelajaran bercerita dikelas masih sangat terbatas
dan masih bersifat sederhana. Materi pembelajaran bercerita diambil dari buku,
kemudian apa yang ada di dalam buku tersebut ditugaskan kepada siswa. Siswa
cenderung pasif di dalam pembelajaran dan kurang tertarik dengan
pembelajaran dari guru kelas. Materi yang disampaikan guru terlihat sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
menjenuhkan siswa, akibatnya selama pembelajaran bercerita terdapat beberapa
siswa yang tidak memperhatikan. (3) Posisi guru saat mengajar lebih banyak di
depan dan kurang memberikan perhatian kepada siswa yang duduk paling
belakang, sehingga siswa tersebut sering melakukan aktivitas pribadi (seperti:
berbicara dengan teman, melamun, dan tidak memperhatikan pelajaran dengan
baik).
Berdasarkan observasi awal penilaian proses siswa oleh peneliti terkait
sikap siswa yaitu: keaktifan dan perhatian siswa di dalam proses pembelajaran
diperoleh data penilaian proses prasiklus siswa. Hasil penilaian proses pra siklus
secara detail dapat dilihat pada lampiran 1. Selanjutnya, data penilaian proses
prasiklus dapat dimasukkan ke dalam tabel 4 di bawah ini :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita pada Kondisi Awal (Pra siklus)
No Interval Fi Xi FiXi Persentase 1. 52 56 9 54 484 33,18% 2. 57 61 6 59 354 24,26% 3. 62 66 5 64 320 21,93% 4. 67 71 0 69 0 0% 5. 72 76 3 74 222 15,21% 6. 77 81 1 79 79 5,42%
Jumlah 24 1459 100% Nilai rata-rata = 1459 : 24 = 60,79
Ketuntasan klasikal = 4 : 24 x 100 = 16,66% Dari tabel 3 tersebut dapat dijelaskan bahwa siswa yang mendapatkan nilai
antara 52 56 ada 9 siswa atau sebanyak 33,18%, siswa yang mendapatkan nilai
antara 57 61 ada 6 siswa atau sebanyak 24,26%, siswa yang mendapatkan nilai
antara 62 66 ada 5 siswa atau sebanyak 21,93%, siswa yang mendapatkan nilai
antara 67 71 ada 0 siswa atau sebanyak 0%, siswa yang mendapatkan nilai
antara 72 76 ada 3 siswa atau sebanyak 15,21%, siswa yang mendapatkan nilai
antara 77 81 ada 1 siswa atau sebanyak 5,42%. Kemudian diperoleh nilai rata
rata sebanyak 60,79 dan ketuntasan klasikal sebanyak 16,66%.
Data dalam tabel 3 tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 3
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 3. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita pada Kondisi Awal (Pra siklus)
Setelah mengetahui data tersebut, peneliti menindaklanjuti dengan
perubahan pembelajaran yang diterapkan antara pra siklus dan siklus I. Jika pada
pra siklus pembelajaran masih menggunakan buku materi dalam penilaian
keterampilan bercerita, maka pada siklus I pembelajaran menggunakan cerita
rakyat dalam pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti berusaha untuk
meningkatkan keterampilan siswa dalam bercerita dengan mengadakan penelitian
di kelas V SD Negeri Temboro III dengan melalui cerita rakyat dalam aspek
bercerita. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa yang keterampilan
berceritanya masih rendah, agar lebih meningkat sehingga hasil pembelajarannya
pun lebih memuaskan.
b. Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan dua (2) pertemuan, yaitu pada tanggal 23
dan 24 Mei 2011. Alokasi waktu pada masing-masing pertemuan adalah 3 x 35
menit. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada siklus 1 adalah sebagai berikut:
1)Perencanaan
Berdasarkan survei awal yang dilakukan, diketahui ada permasalahan yang
menyebabkan sebagian siswa tidak mencapai batas minimal ketuntasan belajar
0
2
4
6
8
10
52 - 56 57 - 61 62 - 66 67 - 71 72 - 76 77 - 81
Fre
kuen
si
Interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
(KKM 65), permasalahan tersebut adalah kesulitan dalam mengungkapkan ide
dan gagasan secara lisan. Bertolak dari hasil analisis itulah, peneliti menarik
kesimpulan bahwa tindakan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Tahap pertama dari siklus I adalah tahap perencanaan tindakan.
Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti mengadakan observasi terhadap
proses pembelajaran yang meliputi kegiatan guru dan siswa. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran yang berlangsung, penggunaan metode,
model, strategi, serta media pembelajaran yang digunakan oleh guru. Berdasarkan
pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran masih terdapat sebagian
besar siswa kelas V yang masih enggan untuk menyampaikan pendapat, ide
maupun gagasannya secara lisan di kelas.
Urutan tindakan yang direncanakan akan diterapkan dalam siklus I adalah
sebagai berikut: (1) menentukan Kompetensi Dasar serta indikator yang sesuai
dengan keterampilan bercerita di kelas V, (2) menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (3) menyiapkan media pembelajaran (4) menyiapkan sumber
pelajaran yang diperlukan, (5) membuat lembar observasi siswa dan guru untuk
melihat bagaimana kegiatan belajar mengajar di kelas V yang meliputi kegiatan
guru dan siswa ketika belajar melalui cerita rakyat, (6) membuat lembar penilaian
siswa yaitu instrumen keterampilan bercerita.
