Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

32
1

Transcript of Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Page 1: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

1

Page 2: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

PENGUKURAN FAKTOR LINGKINGAN ABIOTIK TERESTRIAL

Nama: Amatullah Zakwan

NIM: 109095000010

Kelompok: II (Dua)

Asisten: Yudhi Nugraha Saputra

Tanggal Praktikum: 15-Maret-2011

Tanggal Pengumpulan: 22-Maret-2011

Prodi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2011

2

Page 3: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan

lingkungan. Lingkungan merupakan kompleks dari faktor yang saling

berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara faktor-faktor biotik dan

abiotik, tetapi juga antara biotik maupun abiotik itu sendiri. Dengan

demikian secara operasional adalah sulit untuk memisahkan satu faktor

terhadap faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya.

Meskipun demikian untuk memahami struktur dan berfungsinya faktor

lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi faktor-faktor lingkungan ke

dalam komponen-komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para pakar

ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah

pembagian di bawah ini :

a. Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu,

ketersediaan air dan angin.

b. Faktor tanah, merupakan karakteristik dari tanah seperti nutrisi tanah,

reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah.

c. Faktor topografi, meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan,

aspek kemiringan tanah, tinggi dari permukaan laut.

d. Faktor biotik, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme

hidup seperti kompetisi, peneduhan, dsb.

1.2 Tujuan

Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor abiotik apa saja yang

mempengaruhi pertumbuhan serta distribusi makhluk hidup.

Agar mahasiswa dapat menghitung kondisi fisik ketika melakukan

praktikum dilapangan.

3

Page 4: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

4

Page 5: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik Terestrial

Faktor lingkungan abiotik merupakan semua aspek kimia dan fisika

dari lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi hewan

dan tumbuhan. Udara dan tanah adalah faktor abiotik yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan biota terestrial. Selain bergantung pada kondisi

fisika-kimia faktor lingkungan habitatnya, kehadiran tumbuhan terutama

dapat memengaruhi kondisi udara dan tanah.

1.1 Mikroklimat

Kondisi udara yang berpengaruh atau berhubungan langsung dengan

tumbuhan disebut mikroklimat. Walaupun hanya dalam daerah yang

sangat kecil mikroklimat dapat menyebabkan adanya variasi dalam tipe

dan komposisi tumbuhan. Komponen mikroklimat tersebut antara lain;

temperatur udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya.

Temperatur Udara

Pengukuran temperatur dapat dilakukan secara kuantitatif dan

kualitatif. Pengukuran kuantitatif dinyatakan dalam satuan kalori, yaitu

gram kalori atau kilogram kalori. Sedangkan pengukuran kualitatif

dinyatakan dalam satuan derajat Celcius, Fahrenheit, Reamur, atau

Kelvin. Pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan alat termometer.

Termometer bekerja berdasarkan prinsip pemuaian atau pengerutan

suatu zat padat atau cairan akibat pemanasan atau pendinginan. Zat cair

yang digunakan adalah air raksa atau alkohol yang diberi warna agar

mempermudah dalam pembacaan. Penamaan termometer disesuaikan

dengan zat cair yang digunakan, misalnya termometer air raksa atau

termometer alkohol.

5

Page 6: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Termometer digunakan dengan cara membaca skala pada ujung kolom

air raksa dalam satuan derajat Celcius (˚C). badan termometer tidak

boleh dipegang secara langsung dengan tangan agar tidak mengganggu

pembacaan.

Kelembaban Udara

Kelembaban udara menandakan sejumlah uap air yang terkandung di

udara atau atmosfer, biasanya dinyatakan dalam berat uap air untuk

setiap volume udara tertentu. Berdasarkan perhitungan di atas, maka

setiap suhu tertentu di tempat yang sama akan memberikan harga

kelembaban tertentu yang disebut kelembaban absolut. Kelembaban

yang umum dipergunakan adalah kelembaban udara relatif, yaitu

berdasarkan perbandingan tekanan uap air di udara pada waktu

pengukuran dengan tekanan uap air jenuh pada suhu yang bersamaan.

