Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi

download Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi

of 12

description

JURNAL

Transcript of Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi

  • JMS Vol. 6 No. 1, hal. 1 12 April 2001

    Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi

    Nurhayani H. Muhiddin*), Nuryati Juli**), dan I Nyoman P. Aryantha **)

    *) Jurusan Biologi Fak. MIPA Universitas Haluoleo, Kendari **) Departemen Biologi Fak. MIPA Institut Teknologi Bandung, Bandung

    Diterima tanggal 14 April 2000, disetujui untuk dipublikasikan 17 Oktober 2000

    Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kandungan protein kulit

    umbi ubi kayu sebagai akibat tumbuhnya mikroba pada kulit umbi kayu tersebut melalui proses fermentasi. Metode penelitian adalah metode fermentasi substrat padat kulit umbi ubi kayu dengan menggunakan ragi tape sebagai inokulum. Sebelum fermentasi kulit ubi kayu diberi perlakuan yaitu 1. segar, 2. dikukus, 3. ditambah urea dan dedak, dan 4. ditambah NPK dan vitamin B1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein kulit umbi ubi kayu dapat meningkat dari 3,41 % sebelum fermentasi menjadi 5,53 % pada perlakuan kulit umbi ubi kayu segar murni dengan dosis inokulum 3,0 g/kg dan waktu fermentasi 8 hari. Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu pada perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu yang dikukus menjadi 8,03 % setelah fermentasi 5 hari, perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu yang ditambah urea + dedak menjadi 8,88 % setelah fermentasi 4 hari, dan perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu yang ditambah NPK + vitamin B1 menjadi 4,69 % setelah fermentasi 5 hari.

    Kata kunci : Kulit umbi ubi kayu, fermentasi, ragi tape

    Abstract The objective of this research was to increase the protein content of cassava peel

    caused by microbial growth and its fermentation process on it, and to determine the population and diversity of the microbes in ragi tape as inoculum. The method used in this process was solid substrate fermentation of cassava peel with ragi tape as inoculum. Prior to fermentation process, cassava peel as a substrate was treated with 1. fresh, 2. steaming, 3. additional of urea and rice brand and 4. additional of NPK and vitamine B1. The results showed that protein content in fermented fresh cassava peel increased from 3.41 % to 5.53 % after 8 days incubation with 3.09 g/kg inoculum, in fermented steamed cassava peel was 8.03 % after 5 days fermentation in fermented cassava peel with additional of urea and rice brand was 8.88 % after 4 days fermentation while 4.69 % in fermented cassava peel with additional of NPK and B1 vitamine after 5 days fermentation.

    Key words : Cassava peel, fermentation, ragi tape

    1

  • 2 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

    1. Pendahuluan

    Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu (Manihot

    esculenta Cranz atau Manihot utilissima Pohl) merupakan limbah utama pangan di negara-

    negara berkembang. Semakin luas areal tanaman ubi kayu diharapkan produksi umbi yang

    dihasilkan semakin tinggi yang pada gilirannya semakin tinggi pula limbah kulit yang

    dihasilkan. Setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15 20 % kulit umbi.

    Kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai

    sumber energi bagi mikroorganisme1-3).

    Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam

    pembuatan produk tertentu. Ragi ini dibuat dari tepung beras, yang dijadikan adonan

    ditambah ramuan-ramuan tertentu dan dicetak menyerupai kue-kue kecil dengan diameter

    2 3 cm, digunakan untuk membuat arak, tape ketan, tape ketela (peuyeum), dan brem di Indonesia. Secara tradisional bahan-bahan seperti laos, bawang putih, tebu kuning atau

    gula pasir, ubi kayu, jeruk nipis dicampur dengan tepung beras, lalu ditambah sedikit air

    sampai terbentuk adonan. Adonan ini kemudian didiamkan dalam suhu kamar selama 3

    hari dalam keadaan terbuka, sehingga ditumbuhi khamir dan kapang secara alami. Setelah

    itu adonan yang telah ditumbuhi mikroba diperas untuk mengurangi airnya, dan dibuat

    bulatan-bulatan lalu dikeringkan4-6).

    Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah

    bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein

    sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Fermentasi merupakan proses yang relatif murah

    yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional

    dengan produk-produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti

    tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat

    menghasilkan produk protein. Protein mikroba sebagai sumber pangan untuk manusia

    mulai dikembangkan pada awal tahun 1900. Protein mikroba ini kemudian dikenal dengan

    sebutan Single Cell Protein (SCP) atau Protein Sel Tunggal. Menurut Tannembaum

    (1971), Protein Sel Tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni

    yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan

    protozoa. Sebenarnya ada dua istilah yang digunakan untuk produk mikroba ini, yaitu PST

    (Protein Sel Tunggal) dan Microbial Biomass Product (MBP) atau Produk Biomassa

  • JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 3

    Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang digunakan tetap berada dan bercampur dengan masa

    substratnya maka seluruhnya dinamakan PBM. Bila mikrobanya dipisahkan dari

    substratnya maka hasil panennya merupakan PST4,7,8).

    Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam

    sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak

    digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi media

    padat ini sering disebut proses koji, misalnya proses koji untuk memproduksi enzim yang

    dibutuhkan dalam pembuatan shoyu (kecap kedelai), miso, sake, asam-asam organik dan

    sebagainya. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk

    meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Produk

    fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau

    pakan4,9,10).

    Produk fermentasi dapat diperoleh bersamaan dengan tape singkong karena

    fermentasi dapat dilakukan bersamaan dengan pembuatan tape tersebut. Dengan demikian

    proses fermentasi ini selain untuk meningkatkan nilai gizi kulit ubi kayu juga untuk

    meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih jauh lagi produk fermentasi dapat dijadikan

    bahan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi.

    2. Metodologi Penelitian

    2.1 Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi adalah limbah

    kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari sebuah industri rumah tangga kripik ubi kayu di

    Kota Bandung. Ragi yang digunakan sebagai inokulum adalah ragi tape yang diperoleh

    dari pasar tradisional. Media yang digunakan dalam penghitungan total mikroba medium

    agar hitung (Plate Count Agar). Larutan yang digunakan dalam pengenceran sampel pada

    penghitungan total mikroba adalah NaCl 0,85 % (b/v). Selain itu seperangkat bahan untuk

    analisis proksimat kandungan protein produk fermentasi kulit ubi kayu.

    Alat-alat yang digunakan meliputi alat gelas dan bukan gelas yang biasa digunakan

    untuk pekerjaan mikrobiologi. Selain itu juga digunakan seperangkat alat analisis

    kandungan protein, serta alat bantu lainnya.

  • 4 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

    2.2 Cara Kerja 2.2.1 Penghitungan Jumlah Total Mikroba

    Jumlah total mikroba dari ragi tape dan substrat kulit umbi ubi kayu ditentukan

    dengan cara viable count atau Standard Plate Count, dengan prosedur sebagai berikut11,12) :

    ragi tape digerus, kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dan diencerkan secara desimal,

    yaitu 10-1 sampai 10-9 dengan menggunakan tabung reaksi yang masing-masing diisi 9 ml

    larutan NaCl 0,85 % (b/v). Lalu sebanyak 1 ml larutan dari pengenceran yang dikehendaki

    dipipet ke dalam cawan petri steril, dan dilakukan secara duplo. Kemudian ke dalam cawan

    tersebut dituangkan medium Plate Count Agar steril yang telah didinginkan sampai sekitar

    44oC sebanyak kira-kira 15 ml. Segera setelah penuangan, isi cawan dihomogenkan

    dengan cara cawan petri digerakkan melingkar untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara

    merata. Setelah medium memadat, cawan-cawan tersebut diinkubasi pada suhu kamar

    selama 2 hari (48 jam). Cawan yang digunakan dalam perhitungan ialah cawan yang

    mengandung 30 300 koloni. Jumlah mikroba per mililiter atau per gram contoh, yaitu :

    jumlah koloni x 1/faktor pengenceran. Faktor pengenceran = pengenceran x jumlah yang

    ditumbuhkan. Koloni-koloni yang tumbuh dari ragi tape pada medium Plate Count Agar

    selanjutnya diidentifikasi4,13,14).

    2.2.2 Penyiapan Substrat

    Kulit umbi ubi kayu dibersihkan dan dicuci kemudian dirajang persegi, dan segera

    digunakan sebagai substrat pada proses fermentasi. Sementara itu dilakukan serangkaian

    analisis yang meliputi penghitungan jumlah total mikroba seperti pada 2.2.1 dan analisis

    proksimat kandungan protein cara Kjehldahl berdasarkan modifikasi metode AOAC tahun

    197015,16).