2) Pelaksanaan Tindakan
Seperti yang telah direncanakan, tindakan siklus I dilaksanakan dalam
dua kali pertemuan yaitu hari Senin, 23 Mei 2011 dan Selasa 24 Mei 2011 di
ruang kelas V SD Negeri Temboro III. Pertemuan pertama dan kedua selama 3 x
35 menit. Pada tahap ini peneliti bertindak sebagai praktikan, sedangkan guru
kelas bertindak sebagai observer. Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran
melalui cerita rakyat sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun.
a) Pertemuan Pertama
. Pertemuan pertama tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 23
Mei 2011. Pada pertemuan ini terdiri dari 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit yang
dimulai dari jam pertama sampai jam ketiga yaitu pukul 07.30 WIB sampai jam
09.35 WIB yang diselingi waktu istirahat. Pada pertemuan 1 ini materi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
diajarkan adalah Asal Usul Nama Wonogiri dengan menceritakan kembali isi
cerita. Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan yang
guru (peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam
dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai tindakan preventif
(pencegahan) terhadap penghambat jalannya proses pembelajaran. Kemudian
berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran
siswa untuk lebih mengenal dan mengetahui jumlah siswa yang masuk maupun
yang tidak masuk pada hari itu. Pertemuan pertama, siswa masuk semua sesuai
jumlah siswa kelas V yaitu ada 24 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas sehingga anak akan
memiliki gambaran arah yang jelas pula hal yang akan dipelajarinya. Setelah itu,
guru memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa
dan menyamakan pandangan tentang materi yang berkaitan dengan cerita rakyat
yang akan dipelajari siswa.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 95 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
- Anak-
rakyat?
- Apa saja cerita rakyat yang sudah kalian baca atau kalian dengar?
Siswa selanjutnya ditanya tentang pengertian cerita rakyat agar siswa
lebih berpikir tentang pengertian cerita rakyat yang mereka ketahui. Siswa juga
bertanya jawab dengan guru tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
bercerita cerita rakyat misalnya lafal, intonasi/ tekanan, tata bahasa, struktur dan
kelancaran. Kegiatan eksplorasi menghabiskan waktu 10 menit. Tindakan
selanjutnya yaitu elaborasi. Dalam kegiatan elaborasi ini siswa menyimak
penjelasan dari guru tentang materi yang berkaitan dengan cerita rakyat, langkah
awal dalam elaborasi ini yaitu siswa menyimak terlebih dahulu penjelasan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
guru terkait materi tentang cerita rakyat. Kemudian guru membagikan cerita
contoh cara bercerita rakyat Asal Usul Nama Wonogiri. Pada saat guru memberi
contoh cara bercerita, siswa menyimak dan memperhatikan guru. Kegiatan
tersebut menghabiskan waktu 25 menit. Setelah itu, guru menunjuk siswa untuk
bercerita ke depan kelas secara bergiliran, guru memberikan durasi waktu 6 menit
tiap siswa. Dan dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan
bercerita siswa oleh guru secara individu, siswa yang lain mengamati siswa yang
lain saat bercerita cerita rakyat di depan kelas. Baru mendapat 5 anak yang
bercerita ke depan kelas, maka pembelajaran diberhentikan sebentar karena
diselingi waktu istirahat pada pukul 08.40 WIB. Tepat pada pukul 09.00 WIB
pembelajaran dimulai lagi. Guru pun menyuruh siswa maju satu per satu untuk
bercerita, setelah mendapat 5 anak lagi, kemudian guru mengumumkan kepada
siswa kalau yang belum mendapat giliran bercerita akan dilanjutkan pada
pertemuan selanjutnya. Jadi pada pertemuan 1 ini yang mendapat giliran bercerita
baru 10 anak.
Selanjutnya kegiatan inti pada konfirmasi, guru memberian reward
(penguatan) kepada siswa. Pengarahan dan pemberian reward kepada siswa yang
bercerita dengan bagus
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 5 menit. Siswa
bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang
dilakukan guru. Kemudian siswa diberikan tugas untuk mempersiapkan
penampilan bercerita pada penampilan berikutnya. Hal ini merupakan tindak
lanjut yang diberikan guru. Guru juga menyampaian pesan-pesan moral kepada
siswa berupa motivasi untuk giat belajar dan bersikap yang baik dalam kehidupan.
Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam.
b) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 24 Mei 2011. Pada
pertemuan ini terdiri dari 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit yang dimulai dari
pukul 09.00 WIB sampai pukul 10.45 WIB. Pada pertemuan 2 ini materi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
diajarkan adalah melanjutkan materi yang kemarin yaitu menceritakan kembali
cerita rakyat yang berjudul Asal Usul Nama Wonogiri. Kegiatan awal
menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan yang guru (peneliti) lakukan
yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan
mengkondisikan kelas sebagai tindakan preventif (pencegahan) terhadap
penghambat jalannya proses pembelajaran. Kemudian berdoa bersama yang
dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran siswa untuk lebih
mengenal dan mengetahui jumlah siswa yang masuk maupun yang tidak masuk
pada hari itu. Pada pertemuan kedua, siswa masuk semua sesuai jumlah siswa
kelas V yaitu ada 24 siswa, jadi siswa yang hadir lengkap seperti pada pertemuan
pertama. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa
secara singkat dan jelas sehingga anak akan memiliki gambaran arah yang jelas
pula hal yang akan dipelajarinya. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai
upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan menyamakan pandangan tentang
materi yang berkaitan dengan cerita rakyat yang akan dipelajari siswa.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 95 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
1. Tanya jawab siswa dengan guru :
- Anak-
tugaskan kemarin?
