PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

12
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020 95 PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN WSRHC PADA TIMBUNAN MUARA TIGA BESAR UTARA, PT. BUKIT ASAM, TBK., SUMATRA SELATAN 1) Gilang Perwira Adi*, 2) Jodistriawan Ersyari, 2) Reynara Davin Chen, 1) Raden Irvan Sophian, 1) Zufialdi Zakaria 1) Prodi Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, 2) Eksplorasi dan Geoteknik, PT. Bukit Asam, Tbk, *E-mail: [email protected] ABSTRAK Timbunan Muara Tiga Besar Utara merupakan kawasan timbunan yang rentan terhadap ketidakstabilan. Kawasan timbunan ini harus direncanakan dan dipantau dengan baik agar material timbunan selalu dalam kondisi stabil. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menilai tingkat kestabilan timbunan dan menentukan upaya investigasi dan desain yang sesuai dengan tingkat kestabilan timbunan. Dalam menentukan tingkat kestabilan timbunan, digunakan metode pembobotan Waste Dump and Stockpile Stability Rating and Hazard Classification System (WSRHC). Pembobotan WSRHC dilakukan terhadap 22 faktor yang mempertimbangkan aspek geologi teknik dan konstruksi timbunan dalam memperkirakan kestabilan. Hasil dari pembobotan WSRHC akan menghasilkan kelas risiko Waste Dump and Stockpile Hazard Class (WHC) pada penilaian kestabilan timbunan. Hasil penelitian menunjukkan bobot total kestabilan timbunan sebesar 33,5 termasuk dalam kategori IV (risiko tinggi) dengan bobot Engineering Geology Index (EGI) sebesar 12,5 dan Design and Performance Index (DPI) sebesar 21. Faktor performa tergolong pada kelas sangat buruk, sehingga timbunan otomatis masuk dalam kategori WHC V (risiko sangat tinggi). Upaya investigasi dan desain yang lebih akurat diterapkan pada kawasan timbunan ini dengan menggunakan tabel level of effort berdasarkan kelas kestabilan. Tabel level of effort terdiri dari tiga bagian yaitu investigasi dan karakterisasi, analisis dan desain, kontruksi dan operasi. Kata kunci: WSRHC, Timbunan, Kestabilan Lereng, Metode Pembobotan ABSTRACT Muara Tiga Besar Utara disposal is a disposal area that is prone to instability. This disposal area must be well planned and monitored so that the disposal is always in a stable condition. The purpose of this study is to assess the stability level of disposal and determine appropriate investigation and design efforts in accordance with the level of disposal stability. In determining the stability level of the disposal, the Waste Dump and Stockpile Stability Rating and Hazard Classification System (WSRHC) weighting method is used. The weighting of the WSRHC is carried out on 22 factors that take into account the engineering geology and disposal construction aspects in estimating stability. The results of the WSRHC weighting will produce a Waste Dump and Stockpile Hazard Class (WHC) risk class in the disposal stability assessment. The result shows that total weight of the disposal stability of 33.5 is included in category IV (high risk) with a weight of the Engineering Geology Index (EGI) is 12.5 and the Design and Performance Index (DPI) is 21. The performance factor is classified as very bad class, so the automatic pile fall into the WHC V category (very high risk). More accurate investigation and design efforts are applied to this disposal area using a level of effort table based on the stability class. The level of effort table consists of three parts, namely investigation and characterization, analysis and design, construction and operation. Keywords: WSRHC, Disposal, Slope Stability, Weighting Method

Transcript of PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

Page 1: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

95

PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN WSRHC PADA TIMBUNAN MUARA TIGA BESAR UTARA, PT. BUKIT ASAM, TBK., SUMATRA SELATAN

1)Gilang Perwira Adi*, 2)Jodistriawan Ersyari, 2)Reynara Davin Chen, 1)Raden Irvan Sophian,

1)Zufialdi Zakaria

1)Prodi Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, 2) Eksplorasi dan Geoteknik, PT. Bukit Asam, Tbk,

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Timbunan Muara Tiga Besar Utara merupakan kawasan timbunan yang rentan terhadap ketidakstabilan. Kawasan timbunan ini harus direncanakan dan dipantau dengan baik agar material timbunan selalu dalam kondisi stabil. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menilai tingkat kestabilan timbunan dan menentukan upaya investigasi dan desain yang sesuai dengan tingkat kestabilan timbunan. Dalam menentukan tingkat kestabilan timbunan, digunakan metode pembobotan Waste Dump and Stockpile Stability Rating and Hazard Classification System (WSRHC). Pembobotan WSRHC dilakukan terhadap 22 faktor yang mempertimbangkan aspek geologi teknik dan konstruksi timbunan dalam memperkirakan kestabilan. Hasil dari pembobotan WSRHC akan menghasilkan kelas risiko Waste Dump and Stockpile Hazard Class (WHC) pada penilaian kestabilan timbunan. Hasil penelitian menunjukkan bobot total kestabilan timbunan sebesar 33,5 termasuk dalam kategori IV (risiko tinggi) dengan bobot Engineering Geology Index (EGI) sebesar 12,5 dan Design and Performance Index (DPI) sebesar 21. Faktor performa tergolong pada kelas sangat buruk, sehingga timbunan otomatis masuk dalam kategori WHC V (risiko sangat tinggi). Upaya investigasi dan desain yang lebih akurat diterapkan pada kawasan timbunan ini dengan menggunakan tabel level of effort berdasarkan kelas kestabilan. Tabel level of effort terdiri dari tiga bagian yaitu investigasi dan karakterisasi, analisis dan desain, kontruksi dan operasi.

