Pengolahan TPA Bantar Gebang

5
TPA BANTAR GEBANG, MASALAH DAN SOLUSINYA Salah satu masalah lingkungan yang menarik untuk ditelaah adalah masalah lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. TPA di kecamatan Bantar Gebang merupakan salah satu TPA terbesar di Indonesia dengan rata-rata sampah 6.500 ton/ hari dari seluruh Jakarta. TPA seluas 108 hektar ini dimanfaatkan oleh Pemkot Jakarta dan Pemkot Bekasi. Jumlah yang sangat besar ini membawa beberapa kerugian dan masalah lingkungan, sebagaimana akan dijabarkan di beberapa poin di bawah ini. 1. Gas metana Sebagaimana diketahui bahwa sampah yang telat ditumpuk lebih dari 2 bulan akan menghasilkan gas Metana (CH4). Gas Metana memiliki beberapa dampak yang kurang baik terhadap lingkungan antara lain menyebabkan timbulnya bau, menimbulkan penyakit asphyxiant (kurangnya pasokan O2 dalam tubuh), dan bahkan mampu menyebabkan terjadinya global warming (Milich, 1999). Namun, di satu sisi gas Metana juga memiliki keuntungan yaitu bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif, yang akan dijabarkan lebih lanjut pada kolom solusi. 2. Timbunan sampah yang menggunung Timbunan sampah yang menggunung dari TPA bantar gebang ini menimbulkan masalah. Salah satunya menyebabkan meninggalnya beberapa pemulung akibat tertimbun longsoran sampah (http://www.beritasatu.com/megapolitan/48700-sampah-bantargebang-longsor-seorang- pemulung-tew as-tertimbun.html). 1TPA Bantar Gebang

description

Berikut ini adalah sedikit solusi dari kami tentang masalah pada TPA Bantar Gebang

Transcript of Pengolahan TPA Bantar Gebang

Page 1: Pengolahan TPA Bantar Gebang

TPA BANTAR GEBANG, MASALAH DAN SOLUSINYA

Salah satu masalah lingkungan yang

menarik untuk ditelaah adalah masalah

lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.

TPA di kecamatan Bantar Gebang merupakan

salah satu TPA terbesar di Indonesia dengan

rata-rata sampah 6.500 ton/ hari dari seluruh

Jakarta. TPA seluas 108 hektar ini

dimanfaatkan oleh Pemkot Jakarta dan Pemkot

Bekasi. Jumlah yang sangat besar ini membawa

beberapa kerugian dan masalah lingkungan,

sebagaimana akan dijabarkan di beberapa poin

di bawah ini.

1. Gas metana

Sebagaimana diketahui bahwa sampah yang telat ditumpuk lebih dari 2 bulan akan

menghasilkan gas Metana (CH4). Gas Metana memiliki beberapa dampak yang kurang baik

terhadap lingkungan antara lain menyebabkan timbulnya bau, menimbulkan penyakit asphyxiant

(kurangnya pasokan O2 dalam tubuh), dan bahkan mampu menyebabkan terjadinya global

warming (Milich, 1999). Namun, di satu sisi gas Metana juga memiliki keuntungan yaitu bisa

dimanfaatkan sebagai energi alternatif, yang akan dijabarkan lebih lanjut pada kolom solusi.

2. Timbunan sampah yang menggunung

Timbunan sampah yang menggunung dari TPA bantar gebang ini menimbulkan masalah.

Salah satunya menyebabkan meninggalnya beberapa pemulung akibat tertimbun longsoran

sampah (http://www.beritasatu.com/megapolitan/48700-sampah-bantargebang-longsor-seorang-

pemulung-tew as-tertimbun.html).

1TPA Bantar Gebang

Page 2: Pengolahan TPA Bantar Gebang

3. Air Lindi

Masalah lain dari sampah adalah

adanya air lindi. Air lindi adalah cairan

hasil dekomposisi yang keluar dari urugan

atau timbunan sampah yang bercampur

air hujan. Air ini berasal dari hasil

degradasi sampah. Air lindi umumnya

bersifat toksik karena mengandung

mikroorganisme dalam jumlah tinggi,

mengandung logam berat yang

berbahaya jika terpapar ke lingkungan,

dan lain-lain. Selain itu tingkat

kemampuan degradasi air lindi di alam

rendah, hal ini ditandai dengan

rendahnya nilai rasio BOD/COD

(Trihadiningrum, 1995).