2. Apakah cara berbicara dalam bercerita menentukan penilaian?
3. Siswa menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan cerita rakyat Asal Usul
Nama Wonogiri meliputi nama tokoh, latar/setting, watak tokoh dll.
Kegiatan eksplorasi ini menghabiskan waktu kira kira 10 menit. Setelah itu,
kegiatan selanjutnya yaitu elaborasi. Dalam kegiatan elaborasi ini guru
langsung menunjuk siswa untuk menceritakan kembali cerita rakyat Asal Usul
Nama Wonogiri (kelanjutan dari kemarin). guru memberikan durasi waktu 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
menit tiap siswa. Dan dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian
keterampilan bercerita siswa oleh guru secara individu, siswa yang lain
mengamati siswa yang lain saat bercerita cerita rakyat di depan kelas. Pda
pertemuan kedua ini, sisa dari siswa yang yang belum bercerita kemarin dapat
dinilai semua, yaitu sejumlah 14 siswa.
Selanjutnya kegiatan inti pada konfirmasi, guru memberian reward
(penguatan) kepada siswa. Pengarahan dan pemberian reward kepada siswa yang
bercerita dengan baik.
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 5 menit. Siswa
bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang
dilakukan guru. Kemudian siswa diberikan tugas untuk membawa cerita rakyat
dari rumah, yaitu 1 cerita rakyat yang kemudian akan dilanjutkan pada siklus ke
II. Cerita rakyat yang ditugaskan kepada siswa dengan tema bebas yang tidak
ditentukan. Hal ini merupakan tindak lanjut yang diberikan guru. Guru juga
menyampaian pesan-pesan moral kepada siswa berupa motivasi untuk giat belajar
dan bersikap yang baik dalam kehidupan. Terakhir, guru menutup proses
pembelajaran dengan salam.
3) Observasi
Hasil dari observasi guru adalah pada kegiatan pra pembelajaran yaitu
menyiapkan ruang alat bantu belajar dan sumber belajar pada pertemuan I
hasilnya kurang dan pada pertemuan II hasilnya cukup dan melaksanakan tugas
harian kelas pada pertemuan I dan pertemuan II hasilnya cukup. Kegiatan awal
yaitu memulai kegiatan pembelajaran pada pertemuan I hasilnya kurang
sedangkan pada pertemuan II hasilnya cukup, melaksanakan KBM yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran pada pertemuan I hasilnya kurang sedangkan pada
pertemuan II hasilnya cukup, melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam urutan
yang logis pada pertemuan I hasilnya cukup sedangkan pada pertemuan II
hasilnya baik. Kegiatan inti yaitu penguasaan materi pembelajaran pada
pertemuan I dan pertemuan II hasilnya cukup, pendekatan atau strategi yang
digunakan pada pertemuan I hasilnya kurang sedangkan pada pertemuan II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
hasilnya cukup, pemanfaatan sumber atau media pembelajaran pada pertemuan I
hasilnya kurang sedangkan pada pertemuan II hasilnya cukup, pelibatan siswa
pada saat pembelajaran pada pertemuan I hasilnya kurang sedangkan pada
pertemuan II hasilnya cukup, penilaian proses pada pertemuan I hasilnya cukup
sedangkan pada pertemuan II hasilnya cukup dan yang terakhir penggunaan
bahasa pada pertemuan I hasilnya cukup sedangkan pada pertemuan II hasilnya
baik dan untuk kegiatan akhir yaitu melaksanakan penilaian selama proses
pembelajaran pada pertemuan I hasilnya cukup sedangkan pada pertemuan II
hasilnya cukup, melaksanakan penilaian pada akhir pembelajaran pada pertemuan
I hasilnya baik sedangkan pada pertemuan II hasilnya baik. Penilaian observasi
guru pada siklus I pertemuan I didominasi kategori Kurang sedangkan pertemuan
II didominasi kategori cukup. Hal ini menunjukkan peningkatan penilaian guru
dalam pembelajaran bercerita cerita rakyat. Hasil observasi guru siklus I tersebut
terdapat pada lampiran 4.
Observasi tidak hanya dilaksanakan pada aktivitas guru tetapi juga
terhadap keaktifan dan perhatian siswa. Keaktifan siswa meliputi mengajukan
pertanyaan, mengajukan pendapat dan mengerjakan tugas. Sedangkan untuk
perhatan siswa meliputi menyimak penjelasan guru, menunjukkan antusias dalam
pembelajaran dan tidak ramai. Jumlah skor yang didapat dari observasi siswa pada
pertemuan I siklus I adalah 85. Sedangkan Jumlah skor yang didapat dari
observasi siswa pada pertemuan II siklus I adalah 93. Hal tersebut berarti
keaktifan dan perhatian siswa mengalami peningkatan. Lembar obervasi siswa
siklus I pertemuan I terdapat pada lampiran 5 sedangkan lembar obervasi siswa
siklus I pertemuan II terdapat pada lampiran 6.