    2.2.3 Optimasi Dosis Inokulum dan Waktu Fermentasi

    Ragi tape yang telah diketahui jumlah dan kandungan mikrobanya, selanjutnya

    diuji kemampuannya dalam memfermentasi kulit ubi kayu. Percobaan ini dirancang

    berdasarkan Rancangan Acak Lengkap secara faktorial. Faktor pertama adalah dosis

    inokulum, yaitu : 1,5 g/kg, 3,0 g/kg, dan 4,5 g/kg. Faktor kedua adalah waktu fermentasi,

    yaitu : 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan 8 hari.

    Kulit umbi ubi kayu yang telah siap untuk digunakan sebagai substrat, ditimbang

    sebanyak 100g dan dimasukkan ke dalam wadah plastik (fermentor) secara aseptis. Hal

  • JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 5

    yang sama dibuat sesuai banyaknya perlakuan. Substrat tersebut masing-masing

    diinokulasi sebanyak 0,3 g ragi tape yang telah dihaluskan sesuai variasi perlakuan. Proses

    fermentasi dibuat secara aerob, dan diinkubasi pada suhu ruang selama 8 hari. Sampling

    dilakukan setiap 2 hari. Parameter yang diamati meliputi penghitungan jumlah total

    mikroba dan analisis proksimat terhadap kandungan protein. Prosedur pengukuran

    parameter dilakukan seperti pada percobaan tahap penyiapan media.

    2.2.4 Optimasi Perlakuan Pengukusan dan Penambahan Mineral

    Ragi tape dengan dosis inokulum terpilih dilanjutkan dengan perlakuan substrat

    sebelum fermentasi yaitu yang dikukus (FP), dan yang ditambah mineral sebagai nutrisi

    tambahan untuk pertumbuhan mikroba (FUD = penambahan urea dan dedak serta FNV =

    penambahan NPK dan vitamin B1). Substrat kulit umbi ubi kayu pada perlakuan FP

    dikukus selama 30 menit lalu didinginkan. Perlakuan pengukusan dimaksudkan untuk

    membunuh mikroba yang terdapat dalam kulit ubi kayu. Perlakuan FP selanjutnya

    dijadikan sebagai kontrol, yaitu kulit ubi kayu tanpa mikroba awal sehingga total protein

    diakhir fermentasi merupakan hasil biokonversi dan protein mikroba hasil pertumbuhan.

    Perlakuan penambahan mineral untuk FUD, substrat kulit umbi ubi kayu segar (tanpa

    dikukus) sebanyak 86 % dicampur merata dengan 4 % urea dan 10 % dedak, sedangkan

    untuk perlakuan FNV sebanyak 96 % substrat kulit umbi ubi kayu segar (tanpa dikukus) dicampur merata dengan 4 % NPK dan 0,01 % Vitamin B1. Masing-masing perlakuan

    diinokulasi dengan dosis inokulum terpilih dan diinkubasi pada suhu ruang secara aerob.

    Penghitungan jumlah total mikroba dilakukan setiap 12 jam, sedangkan analisis proksimat

    kandungan protein produk fermentasi kulit umbi ubi kayu dilakukan setiap 24 jam.

    2.2.5 Analisis Kandungan Protein

    Kandungan protein bahan ditentukan dengan menghitung kadar nitrogen total

    dalam bahan melalui cara Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan ke

    dalam labu Kjeldahl. Kemudian ke dalam labu tersebut ditambahkan 1,15 g CuSO4.5H2O

    dan 5 g Na2SO4 yang telah bercampur rata. Selanjutnya ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat,

    dan didestruksi sampai cairan berwarna hijau. Setelah labu Kjeldahl dan cairannya menjadi

    dingin, cairan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Corong destilator diisi larutan NaOH

    45 % (b/v), dan destilator dipanaskan sampai semua ammonia menguap yang ditandai

    dengan perubahan warna cairan dalam labu destilator menjadi coklat kehitaman. Destilat

  • 6 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

    ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml HCl standar dan indikator fenolftalin

    beberapa tetes. Kelebihan HCl dalam destilat dititrasi dengan larutan NaOH standar sampai

    warna merah berubah menjadi kuning. Selanjutnya kadar protein dihitung dalam persen

    sebagai berikut :

