Pengujian Beton

27

description

Metode pengujian beton

Transcript of Pengujian Beton

Page 1: Pengujian Beton
Page 2: Pengujian Beton

1

I. Beton Keras

I.1 Umum

Kekuatan beton merupakan sifat beton keras yang paling berharga. Porositas, yaitu

volume relatif pori-pori atau rongga dalam pasta semen merupakan faktor utama yang

menentukan kekuatan beton. Porositas dalam beton keras juga merupakan kelemahan

yang merugikan kekuatan beton. Selain kekuatan, sifat-sifat yang lain yang perlu

diperhatikan setalah beton mengeras adalah durabilitas (durability), kekedapan

(impermeability), dan stabilitas volume (volume stability).

I.2 Kekuatan beton

Kekuatan beton ditentukan dengan cara menghitung berapa beban maksimum yang

dapat dipikul oleh suatu penampang beton melalui pengujian benda uji yang

mempunyai bentuk tertentu.

Suatu kekuatan beton dipengaruhi oleh empat bagian utama, yaitu :

a. Proporsi bahan-bahan penyusun beton dengan mutu bahan tertentu.

b. Metode perancangan dan pencampuran.

c. Kondisi pada saat pengecoran dilaksanakan.

d. Perawatan

Kekuatan beton keras dibedakan dalam beberapa macam, yaitu kekuatan tekan

(compressive strength), kekuatan tarik lentur (flexure strength), kekuatan tarik belah

(splitting strength), kekuatan cabut (pull-out strength).

I.2.1 Faktor air-semen

Nilai perbandingan air terhadap semen atau yang disebut faktor air-semen (FAS)

mempunyai pengaruh yang kuat dan secar langsung terhadap kekuatan beton. Secara

umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS semakin rendah mutu kekuatan beton.

Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan

beton semakin tinggi. Nilai FAS yang terlalu rendah akan membuat adukan beton sulit

dipadatkan yang pada akhirnya akan menghasilkan beton yang kekuatannya kurang,

karena kepadatannya tidak maksimal.Umumnya nilai FAS yang digunakan untuk beton

adalah 0.40 -0,65. Tetapi untuk beton mutu tinggi dapat digunakan nilai FAS yang lebih

kecil dengan bantuan bahan tambah yang berfungsi untuk mencapai kemudahan

pengerjaan.

Page 3: Pengujian Beton

2

Gambar 1 Hubungan faktor air semen – kuat tekan beton

I.2.2 Umur beton

Pada saat adukan beton dibuat, dalam kondisi plastis beton sama sekali tidak

mempunyai kekuatan. Kekuatan beton mulai terjadi setelah hidrasi dan selanjutnya

kekuatan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Perubahan kenaikan

kekuatan beton yang cukup berarti/siginifikan terjadi sampai umur beton 28 hari, dan

setelah itu kenaikannya kecil sehingga kekuatan beton dianggap sudah mencapai nilai

maksimum pada 28 hari. Jika pada umur 28 hari kekuatan beton dianggap sudah

mencapai 100%, kekuatan beton selain pada umur 28 hari umumnya dikonversikan

sebagai berikut :

Tabel 1 Nilai perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur

Sifat beton Umur beton (hari)

3 7 14 21 28 90 365

Beton

menggunakan

semen Portland

biasa

0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35

Beton

menggunakan

semen Portland

dengan kekuatan

awal tinggi

0.55 0.75 0.90 0.95 1.00 1.15 1.20

Page 4: Pengujian Beton

3

Gambar 2 Pengaruh jenis semen terhadap kekuatan beton

I.3 Cacat dan kerusakan beton keras

I.3.1 Umum

Beton dibuat dari campuran semen ,kerikil, pasir dan air.

Terdapat banyak faktor yang dapat berperan dan berpengaruh terhadap baik

buruknya hasil akhir beton yang dikerjakan. Cacat dan kerusakan beton dapat terjadi

pada saat perubahan dari plastis menjadi keras, atau setelah beton dalam kondisi

keras sempurna. Cacat atau kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor

kesalahan berikut.

1. Pemilihan dan pengunaan bahan baku,

2. Kemampuan teknisi di lapangan,

3. Kondisi peralatan,

4. Penakaran bahan, pengadukan, pengangkutan, penuangan, pemadatan beton,

5. Kondisi cetakan dan perancah,

6. Perawatan (curing).

Air membuat reaksi beton bekerja. Walaupun demikian jumlah air yang digunakan tidak

boleh terlalu banyak. Bahan-bahan tersebut diaduk dengan proporsi yang betul dan

dengan waktu yang cukup untuk mendapatkan campuran yang merata.

Untuk beton struktur yang perlu diperhatikan adalah kadar air yang ditentukan tidak

melampaui batas karena air yang berlebihan dapat menurunkan mutu beton.