Kata kunci: WSRHC, Timbunan, Kestabilan Lereng, Metode Pembobotan

ABSTRACT

Muara Tiga Besar Utara disposal is a disposal area that is prone to instability. This disposal area must be well planned and monitored so that the disposal is always in a stable condition. The purpose of this study is to assess the stability level of disposal and determine appropriate investigation and design efforts in accordance with the level of disposal stability. In determining the stability level of the disposal, the Waste Dump and Stockpile Stability Rating and Hazard Classification System (WSRHC) weighting method is used. The weighting of the WSRHC is carried out on 22 factors that take into account the engineering geology and disposal construction aspects in estimating stability. The results of the WSRHC weighting will produce a Waste Dump and Stockpile Hazard Class (WHC) risk class in the disposal stability assessment. The result shows that total weight of the disposal stability of 33.5 is included in category IV (high risk) with a weight of the Engineering Geology Index (EGI) is 12.5 and the Design and Performance Index (DPI) is 21. The performance factor is classified as very bad class, so the automatic pile fall into the WHC V category (very high risk). More accurate investigation and design efforts are applied to this disposal area using a level of effort table based on the stability class. The level of effort table consists of three parts, namely investigation and characterization, analysis and design, construction and operation.

Keywords: WSRHC, Disposal, Slope Stability, Weighting Method

Page 2: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

96

A. PENDAHULUAN

A.1. Latar Belakang PT. Bukit Asam, Tbk. adalah perusahaan yang bergerak pada bidang pertambangan batubara yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Metode pertambangan yang digunakan perusahaan ini dalam mengambil batubara adalah dengan open pit mining. Prinsip metode open pit mining yaitu dengan menggali tanah atau batuan penutup (overburden). Material overburden ini kemudian ditimbun di suatu tempat yang disebut waste dump/disposal/kawasan timbunan (Hawley, 2017). Salah satu kawasan timbunan yang ada di PT. Bukit Asam, Tbk adalah Timbunan Muara Tiga Besar Utara (MTBU). Masalah yang kerap kali dijumpai dalam pembuatan kawasan timbunan diantaranya disebabkan oleh tanah pondasi timbunan yang lemah, proses konstruksi timbunan yang buruk, dan desain timbunan yang buruk.

A.2. Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu untuk menilai tingkat kestabilan timbunan dan menentukan upaya investigasi dan desain yang sesuai dengan tingkat kestabilan timbunan.

A.3. Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam mengevaluasi kestabilan timbunan, dilakukan pendekatan dengan metode pembobotan. Dengan menggunakan klasifikasi pembobotan yang mempertimbangkan aspek geologi teknik dan konstruksi timbunan, maka akan dapat memperkirakan kestabilan timbunan dengan akurat melalui banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan (Hawley, 2017).

B. METODOLOGI PENELITIAN

Metode pembobotan Waste Dump and Stockpile Stability Rating and Hazard Classification System (WSRHC) digunakan untuk menilai tingkat kestabilan timbunan MTBU. Pembobotan WSRHC terbagi menjadi dua indeks, yaitu Engineering Geology Index (EGI) dan Design and Performance Index (DPI). Penentuan faktor-faktor dilakukan berdasarkan rincian pada WSRHC meliputi 22 faktor, kemudian dapat diketahui pengaruhnya terhadap kestabilan timbunan. Dilakukan pengumpulan data geologi, data laboratorium, data lapangan, dan data penunjang lainnya sebagai dasar dalam melakukan pembobotan.

Hasil dari pembobotan WSRHC akan menghasilkan nilai Waste Dump and Stockpile Stability Rating (WSR) yang kemudian dikonversi menjadi kelas risiko Waste Dump and Stockpile Hazard Class (WHC) pada penilaian kestabilan timbunan. Sebagai catatan apabila faktor potensi likuefaksi pondasi atau potensi likuefaksi material masuk pada kelas sangat tinggi, atau faktor performa masuk pada kelas sangat buruk, maka timbunan secara otomatis masuk dalam kategori WHC V (risiko sangat tinggi), berapapun nilainya (Hawley, 2017).

Gambar 1. Bagian-bagian dalam klasifikasi WSRHC (Hawley, 2017).

Page 3: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

97

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

C.1. Pembobotan WSRHC

• Kondisi Regional Kodisi regional terbagi menjadi faktor seismisitas dan curah hujan. Faktor seismisitas didapat berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempabumi Indonesia tahun 2017, lokasi penelitian memiliki nilai PGA 0,15-0,2 g. Daerah penelitian yang dekat dengan sumber gempa Sesar Sumatra dan batas lempeng, menjadikan nilai PGA menjadi penting untuk dianalisis. Faktor kegempaan dengan periode ulang 500 tahun atau probabilitas 10% dalam 50 tahun dipilih sebagai dasar dalam analisis faktor kegempaan (Badan Geologi, 2019). Berdasarkan klasifikasi WSRHC, nilai PGA daerah penelitian termasuk dalam kelas sedang dengan bobot 1.