4) Tahap Refleksi
Hasil yang diperoleh dari tindakan siklus I melalui pengamatan dan
penilaian hasil keterampilan bercerita kemudian dianalisis. Hal ini digunakan
sebagai langkah yang dilakukan pada siklus berikutnya. Berdasarkan hasil tes
unjuk kerja keterampilan bercerita, dapat dilihat keterampilan bercerita siswa
mengalami peningkatan. Nilai hasil keterampilan bercerita siswa kelas V SD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Negeri Temboro III pada siklus I terdapat pada lampiran 3 yang ditunjukkan pada
tabel 4 dibawah ini:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Keterampilan Bercerita pada Siklus I
No Interval Fi Xi FiXi Persentase 1. 56 60 11 58 638 38,85% 2. 61 65 1 63 63 3,83% 3. 66 70 0 68 0 0% 4. 71 75 2 73 146 8,90% 5. 76 80 7 78 546 33,25% 6. 81 85 3 83 249 15,17%
Jumlah 24 1642 100% Nilai rata-rata = 1642 : 24 = 68,41
Ketuntasan klasikal = 12 : 24 x 100 = 50% Data dalam tabel 4 tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 6
sebagai berikut :
Gambar 4. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita pada Siklus I
Berdasarkan gambar 4, dapat dilihat dengan jelas bahwa terjadi
peningkatan nilai keterampilan bercerita siswa dari kondisi awal. Pada siklus I
nilai rata-rata siswa meningkat dari 60,79 menjadi 68,41. Jumlah siswa yang
0
2
4
6
8
10
12
56 - 60 61 - 65 66 - 70 71 - 75 76 - 80 81 85
Fre
kuen
si
Interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
mencapai nilai KKM > 65 juga mengalami peningkatan yaitu dari 4 siswa atau
16,66 % menjadi 12 siswa atau 50 % dari jumlah keseluruhan siswa kelas V SD
Negeri Temboro III yang berjumlah 24 siswa.
Tindakan yang dilakukan pada siklus I dikatakan berhasil mencapai
indikator ketercapaian siklus I yaitu 70 % dari keseluruhan siswa kelas V yang
memperoleh KKM > 65 dari keterampil bercerita. Namun, hasil yang diperoleh
belum maksimal karena hanya 50% siswa yang mencapai KKM > 65. Oleh karena
belum tercapainya indikator yang diharapkan maka perlu dilakukan siklus II
sebagai langkah perbaikan dalam proses pembelajaran pada siklus I.
Untuk mengadakan langkah perbaikan dalam proses pembelajaran antara
siklus I dan siklus II, maka terdapat perbedaan pembelajaran antara siklus I dan
siklus II. Perbedaan tersebut adalah apabila pada siklus I pembelajaran
menggunakan cerita rakyat Asal Usul Wonogiri maka dalam siklus II
pembelajaran menggunakan cerita rakyat yang dibawa masing masing siswa.
c. Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan dua (2) pertemuan, yaitu pada hari
Rabu, 25 Mei 2011 dan Kamis, 26 Mei 2011. Alokasi waktu pada masing-masing
pertemuan adalah 3 x 35 menit. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada siklus II
adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tindakan siklus I diketahui bahwa
sudah menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini ditunjukkan masih ada 12 siswa
yang belum tuntas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Tahap pertama dari
siklus I adalah tahap perencanaan tindakan.
Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti mengadakan observasi terhadap
proses pembelajaran yang meliputi kegiatan guru dan siswa. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran yang berlangsung, penggunaan metode,
model, strategi, serta media pembelajaran yang digunakan oleh guru. Berdasarkan
pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran masih terdapat sebagian
besar siswa kelas V yang masih enggan untuk menyampaikan pendapat, ide
maupun gagasannya secara lisan di kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Adapun urutan tindakan yang direncanakan akan diterapkan dalam siklus
II adalah sebagai berikut: (1) menentukan Kompetensi Dasar serta indikator yang
sesuai dengan keterampilan bercerita di kelas V, (2) menyiapkan rencana
pelaksanaan pembelajaran (3) menyiapkan media pembelajaran (4) menyiapkan
sumber pelajaran yang diperlukan, (5) membuat lembar observasi siswa dan guru
untuk melihat bagaimana kegiatan belajar mengajar di kelas V yang meliputi
kegiatan guru dan siswa ketika belajar melalui cerita rakyat, (6) membuat lembar
penilaian siswa yaitu instrumen keterampilan bercerita.
2) Pelaksanaan Tindakan
Seperti yang telah direncanakan, tindakan siklus II dilaksanakan dalam
dua kali pertemuan yaitu pada hari Rabu, 25 Mei 2011 dan Kamis, 26 Mei 2011 di
ruang kelas V SD Negeri Temboro III. Pertemuan pertama dan kedua selama 3 x
45 menit. Pada tahap ini peneliti bertindak sebagai praktikan, sedangkan guru
kelas bertindak sebagai observer. Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran
melalui cerita rakyat sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun.
a) Pertemuan Pertama
. Pertemuan pertama tindakan siklus II dilaksanakan pada tanggal 25
Mei 2011 pada jam pertama yaitu pukul 09.00 WIB. Pada pertemuan ini terdiri
dari 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit yang dimulai dari pukul 09.00 WIB sampai
pukul 10.45 WIB. Pada pertemuan 1 ini materi yang diajarkan adalah
menceritakan kembali isi cerita rakyat yang telah dibawa siswa dari rumah.
Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Kegiatan yang guru
(peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam
dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai tindakan preventif
(pencegahan) terhadap penghambat jalannya proses pembelajaran. Kemudian
berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan diadakan presensi kehadiran
siswa untuk lebih mengenal dan mengetahui jumlah siswa yang masuk maupun
yang tidak masuk pada hari itu. Pertemuan pertama, siswa hadir semua. Guru juga
menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas
sehingga anak akan memiliki gambaran arah yang jelas pula hal yang akan
dipelajarinya. Setelah itu, guru memberikan apersepsi sebagai upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
meningkatkan motivasi belajar siswa dan menyamakan pandangan tentang materi
yang berkaitan dengan cerita rakyat yang akan dipelajari siswa.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu
sekitar 95 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat
tiga (3) bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
1. - Tanya jawab siswa dengan guru terkait tentang teknik bercerita cerita
rakyat.
2. Siswa ditanya tentang contoh-contoh cerita rakyat.
Siswa menyimak penjelasan dari guru terkait materi tentang teknik
bercerita cerita rakyat. Kegiatan eksplorasi menghabiskan waktu 15 menit.
Tindakan selanjutnya yaitu elaborasi. Dalam kegiatan elaborasi ini guru langsung
menunjuk siswa untuk bercerita ke depan kelas secara bergiliran, guru
memberikan durasi waktu 6 menit tiap siswa sama seperti pada siklus I. Dan
dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian keterampilan bercerita siswa oleh
guru secara individu, siswa yang lain mengamati siswa yang lain saat bercerita
cerita rakyat di depan kelas. Pada pertemuan pertama siklus II ini siswa yang maju
ke depan untuk dinilai keterampilan berceritanya sebanyak 13 siswa, kemudian
guru mengumumkan kepada siswa kalau yang belum mendapat giliran bercerita
akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
Selanjutnya kegiatan inti pada konfirmasi, guru memberian reward
(penguatan) kepada siswa. Pengarahan dan pemberian reward kepada siswa yang
bercerita dengan bagus
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 5 menit. Siswa
bersama guru mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang
dilakukan guru. Kemudian siswa diberikan tugas untuk mempersiapkan
penampilan bercerita pada penampilan berikutnya. Hal ini merupakan tindak
lanjut yang diberikan guru. Guru juga menyampaian pesan-pesan moral kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
siswa berupa motivasi untuk giat belajar dan bersikap yang baik dalam kehidupan.
Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan salam.
b) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Mei 2011. Pada pertemuan ini
terdiri dari 3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit yang dimulai dari jam pertama
sampai jam ketiga yaitu pukul 07.30 WIB sampai jam 09.35 WIB yang diselingi
waktu istirahat. Pada pertemuan 2 ini materi yang diajarkan adalah menceritakan
kembali isi cerita rakyat dari yang dibawa siswa dari rumah (melanjutkan
penilaian yang kemarin). Kegiatan awal menghabiskan waktu kurang lebih 5
menit. Kegiatan yang guru (peneliti) lakukan yakni membuka pembelajaran
dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan mengkondisikan kelas sebagai
tindakan preventif (pencegahan) terhadap penghambat jalannya proses
pembelajaran. Kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan
diadakan presensi kehadiran siswa untuk lebih mengenal dan mengetahui jumlah
siswa yang masuk maupun yang tidak masuk pada hari itu. Pertemuan kedua,
siswa yang tidak masuk 1 siswa. Guru juga menjelaskan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai siswa secara singkat dan jelas sehingga anak akan memiliki
gambaran arah yang jelas pula hal yang akan dipelajarinya. Setelah itu, guru
memberikan apersepsi sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan
menyamakan pandangan tentang materi yang berkaitan dengan cerita rakyat yang
akan dipelajari siswa.
Langkah selanjutnya masuk pada inti pembelajaran dengan durasi waktu sekitar
95 menit. Kegiatan yang dilakukan guru dalam inti pembelajaran terdapat tiga (3)
bentuk tindakan nyata yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara
sistematika awal inti pembelajaran dilakukan tindakan eksplorasi agar siswa
mampu menggali pemahaman awal yang ada pada dirinya. Guru mengadakan
tanya jawab dengan siswa seperti berikut :
- Tanya jawab siswa dengan guru :
Anak- rakyat seperti yang bapak tugaskan
kemarin?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Kegiatan eksplorasi ini menghabiskan waktu kira kira 10 menit.
Setelah itu, kegiatan selanjutnya yaitu elaborasi. Dalam kegiatan elaborasi ini
guru langsung menunjuk siswa untuk menceritakan kembali cerita rakyat yang
dibawa siswa dari rumah (kelanjutan dari kemarin). guru memberikan durasi
waktu 6 menit tiap siswa. Dan dengan lembar penilaian, dilakukan penilaian
keterampilan bercerita siswa oleh guru secara individu, siswa yang lain
mengamati siswa yang lain saat bercerita cerita rakyat di depan kelas. Pada
pertemuan kedua ini, sisa dari siswa yang yang belum bercerita kemarin dapat
dinilai semua, yaitu sejumlah 11 siswa.