Untuk mendapatkan beton yang mempunyai kekuatan yang baik, pengecoran beton

harus mempunyai acuan yang stabil tanpa penundaan waktu yang lama dan

diperlukan penggetaran untuk menghilangkan gelembung udara dalam beton

Sesudah beton dicor maka harus dilakukan proses perawatan (curing) untuk menjaga

supaya beton tidak cepat kering, retak dan tidak mencapai kekuatan yang penuh.

Jika proses tersebut di atas tidak diikuti maka dapat terjadi kerusakan.

Page 5: Pengujian Beton

4

Beton adalah bahan yang keras, awet dan kuat menahan tekanan tetapi lemah dalam

hal tarikan.

Jika beton tersebut merupakan suatu balok maka bagian atas beton (flens atas)

menahan tekanan dan bagian bawah (flens bawah) menahan tarikan. Besi tulangan

ditaruh pada bagian bawah balok agar balok dapat juga menahan tarikan. Beton yang

ada pada bagian bawah balok pada dasarnya merupakan beton yang menahan

tulangan agar tetap pada tempatnya dan melindunginya terhadap karat. Selimut beton

yang cukup merupakan hal yang penting untuk menghindarkan tulangan dari karat.

Gambar 3 Beton yang menahan Gaya Lentur

Besi tulangan yang berkarat merupakan masalah yang paling besar dalam struktur

beton. Besi akan berkarat jika tidak dilindungi terhadap air dan udara. Dalam beton

bertulang dan beton pratekan, beton berguna sebagai pelindung besi tulangan

tersebut. Jika terjadi retak atau lubang pada beton maka pelindungan terhadap besi

dengan sendirinya akan hilang.

Apabila besi mulai berkarat ia akan menggembung maka beton juga akan mulai retak.

Hal ini memungkinkan udara dan air masuk ke dalam beton sehingga proses tersebut

akan berjalan bertambah cepat.

Karat akan terjadi dengan lebih cepat jika :

• Dalam lingkungan berair asin

• Adanya kerusakan pada beton

• Tidak cukupnya selimut beton

Karat dapat terjadi dimana saja pada struktur beton bertulang atau beton pratekan..

Daerah yang perlu pemeriksaan khusus ialah :

• Dekat daerah batas air

• Di bawah lantai dan balok

• Di bawah kepala pilar

• Di bawah permukaan yang menggembung atau berongga (drumminess)

Karat dapat dikenali dengan :

• Besi tulangan yang terbuka dan berkarat

Beban Roda Beton yang tahan

terhadap Tekan

Selimut

Baja Tulangan Di Bawah Gelagar

untuk menerima Gaya Tarik

Page 6: Pengujian Beton

5

• Terlihat warna karat pada permukaan beton. Penentuan ini harus hati-hati

jangan sampai salah dengan adanya batuan (gravel) yang berwarna karat

Bilamana dijumpai karat, penting sekali bagi pemeriksa untuk menentukan berapa

banyak karat yang sudah terjadi pada besi.

Selimut beton minimum yang umum ialah 30 mm. Jika selimut beton tidak cukup tebal

dan menimbulkan masalah karat, hal ini harus dicatat oleh pemeriksa - Alat penentu

tebal selimut beton dapat dipakai untuk mengukur ketebalan selimut beton tersebut.

I.3.2 Jenis-jenis Beton

Ada 4 (empat) jenis beton yang biasa digunakan dalam struktur yaitu :

• Beton siklop

Jenis ini adalah campuran beton yang menggunakan batuan yang besar untuk

membuat pondasi yang berat. Jenis beton ini sering digunakan dalam pondasi

pekerjaan kepala jembatan.

• Beton Tak Bertulang

Jenis ini serupa dengan beton siklop hanya tidak menggunakan batuan yang besar

melainkan serupa dengan beton biasa. Jenis ini kadang kala digunakan pada

konstruksi dinding penahan tanah, kepala jembatan (abutment), kerb dan tempat

pejalan kaki (trotoar).

• Beton Bertulang

Besi tulangan ditanamkan didalam beton untuk menahan gaya tarik pada komponen.

Beton bertulang digunakan untuk semua bagian struktur jembatan.

• Beton Pratekan

Beton pratekan pada umumnya hanya digunakan pada gelagar bangunan atas atau

lantai, kadang-kadang beton pratekan juga digunakan untuk tiang pancang.

II. Jenis-jenis Pengujian Non Destruktif pada Beton

II.1 Pengujian Schmidt Hammer (Concrete Hammer Test)

Hammer test bertujuan untuk mengetahui kekuatan tekan beton pada bagian

permukaan. Hal ini tidak dapat mewakili kekuatan tekan beton secara keseluruhan.

Hammer test bekerja berdasarkan prinsip energi, kekuatan beton didapat

secara empiris dengan mengamati seberapa jauh loncatan kebelakang alat pemukul di

dalam palu, setelah tumbukan terjadi.

