Peningkatan Emotional Quotient Melalui Layanan Bimbingan...
Transcript of Peningkatan Emotional Quotient Melalui Layanan Bimbingan...
PENINGKATAN EMOTIONAL QUOTIENT MELALUI
LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK
SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VIIIC SMP ISLAM
SUDIRMAN AMPEL
TAHUN AJARAN 2015/2016
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh
Anis Ludiyani
132012006
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PENINGKATAN EMOTIONAL QUOTIENT MELALUI LAYANAN
BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA
PADA SISWA KELAS VIIIC SMP ISLAM SUDIRMAN AMPEL
TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh: Anis Ludiyani
Pembimbing I Dr. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd,
Pembimbing II Setyorini, M.Pd.
Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan karena terdapat siswa yang memiliki emotional
quotient yang rendah di kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Hal ini
ditunjukkan dengan siswa yang kurang memiliki motivasi belajar dan sulit
mengendalikan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi
peningkatan emotional quotient melalui layanan bimbingan kelompok teknik
sosiodrama pada siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Jenis penelitian
adalah eksperimen semu dengan desain penelitian pre-test and post-test control
group design. Subjek penelitian adalah 8 siswa yang memiliki emotional quotient
rendah yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setiap
kelompok terdiri dari 4 siswa, kedua kelompok diuji homogenitas menghasilkan
P=0,511 (p>0,050), artinya tidak ada perbedaan yang signifikan sehingga
penelitian dapat dilanjutkan. Teknik pengumpulan data menggunakan Skala
Emotional Quotient yang diadaptasi dari Daniel Goleman (1995). Teknik analisis
data yang digunakan adalah Mann-Whitney dengan bantuan program SPSS 16.0
for windows. Hasil analisis data menghasilkan mean rank pre test pada kelompok
eksperimen 2,50 dan post test 6,50. Terdapat selisih sebesar 4.00, dengan Asmp.
Sig (2-Tailed) 0,021. Maka dapat disimpulkan layanan bimbingan kelompok
teknik sosiodrama secara signifikan dapat meningkatkan emotional quotient siswa
kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan referensi bagi guru BK dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling
kepada peserta didik.
Kata Kunci: Emotional Quotient, Bimbingan Kelompok, Sosiodrama.
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk yang
memiliki emosi sangat terpengaruh
dengan suasana perasaannya dalam
melakukan kegiatan. Karena itu emosi
mempunyai peran penting dalam
mendukung keberhasilan. Emotional
quotient membuat manusia dapat
bersikap pro aktif, yaitu kemampuan
memilih respon. Ketika dipukul
misalnya, manusia juga merasa marah
atau takut, namun bisa memilih respon
yang berbeda. Pura-pura berani atau
bahkan menunjukkan senyuman.
Karena memiliki emotional quotient
manusia mampu memilih respon.
Kelompok orang yang mampu meraih
sukses ternyata adalah kelompok
orang yang mampu mengendalikan
emosi dan peka terhadap emosi orang
lain (dalam Rakhmat, 2005).
Pada bangku pendidikan formal
peserta didik diutamakan untuk
mengembangkan IQ, padahal
kecerdasan yang lain juga tidak kalah
penting untuk dikembangkan. Terlihat
pada saat UN peserta didik berlomba-
lomba mendapat nilai bagus walaupun
dengan mengupayakan berbagai cara,
bahkan terdapat guru yang sengaja
memberikan kunci jawaban kepada
siswa semata-mata agar sekolah
mendapat peringkat tinggi. Hal seperti
ini tentu kurang tepat, perkembangan
terakhir dalam seminar Multiple
Intellegence di Denpasar diperoleh
penelitian Daniel Goleman
menyatakan bahwa keberhasilan
seseorang hanya 20% yang
dipengaruhi oleh IQ (Intellectual
Quotient), 80% dipengaruhi EQ
(Emotional Quotient) dan SQ
(Spiritual Quotient). (sumber: http://
www.kompasiana.com/rasawulansari
widuri/tujuh-dasar-kecerdasan-
emosional).