    (ml HCl x N HCl) (ml NaOH x N NaOH) x 144,67 % Nitrogen = mg sampel % Protein = % Nitrogen x 6,25 (faktor konversi)

    3. Hasil dan Pembahasan

    Berdasarkan hasil penghitungan jumlah total mikroba, diketahui bahwa kulit umbi

    ubi kayu yang digunakan sebagai media fermentasi mengandung total mikroba sebanyak

    2,8 x 106 CFU/gram. Hal ini dapat dipahami karena tidak dilakukan sterilisasi terhadap

    bahan tersebut. Ragi tape yang digunakan sebagai inokulum mengandung jumlah total

    mikroba sebanyak 1,6 x 107 CFU/gram. Adapun isolat-isolat yang diperoleh dari ragi

    tersebut terdiri atas 4 macam isolat mikroba, yaitu dua isolat kapang dari genus Rhizopus

    dan dua isolat khamir yaitu satu dari genus Saccharomyces dan satu dari genus

    Schizosaccharomyces.

    Sesuai dengan kandungan mikroba yang terdapat pada ragi tersebut, maka peranan

    mikroorganisme dalam proses fermentasi dibagi menjadi dua berdasarkan tahap

    fermentasi. Selama proses fermentasi kapang akan mengubah pati menjadi gula sederhana

    dan khamir akan mengubah gula menjadi alkohol dan senyawa lain. Kapang menghasilkan

    enzim-enzim -amilase, -amilase dan glukoamilase, sedangkan khamir akan menghasilkan enzim invertase, zimase, karboksilase, maltase, melibiose, heksokinase, L-

    laktase, dehidrogenase, glukose-6-fosfat dehidrogenase dan alkohol dehidrogenase4,9,17).

    Jumlah total mikroba produk fermentasi kulit umbi ubi kayu berdasarkan waktu

    fermentasi dari perlakuan dosis inokulum dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil tersebut

    menunjukkan bahwa fluktuasi jumlah mikroba pada semua perlakuan hampir sama. Hal ini

    diduga karena jumlah sel mikroba dalam kisaran dosis inokulum 1,5 g/kg sampai 4,5 g/kg

    substrat belum jauh berbeda. Berdasarkan pengamatan koloni pada plate count agar

  • JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 7

    sampai akhir fermentasi terlihat koloni yang dominan adalah koloni khamir, sedangkan

    koloni kapang dan bakteri sangat jarang pada semua perlakuan.

    Tabel 1. Jumlah Total Mikroba (CFU/g) Produk Fermentasi Kulit Umbi Ubi Kayu Berdasarkan Perlakuan Dosis Inokulum dan Waktu fermentasi*)

    Waktu Dosis

    inokulum 2 hari 4 hari 6 hari 8 hari

    1,5 g/kg

    3,0 g/kg

    4,5 g/kg

    3,1 x 108

    2,9 x 109

    1,4 x 1010

    1,4 x 1011

    2,4 x 1011

    2,9 x 1011

    5,2 x 1012

    4,6 x 1012

    6,4 x 1012

    1,1 x 1015

    4,4 x 1015

    4,5 x 1015

    Keterangan : *) = Rata-rata dari duplo

    Setelah dua hari fermentasi mikroba sudah mulai bereproduksi terutama pada dosis

    inokulum paling rendah yaitu 1.5 g/kg. Berdasarkan dosis inokulum peningkatan jumlah

    mikroba pada dosis 3.0 g/kg dan 4.5 g/kg lebih rendah dibandingkan dengan dosis 1.5

    g/kg. Dosis inokulan tersebut mengandung jumlah awal mikroba lebih tinggi, sehingga

    pada awal pertumbuhan tidak menunjukkan peningkatan yang tinggi. Hal ini akan

    tergambarkan lebih jelas apabila dibuat kurva pertumbuhannya.

    Diduga pada saat tersebut telah terjadi keseimbangan antara ketersediaan sumber

    nutrien dalam medium dan jumlah mikroba, dan selanjutnya sampai akhir fermentasi pola

    peningkatan jumlah mikroba pada semua perlakuan dosis inokulum cenderung sama.