Metoda pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact

(tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang

diaktifkan dengan memberikan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang

timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton

benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan dan juga, setelah dikalibrasi dapat

memberikan indikasi nilai kuat tekan beton benda uji.

Page 7: Pengujian Beton

6

Jenis hammer test yang umum dipakai untuk pengujian ini adalah jenis

“Schmidt Rebound Hammer”. Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman

material beton pada struktur.

Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini dapat

dilakukan dengan cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam

waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan

beton, misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat

permukaan. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran di

sekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan. Berikut ini

adalah gambar alat hammer test.

Gambar 4 Gambar dari alat Schmidt Hammer Test

II.2 Pengujian Mutu Beton dengan Windsor Probe

Dalam pengujian ini perhitungan kekuatan beton diperoleh dari kedalaman

penetrasi logam yang dimasukkan ke dalam beton dengan memberikan sejumlah

energi yang dihasilkan oleh mesiu isi standar (peluru standar, silver PRS-01).

Dengan terjadinya penetrasi Probe ke dalam beton, maka sebagian energinya

terserap oleh friksi diantara probe dan beton, dan sebagian lagi terserap pada

kehancuran dan keruntuhan beton. Tidak ada penelitian yang mendetail mengenai

faktor yang mempengaruhi bentuk geometri zona keruntuhan beton, tetapi secara

umum ada perkiraan bentuk daerah keruntuhan dimana hampir semua energi probe

terserap. Gambar berikut ini menggambarkan zona keruntuhan umum akibat penetrasi

probe tersebut.

Gambar 5 Windsor probe test

Page 8: Pengujian Beton

7

Prinsip dasarnya adalah bahwa untuk kondisi pengujian standar, penetrasi

berbanding terbalik secara proporsional dengan kuat tekan beton tetapi mempunyai

hubungan ketergantungan dengan kekerasan agregat. Dalam hal praktis pemakai lebih

mudah mengukur panjang probe yang terekspos. Namun hubungan yang mendasar

adalah antara kuat tekan beton dan kedalaman penetrasi probe. Sehingga hasil

pengujian lebih baik dilakukan dengan mengukur dari kedalaman penetrasi probe dari

pada mengukur panjang probe yang terekspose. Grafik kekuatan vs penetrasi

diberikan sebagai berikut:

Gambar 6 Grafik hubungan Kuat Tekan dan Kedalaman Penetrasi Probe

Penetration Resistansce Test pada dasarnya hanya menghitung kekerasan

beton dan tidak dapat digunakan untuk menghitung nilai kekuatan hancur beton.

Keuntungan lain dari test ini adalah bahwa kekerasan diukur lebih pasti karena tidak

dilakukan hanya pada permukaan beton.

Penetration Resistansce Test dapat dipertimbangkan hampir sebagai

pengujian yang sifatnya non-destruktif sebagaimana kehancuran hanya lokal dan

sangat mungkin dilakukan pengujian ulang di sekitarnya.

II.3 Pengujian dengan Pundit (Ultrasonic Pulse Velocity)

Metoda pengujian dengan alat PUNDIT (Portable Ultrasonic Non-destructive

Digital Indicating Tester) dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa kecepatan rambat

gelombang yang melalui suatu media padat bergantung pada sifat-sifat elastik media

padat tersebut. Jika digunakan dengan baik dan benar, alat ini dapat memberikan

informasi yang banyak mengenai kondisi bagian permukaan ataupun bagian dalam

beton. Alat ini secara tak langsung juga dapat memberikan informasi mengenai nilai

kuat tekan beton, jika hubungan antara sifat-sifat elastik suatu benda padat dengan

nilai kuat tekannya diketahui.

Alat ini pada dasarnya terdiri atas pembangkit signal gelombang, transducer

pengirim (transmitter) dan tranducer penerima (receiver). Alat ini juga dilengkapi oleh

alat pengukur dan perekam waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk merambat

dari transmitter ke receiver. Jika panjang lintasan (jarak antara transmitter dan

receiver) diketahui, maka kecepatan rambat gelombang yang terjadi bisa dihitung.

Jenis transducer yang sesuai untuk aplikasi pada material beton adalah transducer

Page 9: Pengujian Beton

8

dengan frekuensi pribadi berkisar antara 20 KHz dan 150 KHz. Standar metoda

pengujian ultrasonik ini dapat dilihat pada BS 4408 pt.5 atau ASTM C 597.

a) Prinsip Pengukuran

Alat ini seperti disebutkan sebelumnya memanfaatkan prinsip perambatan

gelombang pada media padat. Seperti diketahui ada tiga jenis gelombang yang timbul

pada saat suatu massa padat diberikan suatu impulse (getaran), yaitu gelombang

permukaan, gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Dari ketiga

gelombang tersebut, gelombang longitudinal merupakan gelombang yang mempunyai

kecepatan tertinggi dan yang memberikan banyak informasi mengenai sifat-sifat fisik

bahan padat yang dilaluinya. Dari teori fisika diketahui bahwa :

VK E

d2 =.

