PENGUJIAN LAB. PELAT BETON BERTULANG YANG …konteks.id/p/04-137.pdf · Pengujian tarik pada baja...

10
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 339 PENGUJIAN LAB. PELAT BETON BERTULANG YANG DIPERKUAT DENGAN OVERLAY BETON Wayan Suasira 1 , Made Sukrawa 2 dan Ketut Sudarsana 2 1 Mahasiswa Bidang Struktur, Program Magister Teknik Sipil, UNUD Email: [email protected] 2 Dosen Bidang Struktur, Program Magister Teknik Sipil, UNUD ABSTRAK Penelitian tentang perkuatan pelat jembatan menggunakan overlay beton telah dilaksanakan dengan membuat dan menguji 15 benda uji dalam skala 1:3 berupa pelat beton bertulang ukuran 800 x 333 x 63 mm, sebagai representasi dari 1 m lebar pelat jembatan dengan panjang bentang 2400 mm dan tebal 200 mm. Tiga buah pelat digunakan sebagai kontrol (PK), sedangkan 12 pelat lainnya diperkuat dengan overlay setebal 23 mm dengan 4 perlakuan yang berbeda. Sebelum diperkuat semua pelat diberikan beban awal sampai terjadi retak pertama sebagai simulasi dari pelat yang rusak. Lekatan beton lama dan overlay ditingkatkan dengan bahan perekat, bersama dengan pembuatan tekstur dan pemasangan baut. Pelat dengan tekstur sedalam 13 mm dilakukan pada 6 benda uji dimana 3 pelat diperkuat pada daerah tekan (PTTk), sedangkan 3 pelat lainnya diperkuat pada daerah tarik (PTTr). Enam (6) pelat dengan tekstur dangkal diberi penghubung geser berupa baut Ø 5 mm, masing-masing 3 pelat dengan perkuatan pada daerah tekan (PBTk) dan pada daerah tarik (PBTr). Pembebanan diberikan bertahap dengan kecepatan 5-6 kN/menit dimana lendutan, lebar dan tinggi retak yang terjadi diamati seiring dengan meningkatnya beban sampai pelat runtuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perkuatan overlay beton mampu meningkatkan beban ultimit pelat sekurang-kurangnya 52 % (PBTk dan PTTk). Kekuatan pelat PTTr meningkat 54,7%, dengan peningkatan maksimum terjadi pada PBTr (57,3%). Kapasitas beban retak pertama meningkat 77.8 % terjadi pada pelat PTTr dan PTTk serta 66,7% terjadi pada pelat PBTk dan PBTr. Pelat PTTr mampu mengurangi tinggi retak paling besar yakni 24,1%. dari pelat kontrol (PK), sedangkan pelat PTTk, PBTr dan PBTk masing-masing sebesar 22,9%, 17,1% dan 11,3%. Dari hasil pengujian ini disimpulkan bahwa pemakaian baut pada tekstur dangkal menghasilkan beban ultimit yang lebih besar dari pelat yang ditekstur dalam dan pelat yang ditektur dalam menghasilkan beban retak pertama yang lebih besar dari pelat dengan bout yang ditekstur dangkal. Kata kunci : Perkuatan, Overlay beton, Pelat jembatan, Beton bertulang. 1. PENDAHULUAN Kerusakan pada jembatan sering terjadi pada pelat lantai kendaraan seperti terjadinya keretakan akibat lentur dan geser yang pada akhirnya berkembang membentuk lubang. Disamping menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan, kerusakan pelat ini bahkan sering menjadi penyebab kecelakaaan. Dari sekitar 32.000 buah jembatan pada Jalan Nasional dan Jalan Propinsi di Indonesia, sebanyak 3.000 buah diantaranya berupa jembatan rangka batang baja dimana 50% dari lantai kendaraannya mengalami kerusakan (Hidayat, 2003). Ciri utama dari pelat jembatan rangka yang mengalami kerusakan ini adalah digunakannya pelat beton dengan dek baja (corrugated steel deck, CSD). Kerusakan ini dapat dimengerti sampai ditemukannya teori aksi pelengkungan yang kompleks pada pelat jembatan yang dibebani roda kendaraan (Sukrawa, 2000). Menurut terori ini, moda keruntuhan pelat adalah geser dua arah, bukan lentur. Oleh karena itu, dibutuhkan ketebalan pelat yang lebih besar. Sebagai perbandingan, peraturan perencanaan jembatan, AASHTO mensyaratkan ketebalan pelat minimum 175 mm (Barker and Puckett, 1997). Penanganan kerusakan pelat dapat berupa penggantian atau perkuatan. Dengan pertimbangan efisiensi maka alternatif perkuatan akan lebih menguntungkan. Perkuatan dapat dilakukan dengan penambahan balok pendukung atau penambahan ketebalan pelat. Dalam penelitian ini diusulkan penggunaan beton sebagai perkuatan pelat dimana selama ini digunakan overlay aspal, grouting atau perkuatan steel plate bonding. Umumnya daya layan suatu jembatan dapat berkurang akibat beberapa hal seperti peningkatan beban lalu lintas, perubahan fungsi jalan, serta bertambahnya usia jembatan. Banyak kegagalan pelat lantai jembatan khususnya pelat lantai jembatan rangka batang yang menggunakan metal deck dimana tebal pelat yang digunakan kurang memadai dalam memikul beban. Sebagai contoh jembatan Tukad Bindu dijalan Gatot Subroto Timur serta jembatan Tukad Yeh Empas di Kediri Tabanan dimana jembatan tersebut sudah mengalami retak (Retak garis, retak miring

Transcript of PENGUJIAN LAB. PELAT BETON BERTULANG YANG …konteks.id/p/04-137.pdf · Pengujian tarik pada baja...