Selanjutnya kegiatan inti pada konfirmasi, guru memberian reward (penguatan)
kepada siswa. Pengarahan dan pemberian reward kepada siswa yang bercerita
dengan baik.
Kegiatan akhir kurang lebih menghabiskan waktu 10 menit. Siswa bersama guru
mengevaluasi hasil pembelajaran sebagai bentuk refleksi yang dilakukan guru.
Kemudian siswa diberi tugas rumah atau PR yang berkaitan dengan cerita rakyat.
Hal ini merupakan tindak lanjut yang diberikan guru. Guru juga menyampaian
pesan-pesan moral kepada siswa berupa motivasi untuk giat belajar dan bersikap
yang baik dalam kehidupan. Terakhir, guru menutup proses pembelajaran dengan
salam.
3) Observasi
Hasil dari observasi guru adalah pada kegiatan pra pembelajaran yaitu
menyiapkan ruang alat bantu belajar dan sumber belajar pada pertemuan I
hasilnya cukup dan pada pertemuan II hasilnya baik dan melaksanakan tugas
harian kelas pada pertemuan I dan pertemuan II hasilnya baik. Kegiatan awal
yaitu memulai kegiatan pembelajaran pada pertemuan I dan pertemuan II hasilnya
baik, melaksanakan KBM yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada
pertemuan I hasilnya cukup sedangkan pada pertemuan II hasilnya baik,
melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam urutan yang logis pada pertemuan I
dan pertemuan II hasilnya sangat baik. Kegiatan inti yaitu penguasaan materi
pembelajaran pada pertemuan I hasilnya baik dan pertemuan II hasilnya sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
baik, pendekatan atau strategi yang digunakan pada pertemuan I dan pertemuan II
hasilnya sangat baik, pemanfaatan sumber atau media pembelajaran pada
pertemuan I dan pertemuan II hasilnya baik, pelibatan siswa pada saat
pembelajaran pada pertemuan I dan pertemuan II hasilnya sangat baik, penilaian
proses pada pertemuan I dan pertemuan II hasilnya sangat baik, penggunaan
bahasa pada pertemuan I dan pertemuan II hasilnya baik dan untuk kegiatan akhir
yaitu melaksanakan penilaian selama proses pembelajaran pada pertemuan I dan
pertemuan II hasilnya sangat baik, melaksanakan penilaian pada akhir
pembelajaran pada pertemuan I hasilnya baik sedangkan pada pertemuan II
hasilnya baik. Penilaian observasi guru pada siklus II baik pertemuan I dan
pertemuan II didominasi kategori baik dan sangat baik. Hal ini menunjukkan
peningkatan penilaian guru dalam pembelajaran bercerita cerita rakyat. Hasil
observasi guru siklus II tersebut terdapat pada lampiran 9.
Observasi tidak hanya dilaksanakan pada aktivitas guru tetapi juga
terhadap keaktifan dan perhatian siswa. Keaktifan siswa meliputi mengajukan
pertanyaan, mengajukan pendapat dan mengerjakan tugas. Sedangkan untuk
perhatian siswa meliputi menyimak penjelasan guru, menunjukkan antusias dalam
pembelajaran dan tidak ramai. Jumlah skor yang didapat dari observasi siswa pada
pertemuan I siklus II adalah 100. Sedangkan Jumlah skor yang didapat dari
observasi siswa pada pertemuan II siklus II adalah 136. Hal tersebut berarti
keaktifan dan perhatian siswa mengalami peningkatan. Lembar obervasi siswa
siklus II pertemuan I terdapat pada lampiran 10 sedangkan lembar obervasi siswa
siklus II pertemuan II terdapat pada lampiran 11.
4) Tahap Refleksi
Hasil yang diperoleh dari tindakan siklus II melalui pengamatan dan
penilaian hasil keterampilan bercerita kemudian dianalisis. Berdasarkan hasil tes
unjuk kerja keterampilan bercerita, dapat dilihat keterampilan bercerita siswa
mengalami peningkatan. Nilai hasil keterampilan bercerita siswa kelas V SD
Negeri Temboro III pada siklus II terdapat pada lampiran 8 yang ditunjukkan pada
tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Keterampilan Bercerita pada Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
No Interval Fi Xi FiXi Persentase 1. 64 67 3 65,5 196,5 10,18% 2. 68 71 0 69,5 0 0% 3. 72 75 2 73,5 147 7,60% 4. 76 79 2 77,5 155 8,02% 5. 80 84 9 81.5 733,5 37,97% 6. 86 89 8 87,5 700 36,23%
Jumlah 24 1932 100% Nilai rata-rata = 1932 : 24 = 80,5
Ketuntasan klasikal = 21 : 24 x 100 = 87,5%
Data dalam tabel 5 tersebut dapat disajikan dalam grafik pada gambar 5
sebagai berikut :
Gambar 5. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Bercerita
pada Siklus II
Berdasarkan gambar 5, dapat dilihat dengan jelas bahwa terjadi
peningkatan nilai keterampilan bercerita siswa dari Siklus I. Pada siklus II nilai
rata-rata siswa meningkat dari 68,41 menjadi 80,5. Jumlah siswa yang mencapai
nilai KKM > 65 juga mengalami peningkatan yaitu dari 12 siswa atau 50 %
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
64 - 67 68 - 71 72 - 75 76 - 79 80 - 84 86 - 89
Fre
kuen
si
Interval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
menjadi 21 siswa atau 87,5 % dari jumlah keseluruhan siswa kelas V SD Negeri
Temboro III yang berjumlah 24 siswa.