Alat yang dipergunakan untuk menentukan kelembaban udara relatif

(relative humidity) adalah sling psychrometer. Alat ini menggunakan dua

termometer. Termometer pertama digunakan untuk mengukur suhu

udara biasa dan termometer yang kedua digunakan untuk mengukur

suhu udara jenuh karena pada bagian bawah termometer dilengkapi

dengan kain yang dibasahi air. Berdasarkan bacaan dari kedua

termometer tersebut, nilai kelembaban relatif dapat ditentukan dengan

menggunakan tabel konversi tertentu, misalnya tabel dari Taylor. Pada

sling psychrometer tipe tertentu nilai kelembaban dapat langsung dibaca

pada alat.

Selain menggunakan sling psychrometer, kelembaban udara juga

dapat diukur menggunakan Hygrocheck Hanna HI 98601 yang dilengkapi

dengan sensor (probe) sehingga penggunaan alat ini relatif lebih mudah.

Intensitas Cahaya

Intensitas dan lamanya radiasi sinar matahari tidak hanya

mempengaruhi variabel atmosfer seperti suhu, kelembaban, dan angin,

6

Page 7: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

tetapi juga memengaruhi jumlah energi untuk produksi bagi hewan dan

tumbuhan. Pengukuran intensitas cahaya dapat dilakukan dengan

menggunakan Light Meter atau Lux Meter.

1.2 Tanah

Tanah merupakan sebuah badan yang terbentuk dari hasil pelapukan

batuan induk akibat aktivitas iklim dan organisme serta materi organik

hasil proses dekomposisi yang mampu mendukung kehidupan.

Komponen penyusun tanah terdiri dari partikel mineral, bahan organik,

air, dan udara.

Pada ekosistem terestrial, tanah merupakan faktor lingkungan abiotik

yang amat penting. Tanah merupakan substrat alami bagi tumbuhan,

habitat bagi detrivora dan mikroba. Di dalamnya mineral dan zat organik

terkumpul. Akan tetapi hal tersebut tidak termanfaatkan bila kondisi

fisika-kimia tanah diluar toleransi organisme yang ada didalamnya atau

diatasnya. Faktor fisika-kimia tanah mempengaruhi sebaran organisme

tanah baik secara vertikal (hewan tanah dan mikroba) maupun horizontal

(vegetasi). Oleh karenanya dalam analisis elosistem terestrial dipandang

perlu untuk mengumpulkan data fisika-kimia tanah.

Profil Tanah

Profil tanah merupakan gambaran tanah secara vertikal. Secara

vertikal, tanah umumnya membentuk zona-zona yang disebut “horison

tanah”. Profil tanah tersebut umumnya terdiri dari beberapa horison.

Horison O terdiri dari materi organik segar atau belum terdekomposisi

secara sempurna. Horison A atau topsoil mengandung materi organik

yang tinggi bercampur dengan partikel mineral. Horison B adalah zona

‘penumpukan’ (illuvation zone); tempat terkumpulnya mineral dan

humus akibat proses pencucian atau pelindian (leaching) dari horison A,

horison C berisi batuan induk.

7

Page 8: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Kandungan Air atau Kelembaban Tanah

Kandungan air tanah secara kuantitatif dapat ditentukan dengan

menghintung jmlah air yang terkandung di dalam tanah dengan berat

segar tertentu. Kandungan air dapat dinyatakan sebagai presentase air

tehadap berat segar tanah.

Kandungan Organik dan Mineral (Anorganik) Total Tanah

Zat organik umumnya berasal dari proses pelapukan atau penguraian

serasah pada lapisan teratas tanah. Secara teoritis lapisan yang kaya zat

organiknya adalah lapisan humus. Penentuan kandungan organik dan

anorganik tanah yang paling sederhana adalah dengan cara pengabuan.

pH Tanah

pH tanah adalah faktor kimia tanah penting yang menggambarkan

sifat asam atau basa tanah. Besarnya nilai pH tanah dipengaruhi oleh

banyak faktor, diantaranya jenis batuan induk, tipe vegetasi, dan

aktivitas pemupukan. pH tanah menentukan kelarutan unsur-unsur hara

dalam larutan tanah, sehingga pH akan mempengaruhi ketersediaan

unsur-unsur hara bagi tumbuhan (Barbour et al, 1999). Pengukuran pH

tanah dapat dilakukan dengan pH meter elektronik, soil tester, dan

kertas pH universal.