    Demikian pula pada kandungan protein produk fermentasi kulit umbi ubi kayu (Tabel 2.),

    nampak bahwa peningkatan kandungan protein pada semua perlakuan dosis inokulum

    hampir sama. Sebagaimana telah disebutkan bahwa peningkatan jumlah massa mikroba

    akan menyebabkan meningkatnya kandungan protein pada produk fermentasi. Berhubung

    jumlah sel mikroba diukur pada kondisi medium pertumbuhan yang sama yaitu kulit ubi

    kayu segar murni, maka peningkatan jumlah sel mikroba pada produk fermentasi kulit ubi

    kayu ini dianggap identik dengan peningkatan kandungan protein yang merupakan refleksi

    dari jumlah massa sel.

  • 8 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

    Tabel 2. Kadar Protein Produk Fermentasi (%)Kulit Umbi Ubi Kayu Berdasarkan Perlakuan Dosis Inokulum dan Waktu Fermentasi*)

    Kadar Protein, % Dosis inokulum

    2 hari 4 hari 6 hari 8 hari 1,5 g/kg

    3,0 g/kg

    4,5 g/kg

    4,03

    4,18

    4,26

    4,80

    5,01

    5,05

    4,97

    5,23

    5,39

    5,50 5,53

    5,64

    Keterangan : *): Rata-rata dari duplo

    Berdasarkan optimasi ini, maka dosis inokulum yang berkisar antara 1,5 g/kg

    sampai 4,5 g/kg dapat direkomendasikan untuk fermentasi kulit umbi ubi kayu dengan ragi

    tape yang sama sebagai inokulum. Suatu hal menarik bahwa ragi tape yang digunakan

    dengan ukuran rata-rata 2 3 cm, ternyata mempunyai berat 3 gram. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam penerapan selanjutnya maka dipilih dosis inokulum 3 g/kg atau

    satu biji ragi tape untuk 1 kg substrat kulit ubi kayu segar murni, dan difermentasi selama 8

    hari.

    Jumlah total mikroba produk fermentasi kulit umbi ubi kayu dari perlakuan

    pengukusan (FP), penambahan urea dan dedak (FUD), dan penambahan NPK dan vitamin

    B1 (FNV) dapat dilihat pada Tabel 3. Fluktuasi jumlah mikroba nampak lebih rendah pada

    perlakuan FP dibandingkan perlakuan FUD dan FNV. Hal ini terjadi karena jumlah

    mikroba pada substrat sebelum fermentasi (0 hari) memang rendah, akibat perlakuan

    pengukusan. Perbedaan jumlah mikroba pada awal fermentasi secara teoritis

    mengakibatkan penggandaan jumlah sel yang berbeda pula. Selanjutnya menurut

    Hartoto18), bahwa mikroorganisme seringkali tumbuh lebih baik pada bahan pangan yang

    telah dimasak dibandingkan pada bahan pangan mentah karena zat-zat gizi tersedia lebih

    baik dan tekanan persaingan dari mikroorganisme lain telah dikurangi.

  • JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 9

    Tabel 3. Jumlah Total Mikroba Produk Fermentasi (CFU/g) Kulit Umbi Ubi Kayu Berdasarkan Perlakuan Pengukusan dan Penambahan Mineral dan Waktu Fermentasi*)

    Waktu Macam perlakuan 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari

    FP

    FUD

    FNV

    1,2 x 106

    3,3 x 1010

    9,1 x 1010

    1,6 x 109

    2,1 x 1013

    4,7 x 1013

    1,1 x 109

    2,3 x 1017

    4,1 x 1017

    2,9 x 107

    1,5 x 1018

    4,0 x 1018

    2,0 x 109

    2,9 x 1017

    2,4 x 1017

    Keterangan : *) : Rata-rata dari duplo

    Berdasarkan pengamatan pada substrat masing-masing perlakuan, nampak

    pertumbuhan miselium kapang sangat padat pada perlakuan FP dibanding perlakuan FUD

    dan FNV. Pertumbuhan koloni pada medium plate count agar terlihat koloni-koloni yang

    dominan sejak hari pertama fermentasi adalah koloni kapang, sedangkan pada perlakuan

    FUD nampak jumlah koloni khamir dan bakteri hampir seimbang sampai akhir fermentasi.

    Koloni kapang pada perlakuan ini hanya terlihat satu sampai tiga koloni pada setiap cawan

    yang nampak sejak fermentasi tiga hari. Kemudian pada perlakuan FNV, sampai akhir

    fermentasi terlihat koloni yang dominan adalah bakteri.