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)

Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 339

PENGUJIAN LAB. PELAT BETON BERTULANG YANG DIPERKUAT DENGAN

OVERLAY BETON

Wayan Suasira

1, Made Sukrawa

2 dan Ketut Sudarsana

2

1 Mahasiswa Bidang Struktur, Program Magister Teknik Sipil, UNUD

Email: [email protected] 2 Dosen Bidang Struktur, Program Magister Teknik Sipil, UNUD

ABSTRAK

Penelitian tentang perkuatan pelat jembatan menggunakan overlay beton telah dilaksanakan dengan

membuat dan menguji 15 benda uji dalam skala 1:3 berupa pelat beton bertulang ukuran 800 x 333

x 63 mm, sebagai representasi dari 1 m lebar pelat jembatan dengan panjang bentang 2400 mm dan

tebal 200 mm. Tiga buah pelat digunakan sebagai kontrol (PK), sedangkan 12 pelat lainnya

diperkuat dengan overlay setebal 23 mm dengan 4 perlakuan yang berbeda. Sebelum diperkuat

semua pelat diberikan beban awal sampai terjadi retak pertama sebagai simulasi dari pelat yang

rusak. Lekatan beton lama dan overlay ditingkatkan dengan bahan perekat, bersama dengan

pembuatan tekstur dan pemasangan baut. Pelat dengan tekstur sedalam 13 mm dilakukan pada 6

benda uji dimana 3 pelat diperkuat pada daerah tekan (PTTk), sedangkan 3 pelat lainnya diperkuat

pada daerah tarik (PTTr). Enam (6) pelat dengan tekstur dangkal diberi penghubung geser berupa

baut Ø 5 mm, masing-masing 3 pelat dengan perkuatan pada daerah tekan (PBTk) dan pada daerah

tarik (PBTr). Pembebanan diberikan bertahap dengan kecepatan 5-6 kN/menit dimana lendutan,

lebar dan tinggi retak yang terjadi diamati seiring dengan meningkatnya beban sampai pelat runtuh.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa perkuatan overlay beton mampu meningkatkan beban ultimit

pelat sekurang-kurangnya 52 % (PBTk dan PTTk). Kekuatan pelat PTTr meningkat 54,7%, dengan

peningkatan maksimum terjadi pada PBTr (57,3%). Kapasitas beban retak pertama meningkat 77.8

% terjadi pada pelat PTTr dan PTTk serta 66,7% terjadi pada pelat PBTk dan PBTr. Pelat PTTr

mampu mengurangi tinggi retak paling besar yakni 24,1%. dari pelat kontrol (PK), sedangkan pelat

PTTk, PBTr dan PBTk masing-masing sebesar 22,9%, 17,1% dan 11,3%. Dari hasil pengujian ini

disimpulkan bahwa pemakaian baut pada tekstur dangkal menghasilkan beban ultimit yang lebih

besar dari pelat yang ditekstur dalam dan pelat yang ditektur dalam menghasilkan beban retak

pertama yang lebih besar dari pelat dengan bout yang ditekstur dangkal.

Kata kunci : Perkuatan, Overlay beton, Pelat jembatan, Beton bertulang.

1. PENDAHULUAN

Kerusakan pada jembatan sering terjadi pada pelat lantai kendaraan seperti terjadinya keretakan akibat lentur dan

geser yang pada akhirnya berkembang membentuk lubang. Disamping menimbulkan ketidaknyamanan bagi

pengguna jalan, kerusakan pelat ini bahkan sering menjadi penyebab kecelakaaan. Dari sekitar 32.000 buah

jembatan pada Jalan Nasional dan Jalan Propinsi di Indonesia, sebanyak 3.000 buah diantaranya berupa jembatan

rangka batang baja dimana 50% dari lantai kendaraannya mengalami kerusakan (Hidayat, 2003). Ciri utama dari

pelat jembatan rangka yang mengalami kerusakan ini adalah digunakannya pelat beton dengan dek baja (corrugated

steel deck, CSD).

Kerusakan ini dapat dimengerti sampai ditemukannya teori aksi pelengkungan yang kompleks pada pelat jembatan

yang dibebani roda kendaraan (Sukrawa, 2000). Menurut terori ini, moda keruntuhan pelat adalah geser dua arah,

bukan lentur. Oleh karena itu, dibutuhkan ketebalan pelat yang lebih besar. Sebagai perbandingan, peraturan

perencanaan jembatan, AASHTO mensyaratkan ketebalan pelat minimum 175 mm (Barker and Puckett, 1997).