Tabel 1. Pembobotan faktor seismisitas. Faktor Bobot

Seismisitas Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat

Rendah Nilai Peak Ground Acceleration (g) berdasarkan periode 1:475 tahun/probabilitas terjadi dalam 50 tahun yaitu 10%

>0,4 0,2 – 0,4 0,1 – 0,2 0,05 – 0,1 <0,05

Bobot 0 0,5 1 1,5 2

Nilai curah hujan kawasan MTBU yaitu sebesar 2608,5 mm/tahun. Nilai ini termasuk dalam kategori sangat tinggi dengan bobot 0 berdasarkan klasifikasi WSRHC. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi curah hujan akan berpengaruh terhadap kestabilan timbunan (Hawley, 2017).

Tabel 2. Pembobotan faktor curah hujan. Faktor Bobot Curah Hujan Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Rata-rata curah hujan tahunan (mm/tahun)

>2000 1000 – 2000 350 - 1000 100 - 350 <100

Bobot 0 2 4 6 8

• Kondisi Pondasi Grup kondisi pondasi terbagi menjadi beberapa faktor. Faktor pertama yaitu kemiringan pondasi. Nilai kemiringan pondasi didapat dari empat sayatan yang digunakan untuk mewakili kemiringan lereng pondasi timbunan pada tiap bagian. Hasil perhitungan kemiringan lereng pada empat sayatan menunjukkan nilai yang beragam, oleh karena itu digunakan nilai rata-rata untuk dimasukkan ke dalam pembobotan faktor kemiringan pondasi.

Gambar 2. Geometri pondasi Timbunan MTBU.

Page 4: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

98

Berdasarkan pembobotan WSRHC, kemiringan pondasi tergolong landai dengan bobot empat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Timbunan yang dibangun pada pondasi berlereng curam berpotensi mengalami ketidakstabilan dibandingkan pada kawasan landai atau datar (Hawley, 2017).

Tabel 3. Pembobotan faktor kemiringan pondasi. Faktor Kemiringan Pondasi Bobot Sangat Curam Curam Sedang Landai Datar Rata-rata sudut lereng (°) >32 25 - 32 15 - 25 5 - 15 <5

Bobot 0 1 2,5 4 5

Faktor berikutnya ada bentuk pondasi. Hasil pemodelan menggunakan perangkat lunak MineScape 5.7 memperlihatkan dominasi bentuk pondasi cekung pada timbunan yang merupakan bekas pit penambangan tahun 2014. Lereng pada pondasi timbunan juga didominasi oleh kemiringan landai.

Gambar 3. Model pondasi Timbunan MTBU.

Bentuk pondasi cekung pada lereng landai memiliki bobot 1,5 berdasarkan klasifikasi WSRHC pada Tabel 4. Bentuk pondasi cekung akan membuat timbunan menjadi lebih stabil dibandingkan dengan bentukan pondasi yang lain (Hawley, 2017).

Tabel 4. Pembobotan faktor bentuk timbunan. Bentuk Pondasi

Bentuk

Cembung pada lereng curam

Cembung pada lereng sedang; cekung atau bidang pada lereng curam

Cembung pada lereng landai; cekung atau bidang pada lereng sedang

Bidang atau cekung pada lereng landai

Bidang atau cekung pada tempat datar; pada lereng yang tidak beraturan

Bobot 0 0,5 1 1,5 2

Faktor selanjutnya yaitu tipe soil. Jenis timbunan pada daerah penelitian tergolong dalam in pit disposal sehingga sebagian besar material soil telah tergali pada tahap penambangan batubara. Material timbunan langsung bersentuhan dengan batuan dasar tanpa dibatasi oleh material soil. Berdasarkan klasifikasi WSRHC, tipe soil daerah penelitian termasuk dalam kategori Tipe V atau bisa dikatakan tidak terdapat material soil yang tertinggal pada dasar timbunan.

Tabel 5. Pembobotan faktor tipe soil. Tipe Soil Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V Deskripsi

Tanah organik; lanau/lempung

sangat lunak hingga lunak; lempung

sensitivitas tinggi

Lunak hingga kaku; tanah lemah atau

berbutir halus

Endapan aluvial; pasir lepas hingga padat; tanah pasiran residual; tanah kaku berbutir halus

Lapuk; endapan

longsor yang padat; tanah

berbutir kasar yang padat

Tanah padat hingga sangat padat; batuan

dasar yang padat

Bobot 0 1 2 3 4

Faktor ketebalan soil akan berpengaruh terhadap kestabilan material timbunan di atasnya. Semakin tebal material soil maka akan menyebabkan material timbunan tidak mendapat pondasi yang kuat (Hawley, 2017). Berdasarkan klasifikasi WSRHC, ketebalan soil daerah penelitian terdapat dalam rentang <30 cm dengan bobot dua.

Page 5: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

99

Tabel 6. Pembobotan faktor ketebalan soil. Tebal soil (m) >5 3 - 5 1 - 3 0,3 - 1 <0,3 Bobot 0 0,5 1 1,5 2

Faktor berikutnya adalah undrained failure potential. Potensi ini dapat terjadi pada kondisi tekanan pori tinggi akibat penambahan beban oleh air yang tidak dapat keluar dari pori-pori karena permeabilitas kecil. Berdasarkan hasil uji permeabilitas, nilai permeabilitas pada lapisan pondasi (Interburden B-C) yaitu sebesar 2,031130631 cm/jam. Menurut Uhland and O'Neil dalam LPT (1979), nilai permeabilitas 2,031130631 cm/jam termasuk dalam kelas pergerakan fluida sedang.