    Menurut Alexopoulos13), bahwa satu koloni kapang dapat berasal dari satu spora

    atau sepotong hifa. Pertumbuhan kapang sangat sulit diukur berdasarkan jumlah sel karena

    sel-sel tidak mudah terpisah. Oleh karena itu walaupun nampak miselium kapang sangat

    padat pada substrat fermentasi tetapi pada saat pencuplikan dengan pengenceran

    kemungkinan tidak ter-pisah dengan baik sehingga potongan-potongan miselium berupa

    fragmen hifa tidak semua terambil oleh pipet. Akibatnya koloni kapang yang nampak pada

    plate count agar tidak mencerminkan jumlah massa miselium pada substrat. Berbeda

    dengan khamir dan bakteri, dimana satu koloni berasal dari satu sel berarti koloni yang

    terhitung identik dengan jumlah sel mikroba yang terdapat pada substrat10). Dengan

    demikian fluktuasi jumlah total mikroba pada perlakuan FP lebih rendah dibandingkan

    perlakuan FUD dan FNV. Disamping itu dengan adanya penambahan mineral maka

    ketersediaan nutrien antara ketiga perlakuan akan berbeda, akibatnya mikroba yang mampu

    bertahan hidup pada masing-masing medium juga akan berbeda.

  • 10 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

    Kemudian dari data Tabel 4, diketahui bahwa kandungan protein produk fermentasi

    kulit umbi ubi kayu pada perlakuan FP dan FUD nampak lebih tinggi dibandingkan pada

    perlakuan FNV. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas biosintesis protein oleh

    mikroba pada substrat yang diberi perlakuan pengukusan dan substrat yang ditambah urea

    dan dedak, lebih tinggi dibandingkan substrat yang ditambah NPK dan vitamin B1. Urea

    merupakan sumber N yang mudah digunakan oleh mikroba karena strukturnya yang

    sederhana. Sementara dedak telah diketahui mengandung niasin yang merupakan asam

    amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Selain itu dedak juga masih

    mengandung sumber N dan vitamin yang lain yang dapat menunjang pertumbuhan

    mikroba. Dengan demikian substrat kulit ubi kayu dengan perlakuan FUD mengandung

    total mikroba paling tinggi. Kadar N total pada substrat FNV lebih rendah dibandingkan

    dengan FUD, begitu juga kadar vitaminnya.

    Tabel 4. Kadar Protein Produk Fermentasi (%) Kulit Umbi Ubi Kayu Berdasarkan

    Perlakuan Pengukusan dan Penambahan Mineral dan Waktu Fermentasi*)

    Kadar Protein, % Macam perlakuan 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari

    FP

    FUD

    FNV

    6,95

    8,27

    4,65

    7,36

    8,44

    4,58

    7,62

    8,61

    4,43

    7.76

    8,88

    4,65

    8,03

    8,74

    4,69

    Keterangan : *) : Rata-rata dari duplo

    FP : substrat dengan perlakuan pengukusan FUD : substrat dengan penambahan urea + dedak FNV : substrat dengan penambahan NPK + vit. B1

    Ketiga jenis perlakuan diberikan sebelum proses fermentasi

    Perlakuan pengukusan menyebabkan konstitusi kimia dari substrat kulit umbi ubi

    kayu lebih banyak dapat dimanfaatkan, serta struktur fisiknya lebih mudah ditembus

    miselia18). Oleh karena itu miselium kapang nampak lebih padat pada perlakuan FP

    dibandingkan perlakuan FNV. Tingginya kandungan protein pada perlakuan FP merupakan

    refleksi dari padatnya massa miselium kapang pada substrat. Sebagaimana telah disebutkan

    bahwa pada perlakuan FNV yang dominan adalah bakteri, karena satu sel bakteri

    ukurannya lebih kecil dibandingkan sel kapang yang berupa miselium maka besar

  • JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 11

    kemungkinan biomassa mikroba pada perlakuan FP lebih tinggi daripada perlakuan FNV.

    Dengan demikian kandungan protein produk fermentasi kulit umbi ubi kayu pada

    perlakuan FP yang merupakan refleksi dari jumlah massa sel akan lebih tinggi

    dibandingkan perlakuan FNV.

