PENGGUNAAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PADA ANAK...

125
PENGGUNAAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PADA ANAK TUNARUNGU WICARA DI SD RUMAH PINTAR SALATIGA TAHUN 2019 SKRIPSI Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) OLEH: INDRI SULISTIANI NIM 43010150069 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2019

Transcript of PENGGUNAAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PADA ANAK...

  • PENGGUNAAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI

    PADA ANAK TUNARUNGU WICARA

    DI SD RUMAH PINTAR SALATIGA TAHUN 2019

    SKRIPSI

    Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan

    Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

    OLEH:

    INDRI SULISTIANI

    NIM 43010150069

    PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

    FAKULTAS DAKWAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    َمْه َصبََر َضفِرَ

    “Barang siapa yang bersabar, maka dia akan beruntung”

    “Janganlah berhenti bersabar, karena sabar adalah kunci rahasia”

    (Penulis)

    “Yang penting bukan di mana kita sekarang, tapi di mana kita ingin berada”

    (Merry Riana)

  • vii

    ABSTRAK

    Sulistiani, Indri. 2019. Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi Pada

    Anak Tunarungu Wicara Di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga Tahun

    2019. Skripsi, Salatiga: Program Studi Komunikasi dan Penyiaran

    Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    Pembimbing: Dra. Maryatin, M.Pd.

    Kata Kunci: Penggunaan, Puzzle, Media Komunikasi, Tunarungu Wicara.

    Kehadiran media saat ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat

    dalam melakukan kegiatan untuk menerima dan memahami isi pesan. Maka dari

    itu, dalam menyampaikan pesan komunikasi di Sekolah Dasar Yayasan Mutiara

    Rumah Pintar Salatiga menggunakan media puzzle sebagai proses komunikasi

    antara pendidik dengan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.

    Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui

    komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara, dan untuk

    mengetahui pemanfaatan media visua berupa puzzlel sebagai media komunikasi

    pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga.

    Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan

    deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif merupakan metode penelitian dengan

    cara melalui mengungkapkan dan mengambarkan fakta-fakta yang terjadi dari

    hasil penelitian. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer, data

    sekunder, metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan

    dokumentasi. Kemudian data dianalisis menggunakan reduksi data, penyajian data

    lalu ditarik kesimpulan. Penelitian ini menggunakan teori interaksi simbolik.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Komunikasi pada anak

    berkebutuhan khusus tunarungu wicara dan pendidik menggunakan media visual

    dengan sistem APE (Alat Permainan Edukasi), yaitu dalam bentuk gambar yang

    berupa puzzle. 2) Penggunaan puzzle sebagai media komunikasi dilakukan untuk

    menunjang keberhasilan anak dalam memahami atau menangkap pesan-pesan

    yang disampaikan oleh pendidik. Secara garis besar tidak ada hambatan dalam

    memanfaatkan media visual yang berupa puzzle sebagai media komunikasi pada

    anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara. Oleh karena itu, puzzle sangatlah

    penting bagi anak berkebutuhan khusus. Karena dapat membantu anak dalam

    memahami apa yang dilihat dan meningkatkan daya ingat anak dalam menerima

    isi pesan yang disampaikan oleh pendidik, sehingga proses komunikasi pada anak

    turarungu wicara yang memiliki keterbatasan tersebut dengan pendidik terjadi

    dengan baik.

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Karya kecil ini ku persembahkan untuk yang terkasih:

    1. Kedua orang tua, Ayahanda Bakri dan Ibunda Sriyatun yang sangat penulis

    cintai dan banggakan, yang tiada hentinya berusaha untuk mendidik dan

    membesarkan penulis dengan penuh kesabaran dan keihklasan tanpa kenal

    lelah serta selalu mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan kuliah

    sampai saat ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang lebih

    baik di dunia sampai akhirat.

    2. Adik-adikku tercinta, Muhammad Affandi Aditia dan Kasih Aprishila yang

    juga menjadi penyemangatku selama ini dan selalu mendoakan agar kakaknya

    ini cepet selesai kuliahnya dan dapat kumpul lagi setiap harinya. Semoga kita

    selalu senantiasa saling mendoakan dan mendukung satu sama lain.

    3. Keluarga pengganti di rumah ketika penulis di tinggal pergi orangtua yaitu

    Bapak Sutarjo dan Ibu Suciati yang selalu mengingatkan untuk segera

    menyelesaikan skripsi ini.

    4. Bapak Sutrisno yang membantu mengantarkan penulis untuk dapat kuliah di

    Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan memberi semangat untuk

    segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan-

    Nya.

    5. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah

    membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    6. Bripda Tomy Aditia teman keluh kesahku yang selalu menyemangati dan

    memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    7. Tri Septiana Wulandari teman yang seperti adik kandung yang menyemati

    penulis untuk segera menyelasaikan skripsi ini.

    8. Teman-teman SMA Pespa Horor Ocokocor yang selalu memotivasi dan

    membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Erlina Bela, Lusi Pratiwi,

    Joko, Eko, dan Frendy.

  • ix

    9. Teman-teman mondar-mandir yang selalu membantu penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini, Widi, Rita, Uut, Sufiyan, Uswa, Nanda F.

    10. Adik-adik angkatan yang menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi

    ini, Alita, Ayu, Nila, Nanda dan Dwi.

    11. Teman-teman seperjuangan PPL di Pemkot Yogyakarta, Viola, Nona, Bira,

    dan Retno.

    12. Teman-teman Angkatan tahun 2015 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

    khususnya KPI C 2015 Anis, Sumiyani, Rais, Mahbub, Nona, Viola, Rita,

    Wahyu Putri, Maftuchatul, Bira, Nanda yang telah berjuang bersama-sama

    menggapai cita-cita, terimakasih kepada kalian yang sudah menjadi teman

    yang baik untuk penulis selama ini.

    13. Untuk teman-teman KPI 2015 konsentrasi Public Relations.

    14. Jajaran Pemerintahan Kota Yogyakarta bagian Humas dan Protokol yang

    telah memberikan pengalaman dan pengetahuan selama kegiatan

    Pengembangan Profesi lapangan (PPL).

    15. Untuk keluarga Racana dan Brigsus yang telah memberikan banyak

    pembelajaran berharga.

    16. Teman-teman Komisariat Lafran Pane HMI Cabang Salatiga.

    17. Untuk keluarga kost yang telah memberikan ruang istirahat.

    18. Keluarga baru yang saya dapatkan ketika KKN 2019.

    19. Orang-orang yang selalu tanya kapan skripsi ini selesai dan kapan diwisuda.

  • x

    KATA PENGANTAR

    بسم هللا الر حمن الرحىم

    Dengan mengucapkan syukur, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir kepada

    Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat rahmat dan karunia-Nya sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI),

    shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW

    untuk kemenangan dunia dan akhirat, beserta keluarga sahabat dan para

    pengikutnya.

    Skripsi yang berjudul “Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi

    Pada Anak Tunarungu Wicara Di SD Rumah Pintar Salatiga Tahun 2019 ” dapat

    penulis selesaikan atas bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak

    baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan, motivasi dan

    bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah penulis untuk

    mengucapkan banyak terimakasih yang tiada terhingga kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin, M.Ag selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Dr. Mukti Ali, M. Hum selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.

    3. Ibu Dra. Maryatin, M. Pd. selaku Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran

    Islam, Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa membimbing saya

    dengan sangat baik, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang memberi

    motivasi dan pengarahan sampai selesainya penulisan skrispsi ini.

    4. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf IAIN Salatiga yang telah memberikan

    pendidikan, bimbingan, pengarahan dan pengetahuan serta dukungan dan

    motivasi yang begitu luar biasa.

    5. Bapak/Ibu staf akademik Fakultas Dakwah IAIN Salatiga, yang telah banyak

    membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

    6. Ketua Yayasan, Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, dan Guru-guru Sekolah

    Dasar Yayasan Mutiara Rumah Pintar Salatiga yang sudah mengizinkan,

  • xi

    membantu serta bersedia menjadi informan penulis dalam melakukan

    penelitian ini. Semoga kalian selalu diberikan kesehatan.

    7. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

    Besar harapan penulis semoga semua perbuatan baik dapat diterima dan

    diridhoi Allah SWT. Tak lupa selain itu, penulis selalu mengharapkan saran dan

    kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis

    menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan.

    Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi

    penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umunya. Āmīn Yā Robba al-

    ālamīn.