Penanganan kerusakan pelat dapat berupa penggantian atau perkuatan. Dengan pertimbangan efisiensi maka

alternatif perkuatan akan lebih menguntungkan. Perkuatan dapat dilakukan dengan penambahan balok pendukung

atau penambahan ketebalan pelat. Dalam penelitian ini diusulkan penggunaan beton sebagai perkuatan pelat dimana

selama ini digunakan overlay aspal, grouting atau perkuatan steel plate bonding.

Umumnya daya layan suatu jembatan dapat berkurang akibat beberapa hal seperti peningkatan beban lalu lintas,

perubahan fungsi jalan, serta bertambahnya usia jembatan. Banyak kegagalan pelat lantai jembatan khususnya

pelat lantai jembatan rangka batang yang menggunakan metal deck dimana tebal pelat yang digunakan kurang

memadai dalam memikul beban. Sebagai contoh jembatan Tukad Bindu dijalan Gatot Subroto Timur serta jembatan

Tukad Yeh Empas di Kediri Tabanan dimana jembatan tersebut sudah mengalami retak (Retak garis, retak miring

Wayan Suasira, Made Sukrawa dan Ketut Sudarsana

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 340

dan retak horisontal), bahkan sampai berlubang pada bagian pelat lantai jembatan. Permasalahan yang akan dikaji

pada penelitian ini meliputi perilaku lentur pelat beton bertulang yang diperkuat dengan overlay beton pada daerah

tekan (top overlay) dan daerah tarik (bottom overlay) dengan menggunakan shear conector berupa tekstur random

dengan kedalaman tekstur ± 13 mm yang dilapisi addibond dan shear conector berupa baut.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya peningkatan kekuatan dan kekakuan pelat beton

bertulang yang diperkuat dengan overlay beton pada daerah tekan (top overlay) dan daerah tarik (bottom overlay)

dengan menggunakan shear conector berupa tekstur random dengan kedalaman tekstur ± 13 mm yang dilapisi

addibond dan shear conector berupa baut.

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui overlay beton bisa digunakan sebagai metode perkuatan

pelat lantai kendaraan sehingga dapat diterapkan secara langsung di lapangan pada pelat lantai yang mengalami

keretakan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa metode perkuatan elemen struktur jembatan diantaranya perkuatan dengan memperbesar penampang,

pendistribusian beban dengan balok diafragma, penambahan elemen struktur, prategang eksternal (PE), steel plate

bonding dan lembaran fiber reinforced polymer (CFRP). Komite ACI 345 (1991) menyatakan bahwa terdapat

overlay (a) Tipe I, overlay tipis (overlay tipis, beton dengan modifikasi polimer) atau overlay (PMC), (b) Tipe II,

overlay dengan dasar beton (beton dengan semen portland atau overlay PCC); dan (c) Tipe III, overlay dengan

sistem kombinasi (beton aspal diatas membran).

Penelitian Mengenai Perkuatan Pelat dengan Overlay Beton Bertulang

Choi et al. (1999) meneliti tentang perkuatan pelat beton bertulang menggunakan overlay beton dengan lekatan

(Bonding Concrete Overlay-BCO) dengan menguji delapan pelat beton dengan ukuran panjang 4000 mm, lebar

1400 mm dan tebal 200 mm. Kekuatan dan mekanisme transfer geser antara beton lama dan baru yang dihubungkan

dengan penghubung geser dari paku diamati dan diukur. Permukaan beton lama dikasarkan, dan paku-paku mutu

tinggi (panjang 120 mm dan diameter 10 mm), ditancapkan pada lubang dengan diameter yang lebih kecil, dengan

bantuan bubuk yang bereaksi akibat takanan dan panas tinggi sehingga menghasilkan efek lekatan yang kuat.

Pemasangan paku ini lebih cepat daripada pemasangan batangan dowel dengan lem epoxy. Metode ini sering

diaplikasikan pada interface antara beton lama dan baru dalam perkuatan kolom yang dibungkus dengan beton

bertulang.

Pengujian yang dilakukan terdiri dari tes pullout dan tes pushoff paku. Kekuatan pullout paku diteliti untuk kuat

tekan beton yang berbeda-beda, sedangkan kekuatan pushoff diuji dengan mengamati gaya geser antar permukaan

(interface). Mekanisme transfer geser pada spesimen tanpa dan dengan paku diamati dengan variasi kekuatan beton,

kekasaran interface, interface dengan dan tanpa lekatan, dan pengaruh retak awal. Pada tes pullout diperoleh

kekuatan paku sebesar 36.4 kN dan 44.1 kN untuk beton normal (f’c = 28 Mpa) dan mutu tinggi (f’c = 51 Mpa).

Hasil tes pushoff menunjukkan bahwa paku sangat efektif dalam meningkatkan kekuatan geser interface. Percobaan

overlay dengan dua paku dimana luas bidang kontak 465 cm2 (rasio tulangan geser interface sebesar 0.38%)

memiliki kekuatan interface 10% hingga 16 % lebih besar daripada kekuatan spesimen tanpa paku.

Lemieux et al (2005) mengembangkan teknik lain dalam perbaikan pelat jembatan dengan overlay beton terikat.