EQ tinggi diperlukan agar
individu mampu mengelola emosi,
mampu mengendalikan diri sendiri,
berempati dan peduli dengan orang
lain dengan mengutamakan
kepentingan umum/rakyat, daripada
kepentingan perorangan atau
golongan. (2005), mengemukakan
bahwa kunci sukses yang sebenarnya
tidak lain adalah kemampuan untuk
mampu memahami emosi diri dan
emosi orang lain disekitar kita, dan
memanfaatkan interaksi emosi ini
semaksimum mungkin untuk tujuan-
tujuan positif yang hendak dicapai
bersama. EQ (Emotional Quotient)
dan IQ (Intellectual Quotient) tetap
dibutuhan hanya proporsinya berbeda.
Goleman (2002), menyatakan
bahwa perasaan gelisah tanpa alasan
yang jelas, sulit beradaptasi, terlalu
kritis, cenderung sulit
mengekspresikan kekesalan dan
kemarahannya secara tepat sering
dialami individu yang murni hanya
memiliki kecerdasan akademis tinggi.
Orang-orang seperti itu akan menjadi
sumber masalah jika ditambah dengan
taraf emotional quotientnya rendah.
Jika hal ini dibiarkan terus terjadi
maka dampak kedepannya akan
membuat individu sulit bersosialisasi
karena emosional yang tidak dapat
dikelola dengan baik.
Setelah dilakukan penelitian
awal pada kelas VIIIC SMP Islam
Sudirman Ampel terdapat sebanyak
33,3% siswa mempunyai kecerdasan
emosional pada kategori rendah,
43,3% kategori sedang dan 23,3%
kategori tinggi.
Salah satu upaya yaitu dengan
memberikan layanan bimbingan
konseling dalam bentuk bimbingan
kelompok dengan teknik sosiodrama.
Bimbingan kelompok adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok orang dengan
memanfaatkan dinamika kelompok
(Prayitno, 1995). Sehingga semua
peserta dalam kegiatan kelompok
dapat saling berinteraksi, bebas
mengeluarkan pendapat, menanggapi,
dan memberi saran. Sosiodrama
digunakan untuk memberikan
pemahaman dan penghayatan akan
masalah-masalah sosial serta
mengembangkan kemampuan siswa
untuk memecahkannya.
Jadi sosiodrama disini dapat
melatih peserta didik untuk
memecahkan persoalan-persoalan baik
pribadi maupun sosial, melalui
karakter yang diperankan. Peserta
didik dapat memahami perasaan orang
lain sehingga dapat merefleksikan
pada diri sendiri perilaku yang kiranya
kurang sesuai untuk dilakukan pada
orang lain. Teknik sosiodrama efektif
untuk meningkatkan emotional
quotient peserta didik. Pernyataan
tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Pamudya (2014) pada
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1
Kebakkramat Tahun Ajaran
2014/2015 yang berjudul “Sosiodrama
untuk Meningkatkan Kecerdasan
Emosi”. Terdapat hasil analisis sebesar
p = 0,000<0,05 sehingga penelitian
tersebut menunjukkan bahwa,
sosiodrama efektif untuk
meningkatkan emotional quotient
secara signifikan. Penelitian
Rachmawati (2007) yang berjudul
“Permainan Sosiodrama dalam
Menumbuhkan Kemampuan Empati
pada Anak”. Hasil penelitian ini
menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok kontrol
dengan kelompok eksperimen dengan
hasil analisis p= 0,005 < 0,05. Dapat
disimpulkan permainan sosiodrama
berpengaruh terhadap empati anak.
Penulis tertarik untuk melakukan
penelitian : “Peningkatan Emotional
Quotient Melalui Layanan Bimbingan
Kelompok dengan Teknik Sosiodrama
Pada Siswa Kelas VIIIC SMP Islam
Sudirman Ampel”. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui signifikansi
peningkatan emotional quotient siswa
kelas VIIIC SMP Islam Sudirman
Ampel melalui layanan bimbingan
kelompok dengan teknik sosiodrama.
Manfaat penelitian ini dapat
mengembangkan teori emotional
quotient dari Daniel Goleman
khususnya emotional quotient pada
peserta didik SMP di Indonesia. Jika
dalam penelitian ini ditemukan bahwa
bimbingan kelompok teknik
sosiodrama dapat meningkatkan secara
signifikan emotional quotient siswa
maka hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Pamudya
(2014) dan Rachmawati (2007).