    Salatiga, 28 Agustus 2019

    Penulis,

    Indri Sulistiani

    43010-15-0069

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

    HALAMAN LOGO ............................................................................................. ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii

    PENGESAHAN .................................................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... v

    MOTTO ................................................................................................................ vi

    ABSTRAK ............................................................................................................ vii

    PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... x

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv

    DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6

    D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6

    E. Kerangka Berfikir ............................................................................ 7

    F. Penegasan Istilah .............................................................................. 9

    G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13

  • xiii

    BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA

    A. Kajian Pustaka ................................................................................. 15

    B. Landasan Teori ................................................................................ 19

    BAB III METODOLIGI PENELITIAN

    A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................................... 41

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 42

    C. Fokus Penelitian ............................................................................... 42

    D. Sumber Data .................................................................................... 43

    E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 43

    F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 45

    G. Teknik Validitas Data ...................................................................... 47

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 52

    B. Hasil Penelitian ................................................................................ 59

    C. Pembahasan

    1. Komunikasi Pada Anak Tunarungu Wicara .............................. 67

    2. Penggunaan Puzzle Sebagai Komunikasi Pada Anak Tunarungu

    Wicara ........................................................................................ 70

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 75

    B. Saran ................................................................................................ 75

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77

    LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 79

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Kerangka Berpikir................................................................................9

    Gambar 1.2 Komunikasi Bahasa Isyarat..................................................................35

    Gambar 1.3 Bahasa Isyarat Huruf............................................................................35

    Gambar 1.4 Bahasa Isyarat Angka...........................................................................36

    Gambar 1.5 Gerakan Ucapan Assalamu’alaikum....................................................37

    Gambar 1.6 Gerakan Ucapan Wassalamu’alaikum.................................................37

    Gambar 1.7 Gerakan Ucapan Hallo.........................................................................38

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Struktur Organisasi SD Khusus Rumah Pintar Salatiga........................ 55

    Tabel 1.2 Data Pendidi SD Khusus Rumah Pintar Salatiga .................................. 56

    Tabel 1.3 Data Peserta SD Khusus Rumah Pintar Salatiga .................................. 57

    Tabel 1.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga ................................................................................................. 58

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Seiring dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini telah

    mengalami kemajuan yang begitu pesatnya, beragam macam media

    komunikasi bersaing dalam memberikan informasi tanpa batas. Dunia kini

    telah dan sedang berubah serta bergulir dalam proses revolusi informasi dan

    komunikasi yang melahirkan peradaban baru sehingga mempermudah manusia

    untuk saling berhubungan, serta meningkatkan mobilitas sosial.

    Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk simbol

    atau kode dari satu pihak kepada pihak lain dengan efek untuk mengubah

    sikap, atau tindakan. Proses tersebut dilakukan oleh seorang komunikator

    sebagai penyampai pesan dan komunikan sebagai penerima pesan, melalui

    media tertentu (Hamidi, 2010: 6).

    Komunikasi memiliki tiga kerangka pemahaman yaitu komunikasi

    sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi

    sebagai transaksi. Dalam persepektif agama, peranan komunikasi sangat

    penting dalam menjalin sosialisasi antar sesama manusia dan manusiapun juga

    ditunt untuk pandai berbicara. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur`an suratar-

    Rahman ayat 1-4 yang berbunyi:

  • 2

    ْحَمُه ) (٤َعلََّمهُ اْلبَيَاَن ) (٣َخلََق اإلْوَساَن ) (٢َعلََّم اْلقُْرآَن ) (١الرَّ

    Artinya : (1) Tuhan yang Maha pemurah (2)yang telah

    mengajarkan Al Quran (3) Dia menciptakan manusia (4)

    mengajarnya panda iberbicara.

    Alat bantu komunikasi merupakan alat-alat yang digunakan untuk

    meyampaikan materi. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena

    berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses komunikasi

    pengajaran. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan

    yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera.

    Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu, maka

    semakin banyak dan semakin jelas pula pengetahuan yang diperoleh. Dengan

    kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengarahkan indera sebanyak

    mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi atau

    pemahaman (Sumiharsono, 2018: 1).

    Alat peraga banyak dipilih dan sangat diperlukan untuk digunakan

    dalam proses komunikasi karena untuk menunjukkan secara detail apa yang

    telah dikomunikasikan. Tanpa menggunakan alat peraga maka komunikasi

    yang disampaikan pada anak kurang dapat diterima dengan baik. Alat peraga

    sebagai instrumen audio maupun visual yang digunakan untuk membantu

    proses pembelajaran menjadi menarik, membangkitkan minat anak dalam

    mendalami suatu materi, dan mendapatkan gambaran yang lebih nyata dan

    lebih lengkap (Faizal, 2010).

    Kehadiran media saat ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat

    dalam melakukan kegiatan komunikasi untuk menerima dan memahami pesan.

  • 3

    Media komunikasi yang dimaksud seperti media lisan,tulisan, visual, dan audio

    visual. Media komunikasi harus menyesuaikan dengan sistuasi dan kondisi,

    seperti latar belakang sosial, kultural, pendidikan, ekonomi, psikologis, dan

    sebagainya. Dengan media yang tepat dan sesuai, komunikasi akan menjadi

    lebih efektif dan efisien bagi anak yang berkebutuhan khusus anak tunarungu

    wicara.

    Anak dengan gangguan tunarungu adalah anak yang kehilangan

    seluruhatau sebagain daya pendengarannya sehingga mengalami ganggunan

    berkomunikasi secara verbal. Meskipun mereka telah diberikan pertolongan

    dengan alat bantu dengar, terapi mereka masih tetap memerlukan layanan

    pendidikan khusus (Cahaya, 2013: 11).

    Tunawicara adalah suatu hambatan di dalam komunikasi verbal berupa

    gangguan atau kerusakan suara, artikulasi bicara dan kelancaran berbicara.

    Penyebab tunawicara antara lain: faktor genetik, keracunan makanan, tekanan

    darah tinggi, dan penyakit tetanus yang menyerang bayi saat lahir (Fauziah,

    2012).

    Anak tunarungu wicara memiliki keterbatasan dalam berbicara dan

    penglihatan atau komunikasi verbal, oleh karena itu anak tunarungu wicara

    hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa isyarat, gerak-garik, sikap, ekspresi

    muka, atau yang disebut dengan komunikasi nonverbal dan alat bantu

    mendengar (hearing aids) sehingga mereka memiliki hambatan dan kesulitan

    dalam berkomunikasi dan menyampaikan apa yang ingin mereka rasakan. Oleh

    karena itu, seorang harus menyesuaikan cara berkomunikasi anak tunarungu-

  • 4

    wicara dengan menggunakan komunikasi yang tepat, sehingga informasi yang

    disampaikan dapat di pahami dengan mudah.

    SD Khusus Rumah Pintar Salatiga merupakan salah satu Yayasan untuk

    anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara yang ada di Kota Salatiga yang

    dalam meningkatkan hasil komunikasi anak tunarungu wicara salah satunya

    memanfaatkan media visual yang berupa puzzle. Media visual berupa puzzle

    tersebut dapat meningkatkan aspek kognitif pada anak, sehingga dapat

    menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual yang berfungsi dapat

    memperjelas, menarik perhatian, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep.

    Peningkatan komunikasi ini dilakukan di SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga. Banyak hambatan yang dialami Sekolah Dasar YMRPS dalam

    meningktakan komunikasi, kususnya bagi anak SD Khusus Rumah Pintar

    Saalatiga yang mengajarkan layanan bagi anak gangguan pendengaran, bicara

    dan mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial, karena anak

    umumnya mengalami kelainan fisik. Anak berkebutuhan khusus tunarungu ini

    memiliki kelainan dalam pendengaran, inilah yang menjadi penyebab

    terhambatnya proses komunikasi di SD Khusus tersebut, apalagi dalam proses

    komunikasi tersebut sering menggunakan lisan.

    Menyadari hambatan yang dialami anak gangguan pendengaran dan

    bicara tersebut diperlukan penggunaan media visual berupa puzzle dalam

    proses komunikasi untuk memudahkan dan menunjang anak dalam mengusai

    materi yang telah disampaikan. Untuk itu penggunaan puzzle sangatlah penting

  • 5

    bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara khususnya di SD Khusus

    Rumah Pintar Salatiga.

    Keberhasilan proses komunikasi anak tunarungu wicara juga di

    tentukan oleh media yang tepat untuk berkomunikasi. Melakukan komunikasi

    dengan anak tunarungu wicara bukanlah hal yang mudah, misalnya teknik

    penyampaian pesan komunikasi harus tepat pada sasaran agar maksud dan

    tujuan tercapai. Oleh karena itu, proses komunikasi dengan anak tunarungu

    wicara harus menggunakan media visual yang berupa puzzle, agar pesan yang

    disampaikan mudah dimengerti, diingat dan di pahami.

    Berdasarkan uraian di atas sangatlah diperlukan adanya penggunan

    media visual puzzle sebagai media untuk menunjang serta meningkatkan

    keberhasilan komunikasi di lingkungan SD Khusus Rumah Pintar Salatiga.

    Pengaruh dan sebab akibat yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus

    tunarungu wicara yang menonjol itu peneliti tertarik untuk melakukan

    penelitian ilmiah mengenai “Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi

    Pada Anak Tunarungu Wicara di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara

    di SDKhusus Rumah Pintar Salatiga?

  • 6

    2. Bagaimana pemanfaatan puzzle sebagai komunikasi pada anak

    berkebutuhan khusus tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga ?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitan ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.

    2. Mengetahui pemanfaatan puzzle sebagai komunikasi pada anak

    berkebutuhan khusus tunarungu wicara.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

    keilmuan dan mengembangkan di bidang teknologi utamanya dalam

    penggunaan media visual serta menjadi referensi khususnya yang terkait

    dengan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara sehingga dapat

    memperkaya wawasan.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Anak

    Penelitian ini diharapkan mampu membantu anak tunarungu

    wicara dalam memahami simbol-simbol melalui media visual grafis.

    Sehingga dapat meningkatkan perkembangan anak.

  • 7

    b. Bagi Pendidik

    Penelitian ini diharapkan mampu membantu perkembangan anak

    dengan memberikan apa yang dibutuhkan sesuai dengan karakteristik

    anak tunarungu wicara.

    c. Bagi Yayasan

    Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi bahwa

    penggunaan puzzle sangatlah penting untuk menunjang keberhasilan

    dalam berkomunikasi.

    E. Kerangka Berfikir

    Bahwa kerangka befikir atau kerangka penalaran logis merupakan

    model konseptual tentang bagaimana teori hubungan dengan berbagai faktor

    yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2012: 91).