Itulah beberapa masalah yang terdapat pada tumpukan sampah di TPA Bantar Gebang.

Masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut sebab masalah ini sungguh berdampak besar tidak

hanya bagi masyarakat sekitar daerah TPA. Namun juga pada dunia karena salah satu kerugian

dari tumpukan sampah yang menggunung adalah semakin banyaknya gas metana yang akan

terbuang ke atmosfer sebagaimana telah disebutkan di poin nomor 1. Maka dari itu elemen

pemerintahan dan beberapa elemen masyarakat memiliki solusi untuk mengatasi masalah-

masalah di atas. Di antaranya :

1. Membuat pembangkit listrik dari gas metana

Seperti yang telah disebutkan di tulisan di atas, metana merupakan zat yang berbahaya bila

dibiarkan tetapi bisa bermanfaat bila diolah dengan baik. Salah satu metode pengolahan adalah

menjadikannya sumber energi. Sampah yang tersedia ditimbun dengan tanah. Kemudian,

ditutup dengan terpal tebal berbahan plastik. Di salah satu tempat pembuangan sampah di

Malang, Jawa Timur, proses penimbunan sampah mempertimbangkan aspek estetika dan

landscaping karena ditanami rumput. Penataan seperti ini juga mampu mengurangi lalat.

Langkah berikutnya, sampah yang ditutup itu diberi pipa-pipa vertikal. Pipa tersebut berguna

menangkap gas metan. Biasanya, sampah yang telah ditimbun selama minimal dua bulan

mampu menghasilkan gas metan. Di Bantar Gebang, sampah yang tertutupi terpal plastik berusia

sekitar 27 tahun. Penutupan juga berfungsi mengurangi bau metan yang menyengat .

Gas metan yang muncul disedot dengan menggunakan alat bernama suction blower. Gas ini

dikumpulkan untuk menghidupkan dan menggerakkan generator di power house. Listrik yang

2Gambar Air lindi

Page 3: Pengolahan TPA Bantar Gebang

dihasilkan bisa menghasilkan rupiah. Sebab, Perusahaan Listrik Negara (PLN) membelinya.

Harganya dibanderol Rp 850 per kWh.

Menurut Direktur Utama PT Godang Tua Jaya, TPST Bantar Gebang mampu menghasilkan

sekitar 10 megawatt (MW) listrik untuk PLN tiap jam dari sekitar 2000 ton sampah. Jumlah itu

(2000 ton) sudah termasuk penggunaannya sebagai kompos dan lainnya. Ini adalah proyek

kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya dan PT NOEI (Navigat

Organic Energy Indonesia) yang telah dimulai sejak tahun 2009. Adapun 2000 ton lagi

digunakan untuk proyek kerjasama antara pertamina dan Solena yang juga bergerak di bidang

energi. (http://finance.detik.com/read/2013/03/01/170414/2183539/1034/di-bantar-gebang-akan-

dibangun-pembangkit-listrik-sampah-terbesar-dunia).

Solusi ini merupakan solusi yang cukup baik dan memang sudah saatnya diterapkan dan

dikembangankan. Seiring dengan adanya isu global tentang energi, dunia pun berlomba-lomba

mencari energi alternatif. Perlu ada koordinasi dan kerjasama yang terintegrasi antara daerah-

daerah yang memiliki TPST/TPA dengan pemerintah setempat agar pengelolaan energi bisa

berjalan dengan baik. Sebagaimana disebutkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana

persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga di pasal 29 ayat 1, disebutkan bahwa “Pengelolahan sampah sebagaimana dimaksud

dalam pasal 28 ayat (1) dilakukan oleh : a. Setiap orang pada sumbernya; b. Pengelola kawasan

permukiman, kawasan komersial, kawasan industry, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas

social dan fasilitas lainnya; dan c. pemerintah kabupaten/kota”. Dari peraturan ini telah jelas

bahwa kewajiban pengelolaan industri bukan hanya untuk pemerintah. Sehingga sekali lagi perlu

adanya integrasi antara masyarakat dan pemerintah agar sampah bisa diolah dengan baik menjadi

sumber energi dan mengurangi dampak negatifnya.

2. Membuat peraturan tentang pengolahan sampah yang baik

Setelah 25 tahun, akhirnya pemerintah memperbaharui Anggaran Rumah Tangga tentang

persampahan yang berdasarkan atas UU no.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dengan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang

penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga

dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

Pada pasal 28 ayat 1 poin d, disebutkan 4 metode pengolahan sampah, yaitu pemadatan,

pengomposan, daur ulang materi, dan mengubah sampah menjadi sumber energi. Kemudian

dalam pasal 50 ayat 1 juga terdapat solusi dari bahaya gas metan yang menyebabkan global

warming, yaitu “a. gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi di TPA tidak diperkenankan

dialirkan ke udara terbuka; dan b. menggunakan perpipaan gas vertikal dan/atau horizontal

yang berfungsi mengalirkan gas yang terkumpul untuk kemudian dibakar atau dimanfaatkan

sebagai sumber energi”. Peraturan ini sebenarnya telah mencegah lepasnya gas metan ke

atmosfer jika diterapkan dengan benar.

Page 4: Pengolahan TPA Bantar Gebang

Selain itu, dalam perundangan telah ada ancaman bagi pengelola yang sengaja atau lalai

dalam mengelola sampah, sebagaimana tertulis di UU no.18/2008 pasal 41 yang berbunyi.

”Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan

tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau

perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda

paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

3. Pendistribusian sampah secara lebih merata

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013

tentang penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah

tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa Pengelola

kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, fasilitas umum, fasilitas sosial dan

fasilitas lainnya dalam melakukan pengumpulan sampah wajib menyediakan TPS, TPS 3R dan

alat pengumpul untuk sampah terpilah. Dari TPS ini seharusnya sampah diolah dulu secara

maksimal. Bisa dengan mengolahnya menjadi gas metana yang kemudian dirubah menjadi

sumber energi, atau dengan mendaur ulang sendiri bahan-bahan yang bisa didaur ulang.

Sehingga volume sampah yang berakhir di TPA bisa berkurang.

4. Memperdalam kolam pengolahan air lindi

Dalam peraturan yang sama di pasal 49 ayat 2 terdapat beberapa faktor yang bisa mengurangi

kadar pencemaran air lindi. Yaitu proses operasional TPA, curah hujan, dimensi instalasi

pengolah lindi (IPL), waktu detensi, dan kedalaman kolam pengolahan. Pada kasus di TPA

bantar gebang, barangkali bisa dilakukan solusi untuk menambah kedalaman kolam pengolahan.

Selain itu solusi lain yang lebih konkret dan lebih mudah dikerjakan adalah proses penimbunan

sampah harus diberi alas karpet agar air lindi tidak mengganggu air tanah yang dipakai oleh

masyarakat.

Dari beberapa solusi tadi, yang terpenting adalah kemauan dan komitmen masyarakat

terutama pengelola TPA Bantar Gebang. Solusi-solusi yang ada tidak akan bermanfaat tanpa

adanya komitmen. Maka dari itu barangkali perlu adanya iming-iming keuntungan yang

menyebabkan perusahaan-perusahaan bersedia untuk mengelola TPA tersebut.

Referensi :

- http://finance.detik.com/read/2013/03/01/170414/2183539/1034/di-bantar-gebang-akan-

dibangun-pembangkit-listrik-sampah-terbesar-dunia.html

- http://www.ampl.or.id/digilib/read/66-mengolah-sampah-jadi-listrik /48011

- Milich, Lenard. 1999. “The role of methane in global warming: where might mitigation

strategies be focused”. Global Environmental Change 9 (1999) 179-201

Page 5: Pengolahan TPA Bantar Gebang

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang

penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah

tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga

- Undang-Undang Republik Indonesia no. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah

- http://www.thejakartapost.com/news/2013/05/29/new-by law-regulate-waste-

management-endorsed.html

- http://www.beritasatu.com/megapolitan/48700-sampah-bantargebang-longsor-seorang-

pemulung-tewas-tertimbun.html

- http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=213194

- Trihadiningrum, Y. 1995. Mikrobiologi Lingkungan. Surabaya: Jurusan Teknik

Lingkungan-ITS

Nama : Zuhroni Ali Fikri

NIM : 13011029