LANDASAN TEORI
Emotional quotient pada saat
sekarang ini merupakan istilah yang
sudah tidak asing lagi bagi kita.
Pertama kali teori ini dikemukakan
oleh Salovey dan Mayer pada tahun
1990, yang mendefinisikan EQ
merupakan kemampuan memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri
dan orang lain, serta menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memandu
pikiran dan tindakan (dalam Goleman,
2002).
Goleman (2002), menyatakan
bahwa emotional quotient merupakan
kemampuan mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri,
dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
emotional quotient merupakan
kemampuan individu untuk mengelola
emosinya dengan baik, agar dapat
memahami diri sendiri, memahami
orang lain, memiliki kepekaan
terhadap lingkungannya dan pada
akhirnya tidak sulit untuk
bersosialisasi sehingga menjadi
pribadi yang menyenangkan.
Goleman (2009) merinci aspek-
aspek kecerdasan emosi secara khusus
sebagai berikut:
a. Mengenali emosi diri
a. Kemampuan individu yang
berfungsi untuk memantau perasaan
dari waktu ke waktu, mencermati
perasaan yang muncul. Kemampuan
mengenali diri sendiri adalah dengan
kesadaran diri.
b. Mengelola emosi
Kemampuan untuk menghibur diri
sendiri, melepas kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan dan
akibat-akibat yang timbul karena
kegagalan ketrampilan mengelola
emosi. Kemampuan mengelola emosi
meliputi kemampuan penguasaan diri
dan kemampuan menenangkan
kembali.
c. Memotivasi diri sendiri
Kemampuan ini meliputi:
pengendalian dorongan hati, kekuatan
berfikir positif dan optimis.
d. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan ini disebut empati,
yaitu kemampuan yang bergantung
pada kesadaran diri emosional,
kemampuan ini merupakan
ketrampilan dasar dalam berhubungan
sosial.
e. Membina hubungan
Seni membina hubungan sosial
merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain, meliputi ketrampilan
sosial yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan
hubungan antar pribadi.
Berdasarkan kajian diatas maka
seseorang memiliki emotional quotient
tinggi apabila mampu mengenali
emosi diri, mengelola emosi, dapat
memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang lain dan membina
hubungan antar pribadi.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi emotional quotient
individu menurut Goleman (2009),
yaitu:
1. Lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan
pertama untuk individu dalam
mempelajari segala hal termasuk
emosi. Peran serta orang tua sangat
dibutuhkan karena orang tua adalah
subyek pertama yang perilakunya
diidentifikasi, diinternalisasi yang
pada akhirnya
2. Lingkungan non keluarga.
Lingkungan yang dimaksud adalah
masyarakat dan lingkungan penduduk.
Sedangkan menurut Patton
(2002) faktor yang mempengaruhi
emotional quotient adalah sebagai
berikut:
1. Keluarga, adalah perekat yang
menyatukan struktur dasar dunia kita
agar satu.
2. Hubungan-hubungan pribadi.
Hubungan interpersonal terhadap
seseorang dalam keseharian yang
memberikan penerimaan dan
kedekatan emosional dapat
menimbulkan kematangan emosional
pada seseorang dalam bersikap dan
bertindak.
3. Hubungan dengan teman
kelompok. Pada tugas perkembangan
ada tahap dimana individu membentuk
teman sekelompok untuk membangun
citra diri sosial.
4. Lingkungan. Dimana individu
tinggal dan bergaul ditengah-tengah
masyarakat yang mempunyai nilai-
nilai atau norma-norma tersendiri
dalam berinteraksi sehingga
mempengaruhi pola kehidupan
seseorang.
5. Hubungan dengan teman sebaya.
Secara disadari atau tidak pergaulan
individu dengan teman sebaya yang
akan saling mempengaruhi dan dapat
membentuk kehidupan emosi
tersendiri.
Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi emotional
quotient adalah keluarga, lingkungan,
hubungan pribadi, hubungan dengan
teman kelompok dan hubungan
dengan teman sebaya.