    Penggunaan media atau alat bantu di sadari oleh banyak praktisi yang sangat

    membantu aktifitas proses komunikasi.

    Media membantu terutama dalam peningkatan dan pemahaman anak

    ketika berkomunikasi. Media visual merupakan salah satu media dalam bentuk

    gambar berupa puzzle yang digunakan untuk menjelaskan secara nyata. Puzzle

    ini cukup efektif untuk memungkinkan anak mudah memahami dan mengingat

    apa yang telah dilihat.

    Inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan

    mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka, mengajak masuk

  • 8

    dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang,

    karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka

    dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan

    beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah attaupun masyarakat merasa

    aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya.

    Komunikasi pada anak tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga dengan menggunakan media komunikasi berupa puzzle adalah suatu

    cara untuk membantu seorang anak lebih mudah dan memahami isi pesan yang

    telah disampaikan, sehingga dengan media itu anak dapat berkomunikasi

    dengan baik. Komunikasi sangatlah penting bagi seseorang untuk berinteraksi,

    apalagi media visual sangatlah membantu khususnya untuk anak berkebutuhan

    khusus tunarungu wicara dalam melakukan komunikasi. Media memegang

    peran yang sangat penting dalam proses komunikasi pada anak berkebutuhan

    khusus tunarungu wicara. Puzzle dapat memperlancar ingatan, puzzle dapat

    menumbuhkan minat anak dan puzzle juga dapat memberikan hubungan

    komunikasi yang baik antara si pemberi dan penerima materi yang di

    sampaikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan dengan

    penggunaan puzzle ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak.

    Dengan memanfaatkan media visual berupa puzzle untuk

    menyampaikan komunikasi harus di kemas ke dalam tema yang anak suka

    atau inginkan, maka tujuan komunikasi yang ingin dicapai pun akan mudah di

    kuasai dan di pahami oleh anak.

  • 9

    Kerangka berfikir penelitian juga dapat dijabarkan dalam bagan

    sebagai berikut:

    Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

    F. Penegasan Istilah

    Untuk memperjelas istilah-istilah, agar tidak menimbulkan perbedaan

    penafsiran terhadap rumusan masalah masalah dalam penelitian ini, berikut

    diberikan definisi operasionalnya:

    1. Penggunaan

    Penggunaan berasal dari kata guna berarti faedah, manfaat. Jadi

    penggunaan adalah proses, pembuatan, cara mempergunakan sesuatu

    (Arsyad, 2000: 15).Penggunaan media visual puzzle sangat di perlukan

    karena selain untuk memudahkan juga dapat menjadi bahan yang efektif dan

    menunjang keberhasilan dalam proses komunikasi pada anak berkebutuhan

    khusus tunarungu wicara.

    2. Puzzle

    Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris “teka-teki atau bongkar

    pasang”, puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang.

    SD

    Media

    Komunikasi

    Puzzle

    Inklusi

    Tunarungu

    Wicara

  • 10

    Edukasi permainan puzzle berfungsi untuk mengenalkan anak pada konsep

    hubungan serta dapat memperkuat daya ingatan anak.

    Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa puzzle itu sangat

    diperlukan untuk mengenalkan kepada anak khususnya anak yang memiliki

    keterbaatasan agar anak mudah dalam mengingat apa yang telah dilihatnya.

    3. Media Komunikasi

    Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan antara satu

    orang dengan orang lainnya yang dilakukan secara langsung maupun tidak

    langsung sehingga nantinya terdapat feedback (umpanbalik). Komunikasi

    yang efektif adalah komunikasi yang pesan-pesannya dapat dipahami,

    menyenangkan dan dapat diterima logika dan rasionalitasnya, sehingga

    komunikan berprilaku seperti yang dikehendaki komunikator (Hamidi, 2010

    : 64).

    Diambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah salah satu media

    yang paling utama untuk melakukan interaksi atau penyampain pesan-pesan

    kepada lawan bicara untuk mendapatkan arus balik.

    4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

    Berdasarkan PP No.17 tahun 2010 pasal 129 ayat (3)

    menetapkanbahwa peserta didik berkelainan khusus terdiri atas peserta didik

    yang: tunanetra, tunarungu, tunarungu-wicara, tunagrahita, tunadaksa,

    tunalaras, autis, lamban belajar, memiliki gangguan motorik serta

    berkesulitan belajar. Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat

    terlarang, dan zat adiktif lain, memiliki kelainan lain. Anak berkebutuhan

  • 11

    khusus bermacam-macam jenis, setiap kelainan memiliki cara dan

    pendekatan yang berbeda-beda.

    Pada dasarnya, sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus

    sama dengan sekolah anak-anak pada umunya. Namun, karena kondisi dan

    karakteristik kelainan yang disandang anak berkebutuhan khusus, sekolah

    bagi mereka dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik

    khusus.

    5. Tunawicara

    Tunawicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan bahasa

    maupun suara dari bicara normal, sehinggal menimbulkan kesulitan dalam

    berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Gangguan wicara atau tunawicara

    adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi, atau

    kelancaran berbicara. Tunawicara dapat disebabkan karena gangguan

    pendengaran pada saraf, seperti penyakit cerebral palsy, dan terutama

    karena gangguan pendengaran, baik sejak lahir (conginetal) atau didapat

    kemudian (aqcuired) (Harvey, 1995; Muljono & Sudjadi, 1994).

    Penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak

    berbkebutuhan khusus tunawicara itu tidak dapat berbicara dan secara

    otomatis juga tidak dapat mendengarkan dengan baik seperti anak normal

    pada umumnya.

  • 12

    6. Tunarungu

    Anak Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan

    atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian maupun seluruhnya

    yang mengakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atu seluruh alat

    pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya

    dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap

    kehidupannya secara kompleks (Somad dan Hernawati (1996: 27).

    Secara medis berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan

    mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya

    sebagian atau seluruh alat pendengaran. Secara pedagogis berarti

    kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan

    dalam perkembangan bahasa. Pendapat lain yang dikemukakan oleh

    Andreas Dwijosumarto dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati

    (1996: 27) yaitu tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan

    kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat

    menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran”.

    Seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan

    mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang mengakibatkan kerena tidak

    berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya dalam kehidupan

    sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara

    kompleks.

    Beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut dapat diambil

    kesimpulan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan

  • 13

    kemampuan pendengaran baik sebagian atau seluruhnya yang

    mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,

    sehingga mengakibatkan hambatan dalam perkembangan berbahasa dan

    memerlukan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

    Berdasarkan penjelasan diatas penggunaan puzzle sangatlah

    penting bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu wicarauntuk melakukan

    proses komunikasi. Sehingga media komunikasi berupa puzzle tersebut

    efektif untuk digunakan dalam menunjang keberhasilan dalam komunikasi.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah memahami dalam pembahasan skripsi,

    peneliti mencoba menyusun dan menjelaskan sistematika gambaran umum

    penulisan skripsi. Pembahasan penelitian terdiri dari 5 bab, Adapun masing-

    masing bab terdiri dari sub bab dalam sistematikapenulisannya

    adalahsebagaiberikut :

    BAB I Pendahuluan, yaitu pada bab ini membahas mengenai

    latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    kerangka berfikir, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan

    BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, yaitu kajian

    teoritis/kerangka teori, pada bab ini yakni penggunaan puzzle, media

    komunikasi, dan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.

  • 14

    BAB III Metodologi Penelitian, yaitu pada bab ini membahas

    mengenai subyek penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan

    teknik analisis data.

    BAB IV Hasil dan Pembahasan, yaitu pada bab ini membahas

    tentang mecakup semua perumusan mengenai penelitian terhadap Penggunan

    Puzzle Sebagai Media Komunikasi Pada Anak Tunarungu Wicara di SD

    Khusus Rumah Pintar Salatiga.

    BAB V Penutup, yaitu pada bab ini berisikan hasil dari

    kesimpulan uraian dan saran-saran.

  • 15

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

    A. Kajian Pustaka

    Mempelajari penelitian terdahulu dimaksudkan untuk menghindari

    kesamaan atau duplikasi yang menjurus pada praktek plagiarisme, ataupun

    meminimalisir pengulangan hasil penelitian atau kesalahan yang sama pada

    penelitian sebelumnya. Berikut ini adalah tabel penelitian terdahulu yang

    menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian :

    Penelitian dilakukan oleh Achlisha Maulida dan Zulfitria(2017)

    “Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak Autis Melalui Pemanfaatan Media

    Puzzle Pada Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar”. Untukmengetahui tingkat kecerdasan

    interpersonal anak autis terhadap pembelajaran dengan menggunakan media

    puzzle, 2) untuk mengukur kemampuan anak dalam menggunakan puzzle pada

    saat pembelajaran di kelas. Hasil penelitian di Sekolah Dasar Labshool FIP

    UMJ menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan interpersonal anak autis masih

    belum berkembang dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan pasifnya anak pada

    saat belajar kelompok di kelas, dan masih belum tertarik untuk bergabung

    dengan teman-teman yang lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

    bermanfaat kepada pihak-pihak terkait yang dapat memanfaatkan seperti

    kepala sekolah, guru kelas, orang tua, shadow teacher, serta peneliti.Terdapat

    perbedaan dan persamaan dengan peneliti yang akan dilakukan oleh peneliti,

    yaitu segi perbedaan dilihat dari subyek penelitian yang menggunakan subyek

    anak autis sedangkan pada penelitian ini menggunakan subyek anak tunarungu

  • 16

    wicara. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu sama-sama menggunakan

    puzzle untuk menunjang keberhasilan anak.