Berdasarkan hasil uji distribusi ukuran butir lapisan batuan pondasi, menunjukkan dominasi ukuran butir lempung sebesar 45%, ukuran butir lanau sebesar 39% dan ukuran butir pasir 16%. Hasil persentase ukuran butir menunjukkan bahwa material terpilah baik dengan dominasi ukuran butir halus sebanyak 84%.

Material tidak jenuh air, nilai permeabilitas sedang, dan ukuran butir material yang halus berpengaruh terhadap potensi undrained failure. Berdasarkan parameter-parameter tersebut, faktor undrained failure potential dalam WSRHC tergolong dalam kategori rendah dengan bobot nilai -2,5.

Tabel 7. Pembobotan faktor potensi undrained failure. Undrained

Failure Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Tidak Berarti

Deskripsi

Jenuh air; underconsolidated; tanah Tipe I atau II

yang memiliki konduktivitas

hidrolik rendah; berpotensi tinggi

mengalami kelebihan tekanan pori saat ditimbun

dengan cepat

Jenuh air; overconsolidated; tanah Tipe I atau II yang memiliki

konduktivitas hidrolik rendah; berpotensi tinggi

mengalami kelebihan tekanan pori saat ditimbun

dengan cepat

Jenuh air, overconsolidated,

tanah berbutir halus Tipe III atau

IV dengan konduktivitas

hidrolik sedang hingga rendah;

berpotensi sedang mengalami

kelebihan tekanan pori saat ditimbun

dengan cepat; potensi tidak

diketahui

Tidak jenuh air, overconsolidated,

tanah berbutir halus Tipe III atau

IV dengan konduktivitas

hidrolik sedang; berpotensi rendah

mengalami kelebihan tekanan pori saat ditimbun

dengan cepat; berpotensi rendah

mengalami undrained failure

Overconsolidated tanah Tipe III, IV

atau V, tanah dengan ukuran butir beragam

atau batuan dasar yang kompak; konduktivitas hidrolik tinggi

Bobot -20 -10 -5 -2,5 0

Faktor potensi likuefaksi pondasi diperhitungkan dengan menggunakan Peta Zona Kerentanan Likuefaksi, distribusi ukuran butir, dan atterberg limit. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Likuefaksi Provinsi Sumatra Selatan, daerah penelitian masuk dalam zona tidak rentan likuefaksi.

Berdasarkan hasil uji distribusi ukuran butir lapisan batuan pondasi, menunjukkan dominasi ukuran butir lempung-lanau 84% dan ukuran butir pasir 16%. Material lempung-lanau berpotensi rendah untuk mengalami likuefaksi (Hawley, 2017).

Berdasarkan hasil uji Atterberg Limit, nilai indeks plastisitas lapisan batuan pondasi timbunan yaitu 29,2%, tergolong dalam clay-like. Tingkat plastisitas pada material pondasi dapat mempengaruhi potensi likuefaksi. Material bersifat sand-like (PI < 3) lebih rentan terhadap likuefaksi dibandingkan dengan material clay-like (PI > 8) (Boulanger and Idriss, 2005 dalam Kramer, 2008).

Pondasi suatu timbunan dapat berpotensi mengalami likuefaksi pada keadaan tertentu seperti gradasi yang seragam, ukuran butir kasar, angka pori tinggi, tekanan air pori berlebih, dan pengaruh beban siklik akibat gempa bumi (Hawley, 2017). Berdasarkan klasifikasi WSRHC, faktor likuefaksi pondasi daerah penelitian tergolong tidak berarti.

Page 6: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

100

Tabel 8. Pembobotan faktor likuefaksi pondasi. Potensi Likuefaksi Pondasi

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Tidak Berarti

Deskripsi Sangat seragam; sangat

lepas; kemas terbuka; angka pori tinggi; bentuk butir membundar; jenuh air

Lempung ekspansif dan tanah sangat lunak

Potensi likuefaksi sedang (tidak diketahui)

Potensi likuefaksi rendah tetapi tidak dapat diabaikan

Bergradasi baik; padat; matrix supported; angka pori rendah; bentuk butir menyudut; kering

Bobot -20 -10 -5 -2,5 0

Faktor selanjutnya yaitu batuan dasar. Kompetensi batuan dasar didapat dari kompleksitas struktur geologi yang tercermin dalam RMR (Rock Mass Rating) dan tingkat pelapukan batuan dasar (Hawley, 2017). Berdasarkan hasil pemodelan, batuan dasar yang mengalasi material timbunan yaitu lapisan Interburden B-C. Litologi lapisan Interburden B-C yaitu batupasir dan batulempung. Hasil perhitungan RMR menurut Bieniawski (1989), menghasilkan nilai 30 yang tergolong sebagai batuan kelas IV atau poor rock.

Batuan dasar yang kuat memiliki kemampuan untuk menopang material timbunan dalam jumlah yang besar. Berdasarkan klasifikasi WSRHC, keadaan batuan dasar pada daerah penelitian tergolong dalam Tipe B dengan bobot satu seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Pembobotan faktor batuan dasar. Batuan Dasar Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Tipe E

Kekuatan

Sangat lemah; teralterasi dengan kuat; terkekarkan kuat; berlapis tipis/batubara karbonan; GSI/RMR <20

Batuan sedimen dengan ukuran butir halus; teralterasi sedang; GSI/RMR 20-40

Terkekarkan sedang; lapuk/teralterasi sebagian; GSI/RMR 40-60

Kuat, tidak lapuk/teralterasi; GSI/RMR 60-80

Sangat kuat; tidak mengalami pelapukan; GSI/RMR >80

Bobot 0 1 2 3 4

Faktor terakhir dari grup kondisi pondasi yaitu muka air tanah. Hasil pengukuran muka air tanah pada dua sumur menunjukkan kedalaman muka air tanah lebih dari 5 meter dari permukaan tanah. Keadaan muka air tanah dapat mencapai permukaan apabila dipicu oleh curah hujan yang tinggi.