Menurut Tohirin (2009)
terdapat tujuh teknik dalam bimbingan
kelompok:
1. Teknik Home Room
1. Program ini dilakukan diluar
jam pelajaran dengan menciptakan
kondisi sekolah atau kelas seperti di
rumah menyenangkan. Dengan kondisi
tersebut para siswa dapat
mengutarakan perasaaannya seperti di
rumah. Tujuan
utama program ini adalah agar guru
dapat mengenal siswanya secara lebih
dekat sehingga dapat membantunya
secara efisien.
2. Karyawisata
Dilaksanakan dengan
mengunjungi dan mengadakan
peninjauan pada objek-objek yang
menarik yang berkaitan dengan
pelajaran tertentu, mereka mendapatkan
informasi yang mereka butuhkan hal ini
akan mendorong aktifitas penyesuaian
diri, kerjasama, tanggung jawab,
kepercayaan diri, serta mengembangkan
bakat dan cita-cita.
3. Diskusi kelompok
Merupakan suatu cara dimana
siswa memperoleh kesempatan untuk
memecahkan masalah secara bersama-
sama. Setiap siswa memperoleh
kesempatan untuk mengemukakan
pikirannya masing-masing dalam
memecahkan suatu masalah, dalam
melakukan diskusi siswa diberi peran-
peran tertentu seperti pemimpin diskusi
dan notulis serta peserta lain menjadi
anggota. Dengan demikian akan
muncul rasa tanggung jawab dan
percaya diri.
4. Kegiatan kelompok
Dapat menjadi suatu teknik
yang baik dalam bimbingan, karena
kelompok memberikan kesempatan
kepada individu untuk berpartisipasi
secara baik. Banyak kegiatan tertentu
yang lebih berhasil apabila dilakukan
secara berkelompok. Melalui kegiatan
kelompok dapat mengembangkan bakat
dan menyalurkan dorongan-dorongan
tertentu, selain itu setiap siswa
memperoleh kesempatan untuk
menyumbangkan pikirannya. Dengan
demikian akan muncul rasa tanggung
jawab seorang siswa di beri kesempatan
untuk memimpin teman-teman dalam
membuat pekerjaan bersama sehingga
kepercayaan dirinya tumbuh dan
karenanya ia memperoleh harga diri.
5. Organisasi Siswa
Melalui organisasi siswa
banyak masalah-masalah siswa baik
sifatnya individual maupun kelompok
dapat dipecahkan. Melalui organisasi,
para siswa memperoleh kesempatan
untuk belajar mengenal berbagai aspek
kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa
dalam organisasi akan dapat
membentuk rasa tanggung jawab dan
harga diri. Misalnya siswa yang
memperoleh kepercayaan menjadi
ketua OSIS dan lain sebagainya akan
dapat mengembangkan bakat
kepemimpinan dan memupuk rasa
tanggung jawab serta harga diri siswa
yang bersangkutan.
6. Sosiodrama
Dapat digunakan sebagai salah
satu teknik bimbingan kelompok.
Sosiodrama merupakan suatu cara
membantu memecahkan masalah siswa
melalui drama. Sesuai namanya,
masalah yang didramakan adalah
masalah sosial. Metode ini dilakukan
melalui kegiatan bermain peran. Di
dalam sosiodrama individu akan
memerankan suatu peran tertentu dari
situasi masalah sosial. Pemecahan
masalah individu di peroleh melalui
penghayatan peran tentang situasi
masalah yang dihadapinya. Dari
pementasan peran selanjutnya
diadakan diskusi mengenai cara-cara
pemecahan masalahnya yang dihadapi
oleh seorang individu sebagai anggota
kelompok atau yang dihadapi oleh
kelompok lain.
7. Pengajaran Remedial (Remedial
Teaching)
Merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang diberikan kepada
seorang atau beberapa orang siswa
untuk membantu kesulitan belajar
yang dihadapinya. Pengajaran
remedial merupakan adalah satu teknik
pemberian bimbingan yang dapat
dilakukan secara individu maupun
kelompok tergantung kesulitan belajar
yang di hadapi oleh siswa.
Adapun pada penelitian ini
penulis menggunakan salah satu teknik
dalam bimbingan kelompok yaitu
teknik sosiodrama.