    Penelitian ini dilakukan oleh Sintia Hartika Wardhani dengan judul

    “Cooperative Play Dengan Puzzle Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi Anak

    Retardas Mental”. Jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen.

    Kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain :

    cooperative play dengan puzzle sebagian besar kurang. Hal ini dikarenakan

    tingkat intellegensianya yang rendah, stimulasi yang kurang, peran aktif yang

    rendah, dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah, sehingga kemampuan

    penyesuaian diri dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Setelah

    dilakukan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle, pada kelompok

    perlakuan terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini

    dikarenakan pada kelompok perlakuan mendapatkan stimulasi secara rutin dan

    berkelanjutan, sehingga menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam

    kegiatan, yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya. Penelitian ini

    terdapat perbedaan dan persamaan yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu

    perbedaannya peneliti akan melakukan penelitian dengan jenis penelitian

    kualitatif sedangkan ananda Sintia dengan penelitian jenis penelitian

    kuantitatif. Sementara persamaan dari penelitiannya yaitu sama-sama

    memanfaatkan puzzle untuk berkomunikasi.

    Penelitian dilakukan olehAngga Wahyu Nugroho(2014) dengan judul

    “Efektivitas Penggunaan Media Gambar Puzzle Dalam Pembelajaran

    Ketrampilan Berbicara Bahasa Prancis Siswa Kelas XII SMKN 1 Bantul”.

  • 17

    Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran ketrampilan berbicara bahasa

    Prancis yang menggunakan media gambar puzzle. Jenis penelitian ini

    merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain pretest-posttest group.

    Analisis data di atas menghasilkan nilai t-hitung sebesar 4,690 dengan db= 29

    yang kemudian dikonsultasikan dengan nilai t-tabel pada taraf signifikansi 5 %

    dan db= 29 yaitu sebesar 2,045. Dengan demikian penggunaan media gambar

    puzzle dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Prancis siswa kelas

    XII SMKN 1 Bantul lebih efektif daripada pembelajaran keterampilan

    berbicara bahasa Prancis dengan yang tidak menggunakan media puzzle. Pada

    media gambar puzzle memiliki rata-rata 10,47 sedangkan untuk kelas yang

    tidak menggunakan media puzzle memperoleh rata-rata nilai 9,5.Persamaan

    pada penelitian ini terletak pada media yang digunakan dalam menunjang

    aktivitas komunikasi anak yaitu menggunakan media gambar puzzle.

    Sedangkan perbedaannya terletak jenis penelitian yaitu pada penelitian ini

    menggunakan penelitian kualitatif, pada objek penelitian yaitu anak SMK dan

    sementara peneliti menggunakan objek SD anak berkebutuhan khusus

    tunarungu wicara.

    Penelitian dilakukan oleh Kandit Birowati, (2009) dengan judul,

    “Meningkatkan Efektivitas Belajar Mengajar Dengan Menerapkan Media

    Gambar Guna Membantu Perbendaharaan Kata Bagi Siswa Tuna Rungu

    Wicara Kelas VII SLB YKAB Boyolali”. Jenis penelitian ini adalah penelelitian

    kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data yang dipilih menggunakan

    observasi dan tes. Hasil dari penelitian ini bahwa dengan menerapkam media

  • 18

    gambar dapat membantu meningkatkan perbendaharaan kata bagi anak

    tunarungu wicara kelas. Terdapat perbedaan dan persamaan dengan peneliti

    yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu segi perbedaan dilihat dari objek

    penelitian, sedangkan dari persamaannya terlihat dari subyek penelitian yang

    menggunakan subyek anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.

    Penelitian ini dilakukan oleh Desti Nur Aini dan M.Kharis (2012)

    dengan judul “ Penerapan Media Puzzle Picture Pada Kemampuan Berbicara

    Siswa Kelas XI IPA 2 SMA NEGERI 1 TUMPANG”. Jenis penelitian ini

    menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil dari pembelajaran dengan menerapkan

    media puzzle picture dapat membantu siswa dalam mempelajari bahasa Jerman

    . para siswa menjadi lebih aktif berbicara dengan adanya penerapan media

    puzzle picture. Terdapat perbedaan dan persamaan dengan peneliti yang akan

    dilakukan oleh peneliti, yaitu segi perbedaan dilihat dari objek dan subyek

    penelitian, sedangkan dari persamaannya terlihat penggunaan atau peneerpan

    puzzle dalam aktivitas kepada anak.

    Berdasarkan dari kelima penelitian di atas, terdapat beberapa

    perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini. Beberapa perbedaannya yaitu:

    objek, lokasi, dan rumusan masalah. Pada penelitian yang tengah dilakukan

    oleh peneliti berfokus pada penggunaan puzzle sebagai media komunikasi pada

    anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga, sehingga dengan begitu tidak akan terjadinya plagiatisme. Sedangkan

    kesaamaan pada penelitiannya terletak pada penggunaan media visual gambar

  • 19

    berupa puzzle. Semua penelitian di atas sebagai acuan dalam melakukan yang

    akan dilakukan oleh peneliti.

    B. Landasan Teori

    1. Media Visual

    a) PengertianMedia Visual

    Kata media berasal dari bahasa latin medius secara harfiah berarti,

    “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa arab, media adalah

    perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

    Media digunakan pendidik sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.

    Media visual yaitu media yang dapat ditangkap dengan indra penglihatan

    (Suryani &Agung, 2012: 141).

    Selanjutnya menurut Wati Ega Rima (2016: 21) media visual

    merupakan media yang memiliki unsur utama berupa garis, bentuk,

    warna, dan tekstur dalam penyajiannya. Dengan penyajian yang

    sedemikian menarik, maka media visual dapat mempermudah

    pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran. Media visual

    menampilkan keterkaitan isi materi yang ingin disampaikan dengan

    kenyataan.

    Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan

    bahwa media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dan ditangkap

    menggunakan indra penglihatan yang memiliki unsur garis, bentuk,

    warna, dan menampilkan keterkaitan isi materi yang ingin disampaikan

    dengan kenyataan.

  • 20

    b) Jenis-jenis Media Visual

    Media pembelajaran dalam penggunaannya dibagi menjadi

    beberapa jenis. Menurut Rusman (2017: 228-230) beberapa jenis-jenis

    media visual adalah sebagai berikut:

    (1). Gambar Mati/Diam

    Gambar mati atau disebut pula gambar diam adalah gambar-

    gambar yang disajikan secara fotografik.

    (2). Media Grafis

    Media grafis didalamnya grafik, bagan, diagram, poster, dan

    kartun. Media grafis adalah media pandang dua dimensi yang

    dirancang secara khusus untuk mengkomunikasikan pembelajaran

    (bukan fotografik). Grafik merupakan gambar sederhana untuk

    menggambarkan data kuantitatif yang akurat dan mudah dimengerti.

    Diagram adalah gambaran sederhana yang dirancang untuk

    memperhatikan tentang hubungan tata kerja dari suatu benda.

    (3).Model dan Realia

    Realia dan model adalah alat bantu visual dalam pembelajaran

    yang berfungsi memberikan pengalaman langsung. Realia

    merupakan model objek nyata dari suatu benda. Siswa belajar secara

    langsung dari objek yang sedang dipelajari. Proses belajar yang

    dikembangkan dapat mengakomodasi tentang pembelajaran berbasis

    pengalaman.

  • 21

    Berdasarkan pendapat dari ahli tersebut dapat disimpulkan

    bahwa jenis-jenis media visual antara lain: Media gambar mati/diam,

    media grafis, model dan realia.

    c) Kelebihan dan Kelemahan Media Visual

    Penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat

    menimbulkan dampak positif dalam proses pembelajaran. Menurut Wati

    Ega Rima (2016: 40) ada beberapa kelebihan dan kekurangan dengan

    menggunakan media visual antara lain:

    (1) Kelebihan Media Visual

    a. Media visual membantu meningkatkan keefektifan pencapaian

    tujuanpembelajaran dengan bahan visual.

    b. Media visual memperlancar proses pembelajaran sehingga siswa

    dapat dengan mudah dan cepat menerima materi pelajaran.

    c. Media visual membantu siswa meningkatkan pemahaman dan

    memperkuat ingatan.

    d. Media visual dapat dibaca berkali-kali dengan menyiapkan atau

    mengelipingnya.

    e. Media visual membantu siswa berfikir tajam dan spesifik.

    f. Media visual membantu mengatasi keterbatasan pengalaman yang

    dimiliki para siswa.

    g. Media visual memungkinkan adanya interaksi antara siswa dengan

    lingkungan sekitarnya.

  • 22

    h. Media visual membantu penanaman konsep yang benar mengenai

    suatu informasi.

    i. Media visual membantu membangkitkan keinginan dan minat

    barupara siswa.

    (2) Kelemahan Media Visual

    a. Media visual terkadang tampil lambat dan kurang praktis.

    b. Media visual tidak diikuti oleh audio.

    c. Media visual seringkali ditampilkan dengan visual yang terbatas.

    d. Media visual khususnya berbentuk cetak memerlukan biaya

    produksi cukup mahal karena media cetak harus mencetak

    terlebih dahulu.

    e. Media visual memerlukan pengamatan yang ekstra hati-hati.

    Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

    media visual memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media

    visual adalah membantu meningkatkan keefektifan, memperlancar proses

    pembelajaran sehingga peserta didik dapat dengan mudah dan cepat

    menerima materi pelajaran, membantu peserta didik meningkatkan

    pemahaman dan memperkuat ingatan, memungkinkan adanya interaksi

    antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya, serta media visual

    dapat digunakan dan dipahami pada semua tingkat sekolah dan mudah

    membuatnya dan dapat dirancang oleh pendidik.Adapun kelemahan

    media visual antara lain: media visual tampil lambat dan kurang praktis,

    media visual khususnya berbentuk cetak memerlukan biaya produksi

  • 23

    cukup mahal karena media cetak harus mencetak terlebih dahulu,

    memerlukan pengamatan yang ekstra hati-hati, memerlukan keterampilan

    khusus untuk merancang dan membuat bagan dan grafik secara benar,

    menarik dan sederhana dan mudah rusak bila tidak dirawat dan

    memerlukan keterampilan dan ketekunan.

    2. Penggunaan Media Visual Puzzle

    Penggunaan berasal dari kata guna berarti faedah, manfaat. Jadi

    penggunaan adalah proses, pembuatan, cara mempergunakan sesuatu

    (Arsyad, 2000: 15).Penggunaan media visual sangat di perlukan karena

    selain untuk memudahkan juga dapat menjadi bahan yang efektif dan

    menunjang keberhasilan dalam proses komunikasi pada anak berkebutuhan

    khusus tunarungu wicara.

    Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris “teka-teki atau bongkar

    pasang”, puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang.

    Edukasi permainan puzzle berfungsi untuk mengenalkan anak pada konsep

    hubungan serta dapat memperkuat daya ingatan anak.

    Perlu diketahui untuk penggunaan media visual berbasis media

    visual, yaitu mengusahakan visual itu sesederhana mungkin dengan

    menggunakan garis, karton, bagan, dan diagram, visual digunakan untuk

    menekankan informasi sasaran yang terdapat pada teks sehingga

    pembelajaran dapat telaksana dengan baik, menggunakan grafik untuk

    menggambarkan iktisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi

    unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa mengorganisasikan informasi,

  • 24

    mengulangi sajian visual dan melibatkan siswa untuk meningkatkan daya

    ingat, menggunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep;

    misalnya: dengan menampilkan konsep-konsep yang divisualkan itu secara

    berdampingan, menghindari visual yang tak berimbang, menekankan

    kejelasan dan ketepatan dalam semua visual, visual yang diproyeksikan

    harus dapat terbaca dan mudah dibaca.

    3. Media Komunikasi Anak Tunarungu Wicara

    a) Pengertian Media Komunikasi

    Media komunikasi adalah suatu sarana atau alat yang digunakan

    untuk menyampaikan pesan dari komunikator kapada publik. Media yang

    mendominasi dalam berkomunikasi yaitu panca indera manusia seperti

    telinga dan mata. Media sebagai teknologi informasi yang dapat

    digunakan dalam pengajaran (Schramn, 1997).

    Secara lebih spesifik, yang dimaksud dengan media adalah alat-

    alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau pengajaran, seperti buku, film,

    video, kaset, slide, dan sebagainya.Media komunikasi juga merupakan

    suatu sarana yang digunakan untuk memproduksi, reproduksi, mengolah

    dan mendistribusikan dalam penyampaian suatu informasi. Media

    komunikasi mempunyai peranan penting untuk kehidupan sosial.

  • 25

    b) Komunikasi

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi

    adalah pengiriman serta penerimaan sebuah pesan atau berita dari dua

    orang atau lebih agar pesan yang dimaksud bisa dipahami. Secara umum,

    pengertian komunikasi merupakan suatu interaksi atau sebuah proses

    simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya

    dengan membangun hubungan antar sesama manusia, melalui pertukaran

    informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain dan

    berusaha untuk mengubahnya.

    Komunikasi dapat berlangsung dengan media atau tanpa media.

    Namun, seiring dengan perkembangan zaman, untuk memahami

    pengertian komunikasi sehingga dapat disampaikan secara efektif.

    Menurut Aristoteles, ada tiga unsur komunikasi yaitu siapa yang

    berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkannya

    sedangkan unsur komunikasi menurut Claude E Shannon dan Warren

    Weaver unsur komunikasi yaitu pengiriman, trnasmitter, penerima,

    tujuan, dan signal.

    Untuk lebihnya jelasnya, berikut ini adalah unsur-unsur

    komunikasi secara umum:

    (1) Komunikator

    Komunikator merupakan pihak yang bertindak sebagai

    pengirim pesan dalam proses komunikasi. Dengan kata lain,

    komunikator adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki

  • 26

    inisitaif untuk menjadi sumber dalam sebuah hubungan atau

    interaksi. Komunikator tidak hanya berperan sebagai pengirim pesan

    saja. Akan tetapi juga memberikan sebuah respon atau tanggapan

    dan menjawab dari proses komunikasi yang sedang berlangsung.

    Baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

    (2) Pesan

    Pesan atau informasi merupakan keseluruhan apa yang

    disampaikan oleh komunikator. Pesan bisa berupa sebuah kata-kata,

    tulisan, gambaran, atau sebuah perantara lainnya. Pesan ini

    mempunyai inti, yaitu mengarah pada usaha untuk mengubah sikap

    dan tingkah laku orang lain. Inti pesan akan selalu mengarah kepada

    tujuan akhir komunikasi tersebut

    (3) Sarana Komunikasi atau Channel

    Sarana komunikasi atau channel dapat disebut dengan

    media yang digunakan sebagai penyalur pesan dalam sebuah proses

    komunikasi. Pemilihan sarana atau media dalam proses komunikasi

    tergantung pada sifat berita yang akan disampaikan.

    (4) Komunikan atau Receiver

    Komunikan adalah sebutan bagi orang yang menerima

    pesan atau berita yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan

    dapat terdiri dari satu orang atau lebih dan bisa pula dalam bentuk

    kelompok. Dalam sebuah proses komunikasi, komunikasi

    merupakan elemen penting karena dialah yang menjadi sasaran

  • 27

    komunikasi dan bertanggungjawab untuk bisa mengerti pesan yang

    disampaikan dengan baik dan benar.

    (5) Umpan Balik atau Feedback

    Umpan balik bisa diartikan sebagai jawaban komunikan

    atas pesan yang diberikan oleh komunikator kepadanya. Pada

    komunikasi yang dinamis, komunikator dan komunikan akan terus

    menerus bertukar pesan.

    (6) Dampak atau Effect

    Dampak adalah efek perbedaan yang dalami oleh

    komunikan sebelum dan sesudah menerima pesan. Apabila sikap dan

    tingkah komunikan berubah sesuai dengan isi pesan, maka

    komunikator telah berhasil dengan baik. Dampak atau

    effectsesungguhnya dapat dilihat dari personal opinion, public

    opinion, ataupun majority opinion. Namun semua itu mengarah

    kepada perubahan yang terjadi pada komunikan setelah menerima

    pesan yang disampaikan oleh komunikator.

    Demikian, dapat diformulasikan pengertian komunikasi itu

    sebagai suatu bentuk komunikasi yang khas dimana seseorang

    komunikator menyampaikan pesan-pesan yang bersumber atau sesuai

    dengan tujuan agar orang lain (komunikan) dapat berbuat baik sesuai

    dengan pesan-pesan yang disampaikan.

  • 28

    4. Anak Tunarungu dan Tunawicara

    a. Pengertian Anak Tuna Rungu.

    Tunarungu berarti kekurangan pendengaran. Dalam tingkatan

    tertentukekurangan pendengaran lebih mirip dengan kehilangan.

    Kelainan pendengaran tunarungu adalah istilah umum yang menunjukkan

    ketidak mampuan mendengar yang rentangnya dari yang ringan hingga

    berat, meliputu tuli dan agak tuli atau susah mendengar. Tunarungu dapat

    di artikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang

    mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsanga,

    terutama melalui indera pendengaran. Anak tunarungu juga diartikan

    sebagai mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of

    hearing) maupun keseluruhan yang menyebabkan pendengaranya tidak

    memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.

    Tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut

    kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran.

    Pada anak tunarungu tidak hanya gangguan pendengaran saja yang

    menjadi kekkuranganya, kemampuan berbicara seseorang dipengaruhi

    seberapa sering dia mendengarkan pembicaraan, namun dikarenakan

    anak tuna rungu tidak bisa mendengarkan apapun sehingga di sulit

    mengeti percakapan yang dilakukan oleh orang lain, maka dari itu

    mereka harus menggunakan bahasa isyarat agar mengerti satu sama lain.

  • 29

    b. Klasifikasi Anak Tuna Rungu.

    Kelainan pendengaran dalam percakapan seahari-hari di

    masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar

    sama sekali atau tuli. Hal ini di dasarkan pada anggapan bahwa kelainan

    pendengaran dapat mengurangi fungsi pendengaran. Namun demikian,

    perlu di pahami bahwa kelainan pendengran dapat dilihat dari derajat

    atau ketajamanya untuk mendengar dapat dikelompokkan dalam

    beberapa jenjang.

    Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam

    satuan bunyi deci-Bell (di singkat db). Penggunaan satuan tersebut untuk

    membantu dalam interprestasi hasil tes pendengaran dan

    pengelompokkan dalam jenjangnya.Secara terperinci anak tuna rungu

    dapat di kelompokkan menjadi sebagai berikut:

    1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 db (slight

    loses) dengan cirri-ciri sebagai berikut :

    (a) Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas

    antarapendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf

    ringan.

    (b) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan

    dapatmengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu

    di perhatikan, terutama harus dekat dengan guru.