    Kadar N dari urea dan dedak dalam penelitian ini digunakan sebagai sumber nutrisi

    bagi pertumbuhan mikroba sehingga semua N dari kedua aditif tersebut dikonversi jadi

    biomasa baik kapang maupun bakteri. Pada akhir fermentasi kadar N tersebut

    diperhitungkan telah habis.

    4. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kandungan

    protein kulit umbi ubi kayu dapat meningkat dari 3,41 % sebelum fermentasi menjadi 5,53

    % pada perlakuan kulit ubi kayu segar murni dengan dosis inokulum 3,0 g/kg dan waktu

    fermentasi 8 hari. Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu pada perlakuan

    substrat umbi kulit ubi kayu yang dikukus menjadi 8,03 % setelah fermentasi 5 hari,

    perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu yang di-tambah urea + dedak menjadi 8,88 %

    setelah fermentasi 4 hari, dan perlakuan substrat kulit umbi ubi kayu yang ditambah NPK

    + vitamin B1 menjadi 4,69 % setelah fermentasi 5 hari. Ragi tape yang digunakan sebagai

    inokulum mengandung jumlah total mikroba sebanyak 1,6 x 107 CFU/gram. Adapun

    isolat-isolat yang diperoleh dari ragi tersebut terdiri atas 4 macam isolat mikroba, yaitu 2

    isolat kapang dari genus Rhizopus dan 2 isolat khamir yaitu 1 dari genus Saccharomyces

    dan 1 dari genus Schizosaccharomyces.

    Daftar Pustaka

    1. Ofuya, C. O. and Obilor, S. N., The Suitability of Fermented Cassava Peel As A

    Poultry Feedstuff, Bioresource Technology, 44 : 101 104 (1993).

    2. Rukmana, R., Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen Penerbit Kanisius, Jakarta, 11

    35 (1997).

    3. Tjitjah, A.., Biokonversi Limbah Umbi Singkong Menjadi Bahan Pakan Sumber

    Protein oleh Jamur Rhizopus sp. Serta Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ayam

    Pedaging, Disertasi Pascasarjana UNPAD, Bandung, 183 h (1995).

  • 12 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

    4. Beuchat, L. R., Food and Beverage Mycology, 2nd ed., Van Nostrand Company Inc.,

    New York, 1 50, 269 516 (1987).

    5. Tjitrosomo, S., Gunawan, G.A.W. dan Zakaria, M.A., Kamus Istilah Mikologi,

    Departemen Botani Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 97 h (1987).

    6. Winarno, F. G., Seri Teknologi Pangan III, Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Teknologi Pangan IPB, 11 19 (1984).

    7. Judoamidjojo, M., Sais, E.G. dan Hartoto, L., Biokonversi, Pusat Antar Universitas-

    Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, 1 32 (1989).

    8. Pederson, C. S., Microbiology of Food Fermentations, The Avi Publishing Co., Inc,

    Westport, Connecticut, 1 246 (1971).

    9. Frazier, W. C. and Westhoff, D.C., Food Mycrobiology. 4th ed., McGraw-Hill, Inc.,

    New York, 1 39 (1988).

    10. Rahman, A., Teknologi Fermentasi, Penerbit Arcan, Jakarta, 33 35, 149 162

    (1992).

    11. Cappuccino, J.C. and N. Shjerman, Microbiology: Laboratory Manual, The

    Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., 51 210 (1987).

    12. Fardiaz, S., Analisis Mikrobiologi Pangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 35

    46 (1993).

    13. Alexopoulos, C.J., Introductory Mycology, 2nd ed., John Wiley & Sons, Inc., New

    York, 184 210, 241 261, (1962).

    14. Fardiaz, S., Fisiologi Fermentasi, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor

    dan Lembaga Sumber daya Informasi-IPB, 3 135 (1988).

    15. AOAC, Official Methods of Analysis. 15th ed. Agricultural Chemicals; Contaminantc;

    Drugs, Vol. 1., Association of Official Analyticals Chemists, Inc., Washington DC, 6

    90 (1990).

    16. Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan

    dan Pertanian Edisi ketiga, Liberty, Yogyakarta, 138 h (1984).

    17. Suliantari dan Rahayu, W.P., Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Biji-bijian,

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan - PAU Pangan dan Gizi IPB, 18 58 (1990).

    18. Hartoto, L., Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi, Pusat Antar Universitas-

    Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, 5 129 (1992).