Berdasarkan tabel 6 pembelajaran pada Siklus II menunjukkan
peningkatan rata-rata kelas dan peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Data Hasil Keterampilan Bercerita Siswa Kelas V Pada
Kondisi Awal Pra Siklus
Dari daftar nilai yang terdapat pada lampiran dapat diketahui bahwa nilai
hasil keterampilan bercerita pada kondisi awal sebelum tindakan yaitu siswa yang
mendapat nilai < 65 (KKM) ada 20 siswa atau 83,33 % dan siswa yang mendapat
nilai > 65 (KKM) sebanyak 4 siswa atau 16,66 %. Serta nilai rata-ratanya adalah
60,79.
2. Data Hasil Keterampilan Bercerita Siswa Kelas V Pada Siklus
I
Berdasarkan hasil tes unjuk kerja keterampilan bercerita pada siklus I
yang terdapat pada lampiran 3, dapat diketahui nilai hasil keterampilan bercerita
yaitu yang mendapat < 65 (KKM) ada 12 siswa atau 50 % dan siswa yang
mendapat nilai > 65 (KKM) sebanyak 12 siswa atau 50 %. Serta nilai rata-ratanya
adalah 68,41.
3. Data Hasil Keterampilan Bercerita Siswa Kelas V Pada Siklus
II
Siswa telah memahami keterampilan bercerita dengan baik, sehingga nilai
yang diperoleh siswa pada siklus II sudah menunjukkan perubahan yang cukup
berarti dengan nilai rata-rata kelas mencapai 80,5. Siswa yang memperoleh nilai <
yaitu 21 siswa atau 87,5 %.
siswa atau 87,5 % dari 24 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran Bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Indonesia dengan menggunakan keterampilan bercerita melalui cerita rakyat
sudah berhasil.
4. Rangkuman / Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dengan melihat hasil penelitian di atas dapat diketahui adanya
peningkatan proses pembelajaran terutama keterampilan bercerita siswa setelah
penggunaan cerita rakyat. Peningkatan terlihat dari perhitungan nilai hasil
keterampilan bercerita yang diperoleh siswa pada kondisi awal sebelum
dilaksanakan tindakan dan setelah dilaksanakan tindakan siklus I dan siklus II
yang masing-masimg siklusnya dilaksanakan dua kali pertemuan. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 6:
Tabel 6. Rekapitulasi Rata-rata Nilai Hasil Keterampilan Bercerita pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai
KKM > 65 mengalami peningkatan yang signifikan. Nilai rata-rata keterampilan
bercerita siswa pada kondisi awal sebelum tindakan adalah 60,79. Kemudian pada
siklus I mengalami peningkatan yaitu nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa
menjadi 68,41. Pada akhir pelaksanaan siklus II, nilai rata-rata keterampilan
bercerita siswa adalah 80,5. Untuk hasil observasi guru pada pembelajaran
bercerita melalui cerita rakyat siklus I baik pertemuan I dan pertemuan II apabila
di rata-rata untuk penilaian keseluruhan hasil pembelajarannya nilai rata-ratanya
adalah cukup. Sedangkan hasil observasi guru pada pembelajaran bercerita
melalui cerita rakyat siklus II baik pertemuan I dan pertemuan II apabila di rata-
rata untuk penilaian keseluruhan hasil pembelajarannya nilai rata-ratanya adalah
baik. Hal ini dapat membuktikan bahwa penilaian observasi guru pada
pembelajaran bercerita rakyat dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan,
No. Pembelajaran Keterampilan Bercerita
Pra siklus Setelah Dilaksanakan
Tindakan Siklus I Siklus II
1. Nilai Rata-rata 60,79 68,41 80,5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
diambil dari kesimpulan kriteria penilaian rata-rata cukup menjadi baik. Untuk
hasil observasi guru pada pembelajaran bercerita melalui cerita rakyat siklus I
terdapat pada lampiran 4 sedangkan hasil observasi guru pada pembelajaran
bercerita melalui cerita rakyat siklus II terdapat pada lampiran 9. Sedangkan
untuk observasi siswa yang dinilai adalah keaktifan dan perhatian siswa. Jumlah
skor yang didapat dari observasi siswa pada pertemuan I siklus I adalah 85.
Sedangkan Jumlah skor yang didapat dari observasi siswa pada pertemuan II
siklus I adalah 93. Hal tersebut berarti keaktifan dan perhatian siswa mengalami
peningkatan. Lembar obervasi siswa siklus I pertemuan I terdapat pada lampiran 5
sedangkan lembar obervasi siswa siklus I pertemuan II terdapat pada lampiran 6.
Untuk jumlah skor yang didapat dari observasi siswa pada pertemuan I siklus II
adalah 100. Sedangkan jumlah skor yang didapat dari observasi siswa pada
pertemuan II siklus II adalah 136. Hal tersebut berarti keaktifan dan perhatian
siswa mengalami peningkatan. Lembar obervasi siswa siklus II pertemuan I
terdapat pada lampiran 10 sedangkan lembar obervasi siswa siklus II pertemuan II
terdapat pada lampiran 11. Dari data observasi siswa yang menilai keaktifan dan
perhatian siswa, dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan. Terbukti
dari jumlah skor yang di dapat semakin bertambah.