Menurut Nursalim & Suradi
(2002) sosiodrama merupakan teknik
dalam bimbingan kelompok untuk
memecahkan masalah–masalah sosial
melalui kegiatan bermain peran. Di
dalam sosiodrama, peserta akan
memerankan suatu peranan tertentu
dari situasi masalah sosial. Sehingga
peserta akan merasakan secara
langsung dan terlibat secara emosional
dalam situasi yang diperankan.
Menurut Santrock (1995), permainan
sosiodrama adalah permainan yang
melibatkan interaksi sosial dengan
teman-teman sebaya. Sedangkan
menurut Hurlock (1980), permainan
sosiodrama adalah permainan yang
aktif terhadap perilaku dan bahasa.
Teknik ini dapat digunakan
untuk melatih peserta didik dalam
mengelola emosi, mengekspresikan
perasaan kepada orang lain dan
ketrampilan-ketrampilan dalam
bersosialisasi yang dikemas dalam
bentuk sosiodrama.Sehingga dapat
disimpulkan sosiodrama merupakan
salah satu teknik dalam bimbingan
kelompok yaitu dengan memerankan
sebuah drama untuk memecahkan
persoalan sosial. Dengan siswa
mengalami secara langsung peristiwa
dalam hubungan sosial, diharapkan
dapat menyelesaikan konflik yang
dihadapi dan memahami perasaan
orang lain sehingga dapat
mengendalikan dan mengekspresikan
emosi dengan tepat dan efisien.
Menurut Nursalim &
Suradi(2002) tujuan penggunaan
sosiodrama adalah:
a. Menggambarkan bagaimana
seseorang atau beberapa orang
menghadapi suatu situasi sosial.
b. Menggambarkan bagaimana cara
memecahkan suatu masalah sosial.
c. Mengembangkan sikap kritis
terhadap tingkah laku yang harus atau
jangan dilakukan dalam situasi sosial
tertentu.
d. Memberi kesempatan untuk
meninjau situasi sosial dari berbagai
sudut pandang tertentu.
Berdasarkan kajian diatas penulis
dapat menyimpulkan bahwa tujuan
sosiodrama adalah dapat
meningkatkan pemahaman peserta
terhadap diri sendiri maupun situasi
sosial sehingga mereka mampu
menyelesaikan masalahnya.
Menurut Nursalim & Suradi
(2002) prosedur pelaksanaan
sosiodrama memiliki urutan langkah
pelaksanaan sebagai berikut:
1. Konselor mengemukakan masalah
dan tema yang akan diangkat
dalam sosiodrama. Masalah dalam
cerita harus dipahami, sehingga
secara mudah tergugah untuk ikut
berpartisipasi dalam masalah
penyelesaian dan pengentasannya.
2. Setelah konselor selesai
menyampaikan garis besar alur
cerita, lalu menentukan pemain
yang akan berperan sebagai
tokoh-tokoh tertentu.
3. Selanjutnya menentukan
kelompok penonton. Tugas
kelompok penonton adalah
mengobservasi pelaksanaan
permainan. Hasil observasi
kelompok penonton dapat
dijadikan bahan diskusi setelah
permainan selesai.
4. Pementasan drama, yang perlu
diperhatikan adalah memahami
alur cerita dan percaya diri dalam
berperan.
5. Setelah selesai pementasan drama
diadakan diskusi yang membahas
apakah sudah tepat pengentasan
masalah yang ditampilkan dalam
drama. Diskusi ini dilakukan oleh
pemain, penonton dan konselor.
Selain itu peserta juga dapat saling
memberikan kritik dan saran.
Menurut Romlah (2001) dalam
pelaksanaan kegiatan sosiodrama,
konselor memegang peran cukup
penting antara lain:
1. Sebagai fasilitator, yaitu
memberikan fasilitas kepada siswa
dalam melaksanakan kegiatan.
2. Sebagai motivator, konselor
mampu memberikan motivasi dan
dapat mengkondisikan siswa untuk
melaksanakan sosiodrama
sehingga dapat mencapai tujuan
yang diinginkan.