ρ (1)

dimana : V = kecepatan gelombang longitudinal

K = konstanta yang bergantung pada nilai Poisson’s ratio dynamics,υ

ρ = berat jenis bahan solind

Ed = Modulus Elastisitas dinamik bahan

Jika kecepatan perambatan gelombang longitudinal dan berat jenis benda

padat yang dilaluinya diketahui, maka harga modulus elastik dinamik dari bahan padat

tersebut bisa dihitung berdasarkan persamaan (1). Seperti diketahui untuk beton-beton

yang terbuat dari jenis batuan alam, nilai berat jenis dan poisson’s rasionya relatif mirip

satu sama lain. Sehingga untuk setiap beton dengan campuran yang berbeda (namun

menggunakan batuan alam) hubungan antara kecepatan gelombang dan nilai modulus

elastisitas betonnya dapat diasumsikan tetap.

b) Penempatan Transducer

Sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan, tiga macam cara yang bisa

dilakukan untuk menempatkan transducer penyampai dan penerima pada benda uji

yaitu :

a) Berhadapan (pengujian langsung)

b) Tegak lurus (pengujian setengah langsung). Cara ini hanya dapat digunakan

bila sudut antara tranducer serta jaraknya tidak terlalu besar.

c) Sejajar (pengujian tidak langsung).

Dari ketiga cara tersebut, cara langsung (direct) merupakan pilihan yang terbaik.

Sedangkan cara tidak langsung (indirect) merupakan cara yang kurang baik. Pada

cara yang tidak langsung, tingkat kepekaan gelombang yang terbaca oleh receiver

jauh lebih kecil daripada yang dihasilkan dengan cara langsung. Oleh karena itu

gelombang tersebut bersifat sangat rentan terhadap gangguan yang mungkin didapat

selama perambatannya. Hal ini tentunya dapat memperkecil tingkat akurasi hasil

pengukuran.

Selain itu pada cara tidak langsung, karena pola penempatan transducernya,

kecepatan gelombang akan dipengaruhi secara dominan oleh kondisi permukaan solid,

sehingga hasil yang didapat tentunya tidak akan mewakili kondisi solid yang

sebenarnya. Kelemahan lain pada cara yang tidak langsung ini adalah sulitnya

mengetahui secara pasti berapa sebenarnya panjang lintasan yang dilalui oleh

Page 10: Pengujian Beton

9

perambatan gelombang yang diukur. Untuk mengetahui hal ini perlu dilakukan

pengukuran yang berulang-ulang dengan cara memindah-mindahkan posisi transducer

penerima, sedang posisi transducer penyampai dijaga tetap sehingga didapat jarak

antara transducer yang berubah-ubah. Hal pencatatan waktu perambatan gelombang

untuk masing-masing pengukuran kemudian diplot pada grafik yang menggambarkan

hubungan waktu perambatan sebagai fungsi jarak antara transducer. Dengan regresi

linier bisa didapat persamaan yang linier untuk kedua paramter tersebut. Kemiringan

(slope) persamaan tersebut merupakan kecepatan rata-rata perambatan gelombang

yang dicari. Namun cara ini sangat bergantung pada kondisi permukaan solid di

sepanjang penempatan transducer penerima. Jika sebagai contoh ada suatu

diskontinuitas (retak-retak) maka ketelitian hasil yang diapat menjadi berkurang.

Gambar 7 Cara penempatan Transducer

Gambar 9 Pengujian Ultrasonik pada beton

Page 11: Pengujian Beton

10

Gambar 9 Kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap rambatan

gelombang di dalam Beton

c) Faktor -faktor yang Berpengaruh terhadap Hasil Pengukuran

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengukuran dengan

menggunakan ultrasonik, yaitu :

� suhu

� kelembaban beton

� posisi tulangan pada beton bertulang

Faktor-faktor tersebut diatas harus diperhatikan dalam penginterprestasikan

hasil-hasil pengujian. Untuk pengukuran nilai kuat tekan beton, hasil pengujian

Page 12: Pengujian Beton

11

ultrasonik sangat dipengaruhi oleh umur beton, kondisi kandungan kadar air, rasio

agregat semen, jenis agregat dan lokasi tulangan.

Banyak aplikasi yang dapat dilakukan dengan alat ukur ultrasonik, terutama

yang berkaitan dengan pemeriksaan retak/kerusakan, diantaranya :

� Memeriksa keseragaman kualitas bahan

� Mendeteksi retak-retak dan honeycombing, karena pulse tidak bisa merambat

melalui udara, adanya retak atau rongga kosong pada lintasan rambatan dapat

memperbesar panjang lintasan (karena gelombang akan menjalar menglilingi

retak-retak atau rongga kosong tersebut), sehingga waktu rambatan untuk

sampai ke transducer penerima menjadi lebih lama. Berdasarkan prinsip ini,

retak-retak atau rongga kosong pada beton atau benda padat lainnya dapat

dideteksi dan dapat diperkirakan dimensinya, misal kedalaman retak (Gambar

2.7).