Tabel 10. Pembobotan faktor muka air tanah. Muka Air Tanah Tinggi Sedang Rendah

Kondisi MAT

Muka air tanah berada pada permukaan; berpotensi mengalami tekanan pori tinggi saat penimbunan dengan cepat

Muka air tanah berada >5 m di bawah permukaan; berpotensi rendah mengalami tekanan pori tinggi saat penimbunan dengan cepat

Muka air tanah pada kedalaman yang sangat dalam

Bobot 0 1,5 3

• Kualitas Material Timbunan Faktor pertama pada grup kualitas material timbunan yaitu faktor gradasi ukuran butir. Hasil pengujian distribusi ukuran butir pada beberapa sampel yang tersebar pada kawasan timbunan menunjukkan dominasi ukuran butir lempung-lanau dengan persentase 98% dan ukuran butir pasir 2%. Ukuran butir lempung-lanau termasuk dalam kategori ukuran butir halus.

Hasil uji laboratorium Atterberg Limit menghasilkan nilai liquid limit dan plastic limit. Nilai Liquid Limit (LL) menunjukkan nilai lebih dari 50% dan Plasticity Index (PI) lebih dari 20%. Berdasarkan nilai tersebut, Atterberg Limit tergolong dalam plastisitas tinggi dengan kriteria LL>50 atau PI>20.

Page 7: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

101

Tabel 11. Pembobotan faktor gradasi ukuran butir. Faktor Bobot

Gradasi Ukuran butir sangat halus Ukuran butir

beragam Sangat Kasar

% butir halus (melewati ayakan #200; <0,075 mm)

>50% 25-50% 10-25% 5-10% <5%

% butir lebih dari 75 mm <10% 10-25% 25-50% 50-75% >75%

Plastisitas

Plastisitas tinggi; LL>50; PI>20

Plastisitas sedang; LL 35-50; PI 10-20

Plastisitas rendah; LL <35; PI<10

N/A N/A

Bobot 0 2 3,5 5 7

Faktor berikutnya yaitu kekuatan batuan utuh. Pengujian kuat tekan batuan dilakukan dengan metode pengujian kualitatif estimasi di lapangan untuk mendapatkan nilai Uniaxial Compressive Strength (UCS). Hasil pengujian menunjukkan bentuk lekukan saat dicungkil menggunakan kuku. Nilai UCS material timbunan dari hasil estimasi yaitu sebesar 0,25-1 Mpa, nilai tersebut termasuk dalam R0 (batuan sangat sangat lemah) (Wyllie & Mah, 2004). Berdasarkan klasifikasi WSRHC, faktor kekuatan batuan utuh tergolong dalam Tipe 1 dengan bobot nol (0) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Kekuatan batuan utuh berpengaruh terhadap kuat geser pada material timbunan (Hawley, 2017).

Tabel 12. Pembobotan faktor kekuatan batuan utuh. Kekuatan Batuan Utuh Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5

Deskripsi

Kekerasan batuan sangat lemah hingga lemah, R0-R1 (UCS <5 Mpa); batuan dasar Tipe A; soil Tipe I dan II

Batuan lemah, R2 (UCS 5-25 Mpa); batuan dasar Tipe B; soil Tipe III, IV, atau V

Batuan sedang hingga kuat, R3 (UCS 25-50 Mpa); batuan dasar Tipe C; aluvium atau talus berukuran butir kasar dari batuan keras

Batuan keras hingga sangat keras, R4 (UCS 50-100); batuan dasar Tipe D

Batuan sangat keras hingga sangat sangat keras, R5-R6 (UCS >100 Mpa); batuan dasar Tipe E

Bobot 0 2 4 6 8 Penentuan faktor potensi likuefaksi dilakukan dengan menggunakan distribusi ukuran butir, dan atterberg limit. Hasil pengujian distribusi ukuran butir material timbunan menunjukkan dominasi ukuran butir lempung-lanau dengan persentase 98% dan ukuran butir pasir 2%. Nilai indeks plastisitas material timbunan yaitu 21-52%, nilai tersebut tergolong dalam clay-like (Boulanger and Idriss, 2005 dalam Kramer, 2008). Berdasarkan data gradasi ukuran butir dan indeks plastisitas maka daerah penelitian memiliki potensi likuefaksi rendah dengan bobot -2,5 menurut klasifikasi WSRHC.

Tabel 13. Pembobotan faktor likuefaksi material. Potensi Likuefaksi Material

Sangat Tinggi Tinggi Sedang (tidak diketahui) Rendah Tidak berarti

Deskripsi

Gradasi seragam; sangat lepas; clast supported; angka pori tinggi; bentuk butir membundar; jenuh air

Potensi tidak diketahui

Potensi likuefaksi rendah tetapi tidak dapat diabaikan

Gradasi baik; padat; matrix supported; angka pori rendah; bentuk butir menyudut; kering

Bobot -20 -10 -5 -2,5 0

Faktor berikutnya yaitu faktor kestabilan kimia. Berdasarkan kondisi kestabilan kimia kawasan timbunan, tidak ditemukan perubahan warna air akibat proses kimia. Berdasarkan klasifikasi WSRHC, faktor kestabilan kimia tergolong dalam kategori netral dengan bobot 2,5. Reaksi kimia dapat menurunkan permeabilitas dan menaikkan derajat kejenuhan (Hawley, 2017).