Sembilan pelat beton bertulang dengan ukuran 3300 x 1000 x 200 mm diteliti dengan pembebanan berulang hingga

500.000 siklus. Empat panel pelat di hidrodemolisi hingga kedalaman 20 mm untuk mensimulasi kerusakan yang

dangkal/ringan dan empat panel pelat di hidrodemolisi hingga kedalaman 95 mm untuk mensimulasikan kerusakan

dalam/berat. Respon panel pelat ini diuji dengan peningkatan siklus beban, dan perilaku kekakuan pelat dibarengi

dengan perkembangan retak lentur dan delaminasi antar lapisan. Untuk overlay pada daerah tekan, resiko delaminasi

antar lapisan rendah sedangkan overlay pada daerah tarik mengalami tegangan normal pada interface yang

menghasilkan delaminasi antar lapisan pada beban berulang. Kemudian intensitas dari kerusakan ini bergantung

pada konfigurasi overlay (jenis beton, ketebalan overlay dan adanya tulangan dalam overlay).

3. METODE PENELITIAN

Pengujian pembebanan pelat, uji kekuatan tekan beton, dan uji bahan-bahan campuran beton dilaksanakan di

Laboratorium Bahan dan Struktur, Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Sedangkan

pengujian kekuatan tarik baja tulangan dilakukan di Laboratorium Metalurgi milik Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Teknik, Universitas Uadayana. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah: Semen Portland type I merek Gresik

,Agregat Halus Pasir yang didatangkan dari Benoa,Agregat Kasar Batu pecah (Splite 1-2) Benoa, Baja Tulangan

dengan mutu fy = 358.36 Mpa.

Pengujian Lab. Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Overlay Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 341

Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan skala panjang untuk merencanakan struktur model sesuai dengan

prototipenya. Untuk menyesuaikan dengan kondisi alat uji di laboratorium, maka dipilih faktor skala panjang SL,

sebesar 3 (Tiga).

Tabel 1. Sifat-sifat pelat lantai prototipe dan struktur model

Komponen Prototipe Prototipe

terskala 1/3

Model Rasio

1 2 3 4 (3/4)

Panjang pelat (mm) 2400 800 800 1

Lebar pelat (mm) 1000 333.333 333 1

Tebal pelat (mm) 190 63.333 63 1.005

Tebal overlay (mm) 70 23.333 23 1.015

Tulangan bawah melintang

Luas ( mm2)

D16-355

566.372

62.930

5 - D 4.0

62.832 1.002

Tulangan atas melintang Luas (

mm2)

D16-560

359.039

39.893

3 - D 4.0

37.699 1.058

Tulangan bawah memanjang

Luas ( mm2)

D16-355

566.372

62.930

5 - D 4.0

62.832 1.002

Tulangan atas

memanjang Luas ( mm2)

D16-560

359.039

39.893

3 - D 4.0

37.699 1.058

Pada penelitian ini digunakan 5 (Lima) jenis perlaakuan, dimana masing-masing terdiri dari 3 (Tiga) buah benda uji

Tabel 2. Variasi perlakuan

Jumlah Variasi perlakuan Kode

3 Pelat Kontrol t = 63 mm PK1

PK2

PK3

3 Pelat ditekstur random dengan ketebalan tekstur ± 13 mm dilapisi

addibond dengan overlay didaerah tekan (Top overlay)

PTTk1

PTTk2

PTTk3

3 Pelat ditekstur random dengan ketebalan tekstur ± 13 mm dilapisi

addibond dengan overlay didaerah tarik (Bottom overlay)

PTTr1

PTTr2

PTTr3

3 Pelat dengan penahan geser berupa baut dengan overlay berada didaerah

tekan (Top overlay)

PBTk1

PBTk2

PBTk3

3 Pelat dengan penahan geser berupa baut dengan overlay berada didaerah

tarik (Bottom overlay)

PBTr1

PBTr2

PBTr3

Lendutan eksperimental pelat diukur dengan dial gauge dan dicatat untuk setiap level pembebanan sebesar 1 kN.

Skema pengujian lentur pelat dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Alat ukur dial gauge dipasang di tengah bentang

pelat komposit overlay untuk mengukur besarnya lendutan maksimum yang terjadi.

Gambar 1. Setting pengujian lentur pelat Gambar 2. Alat uji lentur

Wayan Suasira, Made Sukrawa dan Ketut Sudarsana

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 342

Sebelum pelat dengan overlay beton dibuat, terlebih dahulu dilakukan proses pengujian pada bahan-bahan

pembentuknya, seperti bahan-bahan penyusun beton, baja tulangan, dan baut. Sifat-sifat dan karakteristik bahan

perlu diketahui untuk dapat digunakan dalam menganalisis perilaku lentur pelat dengan overlay beton. Selain itu

dilakukan uji tarik terhadap baja tulangan dan baut shear conector, serta uji kuat tekan pada silinder beton.

Pengujian kuat tekan beton pelat dilakukan pada 10 buah silinder beton yang dilakukan pada saat silinder berumur

28 hari didapatkan kuat tekan beton rata-rata 25.554 Mpa. Pengujian kuat tekan beton overlay dilakukan pada 16

buah silinder beton yang dilakukan pada saat silinder berumur 28 hari didapatkan kuat tekan beton rata-rata 35.941

Mpa.