� Memperkirakan nilai kuat tekan beton

� Memperkirakan ketebalan beton yang sudah lapuk dibawah permukaan pelat

lantai.

� Dapat memperkirakan tingkat/tebal pelapukan yang sudah dialami pelat beton

yang timbul akibat kebakaran atau serangan zat kimiawi dengan cara

penempatan transducer yang tidak langsung

� Mengukur ketebalan

� Mengukur modulus elastisitas bahan

� Memonitor proses pengerasan beton

� Memperkirakan ketebalan bagian yang rusak/lapuk pada balok/kolom

Untuk aplikasi ini perlu diasumsikan bahwa kecepatan rambat gelombang di

lapisan permukaan paling luar pada bagian beton yang sudah lapuk akibat serangan

kimiawi/kebakaran adalah nol. Sedangkan kecepatan rambat gelombang pada

bagian/lapisan dalam (interior) yang masih baik diasumsikan dapat diwakili oleh

kecepatan rambat gelombang pada bagian-bagian struktur lainnya yang kondisi

betonnya masih baik (tidak terkena pengaruh kebakaran atau serangan zat kimia).

Sebagai contoh, jika diperoleh waktu T yang diperlukan gelombang berjalan pada

lintasan L (termasuk tebal bagian yang lapuk), maka tebal bagian elemen struktur yang

lapuk /rusak adalah :

t = (TVc - L )

dimana

Vc = kecepatan rambat gelombang pada bagian beton yang kondisinya masih baik.

Cara ini sudah terbukti memberikan estimasi yang cukup baik pada investigasi

kerusakan beton bertulang akibat kebakaran.

Page 13: Pengujian Beton

12

Tabel 2 Kriteria Penilaian Hasil Ultrasonik Test.

Kecepatan Gelombang

(km/det)

Kualitas Selimut Beton

> 4 Baik

3 - 4 Cukup baik

< 3 Kurang baik

Gambar 10 Penentuan kedalaman retak

Page 14: Pengujian Beton

13

Gambar 11 Penentuan kedalaman retak

Page 15: Pengujian Beton

14

Pengujian ultrasonik bertujuan untuk mengetahui :

� Kekuatan beton.

� Ada tidaknya rongga di dalam beton (tingkat kekeroposan beton).

� Lokasi keretakan beton.

� Kedalaman retak dan pengaruhnya terhadap elemen struktur.

� Ketebalan lapisan beton yang rusak akibat kebakaran.

Kekuatan beton dari elemen struktur sangat penting, karena suatu struktur

menuntut kekuatan beton yang cukup, agar dapat bekerja sama dengan baja tulangan

sebagai suatu beton bertulang.

Rongga dan retak pada struktur perlu diketahui, karena hal ini dapat

mempengaruhi kemampuan memikul beban jangka panjang dari suatu struktur.

Pulsa gelombang ultrasonik tidak dapat melalui udara, maka jarak yang ditempuh

menjadi semakin panjang, sehingga dapat dideteksi adanya retak dan rongga. Hal ini

dapat mempengaruhi struktur dalam memikul beban jangka panjang. Apabila retak

tersebut terisi oleh air maka tidak dapat dideteksi, tetapi hanya menunjukan kecepatan

merambat yang lebih rendah dibandingkan dengan keadaan sekelilingnya.

Gambar 12 Penentuan tebal bagian yang lapuk pada pelat beton dengan Metoda Pengukuran tidak Langsung

Page 16: Pengujian Beton

15

Kedalaman retak dapat diperoleh dengan cara pengujian tidak langsung (gambar

9), tranducer ditempatkan dengan jarak yang sama dari retak tersebut, jika kecepatan

rambat gelombang V km/det, maka :

jarak tempuh (tanpa rusak) = X

jarak tempuh (terdapat retak) 2 2

2 0, 25r

X h= ⋅ ⋅ +

waktu tempuh (tanpa retak) s

c

Xt

V= =

waktu tempuh (terdapat retak)

2 22 0,25

r

c

c

X ht

V

⋅ ⋅ += =

sehingga dapat dihitung :

dalamnya retak,

2

21

2

c

r

s

tXh

t= ⋅ −

Lokasi rongga dapat dideteksi secara pengujian langsung pada daerah yang

diragukan, dengan mengambil data di beberapa tempat.

Gambar 13 Cara mengetahui kedalaman retak.

Untuk mengetahui tebalnya lapisan beton yang rusak, mula-mula diukur pada

bagian yang tidak mengalami kerusakan, misal kecepatan rambatannya (= Vc).