Suhu Tanah

Untuk mengukur suhu tanah dipergunakan alat Weksler. Termometer

pada alat ini disimpan dalam tabung kayu yang ujungnya berupa logam

meruncing. Antara logam dengan termometer terdapat serbuk logam

yang menutupi ujung termometer dan terdapat pada bagian atas logam

runcing tadi. Logam di bagian ujung merupakan bagian yang dimasukkan

ke dalam tanah. Panas dari tanah akan mempengaruhi logam dan

kemudian akan diinduksikan ke serbuk logam. Panas serbuk logam ini

akan berpengaruh pada termometer, dan ditunjukkan oleh perubahan

tinggi air raksa yang terbaca pada skala. Seandainya termometer tanah

tidak tersedia, bisa juga dipergunakan termometer udara biasa namun

harus dilakukan dengan hati-hati.

8

Page 9: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah proposi relatif dari partikel utama pembentuk

tanah yaitu pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Jenis partikel utama

tanah dibedakan berdasarkan ukurannya.

o Pasir, ukuran partikel > 0,05 mm

o Debu, ukuran pertikel antara 0,002-0,05 mm

o Liat, ukuran partikel < 0,002 mm

Tekstur tanah menentukan sifat dari tanah tersebut, baik sifat fisika

maupun sifat kimia. Pergerakan air baik vertikal maupun horisontal,

persentase sistem kapiler dan kadar air tanah akan berlainan pada

keadaan tanah yang teksturnya tidak sama. Demikian pula derajat

kesuburan tanah akan sangat tergantung pada teksturnya ini.

Dalam memahami tekstur tanah terdaapat beberapa metodologi yang

telah dikembangkan dengan prinsip yang sejalan yaitu menentukan atau

mencari persantase atau proposi dari masing-masing partikel pembentuk

tanah tersebut.

Untuk pengukuran tekstur secara kuantitatif, persentase masing-

masing jenis partikel ditentukan di laboratorium, salah satunya dengan

menggunakan metode yang berdasarkan pada Hukum Stokes yang

menghubungkan kecapatan pengendapan partikel dengan ukuran dan

kerapatannya. Ukuran partikel dapat diestimasi dari kerapatan suspensi

tanah yang mengendap pada waktu yang berbeda (Brower et al, 1998).

Bila persentase ketiga jenis partikel tanah sudah diketahui, tekstur

tanah dapat ditentukan dengan menggunakan ‘segitiga tekstur’ yang

menunjukkan komposisi dari ketiga komponen partikel tanah (Gambar 1).

Selain penentuan secara kuantitatif, tekstur tanah dapat pula

ditentukan secara cepat di lapangan secara kualitatif berdasarkan pilinan

jari. Cara ini sangat umum dilakukan dalam survei lapangan karena

9

Page 10: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

mudah dan praktis. Caranya adalah dengan memilin sejumlah cuplikan

tanah diantara telunjuk dan ibu jari, kemudian berdasarkan berbagai

kriteria, salah satunya kriteria dari Clark, tekstur tanah tersebut

dianalisis.

Gambar 6. Segitiga Tekstur Tanah

Tekstur tanah ada lima kriteria diantaranya:

Tanah pasir, butiran terasa kasar dan lepas satu sama lain, tidak

dapat dibentuk dalam keadaan kering, partikel-partikelnya lepas.

Tanah pasir berlumpur, sulit dibentuk, pada tangan memberi

warna lemah, masih dapat dirasakan adanya butiran kasar.

Tanah lumpur berpasir, dapat dibentuk dengan baik, dapat

dipilin sampai sebesar hitamnya karbon pinsil, sangat nyata

memberi warna pada tangan.

Tanah lumpur, dapat dibentuk dengan baik, lengket pada

sendok, dengan kuku tidak meninggalkan bekas mengkilat tapi

terlihat sedikit kasar, memberi warna pada tangan.

Tanah liat, sangat lengket dan licin, dengan kuku bekasnya

mengkilat, bila kering merekah.

Bobot Isi (Bulk Density)

Bobot isi adalah perbandingan antara masa tanah pada keadaan

kering konstan dengan volumenya. Satuan bobt isi dalam gcm-1. Bobot isi

dapat digunakan untuk menentukan porositas tanah, yang dapat

10

Page 11: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

dijadikan sebagai indikator penetrasi akar dan aerasi tanah pada lapisan

tanah yang berbeda. Nilai bobot isi bervariasi, bergantung pada

kelembaban dan tekstur tanah.