3. Sebagai koordinator, konselor
mampu memimpin siswa mulai dari
tahap persiapan hingga tahap evaluasi.
Konselor mengarahkan siswa jika
dialog keluar dari konteks
pembahasan, serta memimpin jalannya
diskusi.
Pembagian kelompok ini dapat
dilakukan dengan sukarela ataupun
ditunjuk (Romlah, 2001).
1. Kelompok pemain bertugas
memainkan peran sesuai dengan
skenario sosiodrama yang telah
dipersiapkan.
2. Kelompok penonton bertugas
mengobservasi pelaksanaan
permainan. Hasil observasi dari
kelompok penonton merupakan bahan
diskusi setelah permaian selesai.
Ahmadi (2005) mengungkapkan
keunggulan teknik sosiodrama adalah
sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk
mendramatisasikan sesuatu serta
melatih keberanian.
2. Metode ini akan menarik
perhatian siswa sehingga suasana kelas
menjadi hidup.
3. Siswa dapat menghayati suatu
peristiwa sehingga mudah mengambil
kesimpulan berdasarkan penghayatan
sendiri.
4. Siswa dilatih untuk menyusun
pikirannya dengan teratur.
Selain beberapa kelebihan
sosiodrama diatas, penulis dapat
menyimpulkan dengan sosiodrama
siswa tidak hanya mengerti persoalan-
persoalan psikologis, tetapi juga ikut
merasakan perasaan dan pikiran orang
lain bila berhubungan dengan sesama
manusia. Sehingga dapat
mengekspresikan dan mengontrol
emosi dengan tepat, ikut menangis bila
sedih, rasa marah, emosi, dan gembira.
Siswa dapat menempatkan diri pada
posisi orang lain dan memperdalam
pengertian mereka tentang orang lain
(dapat memahami orang lain).
Penelitian ini mengacu pada
penelitian Pamudya (2014). Sosiodrama
Untuk Meningkatkan Kecerdasan
Emosi Pada Peserta Didik Kelas VIII
SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun
Ajaran 2014/2015, hasil analisis p=
0,000<0,05 sehingga teknik sosiodrama
dapat meningkatkan emotional quotient
secara signifikan. Penelitian
Rachmawati (2007). Pengaruh
Permainan Sosiodrama dalam
Menumbuhkan Kemampuan Empati
pada Anak Peserta Didik Kelas V SD
Negeri Pati Kidul 04, terdapat hasil
analisis p=0,005<0,05 sehingga teknik
sosiodrama dapat meningkatkan
emotional quotient secara signifikan.
Dalam penerapan layanan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama
siswa diharuskan lebih aktif dan kreatif
dalam bersosialisasi, mereka harus
dapat mengendalikan serta
mengekspresikan emosi dengan tepat.
Selain itu juga agar dapat memotivasi
diri dan lebih memahami diri sendiri
maupun orang lain. Dengan siswa dapat
mengendalikan emosi dan
memposisikan diri dengan baik, hal ini
bisa berpengaruh terhadap emotional
quotient. Sehingga siswa dapat
bertumbuh menjadi pribadi yang
memiliki emotional quotient tinggi dan
berkepribadian yang menyenangkan
bagi orang lain. Pernyataan tersebut
didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Pamudya (2014) yang
berjudul “Sosiodrama untuk
Meningkatkan Kecerdasan Emosi”.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa, bimbingan kelompok teknik
sosiodrama efektif untuk meningkatkan
emotional quotient.
Hipotesis dalam penelitian ada
peningkatan emotional quotient yang
signifikan pada siswa kelas VIIIC SMP
Islam Sudirman Ampel melalui layanan
bimbingan kelompok dengan teknik
sosiodrama.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini diselenggarakan
adalah penelitian eksperimen semu.
Menggunakan desain Pretest-
Posttest Control Group Design
Siswa kelas VIIIC SMP Islam
Sudirman Ampel. 4 siswa kelompok
eksperimen dan 4 siswa kelompok
kontrol.
Variabel bebas : Layanan
bimbingan kelompok teknik
sosiodrama. Variabel terikat :
emotional quotient.