Page 8: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

102

Tabel 14. Pembobotan faktor kestabilan kimia. Kestabilan Kimia Sangat Reaktif Reaktif sedang Netral

Deskripsi

Potensi tinggi mengalami reaksi kimia seperti oksidasi; larutan hasil reaksi mengisi pori menurunkan konduktivitas hidrolik; meningkatkan tekanan pori

Terdapat proses kimia oksidasi

Larutan hasil reaksi berpotensi mengisi pori menurunkan konduktivitas hidrolik; meningkatkan tekanan pori

Kondisi stabil

Material dengan kondisi kimia stabil; sementasi meningkatkan kuat geser

Bobot -5 -2,5 0 2,5 5

• Massa dan Geometri Timbunan Pada grup massa dan geometri timbunan, faktor pertama yaitu tebal timbunan. Hasil pemodelan timbunan pada Gambar 5. menunjukkan bahwa tebal timbunan pada bagian barat kawasan timbunan berisi material lebih tebal dibandingkan pada sisi timur kawasan timbunan, karena pada bagian barat merupakan bekas kawasan sump.

Gambar 4. Ketebalan material timbunan.

Berdasarkan klasifikasi WSRHC, faktor tebal timbunan tergolong dalam kelas rendah dengan bobot tiga seperti yang ditunjukkan pada Tabel 15. Semakin tebal dan tinggi material timbunan, maka tingkat kestabilan akan semakin menurun (Hawley, 2017).

Tabel 15. Pembobotan faktor tebal timbunan. Faktor Bobot Tebal Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Ketebalan vertikal (m) >500 250 - 500 100 - 250 50 - 100 <50

Bobot 0 1 2 3 4

Faktor selanjutnya yaitu volume dan massa timbunan. Perhitungan volume material timbunan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MineScape 5.7. situasi bottom tahun 2014 dan situasi top bulan Februari 2020. Berdasarkan hasil perhitungan, didapat total volume timbunan sebesar 130.276.990 LCM (Loose Cubic Meter). Jumlah massa timbunan didapat dengan mengkalikan volume timbunan dengan density material timbunan. Nilai density material yang digunakan yaitu 1,7 t/m3. Sehingga total massa timbunan yaitu sebesar 221.470.883 ton.

Tabel 16. Pembobotan faktor volume dan massa timbunan. Faktor Bobot

Volume dan Massa Sangat Besar Besar Sedang Kecil Sangat Kecil Volume (m3)

>1x109 1x108 - 1x109 1x107 - 1x108 1x106 - 1x107 <1x106

Massa (t) >2x109 2x108 - 2x109 2x107 - 2x108 2x106 - 2x107 <2x106

Bobot 0 0,5 1 1,5 2

Page 9: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

103

Faktor kemiringan lereng timbunan didapat dari hasil perhitungan nilai sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) dari puncak timbunan (crest) hingga kaki timbunan (toe). Nilai sudut lereng keseluruhan pada timbunan daerah penelitian berkisar dari 0,83° hingga 2,26°.

Gambar 5. Model sayatan dengan kemiringan lereng timbunan.

Kemiringan lereng timbunan daerah penelitian tergolong dalam kemiringan sangat datar dengan nilai bobot empat berdasarkan klasifikasi WSRHC. Semakin tinggi nilai sudut lereng keseluruhan (overall slope angle) maka akan berpotensi menurunkan kestabilan timbunan (Hawley, 2017).

Tabel 17. Pembobotan faktor kemiringan lereng timbunan. Faktor Bobot Kemiringan Sangat Curam Curam Sedang Datar Sangat Datar Sudut lereng keseluruhan (°) >35 30 - 35 25 - 30 15 - 25 <15 Bobot 0 1 2 3 4

• Analisis Kestabilan Lereng Timbunan Kestabilan Statis Analisis dilakukan dengan metode Morgenstern-Price pada kondisi statis disertai pengaruh muka air tanah (MAT) pada permukaan (jenuh). Penentuan muka air tanah jenuh dilakukan untuk menghasilkan nilai FK pesimis akibat faktor hujan.

Gambar 6. Analisis kestabilan lereng kondisi statis.

Hasil analisis kestabilan lereng timbunan menghasilkan nilai FK sebesar 1,74. Berdasarkan klasifikasi Bowles (1989), lereng timbunan tergolong dalam kondisi lereng stabil pada keadaan statis.

Tabel 18. Pembobotan faktor kestabilan statis. Faktor Bobot Kestabilan Statis Faktor keamanan (FK) <1,1 1,1 – 1,2 1,2 – 1,3 1,3 – 1,5 >1,5 Bobot 0 2 3,5 5 7

Faktor kestabilan dinamis dilakukan dengan sama dengan keadaan statis, hanya saja ditambah beban getaran. Penentuan nilai beban getaran (seismic load) dilakukan berdasarkan nilai pesimis faktor peledakan yang terdapat pada Pit MTBU yaitu sebesar 0,05 g.

Gambar 7. Analisis kestabilan lereng kondisi dinamis.