Peningkatan tersebut membuktikan bahwa cerita rakyat tepat untuk
membantu meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Hal ini merefleksikan
bahwa pembelajaran keterampilan bercerita yang dilaksanakan oleh guru dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
dinyatakan berhasil.
Gambar 6. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Keterampilan Bercerita pada Kondisi Awal, Siklus I dan Sikus II
Prosentase ketuntasan klasikal pada hasil belajar siswa dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7. Persentase Ketuntasan Klasikal Pra siklus, Siklus I dan Siklus II
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa prosentase ketuntasan klasikal sebelum
tindakan hanya 16,66%. Pada siklus I terdapat peningkatan prosentase
kentuntasan klasikal menjadi 50% dan pada siklus II semakin meningkat menjadi
87,5%. Tabel 8 dapat divisualisasikan dalam bentuk gambar 7 sebagai berikut:
Pra siklus Siklus I Siklus II
Tindakan Prosentase (%) Pra Siklus 16,66% Siklus I 50% Siklus II 87,5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Grafik 7. Grafik Peningkatan Ketuntasan Keterampilan Bercerita pada Kondisi Awal, Siklus I dan Sikus II
Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu upaya untuk
meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas V SD Negeri Temboro III yaitu
dengan menggunakan cerita rakyat. Hal ini terjadi karena pembelajaran dengan
cerita rakyat dapat membuat siswa memiliki keberanian dalam menyampaikan
pendapatnya. Selain itu, siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran.
0102030405060708090
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Jum
lah
Pro
sent
ase
Pelaksanaan Tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 67
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam
dua siklus tersebut, maka dapat ditarik simpulan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan cerita rakyat dapat meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa
kelas V SD Negeri Temboro III. Peningkatan keterampilan bercerita tersebut
dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai keterampilan bercerita pada setiap
siklusnya yaitu: Pra siklus nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa 60,79,
siklus I nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa 68,41 dan siklus II nilai rata-
rata keterampilan bercerita siswa 80,5. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada
kondisi awal sebanyak 4 siswa atau 16,66 %, 12 siswa atau 50 % pada siklus I dan
21 siswa atau 87,5 % pada siklus II. Dengan demikian, melalui cerita rakyat
keterampilan bercerita siswa dapat meningkat.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat diketahui
bahwa melalui cerita rakyat dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa
kelas V SD Negeri Temboro III. Tindakan penelitian yang dilakukan terdiri dari
dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 23 Mei dan 24 Mei 2011,
sedangkan siklus II dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2011 dan 26 Mei 2011.
Setiap pelaksanaan siklus terdapat empat langkah kegiatan, yaitu perencanaan
tindakan, pelaksanaaan, observasi dan refleksi. Berkaitan dengan hasil penelitian
ini maka dapat dikemukakan implikasi hasil penelitian sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa ada peningkatan
keterampilan bercerita melalui cerita rakyat. Penelitian tersebut juga dapat
dipertimbangkan untuk menambah cerita pada pembelajaran bagi guru dalam
memberikan materi pelajaran siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Hasil penelitian ini memperkuat teori yang menyatakan bahwa melalui
cerita rakyat dapat menjadi salah satu media pembelajaran Bahasa Indonesia pada
siswa karena melalui cerita rakyat melibatkan interaksi antara siswa dan
lingkungan. Hal ini mengindikasikan kedalaman dan keleluasaan dari pemahaman
siswa terhadap materi tertentu sebagai hasil dari proses belajar.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan
calon guru untuk meningkatkan keefektifan strategi guru dalam mengajar dan
meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar yang berhubungan kemampuan
berkomunikasi secara lisan. Keterampilan bercerita siswa dapat ditingkatkan
dengan menerapkan metode pembelajaran dan media yang tepat bagi siswa.
Berdasarkan kriteria temuan dan pembahasan hasil penelitian ini seperti
diuraikan pada bab IV, maka penelitian ini dapat digunakan peneliti untuk
membantu guna dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. Di samping itu,
perlu penelitian lebih lanjut tentang upaya guru untuk mempertahankan atau
menjaga dan meningkatkan keterampilan bercerita siswa. Pembelajaran dengan
penggunaan melalui cerita rakyat pada hakikatnya dapat digunakan dan
dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan yang sejenis, terutama
untuk mengatasi masalah peningkatan keterampilan berbicara siswa, yang pada
umumnya dimiliki oleh sebagian besar siswa. Adapun kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan penelitian ini harus di atasi semaksimal mungkin.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti memberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam melaksanakan pembelajaran
khususnya pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan
bercerita melalui cerita rakyat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
2. Bagi Guru
Guru dalam mengajar hendaknya menggunakan cerita rakyat dalam
pembelajaran keterampilan bercerita. Penggunaan cerita rakyat dimaksudkan agar
pembelajaran tidak terasa membosankan dan membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan berbicaranya.
3. Bagi Siswa
a. Hendaknya lebih mengembangkan inisiatif dan keberanian dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pembelajaran untuk menambah
pengetahuan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
b. Hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran dan rajin belajar
sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.