Pengujian tarik pada baja tulangan dilakukan di Laboratorium Metalurgi milik Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Teknik, Universitas Uadayana. Dalam penelitian ini digunakan 5 jenis baja tulangan dengan diameter yaitu 4,0 mm

yang masing-masing memiliki tegangan leleh rata-rata (fy) rata-rata sebesar 358.36 Mpa. Pengujian tarik pada baut

yang dipakai sebagai shear conector, dilakukan di Laboratorium Metalurgi milik Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Teknik, Universitas Udayana. Dalam penelitian ini digunakan 5 jenis Benda uji baut diameter 8 mm dengan luasan

38,485 mm2. Dari hasil uji tarik diketahui bahwa baut memiliki tegangan leleh (fy) rata-rata sebesar 166,276 MPa.

Untuk membuat pelat dalam kondisi retak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terlebih dahulu pelat dibebani

dengan beban retak (Pcr) pada mesin uji lentur sehingga mencapai retak awal. Retak awal dicapai pada beban retak

(Pcr) rata-rata = 6.333 N, secara teoritis pelat mengalami retak awal ketika beban mencapai level 6.031 N dengan

lendutan yang terjadi rata-rata (δ) = 0,719 mm. Retak awal ini di cek lebar retak dengan alat crack detector, dimana

lebar retak rata-rata = 0,02 mm dan digambar pola retaknya (Gambar 3).

Gambar 3. (a) Pengujian awal samapai retak dengan mesin uji lentur, (b) Pola retak

Pelat diperkuat dengan cara overlay beton. Untuk menyatukan pelat beton lama dengan overlay beton dilakukan

dengan cara yaitu beton lama ditekstur /dikasarkan terlebih dahulu menggunakan gerinda dengan kedalaman tekstur

sampai tulangan kelihatan / setebal beton deking baik didaerah tarik (bottom) maupun didaerah tekan ( top) dan

dengan memasang baut sebagai penghubung geser dengan diameter 5 mm sebanyak 4 buah yang disebar merata

serta beton dikasarkan tipis dengan gerinda baik pada bagian tarik (bottom) maupun pada bagian tekan (top). Baut

dimasukan kebeton dengan mengebor beton dan diisi lem epoxy avian. Lem terdiri dari dua jenis yang berbeda yaitu

epoxy resin dan harderner, yang harus dicampur terlebih dahulu dengan perbandingan tertentu dan diaduk agar

campurannya merata. Lem akan mulai mengeras beberapa jam setelah proses baut ditancapkan. Untuk

menghilangkan debu dan beton retak yang masih pada waktu tekstur, beton disemprotkan dengan air yang

bertekanan tinggi di tempat cuci mobil (Gambar 4).

Gambar 4. (a)Tekstur dalam (b) Baut dilekatkan dengan Lem Epoxy

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian kuat lentur pelat beton bertulang ini dilakukan dengan mengerjakan dua buah beban terpusat dengan jarak

sepertiga bentang dari tumpuan balok. Menurut SNI-03-4154-1996, kecepatan beban yang dikerjakan dilakukan

Pengujian Lab. Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Overlay Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 343

Secara kontinyu tanpa menimbulkan efek kejut yaitu tidak lebih cepat dari 6 kN per menit, dalam hal ini kecepatan

beban yang digunakan yaitu 5 sampai 6 kN permenit. Peningkatan beban dilakukan secara bertahap yaitu 1 kN

sampai pelat mengalami keruntuhan yang ditandai dengan penurunan beban yang mampu diterima oleh pelat yang

disertai dengan terbentuknya retak sepanjang tinggi pelat hingga tercapainya beban ultimit. Adapun data yang

diambil adalah beban retak pertama ( Pcr), beban leleh (Py), beban maksimum (Pult), lendutan (δ) dan pola

keruntuhan.

4.1 Hubungan beban dan lendutan Pelat Kontrol (PK)

Hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masing masing pelat masih berupa garis lurus yang

memperlihatkan prilaku elastis. Sejalan dengan peningkatan beban hubungan beban dan lendutan menjadi lebih

landai daripada sebelumnya, kondisi ini disebabkan terbentuknya retak-retak vertikal pertama ditengah bentang

pada pelat.

Untuk pelat kontrol retak pertama terjadi rata-rata pada pembebanan (Pcr) = 5.625 N dengan lendutan 0,832 mm

dimana secara analitis beban retak (Pcr) = 6.031 N, terjadi perbedaan sebesar 6,73% dari analitis, beban leleh yang

dicapai adalah sebesar (Py) = 9.375 N dimana secara analitis beban lelehnya (Py) = 9.068N dengan lendutan sebesar

3.475 mm, terjadi perbedaan sebesar 3% dari analitis dan beban ultimit yang dicapai adalah sebesar (P ult) =

11.718N dimana secara analitis beban ultimitnya (P ult) = 9.479 N dengan lendutan maksimum sebesar (δ) = 7,830

mm, terjadi perbedaan sebesar 19,11% dari analitis (Gambar 5).