Sedangkan pada daerah yang mengalami kerusakan, waktu yang dibutuhkan untuk

menempuh jarak sepanjang x (termasuk tebal lapisan yang rusak hc) adalah (tc),

sehingga :

hc = ( tc . vc - x )

Pengukuran secara berkala pada elemen yang sama, dapat digunakan untuk

mengamati perilaku beton dalam jangka waktu lama. Selain untuk mengetahui tebal

kerusakan beton, dapat juga digunakan untuk mengetahui ketebalan lapisan yang

berbeda. Jika jarak tempuh semakin panjang, maka gelombang tersebut cenderung

melewati lapisan yang lebih dalam. Pengujian ini menggunakan cara penempatan

tranducer yang sejajar, dimana ketebalan lapisan yang berbeda ditunjukan dengan

adanya diskontinuitas pada gambar grafik antara waktu dengan jarak transducer.

Page 17: Pengujian Beton

16

Gambar 14 Bentuk grafik dimana terdapat lapisan yang berbeda.

Kecepatan rambat gelombang ultrasonik pada baja tulangan ± 5,9 km.det., dan

nilainya akan berkurang untuk diameter yang lebih kecil. Teori ini digunakan untuk

mendeteksi tulangan pada beton. Bila letak tulangan sejajar arah rambat gelombang,

maka pulsa yang diterima pertama kali oleh tranducer kemungkinan besar melalui

tulangan. Menurut BS 4408 pt.5 terdapat hubungan sebagai berikut :

( )22

2, untuk

4

s

s

t s

c s c

t c s

a VV V V

a t V X

⋅ ⋅= ≥

⋅ + ⋅ −

dan pengaruh tulangan dapat diabaikan, bila :

1

2

tt s c

s c

a V V

X V V

−≥ ⋅

+

Tetapi pengaruhnya akan dominan, untuk ats /x < 0,15 (beton mutu tinggi) dan ats/x <

0,25 (beton mutu rendah).

Gambar 15 Letak tulangan sejajar dengan arah rambat gelombang.

Page 18: Pengujian Beton

17

Bila retak tulangan tegak lurus terhadap arah rambat gelombang, maka

dilakukan koreksi sebesar nilai yang didapat darigambar berikut.

Gambar 16 Letak tulangan tegak lurus dengan arah rambat gelombang.

II.4 Karbonasi

Karbonisasi adalah suatu proses dimana karbon dioksida dari udara bereaksi

dengan senyawa semen yang terhidrasi (bahan alkali dalam beton) dan mengubahnya

menjadi karbonat. pH yang memungkinkan terjadinya karbonasi sekitar 11 sampai

11,5.

Proses reaksi dimulai dari permukaan beton sebelah dalam, dan laju reaksi

tergantung dari perpindahan karbon dioksida ke dalam beton, konsentrasi karbon

dioksida, permeabilitas beton dan lingkungan yang ada.

Test karbonasi dilakukan dengan membuat lubang pada beton, kemudian

disemprot dengan cairan phenolftalein, pada kedalaman tertentu warna beton akan

berubah menjadi merah, ini menunjukkan bahwa karbonasi pada beton telah mencapai

kedalaman tersebut. Kedalaman karbonasi ini diukur dengan menggunakan alat ukur

sigmat.

Kualitas beton akan sangat mempengaruhi kedalaman dari pada laju dari

karbonasi. Pengaruh Kuat beton terhadap kedalaman karbonasi pada umur yang

berbeda, sebagaimana gambar berikut ini.

Page 19: Pengujian Beton

18

Gambar 17 Grafik kuat tekan beton terhadap kedalaman karbonasi

II.5 Nilai Tahanan Beton (Resistivity Beton)

Ketahanan beton dilakukan untuk menentukan laju korosi maksimum yang

dapat menyebabkan kerusakan tulangan.

Korosi baja dalam beton merupakan suatu proses elektrokimia yang terjadi

antara larutan elektrolit yang terbentuk dengan air di dalam air itu sendiri. Laju korosi

pada baja tergantung pada konduktivitas beton, kandungan air dalam beton dan jumlah

kandungan klorida. Dari penentuan ketahanan pada pemukaan beton, dapat diprediksi

laju korosi yang terjadi pada tulangan.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 4 elektroda yang ditancapkan

berderet pada permukaan beton. Hasilnya ditentukan dari arus yang melewati diantara

elektroda luar dan elektroda dalam.

Rangkaian empat probe Wenner sering digunakan untuk keperluan ini. Batang

logam dimasukkan ke dalam beton dalam satu garis pada permukaan beton.