Page 10: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

104

Hasil analisis kestabilan lereng timbunan menghasilkan nilai FK sebesar 0,74. Berdasarkan klasifikasi Bowles (1989), lereng timbunan tergolong dalam kondisi lereng labil pada keadaan dinamis.

Tabel 19. Pembobotan faktor kestabilan dinamis. Faktor Bobot

Faktor keamanan (FK) <1,0 1,0 – 1,05 1,05 – 1,10 1,10 – 1,15 >1,15 Bobot 0 1 1,5 2 3

• Konstruksi Timbunan Faktor metode konstruksi yang digunakan pada MTBU yaitu metode Va berdasarkan Hawley (2017) dengan kemiringan lereng pondasi pada dasar timbunan yaitu kurang dari 15° dan tinggi tingkat yakni kurang dari 50 m seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Geometri jenjang pada timbunan MTBU.

Berdasarkan klasifikasi WSRHC, metode V memiliki bobot 8 seperti pada Tabel 20. Tahapan konstruksi yang dilakukan dari toe kemudian ke arah crest akan lebih stabil dibandingkan tahapan yang dimulai dari crest menuju toe (Hawley, 2017).

Tabel 20. Pembobotan faktor metode konstruksi. Faktor Bobot Metode Konstruksi Metode I Metode II Metode III Metode IV Metode V

Deskripsi

Sekuen menurun dengan satu atau banyak tingkat, konstruksi tingkat sangat tinggi >200 m; kemiringan lereng pondasi >32°

Sekuen menurun dengan satu atau banyak tingkat, konstruksi tingkat berada pada lereng curam; ketinggian tingkat <200 m; kemiringan lereng pondasi 25-32°

Sekuen hybrid (kombinasi dari menurun dan menaik); sekuen dibuat agar kaki lereng tidak berada pada lereng curam; tinggi tingkat <200 m; kemiringan lereng pondasi >25°

Sekuen menaik dengan banyak tingkat; konstruksi berada pada kawasan lereng sedang; tinggi tingkat <100 m; kemiringan lereng pondasi 15-25°

Sekuen menurun atau menaik pada kawasan landai hingga datar; ketinggian tingkat <50 m; kemiringan lereng pondasi <15°

Bobot 0 2 4 6 8

Loading rate pada timbunan MTBU pada bulan Februari-Maret 2020 dilakukan dengan kecepatan sebesar 1146 m3/d/m dengan asumsi penambahan panjang crest harian sepanjang 60 m/d. Nilai tersebut termasuk dalam loading rate sangat tinggi dengan bobot nol (0) yang ditunjukkan. Timbunan yang dibentuk dengan loading rate cepat akan menyebabkan angka tekanan pori menjadi tinggi, hal tersebut dapat menurunkan tingkat kestabilan. Semakin lambat proses kontruksi maka akan memberikan waktu yang cukup untuk material timbunan mengalami konsolidasi (Hawley, 2017).

Tabel 21. Pembobotan faktor loading rate. Faktor Bobot Loading Rate Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Volumetric Loading Rate (m3/d/m)

>500 150-500 50 - 150 15 - 50 <15

Bobot 0 2 3,5 5 7

Page 11: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

105

• Performa Timbunan Performa timbunan dapat diamati dari tahapan konstruksi hingga kondisi aktual sekarang. Salah satu parameter yang diamati yaitu keterdapatan failure. Failure yang ada pada kawasan timbunan MTBU dapat diamati dari retakan-retakan yang tersebar dengan arah retakan dominan berarah utara-selatan. Retakan-retakan pada Timbunan MTBU berpengaruh terhadap kegiatan penimbunan material. Dari kondisi-kondisi tersebut, maka timbunan termasuk dalam kategori sangat buruk dengan bobot -15 berdasarkan klasifikasi WSRHC.

Tabel 22. Pembobotan faktor performa timbunan. Stability Performance Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik

Deskripsi Tidak stabil;

terjadi banyak keruntuhan; berpengaruh besar terhadap kegiatan penimbunan

Agak stabil hingga tidak stabil; sering terjadi keruntuhan; berpengaruh terhadap kegiatan penimbunan

Agak stabil; terkadang mengalami deformasi ataupun settlement berpengaruh sedikit terhadap kegiatan penimbunan

Stabil; deformasi minor; keruntuhan kecil langka; tidak berpengaruh terhadap kegiatan penimbunan

Sangat Stabil, tidak terdapat deformasi atau settlement; tidak ada keruntuhan; tidak ada efek pada kegiatan penimbunan

Bobot -15 -7,5 0 7,5 15

C.2. Bobot Total WSRHC Pembobotan Faktor Waste Dump and Stockpile Stability Rating and Hazard Classification (WSRHC) dilakukan berdasarkan data-data yang telah dianalisis meliputi grup Engineering Geology Index dan Design and Performance Index (DPI). Hasil pembobotan yang dilakukan menghasilkan bobot total sebesar 33,5 termasuk dalam kategori IV (risiko tinggi) dengan bobot Engineering Geology Index sebesar 12,5 dan Design and Performance Index sebesar 21. Dari bobot tersebut dapat diamati bahwa EGI tergolong dalam risiko sangat tinggi dan DPI tergolong dalam risiko tinggi. Pada perhitungan pembobotan timbunan, faktor performa tergolong pada kelas sangat buruk, maka timbunan secara otomatis masuk dalam kategori WHC V (risiko sangat tinggi) (Hawley, 2017), walaupun berdasarkan perhitungan total bobot termasuk dalam kategori IV (risiko tinggi).