4.2 Hubungan beban dan lendutan pelat ditekstur dengan overlay didaerah tekan (PTTk)

Untuk pelat ditekstur dengan overlay didaerah tekan, retak pertama terjadi rata-rata pada pembebanan (Pcr) =

10.000N dengan lendutan 1,018 mm dimana secara analitis beban kritisnya (Pcr) = 11.340 N. Pelat PTTk beban

retak pertama perbedaannya sebesar 11,82 % dari analitis. Pada pelat PTTk terjadi peningkatan kemampuan

memikul beban retak sebesar 77,78 % dari pelat kontrol tanpa overlay (PK). Beban leleh yang dicapai oleh pelat

PTTk adalah sebesar (Py) = 14.375 N dimana terjadi peningkatan kemampuan memikul beban leleh sebesar 53.33

% dari pelat kontrol. Secara analitis beban leleh yang mampu dipikul (Py) sebesar 14.960 N, terjadi perbedaan

sebesar 4 %. Beban ultimit yang dicapai oleh pelat PTTk adalah sebesar (P ult) = 17.812 N dimana terjadi

peningkatan kemampuan memikul beban ultimit sebesar 52 % dari pelat kontrol tanpa overlay (PK) dengan lendutan

maksimum sebesar (δ) = 6.09 mm. Secara analitis beban ultimit yang mampu dipikul (P ult) = 16.120 N, terjadi

perbedaan sebesar 10,3%.

Gambar 5. Grafik Hubungan beban dengan lendutan pelat kontrol (PK) dan PTTk

4.3 Hubungan beban dan lendutan Pelat ditekstur dengan overlay didaerah tarik (PTTr)

Hubungan antara beban dengan lendutan dibawah beban yang terjadi pada pelat dengan tekstur didaerah tarik

(bottom overlay) ditampilkan pada gambar 6. Untuk pelat dengan tekstur didaerah tarik (PTTr) retak pertama terjadi

rata-rata pada pembebanan (Pcr) = 10.000 N dengan lendutan 1,535 mm dimana terjadi peningkatan kemampuan

Wayan Suasira, Made Sukrawa dan Ketut Sudarsana

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 344

memikul beban retak sebesar 77,78 % dari pelat kontrol tanpa overlay (PK), beban leleh yang dicapai adalah sebesar

11.875 N dimana terjadi peningkatan kemampuan sebesar 26.67 % dari pelat kontrol dan beban ultimit yang dicapai

adalah sebesar (P ult) = 18.125 N dimana terjadi peningkatan kemampuan memikul beban ultimit sebesar 54,67 %

dari pelat

Kontrol tanpa overlay (PK) dengan lendutan maksimum sebesar (δ) = 7.618 mm. Pelat PTTr beban retak pertama

perbedaannya sebesar 11,82 % dari analitis, dan beban ultimit perbedaanya 10,62% dari analitis

4.4 Hubungan beban dan lendutan dengan shearconector baut overlay didaerah tekan (PBTk)

Untuk pelat dengan shear conector baut didaerah tekan, retak pertama terjadi pada pembebanan (Pcr) = 9.375 N

dengan lendutan 1,403 mm dimana terjadi peningkatan kemampuan memikul beban retak sebesar 66,67% dari pelat

kontrol tanpa overlay, beban leleh yang dicapai adalah sebesar 13.750 N, dimana terjadi peningkatan kemampuan

beban leleh sebesar 46,67% dari pelat kontrol dan beban ultimit yang dicapai adalah sebesar (P ult) = 17.812 N

dimana terjadi peningkatan kemampuan memikul beban ultimit sebesar 52% dari pelat kontrol tanpa overlay dengan

lendutan maksimum sebesar (δ) = 7.372 mm. Pelat PBTk beban retak pertama perbedaannya sebesar 17,33% dari

analitis, beban leleh perbedaannya sebesar 8,09 % dari analitis dan beban ultimit perbedaanya 10,3% dari analitis

(Gambar 6).

Gambar 6. Grafik hubungan beban dengan lendutan PTTr dan PBTk

4.5 Hubungan beban dan lendutan Pelat dengan shearconector baut overlay didaerah tarik (PBTr)

Hubungan antara beban dengan lendutan dibawah beban yang terjadi pada pelat dengan shear conector baut dimana

overlay didaerah tarik ditampilkan pada gambar 7. Untuk pelat dengan shear conector baut dimana overlay didaerah

tarik, retak pertama terjadi rata-rata pada pembebanan (Pcr) = 9.375 N dengan lendutan 1,193 mm dimana terjadi

peningkatan kemampuan memikul beban retak sebesar 66,67 % dari pelat kontrol tanpa overlay, beban leleh yang

dicapai adalah sebesar 12.500 N dimana terjadi kemampuan memikul beban leleh sebesar 33,33% dari pelat kontrol

dan beban ultimit yang dicapai adalah sebesar (P ult) = 18.437 N dimana terjadi peningkatan kemampuan memikul

beban ultimit sebesar 57,333% dari pelat kontrol tanpa overlay dengan lendutan maksimum sebesar (δ) = 7.545 mm.

Pelat PBTr beban retak pertama perbedaannya sebesar 17,33% dari analitis, beban leleh perbedaannya sebesar

5,26% dari analitis dan beban ultimit perbedaanya 12,53% dari analitis.