    (c) Dapat belajar berbicara secara efektif dengan melalui

    kemampuanpendengaranya.

  • 30

    (d) Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya

    supayaperkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat.

    (e) Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dnegar

    untukmeningkatkan ketajamana daya pendengaranya.

    2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaranya antara 30-40 db

    (mildlosses) dengan ciri-ciri sebagai berikut :

    (a) Dapat mengerti percakapan bisa pada jarak sangat dekat.

    (b) Tidak mengalami kesulitan untuk mengespresikan hatinya.

    (c). Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.

    (d) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika

    tidak berhadapan.

    (e) Untuk mengindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan

    yangbaik dan intensif.

    (f’) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk

    kelas-kelas pemulaan sebaiknya dimasukkan dalam kelas khusus.

    (g) Disarankan menggunakan alat bantu dengar untuk

    menambahketajaman pendengaranya.

    3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 db

    (moderatelosses) cirri-cirinya adalah sebagai berikut :

    (a) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira

    satumeter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak

    normal.

  • 31

    (b) Sering terjadi miss-understanding terhadap lawan bicaranya, jika

    diajak berbicara.

    (c) Panyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan

    bicaraterutama pada huruf konsonan.

    (d) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.

    (e) Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.

    4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaranya antara 60-75 db

    (severelosses) cirri-cirinya adalah sebagai berikut :

    (a) Kesulitan membedakan suara.

    (b) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di

    sekitarnyamemiliki getaran suara.

    5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 db (profoundly

    losses)cirri-cirinya adalah sebagai berikut:

    (a) Dapat mendengar suara keras sekali mendengar. Biasanya ia tidak

    menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat telinga.

    (b)Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan pengeras

    suara, tetapi tetap tidak dapat memahami atau menangkap suara.

    a. Pengertian Tuna Wicara

    Tuna wicara (speech and langue disorder) adalah gangguan

    bahasa yang diartikan sebagai adanya kesenjangan kemampuan

    memahami, mengerti, dan mengekspresikan ide lewat ucapan.

  • 32

    b. Klasifikasi Anak Tuna Wicara:

    1) Tipe kelainan bicara:

    (a) Kelainan artikulasi (articulation disorders) yaitu kelainan yang

    berupa: bunyi ucapan kacau, tidak konsisten atau tidak benar

    seperti ucapan bayi, ucapan orang pelat, atau laling (gangguan

    bunyi r, i. t, d,s, karena tidak aktifnya ujung lidah).

    (b) Kelainan suara (voice disorder) yaitu adanya penyimpangan atau

    gangguan yang terjadi pada kualitas suara, puncak suara, kerasnya

    suara, identitas suara, dan fleksibel.

    (c) Gangguan kelancaran ( fluency disorder) yaitu gangguan atas

    kelancaran yang bervariasi di antara faktor-faktor yang meliputi

    gagap atau kecepatan irama bicara.

    2) Tipe gangguan bahasa yaitu adanya kesenjangan kemampuan

    memahami, dan mengekspresikan ide meliputi :

    (a) Bahasa terlambat (delayed language) yaitu anak tidak

    memperolehkemampuan bicara atau mengekspresikanbahasa oral

    pada waktul normal dengan tingkat ketepatan yang standar.

    (b) Adaptasi (aphasia) adalah kehilangan kemampuan memakai

    ataumemahami kata-kata karena suatu penyakit otak.

    3) Gangguan ganda atau jamak merupakan gangguan bicara dan

    bahasadiartikan dengan :

    (a) Kerusakan pendengaran ( hearing impairment).

    (b) Langit-langit atau bibir terbelah (Cleft-Palate Or Cleft-Lip).

  • 33

    (c) Terbelakang mental (Mental Retardation).

    (d) Gangguan emosi (Emotional Disturbance).

    (e) Ketidak mampuan belajar (Lerning Disability).

    (f) Kelayuan otak (Cerebral-Alsy).

    Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak

    penyandang tunarungu wicara adalahanak yang kehilangan kemampuan

    untuk mendengar baik sebagian maupun seluruhnya yang mengakibatkan

    tidak mampu untuk menggunakan alat pendengranya dalam kehidupan

    sehari-hari dan juga tidak mampu mengembangkan kemampuan

    bicaranya.

    c.Faktor penyebab tunawicara adalah sebagai berikut:

    1) Hipertensi,

    2) Keturunan,

    3) Keracunan makanan,

    4) Proses kelahiran yang terlalu lama,

    5) Karena kecelakaan, dan lain sebagainya.

    5. Bahasa Isyarat Anak Tunarungu dan Tunawicara

    Penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang individu dapat

    menguasai ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selalu sebagai alat

    utama dalam berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori

    mengenai bahasa belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori

    bahasa yang berbeda-beda bergantung pada latar belakang keilmuan yang

    dirumuskan oleh para ilmuan. Menurut ilmu linguistic, sebagai ibunya

  • 34

    bahasa, definisi bahasa adalah “a system of communication by symbolis,

    through the organs of speech and hearding, among human beings of certain

    group of community, using vocal symbols processing arbitrary conventional

    meanings.”

    Sedangkan menurut para ahli antropologi, sandi konseptual

    system pengetahuan yang memberikan kesanggupan kepada penutur-

    penuturnya guna menghasilkan dan memahami ujaran. Jika kita merujuk

    pada definisi bahasa di atas, maka penggunaan bahasa hanya dapat

    dilakukan jika organ pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga

    informasi yang berup symbol sandi konseptual secara vocal dapat

    tersampaikan kepada penerima pesan. Bahasa yang terbatas penggunaan

    pada suatu komunitas dimana bahasa tersebut diangkat untuk disetujui dan

    dipahami bersama pengertiannya. Karena itulah kita mengenal perbedaan

    bahasa bergantung pada tiap kebudayaan atau kelompok manusia yang

    menggunakannya.

    Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada

    penggunaan organ pendengaran dan bicara, jauh sebelum bahasa lisan

    terbentuk manusia telah mengenal bentuk bahasa yang lain yakni berbahasa

    tubuh dimana komunikasi menggunkan alat gerak tubuh untuk membentuk

    symbol tertentu yang membentuk makna tertentu. Penggunaan bahasa tubuh

    tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa isyarat sebagai bentuk

    komunikasi kaum tunarungu. Bahasa isyarat merupakan alat komunikasi

  • 35

    utama pada kaum tunarungu dimana ciri bahasa tersebut memanfaatkan

    indera penglihatan dan alat gerak tubuh.

    Berikut ini adalah gambaran bahasa isyarat komunikasi:

    Gambar 1.2 Komunikasi Bahasa Isyarat

    Secara harfiah, abjad jari merupakan usaha untuk

    menggambarkan alphabet secara manual dengan menggunkan satu tangan.

    Berikut adalah contoh abjad jari :

    Gambar 1.3 Bahasa Isyarat Huruf

    (Google)

  • 36

    Gambar 1.4 Bahasa Isyarat Angka

    (Google)

    Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan

    (tangan kanan atau tangan kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk

    isyarat bagi huruf dan angka di dalam SIBI serupa dengan International

    Manual Alphabet. Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri,

    mengisyaratkan singkatan atau akromin , dan mengisyaratkan kata yang

    belum ada isyaratnya.

    Bahasa isyarat berkembang dan memiliki karakteristik yang

    berlainan tiap negara. Di Indonesia, bahasa isyarat yang telah berlakukan

    secara nasional adalah SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Adapun

    beberapa contoh gambar bahasa isyarat dalam sehari-hari digunakan dalam

    berkomunikasi:

  • 37

    Gambar 1.5 Gerakan Ucapan Assalamualaikum

    (Google)

    Tangan kanan 'A' sambil ibu jari dikenakan pada tepi dahi

    kanan lalu digerakkan ke depan.

    Gambar 1.6 Gerakan Ucapan Walaikumsallam

    (Google)

    Tangan kanan 'W' sambil jari telunjuk dikenakan pada tepi dahi

    kanan lalu digerakkan ke depan.

  • 38

    Gambar 1.7 Gerakan Ucapan Halo

    (Google)

    Tangan kanan 'H', ujung jari dikenakan pada tepi dahi kanan lalu

    digerakkan ke depan.

    6. Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi Dakwah Bagi Anak

    Tunarungu dan Tunawicara

    Dalam menghadapai era globalisasi informasi dan

    perkembangan teknologi akhir-akhir ini, dunia dihadapkan kepada

    cepatnya perkembangan arus informasi. Dengan demikian apabila

    komunikasi merupakan dasar interaksi dan dakwah merupakan bentuk

    komunikasi yang bertumpu pada karakter kasih sayang, maka

    komunikasi merupakan suatu terwujudnya suatu interaksi sosial yang

    diwarnai oleh kasih sayang tersebut atau dikenal dengan silaturarahmi.

    Pemanfaatan alat-alat teknologi sebagai media penyampaian

    informasi kepada khalayak, melalui penggunaan puzzle ini anak

    berkebutuhan khusus dapat menangkap informasi dan komunikasi serta

    pesan-pesan yang disampaikan oleh pemateri. Penggunaan media-media

  • 39

    komunikasi modern sesuai dengan taraf perkembangan daya pikir

    manusia. Disamping itu adanya pengaruh posistif yang dapat mendorong

    lajunya komunikasi. Dalam rangka inilah, komunikasi dengan

    menggunakan media-media baru dapat mendorong dan membantu

    penyampai pesan untuk melakukan komunikasi pada anak berkebutuhan

    khusus tunarungu wicara dalam menjalankan tugasnya. Tujuan dari

    penggunaan puzzle sebagai media komunikasi adalah untuk

    meningkatkan perkembagan proses komunikasi kepada anak-anak

    berkebutuhan khusus tentang pendidikan keagamaan seperti

    mempraktekan tata cara berwudhu dan gerakan-gerakan solat serta

    hafalan-hafalan seperti asmaul husna, dan lain sebagainya.