Tabel 23. Pembobotan semua faktor WSRHC pada Timbunan MTBU.

Eng

inee

ring

Geo

logy

Inde

x (E

GI)

Kondisi Regional Seismisitas 1 Sedang 1 Sangat tidak menguntungkan Curah Hujan 0 Sangat tinggi

Kondisi Pondasi

Kemiringan Pondasi 4 Landai

11,5 Cukup

Bentuk Pondasi 1,5 Cekung Tipe Soil 4 Tipe V

Ketebalan Soil 2 <0,3 Potensi Undrained Failure -2,5 Rendah Potensi Likuefaksi Pondasi 0 Tidak berarti

Batuan Dasar 1 Tipe B Muka Air Tanah 1,5 Sedang

Kualitas Material Timbunan

Gradasi Ukuran Butir 0 Sangat halus

0 Sangat buruk Kekuatan Batuan Utuh 0 Tipe 1 Potensi Likuefaksi Material -2,5 Rendah

Kestabilan Kimia 2,5 Netral

Des

ign

and

Perf

orm

ance

In

dex

(DPI

)

Massa dan Geometri

Tebal Timbunan 3 Rendah 7,5 Kecil Volume dan Massa Timbunan 0,5 Besar

Kemiringan Lereng Timbunan 4 Sangat datar Analisis

Kestabilan Lereng Timbunan

Kestabilan Statis 7 7 Cukup

Kestabilan Dinamis 0

Konstruksi Metode Konstruksi 8 Metode V

Loading Rate 0 Sangat tinggi 8 Menengah

Performa Stability Performance -1,5 Sangat buruk -1,5 Sangat buruk

Upaya investigasi dan desain yang lebih akurat perlu diterapkan pada kawasan timbunan ini agar dapat meminimalisir risiko failure yang dapat kembali terjadi sewaktu-waktu. Digunakan tabel level of effort

Page 12: PENILAIAN KESTABILAN TIMBUNAN BERDASARKAN …

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

106

oleh Hawley (2017) untuk menentukan langkah mitigasi timbunan berdasarkan kategori WHC yang terdiri dari tiga bagian, yaitu investigasi dan karakterisasi, analisis dan desain, kontruksi dan operasi.

Tabel 24. Level of effort kelas bahaya sangat tinggi (Hawley, 2017). Investigasi dan karakterisasi Analisis dan desain Konstruksi dan operasi

Melakukan pemetaan bawah permukaan seperti pembuatan paritan, pengujian geofisika, pemboran dan sampling akurat, meningkatkan confidence level pada uji laboratorium material pondasi dan material timbunan secara akurat.

Melakukan analisis kestabilan aktual maupun final secara lebih akurat dengan parameter dan desain yang tepat.

Penentuan tahap konstruksi dengan tepat, melakukan pembatasan kawasan penimbunan, peningkatan intensitas monitoring, dan meningkatkan frekuensi tinjauan lapangan.

D. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Bobot total kestabilan timbunan sebesar 33,5 termasuk dalam kategori IV (risiko tinggi) dengan

bobot Engineering Geology Index sebesar 12,5 dan Design and Performance Index sebesar 21. Dari bobot tersebut dapat diamati bahwa EGI tergolong dalam risiko sangat tinggi dan DPI tergolong dalam risiko tinggi. Faktor performa tergolong pada kelas sangat buruk, sehingga timbunan otomatis masuk dalam kategori WHC V (risiko sangat tinggi), walaupun berdasarkan perhitungan total bobot termasuk dalam kategori IV (risiko tinggi).

2. Upaya investigasi dan desain yang lebih akurat perlu diterapkan pada kawasan timbunan ini agar dapat meminimalisir risiko failure yang dapat kembali terjadi sewaktu-waktu. Level of effort untuk menentukan langkah mitigasi timbunan berdasarkan kategori WHC terdiri dari tiga bagian, yaitu investigasi dan karakterisasi, analisis dan desain, kontruksi dan operasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada PT. Bukit Asam, Tbk. dan semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga makalah ilmiah ini selesai. DAFTAR PUSTAKA Arif, I. (2010): Geoteknik Tambang. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Bieniawski, Z. T. (1984): Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling. A. A. Balkema.

Rotterdam. Bowles, E.J. (1989): Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Penerbit Erlangga. Jakarta. Das, B. M. (1995): Soil Mechanics (The Principles of Geotechnical Engineering). Volume I, Erlangga,

Jakarta. Hawley, M., & Cunning, J. (2017): Guidelines for mine waste dump and stockpile design. CSIRO

Publishing. Kjellman, W. (1952): Consolidation of Clay Soil by Mean of Atmospheric Pressure. Proceeding of a

Conf. Soil Stabilization, Massachusetts Institute of Technology, Boston, pp.258- 263. Kramer, S.L. (2008): Evaluation of Liquefaction Hazards in Washington State. Seattle. Washington

State Transportation Center (TRAC). LPT (Lembaga Penelitian Tanah). (1979): Penuntun Analisa Fisika Tanah. Lembaga Penelitian

Tanah. Badan Litbang Pertanian. Morgenstern, N. R. & Price, V. E. (1965): The analysis of the stability of general slide surfaces.

Geotechnique. 15, 79–93. Wyllie, D.C., & Mah, C. (2004): Rock Slope Engineering: Civil and Mining. 4rd. (ed). New York.

Spoon Press.