4.6 Perbandingan Grafik Hubungan beban dan lendutan Pelat PK, PTT, PTB, PBT & PBB

Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah tarik (PTTr) memiliki kemampuan memikul beban ultimit (P ult)

lebih besar 1,75 %, kemampuan memikul beban leleh (Py) lebih besar 21,05% dan lendutan (δ) yang lebih besar

25,09 % dari pelat ditekstur random dengan overlay didaerah tekan ( PTTk). Pelat dengan penahan geser berupa

baut dimana overlay didaerah tarik (PBTr) memiliki kemampuan memikul beban ultimit (P ult) lebih besar 3,51%,

kemampuan memikul beban leleh (Py) lebih besar 10% dan lendutan (δ) yang lebih besar 2.35 % dari pelat dengan

penahan geser berupa baut dimana overlay didaerah tekan (PBTk).

Pengujian Lab. Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Overlay Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 345

Pada kondisi retak pertama kemampuan memikul beban retak (Pcr), Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah

tarik (PTTr) sama dengan pelat ditekstur random dengan overlay didaerah tekan ( PTTr) yaitu sebesar 10.000 N

dengan lendutan yang terjadi lebih besar 50,79 % dan kemampuan memikul beban retak (Pcr), Pelat dengan penahan

geser berupa baut dimana overlay didaerah tarik (PBTr) sama dengan pelat dengan penahan geser berupa baut

dimana overlay didaerah tekan (PBTk) yaitu sebesar 9.375 N dengan lendutan yang terjadi lebih kecil 17.6%

(Gambar 7).

Gambar 7. Grafik hubungan beban dan lendutan pelat PBTr dan Gabungan

4.7 Tinggi dan Lebar Retak

Retak pada pelat beton saat siklus pembebanan pertama, muncul pertama kali pada daerah di sekitar bawah beban

yang kemudian diikuti oleh beberapa retak sejenis yang terjadi di daerah tengah bentang. Secara teoritis pelat

kontrol (PK) mengalami retak awal ketika beban mencapai level 6.031 N, ketika tegangan tarik pada serat tarik

terluar telah melampaui besarnya tegangan tarik beton. Dari pengamatan langsung pada benda uji, munculnya retak

pertama yang sangat halus ini mulai terdeteksi ketika beban yang bekerja telah melampaui 5.625 N. Pengamatan

retak dilakukan dengan menggunakan alat crack detector yang mempunyai keakuratan tinggi.

Tinggi retak pada saat beban retak adalah 4,2 cm atau sekitar 66,67 % dari tebal pelat kontrol dimana lebar retak

maksimum yang terjadi adalah 0,02 mm. Seiring dengan bertambahnya beban maka retak pertama akan terlihat

semakin jelas, diikuti dengan munculnya retak-retak halus disekitarnya. Ketika beban mencapai (Pult) sebesar

12.500N, retak tertinggi yang tercatat adalah 6 cm atau sekitar 95 % dari tebal pelat kontrol, dimana saat proses

loading tersebut, lebar retak maksimum yang terjadi adalah 0.3 mm. Lebar retak yang diukur adalah yang terlebar

dari sejumlah retak yang ada, dimana posisi lebar retak yang diamati adalah pada serat tarik terluar dan pada level

tulangan tarik terbawah. Jarak antar retak atau spasi retak berkisar antara 6,5 hingga 17,2 cm (Gambar 8).

Gambar 8. (a) Pola retak vertikal pase retak pertama (Pcr), (b) Tampak atas pola retak vertikal PTTr

Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah tarik (PTTr) memiliki tinggi retak rata-rata 6,1 cm atau sekitar

70,9% dari tebal pelat, dimana saat proses loading tersebut, lebar retak maksimum yang terjadi adalah 0.2 mm. Pelat

ditekstur random dimana overlay didaerah tekan (PTTk) memiliki tinggi retak rata-rata 6,2 cm atau sekitar 72,1 %

Wayan Suasira, Made Sukrawa dan Ketut Sudarsana

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 346

dari tebal pelat, dimana saat proses loading tersebut, lebar retak maksimum yang terjadi adalah 0.25 mm. Pelat

dengan penahan geser berupa baut dimana overlay didaerah tarik (PBTr) memiliki tinggi retak rata-rata 6,7 cm atau

sekitar 77,9 % dari tebal pelat, dimana saat proses loading tersebut, lebar retak maksimum adalah 0.233 mm. Pelat

dengan penahan geser berupa baut dimana overlay didaerah tekan (PBTk) memiliki tinggi retak rata-rata 7,2 cm

atau sekitar 83,7 % dari tebal pelat, dimana saat proses loading tersebut, lebar retak maksimum adalah 0.267 mm.

Dengan adanya overlay didaerah tarik dimana pelat ditekstur (PTTr) mampu mengurangi tinggi retak sebesar

sebesar 24,1 % dari pelat kontrol (PK) sedangkan overlay didaerah tekan dimana pelat ditekstur (PTTk) mampu

mengurangi tinggi retak sebesar sebesar 22,9 % dari pelat kontrol (PK). Dengan adanya overlay didaerah tarik

dimana pelat dengan penahan geser berupa baut (PBTr) mampu mengurangi tinggi retak sebesar sebesar 17,1% dari

pelat kontrol (PK) sedangkan overlay pada bagian atas dimana pelat dengan penahan geser berupa baut (PBTk)

mampu mengurangi tinggi retak sebesar sebesar 11,3 % dari pelat kontrol (PK).

5. PENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelat dengan shear conector baut dimana overlay didaerah tarik (PBTr) mampu meningkatkan kapasitas beban

ultimit (Pult) sebesar 57,33 %, kapasitas beban leleh sebesar 33,33% dan kapasitas beban retak sebesar 66,67 %

dari pelat tanpa overlay (PK). Pelat dengan shear conector baut dimana overlay didaerah tekan (PBTk) mampu

meningkatkan kapasitas beban ultimit ( Pult) sebesar 52 %, kapasitas beban leleh sebesar 46,67% dan kapasitas

beban retak sebesar 66,67 % dari pelat tanpa overlay (PK).

2. Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah tarik (PTTr) mampu meningkatkan kapasitas beban ultimit

(Pult) sebesar 54,67 %, kapasitas beban leleh sebesar 26,67% dan kapasitas beban retak sebesar 77.78 % dari

pelat tanpa overlay (PK). Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah tekan (PTTk) mampu meningkatkan

kapasitas beban ultimit (Pult) sebesar 52 %, kapasitas beban leleh sebesar 53,33% dan kapasitas beban retak

sebesar 77.78 % dari pelat tanpa overlay (PK).

3. Pelat dengan penahan geser berupa baut dimana overlay didaerah tarik (PBTr) memiliki kemampuan memikul

beban ultimit (P ult) lebih besar 3,51 %, kemampuan memikul beban leleh (Py) lebih besar 10 % dan lendutan

(δ) yang lebih besar 2.35 % dari pelat dengan penahan geser berupa baut dimana overlay didaerah tekan (PBTk).

Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah tarik (PTTr) memiliki kemampuan memikul beban ultimit (P

ult) lebih besar 1,75 %, kemampuan memikul beban leleh (Py) lebih besar 21,05% dan lendutan (δ) yang lebih

besar 25,09 % dari pelat ditekstur random dengan overlay didaerah tekan ( PTTk).

4. Pelat dengan penahan geser berupa baut dimana overlay didaerah tarik (PBTr) mampu mengurangi tinggi retak

sebesar sebesar 17.09% dari pelat kontrol (PK) sedangkan pelat dengan penahan geser berupa baut dimana

overlay didaerah tekan (PBTk) mampu mengurangi tinggi retak sebesar sebesar 11.28 % dari pelat kontrol (PK).

Pelat ditekstur random dimana overlay didaerah tarik (PTTr) mampu mengurangi tinggi retak sebesar sebesar

24.07% dari pelat kontrol (PK) sedangkan pelat ditekstur random dengan overlay didaerah tekan (PTTk) mampu

mengurangi tinggi retak sebesar sebesar 22.91 % dari pelat kontrol (PK).

5. Arah bending memiliki efek yang penting untuk menciptakan kegagalan pada overlay/interface.

6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan instrumen pengukur regangan untuk mengetahui

regangan yang terjadi dan dengan pembebanan berulang (Cyclic loading) sebagai simulasi beban lalulintas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. Bridge Management System. Jakarta. Departemen

Pekerjaan Umum.

Barker, R.M. and Puckett, J.A. 1997. Design of Highway Bridges Based on AASHTO LRFD Design Specifications.

John Wiley & Sons, Inc.

Choi, D., Jirsa, J.O., and Fowler, D.W. 1999. Shear Transfer across Interface between New and Existing Concretes

Using Large Powder-Driven Nails. Technical Paper. ACI Structural Journal / March-April 1999. Title No.

96-S20.

Choi, D., Fowler, D.W., and Jirsa, J.O. 1999. Interface shear strength of concrete at early ages. ACI Structural

Journal / May-June 1999. Title No. 96-S37.

Gillium, A.J., Shahrooz, B.M., and Cole, J.R. 2001. Bond strength between sealed bridge decks and concrete

overlays. ACI Structural Journal/ November-December 2001. Title No. 98-S83.

Hidayat, L. 2003. Mengapa Lantai Jembatan Rangka Baja Cepat Rusak. Seminar Sehari Kerusakan Lantai

Jembatan dan Metode Perbaikan. Balitbang DPU.

Lemieux, M., Gagne, R., dan Lachemi, M. 2005. Behavior of overlaid reinforced concrete slab panels under cyclic

loading-effect of interface location and overlay thickness. ACI Structural Journal/ May-June 2005.Title

No.102-S46.

Pengujian Lab. Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Overlay Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 347

Mac Gregor, J.G. 1997. Reinforced Concrete: Mechanics and Design. Third Edition. New Jersey. Prentice-Hall Inc.

Sukrawa, M. 2004. Laporan Perencanaan Perkuatan Jembatan Tukad Yeh Empas di Tabanan dan Tukad Bindu di

Denpasar - Bali. Kerjasama Fakultas Teknik dengan Pemprov Bali (Dinas Pekerjaan Umum).

Sukrawa, M. 2000. Experimental Investigation of the bahavior of RC Deck Slab with Added Lateral Restraint.

Desertasi. Michigan State University, East Lansing-Michigan-USA.

Sabnis, G.M., Harris, H.G., White, R.N., and Mirza, M.S. 1983. Structural Modeling and Experimental Techniques.

New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Sabinis, G.M. 1979. Handbook of Composite Construction Engineering. Litton Educational Publishing, Inc.

Wayan Suasira, Made Sukrawa dan Ketut Sudarsana

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 348