    Menggunakan puzzle sebagai media komunikasi harus

    dilakukan dengan penuh kesungguhan oleh penyampai pesan, sehingga

    pesan-pesan atau ajaran yang disampaikan kepada anak berkebutuhan

    khusus tersebut tepat pada sasaran, sehingga tujuan di atas itu dapat

    terwujud untuk mencapai terbentuknya komunikasi yang berhasil melalui

    puzzle tersebut.

    Berdasarkan landasan teori di atas sangat diperlukan teori

    pendukung sebagai referensi untuk menunjang atau memperdalam

    pemahaman tehadap informasi yang disajikan. Pada landasan teori di atas

    peneliti menggunakan teori media dan teori interaksi simbolik sebagai

    landasan pendukung.

  • 40

    Teori media: tanpa diragukan, produksi media merespon

    terhadap perkembangan sosial dan budaya dan selanjutnya

    mempengaruhi perkembangan tersebut (Litlejohn, 2011: 410).Sedangkan

    teori interaksi simbolik adalah memahami perilaku manusia dilihat

    sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur

    perilakunya dengan mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang

    menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2003 : 70).

    Interaksi simbolik menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana

    bagaimana pendidik atas simbo-simbol yang pendidik pahami dan

    pikirkan menentukan tindakan mereka. Makna atas simbol yang pendidik

    pahami akan semakin sempurna interaksi simbolik antara pendidik dan

    anak tunarungu wicara. Simbol-simbol yang diciptakan dan dipahami

    merupakan bahasa yang mengikat aktivitas mereka.

    Berdasarkan teori di atas dapat diambil kesimpulan sehingga

    anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara dapat merespon dan

    selanjutnya memengaruhi perkembangan komunikasi tersebut. Adanya

    jenis media tertentu seperti media visual dapat mempengaruhi bagaimana

    anak menerima ilmu keagamaanmelalui media yang sudah disediakan.

  • 41

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

    Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah kualitatif. Penelitian

    kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud

    menafsirkan fenomena yang terjadi lalu menafsirkannya melalui beberapa

    metode dan karakteristik yang dimiliki (Denzin dan Lincoln dalam Satori,

    2017: 22-2).

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu

    penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau pada responden (Narbuko

    & Achmadi, 2013: 46). Maksud penelitian lapangan adalah meneliti

    permasalahan yang diangkatdalam penelitian dengan mengadakan penelaahan

    masalah pada kondisikehidupan nyata.

    Penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor (1975), metodologi

    penelitian kualitatif merupakan sebuah prosedur dengan hasil akhir berupa

    kata-kata deskriptif dalam bentuk narasi dari sumber lisan maupun perilaku

    objek yang diamati (Basrowi dan Suwandi, 2008: 21).

    Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah

    metode penelitian yang mengungkapakan atau menggambarkan kejadian atau

    fenomena, variabel dan keadaan dimana objek penelitian berdasarkan fakta-

    fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang berada di Sekolah Dasar

    Yayasan Mutiara Rumah Pintar Salatiga. Peneliti mengkaji lebih mendalam

    terhadap objek penelitian dengan terlibat langsung untuk mendapatkan

  • 42

    relevansi terhadap data terkait, kemudian setelah data terkumpul dilakukan

    analisis data untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi atau tempat penelitian di

    Jl. Suropati Rt.05/Rw.05, No.526 Togaten, Mangunsari, Sidomukti, Kota

    Salatiga. Waktu penelitian yang akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai

    Agustus tahun 2019.

    C. Fokus Penelitian

    Fokus penelitian ini adalah penggunaan puzzle sebagai media

    komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara untuk

    memudahkan anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Untuk memperoleh

    data penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif

    dipilih karena fenomena yang diamati perlu pengamatan terbuka antara peneliti

    dan informan sehingga didapatkan data yang mendalam. Konteks penelitian ini

    yang dikaji berfokus pada pendeskripsian mengenai penggunaan media visual

    berupa puzzle sebagai media komunikasi pada anak berkebutuhan khusus

    tunarungu wicara.

  • 43

    D. Sumber Data

    1. Data Primer berupa

    Data utama penelitian diperoleh dari hasil wawancara kepada

    narasumber, serta pengamatan-pengamatan di lokasi SDKhusus Mutiara

    Rumah Pintar Salatigasebagai pendukung.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui literatur-literatur

    yang relevan seperti arsip-arsip, dokumentasi foto, gambar, catatan-cacatan,

    data yang telah ada, atau lain sebagainya.

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk

    keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting

    dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan

    digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan. Dalam penelitian

    ini, pengumpulan data akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam situasi

    yang sesungguhnya. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan

    data dengan observasi, wawancara serta dokumentasi. Observasi dalam

    penelitian ini menggunakan observasi terfokus yang berarti jenis pengamatan

    yang secara spesifik mempunyai rujukan pada rumusan masalah

    (Basrowi&Suwandi, 2008, 99). Selanjutnya peneliti juga menggunakan

  • 44

    panduan wawancara yang sebelumnya telah disiapkan sebelum pengambilan

    data dilakukan. Proses tersebut diantaranya:

    1. Observasi

    Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang

    dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara

    sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan.

    Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah

    laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati

    (Djaali & Mujiono, 2007 : 16).

    Penelitian ini dilakukan denganmengamati fenomena sosial-

    keagamaan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicarasebagai peristiwa

    aktual yang memungkinkan peneliti memandang fenomena tersebut

    sebagai proses. Observasi ini dilakukan di SD Khusus Rumah Pintar

    Salatiga, pengamatan ini berfokus pada penggunaan puzzle komunikasi

    pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara, faktor pendukung dan

    penghambat dalam penggunaan media visual pada anak berkebutuhan

    khusus, serta efek psikomotorik pada anak berkebutuhan khusus tunarungu

    wicara.

    2. Wawancara

    Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

    menggunakan pertanyaan secara lisan kepada responden terutama untuk

    responden yang tidak dapat membaca-menulis atau sejenis pertanyaan

  • 45

    yang memerlukan penjelasan dari pewawancara (Fitrah dan Luthfiyah,

    2017: 66).

    Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan mengngambil

    narasumber utama, yaitu ketua SD Khusus Rumah Pintar Salatiga, kepala

    sekolah, wakil kepala sekolah, serta bapak/ibu yang berinteraksi dengan

    anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara sebagai pendukung

    pengambilan data agar lebih akurat.

    3. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengalir

    atau mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang

    sesuai dengan masalah yang diteliti.

    Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen

    resmi dari lembaga sebagai bukti fisik dari suatu kegiatan yang telah

    dilaksanakan. Dokumentasi dalam penelitian ini mengacu pada catatan-

    catatan dalam penggunaan puzzle sebagai media komunikasi pada anak

    berkebutuhan khusus tunarungu wicara, foto-foto dalam penyajian materi

    menggunakan media visual, dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

    di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga.

    F. Teknik Analisis Data

    Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis

    catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk meningkatkan

    pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai

  • 46

    temuan bagi orang lain. Setelah data di lapangan dikumpulkan, selanjutnya hal

    yang diakukan peneliti adalah melakukan analisis data, dengan melakukan

    penyederhanaan data dalam bentuk lebih praktis untuk dibaca dan

    diinterprestasikan sehingga data tersebut dapat diambil penelitian dan

    kesimpulan sebagai hasil penelitian. Teknik analisis data pada penelitian ini

    menggunakan teknik analisis data deskriptif. teknik analisis diskriptif ini

    adalah teknik analisis yang bertujuan mendeskripsikan data yang telah

    terkumpul tanpa melakukan generelisasi.

    Analisis data dilaksanakan mulai penetapan masalah, pengumpulan

    data dan setelah data terkumpulkan. Dengan menetapkan masalah penelitian,

    peneliti sudah melakukan analisis terhadap permasalahan tersebut dalam

    berbagai perspektif teori dan metode yang digunakan yakni metode alur.

    Analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara

    bersamaan.

    Tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum

    dimulai sejak pengumpulan data:

    1. Reduksi data,yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

    pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

    muncul dari catatan – catatan tertulis di lapangan. Objek penelitian ini di

    ambil sendiri oleh narasumber dan semua pihak yang terkait dengan

    penelitian di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga.

  • 47

    2. Setelah melakukan regulasi data, selanjutnya melakukan penyajian data

    (display data) dan dilakukan dengan menggunakan bentuk teks yang bersifat

    naratif.

    3. Penarikan kesimpulan serta verifikasi.

    Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah data-

    data diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi.

    Kemudian data-data tersebut, dianalisis secara saling berhubungan untuk

    mendapatkan dugaan sementara yang dipakai dasar untuk mengumpulkan

    data berikutnya. Dalam proses pengambilan kesimpulan dan verifikasi data

    dilakukan setelah reduksi dan penyajian datatelah selesai dilakukan,

    selanjutnya peneliti akan kembali mencocokkan data telah diperoleh kepada

    seluruh anggota objek yang di teliti yakni ketua Yayasan Mutiara Rumah

    Pintar Salatiga, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, semua pihak yang

    terkait tegabung dalam SD Khusus Rumah Pintar Salatiga secara terus

    menerus menggunakan bahan referensi agar data yang di dapat tersebut

    lebih akurat.

    G. Teknik Validitas Data

    Teknik validitas data adalah terjaminnya keakuratan data, maka

    peneliti akan melakukan validitas data. Data yang salah akan menghasilkan

    kesimpulan yang salah, demikian pula sebaliknya, data yang nyata akan

    menghasilkan data penelitian akurat. Validitas data berupa sejauh mana

    kepercayaan dapat diberikan pada kesimpulan penelitian (Aswar, 2014: 105).

  • 48

    Untuk menetapkan validitas data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan

    teknik pemriksaan data didasarkan atas kriteria tertentu, berikut kriterianya:

    1. Kredibilitas (Credibiltas)

    Uji kredibilitas yang peneliti lakukan diantaranya perpanjangan

    pengamatan dimana peneliti akan kembali ke lapangan melakukan

    pengamatan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui

    maupun yang baru. Hal ini perlu juga dilakukan dengan ketekuna dengan

    artian pengamatan yang dilakukan harus lebih cepat dan

    berkesinambungan Selain itu juga perlu dilakukan trianggulasi, dimana

    peneliti akan melakukan pengecekan data dari berbagai sumber dengan

    berbagai cara dan berbagai waktu. Hal lain yang juga akan menambah

    kredibilitas data adalah analisis kasus negatif pada analisis ini peneliti

    mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang

    telah ditemukan, menggunakan bahan referensi dan mengadakan member

    check.

    2. Keteralihan(Transferbilitas)

    Laporan penelitian dibuat serinci mungkin, jelas, sistematis dan

    dapat dipercaya sehingga pembaca laporan akan memperoleh gambaran

    secara jelas. Dengan demikian pembaca dapat menentukan dapat atau

    tidaknya penelitian diaplikasikan di tempat lain.

    3. Ketergantungan(Dependability)

    Penelitian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap

    keseluruhanproses penelitian.

  • 49

    4. Kepastian (Confirmability)

    Peneliti menguji hasil penelitian dilakukan dengan proses yang

    dilakukan. Jadi tidak mungkin prosesnya ada, tetapi hasilnya

    ada.Pengujian confirmability dalam penelitian kualitatif hampir mirip

    dengan uji dependability sehingga pengujiannya dapat dilakukan dengan

    bersamaan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian

    yang dilakukan maka penelitian tersebut telah memenuhi standar

    konfirmability ( Sugiyono, 2008 :368-378).

    Kemudian, data-data tersebut dianlisis secara saling berhubungan

    untuk mendapatkan dugaan sementara yang dipakai untuk dasar

    megumpulkan data berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan

    secara terus menerus untuk melakukan proses triangulasi data.

    Proses triangulasi data yang dilakukan oleh peneliti untuk validitas

    data adalah sebagai berikut:

    1. Sudut pandang narasumber selaku Subyek penelitian.

    2. Sudut pandang pendiri Yayasan Mutiara Rumah Pintar Salatiga.

    3. Sudut pandang bapak/ibu yang berkomunikasi dengan anak

    berkebutuhan khusus.

    Triangulasi adalah recheck dan crosscheck informasi dan data yang

    diperoleh dari lapangan dengan informan lain untuk memahami

    kompleksitas fenomena sosial ke sebuah esensi yang sederhana

  • 50

    (Endraswara, 2006: 110). Triangulasi meliputi empat hal, yaitu: triangulasi

    metode, triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan

    kelompok), triangulasi sumber data, dan triangulasi teori (Anggito,

    2018:232). Adapun penjelasan dari keempat triangulasi tersebut adalah

    sebagai berikut (Rahardjo2010:2):

    1) Triangulasi Metode. Jenis triangulasi ini membandingkan informasi atau

    data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti

    menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survey. Untuk

    memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh

    mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode

    wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek

    kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang

    berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap

    ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau

    informan penelitian diragukan kebenarannya.

    2) Triangulasi Antar-Peneliti. Jenis triangulasi ini menggunakan lebih dari

    satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk

    memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari

    subjek penelitian. Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang

    telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan

    agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari

    triangulasi.

  • 51

    3) Triangulasi Sumber Data. Jenis triangulasi ini menggali kebenaran

    informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

    Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa

    menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen

    tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan

    pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara itu akan menghasilkan

    bukti atau data yang berbeda, selanjutnya akan memberikan pandangan

    (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti.

    4) Triangulasi Teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah

    rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya

    dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari

    bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.

    Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman

    asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam

    atas hasil analisis data yang telah diperoleh.

    Penelitian ini menggunakan dua triangulasi yaitu triangulasi

    sumber data dan metode. Triangulasi sumber data dipakai ketika peneliti

    meragukan data dari satu sumber maka peneliti mencari sumber informan

    lainnya. Sementara triangulasi metode merupakan triangulasi yang dipakai

    dengan menggunakan beberapa metode seperti wawancara, observasi, dan

    dokumentasi sehingga hasil penelitian dapat terpercaya kebenarannya.

  • 52

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Sejarah singkat SD Khusus Rumah Pintar Salatiga (Yayasan Mutiara

    Rumah Pintar Salatiga) itu berdiri dari impian yang sederhana, dimana seorang

    ibu ingin berbagi kasih dengan anak-anak spesial seperti putri pertamanya yang

    bernama Caca, itu nama spesial putri pertamanya yang mengalami kemunduran

    berfikir dan keterlambatan berbicara. Caca bagi seorang ibu tersebut itu

    merupakan anugerah terindah dari Allah SWT

    1. Profil Sekolah

    Nama Sekolah : Sekolah Dasar Khusus Rumah

    Pintar Salatiga

    Alamat : Jln. Suropati No 526 Togaten

    Sidomukti Salatiga

    Kelurahan : Mangunsari

    Kecamatan : Sidomukti

    Kota : Salatiga

    Telp : (0298) 3432439

    Kode Pos : 50721

    NPSN : 69932725

    Kurikulum :Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus

  • 53

    2. Visi, Misi, Motto, dan Tujuan Sekolah Dasar YMRPS

    a. Visi:

    Mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa hidup

    mandiri dan menikmati kehidupan seperti anak-anak normal lainnya,

    berperilaku, berbicara normal, tumbuh dan kembang sesuai usianya.

    b. Misi:

    1) Mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus.

    2) Mengantarkan anak berkebutuhan khusus agar bisa hidup mandiri,

    mampu menunjukkan kepercayaan diri dan berperan di dalam

    masyarakat.

    3) Mengoptimalkan potensi tumbuh kembang dan kecerdasan bagi anak

    berkebutuhan khusus.

    c. Motto:

    Senyum Tulus dan Kasih Sayang

    d. Tujuan:

    Memberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus yang belum

    mendapatkan kesempatan pendidikan yang memadai yang berorientasi

    pada kemandirian anak sehingga bermanfaat bagi diri dan lingkungan.

  • 54

    3. Struktur Organisasi Sekolah

    Pengorganisasian adalah proses pembagian tugas, wewenang dan

    job sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai satu

    kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui

    organisasi, tugas-tugas sebuah lembaga dibagi menjadi bagian yang lebih

    kecil. Kendatipun dikaitkan satu sama lain serta diatur sedemikian rupa

    sehingga melahirkan satu kesatuan yang berjalan baik. Dalam arti yang

    lain, pengorganisasian adalah aktivitas pemberdayaan sumber daya dan

    program.

    Penyusunan struktur organisasi SD Khusus Rumah Pintar Salatiga

    menggunakan ketentuan yang berlaku, struktur organisasi ini dibuat agar

    lebih memudahkan sistem kerja dari kewenangan masing-masing, sesuai

    dengan bidang yang telah ditentukan agar tidak terjadi penyalahgunaan

    hak dan kewajiban orang lain. Menyusun struktur organisasi di SD Khusus

    Rumah Pintar Salatiga ini diadakan pembagian yang disesuaikan dengan

    kemampuan masing-masing anggota, sehingga dalam melaksanakan tugas

    yang dibebankan kepada masing-masing anggota dapat terlaksana dengan

    baik.

    Adapun struktur organisasi Sekolah Dasar KhususMutiara Rumah

    Pintar Salatiga sebagai berikut:

  • 55

    Struktur Organisasi Sekolah Terpadu Rumah Pintar

    Tabel 1.1 Struktur Organisasi Sekolah Dasar

    Khusus Rumah Pintar Salatiga

    Ketua Yayasan

    Ana Eviyanti, S.Psi, M.Si

    Komite Sekolah

    Widiana

    Anggraini

    Kepala Sekolah SD

    Rubiyarto, S.Pd

    Wakasek SD

    Rizki Dina Azizah,

    S.Pd

    Guru Kelas Wiras Murwandari, S.Kom, S. Pd

    Prihartini, S.Pd

    Widya Yulis P, S.Pd

    Indah Noviyanti, S.Pd

    Heriyanto, S.Psi

    Layla Nurjannah, S.Pd.I

    Malihatun Badaroh, S.Pd.I

    Uli Kurniati

    Vina Fatmawati

    Tabitha Meilinda

    Mahda Rahmiyani, S.Psi

    Guru Kelas

    Christina Chandra

    Dewi, S.Psi

    Sari Marzuqoh,

    S.Pd.I

    Putri Ika Rahayu

    Kepala Sekolah TK

    Septi Dwi Andini, S.Pd.I

    TU&Bendahara

    Yasmina Soraya

    Baity, S.Pd.I

  • 56

    4. Data Pendidik

    Un