Sosiodrama adalah teknik dalam
bimbingan kelompok yang bertujuan
untuk memecahkan masalah yang
dialami individu dengan
memanfaatkan dinamika kelompok,
dimana individu saling memainkan
peran dengan topik tertentu dari suatu
situasi masalah sosial.
Emotional quotient merupakan
kemampuan individu dalam mengelola
dan mengekspresikan emosi dengan
baik, sehingga menjadikan individu
mudah bersosialisasi serta menjadi
pribadi yang menyenangkan.
Teknik pengumpulan data
menggunakan skala emotional quotient
yang disusun oleh Goleman (1995),
yang berisi 60 item pernyataan. Teknik
analisis penelitian ini menggunakan
teknik analisis Mann-Whitney.
Hasil dari skala emotional
quotient diperoleh validitas item paling
rendah pada penelitian ini 0,202
sedangkan paling tinggi 0,505.
Hasil dari skala emotional
quotient diperoleh reliabilitas sebesar
0,896 sehingga dinyatakan baik.
Hasil uji beda emotional quotient
kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol sebelum perlakuan
menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara kedua
kelompok dengan ditunjukkan sig.
0.511>0.05. Sehingga penulis dapat
melanjutkan penelitian.
HASIL PENELITIAN &
PEMBAHASAN
Subjek pada penelitian ini adalah 8
siswa kelas VIIIC SMP Islam
Sudirman Ampel yang memiliki
emotional quotient rendah. Dari 8
siswa dibagi 2 kelompok yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Kesamaan antara kedua
kelompok, dengan kategori skor skala
emotional quotient rendah yang diuji
homogenitas harus menghasilkan
Asymp. Sig (2-tailed)> 0,05.
Hipotesis yang diajukan penulis
adalah ada peningkatan emotional
quotient yang signifikan pada siswa
kelas VIIIC SMP Islam Sudirman
Ampel melalui layanan bimbingan
kelompok dengan teknik sosiodrama.
Treatment dilaksanakan dalam 8
sesi pertemuan. Pembahasan
permasalahan dalam bimbingan
berdasarkan aspek-aspek emotional
quotient menurut Goleman. Aspek-
aspek tersebut adalah: mengenali emosi
diri, mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain dan
membina hubungan.
Berdasarkan hasil post test,
diketahui bahwa terjadi peningkatan
emotional quotient yang signifikan pada
kelompok eksperimen. Berdasarkan
hasil analisis data yang
membandingkan hasil post test
kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol yang menghasilkan Asymp. Sig
(2-tailed) sebesar 0,021<0.050 dengan
selisih mean rank post test sebesar 4.00
sehingga dinyatakan ada perbedaan
yang signifikan antara hasil post test
kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol. Diperoleh pula mean
rank pre test pada kelompok
eksperimen 2.50 dan post test kelompok
eksperimen 6.50, dengan selisih mean
rank 4.00 dengan hasil Asymp. Sig (2-
tailed) sebesar 0,021<0.050. Maka
dapat terdapat peningkatan yang
signifikan kelompok eksperimen
sesudah diberikan perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis data tersebut
maka hipotesis yang diajukan penulis
diterima. Dengan demikian, layanan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama
dapat meningkatkan emotional quotient
siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman
Ampel. Sebab emotional quotient
merupakan salah satu hal penting yang
mendukung keberhasilan individu
seperti yang diungkapkan Rakhmat
(2005) bahwa kunci sukses yang
sebenarnya tidak lain adalah
kemampuan untuk memahami emosi
diri dan emosi orang lain disekitar kita,
dan memanfaatkan interaksi emosi ini
semaksimum mungkin untuk tujuan-
tujuan positif yang hendak dicapai
bersama. Goleman (2002), menyatakan
bahwa emotional quotient merupakan
kemampuan mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri,
dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain.
Pada penelitian ini, diperoleh hasil
skala emotional quotient siswa yang
rata-rata paling rendah adalah pada
aspek keterampilan bersosialisasi/
membina hubungan. Oleh karena itu
penulis memilih menggunakan teknik
sosiodrama dikarenakan sosiodrama
merupakan salah satu teknik dalam
layanan bimbingan kelompok yang
bertujuan melatih cara berinteraksi
individu dengan orang lain. Peserta
didik tidak hanya mengerti persoalan-
persoalan psikologis, tetapi mereka juga
ikut merasakan perasaan dan pikiran
orang lain bila berhubungan dengan
sesama manusia. Peserta didik juga
dapat menempatkan diri pada posisi
orang lain sehingga dapat memupuk
rasa empatinya. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Rachmawati (2007) dan
Pamudya (2014).