Cara pencuplikan tanah untuk menentukan nilai bobot isi

menggunakan core sampler. Alat ini berupa silinder tanpa alas dan tutup

dan dengan tinggi dan diameter tertentu. Bisa terbuat dari paralon, pipa

besi, atau stainles steel. Bibir silinder bagian bawah dibuat runcing untuk

memudahkan dalam melakukan pencuplikan.

Porositas

Jumlah, ukuran dan distribusi pori pada tanah digunakan sebagai

indikator kondisi fisik tanah. Porositas tanah dapat mempengaruhi aerasi,

aliran air, dan penetrasi akar di dalam tanah.

Total porositas dihitung dari bulk density dan particle density. Particle

density atau kepadatan partikel tanah mineral berkisar antara 2,6-2,7

gcm-1. Pada tanah yang tidak atau sedikit mengandung zat mineral,

kepadatannya 2,7 gcm-1,. Tanah dengan kandungan organik sedang 2,65

gcm-1, dan tanah dengan kandungan organik tinggi kepadatan

partikelnya lebih rendah dari 2,6 gcm-1. Namun dalam praktiknya nilai

total porositas seringkali dipakai angka 2,65. Total porositas tanah

dinyatakan sebagai persentase volume total pori (rongga) yang diisi oleh

udara dan air di antara partikel tanah berdasarkan nilai bulk density dan

particle density.

2. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan

2.1 Pencuplikan Air

Faktor-faktor abiotik perairan dapat diukur secara langsung di

lapangan maupun diukur kemudian setelah pengambilan cuplikan air.

Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, cuplikan air yang

diambil harus dijaga agar kondisi cuplikan tidak terganggu sehingga

berubah dari kondisi aslinya. Untuk pengukuran kadar oksigen dalam

11

Page 12: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

air, cuplikan air harus dijaga agar tidak teragitasi atau mengandung

gelembung udara.

2.2 Pengukuran Suhu Air

Suhu air dapat diukur dengan termometer biasa (alkohol atau air

raksa) secara langsung pada bagian permukaan perairan, atau secara

tidak langsung (dicuplik dengan botol pencuplik dari kedalaman

tertentu). Dalam hal terakhir, pengukuran harus dilakukan dengan

segera setelah cuplikan didapat. Dengan menggunakan tele-

termometer dengan pengukur (probe) yang tehubung oleh kabel

panjang, suhu air permukaan dan dalam dapat diukur secara langsung.

2.3 Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan menggunakan kertas

indikator universal dengan loncatan skala kecil (0,2 atau 0,5) secara

langsung dari permukaan perairan atau dari air cuplikan (untuk

kedalaman tertentu). Pengukuran pH secara langsung dan dengan

pembacaan skala yang lebih teliti dapat dilakukan dengan

menggunakan pH meter elektronik.

2.4 Pengukuran Derajat Kecerahan Air

Penentuan derajat kecerahan air dari suatu perairan umumnya

dilakukan dengan menggunakan keping Secchi (Secchi disk). Alat ini

berupa suatu keping bulat yang terbuat dari logam atau plexiglass

yang bagian atasnya terbagi menjadi 4 sektor yang sama, yang

berwarna putih dan hitam berselang-seling. Bagian bawah keping

tersebut dilengkapi dengan logam pemberat dan sebelah atasnya

dihubungkan dengan tali panjang yang diberi penanda jarak.

12

Page 13: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Pengukuran derajat kecerahan dengan menggunakan Secchi disk ini

disebut juga dengan kedalaman Secchi (Secchi depth). Hasil

pengukuran dapat dipengaruhi oleh posisi cahaya yang jatuh ke dalam

permukaan air. Diketahui bahwa pengukuran menggunakan Secchi

disk paling baik dilakukan pada sekitar tengah hari.

2.5 Penentuan Kadar O2 Terlarut

Kadar atau kandungan oksigen terlarut dapat diukur secara

langsung dan relatif cepat dengan alat khusus, yaitu DO-meter

(Dissolved Oxygen-meter). Alat ini dilengkapi dengan kabel penelusur

yang panjang untuk pengukuran pada berbagai kedalaman. Bila

peralatan tersebut tidak tersedia, penentuan oksigen terlarut dapat

dilakukan terhadap cuplikan air dengan metoda sederhana, yaitu

titrasi Winkler.

2.6 Penentuan Kadar CO2 Bebas Terlarut

Penentuan kandungan CO2 bebas terlarut dilakukan pada air

cuplikan dengan menggunakan metoda titrasi juga. Seluruh CO2 bebas

yang terlarut dalam air cuplikan itu akan diikat oleh NaOH, dan

kelebihan NaOH akan dideteksi oleh fenoftalein.

2.7 Pengukuran Salinitas dan Konduktivitas Air

Untuk pengukuran salinitas dan konduktivitas perairan, maka

digunakan alat elektronik yang dilengkapi probe yang terhubung

dengan kabel panjang, antara lain SCT meter.

13

Page 14: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian

Halaman Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Waktu penelitian

Selasa, 15- Maret- 2011

3.2 Alat dan Bahan

Alat

o Termometer

o Sling Psychrometer

o Timbangan analitik

o Soil Tester

o Lux Meter

o Core Sampler

Bahan

o Tanah

o Aquades

14

Page 15: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

3.3 Cara Kerja

Kandungan Air Tanah

o 10 Gr tanah ditaruh kedalam cawan porselen.

o Kemudian dimasukkan kedalam oven selama 24 jam dengan

suhu 105˚C.

o Kemudian dilakukan perhitungan kadar kandungan air tanah.

Kandungan Organik dan Mineral

o Cuplikan tanah yang sudah kering diambil 5 Gr.

o Kemudian dimasukkan kedalam cawan porselen yang sudah

diketahui beratnya.

o Kemudian dilakukan proses pengabuan selama 24 jam

dengan suhu 900˚C.

Bobot Isi (Bulk Density)

o Bersihkan tanah terlebih dahulu dari serasah dan rumput.

o Kemudian core sampler diletakkan diatas tanah.

o Pada lingkaran tersebut dibuat lubang mengelilingi core

sampler sedalam 10 cm.

o Core sampler ditekan dengan hati-hati dengan cara dipukul

secara perlahan-lahan.

o Kemudian tanah yang sudah masuk kedalam core sampler

dipotong dengan menggunakan sekop.

o Tanah tersebut diratakan.

o Kemudian disimpan didalam kotak agar tanah tidak hancur.

o Tinggi tanah yang ada didalam core sampler diukur.

o Ditimbang berat segar tanah dengan menggunakan

timbangan analitik.

o Dioven selama 24 jam pada suhu 105˚C.

o Ditimbang berat kering tanah tersebut.

Soil Tester

15

Page 16: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

o Kegunaan untuk mengukur pH tanah dan kelembaban tanah

dengan satuannya %.

o Cara penggunaan:

Ujung alat runcing ditancapkan ke dalam tanah hingga

sel-selnya terbenam dalam tanah dan membiarkan

beberapa saat.

Skala besar/atas dilihat untuk penentuan pH tanah.

Tombol yang berada di samping alat ditekan untuk

menentukan kelembaban tanah setelah dibiarkan

beberapa saat dan melihat skala kecil/bawah sebagai

penunjuk kelembaban tanah.

Sling Psychrometer

o Kegunaan untuk mengukur kelembaban tanah.

o Cara penggunaan:

Kain yang terdapat pada salah satu bagian termometer

dibasahi dan biarkan termometer yang lain tetap kering.

Sling diputar selama 3 menit dengan posisi jauh dari

tubuh, sehingga termometer membaca suhu udara

bukan suhu tubuh.

Hasil pengukuran pada kedua termometer dibaca

sebagai suhu kering dan suhu basah.

Nilai suhu kering dan selisih antara suhu basah dan

suhu kering tersebut dimasukkan ke dalam tabel

sehingga didapat nilai kelembaban relatif.

Lux Meter

o Kegunaan untuk mengukur intensitas cahaya dengan satuan

lux bath.

o Cara penggunaan:

Alat dikalibrasi sebelum digunakan yaitu skala 1.

16

Page 17: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Diarahkan ke penerimaan cahaya alat pada datangnya

cahaya yang akan diukur dengan menentukan besarnya

intensitas cahaya bertahap dari 1x, 10x dan 100x.

Apabila skala rendah (1x) masing mengukur skala 1

maka tingkatkan yang lebih tinggi yaitu 10x dan apabila

masih 1 diteruskan pada yang lebih tinggi yaitu 100x.

Angka yang ditunjukkan alat dilihat, yaitu dapat dari

angka yang sering muncul atau kisarannya.

Termometer

o Untuk mengukur suhu udara dengan satuan oC/oK/oF.

o Cara penggunaan:

Memegang alat pada pegangannya kemudian melihat

skala yang ditunjukkan.

Bila perlu sebelum digunakan skala alat harus diskala

nol dengan diberi pendingin.

3.4 Analisis Data

Berdasarkan hasil pengamatan di halaman laboratorium biologi

didapat beberapa rata-rata parameter lingkungan. Adapun parameter

lingkungan yang diamati adalah intensitas cahaya, kelembaban udara,

suhu, pH tanah, dan.pH air.

Pembentukan Tanah

S=f (cl ,o ,r , p , t ,…)

cl = iklim; o = aktivitas organisme; r = topografi; p = tipe batuan

induk; t = waktu

Kandungan Air atau Kelembaban Tanah

Kandungan air tanah (% )=berat segar tanah−berat kering tanahberat segar tanah

×100 %

17

Page 18: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Kandungan Organik

kandungan organik tana h (% )=berat keringtana h−berat abu tana hberat kering tanah

×100 %

Kandungan Mineral (Anorganik)

Kandunganmineral tanah (% )= berat abu tanahberat keringtanah

×100 %

Bobot Isi (Bulk Density)

Bulk density= berat kering tanahvolumecore sampler

Total Porositas

Total porositas (% )=1−[ bulk densityparticle density ]×100 %

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengukuran Intensitas Cahaya

Plot I : 1164,3

Plot II : 1114,67

Plot III : 280,3

18

Page 19: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Pengukuran Kelembaban Udara

Suhu basah = 25˚C

Suhu kering = 31˚C

Pengukuran Temperatur Udara

Suhu tanah = 25˚C

Suhu udara = 30˚C

Pengukuran Kelembaban dan pH Tanah

Kelembaban tanah = 1

pH tanah = 7

4.2 Pembahasan

Respon adaptif organisme terhadap faktor lingkungan secara garis

besar dibagi menjadi dua. Pertama, organisme mengembangkan

kemampuan untuk menetralkan pengaruh faktor lingkungan. Mekanisme

ini disebut ‘homeostasis’. Kedua, organisme mengembangkan

kemampuan adaptif untuk menghindar, baik secara perilaku maupun

secara fisiologis.

Mekanisme homeostatis dikenalkan oleh Bernard (1978). Bernard

berpendapat bahwa organisme memiliki organisme memiliki kemampuan

fisiologis untuk mengatur kondisi internalnya tetap konstan dalam

menghadapi kondisi eksternal yang berubah-ubah. Sebagai contoh,

mamalia mengatur suhu tubuhnya konstan pada 37˚C. Meskipun suhu

lingkungan eksternal berubah-ubah, suhu tubuh tetap bertahan.

Pengaruh Suhu

Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat

yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang

hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu. Jika kita mengamati

19

Page 20: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

distribusi tumbuhan yang ada di muka bumi terlihat bahwa semakin ke

kutub yang bersuhu rendah, keragaman tumbuhan semakin menurun.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa banyak jenis tumbuhan tertentu yang

hanya dapat hidup pada suhu hangat.

Pengaruh Bahan Mineral

Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh

karena itu, susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan

susunan mineral batu-batuan yang dilapuk.

Bahan mineral dalam tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Fraksi tanah halus (fine earth fraction) yang berukuran < 2mm, dan

2. Fragmen batuan (rock fragment) yang berukuran 2mm sampai

ukuran horisontalnya lebih kecil dari sebuah pedon.

Bahan mineral tanah yang termasuk fraksi tanah halus terdapat dalam

berbagai ukuran, yaitu:

Pasir 2mm – 5µ

Debu 50µ - 2µ

Liat < 2µ

Bahan mineral yang lebih besar dari 2mm (fragmen batuan) terdiri dari

kerikil, kerakal, atau batu.

Selain itu, mineral tanah dapat dibedakan menjadi mineral primer dan

mineral sekunder. Mineral primer adalah mineral yang berasal langsung

dari batuan yang dilapuk, sedangkan mineral sekunder adalah mineral

bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah

berlangsung.

Pengaruh Bahan Organik

20

Page 21: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya

tidak besar, hanya sekitar 3-5 persen, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-

sifat tanah sangat besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik

terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan

tanaman adalah:

Sebagai granulator, yaitu untuk memperbaiki struktur tanah.

Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro, dll.

Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara

(kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi).

Sumber energi bagi mikroorganisme.

Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan

organik halus (humus). Humus terdiri dari bahan organik halus berasal

dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang

dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan

mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang

resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat dan

mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tingginya

daya menahan (menyimpan) unsur hara adalah akibat tingginya

kapasitas tukar kation dari humus, karena humus mempunyai beberapa

gugus aktif terutama gugus karboksil.

Pengaruh Air

Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh masa tanah,

tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang

kurang baik. Baik kelebihan air ataupun kekurangan air dapat

menganggu pertumbuhan tanaman.

Gunanya air bagi pertumbuhan tanaman adalah:

1. Sebagai unsur hara tanaman.

21

Page 22: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

2. Sebagai pelarut unsur hara.

3. Sebagai bagian dari sel-sel tanaman.

Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gay

adhesi, kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka

air dalam tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Air higroskopik

Air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan

tanaman (adhesi antara air dan tanah).

Air kapiler

Air dalam tanah dimana daya kohesi (tarik menarik antara butir-

butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari

gravitasi.

22

Page 23: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

BAB V

KESIMPULAN

Faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan suatu

spesies dapat diketahui dengan melakukan pengukuran

parameter lingkungan dengan menggunakan alat yang sesuai

dengan apa yang akan diukur, misalnya untuk mengukur pH air

menggunakan pH meter/soil tester, mengukur kadar oksigen

dengan menggunakan DO meter, dan lain-lain.

Faktor abiotik sangat mempengaruhi pertumbahan dan distribusi

makhluk hidup.

23

Page 24: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Ferianita, Melati Fachrul. 2007. Metode Sampling Bioekologi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Handayanto, E. Hiriah, K. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta: Pustaka

Adipura.

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan

Pembangunan. Jakarta: Djambatan.

Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-dasar Ekologi. Jakarta: UI Press.

24

Page 25: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

LAMPIRAN

Perhitungan Kandungan Air Tanah

Berat kering = berat kering - berat porselen

= 48, 8267 – 39,1235

= 7,7032

Kandungan air tanah (% )=berat segar tana h−berat kering tana hberat segar tana h

×100 %

= 10−7,7032

10×100 %

=2,2968

10×100 %

= 0,22968 × 100%

= 22,968%

Pengukuran Kandungan Organik Tanah

Berat abu = berat abu - berat cawan

= 43,4741 – 39,1235

= 4,3506

Kandungan organik tanah (% )=berat kering tanah−berat abu tanahberat kering tana h

×100 %

= 5,0009−4,3506

5,0009×100 %

= 0,65035,0009

×100 %

= 0,1300 × 100%

= 13%

25

Page 26: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

Pengukuran Kandungan Mineral Tanah

Kandunganmineral tanah (% )= berat abu tana hberat kering tanah

×100 %

= 4,35065,0009

×100 %

= 0,8699 × 100%

= 86,99%

Pengukuran Bobot Isi (Bulk Density)

Berat kering tanah = berat basah – berat cawan

= 131,53 – 42,7922

= 88,7378

Volume core sampler

Dik: t = 5 cm

d = 5,42 cm

r = 2,71 cm

V = π r2t

= 3,14 (2,71)2 . 5

= 3,14 (7,34) .5

= 23,04 . 5

= 115,20 cm3

Bulk density= berat kering tanahvolumecore sampler

26

Page 27: Pengukuran Faktor Abiotik Terestrial

= 88,7378115,20

= 0,7703

Pengukuran Porositas Tanah

Total porositas (% )=1−[ bulk densityparticle density ]×100 %

= 1−[ 0,77032,7 ]×100 %

= 1 – 0,2853 × 100%

= 0,7141 × 100%

= 71,41%

27