Pembangkit voltase bolak-balik disambungkan pada dua batang terluar dan penurunan

Page 20: Pengujian Beton

19

potensial yang melintas pada dua batang didalam diukur. Jarak antara batang-batang

tersebut biasanya 50 mm. Tahanan dihitung berdasarkan persamaan :

dimana :

P : tahanan dalam ohm-cm

δ : jarak probe dalam cm

E : penurunan voltase yang melintas dikedua probe sisi

dalam

I : aliran arus antara dua probe luar

Gambar 18 Skema Rangkaian Empat Probe Wenner

Pengukuran tahanan listrik beton merupakan salah satu indikator dalam menilai

kinerja beton dalam masalah korosi. Nilai tahanan yang tinggi akan menurunkan

kemungkinan terjadinya proses korosi. Tabel berikut ini secara garis besar

memberikan arahan kemungkinan terjadinya proses korosi pada struktur beton

bertulang.

Tabel 3 Kriteria Nilai Tahanan (Resistivity) Beton

Resistivity Beton

(ohm.cm) Laju Korosi

> 20.000 Tidak terjadi

10.000 – 20.000 Rendah

5.000 – 10.000 Tinggi

< 5.000 Sangat Tinggi

II.6 Pengujian dengan Cover Meter

Cover Meter merupakan suatu alat elektromagnetik yang digunakan untuk

mengetahui lokasi di dalam beton serta tebal selimutnya.

Prinsip kerja alat ini, ialah dengan adanya tulangan di dalam beton akan

mempengaruhi medan elektromagnet yang dihasilkan oleh rangkaian seperti pada

Gambar berikut.

I

E2P

πδ=

Page 21: Pengujian Beton

20

Gambar 19 Rangkaian untuk pengujian selimut beton.

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui :

� Tebal selimut beton ( concrete cover ).

� Jenis baja tulangan.

� Lokasi tulangan.

� Diameter dari baja tulangan.

� Jarak/posisi tulangan.

Cara penggunaan alat Cover Meter adalah sebagai berikut :

� Alat cover meter dinyalakan dan dikalibrasi terlebih dahulu

� Tranduser dari alat cover meter ditempelkan pada permukaan beton yang akan

diukur.

� Dengan menggerakkan transduser secara horisontal, vertikal dan diagonal

dicari tebal selimut beton dan posisi tulangan yang ditunjukkan oleh tebal paling

kecil atau suara paling nyaring pada alat cover meter tersebut.

Page 22: Pengujian Beton

21

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan hasil pengujian, ialah :

� Terdapat lebih dari satu tulangan.

� Misalnya untuk tulangan dua lapis atau jarak antar tulangannya terlalu dekat.

� Kawat pengikat tulangan.

� Bila hal ini terjadi maka pengujian harus dilakukan sepanjang tulangan, dan

hasilnya dirata-rata.

� Variasi kandungan besi dan beton.

Terjadi karena penggunaan agregat yang berlainan, sehingga diperoleh hasil

pengukuran tebal selimut beton yang lebih kecil.

Pengujian dilakukan pada bagian bagian yang mengalami momen dan gaya

lintang besar yaitu sekitar tumpuan dan tengah bentang.

Dengan membandingkan gambar perancangan dengan hasil pengujian selimut

beton, dapat diketahui apakah pelaksanaan pembangunan struktur tersebut telah

dilaksanakan sesuai dengan perancangan. Selain itu bila tidak dapat diperoleh

gambar-gambar pelaksanaan, maka dengan mencocokkan hasil pengujian selimut

beton dengan hasil evaluasi struktur dapat diketahui kekurangan dari struktur tersebut.

III. Pengujian Beton Di Laboratorium

III.1 Pengujian Kuat Tekan Beton Inti (Concrete Core Compressive Strength)

Pengujian Kuat Tekan dilakukan dalam kondisi dimana kita menginginkan

penilaian mengenai kekuatan beton aktual karena kita menduga atau kurang yakin

dengan mutu beton yang kita buat, apakah sesuai dengan yang disyaratkan atau tidak.

Harus diingat bahwa pengujian ini sifatnya merusak struktur, sehingga

seharusnya dilakukan hanya ketika metode non-destruktif tidak mencukupi.

Pelaksanaan core drill menggunakan mata bor berdiameter standar 15 cm,

maka seandainya menggunakan diameter yang lebih besar atau lebih kecil dari

diameter standar tersebut, maka harus dilakukan penyesuaian dengan besarnya nilai

faktor koreksi diameter seperti yang tertera pada table.

Setelah data kekuatan tekan dari sampel beton hasil core diperoleh, maka

kekuatan tekan kubus beton didapat dari:

σcube =

λ

15,1 +

D . σcore

dimana: D = 2,5 (untuk core dalam arah horisontal)

D = 2,3 (untuk core dalam arah vertikal)

λ = rasio antara panjang dan diameter

σcube = kuat tekan beton kubus

σcore = kuat tekan beton hasil pengeboran beton inti

Pengujian yang dilakukan dapat berupa uji tekan atau uji tarik tidak langsung.

Page 23: Pengujian Beton

22

Nilai kuat tekan dari pengujian sillinder bor inti adalah sebagai berikut :

P

fc’ = --------- Co.C1.C2

¼ π.φ2

Dengan pengertian,

fc’ = kuat tekan beton ini

P = beban maksimum

φ = diameter rata-rata benda uji

Co = faktor pengali arah benda uji

C1 = faktor pengali yang berhubungan dengan rasio panjang/diameter

C2 = faktor pengali karena adanya tulangan dalam benda uji yang letaknya

tegak lurus terhadap sumbu tulangan

Σ (d + h)

C2 = 1.0 + 1.5 -------------

(l’/φ) x l

Dengan pengertian,

d = diameter tulangan

h = jarak terpendek antara sumbu tulangan dengan tepi benda

l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan capping

l’ = panjang benda uji setelah diberi lapisan capping

Tabel 4 Faktor pengali Co

Arah pengambilan beton inti Co

Horizontal 1

Vertikal 0.92

Tabel 5 Faktor pengali C1

l’/φ C1

1.75

1.30

1.25

1.00

0.98

0.96

0.93

0.87

Tabel 6 Faktor Koreksi Diameter

No. Diameter mata bor ( cm ) Faktor koreksi

1. 5 0.92

2. 7.5 0.94

3. 10 0.96

4. 12.5 0.98

5. 15 1.00

6. 17.5 1.02

7. 20 1.04

8. 25 1.07

9. 30 1.10

Page 24: Pengujian Beton

23

Gambar 20 Gambar dari alat Bor Beton Inti (Concrete Core Drill)

III.2 Pengujian kuat tekan

Biasanya kuat tekan dilakukan terhadap benda uji berbentuk kubus berukuran

100x100x100 mm, atau kubus 150x150x150 mm, atau kubus 200x200x200 mm, atau

dengan benda uji bentuk silinder berdiameter 100 mm tinggi 200 mm, atau silinder

berdiameter 150 mm tinggi 300 mm.

Kekuatan tekan beton dapat diketahui dari nilai tegangan maksimum pada saat benda

uji mampu memikul beban tekan maksimum .

fc = P/A

dengan pengertian,

fc = tegangan penampang beton

P = beban aksial tekan

A = luas penampang yang memikul beban

Page 25: Pengujian Beton

24

Gambar 21 Skema uji kuat tekan

Salah satu faktor yang menentukan kekuatan beton adalah bentuk benda uji. Oleh

karena itu dalam praktek biasa digunakan nilai-nilai perbandingan kekuatan tekan

sebagai berikut :

Tabel 7 Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai bentuk benda uji

Benda uji Perbandingan kekuatan tekan

Kubus 150 x 150 x 150 mm

Kubus 200 x 200 x 200 mm

Kubus 100 x 100 x 100 mm

Silinder φ150 mm tinggi 300 mm

1.00

0.95

1.07

0.83

Page 26: Pengujian Beton

25

III.3 Pengujian kuat tarik lentur (flexure test)

Metode ini disebut juga metode pengujian kuat tarik tidak langsung sebagai alternative

karena sulitnya melakukan uji kuat tarik dengan gaya aksila secara langsung

Pengujian dilakukan seperti ditunjukkan Gambar di bawah ini.

BS menetapkan ukuran benda uji 150 x 150 x 750 mm (6 x 6 x 30 in). Tetapi jika

ukuran maksimum agregat < 25 mm, ukuran benda uji adalah 100 x 100 x 500 mm (4 x

4 x 20 in). Sedangkan ASTM, menetapkan ukuran 152 x 152 x 508 mm (6 x 6 x 20 in).

Kuat tarik lentur diperoleh sebagai berikut :

fs = P.l/b.d3

Dengan pengertian,

fs = tegangan tarik lentur

P = beban total maksimum

l = panjang bentang

d = tinggi balok

b = lebar balok

Gambar 22 Uji kuat tarik lentur

Page 27: Pengujian Beton

26

III.4 Pengujian kuat tarik belah

Seperti halnya uji kuat tarik lentur, metode ini pun merupakan alternatif terhadap uji

kuat tarik langsung. Benda uji yang digunakan dalam pengujian kuat tarik belah adalah

berupa silinder atau kubus sebagaimana yang digunakan untuk pengujian kuat tekan.

Cara melakukan pengujian kuat tarik belah ditunjukkan dalam Gambar 23

Pada saat beban P mencapai maksimum, silinder atau kubus beton yang diuji akan

terbelah. Kuat tarik belah dihitung sebagai berikut :

Menurut BS : fct = 2P/π.L.D

Dengan pengertian,

fct = kuat tarik belah

= beban uji maksimum

= panjang benda uji

= diameter atau lebar benda uji

Gambar 23 Uji kuat tarik belah

Pada umumnya kuat tarik belah beton berkisar 1/8 – 1/12 kuat tekan beton.