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan: Ada peningkatan
kecerdasan emosional yang signifikan
siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman
Ampel setelah mengikuti layanan
bimbingan kelompok teknik
sosiodrama.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
penulis mengajukan saran bagi :
1. Bagi Guru Bimbingan dan
Konseling
Penelitian ini dapat menjadi bahan
referensi bagi guru BK dalam
memberikan pelayanan bimbingan
konseling kepada peserta didik. terlebih
bagi siswa SMP yang sudah mulai
mengalami gejolak emosional.
2. Bagi Peserta Didik
Berdasar hasil penelitian ini,
hendaknya peserta didik dapat
meningkatkan emotional quotient pada
setiap aspeknya melalui layanan
bimbingan kelompok teknik
sosiodrama.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, dapat
mengaplikasikan teknik lain dalam
bimbingan kelompok untuk
meningkatkan emotional quotient
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohamad. 1984. Penelitian
Kependidikan Prosedur &
Strategi. Bumi Siliwangi:
Angkasa.
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan
validitas edisi ke-3.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cooper, R.K. dan Sawaf, A. (1998).
Executive EQ: Kecerdasan
Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi.
(Terjemahan T. Hermaya).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Djumhur, I. & Surya, M. (2001).
Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.
Goleman, Daniel. 2002. Working With
Emotional Intelligence
(terjemahan). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
--------------------. 2009. Emotional
Intelligence (terjemahan).
Jakata: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Hartinah, Sitti. 2009. Konsep Dasar
Bimbingan Kelompok.
Bandung: PT. RefikaAditama.
Nursalim, Mochamad dan Suradi.
2002. Layanan Bimbingan dan
Konseling. Unes:University
Press.
Pamudya, Day Shella Elqurahma
Citra. 2014. Sosiodrama Untuk
Meningkatkan Kecerdasan
Emosi Pada Peserta Didik
Kelas VIII SMP Negeri 1
Kebakkramat Tahun Ajaran
2014/2015. Surakarta: UNS.
Diunduh dari
https://eprints.uns.ac.id/17220/
2/ pada tanggal 3 November
2015.
Patton, Patricia. 2002. EQ-Kecerdasan
emosional Membangun
Hubungan Jalan
Menuju Kebahagiaan dan
Kesejahteraan. Jakarta : PT. Pustaka
Delaprasata.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan
dan Konseling Kelompok
(Dasar dan Profil). Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Rachmawati, Maria Ulfah Mira Aliza.
2007. Pengaruh Permainan
Sosiodrama Dalam
Menumbuhkan Kemampuan
Empati pada Anak Peserta
Didik Kelas V SD Negeri Pati
Kidul 04. Yogyakarta: UII.
Diunduh dari
http://psychology.uii.ac.id/
pada tanggal 3 November
2015.
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Sepia 5
Kecerdasan Utama. Bandung:
Ahaa Pustaka.
Romlah, Tatiek. 2001. Teori dan
Praktek Bimbingan Kelompok.
Malang: UniversitasNegeri
Malang.
Samodra, Papak. 2011. Meningkatkan
Kecerdasan Emosional Pada
Siswa Kelas XI IS 4 SMA Negeri
2 Salatiga Melalui Layanan
Bimbingan Kelompok. Salatiga:
UKSW.
Santrock. J. W.1995. Life-Span
Development:Perkembangan
Masa Hidup: Edisi Lima.
Jakarta: PT Erlangga.
Sugiyono. 2014. Statistika untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tohirin. 2009. Bimbingan dan
Konseling di Sekolah dan
Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: Rajawali Pers.
Uno, Hamzah. B. 2014. Model
Pembelajaran. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Upton, Penney. 2012. Psikologi
Perkembangan. Jakarta:
Erlangga.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika
Nurihsan. 2008. Landasan
Bimbingan & Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya.