Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)
-
Upload
yuseva-arya -
Category
Documents
-
view
54 -
download
0
description
Transcript of Pengukuran dan Pengembangan Layanan Perpajakan (Proposal)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
RENCANA SKRIPSI
PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN KUALITAS LAYANAN
PERPAJAKAN DI KPP MADYA JAKARTA BARAT
Diajukan oleh:
YUSEVA ARYA PRAMIANTA
NPM 144060005842
November 2015
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
TANDA PERSETUJUAN RENCANA SKRIPSI
NAMA : YUSEVA ARYA PRAMIANTA
NPM : 144060005842
BIDANG SKRIPSI : PERPAJAKAN
JUDUL SKRIPSI : PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN
KUALITAS LAYANAN PERPAJAKAN DI KPP
MADYA JAKARTA BARAT
Tangerang Selatan, November 2015
MengetahuiKepala Bidang Akademis
Pendidikan Akuntan
MenyetujuiDosen Pembimbing,
Akhmad Priharjanto, Ak., M.Si.NIP 197305281993021001
Dr. Adi Budiarso, M.Acc., CANIP 197009011990031001
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAGIAN ISI........................................................................................................... 1
A. Pendahuluan....................................................................................................... 1
1. Latar Belakang Penelitian........................................................................... 1
2. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 5
3. Rumusan Masalah Penelitian...................................................................... 5
4. Tujuan Penelitian........................................................................................ 5
5. Manfaat Penelitian...................................................................................... 6
6. Jenis dan Pendekatan...…………………………………………………… 6
7. Peta Penelitian............................................................................................. 8
8. Sistematika Pembahasan............................................................................. 8
B. Landasan Teori................................................................................................... 9
1. Perpajakan................................................................................................... 9
2. Reformasi Perpajakan................................................................................. 11
3. Administrasi perpajakan............................................................................. 13
4. Kualitas Layanan......................................................................................... 18
5. SERVQUAL............................................................................................... 20
6. Model Kano................................................................................................. 21
iii
7. Quality Function Deployment (QFD)......................................................... 23
8. Integrasi SERVQUAL dan Model Kano Dalam QFD................................ 24
9. Hasil Penelitian Sebelumnya...................................................................... 25
C. Metodologi Penelitian........................................................................................ 27
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Alasan Pemilihan Obyek........... 27
2. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data................................................. 28
3. Sampel Penelitian........................................................................................ 28
4. Instrumen Penelitian................................................................................... 29
5. Metode Pengolahan Data............................................................................ 30
D. Rencana Daftar Pustaka..................................................................................... 35
BAGIAN PENUTUP.............................................................................................. 39
A. Rencana Pelaksanaan Penelitian........................................................................ 39
B. Kontijensi........................................................................................................... 39
LAMPIRAN
iv
BAGIAN ISI
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Penelitian
Dalam IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration–Setting a
Strategy for The Coming Years pada tahun 2014, ada beberapa kondisi yang berhasil
diidentifikasi oleh IMF, kondisi-kondisi tersebut berkaitan dengan rendahnya tax ratio
(persentase penerimaan pajak terhadap PDB) dan kepatuhan Wajib Pajak di
Indonesia. Kondisi yang pertama adalah tax ratio yang masih rendah (Tabel I.1)
dibanding negara-negara di ASEAN, BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika
Selatan) dan negara-negara G-20. Rendahnya tax ratio dipengaruhi oleh penerimaan
pajak yang rendah.
Tabel I.1 Perbangingan Tax Ratio Indonesia Tahun 2013Negara Tax Ratio
Indonesia 11,8%ASEAN (rata-rata tanpa Indonesia) 20,1%BRICS 29,3%Negara G-20 (rata-rata tanpa Indonesia) 29,2%
Sumber: diolah dari IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration –Setting a Strategy for The Coming Years, 2014
Selain itu disebutkan pula bahwa dalam semua segi administrasi perpajakan, didapati
bahwa kepatuhan Wajib Pajak rendah. Untuk mengatasi kondisi-kondisi yang berhasil
diidentifikasi dan untuk mencapai penerimaan pajak yang tinggi maka harus
dilakukan reformasi dalam kebijakan pajak (tax policy) dan administrasi perpajakan
(tax administration). Pada dasarnya reformasi administrasi perpajakan dilakukan
untuk mengatasi masalah kepatuhan. Harapan akan peningkatan kepatuhan Wajib
2
Pajak penting karena rendahnya kepatuhan menyebabkan adanya kebocoran pajak
yang besar. Salah satu domain kepatuhan yang rendah adalah kepatuhan dalam
pelaporan pajak, sebagai contoh kepatuhan pelaporan pelaporan pajak penghasilan
yang dapat dilihat pada Tabel I.2.
Tabel I.2 Kepatuhan Pelaporan Pajak Penghasilan(dalam jutaan Wajib Pajak)
2009 2010 2011 2012 2013Wajib Pajak terdaftar dengan kewajiban pelaporanBadanOrang Pribadi
10,01,48,6
14,11,512,6
17,71,616,1
17,71,016,6
17,7
Jumlah laporan pajakBadanOrang Pribadi
5,40,44,9
8,20,57,7
9,30,58,8
9,50,58,9
10,8
Sumber: diolah dari IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration –Setting a Strategy for The Coming Years, 2014
Domain lain adalah kepatuhan pembayaran pajak yang rendah, yang merefleksikan
rendahnya kepatuhan pelaporan pajak. Lebih lanjut dinyatakan bahwa alasan utama
buruknya penerimaan pajak adalah lemahnya kualitas administrasi perpajakan yang
digunakan DJP untuk menghadapi tingginya ketidakpatuhan Wajib Pajak. Salah satu
hal yang diusulkan oleh IMF adalah dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan
dalam administrasi perpajakan DJP. Perbaikan administrasi perpajakan ini
membutuhkan perubahan struktur organisasi dan cara berpikir dalam melaksanakan
operasional sehingga dapat meningkatkan efektivitas administrasi perpajakan dan
kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Menurut Silvani dan Baer (1997), negara dengan tax gap (perbedaan antara pajak
yang dibayar seharusnya dibayar) membutuhkan lebih banyak perubahan mendasar
dalam adminsitasi pajak. Dengan adanya perubahan sistem administrasi perpajakan
3
diharapkan dapat tercipta sebuah sistem kepatuhan yang efektif yang dapat
mendorong Wajib Pajak untuk meningkatkan voluntary compliance. Perubahan-
perubahan tersebut antara lain mengurangi kompleksitas sistem perpajakan,
mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak, pembedaan perlakuan kepada Wajib
Pajak berdasarkan potensi penerimaan, dan memastikan perubahan dikelola dengan
efektif. Nasr (2014) menyatakan bahwa tujuan dari semua institusi pajak adalah untuk
menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan yang mendukung pengumpulan
pajak dengan biaya yang rendah. DJP menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam misi
dan sasaran strategis DJP. Salah satu misi DJP adalah menyediakan pelayanan
berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan. Misi
DJP ini didukung dengan adanya sasaran strategis, salah satu sasaran strategis DJP
dalah untuk meningkatkan kepuasan dan layanan kepada Wajib Pajak dan seluruh
stakeholder perpajakan yang akan mendukung tercapainya misi tersebut. Hal ini
sejalan dengan reformasi birokrasi DJP dimana DJP berkomitmen untuk
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Perubahan mindset diperlukan
dalam proses reformasi birokrasi yang terus berjalan. Diperlukan budaya melayani
(service mindset) sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan kualitas layanan
kepada masyarakat. Pengukuran kualitas layanan adalah hal yang sangat penting bagi
sebuah organisasi untuk dapat mengetahui bagaimana kualitas layanan yang telah
diberikan dan aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan (Mukhtar et al., 2013;
Ramseook-Munhurrun et al., 2010).
DJP sebagai salah satu organisasi pemerintahan yang memberikan layanan
kepada masyarakat harus senantiasa melakukan pengukuran dan evaluasi atas layanan
4
yang diberikan. Wajib Pajak sebagai salah satu stakeholder DJP tentunya memiliki
keinginan agar mendapat layanan perpajakan yang baik, terlebih posisi Wajib Pajak
yang ‘dipaksa’ membayar pajak. Pengukuran dan evaluasi diharapkan dapat
memberikan gambaran sejauh mana layanan yang telah diberikan dari harapan Wajib
Pajak sebagai salah satu untuk memperbaiki adminsitrasi perpajakan di DJP. Layanan
yang baik kepada Wajib Pajak mempuyai peranan penting untuk meningkatkan
kepatuhan (Supadmi, 2009; Jotopurnomo dan Mangoting, 2013; USAID, 2013). Bird
(2010) menyatakan bahwa layanan kepada Wajib Pajak seringkali sepadan atau lebih
efektif dari segi biaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak daripada
pemeriksaan atau sanksi adminsitrasi (penalties). Melihat fokus dari reformasi
birokrasi dan pentingnya pemberian layanan kepada Wajib Pajak maka kualitas
layanan yang diberikan harus senantiasa diukur dievaluasi untuk memastikan bahwa
layanan tersebut sudah diberikan dengan baik.
Target penerimaan pajak yang diemban DJP untuk tahun 2015 naik sebesar
31,41%, yaitu dari Rp 984 T pada tahun 2014 menjadi Rp 1.294 T pada tahun 2015.
Sampai dengan 30 September 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai 53,02 %
(Dashboard Penerimaan Pajak, DJP). Salah satu unit kerja di bawha DJP adalah KPP
Madya Jakarta Barat. Target penerimaan yang diemban oleh KPP Madya Jakarta
Barat adalah sebesar Rp 16,9 T dan sampai dengan tanggal 29 September 2015,
realisasi penerimaan pajak sebesar 53,97% (www.pajak.go.id). KPP Madya Jakarta
Barat mempunyai keunikan tersendiri yaitu jumlah Wajib Pajak yang tidak sebanyak
yang ada pada KPP Pratama. Jumlah Wajib Pajak yang tidak sebanyak pada KPP
Pratama seharusnya dapat memudahkan dalam pengawasan dan pemberian pelayanan.
5
Selain itu, banyaknya pengaduan mengenai layanan yang diberikan kepada Wajib
Pajak yang disampaikan melalui telepon, sms, surat pembaca, social media, dan
media lainnya juga menunjukkan bahwa kualitas layanan harus dievaluasi. Atas dasar
permasalahan tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang diberi
judul “Pengukuran dan Pengembangan Kualitas Layanan Perpajakan di KPP
Madya Jakarta Barat”.
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah KPP Madya Jakarta Barat dan
Wajib Pajak yang terdaftar di KPP tersebut. Penelitian ini membatasi masalah untuk
melihat bagaimana kualitas layanan yang telah diberikan dibandingkan dengan
harapan Wajib Pajak dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi
kesenjangan di antara keduanya.
3. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
a. Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai
layanan perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat?
b. Aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan
tersebut?
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai
layanan perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat;
6
b. Aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan
tersebut
5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-
pihak tertentu, diantaranya:
a. Bagi DJP, secara khusus KPP Madya Jakarta Barat, diharapkan dapat
memberikan gambaran sejauh mana kesenjangan antara harapan dan persepsi
Wajib Pajak mengenai kualitas layanan dan mengetahui aspek-aspek apa saja
yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan tersebut.
b. Bagi peneliti, diharapkan menjadi sarana untuk menambah wawasan dan
kemampuan terkait bidang perpajakan.
c. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengukuran
kualitas layanan perpajakan sehingga dapat digunakan menjadi referensi bagi
penelitian selanjutnya.
6. Jenis dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode campuran antara kuantitatif dan kualitatif.
Creswell (2003) menyatakan bahwa karena semua metode mempunyai keterbatasan
maka penyimpangan dari suatu metode dapat menetralkan atau menghilangkan
penyimpangan dari metode lain. Jick dalam Creswell (2003) menyatakan bahwa
triangulasi data lahir dari keinginan untuk mencari konvergensi antara metode
kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan pemberian
kuesioner kepada responden. Data kualitatif didapatkan dari interview yang dilakukan
kepada responden. Constructionism adalah epistemologi dalam penelitian ini. Dalam
7
pandanganan ini, arti dari sesuatu tidak ditemukan (discovered) namun dibangun
(constructed) (Crotty, 2003). Perspektif teoritis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah phenomenology dengan metodologi studi kasus. Menurut Simon dan Goes
(2011) phenomenology mencoba untuk mengerti perilaku manusia melalui apa yang
dialami oleh partisipan dari penelitian. Penelitian ini menggunakan studi kasus
sebagai metodologi dengan beberapa metode penelitian yaitu interview dan kuesioner.
Menurut Yin (2012), non-structured interview dapat menghasilkan materi yang lebih
luas dan kaya daripada data dari survey. Harrell dan Bradley (2009) menyatakan
bahwa peneliti dapat menggunakan interview untuk berbagai macam tujuan. Interview
dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dari individu/responden mengenai
opini dan pengalaman mereka. Interview juga dilakukan dengan pejabat yang
berkompeten untuk mendapatkan informasi mengenai technical requirements yang
akan digunakan dalam pengolahan data.
8
7. Peta Penelitian
Gambar I.1 Peta Penelitian
Sumber : diolah dari Budiarso, 2014
8. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan disusun dalam lima bab dengan urutan pembahasan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan latar belakang penelitian, ruang lingkup
penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, peta
penelitian serta sistematika pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI
EpistemologiConstructionismPerpektif Teoritis PhenomenologyMetodologiStudi KasusMetodeKuesioner, Interview, Analisis Data, Studi KepustakaanQuality Function Deployment
Analisis dan Pembahasan
Kuesioner Interview
Kesimpulan dan Saran
KanoSERVQUAL
Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan dan aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan untuk menutup kesenjangan tersebut?
9
Bab ini akan menguraikan teori-teori yang diambil dari studi kepustakaan
yang dianggap relevan dengan penelitian. Teori-teori tersebut antara lain
mengenai perpajakan, administrasi perpajakan, kualitas pelayanan,
SERVQUAL, model Kano dan Quality Function Deployment (QFD)
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum obyek penelitian yaitu
KPP Madya Jakarta Barat.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan pembahasan hasil pengolahan data termasuk
masukan-masukan untuk permasalahan yang ditemui dalam penelitian.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan atas penelitian yang
dilakukan dan saran-saran yang dapat dilakukan untuk menjawab masalah
penelitian.
B. Landasan Teori
1. Perpajakan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. PJA
Adriani dalam buku Soemarso (2007:2) pengertian pajak adalah: “...iuran rakyat
kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
10
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Gibbon (1851) menjelaskan bahwa
pajak adalah kontribusi tahunan yang berdasarkan hukum yang harus dibayar warga
negara, dari keuntungan atau pendapatan mereka untuk membayar pengeluaran
umum. Alink dan Kommer (2011:1) mengemukakan bahwa:
Tax is an involuntary fee paid by individuals or businesses to government. Tax is compulsory charge or other levy imposed on an individual or a legal entity by a state or a functional equivalent of a state. Taxes can also be imposed by a sub-national entity (province, municipality). Taxes are unrequited payments in the sense that benefits provided by government to taxpayers are not normally in proportion to their payment.
Dari pengertian pajak di atas maka dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai
karakteristik:
a. Merupakan iuran atau kontribusi.
b. Diberikan rakyat/warga negara yang dapat berupa perorangan atau badan usaha.
c. Berdasarkan undang-undang/hukum.
d. Dipaksakan oleh negara, propinsi atau pemerintah kota/kabupaten.
e. Tidak mendapat imbalan secara langsung.
f. Digunakan untuk membayar pengeluaran negara.
Marsyahrul (2005) menyatakan bahwa ada dua fungsi utama pajak yaitu
fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Fungsi budgeter adalah fungsi pajak sebagai
alat untuk menghasilkan uang ke bagi kas negara yang kemudia digunakan untuk
pengeluaran negara. Fungsi regulerend atau fungsi mengatur, yaitu sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik,
budaya, pertahanan keamanan seperti adanya perubahan tarif, memberikan
11
pengecualian, keringanan yang ditujukan untuk masalah tertentu. Soemarso (2007)
menyatakan bahwa secara garis besar fungsi regulerend atau fungsi mengatur pajak
dapat dikategorikan menjadi fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi.
Fungsi alokasi adalah fungsi pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi
untuk tujuan penyediaan barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum,
yang tidak disediakan oleh swasta. Fungsi distribusi atau sering disebut fungsi
pemerataan pendapatan, adalah fungsi pemerintah untuk pemerataan pembangunan.
Fungsi distribusi dapat dilakukan dengan penerapan tarif pajak yang progresif. Fungsi
stabilisasi adalah fungsi pajak dimana pajak digunakan untuk mengendalikan
permintaan agregat untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditentukan oleh pemerintah.
2. Reformasi Perpajakan
Ahmad dan Stern (1991) menyatakan bahwa sebagian besar negara
berkembang menghadapi tekanan dalam anggaran dimana pengeluaran semakin
meningkat dan terbatasnya lingkup untuk mencari pendapatan ekstra. Sistem yang
digunakan dalam pendapatan negara terkadang juga menjadi halangan untuk
mencapai efisiensi, pertumbuhan basis pajak, dan pencapain pembangunan.
Reformasi perpajakan harus menjadi pusat dalam pengambilan kebijakan dan
perencaan pembangunan untuk mengatasi masalah ini.
Di Indonesia, reformasi perpajakan di Indonesia dimulai pada tahun 2002 yang
didasari oleh struktur birokratif yang berbelit dan lamban, tidak efisien, kompetensi
SDM yang rendah, budaya dilayani bukan melayani. Korup, statis dan tidak
transparan. Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan administrasi berbiaya
tinggi dan tidak adanya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak. Ruang
12
lingkup reformasi perpajakan di DJP mencakup bidang administrasi (modernisasi
adminsitrasi perpajakan), bidang peraturan (amandemen UU perpajakan) dan bidang
pengawasan (ekstensifikasi dan intensifikasi).
Reformasi di bidang administrasi dan peraturan dapat dikaitkan dengan
otonomi. Alink dan Kommer (2011) menyatakan bahwa otonomi merupakan dasar
untuk administrasi perpajakan yang baik. Otonomi dianggap akan membuat
adminsitrasi perpajakan menjadi lebih efisien dan efektif dan menjauhkan dari campur
tangan politik. Batasan otonomi seperti yang disampaikan oleh Alink dan Kommer
(2011) adalah: “The Tax Adminsitration is not in conflict with the need for the
minister of finance to define tax policy.” Pemisahan fungsi antara adminsitrasi dengan
pembuatan kebijakan dipandang sebagai hal yang penting dalam reformasi
perpajakan.
Dalam IMF Report untuk Indonesia, Tax Policy and Administration –Setting a
Strategy for The Coming Years disebutkan bahwa reformasi yang dilakukan oleh DJP
seharusnya dievaluasi dalam kontribusinya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
yang telah direncanakan pemerintah. Terdapat 4 (empat) essential reform outcomes
yang dapat dijadikan panduan dalam evaluasi yaitu:
a. Kontribusi pada pendapatan, yaitu meningkatkan tax ratio dengan mengurangi
ketidakpatuhan Wajib Pajak;
b. Kontribusi dalam meningkatkan iklim investasi yang baik, yang dapat dilakukan
dengan menurunkan compliance cost Wajib Pajak;
c. Kontribusi untuk meningkatkan efisiensi adminsitrasi perpajakan, yang dapat
dilakukan dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk
13
menjalankan sistem perpajakan dan memastikan DJP mempunyai sumber daya
yang diperlukan untuk memastikan adanya kepatuhan;
d. Kontribusi dalam lingkup membangun kepercayaan masyarakat kepada integritas
dan keadilan sistem perpajakan, hal ini diperlukan untuk meningkatkan
kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Berdasarkan Laporan Tahunan DJP tahun 2007, jiwa modernisasi adalah
pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang
transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang
handal dan terkini dengan memberikan pelayanan prima sekaligus pengawasan
intensif kepada Wajib Pajak. Dengan adanya modernisasi administrasi perpajakan,
diharapkan Wajib Pajak mendapatkan pelayanan yang lebih baik, terpadu dan
personal dan adanya penerapan dan penegakan good governance di semua lini.
3. Administrasi Perpajakan
IMF menetapkan 4 (empat) essential reform outcomes yang dapat dijadikan
panduan dalam evaluasi reformasi perpajakan. Dari empat poin tersebut terdapat dua
pokok pikiran dalam melaksanakan reformasi DJP yaitu meningkatkan tax ratio dan
kepatuhan Wajib Pajak. Dalam membentuk kepatuhan Wajib Pajak yang baik
diperlukan reformasi dalam bidang kebijakan pajak dan administrasi perpajakan.
Administrasi perpajakan yang tidak baik dapat meliputi aspek-aspek yang
berhubungan dengan kepatuhan Wajib Pajak seperti pendaftaran, pelaporan SPT dan
pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Jika kepatuhan Wajib Pajak rendah pada aspek-
aspek tersebut maka akan mengakibatkan kebocoran pajak yang besar. Di dalam
sebuah negara dengan kondisi kepatuhan Wajib Pajak yang rendah, dibutuhkan sistem
14
administrasi perpajakan yang baik. Hal ini juga ditegaskan OECD yang menyatakan
bahwa kepatuhan sukarela Wajib Pajak tidak hanya ditentukan oleh kesadaran akan
hak dan harapan akan perlakuan yang adil dan efisien namun juga ditentukan oleh
sistem administrasi dan prosedur yang jelas, sederhana dan user-friendly.
Alink dan Kommer (2011) dalam Handbook of Tax Administration
menyatakan bahwa pengarah (driver) utama dalam reformasi perpajakan adalah
pencegahan penghindaran pajak, administrasi perpajakan yang lebih efisien dan
pengurangan kerumitan peraturan perpajakan. Salah satu dari pilar utama dalam
menyelenggarakan adminsitrasi perpajakan yang lebih efisien adalah fokus kepada
Wajib Pajak dimana terdapat hubungan yang baik dengan Wajib Pajak, jaminan akan
adanya informasi mengenai perpajakan yang terintegrasi dan peningkatan pelayanan
kepada Wajib Pajak. Alink dan Kommer (2011:68) juga menyatakan bahwa: “Tax
administration is a key governmental task consisting of the implementation of tax
laws, including management of the operations of tax systems.” Lebih lanjut
disebutkan bahwa tujuan dari administrasi perpajakan adalah untuk mencapai
kepatuhan penuh dalam semua jenis pajak dari semua Wajib Pajak, Wajib Pajak
melaporkan kegiatannya dengan benar, lengkap dan tepat waktu, dan Wajib Pajak
membayar semua pajak tepat waktu. Ada beberapa fungsi pokok (core functions)
adminsitrasi perpajakan terkait dengan kewajiban Wajib Pajak yang terdiri dari:
a. pendaftaran Wajib Pajak (registration), termasuk mendeteksi Wajib Pajak yang
belum terdaftar dan pendaftaran Wajib Pajak yang salah;
b. memproses pelaporan Wajib Pajak (reporting), pemotongan pajak, dan informasi
dari pihak ketiga;
15
c. verifikasi dan pemeriksaan kebenaran dan kelengkapan informasi yang diterima
(audit);
d. memproses penagihan pajak;
e. menangani permohonan administrasi dan pengaduan;
f. penyediaan layanan dan asistensi kepada Wajib Pajak; dan
g. adanya peraturan dan prosedur untuk mendeteksi dan memproses kecurangan
Wajib Pajak.
The World Bank, dalam publikasinya, menyatakan bahwa ada tiga tugas
utama dari sebuah sistem adminsitrasi perpajakan yang efektif yaitu memfasilitasi
kepatuhan; memaksa (enforcing) kepatuhan dan mengurangi penghindaran pajak;
mengembangkan tata kelola yang baik untuk menjaga agar pegawai pajak tetap jujur
dan menguatkan legitimasi sistem perpajakan. Memfasilitasi kepatuhan dapat
dilakukan dengan memastikan bahwa setiap Wajib Pajak yang berkewajiban
membayar pajak melakukan kewajiban itu dan terus mengupayakan agar kepatuhan
dapat dilakukan dengan mudah oleh Wajib Pajak. Salah satu hal yang dapat dilakukan
untuk memfasilitasi kepatuhan adalah dengan menyediakan layanan perpajakan yang
memadai kepada Wajib Pajak. Bird (2010:4) menyatakan bahwa:
...services to taxpayes that facilitate reporting, filing and paying taxes, or that impart education or information among citizens about their obligations under tax laws are often as or more cost-effective in securing compliance than measures such as auditing and penalties, which are more directly designed to counter noncompliance.
Inter-American Center of Tax Administrations (CIAT, 1996) juga
mengusulkan atribut minimum yang harus dipenuhi untuk menghasilkan administrasi
perpajakan yang baik dan efektif. Di antara atribut-atribut tersebut, pelayanan kepada
16
Wajib Pajak juga ditekankan. Beberapa atribut yang berhubungan dengan pelayanan
terhadap Wajib Pajak adalah adalah:
a. Kode etik yang tegas yang mencerminkan standar etika dan profesi.
b. Pegawai pajak tidak dimungkinkan untuk memberikan bimbingan pajak di luar
kantor dan menjalankan bisnis swasta.
c. Jaminan untuk melindungi privasi pembayar pajak.
d. Mempormosikan kepatuhan pajak dan pengurangan penghindaran pajak.
e. Meningkatkan produktifitas, kualitas layanan dan kepuasan pembayar pajak.
f. Mengurangi compliace-cost pembayar pajak.
g. Pelaksanaan peraturan perpajakan yang adil, dapat diandalkan dan transparan.
h. Penyediaan layanan perpajakan yang dapat diandalkan.
i. Penyediaan layanan perpajakan yang efisien.
j. Strategi yang profesional untuk meningkatkan kepedulian pajak.
k. Menghormati hak pembayar pajak.
D’Ascenso (2015) menyatakaan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, Forum on
Tax Administration OECD (FTA) juga memfokuskan pada isu adminsitrasi
perpajakan. FTA membantu institusi pajak untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan keadilan sistem administrasi perpajakan dan mengurangi biaya kepatuhan dimana
tujuan akhirnya adalah meningkatkan pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak.
Penyediaan layanan kepada Wajib Pajak menjadi salah satu aspek dari
adminsitrasi pajak. Perilaku dari Wajib Pajak berubah dalam beberapa dekade
terakhir. Alink dan Kommer (2011:161) mengemukakan bahwa:
17
Citizen have become more demanding towards government. Govenrment and public service are no longer on a solemn and supreme level in society. More and more citizens expect to be dealt with by public services and their staff of civil servants on a level of equality, understanding and respect. This means tax administration neet to put more effort into establishing a working relationship with taxpayers.
Administrasi perpajakan seharusnya dapat menciptakan dan memelihara hubungan
yang baik, membantu, dan memfasilitasi Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan
kewajiban perpajakannya dan harus didesain agar bersahabat dengan Wajib Pajak,
dimana adminsitrasi pajak harus mudah dimengerti dan berbiaya rendah. Dalam
penyediaan layanan kepada Wajib Pajak, Alink dan Kommer (2011:358) menyatakan:
“It is crucial to consider the taxpayer as a client and thus to follow the logic of the
client when providing services to taxpayer.” Hal ini juga ditegaskan kembali oleh
Bird (1992) yang menyatakan bahwa sangat penting untuk memperlakukan Wajib
Pajak sebagai klien. Penelitian Bird (2004) menyatakan bahwa tugas pertama dari
adminsitrasi pajak adalah memfasilitasi kepatuhan. Salah satu hal penting yang
diperlukan dalam administrasi perpajakan adalah adanya layanan yang cukup dalam
bentuk informasti, pamflet, formulir, pemberian saran/konsultasi, fasilitas
pembayaran, e-filing harus disediakan kepada Wajib Pajak untuk memfasilitasi
mereka dan membuat Wajib Pajak patuh kepada peraturan dengan mudah. Bird
mendefinisikan layanan perpajakan sebagai final aspect dalam administrasi
perpajakan yang membutuhkan perhatian lebih.
18
Gambar II. 1 Adminsitrasi Perpajakan
Sumber: diolah dari Alink dan Kommer, 2011; Bird, 1992, 2004, 2010; CIAT, 1996; D’Ascenzo, 2015; IMF, 2014; OECD, 1999
4. Kualitas Layanan
Parasuraman et al., (1985) menyatakan bahwa kualitas adalah perbandingan
antara harapan dengan kinerja yang dilakukan. Konsep tentang kualitas harus
dimengeri untuk dapat mengerti kualitas layanan. Dari definisi di atas maka kualitas
layanan adalah perbandingan antara harapan pelanggan akan layanan yang seharusnya
diterima dibandingkan dengan persepsi pelanggan akan layanan yang diterima oleh
pelanggan.
Dalam reviu yang dilakukan MORI untuk Office of Public Services Reform,
dikatakan bahwa dalam konteks pelayanan publik ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi harapan. Ada faktor yang membedakan antara pelayanan publik dan
19
swasta, yaitu dengan adanya personal values or belief. Hal ini disebabkan bagaimana
pandangan orang mengenai peranan pelayanan publik dan juga pandangan mereka
terhadap pemerintah. Organisasi perlu mengetahui bagaimana pelanggan mereka
dalam menilai layanan yang mereka terima. Kualitas layanan tidak seperti kualitas
barang yang mudah diukur dengan melihat wujud barang tersebut seperti model,
warna, label, kemasan dan lain-lain. Ketika membeli layanan/jasa, sedikit bukti yang
berwujud yang bisa digunakan untuk menilai kualitas. Karena ketidakberwujudan
layanan inilah, organisasi menjadi kesulitan untuk mengetahui bagaimana pelanggan
merasakan layanan dan kualitas layanan (Parasuramanet al., 1985).
Mukhtar et al. (2013) menyatakan bahwa pengukuran kualitas layanan telah
menjadi hal yang sangat penting bagi semua organisasi. Kualitas layanan diakui
sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pengembangan organisasi
yang berkelanjutan. Sebuah organisasi harus mengetahui standar kualitas yang
diinginkan oleh pelanggannya dan harus mengukur kesenjangan antara apa yang
diinginkan oleh konsumen dengan kualitas yang diberikan kepada konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramseook-Munhurrun et al. (2010) menyatakan
bahwa sangat penting bagi sebuah organisasi untuk melakukan survey dan
mempertimbangkan pendapat pelanggan untuk dapat mengidentifikasi area dimana
kualitas layanan dapat dikembangkan. Sehingga sangat penting bagi organisasi untuk
mengetahui bagaimana pelanggan mengevaluasi kualitas layanan dan apa yang dapat
organisasi lakukan untuk mengukur dan meningkatkan kualitas layanan. Untuk dapat
melampaui harapan pelanggan, diperlukan peningkatan kualitas layanan secara
berkelanjutan, bahkan untuk organisasi pemerintahan sekalipun. Hal ini sejalan
20
dengan penelitian Ramseook-Munhurrun et al. (2010) yang menyatakan bahwa untuk
dapat melebihi harapan akan layanan yang diberikan, organisasi perlu untuk terus
meningkatkan kualitas layanan, bahkan untuk organisasi pemerintahan. Penelitian
dapat menolong organisasi untuk mengidentifikasi area-area penting yang bisa
dikembangkan untuk peningkatan layanan kepada pelanggan.
5. SERVQUAL
Parasuraman et al (1988) menyatakan bahwa konsep dasar skala SERVQUAL
diperoleh dari penelitian beberapa peneliti (Penelitian oleh Sasser, Olsen dan Wykoff
1978; Gronross 1982, Lehtinen dan Lehtinen 1982) dan dari penelitian kualitatif
komprehensif yang menggambarkan kualitas layanan dan menjelaskan dimensi yang
dipakai pelanggan untuk membentuk harapan dan persepsi mengenai layanan
(Penelitian oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry 1985). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pelanggan menilai kualitas layanan menggunan kriteria yang
sama, tanpa melihat tipe layanan.
Wolde-Rufael (2001) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Berry mengembangkan kriteria ini dan menggunakan
modal dan skala yang terdiri dari 22 pernyataan yang terbagi dalam 5 dimensi yang
merefleksikan kualitas layanan. Dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel II.1 Dimensi SERVQUALQuality Dimensions PenjelasanTangible Sarana fisik, peralatan, personelReliability Kemampuan untuk menyediakan pelayanan
yang dapat diandalkan dan akuratResponsiveness Kemauan untuk membantu pelanggan dan
menyediakan layanan yang cepat dan tepatAssurance Pengetahuan dan kehormatan pegawai dan
21
kemampuan pegawai memperlihatkan kepercayaan dan kepercayaan diri
Empathy Bisa dipercaya, kejujuran penyedia layananSumber: Parasuraman et al. (1991)
Setiap pernyataan akan digunakan dua kali. Pertama untuk menentukan
harapan Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan, kedua, untuk mengukur
bagaimana persepsi Wajib Pajak mengenai layanan yang telah diberikan oleh KPP.
Zeithaml et al (1990) menyatakan bahwa persepsi kualitas layanan bersumber dari
seberai baik organisasi memberikan layanan sesuai harapan pelanggan. SERVQUAL
didasarkan pada teori bahwa pelanggan menilai layanan yang diberikan dengan
menggunakan formula, kualiatas layanan (Q) sama dengan persepsi pelanggan (P)
dikurangi harapan pelanggan (E), atau Q = P-E (Parasuraman et al. 1988, 1991).
6. Model Kano
Tan dan Pawitra (2001) menyatakan bahwa model Kano dikembangkan oleh
Dr. Noriaki Kano dan rekan-rekannya pada tahun 1984. Model ini dikembangkan
untuk mengelompokkan atribut dari suatu barang atau jasa berdasarkan
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Penggolongan atribut
dilakukan dengan mengelompokkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan positif
(functional) dan negatif (dysfunctional) kepada responden. Atribut-atribut tersebut
adalah:
1) The must-be. Adalah atribut yang memenuhi fungsi dasar sebuah produk. Jika
atribut ini tidak ada atau kinerja tidak memadai maka pelanggan tidak puas.
Namun jika atribut ini ada, tidak akan menimbulkan kepuasan.
22
2) The one-dimensional. Pada atribut ini, kinerja layanan akan berbanding lurus
dengan kepuasan pelanggan.
3) The attractive. Atribut ini adalah kunci utama kepuasan pelanggan. Jika atribut
ini ada atau kinerjanya memadai, maka akan menghasilkan kepuasan pelanggan
yang besar. Namun jika tidak ada, pelanggan tidak akan kecewa/tidak puas.
4) Questionable. Situasi dimana terdapat kontradiksi pada jawaban pelanggan.
5) Reverse. Pemberian layanan justru akan menimbulkan ketidakpuasan pada
pelanggan.
6) Indifferent. Situasi dimana pelanggan tidak akan terpengaruh pada pemberian
layanan.
Gambar II.2 Integrasi SERVQUAL dan Model Kano
Sumber: Tan dan Pawitra, 2001
23
Integrasi SERVQUAL dan model Kano akan menjadikan proses pengembangan
layanan lebih terfokus pada atribut yang mempunyai kesenjangan pada metode
SERVQUAL dan memiliki atribut must-be, one-dimensional dan attractive seperti
yang dapat dilihat pada Gambar II.2.
7. Quality Function Deployment (QFD)
QFD adalah sistem untuk mendesain produk atau jasa berdasarkan permintaan
pelanggan. QFD dikembangkan oleh Yoji Akao pada tahun 1972, QFD adalah sistem
untuk menerjemahkan keinginan pelanggan menjadi hal-hal teknis pada setiap
tahapan siklus produk (Tan dan Pawitra, 2001). Untuk keperluan itu diperlukan
matrix yang disebut House Of Quality (HOQ).
Gambar II.3 House Of Quality
Sumber: Tan dan Pawitra, 2001
24
Tujuan penggunaan QFD adalah pertama, membantu manajemen lebih cepat dan
berbiaya rendah dalam memproduksi produk yang berkualitas. Kedua, manajemen
dapat mendesain produk sesuai dengan pelanggan. Ketiga, QFD menyediakan sistem
untuk membuat desain dan pengembangan untuk masa depan. Gabungan antara
SERVQUAL, model Kano dan QFD diharapkan dapat menghilangkan keterbatasan-
keterbatasan yang ada. QFD menyediakan proses perencanaan untuk menerjemahkan
kebutuhan pelanggan menjadi hal-hal yang bisa dilakukan organisasi.
8. Integrasi SERVQUAL dan Model Kano Dalam QFD
Tan dan Pawitra (2001) menyatakan bahwa untuk peningkatan layanan, ada
beberapa area dalam SERVQUAL yang memerlukan pengembangan lebih lanjut.
Pertama, SERVQUAL mengasumsikan hubungan linear antara kepuasan pelanggan
dengan kinerja. Asumsi ini tidak selalu benar karena terkadang peningkatan kecil
dalam layanan akan memberikan peningkatan yang besar dalam kepuasan pelanggan.
Kedua, SERVQUAL digunakan sebagai alat pengembangan uang berkelanjutan
dimana tekanan pasar saat ini mengharuskan organisasi tidak hanya melakukan
pengembangan yang berkelanjutan namun juga melakukan inovasi. Ketiga,
SERVQUAL menyediakan informasi mengenai kesenjangan antara harapan dan
persepsi namun tidak mampu menyediakan cara bagaimana kesenjangan itu bisa
ditutup.
Atas dasar itu maka dalam penelitian ini digunakan tools lain yang fokus
dalam mengurangi kesenjangan layanan. Integrasi model Kano ke dalam
SERVQUAL akan membantu mengatasi masalah linearitas. Model Kano dapat
membantu juga mengatasi masalah inovasi, karena atribut attractive adalah sumber
25
kepuasan pelanggan, dimana atribut ini harus terus dikembangkan. Integrasi
SERVQUAL dan model Kano ke dalam QFD akan membantu mengatasi masalah
ketiga SERVQUAL yaitu menyediakan panduan dalam mengembangkan atribut yang
lemah.
Gambar II. 4 Integrasi SERVQUAL, model Kano Dalam QFD
Sumber: Tan dan Pawitra, 2001
9. Hasil Penelitian Sebelumnya
Dalam melakukan penelitian ini, penulis juga menggunakan beberapa
penelitian terdahulu sebagai rujukan. Penelitian yang dijadikan rujukan menggunakan
SERVQUAL sebagai metode pengukuran dan pengembangan kualitas, selain itu ada
beberapa metode pendukung yang digunakan seperti Model Kano, QFD dan IPA.
Penelitian ini akan mereplikasi jurnal dari Tan dan Pawitra (2001) dan Rahmana et al.
26
(2014). Kedua jurnal tersebut menggunakan SERQUAL, Model Kano dan QFD
sebagai metode pengukurang. Perbedaan dengan jurnal yang dijadikan rujukan adalah
obyek yang diteliti dimana pada penelitian ini penulis akan mengukur kualitas
layanan pada sektor pemerintahan yaitu perpajakan. Tabel II. 2 menggambarkan
secara lengkap penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dan pada baris
terakhir ditampilkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
Tabel II.2 Ringkasan Penelitian SebelumnyaPeneliti Judul Metode Hasil
Kay C. Tan dan Theresia A. Pawitra (2001)
Integrating SERVQUAL and Kano’s Model into QFD for Service Excellence Development
SERVQUAL, model Kano, dan QFD
Gabungan SERVQUAL, model Kano, dan QFD memberikan nilai daripada jika metode tersebut dipakai secara terpisah.
Azis Nur Adji Purnamaning Syahbana (2004)
Analisis Kualitas Pelayanan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pulogadung
SERVQUAL Terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi. Kesenjangan paling besar keandalan kemudian jaminan, daya tanggap, empati dan bukti fisik.
Arief Rahmana, Mustofa Kamil, Endang Soemantri, dan Ayi Olim (2014)
Integration of SERVQUAL and Kano Model into QFD to Improve Quality of Simulation-Based Training on Project Management
SERVQUAL, model Kano, dan QFD
Terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi pelanggan. 3 layanan masuk dalam kategori attractive, sehingga dengan menawarkan layanan ini dapat menaikkan kualitas pelanggan. QFD menghasilkan perbaikan-perbaikan apa saja yang diperlukan.
Krisana Kitcharoen (2004)
The Importance-Performance Analysis Of Service Quality In Administrative Departments Of Private University In
SERVQUAL dan IPA (Importance Performance Analysis)
Area yang dapat dikembangkan berkaitan dengan (prioritas) reliability, responsiveness, ease of contact, assurance, respect received by student, dan empathy. Kepuasan
27
Thailand layanan juga dipengaruhi oleh kebanggaan akan univerisitas.
Yuseva Arya Pramianta (2015)
Pengukuran dan Pengembangan Kualitas Layanan Perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat
SERVQUAL, model Kano, dan QFD
Perbedaan penelitian ini dari penelitian yang dijadikan rujukan adalah penelitian ini mengukur dan mengembangkan kualitas layanan di bidang perpajakan menggunakan gabungan 3 metode yaitu SERVQUAL, model Kano dan QFD.
Sumber : Diolah oleh penulis dari studi literatur
C. Metodologi Penelitian
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Alasan Pemilihan Obyek
Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Barat terletak di Jl. M. I. Ridwan Rais
No. 7A, Jakarta Pusat. Kantor ini merupakan salah satu unit kerja di bawah Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat. KPP Madya Jakarta Barat
mempunyai target penerimaan pajak sebebesar 16,9 triliun rupiah.
Keunikan dari sebuah KPP Madya adalah jumlah Wajib Pajak yang tidak
sebanyak pada KPP Pratama. Jumlah Wajib Pajak di KPP Madya Jakarta Barat adalah
800 Wajib Pajak yang merupakan Wajib Pajak dalam wilayah Kanwil DJP Jakarta
Barat yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Pemberian layanan pada
kantor dengan jumlah Wajib Pajak yang lebih sedikit tentu tidak akan sesulit pada
kantor dengan Wajib Pajak yang lebih banyak. Layanan yang diberikan oleh KPP
Madya Jakarta Barat seharusnya dapat lebih bersifat personal dan menjangkau seluruh
Wajib Pajak sehingga hasil penelitian diharapkan dapat mencerminkan keadaan
sesungguhanya yang dirasakan oleh Wajib Pajak.
28
2. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang
diperoleh langsung dari sumbernya. Data tersebut diperoleh melalui beberapa metode
pengumpulan data, yaitu dengan memberikan kuesioner kepada responden dan
interview. Data-data tersebut diperoleh dari responden yaitu Wajib Pajak yang
terdaftar di KPP Madya Jakarta Barat. Kuesioner disusun berdasarkan SERVQUAL
yang akan dijelaskan dalam bagian selanjutnya. Interview dilakukan dengan Wajib
Pajak yang memiliki pengalaman mengenai layanan perpajakan di KPP Madya
Jakarta Barat untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai layanan
perpajakan yang diberikan KPP Madya Jakarta Barat. Selain itu, interview juga
dilakukan dengan pejabat yang berkompeten untuk menentukan technical
requirements pada model Kano. Selain itu dilakukan studi kepustakaan terhadap
jurnal, artikel, penelitian, peraturan-peraturan dan sejenisnya berupa cetakan fisik
maupun elektronik yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
3. Sampel Penelitian
Suhardono dalam Amiruddin (2003) menyatakan bahwa sampel dapat diambil
dengan menggunakan probability sampling, dimana setiap elemen dalam populasi
memiliki kemungkinan untuk menjadi sampel. Marshall (1996) menyatakan bahwa
dalam penelitian kualitatif, jumlah sampel yang layak adalah jumlah sampel yang
dapat menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan
judgement sample, yaitu peneliti secara aktif memilih sampel yang paling produktif
untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu Wajib Pajak yang mempunyai
pengalaman mengenai layanan perpajakan di KPP Madya Jakarta Barat pada waktu
29
kuesioner dibagikan. Rivera (2007) menyatakan bahwa jumlah sampel ditentukan
dengan menggunakan rumus Slovin:
N = populasin = jumlah sampele = margin eror
Populasi adalah jumlah Wajib Pajak yaitu 800 Wajib Pajak dengan margin eror 5% maka jumlah sampel adalah 267 sampel.
4. Instrumen Penelitian
a. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SERVQUAL
yang akan dinilai menggunakan skala Likert. SERVQUAL didesain untuk mengukur
lima dimensi kualitas layanan yaitu Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance
dan Empathy. Kelima dimensi tersebut dijabarkan dalam 22 pernyataan yang akan
diajukan kepada Wajib Pajak. SERVQUAL digunakan untuk mengukur harapan dan
persepsi Wajib Pajak dan melihat kesenjangan (gap) di antara keduanya. Bagian
pertama SERVQUAL digunakan untuk mengetahui harapan Wajib Pajak mengenai
layanan yang diberikan KPP, sedangkan bagian kedua digunakan untuk mengetahui
persepsi Wajib Pajak terhadap kualitas layanan yang diterima Wajib Pajak. Kuesioner
SERVQUAL dinilai dengan menggunakan skala Likert 5 poin. Untuk menilai harapan
Wajib Pajak dan persepsi Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan yang telah
diberikan maka digunakan skala skala 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3
(netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju).
30
Selain itu digunakan juga kuesioner berdasarkan model Kano. Kuesioner
model Kano diambil dari kuesioner SERVQUAL yang kemudian diajukan kepada
responden dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan positif (functional) dan negatif
(dysfunctional). Hasil kuesioner kemudian dikelompokkan dalam kategori-kategori
berdasarkan model Kano. Daftar pertanyaan dan pernyatan yang digunakan untuk
kuesioner dapat dilihat dalam lampiran.
b. Interview
Pertanyaan-pertanyaan di dalam interview dengan Wajib Pajak didesain untuk
mendapatkan pemahaman mengenai persepsi Wajib Pajak akan layanan perpajakan
yang diberikan oleh KPP Madya Jakarta Barat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepada Wajib Pajak adalah:
1) Apakah Anda puas dengan layanan perpajakan yang diberikan KPP Madya
Jakarta Barat?
2) Perihal apa yang menjadi perhatian Anda terkait dengan layanan KPP Madya
Jakarta Barat?
3) Menurut Anda, apa hal paling penting yang yang bisa dilakukan KPP Madya
Jakarta Barat untuk lebih meningkatkan layanannya?
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pejabat yang berkompeten dilakukan
untuk mengetahui technical requirements yang akan digunakan dalam analisa data
QFD.
5. Metode Pengolahan Data
a. Pengolahan Data SERVQUAL
31
Pengolahan data SERVQUAL diharapkan akan menghasilkan data skor
kualitas layanan perpajakan. Data-data yang diperoleh dari kuesioner SERVQUAL
diolah menggunakan sejumlah formula sebagai berikut:
1) Rumus menghitung nilai harapan Wajib Pajak
SEi=( E 1 x 1 )+( E 2 x 2 )+( E 3 x 3 )+( E 4 x 4 )+( E5 x 5)
N
Sei = Skor harapan Wajib Pajak terhadap atribut pelayanan iE1 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat Tidak SetujuE2 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Tidak SetujuE3 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban NetralE4 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban SetujuE5 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat SetujuN = Total Responden
2) Rumus menghitung nilai persepsi Wajib Pajak
SEi=( P 1 x 1 )+ (P 2 x2 )+( P 3 x 3 )+( P 4 x4 )+(P 5 x5)
N
Sei = Skor harapan Wajib Pajak terhadap atribut pelayanan iP1 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat Tidak SetujuP2 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Tidak SetujuP3 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban NetralP4 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban SetujuP5 = Jumlah Wajib Pajak dengan jawaban Sangat SetujuN = Total Responden
3) Rumus menghitung tingkat kepentingan Wajib Pajak
Untuk menghitung tingkat kepentingan Wajib Pajak dilakukan dengan cara
menghitung rata-rata setiap dimensi dari keseluruhan kuesioner.
4) Rumus menghitung kualitas pelayanan
Penghitungan skor kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara menghitung
skor SERVQUAL (gap antara harapan dan persepsi Wajib Pajak terhadap
kinerja layanan KPP): Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Harapan
32
b. Pengolahan Data Model Kano
Pengolahan data model Kano diharapkan akan menghasilkan data dalam
kelompok must-be (M), one-dimensional (O), attractive (A), yaitu kelompok yang
dapat dipertimbangkan untuk ditingkatkan kualitasnya. Pertanyaan dalam kuesioner
model Kano diambil dari kuesioner SERVQUAL yang diajukan kepada responden
dalam bentuk pertanyaan functional dan dysfunctional., sehingga setiap pertanyaan
akan memiliki dua jawaban. Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat berupa like, must
be, neutral, live with dan dislike. Kedua jawaban tersebut kemudian dikelompokkan
dalam kelompok yang dapat dilihat pada Tabel III.1 yang terdiri dari: must-be (M),
one-dimensional (O), attractive (A), indifferent (I), questionable (Q) atau reversal
(R). Dari enam kelompok tersebut, tiga kelompok yang pertama yaitu must-be (M),
one-dimensional (O), attractive (A) adalah area dimana layanan bisa ditingkatkan.
Gambar III.1 Tabel Kelompok Model Kano
Sumber: Tan dan Pawitra, 2001
Setelah mendapat kelompok, maka setiap jawaban dikalikan dengan faktor pengali,
“4” untuk atribut attractive, “2” untuk atribut one-dimensional, dan “1” untuk atribut
33
must-be. Kemudian hasil perkalian digunakan untuk menghitung tingkat kepentingan
yang telah disesuaikan (adjusted importance).
c. Integrasi SERVQUAL dan Model Kano Dalam QFD
Integrasi SERVQUAL dan model Kano diharapkan dapat menghasilkan data
dimana skor kualitas layanan yang kurang dari atau sama dengan nol (0) dan yang
masuk kategori must-be (M), one-dimensional (O), attractive (A). Rahmana et al.
(2014) menjelaskan bagaimana SERVQUAL dan model Kano diintegrasikan ke
dalam QFD. Alur yang akan dilakukan dalam menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut:
1) Menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan SERVQUAL:
a) Menentukan harapan dan persepsi Wajib Pajak mengenai layanan perpajakan;
b) Mengukur kepuasan Wajib Pajak akan layanan dengan menghitung
kesenjangan (gap) antara harapan dan persepsi Wajib Pajak. Peningkatan
layanan akan difokuskan pada skor kepuasan pelanggan yang kurang dari atau
sama dengan nol (0).
2) Mementukan kategori dan nilai yang seharusnya dari respon atas pertanyaan
functional dan dysfunctional menggunakan model Kano. Kemudian dikalikan
dengan nilai “4” untuk atribut attractive, “2” untuk atribut one-dimensional, dan
“1” untuk atribut must-be.
3) Menghitung nilai kepentingan yang disesuaikan dengan cara mengalikan nilai
kategori Kano dengan nilai kepuasan dan tingkat kepentingan.
4) Menentukan area-area dimana kualitas layanan akan ditingkatkan (the whats)
menggunakan integrasi SERVQUAL, model Kano ke dalam House Of Quality
34
(HOQ) yang telah diintegrasikan. Area-area tersebut adalah area yang memenuhi
kriteria huruf a dan huruf b.
5) Menentukan technical requirement (the hows), hal ini bisa dilakukan dengan
melihat standar umum layanan yang telah dibuat (SOP atau peraturan-peraturan)
atau interview dengan orang yang berkompeten.
6) Menentukan hubungan antara area kualitas layanan yang akan ditingkatkan
dengan technical requirement dalam correlation matrix, hubungan tersebut
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu “1” menunjukkan hubungan yang
lemah, “3” menunjukkan hubungan sedang, dan “9” menunjukkan hubungan
yang kuat.
7) Hubungan yang paling kuat menandakan area pertama yang harus ditingkatkan.
Gambar III.2 House Of Matrix Terintegrasi
Sumber: Tan dan Pawitra, 2001
35
D. Rencana Daftar Pustaka
Daftar BukuAhmad, E. dan Stern, N. 1991. The Theory and Practice Of Tax Reform in
Developing Countries. Melbourne: Cambridge University Press.
Alink, M dan Kommer, V. 2011. Handbook on Tax Administration. Amsterdam: IBFD.
Creswell, J. W. 2003. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications Inc.
Crotty, M. 2003. The Foundations Of Social Research. London: Sage Publications Ltd.
Gibbon, A. 1851. Taxation: Nature and Properties. London: Henry Colburn.
Marsyahrul, T. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Grasindo.
Rivera, M. M. dan Rivera, R. R. 2007. Practical Guide To Thesis and Dissertation Writing. Quezon City: Katha Publishing.
Soemarso. 2007. Perpajakan: Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat.
Yin, R. K. 2012. Applications of Case Study Research. California: Sage Publications Inc.
Zeithaml, V. A., Parasuraman, A., dan Berry, L. L. 1990. Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. New York: The Free Press.
Daftar Jurnal dan ArtikelAmiruddin, J. 2003. Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan di Perpustakaan Dengan
Menggunakan Metode Gabungan SERVQUAL, Kano Model dan QFD (Studi Kasus: Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional RI). 54
Bird, R. M. 2004. Adminsitrative Dimension of Tax Reform. Asia-Pacific Tax Bulletin: 140-149.
Bird, R. M. 1992. Improving Tax Administration in Developing Countries. Journal of Tax Administration 1(1): 33-35.
Bird, R. M. 2010. Smart Tax Administration. The World Bank: 4.
Budiarso, Adi. 2014. Improving Government Performance In Indonesia: The Experience Of The Balanced Scorecard In The Ministry Of Finance. 8.
36
CIAT. 1996. Minimum Necessary Attributes For A Sound and Effecttive Tax Administration. 1-4.
D’Ascenzo, M. 2015. Global Trends in Tax Adminsitration. Journal of Tax Administration 1(1): 86.
DJP. 2007. Laporan Tahunan 2007.
DJP. 2012. Reformasi Birokrasi DJP.
Harrell, M. C. dan Bradley, M. A. 2009. Data Collection Methods Semi-Structured Interviews and Focus Groups. National Defense Research Institute. National Defense Research Institue: 11.
IMF. 2014. Tax Policy and Administration –Setting a Strategy for The Coming Years. 1-44.
Jotopurnomo, C. dan Mangoting , Y. 2013. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya. Tax dan Accounting Review 1(1): 53.
Kitcharoen, K. 2004. The Importance-Performance Analysis Of Service Quality In Administrative Departments Of Private University In Thailand. ABAC Journal 24(3): 43-44.
Marshall, M. N. 1996. Sampling for Qualitative Research. Family Practice – An International Journal 13(6): 522-523.
MORI. 2002. Measuring dan Understanding Customer Satisfaction. 7.
Mukhtar, H. dan Saeed, A.2013. Measuring Service Quality in Public Sector using SERVQUAL: A Case of Punjab Dental Hospital, Lahore. Research on Humanities and Social Science 3(22): 65.
Nasr, J. 2014. Implementing Electronic Tax Filing and Payments in Malaysia. Doing Business 2014: 56.
OECD. 1999. Principles of Good Tax Administration – Practice Note.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. dan Berry, L. L. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research. Journal of Marketing 49: 41-42.
37
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. dan Berry, L. L. 1988. SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing 64(1). 23-24.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. dan Berry, L. L. 1991. Refinement and Reassessment of the SERVQUAL Scale. Journal of Retailing 67(4): 420-450.
Rahmana, A., Kamil, M., Soemantri, E. dan Olim, A. 2014. Integration of SERVQUAL and KANO Model Into QFD To Improve Quality of Simulation-Based Training on Project Management. International Journal of Basic and Applied Science 2(3): 59-72.
Ramseook-Munhurrun, P., Lukea-Bhiwajee, S. D. dan Naidoo, P. 2010. Service Quality in The Public Service. International Journal of Management and Marketing Research 3(1): 37-41.
Silvani, C. dan Baer, K. 1997. Designing a Tax Administration Reform Strategy: Experiences and Guidelines. IMF Working Paper: 3.
Simon, M. K.dan Goes, J. 2011. What is Phenomelogical Research. 1-3.
Supadmi. 2009. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Kualitas Pelayanan. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis 4(2): 13.
Syahbana, A. N. A. P. 2004. Analisis Kualitas Pelayanan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pulogadung. 101-102.
Tan, K. C. dan Pawitra, T. A. 2011. Integrating SERVQUAL and Kano’s Model Into QFD for Service Excellence Development. Managing Service Quality 11(6): 418-430.
USAID. 2013. Detailed Guidelines for Improved Tax Adminsitration in Latin America and The Caribbean. 116.
Wolde-Rufael, G. H. 2001. Measuring Service Quality Of The Better Business Bureaau Using The SERVQUAL Model. Bell dan Howell Information and Learning Company. 19-32.
Websitehttp://www.pajak.go.id/content/realisasi-penerimaan-pajak-30-september-2015
(diakses pada 29 Oktober 2015)
38
http://www.pajak.go.id/content/news/kpp-madya-jakarta-barat-gelar-value-gathering-dalam-rangka-tpwp-2015 (diakses pada 29 Oktober 2015)
Peraturan dan Perundang-UndanganPemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
BAGIAN PENUTUP
A. Rencana Pelaksanaan Penelitian
Rencana aktivitas dan periode pelaksanaan penyusunan skripsi yang dirancang
oleh penulis adalah sebagai berikut.
USULAN Oktober 2015
November 2015
Desember 2015
Januari 2016
Februari 2016
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Penyusunan OutlinePenyusunan Bab IPenyusunan Bab IIPenyusunan Bab IIIPenyusunan Bab IVPenyusunan Bab VTahap Penyelesaian
B. Kontinjensi
Jika dalam penyusunan skripsi ini penulis menemui hambatan baik dalam
pengumpulan data maupun dalam pembahasan masalah, dapat saja dilakukan
perubahan-perubahan dari rencana skripsi yang telah disusun. Perubahan-perubahan
tersebut meliputi perubahan objek penelitian, perubahan metode penelitian, perubahan
pendekatan penyusunan skripsi, atau perubahan judul bab dan subbab skripsi. Sesuai
dengan ketentuan resmi penyusunan skripsi, sebelum melakukan perubahan-
perubahan di atas penulis akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dosen
40
pembimbing dan akan melaporkan pada lembaga jika terjadi perubahan yang
signifikan.
41
LAMPIRAN
A. Lampiran A: Rencana Kuesioner SERVQUAL
EKSPEKTASI/HARAPAN PENGALAMANSurvey ini ingin mengetahui harapan anda mengenai KPP yang baik. Anda diminta untuk mengisi dengan jawaban 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju) untuk setiap pertanyaan
Pernyataan di bawah ini adalah mengenai KPP Madya Jakarta Barat. Anda diminta untuk mengisi dengan jawaban 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (netral), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju) untuk setiap pertanyaan
Tangibles Jawaban
Anda Tangibles Jawaban Anda
E1 KPP seharusnya memiliki sarana
fisik dan peralatan yang modern
P1 KPP Madya Jakarta Barat memiliki sarana fisik dan peralatan yang modern
E2 Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP seharusnya menarik
P2 Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP Madya Jakarta Barat menarik
E3 Pegawai KPP seharusnya berpenampilan rapi dan menarik
P3 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat berpenampilan rapi dan menarik
E4 Penampilan sarana pendukung
(misalnya pamflet/brosur) pada KPP seharusnya menarik
P4 Penampilan sarana pendukung (misalnya pamflet/brosur) pada KPP Madya Jakarta Barat menarik
Reliability Reliability E5 KPP seharusnya mengerjakan hal-
hal yang telah dijanjikan dengan tepat waktu
P5 KPP Madya Jakarta Barat mengerjakan hal-hal yang telah dijanjikan dengan tepat waktu
E6 Pegawai KPP seharusnya menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak
P6 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak
E7 KPP seharusnya memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali
P7 KPP Madya Jakarta Barat memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali
E8 KPP seharusnya menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan
P8 KPP Madya Jakarta Barat menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan
E9 KPP seharusnya melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat
P9 KPP Madya Jakarta Barat melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat
Responsiveness Responsiveness E10 Pegawai KPP seharusnya
memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan
P10 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan
E11 Pegawai KPP seharusnya memberikan layanan dengan cepat dan tepat
P11 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat memberikan layanan dengan cepat dan tepat
E12 Pegawai KPP seharusnya selalu mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak
P12 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat selalu mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak
E13 Pegawai KPP seharusnya tidak
akan terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak
P13 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat tidak akan terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak
Assurance Assurance E14 Perilaku pegawai KPP seharusnya
dapat menimbulkan kepercayaan Wajib Pajak
P14 Perilaku pegawai KPP Madya Jakarta Barat dapat menimbulkan kepercayaan Wajib Pajak
42
E15 Wajib Pajak dari sebuah KPP seharusnya merasa aman ketika berurusan dengan KPP
P15 Wajib Pajak dari sebuah KPP Madya Jakarta Barat merasa aman ketika berurusan dengan KPP
E16 Pegawai KPP seharusnya selalu ramah dengan Wajib Pajak
P16 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat selalu ramah dengan Wajib Pajak
E17 Pegawai KPP seharusnya
mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak
P17 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak
Empathy Empathy E18 KPP seharusnya memberikan
perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
P18 KPP Madya Jakarta Barat memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
E19 KPP seharunsya mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
P19 KPP Madya Jakarta Barat mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
E20 Pegawai KPP seharusnya mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik
P20 Pegawai KPP Madya Jakarta Barat mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik
E21 KPP seharusnya mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak
P21 KPP Madya Jakarta Barat mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak
E22 KPP seharusnya mengutamakan kepentingan Wajib Pajak
P22 KPP Madya Jakarta Barat mengutamakan kepentingan Wajib Pajak
B. Lampiran B: Kuesioner Model Kano
Dalam kuesioner di bawah ini Anda diminta untuk memberikan tanggapan atas setiap pernyataan masing-masing sebanyak 2 (dua) kali. Tanggapan yang diberikan dapat berupa Suka (1), Harus (2), Netral (3), Bisa Menyesuaikan (4), Tidak Suka (5)
Tangibles Jawaban Anda Tangibles Jawaban Anda
KPP memiliki sarana fisik dan peralatan yang modern
KPP TIDAK memiliki sarana fisik dan peralatan yang modern
Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP menarik
Penampilan fisik fasilitas-fasilitas pada KPP TIDAK menarik
Pegawai KPP berpenampilan rapi dan menarik
Pegawai KPP TIDAK berpenampilan rapi dan menarik
Penampilan sarana pendukung (misalnya pamflet/brosur) pada KPP menarik
Penampilan sarana pendukung (misalnya pamflet/brosur) pada KPP TIDAK menarik
Reliability Reliability KPP mengerjakan hal-hal yang telah dijanjikan dengan tepat waktu
KPP mengerjakan hal-hal yang telah dijanjikan TIDAK tepat waktu
Pegawai KPP menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak
Pegawai KPP TIDAK menunjukkan keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah Wajib Pajak
KPP memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali
KPP TIDAK memberikan layanan yang tepat/benar sejak pertama kali
KPP menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan
KPP TIDAK menyediakan layanan pada waktu yang telah dijanjikan
43
KPP melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat
KPP TIDAK melakukan pencatatan (perekaman) data secara akurat
Responsiveness Responsiveness Pegawai KPP memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan
Pegawai KPP TIDAK memberitahu kepada WP ketika layanan mulai dikerjakan
Pegawai KPP memberikan layanan dengan cepat dan tepat
Pegawai KPP TIDAK memberikan layanan dengan cepat dan tepat
Pegawai KPP selalu mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak
Pegawai KPP TIDAK mempunyai kemauan untuk membantu Wajib Pajak
Pegawai KPP tidak akan terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak
Pegawai KPP terlalu sibuk untuk merespon kebutuhan Wajib Pajak
Assurance Assurance Perilaku pegawai KPP dapat menimbulkan kepercayaan Wajib Pajak
Perilaku pegawai KPP MENGURANGI/MENGHILANGKAN kepercayaan Wajib Pajak
Wajib Pajak dari sebuah KPP merasa aman ketika berurusan dengan KPP
Wajib Pajak dari sebuah KPP merasa TIDAK aman ketika berurusan dengan KPP
Pegawai KPP selalu ramah dengan Wajib Pajak
Pegawai KPP TIDAK ramah dengan Wajib Pajak
Pegawai KPP mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak
Pegawai KPP TIDAK mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak
Empathy Empathy KPP memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
KPP TIDAK memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
KPP seharunsya mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
KPP TIDAK mempunyai pegawai yang memberikan perhatian secara personal kepada Wajib Pajak
Pegawai KPP mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik
Pegawai KPP TIDAK mengerti kebutuhan Wajib Pajak secara spesifik
KPP mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak
KPP TIDAK mempunyai jam kerja yang sesuai kebutuhan Wajib Pajak
KPP mengutamakan kepentingan Wajib Pajak
KPP TIDAK mengutamakan kepentingan Wajib Pajak